blok 18 respirasi 2

39
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Asma diartikan sebagai penyakit radang kronis dari saluran pernafasan yang ditandai dengan meningkatnya respons cabang tracheobronchial terhadap stimulus yang berulang. Asma merupakan penyakit yang hilang – timbul, dengan eksaserbasi akut menyebar. Umumnya waktu serangan pendek, terjadi antara beberapa menit hingga beberapa jam, dan secara klinis pasien dapat pulih sempurna setelah serangan. Walaupun jarang terjadi, serangan akut dapat menimbulkan kematian. 1,2,3,6,8,11,13 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah PBL ini adalah untuk memahami definisi, gejala, pemeriksaan, etiologi, patofisiologi, patogenesis, penatalaksanaan, epidemologi, pencegahan dan prognosis dari asma bronkial. Tian Prianto Sistem Respirasi 2 1

Upload: bramulya-tri-subagiyo

Post on 11-Dec-2015

249 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18Blok 18

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 18 Respirasi 2

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Asma diartikan sebagai penyakit radang kronis dari saluran pernafasan yang ditandai

dengan meningkatnya respons cabang tracheobronchial terhadap stimulus yang berulang.

Asma merupakan penyakit yang hilang – timbul, dengan eksaserbasi akut menyebar.

Umumnya waktu serangan pendek, terjadi antara beberapa menit hingga beberapa jam, dan

secara klinis pasien dapat pulih sempurna setelah serangan. Walaupun jarang terjadi,

serangan akut dapat menimbulkan kematian.1,2,3,6,8,11,13

Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah PBL ini adalah untuk memahami definisi,

gejala, pemeriksaan, etiologi, patofisiologi, patogenesis, penatalaksanaan, epidemologi,

pencegahan dan prognosis dari asma bronkial.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 1

Page 2: Blok 18 Respirasi 2

BAB II

ISI

ANAMNESIS 10

Anamnesis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Yang

harus ditanyakan pada anamnesis:

Identitas mencakup :

Nama

Umur

Pekerjaan

Agama

Alamat

Pendidikan terakhir, dll

Keluhan utama pasien

Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter

Perjalanan penyakit mencakup :

Sudah berapa lama batuk?

Apakah batuk setiap hari?

Apakah keluar sputum atau darah?apa warnanya?

Apakah ada darah didahak?

Seberapa banyak dahak yg dikeluarkan?

Seperti apa bentuknya dahaknya (cair/kental)?

Apakah ada demam?

Apakah ada nyeri bila bernapas?

Apakah waktu bernapas terasa sesak?pada waktu kapan saja?

Apakah sesaknya hilang timbul?

Apakah pada saat tidur mendengkur?

Apakah ada riwayat alergi terhadap sesuatu?

Apakah dalam keluarga ada riwayat asma?

Apakah ada riwayat merokok?berapa lama?

Obat-obat apa saja yang pernah digunakan untuk mengurangi keluhan?

bagaimana pengaruh obat tersebut apakah gejala memburuk, membaik atau menetap?

PEMERIKSAAN

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 2

Page 3: Blok 18 Respirasi 2

Fisik 5,9,10

1. Inspeksi

Pada inspeksi yang perlu diperhatikan:

Apakah ada benjolan?

Bagaimana warna kulit?

Apakah ada pelebaran kapiler ( spider nervi )?

Apakah ada perubahan warna kulit?

Apakah terdapat lesi?

Bagaimana bentuk torak (simetris/asimetris)?

Apakah ada suara patologis (stridor/mengi)?

Apakah ada bagian yang tertinggal?

Bagaimana irama pernafasan ( Cheyne strokes, Kussmaul, Biot )?

2. Palpasi

Meraba permukaan torak dan sela iga

Apakah ada rasa nyeri?

Apakah teraba benjolan?

Apakah ada sisi paru yang tertinggal selama pergerakan pernafasan?

Melakukan pemeriksaan fremitus

3. Perkusi

Rabalah permukaan toraks dan sela iga, apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri

atau tidak.

4. Auskultasi

Bunyi nafas normal disebut vesikuler.

