biokimia tumbuhan

21
Biokimia Tumbuhan Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tidak dapat berpindah tempat seperti serangga hama pemakannya. Selain itu, tumbuhan memiliki bentang generasi yang panjang dengan laju rekombinasi yang lambat. Di lain pihak, serangga memiliki beberapa keuntungan karena ukuran tubuhnya yang kecil, bentang generasi yang pendek, serta kapasitas reproduksi yang tinggi sehingga dapat cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Serangga juga dianugerahi kemampuan untuk menyebar dan menduduki wilayah yang menyediakan sumber makanan. Walaupun terlihat sangat rentan, tumbuhan selalu berevolusi untuk menghasilkan sistem resistensi terhadap serangan serangga pemakannya melalui kombinasi pertahanan secara fisik, kimia dan pola perkembangan. Heterogenitas dan keragaman struktur senyawa kimia yang diproduksi oleh tumbuhan sangat berpengaruh pada kemampuan serangga hama dalam mengekploitasi tumbuha inangnya, sehingga kita dapat manfaatkan sebagai insektisida nabati.. Biokimia adalah kimia mahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi kimia terkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme. Lihat artikel biologi molekular untuk diagram dan deskripsi hubungan antara biokimia, biologi molekular, dan genetika. Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein. Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal. Tumbuhan menjalin hubungan dengan makhluk hidup lain melalui reaksi-reaksi biokimia pada proses metabolisme primer yang membentuk maupun mengurai produk kimia tertentu, seperti asam nukleat dan protein serta prekursorprekursornya, karbohidrat tertentu, asam karboksilat, dan lain- lain. Bersumber dari metabolisme primer, tumbuhan telah mengembangkan alur metabolisme sekunder yang menghasilkan ribuan jenis metabolit. Metabolit- metabolit sekunder dibentuk melalui tiga alur biogenesis yang menuju pada terbentuknya satu atau beberapa jenis metabolit kunci. Dari metabolit- metabolit kunci inilah kemudian dibentuk senyawa-senyawa turunan (derivat) melalui rekasi enzimatis yang sederhana. Sampai dengan saat ini, hanya beberapa alur biosintesa metabolit sekunder yangsudah diketahui secara lengkap. Beberapa diantaranya sangat rumit, seperti pada sintesa dari macapin (sejenis alkaloid yang diturunkan dari molekul tirosin), melibatkan 20 reaksi enzimatis. Metabolit primer Bagian terbesar penyusun biomasa tumbuhan adalah metabolit primer. Beberapa diantaranya berada dalam jumlah yang sangat besar, seperti lignoselulosa

Upload: ardo-ramdhani

Post on 20-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

biochemistry

TRANSCRIPT

Biokimia TumbuhanTumbuhan merupakan makhluk hidup yang tidak dapat berpindah tempat seperti serangga hama pemakannya. Selain itu, tumbuhan memiliki bentang generasi yang panjang dengan laju rekombinasi yang lambat. Di lain pihak, serangga memiliki beberapa keuntungan karena ukuran tubuhnya yang kecil, bentang generasi yang pendek, serta kapasitas reproduksi yang tinggi sehingga dapat cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Serangga juga dianugerahi kemampuan untuk menyebar dan menduduki wilayah yang menyediakan sumber makanan. Walaupun terlihat sangat rentan, tumbuhan selalu berevolusi untuk menghasilkan sistem resistensi terhadap serangan serangga pemakannya melalui kombinasi pertahanan secara fisik, kimia dan pola perkembangan. Heterogenitas dan keragaman struktur senyawa kimia yang diproduksi oleh tumbuhan sangat berpengaruh pada kemampuan serangga hama dalam mengekploitasi tumbuha inangnya, sehingga kita dapat manfaatkan sebagai insektisida nabati..Biokimia adalah kimia mahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi kimia terkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme. Lihat artikel biologi molekular untuk diagram dan deskripsi hubungan antara biokimia, biologi molekular, dan genetika.Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein.Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal.Tumbuhan menjalin hubungan dengan makhluk hidup lain melalui reaksi-reaksi biokimia pada proses metabolisme primer yang membentuk maupun mengurai produk kimia tertentu, seperti asam nukleat dan protein serta prekursorprekursornya, karbohidrat tertentu, asam karboksilat, dan lain-lain. Bersumber dari metabolisme primer, tumbuhan telah mengembangkan alur metabolisme sekunder yang menghasilkan ribuan jenis metabolit. Metabolit-metabolit sekunder dibentuk melalui tiga alur biogenesis yang menuju pada terbentuknya satu atau beberapa jenis metabolit kunci. Dari metabolit-metabolit kunci inilah kemudian dibentuk senyawa-senyawa turunan (derivat) melalui rekasi enzimatis yang sederhana. Sampai dengan saat ini, hanya beberapa alur biosintesa metabolit sekunder yangsudah diketahui secara lengkap. Beberapa diantaranya sangat rumit, seperti pada sintesa dari macapin (sejenis alkaloid yang diturunkan dari molekul tirosin), melibatkan 20 reaksi enzimatis.Metabolit primer

