bela negara di indonesia dalam perspektif politik...
TRANSCRIPT
BELA NEGARA DI INDONESIA DALAM
PERSPEKTIF POLITIK ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
Nidaul Hasanah (1112045200015)
Sudirwan (1112045200003)
Oleh:
Fadhel Akbar
NIM: 1112045200012
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratakan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemuadian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Desember 2016
Fadhel Akbar
iv
ABSTRAK
FADHEL AKBAR, NIM: 1112045200012. BELA NEGARA DI INDONEISA
DALAM PERSPEKTIF POLITIK ISLAM. Skripsi Program Studi Hukum Tata
Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Bela negara adalah sebuah konsep yang menarik untuk didiskusikan di era
globalisasi saat ini. Era globalisasi yang mengancam eksistensi bangunan
nasionalisme dan fondasi negara telah mendorong semua pihak untuk
menekankan kepada pentingnya bela negara bagi warga negaranya. Ada ungkapan
umum yang dikenal luas, yakni: “kalau bukan kita yang membela negara, maka
siapa lagi?” dan “kalau bukan sekarang kita membela negara, maka kapan lagi?.”
Ungkapan ini mengandung arti bahwa setiap warga negara harus setiap saat wajib
membela negara.
Pembicaraan mengenai bela negara di dalam Al-Qur’an secara tekstual
memang tidak ada yang secara tegas, kebanyakan redaksi ayat menggunakan
Jihad Fi Sabilillah. Jihad membela negara dalam Islam adalah bersungguh-
sungguh mencurahkan segenap tenaga untuk melawan musuh. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep bela negara dalam politik Islam
dan untuk mengetahui urgensi bela negara terhadap NKRI
Dalam skripsi ini penulis melakukan satu jenis penelitian pustaka (library
research) dengan cara melakukan pendekatan kualitatif. Sumber data dan jenis
data dalam penelitian ini diperoleh dari bahan penelitian yang digunakan berupa
buku-buku, tulisan-tulisan, artikel, jurnal dan dari laporan-laporan yang dapat
mengetahui gambaran-gambaran secara khusus yang mengategorikan bela negara
dalam perspektif Islam. Data yang diperoleh kemudian diolah, yang kemudian
dianalisis secara logis dan sistematis guna mendapatkan suatu kesimpulan.
Konsep bela negara dalam politik Islam dapat disejajarkan dengan konsep
“jihad”. Jihad sendiri ialah pengerahan segala kemampuan dan potensi dalam
memerangi musuh. Jihad diwajibkan atas kaum muslimin demi membela negara
dan agama Allah (Islam) dan jihad baru dilakukan setelah timbulnya gangguan-
gangguan yang dilakukan musuh terhadap kaum muslimin.
Bela negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia jelas ada
urgensinya, yakni untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari berbagai serangan dan rongrongan baik dari kalangan
internal maupun eksternal.
Kata Kunci: Bela Negara, Politik Islam, Jihad, Nasionalisme.
Pembimbing: Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag.
Tahun Daftar Pustaka: 1993-2016.
v
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan
seluruh alam raya ini. Berkat nikmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “BELA NEGARA DI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF POLITIK ISLAM”. Shalawat teriring salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam, panutan seluruh umat, Rasulullah
saw yang telah membawa umatnya dari alam jahiliyah ke alam yang penuh
dengan hidayah islamiyah.
Dalam rangka penyelesaian skripsi ini, terdapat banyak kesulitan dan
hambatan yang harus penulis hadapi. Ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu dan
kekurangan pengalaman dalam penulisan skripsi, namun penulisan skripsi ini
pada akhirnya dapat penulis tuntaskan. Proses penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya dan penghargaan
setinggi-tingginya, terutama kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, M.A, dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, ketua dan
sekertaris Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), yang telah
memberikan arahan, motivasi dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
vi
3. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag, dosen pembimbing yang
telah rela meluangkan waktu, memberikan masukan, petunjuk, dan arahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Pimpinan perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas yang telah
memberikan fasilitas untuk mempermudah akses penulis dalam
melakukan studi kepustakaan berupa peminjaman buku dan literatur
lainnya, sehingga penulis dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan.
5. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum, atas semua pengetahuan yang
telah diberikan kepada penulis selama masa pendidikan.
6. Terimakasih kepada Ayahanda Zulkifli dan Ibunda Elvi, yang telah
mengajarkan arti semangat hidup dan memberikan kasih sayang serta doa
tulus yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
7. Teman-teman Hukum Tata Negara (Siyasah) dan Hukum Pidana Islam
angkatan 2012, yang telah penulis anggap sebagai keluarga sendiri yang
menjadi saksi perjuangan penulis selama di bangku kuliah.
Semoga segala bantuan, dukungan, motivasi dan do’a yang telah diberikan
kepada penulis, mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah swt, dan semoga
skripsi ini berguna untuk menambah khazanah kepustakaan politik Islam.
Jakarta, 27 Desember 2016
Fadhel Akbar
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7
D. Metode Penelitin .............................................................................. 7
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................ 10
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 10
BAB II BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF KEISLAMAN ............. 12
A. Pengertian Bela Negara .................................................................. 12
B. Dasar Hukum Bela Negara ............................................................ 14
C. Sejarah Bela Negara pada Zaman Nabi Muhammad SAW ........... 19
BAB III BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF KEINDONESIAAN ... 27
A. Pengertian Bela Negara .................................................................. 27
B. Sejarah Bela Negara ....................................................................... 31
C. Dasar Hukum Bela Negara ............................................................ 36
viii
BAB IV BELA NEGARA DI INDONESIA DALAM TINJAUAN
POLITIK ISLAM ............................................................................... 40
A. Persamaan Konsep Bela Negara di Indonesia dengan Politik
Islam ............................................................................................... 40
B. Perbedaan Konsep Bela Negara di Indonesia dengan Politik
Islam ............................................................................................... 42
C. Analisis Politik Islam mengenai Bela Negara di Indonesia ........... 45
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 50
A. Kesimpulan .................................................................................... 50
B. Saran ............................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia telah berumur 71 tahun sejak hari Proklamasi
Kemerdekaan. Hari di mana bangsa Indonesia menghirup kebebasan. Pada hari itu
bangsa kita telah menulis sejarah indah berupa berhasil merdeka dan bebas dari
kolonial Belanda dan Jepang yang sudah bertahun-tahun menjajah Indonesia.
Bela negara adalah sebuah konsep yang menarik untuk didiskusikan di era
globalisasi saat ini. Era globalisasi yang mengancam eksistensi bangunan
nasionalisme dan fondasi negara bangsa telah mendorong semua pihak untuk
menekankan kepada pentingnya bela negara bagi warga negaranya. Setiap warga
negara diminta untuk selalu berpikir, bertindak, berjuang dan berupaya membela
negara. Negara perlu dibela agar tidak terancam oleh berbagai ancaman dan
serangan musuh di era kapitalisme global saat ini. Negara harus diamankan, harus
dilindungi, harus dibela karena warga negara selama ini telah dilindungi oleh
negara. Ada ungkapan umum yang dikenal luas, yakni : “kalau bukan kita yang
membela negara, maka siapa lagi?” dan “kalau bukan sekarang kita membela
negara, maka kapan lagi?.” Ungkapan ini mengandung arti bahwa setiap warga
negara harus setiap saat wajib membela negara dan setiap warga negara tanpa
memandang jabatan apapun wajib membela negara. Harus ada hubungan timbal
balik antara negara dan warga negara, dimana negara memberikan keamanan
(security) dan kesejahteraan (prosperity) kepada warga negara. Sedangkan warga
2
negara harus memberikan pembelaan ketika negara dalam kondisi terancam oleh
ancaman musuh yang langsung atau tidak langsung menyerang bangunan negara.1
Tinta emas sejarah telah mencatat, negara Indonesia dibangun bukan di
atas kebaikan hati sang raja. Dia juga bukan “hadiah” dari negara sang penguasa.
Sebaliknya, negara ini dibangun di atas darah dan cucuran air mata. Berapa
banyak rakyat nusantara yang jadi korban, rela mati mempertahankan tanah airnya
dari penjajah Belanda. Mereka dengan keadaan sadar mempersenjatai diri dengan
senjata alakadarnya, menghimpun kekuatan, hingga merebut paksa kemerdekaan
dari tangan penjajah. Kekuatan mereka tidak direkayasa. Persatuan mereka juga
tidak dimobilisir oleh penguasa. Murni timbul atas inisiatif dan sadar akan
keadaan rakyatnya yang terjajah, adalah negeri ini harus dibela. Atas dasar itulah
negara ini diproklamirkan. Karena itulah semangat perjuangan bersama dari
seluruh rakyat dalam merebut kemerdekaan itu tercatat dalam prembule UUD
1945: “…Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”2
Masyarakat dituntut untuk melaksanakan bela negara sesuai dengan
kemampuannya, minimal dengan merawat dan menjaga baik-baik
keberlangsungan negara tersebut. Indonesia merdeka dan selamat dari penjajahan
dikarenakan semangat bela negara masyarakat dan pemimpin sangat kokoh, hal
ini terbukti dengan sejarah dimana Indonesia dijajah oleh koloni belanda dan
1Agus Subagyo, Bela Negara; Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015), h. 1-2.
2Tubagus Hasanuddin, Bela Negara dan Kontradiksi Wacana Wajib Militer Indonesia,
(Jakarta: RmBooks, 2014), h. 43-44.
3
jepang selama bertahun-tahun tetapi tekad dan semangat juang untuk meraih
kebebasan tidak runtuh. Setelah merdeka Indonesia kembali dijajah dari dalam,
mulai dari moral sampai ideologi, seperti lahirnya gerakan-gerakan atau
kelompok-kelompok yang memaksakan ideologi mereka berlaku di negara
Indonesia. Dikarenakan sulitnya melawan penjajahan dari dalam ini bahkan lebih
sulit dari pada melawan penjajahan dari luar, maka semangat bela negara harus
ditingkatkan dengan maksimal didalam jiwa masyarakat dan pemimpin yang
sehat. Upaya yang tepat sangat diperlukan untuk memberantas gerakan penjajahan
seperti ini.3
Bela negara merupakan salah satu bentuk cinta tanah air, cinta tanah air
harus dibuktikan dengan praktik sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
Muhammad saw, dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat,
sebagaimana pepatah Arab yang mengatakan hubbul wathan minal iman (cinta
tanah air sebagian dari iman).4
Bela negara adalah sikap, prilaku, dan tindakan warga negara yang dijiwai
oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup
bangsa dan negara yang seutuhnya.5
3Khoirul Muhtadin, Bela Negara Dalam Pandangan Al-Qur’an, h. 1, diakses pada 6 april
2016 dari https://www.academia.edu/12368088/Bela_Negara_Dalam_Pandangan_Al-Qur’an.