Suara nafas patologis:

Vesikuler melemah, eksperium memanjang

Bronkial, terjadi karena alveoli terisi eksudat, tapi bronkus dan bronkial masih

terbuka.

Bronko-vesikuler, suara antara vesikuler dan bronkial disertai eksperium

memanjang dan mengeras.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 3

Page 4: Blok 18 Respirasi 2

Ronchi kering: suara vibrasi melengking karena penyempitan lumen dan adanya

sekret kental, bila nada suara makin tinggi, panjang dan melengking maka suara

tersebut menjadi wheezing.

Ronchi basah: suara terputus-putus yang terjadi karena adanya suara yang melalui

cairan. (Ronchi basah terdiri dari ronchi basah halus dan kasar.)

Stridor : suara pernapasan bernada tinggi yang disebabkan oleh sumbatan di

tenggorokan atau kotak suara (laring). Biasanya dengar saat mengambil napas.

Pleural friction rub : friksi (gesekan) yang dihasilkan oleh gosokan dari dua

lapisan pleura

Penunjang 7

Spirometri

Cara yang sederhana adalah uji bronkodilator nebulizer golongan adrenerjek beta. Uji

ini dilakukan menggunakan spirometri sebelum dan sesudah penggunaan bronkhodilator, bila

didapatkan peningkatan VEP1 atau KVP lebih dari 20% maka didiagnosis sebagai asma,

tetapi bila tidak memenuhi kriteria ini diagnosis asma belum tentu gugur memerlukan tes

konfirmasi yang lain. Pemeriksaan menggunakan spirometri selain menegakkan diagnosis

juga dapat menilai derajat obstruksi yang ada dan efek pengobatan yang telah dilakukan.

Uji provokasi bronkhus

Tes ini jarang dilakukan di indonesia. Tes ini untuk memprovokasi bronkus agar efek

asma bisa dibaca, tes ini menggunakan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin,

larutan garam hipertonik. Bila terjadi penurunan VEP1 sebesar 20% maka dianggap

bermakna. Uji jasmani dilakukan dengan meminta penderita berlari cepat selama 6 menit

sehingga mencapai denyut jantung 80 sd 90 % kemudian dievaluasi. Jika terjadi penurunan

arus puncak ekspirasi minimal 10% maka dapat dinyatakan positip.

Pemeriksaan sputum

Sputum eosinofil merupakan ciri dari asma, menggunakan kristal Charcot-leyden, dan

spiral Curschmann.

Pemeriksaan eosinofil total

Pada pemeriksaan darah dijumpai kadar eosinofil yang tinggi.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 4

Page 5: Blok 18 Respirasi 2

Uji kulit

Tujuannya untuk menunjukkan antibodi spesifik dalam tubuh.

Pemeriksaan kadar IgE total dan kadar IgE sputum

Tujuan pemeriksaan ini untuk menyokong dugaan atopi pada penderita.

Foto dada

Pemeriksaan foto thorak untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas

yang lain seperti pneumothorax, pneumomediatinum, atelektasis dan lainnya. Pemeriksaan

Thorax foto umum dilakukan dengan indikasi kecurigaan adanya pneumoni atau pasien asma

yang setelah 6-12 jam dilakukan pengobatan intensif tidak membaik.

Monitor Irama Jantung

Pemeriksaan EKG tidak dilakukan secara rutin pada pasien asma, EKG dilakukan

apabila terdapat kemungkinan diagnosa banding Asma Cardiale ataupun gawat jantung lain

yang kemungkinan menyertai Asma umumnya dilakukan pada penderita lansia dan atau umur

45 tahun.

Analisa gas darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila kita mencurigai adanya gangguan asam basa

dalam tubuh. Gangguan asam basa dicurigai pada asma yang berat atau SpO2 tidak membaik

>90%.

DIAGNOSIS

Diferential diagnosis

COPD 1,2,3,6,8

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena

bronkitis kronik atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progesif, bisa disertai

hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifar reversibel.

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran

dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun, dan paling sedikit selama 2

tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru dan asma

bronkial.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 5

Page 6: Blok 18 Respirasi 2

Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminalis, disertai

kerusakan dinding alveolus.

Etiologi

Kebiasaan merokok

Polusi udara

Paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi akibat kerja

Riwayat infeksi saluran napas

Bersifat genetik yaitu defisiensi α-1 antitripsin

Patofisiologi

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel

goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema

ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding

alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:

Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,

terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama

Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan

terbanyak pada paru bagian bawah

Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus

dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan

struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan

hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Manifestasi klinis

1. Batuk

2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen

3. Sesak, sampai menggukanan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 6

Page 7: Blok 18 Respirasi 2

Komplikasi

Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,

gagal napas dan cor pulmonal

TBC paru 1,2,3,6,8

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 1- 4μm dan

tebal 0.3-0.6μm. Bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat PH

optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) bakteri

membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman TB terdiri dari lemak dan protein.

Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding bakteri dan terdiri dari asam

stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein

utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin). Menurut Wilson dkk karakteristik dinding

Mycobacterium tuberculosis meliputi:

o Dinding lipid

o Heterotrimetric antigen 85 complex (ag85)

o 3 jenis protein yaitu FbpA, FbpB, dan FbpC2

o Protein berperan penting dalam patogenesis TB

o Lipid dan protein mempertahankan cell-wall integrity

Bakteri ini juga dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

karena bakteri berada dalam sifat dormant,dari sifat dormant ini bakteri dapat bangkit

kembali dan menjadikan TB aktif lagi.

Cara Penularan

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-

anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak

menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat

menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC

dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 7

Page 8: Blok 18 Respirasi 2

pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh

yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera

akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian

reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di

sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat

jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant

(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada

pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant

sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang

kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.

Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang

nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi

sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif

terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan

dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum

optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang

tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 8

Page 9: Blok 18 Respirasi 2

tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang

memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Patogenesis

1. Tuberkulosis primer

Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang

primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian

mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan

peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut

diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer

limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke).

Semua proses ini memakan waktu 3-8 inggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di

hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10%

diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.

Serkomplikasi dan menyebar secara:

o Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya

o Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.

Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke

usus.

o Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.

o Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai

infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi

karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 9

Page 10: Blok 18 Respirasi 2

ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru

(bagian apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim

paruparu dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu

sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel

Datia-Langhans (sel-sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan

bermacam-macam jaringan ikat. TB post primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari

usia muda menjadi TB usia tua.

Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi :

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan

fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras menimbulkan perkapuran. Sarang

dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat

sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk

jaringan keju.

Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula

berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas

dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan

dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang

diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya.

Gejala Klinis

Buku petunjuk penanggulangan TB yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan

menyebutkan bahwa gejala utama penyakit ini adalah batuk berdahak lebih dari 3 minggu,

dapat juga batuk darah atau batuk bercampur darah dan sakit dada. Penelitian Tjandra

mendapatkan bahwa keluhan yang membawa penderita tuberkulosis paru berobat adalah

batuk (65%), batuk darah (22%), demam (8%), nyeri dada (2%), dan sesak napas, malaise

sebanyak 3%.

1. Batuk

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,

mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah

berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 10

Page 11: Blok 18 Respirasi 2

kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum).

2. Batuk darah

Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena lesi dan kemudian

pecah. Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari

berbagai faktor. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat

juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan

dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian

dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat

ringannya infeksi kuman TB yang masuk.

4. Nyeri dada

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5. Sesak napas

Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada

penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

6. Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala,

meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin

berat dan terjadi secara tidak teratur.

Pneumonia 1,2,3,6,8

Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam

etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang

teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation

perfusion mismatch).

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 11

Page 12: Blok 18 Respirasi 2

Patofisiologi

Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung,

pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,

pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar,

netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik.

Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi,

campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal

dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi

silier.

Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing,

transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat

inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah

(hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus.

Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil.

Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia

yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan

gagal nafas.  

Diagnosis

Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran

nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak,

kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya

anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.

Pemeriksaan fisis

Tanda yang mungkin ada adalah suhu ≥ 390 C, dispnea : inspiratory effort ditandai

dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan

dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada

pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras,

suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 12

Page 13: Blok 18 Respirasi 2

Pemeriksaan penunjang

o Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke

kiri.

o Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan

hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal

atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis

metabolik, dan gagal nafas.

o Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu

pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.

o Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru.

Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis

penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat

daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :

Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris

Penebalan pleura pada pleuritis

Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,

pneumotoraks, abses, pneumatokel

Bronkitis 1,2,3,6,8

Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama

berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat

disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun

bawah.

Etiologi

1. Infeksi :

Virus : RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno, morbilli

Bakteri: H.influenza B, Stafilokokus, Streptokokus, pertusis, tuberkulosis, mikoplasma

fungi : monilia

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 13

Page 14: Blok 18 Respirasi 2

2. Alergi : asma

3. Kimiawi : aspirasi susu, aspirasi isi lambung, asap rokok, dan uapgas yang merangsang.

Gejala Klinik

Didahului infeksi saluran nafas atas (terutama virus), batuk pilek 3-4 hari. Sifat batuk :

batuk kering disertai nyeri/ panas, substernal; beberapa hari : riak jernih purulen. Setelah 10

hari, riak menjadi encer kemudian hilang, batuk dapat disertai muntah-muntah

Pemeriksaan Fisis

- Keadaan umum baik, anak tidak tampak sakit

- Panas sub febris seringkali terjadi

- Tidak didapatkan adanya sesak, pada pemeriksaan paru didaptkan ronki basah kasar,

dapat terdengar ronki kering (coarse moist rales) yang tidak tetap

- Dapat ditemukan nasofaringitis, kadang conjunctivitis

Pemeriksaan penunjang :

foto toraks dapat normal atau peningkatan corak bronkovaskuler.

pada pemeriksaan laboratorium lekosit dapat normal atau meningkat

Working diagnosis 1,2,3,6,8,11,13

Asma diartikan sebagai penyakit radang kronis dari saluran pernafasan yang ditandai

dengan meningkatnya respons cabang tracheobronchial terhadap stimulus yang berulang.

Asma merupakan penyakit yang hilang – timbul, dengan eksaserbasi akut menyebar.

Umumnya waktu serangan pendek, terjadi antara beberapa menit hingga beberapa jam,

dan secara klinis pasien dapat pulih sempurna setelah serangan. Walaupun jarang terjadi,

serangan akut dapat menimbulkan kematian.

ETIOLOGI 1,2,3,6,8,11,13

Asma bronkial terjadi di segala usia, tetapi dominan pada anak-anak. Menurut

etiologinya, asma merupakan penyakit heterogen. Faktor genetik (atopik) dan lingkungan,

seperti virus, paparan pekerjaan, dan alergen, memiliki kontribusi dalam inisiasi dan

kontinuasi.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 14

Page 15: Blok 18 Respirasi 2

Atopi merupakan faktor resiko yang paling banyak dalam perkembangan asma. Asma

alergik seringkali dihubungkan dengan riwayat penyakit individu dan/atau keluarga seperti

rhinitis, urtikaria, dan eksim; dengan reaksi bengkak dan rasa terbakar pada kulit terhadap

injeksi ekstrak antigen dari udara secara intradermal; dengan peningkatan kadar IgE dalam

serum; dan/atau dengan respon positif terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi

antigen spesifik.

Penderita asma tanpa riwayat alergi individu maupun keluarga, dengan tes kulit yang

negatif, dan dengan kadar IgE serum yang normal, yang oleh karena itu tidak dapat

dikelompokkan menurut mekanisme imunologis yang telah dijelaskan sebelumnya, disebut

asma idiosinkratik atau asma nonatopik. Pada umumnya, asma yang terjadi pada usia anak-

anak memiliki komponen alergik yang kuat, sedangkan asma yang berkembang kemudian

memiliki etiologi nonalergik atau campuran.

EPIDEMIOLOGI 1,2,3,6,8,11,13

Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jenis kelamin,

umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada negara maju

seperti Amerika dan Inggris insiden terjadinya asma adalah 5 % dari populasi, ini merupakan

jumlah yang cukup banyak. Untuk kanada, Australia dan Spanyol, kunjungan pasien dengan

asma bronkiale meliputi 1-12%9. Jumlah ini tidak mutlak karena tiap negara mempunyai

karakteristik multi faktor yang tidak sama sehingga insiden terjadinya asma pun menjadi

berbeda. Untuk indonesia antara 5 s/d 7 %. Perbandingan antara anak perempuan dan anak

laki-laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan ini sama dan pada fase menopause

perbandingan antara perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh berbeda saat anak. Prevalensi

terjadinya asma lebih banyak pada anak kecil dari pada orang dewasa.

PATOGENESIS 1,2,3,6,8,11,12,13

Asma terjadi akibat status inflamasi subakut yang persisten pada saluran pernapasan.

Bahkan pada pasien yang asimptomatik, saluran pernapasan dapat menjadi edematus dan

diinfiltrasi oleh eosinofil, neutrofil, dan limfosit, dengan atau tanpa peningkatan komposisi

kolagen pada membran basalis epitelial. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan selularitas

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 15

Page 16: Blok 18 Respirasi 2

berhubungan dengan meningkatnya kepadatan kapiler. Mungkin juga terdapat hipertrofi

kelenjar dan penggundulan epitel. Perubahan ini dapat bersifat persisten tergantung dari

penanggulangan dan seringkali tidak berhubungan dengan derajat penyakit ini.

Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel

radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan sitokin.

Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast, eosinofil,

limfosit, dan sel epitel saluran napas. Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator

dan sitokin untuk menginisiasi dan mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan

patologis dalam jangka panjang. Mediator yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang

cepat dan hebat melibatkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema,

meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris.

Reaksi cepat tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis. Gabungan lain dari

faktor-faktor kemotaktik (faktor anafilaksis eosinofil dan neutrofil dan leukotrien B4) juga

membawa eosinofil, platelet, dan leukosit polimorfonuklear ke lokasi reaksi. Epitel saluran

napas merupakan target dan kontributor dalam rangkaian proses radang. Jaringan ini

mengamplifikasi konstriksi bronkus dan meningkatkan vasodilatasi dengan melepaskan

nitrogen oksida, prostaglandin E2, faktor stimulasi granulosit-koloni makrofag, interleukin 1,

faktor pertumbuhan epidermal, IGF (insulin-like growth factor), PDGF (platelet derived

drowth factor).

Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5

menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi, sel-

sel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal bebas

derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen bronkial

dalam bentuk badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan

tersebut merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih

lanjut.

Limfosit T juga memiliki peran penting dalam respon radang. TH2 teraktifasi

ditemukan meningkat pada saluran napas dan menghasilkan sitokin seperti IL1-4 yang

menginisiasi respon imun humoral (IgE). Menurut data yang telah dikumpulkan, asma

mungkin memiliki hubungan dengan ketidakseimbangan antara respon imun TH1 dengan

TH2, tetapi kesimpulan yang pasti belum ditetapkan.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 16

Page 17: Blok 18 Respirasi 2

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

- Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)

dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi

genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti

yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

- Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

- Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik

dan non-alergik.

Pertimbangan Genetik

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 17

Page 18: Blok 18 Respirasi 2

Pemindaian terhadap keluarga untuk kandidat gen telah mengidentifikasi beberapa

bagian kromosom yang berhubungan dengan atopi, peningkatan kadar IgE, dan saluran napas

yang hiperresponsif. Kromosom 5q mengandung klaster sitokin (IL1-4, IL-5, IL-9, dan IL-

13). Bagian lain dari kromosom 5q mengandung reseptor ß-adrenergik dan glukokortikoid.

Kromosom 6p memiliki bagian yang penting dalam penyajian antigen dan mediasi respon

radang. Kromosom 12q mengandung dua gen yang berpengaruh pada atopi dan hiperresponsi

saluran napas, termasuk nitrit oksida sintase

Stimulus Pencetus Asma

Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam tujuh

kategori besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan

olahraga, dan emosional.

Alergen

Alergen pada asma alergik bergantung pada respon IgE yang dikontrol oleh limfosit T

dan B dan diaktivasi oleh interaksi antigen dengan ikatan sel mast – IgE. Setelah menerima

imunogen, interaksinya dengan sel T membentuk TH2. Proses ini bukan hanya membentu

memfasilitasi radang pada asma, tetapi juga menyebabkan pengalihan produksi IgG dan IgM

oleh limfosit B menjadi produksi IgE.

Sebagian besar alergen asma tersawa oleh udara, dan untuk menghasilkan status

sensitivitas membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat

menampakkan respon yang hebat, bahkan kontak dalam hitungan menit dapat menghasilkan

eksaserbasi signifikan pada penyakit ini. Asma alergik biasanya musiman, paling banyak

ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan yang bukan musiman dapat

ditimbulkan dari alergi terhadap bulu, serpihan kulit binatang, kutu debu, jamur, dan antigen

lingkungan lain yang ada secara kontinyu.

Rangsangan Farmakologis

Obat yang paling sering berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin

(NSAIDs), zat warna seperti tartazin, antagonis ß-adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang

sensitif aspirin terutama pada orang dewasa, walaupun terdapat juga pada anak-anak.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 18

Page 19: Blok 18 Respirasi 2

Terdapat reaktivitas silang antara aspirin dengan NSAIDs yang menginhibisi

prostaglandin G/H sintase 1. Pasien dengan sensitivitas terhadap aspirin dapat didesensitisasi

dengan pemberian aspirin harian, sehingga terjadi toleransi silang dengan NSAIDs lainnya.

Antagonis ß-adrenergik pada individ dengan asma dapat menghambat saluran napas

dengan meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan antagonis ß-

adrenergik selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis yang lebih tinggi.

Terdapat fakta bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada mata untuk mengobati

glaukoma berhubungan dengan memburuknya asma.

Senyawa sulfit, yang digunakan secara luas pada makanan dan industri farmasi

sebagai zat untuk sanitasi dan pengawet, dapat menimbulkan penyumbatan saluran napas

bagi orang yang sensitif. Paparan terjadi karena memakan makanan dan obat-obatan yang

mengandung zat-zat tersebut.

Lingkungan dan Polusi Udara

Penyebab asma dari lingkungan biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang

meningkatkan konsentrasi polutan dan antigen atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah

indutri berat dan perkotaan padat dan seringkali nerhubungan dengan perubahan suhu atau

siluasi lain yang menimbulkan udara tidak mengalir. Dalam keadaan ini, walaupun populasi

secara umum dapat mengalami gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit

pernapasan yang lain dapat terpengaruh lebih buruk.

Faktor pekerjaan

Obstruksi saluran parnapasan akut dan kronis telah dilaporkan berkaitan dengan

paparan sejumlah besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam industri (umumnya

senyawa dengan berat molekul tinggi). Senyawa dengan berat molekul tinggi menimbulkan

asma dengan menghasilkan reaksi imunologis, sedangkan senyawa dengan berat molekul

rendah merupakan senyawa yang memiliki efek konstriktor bronkus.

Infeksi

Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan

eksaserbasi akut pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi terhadap

mikroorganisme adalah faktor etiologi yang paling utama.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 19

Page 20: Blok 18 Respirasi 2

Pada anak yang masih kecil, penyebab infeksi yang paling penting adalah virus

pernapasan sinsisial dan virus parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa,

Rhinovirus dan virus influenza merupakan patogen yang dominan. Mekanisme induksi

eksaserbasi asma oleh virus berhubungan dengan produksi sitokin oleh sel T yang membantu

infiltrasi sel radang pada saluran napas.

Olahraga

Biasanya serangan timbul setelahnya, dan tidak timbul selama olahraga.

Semakin tinggi tingkat ventilasi dan semakin dingin udara menentukan parahnya obstruksi

saluran napas. Mekanisme yang ditimbulkan oleh olahraga dalam menimbulkan obstruksi

berhubungan dengan hiperemia yang dipengaruhi suhu dan kebocoran kapiler pada dinding

saluran napas.

Stres Emosional

Faktor psikologis yang dapat memperburuk atau meringankan asma. Perubahan pada

diameter saluran napas berhubungan dengan aktivitas eferen n. vagus, tetapi mungkin juga

endorfin memiliki peran. Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu pasien

dengan yang lain dan antara satu serangan dengan serangan yang lain.

