bismillah sidang

17
GAMBARAN REGULASI EMOSI KOGNITIF PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RSAI BANDUNG OLEH HILMA NURJANNAH 220110110045 Pembimbing: Ibu Imas Rafiyah, S.Kp., MNS Bapak Titis Kurniawan, S.Kep., Ners., MNS

Upload: hilma-nurjannah

Post on 27-Jan-2016

261 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

PPT GGK

TRANSCRIPT

GAMBARAN REGULASI EMOSI KOGNITIF PADA PASIEN GAGAL GINJAL

KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA

DI RSAI BANDUNG

OLEHHILMA NURJANNAH

220110110045

Pembimbing:

Ibu Imas Rafiyah, S.Kp., MNS

Bapak Titis Kurniawan, S.Kep., Ners., MNS

LATAR BELAKANGTerapi Hemodialisa

Stressor yang muncul

Masalah psokologis

Kebutuhan Regulasi Emosi

Strategi Regulasi Emosi

IDENTIFIKASI MASALAH

Bagaimanakah Regulasi Emosi Kognitif pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSAI Bandung?

TUJUAN

UMUMKHUSUS1. Mengetahui frekuensi strategi regulasi emosi kognitif yang digunakan oleh pasien GGK di RS Al Islam Bandung, meliputi: self blame, other blame, rumination, catastrophizing, putting into perspective, positive refocusing, positive reappraisal, acceptance dan refocus on planning.2. Mengetahui gambaran strategi regulasi emosi kognitif berdasarkan karakteristik pasien.

Mengetahui Gambaran Regulasi Emosi Kognitif

pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisa di RSAI Bandung.

Deskriptif Kuantitatif

Populasi Pasien Hemodialisa

Purposive SamplingKriteria Inklusi : 74

The Cognitive Emotion Regulation

Questionnaire (CERQ)

Kuesioner 36 Pertanyaan Skala Likert 1-5

DESCRIPTIVE ANALYZIS

Lokasi dan WaktuPenelitian dilakukan di klinik Hemodialisa RSAI Bandung pada

bulan April 2015

METODE PENELITIAN

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (n=74)

Distribusi Mean Regulasi Emosi Kognitif Tertentu di Klinik Hemodialisis Rumah Sakit Al-Islam Bandung, April 2015 (n=47)

Distribusi Frekuensi dan Persentase Regulasi Emosi Kognitif Tertentu di Klinik Hemodialisis Rumah Sakit Al-Islam Bandung, April 2015 (n=47)

• Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi regulasi emosi yang banyak digunakan adalah positive reappraisal yang menunjukkan penggunaan regulasi emosi kognitif pasien GGK di RSAI Bandung cenderung positif. Hal tersebut kemungkinan didukung oleh pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Pasien yang memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pelayanan rumah sakit, maka cenderung mengalami emosi yang positif dan semakin sedikit mengalami emosi negatif.

• Spiritual care yang diberikan oleh pihak rumah sakit pada pasien juga sangat berpengaruh. Dukungan mental dan sosial dalam pelaksanaan Spiritual Care merupakan salah satu aspek yang penting karena pemberian dukungan oleh perawat dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan psikis pasien.

• positive reappraisal merupakan strategi regulasi emosi kognitif yang lebih banyak digunakan oleh responden usia lanjut (52,94%), perempuan (61,11%), tingkat pendidikan SMA (55,17%), dan yang sudah menjalani hemodialisa selama 3 minggu-3 bulan/honey moon (55,56%).

• Secara fisiologis lansia akan mengalami penurunan fisik/biologis, psikologis, serta perubahan kondisi sosial. Hal tersebut menyebabkan lansia lebih menyadari bahwa kematian merupakan fase terminasi yang harus dihadapi. Salah satu ciri fase ini, biasanya usia lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih intensif serta mencoba mendekatkan dirinya pada Tuhan (Harapan, Sabria& Utomo, 2014). Pendekatan spiritual dalam pelayanan rumah sakit akan mempengaruhi kesiapan pasien dalam menghadapi hal terburuk termasuk kematian. Penelitian yang dilakukan oleh Avita (2010) mengengemukakan bahwa lansia dengan tingkat spiritual yang tinggi tidak merasa cemas menghadapi kematian. Hal tersebut menunjukkan bahwa emosi lansia cenderung positif.

• Strategi regulasi emosi kognitif yang sering digunakan oleh responden laki-laki dan perempuan ternyata tidak jauh berbeda (positive reappraisal), dengan persentase paling tinggi yaitu pada responden perempuan.

• Tingkat pendidikan tidak begitu berpengaruh pada penggunaan strategi regulasi emosi kognitif seseorang. Semua pasien mendapatkan informasi yang sama mengenai penyakit dan terapi dari pihak rumah sakit. Pemahaman/pengetahuan yang dimiliki responden akan berdampak pada pemilihan strategi regulasi emosi yang tepat (Ingranurindani, 2008).

• Periode ini disebut juga periode optimis yang ditandai adanya perubahan fisik, emosional dan kesadaran pasien lebih jernih. Pada keadaan ini, pasien mempunyai harapan dan kepercayaan akan kesembuhan penyakitnya (Kaplan & Sadock, 1997). Oleh karena itu, pasien akan lebih memaknai positif terhadap apa yang sedang dialaminya karena keinginan yang kuat untuk sembuh.

KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan pada penelitian ini adalah sampel yang terjaring dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang tidak heterogen yaitu sebanyak 50% merupakan pasien pada periode long term adaptation. Sehingga tidak cukup menggambarkan penggunaan strategi regulasi emosi pada periode lainnya.

SIMPULAN

• Gambaran Regulasi Emosi Kognitif Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Al-Islam Bandung didapatkan sebagian besar responden lebih sering menggunakan strategi positive reappraisal.

• Gambaran Regulasi Emosi Kognitif Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Al-Islam Bandung berdasarkan karakteristik, persentase tertinggi yang memiliki kecenderungan menggunakan positive reappraisal yaitu pada responden perempuan, tingkat pendidikan SMA, usia lanjut dan yang sudah menjalani hemodilisa selama 3 minggu-3 bulan.

KEGUNAAN PENELITIAN

• Bagi Institusi1. Perawat perlu mengidentifikasi kemampuan pasien dalam meregulasi

emosi untuk menentukan pendekatan dalam setiap pelayanan.

2. Program untuk melatih kemampuan pasien dalam meregulasi emosi

• Bagi Peneliti SelanjutnyaData awal bagi penelitian selanjutnya mengenai regulasi emosi kognitif pada pasien penyakit kronis umumnya dan khususnya pasien GGK yang menjalani hemodialisa. Melihat kondisi bahwa kemampuan pasien dalam meregulasi emosi berpengaruh terhadap kesehatan pasien maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan responden yag jumlahnya lebih banyak dengan karakteristik yang heterogen di berbagai rumah sakit.