benzodiazepine

22
PENYALAHGUNAAN BENZODIAZEPINE (KLASIFIKASI GEJALA DAN TERAPI) Oleh : Maulida Hayati I1A007030 Andrian Sitompul I1A007037 Pembimbing dr. H. Yulizar Darwis, Sp. KJ, M.M. UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unlam-RSUD ULIN

Upload: maulida-hayati

Post on 26-Jul-2015

660 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Benzodiazepine

PENYALAHGUNAAN BENZODIAZEPINE

(KLASIFIKASI GEJALA DAN TERAPI)

Oleh :

Maulida Hayati I1A007030Andrian Sitompul I1A007037

Pembimbing

dr. H. Yulizar Darwis, Sp. KJ, M.M.

UPF/Lab Ilmu Kedokteran JiwaFK Unlam-RSUD ULIN

Banjarmasin Juli, 2011

Page 2: Benzodiazepine

I. BENZODIAZEPINE

Benzodiazepine berefek hypnotik, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvulsi. Hipnotik

dan sedative merupakan golongan obat antidepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya

bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,

menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma atau mati.

Pada dosis terapi, obat sedative menekan aktifitas mental, menurunkan respons terhadap

rangsangan emosi sehingga menenangkan.

1. KIMIA

Rumus benzodiazepine terdiri dari cincin benzene (cincin A) yang melekat pada cincin aromatic

diazepin (cincin B). Karena benzodiazepine yang penting secara farmakologis selalu

mengandung gugus 5-aril (cincin C) dan cincin 1,4-benzodiazepine, rumus bangun kimia

golongan ini selalu diidentikan dengan 5-aril-1,4-benzodiazepine. Berbagai modifikasi pada

struktur cincin maupun gugusannya, secara umum dapat menghasilkan senyawa dengan aktivitas

serupa atau berefek antagonis, misalnya pada flumazenil.

2. FARMAKODINAMIK

Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek

utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan

antikonvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer :

vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepine tertentu secara IV, dan

blockade neuromuscular yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi.

Page 3: Benzodiazepine

Susunan Saraf Pusat. Walaupun benzodiazepine mempengaruhi semua tingkatan aktivitas saraf,

namun beberapa derivate benzodiazepine pengaruhnya lebih besar terhadap SSP dari derivate

yang lain. Benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan

barbiturate atau anestesi umum. Peningkatan dosis benzodiazepine menyebabkan depresi SSP

yang meningkat dari sedasi ke hypnosis, dan dari hypnosis ke stupor, keadaan ini sering

dinyatakan sebagai efek ansetesia, tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek

anestesi umum yang spesifik, karena kesadaran pasien tetap bertahan dan relaksasi otot yang

diperlukan untuk pembedahan tidak tercapai. Beberapa benzodiazepine menginduksi hipotonia

otot tanpa gangguan gerak otot normal, obat ini mengurangi kekakuan pada pasien cerebral

palsy. Efek relaksasi otot diazepam 10 kali lebih selektif dibandingkan meprobamat, namun

tingkat selektifitas ini tidak jelas terlihat pada manusia.

Efek pada elektroensefalogram (EEG) dan tingkat tidur. Efek benzodiazepine pada EEG

menyerupai hipnotik sedative lain. Aktivitas alfa menurun, namun terjadi peningkatkan dalam

aktivitas cepat tegangan rendah (low-voltage fast activity). Toleransi terjadi terhadap efek

tersebut. Sebagian besar benzodiazepine mengurangi waktu jatuh tidur (sleep latency), terutama

pada penggunaan wal, dan mengurangi jumlah terbangun dan waktu yang dibutugkan pada

tingkatan 0 (tingkatan terjaga). Lamanya waktu pada tingkatan 1 (keadaan kantuk) biasanya

berkurang, dan terjadi penurunan yang nyata dalam lamanya waktu pada tingkat tidur gelombang

lambat (tingkatan 3 dan 4). Sebagian besar benzodiazepine menaikkan lamanya waktu dari jatuh

tidur sampai mulainya tidur REM (tingkatan 2), dan umumnya waktu tidur REM menjadi

singkat. Namun siklus tidur REM biasanya bertambah.

Secara keseluruhan efek pemberian benzodiazepine menaikkan tidur total, terutama karena

penambahan waktu pada tingkatan 2, yang merupakan bagian terbesar pada tidur non-REM.

Page 4: Benzodiazepine

Mekanisme kerja dan tempat kerja pada SSP. Kerja benzodiazepine terutama merupakan

interaksinya dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh asam gamma

amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan

dibedakan dalam dua bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan GABAB. Reseptor

ionotropik GABAA terdiri dari 5 atau lebih subunit (bentuk majemuk dari α, β, dan γ subunit)

yang membentuk suatu reseptor kanal ion klorida kompleks. Reseptor GABAA berperan pada

sebagian besar neurotransmitter di SSP. Sebaliknya, reseptor GABAB yang terdiri dari peptida

tunggal dengan 7 daerah trans membrane, digabungkan terhadap mekanisme signal

transduksinya oleh protein-G. Benzodiazepine bekerja pada reseptor GABAA tidak pada reseptor

GABAB. Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA

(reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA berikatan pada subunit α atau β.

Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion

klorida ke dalam sel, menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjnag membrane sel dan

menyebabkan sel sukar tereksitasi.

Pernapasan. Benzodiazepine dosis hipnotik tidak berefek pada pernafasan orang normal.

Penggunaannya perlu diperhatikan pada anak-anak dan individu yang menderita kelainan fungsi

hati.

Sistem kardiovaskuler. Efek benzodiazepine pada system kardiovaskular umumnya ringan,

kecuali pada intoksikasi berat. Pada dosis praanestesia semua benzodiazepine dapat menurunkan

tekanan darah dan menaikkan denyut jantung.

Page 5: Benzodiazepine

Saluran cerna. Benzodiazepine diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan selauran cerna

yang berhubungan dengan ansietas. Diazepam secara nyata menurunkan sekresi cairan lambung

waktu malam.

3. FARMAKOKINETIK

Sifat farmakokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi penggunaannya

dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Golongan benzodiazepine menurut lama

kerjanya dapat dibagi dalam 4 golongan : 1) senyawa yang bekerja sangat cepat; 2) senyawa

yang bekerja cepat, dengan t ½ kurang dari 6 jam, termasuk dalam golongan ini triazolam dan

nonbenzodazepine : zolpidem dan zolpiklon, 3) senyawa yang bekerja sedang, dengan t ½ antara

6-24 jam, termasuk golongan ini yaitu estazolam dan temazepam; dan 4) senyawa yang bekerja

dengan t ½ lebih lama dari 24 jam, termasuk golongan ini yaitu flurazepam, diazepam dan

quazepam. Benzodiazepine dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma. Kekuatan

ikatannya berhubungan dengan sifat lipofiliknya, berkisar dari 70% (alprazolam) sampai 99%

(diazepam). Kadarnya pada cairan serebrospinal (CSF) kira-kira sama dengan kadar obat bebas

dalam plasma. Metabolisme benzodiazepine terjadi dalam tiga tahap, yaitu : 1) desalkilasi; 2)

hidroksilasi; 3) konjugasi.

II. PENYALAHGUNAAN BENZODIAZEPINE

A. Terdapat beberapa tingkatan pemakaian zat NAPZA, yaitu :

a. Pemakaian coba-coba (experimental use) yang bertujuan hanya ingin mencoba memenuhi

rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti menggunakannya dan sebagian lain

meneruskannya.

Page 6: Benzodiazepine

b. Pemakaian sosial (social use) yang bertujuan hanya untuk bersenang-senang (saat rekreasi

atau santai). Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini, namun sebagian lagi

meningkat ke tajapan selanjutnya.

c. Pemakaian situasional (situasional use), pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu

(ketegangan, kesedihan, kekecewaan) dengan maksud menghilangkan perasaan tersebut.

d. Penyalahgunaan (Intensified use / abuse), pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang

bersifat patologis/klinis (menyimpang), minimal satu bulan lamanya, dan telah terjadi

gangguan fungsi sosial atau pekerjaannya.

e. Ketergantungan (dependence use), telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila

pemakaian zat dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya.

B. Gejala-gejala pada intoksikasi benzodiazepine :

-. Gejala neurologis : pembicaraan cadel, gangguan koordinasi motorik, cara jalan yang tidak

stabil (sempoyongan), nistagmus, stupor atau koma dapat pula terjadi.

- Gejala psikologis : afek labil, hilangnya hambatan impuls seksual dan agresif, iritabel, banyak

bicara, gangguan dalam memusatkan perhatian, gangguan daya ingat dan daya nilai, fungsi sosial

atau okupasional terganggu.

- Gejala overdosis : pernafasan lambat atau cepat tetapi dangkal, tekanan darah turun, nadi teraba

lemah dan cepat, kulit berkeringat dan teraba dingin, hematokrit meningkat

C. Gejala pada keadaan putus benzodiazepine :

Putus zat benzodiazepine adalah penghentian (pengurangan) penggunaan benzodiazepine yang

telah berlangsug lama dan memanjang. Keparahan sindrom putus zat yang disebabkan oleh

benzodiazepine bervariasi secara signifikan tergantung dosis rata-rata dan dosis penggunaan, tapi

sindrom putus zat ringan bahkan dapat terjadi setelah penggunaan jangka pendek benzodiazepine

Page 7: Benzodiazepine

dosis relatif rendah. Sindrom putus zat yang signifikan mungkin terjadi pada penghentian dosis,

contohnya dalam kisaran 40 mg sehari untuk diazepam, meski 10 sampai 20 mg sehari, bila

dikonsumsi selama sebulan, juga dapat mengakibatkan sindrom putus zat bila pemberian obat

dihentikan. Awitan gejala putus zat biasanya terjadi 2 sampai 3 hari setelah penghentian

penggunaan, tapi dengan obat kerja lama, seperti diazepam, latensi sebelum awitan mungkin 5

sampai 6 hari.

Gejala putus zat benzodiazepine : insomnia, mual dan muntah, tampak lemah, letih dan dizzines,

takikardi, tekanan darah meningkat, ansietas, depresi, iritabel, tremor kasar pada tangan, lidah

dan kelopak mata, kadang terjadi, agitas,.

Gejala lainnya meliputi disforia, intoleransi terhadap cahaya terang dan suara keras, gangguan

persepsi singkat (ilusi atau halusinasi visual, taktil atau auditorik), tinnitus, fatigue,

depersonalisasi dan derealisasi, pandangan kabur, kedutan otot (biasanya pada dosis diazepam 50

mg per hari atau lebih). Gejala yang jarang terjadi tetapi membutuhkan perhatian khusus setelah

putus zat seperti hipotensi ortostatik, kejang (biasanya terjadi pada penggunaan benzodiazepine

bersama dengan alkohol) dan timbulnya delirium.

III. PENATALAKSANAAN PENYALAHGUNAAN BENZODIAZEPINE

A. TERAPI NON-MEDIK

Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga :

- Tujuan yang ingin dicapai adalah abstinensia : pasien dan keluarga harus memusatkan

perhatian pada tujuan tersebut.

- Penghentian atau pengurangan penggunaan obat/zat psikoaktif akan menguntungkan

kesehatan mental dan fisik.

- Penggunaan obat/zat psikoaktif selama kehamilan akan merugikan bayi dalam kandungan

Page 8: Benzodiazepine

- Penggunaan obat secara intravena mempunyai risiko terjangkit atau menularkan HIV,

hepatitis atau penyakit lain yang menular melalui darah. Diskusikan sikap waspada (pakai

kondom, jangan memakai ulang jarum suntik)

- Pengendalian atau penghentian penggunaan obat/zat psikoaktif seringkali membutuhkan

usaha beberapa kali, karena kekambuhan lazim terjadi.

Konseling pasien dan keluarga :

Bagi pasien yang ingin segera berhenti menggunakan obat/zat psikoaktif :

- Tetapkan satu hari tanpa obat/zat psikoaktif

- Diskusikan strategi untuk menghindari atau mengatasi situasi dengan resiko tinggi

(misalnya situasi sosial, peristiwa yang menyebabkan setres)

- Buat rencana khusus untuk menghindari teman yang masih menggunakan obat/zat

psikoaktif)

- Identifikasi keluarga atau teman yang mendukung penghentian penggunaan obat/zat

psikoaktif)

- Bicarakan gejala dan penatalaksaan putus obat/zat psikoaktif

Bagi pasien yang bertujuan hanya untuk mengurangi penggunaan obat/zat psikoaktif (atau

jika pasien tidak mau berhenti menggunakan obat/zat psikoaktif) :

- Rundingkan satu sasaran yang jelas untuk mengurangi penggunaan obat/zat psikoaktif

(misalnya, tidak lebih dari sebatang rokok ganja per hari, bebas ganja setiap minggu)

- Diskusikan strategi untuk menghindari atau mengatasi situasi resiko tinggi (misalnya

situasi sosial, kejadian yang menyebabkan setres)

- Perkenalkan prosedur pantau-diri dan perilaku penggunaan obat/zat psikoaktif yang lebih

aman (misalnya pembatasan waktu, pengurangan penggunaan)

Page 9: Benzodiazepine

Bagi pasien yang belum mau menghentikan/mengurangi penggunaan obat/zat psikoaktif

sekarang :

- Jangan bersikap menolak (rejektif) atau menyalahkan

- Tunjukkan dengan jelas problem medis, psikologis dan sosial akibat penggunaan obat/zat

psikoaktif

- Buat perjanjian untuk menilai kembali kesehatan pasien dan mendiskusikan penggunaan

obat/zat psikoaktif.

Bagi pasien yang tidak berhasil berhenti menggunakan obat/zat psikoaktif atau yang kambuh:

- Identifikasi dan beri penghargaan untuk setiap keberhasilan

- Diskusikan situasi yang menyebabkan kekambuhan

- Kembali ke langkah yang lebih dini seperti yang telah disebutkan di atas.

Organisasi tolong diri (self-help) misalnya Narcotics Anonymous sering membantu. Narkotik

anonymous adalah pertemuan rutin antara orang yang pernah mengalami gangguan akibat

narkotika untuk saling berbagi pengalaman dan perasaan dalam usahanya untuk berhenti

menggunakan narkotika, serta saling memberikan dukungan untuk tetap tidak menggunakan

narkotika.

B. TERAPI MEDIK

Intoksikasi benzodiazepine

a) Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :

1) Mengurangi efek obat dalam tubuh

2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut

3) Mencegah komplikasi jangka panjang

b). Langkah I: Mengurangi efek Sedatif - Hipnotik :

Page 10: Benzodiazepine

1) Pemberian Flumazenil (hanya bila diperlukan berhubungan dengan dr. Anestasi)

(Antagonis Benzodiazepine) bila tersedia, dengan dosis 0.2 mg i.v kemudian setelah

30 detik diikuti dengan 0.3 mg dosis tunggal, setelah 60 detik diberikan lagi 0.5 mg

sampai total kumulatif 3.0 mg. Pada pasien yang ketergantungan akan menimbulkan

gejala putus zat.

2) Untuk tingkat serum sedatif - hipnotik yang sangat tinggi dan gejala - gejala sangat

berat, pikirkan untuk atau haemoperfusion dengan Charcoal resin/Norit. Cara ini

juga berguna bila ada intoksikasi berat dari barbiturat yang lebih short acting.

3) Tindakan suportif termasuk :

a) pertahankan jalan nafas, pernafasan buatan bila diperlukan

b) perbaiki gangguan asam basa

4) Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki pengeluaran obat dan untuk diuresis

berikan Furosemide 20-40 mg atau Manitol 12,5 - 25 mg untuk mempertahankan

pengeluaran urin.

c) Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut:

Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Kalau tidak, berikan Activated Charcoal.

Perhatian selama perawatan harus diberikan supaya tidak terjadi aspirasi.

d) Langkah III : Mencegah komplikasi :

1). Perhatikan tanda-tanda vital dan depresi pernafasan, aspirasi dan edema paru

2). Bila sudah terjadi aspirasi, berikan antibiotik

3). Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka dia harus segera ditangani di tempat khusus

yang aman dan perlu pengawasan selama 24 jam, bila perlu dirujuk untuk masalah

kejiwaannya.

Page 11: Benzodiazepine

1) Evaluasi dan tangani kondisi medis dan psikiatri yang terjadi bersamaan

2) Dapatkan riwayat zat serta sampel urin dan darah untuk pemeriksaan zat dan etanol

3) Tentukan dosis benzodiazepine yang diperlukan untuk stabilisasi, dipandu riwayat,

tampilan klinis, pemeriksaan zat etanol, dan (pada beberapa kasus) dosis percobaan

(challenge dose)

4) Detoksifikasi dari dosis supraterapeutik :

a. Rawat inap bila terdapat indikasi medis atau psikiatri, dukungan sosial yang buruk,

atau ketergantungan polizat atau pasien tidak dapat diandalkan

b. Beberapa klinisi merekomendasikan peralihan ke benzodiazepine yang kerjanya lebih

lama untuk keadaan putus zat (contoh diazepam, klonazepam), yang lain

merekomendasikan untuk melakukan stabilisasi dengan obat yang dikonsumsi pasien

atau fenobarbital.

c. Setelah stabilisasi, kurangi dosis sebesar 30% pada hari kedua atau ketiga dan

evaluasi responsnya, dengan tetap mengingat bahwa gejala yang terjadi setelah

pengurangan benzodiazepine dengan waktu paruh eliminasi pendek (contoh

lorazepam) timbul lebih cepat disbanding yang waktu paruh eliminasinya lebih lama

(contoh diazepam)

d. Kurangi dosis lebih lanjut sebesar 10 sampai 25 % tiap beberapa hari bila ditoleransi.

e. Gunakan pengobatan ajuvan bila perlu- karbamazepine, antagonis reseptor b-

adrenergik, valproat, klonidin, dan antidepresan sedative telah digunakan namun

kemanjurannya dalam penanganan sindrom abstinensi benzodiazepine belum dapat

ditentukan.

5) Detoksifikasi dari dosis terapeutik :

Page 12: Benzodiazepine

a. Mulai pengurangan dosis sebesar 10- 25 % dan evaluasi respon

b. Dosis, durasi terapi, dan keparahan ansietas mempengaruhi kecepatan penuruan serta

perlunya pengobatan ajuvan

c. Sebagian besar pasien yang mengkonsumsi dosis terapeutik mengalami penghentian

tanpa penyulit

6) Intervensi psikologis dapat membantu pasien dalam detoksifikasi dari benzodiazepine

serta pada penatalaksanaan jangka panjang ansietas.

Penatalaksanaan Putus Zat Benzodiazepine :

a. Abrupt withdrawal ( pelepasan mendadak ) dapat berakibat fatal karena itu tidak dianjurkan.

b. Gradual withdrawal (pelepasan bertahap) dianggap lebih rasional, dimulai dengan

memastikan dosis toleransi, disusul dengan pemberian suatu sedatif Benzodiazepin atau

Barbiturat ( Pentotal, Luminal ) dalam jumlah cukup banyak sampai terjadi gejala-gejala

intoksikasi ringan, atau sampai kondisi pasien tenang. Ini diteruskan selama beberapa hari

sampai keadaan pasien stabil, kemudian baru dimulai dengan penurunan dengan kecepatan

maksimal 10 % per 24 jam sampai dosis sedatif nol. Bila penurunan dosis menyebabkan

pasien gelisah /imsomnia/agutatif atau kejang, ditunda sampai keadaan pasien stabil, setelah

itu penurunan dosis dilanjutkan.

c. Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yang biasa digunakan oleh pasien.

Penurunan dosis total 10 % per hari, maksimal 100 mg/hari.

d. Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal):

Digunakan Luminal sebagai substituent, atau Barbiturat masa kerja lama yang lain. Sifat

long acting akan mengurangi fluktuasi pada serum yang terlalu besar, memungkinkan

digunakannya dosis kecil yang lebih aman. Waktu paruhnya antara 12-24 jam , dosis tunggal

Page 13: Benzodiazepine

sudah cukup. Dosis lethal 5 kali lebih besar daripada dosis toksis dan tanda-tanda

toksisitasnya lebih mudah diamati (sustained nystagmus, slurred speech dan ataxia).

Intoksikasi Luminal biasanya tidak menimbulkan disinhibisi, karenanya jarang

menimbulkan problema tingkah laku yang umum dijumpai pada Barbiturat short acting.

Kadang-kadang pasien tidak bersedia dberikan Luminal. Dosis Luminal tidak boleh

melebihi 500 gram sehari. Berapa besarnya sekalipun dosis Barbiturat yang diakui pasien

dalam anmnesa. Rumus yang dipakai:

Satu dosis sedatif = satu dosis hipnotik (short acting Barbiturat yang dipakai)

Kalau timbul toksisitas, 1-2 dosis Luminal berikut dihapus, lalu dosis harian dihitung

kembali

Daftar dosis ekivalen = (untuk detoksifikasi sedatif hipnotik lain)

30 mg Luminal kira-kira setara dengan :

- 100 mg Phentonal - 500 mg Chloralhydrate

- 400-600 mg Meprobamate - 250-300 mg Methaqualone

- 100 mg Chlordiazepoxide - 50 mg Chlorazepate

- 50 mg Diazepam - 60 mg Flurazepam

. Penatalaksanaan dengan Benzodiazepine tapering off:

1). Berikan salah satu Benzodiazepine (Diazepam, Klobazam Lorazepam) dalam jumlah

cukup.

2). Lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg) setiap 2 hari

3). Berikan hipnotika malam saja (misalnya ; Clozapine 25 mg, Estazolam 1-2 mg )

4). Berikan vitamin B complex.

Page 14: Benzodiazepine

5). Injeksi Diazepam intramuskuler/iritravena 1 ampul (10 mg) bila pasien kejang/agitasi :

dapat diulangi beberapa kali dengan selang waktu 30-60 menit.

Penanganan overdosis benzodiazepine

Penanganan overdosis pada benzodiazepine mencakup levase lambung, arang teraktivasi

(activater charcoal, obat diare, pen. ), serta pemantauan cermat tanda vital dan aktivitas system

saraf pusat. Pasien overdosis yang datang mencari pertolongan medis saat terjaga sebaiknya

dijaga agar tidak jatuh ke keadaan tidak sadar. Muntah sebaiknya diinduksi, dan arang teraktivasi

sebaiknya diberikan untuk menunda absorpsi lambung. Bila pasien dalam keadaan koma, klinisi

sebaiknya memasang jalur cairan intravena, memantau tanda vital pasien, menyisipkan tabung

endotrakeal untuk menjaga jalan napas tetap paten, dan memberi ventilasi mekanis bila perlu.

Rawat inap bagi pasien koma di unit perawatan intensif biasanya diperlukan selama tahap awal

pemulihan overdosis tersebut.

Page 15: Benzodiazepine

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru, 2007.

2. Departemen Kesehatan. Pedoman deteksi dini gangguan jiwa bagi petugas puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2003.

3. Kaplan & Sadock, Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC, 2010

4. Kepmenkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI, 2010.