bio zoologi

Upload: ayuk-piyuk

Post on 14-Jul-2015

183 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Selasa, 05 Januari 2010Orientasi gerakan pada larva lalat rumahSebagian besar insekta tanggap terhadap respon cahaya. Ada yang memberikan respon positif dan adapula yang memberikan respon negatif. Pada sebagian insekta cahaya hanya memberikan dorongan untuk melakukan suatu gerakan sedangkan pada sebagian lain cahaya juga mempengaruhi orientasi gerakannya. Gerakan yang berorientasi pada suatu sumber stimulus disebut dengan taksis. Sedangkan respon yang diberikan oleh hewan yang hanya memiliki reseptor tunggal (misalnya larva lalat rumah) disebut klinotaksis. Klinotaksis dibagi menjadi dua yaitu klinotaksis positif dan klinotaksis negatif. Klinotaksis positif merupakan respon yang mendekati stimulus, sedangkan klinotaksis negatif merupakan respon yang menjauhi stimulus (Anonim, 2005). Reseptor cahanya tunggal pada larva lalat rumah berada pada bagian atas dan agak ke belakang dari mulut. Reseptor ini merupakan sekumpulan kecil sel peka terhadap cahaya (Barnett, 1981 dalam Susilowati, dkk., 1999). Sebagian dari mata tersebut terdapat perisai yang melindungi mata dari cahaya. Perisai ini terletak pada bagian belakang mata dan jika terkena cahaya akan menimbulkan bayang-bayang yang diterima oleh sel-sel yang sensitive terhadap cahaya. Agar bayang-bayang jatuhnya tepat, maka dikoreksi oleh gerakan larva tersebut. Menurut Koptal (1980) dalam Susilowati, dkk. (1999) reseptor tersebut berbentuk konus dan berfungsi sebagai alat sensorik yang disebut sebagai optic tubercle (mata sederhana). Dilakukan percobaan pada larva yang diberi tiga perlakuan berbeda yaitu cahaya yang arah datangnya miring, dari dua arah dan yang arah datangnya tegak lurus. Dari ketiga perlakuan diatas, hamper seluruh respon yang diperlihatkan larva adalah bergerak menjauhi sumber cahaya. Hal ini dapat terjadi karena cahaya memiliki suhu yang tinggi sedangkan larva tidak tahan dengan suhu tinggi dan yang paling penting mata sederhana larva hanya peka terhadap cahaya yang lemah. Pada intensitas cahaya yang tinggi, kepekaan mata akan menurun sehingga larva akan cenderung untuk bergerak menuju intensitas cahaya yang lebih lemah. Dengan kata lain, respon yang diberikan oleh larva yang berupa gerakan berpindah tempat menjauhi sumber cahaya disebut fotoklinotaksis negatif. Sebelum meninggalkan sumber cahaya, larva menlehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Hal ini merupakan cara larva untuk mengetahui intensitas cahaya di sampingnya sehingga larva dapat menentukan kemana arah perginya. Cara larva berbalik arah dari cahaya yang datang dari satu arah, maka larva akan menoleh ke arah yang berlawanan dari arah tersebut kemudian berjalan dengan cepat ke arah yang berlawanan dengan arah cahaya. Pada perlakuan cahaya yang datang dari dua arah, larva bergerak lurus menjauhi titik potong cahaya. Pada saat salah satu lampu dimatikan, larva berbelok menjauhi sumber cahaya yang masih menyala. Pada perlakuan cahaya tegak, larva menoleh ke kanan kemudian lampu dinyalakan, dan saat menoleh ke kiri lampu dimatikan. Larva memberi respon dengan bergerak ke kiri. Hal ini terjadi karena cahaya jatuh pada mata larva yang terdiri dari sekelompok sel yang peka terhadap cahaya. Saat cahaya mengenai mata maka akan terbentuk bayang-bayang yang akan diterima oleh sel sensitive. Agar bayang-bayang jatuhnya tepat maka dikoreksi oleh gerakan larva tersebut.