4Khoirul Muhtadin, Bela Negara Dalam Pandangan Al-Qur’an, h. 4-6.
5Agus Subagyo, Bela Negara; Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015), h. 5.
4
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) membahas
bela negara dalam perspektif Islam Indonesia. Menurut Watim MUI, bagi umat
Islam bela negara merupakan bagian dari kewajiban. Wakil Ketua Dewan
Pertimbangan MUI, Didin Hafidhuddin, mengatakan, saat ini pemerintah sedang
merumuskan konsep bela negara. MUI memberikan masukan konstruktif
bagaimana bela negara dalam perspektif umat Islam Indonesia. Menurutnya, bela
negara dirumuskan dalam beberapa konsep. Dan bagi umat Muslim membela
negara merupakan bagian dari kewajiban. “Bagi yang menolak bela negara
berarti belum menjadi Muslim yang baik. Karena bela negara itu amanat agama.
Bela Negara adalah kewajiban umat Muslim,” kata Didin, dalam konferensi pers
usai Rapat Pleno II Wantim MUI bertajuk “Bela Negara dalam Perspektif Islam
Indonesia”, di kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (26/11). Pada kesempatan itu,
Ketua Watim MUI Din Syamsudin meminta ulama dan tokoh Muslim yang
tergabung dalam Dewan Pertimbangan MUI mendukung dan mendorong bela
negara secara mental dan rohaniah. Din menegaskan, pihaknya menengarai ada
pergeseran lanskap kebudayaan Indonesia, dari bernuansa religius ke penguasaan
aset negara oleh kelompok tertentu.6
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Nasaruddin Umar
menyampaikan amanat bela negara sebagai pedoman umat Muslim Indonesia:
1. Umat Muslim Indonesia wajib bersyukur atas berkat rahmat Allah atas
negeri yang indah, makmur dan telah menjadikan agama sebagai dasar kehidupan
berbangsa dan bernegara. Umat Muslim juga sepatutnya bersyukur dengan tetap
6 http://news.detik.com/berita/3081448/ini-5-masukan-mui-soal-bela-negara diakses pada 5 april
2016.
5
lestarinya Pancasila dan UUD NRI 1945 menjadi dasar negara dan tata aturan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjamin kemerdekaan umat Muslim
Indonesia dalam menjalankan syariat dan tuntunan agamanya.
2. Umat Muslim Indonesia wajib mempertahankan, melanjutkan, merawat,
mengawal dan menjadi garda depan. Umat Muslim Indonesia harus menyadari
bahwa komitmen berbangsa dan bernegara sebagai karakter dan jati diri Islam
Indonesia dari segala rongrongan dan ancaman ideologi ekstrem agama dan
sekuler, maupun non ideologis seperti ancaman disintegrasi nasional. Umat
Muslim Indonesia hendaknya juga mempertahankan kedaulatan negara baik
kedaulatan kultural, politik dan teritorial.
3. Umat Muslim Indonesia hendaknya terus mempertahankan dan
menempatkan prinsip religiusitas sebagai ruh dasar negara dalam sila pertama
Pancasila, dan tidak terus disibukkan memperdebatkan hubungan agama dan
negara. Umat Muslim Indonesia hendaknya meningkatkan produktivitas
membangun negara dan mengisinya sebagai implementasi baldah thayyibah wa
rabbun ghafur.
4. Umat Muslim Indonesia hendaknya mengawal dan terus melakukan
amar ma'ruf nahi munkar terhadap praktik kekuasaan yang jauh dari amanah UUD
NRI 1945 dan tuntunan agama, dengan tetap teguh berpegang kepada konstitusi
dan prinsip-prinsip religius sebagai bentuk implementasi bela negara.
5. Umat Muslim Indonesia wajib membela negara dan mempertahankan
segenap kekayaan sumber daya alam Indonesia dari penguasaan asing dan tetap
dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat sesuai pasal 33 UUD NRI 1945.
6
Karena apa yang dinikmati oleh rakyat dan umat Muslim Indonesia saat ini adalah
'pinjaman' dari generasi rakyat dan umat Muslim masa depan.7
Berdasarkan yang telah tertuang dalam latar belakang diatas, maka penulis
bermaksud melakukan kajian dan penelitian tentang “BELA NEGARA DI
INDONESIA DALAM PERSPEKTIF POLITIK ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah.
Agar pembahasan dalam penelitian ini terarah dan tersusun secara
sistematis pada tema pembahasan yang menjadi tema titik sentral dan tidak
meluas, maka penulis perlu menulis uraian masalah. Untuk mendapatkan
pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini penulis membatasinya dengan
pembahasan hanya sekitar mengenai Bela Negara di Indoneisa Perspektif Politik
Islam.
2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pada batasan masalah di atas dan dalam rangka
mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis menyusun suatu
rumusan masalah sebagai berikut:
a. Konsep bela negara dalam politik Islam ?
b. Adakah urgensinya bela negara terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia ?
7 http://news.detik.com/berita/3081448/ini-5-masukan-mui-soal-bela-negara diakses pada
5 april 2016.
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan latar belakang dan batasan perumusan masalah tersebut, maka
yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui konsep bela negara dalam politik Islam.
b. Untuk mengetahui urgensi bela negara terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Manfaat Penelitian.
Dalam penelitian ini penulis berupaya memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Untuk memperkaya khazanah pengetahuan dan wawasan dan menjadi
bahan bacaan yang berguna bagi masyarakat pada umumnya dan bagi
mahasiswa yang ingin memperdalam studi mengenai ilmu
Ketatanegaraan Islam tentang bela negara.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pelengkap referensi
dan pembanding untuk studi-studi mengenai ilmu Ketatanegaraan Islam
tentang bela negara.
D. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut
metode penelitian, yang dimaksud metode penelitian adalah cara meluruskan
sesuatu dengan menggunakan pikiran sesama untuk mencapai tujuan, dan metode
8
adalah pedoman atau cara seorang ilmuan untuk mempelajari dan memahami
langkah-langkah yang dihadapi. 8
Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan
suatu sistematika metodologi ilmiah dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu
yang baru atau asli dalam memecahkan suatu masalah yang setiap saat dapat
timbul di masyarakat9 dalam skripsi ini penulis melakukan satu jenis penelitian,
yaitu penelitian pustaka (library research).
1. Pendekatan dan jenis penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Bodgan dan Taylor,
sebagaimana dikutip Basrowi dan Suwandi, mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati10
karakter khusus penelitian
kualitatif berupaya mengungkap keunikan individu, kelompok, masyarakat, atau
organisasi tertentu dalam kehidupanya sehari-hari. Dilihat dari segi tujuan dalam
penelitian ini termasuk dalam metode penelitian yang bersifat deskriptif yaitu
metode yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang sedikit
dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian
8Cholid Arboko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka, 1999), h.1
9Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Universitas Gadja Mada Press,
2004), h. 111.
10
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penilitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
h. 21.
9
(seseorang, masyarakat, lembaga dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya.11
2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data.
Sumber data penelitian ini ada dua macam, yaitu:
a. Sumber data primer.
Yaitu ayat-ayat al-Qur’an surat al-Hajj [22]: 39-41, al-Baqarah [2]:216, al-
Mumtahanah [60]: 8-9, Ali Imran [3]: 200 dan hadis Nabi riwayat Bukhori [1279]
dan Muslim [1075]. Termasuk dalam sumber primer ini antara lain adalah UUD
1945 Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 30 ayat 1 dan 2.
b. Sumber data Sekunder.
Yang termasuk dalam sumber data sekunder antara lain, adalah buku-
buku, tulisan-tulisan, jurnal, makalah, surat kabar, artikel, yang penulis
pergunakan sebagai alat bantu dalam memahami dan mengetahui gambaran-
gambaran secara khusus yang mengkategorikan tentang bela negara.
3. Teknik Analisis Data.
Setelah memperoleh data, maka penulis akan mengolah data dengan
menggunakan metode deskriptif yaitu memberikan pemaparan dan penjelasan
data yang ditemukan dalam penelitian secara logis dan sistematis. Dengan
menyajikan dan menggambarkan data secara alamiah dan tanpa merubah apapun
atau memanipulasi data-data.
11
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), h. 68.
10
4. Teknik penulisan
Dalam hal teknik penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis meninjau
kajian terdahulu yang terkait dengan judul yang penulis bahas. Tinjauan kajian
terdahulu yang terkait dengan penulis adalah:
Tinjauan kajian terdahulu skripsi Budi Maulana, jurusan Perbandingan
Mazhab Fiqh Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah tahun 2009,
judul skripsi: “Konsep Bela Negara dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Positif : Telaah Terhadap Program-program Resimen Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta” skripsi ini membahas bagaimana program Resimen
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jika dikaitakan dengan konsep bela
negara dalam hukum islam dan hukum positif.
Perbedaan dengan skripsi yang penulis teliti adalah dalam penelitian ini
penulis meneliti tentang konsep bela negara dalam politik Islam dan untuk
mengetahui urgensi bela negara terhadap negara kesatuan republik Indonesia.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab. Tiap-tiap bab terdiri
dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:
11
Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi pembahasan tentang : latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, tinjauan kajian terdahulu dan sistematika penulisan
ini.
Bab II merupakan tinjauan mengenai bela negara dalam perspektif
keslaman. Pada bab ini diuraikan pembahasan tentang : pengertian bela negara,
dasar hukum bela negara, dan sejarah bela negara pada zaman Nabi Muhammad
saw.
Bab III merupakan bagian yang membahas tentang bela negara dalam
perspektif keIndonesiaan. Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang :
pengertian bela negara, sejarah bela negara, dan dasar hukum bela negara.
Bab IV merupakan bab yang membahas tentang bela negara di Indonesia
dalam tinjauan politik Islam. Pada bab ini disajikan pembahasan tentang :
persaman konsep bela negara di Indonesia dengan politik Islam, perbedaan konsep
bela negara di Indonesia dengan politik Islam, dan analisis politik Islam mengenai
bela negara di Indonesia.
