blok 28 intoksikasi timbal

20
Intoksikasi Timbal pada Pekerja Pabrik Baterai Alice Pratiwi 102011272 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat email : [email protected] Pendahuluan Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang bisa merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terkena keracunan timbal, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan, ini diakibatkan terutama karena kurangnya pendidikan dan informasi tentang keracunan timbal, termasuk juga di daerah perkotaan karena sedikitnya informasi mengenai limbah timbal yang disebarluaskan. Timbal bisa menyebabkan penyakit serius bagi usia muda, khususnya pada perkembangan otak. Timbal bisa mengurangi tingkat IQ, memperlambat pertumbuhan dan merusak ginjal. Bebarapa kasus keracunan timbal bisa menyebabkan coma atau kematian.

Upload: alice-setyo

Post on 15-Jul-2016

18 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

OKUPASI

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 28 Intoksikasi Timbal

Intoksikasi Timbal pada Pekerja Pabrik Baterai

Alice Pratiwi

102011272

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat

email : [email protected]

Pendahuluan

Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang bisa

merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia memiliki

potensi yang besar untuk terkena keracunan timbal, khususnya bagi masyarakat yang tinggal

di daerah pedesaan, ini diakibatkan terutama karena kurangnya pendidikan dan informasi

tentang keracunan timbal, termasuk juga di daerah perkotaan karena sedikitnya informasi

mengenai limbah timbal yang disebarluaskan. Timbal bisa menyebabkan penyakit serius bagi

usia muda, khususnya pada perkembangan otak. Timbal bisa mengurangi tingkat IQ,

memperlambat pertumbuhan dan merusak ginjal. Bebarapa kasus keracunan timbal bisa

menyebabkan coma atau kematian.

Page 2: Blok 28 Intoksikasi Timbal

Isi

I. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

PAK timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, atau psikososial di tempat

kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab pokok dan

menentukan terjadinya penyakit akibat kerja, misalnya terpajan timah hitam di tempat

kerja merupakan faktor utama terjadinya keracunan timah hitam, terpajan silika di tempat

kerja merupakan faktor utama terjadinya silikosis. Namun, perlu diketahui bahwa faktor

lain seperi kerentanan individual dapat berperan berbeda-beda terhadap perkembangan

penyakit di antara para pekerja yang terpajan.1

Penyakit akibat kerja timbul khususnya di antara para pekerja yang terpajan bahaya

tertentu. Namun, pada beberapa keadaan, PAK dapat timbul di masyarakat umum akibat

kontaminasi lingkungan tempat kerja. Akhirnya, penyakit akibat kerja memiliki penyebab

yang spesifik.1

Data anamnesis terdiri dari beberapa kelompok data penting, yaitu identitas pasien,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat

pengobatan, riwayat sosio ekonomi ( termasuk pekerjaan). Untuk mendiagnosis PAK,

sangat penting mengetahui secara lengkap riwayat pekerjaan pasien. Hal yang perlu

diketahui mengenai riwayat pekerjaan pasien:1

Jenis pekerjaan, apa yang dikerjakan, lama bekerja dalam sehari, total lama bekerja,

kondisi lingkungan kerja, faktor dalam lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan

PAK.

Bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian yang sama pada pekerja lain,

pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang

dilakukan, hobi.

Selain itu, penting untuk mengetahui pekerjaan sebelumnya bila ada. Mungkin saja

pekerjaan sebelumnya yang menyebabkan masalah kesehatan pada pasien.

Selain anamnesis, perlu dilakukan juga pemeriksaan fisik dan juga kelainan bisa

dipertegas dengan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, lakukan

pengukuran tanda-tanda vital ( suhu, nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah). Lakukan

juga inspeksi, lihat warna kulitnya, cek konjunctiva. Pada pemeriksaan laboratorium,

periksa darah lengkap dan juga uji kadar timbal dalam darah.1

2

Page 3: Blok 28 Intoksikasi Timbal

II. Diagnosis

Diagnosis banding pada skenario ini adalah anemia defisiensi besi, keadaan tidak

cukupnya besi dalam tubuh sehingga terjadi penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin dan

jumlah sel darah merah. Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia

mikrositik hipokromik dan juga pada pemeriksaan darah lengkap ( complete blood count)

ditemukan nilai hemoglobin yang menurun.2 Diagnosis ini dapat disingkirkan karena tidak

ditemukan penurunan kadar hemoglobin.

