bentuk asesmen penalaran
TRANSCRIPT
MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA
BENTUK- BENTUK ASESMEN PENALARAN
SHINTA ANTAR KASUMATM / NIM : 2010 / 19851
WIDYA WATITM / NIM : 2010 / 19856
KONSENTRASI PENDIDIKAN FISIKAPRODI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
i
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................iKATA PENGANTAR.........................................................................................................iiBAB I...................................................................................................................................1PENDAHULUAN...............................................................................................................1BAB II.................................................................................................................................6PEMBAHASAN..................................................................................................................6
A. DASAR PEMIKIRAN ASESMEN PENALARAN................................................6B. BENTUK ASESMEN PENALARAN (REASONING ASSESSMENT).............13C. MELIBATKAN SISWA DALAM PENILAIAN PENALARAN........................14
BAB III..............................................................................................................................16PENUTUP.........................................................................................................................16
A. KESIMPULAN......................................................................................................16B. SARAN..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17LAMPIRAN......................................................................................................................18
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Bentuk-
bentuk penilaian penalaran yang dibimbing oleh ibu Prof. Dr Festiyed, M.Si dan Dr.
Usmeldi, M.Pd.
Makalah yang ditulis penulis ini berbicara mengenai -bentuk penilaian penalaran.
Penulis menuliskannya dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku maupun
dari internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai dihadapan
pembaca pada saat ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak
kekurangan. Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau
kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.
Padang, 10 Mei 2011
Penulis
ii
BAB I PENDAHULUAN
Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan
dalam mengakses informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran. Pemilihan
metode asesmen harus didasarkan pada target informasi yang ingin dicapai. Informasi
yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Stiggins (1994:3,67)
mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak dijadikan dasar dalam
menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh pengajar. Kelima hasil belajar
tersebut adalah:
1. Knowledge Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi pengetahuan
suatu mata pelajaran
2. Reasoning Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam menggunakan
pengetahuannya dalam melakukan nalar (reason) dan memecahkan suatu masalah.
3. Skill Outcomes, kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang berhubungan
dengan keterampilan yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
4. Product Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang
didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
5. Affective Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari dan
mengaplikasikan pengetahuan.
Dari kelima hasil belajar yang dikemukakan di atas, penalaran (Reasoning Outcomes)
merupakan hasil belajar yang memiliki asesmen khas untuk mengevaluasinya.
Secara umum, Penalaran (reasoning) merupakan suatu konsep umum yang
menunjuk pada salah satu proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai
pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Copi (1986)
menyebut penalaran sebagai cara berpikir spesifik untuk menarik kesimpulan dari
premis-premis. Piaget (1964) memberikan garis besar sistem intelektual anak pada tahap
perkembangan yang menggambarkan tingkat penalaran yang dimilikinya. Perkembangan
1
kognitif siswa yang dikemukakan terdiri dari empat tahap yaitu : (a) sensori motorik
(0-2 tahun), (b) pra operasional (2-7 tahun), (c) operasional konkret (7-11 tahun) dan
(d) operasional formal (11 tahun ke atas). Masing-masing tahap perkembangan kognitif
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Sensori Motorik
Tahap ini dicirikan oleh giatnya skemata sensori motoris yang mengatur indra dan
gerakan. Dalam periode ini tidak ada kegiatan-kegiatan simbolis. Secara berangsur-
angsur lewat kegiatan sensori dan gerakan motorisnya, anak belajar untuk
mengkoordinir berbagai macam pola tindakan. Dalam keadaan kesatuan osmose
afektif, lama-lama mereka mulai sadar untuk membedakan dengan dunia luar.
Kesadaran akan diri sebagai subyek dan pembentukan obyek terjadi secara serentak.
Pembentukan obyek ini bukanlah satu kenyataan primer tetapi sebuah konstruksi
yang terjadi secara bertahap. Pembentukan obyek ini akan berkembang menjadi
kesadaran akan permanensi obyek yang berarti timbulnya kesadaran sebuah obyek
yang walaupun tidak dapat diraba secara langsung, toh masih betul-betul berada terus
jika suatu saat obyek tersebut tersembunyi bagi si subyek.
