bjm lap 3 tyta.docx

14
SELEKSI WHITE ROT FUNGI Oleh : Nama : Tyta Ajrina NIM : B1J010027 Kelompok : 2 Rombongan : V Asisten : Wasmid LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI JAMUR MAKROSKOPIS

Upload: tyta-ajrina

Post on 13-Aug-2015

159 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

Page 1: BJM LAP 3 TYTA.docx

SELEKSI WHITE ROT FUNGI

Oleh :

Nama : Tyta AjrinaNIM : B1J010027Kelompok : 2Rombongan : VAsisten : Wasmid

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI JAMUR MAKROSKOPIS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2012

Page 2: BJM LAP 3 TYTA.docx

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur pelapuk putih memiliki keistimewaan yang unik, yaitu

kemampuannya untuk mendegradasi lignin. Jamur pelapuk putih sanggup

menguraikan lignin secara sempurna menjadi air (H2O) dan karbondioksida

(CO2). Lebih menajubkan lagi, dia lebih suka ‘makan’ lignin daripada selulosa.

Secara garis besar selulosa terdiri dari 3 komponen utama, yaitu lignin, selulosa,

dan hemiselulosa. Selulosa berbentuk serat panjang. Rantai selulosa menyatu

dengan ikatan hidrogen membentuk serat selulosa. Serat-serat ini diikat menjadi

satu oleh hemiselulosa membentuk benang halus. Beberapa serat diikat dan

diselubungi oleh lignin.

Hemiselulosa adalah komponen yang paling mudah didegradasi.

Selanjutnya, selulosa ‘agak’ mudah terdegradasi. Kebanyakan mikroba suka

‘makan’ selulosa & hemiselulosa ini. Sedangkan lignin adalah komponen yang

paling sulit didegradasi, sangat cocok untuk tugasnya sebagai pelindung. 

Pelindung lignin ini yang membatasi pemanfaatan biomassa lignoselulosa

sebagai bahan baku produk-produk lain. Kekuatan lignin ini bisa dicontohkan

sebagai berikut. Dalam proses pembuatan kertas, lignin ini harus dihilangkan.

Untuk mengurangi & melarutkan lignin ini dipergunakan asam kuat. Misalnya

saja H2SO4, bahan air aki. Air aki saja kalau kena baju langsung bolong.

Konsentrasi asam yg digunakan sampai 20% dan dilakukan pada suhu >180oC,

takanan 2 bar, selama sekitar 2 jam. Luar biasa energi yang diperlukan untuk

melarutkan lignin ini. Pantesan saja banyak mikroba yang tidak suka.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jenis jamur yang termasuk ke

dalam golongan jamur pelapuk putih dengan menggunakan uji Bavendam.

Page 3: BJM LAP 3 TYTA.docx

II. MATERI DAN METODE

A. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum biologi jamur makroskopis kali ini

adalah skalpel, jarum inokulum, cawan petri, autoklaf dan kertas karbon

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum biologi jamur makroskopis kali ini

adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), media PDA dan Galic acid 0,5%.

C. Cara Kerja

1. Media bavendamm (PDA) disiapkan, lalu tambahkan galic acid 0,5%

2. Kemudian di sterilisasikan selama 20-30 menit pada suhu 121OC dengan

tekanan 2atm

3. Media bavendamm tadi di tuang kedalam cawan petri dan tunggu hingga

dingin

4. Kemudian isolat jamur diinokulasikan ke cawan yang sudah berisi media

bavendamm

5. Jamur ditumbuhkan di tempat gelap dengan menutup cawan tersebut

menggunakan kertas karbon

6. Inkubasi 7 x 24 jam

Page 4: BJM LAP 3 TYTA.docx

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel hasil pengamatan

Kelompok Jamur Hasil

1 Pleurotusostreatus +

2 Auriculariaauricula +

3 Hypsizigusulmarius +

4 Fusarium sp. -

5 Pleurotusostreatus +

Ket : + (Terbentuk warna coklat di bawah koloni)

- (Tidak terbentuk warna coklat di bawah koloni)

B. Pembahasan

Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu

mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan

aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu

lignin peroksidase, manganese peroksidase dan lakase. Kemampuan

mendegradasi lignin jamur pelapuk putih dapat digunakan dalam proses

Page 5: BJM LAP 3 TYTA.docx

pemutihan pulp kimia. Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat

menguraikan komponen kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk coklat (brown rot),

pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur

pelapuk ini didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat

menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk

putih menghasilkan sisa hasil pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis

jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih

memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit

mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat

digunakan pada proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp. Pertumbuhan jamur

pelapuk putih sebagaimana mikroorganisme lainnya mengikuti suatu pola

tertentu dan laju pertumbuhan spesifik (µ) merupakan salah satu parameter

penting untuk mengevaluasi kinerja suatu mikroorganisme dalam kultur

(Crueger, 1984). Parameter lain yang juga penting adalah laju pertumbuhan

koloni secara radial (Kr) (Reeslev dan Kjøller, 1995).