Bab V merupakan bab penutup. Pada bab ini dikemukakan kesimpulan
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah pada bab I dan diakhiri dengan
saran-saran sebagai usulan follow up penulisan ini.
12
BAB II
BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF KEISLAMAN
A. Pengertian Bela Negara
Pembicaraan mengenai bela negara di dalam Al-Qur‟an secara tekstual
memang tidak ada yang secara tegas, kebanyakan redaksi ayat menggunakan
Jihad Fi Sabilillah (Jihad di jalan Allah).1
Jihad menurut bahasa berasal dari kata دهجج-دهيج-دهج “jahada, yajhadu
jahdu” berarti kesulitan dan beban. Al Jahdu juga bermakna kesungguhan dan
upaya terakhir. Makna kata Al Jahdu dan Al jihad menurut pengertian bahasa arab
ialah pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan yang di
inginkan atau menolak yang dibenci.2
Moenawir Khalil merumuskan pengertian jihad yaitu sebagai berikut:
“Kata-kata jihad itu di ambil dari bahasa Arab dari asal kata “jahd” yang artinya
kekuatan. Dan arti menurut aslinya yaitu “bersungguh-sungguh mencurahkan
segenap tenaga untuk melawan musuh”. Menurut keterangan Ibnu Abbas r.a
perkataan “jihad” itu artinya ialah “mencurahkan segenap kekuatan dan bukanlah
ketakutan untuk membela Allah terhadap cercaan orang yang mencerca dan
permusuhan orang yang memusuhi”. Menurut syari‟at perkataan jihad itu artinya:
1Abdul Mustaqim, “Bela Negara dalam Perspektif Al-Qur’an (Sebuah Transformasi
Makna Jihad),” Jurnal Studi Keislaman, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011, h. 110-111, diakses
pada 6 april 2016 dari:ejournal.iainradenintan.ac.id.
2Shaheed Abdullah Azzam, Jihad Adab dan Hukumnya, (Jakarta: Gema Insani Press,
1993), h. 11.
13
“bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatan untuk membinasakan
orang-orang kafir, dan termasuk pula berjihad terhadap nafsu, terhadap syaitan
dan terhadap orang-orang pendurhaka”.3
Sedangkan Taufiq Ali Wahbah mengajukan pengertian jihad itu adalah
sebagai berikut: “jihad adalah pengerahan segala kemampuan dan potensi dalam
memerangi musuh. Jihad diwajibkan atas kaum muslimin demi membela agama
Allah. Dan jihad baru dilakukan setelah timbulnya gangguan-gangguan yang
dilakukan musuh terhadap kaum muslimin. Orang Islam tidak diperkenankan
memusuhi suatu golongan, tanpa suatu alasan, kecuali bila golongan itu
mengambil sikap permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin, atau bersiap-
siap menggempur Islam dan kaum muslimin. Dalam kondisi seperti itu, Islam
mewajibkan umatnya untuk menentukan sikap terhadap golongan tersebut dan
menentang maksud-maksud jahatnya.4
Jihad mempunyai ketentuan hukum yang pasti dan sasaran yang jelas,
Diantara sasaran-sasaran jihad salah satunya adalah melindungi negeri-negeri
Islam dari kejahatan orang-orang kafir. Negeri-negeri Islam mempunyai
perbatasan masuk ke daerah Islam. Wilayah perbatasan ini wajib dijaga secara
ketat agar tidak menjadi basis pertahanan musuh-musuh Islam untuk menyerang
negeri-negeri Islam. Penjagaan daerah strategis secara ketat dalam rangka jihad di
jalan Allah disebut Ribath (kesiap-siagaan). Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah
mengatakan bahwa Islam menganjurkan agar perlindungan daerah strategis itu
3Abdul Qadir Djaelani, Jihad Fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h. 3.
4Abdul Qadir Djaelani, Jihad Fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya, h. 4.
14
dijaga dengan jalan menyiapkan pasukan. Dengan begitu negeri-negeri Islam tetap
kuat dan terlindungi.5
Tujuan utama jihad ialah untuk membela, memelihara dan meninggikan
agama Allah (Islam). Islam mengizinkan berjihad tidak asal perang, tetapi dengan
menentukan sebab-sebab dan maksud yang dituju dari peperangan. Untuk
menolak kezaliman, untuk menghormati tempat ibadah, untuk menjamin
kemerdekaan bertanah air, untuk menghilangkan fitnah dan untuk menjamin
kebebasan setiap orang memeluk dan menjalankan agama.6
Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas, upaya yang sungguh-
sungguh melibatkan seluruh komponen bangsa untuk membela negara dan
mempertahankan negara itu dalam pandangan penulis bisa disebut sebagai “jihad”
dalam pengertian luas. Sebab eksistensi negara merupakan wadah yang
diharapkan bisa melindungi rakyat dari gangguan negara lain.
B. Dasar Hukum Bela Negara
Izin jihad diwahyukan Allah Ta‟ala pada tahun pertama Hijriyyah. Izin
dimaksud termaktub dalam surah al-Hajj ayat 39 yang berbunyi sebagai berikut:
ت لونبأن همج نصجأذنللذيني ق وإنٱللوعلى (٩٣احلج:(.لقديررىمجظلمواج
Artinya :
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu. (QS. al-Hajj [22]: 39)
5Ali bin Nafayyi‟ al-Alyani, Tujuan dan Sasaran Jihad, (Jakarta: Gema Insani Press,
1993), h. 50.
6Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 38.
15
Sebab diizinkannya perang adalah karena umat Islam dianiaya di bumi
Allah, mereka di usir dari kampung halaman dengan alasan karena mereka ingin
beribadah hanya kepada Allah Ta‟ala, menegakkan peraturan serta mewujudkan
kerajaan Allah di muka bumi, kemudia mereka diteguhkan Allah di muka bumi
dengan memiliki pemerintahan sendiri, berupa Negara Islam, sehingga dapat
melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta menyuruh kepada yang ma‟ruf dan
mencegah kemungkaran. Dengan kondisi tersebut Allah Ta‟ala mewajibkan
mereka untuk melaksanakan Perang, dengan kata lain kewajiban untuk
melaksanakan perang tersebut bertujuan untuk membela Negara Islam.7
Selanjutnya dalam Al-Qur‟an juga terdapat beberapa ayat yang
menggambarkan pentingnya bela negara, salah satunya adalah dalam surah al-
Baqarah ayat 216 yang berbunyi sebagai berikut :
ككتبعليج أنتكجلكمجرجهكمٱلقتالوىو أنتبواجشمجلكروىوخي جأيجرىواجشوعسى وىويجأوعسى
(٦١٢)البقرة:.نلموجلت عجلموأنتمجوٱللوي عجمجلكشر
Artinya :
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]:
216).
Menurut Ibnu Katsir ayat tersebut merupakan kewajibkan jihad bagi kaum
muslimin. Supaya mereka menghentikan kejahatan musuh di wilayah Islam, Az-
Zuhri mengatakan bahwa jihad itu wajib atas setiap individu, baik yang berada
dalam peperangan maupun yang tidak ikut berperang. Orang yang tidak ikut
7 Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h.9-10.
16
berperang apabila dimintai bantuan, maka ia harus memberikan bantuan. Jika
diminta untuk berperang, maka ia harus maju berperang, tetapi jika tidak di
perlukan, ia boleh tinggal (tidak berjihad).8 Tetapi ada yang membedakannya
menjadi: Fardhu Kifayah dan Fardhu „Ain sesuai dengan keadaan.
Jihad menjadi fardhu kifayah apabila dalam keadaan untuk menjaga batas-
batas negara Islam sewaktu damai, ketika tidak terjadi peperangan dan apabila
imam telah mengumumkan perang, maka saat itu perang menjadi fardhu kifayah
atas orang-orang yang mencukupi syarat.9
Jihad menjadi fardhu „ain apabila seorang muslim berada dalam medan
pertempuran ia wajib berperang tidak boleh menghidar dan apabila negerinya
telah dikepung oleh musuh.10
Al-Qur‟an menggandengkan pembelaan agama dan pembelaan negara
dalam QS. al-Mumtahanah ayat 8-9 yang berbunyi sebagai berikut:
ي ن ج تلوكمجهىكمٱللوعنٱلذينلجل ينولجي ق إليجوت قجت ب روىمجأنجديركمجمنججوكمجريجفٱلد إنهمجسطواج
ٱملقج يب ي ن ج.سطنيٱللو ا قت لوكمجإن ٱلذين عن ٱللو وأخجهىكم ين وظهرواجمنديركمجرجوكمفٱلد
إخج لئكىمٱلظومني ت ولمجىمجأنت ولوجراجكمجعلى (٨-٣ )املمتحنو:.لمونفأوج
Artinya :
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
8Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah M. Abdul Ghoffar, dkk, (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi‟i, 2004), h. 416.
9Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 26.
10
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Penerjemah Abdul hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), h. 357.
17
orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barang siapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
(Q.S. Al-Mumtahanah [60]: 8-9).
Dari makna ayat tersebut dapat dipahami bahwa pembelaan terhadap
negara sama dengan pembelaan kita terhadap agama. Susunan ayatnya diawali
dengan menjelaskan berbuat baik dengan tidak memusuhi, menunjukkan bahwa
yang paling utama adalah berbuat baik itu sendiri, perdamaian dan persatuan.
Akan tetapi jika mereka memusuhi sehingga membahayakan kesejahteraan agama
dan negara, maka secara tegas mereka adalah musuh.11
Ayat tersebut juga
merupakan larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin umat islam,
terikat dengan syarat bila mereka yang non-Muslim, melakukan pengusiran
terhadap Rasul Allah dan kaum Mu‟minin dari tanah airnya lantaran mereka
beriman kepada Allah. Setiap non-Muslim yang menyimpan rasa permusuhan dan
bertindak sewenang-wenang terhadap umat Islam, maka keharaman memilih
mereka sebagai pemimpin umat Islam merupakan sesuatu yang absolut, atau
merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi. Selain itu dipersyaratkan
pula yang tidak boleh dipilih sebagai pemimpin umat Islam adalah non-Muslim
yang selalu menyakiti umat Islam baik dengan tangan maupun lisannya.12
Al-Qur‟an juga menyebutkan tentang bersiap siaga menjaga negeri-negeri
yaitu pada surat Ali Imran ayat 200 yang berbunyi sebagai berikut:
11
Khoirul Muhtadin, “Bela Negara Dalam Pandangan Al-Qur’an,” h. 4-6, diakses pada
hari Rabu, 6 april 2016 dari
https://www.academia.edu/12368088/Bela_Negara_Dalam_Pandangan_Al-Qur‟an.
12
Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non-Muslim di Negara Islam, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2006), h. 160.
18
ٱصج ويأي هاٱلذينءامنواج ورابطواج وصابرواج (٦٢٢ : .)العمرانلحونت فجٱللولعلكمجٱت قوابواج
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetap bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Ali Imran [3]: 200).
Banyak hadits yang meriwayatkan tentang keutamaan orang yang
mengawal dan menjaga negeri-negeri Islam. Antara lain adalah sebagai berikut:
Imam Muslim meriwayatkan dari salman r.a, yang berkata: Aku telah
mendengar Rasulullah saw bersabda:13
لةسعجةرسولاهللصلىاهللعليجووسلمي قوجل::قالرضياهللعنجوسلجمانعنج رباطيوجمولي جك ماتجرىعليجوعملوالذيج روقيامو,وانج صيامشهج رمنج ريعليجهرزجقووامنالفتانخي ج .ان ي عجملو,واجج
)رواهمسلم(
“Bersiap siaga sehari semalam lebih utama dari berpuasa dan shalat malam
sebulan. Sekalipun ia telah mati, amal nya terus mengalir, demikian juga
rezekinya dan dia bebas dari siksa kubur.”(H.R. Muslim. 1075)
علىعملو.إل ميجتيجتم الجقيامة,كل ي وجم ال ي نمىعليجو اهللفإنو فسبيجل الذىماتمرابطانةالجقبج. )رواهمسلم(ويأجمنفت ج
“Setiap mayitada akhir amalannya, kecuali yang gugur selagi siap siaga di jalan
Allah.Maka sesungguhnya amalnya tumbuh berkembang sampai hari kiamat dan
dia pun aman dari siksa kubur.” (H.R. Muslim. 1075)
Imam Bukhari meriwayatkan pula dengan sanadnya dari Sahal bin Sa‟ad
As Sa‟adi RA. Bahwa Rasulullah saw bersabda:14
13
M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Penerjemah Abdul hayyie al-
Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 517.
14
M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah Abdul hayyie al-
Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 308.
19
رباطي وجمفصلىاهللعليجووسلمقال:لاهللوجسرنأونجاهللعيضيردعاالسدجعسنجبلجهسنجعها. ن جياوماعلي ج رمنالد )رواهالبخاري(سبيجلاهللخي ج
“Bersiap siaga (di perbatasan negeri) di jalan Allah lebih baik dari dunia dan
segala isinya.”(H.R. Bukhari. 1279)
Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa perlindungan (penjagaan) terhadap
negara Islam, merupakan sasaran dan tujuan jihad yang besar.
C.Sejarah Bela Negara pada Zaman Nabi Muhammad SAW
Islam lahir dan berkembang pada mulanya dipusat kepercayaan pagan
(syirik) Jazirah Arab. Kemunculan cahaya tauhid di tanah Makkah tersebut telah
menimbulkan bentrokan kepercayaan dan gejolak pertentangan sosial serta
penindasan sesama bangsa, yang berakar dari satu nenek moyang yaitu suku
Quraisy penguasa tanah haram. Akibat dari tekanan dan ancaman bangsanya
sendiri, sebagaimana kita ketahui, Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya
terpaksa meninggalkan rumah, kampung halaman dan keluarga mereka untuk
mengungsi (hijrah) ke Yatsrib.15
Dalam perkembangan selanjutnya, Yatsrib menjadi negara Islam yang
kecil. Nabi Muhammad saw adalah kepala negaranya yang pertama, dan pusat
pemerintahan Islam. Kemudian Nabi Muhammad saw membuat dasar negara
yang disebut dengan piagam Madinah, keontentikan piagam Madinah menjadikan
piagam Madinah sebagai dasar negara pertama dalam Islam dan merupakan
konstitusi erat untuk mempersatukan semua golongan penduduk Madinah. Piagam
15
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h.3.
20
Madinah berisi peraturan-peraturan warga negara serta memuat hak dan
kewajiban seluruh elemen masyarakat yang mencakup pengurusan pemerintah
negara, dan mencakup prinsip-prinsip umum yang mengatur kehidupan bersama
dengan multi etnis dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.16
Dalam Piagam Madinah terdapat pasal yang berisi tentang kewajiban
warga negara terhadap bela negara yaitu pada pasal 24, 37, 38, 40, 44 yang
masing-masing berbunyi sebagai berikut:17
Pasal 24 :
.واناليهودينفقونمعاملؤمننيمادامواحماربني
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 37 :
إو من على النصر بينهم وان نفقتهم املسلمني وعلى نفقتهم اليهود على ىذهحاربن أىلالصحيفةوإنبينهمالنصحوالنصيحةوالبدوناإلمثوإنوليأمثامرؤحبليفووإنالنصرللمظلوم.
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban
biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh
Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari
khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya.
Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
16
Muhammad Azizul Ghofar, Jihad Fil Pancasila, (Yogyakarta: Garudhawaca, 2016) h.
106.
17
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945: Kajian
perbandingan tentang dasar hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk, (Jakarta: UI-Press,
1995) h.53-56.
21
Pasal 38 :
ينفقونمعاملؤمننيمادامواحماربني.وإناليهود
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 40 :
كاالنفسغريمضارولآمث. وإناجلار
Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjangn
tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 44 :
وإنبينهمالنصرعلىمندىميثرب.
Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota
Yatsrib.
Dari piagam madinah ini pada pasal 24 memuat kewajiban warga negara
untuk mengeluarkan biaya perang dalam rangka menjaga kekuatan bela negara.
Pasal 37 dan 38 menegaskan kewajiban seluruh masyarakat Madinah untuk
mengeluarkan biaya dan melakukan pembelaan terhadap konstitusi. Pasal 40
menjelaskan tentang kesamaan hak bagi orang yang telah mendapat jaminan.
Pasal 44 menjelaskan tentang pentingnya bahu-membahu dalam bela negara.
Negara baru ini dikelilingi musuh yang ingin menghancurkannya sebelum
negara tersebut memiliki kekuatan dan dapat mengukuhkan kekuasaannya. Oleh
karna itu Nabi Muhammad saw menyusun suatu sistem patroli (sariyyah) untuk
mendeteksi posisi musuh beserta pergerakan, rencana serangan dan kekuatan
senjata mereka. Beliau membentuk patroli pengintai yang berkekuatan berkisar 15
22
sampai 30 orang, patroli tempur yang berkekuatan 50 sampai 500 orang, dikirim
ke daerah sekeliling Yatsrib dan Makkah, dan bagian lainnya di Jazirah Arab.18
Menurut Afzalur Rahman, patroli pengintai yang anggotanya sedikit kecil
bertujuan untuk:19
1. Mengumpulkan informasi gerakan musuh dan mengetahui rencana
mereka.
2. Memperkirakan medan dan lingkungan sekitar dari sudut pandang
militer.
3. Memperoleh sumber logistis dan persediaan air, misalnya mata air atau
sumur.
4. Melihat kemungkinan merekrut penduduk setempat untuk menjadi
prajurit.
5. Menilai sikap penduduk setempat terhadap pertempuran antara pihak
Quraisy dan pihak Muslim dan Madinah.
Patroli tempur yang jumlahnya lebih besar mempunyai tujuan yang
berlainan. Mereka juga diperintahkan dan dipersiapkan untuk melakukan
pertempuran dengan pasukan musuh. Tujuan utamanya adalah untuk:20
1. Menjaga daerah perbatasan negara dari penyusupan musuh.
18
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 4.
19
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta:
Amzah, 2002), h. 122-124.
20
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 5-6.
23
2. Usaha menggeretak musuh negara untuk menegaskan bahwa terdapat
pemerintahan yang mapan di Madinah yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan keamanan dan ketertiban dalam wilayahnya
serta siap mempertahankan perbatasan dari setiap kekuatan yang
bermusuhan.
3. Memperingatkan musuh, terutama pihak Quraisy Makkah, bahwa jalur
perekonomian mereka sekarang berada dalam kekuasaan pihak Muslim
Madinah yang setiap saat dapat memblokir rute perdagangan mereka.
4. Usaha menutup sumber persediaan logistik musuh dan siap menyerang
sebelum mereka mempersiapkan diri untuk berperang.
5. Untuk membiasakan prajurit dengan daerah sekitarnya dan sifat medan
perang sehingga pada saat perang mereka tidak kesulitan dalam
mengatur operasi militer dan taktik tempur.
6. Untuk menguji kekuatan musuh dan memperoleh pengalaman praktis
dalam mengatur operasi militer melawan mereka sebelum perang yang
sebenarnya.
7. Tugas mereka juga mencakup: menghukum suku-suku yang telah
membantu musuh untuk menentang pihak muslim, menghukum para
pemimpin yang mengasut pengikutnya untuk menentang pihak muslim
dan berkomplot dalam menghalangi pekerjaan mereka. Juga untuk
menunjukkan kekuatan pihak muslim yang dapat menggretak musuh.
Patroli pertama dikirim ke tepi pantai di bulan Ramadhan pada tahun
pertama Hijriah, dipimpin oleh Hamzah Bin Abdul Muthalib. Patroli yang terakhir
24
dikirim dibawah pimpinan Ali bin Abi Thalib ke Yaman pada bulan terakhir tahun
ke 9 Hijriah.