Mata larva bersifat peka terhadap cahaya lemah dan kepekaannya berkurang pada cahaya yang kuat dan menghasilkan panas yang lebih tinggi sedangkan larva tidak tahan panas. Akibatnya larva cenderung untuk memiih intensitas cahaya yang rendah untuk orientasi gerakannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan larva antara lain adalah intensitas cahaya dan suhu. DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2005. Taksis. (Online), (http://www.pengetahuan_alam.com, diakses tanggal 18 Desember 2009). Susilowati, dkk. 1999. Petunjuk Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang: FMIPA UM. Kastawi, Yusuf, dkk. 2000. Zoologi Avertebrata. Malang: JICA. Diposkan oleh lya vita di 01.36 http://lyavita.blogspot.com/2010/01/orientasi-gerakan-pada-larva-lalat.html

Minggu, 10 Januari 2010ORIENTASI PENGLIHATAN LARVA LALAT RUMAHORIENTASI PENGLIHATAN LARVA LALAT RUMAH A.Dasar teori Sebagian besar insekta tanggap terhadap rangsangan cahaya. Ada ayng memeberikan respon secara positif, dan ada yang merespon negatif. Pada sebagian insekta, cahaya hanya memberikan dorongan untuk melakukan gerakan, sedangkan pada sebagian yang sekaligus mempengaruhi orientasi geraknya. Gerakan yang berorientasi pada suatu sumber disebut taksis, sedangkan respon yang diberikan oleh hewan yang hanya memiliki reseptor cahaya tunggal (misalnya larva lalat rumah) disebut klinotaksis. Reseptor cahaya tunggal berada pada bagian atas dan agak ke belakang mulut. Reseptor ini merupakan sekelompok kecil sel yang strukturnya peka terhadap cahaya (Barnett, 1981). Sebagian dari mata tersebut terdapat perisai yang berfungsi melindungi mata dari cahaya. Perisai ini terletak pada bagian belakang mata dan bilah terkena cahaya akan menimbulkan bayang-bayang yang diterimah oleh sel yang sensitif terhadap cahaya. Agar bayang-bayang tepat jatuh pada sel maka dikoreksi oleh gerakan dari larva tersebut. Menurut Koptal (1980) reseptor cahaya tersebut berbentuk konus dan alat sensorik yang sering disebut sebagai optoc tubercle. Pada kegiatan ini diminta untuk mengamati gerakan larva pada saat diberi cahaya yang berasal dari satu arah dan dua arah. B.Bahan dan Alat Bahan yang diginakan dalam praktikum ini adalah larva lalat rumah, kertas karbon, dan

kertas manila. Alat yang dibutuhkan meliputi papan bedah, lampu belajar 40 watt, kuas kecil dan stopwatch. C.Cara kerja 1.Respon larva lalat rumah terhadap sinar yang datangnya miring Letakan kertas karbon diatas papan bedah Tempatkan seekor larva lalat diatas selembar kertas karbon Tempatkan lampu beberapa cm dari larva. Nyalakan lampu sehingga menbentuk sudut 300 dengan kertas karbon Perhatikan gerakan larva lalat rumah tersebut Ulangi perlakuan b sanpai dengan d terhadap 4 ekor larva lalat lainnya 2.Respon larva lalat rumah terhadap dua sinar Atur 2 lampu sehingga sinarnya salain berpotongan Letakan seekor larva lalat rumah pada bagian berpotongan Perhatikan gerakan larva lalat rumah tersebut Matikan nyala lampu secara bergantian tiap 30 detik. Perhatikan gerakan larva lalat tersebut Ulangi perlakuan b sanpai dengan d terhadap 4 ekor larva lalat lainnya

3.Respon larva lalat terhadap sinar yang tegak lurus Tempatkan larva lalat diatas kertas karbon dengansinar yang datang tegak lurus di atas Nyalakan lampu pada saat larva menggoyangkan kepalanya kesuatu arah tertentu dan segera matikan ketika kepalanyan digoyangkan ke sisi yang lain Dengan cara di atas buatlah larva bergerak ke suatu arah tertentu Ulangi perlakuan b sanpai dengan c terhadap 4 ekor larva lalat lainnya D.Data hasil pengamatan 1.Respon larva lalat rumah yang datangnya miring

1 ekor larva lalat rumah Perlakuan; menempatkan lampu bebrapa cm dari larva kemudian menyalakan lampu sehingga membentuk sudut 300 dengan kertas karbon. Respon lalat; mengangkat kepala ke atas berjalan lurus dan menghindari sinar. Berjalan sampai mengangkat kepala ke atas dan menghindari cahaya. 4 ekor larva lalat rumah Perlakuan; menempatkan lampu beberapa cm dari larva kemudian menyalakan lampu sehingga membentuk sudut 300 dengan kertas karbon. Respon lalat; Mengangkat kepala ke atas kemudian berjalan lurus dan menghindari sinar. Berjalan sampai mengangkat kepala ke atas dan menghindari cahaya. 2.Respon larva lalat rumah terhadap dua sinar 1 ekor lalat rumah Perlakuan1; meletakan seekor larva lalat rumah pada bagian perpotongan duasinar lampu. Respon; mengangkat kepala ke atas dan berjalan menghindari cahaya. Perlakuan2; menyalakan lampu secara bergantian tiap 30 detik. Respon; Mengangkat kepala ke atas dan menghindari cahaya. Lampu kiri menyala larva belok ke arah kanan. Lampu kanan nyala larva belok ke arah kanan. 4 ekor larva lalat rumah Perlakuan1; meletakan seekor larva lalat rumah pada bagian perpotongan duasinar lampu. Respon; mengangkat kepala ke atas dan berjalan menghindari cahaya. Perlakuan2; menyalakan lampu secara bergantian tiap 30 detik. Respon; Mengangkat kepala ke atas dan menghindari cahaya. Lampu kiri menyala larva belok ke arah kanan. Lampu kanan nyala larva belok ke arah kanan. 3.Respon larva lalat rumah terhadap sinar yang tegak lurus. 1 ekor larva lalat rumah Perlakuan; menyalakan lampu pada saat menggoyangkan kepalanya ke suatu arah tertentu (kiri) dan segera mematikan ketika kepalanya digoyangkan ke sisi lain (kanan). Respon; Ketika larva lalat rumah bergerak ke arah kiri (lampu yang menyala) maka respon larva akan membelokan kepalanya ke kanan. Ketika lampu segera dimatikan saat kepala digoyangkan ke sisi lain (kanan) maka respon larva adalah kepala larva tetap mengarah ke kanan. 4 ekor larva lalat rumah Perlakuan; menyalakan lampu pada saat menggoyangkan kepalanya ke suatu arah tertentu (kiri) dan segera mematikan ketika kepalanya digoyangkan ke sisi lain (kanan). Respon; Ketika larva lalat rumah bergerak ke arah kiri (lampu yang menyala) maka respon larva akan membelokan kepalanya ke kanan. Ketika lampu segera dimatikan saat kepala digoyangkan ke sisi lain (kanan) maka respon larva adalah kepala larva tetap mengarah ke kanan.

E.Analisis data Pada respon larva lalat rumah yang datangnya miring, respon yang diberikan oleh larva lalat rumah, yaitu; Mengangkat kepala ke atas berjalan lurus dan menghindari sinar dan berjalan sampai mengangkat kepala ke atas dan menghindari cahaya, pada 1 ekor larva lalat rumah dan pada 4 ekor larva lalat rumah respon yang diberikasn sama. Diposkan oleh Brya di 20.53 0 komentarPengendalian Lalat

Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi, suatu saat bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat, terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya. Bahkan belakangan ini, keberadaan lalat telah berhasil memberikan kesan dan pesan tersendiri. Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan berterbangan di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada penyakit lalat (seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi, benarkan lalat tidak perlu memperoleh hati kita (peternak, red.)? Sudah benarkah kita mengabaikannya?