Bagian terbesar penyusun biomasa tumbuhan adalah metabolit primer. Beberapa diantaranya berada dalam jumlah yang sangat besar, seperti lignoselulosa yang merupakan jenis bahan organik terbanyak di bumi ini. Beberapa metabolit primer tumbuhan seperti protein, karbohidrat dan lipida terlibat dalam proses fisiologis dasar tumbuhan dan merupakan sumber makanan yang penting bagi hewan pemakan tumbuhan.Berdasarkan perbedaan alur fotosintesa, tumbuhan dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu tumbuhan C3 dan C4. Perbedaan pada proses fiksasi karbon dari kedua kelompok tumbuhan tersebut berakibat pada perbedaan fisiologis dan bentuk (morfologi). Tumbuhan C4 memiliki efisiensi yang lebih tinggi dalam asimilasi karbon dioksida dan kebutuhan air yang hanya setengah kebutuhan tumbuhan C3. Karenanya, tumbuhan C4 merupakan tumbuhan yang pre-dominan pada daerah (sub-) tropis dan pada habitat yang kering. Metabolisme tumbuhan C4 ditunjang oleh modifikasi anatomis yang mempengaruhi perilaku makan herbivora. Sebagai contoh, belalang memilih tumbuhan C3 karena tumbuhan C4 sangat banyak mengandung hemiselulosa yang tidak dapat dicerna.

Metabolit sekunderMetabolit sekunder didefinisikan sebagai suatu senyawa yang hanya ditemukan secara terbatas pada kelompok tumbuhan tertentu, atau ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari kelompok tumbuhan yang lain, dan tidak merupakan sumber makanan yang penting bagi herbivora.Sampai dengan pertengahan abad 20, metabolit sekunder dipandang sebagai senyawa yang tidak berguna. Walaupun pada masa sebelumnya beberapa ahli botani seperti Justus von Leibig, yang pada tahun 1858 telah menyatakan bahwa metabolit sekunder tumbuhan berperan dalam resistensi tumbuhan. Demikian halnya Fraenkel yang menjelaskan peran metabolit sekunder tumbuhan sebagai sistem pertahanan terhadap serangga dan pengganggu lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa metabolit sekunder memiliki fungsi lebih dari hanya sekedar sebagai sistem pertahanan. Stres yang timbul akibat tekanan lingkungan seperti adanya kompetisi dengan tumbuhan lain, keterbatasan bahan makanan, kekeringan dan radiasi sinar ultra violet juga dikatakan sebagai pemicu tumbuhan untuk memproduksi metabolit sekunder melalui evolusi panjang dari sistem biokimia pada tumbuhan.Karena memiliki fungsi ekologis, metabolit sekunder tumbuhan disebut sebagai alelokimia yang didefinisikan sebagai senyawa kimia non nutritional (tidak berfungsi sebagai makanan) yang diproduksi oleh suatu spesies yang dapat mempengaruhi (menghambat) pertumbuhan, kesehatan, perilaku dan biologi spesies lain. Tumbuhan memproduksi ratusan ribu jenis metabolit sekunder. Dari jumlah yang sangat besar tersebut, diperkirakan baru sekitar seratus ribu senyawa yang telah teridentifikasi. Klasifikasi metabolit berdasarkan stuktur molekul sangat sulit dilakukan, sehingga cenderung didasarkan atas jenis prekusor pada alur biosintesisnya, yaitu: asetil-KoA, asam amino dan shikimat. Tabel 1 menyajikan klasifikasi sederhana dari metabolit sekunder tumbuhan yang dikelompokkan ke dalam: (1) senyawa mengandung nitrogen, (2) terpenoid, (3) fenolik dan (4) poliasetat. Beberapa kelompok metabolit ekunder tumbuhan yang memiliki poensi sebagai insektisida nabati, diuraikan berikut ini.

A. AlkaloidDefinisiAlkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.

KlasifikasiPengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat. Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae. Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalahquinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein.

B. TerpenoidDefinisiTerpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren (Tabel 2), sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.

KlasifikasiMonoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai a). asiklik, contoh: geraniol, b). monosiklik, contoh: limonene dan c). bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus. Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga. Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga. Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.

C. FenolikDefinisiFenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol. Fenol biasanya dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon pada kerangka penyusunnya (Tabel 3).KlasifikasiKelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6C3C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel. Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: (1) flavon, contoh: luteolin, (2) flavanon, contoh: naringenin, (3) flavonol, contoh: kaempferol, (4) antosianin dan (5) calkon.Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektifsebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah, yaitu 0.03 ppm.Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya

D. Glukosinolat dan sianogenikGlukosinolatGlukosinolat merupakan metabolit sekunder yang dibentuk dari beberapa asam amino dan terdapat secara umum pada Cruciferae (Brassicaceae). Glukosinolat dikelompokkan menjadi setidaknya 3 kelompok, yakni: (1). glukosinolat alifatik (contoh: sinigrin), terbentuk dari asam amino alifatik (biasanya metionin), (2) glukosinolat aromatik (contoh: sinalbin), terbentuk dari asam amino aromatik (fenilalanin atau tirosin) dan (3) glukosinolat indol, yang terbentuk dari asam amino indol (triptofan). Keragaman jenis glukosinolat tergantung pada modifikasi ikatannya dengan gugus lain melalui hidroksilasi, metilasi dan desaturasi. Hidrolilis dari glukosinolat terjadi karena adanya enzim mirosinase, sehingga menghasilkan beberapa senyawa beracun seperti isotiosianat, tiosianat, nitril, dan epitionitril. Senyawa-senyawa tersebut merupakan racun bagi serangga yang bukan spesialis pemakan tumbuhan Cruciferae, dan merupakan zat penolak makan bagi ulat kilan, Trichoplusia ni.SianogenikSemua jenis tumbuhan mempunyai kemampuan untuk mensintesis glikosida sianogenik. Namun, tidak semua jenis tumbuhan mengumpulkan senyawa ini dalam sel-selnya. Pada famili Rosaceae, senyawa ini disimpan pada vakuola. Pada saat sel tumbuhan dirusak, glikosida sianogenik akan dihidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam sianida(HCN) yang sangat beracun dan merupakan zat penolak makan serangga dengan spektrum yang luas.

FeromonFeromon (paraferomon) merupakan senyawa yang dihasilkan oleh serangga betina untuk menarik serangga jantan untuk melakukan perkawinan atau senyawa dihasilkan serangga untuk berkomunikasi . Hal ini dapat dijadikan sebagai tindakan PHT untuk serangga Bactrocera dorasalis. Namun hal ini masih mengalami kekurangan karena hanya serangga jantan yang bisa tertarik oleh senyawa tersebut karena menggunakan senyawa sintetik. Maka digunakan sereh wangi (Andropogon nardus) untuk dijadikan Salah satu bahan nabati yang bersifat atraktan terhadap lalat buah . Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Hasanuddin, menunjukkan bahwa minyak sereh bersifat atraktan terhadap lalat buah baik jantan maupun betina. Dengan konsentrasi 20-50% dari minyak sereh efektif menarik lalat buah jantan maupun betina di laboratorium dan di lapangan. Pada pengujian lapangan, minyaksereh yang diaplikasikan dalam bentuk cairan, yang diteteskan pada kapas yang dilekatkan dalam perangkap cukup efektif dalam menarik lalat buah. Namun, aplikasi cairan ini ternyata tidak mematikan lalat buah sehingga dalam perangkap masih perlu ditambahkan larutan deterjen dan masa pendedahannya hanya efektif hingga hari ke-4.Sebenarnya cukup banyak macam perangkap yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama serangga namun apapun bentuk dan macam perangkap tersebut haruslah digunakan pada saat yang tepat yaitu : (1) setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut, (2) Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai muncul tunasnya, dan (3) perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah, (4) untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang terperangkap jumlahnya masih sedikit. Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga, pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam. (5) Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat. Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau bila jumlah serangga yang tertangkap banyak.Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.

AlelopatiFenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan,antar mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme. Interaksi tersebut meliputi penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau mikrobia) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain.Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ, mungkin di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida.. Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik.Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya .Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.EVOLUSI TUMBUHAN C3 KE C4

Mutiara Syafitri (3425083268)

PROGRAM STUDI BIOLOGIJURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2010