2. Tahap Pra Operasional
Tahap ini dicirikan oleh berangsur-angsurnya pertambahan daya mengabstraksi, yang
berarti memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari kenyataan yang konkret
secara berganti-ganti. Periode ini dibagi dalam dua sub taraf.
a. pra konseptual (2-4 tahun)
Dalam taraf pra konseptual perkembangan mental telah berubah karena sudah
terjadi perpindahan aksi-aksi sebagai representasi sesaat. Fungsi simbolis berarti
kemampuan untuk mewakili sesuatu yang intern (misalnya perasaan dan
pikiran). Simbol tidak menujuk pada diri sendiri, tetapi gambaran yang
menunjuk kepada sesuatu yang lain. Perluasan realitas simbolis ini khususnya
terjadi dalam bentuk permainan, tiruan dan bahasa. Ketiga faktor tersebut
merupakan cara yang khas untuk menghadirkan sesuatu yang secara nyata tidak
hadir. Sub taraf pra konseptual ini selanjutnya dicirikan lagi oleh sifat
egosentrisme. Anak masih menganggap diri sebagai titik pusat mutlak dari
2
dunianya dan menentukan diri sebagai patokan dan ukuran mutlak untuk setiap
penilaian dan pertimbangan sehingga anak tidak dapat menempatkan diri dalam
sudut pandangan orang lain. Pikiran anak masih bersifat terpusat (sentrasi).
Anak yang berhadapan dengan suatu dimensi yang berbeda-beda secara
serentak, hanya dapat memfokuskan kepada satu dimensi saja.
b. Sub taraf intuitif (4 – 7 tahun)
Aspek yang paling menonjol dalam Sub taraf intuitif, anak sudah berhasil
mengumpulkan sejumlah benda yang berbeda-beda menurut bentuk, besar dalam
satu kategori tunggal. Anak sudah mampu melihat relasi-relasi koheren tetapi
tidak berhasil menguraikan relasi-relasi koheren tersebut karena cara berpikirnya
masih bersifat intuitif. Pada taraf ini anak mulai menangkap realitas secara logis
dan munculnya aspek konservasi. Aspek konservasi ini merupakan kesadaran
bahwa substansi atau benda (tanah, besi, kayu, air ) tidak kehilangan sifat tetentu
(berat, volume) walaupun secara jelas terjadi perubahan bentuk tertentu
(transformasi, seperti bentuk bulat berubah menjadi pipih). Tercapainya aspek
transformasi ini menandai kepada peralihan pemikiran menuju konkret
operasional.
3. Tahap Operasional Konkrit
Tahap ini dicirikan oleh penghapusan berbagai keterbatasan yang ada pada taraf
sebelumnya. Cara berpikir anak semakin kurang egosentris dan menjadi lebih
terdesentrir. Dua ciri yang paling mencolok dari taraf ini adalah sifat operasional
dan reversible. Dalam pemikiran operasional, melalui tindakan berpikirnya, anak
dapat membuat suatu dengan cara membayangkannya. Perbuatan mental semata-
mata dilakukan pada tingkat yang konkret. Tindakannya masih bergantung pada
kehadiran nyata obyek-obyek konkret. Dalam prinsip reversibilitas, anak dapat
kembali kepada titik tolaknya dan dapat memperbaiki tindakan mentalnya dengan
melakukan kembali secara mental urutan yang sebaliknya. Dalam hal ini anak
mampu mengantisipasi dan memperhitungkan apa yang akan terjadi.
3
Proses-proses penting selama tahapan operasioanal kongkrit adalah:
a. Pengurutan, yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk,
atau ciri lainnya.
b. Klasifikasi, yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda
lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
c. Decentering, yaitu anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya.
d. Reversibility yaitu anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
e. Konservasi, yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-
benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut.
f. Penghilangan sifat egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang
salah).
4. Tahap Operasional Formal
Erwin dan Nuriyah (2001) mendefinisikan penalaran formal sebagai kemampuan
berpikir benar dalam mencapai kebenaran, dapat membedakan antara kenyataan yang
diterima dan harapan yang diinginkan. Siswa yang sudah berusia 11 tahun ke atas
telah memiliki penalaran formal. Siswa pada usia tersebut telah mampu berpikir
secara simbolik dan berpikir abstrak terhadap obyek yang diamati, sistematis, terarah
dan akan dicapai, di samping mampu berpikir induktif, deduktif dan empiris
rasional. Aspek penalaran formal meliputi penalaran kombinatorial, penalaran
korelasional dan penalaran proporsional. Flavell mengemukakan beberapa
karakteristik dari berpikir operasional formal, yaitu :
a. Berpikir hipotesis deduktif
Ia dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah dan
mencek data terhadap setiap hipotesis untuk membuat keputusan yang layak.
4
Tetapi ia belum mempunyai kemampuan untuk menerima dan menolak
hipotesis.
b. Berpikir proporsional
seorang anak pada tahap operasional formal dalam berpikir tidak dibatasi pada
benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang konkret, ia dapat menangani
pernyataan atau proporsi yang memerikan data konkrit. Ia bahkan dapat
menangani proporsi yang berlawanan dengan fakta.
c. Berpikir kombinatorial
Kegiatan berpikir yang meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan-
gagasan atau proporsi-proporsi yang mungkin.
d. Berpikir refleksif
Anak-anak dalam periode ini berpikir sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir
kembali pada satu seri operasional mental. Ia juga dapat menyatakan operasi
mentalnya dengan simbol-simbol (Dahar, 1989).
Lawson menyebutkan ada lima karakteristik bernalar formal, yaitu :
a. identifikasi dan pengontrolan variabel : mendefinisikan identifikasi dan
pengontrolan variabel sebagai kemampuan siswa dalam mengidentifikasi
variabel yang paling tepat terutama dalam memecahkan masalah
b. kemampuan berpikir kombinatorial : kemampuan berpikir yang menggabungkan
beberapa faktor kemudian menyimpulkan sebagai hasil penggabungan tersebut
terutama dalam memecahkan masalah
c. kemampuan berpikir korelasional : kemampuan menganalisis masalah dengan
menggunakan hubungan-hubungan atau sebab akibat
d. kemampuan berpikir probabilitas : Cara berpikir untuk memecahkan masalah
melalui berbagai kecenderungan mendorong siswa untuk mencari probabilitas
e. kemampuan berpikir proporsional : kemampuan memecahkan masalah secara
proporsi dan menggabungkan proporsi yang satu dengan yang lain. Dengan
demikian anak pada tahap operasional formal menggunakan kelima cara tersebut
dalam penalarannya.
5
Inhelder dan Piaget membuat suatu inventory untuk mengukur tingkat operasional
formal. Inventory ini mengacu pada skemata yang disesuaikan dengan tingkat
operasional formal seseorang. Terkait dengan pengetahuan ilmiah yang harus
dimiliki seseorang pada tingkat operasional formal ini, Inhelder dan Piaget
memberikan beberapa ciri (Travers, 1982), yaitu : operasi kombinasi (combinatorial
operation), perbandingan (proportions), koordinasi terhadap Dua sistem acuan (the
coordination of two system of rRefference), proses keseimbangan mekanik (The
Process of Mechanical Equilibrium), probabilitas (probability), korelasi
(correlation), konsep kekekalan (concepts of conservation).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran formal adalah kapasitas siswa
untuk melakukan operasi-operasi formal yang meliputi : berpikir kombinatorial, berpikir
proporsi, berpikir koordinasi, berpikir keseimbangan mekanik, berpikir probabilitas,
berpikir korelasi, berpikir kompensasi dan berpikir konservasi.
