bewa

12
DEFINISI Politrauma sebenarnya berarti cedera pada beberapa bagian sekunder terhadap trauma. Karena cedera dari beberapa bagian tubuh atau sistem biasanya termasuk cedera otak, politrauma dapat dikatakan sebagai cedera otak dengan tambahan cedera bagian tubuh lainnya atau sistem organ dengan dampak gangguan pada fisik, kognitif, psikologis atau psikososial serta cacat fungsional. Cedera pada otak merupakan gangguan yang biasanya dapat menentukan jenis dari rehabilitasi. Kondisi cacat lain biasanya seperti amputasi terhadap cedera, gangguan pendengaran dan penglihatan, cedera saraf tulang belakang, stress pasca trauma, dan gangguan mental lainnya. Karena konflik militer di dunia belakangan ini (seperti Irak) disertai dengan peningkatan jumlah teroris dan yang berhubungan dengan kejahatan, cedera politrauma cenderung meningkat baik bagi tim militer maupun bagi penduduk. politrauma sering disebabkan oleh paparan ledakan energi tinggi atau ledakan. Saat ini , lebih dari setengah dari semua cedera tempur adalah hasil dari ledakan amunisi. Luka yang terkait dengan ledakan dibagi menjadi empat kategori: primer, sekunder, tertier dan kuartener atau luka yang bervariasi. Seorang individu dapat mengalami cedera multiple satu atau lebih dari mekanisme ini. Luka ledakan primer disebabkan oleh barotraumas – tekanan udara yang berlebihan dari “gelombang ledakan” diikuti oleh tekanan udara yang rendah; sistem organ mengandung gas atau gas-cairan antar ruang (seperti telinga. Paru-paru, perut). Luka ledakan

Upload: auliya-bella-oktarina

Post on 25-Sep-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bbnbn

TRANSCRIPT

DEFINISIPolitrauma sebenarnya berarti cedera pada beberapa bagian sekunder terhadap trauma. Karena cedera dari beberapa bagian tubuh atau sistem biasanya termasuk cedera otak, politrauma dapat dikatakan sebagai cedera otak dengan tambahan cedera bagian tubuh lainnya atau sistem organ dengan dampak gangguan pada fisik, kognitif, psikologis atau psikososial serta cacat fungsional. Cedera pada otak merupakan gangguan yang biasanya dapat menentukan jenis dari rehabilitasi. Kondisi cacat lain biasanya seperti amputasi terhadap cedera, gangguan pendengaran dan penglihatan, cedera saraf tulang belakang, stress pasca trauma, dan gangguan mental lainnya.Karena konflik militer di dunia belakangan ini (seperti Irak) disertai dengan peningkatan jumlah teroris dan yang berhubungan dengan kejahatan, cedera politrauma cenderung meningkat baik bagi tim militer maupun bagi penduduk. politrauma sering disebabkan oleh paparan ledakan energi tinggi atau ledakan. Saat ini , lebih dari setengah dari semua cedera tempur adalah hasil dari ledakan amunisi. Luka yang terkait dengan ledakan dibagi menjadi empat kategori: primer, sekunder, tertier dan kuartener atau luka yang bervariasi. Seorang individu dapat mengalami cedera multiple satu atau lebih dari mekanisme ini. Luka ledakan primer disebabkan oleh barotraumas tekanan udara yang berlebihan dari gelombang ledakan diikuti oleh tekanan udara yang rendah; sistem organ mengandung gas atau gas-cairan antar ruang (seperti telinga. Paru-paru, perut). Luka ledakan sekunder terjadi karena segmen atau bahan logam proyektil yang dapat menyebabkan trauma pada jaringan halus dan cedera kepala. Kontaminasi dari segmen-segmen ini dapat menyebabkan kerusakan atau infeksi tambahan. Luka ledakan tertier merupakan dampak dari perubahan dari seluruh tubuh akibat beban tekanan gabungan. Selanjutnya, terdapat luka ledakan yang bervariasi seperti luka bakar dan luka yang hancur akibat dari runtuhan struktur dan benda yang berat. Walaupun ledakan merupakan penyebab umum pada politrauma militer atau teroris, kecelakaan serius seperti kereta api yang tergelincir, kecelakaan kendaraan bermotor yang parah, dan tabrakan pesawat terbang dapat juga mengakibatkan politrauma.Luka yang berhubungan dengan perang biasanya sering dialami oleh populasi yang lebih muda dan banyak pad laki-laki. Pada kondisi yang tidak sedang berperang, laki-laki yang aktif biasanya 2,5 kali lebih rentan mengalami cedera kepala. Statistic dari cedera politrauma tidak tersedia saat ini.

GEJALAKebanyakan pasien politrauma mengalami trauma dan cedera fisik yang jelas dari ledakan dengan gejala yang berhubungan dengan cedera pada jaringan lembut dan cedera tulang. Beberapa gejala yang berhubungan dengan cedera otak, luka khas dari politrauma dapat segra dikenali. Gejala yang berhubungan dengan kerusakan organ sensori, sistem saraf, dan struktur internal mungkin akan muncul atau mungkin juga sulit didiagnosa. Gejal yang berhubungan dengan trauma otak termasuk gejala kognitif, emosional, dan fisik.Gejala kognitif atau mental termasuk kesulitan berbicara, berpikir, ingatan, memori, konsentrasi, dan kemampuan mempertimbangkan. Iritabilitas, ansietas, depresi, dan emosional merupakan gejala sekuele yang umum. Gejala fisik termasuk jaringan yang jelas seperti defisit saraf motorik dan sensorik, dan gejala lainnya yaitu sakit kepala, pusing dan lelah. Seimbang dan hilangnya keseimbangan sangat umum dan sangat terlihat. Terdapat inkoordinasi motorik dan kelemahan yang sering. Kekauan bisa juga terjadi. Nyeri sangat umum terjadi dan berasal dari multi faktor, mengakibatkan komplikasi dari manajemen nyeri tersebut. Kehilangan pendengaran disertai tinnitus merupakan gejala yang khas dari luka politrauma terkait dengan ledakan. Penglihatan sering terganggu dengan kehilangan lapang pandang atau kebutaan unilateral sebagai hasil dari logam atau luka penterasi lainnya yang masuk ke mata atau otak. Hampir sebagian pasien politrauma memiliki masalah komunikasi, seperti disartria dan afasia. Disfungsi kandung kemih dan perut dapat mempengaruhi beberapa pasien.

PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik yang lengkap sangat penting dalam evaluasi pasien yang mengalami politrauma. Mekanisme luka- pengkajian sistem yang langsung disarankan. Apabila mekanisme luka tersebut terkait dengan ledakan, pemeriksaan menekankan pada sekuele yang tipikal. Pemeriksaan saraf yang kengkap termasuk assesmen saraf kranial, kekuatan motorik, sensasi, dan koordinasi serta evaluasi neuropsikologi sangatlah wajib.Konsultan yang memiliki beberapa spesialistik sering diperlukan untuk membantu dalam asesmen ini. Neuroopthalmologis, audiologis, dan otolaringologis dikonsultasikan mengenai fungsi-fungsi dari indera yang spesifik. Spesialis luka dan ahli bedah plastik sering juga diperlukan untuk mengevaluasi luka terbuka, luka bakar, dan pencangkokan kulit. Sebagai tambahan, perhatian khus harus diberikan terhadap asesmen kulit dan jaringan halus untuk kepingan logam yang masuk.

BATASAN FUNGSIONALPasien politrauma memiliki beberapa batasan fungsional tergantung dari tingkat keparahan dan jumlah dari gangguan fisik dan kognitif. Defisit pendnegaran dan lapangan pandang mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari dan dapat membuat tujuan dari edukasi dan pekerjaan seseorang sulit dicapai. Kelemahan otot ekstremitas bawah sering mengganggu ambulasi dan mengakibatkan resiko jatuh. Kelemahan ekstremitas atas dan kekakuan mengganggu kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti berpakaian, higinitas, dan menulis. Defisit kognitif mempengaruhi kemampuan bekerja dan peran dalam mengasuh serta hidup secara mandiri. Biasanya pada fase penyembuhan awal, beberapa pasien diwajibkan untuk menghindari berjalan jauh, kronologisnya nanti, menyetir bisa dilakukan oleh beebrapa pasien, tapi dengan modifikasi. Banyak pasien yang akan memiliki masalah sosial dan relasi. Cedera trauma kepala, stress, dan maslaah mental- predisposisi yang berhubungan dengan depresi, kemarahan, dan mood swing. Pasien dengan cedera keala tersebut mungkin akan mengalami perubahan kepribadian, yang dapat mempengaruhi hubungan mereka.

STUDI DIAGNOSTIKStudi PencitraanKarena luka yang kompleks, beberapa perbedaan dari modalitas pencitraan digunakan untuk menilai pasien politrauma. Secara umum, cedera pada sistem saraf pusat dinilai oleh kombinasi computed tomography dan MRI. Akibat dari elemen logam yang mengandung besi, MRI tidak mungkin dilakukan. Ensephalomalasia post-trauma, hidrocephalus, perdarahan intrakranial, cedera pada axon yang menyebar, kontusio serebral, efek massa, dan derajat atrofi bisa dinilai oleh MRI atau CTI pada otak. Studi diagnostik yang sama bisa dilakukan pada saraf tulang belakang untuk menentukan tingkat cedera anatomis dibandingkan kompresi myelopati.Radiografi yang rutin dinilai cukup untuk menilai cedera skeletal dan penyakit intra torakal dan intra abdomen. Akan tetapi, computed tomography dapat digunakan apabila pemeriksaan lengkap lebih lanjut diperlukan. Pemeriksaan scan tulang biasanya berguna dalam menilai osifikasi heterotopik atau luka atau infeksi yang baru yang belum siap muncul pada pemeriksaan radiografi.

ElektrodiagnostikPasien dengan trauma multipel sering mengalami kerusakan pada sistem saraf tepi. Pemeriksaan pada 33 pasien aktif yang dibawa ke Pusat Rehabilitasi Politrauma Tampa menunjukkan kasus multipel dari plexopati, cedera saraf tunggal, dan cedera saraf multipel yang terkait ledakan, luka penetrasi, cedera tabrakan, dan tabrakan kendaraan bermotor. Elektromiografi dan studi konduksi saraf harus dilakukan ketika dicurigai terdapat cedera saraf tepi. Sebagai tambahan, elektroencephalografi berguna dalam diagnosis epilepsi post trauma atau ensephalopati.

Studi VaskularPenyakit tromboembolitik merupakan konsekuensi dari politrauma dan imobilitas setelah cedera dari ledakan. USG Venous Doppler sering digunakan untuk mendeteksi trombosis pada vena dalam di ekstremitas. Pemeriksaan proksimal lebih lanjut dapat dilakukan dengan CTA.Diseksi arteri juga didokumentasikan sebagai kejadian sekunder dari ledakan. Angiografi tradisional dan MRI, keduanya berguna dalam mengekspolrasi dari diseksi tersebut dan superimpose dari trombosis setelah diseksi trauma.

Uji FungsionalAnalisa gait kuantitatif berguna dalam dokumentasi yang objektif terhadap kemampuan berjalan sebagai identifikasi penyebab dari abnormalitas berjalan. Hal ini sangat membantu dalam menentukan perawatan yang terbaik untuk pasien dengan cedera kepala dan cedera neuromuskular.

Evaluasi Neuropsikologi dan psikologiUji komprehensif dari neuropsikologi dan psikologi penting untuk menentukan spektrum kognitif dan sekuele psikologi dari cedera politrauma. Biasanya pemeriksaan ini dilengkapi ketika pasien sudah stabil dan berada pasa program rehabilitasi akut, dan tidak berada pada keadaan kebingungan pasca trauma seperti anemsia post trauma. Penilaian diulangi untuk mendapatkan pertanyaan klinis yang berbeda selama fase penyembuhan. Asesmen membantu untuk mengidentifikasi gangguan kognitif dan emosional yang merupakan fokus penting dari perawatan. Penilaian yang berulang berguna dalam membuat keputusan terhadap perawatan tambahan, kapasitas tempat tinggal yang mandiri, mata pencaharian dan edukasi di kemudian harinya.

PERAWATANInisialPerawatan inisial bagi praurit yang terluka dalam perang atau penduduk yang terluka dalam kecelakaan serius kebanyakan adalah operasi. Baik dari kasus cedera pada penduduk ataupun cedera dari akibat perang, angka harapan hidup didapatkan dari kemampuan emergensi yang tinggi dan intervensi bedah; pada cedera yang terkait dengan perang, termasuk tim bedah militer dan evakuasi yang meluas ke U.S. Jumlah unit kantong darah yang masif sering diperluan selama resusitasi terhadap pasien politrauma dalam situasi perang. Konsep dari resusitasi hipotensif sekarang diperlukan dalam kondisi seperti itu. Pasien yang terluka menerima darah dan unit darah dengan tujuan menjaga nadi radialis distal tetap teraba dan tekanan darah sistolik kira-kira 90 mmHg. Hal ini dianggap untuk meningkatkan outcome dengan menjaga volume intravaskular dan mengurangi resiko gangguan pada pembekuan, menurunkan koagulopati dilusional, dan menimimalisir hipotermia. Penutupan perut sering dilakukan untuk mengatasi pasien dengan luka perut di area perang. Gore-Tex mesh dilakukan dan abdomen ditutup dengan beberapa prosedur yang terpisah, memungkinkan abdomen agar tetap kempes dan melindungi komponen komponen intra abdomen. Inilah yang dimaksudkan dengan rehabilitasi dini.Pasien yang mengalami luka pada saat perang atau dimanapun memmbutuhkan fasciotomi karena impending sindrom kompartemen. Banyak pasien yang mengalami cedera kepala berat membutuhkan craniectomi parsial baik untuk menghilangkan akumulasi darah atau untuk kontrol edema serebral. Bagian bagian tengkorak yang dibuang biasanya tidak bisa diselamatkan karena terjadi cedera fragmen-fragmen. Apabila bagian bagian tengkorak tersebut masih bisa diselamatkan, itu berarti dibekukan atau dimasukkan kedalam dinding abdomen untuk reimplantasi di kemudian hari.Beberapa iperasi sering dibutuhkan selama fase rawat inap akut. Perubahan multipel dari ekstremitas yang diamputasi juga membutuhkan intervensi yang banyak seperti pada pasien dengan luka bakar, seperti pencangkokan kulit yang berulang.Kontrol infeksi juga merupakan masalah bagi prajurit yang terluka dan kembali ke perawatan. Kebanyakan korban awalnya ditempatkan di ruang isolasi sampai kultur dapat diperiksa, terbebas dari status isolasi.

RehabilitasiProses rehabilitasi dimulai di keadaan medis akut, seperti fasilitas perawatan militer, dengan terapi permulaan terhadap fisik individu, okupasi, dan berbicara. Kolaborasi telekonferensi video mengizinkan psikiatri-psikiatrik yang awalnya menangani pasien-pasien tersebut dari fasilitas akut ke unit rehabilitasi.Tingkat kesuksesan rehabilitasi dari pasien politrauma membutuhkan baik dari perawatan multidisiplin medis maupun perawatan interdisiplin rehabilitasi. Sebagai tambahan bagi psikiater, tim multidisiplin sering memasukkan ahli-ahli obat, bedah, penyakit infeksi, neurologi, psikiatri, luka bakar, cedera tulang belakang, dan lain-lain. Tim interdisiplin rehabilitasi terdiri dari ahli terapi bicara, fisik, okupasi, perawat, ahli rehablitasi kebutaan, terapi penglihatan, pendengaran, rekreasi, psikologi, pekerja sosial, konsulen rehabilitasi, dan lainnya yang dapat bekerja bersama untuk meminimalisir cacat, memaksimakan kemandirian, dan untuk mensupport keluarga. Terdapat juga tim ahli rehabilitasi yang mengatasi kebutuhan seperti ketergantungan ventilator, luka bakar, dan pasien politrauma yang diamputasi. Pasien politrauma, dengan gangguan dan cacat merke, penting untuk diobservasi dengan model rehabilitasi yang teriri dari program transisi dan perawatan rehabilitasi jangka panjang.

ProsedurSelama proses rehabilitasi, berbagai macam intervensi dilakukan untuk meningkatkan upaya dari tim multidisiplin. Injeksi racun botulinum dapat mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas, higinitas, nyeri dan beberapa fungsi. Terapi luka menggunakan tekanan negatif dengan vakum digunakan untuk penyembuhan trauma dengan lambat atau untuk luka pasca operasi.

PembedahanKarena kompleksnya masalah dari pasien politrauma, intervensi bedah banyak diperlukan selama rehabilitasi akut. Pasien juga dibutuhkan untuk masuk kembali ke rumah sakit lebh sering untuk operasi lagi, dan rawat inap tambahan di rehabilitasi unit guna pencapaian kemandirian bagi pasien. Pasie-pasien dengan cacat pada tengkorak kepala pastinya membutuhkan cranioplasti. Kebanyakan ahli bedah menyarankan agar menunggu minimal 3-6 bulan sejak infeksi mayor terakhir sebelum cranioplasti dilakukan. Pasien dengan hidrosephalus membutuhkan dilakukannya VP shunt. Kognitif dan status fungsional pasien harus dimonitor secara hati-hati; pasien dengan luka penetrasi pada kepala beresiko lebih besar mengalami infeksi intrakranial. Selanjutnya, prosedur rekonstruksi untuk perubahan pada wajah, perubahan pada pencangkokan kulit dan luka, dan reseksi dari osifikasi heterotropik dibutuhkan pada fase rehabilitasi post-akut.

KOMPLIKASILedakan berpotensi mengakibatkan trauma yang multipel dan parah sebagaimana yang dirasakan oleh beberapa penyedia jasa kesehatan di Amerika diluar militer dan administrasi veteran. Komplikasi akut bervariasi tergantung dari mekanisme dan pola trauma. Komplikasi tersebut adalah seperti embli udara, sidrom kompartemen, rhabdomyolisis, gagal ginjal, kejang, perdarahan. Peningkatan TIK, infeksi, meningitis, dan ensephalopati. Komplikasi dini dari luka bakar termasuk infeksi bakteri, sepsticemia, trombosis vena dalam, emboli pulmonal, gagal ginjal, syok hipovolemik, jaundice, edema glotis, dan ileus. Dari Oktober 2001 sampai Desember 2005, 188 anggota perang yang terluka dirawat di salah satu dari 4 pusat rehabilitasi politrauma. Komplikasi sebelum pasien masuk ke rehabilitasi politrauma tedapat di tabel 136-1. Selama fase rehabilitasi akut, terdapat komplikasi yang potensial saling tumpang tindih; tetapi beberapa pola variabel muncul, tergantung apakah cedera utama nya adalah cedera otak, saraf tulang belakang, luka bakar, atau amputasi ekstremitas. Komplikasi pada cedera otak antara lain kejang, menngitis, kekakuan, kontraktur, osifikasi heterotropik, sakit kepala, dan agitasi. Komplikasi dari cedera saraf tulang belakang ialah retensi urin, ulcer decubitus, spastisitas, osifikasi heterotropik, trombosis vena dalam, emboli paru, osteopenia, fraktur, dan infeksi saluran kencing. Komplikasi pada luka bakar termasuk mikrostomia, kontraktur, osifikasi heterotropik, anemia, nyeri, dan kegagalan pada pencangkokan kulit. Komplikasi pada amputasi adalah nyeri phantom, nyeri stump, kontraktur, pembentukan sinus, osfikasi heterotopik, nekrosis jaringan, jatuh, fraktur, infeksi luka, edema dan hematoma.