BAB IPENDAHULUAN

Tumbuhan melakukan fotosintesis untuk mendapatkan energi kimia yang disimpan dalam glukosa atau senyawa organik lainnya. Jadi fotosintesis merupakan proses penyusunan dari zat organik H2O dan CO2menjadi senyawa organik yang kompleks yang memerlukan cahaya dengan bantuan klorofil sebagai penangkap energi cahaya.Sejumlah besar energi dalam bentuk senyawa organik disimpan sebagai produk fotosintesis. Setiap tahun, sedikitnya 1017kkal energi bebas dibentuk oleh tumbuhan, dengan memanfaatkan energi surya. Jumlah ini 10 kali lebih besar dibandingkan dengan semua energi bahan bakar fosil yang digunakan per tahun oleh umat manusia di seluruh dunia. Bahkan bahan bakar (batu bara, minyak bumi, dan gas alam) merupakan produk fotosintesis yang terjadi jutaan tahun yang lalu. Karena ketergantungan kita yang demikian besar kepada energi surya, pada saat yang lalu dan sekarang, untuk memenuhi kebutuhan energi dan makanan, mekanisme fotosintesis menjadi masalah biokimiawi yang paling mendasar (Lehninger, 1982).Fotosintesis biasanya dirumuskan dengan persamaan reaksi:6 CO2+ 12 H2O + Energi cahaya ------> C6H12O6+ 6 O2+ 6 H2OFotosintesis sebenarnya tidak sesederhana persamaan reaksi tersebut, namun merupakan proses yang cukup rumit terdiri dari dua proses, yang masing-masing terdiri dari banyak langkah. Kedua tahap fotosintesis ini dikenal sebagai reaksi terang dan siklus calvin (Campbell, 2002). Hasil akhir dari reaksi terang, yaitu ATP dan NADPH yang nantinya digunakan sebagai tenaga untuk mereduksi pada siklus calvin. Pada siklus calvin ini mengambil CO2bebas kedalam molekul organik yang diubah menjadi gula dengan bantuan dari NADPH dan ATP yang dihasilkan pada reaksi terang.Tumbuhan hijau dan bakteri fotosintetik dapat menggunakan karbondioksida sebagai satu-satunya sumber semua atom karbon yang dibutuhkan, tidak hanya untuk biosintesis selulosa dan pati, tetapi juga bagi lipid dan protein dan banyak lagi komponen-komponen organik sel tumbuhan lainnya.Melvin Calvin yang menemukan siklus calvin beserta teman-temannya di Universitas California di Berkeley pada akhir tahun 1940 memberikan cahaya kepada suspense ganggang hijau yang ditambah karbondioksida radioaktif (14CO2) hanya untuk beberapa detik dan kemudian dengan cepat menginaktifkan sel, mengekstraksinya dengan bantuan metode kromatografi untuk menyelidiki metabolit yang paling awal mengandung label radioaktif karbon. Senyawa pertama yang mengandung label radioaktif adalah 3-fosfogliserat, suatu bentuk antara glikolisis. Pada penguraian molekul 3-fosfogliserat ditemukan bahwa isotop karbon terutama terletak pada atom karbon karboksil. Hasil penelitian ini mendukung bahwa 3-fosfogliserat adalah bentuk antara awal pada fotosintesis, pandangan ini didukung pula oleh kenyataan bahwa 3-fosfogliserat segera terubah menjadi glukosa pada ekstrak tumbuhan (Lehninger, 1982).Kemudian dilakukan penelitian selanjutnya memberikan identifikasi enzim pada ekstrak hijau daun yang mengkatalisis penggabungan14CO2ke dalam bentuk organic. Enzim ini, ribulose difosfat karboksilase atau sering disebut rubisco, mengkatalisis penyisipan kovalen CO2dan secara bersamaan memutuskan gula 5-karbon ribulosa 1,5 difosfat untuk membentuk dua molekul 3-fosfogliserat, satu diantaranya mengandung karbon isotop yang diberikan sebagai CO2pada gugus karboksilnya. Enzim ini yang tidak terdapat pada jaringan hewan, mempunyai struktur yang sangat kompleks, berat molekul 550.000 dan terletak pada permukaan bagian luar membrane tilakoid. Enzim tersebut menyusun sampai kira-kira 15% total protein kloroplas. Ribulose difosfat karboksilase adalah enzim yang paling banyak di dalam biosfer dan merupakan enzim kunci didalam produksi biomassa dari CO2pada tumbuhan.Pada tumbuhan C3, siklus calvin terjadi melalui bantuan enzim rubisco yang kemudian akan menangkap CO2dan ditambahkan ke rubisko bifosfat (RuBP) untuk membentuk PGA (fosfogliserat) berkarbon-tiga. Hasil pertama senyawa beratom karbon-tiga yang membuat tumbuhan ini disebut tumbuhan C3. Tumbuhan C3 berasal dari daerah subtropics seperti padi dan gandum. Rubisco dan sistem C3 berkembang paling awal pada sejarah kehidupan (Hayes, 1994 dalam Sage, 2004).Sedangkan pada daerah tropis yang memiliki suhu panas dan kelembapan yang rendah membuat tumbuhan tropis harus melakukan proses transpirasi agar suhu tubuh tumbuhan tidak meningkat. Transpirasi ini akan mengubah paksa air menjadi uap air dan hal ini membutuhkan energi yang besar. Energi besar ini diambil dari energi radiasi yang sampai ke tumbuhan sehingga energi tersebut tidak meningkatkan suhu tubuh karena telah dipakai untuk mengubah paksa air menjadi uap air.Ketika proses transpirasi, tumbuhan membuka stomatanya sehingga CO2dan O2masuk kedalam stomata. O2memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan CO2yang hanya sebesar 0,003%. Tumbuhan memerlukan CO2dalam siklus calvin, namun RuBP yang bertugas untuk membawa CO2ternyata lebih menyukai O2dibandingkan CO2dan sisi aktif dari rubisco juga dapat mengangkat O2. Hal ini membuat probabilitas CO2yang dibawa rubisco ke dalam siklus calvin lebih kecil dibandingkan dengan O2. Sehingga rubisco menambahkan O2pada siklus Calvin dan bukannya CO2. Peluang reaksi RuBP dengan O2maka akan terjadi fotookasidasi/fotorespirasi dan mengalami pemindahan sehingga RuBP menjadi pecah dan membentuk glikolat dan menjadi CO2. Glikolat merupakan hasil metabolik yang tidak berguna dan bersifat racun apabila terakumulasi dalam sel (Ogren, 1984dalamSage, 2004). Dan ini merugikan karena RuBP akan berkurang dan fiksasi CO2bisa terhambat. Tumbuhan C3 yang tinggal di daerah tropis akan mengalami produktivitas fotosintesis yang rendah. Fotorespirasi berhubungan dengan produktivitas tumbuhan. Pada tumbuhan C3 telah diperkirakan bahwa proses fotorespirasi mengoksidasikan lebih dari 50% hasil fotosintesis yang baru (Kennedy, 1976). Untuk mengatasi ini maka tumbuhan berevolusi.

BAB IIPEMBAHASAN

Tumbuhan C4 (terutama rumput di subtropics dan tropis) umumnya terbatas pada daerah paling tidak ramah di Bumi, daerah dengan suhu tinggi, ketersediaan air yang ekstrim rendah, dan kesuburan tanahnya yang rendah (Bjorkman, 1976; Pearcy dan Ehleringer, 1984dalamCowling, 2007). Banyak variasi dari fotosintesis C4 yang ada, yaitu 19 suku dari tumbuhan tingkat tinggi, hadir kira-kira 75000 jenis dari tumbuhan berbunga atau kurang lebih 3% dari perkiraan 250.000 jenis tumbuhan darat (Sage, 1999dalamSage, 2003). Fotosintesis C4 membutuhkan koordinasi antara dua sel fotosintetik, yaitu jaringan mesofil (jaringan spons dan palisade) dan seludang pembuluh (Ku, 1996).Tumbuhan dengan fotosintesis C4 ini memiliki anatomi daun yang terspesialisasi dengan keperluannya akan CO2dan membatasi fotorespirasi dan menaikan kapasitas untuk asimilasi CO2. Anatomi yang khusus ini bercirikan dengan seludang pembuluh yang berkembang baik.Evolusi tumbuhan C4 ini terlihat dari karakteristik anatomi antara tumbuhan C3 dan C4. Jenis tumbuhan antara C3 dan C4 diuraikan menjadi tujuh genus. Meskipun jenis C3-C4 memiliki ciri utama dari pertukaran CO2dan analisis biokimia, mereka juga memiliki ciri anatomi antara jenis C3 dan C4. Belum terlihat jelas berapa besar andil perkembangan dari anatomi Kranz (seludang pembuluh) dibutuhkan untuk mereduksi dan inhibisi O2yang diamati pada jenis C3-C4, namun sudah jelas bahwa anatomi Kranz diperlukan untuk jenis C4 (Brown, 1989).

Gambar 1. Micrograph cahaya potongan melintang daun dari A,F. anomala; B,F. trinervia; C,F. brownii; D,F. pringlei; E,M. foleyi; F,M. spinosa; G,P. milirides; H,P. miliaceum; I,N. tenuifolia; J,N. minor; K,N. munroi. Bar = 100 Am.

Pembesaran BSC (Bundle Sheath Cells) terhadap MC (Mesofil Cells) juga terlihat dari penaikan jaringan fotosintetik pada seludang pembuluh dari jenis C4 dan C3-C4.P. milioidesmemiliki 31% dari area profil cell pada seludang pembuluh, namun hanya 12% dari angka sel, karena BSC lebih besar (503 m2) daripada MC (146 , m2) (Gambar I.G). Persentase sel area dari seludang pembuluh lebih tinggi pada jenis C3-C4 dibandingkan C3 padaMoricandia.N. minormemiliki persentase sel area profil pada seludang pembuluh lebih rendah dibandingkanN. tenuifolia(Tabel I) (Brown, 1989).

Menurut suatu hipotesis, fotorespirasi merupakan perlengkapan evolusioner peninggalan metabolik dari permulaan sejarah Bumi ini (Campbell, 2002). Ketika atmosfer lebih sedikit O2dan lebih banyak CO2daripada sekarang. Pada atmosfer kuno saat rubisco pertama kali muncul, ketidakmampuan tempat aktif enzim untuk mengeluarkan O2tidak menjadi masalah. Evolusi fotosintesis pada tumbuhan C4 mendapatkan perhatian pada beberapa tahun ini. Rubisco yang sekarang masih mempertahankan afinitas warisan terhadap O2yang sekarang begitu terkonsentrasi dalam atmosfer sehingga sejumlah fotorespirasi tidak dapat dihindari.RuBP yang ada di jaringan spons dan palisade memiliki probilitas bertemu dengan CO2dan O2yang sama. Untuk menghindari hal tersebut tumbuhan mengalami suatu evolusi. RuBP di spons dan palisade akan dipindah ke seludang pembuluh angkut di daun dan ditutupi oleh sel yang rapat, sehingga tertutup rapat dan menjadi terputus hubungan nya dengan udara sehingga tidak dapat bertemu udara. Tumbuhan di daerah ini menggantikan Rubiscodengan PEPC (pospoenolpiruvat karboksilase) untuk mengangkut CO2. PEP karboksilase akan mengangkut CO2yang terdapat pada sel mesofil pada daun dan menambahkan CO2pada PEP dan beraksi menjadi oksaloasetat (Engelmann, 2008). Oksaloasetat berubah menjadi asam malat. Asam malat dari jaringan spons dan palisade akan dikirim ke pembuluh angkut dan asam malat akan menggalami dekarboksilasi berubah kembali menjadi piruvat dan melepaskan CO2dan kembali ke jaringan spons dan palisade berubah menjadi PEP untuk mengangkut CO2kembali(Gambar 2). Sehingga di seludang akan terjadi penimbunan CO2tanpa O2, RuBP akan mengikat CO2dan terjadilah siklus calvin. Sehingga tumbuhan dari daerah trpis akan lebih efisien. PEP suatu asam organik beratom karbon-tiga bertemu CO2menjadi oksaloasetat beratom karbon-empat sehingga disebut dengan sistem C4. Fotosintesis C4 terjadi pada tiga suku dari monocots-rumput-rumputan (Poaceae), sedges (Cyperaceae), dan Hydrocharitaceae dan 16 suku dari dicot, seperti Amaranthaceae dan Chenopodiaceae (Sage, 2004).

