bedah mulut

40
Definisi dan Terminologi Kondisi “gigi impaksi” sering dikaitkan dengan gigi unerupsi dan gigi malposisi. Hal ini tidaklah tepat. Definisi : Gigi impaksi : - Gigi yang erupsinya terhambat oleh sesuatu sebab, sehingga gigi tersebut tidak dapat erupsi sempurna atau bahkan tidak erupsi sama sekali - Hambatan tersebut dapat berasal dari sekitar gigi tersebut, atau dari gigi itu sendiri. Hambatan yang berasal dari sekitar gigi dapat berupa tulang yang tebal serta padat, space untuk gigi tersebut kurang, gigi tetangga yang menghalangi gigi tersebut, jaringan lunak yang kenyal atau liat, dan bisa pula gigi sulung yang persistensi. Hambatan yang berasal dari gigi tersebut dapat berupa posisi benih gigi yang tidak berada pada tempat yang seharusnya, atau dapat pula kurangnya daya erupsi gigi tersebut sehingga tidak dapat erupsi secara sempurna. Gigi malposisi : gigi, unerupsi atau erupsi, pada posisi abnormal dalam maksila atau mandibula. Gigi unerupsi : gigi yang belum perforasi ke oral mukosa. Belum erupsi : suatu gigi yang berdasarkan eveluasi klinis dan radiologis memungkinkan untuk erupsi Terpendam : suatu gigi yang tidak memiliki kekuatan untuk erupsi atau gigi yang terletak di bawah mukosa. Gigi impaksi dan belum erupsi secara teknis terpendam, tetapi istilah ini juga sering digunakan terhadap mesiodens, gigi supernumerary, dan gigi yang berhubungan dengan keadaan patologis misalnya kista. Gigi dikatakan impaksi jika gagal untuk erupsi ke lengkung gigi dalam waktu yang diharapkan. Gigi impaksi karena erupsi tertahan gigi di dekatnya, tulang, atau jaringan lunak yang berlebihan. Karena gigi impaksi tidak erupsi, mereka tertahan selamanya kecuali jika dikeluarkan melalui bedah. Gigi umumnya impaksi karena tidak cukupnya panjang lengkung gigi dan tempat erupsi gigi. (total panjang lengkung tulang alveolar lebih kecil daripada panjang lengkung gigi). Impaksi paling sering terjadi pada molar 3. karena merupakan gigi terakhir yang tumbuh sehingga sering tidak cukupnya tempat untuk erupsi. Pada anterior maksila, gigi kaninus sering terhambat erupsi karena crowding gigi lainnya. Gigi kaninus erupsi setelah insisive lateral maksila dan P1. jika tempat tidak cukup untuk erupsi, maka kaninus menjadi impaksi. Kejadian serupa terjadi pada anterior mandibula (premolar), karena mereka erupsi setelah M1 mandibula dan kaminus. Oleh karena itu, jika kurang tempat untuk erupsi, maka salah satu dari premolar, biasanya P2, tidak erupsi dan menjadi impaksi. Semua gigi impaksi sebaiknya diekstraksi kecuali jika dikontraindikasikan. Ekstraksi dilakukan segera setelah dokter gigi menemukan gigi impaksi. Pengangkatan gigi impaksi menjadi sulit seiring bertambahnya usia karena seiring dengan bertambahnya usia, tulang disekitar gigi akan semakin terkalsifikasi. Etiologi Gigi Impaksi A. Penyebab Lokal Gigi Impaksi Berikut merupakan penyebab lokal dari impaksi (Berger): 1) Iregularitas posisi dan tekanan dari gigi yang berdekatan 2) Densitas tulang di atas atau sekitar gigi impaksi

Upload: nara-ghassani

Post on 13-Aug-2015

637 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bedah mulut

TRANSCRIPT

Page 1: bedah mulut

Definisi dan Terminologi Kondisi “gigi impaksi” sering dikaitkan dengan gigi unerupsi dan gigi malposisi. Hal ini tidaklah tepat. Definisi :

Gigi impaksi : - Gigi yang erupsinya terhambat oleh sesuatu sebab, sehingga gigi tersebut tidak dapat erupsi sempurna atau bahkan

tidak erupsi sama sekali- Hambatan tersebut dapat berasal dari sekitar gigi tersebut, atau dari gigi itu sendiri. Hambatan yang berasal dari

sekitar gigi dapat berupa tulang yang tebal serta padat, space untuk gigi tersebut kurang, gigi tetangga yang menghalangi gigi tersebut, jaringan lunak yang kenyal atau liat, dan bisa pula gigi sulung yang persistensi. Hambatan yang berasal dari gigi tersebut dapat berupa posisi benih gigi yang tidak berada pada tempat yang seharusnya, atau dapat pula kurangnya daya erupsi gigi tersebut sehingga tidak dapat erupsi secara sempurna.

Gigi malposisi : gigi, unerupsi atau erupsi, pada posisi abnormal dalam maksila atau mandibula. Gigi unerupsi : gigi yang belum perforasi ke oral mukosa. Belum erupsi : suatu gigi yang berdasarkan eveluasi klinis dan radiologis memungkinkan untuk erupsi Terpendam : suatu gigi yang tidak memiliki kekuatan untuk erupsi atau gigi yang terletak di bawah mukosa. Gigi impaksi

dan belum erupsi secara teknis terpendam, tetapi istilah ini juga sering digunakan terhadap mesiodens, gigi supernumerary, dan gigi yang berhubungan dengan keadaan patologis misalnya kista.

Gigi dikatakan impaksi jika gagal untuk erupsi ke lengkung gigi dalam waktu yang diharapkan. Gigi impaksi karena erupsi tertahan gigi di dekatnya, tulang, atau jaringan lunak yang berlebihan. Karena gigi impaksi tidak erupsi, mereka tertahan selamanya kecuali jika dikeluarkan melalui bedah.

Gigi umumnya impaksi karena tidak cukupnya panjang lengkung gigi dan tempat erupsi gigi. (total panjang lengkung tulang alveolar lebih kecil daripada panjang lengkung gigi).

Impaksi paling sering terjadi pada molar 3. karena merupakan gigi terakhir yang tumbuh sehingga sering tidak cukupnya tempat untuk erupsi.

Pada anterior maksila, gigi kaninus sering terhambat erupsi karena crowding gigi lainnya. Gigi kaninus erupsi setelah insisive lateral maksila dan P1. jika tempat tidak cukup untuk erupsi, maka kaninus menjadi impaksi. Kejadian serupa terjadi pada anterior mandibula (premolar), karena mereka erupsi setelah M1 mandibula dan kaminus. Oleh karena itu, jika kurang tempat untuk erupsi, maka salah satu dari premolar, biasanya P2, tidak erupsi dan menjadi impaksi.

Semua gigi impaksi sebaiknya diekstraksi kecuali jika dikontraindikasikan. Ekstraksi dilakukan segera setelah dokter gigi menemukan gigi impaksi. Pengangkatan gigi impaksi menjadi sulit seiring bertambahnya usia karena seiring dengan bertambahnya usia, tulang disekitar gigi akan semakin terkalsifikasi.

Etiologi Gigi ImpaksiA. Penyebab Lokal Gigi Impaksi

Berikut merupakan penyebab lokal dari impaksi (Berger):1) Iregularitas posisi dan tekanan dari gigi yang berdekatan2) Densitas tulang di atas atau sekitar gigi impaksi3) Inflamasi kronis berkelanjutan dalam waktu yang lama, yang menghasilkan peningkatan densitas membran mukosa

di atasnya4) Kekurangan ruangan pada rahang yang kurang berkembang5) Retensi gigi sulung yang terlalu lama6) Prematur loss dari gigi sulung7) Acquired diseases, seperti nekrosis karena infeksi atau abses8) Perubahan inflamasi di dalam tulang karena exanthematous diseases pada anak.9) Dilaserasi10) Obstruksi dapat berupa kerusakan jaringan lunak maupun keras karena retensi gigi sulung, mukosa alveolar

dengan jaringan fibrosa yang tebal/infeksi mukosa kronis, perubahan kepadatan tulang akibat infeksi odontogenik, kista maupun tumor yang menghambat erupsi pada usia kronologis.

11) Posisi ektopik benih gigiB. Penyebab Sistemik Gigi Impaksi

Impaksi dapat juga ditemukan di mana tidak terdapat kondisi predisposisi lokal, misalnya pada kondisi berikut (Berger):1) Prenatal

a) Herediterb) Perkawinan antar ras yang berbeda

2) Postnatal (hal-hal yang dapat mengganggu perkembangan anak)a) Rickets (tulang menjadi lunak yang berpotensial menjadi fraktur dan deformitas)

Page 2: bedah mulut

b) Anemiac) Sifilis kongenitald) Tuberkulosise) Disfungsi endokrinf) Malnutrisi

3) Kondisi yang jaranga) Cleidocranial dysotosis, kondisi kongenital yang jarang terjadi dimana terjadi osifikasi defektif dari tulang

kranial, absennya klavikula (parsial atau lengkap), tertundanya eksfoliasi gigi sulung, gigi permanen yang tidak erupsi dan gigi supernumerari yang tidak berkembang.

b) Oxycephalyc) Progeria (premature old age)d) Achondroplasia, gangguan kongenital dan herediter dari skeletal yang menyebabkan dwarfisme.e) Cleft palate

Berdasarkan observasi, frekuensi terjadinya gigi yang impaksi adalah sebagai berikut:1) M3 RA2) M3 RB3) C RA4) P RB5) C RB

6) P RA7) I1 RA8) I2 RAM1 RA dan RB jarang terjadi impaksi.

Klasifikasi Impaksi M olar 3 M andibula Klasifikasi George B. WinterSistem klasifikasi ini mendeskripsikan angulasi sumbu panjang gigi impaksi M3 dengan sumbu panjang gigi M2Posisi sumbu panjang M3 mandibula impaksi terhadap sumbu panjang M2:

Mesioangular, paling sering, paling mudah diekstraksi, gigi miring ke M2 dengan arah mesial.

Distoangular, paling sulit diekstraksi, frekuensi tidak terlalu banyak, gigi miring ke distal M2.

Vertical, parallel terhadap sumbu panjang M2, kedua terbanyak. Horizontal, tegak lurus terhadap M2, jarang terjadi. Inverted Buccoangular Linguoangular Palatoangular Transversal, posisi horizontal dalam arah bukolingual, permukaan oklusal dapat

menghadap bukal atau lingual, harus ditentukan dengan foto oklusal.

Klasifikasi Pell dan GregoryBerdasarkan hubungan antara gigi impaksi molar tiga rahang bawah (ukuran mesio-distal gigi molar tiga rahang bawah) terhadap jarak antara Ramus Asenden Mandibula (RAM) hingga sisi distal gigi molar dua rahang bawah

Kelas I: apabila jarak dari RAM ke sisi distal gigi molar dua rahang bawah sama atau lebih besar daripada ukuran mesio-distal gigi molar tiga rahang bawah

Kelas II: apabila jarak dari RAM ke sisi distal gigi molar dua rahang bawah lebih kecil daripada ukuran mesio-distal gigi molar tiga rahang bawah.

Page 3: bedah mulut

Kelas III: apabila tidak ada jarak dari RAM ke sisi distal gigi molar dua rahang bawah, yaitu seluruh gigi molar tiga rahang bawah berada pada RAM.

Berdasarkan tinggi rendahnya gigi impaksi molar tiga rahang bawah terhadap gigi molar duarahang bawah:

Posisi A: apabila bagian tertinggi dari gigi impaksi molar tiga rahang bawah terletak di atas atau sama dengan bidang oklusi dari gigi molar dua rahang bawah.

Posisi B: apabila bagian tertinggi dari gigi molar tiga rahang bawah terletak di antara bidang oklusi dan garis servikal dari gigi molar dua rahang bawah

Posisi C: apabila bagian tertinggi dari gigi molar tiga rahang bawah terletak di bawah garis servikal dari gigi molar dua rahang bawah

Morfologi akar memainkan peranan penting dalam tingkat kesukaran pengangkatan gigi impaksi. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan saat menilai struktur morfologi akar.

Pertimbangan pertama ialah panjang dari akar. Waktu yang optimal untuk pemindahan gigi impaksi ialah saat akar terbentuk 1/3 sampai 2/3. Jika ini kasusnya, ujung dari akar tumpul dan hampir tidak fraktur (gbr 9-29)

Jika perkembangan akar tidak cukup (kurang dari 1/3), lebih sukar pengangkatannya, karena cenderung untuk berputar di dalam crypt seperti bola di dalam soketnya. (gbr 9-30)

Faktor berikutnya untuk dinilai ialah apakah akarnya fusi atau tunggal atau konikal atau apakah mereka terpisah dan jarak akarnya. Akar yang fusi konikal lebih mudah dipindahkan dibandingkan dengan akar yang terpisah jauh.

Dokter gigi harus menilai ruang ligament periodontalnya. Semakin lebar ruang ligamen periodontal, semakin mudah gigi dipindahkan

Molar 3 yang berkembang normal biasanya memiliki ruang ligamen periodontal yang lebar, yang memudahkan ekstraksi.

Pasien usia di atas 40 tahun, cenderung memiliki ruang ligamen periodontal yang lebih sempit akibat tulang yang sudah sangat terkalsifikasi sehinggan meningkatkan kesukaran ekstraksi.

Berdasarkan Follicular Sac

Page 4: bedah mulut

Ukuran dari follicle disekitar menentukan tingkat kesukaran ekstraksi. Jika follicular sac luas, lebih sedikit tulang yang harus dipindahkan, yang membuat tulang lebih mudah diekstraksi. Pasien muda memiliki follicle besar menjadi salah satu faktor yang memudahkan ekstraksi.

Dokter gigi harus memerhatikan ukuran dari follicle saat memprediksi kesukaran ekstraksi.

Berdasarkan Kepadatan Tulang Sekitar Kepadatan tulang paling baik ditentukan berdasarkan usia pasien. Pasien usia 18 atau lebih muda memiliki densitas tulang yang lebih baik untuk pengangkatan gigi. Tulangnya tidak

terlalu padat, lebih lunak , lentur yang memungkinkan soket ekspansi oleh elevator atau dengan gaya luksasi yang diaplikasikan ke gigi itu. Selain itu, tulangya lebih mudah untuk dipotong dengan dental drill dan dapat dipindahkan lebih cepat dibandingkan tulang padat.

