bisnis sinar mas land
DESCRIPTION
bisnis keluargaTRANSCRIPT
Biografi Sinar Mas Land
Michael Widjaja (26) adalah generasi ketiga keluarga Eka Tjipta Widjaja, pendiri
Sinarmas. Ia anak ketiga Muktar Widjaja, Chairman Sinarmas Land. Bulan Juli mendatang,
Michael Widjaja akan menjabat Group CEO Sinarmas Land dan membawahi pengembang BSD
dan Duta Pertiwi. Michael yang lahir di Surabaya, 9 Juli 1984 ini menghabiskan masa kecil dan
remajanya di Singapura. Tahun 2002-2006, Michael melanjutkan pendidikan tinggi di University
of Southern California, Los Angeles, Amerika Serikat, mendalami International Relation Global
Business.
Tahun 2007, Michael kembali ke Indonesia, bekerja di Duta Pertiwi. Tahun 2008,
Michael bekerja di BSD. Selama dua tahun itu, Michael belajar banyak dari Presiden Direktur
BSD Harry Budi Hartanto dan Presiden Direktur Duta Pertiwi Ridwan Darmali. “Keduanya
memberi waktu mereka untuk memandu saya dalam bidang properti. Michael, cucu taipan Eka
Tjipta Widjaja, dan anak ketiga keluarga Muktar Widjaja ini membawahi sejumlah proyek
properti di Indonesia dan luar negeri. Yaitu kota satelit BSD City (6.000 hektar) dan Kota Delta
Mas (3.000 hektar), resort Kota Bunga Puncak (Jawa Barat) dan Palm Spring Golf & Resort
Batam (Riau). Selain itu, Sinarmas Land juga menangani Hotel Grand Hyatt Jakarta, Le
Grandeur Jakarta, dan Le Grandeur Balikpapan. Juga tujuh gedung perkantoran yaitu ITC
Mangga Dua, Plaza BII, Wisma BII Jakarta, Wisma BII Medan, Wisma BII Surabaya, Wisma
Eka Jiwa, dan Wisma BCA @ BSD City. Sinarmas Land juga membawahi 10 mix-used property
developments, yaitu DP Mall Semarang, ITC Depok, ITC Sarabaya Mega Grosir, kompleks
Plaza Indonesia, superblok Ambassador Kuningan, superblok Cempaka Masm superblok
Fatmawati Mas, superblok Mangga Dua, superblok Permata Hijau, dan superblok Roxy Mas.
Tidak hanya itu. Sinarmas Land juga mengelola tiga kawasan industri (industrial estates)
yaitu KIIC, Deltasmas, dan BSD Technopark. Serta membawahi 11 kawasan perumahan
(residential estates), enam di Jabodetabek (Banjarwijaya, Telaga Golf, Grand Wisata, Kota
Wisata, Legenda Wisata, Taman Permata Buana), dua di Surabaya (Wisata Bukit Mas dan Villa
Bukit Mas), dua di Balikpapan (Balikpapan Baru dan Grand City), serta satu di Batam (Taman
Duta Mas). Di samping itu, tiga perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek adalah BSD, Duta
Pertiwi, dan Plaza Indonesia Realty.
Sinar Mas Land Limited (sebelumnya dikenal sebagai AFP Properties Limited) adalah
salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia. Perusahaan ini berkantor pusat di Singapura
meskipun bisnis propertinya beroperasi di Indonesia, Cina, Malaysia dan Singapura. Perusahaan
yang berdiri sejak tahun 1988 ini memiliki proyek-proyek seperti apartemen, pusat perbelanjaan,
gedung perkantoran, bahkan kota dan kawasan industri dengan tingkat kreativitas dan inovasi
yang belum pernah ada sebelumnya. Sahamnya tercatat di Bursa Efek Singapura. Di Indonesia,
perusahaan ini mengoperasikan10.000 hektar lahan strategis dengan proyek-proyek dalam
pembangunan kota, kota, perumahan, komersial, ritel, kawasan industri, perhotelan dan properti,
termasuk properti dengan, tidak diragukan lagi terbesar dan perusahaan properti yang paling
terdiversifikasi di Indonesia. Sinarmas land memiliki dua anak perusahaan yaitu PT. Bumi
Serpong Damai, Tbk dan PT. Duta Pertiwi, Tbk yang keduanya memiliki kapitalisasi pasar lebih
dari US $ 2 miliar.
