biografi - 1 soekarno

27
SOEKARNO BIOGRAFI Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bun Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 2 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan an istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri R Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di ruma Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar pada 25 Mei 1926. Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merde Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung denga Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Bel dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan k Bengkulu. Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hat memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara

Upload: mochamad-fikri

Post on 04-Nov-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang soekarno

TRANSCRIPT

SOEKARNOBIOGRAFIPresiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/biography/?box=detail&presiden_id=1&presiden=sukarno

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, menganut ideologi pembangunan 'berdiri di atas kaki sendiri'. Proklamator yang lahir di Surabaya, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: "Go to hell with your aid." Persetan dengan bantuanmu.Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiriCopyright tokohindonesia.comMengajak negara-negara sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil menggelorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI.Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini bila dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri di atas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep "berdiri di atas kaki sendiri" memang belum sampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (neokolonialisme).Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan melanjutkan ke THS (Technische Hoogeschool atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926. Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul 'Indonesia Menggugat', dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik sangat hebat. Ia pun tak mau membubarkan PKI yang dituduh oleh mahasiswa dan TNI sebagai dalang kekejaman pembunuh para jenderal itu. Suasana politik makin kacau. Sehingga pada 11 Maret 1966 ia mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Supersemar. Tapi, inilah awal kejatuhannya. Sebab Soeharto menggunakan Supersemar itu membubarkan PKI dan merebut simpati para politisi dan mahasiswa serta 'merebut' kekuasaan. MPR mengukuhkan Supersemar itu dan menolak pertanggungjawaban Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.Kemudian Bung Karno 'dipenjarakan' di Wisma Yaso, Jakarta. Kesehatannya terus memburuk. Akhirnya, pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi ini meninggalkan 8 orang anak. Dari Fatmawati mendapatkan lima anak yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Dari Hartini mendapat dua anak yaitu Taufan dan Bayu. Sedangkan dari Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mendapatkan seorang putri yaitu Kartika.

Orator UlungPresiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialisme dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat."Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat," kata Bung Karno, dalam karyanya 'Menggali Api Pancasila'. Suatu ungkapan yang cukup jujur dari seorang orator besar.Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya.Ia adalah seorang cendekiawan yang meninggalkan ratusan karya tulis dan beberapa naskah drama yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbitkan dengan judul "Dibawah Bendera Revolusi", dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul "Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme" adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang pemuda berumur 26 tahun.Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan tak suka tempat tertutup.Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat itu, bercerita. "Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, 'Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.... Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah."Dalam bagian lain disebutkan, "Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil... Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu... Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu."

Anti ImperialismePada 17 Mei 1956. Bung Karno mendapat kehormatan menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat. Sebagaimana dilaporkan New York Times (halaman pertama) pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih ia menyerang kolonialisme."Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme, telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Tetapi, perjuangan itu masih belum selesai. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?" pekik Soekarno ketika itu.Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara "kata" dan "fakta" politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.

Tokoh KontroversialSebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang "kurang islami". Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok "nasionalis sekuler".Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di dalam negeri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, "lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa' allatiy ja'alha al-Qur'an sya'ana min syu'un al-mu'minin" (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).Tatkala memuncak ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina ketika itu, pers sensasional Arab menyambut Bung Karno, "Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba". Begitu pula, Tahta Suci Vatikan memberikan tiga gelar penghargaan kepada presiden dari Republik yang mayoritas Muslim itu.Memang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): "Gaya religius Soekarno adalah gaya Soekarno sendiri." Betapa tidak? Kepada Louise Fischer, Bung Karno pernah mengaku bahwa ia sekaligus Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mata pengamat seperti Geertz, pengakuan semacam itu dianggap sebagai "bergaya ekspansif seolah-olah hendak merangkul seluruh dunia". Sebaliknya, ungkapan semacam itu-pada hemat BJ Boland dalam The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1982)- "hanya merupakan perwujudan dari perasaan keagamaan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa". Bagi penghayatan spiritual Timur, ucapan itu justru "merupakan keberanian untuk menyuarakan berbagai pemikiran yang mungkin bisa dituduh para agamawan formalis sebagai bidah".

Sistem PolitikSoekarno memiliki pandangan mengenai sistem politik yang didukungnya adalah yang paling "cocok" dengan "kepribadian" dan "budaya" khas bangsa Indonesia yang konon mementingkan kerja sama, gotong-royong, dan keselarasan. Dalam retorika, ia mengecam "individualisme" yang katanya lahir dari liberalisme Barat. Individualisme itu melahirkan egoisme, dan ini terutama dicerminkan oleh pertarungan antarpartai.Lalu ia mencetuskan Demokrasi Terpimpin. Dalam berpolitik Soekarno mementingkan politik mobilisasi massa, ia bersimpati pada gerakan-gerakan anti-imperialisme, dan mungkin sebagai salah satu konsekuensinya, penerimaannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor politik yang sah, pendukung konsepsi demokrasi terpimpin. Jadi ia mencanangkan sistem politik yang berwatak anti-liberal dan curiga pada pluralisme politik. Ia mementingkan "persatuan" demi "revolusi".Pada tahun 1950-an, Indonesia memang ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh sistem demokrasi parlementer. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Pemilu 1955-yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI- hingga kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai itu adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana Menteri. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.Kenyataan ini membuat Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah. Kemudian, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara. e-ti | crs, dari berbagai sumberSumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiriCopyright tokohindonesia.com

02 | Bung Karno sebagai Guru BangsaDi antara banyak predikat yang telah diberikan kepada Bung Karno, patutlah kiranya pada peringatan ulang tahunnya yang ke-102 ini ia juga dikenang sebagai guru bangsa. Sebagai pencetus maupun komunikator, banyak pemikiran penting telah menjadi sumbangan pendidikan tak terhingga bagi negara-bangsa ini.Layaknya seorang guru yang cakap, ia mampu menyampaikan gagasan-gagasan penting dengan lancar, penuh imajinasi, dan komunikatif. Di tangannya, topik-topik bahasan yang sebenarnya berat menjadi gampang dicerna, mudah dipahami masyarakat luas.Ingat, misalnya, saat secara berkala pada tahun 1958-1959 ia memberikan rangkaian "kuliah" guna menjelaskan kembali sila demi sila dari Pancasila sebagai dasar negara, masing-masing satu sila setiap kesempatan "tatap muka." Pada 26 Mei 1958 ia memulai rangkaian itu dengan memberi kuliah tentang pengertian umum Pancasila. Setelah menyampaikan penjelasan tentang berbagai bentuk kapitalisme dan perlawanan terhadapnya, ia menekankan bahwa Pancasila bukan hanya merupakan pandangan hidup, melainkan juga alat pemersatu bangsa.Kuliah pembukaan itu disusul kuliah-kuliah serupa lain yang biasanya diadakan di Istana Negara dan disiarkan langsung melalui radio ke seluruh penjuru Tanah Air. Berbeda dengan pidato-pidato Bung Karno di depan massa yang biasanya berapi-api membakar semangat rakyat, kuliah-kuliah ini berjalan lebih rileks dan komunikatif.

Dengan kuliah-kuliah itu tampaknya Bung Karno ingin sekaligus mengingatkan, Istana Negara bukan tempat sangar atau sakral yang hanya boleh dimasuki presiden dan pejabat maha penting negeri ini, tetapi Istana milik rakyat, tempat masyarakat belajar mengenai banyak hal, termasuk dasar negara. Ia ingin menjadikan Istana (dan mungkin Indonesia umumnya) sebagai "ruang kuliah" di mana terselenggara proses belajar-mengajar antara masyarakat dan pemimpinnya.

Teori dan praksisDari teori-teori filsafat dan politik serta acuan-acuan historis yang digunakan dalam mengurai sila-sila Pancasila, tampak pengetahuan Soekarno amat luas dan dalam. Dalam uraian-uraiannya, tidak jarang ia menyitir pikiran Renan, Confusius, Gandhi, atau Marx. Dengan begitu, ia seolah ingin menunjukkan dan memberi contoh, tiap warga negara perlu terus memperluas pengetahuannya. Meski ia sendiri sebenarnya dididik sebagai orang teknik, namun amat akrab dengan ilmu-ilmu sosial, terutama filsafat, sejarah, politik, dan agama.Dalam salah satu kuliahnya Bung Karno menyinggung kembali pertemuan dan dialognya dengan petani miskin Marhaen. Dialog sendiri sudah berlangsung jauh sebelumnya, tetapi ia masih mampu mengingat dan menggambarkan amat jelas. Ini menandakan, Soekarno menaruh perhatian pada perjumpaannya dengan wong cilik, rakyat jelata, dan ingin menjadikannya sebagai titik tolak perjuangan bersama guna membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu kemiskinan dan ketidakadilan. Baginya retorika memperjuangkan rakyat yang tidak disertai perjumpaan-perjumpaan langsung dengan rakyat adalah omong kosong.Dengan kata lain, sebagai guru bangsa ia tak suka hanya berkutat di dunia teori, tetapi juga menceburkan diri ke realitas kehidupan sehari-hari bangsanya. Bung Karno selalu berupaya keras mempertemukan "buku" dengan "bumi," menatapkan teori-teori sosial-politik dengan realitas keseharian manusia Indonesia yang sedang ia perjuangkan.Bung Karno terus mempererat kaitan teori dan praksis, refleksi dan aksi. Mungkin inilah salah satu faktor yang membedakannya dari pemimpin lain, baik yang sezamannya maupun sesudahnya.Perlu diingat, lepas dari apakah orang setuju atau tidak dengan uraian dan gagasannya, satu hal tak dapat diragukan tentang Soekarno: ia bukan seorang pejabat yang korup. Sulit dibayangkan, Soekarno suka menduduki posisi-posisi tertentu di pemerintahan karena ingin mencuri uang rakyat atau menumpuk kekayaan untuk diri sendiri.