Mengenal Lalat

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat. Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi ilham bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru. Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang sama,

mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.

Visualisasi seekor lalat

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis lalat yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu lingkungan peternakan.

Siklus Hidup Lalat

Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 710 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama 15-25 hari.

Siklus hidup lalat

Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan ancaman tersendiri.

Keberadaan Lalat, Berbahaya?

Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat, seperti halnya penyakit Newcastle disease (ND) yang menyerang ayam? Tentu belum pernah. Lalat sebenarnya bukan suatu agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung sebagai vektor atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya yang banyak terdapat bulu sehingga bibit penyakit (virus, bakteri, protozoa) melekat dan tersebar ke ternak/hewan lain. Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang unik, yaitu lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan tersebut cair baru disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit masuk ke dalam tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi kita tahu dan tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di ransum ayam. Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat hinggap disuatu

tempat, maka + 125.000 bibit penyakit dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 2007). Sungguh mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD (2005) peneliti di fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor lalat yang memiliki berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak 10% dari berat badannya, yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini disebabkan setiap 1 gram virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam. Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama dengan suaminya, yaitu Prof. Drh. R Wasito, M.Sc, PhD seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang sama telah melakukan penelitian peranan lalat terhadap penularan penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat beku yang telah dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari Makasar dan Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung virus AI. Penelitian tersebut saat ini masih berlanjut, untuk mengetahui secara pasti pada posisi manakah peranan lalat tersebut dalam penularan AI. Apakah lalat berperan sebagai vektor mekanik atau vektor biologik? Kita tunggu hasil penelitian berikutnya. Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet atau inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang cacing pita tersebut. Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar bakteri kolera maka lalat tersebut sudah berpotensi menyebarkan kolera pada ayam lainnya.

Larva lalat yang berkembang pada feses yang lembab berpotensi menularkan beberapa bibit penyakit

Selain penyakit, keberadaan lalat juga menjadi penyebab keretakan keharmonisan hubungan sosial antara peternak dengan warga di sekitar lokasi peternakan. Bukan suatu keniscayaan, keberadaan lalat ini menjadi penyebab ditutupnya suatu peternakan. Lalat yang berkembang di peternakan dapat bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan ayam lah yang menjadi sumber munculnya lalat tersebut.

Bagaimana Pengendalian Lalat ?

Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita, sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita. Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang bandel. Keberadaannya di kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah : Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat) Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain itu, lalat juga dapat mengindra frekuensifrekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang mengancam dirinya. Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan lalat.

Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik khusus untuk mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat pun harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi. Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol manajemen, biologi, mekanik dan kimia. Kontrol manajemen

Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat. Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan lalat. Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang untuk mencegah perkembangbiakan lalat.

Lakukan pembersihan feses minimal 1 x seminggu sehingga dapat memutus siklus perkembangbiakan lalat. Hal ini berdasarkan periode waktu lalat bertelur, yaitu setiap minggu (4-7 hari)

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat perkembangbiakan lalat ialah : 1. Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini berdasarkan lama siklus hidup lalat, dimana lalat bertelur setiap seminggu sekali 2. Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai, terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah) 3. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu mengembalikan kemampuan tanah menyerap air 4. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki kondisi genting yang bocor 5. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat 6. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan feses 7. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor 8. Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air mengendap

Selain menjaga feses tetap kering, melakukan sanitasi kandang dengan baik juga menjadi langkah tepat untuk mengendalikan perkembangbiakan lalat. Langkah sanitasi yang dapat dilakukan yaitu : Segera buang atau singkirkan bangkai ayam mati maupun telur yang pecah

Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari kandang

Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi jika kondisinya basah Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin kemudian semprot dengan desinfektan seperti Antisep, Neo Antisep atau Medisep

Kontrol biologi

Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 34 hari tidak bisa menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva lalat telah dibasmi oleh lawan lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan ekosistem kandang. Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae dan Fuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga merupakan lawan lalat. Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu, hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun demikian, keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di kandang juga membantu dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah organik lainnya sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.

