benigna prostate hyperplasia (bph

48
Bagian Ilmu Bedah Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) Oleh : Amaliaturrahmah (06. 55372. 00315. 09) Munira (06.55343. 00286. 09) Pembimbing dr. Boyke Soebhali, Sp.U 1

Upload: amaliaturrahmah

Post on 07-Aug-2015

306 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Umum Universitas MulawarmanLaporan KasusBenigna Prostate Hyperplasia (BPH)Oleh : Amaliaturrahmah Munira (06. 55372. 00315. 09) (06.55343. 00286. 09)Pembimbing dr. Boyke Soebhali, Sp.UDiajukan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Lab Ilmu Bedah FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN RSUD AW SJAHRANIE SAMARINDA 20111BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Benign prostate hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan kelainan kedu

TRANSCRIPT

Page 1: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Bagian Ilmu Bedah Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

Oleh :

Amaliaturrahmah (06. 55372. 00315. 09)

Munira (06.55343. 00286. 09)

Pembimbing

dr. Boyke Soebhali, Sp.U

Diajukan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Lab Ilmu Bedah

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

RSUD AW SJAHRANIE

SAMARINDA

2011

1

Page 2: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benign prostate hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak

merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai pada Klinik Urologi di

Indonesia setelah batu saluran kemih1,2. BPH sebenarnya merupakan istilah

histopatologi dimana terjadi peningkatan jumlah sel stroma dan sel epitel dari

kelenjar prostat3,4. Tidak semua pasien BPH berkembang menjadi BPH yang

bergejala atau symptomatic BPH, hanya terdapat 50% pasien BPH yang memiliki

bukti mikroskopik hiperplasia noduler yang bisa dideteksi secara klinis dan

menimbulkan gejala klinis5.

Perubahan volume prostat juga terjadi secara bervariasi berdasarkan

tingkatan umur, dimana volume prostat meningkat menjadi 25 cc pada pria usia

30 tahun dan pada usia 70 tahun menjadi sekitar 35-45 cc 2,4 Hasil penelitian

autopsi yang pernah dilakukan didapatkan angka prevalensi BPH pada laki-laki

usia 41-50 tahun sebesar 20%, usia 51-60 tahun sebesar 50%, usia 61-70 tahun

sebesar 65%, usia 71-80 tahun sebesar 80% dan usia di atas 80 tahun sebesar

90%6.

Diperkirakan hampir separuh laki-laki dalam hidupnya akan mengalami

gejala BPH dan sekitar 10% akan berkembang menjadi keganasan7. Keadaan

ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang

berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran

urine sehingga menimbulkan gangguan miksi. Meskipun jarang mengancam jiwa,

BPH memberikan keluhan yang menggangu aktivitas sehari-hari2.

Keluhan BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms)

yang terdiri atas gejala obstruksi atau voiding symptoms maupun gejala iritasi

atau storage symptoms8. Namun tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan

miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH2

2

Page 3: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tentang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) termasuk

definisi, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis.

2. Mendapatkan keterampilan dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan menggunakan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam

penegakkan diagnosis BPH.

3. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan teori

berdasarkan literatur.

3

Page 4: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Tn. S

Umur : 64 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jln.Perum PKL Rt.14

MRS : 11 Agustus 2011

Anamnesis

Keluhan Utama: Tidak Bisa Kencing

Riwayat Singkat :

Tidak bisa kencing dirasakan pasien sejak 3 bulan SMRS dan sebelumnya pernah

menggunakan kateter selama 3 bulan kemudian dilepas.6 bulan SMRS pasien

mengeluhkan adanya kencing yang sedikit-sedikit dan pada akhirnya pasien tidak

dapat kencing sama sekali. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pasien

sering mengeluhkan adanya rasa buang air kecil yang tidak puas, terasa masih

ingin mengeluarkan kencing namun sudah tidak bisa keluar. Terkadang pada saat

kencing, pasien harus berhenti dulu baru kemudian memulai lagi kencing yang

disertai usaha mengejan untuk mengeluarkan air kencingnya.Kadang-kadang

pasien merasa sangat ingin kencing, dan saat waktu kencing, kencing malah

sedikit, pasien tidak pernah mengeluhkan adanya kencing berdarah

sebelumnya,keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pada malam hari pasien

lebih sering terbangun kencing dibandingkan sebelumnya, kadang 3 sampai 4 kali.