Pasar properti di Indonesia mulai mendapatkan tempat di masyarakat sejak akhir 1980-an
dengan adanya lonjakan proyek kelas atas dengan harga terjangkau dan panjangnya antrian
pelanggan. Duta Pertiwi baru saja mulai membangun rumah hunian pada tahun 1988. Namun
umur jagung Sinarmas Land pada saat itu tidak menghalau kecepatan perusahaan ini untuk terus
berkembang. Industri dengan proyek-proyek seperti apartemen, pusat perbelanjaan, gedung
perkantoran, bahkan kota dan kawasan industri dengan tingkat kreativitas dan inovasi tinggi
mampu didapatkan oleh perusahaan. Eka Tjipta Widjaja, pemilik Sinarmas Group, didaulat
menjadi orang terkaya di Indonesia, versi Majalah Bloomberg edisi Desember 2012. Kekayaan
Eka Tjipta Widjaja mencapai US$ 3,5 miliar dengan total aset diperkirakan US$ 8,5 miliar.
Bos Sinarmas itu mengalahkan musuh bebuyutannya, bos Djarum yakni Hartono
Bersaudara. Kekayaan Budi Hartono mencapai US$ 1,6 miliar di 2012 dengan total aset
diperkirakan US$ 8,2 miliar. Majalah Bloomberg merilis data terbaru 200 orang kaya di dunia.
Dari jumlah tersebut, 3 di antaranya merupakan pengusaha dari Indonesia. Eka Tjipta Widjaja
berada di urutan 123 orang terkaya di dunia. Kekayaan Eka Tjipta Widjaja naik 67,5% di 2012
dibanding 2011. Taipan yang berumur 89 tahun ini menimbun kekayaannya dari bisnis utama
perkebunannya yakni Golden Agri. Pengusaha ini juga memiliki aneka bisnis mulai dari
keuangan (bank dan asuransi), perkebunan sawit, kertas dan pulp, rumah sakit, hingga properti.
Budi Hartono bertengger di ranking 134 orang terkaya di dunia. Kekayaan Budi Hartono
menurun 15,9% di 2012 dibanding 2011. Sumber utama kekayaan Budi Hartono berasal dari
Bank Central Asia, namun pengusaha berusia 71 tahun ini juga punya bisnis besar lainnya seperti
rokok Djarum, properti, dan sejumlah perusahaan online.
Pengusaha Indonesia ketiga yang masuk daftar 200 orang terkaya sejagd versi Bloomberg
Billionaires Index adalah Michael Hartono yang berada di urutan 136. Pengusaha berusia 73
tahun ini masih bersaudara dengan Budi Hartono yang juga mengalami penurunan kekayaan.
Kekayaan Michael Hartono turun 16% menjadi US$ 1,6 miliar dibandingkan 2011. Sumber
kekayaan utamanya sama seperti adiknya yakni berasal dari Bank Central Asia serta bisnis besar
lainnya seperti rokok Djarum, properti, dan elektronik. Sedangkan total bersih kekayaannya
diperkirakan mencapai US$ 8,2 miliar.
Kapitalisasi Sinarmas
Sinarmas Group memiliki sejumlah perusahaan ‘mesin uang’ yang bermain di berbagai sektor.
Menurut penelusuran duniaindustri.com, Sinarmas Group melalui PT Sinarmas Agro Resources
and Technology Tbk (SMART) menguasai lahan sawit terbesar di Indonesia sebesar 480 ribu
hektare hingga saat ini. Total lahan sawit di Indonesia pada 2012 diperkirakan mencapai 8,2 juta
hektare.
Seorang eksekutif SMART yang enggan diungkap jatidirinya menyebutkan dengan luas lahan
itu, Sinarmas Agro menjadi produsen sawit terbesar di Indonesia. “Sinarmas Group juga
memiliki 1 juta hektare lahan sawit di Papua yang belum digarap,” ujarnya kepada
duniaindustri.com.
Di industri kertas, Sinarmas Group memiliki anak usaha PT Asia Pulp and Paper (APP) yang di
2012 menargetkan penjualan sebanyak US$ 7 miliar. Kapasitas produksi pulp dan kertas Asia
Pulp&Paper berasal dari lima perusahaan kertas anak usahanya, yakni PT Indah Kiat Pulp and
Paper Tbk, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills, PT Lontar
Papyrus Pulp & Paper Industries, dan PT Ekamas Fortuna.