Sebaliknya pada pasien yang lebih tua dari 35 tahun memiliki tulang yang jauh lebih padat sehingga mengurangi fleksibilitas dan kemampuan untuk ekspansi. Pada pasien ini, dokter gigi harus memindahkan semua tulang yang menganggu, karena tidak memungkinkannya soket untuk ekspansi. Jadi, karena kepadatan tulang tinggi, menjadi sulit untuk memindahkan dengan dental drill, dan pengangkatan berlangsung lebih lama.

Berdasarkan Hubungan Dengan Saraf Alveolar Inferior Molar 3 yang impaksi biasanya memiliki akar yang superimpos pada kanal alveolar inferior jika dilihat di radiograf. Oleh

karena itu pengangkatan impaksi M3 dapat berpotensi merusak saraf alveolar inferior. Jika ujung akar gigi tampak dekat dengan saraf alveolar inferior, dokter gigi harus teliti agar tidak melukai saraf, yang

membuat prosedur lebih sulit.

Analisa K esulitan Kategori ini merupakan titik awal untuk suatu analisa atau memperkirakan tingkat kesulitan pencabutan gigi impaksi. Secara

umum, semakin dalam letak gigi impaksi dan semakin banyak tulang yang menutupinya serta semakin besar penyimpangan angulasi gigi impaksi dari kesejajaran terhadap sumbu panjang molar kedua, makin sulit pencabutannya. Pilian yang diperoleh dari analisa ini adalah :1. Tidak diapa-apakan2. Pencabutan gigi yang impaksi3. Rujukan

Pemeriksaan RadiografikRadiografik yang umumnya digunakan meliputi:

Page 5: bedah mulut

Periapikal. Dental panoramik tomograf. Obliq lateral atau bimolar.

Periapikal adalah pilihan utama, karena kualitas keakuratan terhadap struktur sekelilingnya yang bagus.

Penampakan spesifik yang perlu diindentifikasikan meliputi: M3 itu sendiri. M2 Struktur tulang sekitarnya.

Penampilan utama yang dinilai meliputi: Angulasi. Mahkota (ukuran , bentuk, keberadaan karies, keadaan resorpsi) Akar (jumlah, bentuk, kurva apakah menguntungkan atau tidak, tahap perkembangan). Hubungan apikal dengan inferior dental canal (IDC). Kedalaman gigi dalam tulang alveolar. Kemiringan bukal atau lingual.

Hubungan antara apeks terhadap kanal Inferior Dental Canal (IDC)

Kedalaman gigi dalam tulang alveolar Dua metode utama yang digunakan secara umum untuk memperkirakan kedalaman gigi : Garis winter

Pada metode ini, 3 garis imajiner (secara tradisional, dideskripsikan oleh jumlah dan warna) digambar secara geometris pada radiograf periapikal akurat sebagai berikut:1) Garis putih / garis pertama digambar sepanjang permukaan

oklusal molar erupsi dan M2.2) Garis kedua / garis amber digambar sepanjang crest dari

tulang interdental diantara M1 dan M2, perpanjangan secara distal sepanjang ridge oblique internal, BUKAN external oblique ridge. Garis ini mengindikasikan margin dari tulang alveolar sekitar gigi.

3) Garis ketiga atau garis merah adalah tegak lurus dijatuhkan dari garis putih ke titik aplikasi dari elevator, tapi dihitung dari garis amber ke titik ini dari aplikasi. Garis ini menghitung kedalaman dari M3 diantara mandibula.

Menggunakan akar dari M2 sebagai panduan.1) Akar dari M2 sebelahnya dibagi secara horisontal menjadi 3 bagian.2) Garis horisontal lalu digambar dari titik aplikasi dari elevator sampai M2.

Page 6: bedah mulut

3) Jika titik aplikasi terletak bersebrangan dari mahkota, tengah atau apikal, ekstraksi dianggap mudah, sedang atau sulit.

Diagram mengilustrasikan metode yang menghubungkan titik aplikasi dari elevator ke akar M2 untuk memperkirakankedalaman M3 dalam tulang alveolar.

Klasifikasi Impaksi M3 MaksilaSistem klasifikasi untuk impaksi gigi M3 maksila pada dasarnya sama dengan impaksi gigi M3 mandibula. Meskipun demikian

beberapa perbedaan dan penambahan harus dibuat untuk menjadikannya lebih akurat dalam prosedur perawatan.Berdasarkan angulasinya, tiga tipe impaksi untuk M3 maksila adalah:1. Vertical impaksi 2. Distoangular impaksi 3. Mesioangular impaksi

Posisi M3 maksila dalam arah bukopalatal juga menentukan tingkat kesulitan ekstraksi. Kebanyakan M3 maksila menyudut ke bukal aspek dari alveolar prosesus, yang membuat tulang di atas area tersebut tipis dan menjadikannya mudah untuk diekstraksi atau diekspansi. Terkadang impaksi gigi M3 maksila menyudut ke aspek palatal dari prosesus alveolar. Hal ini membuat gigi lebih sulit untuk diekstraksi, karena sejumlah besar tulang harus dihilangkan untuk mendapatkan akses ke gigi.

Pell dan Gregory mengklasifikasikan impaksi berdasarkan hubungannya dengan oklusal plane menjadi A, B, dan C. Kelas A permukaan oklusal M3 sejajar dengan permukaan oklusal M2. Kelas B permukaan oklusal dari M3 terletak di antara oklusal plane dan cervikal line M2. Kelas C permukaan oklusal M3 di bawah cervikal line M2.

Faktor yang mempersulit ekstraksi gigi M3 maksila di antaranya adalah bentuk individual akar dari M3. akar yang fusi lebih mudah diekstraksi dibandingkan akar yang erratic (menyebar). Folikel yang mengelilingi gigi impaksi juga mempersulit ekstraksi. Jika folikel luas gigi lebih mudah diekstraksi dibandingkan jika polikel tipis atau tidak ada. Densitas tulang juga mempersulit ekstraksi gigi M3. pasien muda lebih dense dan elastik. Hubungan dengan M2 juga mempengaruhi kesulitan ekstraksi gigi M3.Faktor lain yang mempengaruhi kesulitan ekstraksi M3 maksila dibandingkan mandibula adalah kehadiran sinus maksilaris. Jika akar M3 berkontak dengan maksilari sinus, ekstraksi gigi M3 akan menghasilkan komplikasi sinus maksilari seperti sinusitis atau oroantral fistula. Terakhir, ekstraksi dari gigi M3 maksila dapat membuat tuberositas maksila menjadi fraktur.

Impaksi Gigi Lainnya Setelah M3 mandibula dan maksila, gigi lain yang terkadang impaksi adalah Canine. Jika gigi terletak diatas dalam kelas B atau C dan menyudut ke labial aspek. Penanganannya dapat dilakukan dengan prosedur flap dan orthodontic appliances. Teknik flap yang digunakan adalah dengan insisi anterior, inferior, dan posterior mukosa. Kemudian flap diangkat dan diretraksi ke apical (apically repositioned flap). Tulang yang ada dibersihkan dengan chisel atau bur dan flap di posisikan ke apikal lalu dijahit. Setelah itu diberikan periodontal pack sampai proses healing terjadi. Setelah 7-10 hari orthodontist dapat melakukan pemasangan bracket pada gigi untuk menariknya kearah yang diinginkan.

ODONTEKTOMIOdontektomi merupakan istilah yang digunakan untuk pengangkatan gigi yang tidak erupsi atau erupsi sebagian dan sisa

akar yang tidak bisa diekstraksi oleh teknik forceps sehingga harus diangkat melalui eksisi bedah

Indikasi dan KontraindikasiPerkembangan normal gigi M3 RB dimulai dari angulasi horizontal, kemudian seiring berkembangnya rahang, angulasi

berubah ke mesioangular dan kemudian ke vertikal. Kegagalan rotasi dari arah mesioangular ke vertikal adalah penyebab umum gigi impaksi. Faktor utama kedua adalah dimensi mesiodistal gigi terhadap panjang rahang sehingga tidak ada cukup ruang pada prosesus alveolaris yang terletak anterior terhadap tepi anterior ramus untuk memungkinkan gigi erupsi.

Pengangkatan dini mengurangi postoperative morbidity dan memungkinkan perbaikan yang terbaik. Pasien muda lebih mudah mentolerir pembedahan dan sembuh lebih cepat.

Kesembuhan periodontal lebih baik pada pasien muda karena regenerasi tulang dan perlekatan jaringan gingival ke gigi M2 lebih utuh. Perbaikan saraf lebih baik jika terjadi cedera pada pasien muda. Prosedur lebih mudah karena tulang kurang padat

Page 7: bedah mulut

dan pembentukan akar belum sempurna. Waktu ideal ekstraksi M3 impaksi adalah saat akar gigi terbentuk 1/3 dan sebelum 2/3, biasanya usia 17-20 tahun.Indikasi pengangkatan gigi impaksi: Pencegahan penyakit periodontal.

Gigi yang erupsi dekat dengan gigi impaksi berpredisposisi terhadap penyakit periodontal. Adanya M3 RB yang impaksi menurunkan jumlah tulang pada aspek distal M2. Karena permukaan distal paling sulit dibersihkan, pasien umumnya mengalami inflamasi gingiva dengan migrasi apikal perlekatan gingiva pada aspek distal M2. Umumnya pasien mengalami pembentukan awal periodontitis. Pasien dengan M3 RB impaksi seringkali memiliki poket periodontal yang dalam pada aspek distal M2. Masalah periodontal lebih serius pada maxila. Saat poket periodontal meluas ke apikal, maka akan mencapai furkasi akar M2 RA. Dengan mengekstraksi M3 impaksi lebih awal, penyakit periodontal dapat dicegah dan kemungkinan penyembuhan tulang dan bone fill pada area mahkota M3 meningkat.

Pencegahan karies.Bakteri penyebab karies dapat terekspos ke aspek distal M2, juga M3.

Pencegahan pericoronitis.Saat gigi impaksi parsial dengan banyak jaringan lunak permukaan axial dan oklusal, pasien sering mengalami perikoronitis. Perikoronitis adalah infeksi jaringan lunak di sekitar mahkota gigi yang impaksi parsial dan umumnya disebabkan flora normal oral. Jika pertahanan host bermasalah (misalnya sakit ringan, seperti influenza atau infeksi pernapasan atas, atau karena immune-compromising drug), dapat terjadi infeksi.Perikoronitis juga dapat muncul mengikuti trauma minor dari M3 RA. Jaringan lunak yang menutupi permukaan oklusal M3 RB yang sebagian erupsi (disebut operkulum) dapat trauma dan membengkak. Seringkali M3 RA mentrauma operkulum yang sudah membengkak, yang menyebabkan peningkatan pembengkakan yang mudah trauma. Siklus trauma dan pembengkakan seringkali diganggu oleh pengekstraksian M3 RA.Penyebab lainnya adalah terjebaknya makanan di bawah operkulum. Streptococci dan bakteri anaerob menyebabkan perikoronitis. Perikoronitis dapat dirawat awal dengan debridement mekanik pada poket periodontal di bawah operkulum dengan larutan irigasi H2O2 atau chlorhexidine atau iodophor atau saline.Perikoronitis dapat muncul sebagai infeksi ringan atau parah yang memerlukan perawatan rumah sakit. Perawatan dan management masalah ini bervariasi dari ringan sampai agresif. Pada bentuk paling ringan, perikoronitis berupa pembengkakan dan nyeri jaringan terlokalisasi. Perawatannya rigasi dan kuretase oleh dokter gigi dan irigasi oleh pasien di rumah. Pada infeksi yang sedikit parah dengan banyak pembengkakan jaringan yang ditrauma oleh M3 RA, dokter gigi sebaiknya mempertimbangkan ekstraksi M3 dengan irigasi lokal.Pada pasien dengan pembengkakan fasial ringan, trismus ringan dari inflamasi yang meluas ke dalam otot mastikasi, atau demam ringan, sebaiknya diberikan antibiotik dengan irigasi dan ekstraksi. Antibiotik yang digunakan adalah penicillin atau jika alergi, gunakan clindamycin.Perikoronitis dapat menyebabkan infeksi fascial space yang serius, karena infeksi dimulai pada posterior mulut, menyebar dengan cepat ke dalam fascial space ramus mandibularis dan lateral leher. Jika pasien mengalami trismus, suhu lebih dari 101,2oF, pembengkakan wajah, nyeri, dan malaise, pasien sebaiknya dirujuk ke rumah sakit untuk pemberian antibiotik parenteral dan monitoring.Pasien yang telah mengalami satu episode perikoronitis, meskipun sudah ditangani, sangat mungkin untuk mengalami episode perikoronitis berikutnya, kecuali M3 yang bermaasalah diekstraksi. Pengekstraksian M3 lebih awal dapat mencegah infeksi rekuren. Namun, M3 RB sebaiknya tidak diekstraksi sampai tanda dan gejala perikoronitis selesai. Jika gigi diekstraksi selama waktu infeksi aktif, insiden komplikasi pasca-operatif seperti dry socket dan infeksi dapat meningkat. Perdarahan dan penyembuhan yang lambat dapat terjadi jika gigi diekstraksi saat perikoronitis.Pencegahan perikoronitis dilakukan dengan pengekstraksian M3 impaksi sebelum masuk ke mukosa dan terlihat.

Pencegahan resorpsi akar.Pengekstraksian gigi impaksi dan terapi endodontik diperlukan untuk menyelamatkan gigi yang akarnya teresorpsi.

Gigi impaksi dalam perawatan protesa.Saat pasien yang memiliki area edentulous direstorasi, gigi impaksi di area tersebut sebaiknya diekstraksi sebelum alat protesa dibuat, karena kondisi fisiknya akan membaik. Setelah gigi diekstraksi, prosesus alveolaris perlahan mengalami resorpsi. Gigi yang impaksi menjadi lebih dekat dengan permukaan tulang, memberi penampilan seperti erupsi. Gigi tiruan dapat menekan jaringan lunak ke dalam gigi yang impaksi yang tidak lagi tertutupi tulang, akibatnya adalah ulserasi jaringan lunak nya dan permulaan infeksi odontogenik. Gigi impaksi harus diekstraksi sebelum gigi tiruan dibuat karena jika gigi impaksi diekstraksi setelah pembuatan, alveolar ridge dapat berubah karena ekstraksi sehingga protesa tidak pas dan kurang fungsional. Jika menunda ekstraksi, pasien akan makin tua dan kesehatannya makin menurun, mandibula menjadi atrofi yang meningkatkan resiko fraktur.

Pencegahan kista dan tumor odontogenik.

Page 8: bedah mulut

Saat gigi impaksi tertanam seluruhnya dalam prosesus alveolaris, sakus folikel seringkali juga tertanam. Sakus folikel ini dapat mengalami cystic degeneration dan menjadi dentigerous cyst atau keratocyst. Jika ruang folikel di sekitar mahjota lebih besar dari 3 mm, diagnosis preoperatifnya adalah dentigerous cyst. Tumor odontogenik dapat muncul dari epitel yang terkandung dalam dental folikel. Tumor odontogenik yang paling umum adalah ameloblastoma. Perawatan dengan eksisi jaringan lunak nya dan sedikit bagian mandibula.

Perawatan rasa nyeri yang asalnya tidak jelas.Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah retromolar mandibula tanpa alasan yang jelas. Jika kondisi seperti nyeri myofascial pain dysfunction syndrome dan pasien memiliki gigi impaksi, ekstraksi gigi tersebut dapat menyembuhkan nyeri.

Pencegahan fraktur rahang.Gigi M3 impaksi pada mandibula mengisi ruang yang biasanya diisi tulang sehingga melemahkan mandibula dan menyebabkan rahang lebih rentan fraktur pada area impaksi tersebut. Perawatan jika terjadi fraktur pada area impaksi M3 adalah ekstraksi M3 dahulu sebelum penanganan fraktur, lalu gunakan fiksasi intermaksilari.

Memfasilitasi perawatan ortodonti. Penyembuhan periodontal yang optimal.

Salah satu tujuan ekstraksi M3 impaksi adalah untuk menjaga kesehatan periodontal M2.Kontraindikasi pengangkatan gigi impaksi: Usia yang terlalu tua.

Jika M3 diekstraksi pada usia terlalu muda (7-9 tahun), tidak bisa diprediksi jika pembentukan M3 akan menjadi impaksi. Jika usia pasien makin tua, tulang menjadi lebih terkalsifikasi dan kurang fleksibel di bawah tekanan ekstraksi gigi, sehingga makin banyak tulang yang diambil untuk mengeluarkan gigi dari soket. Pasien yang berusia 18 tahun mengalami ketidaknyamanan dan pembengkakan selama 1-2 hari pasca ekstraksi, sedangkan 4-5 hari pada pasien 50 tahun. Jika gigi tertanam dalam prosesus selama bertahun-tahun tanpa penyakit periodontal, karies, atau cystic degeneration, tidak perlu diekstraksi. Jika gigi impaksi menunjukkan tanda-tanda pembentukan kista atau penyakit periodontal yang melibatkan gigi di dekatnya atau gigi impaksi, atau jika menjadi simptomatik karena infeksi, gigi sebaiknya diekstraksi.

Pasien dengan kompomis medisMisalnya pada pasien yang memiliki masalah kardiovaskuler atau pernapasan atau pertahanan tubuh atau koagulopathy acquired atau congenital. Jika gigi menjadi simptomatik, dokter gigi harus berkonsultasi dengan dokter pasien untuk merencanakan pengekstraksian gigi dengan prosedur operatif dan postoperatif minimal.

Kerusakan berlebihan yang mungkin terjadi dari struktur yang berdekatan.Jika gigi impaksi terletak pada area di mana pengekstraksian dapat membahayakan saraf, gigi, atau bridge, sebaiknya gigi dibiarkan. Pada pasien dengan tidak ada tanda-tanda komplikasi atau kemungkinan komplikasinya rendah, gigi impaksi tidak perlu diekstraksi.

Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.

Alat dan bahan odontektomi M3 Bawah: Spuit / Syringe 2,5 mL + pehacain Suction Alkohol 70% Betadine / Povidone Iodine 10% (untuk irigasi dicairkan menjadi 1%) Larutan Fisiologis / Saline Solution / NaCl 0,9% Aquades Steril + Spuit Irigasi Handpiece + Micromotor. Gelas kumur + air kumur betadine. Dappen Glass untuk wadah betadine /alkohol. Nierbeken untuk tempat alat yang tidak steril. Bak alat untuk tempat alat sterile. Celemek untuk menutup bak alat sterile dan sebagai alas atau area sterile tempat meletakkan alat sterile. Duk Bolong bagian panjang menutupi dada, bagian pendek menutupi wajah. Kasa sterile Glove / Handscoon 2 set Alat Standar 2 set Arteri Klem / Hemostat Scalpel / Pisau Operasi #3 untuk insisi dan excisi. Blade / Bisturi #15

Page 9: bedah mulut

Macam-macam blade:

Macam-Macam Blade A. #10, B. #11, C. #12, D. #15# 10 untuk insisi kulit# 11 untuk insisi abses (drainage)# 12 untuk insisi gingiva di daerah tuberositas maksila (yang sulit terjangkau)# 15 dapat membuat hampir semua insisi, untuk membuat mucoperiosteal flap

Raspatorium / Mukoperiosteal Elevator untuk melepaskan perlekatan mukosa dan periosteum dengan tulang. Bur Tulang / Metal / Tungsten Carbide (Bulat dan Fisur). Bein / Elevator untuk melepaskan gingiva dari gigi, membantu menggoyangkan gigi, mengeluarkan sisa akar, membelah

gigi pada bifurkasi. Cryer untuk mengangkat salah satu sisa akar yang tertinggal dimana akar lainya sudah diangkat.

Dual function: untuk akar mesial kiri atau distal kanan RB dan untuk distal kiri atau mesial kanan RB. Tang / Forcep M3 bawah Knoble Tang / Rongeur untuk mengambil tulang tajam dan exostosis. Bone File untuk menghaluskan tulang tajam. Curret untuk membersihkan sisa akar dan fragmen tulang dari soket, mengeluarkan granuloma, enukleasi kista. Alat-Alat Stuning / Jahit

o Needle (bentuk 3/8 lingkaran) / Nald Hecting.

Macam-macam bentuk needleo Needle Holder o Benang: (nomor 3-0)

NonabsorbableSilk, Nilon, Linen, Cotton, Polypropylene

Absorbable Catgut (Chromic, Plain) Polyglycolic Acid (Dexon) Polyglactic Acid (Vicryl) Polydioxanone (PDS) Polytrimethlylene Carbonate (Maxon) Collagen Cargile Membrane Fascia Lata Kangaroo Tendon

D

C

B

A

Page 10: bedah mulut

Gunting Pinset Chirrurgies

Prosedur Odontektomi Gigi Impaksi Molar Tiga Rahang BawahProsedur bedah untuk pengangkatan gigi impaksi molar tiga rahang bawah bervariasi tergantung pada faktor-

faktor seperti tipe dan derajat impaksi, jumlah jaringan lunak yang harus dibuka untuk menghilangkan tulang, jumlah dan teknik penghilangan tulang, kebutuhan untuk dilakukan separasi, dan status kesehatan pasien.

1. Anestesi2. Pembuatan Mucoperiosteal Flap

Membuat flap mukoperiosteal yang memberikan akses dan penglihatan yang cukup pada area operatif.Tipe flap:

a. Full thickness flap (mucoperiosteal flap): mengikutsertakan mukosa dan periosteum.b. Partial thickness flap: mengikutsertakan mukosa saja, sedangkan periosteum tetap ditempatnya.

Macam-macam desain flap:− Envelope Flap: 1 insisi horizontal− Triangular Flap / Three Cornered Flap: 1 insisi horizontal, 1 insisi vertikal− Trapezoidal Flap / Trapesium Flap / Four Cornered Flap: 1 insisi horizontal, 2 insisi vertikal− Semilunar Flap.− Lunar Flap / Insisi Elip -> untuk biopsi.

Odontektomi tidak menggunakan partial thickness flap karena pada periosteum terdapat pembuluh darah dan dapat terbelit saat pengeburan tulang.

Scalpel dipegang dengan pen-grasp.Awal insisi, scalpel ditusukan tegak lurus ke gingiva kemudian dimiringkan ±

45˚ untuk dapat menginsisi karena bagian tajam dari blade pada sebelah bawah. Insisi dimulai dari ± 1 cm dari sisi distal M3 bawah (tepatnya di sebelah lingual linea oblique externa) ke pertengahan distal M3 bawah mengelilingi servikal M3 bawah bagian bukal interproximal M3 bawah dan M2 bawah (lewatkan sedikit melebihi interdental papila) turun ke arah mucobuccal fold dengan sudut 45º. Kemudian flap direfleksikan menggunakan raspatorium.

Dasar flap harus dibuat lebih lebar agar jaringan lunak mendapatkan suplai darah yang adekuat setelah penjahitan luka.

Page 11: bedah mulut

Insisi Flap M3 Bawah: Kelas I (0,5cm), Kelas II (1cm), Kelas III (1,5cm)2. Pengambilan Tulang (lebar 2-5mm)

Menggunakan bur metal bulat lowspeed buat 3-4 titik pedoman sedalam mata bur di bagian bukal M3 impaksi kemudian satukan titik-titik tersebut menggunakan bur bulat lowspeed dan dalamkan dengan bur fisur lowspeed hingga tampak cementoenamel junction dari gigi impaksi atau sedalam ½ mata pinset. Penggunaan bur highspeed dapat menyebabkan emfisema Selama pengeburan lowspeed harus diirigasi dengan larutan salin untuk mencegah nekrosis tulang

Syarat melakukan pengeburan:o Lowspeedo Handpiece straighto Irigasi larutan salino Arah bur forward (searah jarum jam) Kalau Reverse hanya memoles tulango Metal bur- Arah bur dapat diatur pada mikromotor atau pada handpiece (putaran di bawah putaran pembuka bur)

Titik Pedoman dengan Bur Bulat Gigi 383. Pengeluaran Gigi

Intoto: gigi dikeluarkan secara utuh.Separasi: gigi dibelah terlebih dahulu baru dikeluarkan.Keuntungan separasi:

Incisi lebih pendek Daerah operasi lebih kecil Pembuangan tulang lebih sedikit Waktu operasi lebih singkat Tidak memerlukan tenaga yang banyak pada pengangkatan gigi Kerusakan M2 bawah dan tulang sekitarnya diperkecil Kemungkinan fraktur mandibula diperkecil Penekanan pada kanalis mandibula diperkecil parestesi tidak ada Bein dg sudut 45˚ pada mesial gigi impaksi, setelah gigi goyang letakkan tang hingga memegang erat gigi dan

keluarkan gigi impaksi.Cara pembelahan gigi Arah pembelahan gigi disesuaikan dengan angulasi gigi yang impaksi. Bisa dilakukan dengan menggunakan bur atau chisel (biasanya bur). Jika chisel yang digunakan, harus tajam. Menggunakan bur

o Gigi dibagi ¾ ke arah aspek lingual.o Elevator lurus dimasukkan ke dalam tempat yang sudah dibuat oleh bur dan diputar untuk memisahkan gigi.o Bur tidak boleh digunakan untuk membelah gigi seluruhnya dengan arah lingual melukai lingual nerve

Impaksi mesioangular adalah yang paling mudah diangkato Setelah tulang diambil, setengah mahkota distal dibelah pada groove bukal tepat di bawah garis servikal aspek

distal. Kemudian bagian ini diangkat.o Sisa gigi diangkat dengan menggunakan elevator yang ditempatkan di aspek mesial dari garis servikal.

Page 12: bedah mulut

o Impaksi mesioangular juga bisa diangkat dengan menyiapkan purchase point pada gigi dengan drill dan gunakan Crane pick elevator untuk mengelevasi gigi dari soket

Impaksi yang mudah setelah mesioangular adalah impaksi horizontalo Setelah tulang diangkat sampai ke garis servikal untuk mengekspos aspek superior dari akar distal dan

sebagian besar permukaan bukal mahkota, gigi dibelah dengan membagi mahkota dari akar pada garis servikal.

o Mahkota akar diangkat dan akar dipindahkan dengan cryer elevator ke tempat mahkota sebelumnya.o Jika akar molar 3 divergen membutuhkan pembelahan 2 bagian terpisah yang diambil satu-satu

Impaksi Vertikal:

Impaksi MesioangularImpaksi Horizontal

Page 13: bedah mulut

o Prosedur pengambilan tulang dan separasi gigi hampir mirip dengan tahapan pada impaksi mesioangular, dimana bagian oklusal-bukal dan distal tulang yang diambil.

o Setengah bagian distal mahkota diseparasi dan diambil, serta gigi kemudian di-elevasi/ di-angkat pada dengan menggunakan elevator pada bagian mesial di garis servikal.

o Prosedur ini lebih sulit daripada pengangkatan mesioangular karena: akses disekitar M2 mandibula sangat susah didapatkan, serta kadang-kadang membutuhkan lebih banyak pengambilan tulang bagian bukal dan distal.

Impaksi Distoangular:o Merupakan gigi impaksi yang paling sulit diambil.o Setelah tulang diambil, maka selanutnya adalah melakukan

separasi mahkota dengan akar gigi di bagian sedikit lebih diatas dari garis servikal.

o Jika akar g gi ber-fusi, Cryer atau elevator lurus dapat digunakan untuk meng-elevasi gigi. Jika akar gigi divergen, biasanya dilakukan separasi terlebih dulu pada kedua bagian akar tersebut.

o Gigi cenderung di-elevasi-kan kearah distal dank e arah bagian ramus mandibula.

Impaksi gigi Maksilao Cenderung jarang di-separasi, karena tulang yang menutupinya biasanya tipis dan relatif elastic. Namun , pada

kondisi dimana tulangnya tebal dan tidak elastic (pasien tua), ekstraksi gigi dilakukan dengan pengambilan tulang daripada dengan separasi gigi.

o Penggunaan chisel TIDAK DIPERBOLEKAN! Karena dapat menyebabkan perubahan posisi gigi kedalam sinus maksilaris

5. Penutupan Kembali Flapo Tulang yang tajam dipotong dengan rongeurs dan dihaluskan dengan bone file, bersihkan jaringan granuloma

dan sisa-sisa kotoran dengan kuret dan irigasi menggunakan larutan salin (NaCl 0,9%).o Flap dikembalikano Jahit dari mukosa bergerak ke mukosa tidak bergerak.o Jarak jahitan dari garis insisi 2-3 mmo Tujuan penjahitan mengembalikan jaringan mukosa ke posisi semula.o Penjahitan OD biasanya 3 jahitan sudah cukup.o Sudut flap dijahit terlebih dahulu agar penutupan luka tepat.o Macam jahitan : interrupted dan continuous.o OD biasanya menggunakan jahitan interruptedo Jumlah jahitan harus seminimal mungkin karena benang jahit merupakan benda asing yang dapat

menyebabkan reaksi jaringan.

Impaksi Vertikal

Page 14: bedah mulut

Letak Jahitan dan Simpul

AKIBAT IMPAKSI MOLAR 3 BAWAH

1. PERIKORONITISPerikoronitis adalah peradangan dari jaringan lunak di sekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian atau impaksi.

Umumnya hal ini berkaitan dengan molar ketiga bawah yang sedang bererupsi tetapi dibatasi oleh ruang yang tidak cukup. Perikoronitis berawal dari keradangan follicle dan selanjutnya dapat meluas ke jaringan lunak di sekitarnya.

ETIOLOGIPerikoronitis merupakan infeksi bakteri pada gingiva, meskipun organisme penyebab yang spesifik tidak

diketahui secara pasti. Penyebab infeksi ini dapat berupa flora normal rongga mulut yaitu kuman streptokokkus dan beberapa jenis kuman anaerob serta dapat terjadi akibat trauma gigitan dari gigi molar ketiga rahang atas. Operkulum dari mahkota gigi molar ketiga rahang bawah dapat menjadi bengkak karena tergigit dari gigi molar ketiga rahang atas.

Faktor penyebab tersering pada perikoronitis adalah karena gigi molar 3 tidak dapat erupsi dengan baik dikarenakan tidak cukup ruang untuk pertumbuhannya, sehingga sulit untuk erupsi dinamakan impaksi . Impaksi bertendensi menimbulkan infeksi ( perikoronitis ), dikarenakan adanya karies pada gigi geraham depannya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar 2 dikarenakan gigi molar 3 mengalami impaksiAda sejumlah faktor yang menyebabkan gigi mengalami impaksi. Karena jaringan sekitarnya yang terlalu padat, adanya retensi gigi susu yang berlebihan, tanggalnya gigi susu terlalu awal. Bisa juga karena tidak adanya tempat untuk erupsi. Rahang “kesempitan” dikarenakan pertumbuhan tulang rahang yang kurang sempurna.

Teori lain mengatakan Pertumbuhan rahang dan gigi mempunyai tendensi bergerak maju ke arah depan. Apabila pergerakan ini terhambat oleh sesuatu yang merintangi, bisa terjadi impaksi gigi. Misalnya, karena infeksi, trauma, malposisi gigi, atau gigi susu tanggal sebelum waktunya.

Sementara, menurut teori Mendel, pertumbuhan rahang dan gigi dipengaruhi oleh faktor keturunan. Jika salah satu orang tua (ibu) mempunyai rahang kecil, dan bapak bergigi besar-besar, ada kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan bergigi besar-besar. Akibatnya, bisa terjadi kekurangan tempat erupsi gigi molar 3, dan terjadilah impaksi.

Sempitnya ruang erupsi gigi molar 3, menurut drg. Danardono, itu karena pertumbuhan rahangnya kurang sempurna. Hal ini bisa karena perubahan pola makan. Manusia sekarang cenderung menyantap makanan lunak, sehingga kurang merangsang pertumbuhan tulang rahang.

Makanan lunak yang mudah ditelan menjadikan rahang tak aktif mengunyah. Sedangkan makanan banyak serat perlu kekuatan rahang untuk mengunyah lebih lama. Proses pengunyahan lebih lama justru menjadikan rahang berkembang lebih baik. Seperti diketahui, sendi-sendi di ujung rahang merupakan titik tumbuh atau berkembangnya rahang. Kalau proses mengunyah kurang, sendi-sendi itu pun kurang aktif, sehingga rahang tidak berkembang semestinya. Rahang yang harusnya cukup untuk menampung 32 gigi menjadi sempit. Akibatnya, gigi bungsu yang selalu tumbuh terakhir itu tidak kebagian tempat untuk tumbuh normal. Ada yang tumbuh dengan posisi miring, atau bahkan “tidur” di dalam karena tidak ada tempat untuk nongol.

Ada 3 sumber utama infeksi gigi, yaitu : Dari periapikal ( ujung akar gigi ) sebagai akibat kerusakan pulpa dan masuknya kuman ke jaringan periapikal Dari jaringan periodontal ( jaringan pengikat akar gigi ) sebagai akibat saku gusi semakin dalam karena penumpukan

karang gigi sehingga penetrasi kuman semakin mudah. Dari Perikoroner akibat akumulasi kuman di sekeliling mahkota gigi saat erupsi / tumbuh.

Impaksi gigi molar kadang-kadang tampak pada waktu dilakukan pemeriksaan roentgen rutin seputar daerah tidak bergigi pada rahang bawah. Penekanan selaput lender antara mahkota molar 3 dan prothesa menyebabkan rasa sakit. Tekanan pada gusi yang menutupi menyebabkan kematian sel dan dapat menimbulkan penyebaran infeksi.

MANIFESTASI KLINISManifestasi klinis perikoronitis dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu perikoronitis akut, sub akut, dan

kronis.

Page 15: bedah mulut

Perikoronitis Akut

Pasien mengeluh tentang rasa sakit spontan berdenyut terlokalisasi di daerah radang. Gerakan rahang bawah seperti pengunyahan, membuat nyeri semakin bertambah. Nyeri tidak dipengaruhi oleh rangsangan suhu panas atau dingin. Berdasarkan hasil pengamatan visual dan palpasi didapatkan pembengkakan, peradangan dan terdapat segmen jaringan lunak yang menutupi satu atau lebih permukaan koronal termasuk permukaan oklusal.

Pada ekstraoral terdapat suatu pembengkakan edematous ringan di daerah pipi, ventral dari perlekatan otot masseter yang melintasi pinggir rahang bawah ke daerah submandibular. Hampir selalu terdapat trismus ringan dan besarnya trismus tergantung luas pembengkakan. Kelenjar limfe submandibular dapat diraba dan nyeri pada tekanan. Selain itu, nyeri dapat menyebar di daerah wajah, telinga atau angulus mandibula.

Perikoronitis Subakut dan KronikKeluhan subyektif pada perikoronitis subakut adalah lebih ringan daripada yang berbentuk akut. Terdapat

keluhan nyeri ringan di daerah geraham sulung bawah, yang dapat bertambah keras pada gerakan pengunyahan dan menjalar ke telinga. Tidak terdapat pembengkakan pipi dan trismus, namun rasa kaku yang tidak menyenangkan pada gerakan rahang bawah. Bila menyedot di daerah tersebut, pus dapat sampai di mulut dan terdapat fetor oris. Kelenjar limfa submandibular dapat diraba dengan jelas dan seringkali nyeri ringan pada tekanan.

Jaringan perikoronal dan operkulum membengkak, nyeri pada tekanan dan dapat menunjukkan ulserasi karena traumatik oklusi dengan gigi antagonis. Bila ditekan, pus muncul dari bawah operkulum atau dari dalam pseudopocket.

Pada perikoronitis kronik, gejala intra oral ini terdapat hanya sedikit atau tidak sama sekali. Kadang-kadang perikoronitis kronik menunjukkan eksaserbasi.

GAMBARAN RADIOLOGIRadiograf dari daerah tersebut menggambarkan radiolusen di sekeliling giginya, dengan batas kortikal pada sisi

distal dari lusensi menghilang atau sangat menebal karena deposisi tulang yang sangat reaktif.

KOMPLIKASIPerikoronitis dapat menyebabkan terjadinya abses perikoronal. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat

membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringal. Selain itu, juga ditemukan sebuah selulitis dari pipi atau jaringan submandibular, dengan trismus kuat merupakan suatu gambaran penyakit yang banyak ditemui.

PENATALAKSANAANPenatalaksanaan awal yang harus dilakukan adalah penangan secara simptomatik dengan menghilangkan gejala

radang akut dengan pemberian analgesik dan antibiotik.Pada perikoronitis akut mutlak diberikan terapi antibiotik untuk mengurangi infeksi yang ada, mengurangi

komplikasi infeksi yang serius dan mempercepat perawatan perikoronitis yang ada. Di samping perawatan umum di atas, perlu disertai pula perawatan lokal pada daerah perikorona, yaitu: Irigasi pocket dengan H2O2 3% untuk foaming action. Irigasi juga dapat digunakan dengan larutan chlorhexidine

0.05%. Bila terdapat trauma dari gigi molar rahang atas, dilakukan pemendekan tontol oklusal gigi tersebut dan bila

memungkinkan dapat dilakuakan pencabutan gigi tersebut. Bila terbentuk abses pada jaringan perikoronal, perlu dilakuakn insisi.

Page 16: bedah mulut

Penanganan perikoronitis terdiri dari debridemen dan drainase pada pocket perikoronal dengan kuretase gentle dan eksternal pressure. Setelah peradangan hilang, penanganan selanjutnya dapat dilakukan perawatan dengan cara operkulektomy atau ekstraksi/odontektomi.

2. ABSES SUBMASETERIKAbses yang terjadi diantara Otot Masseter dan Permukaan Lateral Ramus Mandibula. Di posterior terdapat

Glandula Parotid dan di Anterior terdapat Mukosa retromolar.Etiologi: Merupakan Abses yang Khas pada impaksi gigi molar 3 bawah akibat perikoronitis.Gambaran Klinis: Trismus Total, pembengkakan pada posterior border ramus mandibula sampai anterior border

otot masseter / dapat terlihat di mukobukal fold.Terapi: Antibiotik dan Analgesik, Insisi Drainase, Ekstraksi gigi penyebab.

3. KISTA DENTIGEROUSKista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk

bila cairan menumpuk di dalam lapisan-lapisan epitel email yang tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi.

Patogenesis:o Merupakan kista yang berasal dari pemisahan folikel dari sekeliling mahkota gigi yang tidak erupsio Jenis kista developmental yang paling umum (20%)o Menutupi mahkota gigi yang tidak erupsi & melekat pada CEJnyao Patogenesis tidak diketahui pasti berkembang dari akumulasi cairan di antara reduced enamel epithelium &

mahkota gigi.Ada beberapa kasus yang berasal dari inflamasi, misalnya di sekeliling mahkota gigi permanen yang belum

erupsi akibat inflamasi periapikal dari gigi primer di atasnya. Klasifikasi kista dentigerous ada tiga tipe, yaitu tipe sentral, lateral, dan sirkumferensial, sesuai dengan posisi

berkembangnya kista pada mahkota gigi.5

1. Kista Dentigerous SentralKista mengelilingi mahkota secara asimetris, menggerakkan gigi ke arah yang berlawanan dengan erupsi normal.

2. Kista Dentigerous LateralPada tipe lateral, kista berkembang pada sisi mesial dan distal dari gigi dan meluas jauh dari gigi, hanya menutupi sebagian mahkota gigi, menyebabkan miringnya gigi ke arah yang tidak diliputi kista.

Gambaran klinis: Selalu dihubungkan dengan gigi impaksi Kadang berhubungan dengan gigi supernumerary/odontoma Sering melibatkan M3 RB. Lokasi sering lainnya: C RA, M3 RA, P2 RB Penderita usia 10-30 tahun Predileksi ke arah laki-laki Prevalensi lebih tinggi pada kulit putih Berupa ekspansi tulang yang asimptomatik - > lesi ekstensif mengakibatkan asimetri fasial Jika diinfeksi hematogen - > sakit & bengkak

Jika berukuran besar - > menjadi odontogenic keratocyst atau ameloblastomaGambaran radiograf:

Area radiolusen berbatas jelas & sering berbatas sklerotik paling tidak berdiameter 3-4 mm Struktur interna : unilocular Kemungkinan :

1. Paling umum - > Kista mengelilingi mahkota gigi & mahkota diproyeksikan ke dalam kista

Page 17: bedah mulut

2. Berhubungan dengan M3 RB mesioanguler yang erupsi sebagian3. Kista mengelilingi mahkota & meluas sepanjang akar sehingga sebagian besar akar tampak berada di dalam kista

Kista ini dapat menggeser gigi yang terlibat dan dapat tampak resorbsi tulang dekat gigi yang erupsiRadiograf tidak dapat menegekkan diagnosis karena gambaran lesi identik dengan odontogenik keratocyst,

unilocular ameloblastoma, dll.Gambaran histologis:Bermacam-macam tergantung dari apakah kista terinflamasi atau tidak :

Jika tidak terinflamasi - > tampak batas epitel pipih tipis setebal 2-4 lapis sel dengan dinding jaringan ikat Jika terinflamasi - > batas epitel tampak dalam jumlah hiperplasia yang beragam dengan pembentukan rete

ridgesPerawatan:

Cairan: tipis, berwarna kuning berair Perawatan: enukleasi hati-hati dengan ekstraksi gigi yang tidak erupsi (dekompresi kista, reduksi ukuran defek

tulang), eksisi kista Dapat mengalami transformasi neoplastik menjadi ameloblastoma

Prognosis : mayoritas sangat baik, jarang rekurenDD: Granuloma, Abses Apikalis, Foramen Mentalis, Sinus Maksilaris, Monocystic AmeloblastomaPerawatan:- Surgical: Kista bertambah besar dan sering terinfeksi, tulang rahang menjadi lemah dan mudah fraktur- Infeksi Sekunder: Terapi Antibiotik dan Insisi Drainase.- Enukleasi: mengambil seluruh jaringan kista

- Marsupialisasi: Luka dibiarkan terbuka dan tepi-tepinya dijahit

Komplikasi Odontektomi Gigi Impaksi Komplikasi Pre-operatif:Infeksi Infeksi perikoronal, abses alveolar akut atau kronis, osteitis supuratif kronis, nekrosis dan osteomielitis.Nyeri Nyeri tidak hanya berkaitan dengan area distribusi saraf yang berkaitan dnegan gigi impaksi, namun juga bisa terasa di telinga. Nyeri dapat terjadi secara ringan dan terbatas pada daerah sekitar gigi impaksi, severe, ataupun menyiksa: yang melibatkan semua gigi RA dan RB pada sisi rongga mulut yang mengalami impaksi, daerah telinga, postauricular, bahkan bagian yang disuplai saraf trigeminal. Hal ini termasuk nyeri temporal. Nyeri dapat terjadi secara intermiten, konstan atau periodik.Fraktur Gigi impaksi merupakan faktor yang memperlemah tulang di daerah yang ditempatinya akibat bone displacement sehingga lebih rentan terjadi fraktur tulang.Komplikasi Lain Komplikasi lain yang jarang terjadi dibandingkan komplikasi di atas:

1) Bunyi atau dengungan di telinga (tinnitus aurium)2) Otitis (inflamasi telinga)3) Efek pada mata:

a) Kaburnya pandanganb) Kebutaanc) Iritisd) Nyeri yang mirip glaucoma

Komplikasi Perioperatif:- Fraktur Mahkota atau Luksasi Gigi Didekat Gigi Impaksi- Cedera Jaringan Lunak- Fraktur Prosesus Alveolaris- Fraktur Rahang Bawah- Instrumen Patah di Dalam Jaringan- Dislokasi Sendi Temporomandibular- Emfisema (udara masuk ke jaringan ikat longgar / pembuluh darah)- Hemoragik

Page 18: bedah mulut

- Penurunan/kehilangan kesadaran saat anestesio Collaps Kelelahan sistem kardiovaskular.o Syncope Hilang kesadaran akibat cerebral anemia.o Shock Ketidakseimbangan sirkulasi dan volume darah perifer.