Keberadaan negara (pemeritahan) merupakan asas pertama wajibnya jihad
fi sabilillah. Tanpa negara, peperangan akan menjadi liar, hanya dianggap sebagai
perampok, penyamun, begal, gerombolan bersenjata atau teroris. Apabila kita
perhatikan Sirah Nabawi, tampak bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan izin
Allah untuk berperang (hukum perang), semuanya diturunkan di Madinah. Maka
perang menjadi syar‟i (wajib) sejalan dengan tegaknya negara (ada pemerintahan,
dengan wilayah, dan rakyatnya).21
Sebagai contoh perang Badar al-Kubra‟. Ini adalah perang antara dua
pemerintahan, yaitu pemerintahan al-Haqq (Negara Islam Madinah) dengan
pemerintahan al-Bathil (pagan Makkah). Kemudia perang Ahzab, dikenal juga
dengan perang Khandaq (parit). Ini merupakan perang antara Negara Islam
Madinah mengadapi pasukan sekutu dari Makkah beserta Yahudi dan kaum
munafik sekitar Arab. Demikian juga dengan perang Tabuk di perbatasan wilayah
Syam. Ini merupakan gambaran jelas dari dua negara yang berperang, yaitu
Negara Islam Madinah mengahadapi Negara Romawi (Kristen).22
Dengan kata
lain dapat disimpulkan bahwa jihad fi sabilillah termasuk dalam jihad membela
negara.
21
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 17.
22
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 18.
25
Allah tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam derajat dan
status. Perbedaan yang bisa dijelaskan antara laki-laki dan perempuan adalah
dalam tugas dan tanggung jawabnya, begitu pula dalam jihad fi sabilillah, kaum
laki-laki bertugas dan bertanggung jawab sebagai prajurit (mujahid), tentara
tulang punggung negara, berperang dengan menggunakan senjata menghadapi
musuh. Sementara kaum perempuan (mujahidah) turut serta dalam memberikan
anak-anak panah, mengurus makanan dan minuman (logistik) dan membawa obat-
obatan serta merawat orang-orang yang luka.23
Keterlibatan kaum wanita dalam perang tercatat dalam riwayat ketika
perang Khaibar, ada 6 orang wanita (menurut satu riwayat lain ada 20) yang
terlibat langsung dalam peperangan tersebut. Diantaranya: Shafiyyah, bibi Nabi
Muhammad saw, Ummu Sulaim dan Ummu „Athiyyah dan beberapa orang wanita
dari Banu Ghifar yang ikut berperan dalam pertempuran dengan beberapa orang
kawan-kawannya. Pada perang uhud dalam keadaan tertentu kaum wanita juga
siap mengangkat senjata, saling bahu membahu membela Islam dan umatnya,
misalnya Nasibah yang bersiaga dengan perisai melindungi Rasulullah SAW,
sehingga ia menderita luka di sekujur tubuhnya karena mendapat banyak pukulan.
Dari riwayat tersebut tentang kaum wanita yang ikut serta ke medan perang pada
masa Nabi Muhammad saw, kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa para
23
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 24.
26
wanita Islam diperkenankan ikut serta ke medan perang bersama kaum laki-laki
dengan tugas yang sesuai dengan tenaga dan kesanggupan mereka.24
24
Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 25.
27
BAB III
BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF KEINDONESIAAN
A. Pengertian Bela Negara
“Bela Negara” terbentuk dari dua suku kata yaitu “Bela” dan “Negara”,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Bela semakna dengan kata Jaga,
Pelihara, dan Rawat.1 Kata tersebut mengandung arti menjaga dan merawat baik-
baik, melindungi dan mempertahankan, serta menolong atau melepaskan dari
bahaya. Sehingga bela negara dapat diartikan memelihara, melindungi dan
melepaskan negara dari hal-hal yang membahayakan terhadap keutuhan negara
tersebut. Bahaya yang muncul dengan tujuan untuk merusak tatanan negara tidak
hanya muncul dari luar, melainkan juga dari dalam. Misalnya gerakan masyarakat
atau kelompok yang tidak setuju dengan ideologi negara, gerakan kelompok yang
mensosialisasikan faham-faham ekstrim dimasyarakat, dan sejenisnya. Bahaya
yang seperti ini jauh berbeda dengan bahaya yang muncul dari luar. Apalagi yang
sifat kemunculannya secara halus atau diam-diam menyebarkan faham mereka
sehingga sulit untuk dihilangkan.
Dalam tataran teoritis, banyak sekali sebenarnya definisi atau pengertian
tentang bela negara yang dapat ditampilkan dalam tulisan ini. Banyak pakar dan
ilmuwan mendefinisikan bela negara dari berbagai aspek sehingga dapat menjadi
gambaran betapa luasnya bela negara.
1Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 158.
28
Menurut Richard Asley, bela negara adalah suatu pemikiran, perilaku dan
tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara untuk membela bangsa dan
negara nya. Kenny Erlington mengatakan bahwa bela negara adalah sikap warga
negara yang berupaya mempertahankan negara menghadapi berbagai ancaman
yang mengganggu kepentingan negaranya. John Mc Kinsey menambahkan bahwa
bela negara merupakan wujud nyata dari nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah
air yang tercermin dalam setiap warga negara sehingga mutlak dimiliki oleh
warga negara agar negaranya menjadi kuat. Berdasarkan definisi tersebut, dapat
dikatakan bahwa bela negara sebenarnya merupakan sebuah keharusan dan
kewajiban bagi setiap warga negara.2
Dalam kamus politik bela negara diartikan tekad, sikap, dan tindakan
warga Negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi
oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, serta
keyainan akan kesaktian pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan untuk
berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari luar negeri maupun dari
dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan Negara, kesatuan
dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridisi nasional, serta nilai-nilai
pancasila dan UUD 1945.3
Di Indonesia sediri pengertian dasar bela negara mengacu pada UUD 1945
Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 Ayat 1, dan ditegaskan kembali pada Pasal 9
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pokok-Pokok Pertahanan Negara.
2Agus Subagyo, Bela Negara; Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015), h. 58-59.
3B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 30.
29
Berdasarkan penjelasan tersebut, Bela negara adalah sikap keadaan untuk
berkorban guna meniadakan ancaman baik yang datang dari dalam maupun luar
negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan
persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945.
Secara harfiah (berdasarkan bahasa), bela negara dapat diartikan sebagai
usaha untuk membela negara dari segala ancaman, bahaya, dan kemungkinan-
kemungkinan negatif yang lain. Secara kontekstual (berdasarkan situasi dan
kondisi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara) dan secara operasional
(berdasarkan bentuk pelaksanaannya dilapangan), bela negara dapat diartikan
sebagai upaya yang dilakukan segenap unsur bangsa dalam rangka menjaga,
melindungi, dan mempertahankan negara dari berbagai ancaman, gangguan,
serangan, dan bahaya-bahaya lain, baik yang datang dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. Beberapa sumber kepustakaan dan peraturan perundang-
undangan menggolongkan bela negara sebagai sebuah sikap dan prilaku setia dan
rela berkorban bagi bangsa dan negara. Dalam konteks seperti ini, bela negara di
artikan sebagai sikap dan prilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa dan
negara yang seutuhnya.4
4 Akhmad Zamroni, Partisipasi dalam Upaya Bela Negara, (Bandung: Yrama Widya,
2015), h. 10.
30
Terdapat 5 unsur dasar bela negara yaitu: 5
1. Cinta kepada tanah air.
2. Memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara.
3. Yakin pada Pancasila sebagai ideologi Negara.
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara.
5. Memiliki kesiapan psikis dan fisik untuk melakukan upaya awal bela
negara.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan
kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari
yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama
warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.
Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan
negara.6
Dari pengertian tentang bela negara, kita dapat mengambil beberapa
rumusan sebagai unsur dan sifat dari bela negara. Bela negara merupakan
keharusan dan tuntunan bagi warga negara. Bela negara juga merupakan wahana
bagi warga negara untuk menunjukkan kecintaan dan pengabdiannya kepada
bangsa dan negara sehingga bela negara sekaligus juga menjadi hak bagi warga
negara. Sebagai usaha, bela negara dilakukan sebagai bentuk pembelaan untuk
5Komarudin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia: Menemukan Kembali
Masa Depan Bangsa, (Jakarta: Mizan, 2008), h.318.
6https://id.wikipedia.org/wiki/Bela_negara di unduh pada hari jumat tanggal 25
November 2016.
31
mempertahankan kedaulatan, keberadaan, dan kelangsungan hidup bangsa dan
negara.7
B. Sejarah Bela Negara
Sebelum merdeka, perjuangan rakyat Indonesia dilakukan secara sendiri-
sendiri. Kesadaran bela negara itu tumbuh dalam cikal bakalnya melalui
kesadaran membela daerahnya dari penjajah. Hingga pada gilirannya, kesadaran
pada setiap masyarakat akan membela daerahnya atau sukunya itu bertransformasi
menjadi kesadaran bela negaranya.8
Sejak bangsa-bangsa dari Eropa datang ke Nusantara mulai abad ke 15,
perlawanan dari berbagai daerah sudah terjadi. Pada awalnya relasinya
berdasarkan pada perdagangan kemudian berubah menjadi penjajahan. Mulai dari
bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, Prancis, hingga Belanda. Sebagai contoh,
perlawanan yang dilakukan rakyat Minahasa, Malaka, dan Maluku, terhadap
penjajahan yang dilakukan bangsa Portugis. Perang Malaka terjadi saat kali
pertama Portugis yang di pimpin oleh Alfonso de Albuquerque menginjakan
kakinya di tanah Malaka pada tahun 1511 untuk menguasai daerah tersebut yang
kaya akan rempah-rempah. Awalnya hanya mencari barang dagangan, kemudia
malah berambisi menjajah. Rakyat Malaka yang dipimpin oleh Sultan Mahmud
Syah I melakukan perlawanan. Perlawanan rakyat terhadap penjajah diberbagai
7Akhmad Zamroni, Partisipasi dalam Upaya Bela Negara, (Bandung: Yrama Widya,
2015), h. 12.
8TB Hasanuddin, Bela Negara dan Kontradiksi Wajib Militer Indonesia, (Jakarta: RM
Books, 2014), h. 45.
32
daerah terus terjadi. Sejak abad ke 18 terjadi Perang Saparua, Maluku (1817) di
bawah pimpinan Pattimura. Perang Padri (1821-1837) di Sumatera Barat yang
dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Di Jawa muncul Perang Diponegoro (1825-
1830) yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Perang Aceh (1873-1904) yang di
antaranya dipimpin oleh Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien,
Teuku Ibrahim, dan Teuku umar. Perang Banjar, Kalimantan (1858-1866)
dipimpin oleh Pangeran Prabu Anom, Pangeran Hidayat, dan Pangeran Antasari.
Perang Jagaraga, Bali (1849-1906) yang dipimpin oleh Raja Buleleng, Gusti Gde
Jelantik, dan Raja Karangasem.9
Dalam lintas sejarah bangsa, setelah dikumandangkannya Proklamasi 17
Agustus 1945, fokus bangsa Indonesia adalah mempertahankan dan menjaga
kemerdekaan Republik Indonesia itu. Pada 9 November 1945 Resolusi Jihad
untuk menghadapi tentara sekutu di Jawa Timur yang dikumandangkan oleh KH
Hasyim Asy’ari menjadi sebuah tonggak perjuangan bersama rakyat dan
keyakinan seluruh umat muslim Indonesia menyerahkan jiwa dan raganya untuk
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia, Resolusi Jihad menjadi sebuah motivator sekaligus penuntun
umat Islam Indonesia untuk berjuang membela bangsa dan negara dengan segenap
jiwa raga. Ketika 19 Desember 1948 terjadi agresi militer kedua Belanda,
Presiden, Wakil Presiden dan sebagian anggota kabinet RI ditangkap di
Yogyakarta.
9TB Hasanuddin, Bela Negara dan Kontradiksi Wajib Militer Indonesia, (Jakarta: RM
Books, 2014), h. 46-47.
33
Perang mempertahankan kemerdekaan yang telah dikumandangkan pada
17 Agustus 1945 pun dimulai. Sejarawan Taufik Abdullah mengatakan bahwa
terhitung 19 Desember 1948 hingga pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949
merupakan fase sesungguhnya dari mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia. Karena dalam kurun waktu itu, seluruh rakyat Indonesia mengerahkan
semua potensi dirinya baik jiwa dan raga dalam sebuah peperangan yang disebut
sebagai perang gerilya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah, kita semua mengetahui bahwa akibat agresi
militer II Belanda itulah terjadi kekosongan kekuasaan. Di sinilah muncul inisiatif
Syafruddin Prawiranegara untuk mendirikan sebuah pemerintahan di Bukittinggi
yang diberi nama Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Eksistensi
pemerintahan Republik Indonesia tetap berjalan walau presiden dan wakil
presiden ditangkap. PDRI itu mengindikasikan dua ciri, nama pimpinan PDRI
bukan presiden namun Ketua PDRI dan pemerintahan bersifat darurat atau
sementara. Dari kedua hal ini terlihat dua indikasi penting, pertama, seberapa pun
besar peluang yang dimiliki oleh seseorang untuk mengambil alih kekuasaan
namun tidak ada sedikit pun niat untuk menjatuhkan pemerintahan resmi Republik
Indonesia. Kedua, PDRI menjadi tali pengikat seluruh potensi bangsa untuk
berjuang.10
Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai
Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau
dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk
10
A. Muhaimin Iskandar, “Bela Negara, Membela Perjuangan Bangsa” artikel ini di
akses dari http://koran-sindo.com/news.php?r=1&n=0&date=2015-12-19 di unduh pada hari jumat
tanggal 25 November 2016.
34
pada 19 Desember 1948 di Bukittingi, Sumatera Barat oleh Syafruddin
Prawiranegara. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara,
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006.
Untuk mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI), pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela
Negara di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area seluas
40 hektar, tepatnya di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan
Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.11
Terkait dengan bela negara di Indonesia, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono bahkan telah menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela
Negara. Kita patut mengapresiasi langkah penting Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono terkait dengan Hari Bela Negara di Indonesia. Di era Presiden Joko
Widodo, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu kembali mengingatkan akan
pentingnya bela negara. Dalam konteks ini, korelasi bela negara dengan tanggal
19 Desember sebagai Hari Bela Negara sesungguhnya tampak jelas terlihat.
Pertama, bagi rakyat Indonesia, pembelaan terhadap negara terjadi karena
kehadiran sebuah komando, yang diyakini keberadaan dan kebenarannya.
Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari menjadi motivasi positif bagi eksistensi bela
negara. Kehadiran perang gerilya dan Agresi Militer II Belanda menjadi sebuah
fenomena nyata dalam sejarah perjuangan bangsa untuk memanifestasikan
resolusi jihad itu.
11
“Sejarah Bela Negara” artikel ini di akses dari
http://belanegara.kemhan.go.id/diklatbelanegara/sejarah di unduh pada hari senin, tanggal 25
November 2016.
35
Kedua, mempertahankan negara ibarat sebuah keyakinan untuk membela sebuah
kebenaran sekaligus dasar untuk mengenyahkan ketidak adilan dan kezaliman
sehingga tidak mengherankan, bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam,
membela negara adalah ibadah.
Ketiga, membela negara agaknya merupakan kebanggaan pribadi sekaligus
manifestasi rasa bersyukur kepada Allah SWT. Karena peluang untuk sekali saja
dalam seumur hidup melawan kezaliman sekaligus dapat mewarisi sebuah
pengalaman pribadi bahwa berjuang adalah sebuah prinsip dasar menjaga
kehormatan bangsa.
Dari ketiga hal itu bila dikorelasikan dengan kurun waktu sekarang terasa
sekali bahwa sebenarnya bela negara sepatutnya adalah sebuah proses historis
yang sengaja ingin ditumbuhkan di tengah arus globalisasi dan pengaruh
internasional. Konsep bela negara yang hadir saat ini bukanlah semata membela
negara dalam arti fisik namun secara hakiki adalah sebuah norma yang akumulatif
dalam menjaga keberadaan bangsa. Dengan demikian bela negara tidaklah
sekadar sebuah pelatihan fisik semata namun lebih pada itu adalah menjaga
eksistensi bangsa Indonesia.
Untuk menjaga tetap konsistennya bela negara dalam konteks zaman maka
diperlukan empat perangkat nilai yang perlu dimanifestasikan.
Pertama, nilai sejarah. Dari sejarah dapat diketahui bagaimana bela negara itu bisa
termanifestasikan dan hadir. Tanpa Resolusi Jihad, Agresi Militer II Belanda,
kehadiran PDRI dan perang gerilya sulit rasanya untuk dikatakan bahwa bela
negara itu ternyata pernah dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa instruksi.
36
Kedua, kehadiran PDRI merupakan sebuah konfirmasi keyakinan bahwa negara
harus ada dan dibela, walaupun pemerintahan sudah menjadi tawanan namun
negara dan bangsa harus tetap ada.
Ketiga, simbol-simbol pemakaian status dalam PDRI memberikan sebuah
keyakinan pada kita bahwa membela negara merupakan sebuah manifestasi
keluhuran budi tanpa adanya sebuah selipan hidden agenda untuk menggunakan
kesempatan dalam kesempitan, seperti misalnya mengganti kepemimpinan negara.
Keempat, bela negara hadir dalam sebuah keyakinan pada seluruh rakyat bahwa
negara dan bangsa masih ada dan logis kiranya harus dibela walaupun bentuk
formalnya tidak diketahui keberadaannya. Dengan demikian keyakinan bahwa
negara masih ada merupakan indikator penting akan konsep bela negara dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.12
C. Dasar Hukum Bela Negara
Bela negara merupakan sebuah kebijakan. Sebagai sebuah kebijakan,
maka bela negara tentu memiliki dasar hukum, landasan yuridis, dan regulasi yang
tepat dan absah. Bela negara merupakan kebijakan yang dibuat oleh negara atau
pemerintah yang bertujuan untuk melindungi negara dari ancaman musuh baik
yang datang secara langsung maupun tidak langsung. Bela negara harus
disosialisasikan kepada semua komponen masyarakat agar supaya dipahami dan
12
A. Muhaimin Iskandar, “Bela Negara, Membela Perjuangan Bangsa” artikel ini di
akses dari http://koran-sindo.com/news.php?r=1&n=0&date=2015-12-19 di unduh pada hari jumat
tanggal 25 November 2016.
37
dijiwai oleh semua komponen masyarakat, sehingga semua komponen masyarakat
secara suka rela membela negara.
Bela negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat
perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu
kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan
mempertahankan eksistensi negara tersebut. Secara fisik, hal ini dapat diartikan
sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau agresi dari pihak yang
mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non fisik konsep ini
diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan
negara baik melalui pendidikan, moral, sosial maupun peningkatan kesejahteraan
orang-orang yang menyusun bangsa tersebut.
Dasar hukum bela negara di Indonesia dapat ditemukan dalam beberapa
aturan sebagai berikut :
1. UUD NRI 1945 Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan secara eksplisit
tentang bela negara bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai berikut: 13
Pasal 30 ayat (1) : “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pertahanan dan keamanan negara”.
Pasal 30 ayat (2) : “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama,
dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”.
13
Tim Wahyu Media, Pedoman resmi UUD 1945 dan Perubahannya, (Jakarta: PT
Wahyu Media, 2016), h. 33.
38
2. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal
6B yang menyatakan bahwa :
Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Selanjutnya dalam UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, di Pasal 9
diamanahkan secara jelas tentang aturan bela negara bagi masyarakat Indonesia,
sebagai berikut :
(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara
yang di wujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
(2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui :
a. pendidikan kewarganegaraan.
b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau
secara wajib.
d. pengabdian sesuai dengan profesi.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan
undang-undang.
Secara lebih detail dapat dilihat dalam berbagai aturan yang tertuang
dalam regulasi hukum tentang dasar hukum pelaksanaan bela negara yang ada di
Indonesia, berikut ini:
39
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan
Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.29 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara
RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR NO VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
6. Amandemen UUD 45 Pasal 30 dan Pasal 27 ayat (3).
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dari beberapa dasar hukum dan peraturan tentang bela negara tersebut,
kesadaran bela negara merupakan satu hal yang esensial dan harus dimiliki oleh
setiap warga negara Indonesia, sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya
dalam upaya bela negara. Kesadaran bela negara menjadi modal dasar sekaligus
kekuatan bangsa, dalam rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan
hidup bangsa dan negara Indonesia.
40
BAB IV
BELA NEGARA DI INDONESIA DALAM TINJAUAN POLITIK ISLAM
A. Persamaan Konsep Bela Negara di Indonesia dengan Politik Islam
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 30
ayat (1) menyatakan secara eksplisit tentang bela negara bagi seluruh rakyat
Indonesia, yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pertahanan dan keamanan negara”. Dengan demikian pasal 30 ayat (1)
menerangkan arti pertahanan yaitu menjelaskan dalam hal melindungi,
memelihara, dan menjaga keutuhan negara.1
Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw yang menjelaskan tentang bela
negara yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan sanadnya dari
Abu Hurairoh Ra yang berkata, Rasulullah saw bersabda:
عة رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ي قول : لة عن سلمان رضي اهلل عنو قال : س رباط يوم ولي رمن صيام شهروقيامو ان ي عملو,واجري عليهرزقو وامن ,وان مات جرى عليو عملو الذي ك خي
)رواه مسلم(الفتان.
“Bersiap siaga sehari semalam lebih utama dari berpuasa dan shalat
malam sebulan. Sekalipun ia telah mati, amal nya terus mengalir, demikian juga
rezekinya dan dia bebas dari siksa kubur.” (H.R. Muslim. 1075)2
1Tim Wahyu Media, Pedoman resmi UUD 1945 dan Perubahannya, (Jakarta: PT Wahyu
Media, 2016), h. 33.
2M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, Penerjemah Abdul hayyie al-
Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 517.
41
Hadis lainnya mengatakan
ها. ن يا وما علي ر من الد )رواه خبري( رباط ي وم ف سبيل اهلل خي
“Bersiap siaga (di perbatasan negeri) di jalan Allah lebih baik dari dunia
dan segalaisinya”. (H.R. Bukhari)3
Dalam Islam penjagaan daerah secara ketat dalam rangka jihad disebut
Ribath (kesiap siagaan), dengan jalan menyiapkan pasukan. Dengan begitu negeri-
negeri Islam tetap kuat dan terlindungi. Dari paparan kedua hadis ini mempunyai
kesamaan antara bela negara dalam politik Islam dan bela negara di Indonesia
yang menjelaskan bela negara dalam hal melindungi, memelihara, menjaga, dan
mempertahankan.
Dalam konsep bela negara Indonesia juga disebutkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia kata Bela semakna dengan kata Jaga, Pelihara, dan Rawat.4
Kata tersebut mengandung arti menjaga dan merawat baik-baik, melindungi dan
mempertahankan, serta menolong atau melepaskan dari bahaya. Sehingga bela
negara dapat diartikan memelihara, melindungi dan melepaskan negara dari hal-
hal yang membahayakan terhadap keutuhan negara tersebut. Maka dari itu antara
bela negara dalam polotik Islam dengan konsep bela negara di Indonesia
mempunyai kesamaan yang terdapat dalam UUD RI 1945 pasal 30 ayat (1)
dengan hadist Nabi Muhammad saw.
3M. Nashiruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Penerjemah Abdul hayyie al-
Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 308.
4Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 158.
42
Bela negara juga merupakan salah satu bentuk cinta tanah air, sebagai
mana pepatah arab yang mengatakan:
يان حب الوطن من ال
Yang artinya “cinta tanah air sebagian dari iman”.
Begitu pula dalam bela negara di Indonesia, bela negara di artikan sebagai
sikap dan prilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
seutuhnya.5
Jadi antara konsep bela negara di Indonesia dengan politik Islam
mempunyai kesamaan dalam hal melindungi, menjaga, dan mempertahankan
negara yang sama-sama dijiwai atas kecintaan terhadap negaranya.
B. Perbedaan Konsep Bela Negara di Indoneisa dengan Politik Islam
Indonesia adalah negara yang multikultural dimana setiap daerah banyak
terdapat suku, ras, budaya, dan agama. Namun dalam hal itu jika di kaitkan
dengan sejarah, Indonesia mempunyai konsep bela negara yang berbeda beda
sebelum adanya kesatuan Republik Indonesia yaitu sebelum merdeka perjuangan
rakyat Indonesia dilakukan secara sendiri-sendiri. Kesadaran bela negara itu
tumbuh dalam cikal bakalnya melalui kesadaran membela daerahnya dari
penjajah. Hingga pada gilirannya, kesadaran pada setiap masyarakat akan
membela daerahnya atau suku bangsanya itu bertransformasi menjadi kesadaran
5Akhmad Zamroni, Partisipasi dalam Upaya Bela Negara, (Bandung: Yrama Widya,
2015), h. 10.
43
membela negaranya.6 Setelah terbentuknya (NKRI) Negara Kesatuan Republik
Indonesia barulah terbentuk susunan undang-undang yang menjelaskan bela
negara sesuai dengan UUD 1945 dan konsep Pancasila.
Maka dari itu terdapat perbedaan konsep bela negara yang diterapkan
negara Indonesia dengan konsep bela negara dalam Islam.
Bela negara di Indonesia bela negara diartikan sebagai sikap dan prilaku
warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.7
Berbeda dengan konsep bela negara dalam Islam yaitu yang terdapat
dalam Qur‟an surat Al-Hajj, ayat 39-41
ت لون بأن ه (١٤-٩٣ ...... )احلجلقدير م رى ظلموا وإن ٱللو على نص م أذن للذين ي ق
Artinya :
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu…… (al-Hajj [22]: 39-41)
Sebab diizinkannya membela negara adalah karena umat Islam dianiaya di
bumi Allah (QS. Al-Hajj [22]: 39). Mereka di usir dari kampung halaman dengan
alasan karena mereka ingin beribadat hanya kepada Allah Ta‟ala, menegakkan
peraturan (syariah) serta mewujudkan kerajaan Allah di muka bumi (QS. Al-Hajj
[22]: 40). Kemudia mereka diteguhkan Allah di muka bumi dengan memiliki
pemerintahan sendiri, berupa Negara Islam, sehingga dapat melaksanakan shalat,
6TB Hasanuddin, Bela Negara dan Kontradiksi Wajib Militer Indonesia, (Jakarta: RM
Books, 2014), h. 45.
7Akhmad Zamroni, Partisipasi dalam Upaya Bela Negara, (Bandung: Yrama Widya,
2015), h. 10.
44
menunaikan zakat, serta menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah
kemungkaran (QS. Al-Hajj [22]: 41). Dengan kondisi tersebut Allah Ta‟ala
mewajibkan mereka untuk melaksanakan Perang, maka dari itu kewajiban untuk
melaksanakan perang tersebut bertujuan untuk membela Negara Islam.8
Jihad membela negara dalam Islam adalah pengerahan segala kemampuan
dan potensi dalam memerangi musuh. Jihad diwajibkan atas kaum muslimin demi
membela agama Allah. Dan jihad baru dilakukan setelah timbulnya gangguan-
gangguan yang dilakukan musuh terhadap kaum muslimin. Orang Islam tidak
diperkenankan memusuhi suatu golongan, tanpa suatu alasan, kecuali bila
golongan itu mengambil sikap permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin,
atau bersiap-siap menggempur Islam dan kaum muslimin. Dalam kondisi seperti
itu, Islam mewajibkan umatnya untuk menentukan sikap terhadap golongan
tersebut dan menentang maksud-maksud jahatnya.9
Jadi sangat jelas perbedaan antara bela negara di Indonesia dengan bela
negara dalam politik Islam yang mana bela negara dalam politik Islam lebih
mengaitkan atau menyatukan antara bela negara dan bela agama Allah (Islam),
sedangkan bela negara di Indonesia hanya membela negaranya saja.
8Mualimbunsu Syam Muhammad, Motivasi Perang Sabil di Nusantara, (Ciputat: Media
Madani, 2013), h. 9-10.
9Abdul Qadir Djaelani, Jihad Fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h. 4.
45
C. ANALISIS POLITIK ISLAM MENGENAI BELA NEGARA DI
INDONESIA
Bela negara ialah sikap, tekad dan tindakan warga negara yang teratur,
menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air,
kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, serta keyainan akan kesaktian
pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan
setiap ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang
membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan
bangsa, keutuhan wilayah dan yuridisi nasional, serta nilai-nilai pancasila dan
UUD 1945.10
Berkaitan dengan bela negara tersebut, maka upaya bela negara merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak dan
kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara.
Adapun hak ikat pertahanan negara adalah merupakan perlawanan rakyat semesta,
yang penyelenggaraaanya didasarkan pada kesadaran akan tanggung jawab
tentang hak dan kewajiban warga negara serta berdasarkan keyakinan dan
kekuatan sendiri, baik penyerahan diri maupun penyerarahan wilayah.
Adapun tujuan dari pertahanan keamanan negara adalah untuk menjamin
tetap tegaknya negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 terhadap segala ancaman baik dari luar maupun dari
dalam negeri dan tercapainya tujuan nasional.
10
B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)
46
Dari pengertian bela negara di atas penulis mengambil beberapa poin
penting yaitu pertama, adanya unsur keterpaduan dari segenap potensi bangsa
untuk secara bersama mempertahankan eksistensi negara. Kedua, adanya unsur
kesaktian Pancasila sebagai perekat kehidupan bangsa. Ketiga, bahwa setiap
ancaman baik dari dalam maupun luar negeri pada hakikatnya akan merugikan
dan berdampak pada perpecahan bangsa yang justru akan merugikan warga
negara itu sendiri. Keempat, bela negara adalah sebagai media pertahanan
keamanan negara yang mana hal tersebut sudah menjadi hak dan kewajiban setiap
warga negara. Kelima, upaya tersebut merupakan tanggung jawab warga secara
mandiri (keyakinan akan kekuatan sendiri).
Berdasarkan uraian tentang pengertian bela negara tersebut tampaknya
ada kesamaan antara bela negara, membela negara, mencintai tanah air, stabilitas
negara, loyalitas terhadap bangsa dan negara, bila ingin di uraikan, maka istilah
bela negara merupakan suatu kesatuan yang utuh dari istilah istilah lainnya,
seperti membela tanah air (bersifat geografis), mencintai tanah air (bersifat
psikologis), stabilitas negara (bersifat security), loyalitas terhadap bangsa dan
negara (bersifat dedikatif).11
Bila dikaitkan dengan politik Islam, jelas sekali bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam pengertian bela negara tersebut tidak bertentangan dengan
politik Islam, bahkan dalam politik Islam sendiri sangat menjunjung tinggi nilai-
nilai yang terdapat dalam bela negara di Indonesia. Misalnya nilai-nilai solidaritas
(ta‟awun), kesetiaan terhadap ideologi negara yang telah disepakati bersama
11
Muhammad Azhar, Perspektif Islam tentang Bela Negara, (Jurnal Ketahanan Nasional,
VI 1, April 2001), h. 33.
47
(kalimatun sawa‟), rasa persatuan dan persaudaraan secara Islami (ukhuwah
Islamiyah), menyebarkan kebaikan dan mencegah kejahatan (amar ma‟ruf nahi
munkar), keharusan menunaikan hak dan kewajiban, percaya atas keyakinan diri
sendiri secara positif dan konstruktif, serta niai-nilai lainnya.12
Sebagai contoh adalah pada aksi damai bela agama dan negara pada
tanggal 2 Desember 2016 atau yang lebih dikenal dengan „aksi super damai 212‟.
Aksi 212 adalah murni gerakan umat Islam cinta agama, negara, ulama, dan
kemajemukan. Untuk menunjukkan kecintaan mereka kepada Islam sekaligus
kepada negara Indonesia yang siap mereka pertahankan setiap jengkalnya dari
ancaman perpecahan yang ditebar oleh pihak-pihak yang merusak keharmonisan
dan kerukunan antar umat beragama yang selama ini sudah terjalin indah. Aksi
tersebut berhasil mengumpulkan jutaan orang dari seluruh penjuru Indonesia yang
memenuhi area Monas dan beberapa ruas jalan utama di sekitarnya. Aksi 212
merupakan kelanjutan dari aksi bela Islam 2 yang digelar pada Jum‟at 4
November 2016, atau dikenal dengan sebutan „aksi 411‟. Tuntutan yang diajukan
oleh para peserta aksi yaitu agar pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam
menangani kasus penistaan agama. Dari aksi tersebut penulis dapat
menyimpulkan bahwa terdapat titik temu antara bela negara dan bela agama di
Indonesia.
Pertama, persatuan antar ulama, umara (pemerintah), dan umat. Aksi
Super Damai 212 menjadi momentum bersatunya ulama, umara (pemerintah), dan
umat. Ulama, umara, dan umat, berkumpul dalam satu tempat. Sama-sama berdoa
12
Muhammad Azhar, Perspektif Islam tentang Bela Negara, (Jurnal Ketahanan Nasional,
VI 1, April 2001), h. 33.
48
untuk keselamatan bangsa dan negara. Harmoni begitu terasa ketika pihak tersebut
memang harus bersatu dan bersinergi dalam membangun bangsa, dan merapatkan
barisan melawan setiap bahaya terhadap keutuhan NKRI.
Kedua, semangat bela agama dan nasionalisme. Setiap penganut agama
dituntut untuk mencintai agamanya. Ada ungkapan pepatah arab yang mengatakan
bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari pada iman. Oleh karena itu, aksi super
damai 212 adalah bentuk bela agama dan bela negara. Para peserta aksi tersebut
menyerukan pentingnya menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan NKRI.
Ketiga, semangat gotong royong. Pada Aksi Super Damai 212, dapat
dilihat gotong royong yang sangat luar biasa. Ada yang menyiapkan tempat,
menjaga keamanan, menyiapkan makanan dan minuman, menyiapkan toilet, dan
membersihkan sampah. Semua bergerak, saling berkontribusi, dan saling
melengkapi. Alangkah indahnya jika semangat tersebut dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, tidak hanya sebatas pada aksi tersebut.
Keempat solidaritas. Bantuan yang mengalir pada aksi tersebut merupakan
sebuah bukti nyata solidaritas yang ditunjukkan oleh umat Islam. Semua orang,
kaya, dan miskin ingin menyumbang. Bahkan seorang pedagang kecil pun
menggratiskan dagangannya untuk peserta aksi sebagai bentuk cinta terhadap
agamanya. Ikhlas beramal, hanya satu yang diharapkannya yaitu ridho Allah. Pada
kesempatan itu juga ulama, umara, dan umat mendoakan keselamatan bagi para
mujahid di Palestina, Irak, Suriah, Afghanistan, Philipina Selatan, Thailand
Selatan, dan etnis Rohingnya yang saat ini ditindas rezim Myanmar.
49
Kelima pesan santun dan tertib. Aksi Super Damai 212 dilakukan secara
santun dan tertib. Tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat. Aparat
keamamanan juga sangat terbantu dengan ketertiban jamaah. Para jamaah datang
dan pergi dengan tertib, tanpa merusak taman, dan tanpa meninggalkan sampah
yang berserakan. Dalam beberapa unjuk rasa diwarnai dengan bakar ban, hujatan,
merusak fasilitas umum, dan berakhir bentrok, tetapi 212 tersebut berjalan sangat
damai.
Dengan adanya aksi 212 dapat dijadikan titik temu antara membela negara
dan membela agama, aksi tersebut membuktikan kepada dunia bahwa Islam
adalah agama yang damai dan Indonesia pun adalah negara yang damai. Sehingga
dalam konteks keindonesiaan, bela negara menjadi sangat penting, terutama bagi
umat muslim. Konsekuensi logisnya adalah maju-mundurnya bangsa dan negara
Indonesia secara moral, sangat tergantung kepada adanya partisipasi aktif, positif
dan konstruktif dari umat Islam itu sendiri tanpa mengabaikan komunitas umat
lain tentunya. Dengan demikian konsep bela negara dalam perspektif Indonesia
yang meliputi kegiatan membela, memelihara, mempertahankan, melindungi, dan
menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari serangan musuh baik dari
dalam maupun luar tidak bertentangan dengan konsep bela negara dalam
perspektif politik Islam. Sebab dalam Islam juga mengajarkan bagi umat Islam
tindakan-tindakan sama seperti yang dilakukan di Indonesia dalam rangka bela
negara.
50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis bahas dari bab-bab terdahulu,
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Konsep bela negara dalam politik Islam dapat disejajarkan dengan
konsep “jihad”. Jihad sendiri ialah pengerahan segala kemampuan dan
potensi dalam memerangi musuh. Jihad diwajibkan atas kaum muslimin
demi membela negara dan agama Allah (Islam) dan jihad baru
dilakukan setelah timbulnya gangguan-gangguan yang dilakukan musuh
terhadap kaum muslimin.
2. Bela negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia jelas ada
urgensinya, yakni untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai serangan dan rongrongan
baik dari kalangan internal maupun eksternal.
B. Saran
Dalam skripsi ini penulis menambah beberapa saran, yang bertujuan untuk
mencoba memberikan wawasan keilmuan mengenai bela negara di Indonesia
dalam perspektif politik Islam, yang di harapkan wawasan keilmuan ini bisa terus
dikembangkan, adapun sarannya adalah sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pertahanan,
direkomendasikan agar gencar melakukan sosialisasi kepada
51
masyarakat akan pentingnya bela negara, sehingga masyarakat mampu
menumbuhkan dan memupuk kesadaran dan kemauan terhadap bela
negara itu sendiri.
2. Kepada para mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah yang mempelajari Hukum Ketatanegaraan Islam
(Siyasah), direkomendasikan agar kajian ini bisa dijadikan suatu
referensi wawasan keilmuan bagi para mahasiswa untuk menambah
ilmu pengetahuan di bidang politik Islam pada umumnya dan
khususnya di bidang bela negara dalam perspektif politik Islam.
51
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al-Qur’an al-Karim.
Albani al, M. Nashiruddin. Ringkasan Shahih Bukhari. Penerjemah Abdul hayyie
al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2007.
Albani al, M. Nashiruddin. Ringkasan Shahih Muslim. Penerjemah Abdul hayyie
al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2007.
Alyani al, Ali bin Nafayyi’. Tujuan dan Sasaran Jihad. Jakarta: Gema Insani
Press, 1993.
Arboko, Cholid dan Abu Ahmadi. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Pustaka,
1999.
Azhar, Muhammad. Perspektif Islam tentang Bela Negara. Jurnal Ketahanan
Nasional, VI 1, April 2001.
Azzam, Shaheed Abdullah. Jihad Adab dan Hukumnya. Jakarta: Gema Insani
Press, 1993.
Basrowi, dan Suwandi. Memahami Penilitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Djaelani, Abdul Qadir. Jihad Fi Sabilillah dan Tantangan-Tantangannya. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1995.
Fauzan al, Saleh. Fiqih Sehari-hari. Penerjemah Abdul hayyie al-Kattani, dkk.
Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Ghofar, Muhammad Azizul. Jihad Fil Pancasila. Yogyakarta: Garudhawaca,
2016.
Hanbal bin, Imam Ahmad. Musnad Imam Ahmad. Penerjemah Abdul Hamid, dkk.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Hasanuddin, Tubagus. Bela Negara dan Kontradiksi Wacana Wajib Militer
Indonesia. Jakarta: Rmbooks, 2014.
Hidayat, Komarudin dan Putut Widjanarko. Reinventing Indonesia: Menemukan
Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Mizan, 2008.
Ibnu Syarif, Mujar. Presiden Non-Muslim Di Negara Islam. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2006.
52
Katsir, Ibnu. Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah M. Abdul Ghoffar, dkk, Bogor:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004.
Marbun, B.N. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Muhammad, Mualimbunsu Syam. Motivasi Perang Sabil di Nusantara. Ciputat:
Media Madani, 2013.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007.
Rahman, Afzalur. Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer. Jakarta:
Amzah, 2002.
Rumidi, Sukandar. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada
Press, 2004.
Subagyo, Agus. Bela Negara; Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Tim Wahyu Media, Pedoman resmi UUD 1945 dan Perubahannya, Jakarta: PT
Wahyu Media, 2016.
Zamroni, Akhmad. Partisipasi dalam Upaya Bela Negara. Jakarta: Yrama Widya,
2015.
INTERNET
Iskandar, A. Muhaimin. “Bela Negara, Membela Perjuangan Bangsa” dari
http://koran-sindo.com/news.php?r=1&n=0&date=2015-12-19, diakses 25
November 2016.
Muhtadin, Khoirul. “Bela Negara Dalam Pandangan Al-Qur’an”, https :// www.
academia.edu/ 12368088/ BELA NEGARA DALAM_ PANDANGAN
AL-QURAN, diakses 6 April 2016.
Mustaqim, Abdul. “Bela Negara dalam Perspektif Al-Qur’an (Sebuah
Transformasi Makna Jihad)” Jurnal Studi Keislaman, Volume XI, Nomor
1, Juni 2011, dari ejournal.iainradenintan.ac.id, diakses 6 April 2016.
http://news.detik.com/berita/3081448/ini-5-masukan-mui-soal-bela-negara,diakses
5 April 2016.
53
http://belanegara.kemhan.go.id/diklatbelanegara/sejarah, diakses pada 26 Oktober
2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bela_negara, di akses pada 25 November 2016.