Gambar 2. Siklus Fotosintesis Tumbuhan C4

Teori yang lalu menjelaskan bahwa fotosintesis C4 semata-mata karena penurunan konsentrasi CO2pada atmosfer secara global selama 50 juta tahun silam (Monson, 2003). Kombinasi dari kekeringan kenaikan kadar garam, kelembapan yang rendah, dan tingginya temperature membuat potensial terbesar tumbuhan untuk fotorespirasi dan kekurangan CO2, jadi tidak mengejutkan apabila lingkungan seperti ini merupakan tempat dimana banyak tumbuhan C4 tumbuh (Sage, 2004). Konsentrasi CO2yang rendah dan fotorespirasi membuat tumbuhan melakukan evolusi sebagai mekanisme konservasi terhadap karbon.Enzim pada fotosintesis C4 tidak hanya ada pada tumbuhan C4, namun juga beroperasi pada tumbuhan C3 namun pada proses metabolisme yang berbeda. Bagaimanapun, aktivitas enzim ini lebih rendah pada tumbuhan C3 dibandingkan dengan C4. Apalagi, isoform spesifik C4 dari enzim ini berbeda dalam kinetik properti dan pada beberapa kasus, Dengan kata lain, fungsi dan lokasi enzim ini termodifikasi selama rangkaian evolusi sehingga menjadi suatu keperluan peran yang baru. Secara random dan polipilogenetik alami evolusi dari tumbuhan C4, isogen berkembang dari sebuah set gen sebelumnya pada tumbuhan C3 yang dulu. Modifikasi gen membuat produksi protein untuk membuat enzim untuk melakukan metabolismeyang baru dan dengan mekanisme regulasi yang membuat ekspresi terjadi selama rangkaian evolusi (Ku, 1996).Menurut Sage (2004), evolusi tumbuhan C4 terjadi melalui 7 fase, yaitu fase prekondisi umum, prekondisi anatomi, peningkatan organel seludang pembuluh, glisin dan pompa fotorespirasi CO2, penaikan aktivitas PEPC pada mesofil, integrasi antara siklus C3 dan C4, dan optimisasi koordinasi seluruh tumbuhan(Gambar 3).

Gambar 3. Model sederhana piramida dari fase utama evolusi C4 (Sage, 2003).Kondisi umum yang membuat tumbuhan berevolusi yaitu salah satunya adalah duplikat gen yang bermutasi. Duplikat gen membuat banyak copy dari sebuah gen, sehingga gen memiliki modifikasi tanpa kehilangan fungsi originalnya dari protein transkrip (Lynch & Conery, 2000). Duplikasi gen terjadi melalui rekombinasi seksual dan lebih sering terjadi pada tumbuhan annual dengan masa hidup pendek dan tumbuhan perennial, dimana reproduksi seksual terjadi lebih banyak per decade.Untuk mengembangkan mekanisme konsentrasi CO2yang efektif, jarak antara sel mesofil dan seludang pembuluh harus dekat sehingga difusi dari metabolisme cepat. Pada tumbuhan C4, pembuluh dipisahkan dengan jarak 60-150 m dan empat sel mesofil, sedangkan tumbuhan C3, umumnya > 200 m dengan lebih dari lima sel mesofil antara pembuluh.Pada tumbuhan C3, sel seludang pembuluh memiliki sedikit kloroplas dan sedikit aktivitas fotosintetik(Metcalfe & Chalk, 1979). Untuk itu, tumbuhan C4 memerlukan kloroplas dan mitokondria pada seludang pembuluh yang lebih banyak, sehingga sel seludang pembuluh harus diperluas. Tanpa adanya peningkatan jumlah kloroplas pada seludang pembuluh, cahaya yang terserap akan jatuh sia-sia.Peningkatan atmosfer CO2sekarang akibat global warming membuat para ilmuwan berusaha menyisipkan gen untuk enzim pada tumbuhan C4 ke pada yang merupakan tumbuhan C3. Namun, hal itu merupakan sesuatu yang tidak mudah, akan lebih baik dengan membuat daun C3 ke bentuk jaringan Kranz (seludang pembuluh), namun perubahan ini juga lebih kompleks dibandingkan realokasi aktivitas enzim.

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULANTumbuhan fotosintesis C3 yang merupakan tumbuhan asal daerah subtropiks mengalami sebuah proses evolusi pada daerah tropis yang memiliki suhu yang tinggi, ketersediaan air yang rendah, dan kelembaban yang rendah menjadi tumbuhan fotosintesis C4. Proses evolusi dilakukan untuk menghindari terjadinya fotorespirasi yang mengurangi produktivitas pada tumbuhan tersebut.Terjadinya proses evolusi terlihat dari adanya tumbuhan antara, yaitu tumbuhan C3-C4. Proses evolusi terdapat 7 tahap proses proses evolusi, yaitu:prekondisi umum,prekondisi anatomi,peningkatan organel seludang pembuluh,glisin dan pompa fotorespirasi CO2,penaikan aktivitas PEPC pada mesofil,integrasi antara siklus C3 dan C4, danoptimisasi koordinasi seluruh tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKACampbell, Neil A, Jane B, Reece, dan Lawrence G. Mitchell. 2002.Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.Cowling, S. A., C. D. Jones, dan P.M. Cox. 2007. Consequences of the evolution of C4 photosynthesis for surface energi and water exchange.Journal of Geophysical Research Vol 112, G01020.Engelmann, Sascha,Corinna Zogel, Maria Koczor, Ute Schlue, Monika Streubel dan Peter Westhoff. 2008. Evolution of the C4 phosphoenolpyruvate carboxylase promoter of the C4 species Flaveria trinervia: the role of the proximal promoter region.BMC Plant Biology8:4.Ku, Maurice S. B., Yuriko Kano-Murakami, dan Makoto Matsuoka. 1996. Evolution and Expression of C4 Photosynthesis Genes.Plant Physiol111 : 949-957.Monson, Russell K. 2003. Gene Duplication, Neofunctionalizationalization, and The Evolution of C4 Photosynthesis.Int. J. Plant Sci.164(3 Suppl.):S43S54.Sage, Rowan F. 2004. Tansley review The evolution of C4 photosynthesis.New Phytologist161: 341370.Metabolit Primer dan Metabolit SekunderKajian kimia organik bahan alam meliputi senyawa-senyawa yang berasal dari sumber hayati seperti mikroorganisme, tanaman maupun hewan. Beragamnya senyawa yang berhasil ditemukan baik yang terjadi secara alami, merupakan salah satu pertimbangan perlunya pengkhususan dalam mempelajari senyawa-senyawa dari alam. Secara garis besar senyawa-senyawa tersebut dikelompokkan berdasarkan fungsi dan proses terbentuknya menjadi da kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder( Sahidin, 2013).Fungsi karbohidrat, protein, dan lemak pada makhluk hidup sudah jelas, antara lain karbohidrat sebagai sumber energi dan protein untuk pertumbuhan. Hal tersebut berlaku secara umum pada semua makhluk hidup. Nutrien-nutrien tadi disebut sebagai metabolit primer. Tumbuhan pada saat kena hujan atau panas tidak dapat menghindar atau lari untuk berteduh, tetapi tumbuhan tersebut mengeluarkan atau menghasilkan senyawa tertentu yang dapat melindungi dirinya dari pengaruh hujan atau panas. Senyawa-senyawa yang dimaksud disebut dengan metabolit sekunder ( Sahidin, 2013).Perbedaan metabolit primer dan metabolir sekunder (achmad, 1986)

Metabolit primerMetabolit sekunder

DistribusiMerata dalam tiap organismeTidak merata

FungsiUniversal, antara lain sumber energi, pertumbuhanEkologis, antara lain penarik serangga, pertahanan.

Struktur kimiaPerbedaan kecilBerbeda-beda

fisiologiBerkaitan dengan struktur kimiaTidak berkaitan dengan struktur kimia

Hubungan metabolit primer dan metabolit sekunderMetabolit sekunder terbentuk dari metabolit primer melalui berbagai jalur metabolisme yang disesuaikan dengan tujuan dan kondisi lingkungan tumbuhan tersebut tumbuh (Sahidin, 2013).LAJU DIGESTI

Oleh :MuslikhinJ1B006030

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS SAINS DAN TEKNIKJURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTANPURWOKERTO2007HASIL DAN PEMBAHASANA. HasilBobot 0 menit = 0,7 gr (x) = 100%Bobot 30 menit = 0,5 gr (y)Bobot 60 menit = 0,6 gr (z)NoWaktuLaju Digesti (%)1.0 menit1002.30 menit = 71,423.60 menit = 85,71

B. PembahasanDigesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks yang dirombak menjadi molekul yang sederhana, dalam bentuk-bentuk seperti glukosa, asam lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain yang ada dan bermanfaat bagi tubuh ikan. Kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari molekul besar kemolekul yang kecil yang akan diabsorpsi oleh tubuh ikan prosesnya disebut laju digesti. Sedangkan zat-zat yang dibutuhkan dan yang akan diabsorpsi ikan melaui darah juga akan diedarkan keseluruh tubuh untuk keperluan metabolisme ( Murtidjo, 2001).Ikan lele (Clarias batrachus) termasuk ke dalam golongan omnivor. Pakan alaminya tediri dari plankton, udang-udangan kecil, siput, cacing, jentik nyamuk dan sebagainya.Jika dibudidayakan di kolam, makanan tambahannya dapat berupa dedak halus, sisa-sisa dapur, daging bekicot, belatung dan pelet. Karena itu, lele digolongkan sebagai pemakan segala (omnivora). Lele lebih bersifat sebagai pemakan daging (karnivora). Lele memang sangat rakus jika diberi makanan apa saja, sampaisampai bangkaipun dimakannya sehingga ia juga digolongkan sebagai pemakan bangkai (scavenger). Pada penebaran yang terlalu tinggi, maka dalam keadaan lapar dapat menimbulkan sifat saling memangsa (kanibal) (Santoso, 1994).Pakan ikan adalah merupakan campuran berbagai bahan pangan yang biasa disebut dengan bahan mentah atau bahan baku yang baik bagi pertumbuahan ikan , baik pakan yang bersifat nabati maupun pakan yang bersifat hewani, yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah untuk dimakan dan dicerna oleh tubuh ikan dan sekaligus sebagai nutrisi bagi ikan . dengan kata lain paka ikan adalah makanan yang khusus dibuat atau diproduksi agar mudah dan tersedia untuk dimakan. Pakan ikan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan tubuh ikan (Sirregar, 1995).Makanan diperlukan untuk menghasilkan energi sebagai bahan pembentuk tubuh, metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh, penambah cairan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan membantu proses faal lain yang berlangsung di dalam tubuh. Dari sejumlah makanan yang dimakan oleh ikan, hanya 10 % saja yang digunakan untuk tumbuh atau menambah berat. Sedangkan selebihnya digunakan untuk tenaga atau memang tidak dapat dicerna. Jumlah berat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan atau menambah berta badan itu disebut nilai ubah atau konversi (Schmitdt and Nielsen , 1990). Pakan yang dikonsumsi oleh ikan kadalam tubuh, juga diperlukan dalam proses digesti, dan fungsi laju digesti pada ikan yaitu untuk membantu laju metabolisme ikan agar dalam prosesnya makanan yang masuk kedalam tubuh ikan akan seimbang dan supaya dapat digunakan oleh tubuh dalam pertumbuhan (Yuwono, 2001 ).Ikan-ikan herbivora dan pemakan plankton nabati, jumlah konsumsi makanan hariannya berbobot lebih banyak daripada ikan karnivora. Hal ini disebabkan karena bahan makanan nabati itu kalorinya yang lebih rendah daripada bahan makanan yang hewani. Selain itu, kandungan air bahan nabati juga lebih tinggi daripada bahan hewani. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pola pakan ikan antara lain temperatur, umur, ukuran tubuh, aktivitas, stress, jenis kelamin, kekeruhan (pada visibilitas dan kandungan O2) dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, PH, dan Alkalinitas). Biasanya semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).Berdasarkan hasil percobaan laju digesti pada ikan lele ( Claris batracus ) diperoleh dari pengamatan terdapat tiga data perbandingan berat lambung yang terbagi menjadi tiga kelompok waktu yaitu 0 menit, 30 menit, dan 60 menit. Ketika ikan diberi pakan kemudian setelah itu bobot lambungnya ditimbang ikan lele mempunyai bobot lambung 0,7 gr (laju digesti 100%), setelah diberi makan 30 menit bobot lambung berkurang menjadi 0,5 gr (laju digesti 71,42%) dan setelah diberi pakan selama 60 menit bobot lambung berubah menjadi 0,6 gr (laju digesti 85,71%). Sehingga hal ini disebabkan makan yang tersimpan didalam lambung semakain berkurang karena makan yang masuk dan berada didalam lambung sudah dicerna dan siap untuk diabsorpsi untuk diambil sari-sari makannya guan pemanfaatan system kerja yang lain dan sebagian digunakan untuk pertumbuhan.Temperatur, pH, dan oksigen terlarut berada pada kondisi optimal. Hasil pengukuran temperatur air dalam akuarium pemijahan berkisar antara 270C sampai 280C. Kisaran temperatur ini secara umum memenuhi syarat untuk temperatur air pada wadah pemijahan. Temperatur optimal untuk pemijahan ikan hias Betta splendens berkisar antara 260C sampai 290C. Peningkatan suhu dan tekanan oksigen dapat mempengaruhi daya tetas, sedang suhu air dapat mempengaruhi efisiensi perubahan kuning telur menjadi bobot badan embrio ikan pada proses perkembangan. Laju digasti ikan Betta splendens tergolong berukuran sedang, suhu optimal untuk penetasan berkisar antara 260C sampai 280C, dengan waktu penetasan sekitar 3 sampai 4 hari (Yustina et. al., 2003).

KESIMPULANBerdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagi berikut:1. Digesti merupakan perombakan molekul yang kompleks menjadi molekul yang sederhana2. Semakin tinggi nafsu makan maka laju digestipun akan meningkat dan sebaliknya semakin rendah napsu makan semakin rendah pula laju digesti yang terjadi3. Fungsi makanan yaitu untuk bahan pembentuk tubuh, metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh, penambah cairan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan membantu proses faal lain yang berlangsung di dalam tubuh. Jika ada kelebihan energi baru digunakan untuk pertumbuhan.4. Faktor yang mempengaruhi pola makan ikan yaitu temperatur, jenis pakan (tumbuhan / daging) yang dikonsumsi, umur, ukuran tubuh, aktivitas, stress, jenis kelamin, kekeruhan (pada visibilitas dan kandungan O2) dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO2, H2S, PH, dan Alkalinitas)

DAFTAR REFERENSIKay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. BIOS Scientific Publisher Limited, Springer Verlag New York,USA.Murtidjo, A.B. 2001. Pedoman Meramu Ikan . Kanisius, Yogyakarta.Santoso. 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal. Kanisius,Yogyakarta.Schmitdt and Nielsen, K. 1990. Animal Physiology - adaptation and Environment Fourth Edition, Cambridge University Press, Cambridge.Siregar , D.A. 1995. Makanan Ikan. Penebar Swadaya ,Jakarta.Sulistiono, dkk. 2001. Pengamatan Isi Lambung Beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetraodon reticularis, T. fluviatilis, T. lunaris) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Bogor.Yustina, Arnentis dan Darmawati. 2003. Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva Ikan Hias Betta splendens di Habitat Buatan. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 129-132 ISSN 1410-9379