- Cedera SarafCedera saraf yang paling sering adalah pada saraf alveolaris inferior, saraf mentalis, dan saraf lingualis. Gangguan sensoris seperti anesthesia (tidak dapat merasakan), paresthesia (sensasi abnormal tanpa adanya rangsangan, biasanya semutan), dan dysesthesia (sensasi abnormal pada rangsangan normal) dapat terjadi pada area yang dipersarafi oleh saraf yang cedera. Cedera saraf dapat dibagi menjadi tiga tipe (Seddon 1943), yaitu neuropraxia, axonotmesis, dan neurotmesis.

Neuropraxia (tersenggol), Axonotmesis (sobek), Neurotmesis (putus)Tidak ada perawatan khusus yang diindikasikan untuk neuropraxia atau axonotmesis kecuali pengangkatan ujung akar gigi impaksi atau benda asing yang menekan saraf. Perawatan yang dilakukan biasanya variatif, meliputi administrasi analgesik ketika terasa sakit, dan vitamin B kompleks untuk mempercepat pemulihan sensasi. Cedera saraf neurotmesis harus segera dirawat dengan penjahitan segmen yang terpotong.

Komplikasi Post-operatif:Infeksi dapat terjadi infeksi pasca bedah oleh karena operasi dilakukan pada saat di daerah gigi molar ke-3

tersebut masih dalam keadaan infeksi, sehingga tindakan operasi tersebut semakin menyebarkan infeksi. Nyeri dan Pembengkakan

Pembengkakan pasca operasi pada umumnya merupakan keadaan yang normal karena hal ini merupakan reaksi tubuh terhadap adanya luka di tulang dan jaringan lunak. Pada keadaan infeksi kejadian bengkak dapat menjadi tidak normal karena pembengkakan ini dapat merupakan pembengkakan oleh karena abses. Umumnya tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi pembengkakkan adalah dengan kompres es dan pemberian preparat steroid yang mempunyai efek anti inflamasi kuat seperti betametason dan eksametason pra bedah. Tindakan lain adalah dengan melakukan irigasi cairan fisiologis yang adekuat selama operasi dan menggunakan anestesi lokal long acting seperti bupivacain.

Operasi dilakukan dengan cara asepsisAlat dan perlakukan tidak steril sering sebagai penyebab utama terjadinya infeksi

Gigi M3 dapat tertanam di rahang atas dan bawah dengan derajat kedalaman yang sangat bervariasiPada rahang bawah kedalaman gigi yang tertanam akan berkaitan dengan tingkat kesulitan dan resiko operasinya. Semakin dalam gigi tertanam, maka akan semakin dekat letak gigi tersebut terhadap jaringan saraf yang ada di dalam rahang (saraf tersebut di sebut dengan nervus Alveolaris Inferior dengan fungsi sensorik yang lebigh dominan).

Perdarahan pasca operasiPerdarahan yang terjadi dapat dibagi menjadi perdarahan primer, intermediat atau sekunder atau perdarahan arteri, vena dan kapiler. Pada tindakan pencabutan gigi molar tiga pada pasien tanpa kelainan darah, umumnya disebabkan oleh perdarahan kapiler. Perdarahan sekunder disebabkan oleh oral fibrinolisis akibat terlalu banyak kumur, infeksi lokal atau trauma pencabutan yang terlalu besar. Terapinya adalah aplikasi tampon adrenalin, pemberian anti perdarahan kapiler seperti asam trasexamik, hemostatik lokal seperti spongostan, surgicel dan penjahitan.

Pada pasien dalam perawatan seorang dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis jantungHendaknya mewaspadai adanya: diabetes millitus karena resiko infeksi, pasian dengan gangguan jantung, pasien dengan konsumsi antikoagulan (plafix, dsb-nya), pasien dengan tekanan darah tinggi beresiko perdarahan.

Pasien dengan hipertensiMemiliki resiko terjadi perdarahan pada saat operasi atau pasca operasi.

Mewaspadai adanya luka berbentuk ulkus

Akson

Page 19: bedah mulut

Ulkus (borok) di daerah gigi M3 tersebut bukan sekedar luka infeksi, tetapi dapat merupakan proses keganasan. Tindakan operasi akan dapat menyebabkan semakin memburuknya proses keganasan tersebut.

Infeksi sampai terbentuk abses Komplikasi pada sendi temporomandibula Hematoma

Perdarahan kapiler yang terlalu lama yang kemudian darah terakumulasi dalam jaringan, tanpa adanya jalan keluar dari luka yang tertutup atau penjahitan flap yang terlalu kencang.Perawatan: Menempatkan cold pack ekstra oral selama 24 jam pertama, dan terapi panas untuk menghilangkan komplikasi ini:

o Antibiotik menghindari supurasi o Analgesik menghilangkan rasa nyeri

EdemaMerupakan komplikasi sekunder terhadap trauma jaringan lunak. Hasil ekstravasasi cairan oleh jaringan trauma karena kerusakan atau terhalangnya pembuluh getah bening yang terakumulasi dalam jaringan. Perawatan:

o Edema berukuran kecil tidak perlu penanganan khususo Edema parah fibrinolytic medication

Pencegahan:o Kompres dingin segera setelah operasio 10-15 menit setiap setengah jam selama 4-6 jam

Granuloma pasca ekstraksiMuncul 4-5 hari setelah operasi. Diakibatkan oleh masuknya benda asing ke alveolus. Perawatan dengan debridement alveolus dan menghilangkan penyebabnya.

Nyeri pada soketBiasanya muncul setelah efek anastesi hilang.Perawatan:

o Menghaluskan tepi tulang yang tajamo Analgetik dan pemberian eugenol di tepi tulang selama 36-48 jam

Dry socketTimbul 2-3 hari setelah operasi. Terjadi perlambatan penyembuhan dan nekrosis tulang di permukaan socket karena dihancurkannya blood clot.Perawatan:

o Soket diirigasi dengan larutan salin hangato Menutup socket dengan kasa yang diresapi dengan eugenol, diganti setiap 24 jam, sampai sakit reda

Gangguan penyembuhan lukaFaktor umum: kelainan darah (agranulositosis, leukimia), diabetes melitus, osteopetrosis, Paget’s disease, Osteoporosis. Faktor lokal: infeksi luka, Inflammatory hyperplastic granuloma, dry socket, neoplasma, luka jaringan karena instrumen.

TrismusAkibat dari banyak injeksi anestesi lokal, khususnya jika injeksi mengenai otot. Otot yang paling sering terkena adalah pterygoid medial yang terkena jarum anestesi lokal selama injeksi blok nervus alveolaris inferior.Perawatan:

o Penggunaan obat kumur hangat dan antibiotik o Terapi panas, kompres hangat diletakkan pada ekstra oral kira-kira 20 menit setiap jam sampai gejala mereda o Pijatan lembut pada daerah sendi temporomandibular o Penggunaan obat-obatan analgesik, obat anti-inflamasi, dan obat relaksan otot o Fisioterapi selama 3-5 menit setiap 3-4 jam, berupa gerakan membuka dan menutup mulut, dengan gerakan

lateral, yang bertujuan untuk memperbesar jarak membuka mulut o Penggunaan obat sedatif (bromazepam (Lexotanil): 1,5-3 mg, 2 kali sehari)

EcchymosisAdalah rembesan darah submukosal dan subkutan yang muncul seperti lebam pada jaringan oral dan/atau wajah. Ecchymosis umumnya terlihat pada pasien tua karena penurunan tonus jaringan, meningkatnya kerentanan kapiler, dan lemahnya perlekatan interseluler. Ecchymosis tidak berbahaya dan tidak meningkatkan nyeri atau infeksi. Pasien sebaiknya diberitahu jika ecchymosis bisa terjadi dan tidak perlu cemas. Onset ecchymosis 2-4 hari setelah bedah dan hilang dalam 7-10 hari.

Page 20: bedah mulut

Manajemen Pasien Perioperative Dikarenakan prosedur bedah ini dapat menimbulkan sensasi yang tidak menyenangkan, maka operator memberikan

anestesi general atau sedasi intravena. Tujuannya untuk mendapatkan tingkat kenyamanan pasien yang dapat mendukung operator utuk bekerja secara cepat,

efektif, efisien sehingga meminimalisir efek yang tidak menyenangkan pada pasien Dokter bedah juga dapat meresepkan analgesic oral poten untuk semua pasien yang melakukan pengangkatan impaksi

M3, seperti codeine atau codeine congeners dengan aspirin atau acetaminophen untuk jangka waktu 3-4 hari Untuk meminimalisir pembengkakkan, dapat diberikan parenteral steroid, seperti glucocorticoid steroid atau

dexamethasone (8mg sebelum prosedur bedah) Antibiotik dapat diberikan kepada pasien yang mengalami preexisting pericoronitis, namun jika tidak ada indikasi sistemik

untuk penggunaan antibiotic maka tidak perlu diberikan. 3-4 hari: terjadi pembengkakkan (10 hari kemudian: pembengkakkan hilang)

2-3 minggu setelah operasi: pasien mengalami rasa sakit ringan pada region operasi untuk itu diberikan analgesic 2-3 hari setelah prosedur dan dilanjutkan secara intermitten

Pada pasien yang mengalami pengangkatan M3 Mandibula biasanya akan mengalami trismus ringan-sedang akan mengganggu OH dan kebiasaan makan kembali normal setelah 10-14 hari setalah prosedur bedah.

Hal-hal yang perlu diketahui dan diperhatikan untuk menjaga luka pasca operasi gigi impaksi M 3: Setelah operasi pasien akan diminta oleh dokter gigi untuk menggigit kassa/tampon agar darah dapat berhenti dan apabila

setelah satu jam dan tampon dibuang darah masih mengalir maka dianjurkan untuk menggigit tampon kembali lebih kurang 1 jam agar darah berhenti. Seringkali dijumpai darah masih sedikit merembes, pasien tidak perlu khawatir karena darah pada umumnya akan berhenti. Pada keadaan darah masih banyak mengalir setelah 24 jam pasca operasi, maka sebaiknya melakukan konsultasi kepada dokter gigi yang melakukan operasi karena terdapat 2 kemungkinan:

o Terjadi keterlambatan pembekuan darah sehingga diperlukan bentuan obat untuk membantu proses pembekuan

o Terdapat luka dan pada luka tersebut terdapat pembuluh darah yang terbuka sehingga diperlukan penjahitan tambahan pada luka tersebut.

Apabila perdarahan berlanjut hubungi dokter yang merawat. Kompres es di pipi di sisi yang dilakukan operasi akan sangat membantu untuk mengurangi pembengkakan dan

mempercepat proses pembekuan darah. Kompres es dilakukan sesering mungkin untuk kurun 2 hari pasca operasi. Tidak diperkenankan untuk melakukan kumur-kumur dan menghisap-hisap luka, karena tindakan tersebut akan merusak

jendalan/bekuan darah yang telah terbentuk sehingga dapat menyebabkan perdarahan kembali dan apabila bekuan darah tersebut terbuka akan terdapat resiko terjadinya infeksi.

Obat antibiotik, antiinflamasi, penghilang nyeri diminum secara teratur. Menjaga makan (makan bersih) agar luka pasca operasi tidak menjadi kotor. Sangat dianjutkan untuk merendam luka

dengan obat kumur antiseptik setiap setelah makan. Sikat gigi secara hat-hati diperkenankan sehari pasca operasi dan tidak diperkenankan melakukan kumur-kumur, tetapi

cukup mengalirkan air ke dalam mulut sampai bersih. Sangat dianjurkan untuk memberihkan mulut menggunakan air matang atau air kemas untuk mencegah terjadinya infeksi.

Kontrol pasca operasi umumnya dilakukan : 1 (satu) hari pasca operasi, hari kelima (setalah obat habis: diperlukan untuk melihat apakah luka pasca operasi baik dan untuk mlihat apakah masih diperlukan antibiotika tambahan), dan selanjutnya pada hari ke7/ke10 untuk pengambilan jahitan.

luka pasca operasi baik dan untuk melihat apakah masih diperlukan antibiotika tambahan), dan selanjutnya pada hari ke 7 atau ke 10 untuk pengambilan jahitan

Dilarang menghisap/meniup, dilarang merokok, minum menggunakan sedotan selama 24jam, dilarang berkumur keras walaupun menggunakan obat kumur, dilarang membersihkan gigi di tempat pencabutan, dilarang olahraga berat selama 24 jam setelah pencabutan, dilarang minum panas/alcohol.

Obat- obatan Obat yang dapat digunakan pasca ekstraksi adalah ibuprofen atau acetaminophen untuk mencegah ketidaknyamanan awal

saat efek anestesi lokal hilang. Dokter bedah harus memahami 3 ciri nyeri yang terjadi pasca ekstraksi. Pertama, nyeri biasanya tidak parah dan dapat ditangani dengan analgesic ringan. Kedua, puncak nyeri terjadi kira-kira 12 jam setelah ekstraksi dan menghilang setelah itu. Ketiga, nyeri signifikan dari ekstraksi jarang bertahan lebih dari 2 hari setelah bedah.

Page 21: bedah mulut

Dosis pertama analgesic dikonsumsi sebelum efek anestesi lokal hilang, sehingga pasien tidak terlalu mengalami nyeri tajam dan terus menerus. Jika pasien menunda konsumsi analgesic sampai efek anestesi lokal hilang, analgesic membutuhkan waktu 90 menit untuk efektif dan selama waktu tersebut pasien menjadi gelisah dan menambah obat yang meningkatkan resiko nausea dan vomiting.