Perjuangan Soekarno adalah perjuangan tulus, yang disegani bahkan oleh orang-orang yang tak sepaham dengannya. Karena itu, tak mengherankan betapapun ruwetnya ekonomi Indonesia di bawah pemerintahaannya, tak terlihat kecenderungan pejabat-pejabat pemerintah di zaman itu yang tanpa malu korupsi atau berkongkalikong menjual sumber-sumber alam milik rakyat.

Absennya guru-guru lainBagaimanapun juga, sebagai seorang manusia Bung Karno bukan tanpa kelemahan. Dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara, misalnya, ia tampak "menikmati" posisinya sehingga ada kesan ia tak lagi menempatkan diri sebagai seorang pelayan publik dalam tata masyarakat demokratis. Sebagai presiden seharusnya ia menyadari kedudukannya sebagai seseorang yang menjabat sejauh rakyat memberi mandat padanya, itu pun disertai batasan masa jabatan tertentu.Rupanya Bung Karno tidak terlalu menghiraukan hal itu. Karenanya ketika tahun 1963 diangkat sebagai presiden seumur hidup, ia tidak menolak. Sebagai seorang guru yang memandang negerinya sebagai sebuah "ruang kuliah" raksasa dan rekan-rekan sebangsanya sebagai "murid-murid" yang patuh, terkesan Bung Karno tak memerlukan adanya "guru-guru" lain. Ia tak keberatan akan keberadaan mereka, tetapi-sadar atau tidak-"gaya mengajar"-nya mendorong tokoh-tokoh lain yang potensial untuk juga menjadi guru bangsa terpaksa menyingkir atau tersingkir.Kita belum lupa ketika pada 1 Desember 1956 Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden. Kita juga masih ingat bagaimana orang-orang dekat Bung Karno-seperti Sjahrir, Amir Syarifuddin, Tan Malaka, Moh Natsir, dan lainnya-satu per satu menjauh darinya.Pada pertengahan 1950-an rupanya perhatian Bung Karno yang begitu besar kepada posisinya sendiri membuatnya kurang menyadari bahwa dampak Perang Dingin telah kian jauh merasuki Indonesia. Kemenangan PKI dalam Pemilu 1955 dan pemilu daerah tahun 1957, misalnya, telah benar-benar mempengaruhi perhatian dan kebijakan para pelaku utama Perang Dingin terhadap Indonesia.Di satu pihak, Cina dan Uni Soviet menyambut kemenangan itu dengan gembira karena menandakan kian meluasnya komunisme di Indonesia. Di lain pihak, bagi AS dan sekutunya, kemenangan itu meningkatkan ketakutan mereka bahwa Indonesia akan "lepas" dari lingkaran pengaruh Barat. Dalam pola pikiran teori domino, lepasnya Indonesia akan berarti terancamnya kepentingan-kepentingan Barat di Asia Tenggara.Sedikit demi sedikit panggung ketegangan pun dibangun. Tahun 1965-1966 panggung itu dijadikan arena pertarungan berdarah antara PKI dan unsur-unsur bersenjata yang didukung Barat. Bung Karno sadar, tetapi terlambat. Dengan gemetar ia terpaksa menyaksikan ratusan ribu rakyat yang ia cintai dibantai secara terencana dan brutal.Sedikit demi sedikit ia dijepit. Akhirnya guru bangsa yang besar ini disingkirkan dari panggung kekuasaan. Ia pun wafat sebagai seorang tahanan politik yang miskin, di negeri yang kemerdekaannya dengan gigih ia perjuangkan.Akhir hidup Bung Karno memang memilukan. Tetapi ajaran-ajarannya sebagai guru bangsa tetap relevan dan penting untuk negara-bangsa ini. Orang dapat belajar tidak hanya dari apa yang dikatakan, tetapi juga dari tindakan, berikut keunggulan dan kelemahannya. Kita berharap kaum muda negeri ini tak jemu untuk terus belajar dari sejarah, termasuk dari Bung Karno sebagai guru bangsa. (*Dr Baskara T Wardaya SJ Mengajar di Jurusan Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta).Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiri?start=1#contentCopyright tokohindonesia.com

03 | Soekarno MenggugatTidak banyak diketahui umum bahwa tahun 1965-1967 Presiden Soekarno sempat berpidato paling sedikit sebanyak 103 kali. Yang diingat orang hanyalah pidato pertanggungjawabannya, Nawaksara, yang ditolak MPRS tahun 1967. Dalam memperingati 100 tahun Bung Karno, tahun 2001 telah diterbitkan kumpulan pidatonya. Namun, hampir semuanya disampaikan sebelum peristiwa G30S 1965.Kumpulan naskah ini diawali pidato 30 September 1965 malam (di depan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta) dan diakhiri pidato 15 Februari 1967 (pelantikan beberapa Duta Besar RI). Pidato-pidato Bung Karno (BK) selama dua tahun itu amat berharga sebagai sumber sejarah. Ia mengungkapkan aneka hal yang ditutupi bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru. Dari pidato itu juga tergambar betapa sengitnya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Di pihak lain, terlihat pula kegetiran seorang presiden yang ucapannya tidak didengar bahkan dipelintir. Soekarno marah. Ia memaki dalam bahasa Belanda.Konteks pidato Periode 1965-1967 dapat dilihat sebagai masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Dalam versi pemerintah, masa ini dilukiskan sebagai era konsolidasi kekuatan pendukung Orde Baru (tentara, mahasiswa, dan rakyat) untuk membasmi PKI sampai ke akarnya serta pembersihan para pendukung Soekarno.

Mulai tahun 1998 di Tanah Air dikenal beberapa versi sejarah yang berbeda. Selain menonjolkan keterlibatan pihak asing seperti CIA, juga muncul tudingan terhadap keterlibatan Soeharto dalam "kudeta merangkak", yaitu rangkaian tindakan dari awal Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dan ditetapkannya Soeharto sebagai pejabat Presiden tahun 1967. "Kudeta merangkak" terdiri dari beberapa versi (Saskia Wieringa, Peter Dale Scott, dan Subandrio) dan beberapa tahap.Substansi pidato Setelah peristiwa G30S, Soekarno berusaha mengendalikan keadaan melalui pidato-pidatonya."Saya komandokan kepada segenap aparat negara untuk selalu membina persatuan dan kesatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner. Dua, Menyingkirkan jauh-jauh tindakan-tindakan destruktif seperti rasialisme, pembakaran-pembakaran, dan perusakan-perusakan. Tiga, menyingkirkan jauh-jauh fitnahan-fitnahan dan tindakan-tindakan atas dasar perasaan balas dendam."Ia juga menyerukan "Awas adu domba antar-Angkatan, jangan mau dibakar. Jangan gontok-gontokan. Jangan hilang akal. Jangan bakar-bakar, jangan ditunggangi". Dalam pidato ia menyinggung Trade Commission Republik Rakyat Tiongkok di Jati Petamburan yang diserbu massa karena ada isu Juanda meninggal diracun dokter RRT. Padahal, beliau wafat akibat serangan jantung. Soekarno menentang rasialisme yang menjadikan warga Tionghoa sebagai kambing hitam.Dalam pidato 20 November 1965 di depan keempat panglima Angkatan di Istana Bogor BK mengatakan, "Ada perwira yang bergudul. Bergudul itu apa? Hei, Bung apa itu bergudul? Ya, kepala batu." Tampaknya ucapannya itu ditujukan kepada Soeharto. Pada kesempatan yang sama Soekarno menegaskan, "Saya yang ditunjuk MPRS menjadi Panglima Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio. Bukan Leimena. Bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto, dan seterusnya (berbeda dengan nama tokoh lain, Soeharto disebut dua kali dan secara berturut-turut).Mengapa Soekarno tak mau membubarkan PKI, padahal ini alasan utama kelompok Soeharto menjatuhkannya dari presiden. Karena dia konsisten dengan pandangan sejak tahun 1925 tentang Nas (Nasionalisme), A (Agama), dan Kom (Komunisme). Dalam pidato ia menegaskan, yang dimaksudkan dengan Kom bukanlah Komunisme dalam pengertian sempit, melainkan Marxisme atau lebih tepat "Sosialisme". Meskipun demikian Soekarno bersaksi "saya bukan komunis". Bung Karno juga mengungkapkan keterlibatan pihak asing yang memberi orang Indonesia uang Rp 150 juta guna mengembangkan "the free world ideology". Ia berseru di depan diplomat asing di Jakarta, "Ambassador jangan subversi."