Diagnosis kerja pada skenario ini adalah intoksikasi timbal akibat kerja. Dimana

ditemukan kadar timbal dalam darah 40 μg/dl. Hal ini juga didukung dengan alat

pelindung diri yang tidak digunakan oleh pasien.

III. Timbal

Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa

ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum dan logam ini disimpulkan dengan Pb. Logam ini

termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel Periodik unsur

kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu

logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 3270C dan titik didih

1.6200C. Pada suhu 550-6000C, Pb menguap dan membentuk oksigen dalam udara

membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal (II).3 Timbal

bersifat lunak dan lentur sehingga sangat mudah untuk dipotong dengan pisau atau tangan

dan mudah dibentuk. Timbal (Pb) juga tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam

ini sering digunakan sebagai coating.4

Penggunaan Timbal

Penggunaan Pb di industri dan penambangan semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya penambangan, peleburan, pembersih, dan berbagai industri. Beberapa

industri yang menggunakan Pb seperti ada industri baterai, industri cat, industri karet,

sebagai pengering pada industri kain katun, cat, tinta, cat rambut, insektisida, amunisi dan

kosmetik. Timah hitam digunakan pula sebagai zat warna yaitu karbonat dan Pb sulfat

sebagai zat warna putih dan Pb kromat sebagai krom kuning, krom jingga, krom merah

dan krom hijau.4

Sifat tahan asam dan kelembapannya menyebabkan timbal juga digunakan sebagai

lapisan pipa dan kabel. Keramik yang berlapis timbal juga akan terlihat lebih keras dan

cemerlang. Senyawa timbal tetraetil dan timbal tetrametil juga digunakan sebagai anti 3

Page 4: Blok 28 Intoksikasi Timbal

knock agent pada bensin. Pb merupakan salah satu bahan paduan yang mempunyai

kemampuan sangat tinggi untuk menahan sinar-x dan sinar-y, sehingga lempengan timbal

banyak dipakai sebagai pelindung bahan radioaktif.5

Pajanan Timbal

Pekerja di pertambangan timbal sangat berpotensi terpajan debu dan fume yang

banyak dihasilkan pada proses penggilingan/ penggosokan biji timbal. Di samping itu,

pajanan timbal juga berpotensi terjadi pada pekerjaan pengelasan, penyolderan, pelukis,

pekerja di pabrik baterai, aki, dan cat, terutama pekerja yang terkait proses penyemprotan,

gelas, dan keramik. Pajanan di lingkungan dekat lokasi timbal dapat terjadi akibat udara,

tanah, dan air minum yang terkontaminasi.5 Di daerah perkotaan pajanan terjadi akibat

pencemaran lingkungan akibat asap buangan knalpot kendaraan bermotor. Penggunaan

bahan bakar bertimbal melepaskan 95% timbal yang mencemari udara.3

Beberapa faktor yang meningkatkan resiko intoksikasi timbal:3,6

1. Umur

Anak-anak lebih mudah terkena intoksikasi timbal. Hal ini disebabkan karena

sistem imun pada usia kanak-kanak belum terbentuk dengan sempurna. Selain itu,

anak-anak mampu menyerap timbal hingga 50% melalui saluran cerna sedangkan

orang dewasa hanya 10-15% karena sistem pencernaan dan sistem saraf anak masih

dalam tahap perkembangan sehingga lebih mudah menyerap toksik dari lingkungan.

2. Jenis Kelamin

Pada laki-laki, nilai kadar timbal lebih besar dari perempuan. Hal ini biasanya

disebabkan eksposur pekerjaan. Pada anak-anak tidak ditemukan adanya perbedaan

kadar timbal antara laki-laki dan perempuan.

3. Lokasi Tempat Tinggal

Lokasi tempat tinggal akan mempengaruhi konsentrasi timbal yang masuk

dalam tubuh. Hal ini karena semakin dekatnya jarak rumah dengan jalan protokol

berarti semakin dekat dengan sumber asap kendaraan bermotor yang memungkinkan

semakin tingginya kadar timbal (Pb) di udara. Udara ambien dengan radius 0,5 km

dari sumber emisi gas buang merupakan lokasi yang paling besar resikonya, 0,5 – 1

km merupakan resiko sedang dan di atas 1 km merupakan resiko ringan.

4

Page 5: Blok 28 Intoksikasi Timbal

4. Lama Terpapar

Lama terpapar akan mempengaruhi jumlah konsentrasi timbal yang masuk

kedalam tubuh. Lama terpapar merupakan waktu terpapar seseorang dengan timbal.

Permissible Exposure Limit (PEL) timbal yaitu tidak lebih dari 50 μg/m3 selama 8 jam

bekerja. Apabila lebih dari 8 jam, maka PEL harus dikurangi dengan perhitungan

400 / lama dia bekerja dalam jam.7

5. Pola Makan

Kadar timbal dalam darah juga dipengaruhi kebiasaan konsumsi makanan

bergizi misalnya kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung protein tinggi,

vitamin C, zat besi, dan kalsium. Susu merupakan sumber kalsium (Ca) yang baik

bagi tubuh karena dapat mengurangi resiko absorbsi Pb pada gastrointestinal anak,

Absorpsi dan retensi Pb dalam gastrointestinal (GIT) ini tergantung pada status

mikronutrien yang terdapat dalam lumen GIT. Pada keadaan defisiensi Ca, absorpsi

Pb dalam GIT akan meningkat, demikian pula dengan retensi Pb dalam tubuh akan

turut meningkat. Mekanisme berikut dapat menerangkan peningkatan absorpsi Pb

pada keadaan defisiensi atau kurangnya asupan kalsium. Kalsium dan Pb akan

berkompetisi di tempat pengikatan yang sama (Binding Site), yaitu di tempat

pengikatan protein pada mukosa intestinal, tempat ini merupakan tempat yang penting

dalam proses absorbsi. Dengan adanya asupan kalsium yang cukup, tingkat absorpsi

Pb akan diturunkan, karena kalsium cenderung akan lebih diikat di tempat binding

site. Sedangkan vitamin C merupakan antioksidan yang dapat menghambat atau

menetralisir radikal bebas dari lingkungan.

Efek Timbal bagi Kesehatan

Keracunan timbal dapat menyebabkan efek akut dan kronis. Keracunan akut yaitu

akibat pemaparan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat (dapat terjadi dalam waktu

2-3 jam), dengan kadar yang relatif besar. Keracunan akut yang disebabkan oleh timbal

biasanya terjadi karena kecelakaan misalnya, peledakan atau kebocoran yang tiba-tiba dari

uap logam timbal, kerusakan sistem ventilasi di dalam ruangan. Keracunan akut ditandai

oleh rasa terbakar pada mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal, dan diikuti

dengan diare.3

5

Page 6: Blok 28 Intoksikasi Timbal

Keracunan kronis terjadi karena absorpsi timbal dalam jumlah kecil, tetapi dalam

jangka waktu yang lama dan terakumulasi dalam tubuh. Durasi waktu dari permulaan

terkontaminasi sampai terjadi gejala atau tanda-tanda keracunan dalam beberapa bulan

bahkan sampai beberapa tahun. Gejala keracunan kronis ditandai oleh rasa mual, anemia,

sakit di sekitar perut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan.3

Efek toksik timbal terutama berpengaruh pada saluran pencernaan, darah, dan sistem

persarafan. Pada saluran pencernaan, biasanya terjadi kolik timbal akibat efek langsung

timbal terhadap lapisan otot polos saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan timbulnya

rasa kram perut yang menyeluruh terutama di daerah epigastrium dan periumbilikalis,

serta sering disertai mual, muntah, anoreksi, dan konstipasi atau kadang-kadang diare.5

Intoksikasi timbal juga akan memengaruhi sistem enzim sel darah merah, sehingga

anemia normositik normokrom atau mikrositik hipokrom, dan hemolisis akut sering kali

terjadi. Enzim-enzim sel darah merah, seperti asam delta-aminolevulinik dehidratase yang

dibutuhkan untuk konjugasi asam levulinik menjadi porfobilinogen, dan ferro kelatase

yang berperan menggabungkan Fe ke dalam protoporfirin dapat terganggu sehingga

memengaruhi sintesis heme.5

Gejala meningginya tekanan cairan otak dalam bentuk iritabilitas, inkoordinasi,

gangguan tidur, rasa nyeri kepala, disorientasi, gangguan mental, ataksia, sampai

kelumpuhan saraf otak, kebutaan, atau koma merupakan manifestasi intoksikasi timbal

pada SSP. Serangan ini disebut ensefalopati timbal, yang biasanya merupakan tanda

prognosis yang sangat buruk karena sudah terjadi kerusakan otak yang serius. Selain itu,

gangguan motorik seperi wrist drop dan foot drop sering kali timbul sebagai manifestasi

intoksikasi timbal pada susunan saraf tepi.5 Pada gangguan yang lebih ringan pada susunan

saraf menimbulkan efek pusing, lemas, sering lupa, letargi, lemah, reaksi lambat,

parestesi, dan sulit berkonsentrasi.8

Psikosis dapat terjadi sebagai akibat dari intoksikasi tetraetil timbal dengan gejala

insomnia, euforia, halusinasi, dan kadang-kadang konvulsi.5

Metabolisme Timbal

Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara,

dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena

senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak. Timbal melalui udara masuk ke saluran

pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke

seluruh jaringan dan organ tubuh. Sekitar 90% timbal yang terserap oleh darah berikatan 6

Page 7: Blok 28 Intoksikasi Timbal

dengan sel-sel darah merah. Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan

minuman, masuk ke saluran pencernaan dan akan diikutkan dalam proses metabolisme

tubuh.3

Asap rokok juga merupakan sumber pemaparan timbal, dimana orang yang merokok

dan menghirup asapnya akan terpapar timbal pada level yang lebih tinggi daripada orang

yang tak terpapar asap rokok. Rokok mengandung 2,4 µg timbal dan 5% nya terdapat pada

asap rokok. Timbal yang diabsorpsi oleh tubuh akan mengikat gugus aktif dari enzim

ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidrase), dimana enzim ini berfungsi pada sintesis sel

darah merah. Adanya senyawa timbal akan mengganggu kerja enzim ini sehingga sintesa

sel darah merah menjadi terganggu. Timbal masuk ke dalam tubuh akan didistribusikan ke

darah, cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit. Tempat deposit timbal berada di

jaringan lunak (hati, ginjal, dan saraf) dan jaringan keras (tulang dan gigi). Pada tulang

sekitar (60%), hati (25%), ginjal (4%), saraf (3%), dan ke jaringan lainnya.3

Ekskresi timbal melalui beberapa cara, yang terpenting adalah melalui ginjal dan

saluran cerna. Ekskresi timbal melalui urine sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan

lainnya melalui empedu, keringat, kuku dan rambut. Ekskresi timbal melalui saluran cerna

dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya

didinding usus, regenerasi sel epitel dan ekskresi empedu. Sedangkan proses ekskresi

timbal melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus.3

Kadar Timbal dalam Darah

Kadar timbal dalam darah yang dikategorikan meningkat pada dewasa:9

Blood Lead Level (BLL) >80 μg/dl, muncul masalah kesehatan yang serius dan

permanen.

BLL 40-80μg/dl, dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, walaupun tidak

ada gejala.

BLL 25-40 μg/dl, ada eksposur secara reguler. Berpotensi munculnya masalah

fisiologis.

BLL 10-25 μg/dl, ada eksposur dan timbal mulai menumpuk dalam tubuh.