6
BAB II PEMBAHASAN
A. DASAR PEMIKIRAN ASESMEN PENALARAN
Nuryani Rustaman menyatakan bahwa kerangka dalam asesmen penalaran terdiri dari
Taksonomi Bloom, Kerangka Norris-Ennis, Kerangka Quellmalz, dan dimensi
pembelajaran Marzano. Masing-masing dasar pemikiran tersebut akan diuraikan
selanjutnya.
1. Taksonomi Bloom
Secara umum, Bloom menyatakan klasifikasi kemampuan hasil belajar
terbagi menjadi :
a. Ranah Kognitif
Merupakan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh pengetahuan,
pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran.
b. Ranah Afektif
Berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan
terhadap suatu obyek
c. Ranah Psikomotor
Kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan (berkaitan
dengan gerak fisik).
Berdasarkan klasifikasi dari kemampuan hasil belajar tersebut, penalaran termasuk
pada ranah kognitif.
Pada tahun 1956, Benjamin Bloom menulis “Taxonomy atas Tujuan
Pendidikan: Domain Kognitif”, dan sejak saat itu deskripsi dari enam tingkat proses
berpikir yang dibuatnya dengan segera diadaptasi serta digunakan dalam berbagai
macam ragam konteks. Daftar atas proses kognitif yang dibuatnya, disusun dan
diurutkan dari yang paling sederhana, mengingat kembali pengetahuan yang telah
dimiliki, sampai dengan yang paling rumit, yaitu memutuskan nilai dan manfaat dari
suatu gagasan. Tabel 1 menunjukkan tingkat pemikiran yang pada awalnya
dikemukakan Bloom :
7
Tabel 1. Taksonomi Bloom awal Tahap
Pemikiran Definisi Kata Kunci
Pengetahuan Mengingat kembali informasi identifikasi, deskripsi, nama, label, pengenalan, reproduksi, menyertai, mengikuti
Pemahaman Pemahaman terhadap makna, interpretasi dari sebuah konsep
ringkasan, mengubah, mempertahankan, mengartikan, interpretasi, pemberian contoh
Penerapan Penggunaan dari informasi atau konsep dalam suatu situasi yang baru
membangun, membuat, model, perkiraan, prediksi, persiapan
Analisis Memecah informasi atau konsep ke dalam beberapa bagian untuk menjadikannya lebih mudah dipahami
membandingkan, memecah, membedakan, memilih, memisahkan
Sintesis Menggabungkan beberapa gagasan secara bersama untuk membentuk sesuatu yang baru
kategorisasi, generalisasi, rekonstruksi
Evaluasi Memutuskan nilai dan manfaat meninjau, kritik, menilai, argumentasi, dukungan
Sebagaimana model teoretik lainnya, taksonomi yang dibuat oleh Bloom memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kekuatan terbesarnya adalah taksonomi tersebut
mengangkat topik yang sangat penting mengenai proses berpikir dan menempatkan
sebuah struktur di seputar topik tersebut yang bermanfaat bagi para praktisi. Banyak
guru yang memiliki pertanyaan seputar belajar dan mengajar terangsang untuk
menghubungkannya dengan berbagai tingkat dari taksonomi yang dibuat oleh
Bloom, dan dapat dipastikan menjadikan guru-guru tersebut bekerja lebih baik,
khususnya dalam mendorong terwujudnya kemampuan berpikir dengan tingkat
keteraturan yang lebih tinggi.
Pada tahun 1999, Lorin Anderson bersama dengan beberapa rekan kerjanya
menerbitkan sebuah versi terbaru dari taksonomi Bloom yang mempertimbangkan
jangkauan yang lebih luas dari berbagai faktor yang berdampak pada kegiatan
pembelajaran. Taksonomi yang diperbaharui ini berusaha memperbaiki beberapa
kekeliruan yang ada pada taksonomi yang asli. Tidak seperti versi 1956, taksonomi
yang baru membedakan antara “tahu tentang sesuatu” (knowing what), isi dari
pemikirannya itu sendiri, dan “tahu tentang bagaimana melakukannya” (knowing
how), sebagaimana prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Oleh
8
karena itu, dimensi proses kognitif atas perbaikan taksonomi yang dibuat oleh Bloom
tersebut, sebagaimana versi aslinya, memiliki enam kecakapan seperti tabel 2.