Sinar Mas Group/Asia Pulp & Paper, melalui anak usaha PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk serta
PT Lontar Papyrus, menguasai kapasitas pulp 40% dan kertas 31,8% nasional atau setara 2,68
juta ton.
Di properti, Sinarmas Group menjadi salah satu pemain besar di Indonesia melalui Sinarmas
Land. Sementara di industri keuangan Sinarmas juga memiliki bank dan perusahaan asuransi. Di
industri telekomunikasi, Sinarmas Group mengakuisisi Fren dengan membentuk Smartfren.
Gebrakan Sinarmas Group yang paling updated, menurut sejumlah sumber duniaindustri.com,
kelompok bisnis ini menjamah sektor pengolahan air minum dalam kemasan. Namun belum
terdengar kinerja Sinarmas di sektor terbaru itu.
Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang pengusaha dan konglomerat Indonesia, Berkat
keuletannya dalam menjalankan bisnis perusahaannya, ia merupakan salah satu orang terkaya di
Indonesia menurut Majalah Globe Asia edisi bulan desember 2012 dengan kekayaan mencapai
8,7 milyar Dolar Amerika Serikat. Pada tahun 2011, menurut Forbes, ia menduduki peringkat ke-
3 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 8 miliar, beliau merupakan pendiri
sekaligus pemilik dari Sinar Mas Group, Bisnis utamanya adalah pulp dan kertas, agribisnis,
properti dan jasa keuangan. Nama asli Eka Tjipta Widjaja adalah Oei Ek Tjhong, beliau
dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1923 di China, Ia terlahir dari keluarga yang amat miskin. Ia
pindah ke Indonesia saat umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun
1932, Eka Tjipta Widjaya yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong akhirnya pindah ke kota
Makassar
“Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari
tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di tempat paling buruk di kapal, di bawah
kelas dek. Hendak makan masakan enak, tak mampu. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa
dibelanjakan, karena untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dolar,”
katanya.
Tiba di Makassar, Eka kecil segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan
mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna dibayarkan kepada
rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju. Eka pun minta Sekolah. Tapi
Eka menolak duduk di kelas satu. Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun
gelar-gelar yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi.
Namun beliau hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini dikarenakan
kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk membantu
orang tua dalam menyelesaikan hutangnya ke rentenir. Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan
sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai jualan.
Ia keliling kota Makassar, Dengan mengendarai sepeda, ia keliling kota Makasar menjajakan
door to door permen, biskuit, serta aneka barang dagangan toko ayahnya. Dengan ketekunannya,
usahanya mulai menunjukkan hasil. Saat usianya 15 tahun, Eka mencari pemasok kembang gula
dan biskuit dengan mengendarai sepedanya. Ia harus melewati hutan-hutan lebat, dengan kondisi
jalanan yang belum seperti sekarang ini. Kebanyakan pemasok tidak mempercayainya.
Umumnya mereka meminta pembayaran di muka, sebelum barang dapat dibawa pulang oleh
Eka. Hanya dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras
ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat 1 usahanya berkembang, Eka membeli becak
untuk memuat barangnya.
Namun ketika usahanya tumbuh subur, datang Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke
Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor
yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun,
habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari. Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka
mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar,
kini salah satu pangkalan perahu terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara
Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda. Tapi bukan tentara Jepang dan
Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam
keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan
persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan dan
minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.
Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi,
gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air 2
panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam
ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga
pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya. Jam
tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda
mulai datang bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan
mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda. Setelah
mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk
whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan
makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah
dibuang.
Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar
mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman
Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang. Ia pun bekerja keras
memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang
sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat 3 sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana
menjahit karung. Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang
keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia
peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp.
50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai
jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.
Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu
Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian
menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya. Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20
persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai
dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi
beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan. Demikianlah Eka, berhenti sebagai
kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan
ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah. Eka mereguk laba besar, tetapi
mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak
kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per
kaleng Rp. 6. Eka rugi besar. Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan
khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai
berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus
menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kimpoi untuk
menutup utang dagang.
Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga
masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang
dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi.
Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi. Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk
melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu. Ia
membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di
Riau. Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga
60 ribu ton kelapa sawit. Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan
untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh
dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh.
Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis
bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah. Namun
setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu
yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah. Bisnis yang semakin
banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah
ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi
hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik
Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada
di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.
Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan
kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan
mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy
Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja.