berbicara tentang penggunaan input yang merupakan ukuran produktivitas pada sistem pertanian di...
TRANSCRIPT
Berbicara tentang penggunaan input yang merupakan ukuran produktivitas pada sistem
pertanian di daerah tropis, termasuk Indonesia cenderung kepada sistem pertanian penggunaan
input yang berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem yaitu:
Penggunaan input luar secara besar-besaran yang sering disebut “HEIA” (high external
input agriculture). HEIA ini sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk,
pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan
juga irigasi. Sistem pertanian ini berorientasi pasar dan membutuhkan modal yang besar,
selain itu karena pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang
menimbulkan dampak besar bagi ekologi.
Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali
tidak menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam yang disebut
“LEIA” (low external input agriculture)
Adapun sistem pertanian yang diharapkan pada waktu mendatang dapat bersaing,
produktif, menguntungkan, melindungi lingkungan, serta meningkatkan kesehatan,
kualitas pangan, dan keselamatan adalah sistem pertanian berkelanjutan menggunakan
input luar yang rendah atau disebut juga “LEISA” (low external input and sustainable
agriculture) yaitu pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal tanpa
mengesampingkan pemanfaatan input luar namun hanya sebagai pelengkap unsure-unsur
yang kurang dalam ekosistem atau sumber daya lokal. LEISA tidak bertujuan untuk
memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi
yang stabil dalam jangka panjang (Reijntjes et al, 2003).
Isu kerusakan lingkungan saat menjadi semakin santer di berbagai media massa. Kerusakan
lahan akibat praktek usaha yang dilakukan manusia telah memberikan dampak yang sangat besar
terhadap perubahan kesimbangan lingkungan yang berakibat pada terjadinya perubahan iklim
yang drastis serta terjadinya berbagai bencana.
Usaha pertanian disebutkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam kerusakan
lingkungan pada beberapa dekade terakhir. Peningkatan penduduk yang begitu besar harus
dimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pangan secara cepat pula. Berbagai usaha pertanian
terus dikembangkan seiring permintaan produk yang begitu tinggi. Berbagai masukan teknologi
diberikan dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara memuaskan.
Seiring dengan seruan revolusi hijau dan gerakan swasembada pangan, usaha pertanian
dilakukan dengan sangat intensif, untuk mengejar produksi yang tinggi. Namun demikian, hal
tersebut ternyata tidak dibarengi dengan profesionalisme dan perencanaan yang matang sehingga
tidak mengedepankan konsep keberlanjutan. Pengusahaan lahan pertanian yang begitu intensif
mengambil hara dalam bentuk hasil panenan tidak diimbangi dengan pengembalian input yang
sesuai, sehingga menyebabkan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan yang efeknya
berkepanjangan bahkan tidak hanya terjadi di wilayah pengusahaan pertanian namun berimbas
ke daerah lain yang memiliki hubungan perairan terutama daerah sedimentasi maupun muara
sungai.
Dalam mengembangangkan suatu sistem pertanian, kita harus mengedepankan konsep
keberlanjutan. Pemanfaatan teknologi pengelolaan lahan serta konservasi sumberdaya air sangat
penting untuk diterapkan dalam suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Karena konsep sistem
pertanian yang berkelanjutan tergantung pada seluruh kemajuan dari sisi kesehatan manusia serta
kesehatan lahan.
Saat ini kita juga mengenal sebuah konsep Low Eksternal Input Sustainable Agriculture(LEISA)
yang merupakan penyangga dari konsep pertanian terpadu dan pertanian yang berkelanjutan.
Konsep ini mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku pola pertanian
terpadu, sehingga nantinya akan menjaga kelestarian usaha pertanian agar tetap eksis dan
memiliki nilai efektifitas, efisiensi serta produktifitas yang tinggi. Dalam konsep ini
dikedepankan dua hal : yang pertama adalah memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa
budidaya menjadi pakan ternak dan yang kedua adalah mengubah limbah peternakan menjadi
pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses budidaya tanaman. Konsep
LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi serta pengetahuan dan praktek
pertanian masyarakat setempat/tradisional. Agro-ekologi merupakan studi holistik tentang
ekosistem pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan manusia. Dengan pemahaman akan
hubungan dan proses ekologi, agroekosistem dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar
dapat menghasilkan secara berkelanjutan, dengan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan
bagi lingkungan maupun sosial serta meminimalkan input eksternal. Konsep ini menjadi salah
satu dasar bagi pengembangan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan menurut
definisi dari Gips, 1986 cit. Reijntjes, (1999) adalah
Mantap secara Ekologis,
Yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem
secara keseluruhan, dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan.
Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat
dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal dipergunakan
sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan energi bisa ditekan serendah
mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber
daya yang bisa diperbarui.
Bisa berlanjut secara ekonomis
Yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau
pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan
tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam
hal produk usaha tani yang langusng namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumber
daya alam dan meminimalkan resiko.
Adil
Yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga
kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan
lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang
memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan baik di lapangan
maupun di dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara
keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya.
Manusiawi
Yang berarti bahwa, semua bentuk kehidupan tanaman, hewan, dan manusia dihargai. Martabat
dasar semua makhluk hidup dihormati, dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai
kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa
sayang. Integritas budaya dan spiritual masyarakat dijaga dan dipelihara.
Luwes
Yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi
usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan,
permintaan pasar, dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang
sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya.
Apabila kita telah dapat menghayati dan meresapi konsep pertanian berkelanjutan maka kedepan
tentunya kita akan dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan sekaligus memelihara
tatanan sosial yang sehat di masyarakat kita, karena bagaimanapun kelestarian lingkungan
(agrekosistem) yang merupakan sumber kehidupan masyarakat kita di masa lalu, kini dan masa
mendatang.
BAB VI
LEISA
Sistem pertanian berkelanjutan memiliki lima dimensi/pandangan, yaitu nuansa ekologis,
kelayakan ekonomis, kepantasan budaya, kesadaran sosial, dan pendekatan holistic yang
bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan mutu sumber daya manusia,
meningkatkan kualitas hidup, dan menjaga kelestarian sumber daya melalui strategi kerja keras
proaktif, pengalaman nyata, partisipatif, dan dinamis. Istilah sistem pertanian berkelanjutan
yang popular adalah: better environment, better farming, and better living.
6.1. Pertanian Global
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pertanian global; aspek sosial,
ekonomi, , dan aspek ekologi.
Aspek ekonomi, menunjukkan kinerja pertanian bisa dinilai secara parsial dengan
membandingkan produksi pangan, bahan serabut, dan bahan bakar kayu dengan kebutuhan
untuk produk-produk ini dalam suatu daerah atau Negara dan membandingkan tingkat
pertumbuhan produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Aspek ekologi, masalah lingkungan di Negara-negara berkembang sebagian besar
disebabkan karena eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan penanaman, dan
pengundulan hutan.
6.2. Kecenderungan Dalam Pertanian Di Daerah Tropis
Pada mulanya, pertanian di daerah tropis bergantung pada sumber daya alam,
pengetahuan, keterampilan, dan institusi lokal. Sistem-sistem pertanian yang bermacam-macam
dan khas setempat telah berkembang melalui proses mencoba-coba yang panjang di mana
akhirnya ditemukan keseimbangan antara masyarakat dan basis sumber dayanya. Biasanya,
produksi ditujukan pada keluarga dan masyarakat subsisten. Cara kerja sama antar anggota
masyarakat telah dikembangkan dengan baik.
Sistem pertanian tradisonal terus dikembangkan dalam suatu interaksi yang konstan
dengan budaya dan ekologi lokal.Ketika kondisi untuk bertani berubah, misalnya karena
pertumbuhan jumlah penduduk atau pengaruh nilai-nilai asing, sistem pertanian juga mengalami
perubahan. Di mana adaptasi terhadap tekanan yang baru itu tidak cukup cepat, basis sumber
daya alam secara perlahan menjadi rusak, seperti halnya bagi masyarakat yang bergantung pada
sumber daya tersebut.
Sebagai respon terhadap pengaruh asing dan kebutuhan serta aspirasi yang semakin
besar dari penduduk yang jumlahnya semakin meningkat, maka sistem pertanian di daerah tropis
cenderung berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem:
1. Penggunaan input luar secara besar-besaran; selanjutnya akan disebut (HEIA).
2. Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama
sekali tak menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam;
selanjutnya disebut (LEIA).
HEIA (Height external input agriculture) sangat tergantung pada input kimia buatan
(pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan
juga irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tak dapat diperbarui,
seperti minyak bumi dan fosfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian seperti ini
berorientasi pasar dan membutuhkan modal besar. Uang tunai yang diperlukan untuk
membeliinput buatan seringkali diperoleh dengan menjual produk pertanian. HEIA hanya
dimungkinkan di daerah di mana kondisi ekologinya relatif seragam dan bisa dengan mudah
dikendalikan (misalnya daerah irigasi) dan di mana pelayanan penyaluran, penyuluhan, dan
pemasaran serta transportasinya baik. HEIA bisa ditemukan pada daerah yang “kaya sumber
daya alam” dan ”berpotensi besar” di negara-negara berkembang dan paling tersebar di Asia.
Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang dalam
sistem HEIA bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi, ekonomi, dan
sosiopolitik. Apa yang diperkenalkan oleh HEIA dengan bendera “revolusi hijau” telah
menyalurkan sumber daya investasi yang langka ke dalam sistem pertanian dengan modal besar
di beberapa daerah yang menyebabkan daerah menjadi sangat bergantung pada impor peralatan,
benih, serta input lainnya.
Ada dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan “revolusi hijau”
sebagai berikut:
1. Tidak terduga peningkatan harga pupuk kimia dan bahan bakar minyak serta
penurunan harga-harga di pasar dunia internasional sebagai akibat produksi biji-bijian
dunia yang berlebihan. Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi di tingkat
konsumen, sedangkan yang tidak diperkirakan adalah harga yang lebih rendah di tingkat
produsen. Yang pertama diuntungkan adalah para suplaier pupuk buatan dan bahan bakar
minyak.
2. Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan
pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang
membahayakan manusia.
LEIA (Low external input agriculture) dipraktekkan di daerah yang dibersifat kompleks,
beragam, dan rentan risiko. Dipandang dari segi luas, LEIA paling banyak dijumpai di wilayah
subsahara Afrika. Areal LEIA semakin meluas seiring dengan meningkatnya pemiskinan
penduduk pedesaan di banyak negara dengan input luar yang semakin mahal dan dengan
semakin tidak mampunya pemerintah negara-negara berkembang, yang terjerat utang dan tidak
memproduksi input HEIA sendiri, mengimpor input tersebut.
Penggunaan LEIA secara berlebihan pada usaha tani dengan lahan sempit serta
perluasannya kelahan pertanian baru yang seringkali marginal, mengakibatkan penggundulan
hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap serangan hama, penyakit, hujan
amat deras dan kemarau berkepanjangan. Banyak sistem pemanfataan lahan tropis tengah berada
pada keadaan menurunnya kandungan unsur hara, hilangnya vegetasi pelindung, erosi tanah,
dan disintegrasi ekonomi, dan budaya.
Dalam sistem LEIA yang berfungsi dengan baik, tanaman, pepohonan, tumbuhan
perdu lainnya, dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki fungsi
ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan
unsur hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami, dan mengendalikan erosi. Fungsi-
fungsi ini menunjang keberlanjutan dan stabilitas usaha tani dan bisa dilihat sebagai
penghasil input dalam.
Dengan menyeleksi dan memuliakan tanaman dan ternak, masyarakat memperkuat
kemampuan mereka untuk mengubah input menjadi produk yang berguna. Dalam proses ini,
sifat-sifat yang lain seperti ketahanan alami atau kemampuan bersaing akan hilang.
Dalam sistem HEIA, penggantian fungsi-fungsi ekologis oleh manusia ini telah berjalan
lebih jauh daripada yang terjadi dalam sistem LEIA. Keragaman diganti dengan keseragaman
karena alasan efisiensi teknologi dan peluang pasar.
6.3.Penggunaan Input Luar Di Daerah LEIA: Kebutuhan dan Batas-Batasnya
6.3.1.Pupuk Buatan
Petani menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan penanganannya relatif
mudah. Berbagai keterbatasan pupuk buatan;
1. Efisiensi pupuk buatan ini terbukti lebih rendah dari yang diharapkan. Tanaman
lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50% nitrogen yang diberikan; padi di
sawah kehilangan nitrogen kurang dari 60-70%. Bila kondisi kurang mendukung
misalnya curah hujan yang tinggi, musim kemarau yang panjang, tanah dengan erosi
tinggi dan tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, maka efisiensinya
bahkan bisa lebih rendah lagi.
2. Pupuk buatan ini bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah,
meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi
struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang
lebih rendah dalam menghasilkan panenan. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk
mineral Nitrogen yang menyebabkan pengasaman bisa juga menurunkan pH tanah dan
ketersediaan fosfor bagi tanaman.
3. Penggunaan pupuk buatan NPK yang terus–menerus menyebabkan penipisan
unsur-unsur mikro; seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron yang
bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia; bila unsur ini tidak
diganti oleh pupuk buatan NPK, produksi lambat laun akan menurun dan munculnya
hama dan penyakit akan meningkat.
4. Disamping keterbatasan agronomis atas penggunaan pupuk buatan, keterbatasan
suplai sumber daya (khususnya fosfat) untuk memproduksinya telah semakin tampak. Di
tingkat usaha tani, hal ini berarti akan meningkatkan harga pupuk atau jika negara tidak
memiliki cukup nilai tukar mata uang asing untuk terus menerus mengimpor pupuk
buatan atau bahan mentah untuk memproduksinya, akan terjadi kekurangan
suatu input secara keseluruhan yang oleh beberapa petani telah disesuaikan dengan
usahanya.
Penggunaan pupuk buatan di negara maju dan negara berkembang memberikan andil
pada resiko global yang muncul dari pelepasan nitrogen oksida (N2O) pada atmosfer dan lapisan
diatasnya. Pada lapisan stratosfer infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah
kaca) dan mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola, tingkat
dan risiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan membawa konsekuansi
besar bagi daerah delta yang rendah dan muara.
Indonesia akan menurunkan GRK sampai 26% tahun 2020 dengan meningkatkan
kebijakan dibidang kehutanan, mencegah kebarakan hutan, mencegah deforestasi hutan,
mencegah degradasi lahan, reboisasi lahan, mengurangi eksport hasil hutan, penangangan
limbah, dan sebagainya.
6.3.2.Pestisida
Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang memberantas populasi hama
terutama dengan cara membunuh organisme hama, apakah itu serangga, penyakit, gulma, atau
hewan.
Beberapa kerugian dan bahaya penggunaan pestisida:
1. Setiap tahun ribuan penduduk teracuni oleh pestisida, di mana kira-kira
setengahnya adalah penduduk Dunia Ketiga.
2. Dari waktu ke waktu, hama menjadi kebal terhadap pestisida, yang kemudian
memaksa penggunaan pestisida dalam dosis yang lebih tinggi.
3. Pestisida bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada
tanaman, namun juga membutuhkan organisme yang berguna, seperti musuh alami hama.
4. Hanya sebagian kecil pestisida yang dipakai di lahan mengenai organisme yang
seharusnya dikendalikan.
5. Pestisida yang tidak mudah terurai, akan terserap dalam rantai makanan dan
sangat membahayakan serangga, hewan pemangsa serangga, burung pemangsa, dan pada
akhirnya manusia.
6.3.3.Benih “Unggul”
Bersama dengan faktor-faktor lain, promosi varietas unggul telah mengakibatkan banyak
sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini bencana bagi petani yang harus
menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan
resiko, dan bagi semua petani yang untuk alasan ekonomi maupun ekologi, harus berproduksi
dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang.
6.3.4.Irigasi
Bagi petani LEIA di daerah kering di mana irigasi sangat penting, alternatif skala kecil
ini akan sangat menarik. Namun, peningkatan sistem pertanian tadah hujan dengan konservasi air
dan pengelolaan bahan-bahan organik lebih penting karena kemampuan investasi petani LEIA
sangat terbatas.
6.3.5.Mekanisasi Dengan Alat-Alat Bahan Bakar Minyak
Dalam LEIA, hambatan terhadap mekanisasi ini termasuk terbatasnya peralatan, bahan
bakar, modal, keterampilan, fasilitas perawatan dan suku cadangnya serta kondisi ekologi yang
sulit menyebabkan peralatan cepat menjadi usang dan beresiko tinggi menjadi rusak.
Pemanfaatan traktor, khususnya, meningkatkan risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah,
pengerasan tanah, penggundulan hutan, dan bahaya serangan hama.
6.4. Input Luar dan Petani LEIA
Beberapa alasan mengapa petani LEIA (Low external input agriculture) enggan atau tak
mampu menggunakan input luar adalah:
1. Input itu tidak ada atau ketersediaannya tak dapat diandalkan karena infrastruktur
perdagangan dan pelayanannya lemah;
2. kalaupun ada, harganya mahal;
3. input itu beresiko dan mungkin tidak efisien dalam kondisi ekologi yang
beragam dan rentan (misalnya hujan yang tak teratur, tanah yang miring);
4. input itu tidak begitu menguntungkan dalam kondisi-kondisi tertentu;
5. Komunikasi dengan petani yang rendah.
Bahaya-bahaya yang bisa muncul dalam mempromosikan pengenalan input semacam itu
kedalam wilayah LEIA adalah;
1. hilangnya keragaman dalam sistem pertanian yang mengakibatkan
ketidakstabilan dan kerawanan terhadap risiko ekologi dan ekonomi;
2. hilangnya sumber daya genetik setempat dan pengetahuan tradisional tentang
peternakan yang berorientasi ekologi serta alternatif setempat terhadap input luar yang
tidak bisa dipulihkan lagi.
3. disentegrasi sosial dan budaya serta marginalisasi petani yang lebih miskin,
khususnya perempuan.
4. kerusakan lingkungan, khususnya karena penggunaan bahan-bahan kimia
pertanian yang berlebihan.
6.5. Agroekologi
Agroekosistem merupakan kesatuan tumbuhan dan hewan serta lingkungan kimia dan
fisiknya yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan makanan, serat, bahan bakar,
dan produk lainnya bagi konsumsi dan pengolahan umat manusia. Agroekologi merupakan studi
agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Fokusnya adalah
pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balik antar unsur-unsur tersebut serta proses
di mana mereka terlibat. Suatu wilayah yang digunakan untuk produksi pertanian, misalnya suatu
lahan, dipandang sebagai suatu sistem yang kompleks di mana proses ekologi yang terjadi
dalam kondisi alami juga ditemukan, misalnya daur unsur hara, interaksi pemaangsa-mangsa,
persaingan, simbiosis, dan perubahan turun-temurun. Yang tampak secara implisit dalam
pekerjaan agroekologi adalah gagasan, bahwa dengan memahami hubungan-hubungan dan
proses-proses ekologi ini, agroekosistem bisa dimanipulasi untuk memperbaiki produksi dan
bereproduksi secara lebih berkelanjutan dengan dampak negatif yang lebih sedikit terhadap
lingkungan dan masyarakat serta kebutuhan akan input luar yang lebih sedikit.
Para ahli agroekologi kini menyadari bahwa tumpangsari, agroekologi serta metode
pertanian tradisional lainnya meniru proses ekologi alami. Selain itu, keberlanjutan praktek-
praktek setempat bergantung pada model ekologi yang mereka anut. Dengan merancang sistem
pertanian yang meniru alam, maka pemanfaatan optimal bisa dilakukan dari sinar matahari,
unsur hara tanah, dan curah hujan.
Petani tradisional telah menemukan cara-cara untuk memperbaiki struktur tanah,
kapasitas menahan air serta keberadaan unsur hara dan air
tanpa pemanfaatan input buatan. Dalam banyak kasus, sistem pertanian mereka kini (atau pada
masa lalu) merupakan bentuk-bentuk pertanian ekologis yang lebih canggih dan tepat bagi
kondisi-kondisi lingkungan yang khusus. Evaluasi teknik dan sistem pertanian lokal setempat
menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA.
Kekuatan utama sistem pertanian terletak pada integrasi fungsional dari beragam sumber
daya dan teknik pertanian. Dengan mengintegrasikan beragam fungsi pemanfaatan lahan
(misalnya memproduksi bahan pangan, kayu, dan sebagainya; mengkonservasi tanah dan air;
melindungi tanaman; mempertahankan kesuburan tanah) serta pemanfaatan beragam komponen
biologis (ternak besar dan ternak kecil, tanaman pangan, hijauan makanan ternak, padang rumput
alami, pohon,rempah-rempah, pupuk hijau, dan sebagianya), stabilitas dan produktivitas sistem
usaha tani sebagai suatu keseluruhan bisa ditingkatkan dan basis sumber daya alam bisa
dikonservasikan.
6.6. Menuju Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah (LEISA)
Tidak ada satu metode pertanian yang secara tunggal memiliki kunci keberlanjutan.
Sistem pertanian apa pun, apakah itu ”padat bahan kimia ” atau ”alamiah” di lihat dari berbagai
sudut pandang bersifat melestarikan sumber daya, sedangkan dari sudut lain bersifat boros,
tidak berwawasan lingkungan atau mencemarkan. Sudah sering dipertanyakan berapa lama
energi dari luar dan suplai unsur hara, bahan bakar minyak, petrokimia dan pupuk mineral dari
luar dapat dipertahankan. Namun dengan langsung mengganti anternatif nonkimia belum tentu
akan membuat pertanian lebih berkelanjutan. Misalnya penggunaan pupuk kandang secara tidak
bijaksana dapat mencemarkan tanah dan permukaan seburuk pencemaran yang ditimbulkan oleh
penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Begitu pula pemakaian pestisida yang dibuat dari
tumbuhan bisa sama bahayanya dengan pestisida kimia.
LEISA (Low external input sustainable agriculture) merupakan suatu pilihan yang layak
bagi petani dan bisa melengkapi bentuk-bentuk lain produksi pertanian. Karena sebagian besar
petani tidak mampu untuk memanfaatkan input buatan itu atau hanya dalam jumlah yang sangat
sedikit, maka perhatian perlu dipusatkan pada teknologi yang bisa memanfaatkan sumber daya
lokal secara efisien. Petani yang kini menerapkan HEIA, bisa saja mengurangi pencemaran dan
biaya serta meningkatkan efisiensi input luar dengan menerapkan beberapa teknik LEISA.
LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut:
1. Berusaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang ada dengan
mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, hewan,
tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi
yang paling besar.
2. Berusaha mencari cara pemanfaatan input luar hanya bila diperlukan untuk
melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam ekosistem dan meningkatkan sumber daya
biologi, fisik, dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama diberikan
pada maksimalisasi daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.
LEISA (Low external input sustainable agriculture) tidak bisa dipresentasikan sebagai
solusi mutlak terhadap masalah-masalah pertanian dan lingkungan yang mendadak di dunia ini,
tetapi LEISA bisa memberikan kontribusi yang berharga untuk memecahkan beberapa
permasalahan tersebut: LEISA terutama merupakan suatu pendekatan pada pembangunan
pertanian yang ditujukan pada situasi di daerah-daerah pertanian tadah hujan yang terabaikan
oleh pendekatan-pendekatan konvensional.
6.7. Sistem Pertanian
Sistem pertanian mengacu pada suatu susunan khusus dari kegiatan usaha tani (misalnya
budi daya tanaman, peternakan, pengolahan hasil pertanian) yang dikelola berdasarkan
kemampuan lingkungan fisik, biologis, dan sosioekonomis serta sesuai dengan tujuan,
kemampuan, dan sumber daya yang dimiliki petani. Usaha tani dengan kegiatan-kegiatan yang
serupa dikatakan mempraktekkan sistem pertanian tertentu. Istilah pertanian di sini di pakai
dalam arti luas yang meliputi bukan hanya tanaman dan ternak, tetapi juga sumber daya alam
lainnya yang ada pada petani, termasuk sumber daya yang dimiliki bersama orang lain.
Gambar 6.1. Aliran barang dan jasa (ditunjukkan oleh anak panah) dalam suatu sistem usaha tani
sederhana.
Berburu, memancing,dan memanen madu serta hasil-hasil lainnya dari daerah hutan dan juga
penggembalaan ternak yang ekstensif di padang rumput alami, semuanya bisa menjadi bagian
dari suatu sistem pertanian.
Suatu usaha tani merupakan agroekosistem yang unik: suaatu kombinasi sumber daya
fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan (tumbuhan liar, pepohonan,
tanaman budi daya) dan hewan (liar dan piaraan). Dengan mempengaruhi komponen-komponen
agroekosistem ini dan interaksinya, rumah tangga petani mendapatkan hasil atau produk seperti
tanaman, kayu dan hewan.
Untuk menjaga proses produksi terus berlangsung, rumah tangga itu membutuhkaninput,
misalnya benih, energi, unsur hara, air. Input dalam adalah yang diambil di usaha tani sendiri,
misalnya energi matahari, air hujan, sedimen, nitrogen yang diikat dari udara; atau yang
dihasilkan sendiri, misalnya tenaga hewan, kayu, pupuk kandang, sisa tanaman, pupuk hijau,
pakan ternak, tenaga kerja keluarga, dan pengalaman-pengalaman
belajar. Input luaradalah input yang diperoleh dari luar usaha tani, misalnya informasi, tenaga
buruh, bahan bakar minyak, pupuk buatan, biosida kimia, benih dan anakan unggul, air irrigasi,
alat-alat, mesin, dan jasa.
Hasil usaha tani dapat digunakan sebagai input dalam, dikonsumsi oleh rumah tangga
petani (dan menghasilkan tenaga kerja keluarga), dijual, ditukar atau diberikan. Selama proses
produksi beberapa kerugian terjadi sebagai akibat dari, misalnya perembesan atau penguapan
unsur hara atau erosi tanah. Penjualan hasil memberikan uang tunai yang dapat dipakai untuk
membeli berbagai macam barang atau jasa (misalnya pangan, sandang, pendidikan, transportasi),
untuk membayar pajak dan/atau untuk mendapatkan input pertanian. Input dapat juga diperoleh
dengan pertukaran hasil pertanian secara langsung.
Sistem usaha tani LEIA biasanya sangat kompleks. Berbagai anggota dari satu keluarga
bisa memanfaatkan sumber daya alam dalam berbagai macam cara: membudidayakan tanaman,
berkebun, menggembalakan ternak, berburu, mengumpulkan gulma, dan sebagainya guna
memenuhi berbagai macam kebutuhan mereka. Disamping menghasilkan bahan pangan, serat,
kayu, dan berbagai hasil sampingan seperti obat-obatan, bahan jerami dan anyaman, kegiatan ini
juga memiliki fungsi yang lain, termasuk menyebarkan risiko dan memastikan bahwa produksi
bisa berlangsung terus.
6.8. Prinsip-Prinsip Ekologi Dasar LEISA
Prinsip-prinsip ekologi dasar pada LEISA bisa dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman, khususnya
dengan mengelola bahan-bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah.
2. Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara dan menyeimbangkan arus unsur hara,
khususnya melalui peningkatan nitrogen, pemompaan unsur hara, daur ulang dan
pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap
3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan
cara pengelolaan iklim mikro, pengelelolaan air, dan pengendalian erosi.
4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui
pencegahan dan perlakuan yang aman.
5. Saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumber daya genetik yang
mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat
keanekaragaman fungsional yang tinggi.
6.9. Menjamin Kondisi Tanah yang Mendukung Pertumbuhan Tanaman
Proses-proses fisik, kimiawi, dan biologis di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim
kehidupan tanaman dan hewan serta aktivitas manusia. Petani harus menyadari bagaimana
proses-proses ini dipengaruhi dan bisa dimanipulasi guna membudidayakan tanaman yang sehat
dan produktif. Mereka harus menciptakan dan/atau mempertahankan kondisi-kondisi tanah
sebagai berikut:
1. ketersediaan air, udara, dan unsur hara tepat waktu dalam jumlah seimbang dan
mencukupi;
2. struktur tanah yang meningkatkan pertumbuhan akar, pertukaran unsur-unsur gas,
ketersediaan air, dan kapasitas penyimpanan;
3. suhu tanah yang meningkatkan kehidupan tanah dan pertumbuhan tanaman;
4. tidak adanya unsur-unsur toksik.
Suatu aturan pokok adalah bahwa dalam kondisi yang memadai sepersepuluh kandungan bahan
organik dalam tanah terdiri dari hewan tanah. Jadi, lapisan setebal 10 cm pada suatu tanah seluas
1 ha dengan kandungan bahan organik sebesar 1% kira-kira mengandung 1.500 kg fauna tanah.
Ini sama dengan berat 3-4 ekor sapi.
6.10. Aliran Unsur Hara
Unsur hara dalam bentuk larutan diserap dari tanah oleh akar tumbuhan dan disalurkan ke
bagian-bagian hijau tumbuhan. Di bagian hijau ini, bersama dengan CO2 dari udara, unsur hara
itu digabungkan melalui proses fotosintesis ke dalam satuan-satuan rumit yang dibutuhkan
untuk membentuk bagian-bagian tanaman yang berbeda. Energi yang dibutuhkan untuk proses
ini diambil dari cahaya matahari.
Jaringan tumbuhan dikonsumsi oleh hewan (herbivora, serangga) dan manusia, yang
kemudian bisa dikonsumsi oleh konsumen lainnya, misalnya hewan dikonsumsi oleh manusia;
atau hewan, manusia dan tumbuhan mati dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme ini pada gilirannya, bisa dimakan oleh organisme tanah yang lain. Perpindahan
unsur hara dari tumbuhan hijau melalui pemakan tumbuhan ke pemakan hewan di sebut rantai
makanan.
Karena konsumsi bisa menggunakan lebih dari satu sumber makanan, rantai makanan
saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu jaringan makanan yang rumit. Pada
akhir rantai makanan, pengurai seperti cacing tanah, rayap, jamur dan bakteri mengkonsumsi
kotoran dan jaringan dari hewan dan tumbuhan mati, sehingga membentuk humus tanah. Humus
ini memecah menjadi unsur hara yang bisa terurai dan dapat digunakan lagi untuk pertumbuhan
tanaman.
Berbagai macam unsur hara terlibat dalam proses ini. Yang terpenting adalah unsur hara
dasar (unsur hara makro), yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, fosfor, kalium,
kalsium, dan magnesium. Selain itu juga unsur-unsur hara mikro seperti besi, tembaga, boron,
seng, dan mangan yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman dan hewan.
Di dalam suatu usaha tani, aliran unsur hara kurang lebih melingkar. Akan tetapi pada
titik-titik yang berbeda ada unsur hara yang memasuki lingkaran bersama debu, hujan, sedimen,
pupuk atau konsentrat. Ada juga yang meninggalkannya sebagai produk-produk yang laku dijual
atau diberikan, atau sebagai hasil dari erosi (oleh angin atau air), penguapan (difusi komponen-
komponen nitrogen dari belerang ke dala udara), perembesan (unsur hara larut dalam air dan
mengalir perlahan ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam) dan pembuangan sampah (seperti
deposisi tinja di luar lahan pertanian). Unsur hara juga bisa dimobilisasi atau diperoleh di lahan
pertanian dari perusakan partikel-partikel batuan kecil karena hujan dan angin, aksi mikoriza dan
pengikatan nitrogen dari atmosfer oleh mikroorganisme tertentu.
Unsur hara diambil dari larutan tanah dan tidak lagi tersedia bagi tumbuhan ketika
bergabung melalui proses kimia dengan senyawa lain dalam tanah, atau ketika dijadikan bagian
dalam mikroorganisme sehingga tidak bisa dimobilisasikan lagi.
Melalui pemberian makan sisa tumbuhan pada hewan dan pembuatan kompos, limbah,
biogas dan sebagainya dari sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang dan sampah organik yang sama,
unsur hara dapat di daur ulang di usaha tani. Unsur hara itu juga bisa dipindah dari satu tempat
ke tempat lain, misalnya dari padang rumput ke lahan, atau dikonsentrasikan pada satu tempat,
misalnya di pekarangan rumah.
6.11. Aliran Udara
Angin memiliki pengaruh positif dan negatif pada pertanian. Angin mempengaruhi suhu
dan penguapan dari tanah, tumbuh-tumbuhan dan hewan serta suhu dan kelembaban pada iklim
mikro. Semakin kuat angin, semakin meningkat dampak kekeringan dan dingin. Tanah
kemungkinan tertiup jika tidak dilindungi secara memadai dari aliran udara. Dalam situasi di
mana pengaruh aliran angin ini merusak pertanian, khususnya kalau terjadi angin kering dan
dingin ataupun tanahnya rentan, erosi, petani dapat mencoba mempengaruhi aliran udara dengan
mengubah penutup vegetasi atau dengan memberikan perlindungan dengan barisan vegetasi,
pepohonan yang tersebar.
Contoh-Contoh Pengelolaan Iklim Mikro (Stigter 1987b)
6.11.1. Memanipulasi radiasi surya:
Ø Budi daya bertingkat ganda untuk mengoptimalkan pemantauan cahaya yang ada.
Ø Penaungan, misalnya tanaman yang suka teduh teduh seperti tanaman kopi atau sirih.
Menggunakan tanaman penutup tanah dan mulsa untuk mengendalikan gulma
Ø Pemaparan pada radiasi surya untuk mengendalikan hama, misalnya wereng coklat pada padi
dan untuk membunuh patogen yang ada dalam tanah.
Ø Peningkatan atau penurunan penyerapan radiasi pada permukaan tanah, misalnya pemulsaan
untuk menurunkan suhu tanah, pengecatan batang pohon dengan warna putih untuk mencegah
pemanasan.
Ø Penutup untuk mencegah hilangnya radiasi pada malam hari.
Ø Irigasi untuk mempengaruhi suhu tanaman.
Ø Penggunaan radiasi surya untuk pengeringan tanaman atau produk-produk tanaman dari hewan
di lahan atau tempat penyimpanan.
Ø Pelestarian pepohonan pada tanah penggembalaan untuk memberikan naungan bagi ternak.
6.11.2. Memanipulasi aliran panas dan/atau uap lembab:
Ø Pemulsaan untuk mengatur untuk mengatur suhu dan kelembaban tanah
Ø Pemecah angin untuk melindungi tanaman dan hewan
Ø Perlindungan angin untuk pematangan tanaman.
Ø Mempengaruhi pada aliran udara atau kelembaban dengan mengubah kondisi tanah atau
vegetasi.
Ø Pemberian udara hangat untuk pengeringan lahan dan/atau tempat penyimpanan, misalnya
dalam pembuatan hay.
Ø Memanipulasi embun jatuh.
Ø Pembuatan baris-baris hembusan angin untuk memungkinkan pengeringan yang cepat pada
tajuk jika ada resiko serangan penyakit jamur.
6.11.3. Memanipulasi dampak mekanis angin, hujan dan hujan es:
Ø Mengubah kecepatan dan/atau arah angin.
Ø Menanam di tempat –tempat yang lebih rendah atau di dalam lubang di mana memungkinkan
perakaran yang lebih dalam
Ø Melindungi tanah terhadap aliran udara dan air yang erosif.
Ø Melindungi tanaman dan produk terhadap dampak hujan, angin atau hujan es.
Ø Menggunakan angin untuk menampi.
6.12. Pengelolaam Iklim Mikro
Petani bisa menggabungkan tanaman (penanaman bertingkat-tingkat, tumpang sari, pagar
hidup) yang masing-masing dengan ciri tajuk yang saling melengkapi, sehingga satu jenis
tanaman menciptakan kondisi yang mendukung (dalam hal naungan, perlindungan dari angin,
kelembaban dan sebagainya) bagi tanaman lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan struktur
fisik (dinding, penutup dan sebagainya), mulsa atau pengairan. Dengan demikian, kondisi iklim
mikro untuk produksi tanaman dan ternak bisa diperbaiki dan radiasi sinar matahari yang ada
dapat dimanfaatkan secara optimal.
6.13. Pengelolaan Air
Perbedaan dalam ketersediaan air tanah dan kelembaban udara menjadi alasan penting
bagi perbedaan jenis vegetasi alam dan pertanian serta bagi tingkat produksi biomassa. Petani
bisa mempengaruhi ketersediaan air dan udara di dalam tanah dengan memperbaiki struktur
tanah dan kapasitas penyimpanan (misalnya melalui pengelolaan bahan organik dan pengolahan
tanah), dengan meningkatnya kemampuan infiltrasi dan menurunkan penguapan
(misalnya melalui pemulsaan dan pengolahan tanah), dengan meningkatkan infiltrasi ke dalam
tanah (misalnya konservasi/pengumpulan air dan irigasi) atau dengan mengeluarkan kelebihan
air dari lahan (melalui drainase).
6.14. Pengendalian Erosi
Erosi anah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin atau air, dan seringkali karena
kombinasi ketiga-tiganya. Tanah sangat peka terhadap radiasi, khususnya di daerah beriklim
kering. Ketiga suhu tanah terlalu tinggi atau tanah terlalu kering, misalnya setelah terjadi
pengundulan dari vegetasi atau penutup mulsa, kehidupan tanah menjadi terancam,
pertumbuhan dan berfungsinya akar menjadi tidak optimal, dan humus pada lapisan atas terurai.
6.15. Perlindungan Ternak
Berbeda dengan tanaman, ternak tidak perlu ditempatkan di satu tempat saja. Mobilitas
ini memberikan kemungkinan untuk menghindari penyakit dan penulurannya dengan
menghindari daerah-daerah berisiko tinggi. Sering kali, penggembala menggiring ternaknya ke
tempat-tempat penggembalaan hanya pada musim kemarau dan menggiringnya pergi sebelum
tempat-tempat itu terinfeksi dengan lalat-lalat penggigit di musim hujan.
Di samping strategi penggembalaan seperti itu, banyak praktek pengelolaan tradisional
lainnya juga menunjukkan penyesuaian yang kuat terhadap lingkungan dan membantu atau
mencegah penyakit hewan, sehingga menurunkan kebutuhan akan pengobatan. Misalnya
peternak menghindari untuk mengembalakan ternak pada daerah yang terinfeksi penyakit seperti
antrax, flu, dan lain-lain.
Pada musim hujan peternak menunda menggembalakan ternaknya hingga siang, karena
bahaya serangan cacing di waktu pagi hari saat rumput-rumput masih berembun jauh lebih
tinggi. Perapian yang dibuat di tempat di mana ternak bermalam juga merupakan cara untuk
mengusir serangga dari ternak.
Ketika penykait berjangkit, banyak penggembala ternak tradisional mengambil tindakan
karantina. Kini tindakan ini biasanya didukung dengan tindakan pemerintah. Karantina dapat
memperlambat penyebaran penyakit, tetapi tidak dapat menghentikannya. Oleh karenanya,
tindakan seperti itu harus didukung dengan kampanye vaksinasi, misalnya dengan melakukan
vaksinasi lingkar di sekeliling kawanan ternak yang telah terinfeksi. Meskipun beberapa orang
yang memelihara ternak telah mengembangkan bentuk-bentuk vaksin mereka sendiri (imunisasi),
pada umumnya mereka menganggap vaksin modern lebih efektif. Pada penyakit tertentu,
perlindungan seumur hidup bisa dicapai dengan satu kali vaksinasi, namun pada jenis penyakit
lainnya vaksinasi harus diulang beberapa kali secara teratur untuk menjamin perlindungan.
Suatu cara untuk meminimalkan masalah hama dan penyakit yang ramah lingkungan dan
sangat efektif adalah dengan memanfaatkan tanaman dan hewan yang secara lokal telah
diadaptasikan, karena pada umumnya kurang rentan terhadap hama penyakit dibanding spesies
hasil pengembangbiakan, indukan dan varietas yang diperkenalkan dari daerah-daerah
lain.Terkadang, ini merupakan satu-satunya cara untuk mencegah infeksi penyakit tertentu,
misalnya penyakit yang disebabkan karena virus.
Kebanyakan praktek usaha tani mempengaruhi pengendalian hama dan penyakit. Oleh
karenanya, penciptaan kondisi yang sehat bagi tanaman, hewan dan manusia menuntut
pendekatan sistem terpadu. Efek kumulatif dari berbagai praktek yang berbeda yang memberikan
pengaruh pada hama dan penyakit mungkin merupakan suatu jaminan yang lebih baik daripada
sebotol pestisida atau obat-obat kimia.
6.16. Memilih Tanaman Untuk Pola Tanam
Rancangan pola tanam harus memenuhi kebutuhan suatu usaha tani secara spesifik dan
persyaratan keberlanjutan.
Kebutuhan-kebutuhan usaha tani. Ketika merancang suatu pola tanam, beberapa pertanyaan
harus diajukan mengenai kebutuhan usaha tani, yakni:
Ø Apa ada pasar bagi tanaman atau ternak yang diusulkan dalam pola tanam atau usaha tani?
Ø Apakan tanaman cocok bagi jenis tanah pada lahan yang ada?
Ø Apakah tanaman cocok bagi kondisi kelembaban dan iklim usaha tani?
Ø Dapatkan tanaman dibudidayakan dengan peralatan yang ada pada usaha tani atau dengan
perubahan minimal pada peralatan?
Ø Apakah tanaman memenuhi kebutuhan pakan dan pupuk hijau pada usaha taninya, serta
kebutuhan tunai dan subsistem bagi rumah tangga tani tersebut?
Persayarat keberlanjutan. Persyaratan pola tanam bagi keberlanjutan meliputi prinsip-prinsip
berikut ini;
Ø Apakah pola tanam memberikan pengendalian gulma yang efektif?
Ø Apakah pola tanam memberikan keseimbangan antara produksi tanaman dengan pelestarian
tanah?
Ø Apakah pola tanam membantu pembentukan tanah?
Ø Apakah pola tanam mencakup sistem perakaran yang menembus tanah rapat, membawa unsur
hara ke permukaan dan memungkinkan udara dan air memasuki tanah secara lebih mudah?
Ø Apakah pola tanam memberikan pengendalian serangga dan penyakit yang efektif?
Ø Apakah pola tanam secara efektif menggunakan kelembaban yang ada? Apakah praktek-
praktek pelestarian kelembaban tercakup? Apakah tanaman yang serakah akan kelembaban
diganti dengan tumbuh-tumbuhan yang lebih sedikit memerlukan tanaman?
Ø Apakah pola tanam memberikan suatu keragaman tanaman yang memadai untuk meningkatkan
stabilitas dan meminimalkan resiko?
Ø Apakah tanaman menghindari pembentukan unsur-unsur yang tidak dikehendaki?
6.17. Memanfaatkan Interaksi Hewan-Tanaman dan Hewan-Hewan
Pemanfaatan interaksi antara hewan dan tanaman serta antara hewan-hewan yang
berbeda dapat juga menguntungkan petani. Ini mencakup manipulasi yang seksama terhadap
populasi binatang. Misalnya, keuntungan dapat diambil dari kenyataan bahwa vektor penyakit
seperti lalat tsetse lebih menyukai inang-inang tertentu. Jika populasi hewan liar yang lebih
disukai sebagai inang dipertahankan cukup tinggi pada suatu daerah di mana domba dan
kambing digembalakan, maka bahaya penularan penyakit dan hewan-hewan peliharaan dapat
dikurangi (Matthewman, 1980).
Dampak hewan terhadap tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengelola vegetasi. Dengan
pengetahuan pakan yang disukai berbagai macam hewan, tekanan pengembalaan dapat
dimanipulasi untuk menciptakan atau mempertahankan suatu komposisi vegetasi yang
dikehendaki. Misalnya, hewan pemakan rumput-rumputan seperti kambing, sangat berguna
mengurangi gangguan semak belukar yang tak dikehendaki di padang rumput. Kebiasaan
hewan makan tumbuhan secara selektif dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan ”gulma”,
misalnya hewan yang dibiarkan memakan rumput habis-habisan pada awal musim hujan untuk
memungkinkan pertumbuhan tanaman leguminosa pada padang rumput
Injakan kuku-kuku kaki ternak dapat memadatkan tanah dan menghancurkan vegetasi,
jika tekanan penggembalaan sangat tinggi dalam jangka lama. Namun, dampak injakan hewan
ini dapat juga dimanfaatkan untuk mengganggu permukaan tanah sehingga mengakibatkan
perkecambahan benih yang lebih baik (Otsyina et al. 1987). Teknik ini dimanfaatkan, misalnya
oleh petani di Negeria untuk menyiapkan lahan yang akan ditanami tanaman sereal: mereka
mengkonsentrasikan hewan-hewan mereka selama semalam pada suatu lahan sempit yang telah
dibersihkan. Keesokan harinya benih ditaburkan pada permukaan tanah yang telah rusak. Cara
lain untuk memanfaatkan prinsip ini adalah dengan menghela sekawanan ternak dengan cepat
pada sebidang lahan untuk merangsang regenerasi vegetasi alami dari persediaan benih yang ada
di dalam tanah (Savory 1988). Dampak injakan kuku-kuku hewan yang cepat dan hebat ini
tergantung pada jenis vegetasi dan tanah.
Dengan manipulasi vegetasi dan mengubah iklim mikro, petani bisa memperbaiki kondisi
spesies hewan yang diinginkan. Pohon-pohon yang ada bisa menciptakan naungan bagi ternak.
Perlu dipertimbangkan secara cermat jenis dan bentuk vegetasi yang mana akan mendukung
penarikan makhluk hidup yang akan memberikan manfaat bagi budi daya tanaman, dan yang
bisa dipanen secara langsung sebagai pangan maupun untuk tujuan-tujuan lain yang berguna.
Seperti budidaya tanaman ganda, budi daya ternak campuran juga umum dalam sistem
LEIA. Dengan memelihara berbagai spesies, misalnya unggas, hewan pemamah biak dan babi,
petani bisa mengeksploitasi cakupan sumber daya pakan yang lebih luas daripada jika hanya
memelihara satu spesies.
Hewan bisa mempunyai beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit. Hewan
memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga
memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai
hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan sosial. Dalam kondisi LEIA, integrasi ternak ke
dalam sistem pertanian penting. Khususnya untuk:
Ø Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk
menghasilkan pangan untuk keluarga petani,
Ø Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan
pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik.
Memelihara ternak untuk menjamin subsistensi khususnya pada daerah yang berisiko
tinggi, misalnya pada daerah kering. Ternak berfungsi sebagai penyangga. Seekor hewan dapat
disembelih untuk konsumsi rumah tangga atau dijual untuk membeli bahan pangan ketika hasil
panen tanaman tidak memenuhi kebutuhan keluarga. Hewan-hewan dijual ketika diperlukan
uang tunai untuk tujuan-tujuan tertentu, termasuk pembelian input untuk budi daya tanaman.
Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi penurunan risiko budi daya tanaman
ganda hingga akan meningkatkan stabilitas penurunan risiko usaha tani. Penyebaran risiko
dengan praktek budi daya ternak dan tanaman bisa mengakibatkan produktivitas lebih rendah
dalam tiap sektor daripada usaha dengan satu sektor tunggal, tetapi produksi total per satuan
luas bahkan bisa meningkat karena hasil dari tanaman dan ternak bisa diperoleh dari lahan yang
sama.
Ternak dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan intensifikasi daur unsur hara dan
energi. Jerami dan sisa-sisa tanaman lainnya, misalnya setelah perontokan merupakan sumber-
sumber makanan ternak yang penting dalam sistem usaha tani lahan sempit.
Ketika hewan mengkonsumsi tumbuhan dan menghasilkan kotoran, unsur hara di daur
ulang secara lebih cepat daripada ketika tumbuhan itu dibiarkan terurai secara alamiah. Ternak
yang digembalakan memindahkan unsur hara dari kandang ke lahan dan
mengkonsentrasikannya pada daerah tertentu di lahan. Ternak itu sendiri dapat mengerjakan
pengumpulan, transportasi dan penyimpanan unsur hara dan bahan-bahan organik dalam bentuk
air kecing (urine) dan feses.
Di daerah LEIA, pakan ternak terutama diambil dari lahan yang tidak cocok untuk budi
daya tanaman (seperti lahan berbatu, lahan pinggiran dan lahan tergenang air) dan lahan yang
untuk sementara tidak ditanami (lahan yang baru dipanen atau bera). Lahan-lahan ini seringkali
berada di antara plot-plot yang ditanami dan dapat dijadikan tempat untuk menggembalakan dan
menambatkan ternak. Tanamannya juga dapat dipotong untuk pakan ternak.
Memadukan produksi pakan ternak ke dalam rotasi tanaman pangan dapat meningkatkan
keberlanjutan sistem usaha tani, khususnya kalau rumput-rumputan dan tanaman polongan
perenial serta belukar dan pepohonan termasuk didalamnya. Tanaman-tanaman ini bisa
memanfaatkan unsur hara dan air dari lapisan tanah yang lebih dalam daripada tanaman-tanaman
tahunan, memperbaiki kesuburan tanah serta melindungi tanah selama tidak ada tanaman
pangan. Tanaman pakan ternak dapat memiliki peranan penting dalam alih unsur hara di tingkat
usaha tani dengan memberikan kualitas pakan yang lebih baik. Pada akhirnya, ternak akan
menghasilkan kualitas kotoran yang lebih baik yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Bagian
dari tanaman pakan ternak dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau mulsa.
Dalam memanfaatkan tenaga ternak, sebagian energi yang didapat dari memakan
tanaman pada lahan yang tidak terpakai dan lahan yang untuk sementara tidak ditanami dapat
dieksploitasi untuk produksi tanaman. Petani dapat mengolah lahan yang lebih luas dengan
menggunakan ternak daripada dengan cangkul. Karena bajak dan pelana dapat diproduksi secara
lokal, pemanfaatan tenaga hewan memerlukan tingkat input luar yang lebih rendah daripada
pemanfaatan traktor. Tenaga hewan juga dapat dimanfaat untuk kegiatan pasca panen, misalnya
untuk mengangkut produk dari lahan ke tempat penyimpanan atau pasar. Kadang-kadang ternak
makan hijauan secara berlebihan dan menyebabkan degradasi lingkungan pada padang rumput di
daerah pemukiman penduduk.
Di samping ternak yang lebih konvensional, seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau,
ternak lain yang kurang konvensional, seperti kelinci, marmot,itik, lebah, dan ulat sutera dapat
memiliki peranan penting dalam sistem usaha tani terpadu.
Beberapa hambatan yang paling sering ditemui dalam daerah-daerah LEIA adalah tanah
yang terkikis, asam, basa, alkalin, asin, tergenang air, lereng curam, kekeringan, banjir, angin
topan dan sebagainya, masalah-masalah hama dan penyakit yang serius, tidak adanya jaminan
atau pembatasan hak atas lahan, air atau pepohonan, terbatasnya transport dan perdagangan,
langkanya fasilitas kredit, penyebaran input yang tidak bisa diandalkan, pembatasan dalam
hubungan gender dan sebagainya. Untuk mengidentifikasi keterbatasan dan peluang suatu sistem
usaha tani dengan pertimbangan keberlanjutan, penting untuk melakukan evaluasi tujuan rumah
tangga petani dan sistem teknologi khusus yang dipakai, sumber daya genetik, teknik, input,
strategi, dan tata letak pertanian.
6.18. Strategi Transisi Menuju LEISA
Transisi merupakan proses perubahan dari suatu sistem usaha tani konvensional atau
tradisional yang tidak seimbang ke sistem usaha tani yang seimbang secara ekonomis, ekologis
dan sosial (LEISA). Karena memulihkan keseimbangan ekologi memerlukan waktu bertahun-
tahun, khususnya ketika melibatkan pohon-pohon yang sedang tumbuh dan hewan-hewan
biakan, suatu proses transisi, daya dukung petani untuk menyesuaikan dengan perubahan ini
akan sangat penting untuk keberhasilan transisi.
6.19. Kriteria Pemilihan Teknologi Bagi Perbaikan Pertanian yang Berpusat Pada Masyarakat.
Ø Apakah petani yang paling miskin mengakui sebagai teknologi yang berhasil?
Ø Apakah teknologi itu memenuhi kebutuhan yang dirasakan?
Ø Apakah teknologi itu menguntungkan secara keuangan?
Ø Apakah teknologi itu membawa keberhasilan yang dapat dilihat dengan cepat?
Ø Apakah teknologi itu cocok dengan pola pertanian lokal?
Apakah teknologi itu berhubungan dengan faktor-faktor yang paling membatasi produksi?
Ø Akan kah teknologi itu memberi manfaat bagi yang miskin?
Ø Apakah teknologi itu menggunakan sumber daya yang sudah dimiliki oleh yang miskin?
Ø Apakah teknologi itu relatif bebas risiko?
Ø Apakah teknologi itu dari segi budaya bisa diterima oleh yang miskin?
Ø Apakah teknologi itu tenaga kerja daripada padat modal?
Ø Apakah teknologi itu mudah untuk dipahami?
Apakah teknologi itu ditujukan pada pasar yang memadai?
Ø Apakah harga-harga di pasar memadai dan dapat dipercaya?
Ø Apakah pasar dapat ditembus oleh petani kecil?
Ø Apakah pasar memiliki ukuran yang cukup?
Apakah teknologi itu aman untuk ekologi diwilayah tersebut?
Ø Apakah pengawasan yang dibutuhkan pada penerapatan teknologi dilahan itu minimum?
Ø Apakah teknologi itu mudah diajarkan?
Ø Apakah teknologi itu menimbulkan antusiasme dikalangan petani?
Apakah prinsip dibelakang teknologi itu dapat diterapkan secara luas?
6.20. Pelaku Dalam Proses Pengembangan Teknologi LEISA
Dalam mengembangkan sistem LEISA, petani dapat menyumbangkan bukan saja
pengetahuan mereka mengenai ekosistem dan budaya setempat, namun juga pengalaman mereka
dalam melakukan eksperimen informal dan penyesuaian teknologi terhadap kondisi setempat.
Pembaruan yang diteliti oleh petani dalam menanggapi masalah dan kesempatan baru
memberikan indikasi penting adanya peningkatan dalam cara-cara mereka dan dalam batasan-
batasan biologi dan fisik yang harus mereka tanggulangi. Metode uji coba petani sangat
beraneka ragam, namun metode tersebut memiliki kekuatan sebagai berikut:
Ø Subjek dipilih sesuai kepentingan petani
Ø Kriteria evaluasi yang diterapkan berkaitan langsung dengan nilai-nilai setempat dalam
kaitannya dengan misalnya rasa dan pemanfaatan produk
Ø Pengamatan dilakukan dari perspektif sistem kehidupan nyata, karena dilakukan dalam
pekerjaan sesungguhnya dan tidak terbatas pada hasil akhir, misalnya panen, dan
Ø Eksperimen didasarkan pada pengetahuan petani, dan mengembangkan serta memperdalam
pengetahuan ini.
Perusahaan yang menghasilkan input mempunyai peranan yang pasti dalam LEISA
karena input luar rendah tidak berarti pertanian tanpa input. Jika digunakan secara ekologis dan
sosial, input luar melengkapi sumber daya setempat. Contoh kasus menggabungkan input luar
dan dalam di Burkina Faso; Suatu studi mengenai pengaruh jerami, pupuk kandang dan kompos
terhadap hasil panen cantel dengan dan tanpa sedikit tambahan pupuk nitrogen. Jenis pupuk
organik yang paling produktif - kompos – meningkatkan hasil panen cantel dari 1,8 menjadi 2,5
ton per hektar. Pemupukan hanya dengan nitrogen menghasilkan butiran sedikit lebih tinggi
daripada semua praktek pemupukan organik. Namun, hasil terbaik dicapai dengan
menggabungkan kompos dengan pupuk nitrogen; ini meningkatkan hasil panen cantel sampai 3,7
ton per hektar. Ketiga praktek pemupukan organik itu meningkatkan efisiensi penerapan nitrogen
sebesar 20-30% (Pieri, 1985).
6.21. Mengapa Pertanian Harus Berkelanjutan
Menurut pengamatan Dr. Peter Goering (1993), terdapat empat kecenderungan positif
yang mendorong sistem budi daya pertanian harus berkelanjutan, yaitu perubahan sikap petani,
permintaan produk organik, keterkaitan petani dan konsumen, serta perubahan kebijakan.
Keterkaitan antara petani dan konsumen menjadi langkah awal atau kebangkitan
transformasi pertanian subsisten ke arah sistem pertanian yang berorientasi pasar (market
oriented). Peningkatan permintaan produk-produk pertanian organik oleh konsumen (green
consumen) akan mendorong petani untuk mengembangkan pertanian organik. Misalnya,
tingginya permintaan akan buah-buahan dan sayuran organik yang bebas pestisida oleh orang
asing dan tamu di hotel-hotel di Jakarta.
Dr. Soekartawi (1995), pakar ekonomi pertanian dari Universitas Brawijaya Malang
menyebutkan tiga alasan mengapa pembangunan pertanian di Indonesia harus berkelanjutan.
Pertama, sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian
nasional masih dominan. Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto adalah
sekitar 20% dan menyerap 50% lebih tenaga kerja di pedesaan. Dari 210 juta penduduk
Indonesia ± 150 juta orang mencari penghidupan dari sektor pertanian tanaman pangan,
perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan.
Kedua, sebagai negara agraris, agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat
vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Pengalaman masa lalu, yakni pada saat
sektor industri dan perbankan mengalami krisis ekonomi, sektor agrobisnis dan agroindustri di
tanah air mengalami booming karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.
Ketiga, sebagai negara agraris, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi keharusan
agar sumber daya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk kurun waktu yang
relatif lama. Sektor pertanian akan tetap menduduki peran vital untuk mendukung kelangsungan
kehidupan bangsa Indonesia.
Penyebab pertanian tidak berkelanjutan
1. Pertumbuhan penduduk dan kemiskinan
2. Kebijakan pemerintah
3. Kegagalan pasar (Market failure)
4. Hak kepemilikan lahan (Property right)
5. Marjinalisasi praktek dan pengetahuan lokal (Indegenous knowledge)
6.22. Indikator Pertanian Berkelanjutan
Conway (1987) mengilustrasikan pembangunan agroekosistem setidaknya harus
memenuhi empat indikator, yaitu: produktivitas, stabilitas, sustainabilitas, dan ekuitabilitas
(kesamasarataan).
Produktivitas hasil panen diperoleh dengan cara menambah biaya input atau adopsi
teknologi baru, misalnya program intensifikasi atau mekanisasi pertanian.
Stabilitas sistem pertanian menggambarkan fluktuasi produksi hasil panen setiap waktu
yang disebabkan oleh perubahan agroekosistem atau serangan hama dan penyakit.
Sustainabilitas merupakan gambaran ketahanan sistem budi daya pertanian terhadap
perubahan lingkungan atau ekonomi.
Ekuitabilitas atau kesamarataan menggambarkan bahwa produksi pertanian dapat
memberikan keuntungan yang merata atau tinggi, atau sebaliknya, tidak merata atau rendah.
Ekuitabilitas usaha tani tinggi berarti sebagian besar orang dapat menikmati sejumlah hasil
panen atau keuntungan dari produk pertanian.
6.23. Kendala Pertanian Berkelanjutan
Implementasi pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Indonesia tidak mudah
karena dihadapkan pada banyak kendala, sebagai berikut:
1. Kendala sumber daya manusia; rata-rata tingkat pendidikan petani relatif rendah
2. Kendala sumber daya alam; ketersediaan volume air yang tidak menentu;
kesuburan tanah yang semakin menurun; dan kondisi agroklimat yang berubah-rubah
3. Kendala aplikasi teknologi;praktek-praktek usaha tani yang mengancam
kelestarian lingkungan (seperti penggunaan pestisida, penggunaan hormon pertumbuhan,
dan antibiotika pada ternak), pembuangan limbah ternak yang tidak pada tempatnya,
penebangan hutan yang kurang bijaksana dan menyebabkan erosi.
6.24. Model Sistem Pertanian Berkelanjutan
Sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan empat macam
model, yaitu sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, sistem pertanian masukan
luar rendah, dan sistem pengendalian hama terpadu.
6.25. Sistem Pertanian Organik
Sistem pertanian organik (organic farming) atau pertanian ramah lingkungan merupakan
salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial. Sebagai contoh gerakan
anti pestisida di kalangan petani di Boyolali mulai menampakkan hasil. Gerakan ini telah
memberikan kontribusi kepada petani lokal untuk mengendalikan hama secara terpadu tanpa
harus menggunakan pestisida buatan pabrik. Produksi pangan (padi dan palawija) yang
dibudidayakan petani di daerah Kabupaten Boyolali boleh dikatakan sudah bebas racun pestisida.
Kriteria sistem pertanian organik yang diberikan IFOAM (International Federation of
Organic Agriculture Movement) setidaknya harus memenuhi enam prinsip standar (Seymour,
1997):
1. Lokalita (localism). Pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokalita
yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan-bahan
baku atau input dari sekitarnya.
2. Perbaikan tanah (soil improvement). Pertanian organik berupaya menjaga,
merawat, dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan
organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dan sebagainya.
3. Meredam polusi (pollution abatement). Pertanian organik dapat meredam
terjadinya polusi air dan udara dengan menghindari pembuangan limbah dan
pembakaran sisa-sisa tanaman secara sembarangan serta menghindari penggunaan bahan
sintetik yang dapat menjadi sumber polusi.
4. Kualitas produk (quality of product). Pertanian organik menghasilkan produk-
produk pertanian berkualitas yang memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi
lingkungan serta kesehatan.
5. Pemanfaatan energi (energy use). Pengelolaan pertanian organik menghindari
sejauh mungkin penggunaan energi dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil yang
berupa pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak (solar, bensin, dan sebagainya).
6. Kesempatan kerja (employment). Dalam mengelola usaha tani organiknya, para
petani organik memperoleh kepuasan dan mampu menghargai pekerja lainnya dengan
upah yang layak.
Sistem pertanian organik, paling tidak memiliki tujuh keunggulan dan keutamaan sebagai
berikut.
1. Orisinil. Sistem pertanian organik lebih mengandalkan keaslian atau orisinalitas
sistem budi daya tanaman ataupun hewan dengan menghindari rekayasa genetika ataupun
introduksi teknologi yang tidak selaras alam.
2. Rasional. Sistem pertanian organik berbasis pada rasionalitas bahwa hukum
keseimbangan alamiah adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia sebagai
bagian dari sistem jagad raya bukan ditakdirkan menjadi penguasa alam raya, tetapi
bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya.
3. Global. Saat ini, sistem pertanian organik menjadi isu global dan mendapat
respon di mana masyarakat sudah sangat sadar bahwa pertanian ramah lingkungan
menjadi factor penentu kesehatan manusia dan kesinambungan lingkungan.
4. Aman. Sistem pertanian organik menempatkan keamanan produk pertanian, baik
bagi kesehatan manusia ataupun bagi lingkungan, sebagai pertimbangan utama.
5. Netral. Sistem pertanian organik tidak menciptakan ketergantungan atau bersifat
netral sehingga tidak memihak pada salah satu bagian ataupun pelaku dalam sistem
agroekosistem.
6. Internal. Sistem pertanian organik selalu berupaya mendayagunakan potensi
sumber daya alam internal secara intensif.
7. Kontinuitas. Sistem pertanian organik tidak berorientasi jangka pendek, tetapi
lebih pada pertimbangan jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan kehidupan, baik
untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Bumi seisinya ini bukanlah
milik kita tetapi merupakan titipan anak cucu kita.
6.26. Sistem Pertanian Terpadu
Wididana (1999), terdapat dua model sistem pertanian terpadu (integrated agriculture
management), yaitu sistem pertanian terpadu konvensional dan sistem pertanian terpadu dengan
teknologi mikroorganisme. Model pertanian terpadu konvensional misalnya tumpang sari antara
peternakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan
sebagai pakan ikan, atau tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan, di mana sisa-sisa
tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan
sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek–praktek pertanian terpadu
konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan, karena hanya mengandalkan
proses dekomposisi biomassa alamiah yang berlangsung sangat lambat. Oleh karena itu,
diperlukan sentuhan teknologi yang mampu mempercepat proses pembusukan dan penguraian
bahan-bahan organik menjadi unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman atau hewan.
Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi mikroorganisme dengan memadukan
budi daya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara
selaras, serasi, dan berkesinambungan. Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan
prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk
kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan
pestisida sama sekali.
6.27. Sistem Pertanian Masukan Luar Rendah
Metode LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut:
1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal yang ada dengan
mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, ternak,
ikan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek
sinergi yang paling besar.
2. Pemanfaatan input luar dilakukan hanya bila diperlukan untuk melengkapi unsur-
unsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan sumber daya biologi, fisik,
dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama diberikan pada
mekanisme daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.
Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun
untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. LEISA
berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin meningkatkan potensi sumber daya alam serta
memanfaatkannya secara optimal.
Tabel 6.1. Sumber daya produksi pertanian yang berasal dari internal dan eksternal
Sumber daya internal Sumber daya Eksternal
1 Matahari: sumber energi dalam
proses fotosintesis tumbuhan
1 Cahaya buatan: digunakan pada
rumah kaca untuk produksi
pangan
2 Air: berasal dari hijauan atau
jaringan irigasi local
2 Air:berasal dari waduk besar,
distribusi terpusat, atau sumur
dalam.
3 Nitrogen: fiksasi dari udara atau 3 Nitrogen: terutama berasal dari
daur ulang bahan-bahan organic pupuk kimia.
4 Nutrisi lain: berasal dari tanah
dan daur ulang tanaman
4 Nutirisi lain: berasal dari
penambangan, proses, dan
impor.
5 Gulma dan pengendali hama:
secara biologi, budaya, dan
mekanik.
5 Gulma dan
pengendalianhama:dengan
herbisida kimia dan insektisida.
6 Benih:diproduksi dari usaha tani
sendiri
6 Benih:hibrida atau varietas lain
yang diperjual-belikan
7 Mesin pertanian:dirakit dan
dirawat oleh petani dan
masyarakat
7 Mesin pertanian: dibeli dan
sering digunakan
8 Tenaga kerja: berasal dari
keluarga sendiri atau di sekitar
usaha tani
8 Tenaga kerja: bersifat upahan
atau tenaga buruh dari luar.
9 Modal: bersumber dari keluarga
dan masyarakat sekitar usaha
tani.
9 Modal: pinjaman dari lembaga
pelepas uang secara kredit
10 Manajemen:mengandalkan
sesama petani dan komunitas
lokal
10 Manajemen: dari pedagang
input, PPL, dan sebagainya.
Sumber: Francis dan King (1988) op.cit. Young dan Burton (1992).
Sistem pertanian berkelanjutan harus dibangun dengan fondasi sumber daya yang dapat
diperbaharui yang berasal dari lingkungan usaha tani dan sekitarnya. Pengklasifikasian sumber
daya internal dan eksternal akan sangat membantu dalam memahami dan mengembangkan
pertanian dengan model LEISA. Dengan model LEISA, kekhawatiran penurunan produktivitas
secara drastis dapat dihindari,sebab penggunaan input-input luar masih diperkenankan, sebatas
hal tersebut sungguh-sungguh penting atau mendesak dan tidak ada pilihan lain. Model LEISA
masih menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input internal dan input eksternal,
misalnya penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP, pemakaian pestisida hayati
dilakukan bersama-sama dengan pestisida sintesis.
Beberapa contoh teknologi pertanian yang potensial untuk mendukung sistem pertanian
berkelanjutan, antara lain sebagai berikut:
1. Tumpang sari (intercroping).
2. Rotasi tanaman
3. Agroforestri
4. Silvi-pasture. Merupakan perpaduan antara tanaman hutan atau kayu-kayuan dan
rerumputan hijauan pakan ternak sehingga konservasi lebih terjamin dan kebutuhan
hijauan pakan ternak tercukupi tanpa merusak lingkungan.
5. Pupuk hijau (green manuring).
6. Konservasi lahan (conservation tillage).
7. Pengendalian biologi (biological control).
8. Pengelolaan hama terpadu (integrated pest management).
Dalam pengelolaan hama terpadu (PHT) Indonesia sebenarnya kaya akan tumbuhan yang
mengandung senyawa toksik alami, yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati, antara
lain nimba (Azadirachta indica A. Juss) yang mengandung senyawa alami aktif sebagai
insektisida (azadirachtin, salanin, meliantriol, dan nimbin). Dosis pemakaian antara 20 -30 kg
biji nimba per hektar. Pemakaian dapat dilakukan dengan cara disemprotkan, dibenamkan ke
dalam tanah, atau dikenakan langsung pada serangga (Martono dan Muni, 1999).
Beberapa manfaat yang diraih selama program PHT, yaitu:
1. Pengeluaran petani dapat dihemat, terutama pengeluaran untuk membeli
insektisida
2. produksi setiap musim panen lebih mantap
3. wabah hama, terutama wereng, tidak muncul lagi
4. kesadaran akan bahaya racun pestisida meningkat
5. masalah keracunan dapat dikurangi
6. organisme non-hama benar-benar berperan sebagai sahabat untuk mengatasi
seranganhama.
7. hewan bermanfaat (misalnya lebah, katak, ikan, dan belut sawah) dapat
diselamatkan; dan
8. polusi udara, tanah, dan air oleh insektisida dapat diminimalkan.
6.28. Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan
Sistem pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan pembangunan pedesaan
(sustainable agriculture and rural development, SARD) karena selama ini aktivitas produksi dan
konsumsi pertanian terbesar berada di daerah pedesaan. Sebagai negara agraris, dapat dikatakan
65% lebih penduduk Indonesia mencari penghidupan dari sektor pertanian yang tersebar di
pelosok-pelosok pedesaan. Oleh karena itu, segala program pembangunan di pedesaan
seharusnya tidak terlepas dari upaya-upaya mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan
yang mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan dan menyediakan mata pencaharian bagi
masyarakat untuk meraih taraf kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.
Perhatian utama pembangunan berkelanjutan adalah menjaga kesejahteraan umat
manusia, baik dalam kehidupan sekarang sampai akhir hayat. Dengan kata lain, keberlanjutan
sumber mata pencaharian mereka tetap terjamin untuk masa sekarang dan masa mendatang.
Cadangan sumber daya saat ini adalah warisan bagi generasi mendatang yang tidak boleh
berkurang; hutang yang harus kita dibayar. Eksplorasi dan substitusi penggunaan sumber daya
memungkinkan untuk dilakukan, sejauh kita mampu memberikan kualitas sumber daya yang
lebih baik bagi generasi mendatang.
Secara konsepsional, pendekatan kebijakan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari
tiga sudut pandang (Munasinghe dan Cruz, 1995). Pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis
pada konsep maksimalisasi aliran pendapatan antargenerasi, dengan cara merawat dan menjaga
cadangan sumber daya atau modal yang mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya
optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya yang langka menjadi keharusan dalam
menghadapi berbagai isu ketidakpastian, bencana alam, dan sebagainya. Konsep
sosial berkelanjutan berorientasi pada manusia dan hubungan pelestarian stabilitas sosial dan
sistem budaya, termasuk upaya mereduksi berbagai konflik sosial yang bersifat merusak. Dalam
perspektif sosial, perhatian utama ditujukan pada pemerataan (equity) atau keadilan,
pelestarian keanekaragaman budaya dan kekayaan budaya lintas wilayah, serta pemanfaatan
praktek-praktek pengetahuan local yang berorientasi jangka panjang dan berkelanjutan. Tinjauan
aspek lingkungan berkelanjutan terfokus pada upaya menjaga stabilitas sistem biologis
dan lingkungan fisik, dengan bagian utama menjaga kelangsungan hidup masing-masin
subsistem menuju stabilitas yang dinamis dan menyeluruh pada ekosistem.
WCED (1987) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai "pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau
menghancurkankemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya".