benigna prostat hiperplasia

42
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. AK Umur : 74 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jak-Tim Agama : Islam Pekerjaan : Tidak bekerja Masuk RSMS : 8 Agustus 2012 II. Anamnesis A. Keluhan Utama : Buang air kecil tidak lancar sejak 1 bulan SMRS B. Keluhan Tambahan : - C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli bedah Rumah Sakit Persahabatan dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak 1 bulan SMRS. Pasien harus menunggu pada

Upload: ibnu-al-musa

Post on 03-Aug-2015

122 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Benigna Prostat Hiperplasia

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AK

Umur : 74 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jak-Tim

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Masuk RSMS : 8 Agustus 2012

II. Anamnesis

A. Keluhan Utama : Buang air kecil tidak lancar sejak 1 bulan SMRS

B. Keluhan Tambahan : -

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli bedah Rumah Sakit Persahabatan dengan keluhan

buang air kecil tidak lancar sejak 1 bulan SMRS. Pasien harus menunggu pada

permulaan buang air kecil, mengedan pada saat buang air kecil, alirannya terputus-

putus, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir kencing. Pasien juga

merasa tidak puas setelah buang air kecil.

Selama ini buang air kecil pasien tidak pernah bercabang, tidak pernah

mengeluarkan batu saat kencing. Pasien juga tidak pernah mengalami operasi

sebelumnya. Nyeri punggung tidak ada, buang air besar lancar. Pasien sebelumnya

Page 2: Benigna Prostat Hiperplasia

sudah berobat di RS kemudian dipasang selang untuk mengeluarkan urin. Pasien

mengaku saat buang air kecil disertai darah sejak 3 hari SMRS.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

- Memiliki riwayat sakit darah tinggi

- Riwayat sakit kencing manis disangkal

- Riwayat sakit batu saluran kencing disangkal

- Riwayat infeksi saluran kemih disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang memiliki sakit sama.

- Riwayat sakit kencing manis disangkal

- Riwayat sakit darah tinggi disangkal

- Riwayat sakit batu saluran kencing disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tekanan Darah : 140/80 mm/Hg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 37 0 C

A. Status Generalisata

Kepala : Normocephal

Mata : Reflek cahaya ada, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, pupil isokor, diameter pupil 3 mm.

Page 3: Benigna Prostat Hiperplasia

Hidung : Discharge tidak ada, deviasi septum tidak ada.

Mulut : Mukosa basah

Telinga : Serumen kanan dan kiri ada, simetris, tidak ada kelainan bentuk

Thorak

Jantung :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas kiri atas ICS II LMC sinistra

Batas kanan atas ICS II LPS Dextra

Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra

Batas kanan bawah ICS IV LPS Dextra

Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising jantung tidak ada

Paru

Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris

Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan dan kiri, suara tambahan tidak

ada.

Abdomen

Inspeksi : Simetris, venektasi tidak ada, sikatrik tidak ada, tidak

tampak masa.

Page 4: Benigna Prostat Hiperplasia

Palpasi : Defans muskular tidak ada, nyeri tekan tidak ada, tidak

teraba massa, hepar tidak teraba, limpa tidak teraba.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”

B. Status Lokalis

CVA : Massa (-)

Nyeri tekan -/-

Nyeri ketok +/+

Regio Suprapubik

Inspeksi : Datar, tidak tampak massa

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba massa, buli kesan kosong

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran scrotum,

terpasang cateter, produksinya ada, urin berwarna merah

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba masa, testes teraba normal

Rectal taucher : Tonus sfingker ani baik, ampula tidak kolaps, mukosa rectum

licin, massa tidak ada, nyeri tekan tidak ada.

Prostat : teraba membesar, pole atas tidak dapat diraba, kenyal,

permukaan licin.

Sarung tangan : Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada

Page 5: Benigna Prostat Hiperplasia

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

DPL : 15.3 / 45 / 13.20 / 300.000

GDS : 111 mg/dl

Natrium : 137 mmol/L

Kalium : 3.40 mmol/L

Clorida : 101 mmol/L

Ureum : 26 mg/dl

Creatinin : 1.2 mg/dl

As. Urat : 8.4

BT / CT : 4’/7’

LED : 35

Imunoserologi

PSA : 56.63 ng/ml

Urine lengkap

Warna urine : Merah

Kejernihan : Keruh

Berat jenis urine : 1.020

PH urine : 6.5

Protein urine : Pos (+++)

Glukosa urine : Neg (-)

Keton urine : Neg (-)

Bilirubin urine : Neg (-)

Urobilinogen urine : 1-0

Nitrit urine : Positive

Darah samar urine : Pos (+++)

Lekosit esterase : Pos (+++)

Page 6: Benigna Prostat Hiperplasia

Mikroskopis urine

Lekosit : 60-80

Eritrosit : Penuh

Sel epitel : Pos (+)

Bakteri : Pos (+++)

b. USG

Kesan:

- Hipertrofi prostat yg tampak mengidentasi bagian postero inferior buli.

- Tak tampak batu di kedua ginjal dan buli

- Kandung empedu nondistended

- Hepar, lien, pankreas, dan ginjal tak tampak kelainan patologis.

- Diagnosis Klinis

Hiperplasia prostat

Hematuria

Page 7: Benigna Prostat Hiperplasia

Diagnosis Banding

1. Karsinoma prostat

2. Tumor buli

3. Vesicolithiasis

V. Penatalaksanaan

1. Non Medikamentosa : Pasang cateter

2. Medikamentosa : antibiotik spektrum luas dan analgetik

3. Operatif : TURP

Laporan operasi:

- Posisi litotomi dalam spinal anestesi

- Asepsis dan antisepsis lapangan operasi dan sekitarnya

- Buli tidak hiperemis, otot (+), trabekulasi sedang, massa (-), batu (-), kedua muara

ureter (N)

- Bladder necle tidak tinggi, lossing lobe ½ cm

- Dilakukan TUR P secara sistematis chip prostat 15 gram PA

- Pasang folley catheter 3 way drips (+)

Instruksi Post Operasi :

- Diet bebas

- Mobilisasi bed rest

- IVFD Nacl 0.9% : D 5% = 2 : 1 / 24 jam

- Cek DPL + elektrolit pasca operasi

- Kirim jaringan PA

- Spooling kateter guyur, bila jernih 60-80 tpm

- Obat: Afratam 2 x 1 gr iv

Kaltrofen supp 3 x 1

Page 8: Benigna Prostat Hiperplasia

Follow up

1. 10 agustus 2012

S : Kateter lancar, drip lancar

O : KU/Kes : TSS/CM

TD : 133/88 mmHg, HR : 88x, RR : 24x, S : 36,5oC

Konjungtiva anemis : -/-, sclera ikterik : -/-

Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen : datar, supel, BU (+)

Ekstremitas : edema (-), pucat (-)

Hasil Lab:

DPL : 13.5/39/8.97/127

Na/K/Cl : 140/3.40/102

U/Kr : 25/1.5

A : Post op TUR P Hari ke 1

P : Drip lanjut

Mobilisasi

Diet bebas

Laxadyn syr 3 x C 1

2. 13 Agustus 2012

S : Urine merah, mobilisasi baik

O : Compos Mentis, hemodinamik stabil

Kateter : lancar, produksi kemerahan, drip spooling

A : BPH post TUR P hari ke 4

P : Spooling lanjut

Besok cek Ureum/Kreatinin

3. 14 Agustus 2012

S : Retensi urine pasca aff kateter

Page 9: Benigna Prostat Hiperplasia

O : Compos mentis, hemodinamik stabil

Kateter : drip spooling (+), lancar, jernih

Hasil lab :

DPL : 13.9/40/8.02/186

Na/K/Cl : 135/2.80/94.0

U/Kr : 16/1.2

A : BPH post TUR P hari ke 5

P : Cek Ureum/Kreatinin + elektrolit

Spooling kembali NaCl

Transamin 3 x 1

Vit K 3 x 1 amp

Vit C 1 x 1 inj

VI. Prognosis

Dubia ad bonam

Page 10: Benigna Prostat Hiperplasia

BAB II

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

I. Insidensi dan Epidemiologi

BPH adalah tumor jinak yang paling umum pada pria, dan angka kejadiannya

berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH pada pemeriksaan otopsi

meningkat, dari sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi 50% pada usia 51-

60 tahun dan lebih dari 90% kasus pada pria berusia lebih dari 80 tahun. Walaupun

bukti klinis dari penyakit terjadi kurang sering, tetapi gejala obstruksi prostat juga

berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun, sekitar 25% pria melaporkan gejala

obstruksi saat berkemih. Pada usia 75 tahun, 50% pria mengeluhkan berkurangnya

tenaga dan ukuran dari aliran kencingnya.

Faktor risiko berkembangnya BPH masih sedikit dipahami. Beberapa studi

melaporkan faktor genetik, dan beberapa melaporkan perbedaan ras mempengaruhi.

Sekitar 50% dari pria dibawah 60 tahun yang menjalani pembedahan untuk BPH

mungkin mengalami berbagai macam gejala penyakit. Bentuk ini biasanya

merupakan pengaruh genetik autosomal dominan dan keturunan pertama pria

memiliki peningkatan resiko relatif sekitar empat kali lipat.

Gambar 1. A: tampak lateral prostat. B: potongan tampak samping. C: pandangan

transversal dari gambar B

Page 11: Benigna Prostat Hiperplasia

II. Etiologi

Etiologi dari BPH belum dapat diketahui dengan pasti, tapi kemungkinan

besar merupakan pengaruh keturunan dan kontrol endokrin atau hormonal. Prostat

terdiri dari gabungan elemen stromal dan epitelial, dan masing-masing, baik sendiri

maupun kombinasi dapat memberikan resiko pembesaran nodul, dan gejala yang

berhubungan dengan BPH. Masing-masing elemen dapat menjadi target dalam skema

manajemen medis.

Observasi dan studi klinis pada pria telah menunjukkan dengan jelas bahwa

BPH berada dibawah pengaruh kontrol endokrin. Hal kastratropik ini merupakan

hasil dari regresi adanya BPH dan peningkatan pada gejala berkemih. Investigasi

tambahan menunjukkan korelasi positif antara level dari testosteron bebas dan

estrogen dengan ukuran BPH. Penelitian belakangan menunjukkan hubungan antara

penuaan dengan BPH dapat berasal dari peningkatan level estrogen pada penuaan

yang kemudian mengakibatkan induksi reseptor androgen, dan mensensitasi prostat

untuk menjadi testosteron bebas. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang

menunjukkan adanya peningkatan kadar reseptor estrogen pada pasien BPH.

III. Patologi

BPH berkembang pada zona transisi. BPH merupakan suatu proses

hiperplasia yang benar-benar berasal dari peningkatan jumlah sel. Evaluasi

mikroskopik menunjukkan pola pertumbuhan nodular yang dibentuk dari bermacam

jenis sel stroma dan epitelium. Stroma dibentuk dari berbagai macam kolagen dan

otot polos. Berbagai macam perbedaan tampilan dan penyusun dari komponen

histologis pada BPH menjelaskan, sebagian, kemungkinan potensial responsifitas

terhadap terapi medis. Terapi alfa-blocker dapat memberikan respon yang sempurna

pada pasien dengan BPH yang memiliki komponen otot polos secara signifikan,

sedangkan pada BPH yang tersusun dari sel epitelium akan memberikan respon yang

lebih baik terhadapat penghambat 5-alpha-reductase. Pasien dengan komponen

kolagen yang signifikan pada stroma mungkin tidak akan memberikan respon pada

Page 12: Benigna Prostat Hiperplasia

kedua bentuk terapi medis diatas. Sayangnya, tidak ada yang bisa dipergunakan untuk

memprediksi responsifitas terdapat terapi yang spesifik.

Saat nodul BPH yang berada di zona transisi membesar, nodul tersebut

menekan zona terluar dari prostat, menghasilkan bentuk yang dapat disebut sebagai

kapsul pembedahan. Batas ini memisahkan zona transisi dari zona perifer dan

menyediakan landasan untuk enukleasi prostat secara terbuka pada saat dilakukan

prostatektomi sederhana terbuka pada pasien BPH.

Gambar 2. Gambaran keseluruhan prostat pada bagian tengah uretra pars prostatika. Tampak verumontanum (v) dan area kanker prostat (CAP) pada zona perifel dan area BPH

pada zona transisi.

IV. Patofisiologi

Satu hal yang dapat dihubungkan dari gejala BPH adalah prostat yang

mengakibatkan obstruksi atau respon sekunder dari kandung kencing terhadap

resistensi ke bagian luar. Komponen obstruktif dapat dibedakan menjadi obstruksi

mekanik atau obstruksi dinamik.

Akibat terjadinya pembesaran prostat, obstruksi mekanik dapat timbul akibat

penonjolan bagian prostat kedalam lumen uretra atau leher kandung kencing, yang

berakibat tingginya resistensi kandung kencing. Merujuk pada klasifikasi zona dari

prostat, urolog sering merujuk prostat menjadi 3 lobus, yang dinamakan lobus median

Page 13: Benigna Prostat Hiperplasia

dan dua lobus lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rektal tidak berhubungan

dengan gejala, karena lobus median tidak dapat diperiksa.

Komponen dinamis dari obstruksi prostat menjelaskan asal yang bervariasi

dari gejala yang dirasakan oleh pasien. Stroma prostat, dibentuk dari otot polos dan

kolagen, kaya dengan suplai nervus adrenergik. Level dari stimulasi otonom akan

menetapkan suatu irama pada uretra prostatika. Penggunaan terapi alfa-blocker dapat

mengurangi nada ini, yang berakibat pada menurunnya hambatan aliran keluar urin.

Keluhan iritatif dalam berkemih pada pasien BPH merupakan akibat sekunder

dari respon kandung kemih terhadap peningkatan resistensi aliran urin keluar.

Obstruksi aliran keluar dari kandung kemih mengakibatkan hipertrofi dan hiperplasia

dari otot detrusor seperti halnya deposisi kolagen. Walaupun deposisi kolagen yang

kemungkinan besar paling bertanggung jawab terhadap menurunnya complians

kandung kemih, instabilitas detrusor juga menjadi faktor penyebabnya. Pada

pengamatan secara kasar, penebalan ikatan otot detrusor tampak sebagai trabekulasi

pada pemeriksaan sistoskopi. Jika tidak diperiksa, selanjutnya akan terjadi herniasi

mukosa antara ikatan otot detrusor, menyebabkan pembentukan divertikel (yang

disebut sebagai divertikel palsu yang hanya terdiri dari mukosa dan serosa).

V. Penemuan Klinis

A. Gejala

Gejala dari BPH dapat dibagi menjadi gejala obstruksi dan gejala

iritatif. Gejala obstruksi meliputi hesitansi, berkurangnya tenaga dan pancaran

urin, perasaan belum tuntas pengosongan dari kandung kencing, berkemih

ganda (berkemih lagi dalam kurun waktu kurang dari 2 jam dari berkemih

sebelumnya), mengejan sebelum berkemih, dan kencing yang masih menetes

setelah buang air kecil. Gejala iritatif meliputi urgensi, frekuensi, dan

nokturia. Kuesioner yang dikembangkan oleh American Urological

Association (AUA) merupakan kuesioner yang valid dan dapat diandalkan

untuk menentukan apakah pasien memerlukan terapi dan untuk memonitor

respon pasien terhadap terapi. Kuesioner AUA Simptom Skor merupakan

Page 14: Benigna Prostat Hiperplasia

suatu peralatan penting yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien

dengan BPH dan direkomendasikan untuk seluruh pasien sebelum dimulainya

terapi. Penilaian ini berfokus pada 7 hal yang ditanyakan kepada pasien untuk

menghitung derajat keparahan dari keluhan obstruktif dan iritatif yang mereka

alami dalam skala 0-5. Sehingga, hasil skor berada dalam rentang 0-35. Skor

simptom 0-7 dinyatakan sebagai derajat ringan, 8-19 menengah, dan 20-35

dinyatakan sebagai berat. Distribusi relatif dari skor BPH pada pasien dan

subjek kontrol, masing-masing, 20% dan 83% pada mereka dengan derajat

ringan, 57% dan 15% pada derajat sedang, dan 23% dan 2% pada mereka

dengan derajat berat. (Mc Connell et al, 1994).

Riwayat mendetail yang berfokus pada traktus urinarius dapat

mengeksklusi kemungkinan penyebab lainnya yang dapat menyebabkan

gejala yang serupa namun bukan merupakan keluhan prostat, seperti infeksi

saluran kemih, kelainan kandung kemih neurogenik, striktur uretra, dan

kanker prostat.

B. Tanda

Pemeriksaan fisik, pemeriksaan rektal, dan pemeriksaan neurologis

dilakukan pada seluruh pasien. Ukuran dan konsistensi prostat ditentukan,

walaupun ukuran prostat, yang ditentukan melalui pemeriksaan rektal, tidak

berkorelasi terhadap derajat gejala dan derajat obstruksi. BPH biasanya

terbentuk sebagai pembesaran prostat yang halus, kenyal, dan elastis. Jika

terdapat indurasi, harus memberikan kewaspadaan kepada dokter akan adanya

kemungkinan kanker dan perlunya evaluasi lanjutan (seperti misalnya prostat-

spesifik antigen/PSA, ultrasonografi transrectal, dan biopsi).

C. Laboratoris

Urinalisis dilakukan untuk mengeksklusi infeksi atau hematuria dan

kreatinin serum dibutuhkan untuk mengukur fungsi renal. Insufisiensi renal

dapat ditemukan pada 10% pasien dengan gejala prostat dan membutuhkan

pemeriksaan radiologis traktus urinarius bagian atas. Pasien dengan

Page 15: Benigna Prostat Hiperplasia

insufisiensi renal mengalami peningkatan resiko komplikasi post-operatif

yang mengikuti intervensi pembedahan pada BPH. PSA serum

dipertimbangkan sebagai pilihan pemeriksaan, namun kebanyakan dokter

akan memasukkan pemeriksaan tersebut dalam pemeriksaan awal BPH. PSA

dibandingkan dengan pemeriksaan rektal saja, jelas meningkatkan

kemampuan untuk mendeteksi kanker prostat, namun karena banyaknya

tumpang tindih antara BPH dan Kanker Prostat, penggunaannya masih

kontroversial.

D. Pencitraan

Pencitraan saluran kencing bagian atas (dengan intravena pielogram

atau USG ginjal) direkomendasikan jika adanya penyakit saluran kencing

yang muncul bersamaan atau jika terdapat komplikasi dari BPH (contoh

hematuria, infeksi saluran kencing, insufisiensi renal, atau riwayat penyakit

batu)

E. Sistoskopi

Sistoskopi tidak direkomendasikan untuk menentukan perlu tidaknya

terapi, tetapi dapat membantu untuk menentukan pendekatan pembedahan

pada pasien yang memerlukan terapi invasif.

F. Tes-tes Tambahan

Sistometrogram dan profil urodinamik ditambahkan pada pasien

dengan dugaan penyakit neurologis atau pada mereka yang mengalami

kegagalan operasi prostat. Pengukuran aliran urin, menentukan urin sisa post

berkemih, dan pengukuran aliran tekanan urin merupakan terapi yang dapat

dipertimbangkan.

VI. Diagnosis Banding

Kondisi obstruksi lainnya pada traktus urinarius bawah seperti striktur uretra,

kontraktur leher kandung kemih, batu kandung kemih, atau kanker prostat harus

dipikirkan pada saat mengevaluasi pria dengan kecurigaan BPH. Riwayat

Page 16: Benigna Prostat Hiperplasia

instrumentasi uretra sebelumnya, uretritis, atau trauma harus ditanyakan untuk

menyingkirkan kemungkinan striktur uretra atau kontraktur leher kandung kemih.

Hematuria dan nyeri merupakan gejala yang umum berhubungan dengan batu

kandung kemih. Kanker prostat dapat dideteksi jika terdapat abnormalitas pada

pemeriksaan rektal ataupun peningkatan kadar PSA.

Infeksi traktus urinarius, yang juga dapat menyerupai gejala iritatif pada BPH,

dapat segera diidentifikasi dengan urinalisis dan kultur urin. Namun, infeksi saluran

kemih juga dapat merupakan komplikasi dari BPH. Walaupun keluhan iritatif dalam

berkemih juga berhubungan dengan karsinoma kandung kemih, terutama karsinoma

in situ, urinalisis biasanya menunjukkan bukti hematuria. Juga, pasien dengan

kelainan kandung kemih neurogenik dapat memiliki banyak gejala seperti BPH, tetapi

riwayat adanya penyakit neurologis, stroke, diabetes melitus atau cedera punggung

juga dapat muncul. Sebagai tambahan, pemeriksaan dapat menunjukkan

berkurangnya sensasi perineal atau sensitifitas ekstremitas bawah atau perubahan

pada tonus sphincter ani atau refleks bulbocavernosus. Perubahan secara simultan

pada fungsi usus (konstipasi) juga dapat mengarah pada kemungkinan

berkembangnya kelainan neurologis.

VII. Penatalaksanaan

Setelah pasien dievaluasi, pasien harus diberikan informasi mengenai berbagai

macam pilihan terapi untuk BPH. Disarankan kepada pasien untuk berkonsultasi

dengan dokter mereka untuk menentukan keputusan berdasarkan efektivitas relatif

dan efek samping dari pilihan terapi yang diambil.

Rekomendasi untuk dilakukan terapi spesifik dapat diberikan kepada kelompok

khusus pasien. Untuk mereka dengan gejala ringan (skor 0-7), menunggu dengan

perhatian khusus dapat disarankan. Pada spektrum terapetik lainnya, indikasi absolut

pembedahan yaitu retensi kemih refraktori (kegagalan minimal sekali dalam usaha

melepas kateter), infeksi kemih berulang dari BPH, perdarahan kencing (gross

hematuria) yang berulang akibat BPH, batu kemih akibat BPH, insufisiensi renal

akibat BPH, atau divertikel kandung kemih yang besar. (McConnell, 1994).

Page 17: Benigna Prostat Hiperplasia

A. Penundaan dengan Kewaspadaan

Sangat sedikit penelitian yang melaporkan mengenai perkembangan

alamiah BPH. Resiko perkembangan penyakit atau timbulnya komplikasi

masih tidak jelas. Namun, pada pria dengan gejala BPH, jelas bahwa

perkembangan penyakit tidak dapat dielakkan dan pada beberapa pria

mengalami perbaikan secara spontan atau kesembuhan dari gejala-gejala yang

mereka rasakan.

Penelitian retrospektif dari perjalanan penyakit BPH kebanyakan

mengalami bias subjek, berhubungan dengan pilihan pasien dan jenis serta

tingkat pengamatan lanjutan. Sangat sedikit penelitian retrospektif yang

dilakukan untuk menentukan perjalanan alamiah penyakit BPH. Baru-baru ini,

penelitian acak dalam skala besar yang membandingkan finasterida dengan

plasebo pada laki-laki dengan keluhan menengah sampai berat dari gejala

BPH dan pembesaran prostat melalui pemeriksaan rektal. Pasien dengan

plasebo pada penelitian memiliki resiko sebesar 7% berkembangnya retensi

urin dalam 4 tahun.

Seperti disebutkan sebelumnya, watchful waiting merupakan keadaan

dimana pasien tidak mendapatkan terapi, tetapi perkembangan penyakitnya

diawasi oleh dokter merupakan terapi yang tepat pada pria dengan skor gejala

ringan (0-7). Pria dengan gejala menengah-berat juga dapat diterapi dengan

terapi pilihan ini jika mereka memilih demikian. Belum ada ketetapan berapa

lama interval waktu tindak lanjut ataupun batas akhir spesifik perlu

dilakukannya tindakan intervensi pada pasien dengan gejala ringan BPH

tersebut.

B. Terapi Medis

1. Alfa Blocker

Prostat dan kandung kemih manusia mengandung alfa-1-

adrenoreseptor, dan prostat memperlihatkan suatu respons kontraktilitas

Page 18: Benigna Prostat Hiperplasia

terhadap agonis yang sesuai. Kontraktilitas prostat dan leher kandung

kemih tampaknya diperantarai oleh subtipe alfa-1a-reseptor. Blokade alfa

memperlihatkan perbaikan derajat gejala objektif and subjektif pada tanda

dan gejala BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat

diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan juga waktu paruh

masing-masing.

Fenoksibenzamine dan prazosin telah dibandingkan efektivitasnya

dalam perbaikan gejala simtomatis, namun efek samping

fenoksibenzamine yang lebih tinggi terkait dengan kurangnya spesifisitas

terhadap reseptor alfa mengakibatkan berkurangnya pemakaian pada

pasien BPH. Titrasi dosis dibutuhkan pada penggunaan prazosin, dengan

terapi yang dimulai dengan dosis 1miligram saat akan tidur selama 3

malam, kemudian meningkat 1miligram dua kali sehari, yang kemudian

dinaikkan menjadi 2 miligram dua kali sehari jika dibutuhkan. Pada dosis

yang lebih tinggi, sedikit perbaikan gejala simtomatis dapat diamati dan

efek samping obat menjadi lebih buruk. Efek samping yang dapat muncul

diantaranya yaitu hipotensi ortostatik, pusing, kelelahan, ejakulasi

retrograd, rinitis, dan nyeri kepala.

Alfa-blocker kerja panjang dapat digunakan dengan dosis satu kali

sehari, tetapi titrasi dosis masih diperlukan. Terazosin diberikan mulai dari

1 mg sehari selama tiga hari, dan meningkat 2 mg per hari selama 11 hari

dan kemudian 5 mg per hari. Dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mg sehari

jika dibutuhkan. Terapi dengan doxazosin dimuali dari 1 mg sehari selama

tujuh hari dan meningkat 2 mg sehari selama 7 hari, dan kemudian 4 mg

sehari. Dosis juga dapat ditingkatkan menjadi 8 mg sehari jika diperlukan.

Efek samping serupa dengan efek samping yang ditimbulkan prazosin.

Perkembangan terbaru pada terapi alfa-blocker berhubungan dengan

identifikasi subtipe dari alfa-1-reseptor. Blokade selektif pada reseptor-

alfa-1a, yang berlokasi di prostat dan leher kandung kemih, berakibat pada

lebih sedikitnya efek samping pada sistemik (hipotensi ortostatik, pusing,

Page 19: Benigna Prostat Hiperplasia

kelelahan, ejakulasi retrograd, rinitis, dan nyeri kepala), juga

menghindarkan dari perlunya titrasi dosis. Tamsulosin dimulai dengan

dosis 0,4mg perhari, dan dapat ditingkatkan menjadi 0,8mg perhari jika

dibutuhkan. Alfuzosin merupakan uroselektif antagonis alfa-1-adrenergik.

Seperti Tamsulosin, tidak dibutuhkan titrasi dosis untuk persiapan

pelepasan obat tambahan (10 mg), dan obat ini memiliki efek samping

kardiovaskuler yang lebih sedikit dibandingkan terapi alfa-bloker non

spesifik.

Beberapa penelitian acak, buta-ganda, percobaan dengan placebo,

masing-masing dibandingkan dengan alfa-blocker dan plasebo, telah

memperlihatkan keamanan dan efikasi dari keseluruhan obat-obatan

tersebut.

2. Penghambat 5-alfa-reduktase

Finasterida merupakan penghambat 5-alfa-reduktase yang

menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini

mempengaruhi komponen epitel dari prostat, yang berakibat pada

berkurangnya ukuran kelenjar dan perbaikan gejala. Enam bulan terapi

dibutuhkan untuk melihat efek maksimal pada ukuran prostat

(berkurangnya ukuran sebesar 20%) dan perbaikan gejala simtomatis.

Beberapa penelitian acak, buta ganda, uji kontrol-plasebo telah

membandingkan finasterida dengan plasebo. Efektivitas, keamanan, dan

daya tahan telah diketahui dengan baik. Namun, perbaikan gejala hanya

ditemukan pada pria dengan pembesaran prostat lebih dari 40 cm3. Efek

samping termasuk diantaranya yaitu berkurangnya libido, berkurangnya

volume ejakulasi, dan impotensi. Serum PSA berkurang sekitar 50% pada

pasien yang diterapi dengan finasterida, namun nilainya pada masing-

masing individual dapat bervariasi.

Dutasterida dibedakan dari Finasterida karena ia menghambat baik

isoenzim maupun 5-alfa-reduktase. Seperti halnya finasterida, dutasterida

Page 20: Benigna Prostat Hiperplasia

juga mengurangi serum PSA dan ukuran volume prostat total. Penelitian

acak, buta ganda, uji kontrol-plasebo telah memperlihatkan efektivitas

dutasterida dalam mengurangi gejala, skor gejala, aliran urin puncak, dan

mengurangi resiko retensi urin akut dan kebutuhan terapi pembedahan.

Efek samping utama adalah disfungsi ereksi, berkurangnya libido,

ginekomastia, dan gangguan ejakulasi.

3. Terapi Kombinasi

Penelitian acak, buta ganda, uji kontrol-plasebo pertama meneliti

kombinasi alfa-blocker dan penghambat 5-alfa-reduktase diujikan dalam 4

macam uji pada para veteran, membandingkan plasebo, finasterida

tunggal, terazosin tunggal, dan kombinasi finasterida dengan terazosin

(Lepor et al, 1996). Lebih dari 1200 pasien berpartisipasi, dan

pengurangan secara signifikan gejala dan meningkatnya pancaran urin

hanya terlihat pada subjek penelitian yang hanya menggunakan terazosin.

Namun, satu hal yang perlu dicatat bahwa pembesaran prostat tidak masuk

dalam kriteria. Pada faktanya, ukuran prostat pada percobaan ini jauh

lebih kecil dibandingkan dengan uji kontrol sebelumnya yang

menggunakan finasterida (32 lawan 52 cm3). Mc Connel dan kolega

melakukan suatu penelitian jangka panjang, uji buta ganda yang

melibatkan 3047 pria untuk membandingkan efek dari plasebo, doxazosin,

finasterida, dan terapi kombinasi untuk mengukur progresifitas klinis dari

BPH (Mc Connell, 2003). Resiko dari keseluruhan perkembangan

penyakit- didefinisikan sebagai peningkatan minimal 4 poin dari nilai

dasar pada Skor Gejala AUA, retensi urin akut, inkontinensia urin,

insufisiensi renal, atau infeksi saluran kemih berulang- berkurang sangat

signifikan pada penggunaan doxazosin (berkurangnya 39% resiko) dan

finasterida (berkurangnya 34% resiko) dibandingkan dengan plasebo.

Berkurangnya resiko berhubungan dengan terapi kombinasi

(berkurangnya 66% resiko) secara signifikan lebih besar dibandingkan

Page 21: Benigna Prostat Hiperplasia

dengan penggunaan doxazosin atau finasterida tunggal. Pasien tampak

akan lebih mendapat keuntungan dari terapi kombinasi pada mereka yang

berada yang berada pada garis dasar perkembangan penyakit paling besar,

secara umum yaitu pasien dengan kelenjar prostat yang lebih besar dan

nilai PSA yang lebih tinggi.

4. Fitoterapi

Fitoterapi merujuk pada penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman

untuk tujuan pengobatan. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular

dalam beberapa tahun di Eropa, dan penggunaannya bertumbuh sesuai

dengan antusiasme masyarakat. Beberapa macam ekstrak tanaman telah

populer, seperti Serenoa repens, kulit dari Pygeum africanum, akar dari

Echinacea purpurea dan Hypoxis rooperi, ekstrak serbuk sari, dan daun

dari trembling poplar. S. repens merupakan agen yang paling dikenal

dengan dosis 320 mg/hari. Walaupun beberapa efek yang memuaskan

terhadap gejala dan aliran urin, beberapa penelitian terhadap agen

fitoterapi tadi masih belum konsisten (Wilt et al, 2002). Suatu penelitian

prosprektif terbaru, berupa uji klinik acak terhadap S. repens, tidak

memperlihatkan keuntungan dibandingkan plasebo dalam perbaikan

pancaran urin. Mekanisme kerja dari fitoterapi ini masih belum diketahui,

dan efektifitas serta keamanan dari agen tersebut masih belum diuji

dengan baik pada penelitian di beberapa tempat, penelitian acak, buta

ganda, dan penelitian kontrol-plasebo.

Page 22: Benigna Prostat Hiperplasia

Klasifikasi Dosis OralAlfa-Blocker Nonselective Phenoxybenzamine 10 mg 2 x seharialfa-1, kerja singkat

Prazosin 2 mg 2 x seharialfa-1, kerja panjang

Terazosin 5 atau 10 mg perhariDoxazosin 4 atau 8 mg perhari

alfa-1a selektif Tamsulosin 0,4 atau 0,8 mg perhariAlfuzosin 10 mg perhari

5-alfa reduktase inhibitor Finasterida 5 mg per hariDutasterida 0,5 mg per hariImplan subkutan TahunanTriptorelin Pamoat 3,75 mg tiap bulan

Tabel 1. Klasifikasi terapi medis dan dosis rekomendasi pada BPH

C. Terapi Pembedahan Konvensional

1. Reseksi Prostat Transuretral (TURP)

Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan

menggunakan endoskopik. Kebanyakan dari prosedur ini meliputi

penggunaan anestesi spinal dan membutuhkan 1-2 hari perawatan di

rumah sakit. Skor simptom dan perbaikan aliran urin dengan transurethral

resection of the prostate (TURP) lebih baik dibandingkan terapi invasif

minimal lainnya. Namun demikian, lama tinggal di rumah sakit pada

pasien yang menjalani TURP lebih besar. Banyak kontroversi berputar

pada kemungkinan tingginya angka kesakitan dan kematian berhubungan

dengan TURP bila dibandingkan dengan mereka yang menjalani

pembedahan terbuka, namun semakin tingginya angka yang diamati pada

satu penelitian itu kemungkinan berhubungan lebih signifikan dengan

komorbiditas pada pasien TURP daripada pada pasien yang menjalani

pembedahan terbuka. Beberapa penelitian lainnya tidak dapat

Page 23: Benigna Prostat Hiperplasia

mengonfirmasi perbedaan angka mortalitas ketika hasil penelitian

dikontrol dengan variabel usia dan komorbiditas.

Resiko dari TURP yaitu meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi

(5-10%) dan inkontinensia urin (<1%). Komplikasi dari TURP meliputi

perdarahan, striktur uretra atau kontraktur leher kandung kemih, perforasi

kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan jika parah, Trans uretra reseksi

sindrom berakibat pada hipervolemia, keadaan hiponatremia akibat

absorpsi dari cairan irigasi hipotonis. Manifestasi klinis dari sindrom

Transuretra reseksi meliputi mual, muntah, kebingungan, hipertensi,

bradikardia, dan gangguan penglihatan. Resiko dari sindrom transuretra

reseksi meningkat dengan waktu reseksi yang lebih dari 90 menit.

Penanganan meliputi diuresis, dan pada kasus yang berat, memerlukan

pemberian salin cairan hipertonic.

2. Insisi Prostat Transuretral

Pria dengan gejala menengah sampai berat dan prostat dengan ukuran

kecil sering mengalami hiperplasia posterior komisura (peningkatan leher

kandung kemih). Pasien-pasien ini sering mendapat keuntungan dari insisi

pada leher prostat. Prosedur ini memakan waktu lebih singkat dan angka

kesakitan yang lebih kecil dibandingkan TURP. Hasil dari pasien yang

terpilih dengan baik dapat dibandingkan, namun ditemukan angka

kejadian ejakulasi retrograd yang lebih kecil pada tindakan insisi

transuretra (25%). Teknik meliputi dua insisi menggunakan Pisau Collins

pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai pada distal orifisium uretra dan

diperluas keluar menuju verumontanum kemudian insisi diperdalam

hingga kapsula prostat.

3. Prostatektomi Sederhana Terbuka

Saat ukuran prostat terlalu besar untuk dilakukan pembedahan

menggunakan endoskopi, dibutuhkan suatu enukleasi secara terbuka. Tapi

apa yang dimaksudkan ‘terlalu besar’ adalah subjektif dan bergantung

Page 24: Benigna Prostat Hiperplasia

pada pengalaman ahli bedah dalam melakukan TURP. Kelenjar berukuran

lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi

secara terbuka. Prostatektomi terbuka juga dapat dimulai jika bersamaan

dengan adanya divertikulum kandung kencing atau batu ginjal atau jika

tidak mungkin untuk menempatkan pasien dalam posisi litotomi dorsal.

Prostatektomi terbuka dapat dilakukan baik dengan pendekatan

suprapubik maupun retropubis. Suatu prostatektomi sederhana suprapubik

dapat dilakukan secara transvesika dan apakah pilihan tindakan operasi

dapat menyesuaikan seiring keadaan patologis pada kandung kencing.

Setelah kandung kencing terbuka, insisi setengah bulan sabit/semisirkular

dibuat pada mukosa kandung kemih, di sebelah distal dari trigonum.

Bidang diseksi dimulai dengan tajam dan diseksi tumpul dengan

menggunakan jari dilakukan untuk menyingkirkan adenoma. Diseksi pada

apeks harus dilakukan dengan tajam untuk menghindari cedera pada distal

mekanisme sphincter. Setelah adenoma disingkirkan, hemostasis dikontrol

dengan jahitan pengikat, dan kedua kateter uretra maupun suprapubic

dimasukkan sebelum dilakukan penutupan.

Pada prostatektomi retropubis, kandung kencing tidak dimasuki.

Namun sebaliknya, insisi transversal dibuat pada kapsul pembedahan di

prostat, dan adenoma di keluarkan. Hanya kateter uretra yang dibutuhkan

pada akhir prosedur.

D. Terapi Invasif Minimal

1. Terapi Laser

Berbagai macam teknik berbeda dari pembedahan dengan laser pada

prostat telah dijelaskan. Dua sumber energi utama laser telah digunakan,

yaitu Nd: YAG dan holmium: YAG. Beberapa perbedaan besar dengan

teknik nekrosis koagulasi telah dijelaskan. Prostatektomi transuretra yang

diinduksi laser (TULIP- transurethral laser-induced prostatectomy) telah

dilakukan dengan petunjuk TRUS. Peralatan TULIP ditempatkan pada

Page 25: Benigna Prostat Hiperplasia

uretra, dan TRUS digunakan untuk mengarahkan peralatan sambil alat

tersebut ditarik perlahan dari leher kandung kencing menuju apeks prostat.

Kedalaman tindakan diawasi dengan menggunakan gelombang suara.

Kebanyakan urolog memilih untuk menggunakan teknik laser dengan

petunjuk visual. Dibawah kontrol sistoskopi, serat laser ditarik melalui

prostat pada beberapa area yang telah diatur, bergantung pada ukuran dan

konfigurasi prostat. Pendekatan empat kuadran dan sextant telah

dijelaskan pada lobus lateral, dengan peralatan tambahan diarahkan pada

lobus median yang membesar. Teknik koagulasi tidak mengakibatkan

gangguan visual pada uretra pars prostatika, tapi kebanyakan jaringan

terkelupas akibat tindakan pada beberapa minggu sampai tiga bulan

setelah tindakan.

Ablasi pandangan visual teknik adalah prosedur yang lebih memakan

waktu karena serat laser diletakkan pada tempat yang alami kontak

langsung dengan jaringan prostat, yang mengalami vaporisasi. Defek

langsung diperoleh pada uretra prostatika, sama seperti yang dapat dilihat

pada TURP.

Terapi laser intersisial meletakkan serat laser langsung pada prostat,

biasanya dibawah kontrol sistoskopi. Pada setiap pungsi, laser

ditembakkan, berakibat terjadinya nekrosis koagulatif submukosa. Teknik

ini dapat berakibat pada lebih sedikitnya gejala iritatif berkemih, karena

mukosa uretra terhindar dan jaringan prostat diserap tubuh dibandingkan

terjadinya pengelupasan.

Keuntungan pembedahan laser meliputi (1) kehilangan darah minimal,

(2) jarang terjadi transuretra reseksi sindrom, (3) dapat mengobati pasien

dengan terapi antikoagulasi, dan (4) dapat dilakukan sebagai prosedur

rawat jalan. Kekurangan meliputi (1) tidak adanya jaringan yang didapat

untuk pemeriksaan patologi, (2) waktu pemasangan kateter yang lebih

panjang post operasi, (3) keluhan berkemih iritatif yang lebih sering, dan

(4) tingginya biaya untuk serat laser dan pembangkit listrik.

Page 26: Benigna Prostat Hiperplasia

Penelitian skala besar, multicenter, dan acak dengan pengamatan

lanjut jangka panjang dibutuhkan untuk membandingkan pembedahan

prostat menggunakan laser dengan TURP dan bentuk lain terapi

pembedahan minimal invasif lainnya.

2. Elektrovaporasi Prostat Transuretra

Elektrovaporasi transuretra menggunakan resektoskopi standar, tetapi

menggantikan lingkaran konvensional dengan suatu variasi roller ball

yang memiliki alur. Tingginya densitas mengakibatkan penguapan panas

dari jaringan, berakibat terbentuknya rongga atau kavitas pada uretra pars

prostatika. Karena peralatan membutuhkan kecepatan memeriksa secara

perlahan pada seluruh uretra prostatika, dan kedalaman vaporasi sekitar

satu pertiga dibandingkan loop standar, prosedur biasanya memakan

waktu lebih lama dibandingkan TURP standar. Juga dibutuhkan data

komparasi dalam jangka waktu panjang.

3. Hipertermia

Gelombang mikro dengan suhu tinggi biasanya dilakukan dengan

menggunakan kateter transuretra. Beberapa alat mendinginkan mukosa

uretra untuk mengurangi resiko cedera. Namun, jika temperatur tidak

melebihi 45oC, pendinginan tersebut tidak diperlukan. Didapatkan

perbaikan skor simptom dan aliran urin, namun seperti halnya

pembedahan laser, pengamatan jangka panjang dengan skala besar dan

acak dibutuhkan untuk mengukur daya tahan dan efektivitas biaya.

4. Ablasi Jarum Prostat Transuretral

Ablasi jarum transuretra menggunakan kateter uretra yang didisain

khusus yang dimasukkan ke dalam uretra. Jarum dengan frekuensi radio

intersisial kemudian ditembakkan dari ujung kateter, menusuk mukosa

uretra prostatika. Penggunaan frekuensi radio untuk memanaskan jaringan

berakibat terjadinya nekrosis koagulatif. Teknik ini kurang adekuat untuk

Page 27: Benigna Prostat Hiperplasia

pembesaran leher kandung kencing dan lobus median. Perbaikan gejala

berkemih subjektif dan objektif terjadi, tapi seperti yang disebutkan

sebelumnya, penelitian komparatif jangka panjang tentang teknik ini

masih sedikit.

5. Ultrasonografi Terfokus dengan Intensitas Tinggi

Ultrasonografi terfokus dengan intensitas tinggi adalah bentuk lain

dari penggunaan ablasi jaringan menggunakan suhu. Alat ultrasonografi

yang didesain khusus yang digunakan untuk pemeriksaan diletakkan pada

rektum. Alat ini dapat memberikan gambaran prostat secara transrektal

dan juga memberikan energi ultrasonografi berintensitas tinggi secara

singkat, yang memanaskan jaringan prostat dan mengakibatkan nekrosis

koagulasi. Teknik ini kurang adekuat untuk pembesaran leher kandung

kencing dan lobus median. Walaupun uji klinik menunjukkan adanya

perbaikan skor simptom dan aliran urin, daya tahan dari respon tersebut

belum diketahui.

6. Pemasangan Stent Intrauretral

Stent intrauretral adalah alat yang diletakkan menggunakan

endoskopik pada fossa prostatika dan didesain untuk menjaga patensi

uretra prostatika. Alat ini biasanya akan diselimuti sel-sel urotelium dalam

4-6 bulan setelah pemasangan. Alat ini biasanya digunakan pada pasien

dengan harapan hidup yang terbatas yang bukan merupakan kandidat atau

tidak memenuhi syarat pembedahan ataupun tindakan anestesi. Dengan

munculnya teknik invasif minimal lainnya yang membutuhkan anestesi

minimal (sedasi sadar atau blok prostat), penerapan dari teknik ini menjadi

terbatas.

Page 28: Benigna Prostat Hiperplasia

Lampiran International Prostat Simptoms Score / American Urology

Association