Kontrol mekanik

Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi lalat, biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal (aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat untuk mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini. Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang atau ke arah pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka populasi lalat banyak.

Kontrol kimiawi

Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. Sedikit terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera memberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat? Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat. Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan (Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka pemilihan jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat dewasa tidak akan memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva lalat). Perlu kita sadari bersama, keberadaan lalat di dalam kandang seperti fenomena gunung es. Lalat yang berkeliaran dan berterbangan di dalam kandang

hanya 20% sedangkan lalat yang tersembunyi (telur, larva dan pupa) sesungguhnya jauh lebih banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat dewasa akan menjadi lebih sulit karena mobilitas lalat yang tinggi dan kemampuan lalat untuk menghindar (mata majemuk). Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat.

Larvatox, mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa dan lalat tidak akan terbentuk

Untuk mendukung hal itu, Medion telah me-launching sebuah produk dengan kandungan zat aktif (cyromazine) yang ampuh dan efektif untuk membunuh larva lalat, yaitu Larvatox. Aplikasi Larvatox juga mudah, yaitu dicampur dalam ransum. Percobaan potensi dan keamanan Larvatox telah dilakukan oleh intern Medion maupun bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Keledai Keledai November 14, 2007Posted by JalanSutera.com in Blog. trackback Seharusnya keledai tidak mungkin memerosokkan dirinya ke lubang tempat dia pernah terperosok Kita mengenal keledai (Equus asinus) dari peribahasa Hanya keledai yang terperosok dua kali di lubang yang sama. Hewan ini sendiri jarang kita lihat di Indonesia. Palingpaling kita melihatnya di televisi. Meski tubuhnya lebih kecil dibandingkan kuda, keledai dikenal sebagai hewan yang kuat menahan beban berat. Kita juga sering melihat ada keledai yang mengangkut beberapa karung besar yang sedang melintasi daerah pegunungan. Keledai juga bisa dibilang sebagai hewan yang istimewa. Hewan ini disebut-sebut sebagai tunggangan Yesus ketika dia akan memasuki kota Yerusalem. Dia tidak menunggang kuda yang gagah atau gajah yang kuat, tapi keledai yang sering disebut sebagai hewan yang dungu. Saya sendiri tidak tahu mengapa keledai sering disebut-sebut sebagai binatang yang dungu. Apakah karena si keledai ini oke-oke saja ketika disuruh mengangkut beban yang berat? Apakah karena keledai tidak bisa belajar dari keledai yang lain? Saya tidak tahu jawabannya. Yang pasti, keledai adalah hewan yang dungu. Nah, bagaimana jika ada keledai yang terperosok di lubang yang sama dua kali? Saat dia terperosok di lubang yang pertama, dia mengatakan bahwa lubang itu membuatnya merasa lebih punya tenaga. Si keledai ini kemudian berhasil menarik simpati banyak orang. Kelakuannya yang menawan, tutur katanya yang lembut, membuat banyak orang memaklumi mengapa si keledai ini terperosok di lubang ini. Apalagi setelah itu dia mengajarkan kepada keledai-keledai yang lain agar jangan mengikutinya. Dia mengajarkan bagaimana caranya agar tidak terperosok di lubang yang telah membenamkannya. Tapi ternyata setelah dia memberikan pencerahan bagaimana menghindari lubang itu, justru dia yang masuk ke lubang ini dengan sukarela. Yah, maklumlah. Keledai ternyata memang seperti itu adanya. Si keledai kita ini sekarang berkubang lagi dengan kesengsaraan yang sama. Dia tidak bisa bebas meski dia pernah mengatakan bahwa kebebasan itu mewah sekali rasanya. Keledai kita ini ternyata adalah keledai munafik. Dia mengajarkan cara untuk tidak masuk lubang yang pernah dimasukinya, tapi ternyata dia sendiri tetap berkubang di dalamnya. Keledai kita ini ternyata tidak bijaksana meskipun namanya adalah Wicaksono AS. Yang pasti ini bukan nama Ndoro Kakung, lhoDuh.