PATOFISIOLOGI 1,2,3,6,8,11,12,13

Tanda patofisiologis asma adalah pengurangan diameter jalan napas yang disebabkan

kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental

yang lengket. Hasil akhirnya adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan volume

ekspirasi paksa (Forced Expiratory Volume) dan kecepatan aliran, hiperinflasi paru dan

toraks, peningkatan kerja pernapasan, perubahan fungsi otot pernapasan, perubahan rekoil

elastik (Elastic Recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal serta

perubahan gas darah arteri. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali pada

elektrokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru. Kapasitas vital

paksa (Forced Vital Capacity) cenderung ≤ 50 % dari nilai normal.

Volume ekspirasi paksa satu detik (1-S Forced Expiratory Volume, FEV1) rata-rata 30

% atau kurang dari yang diperkirakan. Sementara rata-rata aliran midekspiratori maksimum

dan minimum (Maximum and Minimum Midexpiratory Flow Rates) berkurang sampai 20 %.

Untuk mnegimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap dalam paru-paru

(Air Trapping) ditemukan berjumlah besar. Pada pasien yang sakit berat, volume residual

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 20

Page 21: Blok 18 Respirasi 2

(RV) sering mendekati 400 % nilai normal, sementara kapasitas residual fungsional menjadi

berlipat ganda. Serangan berakhir secara klinis bila RV turun sampai 200 % dari nilai yang

diperkirakan dan bila FEV1 naik sampai 50 %.

Hipoksia merupakan temuan umum sewaktu eksaserabsi akut tetapi gagal ventilasi

relatif tidak biasa ditemukan. Sebagian besar pasien asma mengalami hipokapnia dan

alkalosis respiratorik. Bila ditemukan asidosis metabolik pada asma akut, hal ini merupakan

petunjuk obstruksi berat. Biasanya tidak ada gejala klinis yang menyertai perubahan gas

darah. Sehingga tingkat hipoksia tidak dapat ditentukan. Sianosis merupakan tanda akhir. Jadi

kita tidak boleh menilai status ventilasi seorang pasien berdasarkan gejala klinis saja.

Sehingga tekanan gas darah arteri harus diukur.

MANIFESTASI KLINIS 1,2,3,6,8,13

Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Bisa

saja seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan gejala yang spesifik sama

sekali, di lain pihak ada juga yang sangat jelas gejalanya. Gejala dan tanda tersebut antara

lain:

Batuk

Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi)

Wheezing (mengi)

Nafas dangkal dan cepat

Ronkhi

Retraksi dinding dada

Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu

pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)

Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 21

Page 22: Blok 18 Respirasi 2

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi

pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan

menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Gejala klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada

sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu

dijumpai bersamaan.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara

lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan pernafasan

cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

Penderita asma dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut:

1. Asma intermiten ringan, gejala terjadi kurang dari seminggu sekali dengan fungsi

paru normal atau mendekati normal diantara episode serangan.

2. Asma persisten ringan, gejala muncul lebih dari sekali dalam seminggu dengan fungsi

paru normal atau mendekati normal diantara episode serangan.

3. Asma persisten moderat, gejala muncul setiap hari dengan keterbatasan jalan napas

ringan hingga moderat.

4. Asma persisten berat, gejala muncul tiap hari dan mengganggu aktivitas harian.

Terdapat gangguan tidur karena terbangun malam hari, dan keterbatasan jalan napas

moderat hingga berat.

5. Asma berat, gejala distress berat hingga tidak bisa tidur. Keterbatasan jalan napas

yang kurang respon terhadap bronkodilator inhalasi dan dapat mengancam nyawa.

KOMPLIKASI 1,2,3,6,8,11,13

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

PENATALAKSANAAN 4

Tujuan terapi asma adalah:

Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah kekambuhan

Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 22

Page 23: Blok 18 Respirasi 2

Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal

Menghindari efek samping obat asma

Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversibel.

Medika mentosa

a. Reliever/Pelega:

Gol. Adrenergik:

Adrenalin/epinephrine

Ephedrine

Short Acting beta 2-agonis (SABA)

Salbutamol (Ventolin)

Terbutaline (Bricasma)

Fenoterol (Berotec)

Procaterol (Meptin)

Orciprenaline (Alupent)

Gol. Methylxantine:

Aminophylline

Theophylline

Gol. Antikolinergik:

Atropin

Ipratropium bromide

Gol. Steroid:

Methylprednisolone

Dexamethasone

Beclomethasone (Beclomet)

Budesonide (Pulmicort)

Fluticasone (Flixotide)

b. Controller/Pengontrol:

Gol. Adrenergik

Long-acting beta 2-agonis (LABA)

Salmeterol & Formoterol

Gol. Methylxantine

Gol. Steroid.

Leukotriene Modifiers

Cromolyne sodium

Kombinasi LABA & Steroid

Nonmedika mentosa

Memberikan penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pemberian cairan

Fisiotherapy

Beri O2 bila perlu.

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 23

Page 24: Blok 18 Respirasi 2

PROGNOSIS 1,2,3,6,8,11,13

Angka kematian akibat asma adalah kecil. Gambaran terakhir menunjukkan kurang dari

5.000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Angka

kematian cenderung meningkat di pinggiran kota yang memiliki fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan prognosis yang baik, terutama

pada penderita dengan penyakit asma ringan dan asma pada anak-anak. Jumlah anak yang

masih menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosa awal bervariasi antara 26-78%,

rata-rata 46 %, persentasi anak-anak yang berlanjut dengan penyakit yang berat relatif rendah

yaitu 6-19 %.

Walaupun ada laporan pasien asma mengalami perubahan ireversibel pada fungsi paru-

paru, pasien-pasien ini biasanya memiliki stimulus komorbid seperti merokok. Walaupun

tidak diobati, penderita asma tidak berkembang dari bentuk ringan menjadi bentuk berat

selama perjalanan waktu. Perjalanan kliniknya terdiri dari eksaserbasi dan remisi. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 % pada pasien yang

menderita penyakit asma pada saat sudah dewasa, dan kira-kira 40 % dapat diharapkan

membaik dengan serangan yang lebih ringan dan lebih jarang saat pasien menjadi semakin

tua.

PENCEGAHAN 1,2,3,6,8,11,13

Serangan eksaserbasi akut asma dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetus

asma yang tergantung pada penyebab asma masing-masing pasien. Penghindaran yang benar-

benar terhadap paparan tungau debu rumah, hewan-hewan peliharaan, dan faktor pekerjaan

berhubungan dengan perbaikan nyata pada gejala-gejala pernapasan, fungsi paru-paru dan

hiperresponsivitas saluran napas.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana

trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma tidak bisa

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 24

Page 25: Blok 18 Respirasi 2

disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya

sesak napas akibat serangan asma.

Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan

asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka

serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta:

FKUI; 2006

2. Djojodibroto Darmanto. Respirologi. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 25

Page 26: Blok 18 Respirasi 2

3. Michell RN, et al. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan Cotran. 7th ed.

Jakarta: EGC; 2008

4. Gunawan Gan S, et al. Farmako dan Terapi. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007

5. Santoso mardi, Kartadinata Henk, Hendra Wong, et al. Buku panduan ketrampilan

medik. Jakarta : FK UKRIDA ; 2009

6. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, et al. Kapita selekta kedokteran. Ed.

ketiga. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI ; 2001

7. Kee Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Ed. keenam.

Jakarta: EGC.2008.

8. Ward Jane, Wiener Charles M, Leach Richard M et al. At a glance sistem respirasi.

Ed. kedua. Jakarta: Balai Penerbit Erlangga; 2008

9. Dacre Jane, Kopelman Peter. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2004

10. Bickley S. Lynn. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed. 8. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009

11. Yayasan Asma Indonesia. Asma; 2004. Accessed Juli 2010. Available from URL :

http://www.infoasma.org/asma.html

12. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono W. Patogenesis dan Patofisiologi Asma; 2003.

Accesed Juli 2010. Available from URL :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_PatogenesisdanPatofisiologiAsma.pdf/

05_PatogenesisdanPatofisiologiAsma.html

13. Medicastore. Asma Bronkial; 1 Februari 2008. Accesed Juli 2010. Available from

URL : http://medicastore.com/neo_napacin/asma_bronkial.htm

Tian Prianto Sistem Respirasi 2 26