Saat memaksa kencing pasien terkadang merasa nyeri terkadang pula tidak.Pasien

tidak mengeluhkan ada demam sebelum maupun sakit pada pinggang.Pasien juga

tidak mengalami kencing bercampur darah maupun nanah, tidak ada kencing

4

Page 5: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

berpasir maupun batu.Pasien mengeluhkan adanya rasa kencang pada perut bagian

bawah.pasientidak pernah menyadari munculnya benjolan pada diatas lipatan

pada.

Riwayat penyakit dahulu: Hipertensi (+) 1 tahun, gagal ginjal (-), batu saluran

kencing(-), Diabetes melitus (-), trauma tulang belakang (-)

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak keluarga yang mengeluhkan adanya penyakit

serupa.

Status Generalisata

PemeriksaanFisik :

Keadaan Sakit : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6

Tanda Vital

Tekanan Darah : 150/80 mmHg

Nadi : 84x / menit

RR : 22x / menit

Suhu : 36,8oC (per axilar)

Kondisi Umum

Kepala/Leher : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex

cahaya (+/+), pupil isokor ø 3 mm, jejas (-).

Thorax : Jejas (-), pergerakan dada simetris,

Pulmo : Vesikuler, Rhonki(-/-) , Wheezing (-/-)

Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Jejas (-), flat, soefl, distensi (-), Bising Usus (+)

normal

Ektremitas : akral hangat, edem (-)

5

Page 6: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Status Urologi:

Phlank area : nyeri ketok CVA (-), bipalpasi manual

pada ginjal tidak teraba pembesaran;

ballotement (-)

Vesika Urinaria : Buli tak teraba, massa (-)

Genetalia eksterna : bentuk normal, tetesan air kencing (-),

terpasang kateter

Colok Dubur: sfingter ani menjepit kuat, mukosa licin,

tidak ada darah dan feses pada hanskun.

Prostat: konsistensi prostat kenyal lobus

kanan dan kiri simetris, sulcus mediana

tidak teraba dan tidak didapatkan nodul

Pemeriksaan Penunjang

LaboratoriumDarah:

Leukosit: 10.800 K/µL

Hemoglobin: 11,1 g/dl

GDS:94 mg/dl

Ureum: 22,1 mg/dl

Creatinin: 0,6 mg/dl

6

Page 7: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Urine: Tidak ada

DiagnosaKerja

Benign prostate hyperplasia (BPH) + Hipertensi + HIL D

Komplikasi

Retensio Urin, HIL

Tindakan Operatif

Cystoscopy, TUR Prostat

Prognosis

Bonam

Laporan Operasi

BPH + HIL D

dilakukan Cystoscopy prostat dan TUR Prostatdengan menggunakan

spinal anestesi.

Operasi HIL dirancanakan lewat ruangan

Follow up

Tanggal Follow-Up Tindakan

11/8/ 2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 150/80, N: 84

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

A = Benign prostate hyperplasia

13/8/ 2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 150/80, N: 84

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

Terapi

TUR Prostat

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone inj 2x 1gr

Ketorolac 2x1 amp

7

Page 8: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

A = Benign prostate hyperplasia Kalnex 2x 500mg

Irigasi NaCl jernih

14/8/2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 150/80, N: 84

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

A = BPH post TURP hari ke-1

Ceftriaxone inj 2x 1gr

Ketorolac 2x1 amp

Kalnex 2x 500mg

Irigasi NaCl jernih

15/8/2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 150/80, N: 84

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

A = BPH post TURP hari ke-2

Ceftriaxone inj 2x 1gr

Ketorolac 2x1 amp

Kalnex 2x 500mg

Irigasi NaCl jernih

Bladder Training

16/8/ 2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 150/80, N: 84

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

A = BPH post TURP hari ke-3

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone inj 2x 1gr

Ketorolac 2x1 amp

Kalnex 2x 500mg

Irigasi NaCl jernih

17/8/ 2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 150/90, N: 84

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

A = BPH post TURP hari ke-4

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone inj 2x 1gr

Ketorolac 2x1 amp

Kalnex 2x 500mg

Irigasi (-)