Analgesic sebaiknya yang potensinya rendah. Pasien dapat mengonsumsi 1-3 dosis seperlunya. Pasien diingatkan jika terlalu banyak mengonsumsi obat narkotik akan mengakibatkan kantuk dan peningkatan gangguan lambung. Pasien sebaiknya mengonsumsi obat dengan makanan untuk mengurangi efek iritasi pada lambung.

Ibuprofen menunjukkan medikasi efektif untuk mengontrol nyeri dan ketidaknyamanan pasca ekstraksi. Obat ini bekerja perifer, mengganggu sintesis prostaglanding. Ibuprofen memiliki kerugian menyebabkan penuruan agregasi platelet dan bleeding time, namun tidak nampak penting pada klinisnya. Acetaminophen tidak mengganggu fungsi platelet, dan dapat berguna pada situasi di mana pasien memiliki defek platelet dan mungkin berdarah. Jika meresepkan kombinasi acetaminophen dan narkotik, sebaiknya dosis acetaminophen 500-650 mg.

Obat analgesic opioid paling umum digunakan adalah codeine dan codeine congeners oxycodone dan hydrocodone. Narkotik ini diabsorbsi dengan baik dari usus dan dapat menyebabkan kantuk dan gangguan GI. Analgesic opioid jarang digunakan sendiri, diformulasikan dengan analgesic lain, utamanya aspirin atau acetaminophen. Jika menggunakan codeine, jumlah codeine sering didesain dengan sistem angka. No.1 7,5 mg, No.2 15 mg, No.3 30 mg, dan No.4 60 mg. Jika menggunakan kombinasi analgesic, dokter gigi harus memberi 500-1000 mg aspirin atau acetaminophen tiap 4 jam untuk mencapai efektivitas maximal dari non-narkotik. Banyak obat hanya memiliki 300 mg aspirin atau acetaminophen yang ditambahkan dalam narkotik. Dosis umum pasien dewasa adalah 2 tablet (600 mg acetaminophen dan 30 mg codeine) memberikan analgesic yang ideal.

AsmaAsma adalah penyakit inflamatori kronik saluran pernapasan yang dicirikan dengan reversible episode peningkatan

hiperresponsivitas saluran pernapasan yang menghasilkan recurrent episode dyspnea (kesulitan bernapas), batuk, dan wheezing (mendesah). Jaringan bronkiolar paru-paru pasien dengan asma sensitif terhadap beragam stimulus, antara lain allergen, infeksi saluran pernapasan atas, olahraga, udara dingin, obat-obatan tertentu (salisilat, NSAID, obat cholinergic, dan obat β-adrenergic blocking), zat kimia, asap rokok, dan tingkat emosional yang tinggi seperti kegelisahan, stress, dan kegugupan.Etiologi

Asma adalah penyakit multifaktorial dan heterogen yang penyebab pastinya belum diketahui. Perkembangannya memerlukan interaksi antara lingkungan dan kerentanan genetic, dengan manifestasi klinis berasal dari disfungsi epitel saluran pernapasan, otot polos, sel imun, dan elemen neuronal. Pemicu asma dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan patofisiologi: ekstrinsik (alergik atau atopic), intrinsic (idiosyncratic, nonallergic, atau nonatopik), drug-induced, dan exercise-induced.

Page 22: bedah mulut

Allergic atau asma ekstrinsik adalah bentuk paling umum dan jumlahnya kira-kira 35% pada kasus orang dewasa. Asma ini adalah respons inflamatori berlebihan yang dipicu oleh terhirupnya allergen musiman seperti pollen (serbuk sari), debu, kutu, dan bulu binatang. Asma alergik biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Pada pasien ini, terjadi hubungan dose-respons antara paparan allergen dan sensitisasi (kepekaan) yang dimediasi IgE, positive skin testing terhadap beragam allergen, dan riwayat keluarga terhadap penyakit alergi. Respons inflamatori dimediasi terutama oleh sel T helper tipe 2, yang mengsekresikan interleukin dan menstimulasi sel B untuk menghasilkan IgE. Selama serangan asma, allergen berinteraksi dengan antibody IgE yang ditempelkan pada sel mast, basofil, dan eosinofil sepanjang trachea branchial tree. Kompleks antigen dengan antibody menyebabkan leukosit berdegranulasi dan mensekresi vasoactive autocoid dan sitokin seperti bradikinin, histamine, leukotrien, dan prostaglandin. Histamine dan leukotrien menyebabkan kontraksi otot polos (bronkokonstriksi) dan peningkatan permeabilitas vaskuler, dan menarik eosinofil ke dalam saluran pernapasan. Pelepasan platelet-activating factor mendukung hiperresponsivitas bronchial. Pelepasan E-selectin dan endothelial cell adhesion molecule, neutrofil chemotactic factor, dan eosinofilik chemotactic factor of anaphylaxis bertanggungjawab terhadap perekrutan leukosit (neutrofil dan eosinofil) ke dinding saluran pernapasan, yang meningkatkan edema jaringan dan sekresi mucus. Limfosit T memperpanjang respons inflamatori, dan ketidakseimbangan matrix metalloproteinase dan tissue inhibitor metalloproteinase dapat berkontribusi terhadap perubahan fibrotic.

Asma intrinsic berjumlah kira-kira 30% dari kasus asma dan jarang berasosiasi dengan riwayat keluarga terhadap alergi atau penyebab yang diketahui. Pasien biasanya tidak merespons terhadap tes kulit dan tingkat IgE normal. Asma ini terjadi pada dewasa usia tengah dan onsetnya berhubungan dengan faktor endogen seperti stress emosional, gastroesophageal acid reflux, atau vagally mediated respons. Proses penelanan obat (aspirin, NSAID, beta blocker, ACE enzyme inhibitor) dan beberapa zat makanan (kacang, kerang, stroberi, susu, pewarna makanan tartrazine no.5) dapat memicu asma. Aspirin menyebabkan bronkokonstriksi pada 10% pasien dengan asma, dan sensitivitas terhadap aspirin terjadi pada 30%-40% pasien dengan asma yang memiliki panusitis dan nasal polyp. Kemampuan aspirin menghambat jalur siklooksigenase adalah penyebabnya. Penumpukan asam arakidonik dan leukotrien yang dimediasi oleh jalur lipoksigenase menghasilkan bronchial spasm. Pengawet makanan dan obat-obatan metabisulfit (khususnya pada anestesi lokal yang mengandung epinefrin) dapat menyebabkan wheezing (mendesah) saat tingkat metabolic enzyme sulfite oxydase rendah. Penumpukan sulfur dioxide pada bronchial tree mempercepat serangan asma akut.

Exercise-induced asma distimulasi oleh aktivitas exertional. Perubahan suhu selama inhalasi udara dingin dapat memicu iritasi mucosal dan hiperaktivitas saluran pernapasan. Anak-anak dan dewasa muda lebih sering terafeksi karena aktivitas yang banyak.

Infectious asma adalah asma karena respons inflamatori terhadap infeksi bronchial. Beberapa infeksi virus selama masa bayi dan anak-anak dapat mengakibatkan asma. Beberapa agen kausatif infeksi saluran pernapasan (bacteri, jamur I Trychophyton, dan organism Mycoplasma) dapat mengeksaserbasi asma. Perawatan infeksi respirasi umumnya meningkatkan kontrol bronkospasm dan konstriksi.

Patofisiologi dan KomplikasiPada asma, terhambatnya saluran pernapasan terjadi karena spasm otot polos bronchial, inflamasi mukosa bronchial,

hipersekresi mucus, dan memasukkan dahak. Temuan makroskopis pada paru-paru yang sedang asma adalah oklusi bronkus dan bronkiolus oleh sumbatan mukosa yang tebal dan kuat. Temuan histologis antara lain inflamasi dan remodeling saluran pernapasan, meliputi penebalan membran dasar (dari deposisi kolagen) epitel bronchial, edema, hipertrofi kelenjar mukosa dan hyperplasia sel goblet, hipertrofi otot dinding bronchial, akumulasi sel mast dan infiltrasi sel inflamatori, kerusakan dan pelepasan sel epitel, dan proliferasi dan dilasi pembuluh darah. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan berkurangnya diameter saluran pernapasan, peningkatan resistensi saluran pernapasan, dan kesulitan ekspirasi.

Sebagian besar pasien memiliki prognosis yang baik khususnya jika penyakit terjadi selama masa anak-anak dan sembuh secara spontan setelah pubertas. Sebagian kecil pasien, baik muda dan tua, asma dapat berlanjut menjadi COPD dan kegagalan pernapasan, atau status asthmaticus, manifestasi asma paling serius. Status asthmaticus adalah serangan asma paling parah dan lama (lebih dari 24 jam). Gejalanya meliputi peningkatan dan progresif dyspnea, jugular venous pulsation, cyanosis, dan pulsus paradoxus (jatuhnya tekanan sistolik saat inspirasi). Status asthmaticus sering berhubungan dengan infeksi pernapasan dan menyebabkan kelelahan, dehidrasi parah, kolaps vaskuler perifer, dan kematian.

Gejala dan Tanda-tandaSerangan asma sering terjadi pada malam hari namun juga dapat bersamaan dengan paparan terhadap allergen, olahraga,

infeksi pernapasan, atau emosi. Gejala dan tanda khas asma terdiri atas reversible episode dyspnea, mendesah, batuk yang lebih buruk saat malam, sesak dada, dan flushing. Onset umumnya tiba-tiba, dengan gejala puncak terjadi dalam 10-15 menit.

Page 23: bedah mulut

Pemeriksaan untuk mendiagnosa asma antara lain tes berjalan 6 menit, spirometri sebelum dan setelah administrasi bronkodilator yang berkerja pendek, radiograf dada, tes kulit, bronchial provocation testing, sputum smear examination dan hitung sel, arterial blood gas determination, dan ELISA untuk pengukuran paparan allergen lingkungan.

Pasien dengan asma kronik diklasifikasikan memiliki penyakit berselang atau terus menerus (ringan, sedang, atau parah). Keparahan berdasarkan frekuensi gejala, gangguan fungsi paru-paru, dan resiko serangan. Orang dengan asma persistent ringan memiliki gejala sekali tiap minggu tapi kurang dari sekali sehari dan FEV1 lebih dari 80%. Gejala umumnya bertahan kurang dari sejam. Pasien dengan asma sedang FEV1 lebih dari 60% tapi kurang dari 80% dan gejala harian yang mengganggu tidur dan tingkat aktivitas dan kadang memerlukan perawatan emergency. Asma parah saat pasien memiliki FEV1 kurang dari 60%, yang menghasilkan gejala yang membatasi aktivitas normal. Serangan sering atau berlanjut, terjadi saat malam, dan memerlukan emergency hospitalization.

Dental ManagementTujuan terapi asma adalah untuk membatasi paparan terhadap agen pemicu, memungkinkan aktivitas normal, memperbaiki

dan menjaga fungsi normal paru-paru, meminimalkan frekuensi dan keparahan serangan, mengontrol gejala kronik dan nocturnal, dan menghindari efek samping obat-obatan. Tujuan itu dilakukan dengan mengedukasi pasien dan mencegah atau mengeliminasi faktor pencetus (misalnya berhenti merokok) dan kondisi comorbid yang mengacaukan management, membuat rencana untuk self-monitoring rutin, dan perawatan follow-up. Pemilihan obat antiasma berdasarkan tipe dan keparahan asma dan apakah obat yang digunakan untuk kontrol jangka panjang atau cepat reda. Untuk management jangka panjang dan profilaksis asma persistent gunakan inhaled inflammatory agent sebagai obat pertama (agennya adalah preparasi kortikosteroid dengan inhibitor leukotrien sebagai alternative). Β-adrenergic agonis direkomendasikan untuk asma intermittent dan merupakan agen sekunder yang sebaiknya ditambahkan untuk asma persistent jika obat antiinflamatory tidak cukup sendiri. Obat alternative adalah penstabil sel mast (cromolyn dan nedocromil), immunomodulator, dan theophylline.

Inhaled corticosteroid adalah medikasi antiinflamatori paling efektif, bekerja dengan mengurangi respons inflamatori dan mencegah pembentukan sitokin, adhesi molekul, dan enzim inflamatori. Dosis aerosol adalah 2 (untuk ringan sampai sedang) sampai 4 kali sehari (untuk parah). Onset umumnya setelah 2 jam dan puncaknya 6 jam kemudian. Penggunaan jangka panjang jarang berhubungan dengan efek samping sistemik, dosis maximum yang direkomendasikan adalah 1,5 mg per hari dari inhaled beclomethasone dipropionate atau ekuivalen tidak berlebihan. Penggunaan steroid sistemik ditujukan untuk asma yang kebal terhadap inhaled corticosteroid dan bronchodilator, dan untuk penggunaan selama fase penyembuhan serangan asma akut. Inhaled steroid sering digunakan dalam kombinasi dengan long-acting β2-adrenergic bronchodilator. Omalizumab yang menghambat IgE digunakan untuk terapi aditif pada pasien dengan asma persisten parah yang memiliki pemicu asma.

Untuk meredakan serangan asma akut, gunakan inhaled short-acting β2-adregenic agonis karena bronkodilatori cepat dan sifat merelaksasi otot polos. Short-acting β2-adregenic agonis menghasilkan bronkodilasi dengan mengaktifkan reseptor β2 pada sel-sel otot polos saluran pernapasan, umumnya dalam 5 menit atau kurang. Inhalasi dengan kortikosteroid, inhaled cromolyn sodium, dan oral anticholinergik tidak digunakan karena onsetnya lama.

Tujuan utama dental management pada pasien asma adalah untuk mencegah serangan asma akut. Langkah pertama dengan mengidentifikasi riwayat, penilaian untuk menerangkan detail mengenai masalah, bersama dengan pencegahan faktor pencetus. Pertanyaannya meliputi tipe asma, zat pemicu, frekuensi dan keparahan serangan, waktu terjadinya serangan, apakah masalah saat ini atau dahulu, cara menangani serangan, apakah pasien menerima perawatan kegawatdaruratan saat serangan akut. Indikasi penyakit yang parah: eksaserbasi sering, intoleran terhadap olahraga, FEV1 kurang dari 60%, penggunaan beberapa obat, dan riwayat kegawatdaruratan untuk serangan akut.

Stabilitas penyakit dinilai selama wawancara komponen riwayat dan pemeriksaan klinis dan hasil pengukuran lab. Bernapas pendek, mendesah, peningkatan respirasi (lebih dari 50% normal), FEV1 yang jatuh lebih dari 10% atau di bawah 80% dari puncak FEV1, jumlah eosinofil yang naik 50/mm3, kepatuhan penggunaan obat yang buruk, kunjungan kegawatdaruratan dalam 3 bulan terakhir menunjukkan stabilitas buruk. Penggunaan lebih dari 1,5 canister beta agonis inhaler per bulan (lebih dari 200 inhalasi per bulan) atau penggandaan penggunaan bulanan mengindikasikan resiko tinggi serangan asma parah. Untuk asma parah dan tidak stabil, dianjurkan konsultasi dengan dokter pasien. Perawatan dental rutin sebaiknya ditunda sampai tercapai kontrol yang lebih baik.

Modifikasi selama dental management preoperative dan operatif pasien dengan asma dapat meminimalkan kemungkinan serangan. Pasien yang memiliki asma nocturnal sebaiknya dirawat pada siang hari (late morning). Penggunaan operatory odorant (misalnya methyl methacrylate) sebaiknya dikurangi sebelum pasien dirawat. Pasien diinstruksikan menggunakan obat-obatannya secara rutin, membawa inhalernya pada tiap kunjungan, dan memberitahu dokter gigi gejala awal serangan asma. Inhalasi profilaktik pada permulaan kunjungan berguna untuk mencegah serangan asma. Alternatifnya, pasien diminta membawa spirometer dan daily expiratory record ke tempat praktik. Dokter gigi dapat meminta pasien menghembuskan napas ke dalam spirometer dan mencatat volume akhir. Jatuhnya fungsi paru-paru yang signifikan (sampai di bawah 80% puncak FEV1 atau jatuh lebih besar 10% dari nilai sebelumnya) mengindikasikan penggunaan profilaktik inhaler atau dirujuk ke dokter.

Page 24: bedah mulut

Penggunaan pulse oximeter berguna untuk menentukan tingkat kejenuhan oksigen pasien. Pada pasien sehat, nilainya antara 97%-100%, sedangkan jatuh hingga 91% atau di bawahnya mengindikasikan pertukaran oksigen yang parah dan perlu intervensi.

Semua staf sebaiknya berusaha mengidentifikasi pasien yang gelisah dan memberikan suasana yang bebas stress melalui hubungan dan keterbukaan. Sedasi preoperative dan operatif dapat diperlukan, inhalasi nitrous oxide-oxygen paling baik. Oral premedication dapat dilakukan dengan benzodiazepine dosis kecil yang bekerja pendek. Alternative pada anak adalah hydroxyzine, untuk sifat antihistamin dan sedatif, dan ketamine yang menyebabkan bronkodilasi. Barbiturate dan narkotik, khususnya meperidin, adalah obat pelepas antihistamin yang memicu serangan.

Penggunaan anestesi lokal tanpa epinefrin atau levonordefrin oleh paparan dapat disarankan pada pasien dengan penyakit sedang sampai parah. Dokter gigi sebaiknya berdiskusi dengan pasien mengenai adanya respons terdahulu terhadap anestesi lokal dan alergi terhadap sulfite dan sebaiknya berkonsultasi dengan dokter.

Pemberian obat yang mengandung aspirin atau NSAID pada pasien asma tidak disarankan, karena proses menelan aspirin berhubungan dengan permulaan serangan asma pada sebagian kecil pasien. Barbiturate dan narcotic tidak digunakan karena juga memicu serangan asma. Antihistamin memiliki sifat menguntungkan namun sebaiknya digunakan hati-hati karena efek drying. Pasien yang mengonsumsi preparasi theophylline sebaiknya tidak diberikan macrolide antibiotic (misalnya erythromycin dan azithromycin) atau ciprofloxacin hydrochloride, karena agen tersebut berinteraksi dengan theophyline untuk menghasilkan toxic blood level dari theophylline.

Manifestasi OralGejala nasal, allergic rhinitis, dan mouth breathing umum terjadi pada asma ekstrinsik. Pasien asma dengan mouth breathing

telah mengubah fungsi nasorespiratory, yang dapat berhubungan dengan peningkatan ketinggian anterior atas dan total anterior, palatal vault lebih tinggi, overjet lebih besar, dan prevalensi crossbite lebih tinggi.

Medikasi dapat berkontribusi pada penyakit mulut. Contohnya, β2 angonis inhaler mengurangi aliran saliva 25%-30%, menurunkan pH plak, dan berhubungan dengan peningkatan prevalensi gingivitis dan karies pada pasien denan asma sedang sampai berat. Gastroesofageal acid reflux biasa terjadi pada pasien asma dan dieksaserbasi oleh penggunaan β2-agonist dan theophyilline. Reflux ini dapat berkontribusi pada erosi email. Candidiasis (tipe pseudomembran akut) terjadi pada 5% pasien yang menggunakan inhalasi steroid untuk waktu yang lama pada dosis tinggi. Pasien sebaiknya menerima instruksi penggunaan inhaler yang tepat dan perlunya berkumur. Sakit kepala adalah efek samping antileukotrien dan theophylline.

Penanganan KegawatdaruratanTanda-tanda dan gejala serangan asma akut harus dikenali dengan cepat: tidak mampu menyelesaikan kalimat dengan sekali

napas, bronkodilator tidak efektif meredakan dyspnea, jatuhnya FEV1 yang ditentukan dengan spirometri, tachypnea dengan tingkat pernapasan 25 kali/menit atau lebih, tachycardia dengan detak jantung 110 kali/menit atau lebih, diaphoresis, penggunaan otot asesoris, paradoxical pulse. Inhaler short-acting β2-adregenic agonis adalah bronkodilator paling efektif dan cepat. Long-lasting β2 agonis drug seperti salmeterol dan kortikosteroid tidak bekerja cepat. Dengan serangan asma parah, gunakan injeksi subkutan epinefrin (0,3-0,5 mL, 1:1000) atau inhalasi epinefrin. Perawatan pendukung meliputi pemberian positive-flow oxygenation, mengulang dosis bronkodilator seperlunya tiap 20 menit, memonitor tanda-tanda vital (termasuk kejenuhan oksigen), dan mengaktivasi emergency medical system, jika diperlukan.Tidak ada modifikasi perawatan yang diperlukan untuk pasien asma.

Kelainan DarahKelainan darah adalah kondisi yang mengubah kemampuan pembuluh darah, platelet, dan faktor koagulasi untuk menjaga

hemostasis. Kelainan perdarahan bawaan dapat terjadi karena penyakit, obat, radiasi, atau kemoterapi kanker yang mengganggu integritas dinding vaskuler, produksi atau fungsi platelet, atau faktor koagulasi.Sebagian besar kelainan perdarahan adalah iatrogenic. Setiap pasien yang menerima coumarin untuk mencegah recurrent thrombosis memiliki masalah perdarahan. Sebagian besar

pasien yang menerima obat antikoagulan karena mengalami myocardial infarction, cerebrovascular accident, atau thrombophlebitis.

Pasien yang memiliki atrial fibrillation juga menerima terapi antikoagulan jangka panjang. Pasien yang dirawat dengan obat antiplatelet untuk mencegah komplikasi kardiovaskuler juga memiliki potensi masalah

perdarahan. Pasien yang dirawat dengan aspirin untuk penyakit kronik, seperti rheumatoid arthritis, dapat memiliki masalah perdarahan.

EtiologiPerubahan patologis dinding pembuluh darah, reduksi jumlah platelet, defective platelet atau fungsi platelet, defisiensi satu

atau banyak faktor koagulasi, administrasi obat antikoagulan atau antiplatelet, kelainan pelepasan platelet, atau

Page 25: bedah mulut

ketidakmampuan untuk menghancurkan free plasmin dapat mengakibatkan perdarahan abnormal dan dapat menyebabkan kematian pada beberapa pasien jika tidak ditangani dengan cepat.

Infeksi, zat kimia, kelainan kolagen, atau beberapa tipe alergi dapat mengubah struktur dan fungsi dinding vaskuler pada titik di mana pasien mengalami masalah perdarahan. Jika jumlah platelet yang beredar berkurang sampai di bawah 50.000/µL, pasien dapat menjadi bleeder. Hitung total platelet direduksi oleh mekanisme yang belum diketahui, disebut primary atau idiopathic thrombocytopenia. Zat kimia, radiasi, dan penyakit sistemik lainnya memiliki efek langsung terhadap sumsum tulang, yang berpotensi mengakibatkan trombositopenia sekunder.

Kelainan koagulasi bawaan adalah penyebab paling umum prolonged bleeding. Penyakit liver dan disseminated intravascular coagulation (DIC) dapat menyebabkan masalah perdarahan parah. Kelainan peradarahan bawaan biasanya memiliki banyak defisiensi faktor.

Liver memproduksi semua faktor koagulasi protein, sehingga pasien dengan penyakit liver memiliki masalah perdarahan. Selain itu, dapat memiliki portal hypertension dan hypersplenism dapat menjadi trombopenik karena splenic overactivity, yang menyebabkan sekuestrasi platelet dalam limpa.

Kondisi yang menyebabkan vitamin K tidak bisa diproduksi mengakibatkan penurunan level plasma vitamin K-dependent coagulation factor. Vitamin K diperlukan oleh liver untuk memproduksi protrombin (faktor II) dan faktor VII, IX, dan X. Biliary tract obstruction, sindrom malabsorpsi, dan penggunaan antibiotic broad-spectrum berlebih dapat menyebabkan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, X rendah.

Obat-obatan seperti heparin dan coumarin dapat menyebabkan kelainan perdarahan karena dapat mengganggu proses koagulasi. Alcohol, penicillin, cephalosphorin, NSAID, aspirin, dan obat antiplatelet dapat mengganggu fungsi platelet.

Suplemen herbal dapat mengganggu fungsi hemostatis untuk kontrol perdarahan. Minyak ikan atau concentrated omega-3 fatty acid supplement dapat mengganggu aktivasi platelet. Diet kaya omega-3 fatty acid dapat mengakibatkan prolonged bleeding time, agregasi platelet abnormal, mengurangi produksi TXA2. Vitamin E menghambat protein kinase C-mediated platelet aggregation dan produksi nitric oxide.

Normal ClottingRespons segera terhadap kerusakan pembuluh darah adalah vasokonstriksi, yang mengurangi aliran darah pada area

sehingga mengurangi kehilangan darah dan mencegah blood clot awal tersapu. Ini dimediasi oleh refleks lokal dan sejumlah mediator yang dilepaskan dari platelet yang aktif, seperti tromboxane (TxA2).

Awal clotting3 mekanisme blood clotting: Adhesi platelet. Platelet memiliki reseptor membran pada banyak protein yang tidak ditemui pada darah normal atau

endothelium. Gangguan endothelium memaparkan platelet pada protein asing, contohnya beragam tipe kolagen, yang memiliki reseptor sehingga menempel.

Aktivasi platelet. Platelet adherence mengakibatkan perubahan bentuk platelet. Dalam hitungan detik, oleh complex intracellular messaging, platelet menjadi teraktivasi. Hasilnya sintesis dan pelepasan mediator seperti histamine dan TxA2 dari lisosom.

Agregrasi platelet. Perubahan konformasional pada platelet dan lingkungan mediator yang dilepaskan menarik platelet lain dan memungkinkan untuk menempel satu sama lain. Ini disebut agregasi.

Adhesi, aktivasi, dan agregasi platelet menghasilkan pembentukan platelet plug, yang merupakan percobaan untuk menutupi cabang endothelium dan bekerja seperti titik awal dari sisa proses koagulasi.

Proses HemostasisDalam memahami gangguan pembekuan darah, diperlukan penjelasan singkat mengenai bagaimana proses pembekuan darah ini bisa terjadi (sebagai bagian dari proses hemostasis). Proses hemostasis terbagi dalam 3 fase, yakni:1. Fase Vaskular

Fase ini dimulai segera setelah cedera terjadi, di mana dalam fase ini terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang mengalami cedera dan retraksi arteri. Hal ini menyebabkan rusaknya pembuluh kapiler dan vena di area cedera. Faktor lain yang mempengaruhi fase ini adalah integritas dari dinding pembuluh darah (fragilitas), di mana integritas ini penting dalam menjaga fluiditas darah di dalam pembuluh darah.Komponen-komponen di dinding vaskuler berkontribusi dalam aktivitas protrombin. Pada saat dinding vaskuler terpapar oleh cedera, terjadi pelepasan TF (tissue factor – Factor III), untuk memulai jalur ekstrinsik dari proses pembekuan darah. Selain itu, dinding vaskular juga membantu terjadinya adhesi platelet dan pembentukan koagulasi (agregasi platelet) pada fase-fase selanjutnya melalui eksposur jaringan subendotelial terhadap Faktor von Willebrand (vWF) yang juga bekerja dalam pelepasan Faktor VIII.

2. Fase Platelet

Page 26: bedah mulut

Platelet/trombosit merupakan bagian dari sitoplasma megakariosit memiliki masa hidup 8-12 hari dan tersebar di banyak pembuluh darah organ, berfungsi sebagai cadangan fungsional di organ-organ ini. Karena platelet ini tidak memiliki nukleus, maka saat sel dirusak oleh enzim-enzim tertentu karena konsumsi obat (antikoagulan-aspirin), ia tidak bisa memerbaiki dirinya. Fungsi utama dari platelet adalah menjaga integritas dinding pembuluuh darah, pembentukan sumbat platelet saat terjadi cedera pembuluh darah, dan stabilisasi dalam proses koagulasi. Saat terjadi cedera, sel-sel endotel melepaskan ADP untuk menginisiasi terjadinya agregasi platelet. Platelet ini kemudian berikatan dengan fibrinogen melalui membran glikoprotein IIb, di mana fibrinogen ini akan berubah menjadi fibrin (penstabil sumbat platelet). Selain membantu pembentukan fibrin, platelet juga memroduksi zat tromboksan yang berfungsi menginduksi agregasi platelet. Produksi zat ini sangat dipengaruhi oleh adanya enzim COX. Aspirin sebagai NSAID akan menghambat pembentukan enzim COX dan karenanya menyebabkan proses agregasi platelet tidak terjadi meskipun dalam kasus ini sel-sel endotel juga akan memroduksi enzim COX lagi, sehingga efek aspirin ini hanya bertahan sebentar saja sampai semua platelet lama dibuang.

3. Fase Koagulasi Proses dari koagulasi ini secara sederhana diartikan sebagai proses pembentukan benang-benang fibrin, baik melalui jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik. Waktu yang diperlukan dari terjadinya cedera hingga terbentuknya fibrin secara sempurna adalah antara 9-18 menit. Proses sederhananya: Thrombin yang berasal dari protrombin dibentuk pada permukaan platelet melalui enzim trombokinase, kemudian trombin ini mengikat fibrinogen untuk berubah menjadi benang-benang firbrin. Keseluruhan proses dari fase koagulasi ini (jalur ekstrinsik dan intrinsik) beserta faktor-faktor yang bekerja dapat dilihat pada bagan dan tabel di bawah. Faktor-faktor koagulasi ini sebagian besar merupakan proenzim yang aktif melalui efek waterfall (saat satu faktor aktif, faktor ini ikut mengaktifkan faktor-faktor lainnya secara berurutan). Efek ini dapat dilihat pada bagan proses pembekuan darah. Jalur ekstrinsik dan intrinsik nantinya bergabung pada satu titik (Pembentukan Faktor X) untuk membentuk benang-benang fibrin. Jalur Ekstrinsik

Jalur ini kerjanya lebih cepat, diinisiasi oleh TF jika adanya cedera pada jaringan. Proses ini kemudian dari TF mengaktifkan Faktor VII (VIIa). Dikatakan ekstrinsik karena sebagian besar jalur ini terjadi di luar sistem sirkulasi, meskipun ada juga ditemukan di permukaan sel endotel vaskular dan leukosit. Trombin yang dibentuk dari jalur ini digunakan untuk mempercepat jalur intrinsik.

Jalur Intrinsik Jalur ini kerjanya lebih panjang daripada jalur ekstrinsik dan dimulai dari aktivasi faktor XII setelah mengalami kontak permukaan. Faktor ini bekerja sebagai penghubung komponen-komponen mekanisme homeostatik (koagulasi, fibrinolitik, kinin, dan komplemen). Faktor-faktor ini kemudian akan membentuk trombin yang mengaktivasi fibrinogen (Faktor I) menjadi fibrin yang dibantu oleh Faktor XIII.

Setelah ketiga fase ini selesai dilakukan dan koagulasi tercapai (perdarahan berhenti), maka langkah berikutnya untuk menjaga homeostasis jaringan ialah proses fibrinolitik untuk memecah benang-benang fibrin sehingga penyumbatan pembuluh darah tidak terjadi terlalu lama. Proses ini melibatkan plasminogen (aktivasi plasmin), proenzim untuk plasmin, serta aktivator plasminogen dan inhibitor plasmin. Aktivator plasminogen (tPA) dilepaskan oleh sel endotel dan mengikat fibrin saat proses perubahan fibrin menjadi plasmin terjadi. Proses ini hanya berlangsung secara lokal (hanya pada bagian yang mengalami cedera) dan produk akhirnya disebut FDP (fibrin degradation product). Produk ini dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan mengganggu proses pembentukan fibrin oleh trombin (dasar dari gangguan perdarahan).

Gejala dan Tanda

Page 27: bedah mulut

Kelainan plateletBisa kuantitatif atau kualitatif. Kelainan platelet mengakibatkan perdarahan dari pembuluh kecil pada membran mukosa seperti mimisan, atau lebam atau petechiae.Menurunnya jumlah platelet disebut trombositopenia. Macam-macamnya idiopathic trombositopenia purpura (ITP), hipersplenism, disseminated intravascular coagulation (DIC).Menurunnya fungsi dapat congenital atau acquired. Penyebab acquired umumnya obat-obatan, seperti aspirin.Kelainan pembuluh darahKapiler rawan pecah dan terjadi perdarahan dengan mudah. Ada bentuk congenital atau acquired. Terapi kortikosteroid adalah contoh umum penyebab acquired.Kelainan koagulasi.Dicirikan dengan lebih banyak kecenderungan perdarahan generalis dibandingkan kelainan platelet dan vaskuler, termasuk perdarahan spontan dari pembuluh besar dan ke dalam sendi. Kelainan koagulasi bawaan contohnya hemophilia A, hemophilia B, von Willebrand’s disease. Sedangkan kelainan kolagulasi yang diperoleh contohnya dari penyakit liver dan biliary, terapi warfarin, DIC, massive blood transfusion.

PemeriksaanAda 2 tipe pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis seorang pasien memiliki gejala kelainan perdarahan atau tidak, yaitu anamnesis dan pemeriksaan laboratorium.1. Anamnesis ( History Taking ) dan Observasi

Dalam kondisi ini, dokter gigi harus jeli dalam mengamati kondisi klinis (fisik) pasien serta mampu mendapatkan informasi yang adekuat dari pasien. Riwayat dari pasien didapat melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, yakni: Ada keluarga yang punya kelainan/gangguan perdarahan? Pernah mengalami perdarahan abnormal pasca operasi/bedah/ekstraksi gigi? Pernah mengalami perdarahan abnormal pasca-trauma? Sedang atau pernah mengonsumsi obat-obatan antikoagulasi? Riwayat penyakit? Pernah mengalami kejadian perdarahan spontan?Setelah mengambil informasi dari pasien, langkah berikutnya adalah observasi dari dokter gigi dalam melihat tanda-tanda klinis dan terutama oral dari pasien. Tanda klinis ini dapat berupa petechiae, ekimosis, spider angioma, telangiectasias, jaundice, pallor, dan cyanosis. Sedangkan tanda-tanda di oral kurang lebih sama pada mukosa oralnya dan ditambah dengan adanya perdarahan gusi secara spontan serta adanya hemarthrosis TMJ meskipun hal ini jarang terjadi.

2. Pemeriksaan Laboratorium aPTT ([Activated] Partial Prothrombin Time)

Uji ini digunakan untuk memeriksa jalur intrinsik (VII, IX, XI, XII) dan jalur umum (V, X, protrombin, fibrinogen) dan merupakan uji tunggal terbaik untuk mengidentifikasi kelainan perdarahan. Tes ini dilakukan untuk menguji kemampuan darah dalam pembuluh untuk berkoagulasi. Dikatakan activated jika faktor-faktor di atas berikatan dengan aktivator menjadi faktor aktif. Rentang normal nilai aPTT adalah antara 25-35 detik dan jika lebih dari itu dianggap abnormal (ada defisiensi faktor VIII/IX-hemofilia atau penyakit liver).

PT (Prothrombin Time)Digunakan untuk memeriksa jalur ekstrinsik (VII) dan jalur umum. Untuk tes ini, tromboplastin ditambahkan ke sampel tes sebagai aktivator. Rentang normal dari uji ini adalah antara 11-15 detik dan jika lebih dari itu ada indikasi rendahnya jumlah plasma darah dalam tubuh (< 10%) serta ada defisiensi faktor VII ataupun gangguan proses jalur umum dan fibrinolisis.

Platelet CountDigunakan untuk memeriksa adanya kemungkinan gangguan perdarahan akibat trombositopenia. Normalnya, jumlah platelet dalam darah sekitar 140.000-400.000 atau 50.000-100.000 sebagai borderline pada pasien. Kurang dari itu maka dapat dikatakan pasien memiliki kelainan dan ditunjukkan dengan adanya purpura di kulit dan mukosa serta perdarahan abnormal pada luka kecil. Jika kurang dari 20.000 dapat terjadi perdarahan spontan.

TT (Thrombin Time)Merupakan uji tambahan di mana trombin ditambahkan ke dalam tes sebagai agen aktivator. Fibrin bertugas mengubah fibrinogen dalam darah menjadi fibrin. Proses ini terjadi pada akhir jalur umum dan karenanya pasien-pasien hemofilia akan memiliki hasil TT yang normal. Nilai normal dari TT adalah 9-13 detik, hasil yang melebihi 16-18 detik dikatakan adanya kelainan, biasanya dikarenakan oleh produksi FDP dan plasmin yang berlebihan (kelainan fibrinolisis).

Page 28: bedah mulut

Tipe-tipe dari gangguan pembekuan darah secara umum dapat dibagi menjadi 2, yakni gangguan yang didapat (e.g. genetik, usia, atau konsumsi obat antikoagulan/antiplatelet) serta yang bersifat kongenital/keturunan (e.g. von Willebrand disease dan hemofilia). Yang akan dijelaskan kali ini hanya penyakit kongenital, yaitu hemofilia. Hemofilia sendiri ada beberapa tipe, di antaranya adalah hemofilia A (defisiensi faktor VIII) dan hemofilia B (defisiensi faktor IX/Christmas desease). Tanda dan gejala dari kondisi ini kurang lebih sama dengan kelainan lainnya, yakni perdarahan spontan, purpura, ekimosis, dll. Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium juga sama, berupa aPTT, PT, TT, dan hitung platelet. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki dan sangat jarang pada perempuan, kecuali mereka yang memiliki ayah penderita hemofilia, mereka bisa memiliki kelainan ini atau hanya bersifat karier saja. Beberapa tipe gangguan perdarahan baik didapat maupun karena keturunan dapat dilihat pada 2 tabel berikut:

Dental ManagementEmpat metode bagi dokter gigi untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki masalah perdarahan: Riwayat menyeluruh

Page 29: bedah mulut

o Masalah perdarahano Masalah perdarahan setelah operasi dan ekstraksi gigio Masalah perdarahan setelah traumao Medikasi yang dapat menyebabkan masalah perdarahan: aspirin, antikoagulan, terapi antibiotic jangka panjang,

preparasi herbal tertentuo Adanya penyakit yang dapat berhubungan dengan masalah perdarahan: leukemia, penyakit liver, hemophilia,

congenital heart disease, renal disesase (uremia) Pemeriksaan fisik

o Jaundice, palloro Spider angiomaso Ecchymoseso Petechiaeo Oral ulcero Jaringan gingival hiperplastiko Hemarthrosis

Screening clinical lab tes: PT, aPTT, TT, hitung plateleto PT (diaktivasi oleh tissue thromboplastin)

- Tes untuk mengukur status jalur ekstrinsik dan umum koagulasi.- Normal: 11-15 detik.- Akan lebih lama pada kasus defisiensi faktor VII dan pada kelainan yang mengafeksi jalur umum dan fibrinolisis

o aPTT (diinisasi oleh phospholipid platelet substitute dan diaktivasi oleh penambahan contact activator (kaolin)- Tes untuk mengukur status jalur intrinsic dan umum koagulasi.- Normal: 25-35 detik.- Akan lebih lama pada kelainan koagulasi yang mengafeksi jalur intrinsic dan umum (hemophilia, penyakit liver)

dan pada kasus fibrinolisis berlebih.o TT (diaktivasi oleh thrombin)

- Tes untuk mengukur kemampuan fibrinogen untuk membentuk clot awal.- Normal: 9-13 detik.- Sensitif untuk kelainan fibrinolisis.

o Hitung platelet- Tes fase platelet untuk jumlah normal platelet.- Jumlah normal 140.000-400.000/µL.- Perdarahan klinis dapat terjadi jika jumlah kurang dari 50.000/µL.

Observasi perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.Pada pasien yang sedang menerima terapi warfarin, untuk medikasi analgesic jangan berikan aspirin, obat yang mengandung

aspirin, dan NSAID, gunakan acetaminophen dengan atau tanpa codeine. Tidak diindikasikan untuk menggunakan antibiotic kecuali ada infeksi akut. Tidak ada masalah pada penggunaan anestesi. Resiko perdarahan berlebih setelah prosedur dental invasive bergantung pada level INR pasien. Jika INR lebih besar dari 3,5, terjadi perdarahan signifikan. Prosedur bedah dan dental dapat dilakukan dengan resiko kecil perdarahan signifikan jika INR di antara 2-3,5. Jika INR di antara 3-3,5, dapat terjadi perdarahan signifikan dengan bedah mulut mayor dan INR harus diturunkan ke 3 atau di bawahnya. Hindari obat yang menyebabkan perdarahan atau berpotensi kerja antikoagulan warfarin, seperti aspirin dan NSAID lainnya, metronidazole, antibiotic spectrum luas, eritromisin, medikasi herbal, dan obat lain yang mengandung aspirin. Obat seperti barbiturate, steroid, dan nafcilin yang akan berantagonis kerja warfarin sebaiknya dihindari.

Dokter gigi sebaiknya berkonsultasi dengan dokter pasien untuk menentukan level antikoagulan yang dijaga dengan terapi warfarin. Jika prosedur invasive atau bedah mulut minor direncanakan dan INR pasien di antara 2-3,5, tidak ada perubahan dosis warfarin. Jika INR lebih besar dari 3,5, dokter gigi sebaiknya meminta dosis dikurangi untuk memungkinkan INR jatuh ke 2-3,5. Jika bedah mulut mayor direncanakan dan INR pasien di antara 3-3,5, dokter gigi dapat meminta dosis dikurangi agar jatuh ke 2-3. Jika dosis warfarin dikurangi oleh dokter pasien, akan memerlukan 3-5 hari sampai reduksi tercapai. Reduksi harus dikonfirmasi oleh INR sebelum prosedur dental atau bedah yang sebaiknya direncanakan 2 hari setelah konfirmasi reduksi. Saat sudah ditentukan oleh dokter gigi tidak ada tanda-tanda komplikasi signifikan (perdarahan, infeksi, healing buruk), dokter pasien sebaiknya dihubungi untuk melanjutkan dosis umum warfarin.

Modifikasi Perawatan

Page 30: bedah mulut

Pasien dengan masalah perdarahan yang berhubungan dengan penyakit yang dapat berada pada fase terminal sebaiknya disarankan hanya perawatan dental konservatif. Aspirin dan NSAID lain sebaiknya tidak digunakan untuk pain relief yang telah diketahui memiliki masalah perdarahan atau pada pasien yang menerima medikasi antikoagulan.

Manifestasi OralPasien dapat mengalami perdarahan gingiva spontan. Jaringan oral (palatum mole, lidah, mukosa bukal) dapat menunjukkan

petechiae, ecchymosis, jaundice, pallor, dan ulser. Perdarahan gingival spontan dan petechiae umumnya terlihat pada pasien dengan trombositopenia. Hemarthrosis TMJ jarang ditemui pada pasien dengan kelainan koagulasi dan tidak ditemukan pada pasien trombositopenia. Pembesaran kelenjar parotid dapat berhubungan dengan penyakit liver kronik yang sering terlihat pada alkoholik. Pasien dengan leukemia dapat menunjukkan hyperplasia gingiva generalis. Pasien dengan penyakit neoplastik dapat menunjukkan osseus lesion pada radiograf, juga ulser atau tumor. Selain itu, pergeseran dan kegoyangan gigi serta parestesis (sensasi terbakar pada lidah, mati rasa pada bibir).