beres referat

29
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal (KOM) oleh infeksi obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi. 1 Sinusitis maxillaris, yang secara anatomi berada di pertengahan hidung dan rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme pathogen lewat ostium maupun lewat rongga mulut sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12 % seluruh kasus sinusitis maxillaries. Sinusitis dentogen merupakan sala satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat agar gigi rahang ata, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsun ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. 1,2 1

Upload: rahelppdunpattiyaho

Post on 24-Jan-2016

275 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

baik

TRANSCRIPT

Page 1: BERES REFERAT

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.

Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal

(KOM) oleh infeksi obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran

infeksi gigi. 1

Sinusitis maxillaris, yang secara anatomi berada di pertengahan hidung dan

rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme pathogen lewat

ostium maupun lewat rongga mulut sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga

12 % seluruh kasus sinusitis maxillaries. Sinusitis dentogen merupakan sala satu

penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris

tempat agar gigi rahang ata, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh

tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi

gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal

mudah menyebar secara langsun ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. 1,2

Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai

satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobatai

sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotic

yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali dilakukan irigasi sinus maksila. 1

1

Page 2: BERES REFERAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SINUS PARANASAL1

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada

empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus

maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri.

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai

muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 1

Secara embrionik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa

rongga hidung dan perkembangannya mulai pada fetus usia 3-4 bulan,

kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid

telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus

etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari

bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya

mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1

Sinus maksila 1,2,3

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat

lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang

dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, 15 ml saat

dewasa. 1

Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah

permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding

posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dindingg

medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya

ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan

2

Page 3: BERES REFERAT

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding

medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum

etmoid 1

Dari segi klinik yang dioerhatikan adalah:

a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas, yaitu premolar (P1 dan P2) molar (M1 dan M2), kadang-

kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-

kar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga

infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis

b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita

c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,

sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula

drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit

d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior anterior

dan pembengkakan akibat rahang atau alergi pada daerah ini

dapat menghalang drainase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitis.

Gambar 1. Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)

3

Page 4: BERES REFERAT

Kompleks Osteo-Meatal (KOM) 1

Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus

media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan

sinus etmoidal anterior. Daerah ini rumit akan sempit dan dinamakan

kompleks osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid

yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula

etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

maksila. 1

Sistem mukosiliar 1,2

Seperti pada mukosa hidung di dalam sinus juga terdapat mukosa

bersilia dan palut lender diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak

secara teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya

mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Fungsi sinus paranasal 1

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai

fisiologi sinus paranasal. Tapi beberapa teori mengemukakan

fungsinya sebagai berikut

1. Sebagai pengatur kondisi udara

2. Sebagai penahan suhu

4

Page 5: BERES REFERAT

3. Membantu keseimbangan kepala

4. Membantu resonansi suara

5. Peredam perubahan tekanan udara

6. Membantu produksi mucus untuk membersihkan rongga hidung

B. DEFINISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus

yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid,

sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid 1,2,3

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis

etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang

Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang

sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar,

(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret atau

drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar

sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi

gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila (4) ostium sinus maksilaa

terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit,

sehingga mudah tersumbat. 1

Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis, sinusitis

maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut

dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu

kerusakan jaringan pada membrane mukosa. Sinusitis kronis berlangsung

selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua

pula hari 1,2,5

C. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak

ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang

5

Page 6: BERES REFERAT

sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi

saluran napas atas pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya

sinusitis. 3

Wald Di Amerika menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-

15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi.

Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila

tipe dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan

abses apikal. Menurut Becker et al dari Bonn, Jerman menyatakan 10%

infeksi pada sinus maksila disebabkan oleh penyakit pada akar gigi.

Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama

sebagai penyebab sinusitis maksila dentogen. Hilger dari Minnesota,

Amerika Serikat menyatakan terdapat 10% kasus sinusitis maksila yang

terjadi setelah gangguan pada gigi. Departemen THT-KL/RSUP Haji

Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses

apikal (71.43%).

D. ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar

pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus

maksilaris ikut terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan

tentang membran tulang tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada

tahun 1651. “Tulang yang membungkus antrum maksilaris dan

memisahkannya dengan sekat geligi tebalnya tidak melebihi kertas

pembungkus

Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat

menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen

ini didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah

infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau

6

Page 7: BERES REFERAT

busuk dari hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotic, irigasi sinus

dan koreksi gangguan geligi

Etiologi sinusitis dentogen adalah

a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus

sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi

pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh

tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi

mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal

b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi

sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar

sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi

dari membrane periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa

sinus

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus

alveolaris dan sinus maksila

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan

bahan tambahan akibat pengisian saluran akar berlebihan

f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti

kista radikuler dan folikuler

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor

dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis

E. PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks

osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa

yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous

7

Page 8: BERES REFERAT

superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta

mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus

secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya

berlebihan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya

sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi

ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang

menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan

mukus dengan kualitas yang kurang baik Disfungsi silia ini akan

menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus

Bila terjadi edema di kompleks osteometal mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan

lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi

di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lender yang di

produksi mukosa sinus maksila menjadi lebih kental dan merupakan

media yang baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen. Bila sumbatan

berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan resistensi lender sehingga

timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Bakteri yang sering ditemukan pad

sinusitis kronik adalah Streptococus pneumonia, Haemophilus influenza,

streptokokus B hemolitucus, stapylococus aereus. Selanjutnya terjadi

perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau pembentukan polip

dan kista 1,2,3

8

Page 9: BERES REFERAT

Gambar 3. Sinus yang normal dan yang terinfeksi

Kegagalan transport mucus dan menurunnya ventilasi sinus

merupakan faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen

terjadi melalui dua cara yaitu:

1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di

dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan

silia kea rah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus.

Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah

mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi

rahang atas terjadi karena infeksi bakteri anaerob menyebabkan

terjadinya karies profunda sehingga sehingga jaringan lunak gigi

dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan

mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk

gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput

periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan

berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini

kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar

menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar

sinus maksila sehingga memicu inflamasi.

2. Kuman dapat menyebar secara langsung hematogen atau limfogen

dari granuloma apical atau kantong periodontal gigi ke sinus

maksila

9

Page 10: BERES REFERAT

F. GEJALA KLINIS

Gejala subjektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala local. Gejala

sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus

kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.

Dirasakan hidung tersumbat, seringkali terdapat nyeri di daerah infraorbita,

nyeri di pipi serta nyeri ditempat lain karena nyeri alih dirasakan di dahi, dan

di depan telinga. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang

berbau busuk. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh di pipi waktu

membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur

dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu

berbaring sudah ditiadakan. 1,2,5,6

Gejala objektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak

pembengkakakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior

tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis

frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lender atau nana di meatus

medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal

drip) 1,5,6

Gambar 4. Pus pada meatus medius Gambar 5. Pembengkakan pipi

pada pasien sinusitis

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan

rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada

sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta

10

Page 11: BERES REFERAT

pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan

apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen.

Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen

G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN

Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan lengkap pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini

mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan criteria Amarica

Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO, HNS), yang

mana diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau

setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan

tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus

paranasal dan ct scan. Selain itu kadang diperlukan konsultasi dengan

departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis

sinusitis dentogen serta penatalaksanaannya.

a. Anamnesis

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari

merupakan keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada

sinusitis akut, keluhan ini dapat disertai, keluhan lain seperti

sumbatan hidung, nyeri rasa tekanan pada muka, nyeri kepala,

demam, ingus belakang hidung, batuk anosmia hiposmia, nyeri

gigim nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang

meningkat pada penderita asma

Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor dan 1 kriteria

mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda

menurut International Consesnsus on Sinus Disease, tahun 1993

dan 2004. Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti

hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa

tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya

11

Page 12: BERES REFERAT

sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan

penghidu.

Penderita Gejala dan tanda

Dewasa dan

anak

Mayor Minor

Kongesti hidung atau sumbatan,

Sekret hidung post nasal

purulen, Rasa nyeri tekanan

penuh di wajah, Gangguan

penghidu (hiposmia, anosmia),

demam

Demam

Sakit kepala

Napas berbau

Fatique

Batuk

Sakit gigi

Hidung berbau

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan

inspeksi, palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transluminasi,

radiologi dan ct scan

a. Inspeksi

Pemeriksaan yang diperhatikan ialah pembengkakan pada muka.

Pembengkakakn di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna

kemerah-merahan mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut

b. Palpasi

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya

sinusitis maksilaris

c. Transiluminasi

Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan kiri.

Sinus yang sakit akan tampak lebih gelap.

12

Page 13: BERES REFERAT

d. Pemeriksaan radiologi

Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam

sinus. Jika cairan tidak penuh akan tampak gambaran air fluidlevel

e. CT scan

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus

maksilaris adalah pemeriksaan CT scan untuk menilai anatomi dan

sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan

perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai

penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan

pengobatan atau pre-operasi sebagai panduan operator saat melakukan

operasi sinus

f. Pemeriksaan mikrobiologik dengan tes resistensi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil secret dari meatus

media atau superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna lebih

baik bila diambil secret yang keluar dari punsi sinus maksila.

Kebanyakan sinusitis tidak disebabkan infeksi oleh streptokokus

pneumonia, haemophilus influenza. Gambaran bakteriologik dan

sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram

negative sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya

timbul bau busuk dari hidung.

H. DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan

penyakit odontogenik

a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista,

mukokel, dan yang paling sering kista retensi

b. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan

penyimpangan, ekspansi atau erosi dinding sinus. Ini termasuk

ameloblastoma,odontoma, tumor epithelial odontogenik

13

Page 14: BERES REFERAT

c. Tumor ganas termasuk keganasan gingival, kistik adenoid dan

sarcoma

I. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan sinusitis dentogen

a. Atasi masalah gigi

b. Penderita dengan sinusitis akut yang diserta demam dan kelemahan

sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur

mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap

c. Konservatif, diberikan obat-obatan antibiotikm dekongestanm,

antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus

d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi

meatus inferior Caldwell-Lue, etmoidektomi intra dan ekstra nasal,

trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional

Akut

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotic empiric

(2x24 jam ) antiniotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin

atau kotrimoksazol terapi tambahan yakni obat dekongesan oral dan

topical. Mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk

menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin

atau kortikosteroid topical. Jika ada perbaikan maka pemberian

antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan ronget foto polos atas

atau CT scan dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut

ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tak ada

kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi

komprehensif dan kultur

14

Page 15: BERES REFERAT

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan,

kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intracranial, atau

bila ada nyeri yang hebat karena secret tertahan oleh sumbatan.

Kronik

Jika ditemukan faktr predisposisinya, maka dilakukan

tatalaksan yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan

maka pemberian antibiotic mencukupi 10-14 hari

Jika factor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai

pada episode akut lini II terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau

tidaknya perbaikan diberikan antibiotic alternative 7 hari atau buat

kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotic mencukupi 10-14 hari.

Jika ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan

nasoendoskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi

kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan yaitu BSEF atau

bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis

Daerah sinus yang sakit bias dilakukan diatermi gelombang

pendek. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus,

sedang sinusitis etmoid, frontal atau sphenoid dilakukan tindakan

pencucian

Pembedahan

Radikal

Sinus maksila dengan operasi colwell-lue. Pengobatan ini

dilakukan bila pengobatan konservatif gagal. Terapi radikal

dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan

membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila

dilakukan operasi colwell-lue. Pembedahan ini dilakukan dengan

anestesi umum atau lokal. Jika dengan loka, analgesic intranasal

dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain

15

Page 16: BERES REFERAT

4% atau ttetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah

konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan efedrin

duntikan di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk

saraf intraorbital. Insusu horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal,

tepat diatas akar gig. Insisi dilakukan di superior gigi taring dan

molar ke dua. Insis menembus mukosa dan periosteum. Periosteum

diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat

saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi

J. KOMPLIKASI

Komplika sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinusitis

paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis

etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi

melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul

ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan

selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Komplikasi lain

adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta

kebutaan karena tekanan pada nervus optikus. Osteomielitis dan abses

subperiosteal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya

ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul

fistula oroantral atau fistula pada pipi Infeksi otak yang paling berbahaya

karena penyebaran bakteri ke otak melalui tulang atau pembuluh darah. Ini

dapat juga mengakibatkan meningitis, abses otak dan abses ekstradural

atau subdural. Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti

bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai

dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga

menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan

sebelum sinusitisnya disembuhkan.

16

Page 17: BERES REFERAT

K. PROGNOSIS

Prognosis sangat tergantungan kepada tindakan pengobatan yang

dilakukan dan komplikasi penyakit. Jika drainase sinus membaik dengan

terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis

yang baik. 5

17

Page 18: BERES REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardani, RS, Mangunkusumo E. 2010. Sinusitis. Buku ajat ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta Balai penerbit FKUI: 150-3

2. L. Adams, George, MD et all. BOIES buku ajar penyakit THT: Edisi 6 jakarta : penerbit buku kedokteran

3. Thompon LDR. Sinosial carsinomas. Current diagnostic patholoy. Woodland hill: USA, 2006; p. 57-98

4. Larry J. peterson. Contemporary oral dan maxillofacial surgery 4 th. Ed. Mosby. 2003. P 417-433

5. Dandy Chandra. Sinusitis Maksilaris. Available from: http://www.scribd.com/doc/38951685/Sinusitis-Maksilaris2 .

6. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment. May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com .

7. Handley John G, Tobin Evan, Tagge bryan. The Nose and Paranasal Sinuses. in: Rakel Robert E, editors. Textbook of family practice 6 th editions. WB Saunders Company, Philadelphia, 2001, p 446-453.

8. Johnson Jonas T, Ferguson Berylin J. Paranasal Sinuses. in: Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Richardson M, editors. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Mosby, St Luois-Missouri, 1998, p 1059-1118.

18