18/8/ 2011 S = Tidak ada keluhan

O = CM, E4V5M6 TD: 160/90, N: 84

Obat pulang

8

Page 9: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

x/i, RR: 20 x/IT:

36ºC,Abdomen:soefl, NT(-), timpani,

BU (+) Normal

A = BPH post TURP hari ke-5

Ciprofloxacin 2x1 tab

Ibuprofen 3x1 tab

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Prostat

Kelenjar prostat merupakan organ genitalia pria yang menutupi

sebagian besar urethra bagian proksimal.Terletak di dalam true pelvis,

terpisah dari simfisis pubis anterior oleh retropubic space (space of

Retzius).Permukaan posterior prostate terpisah dari ampula rektum oleh

fascia Denonvilliers.Basis prostat berlanjut menuju leher vesika urinaria

dan apeksnya berhenti pada permukaan atas diafragma urogenital. Di

sebelah lateral, prostat berhubungan dengan otot-otot levator ani.

Vaskularisasi prostat berasal dari cabang arteri iliaka interna yaitu

arteri vesicalis inferior dan arteri rectalis media, sedangkan aliran venanya

melalui plexus vena dorsal yang menerima darah dari cabang vena dorsal

bagian dalam penis dan vesika sebelum menuju vena iliaka interna. Untuk

inervasi kelenjar prostat berasal dari plexus pelvis. Ukuran normal prostat

adalah 3-4 cm pada basisnya, 4-6 cm pada bagian cephalocaudal, dan 2-3

cm di anteroposterior9

Prostat mendapat inervasi saraf simpatetik dan parasimpatetik dari

saraf hipogastrik dan pelvis. Inervasi kelenjar prostat berasal dari dua

bundel neurovaskular yang terdapat pada posterolateral kelenjar dan

9

Page 10: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

membentuk pedicle superior dan inferior pada masing-masing sisi10.

McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara

laian: zona perifer 70% volume prostat pada dewasa muda, 25% zona

sentral, 5% zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona

periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona

transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona

perifer8.

Gambar.1 Anatomi Prostat

3.2 Fungsi Kelenjar Prostat

Fungsi dari kelenjar prostat adalah menghasilkan suatu cairan yang

merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui

duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior yang kemudian dikeluarkan

bersama cairan semen lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat diperkirakan

sekitar seperempat dari seluruh jumlah ejakulat11.

Cairan alkalis yang disekresi kelenjar prostat menetralkan sekresi vagina

yang asam. Fungsi ini penting karena sperma lebih dapat bertahan hidup dalam

lingkungan yang sedikit basa. Fungsi lain kelenjar prostat adalah menghasilkan

enzim-enzim pembekuan dan fibrinolisin. Dimana enzim-enzim pembekuan

bekerja pada fibrinogen dari vesikula seminalis untuk menghasilkan fibrin yang

dapat diumpamakan untuk membekukan semen sehingga sperma yang

10

Page 11: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

diejakulasikan tetap bertahan dalam saluran reproduksi wanita saat penis ditarik

keluar. Segera setelah itu, bekuan seminal diuraikan oleh fibrinolisin, suatu enzim

pengurai fibrin dari prostat sehingga semua sperma motil yang dikeluarkan dapat

bebas bergerak di dalam saluran reproduksi wanita12.

3.3 BPH (Benign Prostate Hyperplasia)

Istilah benign prostate hyperplasia yang disingkat BPH, mengacu pada

perubahan histologis yang ditandai dengan hiperplasia nodular kelenjar prostat

pada zona periurethral yang sifatnya perlahan dalam jangka waktu yang lama dan

progresif13.