Tabel 2. Taksonomi Bloom terbaru Tahap
Pemikiran Definisi Kata Kunci
Mengingat (remembering)
pengenalan kembali dan memanggil ulang (recall) informasi yang sesuai dari ingatan jangka panjang
mengenali, memanggil ulang
Memahami (understanding)
kemampuan untuk mengartikan dan memaknai dari bahan pendidikan, seperti bahan bacaan dan penjelasan guru
mengartikan dan memaknai sendiri, mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan
Menerapkan (applying)
mengacu kepada penggunaan sebuah prosedur yang telah dipelajari baik dalam situasi yang telah dikenal maupun pada situasi yang baru
mengeksekusi / melaksanakan, menerapkan
Menganalisis (analyzing)
memecah pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil dan memikirkan bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan dengan struktur keseluruhan seutuhnya
membedakan, mengorganisasikan,memberikan atribut
Evaluasi(evaluating)
mencakup pemeriksaan (checking) dan pengritisian (critiquing)
memeriksa, mengkritisi
Menciptakan (creating)
melibatkan usaha untuk meletakkan berbagai hal secara bersama untuk menghasilkan suatu pengetahuan baru
membangkitkan, merencanakan, menghasilkan
9
2. Norris-Ennis’s Framework
Menurut Norris-Ennis Framework dalam stiggin (1994) terdapat 12 indikator
keterampilan kritis yang dikelompokkan dalam 5 aspek keterampilan berpikir kritis
seperti di tunjukkan pada table 3 berikut
Tabel 3. Indicator keterampilan berpikir kritis Norris Ennis
Keterampilan berpikir kritis Sub keterampilan berpikir kritis
1. Memberikan penjelasan sederhana
(elementary clarification)
1. memfokuskan pertanyaan
2. menganalisis argumentasi
3. bertanya dan menjawab pertanyaan
klarifikasi dan pertanyaan yang
menantang
2. Membangun keterampilan dasar
(basic support)
1. Mempertimbangkan kredibilitas
(criteria suatu sumber)
2. Mengobservasi dan
mempertimbangkan hasil observasi
3. Meyimpulkan (inference) 1. Membuat dedukasi dan
mempertimbangkan hasil dedukasi
2. Membuat induksi dan
mempertimbangkan induksi
3. Membuat dan mempertimbangkan
nilai keputusan
4. Membuat penjelasan lebih lanjut
(advanced clarification)
1. Mendefenisikan istilah,
mempertimbangkan defenisi
2. Mengidentifikasi asumsi
5. Strategi dan taktik (strategies and
tactics)
1. Memutuskan suatu tindakan
2. Berinteraksi dengan orang lain
3. Marzano’s Dimension of Learning
Dimensi belajar pertama kali diperkenalkan oleh Robert J. Marzano tahun 1992
dalam bukunya yang berjudul A different Kind of Classroom. Ada lima dimensi
belajar yang dikemukakan MArzano (1992), yaitu:
10
a. Sikap dan persepsi (Attitude dan perceptions)
b. Memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan (Acquire and integrate
knowledge)
c. Mengembangkan dan menghaluskan pengetahuan (Extend and refine knowledge)
d. Menggunakan pengetahuan secara bermakna (use knowledge meaningfully)
e. Kebiasaan berpikir produktif (productive habits of maind)
Kelima dimensi belajar yang telah disebutkan diatas saling berhubungan satu sama
lain dan tidak dapat berjalan dalam keadaan terpisah. Dimensi pertama dan kelima
merupakan dasar untuk menjalankan dimensi kedua, ketiga, dan keempat. Jika siswa
memiliki sikap persepsi negative terhadap pembelajaran, maka proses belajar yang
meliputi dimensi dua, tiga dan empat pada siswa tidak akan berjalan dengan baik.
Sebaliknya bila siswa memiliki sikap dan persepsi positif maka siswa akan belajar
lebih banyak dan hal-hal yang terkait dengan dimensi dua, tiga dan empat dapat
dilaksanakan dengan baik. Demikian halnya bila siswa telah terbiasa berpikir secara
produktif, maka proses belajar pada diri siswa akan terfasilitasi. Dimensi belajar
tersebut saling berinteraksi dapt dilihat pada gambar berikut.
11
4. Quellmalz’s Framework
Stiggins (1988) mengemukakan kerangka pemikiran Quellmalz tentang penalaran
sebagai berikut :
Kategori Defenisi Kata Kunci
Mengingat (Recall) Mengingat atau mengenal fakta-fakta kunci, defenisi, ko nsep.
Menyampaikan, mendaftarkan, label, nama, identifikasi, mengulang, siapa, apa, kapan
Analisis (Analysis) Memahami hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagiannya dan antara sebab dan akibat, gabungan dan pengelompokan, memahami bagaimana suatu proses dan bagaimana bagian sesuatu sesuai bersamaan, memahami hubungan kausal, mendapatkan informasi dari chart, grafik, diagram, dan peta.
Menganalisis, memutuskan, hubungan, bagaimana sesuatu beroperasi, bagaimana sesuatu digunakan, memberikan contoh
Perbandingan
(Comparison)
Menjelaskan bagaimana sesuatu itu sama atau berbeda.Membandingkan antara dua hal, sederhana ataupun rumit. Perbandingan sederhana didasarkan pada beberapa sifat yang lebih nyata.Perbandingan rumit membutuhkan pengujian yang lebih luas dari sejumlah karakteristik antara dua atau lebih suatu hal yang ingin dibandingkan.Perbandingan dimulai dengan keseluruhan / sebagian hubungan dalam kategori analisis dan membawanya ke tahapan selanjutnya.
Samakan, bedakan, bandingkan, serupa, berbeda
Penarikan
Kesimpulan
(Inference)
Penalaran secara induktif atau deduktif. Dalam tugasdeduktif, penalaran siswa dimulai dari generalisasi ke pemisalan spesifik dan diminta untuk mengenalkan atau menjelaskan fakta-fakta. Dalam tugas induktif, siswa diberi pemisalan atau uraian dan mampu menghubungkan dan mengintegrasikan informasi untuk menuju ke generalisasi.
Hipotesis, sintesis, penggunaan fakta, menggunakan aturan, mengeneralisasikan, menciptakan, menduga, memprediksi, menyimpulkan, menggunakan, memecahkan
Evaluasi
(Evaluation)
Mengungkapkan dan mempertahankan pendapat. Mengevaluasi memerlukan siswa untuk mempertimbangkan kualitas, kredibilitas, harga atau kepraktisan yang menggunakan kriteria yang telah ditetapkan dan menjelaskan
Mempertimbangkan, mengevaluasi, solusi terbaik, membenarkan, mempertahankan, mengkritik
12
Kategori Defenisi Kata Kunci
bagaimana kriteria tersebut cocok atau tidak.
Berdasarkan keempat dasar pemikiran para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
penalaran merupakan suatu keterampilan berpikir dengan menggunakan pengetahuan
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, rencana, dan lainnya. Tingkatan
penalaran dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Analisis
Kata kunci : Komponen, bagian, unsur, urutan logis, langkah-langkah, ide pokok,
uraian pendukung, membedah, menentukan, urutan.
2. Menyamakan / membedakan
Kata kunci : membedakan antara serupa dan berbeda, membedakan antara kemiripan
dan pertentangan, mensejajarkan.