Pengaluran diameter koloni terhadap waktu akan membentuk kurva

pertumbuhan sehingga dapat ditentukan nilai laju pertumbuhan koloni arah

radial (Kr). Pada fase log, pertumbuhan koloni dapat dianggap lurus sehingga

kurvanya membentuk garis lurus. Kemiringan (slope) garis tersebut merupakan

laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr). Faktor yang paling penting untuk

memilih jenis jamur yang akan digunakan untuk mendegradasi lignin adalah

kemampuannya menghasilkan enzim pendegradasi lignin (Lignin Peroksidase,

Manganese Peroksidase dan Lakase) yang merupakan hasil metabolisme

sekunder dari jamur pelapuk putih pada kondisi tertentu (Van der Merwe, 2002).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

kelompok kami yang menggunakan isolat Auricularia auricula mendapatkan

hasil positif yang berarti bahwa jamur tersebut merupakan jamur pelapuk putih.

Kelompok lain yang menggunakan isolat yang berbeda juga memperoleh hasil

yang positi keculi Fusarium sp. Pleurotus spp. (jamur tiram) merupakan salah

satu jenis jamur pelapuk kayu yang banyak ditemukan pada batang pohon

Page 6: BJM LAP 3 TYTA.docx

berdaun lebar atau bahan tanaman berkayu lainnya di hutan. Jamur ini juga

dikenal sebagai oyster mushroom, karena bentuk tudungnya agak membulat,

melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkainya tidak tepat di

tengah tudung, tetapi agak ke pinggir (Cahyana 1998). Jamur ini tidak

memerlukan cahaya matahari yang banyak. Di tempat terlindung miselia jamur

tumbuh lebih cepat dibandingkan di tempat yang terang dan terkena cahaya

matahari berlimpah. Umumnya jamur ini berdiameter tudung dengan ukuran 5-

30 cm. Pada bagian bawah tudung terbentuk lapisan seperti insang (gills)

berwarna keputih-putihan atau abu-abu (Chang dan Miles 1989).

Phanerochaete chrysosporium L1 dan Pleurotus EB9 merupakan jamur

pelapuk putih yang berasal dari Kelas Basidiomycetes. Salah satu jenis jamur

pelapuk kayu yang cukup potensial untuk dimanfaatkan dalam industri kertas

adalah kelompok Pleurotus. Jenis jamur Pleurotus memiliki kemampuan untuk

mendegradasi bahan-bahan berlignoselulosa secara efesien. Pada saat ini

kegiatan industri pulp dan kertas dalam proses pemutihan (bleaching)

menggunakan klorin dan dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Sehingga untuk mengurangi penggunaan klorin dalam proses pemutihan pada

industri pulp dan kertas digunakan jamur yang dikenal dengan istilah

biobleaching.

Kirk dan Fenn (1982 diacu dalam Highley dan Dashek 1998) menduga

bahwa degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih adalah merupakan kejadian

dari metabolisme sekunder karena kandungan nitrogen yang sangat rendah dari

kayu. Sehingga penambahan nitrogen pada beberapa jamur pelapuk putih pada

aplikasi bioteknologi yang berbeda yang menggunakan komponen lignin atau

yang berhubungan dengannya akan meningkatkan efisiensi jamur ini. Jamur

pelapuk putih menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi lignin, yaitu

lakase, LiP dan MnP (Kirk dan Chang 1990).

P. chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang dapat

menghasilkan beberapa jenis enzim bila ditumbuhkan pada bahan lignoselulosa.

Enzim ligninase, selulase, xilanase dan beberapa enzim turunan merupakan

Page 7: BJM LAP 3 TYTA.docx

enzim terbesar yang dihasilkan P. chrysosporium (Highley dan Kirk 1979).

Metode ligninolitik dari P. chrysosporium dilakukan sebagai kultur jamur yang

memasuki metabolisme sekunder dan mengakibatkan pertumbuhannya terhenti

karena pengurasan beberapa hara seperti keterbatasan nitrogen, karbon atau

sulfur, sehingga menyebabkan terjadinya proses degradasi lignin untuk

mengatasi keterbatasan nitrogen (Kirk et al. 1978; Jeffries et al. 1981).

Jamur kuping (Auricularia auricula) merupakan salah satu kelompok

jelly fungi yang masuk ke dalam kelas Basidiomycota dan mempunyai tekstur

jelly yang unik. Fungi yang masuk ke dalam kelas ini umumnya makroskopis

atau mudah dilihat dengan mata telanjang. Miseliumnya bersekat dan dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu: miselium primer (miselium yang sel-

selnya berinti satu, umumnya berasal dari perkembangan basidiospora) dan

miselium sekunder (miselium yang sel penyusunnya berinti dua, miselium ini

merupakan hasil konjugasi dua miselium primer atau persatuan dua

basidiospora). Auricularia auricula umumnya kita kenal sebagai jamur kuping.

Jamur ini disebut jamur kuping karena bentuk tubuh buahnya melebar seperti

daun telinga manusia (kuping) (Thefreedictionary, 2009). Fusarium sp. Jamur

ini memiliki miselium berwarna putih seperti kapas kemudian berangsur-angsur

berwarna keungu-unguan (nampak jelas jika diperhatikan pada dasar media

tumbuh), pertumbuhannya tergolong lambat dengan penyebaran arah samping.

Dharmaputra dkk. (1989) menguraikan bahwa Fusarium pada media biakan

memiliki miselium seperti kapas, berwarna merah, merah lembayung, orange,

ungu dan lain-Lain. Jamur ini ditemukan dalam bentuk miselium pada

jaringan kayu Ficus sp .

Metode untuk menentukan tipe pelapukan kayu oleh jamur

dikembangkan 83 tahun yang lalu oleh Bavendamm (1928) dan diterbitkan di

jurnal Pflanzenschutz, karena itu test ini sering disebut dengan Bavendamm

Test dan media untuk mengujinya sering disebutkan hanya dengan nama media

Bavendamm. Untuk mengenali apakah fungi atau jamur itu termasuk fungi

pelapuk putih atau bukan, pertama, tentukan terlebih dahulu jamur tersebut

Page 8: BJM LAP 3 TYTA.docx

termasuk Basidiomycetes atau bukan. Cara mudah membedakan basidiomycetes

adalah dengan melihat tubuh buahnya. Umumnya basidiomycetes adalah jamur

makro dan bisa membentuk tubuh buah. Memang ada beberapa jamur pelapuk

putih yang tidak membentuk tubuh buah, seperti Phanerochaete chrysosporium.

Di bawah mikroskop, miselia basidiomycetes juga terlihat lebih besar daripada

jamur Ascomycetes atau Deuteromycetes. Setelah yakin kalau jamurnya adalah

basidio, baru kita test dengan media Bavendamm. Media Bavendamm adalah

media jamur yang umum (PDA atau MEA) yang diberi tambahan Tannic acid,

Galic Acid, Guaiacol, atau lignin. Konsentrasinya bermacam-macam, ada yang

menyebutkan 0,05%-1,5%. Saya seringnya pakai Galic acid atau Guaiacol

sebanyak 1%. Arora et al (1985) dan Choi et al (2005) menambahkan 0,05%

asam tanik pada media MEA. Setelah media disiapkan, jamur kita inokulasikan

ke cawan yang sudah berisi media Bavendamm. Jamur ditumbuhkan di tempat

gelap, kalau bisa pakai inkubator pada suhu 25oC selama seminggu. Koloni

jamur akan tumbuh. Nah, amati bagian bawah media agar tersebut. Kalau

medianya terbentuk warna coklat disekeliling koloni, berarti uji Bavendammnya

positif (+). Artinya, jamur tersebut bisa mengoksidasi tannin, asam galic atau

guaiacol. Dan jamur ini bisa dikelompokkan ke dalam jamur pelapuk putih.

Page 9: BJM LAP 3 TYTA.docx

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pleurotusostreatus, Auricularia auricula dan Hypsizigusulmarius

termasuk dalam jamur pelapuk putih, sedangkan Fusarium sp. tidak termasuk

kedalam golongan jamur pelapuk putih

B. Saran

Sebaiknya saat melakukan praktikum harus lebih aseptis lagi agar

memperoleh hasil yang sesuai.

Page 10: BJM LAP 3 TYTA.docx

DAFTAR PUSTAKA

Chang, S.T. and P.G. Miles. 1989. Edible Mushroom and Their Cultivation. CRC Press, Florida.

Dharmaputra O.S; W.G. Agustin dan Nampiah. 1989. Penuntun Praktikum: Mikologi Dasar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor.

Reeslev, M. dan Kjøller, A. (1995), “Comparison of Biomass Dry Weight and Radial Growth Rates of Fungal Colonies on Media Solidified with Different Gelling Compounds”, APPLIED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, 61, hal. 4236 – 4239.

Thefreedictionary. 2009. Auricularia auricula. [terhubung berkala]. http://www.thefreedictionary.com/Auricularia+auricula.

Van der Merwe, J.J. (2002), “Production of Laccase by The White-Rot Fungus Pycnoporus sanguineus”, Master Thesis, University of the Free State, Bloemfontein.