Faktor risiko berkembangnya BPH masih sedikit diketahui, beberapa studi

menyatakan adanya presdisposisi genetik. Sekitar 50% pria dibawah usia 60 tahun

yang menjalani operasi karena BPH memiliki bakat genetik untuk menurunkan

kelainan ini terhadap generasi selanjutnya secara autosomal dominan dan generasi

tingkat pertama penderita BPH akan memiliki resiko sekitar empat kali lipat

menderita BPH8.

11

Page 12: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

3.4 Etiologi BPH

Belum sepenuhnya diketahui penyebab hiperplasia prostat, meski dicurigai

terjadi secara multifaktorial dan dikontrol secara endokrin, tetapi beberapa

hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat

adalah11:

(1) Teori dihidrotestosteron

(2) adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron

(3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

(4) berkurangnya kematian sel (apoptosis)

(5) teori stem sel

1. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang

sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari

testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan

koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan denga reseptor

androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

12

Page 13: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi

pertumbuhan sel prostat11

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH

tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada

BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih

banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih

sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal11

2. Ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan

kadar estrogen relatitif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :

testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam

prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan

hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari

semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru

akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah

ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih

besar11.

13

Page 14: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

3. Interaksi stroma-epitel11

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan

sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma

melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma

mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis

suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu

sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel

secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel

epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat11

Program kematian sel (apoptosisi) pada sel prostat adalah

mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar

prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang

selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-

sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi

sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai

pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang

mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan

massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-

faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen

berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan

kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.

Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan

faktor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori sel stem

Untuk menganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu

dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem,

14

Page 15: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen,

sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada

kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel

pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem

sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

3.5 Patofisiologi Hiperplasia Prostat

Perkembangan histologis BPH menurut McNeal (1978) terjadi pada zona

transisional dan atau pada periurethral preprostatic sphincter. Jadi kelainan ini

tidak terjadi pada keseluruhan bagian prostat, tetapi kelainan yang bersifat lokal.

Pembesaran nodular dan perkembangannya akan memicu terjadinya benign

prostate enlargement (BPE), LUTS, bladder outlet obstruction (BOO), perubahan

fungsi kandung kemih, dan retensi akut maupun kronik. Pada kasus yang parah,

bladder dysfunction karena pembesaran prostat dapat menyebabkan perubahan

dalam fungsi ginjal14.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika

dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih

kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebakan

perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofiotot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-

buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah

bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan

gejala prostatismus. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh

bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua

muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau

terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam

gagal ginjal.

15

Page 16: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Keseluruhan efek sekunder dari BPE akan mempengaruhi kandung kemih.

Obstruksi aliran urine menyebabkan kandung kemih meningkatkan tekanan miksi

untuk mengeluarkan urine. Sehingga kandung kemih akan mengkompensasi

keadaan obstruksi tersebut dengan meningkatkan kekuatan otot detrusor, karena

obstruksi bersifat persisten maka akan terjadi hipertrofi otot detrusor yang dengan

sonografi dpat dilihat sebagai penebalan dinding kandung kemih. Semakin lama

dan semaikin progresifnya obstruksi, kandung kemih pada akhirnya akan gagal

mengkompensasi obstruksi dan pengosongan kandung kemih tidak sepenuhnya

terjadi sehingga muncul residual urine dan terjadi penurunan pancaran urine2,5,6,11.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya

disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi

juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul

prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut

simpatis yang berasal dari nervus pudendus2.

3.6 Gambaran Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan di luar saluran kemih11.

16

Page 17: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala

obstruksi dan gejala iritatif seperti terlihat pada tabel:

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah

bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara

subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang

dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional

Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Skor IPSS

terdiri atas 7 pertanyaan spesifik mengenai gejala miksi selama 4 minggu terakhir.

Gejala tersebut terbagi menjadi storage symptoms (urgency, frequency, nocturia,

dan urge incontinence) serta voiding symptoms (poor stream, hesitancy,dan

feeling of incomplete emptying )8

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas

berupa antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda

dari hidronefrosis), gagal ginjal atau demam yang merupakan tanda dari infeksi

atau urosepsis.

17

Page 18: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

3. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia

inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan

pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba

massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang

didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan

pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan: (1) tonus

sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-

buli neurogenik, (2) mukosa rektum, dan (3) keadaan prostat, antara lain:

kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,simetri antar lobus dan

batas prostat Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan

konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri

simetris dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat,

konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak

simetri.

3.7 Laboratorium

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses

infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna

18

Page 19: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan2,11

Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang

mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk

mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan

kelainan persarafan pada buli-buli (bulibuli neurogenik). Jika dicurigai adanya

keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.2,11

3.8 Pencitraan

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran

kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan

bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu

retensi urine. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1)

kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidoureter atau hidronefrosis, (2)

memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi

prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal

yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, dan (3) penyulit yang terjadi

pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli11

USG suprapubik dilakukan untuk menilai prostat dan kandung kemih pada

pria dengan LUTS untuk memberikan perkiraan ukuran prostat dan menilai

pembesaran prostat bersifat menyeluruh atau hanya intravesika. Untuk kandung

kemih USG digunakan untuk menilai residual volume dan ketebalan dinding

vesika, juga dapat melihat kelainan lain penyebab LUTS seperti batu atau tumor

pada kandung kemih14.

3.9 Pemeriksaan lain

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur11:

Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat

dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan

dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi

19

Page 20: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu

dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan

gambaran grafik pancaran urine. Pemeriksaan yang lebih teliti adalah

dengan pemeriksaan urodinamika.

Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama panacaran, waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran,

maksimum pancaran maksimum, dan volume urine yang dikemihkan. Pancaran

yang mendekati normal, sedangkan pada BPH dengan pancaran lemah dan lama

ditunjukkan seperti gambar.

Gambar. Uroflometri Normal

Gambar. Uroflometri BPH

3.10 Pengobatan

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.

Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa

mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja.

20

Page 21: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Namun di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa

atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi

pada pasien hiperplasia prostat adalah:

1. Memperbaiki keluhan miksi

2. Meningkatkan kualitas hidup

3. Mengurangi obstruksi infravesika

4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal

5. Mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan

6. Mencegah progresifitas penyakit.

Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa,pembedahan, atau tindakan

endourologi yang kurang invasive.

a. Watchfull waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.

Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai

sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya

a. jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam

b. kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi

atau cokelat

21

Page 22: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

c. kurangi makanan pedas dan asin

d. jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya

keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang

baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine,

atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada

sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:

a. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik

penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat

adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker)

b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara

menurunkan kadar hormon testosterone /dihidotestosteron (DHT) melalui

penghambat 5α-redukstase.

Penghambat reseptor adrenergik-α

Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat

penghambat adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu

dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang

ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi

keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena

menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya

adalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskuler lain.

Ditemukannya obat penghambat adrenergik–α1 dapat mengurangi

penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari

fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik–α1

adalah: prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin, dan

doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini

dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

22

Page 23: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat

adrenergik–α1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos

prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi

tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut jantung

Penghambat 5 α-redukstase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 α-

redukstase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan

sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Dilaporkan bahwa

pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah

enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini

memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

c. Operasi

Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang

paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi

non invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat

hasil terapi.

Obstruksi kelenjar prostat akan menyebabkan gejala obstruksi dan miksi

yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi

prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI).

Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang: (1) tidak

menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi

urine, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4) hematuria, (5) gagal ginjal, dan (6)

timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih

bagian bawah.

1. Pembedahan terbuka

Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah

metode dari Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui

pendekatan retropubik infravesika, Freyer melalui pendekatan suprapubik

23

Page 24: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

transvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan

yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, dan

paling efisien sebagai terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan

melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik

infravesikal (Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang

sangat besar (>100 gram).

Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah:

inkontinensia urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-

80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP

dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi

retrograd lebih banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan

gejala klinis sebanyak 85-100%, dan angka mortalitas sebanyak 2%.