3. Sintesis
Kata kunci : menggabungkan, mencampurkan, memformulasikan, mengorganisasi,
mengadaptasi, memodifikasi
4. Klasifikasi
Kata kunci : mengelompokkan, memisahkan, menggolongkan, memberikan contoh
5. Menduga dan menarik kesimpulan
Kata kunci : menterjemahkan, implikasi, menggambarkan kesimpulan, memprediksi,
menghipotesis, mengeneralisasi
6. Evaluasi
Kata kunci : membenarkan, mendukung opini, berpikir kritis, menghargai,
mengkritik, berdebat, mempertahankan, membantah, mengevaluasi, mengadili,
membuktikan
B. BENTUK ASESMEN PENALARAN (REASONING ASSESSMENT)
Keterampilan penalaran dapat dievaluasi melalui beberapa bentuk asesmen, yaitu :
1. Selected respons assessment
Asesmen ini dapat menilai beberapa bentuk penalaran.
2. Essay assessment
13
Asesmen ini menuntut deskripsi dalam bentuk penulisan dari solusi permasalahan
kompleks yang memberikan pemikiran ke arah penalaran.
3. Performance assessment
Melalui asesmen ini, siswa dapat diamati langsung saat mereka menyelesaikan suatu
permasalahan atau menguji suatu produk, dan menarik kesimpulan melalui
keterampilan penalaran siswa.
4. Personal communication
Asesmen ini melatih siswa untuk menyampaikan pemikirannya secara lisan atau
dapat diberikan pertanyaan balikan mengenai penalarannya terhadap suatu hal.
C. MELIBATKAN SISWA DALAM PENILAIAN PENALARAN
Aspek penalaran dan bukti yang dapat dinilai efektif (namun tidak
eksklusif) di bawah kondisi terkendali meliputi:
Penggunaan penalaran fisika
Siswa menunjukkan kemampuan mereka untuk alasan matematis dengan
menunjukkan langkah-langkah yang diambil dalam mencapai solusi. Mereka
harus mendapatkan kredit untuk pekerjaan mereka, yang mungkin sulit pada tes
pilihan ganda.
Memahami bukti
Siswa menunjukkan bahwa mereka memahami sifat penting bukti fisika
melalui jawaban mereka untuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan
mereka untuk:
o Lengkap langkah-langkah dalam suatu bukti yang diberikan (baik membuat
pernyataan yang sesuai dengan alasan atau memberikan alasan untuk
pernyataan yang diberikan)
o Membangun hubungan antara langkah-langkah dalam suatu bukti yang
diberikan (mengidentifikasi mana dari langkah-langkah sebelumnya dalam
14
bukti yang diperlukan untuk menyimpulkan pernyataan didirikan di
langkah a)
o Menemukan kesalahan dalam bukti yang diberikan
o Mengevaluasi validitas bukti yang diberikan
o Membandingkan dan mengevaluasi pembenaran yang berbeda untuk soal
yang diberikan (empiris penjelasan, bukti berdasarkan contoh generik,
berdasarkan bukti-bukti aksiomatik sistem)
Belajar untuk membuktikan
Pembangunan bukti di bawah kondisi pengujian adalah latihan yang valid tapi
satu yang hati-hati membutuhkan persiapan. Jika satu-satunya cara di mana
bukti dinilai, mungkin mengakibatkan siswa memiliki pandangan terdistorsi
dan negatif dari proses yang fisika sampai pada kesimpulan. Sebuah faktor
penting untuk mempertimbangkan adalah sebelumnya pengetahuan tentang
mahasiswa yang mengambil test: jika mereka sudah melihat buktinya dalam
pertanyaan, maka tujuan penilaian yang valid. Alternatif tugas-tugas yang dapat
digunakan untuk menilai kemampuan siswa untuk membangun bukti-bukti
termasuk meminta mereka untuk:
o Garis besar bukti
o Mengidentifikasi pengetahuan fisika yang diperlukan untuk suatu bukti
tertentu
o Mengisi langkah hilang dalam bukti yang diberikan
o Menyediakan satu set petunjuk untuk orang lain untuk membangun bukti
o Mengadaptasi bukti yang diberikan kepada situasi baru di mana satu atau
lebih elemen yang telah berubah atau asumsi telah diubah
o Memberikan bukti alternatif untuk situasi tertentu
15
o Menyediakan "lokal" bukti (yang bekerja dalam diri-berisi subset dari
sebuah aksiomatik sistem)
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas adalah:
1. kerangka dalam asesmen penalaran terdiri dari Taksonomi Bloom, Kerangka
Norris-Ennis, Kerangka Quellmalz, dan dimensi pembelajaran Marzano
16
2. penalaran merupakan suatu keterampilan berpikir dengan menggunakan
pengetahuan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, rencana, dan
lainnya
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan makalah ini adalah hendaknya
para guru menguasai kerangka berpikir dalam membuat asesmen penalaran.
DAFTAR PUSTAKA
Endar, Suhendar. 2010. Self Assessment Dalam Pembelajaran Fisika. http://www.fisikasma-online.blogspot.com/ Diakses tanggal 1 April 2011.
Emiliannur. 2010. Selected Response Assessment. http://emiliannur.wordpress.com/ Diakses tanggal 1 April 2011.
Muhammad Zainal. 2011. Pengukuran, Penilaian, dan evaluasi dalam Pembelajaran. http://www.masbied.com/ Diakses tanggal 1 April 2011.
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
17
LAMPIRAN
Contoh pertanyaan taksonomi Bloom
1. Mengingat
Apakah massa itu?
Faktor apakah yang mempengaruhi besar kecilnya massa air?
Apakah syarat yang harus dipenuhi agar air yang volumenya 1 lt memiliki massa
1 kg?
Bagaimanakah cara anda menghubungkan antara pengertian massa dan massa
jenis air?
2. Memahami
Apakah yang mempengaruhi massa jenis suatu benda?
Ungkapkan dengan kata-kata sendiri makna massa jenis minyak 0,9 g/cc?
18
Apakah yang dapat kamu lakukan untuk memperkecil massa jenis besi?
Mengapa pemanasan suatu benda dapat mengubah massa jenisnya?
3. Menerapkan
Apa yang anda lakukan saat membeli elpiji untuk mengetahui banyak sedikitnya
gas dalam tabung tesebut?
Mengapa saat membeli elpiji di toko kita harus menimbangnya lebih dahulu?
Bagimanakah cara untuk mengetahui jumlah gas dalam tabung elpiji sesuai
dengan standar yang ditetapkan pemerintah?
Apa yang kamu lakukan bila menemukan jumlah gas dalam tabung elpiji tidak
sesuai standar perdagangan?
4. Menganalisis
Besaran apa sajakah yang anda temukan saat melakukan percobaan menimbang
air?
Jelaskan pengaruh pemanasan balon karet terhadap massa balon tersebut?
Mengapa ikan di danau sekitar kutub masih tetap hidup meskipun danau tersebut
tertutup oleh es?
Bagaimana cara anda menghubungkan konsep pembekuan air dan kehidupan
ikan di danau?
5. Mengevaluasi
Bagaimanakah menurut pendapat anda pada pernyataan berikut ini: benda yang
besarnya sama memiliki jumlah partikel yang sama pula.
Benarkah konsep berikut ini, berikan alasan pendapat anda! Meskipun besi yang
dipanaskan akan muai, namun massa jenisnya tetap karena pertambahan volume
besi diikuti dengan pertambahan massa besi tersebut.
6. Menciptakan
Apa yang harus anda lakukan agar dua benda yang tidak sama jenisnya memiliki
dapat memiliki massa jenis yang sama?
Apa yang harus anda lakukan agar konsep yang salah ini dapat diluruskan:
massa benda berubah saat mengalami pemuaian.
Bagaimanakah prosedur untuk menunjukkan bahwa benda yang dipanaskan
massanya tidak berubah?
19
Buatlah peta konsep yang menunjukkan pengaruh massa suatu benda terhadap
momentumnya!
20