Pada individu yang tidak terpajan timbal, kadar timbal di darah berkisar antara 5-15

μg/dl. Menurut standar OSHA, kadar timbal di darah pekerja di sektor industri tidak boleh

melebihi 40μg/dl. Gejala intoksikasi timbal pada susunan saraf pusat dan tepi biasanya

terjadi dengan kadar timbal 40-80 μg/dl.5

7

Page 8: Blok 28 Intoksikasi Timbal

Turut sertanya timbal dalam penggabungan Fe dan heme menyebabkan perubahan Fe

menjadi bentuk Zn-protoporfirin (ZPP) , dan produk hidrolisisnya adalah eritrosit

protoporfirin (EP). Pada urin, dengan adanya peningkatan kadar asam delta-

aminolevulinik dehidratase maka kenaikan kadar ZPP dan EP dapat diukur. Hal ini

merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk pengukuran intoksikasi timbal.5

Lebih dari 90% timbal dalam tubuh disimpan di tulang. Konsentrais timbal di tulang

tersebut dapat diukur dengan menggunakan x-ray fluorescence (XRF) atau densitrometri.5

Pengamatan Lingkungan Kerja

Seorang dokter kesehatan kerja harus dapat melakukan evaluasi tempat kerja terhadap

kemungkinan adanya bahaya kerja secara sistematis dan lengkap. Bila mungkin,

pengamatan pekerja secara perorangan harus dilakukan, daripada menggunakan sampel

yang statis. Evaluasi dapat dilakukan dengan inspeksi secara teratur untuk memastikan

kepatuhan terhadap peraturan tentang kesehatan dan keselamatan kerja ataupun atas dasar

permintaan untuk melakukan pemeriksaan kawasan kerja untuk menemukan kemungkinan

timbulnya masalah kesehatan dan cara pencegahan untuk mengurangi gangguan kesehatan

kerja. Pengamatan lingkungan ini digunakan untuk mengkaji jenis bahan kimia dan kadar

pajanan di tempat kerja. Berkonsultasi dengan petugas kebersihan industri juga baik untuk

mengamati lingkungan.5

Pemantauan Biologis

Pemantauan biologis (biological monitoring) merupakan pengukuran suatu zat

kimiawi tertentu atau metabolitnya pada cairan tubuh ( darah/ urine/ hembusan udara

pernapasan) untuk menilai derajat pajanan suatu bahaya kerja tertentu. Pemantauan ini

berperan penting dalam beberapa strategi evaluasi bahaya kerja, terutama dalam

menginformasikan secara kuantitatif jumlah zat kimiawi yang diabsorpsi secara bersama-

sama oleh tubuh dari beberapa jalan masuk ke tubuh ( inhalasi, melalui kulit, per oral).

Pemantauan biologis digunakan untuk menilai risiko individu.5

Konsentrasi bahan/ metabolit kimia ditentukan oleh kecepatan penyerapan, eliminasi,

dan metabolisme zat kimia tersebut, serta banyak faktor lain yang merupakan sumber

potensial untuk menjadi faktor kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu,

pengumpulan sampel merupakan tahap yang sangat menentukan dalam mecegah

kesalahan pengukuran. Masih sangat sedikit zat-zat kimia yang dapat diukur dengan

pemantauan biologis karena konsentrasi bahan/ metabolit tersebut dalam cairan tubuh 8

Page 9: Blok 28 Intoksikasi Timbal

harus memadai untuk dapat diukur dan, umumnya, zat kimia yang sangat cepat bereaksi

sulit diukur.5

Pengobatan Timbal

Langkah pertama pada pekerja yang mempunyai kecenderungan timbul gejala

intoksikasi timbal adalah menjauhkannya dari tempat pajanan. Terapi kelasi dapat

dilakukan namun harus dengan pertimbangan yang sangat hati-hati, sebab perbaikan tanda

klinis dan menurunnya kadar timbal dalam darah dapat bersifat sementara. Kadar timbal

dalam darah dapat meningkat kembali karena timbal yang tersimpan di tulang masuk ke

aliran darah. Tiga produk yang biasa digunakan untuk terapi kelasi, yaitu dimerkaprol

(BAL, British Anti-Lewisite) I.M, kalsium disodium adetat (CaNa2EDTA) I.M/IV, dan D-

penisilamin per oral.5

D-penisilamin dapat diberikan pada BLL 25-40 μg/dl. Pada ensefalopati timbal tidak

dapat diberikan CaNa2EDTA secara tunggal karena agent ini tidak menembus sawar darah

otak. Untuk ensefalopati timbal diberikan BAL yang dikombinasi dengan CaNa2EDTA.