2. Pembedahan Endourologi

Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak

dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak

diperlukan insisi pada kulit perut, masa perawatan lebih cepat, dan

memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi

terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan

memakai tenaga elektrik TURP (Transurethral Resection of the Prostate)

24

Page 25: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap prosat berupa reseksi

(TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.

a. TURP (Reseksi Prostat Trasuretra)

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan

mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan

direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang

dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar

tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering

dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik

sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui

pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O

dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala

intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini

ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera

diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam

koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah

sebesar 0,99 %.

Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator

harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.

Di samping itu beberapa operator memasang sistostomi suprapubik

terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi

penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionik lain

selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia pada

TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik urologi di

Indonesia lebih memilih pemakaian aquades sebagai cairan irigasi.

Selain sindroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada saat

operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut seperti tampak

pada tabel dibawah. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar,

25

Page 26: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

tanpa ada pembesaran lobus medius, dan pada pasien yang umurnya

masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP

(transurethral incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli atau

BNI (bladder neck incision). Sebelum melakukan tindakan ini, harus

disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan

melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi

transrektal, dan pengukuran kadar PSA.

26

Page 27: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Anamnesa

Kasus Teori

1. Laki-laki, 64 tahun

2. Pasien mengeluhkan adanya kencing

yang sedikit-sedikit, kencing

menetes,butuh usaha menegejan

untuk mengeluarkan kencing dan

setelah itu pasien masih merasa air

kencing tidak keluar semua sehingga

merasa tidak puas. Pasien juga

menegeluhkan tidak bisa menahan

keinginan untuk buang air kencing.

Terkadang merasa nyeri saat kencing

dan sering terbangun pada malam

hari untuk kencing.

3.Pasien tidak mengeluhkan adanya

benjolan pada atas pangkal paha kanan,

tidak ada nyeri pinggang, dan tidak pernah

BAB keluar darah, tidak ada demam.

BPH dialami oleh 50% pria yang berusia 60

tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia

80 tahun.

Gejala klinis:

1. Obstruksi:

Hesitansi (tidak bisa nahan kencing

Pancaran Kencing lemah

Intermitensi

Miksi tidak puas

Menetes setelah miksi

2. Iritasi:

Frekuensi

Nokturi

Urgensi

Disuri

Komplikasi:

Hidronefrosis, Gagal ginjal, Hernia, Hemoroid,

infeksi, urosepsis.

27

Page 28: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

2.Pemeriksaan Fisik

Kasus Teori

Pemeriksaan Urologi:

(1) Phlank area: nyeri ketok CVA

(-), bipalpasi manual pada

ginjal (-), tidak teraba

pembesaran

(2) Vesika Urinaria: tak teraba,

massa (-)

(3) Genetalia eksterna: tetesan air

kencing(-)

(4) Colok Dubur: sfingter

ani/refleks bulbo-kavernosus

menjepit kuat, mukosa licin,

tidak ada darah dan feses pada

hanskun.

Prostat: konsistensi prostat

kenyal lobus kanan dan kiri

simetris, sulcs mediana tidak

teraba dan tidak didapatkan

nodul

Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simfisis akibat retensi urine

urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien.

colok dubur:(1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-

kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik

(2) mukosarectum(3) kemungkinan adanya nodul,

krepitasi, konsistensi prostat,simetri antar lobus dan batas prostat

(4) BPH: konsistensi prostat kenyalseperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul

(5) Ca prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetri.

3. Pemeriksaan Penunjang

Kasus Teori

.Laboratorium:

Leukosit: 10.800 K/µL

Hemoglobin: 11,1 g/dl

GDS:94 mg/dl

Ureum: 22,1 mg/dl

Creatinin: 0,6 mg/dl

Laboratorium:

Urin: mencari kemungkinan infeksi

Faal Ginjal: kemungkinan adanya

penyulit yang mengenai saluran kemih

bagian atas

Gula darah:kemungkinanyang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada

28

Page 29: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

buli-buli (bulibuli neurogenik)

4. Penatalakasanaan

Kasus Teori

Cystoscopy, TUR Prostat

Laporan Operasi

BPH + HIL D

dilakukan Cystoscopy

prostat dan TUR

Prostat dengan

menggunakan spinal

anestesi.

Operasi HIL

dirancanakan lewat

ruangan

Terapi pada BPH:

29

Page 30: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien pria Tn. S dengan usia 64 tahun dengan keluhan

utama tidak dapat kencing. Dari hasil pemeriksaan fisik dilakukan colok dubur

dan didapatkan hasil sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus menjepit kuat, mukosa

licin, tidak ada darah dan feses pada hanskun, konsistensi prostat kenyal lobus

kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Kemudian dilakukan

pemeriksaan penunjang labratorium namun dalam batas normal. Dari hasil

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang ditegakkan diagnosa

sebagai Benign prostate hyperplasia (BPH) + Hipertensi + HIL D dan dilakukan

tindakan TURP.

30

Page 31: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

DAFTAR PUSTAKA

1. Birowo P, Djoko Rahardjo 2002, ‘Pembesaran prostat jinak’, Jurnal

Kedokteran & Farmasi Medika No. 7 Tahun ke XXVIII

2. Rahardjo, Djoko, Ponco Birowo 2000, ‘Karakteristik penderita pembesaran

prostat jinak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Sumber Waras,

Jakarta, tahun 1994-1997’, Majalah Kedokteran Indonesia Volume 50 No : 2,

Februari, Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta, hh. 81-84.

3. Roehrborn, Claus G, Boyle P, Nickel JC, Hoefner K, Andriole G 2002,

‘Efficacy and safety of a dual inhibitor of 5-alpha-reductase types 1 and 2

(dutasteride) in men with benign prostatic hyperplasia’, Journal of Urology

60(3) : 41-434.

4. McConnell, John D, Claus G Roehrborn, Oliver M Bautista et al. 2003, ‘The

long-term effect of doxazosin, finasteride, and combination therapy on the

clinical progression of benign prostatic hyperplasia’, New England Journal of

Medicine no. 25 volume 349.

5. Mitchell, Richard N dkk. 2008, Buku saku dasar patologis penyakit Robbins

& Cotran, alih bahasa Andry Hartono & Igrid Tania, EGC, Jakarta, hh. 604-

605.

6. Wein, AJ & Rovner ES 2001, ‘Benign prostatic hyperplasia’, in : Clinical

Manual of Urology 3th edition, editor Hanno PM, Mc Graw-Hill Companies,

Inc.

7. Jones, DA 2001, ‘Benign prostatic hypertrophy and lower urinary tract

dysfunction’, in : Comprehensive Urology, editor Weis MR, George N Jr,

O’Reilly PH, Mosby International, London.

8. Tong, YC 2007, ‘Comparisons of urodynamic findings and voiding habits in

patients with concomitant benign prostatic hyperplasia and detrusor

31

Page 32: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH

overactivity presenting with or without the symptomof urgency’, Urologia

Internationalis 78 : 25-219.

9. Presti, Joseph C et al. 2008, ‘Neoplasms of the prostate gland’, in : Smith's

General Urology17th edition, editor Emil. A. Tanagho& Jack W. McAninch,

The McGraw-Hill Companies, Inc. hh. 348-355.

10. Hammerich KH, Ayala GE, Wheeler TM 2009, ‘Anatomy of the prostate

gland and surgical pathology of prostate cancer’, Cambrige University Press

hh. 1-10

11. Purnomo, Basuki B 2003, Dasar-dasar Urologi edisi kedua, CV. Agung Seto,

Jakarta, hh. 69-84.

12. Sherwood, Lauralee 2001, Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem edisi 2,

editor Beatricia I. Santoso, alih bahasa Brahm U. Pendit, EGC, Jakarta, h. 705.

13. Zeman, Peter A et al. 2004, ‘Lower urinary tract symptoms’, in : Handbook of

Urology Diagnosis and therapy third edition, editor Mike B. Siroky, Robert

D. Oates & Richard K. Babayan, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins

hh. 98-120.

14. Maruschke, Mathias, Chris Protzel, Oliver W. Hakenberg 2009, ‘How to

Make the Diagnosis of Benign Prostatic Disease’, European Urology

Supplement 8 : 490-495

32