blangkon

1
Blangkon Blangkon adalah tutup kepala yang digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik. Ada sejumlah teori yang menyatakan bahwa pemakaian blangkon merupakan pengaruh dari budaya Hindu dan Islam yang diserap oleh orang Jawa. Menurut para ahli, orang Islam yang masuk ke Jawa terdiri dari dua etnis yaitu keturunan Cina dari Daratan Tiongkok dan para pedagang Gujarat. Para pedagang Gujarat ini adalah orang keturunan Arab, mereka selalu mengenakan sorban, yaitu kain panjang dan lebar yang diikatkan di kepala mereka. Sorban inilah yang menginspirasi orang Jawa untuk memakai ikat kepala seperti halnya orang keturunan Arab tersebut. Ada teori lain yang berasal dari para sesepuh yang mengatakan bahwa pada jaman dahulu, ikat kepala tidaklah permanen seperti sorban yang senantiasa diikatkan pada kepala. Tetapi dengan adanya masa krisis ekonomi akibat perang, kain menjadi satu barang yang sulit didapat. Oleh sebab itu, para petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang menggunakan separoh dari biasanya untuk efisiensi. Maka terciptalah bentuk penutup kepala yang permanen dengan kain yang lebih hemat yang disebut blangkon. Memang dari segi bentuk, blangkon tidaklah begitu menarik. Blangkon hanyalah sekedar penutup kepala yang terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar. Ukurannya kira-kira selebar 105 cm x 105 cm. Warnanya pun biasa, tak banyak berfariasi. Namun, justru karena kelihatan sederhana itulah sisi menarik blangkon. Sebab sesederhana apa pun yang namanya blangkon, ia mempunyai makna filosofi tinggi. Dari segi filosofi blangkon adalah budaya Jawa yang mengajarkan ilmu rumangsa, mengasah kepekaan atau kewaskitaan. Melalui blangkon manusia diajarkan untuk senantiasa menata diri (tahu diri). Orang Jawa tidaklah sampai hati melakukan teguran langsung kepada orang yang berbuat salah atau melanggar peraturan. Itulah gambaran dari intelektual budaya Jawa demi menghindari konflik atau ketidaksenangan. Blangkon terdiri dari beberapa tipe yaitu: menggunakan mondholan, merupakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang berbentuk seperti onde-onde. Blangkon ini disebut sebagai blangkon gaya Yogyakarta. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Model trepes, yang disebut dengan gaya Surakarta. Gaya ini merupakan modifikasi dari gaya Yogyakarta yang muncul karena kebanyakan pria sekarang berambut pendek. Model trepes ini dibuat dengan cara menjahit langsung mondholan pada bagian belakang blangkon. Hanya saja sangat disayangkan saat ini blangkon tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa. Ia hanyalah sekedar hiasan dan warisan leluhur. Terlebih, jarang orang yang tahu akan makna yang tersirat dari blangkon. Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa kita, maka sebagai generasi penerusnya, kita harus mengerti dan memaknai setiap warisan budaya dari nenek moyang kita agar terus berkembang di bumi Indonesia tercinta.

Upload: pembroke

Post on 21-Mar-2016

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Blangkon - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: Blangkon

BlangkonBlangkon adalah tutup kepala yang digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik. Ada sejumlah teori yang menyatakan bahwa pemakaian blangkon

merupakan pengaruh dari budaya Hindu dan Islam yang diserap oleh orang Jawa. Menurut para ahli, orang Islam yang masuk ke Jawa terdiri dari dua etnis yaitu keturunan Cina dari Daratan Tiongkok dan para pedagang Gujarat. Para pedagang Gujarat ini adalah orang keturunan Arab, mereka selalu mengenakan sorban, yaitu kain panjang dan lebar yang diikatkan di kepala mereka. Sorban inilah yang menginspirasi orang Jawa untuk memakai ikat kepala seperti halnya orang keturunan Arab tersebut. Ada teori lain yang berasal dari para sesepuh yang

mengatakan bahwa pada jaman dahulu, ikat kepala tidaklah permanen seperti sorban yang senantiasa diikatkan pada kepala. Tetapi dengan adanya masa krisis ekonomi akibat perang, kain menjadi satu barang yang sulit didapat. Oleh sebab itu, para petinggi keraton meminta

seniman untuk menciptakan ikat kepala yang menggunakan separoh dari biasanya untuk efisiensi. Maka terciptalah bentuk penutup kepala yang permanen dengan kain yang lebih hemat yang disebut blangkon.

Memang dari segi bentuk, blangkon tidaklah begitu menarik. Blangkon hanyalah sekedar penutup kepala yang terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar. Ukurannya kira-kira selebar 105 cm x 105 cm. Warnanya pun biasa, tak banyak berfariasi.

Namun, justru karena kelihatan sederhana itulah sisi menarik blangkon. Sebab sesederhana apa pun yang namanya blangkon, ia mempunyai makna filosofi tinggi. Dari segi filosofi blangkon adalah budaya Jawa yang mengajarkan ilmu rumangsa, mengasah kepekaan atau

kewaskitaan. Melalui blangkon manusia diajarkan untuk senantiasa menata diri (tahu diri). Orang Jawa tidaklah sampai hati melakukan teguran langsung kepada orang yang berbuat salah atau melanggar peraturan. Itulah gambaran dari intelektual budaya Jawa demi

menghindari konflik atau ketidaksenangan.Blangkon terdiri dari beberapa tipe yaitu: menggunakan mondholan, merupakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang berbentuk

seperti onde-onde. Blangkon ini disebut sebagai blangkon gaya Yogyakarta. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Model

trepes, yang disebut dengan gaya Surakarta. Gaya ini merupakan modifikasi dari gaya Yogyakarta yang muncul karena kebanyakan pria sekarang berambut pendek. Model trepes ini dibuat dengan cara menjahit langsung mondholan pada bagian belakang blangkon.

Hanya saja sangat disayangkan saat ini blangkon tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa. Ia hanyalah sekedar hiasan dan warisan leluhur. Terlebih, jarang orang yang tahu akan makna yang tersirat dari blangkon. Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa kita,

maka sebagai generasi penerusnya, kita harus mengerti dan memaknai setiap warisan budaya dari nenek moyang kita agar terus berkembang di bumi Indonesia tercinta.