Perlu juga diberikan suplemen kalsium, zinc, dan besi apabila memang intake pasien

tidak adekuat, juga vitamin D dan vitamin C. Intake vitamin D yang tidak adekuat dapat

meningkatkan timbunan timbal di dalam tulang. Kekurangan vitamin C dan besi dapat

meningkatkan kadar timbal dalam darah. Pemberian kalsium ditujukan untuk menurunkan

absorpsi timbal dalam tubuh.10

Pencegahan

Jika pengendalian bahaya kerja pada sumbernya atau pada saat penyebarannya tidak

memungkinkan atau dibutuhkan perlindungan yang lebih ketat, maka pekerja itu sendiri

harus dilindungi dari pajanan bahaya kerja dengan menggunakan alat pelindung diri.

Organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap pajanan bahaya kerja adalah mata,

telinga, kulit, dan saluran pernapasan, sehingga harus dilindungi.5

1. Pelindung mata dan muka

Dapat digunakan kacamata kerja dan perisai muka untuk mencegah:5

Percikan partikel ringan yang terlontar dengan kecepatan rendah.

Percikan partikel berat yang terlontar dengan kecepatan tinggi.

Percikan zat yang panas atau korosif.

Kontak dengan mata akibat gas/uap iritan.

Sorotan bermacam-macam sinar radiasi elektromagnetik, termasuk sinar laser.

9

Page 10: Blok 28 Intoksikasi Timbal

2. Perlindungan kulit/ permukaan tubuh

Baju kerja, sarung tangan kerja, celemek kerja, dan sepatu kerja dapat digunakan

untuk mencegah:5

Kerusakan kulit akibat reaksi alergik atau zat kimia yang korosif.

Penyerapan zat kimia melalui kulit.

Penyebaran panas/ dingin/ sinar radiasi.

Kerusakan akibat risiko trauma mekanik.

3. Perlindungan saluran pernapasan

Untuk mencegah inhalasi bahaya kerja dalam bentuk debu/ uap kerja, maka mulut dan

hidung harus ditutup oleh bahan yang dapat menyaring masuknya debu/ uap kerja.

Alat pelindung pernapasan yang digunakan memiliki berbagai macam bentuk, mulai

dari yang paling sederhana yaitu masker sekali pakai sampai respirator yang

dilengkapi tabung oksigen. Namun demikian, pada dasarnya alat perlindungan

pernapasan terbagi atas 2 macam, yaitu:5

a. Respirator penyaring udara yaitu alat pembersih udara kotor yang menyaring atau

mengaborpsi kontaminan sebelum masuk ke saluran pernapasan. Alat ini terdiri

dari 2 jenis, yaitu:

Respirator masker penyaring debu yang menggunakan filter khusus untuk

menyaring debu/ uap kerja.

Cartridge respirator; yang menggunakan cartridge untuk mengabsorpsi gas/

uap/ debu kerja. Alat ini memiliki beberapa bentuk, ada yang menutupi

separuh muka ( menutupi mulut, hidung, pipi)atau seluruh muka (termasuk

mata).

b. Respirator penyuplai udara bersih yaitu alat yang melindungi saluran pernapasan

dari udara yang terkontaminasi uap/ debu kerja, serta dapat menyuplai udara

bersih. Alat ini terdiri dari 2 jenis berdasarkan mekanisme kerjanya, yakni:

Alat yang memompakan udara bersih dengan tekanan tinggi dari lingkungan

yang tak terkontaminasi secara otomatis.

Alat yang mengalirkan udara bersih dari kantong udara portabel ( berisi udara

yang terkompresi/ udara dalam bentuk cair/ oksigen) yang disebut self-

contained breathing apparatus (SCBA).

10

Page 11: Blok 28 Intoksikasi Timbal

Beberapa kriteria berikut ini perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis respirator

yang tepat untuk masing-masing tempat kerja, antara lain:5

Identifikasi kontaminan di tempat kerja.

Perkiraan konsentrasi maksimal kontaminan.

Kenyamanan pemakaian respirator.

Kesesuaian dengan jenis dan tugas kerja.

Kesesuaian dengan besar/ bentuk muka individu pemakai untuk mencegah

adanya celah yang terbuka.

Sanitasi lingkungan kerja, terutama kebersihan kantin, dan perilaku makan yang sehat

harus diperhatikan. Menurut standard OSHA, program pengawasan medis pada pekerja

perlu dilaksanakan bila kadar timbal di lingkungan tempat kerja 30 μg/m3 untuk lebih dari

30 hari/ tahun. Program ini disertai juga pelaksanaan tindakan berikut:5

1. Pemantauan biologis ( kadar timbal dalam darah) pada masing-masing pekerja:

a. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40μg/dl.

b. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal >40μg/dl, sampai kadarnya mencapai

<40μg/dl dalam 2 kali pemantauan secara berturut-turut.

c. Bila kadar timbal >40 μg/dl dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat

pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.

2. Pemeriksaan medis

a. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah >40μg/dl.

b. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal di lingkungan tempat

kerja atau kadar timbal dalam darah >30μg/m3

c. Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda intoksikasi

timbal yang mencurigakan

3. Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan

a. Pekerja dengan kadar timbal >60 μg/dl, kecuali kadarnya yang terkahir masih

<40μg/dl.

b. Pekerja dengan kadar timbal >50 μg/dl pada pemeriksaan terakhir selama tiga

kali berturut-turut atau lebih dari 6 bulan, kecuali kadarnya yang terakhir masih

<40μg/dl. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan bila kadar

timbalnya mencapai <40μg/dl dalam pemeriksaan selama 2 kali bertururt-turut.

11

Page 12: Blok 28 Intoksikasi Timbal

c. Pekerja yang memiliki kecenderungan gejala intoksikasi timbal yang bertambah

berat. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan tidak semata-mata

bergantung pada kadar timbal di darah, tetapi juga bergantung pada pertimbangan

hasil pemeriksaan medis yang menyeluruh.

Kesimpulan

Timbal merupakan logam berat yang banyak dipakai di industri, seperti industri baterai,

cat, bensin, dan lain sebagainya. Pajanan tidak hanya pada pekerja industri saja, tetapi juga

masyarakat yang terpajan oleh limbah timbal. Pada industri yang menggunakan timbal perlu

diperhatikan keamanan dalam bekerja dan juga dalam mengolah timbal, agar eksposur dari

timbal ini tidak sampai mengganggu kesehatan. Keracunan timbal, terutama mengganggu

saluran pencernaan, darah, dan saraf. Penting dilakukan pemantauan biologis bagi para

pekerja pabrik untuk mengevaluasi bahaya kerja, juga edukasi pencegahan keracunan timbal.

Daftar Pustaka

1. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010. h.8-11.

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6

Jakarta: EGC; 2006. h.260.

3. Palar H. Pencemaran dan toksisitas logam berat. Jakarta: Rineka cipta;2008

4. Ardyanto D. 2005. Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) Dalam Darah Masyarakat

yang Terpajan Timbal (Plumbum). Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1

5. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC; 2012.h.27,72-5.

12

Page 13: Blok 28 Intoksikasi Timbal

6. Widowati w. Efek toksik logam: pencegahan dan penganggulangan pencemaran.

Yogyakarta: Penerbit Andi; 2008.

7. Centers for Disease Control and Prevention. Lead. Updated:September 30th 2013.

Retrieved : October 19th 2014. http://www.cdc.gov/niosh/topics/lead/limits.html

8. Agency for Toxic Substances & Disease Registry. Updated: August 20th 2010.

Retrieved: October 19th 2014.http://www.atsdr.cdc.gov/csem/csem.asp?csem=7&po=10

9. Department of Health New York State. Updated: March 2009. Retrieved: October 19th

2014. https://www.health.ny.gov/publications/2584/

10. Kathuria P. Lead toxicity. Updated: January 14th 2014. Retrieved: October 19th 2014.

http://emedicine.medscape.com/article/1174752-overview

13