Tanggal 12 Desember 1965 ketika berpidato dalam rangka ulang tahun Kantor Berita Antara di Bogor, Presiden mengatakan tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Demikian pula tidak ada mata yang dicungkil seperti ditulis pers.Peristiwa pembantaian di Jawa Timur diungkapkan Soekarno dalam pidato di depan HMI di Bogor 18 Desember 1965. Soekarno mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan sadis, orang bahkan tidak berani menguburkan korban."Awas kalau kau berani ngrumat jenazah, engkau akan dibunuh. Jenazah itu diklelerkan saja di bawah pohon, di pinggir sungai, dilempar bagai bangkai anjing yang sudah mati."Dalam kesempatan sama, Bung Karno sempat bercanda di depan mahasiswa itu, "saya sudah 65 tahun meski menurut Ibu Hartini seperti baru 28 tahun. Saya juga melihat Ibu Hartini seperti 21 tahun."Gaya bahasa Soekarno memang khas. Ia tidak segan memakai kata kasar tetapi spontan. Beda dengan Soeharto yang memakai bahasa halus tetapi tindakannya keras. Di tengah sidang kabinet, di depan para Menteri, Presiden Soekarno tak segan mengatakan "mau kencing dulu" jika ia ingin ke belakang . Ketika perintahnya tidak diindahkan, ia berteriak "saya merasa dikentuti". Pernah pula ia mengutip cerita Sayuti Melik tentang kemaluannya yang ketembak. Namun, di lain pihak ia mahir menggunakan kata-kata bernilai sastra, "Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."Dalam pidato 30 September 1965 ia sempat mengkritik pers yang kurang tepat dalam menulis nama anak-anaknya. Nama Megawati sebetulnya Megawati Soekarnaputri, bukan Megawati Soekarnoputri. Demikian pula dengan Guntur Soekarnaputra.

Di balik pidatoApa yang disampaikan Soekarno dalam pidato-pidatonya merupakan bantahan atas apa yang ditulis media. Monopoli informasi sekaligus monopoli kebenaran adalah causa prima dari Orde Baru. Umar Wirahadikusumah mengumumkan jam malam mulai 1 Oktober 1965, pukul 18.00 sampai 06.00 pagi, dan menutup semua koran kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Koran-koran lain tidak boleh beredar selama seminggu. Waktu sepekan ini dimanfaatkan pers militer untuk mengampanyekan bahwa PKI ada di belakang G30S.

Meski masih berpidato dalam berbagai kesempatan, pernyataan BK tidak disiarkan oleh koran-koran. Bila Ben Anderson di jurnal Indonesia terbitan Cornell mengungkapkan hasil visum et repertum dokter bahwa kemaluan jenderal tidak disilet dalam pembunuhan di Lubang Buaya 1 Oktober 1965, jauh sebelumnya Soekarno dengan lantang mengatakan, 100 silet yang dibagikan untuk menyilet kemaluan jenderal itu tidak masuk akal.Dalam pidatonya terdengar keluhan. Misalnya, di Departemen P dan K orang-orang yang mendukung BK dinonaktifkan. Sebetulnya seberapa drastiskah merosotnya kekuasaan yang dipegangnya?Presiden Soekarno masih sempat melantik taruna AURI dan berpidato dalam peringatan 20 tahun KKO. Paling sedikit Angkatan Udara, Marinir, dan sebagian besar tentara Kodam Brawijaya masih setia kepada Bung Karno. Tetapi kenapa ia hanya sekadar berseru "jangan gontok-gontokan antarangkatan bersenjata". Kenapa ia tidak memerintahkan tentara yang loyal kepadanya untuk melawan pihak yang ingin menjatuhkannya?Soekarno tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama bangsa. Dalam skala tertentu, yang tidak diharapkan Bung Karno itu telah terjadi setelah ia meninggal . Demikian pula yang kita lihat hari ini di Aceh. Sebuah wilayah yang pada tahun 1945 para ulamanya menyerukan rakyat mereka untuk berdiri di belakang Bung Karno. (*Dr Asvi Warman Adam Sejarawan LIPI)Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiri?start=2Copyright tokohindonesia.com

04 | 105 Tahun Bung KarnoBertepatan dengan 105 tahun kelahirannya hari ini dan 35 tahun kematiannya sebentar lagi, apa kira-kira reaksi Ir Soekarno, salah satu Proklamator Republik Indonesia jika ia diberikan kesempatan untuk "bangkit kembali dari kuburnya" dan melihat situasi bangsa dan negara?Tidak salah lagi, air mata Soekarno akan mengucur tiada hentinya. Banyak sekali yang akan ditangisinya, tetapi yang utama adalah hancurnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada saat ini.Soekarno mewariskan bangsanya dengan berbagai ajaran yang digalinya sejak ia berjuang pada usia muda. Namun, jika kita teliti secara saksama, ajaran pokok yang selalu didengung-dengungkan hingga menjelang wafatnya adalah persatuan bangsa.Tatkala memberikan sambutannya pada sidang kabinet 15 Januari 1966 di Istana Merdeka, Presiden Soekarno bercerita, "Aku ini dari kecil mula...yang menjadi gandrung saya bahkan yang saya derita untuknya, yang saya dimasukkan dalam penjara untuknya, yang saya dibuang di dalam pembuangan untuknya, bahkan pernah yang saya hampir-hampir saja didrel mati di Brastagi...untuk bangsa, Tanah Air, kemerdekaan dan negara.... Bangsa harus menjadi bangsa yang kuat dan besar. Oleh karena itulah belakangan ini selalu saya menangis, bahkan donder-donder, marah-marah. He, bangsa Indonesia, jangan gontok-gontokan!"Persatuan Indonesia. Itulah cita-cita paling mendasar yang diperjuangkan oleh Soekarno. Ketika Pancasila masih dalam tahap draf, persatuan Indonesia dijadikan sila pertama. Tanpa persatuan, kata Soekarno, suatu bangsa mustahil bisa maju membangun dirinya. Ia kerap menyitir ucapan Arnold Toynbee bahwa "A great civilization never goes down unless it destroy itself from within". Atau ucapan Abraham Lincoln yang tersohor itu, "A nation divided against itself, cannot stand". Mana ada bangsa yang bisa bertahan jika terpecah belah di dalamnya?

Disintegrasi totalKetika kita mengenang 105 tahun (Soekarno lahir 6 Juni 1901) kelahiran Soekarno, Indonesia sesungguhnya sedang berjalan menuju kehancuran atau disintegrasi total. Faktor pokoknya karena bangsa ini hidup dalam situasi anomali atau valueless state. Di satu sisi kita sudah meninggalkan Pancasila sebagai pandangan hidup, walau teoritis masih mengakuinya sebagai ideologi, di sisi lain nilai penggantinya belum diformalkan. Memang kita sedang bereksperimen dengan liberalisme (plus kapitalisme sebagai anak kandungnya), tetapi banyak elemen masyarakat yang menolak ideologi tersebut.Soekarno pasti tahu bahwa para penggantinya telah mengobrak-abrik semua jerih payah yang diperjuangkannya lebih dari setengah abad. Ketika ia "memberikan" Supersemar kepada Jenderal Soeharto, diktum pertamanya antara lain berbunyi "melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi". Namun, Soeharto dengan bantuan para pemikir dari "Mafia Berkeley", segera meninggalkan ajaran Trisakti Soekarno dengan merangkul liberalisme dalam pembangunan ekonomi. Akibatnya, semakin lama membangun dirinya, bangsa kita semakin bergantung pada utang luar negeri, suatu realita yang nyata-nyata mencederai "sakti" kedua dari Trisakti.Setelah Soeharto jatuh, Habibie naik panggung. Di mata Soeharto, Habibie pun seorang pengkhianat. Semua orang tahu kalau Habibie anak didik Soeharto. Namun, Soeharto kabarnya menangis karena menilai Habibie menghancurkan apa yang sudah dibangunnya selama 30 tahun lebih. Dosa paling besar Habibie di mata Soeharto ialah menjalankan konsep otonomi daerah yang kebablasan. Menurut teori negara, dalam suatu unitary state (negara kesatuan), kekuasaan atau kewenangan kepada daerah sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat.Ketika daerah tingkat II diberikan otonomi seperti diatur dalam UU Otonomi Daerah yang dibuat pada rezim Habibie, kendali pusat terhadap daerah pun lemah. Akibatnya, daerah kemudian menjadi "raja-raja" yang setiap saat dapat menyepelekan perintah pusat. Nasionalisme kini berganti menjadi regionalisme. Peraturan daerah (perda) kadang lebih berkuasa daripada undang-undang sekalipun. Kini tidak kurang 20 daerah, baik tingkat I maupun II, yang sudah mengeluarkan perda yang bernapaskan asas lain dari Pancasila. Toh, pusat mendiamkan saja.Pada era Habibie itu juga, persatuan Indonesia mulai digerogoti. Sejumlah elemen radikal yang sebelumnya diburu oleh Soeharto diberikan kebebasan untuk kembali ke Indonesia. Satu per satu organisasi kemasyarakatan berasaskan ajaran radikal berdiri. Teror bom mulai bermunculan di mana-mana.Quasi negara federal Liberalisme seolah mencapai puncaknya pada era Gus Dur. Nama Irian Jaya diganti menjadi Papua. Gus Dur pun sempat menyatakan persetujuannya atas referendum di Aceh. Istilah "rakyat Aceh", "rakyat Riau", "rakyat Kalimantan Timur", dan "rakyat Madura" dipakai bebas tanpa menyadari implikasinya terhadap pelaksanaan sila ke-2 Pancasila.Ironisnya, Megawati Soekanoputri pun sebenarnya telah mengkhianati bapaknya sendiri. Dosa paling besar Ibu Mega, dari perspektif Pancasila dan ajaran Bung Karno, adalah sikapnya yang mendukung amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Hasil empat kali amandemen UUD 1945 adalah puncak kemenangan dari unsur-unsur kekuatan, baik lokal maupun global, yang memang ingin memecah belah bangsa Indonesia.Di bawah naungan "UUD 2002", Indonesia sesungguhnya bukan lagi negara kesatuan, tetapi quasi negara federal. Di bawah pemerintahan Megawati juga, proses privatisasi digenjot habis-habisan. Hasilnya sudah sama-sama kita ketahui, sebagian besar perusahaan unggulan kita, baik swasta mupun BUMN, kini sudah dikuasai asing. Lagi-lagi suatu pengingkaran telanjang terhadap "sakti" kedua dari ajaran Trisakti Bung Karno.Proses disintegrasi seolah mencapai momentum emas pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Tindak anarkis dan menginjak-injak hukum yang kerap dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat dibiarkan saja. Penegakan hukum kian lemah. Tancapan pengaruh asing di bidang ekonomi, antara lain dimanifestasikan dalam kasus Blok Cepu dan pencemaran lingkungan oleh Newmont, semakin kokoh. Kedaulatan kita sebagai bangsa juga merosot. Kita sungguh tidak mengerti mengapa bantuan kemanusiaan Amerika untuk korban gempa Yogya harus dikawal oleh puluhan serdadu marinir berseragam yang bersenjata lengkap layaknya mau bertempur.Ya, Soekarno pada usianya yang 105 tahun sedang menangis dari liang kuburnya karena melihat ajaran-ajarannya diinjak-injak oleh para penerusnya! (Kompas, 6 Juni 2006, Tjipta Lesmana, Anggota Komisi Konstitusi dan Mantan Dosen Pancasila di Berbagai Universitas)Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiri?start=3Copyright tokohindonesia.com

05 | Bung Karno Putra Sang Fajar"Aku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri...Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah ahli-warisnya." Ir. Soekarno menuturkan kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.Putra sang fajar yang lahir di Surabaya, 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai, diberi nama kecil, Koesno. Ir. Soekarno, 44 tahun kemudian, menguak fajar kemerdekaan Indonesia setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh penjajah-penjajah asing.Soekarno hidup jauh dari orang tuanya di Blitar sejak duduk di bangku sekolah rakyat, indekos di Surabaya sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ia tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Jiwa nasionalismenya membara lantaran sering menguping diskusi-diskusi politik di rumah induk semangnya yang kemudian menjadi ayah mertuanya dengan menikahi Siti Oetari (1921).Soekarno pindah ke Bandung, melanjutkan pendidikan tinggi di THS (Technische Hooge-School), Sekolah Teknik Tinggi yang kemudian hari menjadi ITB, meraih gelar insinyur, 25 Mei 1926. Semasa kuliah di Bandung, Soekarno, menemukan jodoh yang lain, menikah dengan Inggit Ganarsih (1923).Soekarno muda, lebih akrab dipanggil Bung Karno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia), 4 Juni 1927. Tujuannya, mendirikan negara Indonesia Merdeka. Akibatnya, Bung Karno ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah Hindia Belanda. Ia dijeboloskan ke penjara Sukamiskin, Bandung, 29 Desember 1949.

Di dalam pidato pembelaannya yang berjudul, Indonesia Menggugat, Bung Karno berapi-api menelanjangi kebobrokan penjajah Belanda.Bebas tahun 1931, Bung Karno kemudian memimpin Partindo. Tahun 1933, Belanda menangkapnya kembali, dibuang ke Ende, Flores. Dari Ende, dibuang ke Bengkulu selama empat tahun. Di sanalah ia menikahi Fatwamati (1943) yang memberinya lima orang anak; Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati dan Guruh Soekarnoputri.Soekarno adalah seorang cendekiawan yang meninggalkan ratusan karya tulis dan beberapa naskah drama yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbitkan dengan judul Dibawah Bendera Revolusi, dua jilid. Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut, tulisan pertamanya (1926), berjudul, Nasionalisme, Islamisme, dan Marxism, bagian paling menarik untuk memahami gelora muda Bung Karno.Tahun 1942, tentara pendudukan Belanda di Indonesia menyerah pada Jepang. Penindasan yang dilakukan tentara pendudukan selama tiga tahun jauh lebih kejam. Di balik itu, Jepang sendiri sudah mengimingi kemerdekaan bagi Indonesia.Penyerahan diri Jepang setelah dua kota utamanya, Nagasaki dan Hiroshima, dibom atom oleh tentara Sekutu, tanggal 6 Agustus 1945, membuka cakrawala baru bagi para pejuang Indonesia. Mereka, tidak perlu menunggu, tetapi merebut kemerdekaan dari Jepang.Setelah persiapan yang cukup panjang, dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs Muhammad Hatta, mereka memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 52 (sekarang Jln. Proklamasi), Jakarta.Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiri?start=4Copyright tokohindonesia.com

06 | Gelora Politik RevolusionerFase pertama pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Bung Karno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.Kepemimpinan Bung Karno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut politik.Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Bung Karno membiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR (DPGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945.Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi baru menggantikan UUD 1945, Bung Karno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan Bung Karno. Pemilu tersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI.Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi morat-marit. Sementara itu, para pemimpin Masjumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Kemudian, Bung Karno membubarkan kedua partai tersebut.Pada fase kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOMNasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM.Namun di tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Saat itu yang menjadi Panglima Komando Mandala (pembebasan Irja) adalah Mayjen Soeharto.Tahun 1964-965, Bung Karno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris.Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Bung Karno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri. Kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali.Menyadari kondisi tersebut, Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukan Pak Harto, sejalan dengan tuntutan rakyat ketika itu, membubarkan PKI. (Selengkapnya baca: Pak Harto Terkait G-30-S/PKI?)Bung Karno, setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggungjawaban di dalam sidang istimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawaban Bung Karno ditolak. Kemudian Pak Harto diangkat selaku Pejabat Presiden. Pak Harto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI yang Kedua, Maret 1968.Sementara pembangunan ekonomi, selama 22 tahun Indonesia merdeka, praktis dikesampingkan. Kalaupun ada, pembangunan ekonomi dilaksanakan secara sporadis, tanpa panduan APBN. Pembangunan dilakukan hanya dengan mengandalkan dana pampasan perang Jepang.Dari dana pampasan perang itu, Bung Karno membiayai pembangunan fisik, antara lain, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Gedung Sarinah, Stadion Senayan, Bendungan Jatiluhur, Hotel Samudra Beach, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Bali Beach dan Sanur Beach di Bali.Juga memulai membangun Gedung MPR/DPR, Tugu Monas dan Masjid Agung Istiqlal yang kemudian dirampungkan dalam era pemerintahan Pak Harto. Emas murni di pucuk Monas yang tadinya disebut 35 kilogram ternyata hanya 3 kilogram, kemudian disempurnakan pada era pemerintahan Orde Baru. e-ti | crs-sh, dari berbagai sumberSumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/243-berdiri-di-atas-kaki-sendiri?start=5Copyright tokohindonesia.com

Masa kecil dan remaja

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[3] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[3] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.[3] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[7] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[3]Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[3] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[7] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[3] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur.[3] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[3] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[3] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[3] Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[3] Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[3] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[7]Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[8], bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921[9], setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[9] dan tamat pada tahun 1926.[10] Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.[11] Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[11] Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo[12], selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.[12]Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[3] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.3 ^abcdefghijklmnopqrsKasenda, Peter (2010).Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933. Komunitas Bambu, Jakarta. ISBN 979-3731-77.Halaman 11, 81.7 ^abcdefghijklmnopqrstKisah Istimewa Bung Karno. Kompas Media Nusantara. 2010.ISBN 978-979-709-503-1.Halaman 4-6, 247-251.\8 ^(Belanda)"Nieuwe Rotterdamsche Courant", edisi 15 Juli 1921.9 ^abGoenarso (1995:38)10 ^abcde(Inggris)Brown, Colin (2007).Sukarno. Microsoft Student 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation.11 ^abGoenarso (1995:37)12 ^abSakri (1979b:167)

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno