beberapa cerita wayang

140
CERITA DI PEWAYANGAN Ajaran Sunan Kalijaga Tentang Cupumanik astagina Salah satu peninggalan dari nenek moyang kita, yang perlu diuraikan agar menjadi pedoman hidup menuju masyarakat yang sejahtera adalah Asta-brata. Asta artinya delapan, brata artinya tindakan. Jadi, Asta- brata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Asta-brata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina, atau pegangan hokum bagi para dewa. Konon dengan berpegang pada hokum ini, para dewa dapat memimpin umat manusia menuju kesejahteraan dan kedamaian. Kalau setiap orang, terutama para pemimpin, berpegang pada asta-brata, maka masyarakat yang sejahtera tidak mustahil terwujud di bumi ini. Adapun asta-brata secara mudah dan jelas digambarkan atau diwujudkan dalam rupa : 1. Wanita: wanita, 2. Garwa; jodoh 3. Wisma : rumah 4. Turangga : kuda tunggangan 5. Curiga : keris, atau senjata 6. Kukila : burung berkutut 7. Waranggana : ronggeng- penari wanita 8. Pradangga : gamelan-bebunyian berirama Orang atau pemimpin yang utama harus memiliki (mengalami) delapan hal tersebut diatas.Banyak orang yang salah paham, berusaha mempunyai delapan rupa tersebut dalam wujud sebenarnya. Hal demikian ini takkan terwujud. Sesungguhnya delapan hal tersebut sekadar kiasan, dan bukan berarti setiap orang harus memiliki barangnya, tetapi memiliki atau mengalami arti dan wangsitnya. Wanita, artinya seorang perempuan, yang elok dan cantik, siapapun yang melihat pasti ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan, sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-cita itu dapat tercapai, maka orang perlu berusaha sekuat tenaga, belajar, tirakat dan sebagainnya, sebagaimana seorang pemuda yang ingin menggaet dan memiliki gadis cantik.Garwa, artinya jodoh, suami istri, yang sehati. Garwo sering diartikan sigaraning nyawa, belahan jiwa, jiwa satu dibelah dua atau dua badan satu nyawa. Jadi garwa mengandung

Upload: frenky-indra

Post on 29-Jun-2015

4.380 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

CERITA DI PEWAYANGAN

Ajaran Sunan Kalijaga Tentang Cupumanik astagina

Salah satu peninggalan dari nenek moyang kita, yang perlu diuraikan agar menjadi pedoman hidup menuju masyarakat yang sejahtera adalah Asta-brata. Asta artinya delapan, brata artinya tindakan. Jadi, Asta-brata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Asta-brata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina, atau pegangan hokum bagi para dewa. Konon dengan berpegang pada hokum ini, para dewa dapat memimpin umat manusia menuju kesejahteraan dan kedamaian.

Kalau setiap orang, terutama para pemimpin, berpegang pada asta-brata, maka masyarakat yang sejahtera tidak mustahil terwujud di bumi ini. Adapun asta-brata secara mudah dan jelas digambarkan atau diwujudkan dalam rupa :

1. Wanita: wanita,2. Garwa; jodoh3. Wisma : rumah4. Turangga : kuda tunggangan5. Curiga : keris, atau senjata6. Kukila : burung berkutut7. Waranggana : ronggeng- penari wanita8. Pradangga : gamelan-bebunyian berirama

Orang atau pemimpin yang utama harus memiliki (mengalami) delapan hal tersebut diatas.Banyak orang yang salah paham, berusaha mempunyai delapan rupa tersebut dalam wujud sebenarnya. Hal demikian ini takkan terwujud. Sesungguhnya delapan hal tersebut sekadar kiasan, dan bukan berarti setiap orang harus memiliki barangnya, tetapi memiliki atau mengalami arti dan wangsitnya.

Wanita, artinya seorang perempuan, yang elok dan cantik, siapapun yang melihat pasti ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan, sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-cita itu dapat tercapai, maka orang perlu berusaha sekuat tenaga, belajar, tirakat dan sebagainnya, sebagaimana seorang pemuda yang ingin menggaet dan memiliki gadis cantik.Garwa, artinya jodoh, suami istri, yang sehati. Garwo sering diartikan sigaraning nyawa, belahan jiwa, jiwa satu dibelah dua atau dua badan satu nyawa. Jadi garwa mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan diri, bisa bergaul dengan siapapun, semua orang dianggap sebagai kawan, hidup rukun dan damai, mencintai sesama, tidak membeda-bedakan orang. Semuanya dianggap sebagai garwa, teman sehidup semati. Wisma, artinya rumah. Rumah adalah tempat berlindung memiliki ruangan yang luas berpetak-petak untuk menyimpan aneka macam barang. Semuannya dapat dimasukkan kedalam rumah. Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat rumah, yakni dapat menerima siapapun dan membutuhkan perlindungan, sanggup menyimpan dan mengatur segala sesuatu, pun dapat mengeluarkan pikiran dan bertindak bijaksana dan teratur menurut tempat, waktu dan kedaannya.

Turangga, berarti kuda tunggangan, yang kuat dan bagus. Kuda tunggangan bisa berlari cepat, bisa berlari pelan, bisa berjalan sambil menari-nari. Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari cepat dengan arah yang tak menentu, bisa terguling kedalam jurang, tergantung orang yang memegang tali kekang. Demikian halnya diri: badan jasmaniah, panca indra dan nafsu kita merupakan kuda tunggangan. Sedangkan jiwa adalah pengendaranya. Bila jiwa dapat menguasai, mengatur dan mengekang diri, maka

pergaulan hidup kita akan teratur dengan baik. Sebaliknya, bila jiwa tak dapat menguasai diri, maka hidup kita akan seperti kuda tunggangan yang liar, berlari kesana kemari dan akhirnya tergelincir.

Curiga, artinya keris, senjata tajam yang dipuja-puja. Maka perlulah tiap orang terutama para pemimpin memiliki persenjataan hidup yang lengkap, kepandaian, keuletan, ketangkasan dan lain-lain. Begitu pula pikiran harus tajam, mampu menebak dengan dengan tepat, agar dapat bertindak tepat pula untuk kebahagiaan masyarakat.

Kukila, artinya burung, burung berkutut yang dipelihara di Jawa, untuk didengarkan suaranya, yang merdu, enak didengar, menentramkan sanubari. Demikianlah, setiap kata yang keluar dari mulut hendaknya enak didengar, lemah lembut, menentramkan orang yang mendengarkannya. Setiap kata yang keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki dan membangun, agar siapapun yang mendengar bisa terpikat dan mengindahkannya. Waranggana, artinya tandak atau ronggen, untuk pandangan waktu menari. Pada zaman dewa-dewa, ini disebut Lenggot-bawa. Peraturannya seperti ini : seorang warangga menari di tengah kerumunan orang, bersama seorang lelaki yang ikut menari. Diempat penjuru ada penari laki-laki yang menari, seakan-akan ikut menggoda si waranggana agar memalingkan mukanya dari yang lelaki yang tengah menari. Maknah gambaran di atas adalah: dalam usaha meraih cita-cita yang muliah ( waranggana), pasti akan banyak kita jumpai godaan yang mencoba menghalang-halangi pencapaian cita-cita tersebut.

Aji Narantaka

Beberapa tahun sebelum pecah Baratayuda, tanpa izin dari para Pandawa, Gatotkaca mengajak saudara-saudaranya, para putra Pandawa, mengadakan latihan perang di Tegal Kurusetra. Latihan perang ini dianggap sebagai provokasi oleh pihak Kurawa. Prabu Anom Duryudana lalu memerintahkan para putra Kurawa di bawah pimpinan Dursala, putra Dursasana, untuk membubarkan latihan perang itu. Di Tegal Kurusetra Dursala menyampaikan perintah Duryudana untuk bubar. Gatotkaca dan saudara-saudaranya menolak perintah itu. Akibatnya pecah perang di antara mereka. Dalam perang tanding, Dursala menggunakan Aji Gineng, sehingga Gatotkaca toboh, terluka berat. Para putra Pandawa mengundurkan diri dari gelanggang, sedangkan Antareja membawa tubuh Gatotkaca ke tempat yang aman. Antareja lalu mengobati Gatotkaca hingga sembuh. Setelah sembuh Gatotkaca bertekad untuk membalas kekalahannya. Ia lalu berguru pada Resi Seta. Sang Resi memberinya ilmu sakti bernama Aji Narantaka. Dalam perjalanan mencari Dursala untuk membalas dendam, Gatotkaca bertemu dengan Dewi Sumpani. Wanita ini ingin diperistri, tetapi Gatotkaca memberi syarat, jika wanita itu dapat menahan pukulan dengan Aji Narantaka, Gatotkaca bersedia memperistrinya. Dewi Sumpani ternyata kuat, karena itu Gatotkaca menerimanya sebagai istri. Setelah bersua dengan Dursala, terjadi lagi perang tanding di antara mereka. Dursala kalah dan tewas seketika terkena Aji Narantaka.Untuk mengembalikan Negara Astina kepihak Pandawa, Prabu Duryudana merasa sayang dan tidak rela, untuk itu segala daya upaya dicari untuk membinasakan keluarga Pandawa agar tidak selalu mengusik-usik negara Astina yang memang menjadi haknya.

Begawan Dorna lalu mengusulkan agar Dursala muridnya dapat diberi tugas tersebut. Tetapi sebelum Dursala pergi ke Tegal Kuru Setra untuk membinasakan pihak Pandawa, Dursala harus tanding lebih dahulu dengan Prabu Baladewa, sebab Prabu Baladewa menyangsikan kemampuan dan kesaktian R.Dursala. Setelah perang tanding dengan Prabu Baladewa, maka dengan diiringi bala tentara Kurawa berangkatlah R.Dursala ke Tegal Kuru Setra. Kedatangan R.Dursala di Tegal Kuru Setra menjadikan keributan dan perkelahian, namun para putra Pandawa dan Pandawa tak satupun mampu menandingi kesaktian R.Dursala. DenganAji Kumbala Geni pemberian gurunya (Pisaca ), R.Dursala mengalahkan semua kerabat Pandawa. Kemampuan Aji Gineng bila digunakan dan mengenai seseorang, maka orang yang terkena aji Gineng akan hancur lebur, dan R,Gatotkaca terkena aji Gineng tidak mampu menahanya

dan gemetar tubuhnya. Dengan sisa-sisa tenaganya R.Gatotkaca melarikan diri untuk menghadap Resi Seta. Oleh Resi Seta, R.Gatotkaca diberi Aji Narantaka untuk menandingi Aji Gineng milik R.Dursala. Setelah mendapatkan kesaktian dan aji Narantaka, R.Gatotkaca kembali menemui Dursala. Melihat kedatangan R.Gatokaca, Dursala lalu menghantamnya dengan aji Gineng namun dapat ditangkis dengan aji Narantaka milik Gatotkaca. Benturan Aji Gineng milik R.Dursala dan Aji Narantaka milik R.Gatotkaca menimbulkan suara yang dahsyat. Akhirnya Aji Gineng tidak dapat mengalahkan Aji Narantaka milik Gatotkaca, akibatnya tubuh R.Dursala hancur lebur terkena hantaman Aji Narantaka. Dengan kematian R.Dursala, bala tentara Kurawa kucar-kacir dan melarikan diri kembali ke negara Astina untuk memberi kabar kematian R.Dursala. Gatotkaca dengan memiliki Aji Narantaka, sesumbar barang siapa wanita yang mampu menahan Aji Narantaka miliknya, ia akan diperistri. Ternyata Dewi Sampani mampu menahan Aji Narantaka miliknya, maka diperistrilah Dewi Sampani dan berputra Jaya Sumpena.

Alap-alap Dursilawati

Pada suatu hari Prabu Suyudana kehilangan adiknya putri yakni Dursilawati yang telah bertunangan dengan Jayadrata. Untuk itu sang Raja mengutus Adipati Karna yang diikuti Kurawa mencari putri itu. Di perjalanan bertemu dengan Kala Bancuring, Kala Mingkalpa dan Kala Pralemba utusan Prabu Kuranda Geni dari Tirtakadasar, yang ingin pergi ke Astina dan terjadi perkelahian.Sementara Arjuna yang diikuti Semar, Gareng, Petruk sedang lewat di tengah hutan tiba-tiba mendengar tangis wanita yang berada di atas punggung gajah yakni Dursilawati. Tanpa pikir panjang Arjuna segera memberi pertolongan dengan melepaskan panah angin untuk mengusir gajah itu serta membebaskan sang Putri, yang selanjutnya akan dibawa ke Astina. Namun diperjalanan Arjuna diserang oleh Kurawa dan ditangkap, diikat kemudian ditahan di Astina.

Prabu Kurandageni yang mendengar berita bahwa bala tentaranya terbunuh maka ia mengutus emban Kepetmega untuk menculik Dursilawati. Perjalanan Kepetmega membuahkan hasil sehingga membuat gusar Prabu Suyudana. Untuk itu ia minta pertolongan Arjuna agar dapat menemukan kembali Dursilawati. Kali Arjuna sanggup tetapi ia minta Jayadrata mengikutinya dan kedua ksatria itu menuju Tirtakadasar. Setelah tiba ditempat penyekapan Dewi Dursilawati, Arjuna mengajukan pertanyaan, apakah Dursilawati bersedia menjadi istri Jayadrata. Setelah mendapat jawaban yang pasti maka Jayadrata diminta membebaskan sendiri Dursilawati di ruang Prabu Kuranda Geni. Akhirnya Arjuna dapat membunuh Kuranda Geni dan membebaskannya dan dibawa ke Astina. Maka Suyudana mengawinkan pasangan itu. Sedangkan gajah yang menculik Dursilawati datang tetapi dapat dibunuh Bima.

Antaboga

Adalah tokoh wayang cerita Mahabarata, Sanghyang Antaboga atau Sang Hyang Nagasesa atau Sang Hyang Anantaboga atau Sang Hyang Basuki adalah dewa penguasa dasar bumi. Dewa itu beristana di Kahyangan Saptapratala, atau lapisan ke tujuh dasar bumi. Dari istrinya yang bernama Dewi Supreti, ia mempunyai dua anak yaitu Dewi Nagagini dan Naga Tatmala. Dalam pewayangan disebutkan, walaupun terletak di dasar bumi, keadaan di Saptapratala tidak jauh berbeda dengan di kahyangan lainnya.

Sang Hyang Antaboga adalah putra Anantanaga. Ibunya bernama Dewi Wasu, putri Anantaswara. Walaupun dalam keadaan biasa Sang Hyang Antaboga serupa dengan ujud manusia, tetapi dalam keadaan triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga besar. Selain itu, setiap 1000 tahun sekali Sang Hyang Antaboga berganti kulit (mrungsungi). Dalam pewayangan, dalang menceritakan bahwa Sang Hyang Antaboga memiliki Aji Kawastrawam, yang membuatnya dapat menjelma menjadi apa saja sesuai dengan yang dikehendakinya. Antara lain ia pernah menjelma menjadi garangan putih (semacam musang hutan

atau cerpelai) yang menyelamatkan Pandawa dan Kunti dari amukan api pada peristiwa Bale Sigala-gala. Putrinya, Dewi Nagagini menikah dengan Bima, orang kedua dalam keluarga Pandawa. Cucunya yang lahir dari Dewi Nagagini bernama Antareja atau Anantaraja.Sang Hyang Antaboga mempunyai kemampuan menghidupkan orang mati yang kematiannya belum digariskan, karena ia memiliki air suci Tirta Amerta. Air sakti itu kemudian diberikan kepada cucunya Antareja dan pernah dimanfaatkan untuk menghidupkan Dewi Wara Subadra yang mati karena dibunuh Burisrawa dalam lakon Subadra Larung. Sang Hyang Antaboga pernah dimintai tolong Batara Guru menangkap Bambang Nagatatmala, anaknya sendiri. Waktu itu Nagatatmala kepergok sedang berkasih-kasihan dengan Dewi Mumpuni, istri Batara Yamadipati. Namun para dewa gagal menangkapnya karena kalah sakti. Karena Nagatatmala memang bersalah walau itu anaknya, Sang Hyang Antaboga terpaksa menangkapnya. Namun Dewa Ular itu tidak menyangka Batara Guru akan menjatuhkan hukuman mati pada anaknya dengan memasukkannya ke Kawah Candradimuka. Untunglah Dewi Supreti istrinya, kemudian menghidupkan kembali Bambang Nagatatmala dengan Tirta Amerta. Batara Guru juga pernah mengambil kulit yang tersisa sewaktu Sang Hyang Antaboga mrungsungi dan menciptanya menjadi makhluk ganas yang mengerikan. Batara Guru menamakan makhluk ganas itu Candrabirawa.

Sang Hyang Antaboga, ketika masih muda disebut Nagasesa. Walaupun ia cucu Sang Hyang Wenang, ujudnya tetap seekor naga, karena ayahnya yang bernama Antawisesa juga seekor naga. Ibu Nagasesa bernama Dewi Sayati, putri Sang Hyang Wenang. Suatu ketika para dewa berusaha mendapatkan Tirta Amerta yang membuat mereka bisa menghidupkan orang mati. Guna memperoleh Tirta Amerta para dewa harus membor dasar samudra. Mereka mencabut Gunung Mandira dari tempatnya dibawa ke samudra, dibalikkan sehingga puncaknya berada di bawah, lalu memutarnya untuk melubangi dasar samudra itu. Namun setelah berhasil memutarnya, para dewa tidak sanggup mencabut kembali gunung itu. Padahal jika gunung itu tidak bisa dicabut, mustahil Tirta Amerta dapat diambil. Pada saat para dewa sedang bingung itulah Nagasesa datang membantu. Dengan cara melingkarkan badannya yang panjang ke gunung itu dan membetotnya ke atas, Nagasesa berhasil menjebol Gunung Mandira, dan kemudian menempatkannya di tempat semula. Dengan demikian para dewa dapat mengambil Tirta Amerta yang mereka inginkan. Itu pula sebabnya, Nagasesa yang kelak lebih dikenal dengan nama Sang Hyang Antaboga juga memiliki Tirta Amerta. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan Tirta Amerta, para dewa bukan membor samudra, melainkan mengaduk-aduknya. Ini didasarkan atas arti kata ngebur dalam bahasa Jawa, yang artinya mengaduk-aduk, mengacau, membuat air samudra itu menjadi ‘kacau’. Jasa Nagasesa yang kedua adalah ketika ia menyerahkan Cupu Linggamanik kepada Bathara Guru. Para dewa memang sangat menginginkan cupu mustika itu. Waktu itu Nagasesa sedang bertapa di Guwaringrong dengan mulut terbuka. Tiba-tiba melesatlah seberkas cahaya terang memasuki mulutnya. Nagasesa langsung mengatupkan mulutnya, dan saat itulah muncul Bathara Guru. Dewa itu menanyakan kemana perginya cahaya berkilauan yang memasuki Guwaringrong. Nagasesa menjawab, cahaya mustika itu ada pada dirinya dan akan diserahkan kepada Bathara Guru, bilamana pemuka dewa itu mau memeliharanya baik-baik. Bathara Guru menyanggupinya, sehingga ia mendapatkan Cupu Linggamanik yang semula berujud cahaya itu.

Cupu Linggamanik sangat penting bagi para dewa, karena benda itu mempunyai khasiat dapat membawa ketentraman di kahyangan. Itulah sebabnya semua dewa di kahyangan merasa berhutang budi pada kebaikan hati Nagasesa. Karena jasa-jasanya itu para dewa lalu menghadiahi Nagasesa kedudukan yang sederajat dengan para dewa dan berhak atas gelar Bathara atau Sang Hyang. Sejak itu ia bergelar Sang Hyang Antaboga. Para dewa juga memberinya hak sebagai penguasa alam bawah tanah. Tidak hanya itu, oleh para dewa Nagasesa juga diberi Aji Kawastram* yang membuatnya sanggup mengubah ujud dirinya menjadi manusia atau makhluk apa pun yang dikehendakinya. Sebagian orang menyebutnya Aji Kemayan. spertinya sebutan itu kurang pas, karena Kemayan yang berasal dari kata ‘maya’ adalah aji untuk membuat pemilik ilmu itu menjadi tidak terlihat oleh mata biasa. Kata ‘maya’ artinya tak terlihat. Jadi yang benar adalah Aji Kawastram. Untuk membangun ikatan keluarga, para dewa juga menghadiahkan seorang bidadari bernama Dewi Supreti sebagai istrinya. Perlu diketahui, cucu Sang

Hyang Antaboga, yakni Antareja hanya terdapat dalam pewayangan di Indonesia. Dalam Kitab Mahabarata, Antareja tidak pernah ada, karena tokoh itu memang asli ciptaan nenek moyang orang Indonesia.

Sang Hyang Antaboga pernah berbuat khilaf ketika dalam sebuah lakon carangan terbujuk hasutan Prabu Boma Narakasura cucunya, untuk meminta Wahyu Senapati pada Bathara Guru. Bersama dengan menantunya, Prabu Kresna yang suami Dewi Pertiwi, Antaboga berangkat ke kahyangan. Ternyata Bathara Guru tidak bersedia memberikan wahyu itu pada Boma, karena menurut pendapatnya Gatotkaca lebih pantas dan lebih berhak. Selisih pendapat yang hampir memanas ini karena Sang Hyang Antaboga hendak bersikeras, tetapi akhirnya silang pendapat itu dapat diredakan oleh Bathara Narada. Wahyu Senapati tetap diperuntukkan bagi Gatotkaca.

Gathotkaca Nikah

Tersebutlah rencana pernikahan antara gatotkaca dan pergiwa putri harjuna sudah menyebar ke mana mana. persiapan di yodipati tempat werkudoro ayah bima sudah sangat lengkap. rencananya pesta akan dilakukan di 3 tempat yaitu madukoro, yodipati dan pringgondani. kabar tersebar ke hastina, tempat kediaman para wangsa kurawa. disana pertemuan agung di gelar. hadir sesepuh kurawa prabu duryodana, patih sengkuni, danyang drona. mereka membahas tentang cara agar pandawa bisa dilenyapkan. danyang drona memberi usul memecah belah pandawa dengan mengawinkan lasmana dengan pergiwa mendahului gatotkaca. dengan harapan werkudoro akan marah dan membunuh adiknya arjuna. rencana lengkap di persiapkan. Rombongan pelamar dan manten hastinapura pun berangkat. lengkap dengan pasukan dan segala macam jenis umbul umbul kebesaran dan simbol pernikahan. sesampainya di madukoro danyang drona yang berbicara dan merayu arjuna. maka dengan segala tipu muslihat liciknya ahirnya arjuna tidak mampu menolak. lamaran hastinapura diterima. lesmana segera bersanding dengan pergiwa. kemudian utusan ke yodipati dikirim untuk mengirimkan kabar bahwa lamaran gatotkaca ditolak. sedangkan para rombongan penganten hastina dipersilahkan menginap di madukoro. Di yodipati punakawan datang membawa kabar penolakan lamaran. werkudoro yang tadinya tampak segar tiba tiba langsung diam dan tiduran di halaman kadipaten. dan dia berkata jangan diganggu. sementara gatotkaca tampak sangat kecewa. tapi dihibur oleh para punakawan. dan petruk berjanji akan berusaha mempertemukan cinta mereka berdua kembali. maka berangkatlah gatotkaca ke madukoro. menyelinap bersama petruk ke kaputren madukoro tempat pergiwa tinggal. Petruk bertugas menjaga diluar. sementara gatotkaca masuk ke dalam menemui pergiwa. pergiwa menyambut gatotkaca.gatotkaca: apakah benar berita bahwa adi pergiwa akan menilah dengan kakang lesmana?pergiwa: benar berita itu kakang gatotkacagatotkaca: apakah adi pergiwa menerima lamaran dari kakang lesmana?pergiwa: tentu saja kakang gatotkaca, saya menerima dan siap melayani kakang lesmana sebagai suami.gatotkaca: kalo begitu aku ikut bahagia, sebagai hadiah terimalah jantungku (gatotkaca menyabut keris), kemudian gatotokaca ditomplok oleh pergiwa, dipeluk erat.pergiwa mengaku bahwa dia cuma menguji kecintaan gatotkaca. dan menyatakan bahwa dia menerima lamaran karena tidak enak dengan ayahnya. akhirnya gatotkaca dan pergiwa pun masuk kamar. Diluar lesmana datang menyambangi pergiwa calon istrinya. dihadang petruk. dan terjadi perkelahian. lesmana mengetahui gatotkaca di dalam segera memamanggil para kurawa menyerang istana kaputren. gatotkaca mengalahkan semua pasukan kurawa termasuk danyang drona. Danyang drona marah dan mengadu pada harjuna bahwa gatotkaca telah berbuat tak senonoh dengan pergiwa. arjuna marah dan segera menghadapi arjuna. arjuna mengeluarkan beberapa pusakanya sementara gatotkaca takjim tak melawan sama sekali. arjuna makin marah mengira diremehkan. petruk sangat kuatir melihat keadaan ini. apalagi arjuna mengeluarkan cemeti kyai pamuk yg dihantamkan ke tubuh gatotkaca berulang ulang. Petruk lari ke yodipati. dan membangunkan werkudoro. tapi dibangunkan berulang ulang tak bangun. petruk ingat kisah kumbokarno yg bisa bangun ketika bulu kakinya dicabut. lalu bulu kaki werkudoro dicabut. dan

werkudoro bangun. diceritakan anaknya sedang dihajar arjuna. werkudoro tenang saja sambil bilang, ah itu tugas arjuna sebagai paman untuk mengajari gatotkaca tentang kebenaran. petruk jadi bingung, lalu dia bilang gatotkaca bisa mati, werkudoro bilang biar saja, tidak masalah. Petruk tidak hilang akal menghadapi ketenangan werkudoro. dia bilang kalo harjuna mengumpat umpat dan menjelekan werkudoro ketika menyiksa gatotkaca. langsung werkudoro sangking marahnya segera berlari ke madukoro. petruk ditabrak sampai terjengkang. sampai madukoro werkudoro mengamuk dan menghajar arjuna sejadi jadinya. gantian arjuna yang harus lari ke rombongan ngamarta yang baru datang. Untung dilerai kresna dan puntadewa. ahirnya dijelaskan mengapa petruk melakukan kebohongan, semua demi gatotkaca. dan ahirnya werkudoro berdamai dengan arjuna. dan arjuna menyadari kesalahanya. pergiwa ditanya apakah bersedia menikah dengan gatotkaca. pergiwa menerima. ahirnya gatotkaca pun menikah dengan pergiwa. rombongan hastina dihajar werkudoro dan balik dengan tangan hampa ke hastinapura.

catatan: versi diatas adalah versi pernikahan gatotkaca tanpa menyertakan adegan antasena cari bapa. dalam versi lain diceritakan saat gatotkaca di kaputren muncul antasena yg mencari werkudoro ayahnya. petruk mengaku jadi werkudoro. dan ahirnya antasena membantu petruk sehingga semua jagoan hastina kalah. bahkan werkudoro dilawan dan kalah. akhirnya antredja yg menyadarkan adiknya itu bahwa yg sebenarnya werkudoro itu yg mana. akhirnya dengan gatotkaca nikah dan antasena sujud kepada werkudoro ayahnya.

Alap-alap Larasati.

Kyai Antagopa yang bertempat tinggal di Widarakandang wilayah Mandura mempunyai anak Rarasati, serta mempunyai anak angkat Bratajaya dan Narayana. Rarasati telah dewasa dan cantik maka banyak pria yang melamar. Agar ia mendapatkan suami yang terhormat maka kakaknya, yakni Udawa mengadakan sayembara perang tanding, ia sendiri jagonya. Banyak para raja dan pangeran yang melamar termasuk Jayapitana putra mahkota dari Astina yang telah mendapat restu Drestarastra. Ia datang ke Widarakandang bersama Sengkuni, Dursasana, Jayadrata mencoba memasuki sayembara perang tetapi Suyudana kalah. Sementara Arjuna diberitahu oleh Abiyasa bahwa Dewi Rarasati itu diperuntukan kepadanya, oleh karena itu ia diperintah untuk segera datang di Kademangan Wirakandang. Semar memberikan nasehat agar Rarasati dilarikan tetapi Arjuna menolak dan memutuskan akan mengikuti sayembara perang.

Setelah tiba di Widarakandang sebenarnya ia merupakan tamu yang ditungu-tunggu, tetapi Arjuna tetap akan mengadakan perang tanding. Narayana mentertawakan dan mengatakan bahwa sayembara itu hanya tipu muslihat Udawa agar supaya Dewi Rarasati tidak diambil orang lain, karena menurut dewa, Rarasati telah ditentukan sebagai istri Permadi. Arjuna tidak senang mendengar keterangan itu dan ia tetap ingin perang tanding. Sekarang perang tanding dimulai dan akhirnya Udawa kalah dan Udawa me-nyerahkan Rarasati kepada Arjuna.

Antarejo takon sopo bapa

Di kerajaan Astina Prabu Nagabagendo, Begawan Durna menghadap Prabu Duryudana, oleh Begawan Durna dikatakan bahwa anak muridnya yang bernama Nagabagendo bersedia menjadi duta untuk membinasakan Pandawa. Setelah semua mufakat, berangkatlah Begawan Durna diiringi Prabu Nagabagendo menuju negeri Amarta, namun diperjalanan bertemu dengan R. Sentyaki dan R. Udawa kesatria dari Dwarawati. Setelah mengetahui bahwa Prabu Nagabagendo akan menjadi perusuh dan membahayakan keluarga Pandawa, kedua satria tersebut lalu berperang dengan Prabu Nagabagendo dam kedua satria digertak Prabu Nagabagendo, R. Udawa jatuh dilapangan negeri Amarta dan R. Sentyaki jatuh di negeri Amarta. Begitu R. Sentyaki mendapat dirinya berada di negeri Amarta, segera melaporkan akan mara bahaya yang akan menimpa pihak Pandawa, belum selesai melaporkan kejadian yang dialami

pihak Pandawa, datang Prabu Nagabagendo untuk merebut kekuasaan Amarta, maka terjadilah peperangan dan pihak Pandawa tak ada yang dapat mengalahkan kesaktian Prabu Nagabagendo.

Akhirnya berdasarkan saran Prabu Kresna, bahwa yang dapat mengalahkan Prabu Nagabagendo adalah kesatria yang berkulit sisik seperti ular, maka R. Angkawijaya ditugaskan untuk mencari satria yang dimaksud. Sementara itu di sumur Jalatunda, R. Pudak Kencana menghadap kakeknya, Sang Hyang Hanantaboga untuk diberitahu siapa sebenarnya ayahnya dan dimana berada. Oleh Sang Hyang Hanantaboga diberitahu bahwa ayahndanya ada di negeri Amarta bersemayam di Kasatrian Jodipati. Dengan diiringi kakeknya, R. Pudak Kencana pergi menuju kasatrian Jodipati dan di tengah jalan bertemulah ia dengan R. Angkawijaya yang sedang mencari jago untuk melawan Prabu Nagabagendo. Sesampainya di negeri Amarta, R. Pudak Kencana bertemu dengan R. Werkudara, namun R. Werkudara akan mengakui sebagai anaknya bila mampu membinasakan Prabu Nagabagendo. Akhirnya R. Pudak Kencana berperang melawan Prabu Nagabagendo dan binasa, oleh kakeknya R. Pudak Kencana dapat dihidupkan kembali dengan air kehidupan yang disebut Tirta Kamandanu serta R. Pudak Kencana diberi kesaktian Ajian Upas Onto. Dengan kesaktian Upas Onto, R. Pudak Kencana dapat membinasakan Prabu Nagabagendo dan bala tentara Kurawa dapat dikalahkan oleh Pandawa beserta putra-putranya. Dengan kematian Prabu Nagabagendo negeri Amarta menjadi aman, tentram dan damai serta R.Pudak Kencana menjadi bagian keluarga besar Pandawa dan beralih nama R.Antareja.

Antasena Rabi

Prabu Duryudana, Prabu Baladewa, patih Sangkuni dan R.Tirtanata sedang bersidang di Balairung istana Astina untuk membahas pelaksanaan perkimpoian putra mahkota negeri Astina R. Suryakusuma dengan Dewi Janaka yang telah dipersuntingkan dan dipertunangkan dengan R. Antasena putra R. Werkudara.Prabu Duryudana percaya dengan kelihaian Pendeta Durna bahwa pertunangan Dewi Janakawati dengan R. Antasena dapat digagalkan yang akhirnya Dewi Janakawati akan dipersandingkan dengan R. Suryakusuma. Prabu Kresna sedang bingung atas permintaan putranya Samba untuk dikimpoikan dengan Janakawati, mengingat Dewi Janakawati telah dipertunangkan dengan R. Antasena putra Werkudara. Prabu Dasa Kumara raja negeri Krenda Bumi juga tergila-gila dengan Dewi Janakawati dan ingin memperistri, maka dengan diikuti adiknya Prabu Dewa Pratala beserta bala tentaranya pergilah Prabu Dasa Kumara menuju Kasatrian Madukara.

R. Janaka menghadapi banyaknya pelamar yang ingin mempersunting putrinya Dewi Janakawati, akhirnya diadakan sayembara bertanding, dengan ketentuan siapa yang kalah dipersilahkan pulang kenegeri asalnya, dan barang siapa berbuat curang dinyatakan pihak yang kalah. Maka R. Samba, R. Suryakusuma, Prabu Dasa Kumara dan R. Antasena saling berhadapan mengadu kesaktian. Yang akhirnya R. Antasena memenangkan sayembara untuk memiliki Dewi Janakawati. Melihat R. Antasena yang tidak berhias dan bersehaja, Dewi Janakawati tidak mau dipersandingkan, akhirnya R. Janaka dengan senjata Kyai Pamuk menhajar R. Antasena dan keanehan terjadi bahwa R. Antasena tidak binasa dan luka terkena senjata R. Janaka justru sebaliknya menjadi kesatria yang tampan, gagah dan perkasa sehingga Dewi Janakawati bersedia dipersandingnya perkimpoian Dewi Janakawati dengan R. Antasena, Prabu Dewa Pratala mengamuk di kesatrian Madukara sebab kakandanya Prabu Dasa Kumara telah ditolak lamarannya memperistri Dewi Janakawati tetapi hal ini bisa ditangani oleh putra Pendawa. Prabu Dewa Pratala yang mengamuk dapat dikalahkan R. Antasena dan melarikan diri sambil menculik Dewi Pergiwati istri Gatotkaca yang akhirnya terjadilah saling kejar mengejar diangkasa dan Prabu Dewa Pratala dapat dibinasakan R. Gatotkaca. Dengan binasanya Prabu Dewa Pratala negeri Amarta menjadi tenang dan R.Suryakusuma beserta pengiringnya kembali ke negeri Astina, Prabu Kresna dan R.Samba juga kembali ke negeri Dwarawati.

Karna Tanding

Raden Arjuna, satria panengah Pandawa telah berganti busana bagai seorang Raja, mengenakan busana keprabon. Karena keahlian Prabu Kresna dalam ndandani sang adik ipar Arjuna pada kali ini jika diamati tidak ada bedanya dengan kakak tertuanya Adipati Karno. Saking miripnya, Arjuna dan Karno ibarat saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana Arjuna yang mana Basukarno kala itu. Kedua senopati perang telah bersiap di kereta perang masing – masing. Basukarno dikusiri oleh mertuanya Prabu Salya. Basukarno tahu bahwa Prabu Salya tidak dengan sepenuh hatinya dalam mengendalikan kereta perangnya. Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya dalam mendukung Kurawa dalam perang ini. Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa meskipun jasadnya di pihak Kurawa. Karena putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, maka dengan keterpaksaan yang dipaksakan Prabu Salya memihak Kurawa pada perang besar ini. Meskipun demikian, berulang kali sebelum perang terjadi Prabu Salya membujuk Duryudono agar perang ini dibatalkan. Bahkan dengan memberikan Kerajaan Mandaraka kepada Duryudono pun, Prabu Salya merelakan asal perang ini tidak terjadi. Namun tekat dan kemauan Duryodono tidak dapat dibelokkan barang sejengkal pun. Tekad Duryudono yang keras dan kaku ini juga karena dukungan Adipati Karno yang menghendaki agar perang tetap dilaksanakan. Adipati Karno, berkepentingan dengan kelanjutan perang ini demi mendapatkan media balas budi kepada Duryudono dan kurawa yang telah mengangkat derajatnya dan memberikan kedudukan yang terhormat sebagai Adipati Awangga yang masih bawahan Hastina Pura. Maka latar belakang ini pula yang menambah kebencian Salya kepada menantunya, Adipati Karno.

Di seberang sana, Kresna telah bersiap sebagai kusir Arjuna. Kereta Kerajaan Dwarapati Kyai Jaladara telah siap menunaikan tugas suci. Delapan Kuda penariknya bukanlah turangga sewajarnya. Kedelapan kuda itu adalah kuda – kuda pilihan Dewa Wisnu yang dikirim dari Kahyangan untuk melayani Sri Kresna. Turangga – turangga itu telah mengerti kemauan dari tuannya, bahkan jika tanpa menggunakan isyarat tali kekang pun. Berbagai medan laga telah dilalui dengan kemengan – demi kemenangan. Bahkan saat Raden Narayana, Kresna di waktu muda, menaklukkan Kerajaan Dwarawati ketika itu. Atas permintaan Prabu Kresna, Arjuna menghampiri dan menemui Adipati Karno untuk mengaturkan sembah dan hormatnya. Dengan menahan tangis sesenggukan Arjuna menghampiri kakak tertuanya ”Kakang Karno salam hormat saya untuk Kakanda. Kakang, jangan dikira saya mendatangi Kakang ini untuk mengaturkan tantangan perang. Kakang, dengan segala hormat, marilah Kakang saya iringkan ke perkemahan Pandawa kita berkumpul dengan saudara pandawa yang lain layaknya saudara Kakang…” Adipati Karno ”Aduh adikku, Arjuna…Kakang rasakan kok kamu seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Menahan tangis sesenggukkan, karena perbuatan sendiri. Adikku yang bagus rupanya, tinggi kesaktiannya, mulya budi pekertinya. Sudah berapa kali kalian dan Kakang Prabu Kresna membujuk Kakang untuk meninggalkan Astina dan bersatu dengan kalian Para Pandawa. Aduh..adikku, jikalau aku mau mengikuti ajakan dan permintaan itu, Kakang tidak ada bedanya dengan burung dalam sangkar emas. Kelihatannya enak, kelihatannya mulia, kelihatannya nyaman. Tapi adikku, kalau begitu, sejatinya Kakang ini adalah seorang pengecut, seseorang yang tidak dapat memegang omongan dan amanah yang telah diniatinya sendiri. Adikku…bukan dengan menyenangkan jasad dan jasmani Kakang jikalau kalian berkehendak membantu Kakang mencari kebahagiaan sejati. Adikku..Arjuna, jalan sebenarnya untuk mendapatkan kebahagiaan sejatiku adalah dengan mengantarkan kematianku di tangan kalian, sebagai satria sejati yang memegang komitmen dan amanah yang Kakang menjadi tanggung jawab Kakang. Oleh karena itu Adikku, ayo kita mulai perang tanding ini layaknya senopati perang yang menunaikan tugas dan tanggung jawab yang sejati. Ayo yayi, perlihatkan keprigelanmu, sampai sejauh mana keprawiranmu, keluarkan semua kesaktinmu. Antarkan kakangmu ini memenuhi darma kesatriaannya. Lalu sesudah itu, mohon kanlah pamit Kakang kepada ibunda Dewi Kunti. Mohonkan maaf kepadanya, dari bayi sampai tua seperti ini belum pernah sekalipun mampu membuatnya mukti bahagia meskipun hanya sejengkal saja.” ”Aduh Kakang Karno yang hamba sayangi, adinda mohon maaf atas segala kesalahan. Silakan Kakang kita mulai perang tanding ini”

Setelah saling hormat antara keduanya, perang tanding kedua senopati perang yang mewakili kepentingan berbeda namun demi prinsip yang sama secara substansi itu dimulai. Keduanya mengerahkan segala kemampuan perang darat yang dimiliki. Sekian lama adu jurus kanuragan ini berlangsung. Saling menerjang, saling menghindar dan berkelebat ibarat burung Nasar yang menyasar mangsanya di daratan. Bagi siapa yang melihat, keduanya sama – sama prigel, keduanya sama – sama tangkas dan keduanya sama – sama sakti. Kelebat mereka demikian cepat seperti kilat. Ribuan prajurit kedua pihak menghentikan pertempuran demi melihat hebatnya adegan perang kedua satria bersaudara ini. Namun bagi mereka yang melihat, kabur sama sekali tidak mampu membedakan yang mana Arjuna dan yang mana Karno. Keduanya mirip, keduanya menggunakan busana yang sama. Perawakan dan pakulitannya sama. Hanya desis suara masing – masing yang sesekali terucap yang membedakan keduanya. Perkelahian tangan kosong ini telah berlangsung sampai matahari sampai di tengah kubah langit. Tidak ada yang kalah tidak ada yang unggul sampai sejauh ini. Keduanya menyerang dengan sama baik, keduanya menghindar dengan sama sempurna. Keduanya menghunus keris masing – masing. Pertarungan tangan kosong dilanjutkan dengan pertarungan dengan senjata keris. Karno memulai dengan menerjang mengarahkan keris ke ulu hati Arjuna. Secepat kilat arjuna menghindar melompat vertikal layaknya belalang menghindar dari sergapan burung pemangsa, Keris Adipati Karno menerjang sasaran hampa, berkelebat berkilat diterpa sinar panas matahari tengah hari. Sejurus kemudian posisi mereka saling bertukar, Arjuna kini menyerang, leher Karno menjadi incaran. Demikian cepat tusukan ini menerobos udara panas menerjang leher Adipati Karno. Namun Adipati Karno tidak kalah cepat dalam berkelit, digesernya leher dan kepalanya menyamping kiri. Tidak hanya menghindar yang dilakukan, penyeranganpun dapat dilakukannya. Sambil menyempingkan badan dan kepalanya ke kiri, tangan kirinya mengirimkan pukulan ke dan mengenai bahu kanan Arjuna. Sedikit terhuyung Arjuna saat mendaratkan kakinya di tanah, meskipun tidak sampai membuatnya roboh. Adipati Karno tersenyum kecil, melihat adiknnya terhuyung. Kini keduanya saling menerjang dengan keris terhunus di tangan. Masing – masing mencari sasaran yang mematikan sekaligus menghindar dari sergapan lawan. Adu ketangkasan keris ini berlangsung sampai matahari condong ke barat, hampir mencapai paraduannya di akhir hari. Tidak ada yang cedera dan mampu mencedarai, tidak ada yang kalah dan mampu mengalahkan.

Keduanya memutuskan perang tanding dilanjutkan dari atas kereta. Arjuna sekali melompat sudah sampai pada kereta Jaladara. Demikian juga Karno, sekali langkah dalam sekejap sudah bersiap di kereta perangnya. Di kereta perang Karno, Karno meminta nasehat sang mertua ”Rama Prabu, saya tidak dapat mengalahkan Arjuna saat perang di daratan Rama” ”Karno, aku ini hanyalah Kusir, tanggung jawabku hanyalah mengendalikan kuda. Asal kudanya tidak bertingkah tugasku selesai.” ”Iya benar Romo, namun putra paduka ini mohon pengayoman Rama Prabu Salya” ”E lah, apa kamu lupa kondangnya Raja Awangga itu kalau perang menerapkan kesaktian aji Naraca Bala” ”Terimakasih Rama”

Adipati Karna menyiapkan anak panah dengan ajian Naraca Bala, begitu dilepaskan dari busurnya terjadilah hujan panah yang mengerikan. Kyai Naraca Bala yang telah ditumpangkan pada anak panah menyebabkan anak panah terlepas dan menjadi hujan ribuan anak panah di udara. Anak panah itu berkilatan seperti kilat menjelang hujan turun di musim pancaroba. Tidak cukup itu, ribuan anak panah itu juga mengandung racun mematikan. Jangankan menghujam ke tubuh, hanya menyenggol kulit pun dapat mengakibatkan kemaitan. Tidak heran para prajurit lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari hujan anak panah itu. Pun demikian ratusan prajurit menemui ajal tanpa mampu menyelematkan diri. Namun di sisi lain, Arjuna adalah satria kinasih Dewata dengan kesaktian tanpa tanding. Meski terkena ratusan anak panah Naraca Bala, tiada gores sedikitpun kulit sang Panengah Pandawa. Baginya ratusan anak panak yang menghujam ke tubuhnya tiada beda dirasakan layaknya digiit semut hitam. Penasaran Adipati Karno melihat kesaktiannya tidak berarti apa – apa bagi Arjuna, maka dihunusnya Anak Panak Kunta Drewasa pemberian Dewa Surya. Jagad sudah mendengar bagaimana kesaktian anak panah ini, jangankan tubuh manusia gunung pun akan hancur lebur jika terkena anak panah ini. Secepat kilat anak panah Kunta Drewasa sudah terpasangkan di busurnya. Seperti halnya Arjuna, keahlian Karno dalam memanah tiada

tanding di dunia ini. Jangankan sasaran diam, nyamuk yang terbang pun dapat dipanah dengan tepat oleh Sang Adipati. Prabu Salya, hatta melihat anak panah sudah siap dilepaskan dan dapat dipastikan tidak akan bergeser seujung rambutpun dari sasaran leher Arjuna, timbul rasa dengki dan serik nya kepada Karno. Prabu Salya tidak rela anak – anaknya Pandawa kalah dalam perang ini. Maka disentaknya kendali kerata perang bebarengan dengan dilepaskannya Kunta Drewasa, akibatnya kureta perang mbandang tidak terkendali. Tangan Karno pun goyah, dan lepasnya anak panah meleset dari sasaran. Di sisi lain, Kresna adalah kusir bukan sembarang Kusir. Penghlihatannya sangat presisi, dia tahu apa yang akan dilepaskan oleh Karno. Dia tahu kesaktian dan apa yang akan terjadi kepada Arjuna jika Kunta Drewasa tepat mengenai sasarannya. Maka dihentaknya kereta kuda dengan kaki dan kesaktannya. Roda kereta amblas dua jengkal menghujam bumi. Anak panah Kunta Drewasa terlepas, namun meleset dari leher dan mengenai gelung rambut Arjuna. Jebolnya gelung rambut Arjuna disertai dengan lepasnya topong keprabon yang dikenakannya.

Malu Arjuna karena gelung rambutnya ambrol dan topongnya terlepas. Dia juga was – was jangan – jangan ini pertanda kekalahannya dalam perang tanding ini. Namun Kresna sekali lagi, bukan hanya pengatur strategi dan penasehat perang bagi Pandawa. Dia juga adalah pamong dan guru spiritual para Satria Pandawa. Dihiburnya Arjuna bahwa ini hanyalah risiko perang. Disambungnyanya rambut Arjuna dengan rambutnya sendiri. Digantikannya topong harjuna dengan yang lebih bagus. ”Arjuna…,kelihatannya ini sudah sampai waktunya Adi Prabu Karno menyelesaikan darma baktinya. Semoga Tuhan menerima bakti dan darmanya adikku. Siapkanlah anak panah pasopati yang busurnya berupa bulan tanggal muda itu. Kiranya itu yang akan menjadi sarana menghantarkan Kakangmu Karno menuju kebahagiaan sejatinya” ”Sendiko dawuh Kakanga Prabu, mohon do’a restu Kakang Prabu”

Arjuna menghunus Panah Kyai Pasopati yang anak panahnya berbentuk bulan sabit. Ketajaman bulan sabit ini tidak ada makhuk jagad yang meragukannya. Galih kayu jati terbaik di jagad pun akan teriris layaknya kue lapis diterjang pisau cukur. Arjuna adalah satria dengan tingkat keahlilan memanah mendekati sempurna. Ibaratnya, Arjuna mampu memanah sasaran dengan membelakangi sasaran itu. Dia membidik bukan dengan mata lahirnya namun dengan mata batinnya. Oleh karena itu, meski matanya ditutup rapat dengan kain hitam berlipat – lipat, dia akan mampu mengenai sasaran dengan tepat.

Sekarang anak panah telah siap di busurnya. Ditariknya tali busur, dikerahkan segala konsentrasinya, dibidiknya leher Sang Kakak, Adipati Karno. Dalam konsentrasi yang dalam ini, sebentar – sebentar dia menarik napas. Sebentar – sebentar menata hati dan pikirannya. Saat ini yang dituju anak panah adalah leher Adipati Karno. Saudara sekandung lain bapak. Bagaimanapun, susunan tulang, urat, darah dan leher itu dari benih yang sama dengan lehernya. Darah yang mengalir pada Karno adalah dari sumber yang sama dengan darahnya. Putih tulang leher itu dari jenis yang sama dengan putih tulangnya. Urat leher itu, tiada beda dengan bibit pada urat lehernya. Namun, tugas adalah tugas. Darma adalah darma yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Dibulatkan tekatnya, dimantapkan hatinya bahwa bukan karena ingin menang dan ingin mengalahkan dia melakukan ini. Ditetapkannya hatinya, inilah cara yang dikehandaki sang Kakak untuk membuatnya bahagia. Dalam hati dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha tunggal, agar kiranya mengampuni kesalahannya ini.

Di seberang sana, Adipati Karno tahu apa yang akan dilakukan adiknya. Dia sudah dapat mengira apa yang akan terjadi padanya. Kesaktian dan ketajaman pasopati, sudah tidak perlu diragukan lagi. Kulit dan dagingnya tidak akan mampu melawannya. Namun, tidak ada rasa takut dan khawatir yang terlihat pada ronanya menghadapi akhir hidupnya ini. Yang adalah senyum kebahagiaan, karena adik yang dicintainya yang akan mengantarkannya menemuai kebahagian sejati. Sebaliknya bukan rona takut dan pucat terpancar pada wajahnya, namun senyum manis dan bersinar wajah yang terlihat. Semakin kentara indahnya wajah sang Adipati Karno. Sang Kusir, Prabu Salya melihat apa yang akan dilakukan Arjuna. Ketakutan dan khawatir nampak pada wajah dan sikapnya. Anak panah dilepaskan dari busurnya oleh

Arjuna. ”Ssseeeettttttt”, begitu suaranya tenang setenang Karno dalam menerimanya. Lepasnya panah seperti kilatan petir dari kereta Jaladara. Secepat dia mampu, Prabu Salya melompat dari kereta mengindari bahaya. Anak panah tepat mengenai leher Adipati Karno, putus seketika. Kepala menggelinding ke tanah, badanya menyampir di kereta. Adipati Karno telah sampai pada garis akhir kesatraiannya. Dia telah mendapatkan apa yang diharapkannya. Kematian yang terhormat dalam menegakkan darma bakti satria. Basukarno adalah satria sejatinya satria. Duka menyelimuti Kurusestra dari pihak Pandawa. Lagi mereka kehilangan saudara yang dicintainya. Meskipun Karno di pihak musuh, sejatinya dia adalah saudara kandung mereka. Tidak terkira bagaimana pedih dan perih yang dirasakan Dewi Kunti. Semenjak lahir, anak sulungnya itu telah dibuangnya ke Sungai Gangga. Jangankan memelihara dan membesarkan, menyusui dan membelai bayinyapun tidak pernah dirasakannya. Belasan tahun dia tidak pernah mendengar kabar lagi mengenai anaknya. Setelah sekian belas tahun tidak ada khabar berita, begitu berjumpa anaknya telah memihak musuh Pandawa, anak – anaknya yang lain. Sekarang saat perang ini terjadi, putra bungsunya telah menjadi bangkai di tangan Arjuna anaknya yang lain.

Arjuna bertapa di gunung Indrakila

Bajra adalah tempat liburan yang menyenangkan. Selain bisa bermain bebas di sawah, tiap malam selalu ada acara bercerita dari Ratu Kompyang. Perlu diketahui, kita ini dari keluarga Brahmana. Karena itulah nama papa IBM atau Ida Bagus Made Jaya Martha. Ratu Kompyang adalah pedanda atau pemimpin upacara agama Hindu. Ratu kompyang orangnya pendiam, jarang bicara, setiap hari rajin membaca dan menulis di buku atau kadang-kadang di daun lontar. Banyak sisia – atau orang-orang yang datang minta di selesaikan upacaranya. Biasanya mereka di terima di Bale Bertiang Sembilan yang ada di tengah-tengah halaman rumah. Semuanya duduk bersila di lantai balai-balai tersebut, berdialog kebanyakan masalah budaya dan agama. Terkadang-kadang papa disuruh bantuin membersihkan lontar menggunakan buah kemiri dibakar lalu ditumbuk. Minyaknya di oleskan ke permukaan daun lontar, sehingga torehan di atas daun lontar menjadi jelas dan juga lontar menjadi lemas tidak mudah patah.Akibat hobi membersihkan lontar waktu kecil, maka papa tertarik mengerjakan skripsi sarjana S1 waktu di Teknik Informatika ITB dengan judul Teks Editor Berhuruf Bali.

Pada malam hari, acara menarik lain dengan Ratu Kompyang adalah bercerita. Acara ini berlangsung sampai kami mengantuk. Ceritanya macem-macem dan berganti-ganti setiap malam. Kebanyakan ceritanya dari Mahabrata atau Ramayana. Tapi ada satu cerita yang diceritakan berulang kali, dan menurut saya paling seru dan paling banyak di minati. Yaitu Arjuan Bertapa di Gunung Indrakila. Alkisah sang arjuna di suruh bertapa di puncak gunung Indrakila. Dia bertapa untuk mendapatkan anugrah dari Hyang Widhi, agar dapat digunakan untuk mengarungi bahtera kehidupan. Dalam perjalanan, di kaki gunung indrakila, arjuna di hadang oleh babi hutan. Babi hutan itu menyeruduk arjuna, menanduk, menyepak sehingga kewalahan. Kemana arjuna lari tetap dikejar. Akhirnya Sang Arjuna melompat agak jauh, memasang anak panah pada gendawanya, dan membidik tepat ke perut babi itu. Ceeep …. babi itu tewas seketika. Setelah mengalahkan babi, Arjuna melanjutkan perjalanan mendaki gunung itu. Dalam pendakian, setelah menyeberang sungai nan jernih dan indah, tiba-tiba Arjuan dikejutkan oleh ular berkepala dua yang menghadang perjalanannya. Singkat cerita, dia diserang, dipatuk di lilit. Ekor ular di pegang Arjuna, kepalanya mematuk dia. Kepala yang satu di pegang, kepala lain menubruk dari belakang. Arjuna kerepotan, kembali dia melompat menjauh, sambil merapal mantra memasang dua anak panah sekaligus pada busurnya. Anak panah melesat, langsung menembus dua kepala yang dimiliki oleh si ular. Ular lemas tergeletak tak berdaya. Ular telah dikalahkan, arjuna beristirahat lalu mandi di tengah telaga nan jernih. Sehabis mandi dia tersentak melihat Goa di tepi telaga. Lalu dia melewati goa itu, yang ternyata rumah seorang raksasa sakti mandraguna. Sang raksasa bangun mencium bau adanya manusia. Dan dia marah, karena Arjuna telah berani mandi di telaga miliknya. Arjunapun marah mendengar kata-kata kasar dari raksasa lalu menantangnya untuk berkelahi. Sang Raksasa wajahnya merah, rambutnya

gimbal, mata melotot dan taringnya tajam. Mereka sama saktinya. Masalahnya adalah, ketika raksasa itu dipukul oleh arjuna, bukannya tambah loyo, bahkan tambah kuat. Di panah tidak mempan. Di pukul pake batang kayu, malah tambah kuat dan garang. Arjuna kehilangan akal. Lalu dia melompat ke belakang, lalu dia duduk mencakupkan tangan, hening, memusatkan pikiran dan pasrah pada kehendak Sang Pencipta. Anehnya raksasa itu makin kecil, kecil, kecil akhirnya hilang.

Perjalanan dilanjutkan sampai ke puncak gunung Indrakila. Di sanalah Arjuna bertapa dengan khusus, memohon berkah dari Hyang Manon. Di tengah upaya tapanya, datanglah goodaan bidadari supraba yang diutus oleh Bhatara Guru. Arjuna tak tergoda, akhirnya Sang Hyang Siwa berkenan datang ke hadapan Arjuna dan memberikan panah yang disebut Panah Pasopati. Panah Pasopati itu adalah senjata ampuh arjuna, ketika menjadi panglima saat perang Bharatayudha. Tancep Kayon. Cucu-cucu pada bubar. Cerita ini sangat membekas di hati papa. Dan ketika sudah besar papa renungkan cerita itu, ternyata ada makna yang dalam di balik cerita seru tadi. Inilah interpretasi papa : Babi adalah lambang keserakahan. Serakah adalah sifat umum manusia. Manusia yang berhati serakah, diberi seluruh kekayaan bumipun tidak merasa puas. Ingat film James Bond – World is not enough. Karena itulah, bekal untuk mengarungi kehidupan adalah kemampuan kita untuk mengendalikan atau bahkan mematikan keserakahan itu. Berikutnya adalah ular berkepala dua, yang jadi simbul dengki iri hati. Makanya orang yang licik itu, terkadang disebut ular berkepala dua. Dalam melaksanakan hidup, kita terkadang memiliki rasa iri hati yang semuanya itu berasal dari pikiran kita. Atau juga kita terkadang menghadapi orang dengki iri hati. Orang iri ini sangat berbahaya, mulutnya manis, tapi bisa nikam dari belakang. Karena itulah, pikiran iri hati harus di-”bunuh” dan orang dengkipun harus “dibunuh” pikiran dengkinya. Setelah masalah iri hati, berikutnya raksasa yang menjadi simbol amarah. Raksasa berwajah merah rambut gimbal taring tajam adalah lambang kemarahan. Kemarahan kalau dilawan dengan marah, bagaikan api disiram bensin. Kemarahan akan padam dengan sendirinya jika dilawan dengan hening, mundur selangkah lalu pasrah.

Yang terakhir, godaan di puncak gunung adalah nafsu birahi. Begitu banyak orang yang sedang berada di puncak kekuasaannya, tergelincir karena nafsu birahi. Berat sekali cobaan yang dihadapi oleh Arjuna untuk mendapatkan panah pasopati. Cerita anak-anak yang seru itu, ternyata mengandung banyak arti yang bisa memberikan saya penyuluh hidup bertahun-tahun kemudian. Kini Ratu Kompyang sudah meninggal, namun cerita Arjuna Bertapa di Gunung Indrakila, menjadi kenangan indah yang tak terlupakan. Papa berharap, semoga papa bisa seperti Ratu Kompyang, bercerita lucu dan seru, namun tidak meninggalkan nilai-nilai moral yang bisa digunakan sebagai pegangan hidup.

Arjuna Papa

Di istana Astina, dihadapan patih Sakuni, prabu Suyudana berkata, “Pamanda patih Sakuni, sesudahnya adinda Arjuna mati diracun, iba rasa hatiku, sekarang kuperintahkan, kepada ratu sabrang prabu Jayasutikna hendaknya dapat memusnahkan para Pandawa, jika terlaksana, akan kupenuhi permintaannya meminang ananda Dewi Lesmanawati”, berangkatlah patih Sakuni, resi Durna, dan para Kurawa untuk menyampaikan pesan prabu Suyudana. Hyang Baruna beserta puterinya retna Suyakti, iba rasa hatinya melihat Arjuna terapung-apung disamudera, berkatalah, “Wahai, raden Arjuna, kusembuhkan raden dari perbuatan para Kurawa yang meracuni raden, baiklah raden segera berangkat ke Sigrangga. Adapun putramu Abimanyu dan Irawan, telah berada di Astina”, sembuhlah raden Arjuna dari keracunannya, sambil mengucapkan terimaksih, berangkatlah Arjuna ke gua Srigangga.

Pula telah berkumpul, Sri Kresna dengan prabu Yudistira, Nakula, Sadewa dan Werkudara, kesemuanya akan menuju ke istana Astina, tak lain akan mencari Arjuna, demikian pula Gatutkaca, Anantasena, kesemuanya telah berangkat untuk mencari pamandanya Arjuna. Dewi Banowati terperanjat hatinya melihat raden Arjuna sudah ada di kamarnya, setellah berbincang-bincang, masuklah raden Abimanyu dan Irawan, dengan isyarat darii ayahandanya, diseyogyakan menuju ke ruangan lain, lajulah raden

Abimanyu ke gupit Mandragini, dan bertemulah dengan puteri ratu sabrang, Dewi Sutiknawati. Para inang pengasuh dari puteri tersebut, sangat terheran-heran melihat tindak-tanduk sang puteri Dewi Sutiknawati dan raden Abimanyu, takut jika dipersalahkan oleh prabu Jayasutikna, lajulah para inang untuk melapor. Sri Suyudana, prabu Jayasutikna dan para Kurawa lengkap di istana sedang mereka berbincang-bincang, masuklah inang Dewi Sutiknawati, melaporkan, bahwasanya di gupit Mandragini terdapat pencuri, tak ada lain, mencuri asmara Dewi Sutiknawati. Marahlah Suyudana, demikian pula Jayasutikna, majulah mereka dengan maksud akan menangkap si pencuri, ikut serta pula para Kurawa dibelakangnya. Perang terjadi sangat ramai, Prabu Jayasutikna akhirnya mati terbunuh oleh raden Arjuna, Suyudana akhirnya meminta maaf, Pandawa bersedia pula memaafkannya. Prabu Duryudana, Druna dan Patih Sengkuni membuat kesepakatan akan mengundang Pandawa ke Astina untuk jamuan makan. Namun dibalik itu sebenarnya Pandawa akan diracuni agar mati semua. Pandawa datang di Astina memenuhi undangan serta tidak menduga akan adanya akal busuk yang dirancang Sengkuni. Para Kurawa gembira akan kedatangan Pandawa dan setelah menyantap makanan para Pandawa jatuh ke tanah dan mati.

Suyudana memerintahkan agar jenazah Bima dibuang ke sumur Jalatunda, lalu jenazah Arjuna dilempar ke tengah samudera, sedangkan jenazah Yudistira, Nakula, dan Sadewa dimasukkan ke Gua Sigrangga. Jenazah Arjuna yang terapung-apung di lautan terlihat oleh Sang Hyang Baruna dan putrinya yakni Suyakti (istri Arjuna) pada waktu Arjuna membunuh raja raksasa Kala Roga dari Kerajaan Guadasar. Sebagai balas jasa maka Arjuna dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Baruna dan diperintah untuk pergi ke Gua Sigrangga. Arjuna segera menuju ke Gua Sigrangga dan di sana bertemu dengan Dewi Suparti istri Sang Hyang Antaboga yang sedang menunggui jenazah Yudistira, Nakula, dan Sadewa. Arjuna meminta agar saudara-saudaranya dihidupkan kembali dan permohonan itu dikabulkan. Tidak lama Bima juga datang di tempat itu setelah dihidupkan kembali oleh Hyang Antaboga pada waktu ia berada di sumur Jalatunda.

Kala Benda Gugur

Kala bendana adalah anak terahir dr prabu tremboko yaitu penguasa pringgondani yang gugur di tangan prabu pandu dewanata dari hastinapura. kala bendana juga adik dari arimbi istri dari bima yang melahirkan gatotkaca. bentuk kala bendana adalah raksasa cilik atau cebol. dimana memiliki kelebihan dan keutamaan tidak bisa berbohong dan cenderung membela kebenaran. pada kisah pemberontakan brajadenta, kala bendana menjadi temens etia gatotkaca dan brajamusti. dimana kala bendana sendiri datang bersama brajamusti untuk mengingatkan bahwa tindakan saudaranya itu merebut tahta pringgondani dari keponakanya gatotkaca adalah tidak syah.Kala bendana dikisahkan memiliki akhir hidup yang tragis. saat itu negeri plangkawati sedang dilanda kesedihan karena sang pangeran abimanyu penguasa kesatrian plangkawati menghilang. istrinya siti sundari putri dari dwarawati merasa sangat sedih. saat itu yang menemani adalah gatotkaca dan kala bendana. merasa ditangisi setiap hari oleh siti sundari sambil curhat soal hilangnya abimanyu membuat kala bendana sangat sedih dan pamit mencariw arta atau kabar. maka berjalanlah kala bendana mencari kabar dimana angkawijaya atau abimanyu berada. Di negeri mastsyapati ternyata abimanyu baru aja menikah dengan utari yang kalo diurut umurnya jauh lebih tua dan bisa disebut neneknya. tetapi karena dewi utari jago spiritual maka disebutkan sang dewi awet muda. dan menurut hyang bhatara kresna sendiri, wiji mahkota para raja hanya bisa disemai di rahim dewi utari. ketika sedang berkasih kasih datanglah kala bendana. sampe disana karena kala bendana tak bisa berbohong dia hampir saja membocorkan bahwa abimanyu sudah punya istri. tapi oleh abimanyu kala bendana diusir dengan ditusuk keris, sampe ahirnya kala bendana pun lari pulang ke plangkawati. Saat itulah utari curiga dan berkata pada abimanyu. jika abimanyu sudah punya garwa pun akan diterima sebagai saudara oleh utari. tapi dasar abimanyu malah ebrbohong bahkan bersumpah akan mati dikeroyok perawan 1000 jika bohong, tapi kepleset lidahnya jadi bersumpah akan mati dikeroyok panah seribu. dan jagad nyakseni, jagad

mendengar itulah karma abimanyu. mati dalam perang bharata yudha dengan keadaan dikeroyok panah 1000 sampe tak ada sisa di tubuhnya yang tak kemasukan panah. hati hatilah dalam bersumpah!! jangan lalai terutama dalam keadaan bergembira.

kala bendana pulang ke plangkawati. disana gatotkaca menemani siti sundari. siti sundari bergembira menyambut kala bendana dan menanyakan bagaimana kabar abimanyu. kala bendana aka mengucap tapi di halang halangi oleh gatotkaca dengan kasar. tapi kala bendana yang tak bisa berbohong merasa bahwa kebenaran harus diungkapkan apapun resikonya. ketika kala bendana mengucap abimanyu ada di negera matsyapati langsung gatotkaca karena kesalnya mengayunkan tanganya ke kepala kala bendana. tak dinyana tak diduga, kepala pamanya itu langsung hancur berantakan. tak sadar gatotkaca sudah melakukan pembunuhan kejam kepada pamanya sendiri. Saat itu kala bendana badanya moksa, hilang mayatnya bersama rohnya. terdengar suara “anaku gatotkaca, aku sebenarnya sudah masuk sorga. tapi aku ga rela jika aku masuk sendirian. karena cintaku padamu maka aku akan tunggu engkau gugur di perang bharatayudha. dan kita akan masuk ke sorga bersama”. gatotkaca sangat menyesal dengan kejadian ini. dan pada perang bharata yudha, kala bendana membawa konta yang dilontarkan oleh adipati karna untuk masuk menembus tubuh gatotkaca. inilah pembalasan karma gatotkaca terhadap pembunuhan pamanya kala bendana.dan ahirnya paman anak ini masuk sorga bersamaan.djogonegoro wrote on Jan 16ndilalah, abimanyu kliru mengucap, krn grogi selingkuhnya.. sehingga dlm baratayuda dia mati terpanah 1000 panah.. bukankah kisah sdh tertulis sbl terjadi.. bahkan sbl lahirpun sdh ada kisahnya.. apakah kalau tidak sumpah, panah 1000 batal tertancap.. Begitu pula gatotkaca, ndilalah sayang banget kpd abimanyu, berupaya menutupi kebohongan adiknya.. dia pukul pamannya.. mati.. dan papamnya ‘menjemput gatotkaca sat baratyuda.. dan itu disebut adil.. sing nandur bakal ngundhuh..

Bima dan Dewaruci (Serat Dewa Ruci)

Kisah Bima mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti. Dalam kisah ini termuat amanat ajaran konsepsi manusia, konsepsi Tuhan, dan amanat bagaimana manusia kembali menuju Tuhannya. Konsepsi manusia disebutkan bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Konsepsi Tuhan disebutkan bahwa Ia Yang Awal dan Yang Akhir, Hidup dan Yang Menghidupkan, Mahatahu, dan Mahabesar. Ia tan kena kinaya ngapa ‘tidak dapat dikatakan dengan apa pun’. Jalan menuju Tuhan yang ditempuh oleh Bima dalam menuju manusia sempurna disebutkan melalui empat tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa).

PENDAHULUANKisah tokoh utama Bima dalam menuju manusia sempurna dalam teks wayang Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus mengalami perjalanan batin untuk menemukan identitas dirinya. Peursen (1976:68) menamakan proses ini sebagai “identifikasi diri”, sedangkan Frans Dahler dan Julius Chandra menyebutnya dengan proses “individuasi” (1984:128). Proses pencarian untuk menemukan identitas diri ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi Man ‘arafa nafsahu faqad rabbahu. ‘Barang siapa mengenal dirinya niscaya dia akan mengenal Tuhannya’. Hal ini dalam cerita Dewaruci tersurat pada pupuh V Dhandhanggula bait 49: Telas wulangnya Sang Dewaruci, Wrekudara ing tyas datan kewran, wus wruh mring gamane dhewe, …’Habis wejangan Sang Dewruci. Wrekudara dalam hati tidak ragu sudah tahu terhadap jalan dirinya … Bagian-bagian cerita Dewaruci yang secara filosofis berkaitan dengan tahap syariat adalah sebagai berikut.

Nilai Filosofis Bima Taat kepada Guru

Tokoh Bima dalam cerita Dewaruci diamanatkan bahwa sebagai murid ia demikian taat. Sewaktu ia dicegah oleh saudara-saudaranya agar tidak menjalankan perintah gurunya, Pendeta Durna, ia tidak menghiraukan. Ia segera pergi meninggalkan saudara-saudaranya di kerajaan guna mencari tirta pawitra. Taat menjalankan perintah guru secara filosofis adalah sebagai realisasi salah satu tahap syariat.

Nilai Filosofis Bima Hormat kepada Guru

Selain taat tokoh Bima juga sangat hormat kepada gurunya. Ia selalu bersembah bakti kepada gurunya. Dalam berkomunikasi dengan kedua gurunya, Pendeta Durna dan Dewaruci, ia selalu menggunakan ragam Krama. Pernyataan rasa hormat dengan bersembah bakti dan penggunaaan ragam Krama kepada gurunya ini secara filosofis merupakan realisasi sebagian laku syariat.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Tarekat

Tarekat (Jawa laku budi, sembah cipta) adalah tahap perjalanan menuju manusia sempurna yang lebih maju. Dalam tahap ini kesadaran hakikat tingkah laku dan amalan-amalan badaniah pada tahap pertama diinsyafi lebih dalam dan ditingkatkan (Mulder, 1983:24). Amalan yang dilakukan pada tahap ini lebih banyak menyangkut hubungan dengan Tuhan daripada hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Pada tingkatan ini penempuh hidup menuju manusia sempurna akan menyesali terhadap segala dosa yang dilakukan, melepaskan segala pekerjaan yang maksiat, dan bertobat. Kepada gurunya ia berserah diri sebagai mayat dan menyimpan ajarannya terhadap orang lain. Dalam melakukan salat, tidak hanya salat wajib saja yang dilakukan. Ia menambah lebih banyak salat sunat, lebih banyak berdoa, berdikir, dan menetapkan ingatannya hanya kepada Tuhan. Dalam menjalankan puasa, tidak hanya puasa wajib yang dilakukan. Ia lebih banyak mengurangi makan, lebih banyak berjaga malam, lebih banyak diam, hidup menyendiri dalam persepian, dan melakukan khalwat. Ia berpakaian sederhana dan hidup mengembara sebagai fakir.

Bagian-bagian cerita Dewaruci yang menyatakan sebagian tahap tarekat di antaranya terdapat pada pupuh II Pangkur bait 29-30. Diamanatkan dalam teks ini bahwa Bima kepada gurunya berserah diri sebagai mayat. Sehabis berperang melawan Raksasa Rukmuka dan Rukmakala di Gunung Candramuka Hutan Tikbrasara, Bima kembali kepada Pendeta Durna. Air suci tidak didapat. Ia menanyakan di mana tempat tirta pawitra yang sesungguhnya. Pendeta Durna menjawab, “Tempatnya berada di tengah samudra”. Mendengar jawaban itu Bima tidak putus asa dan tidak gentar. Ia menjawab, “Jangankan di tengah samudra, di atas surga atau di dasar bumi sampai lapis tujuh pun ia tidak akan takut menjalankan perintah Sang Pendeta”. Ia segera berangkat ke tengah samudra. Semua kerabat Pandawa menangis mencegah tetapi tidak dihiraukan. Keadaan Bima yeng berserah diri jiwa raga secara penuh kepada guru ini secara filosofis merupakan realisasi sebagian tahap laku tarekat.

Nilai Filosofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Hakikat

Hakikat (Jawa laku manah, sembah jiwa) adalah tahap perjalanan yang sempurna. Pencapaian tahap ini diperoleh dengan mengenal Tuhan lewat dirinya, di antaranya dengan salat, berdoa, berdikir, atau menyebut nama Tuhan secara terus-menerus (bdk. Zahri, 1984:88). Amalan yang dilakukan pada tahap ini semata-mata menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Hidupnya yang lahir ditinggalkan dan melaksanakan hidupnya yang batin (Muder, 1983:24). Dengan cara demikian maka tirai yang merintangi hamba dengan Tuhan akan tersingkap. Tirai yang memisahkan hamba dengan Tuhan adalah hawa nafsu kebendaan. Setelah tirai tersingkap, hamba akan merasakan bahwa diri hamba dan alam itu tidak ada, yang ada hanyalah “Yang Ada”, Yang Awal tidak ada permulaan dan Yang Akhir tidak berkesudahan.

Dalam keadaan demikian, hamba menjadi betul-betul dekat dengan Tuhan. Hamba dapat mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya. Rohani mencapai kesempurnaan. Jasmani takluk kepada rohani. Karena jasmani takluk kepada rohani maka tidak ada rasa sakit, tidak ada susah, tidak ada miskin, dan juga maut tidak ada. Nyaman sakit, senang susah, kaya miskin, semua ini merupakan wujud ciptaan Tuhan yang berasal dari Tuhan. Segala sesuatu milik Tuhan dan akan kembali kepada-Nya, manusia hanya mendaku saja. Maut merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil kepada kebebasan yang luas, mencari Tuhan, kekasihnya. Mati atau maut adalah alamat cinta yang sejati (Aceh, 1987:67). Tahap ini biasa disebut keadaan mati dalam hidup dan hidup dalam kematian. Saat tercapainya tingkatan hakikat terjadi dalam suasana yang terang benderng gemerlapan dalam rasa lupa-lupa ingat, antara sadar dan tidak sadar. Dalam keadaan seperti ini muncul Nyala Sejati atau Nur Ilahi (Mulyono, 1978:126).Sebagian tahap hakikat yang dilakukan atau dialami oleh tokoh Bima, di antaranya ialah: mengenal Tuhan lewat dirinya, mengalami dan melihat dalam suasana alam kosong, dan melihat berbagai macam cahaya (pancamaya, empat warna cahaya, sinar tunggal berwarna delapan, dan benda bagaikan boneka gading yang bersinar).

Nilai Filosofis Bima Mulai Melihat Dirinya

Setelah Bima menjalankan banyak laku maka hatinya menjadi bersih. Dengan hati yang bersih ini ia kemudian dapat melihat Tuhannya lewat dirinya. Penglihatan atas diri Bima ini dilambangkan dengan masuknya tokoh utama ini ke dalam badan Dewaruci. Bima masuk ke dalam badan Dewaruci melalui “telinga kiri”. Menurut hadis, di antaranya Al-Buchari, telinga mengandung unsur Ketuhanan. Bisikan Ilahi, wahyu, dan ilham pada umumnya diterima melalui “telinga kanan”. Dari telinga ini terus ke hati sanubari. Secara filosofis dalam masyarakat Jawa, “kiri” berarti ‘buruk, jelek, jahat, tidak jujur’, dan “kanan” berarti ‘baik (dalam arti yang luas)’. Masuk melalui “telinga kiri” berarti bahwa sebelum mencapai kesempurnaan Bima hatinya belum bersih (bdk. Seno-Sastroamidjojo, 1967:45-46). Setelah Bima masuk dalam badan Dewaruci, ia kemudian melihat berhadapan dengan dewa kerdil yang bentuk dan rupanya sama dengan Bima sewaktu kecil. Dewa kerdil yang bentuk dan rupanya sama dengan Bima waktu muda itu adalah Dewaruci; penjelmaan Yang Mahakuasa sendiri (bdk. Magnis-Suseno, 1984:115). Bima berhadapan dengan Dewaruci yang juga merupakan dirinya dalam bentuk dewa kerdil. Kisah Bima masuk dalam badan Dewaruci ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima mulai berusaha untuk mengenali dirinya sendiri. Dengan memandang Tuhannya di alam kehidupan yang kekal, Bima telah mulai memperoleh kebahagiaan (bdk. Mulyono, 1982:133). Pengenlan diri lewat simbol yang demikian secara filosofis sebagai realisasi bahwa Bima telah mencapai tahap hakikat.

Nilai Filosofis Bima Mengalami dan Melihat dalam Suasasa Alam Kosong

Bima setelah masuk dalam badan dewaruci melihat dan merasakan bahwa dirinyatidak melihat apa-apa. Yang ia lihat hanyalah kekosongan pandangan yang jauh tidak terhingga. Ke mana pun ia berjalan yang ia lihat hanya angkasa kosong, dan samudra yang luas yang tidak bertepi. Keadaan yang tidak bersisi, tiada lagi kanan kiri, tiada lagi muka belakang, tiada lagi atas bawah, pada ruang yang tidak terbatas dan bertepi menyiratkan bahwa Bima telah memperoleh perasaan batiniahnya. Dia telah lenyap sama sekali dari dirinya, dalam keadaan kebakaan Allah semata. Segalanya telah hancur lebur kecuali wujud yang mutlak. Dalam keadaan seperti ini manusia menjadi fana ke dalam Tuhan (Simuh, 1983:312). Segala yang Ilahi dan yang alami walaupun kecil jasmaninya telah terhimpun menjadi satu, manunggal (Daudy, 1983:188). Zat Tuhan telah berada pada diri hambabnya (Simuh, 1983:311), Bima telah sampai pada tataran hakikat.Disebutkan bahwa Bima karena merasakan tidak melihat apa-apa, ia sangat bingung. Tiba-tiba ia melihat dengan jelasDewaruci bersinar kelihatan cahayanya. Lalu ia melihat dan merasakan arah mata angin, utara, selatan, timur, barat, atas dan bawah, serta melihat matahari. Keadaan mengetahui arah mata angin ini

menyiratkan bahwa ia telah kembali dalam keadaan sadar. Sebelumnya ia dalam keadaan tidak sadar karena tidak merasakan dan tidak melihat arah mata angin. Merasakan dalam keadaan sadar dan tidak sadar dalam rasa lupa-lupa ingat menyiratkan bahwa Bima secara filosofis telah sampai pada tataran hakikat. Setelah mengalami suasana alam kosong antara sadar dan tidak sadar, ia melihat berbagai macam cahaya. Cahaya yang dilihatnya itu ialah: pancamaya, sinar tunggal berwarna delapan, empat warna cahaya, dan benda bagaikan boneka gading yang bersinar. Hal melihat berbagai macam cahaya seperti itu secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah sampai pada tataran hakikat. Ia telah menemukan Tuhannya

Nilai Filosofis Bima Melihat Pancamaya

Tokoh utama Bima disebutkan melihat pancamaya. Pancamaya adalah cahaya yang melambangkan hati yang sejati, inti badan. Ia menuntun kepada sifat utama. Itulah sesungguhnya sifat. Oleh Dewaruci, Bima disuruh memperlihatkan dan merenungkan cahaya itu dalam hati, agar supaya ia tidak tersesat hidupnya.Hal-hal yang menyesatkan hidup dilambangkan dengan tiga macam warna cahaya, yaitu: merah, hitam, dan kuning.

Nilai Filosofis Bima Melihat Empat Warna Cahaya

Bima disebutkan melihat empat warna cahaya, yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih. Isi dunia sarat dengan tiga warna yang pertama. Ketiga warna yang pertama itu pengurung laku, penghalang cipta karsa menuju keselamatan, musuhnya dengan bertapa. Barang siapa tidak terjerat oleh ketiga hal itu, ia akan selamat, bisa manunggal, akan bertemu dengan Tuhannya. Oleh karena itu, perangai terhadap masing-masing warna itu hendaklah perlu diketahui.Yang hitam lebih perkasa, perbuatannya marah, mengumbar hawa nafsu, menghalangi dan menutup kepada hal yang tidak baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang tidak baik, iri hati dan dengki keluar dari sini. Hal ini menutup (membuat buntu) kepada hati yang selalu ingat dan waspada. Yang kuning pekerjaannya menghalangi kepada semua cipta yang mengarah menuju kebaikan dan keselamatan. Oleh Sri Mulyono (1982:39) nafsu yang muncul dari warna hitam disebut aluamah, yang dari warna merah disebut amarah, dan yang muncul dari warna kuning disebut sufiah. Nafsu aluamah amarah, dan sufiah merupakan selubung atau penghalang untuk bertemu dengan Tuhannya.Hanya yang putih yang nyata. Hati tenang tidak macam-macam, hanya satu yaitu menuju keutamaan dan keselamatan. Namun, yang putih ini hanya sendiri, tiada berteman sehingga selalu kalah. Jika bisa menguasai yang tiga hal, yaitu yang merah, hitam, dan kuning, manunggalnya hamba dengan Tuhan terjadi dengan sendirinya; sempurna hidupnya.

Nilai Filosofis Bima Melihat Sinar Tunggal Berwarna Delapan

Bima dalam badan Dewaruci selain melihat pancamaya melihat urub siji wolu kang warni ‘sinar tunggal berwarna delapan’. Disebutkan bahwa sinar tunggal berwarna delapan adalah “Sesungguhnya Warna”, itulah Yang Tunggal. Seluiruh warna juga berada pada Bima. Demikian pula seluruh isi bumi tergambar pada badan Bima. Dunia kecil, mikrokosmos, dan dunia besar, makrokosmos, isinya tidak ada bedanya. Jika warna-warna yang ada di dunia itu hilang, maka seluruh warna akan menjadi tidak ada, kosong, terkumpul kembali kepada warna yang sejati, Yang Tunggal.

Nilai Filosofis Bima Melihat Benda bagaikan Boneka Gading yang Bersinar

Bima dalam badan Dewaruci di samping melihat pancamaya, empat warna cahaya, sinar tunggal berwarna delapan, ia melihat benda bagaikan boneka hading yang bersinar. Itu adalah Pramana, secara filosofis melambangkan Roh. Pramana ‘Roh’ kedudukannya dibabtasi oleh jasad. Dalam teks

diumpamakan bagaikan lebah tabuhan. Di dalamnya terdapat anak lebah yang menggantung menghadap ke bawah. Akibatnya mereka tidak tahu terhadap kenyataan yang ada di atasnya (Hadiwijono, 1983:40).

Nilai Filisofis Perjalanan Bima yang Berkaitan dengan Makrifat

Makrifat (Jawa laku rasa, sembah rasa) adalah perjalanan menuju manusia sempurna yang paling tinggi. Secara harfiah makrifat berarti pengetahuan atau mengetahui sesuatu dengan seyakin-yakinnya (Aceh, 1987:67). Dalam tasawuf, makrifat berarti mengenal langsung atau mengetahui langsung tentang Tuhan dengan sebenar-benarnya atas wahyu atau petunjuk-Nya (Nicholson, 1975:71), meliputi zat dan sifatnya. Pencapaian tataran ini diperoleh lewat tataran tarekat, yaitu ditandai dengan mulai tersingkapnya tirai yang menutup hati yang merintangi manusia dengan Tuhannya. Setelah tirai tersingkap maka manusia akan merasakan bahwa diri manusia dan alam tidak ada, yang ada hanya Yang Ada. Dalam hal seperti ini zat Tuhan telah masuk menjadi satu pada manusia. Manusia telah merealisasikan kesatuannya dengan Yang Ilahi. Keadaan ini tidak dapat diterangkan (Nicholson, 1975:148) (Jawa tan kena kinaya ngapa) (Mulyono, 1982:47), yang dirasakan hanyalah indah (Zahri, 1984:89). Dalam masyarakat Jawa hal ini disebut dengan istilah manunggaling kawula Gusti, pamoring kawula Gusti, jumbuhing kawula Gusti, warangka manjing curiga curiga manjing warangka. Pada titik ini manusia tidak akan diombang-ambingkan oleh suka duka dunia. Ia akan berseri bagaikan bulan purnama menyinari bumi, membuat dunia menjadi indah. Di dunia ia menjadi wakil Tuhan (wakiling Gusti), menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya dan memberi inspirasi kepada manusia yang lain (de Jong, 1976:69; Mulder, 1983:25). Ia mampu mendengar, merasa, dan melihat apa yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia yang masih diselubingi oleh kebendaan, syahwat, dan segala kesibukan dunia yang fana ini (Aceh, 1987:70). Tindakan diri manusia semata-mata menjadi laku karena Tuhan (Subagya, 1976:85). Keadaan yang dialami oleh Bima yang mencerminkan bahwa dirinya telah mencapai tahap makrifat, di antaranya ia merasakan: keadaan dirinya dengan Tuhannya bagaikan air dengan ombak, nikmat dan bermanfaat, segala yang dimaksud olehnya tercapai, hidup dan mati tidak ada bedanya, serta berseri bagaikan sinar bulan purnama menyinari bumi.

Nilai Filosofis Hamba (Bima) dengan Tuhan bagaikan Air dengan Ombak

Wujud “Yang Sesungguhnya”, yang meliputi segala yang ada di dunia, yang hidup tidak ada yang menghidupi, yang tidak terikat oleh waktu, yaitu Yang Ada telah berada pada Bima, telah menunggal menjadi satu. Jika telah manunggal penglihatan dan pendengaran Bima menjadi penglihatan dan pendengaran-Nya (bdk. Nicholson, 1975:100-1001). Badan lahir dan badan batin Suksma telah ada pada Bima, hamba dengan Tuhan bagaikan api dengan asapnya, bagaikan air dengan ombak, bagaikan minyak

Nilai Filosofis Bima Merasakan Nikmat dan Bermanfaat

Bima setelah manunggal dengan Tuhannya tidak merasakan rasa khawatir, tidak berniat makan dan tidur, tidak merasakan lapar dan mengantuk, tidak merasakan kesulitan, hanya nikmat yang memberi berkah karena segala yang dimaksud dapat tercapai. Hal ini menyebabkan Bima ingin manunggal terus. Ia telah memperoleh kebahagiaan nikmat rahmat yang terkandung pada kejadian dunia dan akhirat. Sinar Ilahi yang melahirkan kenikmatan jasmani dan kebahagian rohani telah ada pada Bima. Oleh kaum filsafat, itulah yang disebut surga (Hamka, 1984:139). Keadaan ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tahap makrifat.

Nilai Filosofis Segala yang Dimaksud oleh Bima Tercapai

Segala yang menjadi niat hatinya terkabul, apa yang dimaksud tercapai, dan apa yang dicipta akan datang, jika hamba telah bisa manunggal dengan Tuhannya. Segala yang dimaksud oleh Bima telah tercapai.

Keadaan ini secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tataran makrifat.Segala yang diniatkan oleh hamba yang tercapai ini kadang-kadang bertentangan dengan hukum alam sehingga menjadi suatu keajaiban. Keajaiban itu dapat terjadi sewaktu hamba dalam kendali Ilahi (Nicholson, 1975:132). Ada dua macam keajaiban, yang pertama yang dilakukan oleh para wali disebut keramat dan yang kedua keajaiban yang dilakukan oleh para nabi disebut mukjizat (Nicholson, 1975:129).

Nilai Filosofis Bima Merasakan Bahwa Hidup dan Mati Tidak Ada Bedanya

Hidup dan mati tidak ada bedanya karena dalam hidup di dunia hendaklah manusia dapat mengendalikan atau mematikan nafsu yang tidak baik dalam dalam kematian manusia akan kembnali menjadi satu dengan Tuhannya. Mati merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil menuju kepada kebebasan yang luas, kembali kepada-Nya. Dalam kematian raga nafsu yang tidak sempurna dan yang menutupi kesempurnaan akan rusak. Yang tinggal hanyalah Suksma. Ia kemudian bebas merdeka sesuai kehendaknya kembali manunggal kepada Yang Kekal (Marsono, 1997:799). Keadaan bahwa hidup dan mati tidak ada bedanya secara filosofis melambangkan bahwa tokoh Bima telah mencapai tahap makrifat.

Nilai Filosofis Hati Bima Terang bagaikan Bunga yang Sedang Mekar

Bima setelah mengetahui, menghayati, dan mengalami manunggal sempurna dengan Tuhannya karena mendapatkan wejangan dari Dewaruci, ia hatinga terang bagaikan kuncup bunga yang sedang mekar. Dewaruci kemudian musnah. Bima kembali kepada alam dunia semula. Ia naik ke darat kembali ke Ngamarta. Keadaan hati yang terang benderang bagaikan kuncup bunga yang sedang mekar secara filosofis melambangkan bahwa Bima telah mencapai tahap makrifat.

Kesimpulan

Kisah Bima dalam mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti. Dalam kisah ini termuat amanat ajaran konsepsi manusia, konsepsi Tuhan, dan bagaimana manusia menuju Tuhannya. Konsepsi manusia disebutkan bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Ia dijadikan dari air. Ia wajib menuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu tugas guru hanya memberi petunjuk. Manusia tidak memiliki karena segala yang ada adalah milik-Nya. Ia wajib selalu ingat terhadap Tuhannya, awas dan waspada terhadap segala godaan nafsu yang tidak baik, sebab pada akhirnya manusia akan kembali kepada-Nya. Konsepsi Tuhan disebutkan bahwa Ia Yang Awal dan Yang Akhir, Hidup dan Yang Menghidupkan, Mahatahu, dan Mahabesar. Ia tan kena kinaya ngapa ‘tidak dapat dikatakan dengan apa pun’. Kisah perjalanan batin Bima dalam menuju manusia sempurna ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat (Jawa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa).

Kematian Jayajadra

Ketika dunia pewayangan mengalami peperangan, mereka yang ke medan laga juga menggunakan berbagai macam senjata. Rupa-rupa senjata digunakannya. Para ksatria menggunakan panah dan keris sedangkan para sudra menggunakan terampang, badik, tombak, atau golok untuk membacok. Panah digunakan untuk dilepas pada musuh yang jauh tempatnya, sedangkan keris digunakan untuk peperangan jarak pendek. Kedua senjata ini terhitung yang paling sempurna. Ada yang berasal dari sesuatu benda ajaib, misalnya dan taring Betara Kala. Namun, sebaik-baik senjata adalah yang berasal dari pemujaan tapa-brata dan pembenan para dewa Umumnya, para dewa memberi hadiah panah kepada anak keturunan

Pandawa, karena Pandawa dikenal sebagai ahli pertapa dan pemuja. Dari sanalah mereka memperoleh senjata panah dengan kesaktian yang beranekaragam. Tak jarang beberapa jenis panah memilikikesaktian yang melebihi batas. Misalnya, ada panah yang bisa berganti wujud dan bisa memagut bagaikan paruh burung Ardadeli. Bahkan, ada panah yang bias menutup teriknya matahari, mengubah terang benderangnya dunia menjadi gelap gulita. Raja dari segala senjata adalah panah cakra Prabu Kresna. la dihormati dan ditakuti oleh seluruh benda yang bernama senjata. Segala kesaktian tunduk pada senjata cakra. Tersebutlah dalam sebuah kisah.

Tatkala Prabu Arjunasastra hendak dipanah dengan senjata cakra, maka raja agung binatoro-sakti madraguna itu keder, takut hingga bertriwikramalah Sang Prabu, menjadi raksasa titisan Wisnu untuk menandingi kesaktian cakra. Karena hanya kepada Dewa Wisnu sajalah senjata itu tunduk dan takluk bagaikan hamba sahaya. Ini menggambarkan bahwa panah bukan sembarang senjata, apalagi barang mainan. Malah pada saat perang Baratayuda, panah cakra itu digunakan oleh. Prabu Kresna untuk menghadang sanghyang surya. Ketika panah dilepas ke angkasa, ia melesat menembus langit, menutup matahari. Bumi menjadi gonjang-ganjing,siang menjadi muram, tampak seperti malam. Tipu muslihat ini digunakan pada waktu Arjuna bersumpah akan mati membakar diri, bila hari itu tak berhasil membunuh Jayadrata. Karena sumpah itu, maka Jayadrata disembunyikan Kurawa agar terhindar dari ancaman Arjuna. Namun, sial bagi Kurawa. Ketika sinar matahari tampak suram, Jayadrata ingin mengintai matinya Arjuna dari persembunyiannya. Perbuatan Jayadrata ini diketahui oleh Prabu Kresna. Maka, berkatalah ia kepada Arjuna agar segeramelepas panahnya kepada sang pengintai.Panah dilepas dan terpenggallah kepala Jayadrata. Setelah peristiwa itu terjadi, Prabu Kresna tak lagi menutupi matahari dengan panah cakranya.Seluruh alam tampak terang-benderang sebagaimana sediakala. Sorak sorai mewarnai kehidupan bumi. Kemenangan ada pada pihak Pandawa.

Bima Tunak

Para Pandawa disertai Gatutkaca sedang membicarakan rencana pembukaan hutan Suwelagiri untuk dijadikan sawah. Prabu Darmakusuma minta agar masing-masing Pandawa membuat sawah sesuai dengan perintah dewa-dewa, dan agar pembuatan sawah itu dapat diselesaikan dalam waktu satu hari. Tentang luasnya agar disesuaikan dengan kekuatan masing-masing; paling sedikit membuat tempat untuk pembibitan padi. Mereka semua berangkat ke hutan Suwelagiri. Prabu Darmakusuma mengambil tempat di tengah, dengan mempergunakan Aji Amral pembuatan sawah itu cukup dengan ditengok (diinguk) saja, sehingga setelah jadi dinamakan Sawah Sak Inguk.

Berganti Raden Werkodara maju akan membuat sawah, ia duduk lalu menerapkan Aji Jala Sengkara. Karena saktinya mantra itu hanya dengan menggerakan bahunya saja semua batu besar maupun pohon besar dapat disingkirkan dan jadilah sawah itu. Karenanya sawah Raden Werkodara dinamakan Sawah Sebahu. Kemudian Raden Arjuna mengambil pinggir hutan. Ia duduk beralaskan daun-daunan, lalu merebahkan diri dan tiduran sambil berselimut (mujung). Dengan menerapkan Aji Sepi Angin ia mulai berdoa. Tidak lama kemudian sawah itu telah selesai, dan dinamakan Sawah Saejung. Raden Nakula ketika melihat ketiga kakaknya telah selesai membuat sawah, ia dengan tergesa-gesa ingin mengikuti jejak kakaknya. Agar cepat selesai tanah itu diludahinya (idu), maka jadilah sawah itu, dan dinamakan Sawah Saidu. Raden Sadewa demikian juga, karena terburu-buru ia hanya dapat menyiapkan tanah sedikit (saecrit). Setelah jadi dinamakan Sawah Saecrit. Raja Amarta beserta adik-adiknya menjadi petani, mereka juga menyabit rimput, menyiapkan lahan, menyebar padi untuk bibit, dan lain-lain pekerjaan petani. Setelah benih padi tumbuh, maka bibit padi itu dipkul dibawa ke sawah masing-masing untuk ditanam. Mereka juga menyiangi rimput-rimput liar yang tumbuh. Selesai dengan pekerjaan itu mereka tinggal merawat dan menunggu buah padinya menjadi siap dipetik.

Tersebutlah di negara Nganjuk hama tanaman yang merupakan anak-anak Prabu Kalagumarang menghadap ayahandanya. Puthut Jayalapa, adik Prabu Kalagumarang melaporkan bahwa para hama tanaman ini telah beberapa hari menangis karena kelaparan. Mereka mendengar berita bahwa di Amarta banyak tanaman padi, karenanya mereka akan pergi ke sana mencari makan. Ia memintakan izin untuk berangkat ke sana. Sebetulnya Parabu Kalagumarang merasa khawatir akan keselamatan para hama, karena mengetahui bagaimana saktinya para Pandawa. Namun ia juga tidak dapat melarang ; untuk menjaga keselamatan para hama ia memberi pusaka yang bernama Tumbak Kyai Ujung Langkir, khasiatnya bila hama yang mau mati akan hidup lagi bila pusaka itu diletakkan di atas hama yang mati. Setelah mendapat restu, mereka lalu berangkat. Karena merupakan hama,perjalanan mereka cepat sekali dan tidak terlihat oleh manusia. Puthut Jayalapa hanya memperhatikannya dari jauh.

Setelah sampai di sawah dengan tanaman padinya yang subur, mereka tidak lagi dapat menahan diri . Semuanya menyrbu dan makan tanaman padi dengan perasaan gembira. Puthut Jayalapa hanya mengawasi dari jauh, percaya bahwa bila ada yang mengganggu para hama akan dapat dimusnahkan dengan pusaka tadi. Tanaman yang terkena hama tanpa ampun lagi menjadi rusak dan mati. Pada suatu hari Raden Nakula memeriksa tanamannya ke sawah, terkejut sekali ketika melihat tanaman padinya banyak sekali yang mati. Ia segera menuju ke tempat kakak-kakaknya. Pada saat itu saudara-saudaranya sedang berkumpul, datanglah Raden Nakula memberitahu bahwa tanaman mereka mati semua. Mereka terkejut, karena beberapa hari yang lalu tanamannya masih terlihat subur. Mereka semua menuju ke sawah masing-masing. Raden Arjuna memberitahu bahwa terdengar suara berisik di antara batang padi, sedangkan Prabu Darmakusuma membicarakan bagaimana caranya agar tanamannya menjadi sehat lagi. Raden Wrekodara mengetahui bahwa tanamannya disebu para hama. Ia berpendapat bahwa hama itu dapat dibasmi. Prabu Darmakusuma dan lainnya mengikuti bagaimana upaya Wrekodara dalam membasmi hama. Wrekodara meminta semuanya telanjang sambil membawa sesajian penolak hama berjalan mengelilingi sawah mereka. Raden Wrekodara berjalan paling depan, diikuti oleh Prabu Darmakusuma yang membaca mantra serta membawa serat membawa Serat Klimasada dan di belakangnya adik-adiknya yang lain. Ketika mulai membaca mantra yang berbunyi sebagai berikut:1.Mel PlecungSemilah sundul gunung moncar uruping cahya, susurem damaring jagad, salallahu ngalahi wasalam, lumpurana, rampung.

2.Mel GenturTunjungsari sarining ngukir, putra Pandhu Dewanata pretapane, dhasar bagus terusing ngati, pan leburing jagading ama iki, rampung.

3.Mel TanggulSemilah jambe-jambe thongun, ana baya mambang alun-alun, tapung kepruka marang ama, rampung.

4.Mel TarungSubana subani telenge kembang, sahadat kalima kekalih delinga, ngama bareng pesating nyawa iki, rampung.

5.Mel GulungGulung-gulungan emel sida mati ora lunga mendhung ajur telujuring nyawa ama, salallahu, rampung.

6.Mel SipatKoluk jati rampung gunung, kang kotedha sira manyar gawa luwung gancang-gancang carita kabeh, salalaahu ngalahi wasalam, rampung.

Para hama terkejut karena terkena pengaruh tolak bala tadi. Mereka berlarian, dan ketika melihat phallus Bima mereka menjadi pingsan. Puthut Jayalapa yang melihat hal itu segera meletakan pusaka tadi di atas hama yang pingsan. Ada yang siuman, tetapi akan makan tanaman lagi sudah tidak berdaya. Berulang kali dikerjakannya tetapi hasilnya tidak memuaskan, oleh karenanya Puthut Jayalapa mengajak para hama itu pulang kembali ke Nganjuk. Semula para hama tadi menolak untuk pulang, tetapi dipaksa oleh Puthut Jayalapa.Dengan selesainya mereka mengelilingi sawah, maka bersihlaj sawah tadi dari hama. Mreka lalu bernusana kembali. Beberapa hari kemudian mereka memeriksa tanaman mereka yang sudah mulai hidup subur dan mulai nerbunga. Mereka bebesar hati ketika padinya telah dapat dituai.

Brajadenta – Brajamusti

Prabu duryodana dan para punggawa kurawa sedang bertemu di dampar agung negara hastina. mereka membicarakan krisis yang menimpa pringgondani. karena brajadenta ga mau menyerahkan kursi kepada prabo anom gatotkaca. duryodana melihat hal ini sebagai peluang. hal ini diamini olehr esi drona dan patih sengkuni. maka diutuslah patih sengkuni dan resi drona untuk bertamu ke brajadenta. maka berangkatlah utusan hastina menemui brajadenta.Dikediaman brajadenta para utusan hastina diterima. drona menceritakan bagaimana perang dengan ayah pandawa menewaskan prabu tremboko ayah dari brajadenta. kemudian ditambah cerita patih sengkuni tentang werkudoro yang membunuh kakak mereka tertua arimba. dan memanas manasi bahwa arimbi malah membelot menikah dengan werkudoro. karena dipanasi brajadenta tambah marah dan bersumpah merebut tahta pringgandani. Di pringgandani prabu anom gatotkaca menghadapi para pamanya. ada brajamusti dan kala bendana. prabu anom menanyakan kenapa brajadenta pamanya ga pernah sowan. karena dianggap aneh maka gatotkaca mengutus dua pamanya brajamusti dan kala bendana mengunjungi kediaman brajadenta. apalagi telah santer beredar kabar bahwa brajadenta akan mengkudeta gatotkaca dari kursi raja pringgondani. Berangkatlah dua utusan tadi ke kediaman brajadenta. mereka kaget melihat adanya rombongan dari kerajaan hastina sudah ada disana. mereka masuk lalu menyampaikan pesan kedatanganya adalah karena diutus gatotkaca. untuk melihat kabar brajadenta apakah sakit kenapa kok ga pernah sowan ke sitihinggil keraton pringgondani.

Brajadenta marah besar dan mengatakan dengan lantang bahwa dia akan merebut kedaton dari tangan gatotkaca. brajamusti dan kala bendana berusaha mengingatkan brajadenta. bahwa dia sudah dipengaruhi oleh drona dan sengkuni. tapi brajadenta tak mau peduli dan menyuruh kedua adiknya itu kembali membawa surat tantangan. maka keluarlah brajamusti dan kala bendana dan diikuti oleh bala tentara hastina. Bala tentara hastina disuruh untuk membunuh kedua utusan tapi mereka dikalahkan dengan mudah oleh brajamusti. dan segera mereka kembali ke kedaton pringgondani. mereka mengatakan apa yang mereka dengar langsung dari brajadenta kepada prabu anom gatotkaca. gatotkaca menjadi resah dan merasa rikuh berhadapan dengan paman sendiri. sementara bala tentara brajadenta bersiap menuju ke istana pringgandani. Ketika pasukan brajadenta sampai terjadi pertempuran. brajadenta sakti luar biasa sehingga hampir semua mereka yang membela gatotkaca dikalahkan. sampai sampai gatotkaca sendiri maju dan dikalahkan oleh brajadenta. kemudian gatotkaca mundur dan ebrkeluh kesah kepada pamanya brajamusti. paman saya dikalahkan dan kerajaan direbut. bagaimana baiknya?. brajamusti berkata…masalah bisa beres jika tuan raja mengorbankan satu pilar kerajaan. Gatotkaca mengira pilar yg dimaksud adalah bener bener pilar bangunan keraton. maka dia mensetujui saja perkataan pamanya. tiba tiba brajamusti berkata bahwa brajadenta bisa mati asal bertarung sampai sama sama mati melawan dirinya. lalu brajamusti pamit dan melawan brajadenta. pertarungan sangat seru. keduanya seimbang. dan ahirnya sama sama mati tertusuk keris pusaka masing masing. Gatotkaca menangisi mayat kedua pamanya. lama lama mayat itu mengecil lalu masuk ke dalam tangan kanan dan kiri gatotkaca menjadi sebuah keilmuan. dan keilmuan itu dikenal dnegan keilmuan brajadenta dan brajamusti. sementara sisa pasukan pemberontak dan hastina dipukul mundur.

Makna Bersatunya Panah Arjuna dan Indra

Dalam cerita Arjuna Tapa diceritakan bahwa dalam menghadapi perang Brata Yudha, Arjuna ahli panah penengah Pandawa ini melakukan olah tapa untuk mendapatkan senjata panah. Salah satu tempat Arjuna bertapa adalah di Gunung Indrakila. Karena Arjuna dengan bertapa yang serius itulah akhirnya mendapatkan beberapa panah sakti sebagai salah satu sarana memenangkan perang dalam Brata Yudha. Karena keberhasilan dari Arjuna inilah nampaknya menjadi pendorong Raja Jayasakti mendirikan Pura Indrakila. Dengan kesaktian hasil dari olah tapa itulah yang akan membawa kemenangan sang raja dalam memimpin negara kerajaan. Menang dalam bahasa Sansekerta disebut Jaya. Karena saktilah raja mencapai kemenangannya. Kata ”sakti” saat itu tentunya tidak seperti pengertian dewasa ini. Saat ini kata ”sakti” berkonotasi negatif karena dikaitkan dengan ilmu hitam. Pengertian ”sakti” menurut keterangan Wrehaspati Tattwa 14 dalam keterangan yang berbahasa Jawa Kuno berkonotasi positif. Dalam Wrehaspati tersebut dinyatakan: Sakti ngarania ikang sarwajnyana lawan sarwa karya. Artinya: Sakti namanya banyak ilmu dan banyak bekerja. Ilmu di sini berarti ilmu kerohanian dan ilmu keduniaan, atau Para Widya dan Apara Widya. Dua ilmu itu dilahirkan dari Weda oleh para Resi. Karena itulah Weda itu disebut Weda Mata artinya Ibu Weda. Mantra Weda itu adalah Sabda Tuhan. Kesaktian yang seperti pengertian Wrehaspati Tattwa inilah yang dicari oleh Arjuna di Gunung Indrakila. Demikian juga oleh sang Raja Jaya Sakti di Pura Indrakila. Dalam cerita Arjuna Tapa itu diceritakan Arjuna bertapa sangat khusyuk. Karena khusyuknya Arjuna mendapatkan kesaktian berupa daya tahan tidak mudah tergoda oleh hawa nafsu. Arjuna pun digoda oleh para bidadari yang amat cantik-cantik. Tetapi Arjuna sama sekali tidak tergoda oleh kecantikan para Bidadari dari Kahyangan tersebut.

Selanjutnya Arjuna mendapatkan godaan yang lebih hebat lagi. Arjuna diserang oleh babi raksasa yang amat ganas. Untuk menumpas godaan babi raksasa itu Arjuna memerangi babi tersebut dengan mengarahkan panah saktinya. Di luar dugaan ada seorang pemburu muda juga mengarahkan panah-panahnya pada babi raksasa tersebut. Babi tersebut pun mati kena panah. Anehnya panah Arjuna dan panah pemburu muda tersebut bersatu menancap di tubuh babi raksasa tersebut. Pemburu tersebut menyatakan bahwa panah yang menancap itu adalah miliknya dan menyatakan bahwa dialah yang membunuh babi tersebut. Sebaliknya Arjuna juga bersikukuh bahwa panah yang membunuh babi tersebut adalah miliknya. Arjuna dan pemburu tersebut pun perang tanding. Pada awalnya keduanya sama-sama kuat. Namun saat Arjuna akan mengakhiri pertempuran tersebut dengan membunuh pemburu muda itu, dalam sekejap saja pemburu itu berubah menjadi Dewa Indra.

Arjuna baru sadar bahwa yang menjadi pemburu itu adalah Dewa Indra untuk menguji ketangguhan Arjuna. Karena Dewa Indra nyata menampakkan diri, maka Arjuna pun menyembah Dewa Indra dengan takjimnya. Cerita Arjuna Tapa ini amatlah populer di Bali, karena sering dipentaskan dalam berbagai seni pentas. Ada lewat seni drama tari, ada lewat seni pewayangan ada lewat seni lukis ada juga lewat seni sastra, dll. Sesungguhnya cerita Arjuna Tapa itu adalah pentas ajaran Tapa Brata lewat seni sastra kawya yang penuh dengan simbol yang mengandung nilai-nilai filosofi kehidupan di dunia ini. Bersatunya panah Arjuna dengan panah Dewa Indra adalah simbol suatu keberhasilan Tapa Brata untuk menyatukan pikiran dengan kehendak Dewata. Sedangkan babi raksasa itu adalah simbol Guna Tamas yang sering membawa manusia hidup loba dan angkara murka. Guna Tamas itu dapat ditundukkan oleh pikiran suci yang sudah menyatu dengan kehendak Dewata. Demikian juga godaan para bidadari itu tiada lain adalah simbol godaan hawa nafsu. Menguasai semuanya itulah tujuan dari suatu Tapa Brata. Intinya Arjuna sebagai seorang kesatria baru akan dapat melakukan tugas-tugasnya apabila dia telah dapat mawas diri dan memiliki ketetapan hati, sehingga tidak mudah goyah dalam melindungi rakyat dari kehidupan yang sangsara. Karena tugas-tugas kenegaraan bukanlah hal yang mudah begitu saja dilakukan tanpa memiliki kekuatan moral dan mental serta ilmu pengetahuan yang memadai.

Hal inilah yang nampaknya disadari oleh Raja Jayasaksi sehingga mendirikan Pura Indrakila. Di samping untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Purusa, juga bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan yang berada di balik cerita Arjuna Tapa. Karena dengan datang untuk berbakti ke Pura Indrakila umat akan dapat menyerap terus nilai-nilai suci dari cerita Arjuna Tapa tersebut. Dalam Manawa Dharmasastra 1.89 ada dinyatakan bahwa kewajiban kesatria adalah menciptakan rasa aman (Raksanam) dan sejahtera (Danam) untuk rakyat. Di samping itu mempelajari kitab suci Weda melangsungkan upacara yadnya dan terus-menerus berusaha menguasai dirinya dari ikatan-ikatan indria atau hawa nafsunya. Dalam Manawa Dharmasastra tersebut upaya menguasai hawa nafsu itu dinyatakan wisayeswaprasaktatis yang artinya terus-menerus berusaha menguasai hawa nafsu yang disebut wisaya. Karena seorang kesatria setiap hari selalu berkecimpung dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Agar jangan hal-hal duniawi itu menjadi negatif, maka setiap hari juga seorang kesatria harus tidak pernah lupa melakukan kegiatan yang memiliki dimensi menguasai gejolak hawa nafsu. Ibarat seorang kusir kereta setiap saat memegang tali kekang kuda untuk mengarahkan kudanya saat berjalan, sehingga kereta pun akan dapat dibawa sampai ke tujuan. Kalau lengah kuda hawa hawa nafsu itulah yang akan menggelincirkan diri sang kesatria ke arah yang tidak benar. Inilah yang mungkin diinginkan oleh sang Raja Jayasakti sehingga membangun Pura Indrakila. Kalau fungsi Pura Indrakila tersebut kita perhatikan maka sampai kapan pun akan tetap fungsi pura itu relevan dengan kebutuhan zaman. Apalagi pada zaman post modern ini semakin dibutuhkan sesungguhnya upaya para pemimpin untuk menguasai dirinya agar tidak terjebak pada pengumbaran hawa nafsu yang akhirnya akan membahayakan rakyat.

Dumadine Negoro Botono Kuwarso

Dinegara Giridahono Sang Raja Prabu Giri Angkoro beserta Patih dan seluruh punggawa kerajaan sedang membahas keinginan Sang Prabu untuk balas dendam atas kematian mendiang ayahndanya yang konon ceritanya telah dibunuh oleh Raden Werkudoro darI Negara Amarta. Tiba – tiba kedatangan Patih Haryo Sengkuni dari Negara Astina yang mengemban perintah Prabu Duryudana agar meminta bantuan kepada Sang Prabu Giri Angkoro untuk kesediaannya bersama – sama membunuh para Pandawa. Rencana tersebut disetujui dan didukung sepenuhnya oleh Prabu Giri Angkoro, sehingga seluruh prajurit dari dua negara tersebut bergabung dan bersama – sama menuju negara Amarta. Raden Sumbo dengan disertai Patih Udowo dan Raden Setiaki yang akan menghadap Prabu Puntodewo di negara Amarta dalam perjalanan bertemu dengan para putra Pandawa yaitu Raden Gatutkaca, Raden Antasena, Raden Antareja dan Raden Abimanyu serta Raden Bambang Irawan bersepakat untuk berangkat bersama – sama. Namun demikian tiba – tiba berpapasan dengan barisan prajurit gabungan dari negara Astina dan Giridahono yang dipimpin oleh Patih Haryo Sangkuni, karena berselisih paham maka terjadilah pertempuran, sehingga akhirnya Raden Sombo segera mengambil keputusan langkah untuk mengarahkan rombongannya sendiri mencari jalan lain menuju negara Amarta.

Sekembalinya dari menghadap Sang Resi Wiyasa di Pertapaan Wukir Retawu Raden Janoko dengan diikuti para punokawan Semar, Gareng, Petryk, Bagong di tengan hutan dikagetkan oleh munculnya para prajurit pengaman negara Giridahono, karena meraka sengaja menghambat perjalanan Raden Janoko maka terjadilah pertempuran yang akhirnya menewaskan para prajurit Giridahono tersebut, Raden Janoko melanjutkan perjalanan kembali ke negara Amarta. Di negara Amarta kedatangan Prabu Kresna, Prabu Baladewa dan para putra sedang membahas mimpi yang dialami oleh Prabu Puntadewa bahwa seolah – olah negara Amarta kejatuhan bulan purnama dalam hal tersebut Prabu Puntadewa telah memerintahkan Raden Janoko untuk memohon penjelasan kepada Sang Kakek Resi Wiyasa di Pertapaan Wukir Retawu. Kedatangan Raden Janoko yang telah kembali dari Wukir Retawu membawa pesan dari Resi Wiyasa bahwa negara Amarta akan menerima nugraha dari Dewa namun apabila terjadi sesuatu agar sementara urusan diserahkan kepada Prabu Kresna. Tiba – tiba turnlah Sang Batara Narodo dar kahyangan Suroloyo untuk menyampaikan NUGROHO dari Batara Guru dengan memberikan sebutan negara Amarta sebagai negara BOTONO KAWARSO, setelah memberikan petunjuknya maka Sang Batara Narodo segera

kembali ke Suroloyo. ‘ Pada saat berlangsungnya rangkaian acara wisudha kepada Prabu Puntadewa yang diselenggarakan oleh Prabu Kresna dan Ibu Kunti, datanglah Prabu Giri Angkoro yang akan menuntut balas untuk membunuh Raden Werkudoro, namun hal tersebut dapat segera diatasi berakhir dengan tewasnya Prabu Giri Angkoro, maka prajurit Astina mengndurkan diri kembali ke negaranya dengan tangan hampa. Setelah menerima NUGROHO tersebut maka Prabu Puntadewa bersama – sama Prabu Kresna menghaturkan syukur kepada Tuhan YME, melaksanakan perintahNya, melestarikan segala sesuatu yang sudah diterima dengan hati – hati, tidak ceroboh, selalu waspada dengan sesanti : Mari bersama- sama Ngrekso, Ngrenggo dan Ngregani untuk tetap tegaknya negara kesatuan yang kita cintai ini. Demikian cerita dari lakon tersebut semoga dapat menjadikan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konta dan Karna

versi komik: Gatotkaca lahir. jodipati gembira ria. sayangnya puser jabang tutuka tak bisa dipotong. bima menjadi gusar. didatangkanya semua para sepuh pandawa. kresna berkata agar mencari senjata konta yang akan diturunkan dewa. di khayangan naga percona membuat kerusuhan pengen menikah dengan dewi supraba. maka para dewa dan wadya bala raksasa berperang.para dewata kewalahan sampai selamanangkep ditutup rapat. dan bhatara narada mengusulkan pada bhatara guru untuk meminta petunjuk. petunjuknya adalah yg bisa mengalahkan naga percona adalah jabang tutuka. tapi harus dipotong dulu pusernya dengan senjata andalan, senjata konta.lalu hyang narada turun dan menyerahkan senjata konta kepada orang yang salah. dikiranya arjuna ternyata aradea alias karna. dan ahirnya ketemu arjuna dan punakawan asli. hyang narada mengaku kesalahanya. lalu arjuna pun mencari aradea. terjadi perkelahian ahirnya sarng senjata konta di dapat. sementara senjata kontanya itu tetep dimiliki aradea. disini lalu sampe bharata yudha nantinya senjata konta tetep jd milik adipati karna.

versi wayang: adipati karna bersemadi. dia menajamkan mata bhatin agar diberikan kemenangan dlm perang bharata yudha. bhatara indra ayah arjuna merasa sangat kuatir karena arjuna akan kalah dlm perang bharata yudha jika karna masih memiliki baju zirah dan anting bhatara surya. maka datanglah bhatara indra menyamar sebagai pertapa ke adipati karna. ditemuinya adipati karna dan petapa itu meminta baju zirah dan antingnya. Karna menyetujui asal petapa mau memberinya senjata ampuh yg tiada bandingnya. petapa setuju lalu karna menyayat semua baju zirah yang melekat di tubuh nya. juga mengiris anting di telinganya. diserahkan kepada petapa tersebut. karena takjim bhatara indra memberikan senjata konta yg cuma bisa digunakan sekali. dan itu akan digunakan karna dalam perang bharata yudha nantinya.

versi film mahabharata: Menjelang perang kunti didatangi kresna. diingatkan arjuna tak akan menang jika karna masih memiliki baju zirah bhatara surya. maka diharapkan kunti mau membujuk anaknya. lalu datanglah kunti menemui karna. saat itu karna sedang mandi di kali untuk penyucian diri. ajakan kunti untuk mengikuti pihak pandawa di tolak. tetapi permintaan kunti agar baju zirahnya diserahkan kepada ibunya dilakukan. disayatnya baju zirah itu yg melekat dengan kulitnya. darah mengucur sekujur badannya. Tapi karna tak juga menarik wajahnya. lalu dengan takjim diserahkan kepada ibunya. kunti menangis dan tak tega melihat karna berlumuran darah. dan pergi dengan sedih. melihat begitu besarnya ahlak karna datanglah bhatara indra. dia memberikan senjata konta kepada karna. agar digunakan sekali dalam perang bharata yudha.

Gatotkaca (Wanda)

Beberapa tahun menjelang Baratayuda, Gatotkaca pernah bertindak kurang bijaksana. Ia mengumpulkan saudara-saudaranya, para putra Pandawa untuk mengadakan latihan perang di Tegal Kurusetra.

Tindakannya ini dilakukan tanpa izin dan pemberitahuan dari para Pandawa. Baru saja latihan perang itu dimulai, datanglah utusan dari Kerajaan Astina yang dipimpin oleh Dursala, putra Dursasana, yang menuntut agar latihan perang itu segera dihentikan. Gatotkaca menolak tuntutan itu. Maka terjadilah perang tanding antara Gatotkaca dengan Dursala. Pada perang tanding itu Gatotkaca terkena pukulan Aji Gineng yang dimilliki oleh Dursala, sehingga pingsan. Ia segera diamankan oleh saudara-saudaranya, para putra Pandawa. Di tempat yang aman Antareja menyembuhkannya dengan Tirta Amerta yang dimilikinya. Gatotkaca langsung pulih seperti sedia kala. Namun, ia sadar, bahwa kesaktiannya belum bisa mengimbangi Dursala. Selain malu, Gatotkaca saat itu juga tergugah untuk menambah ilmu dan kesaktiannya. Ia lalu berguru pada Resi Seta putra Prabu Matswapati dari Wirata. Dari Resi Seta putra Bima itu mendapatkan Aji Narantaka. Setelah menguasai ilmu sakti itu Gatotkaca segera pergi mencari Dursala. Dalam perjalanan ia berjumpa dengan Dewi Sumpani yang menyatakan keinginannya untuk diperistri. Gatotkaca menjawab, jika mampu menerima hantaman Aji Narantaka maka ia bersedia memperistri wanita cantik itu.

Dewi Sumpani ternyata mampu menahan Aji Narantaka. Sesuai janjinya, Gatotkaca lalu memperistri Dewi Sumpani. Dari perkimpoian itu mereka kelak mendapat anak yang diberi nama Jayasumpena. Keinginan Gatotkaca untuk bertemu kembali dengan Dursala akhirnya terlaksana. Dalam pertempuran yang kedua kalinya ini, dengan Aji Narantaka itu Gatotkaca mengalahkan Dursala. Meskipun Gatotkaca selalu dilukiskan gagah perkasa, tetapi pecinta wayang pada umumnya tidak menganggapnya memiliki kesaktian yang hebat. Dalam pewayangan, lawan-lawan Gatotkaca biasanya hanyalah raksasa-raksasa biasa, yakni Butaprepat yang seringkali dibunuhnya dengan cara memuntir kepalanya. Dalam perang melawan raksasa, Gatotkaca selalu bahu membahu dengan Abimanyu. Gatotkaca menyambar dari udara dan Abimanyu di darat. Lawan-lawan Gatotkaca yang cukup sakti hanyalah Prabu Kala Pracona, Patih Kala Sakipu, Boma Narakasura dan Dursala. Karena Dewi Arimbi sesungguhnya seorang raseksi (raksasa perempuan), maka dulu Gatotkaca dalam Wayang Kulit Purwa digambarkan berujud raksasa, lengkap dengan taringnya. Namun sejak Susuhunan Paku Buwana II memerintah Kartasura, penampilan peraga wayang Gatotkaca dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa diubah menjadi ksatria tampan dan gagah, dengan wajah mirip Bima. Yang diambil sebagai pola adalah bentuk seni rupa wayang peraga Antareja tetapi diberi praba.

Nama Gatotkaca yang diberikan pada anak Bima ini berarti “rambut gelung bundar”. Gatot artinya sesuatu yang berbentuk bundar, sedangkan kata kaca artinya rambut. Nama itu diberikan karena waktu lahir anak Bima itu telah bergelung rambut bundar di atas kepalanya. Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta tokoh Gatotkaca ditampilkan dalam enam wanda, yakni wanda Kilat, Tatit, Guntur, Panglawung, Gelap, dan Dukun. Pada tahun 1960-an Ir. Sukarno Presiden RI, menambah lagi dengan tiga wanda ciptaannya, yakni Gatotkaca wanda Guntur Geni, Guntur Prahara dan Guntur Samodra. Pelaksanaan pembuatan wayang Gatotkaca untuk ketiga wanda itu dilakukan oleh Ki Cerma Saweda dari Surakarta. Mengenai soal wanda ini ada sedikit perbedaan antara seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta dengan gagrak Yogyakarta. Di Surakarta, wanda-wanda Gatotkaca adalah wanda Tatit yang diciptakan oleh raja Kartasura, Paku Buwana II (1655 Saka atau 1733 Masehi). Bentuk badannya tegap, mukanya tidak terlalu tunduk, bahu belakang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan bahu depan. Wanda Kilat diciptakan pada zaman pemerintahan Paku Buwana I, yakni pada tahun 1627 Saka atau 1705 Masehi. Kedudukan bahu depan dan bahu belakang rata, mukanya agak tunduk tetapi tidak setunduk pada wanda Tatit, pinggangnya lebih ramping dan posisinya agak maju, sehingga menampilkan kesan gagah. Wanda Gelap mempunyai kesan bentuk badan yang lebih kekar dan tegap, bahu belakang lebih tinggi dibandingkan dengan bahu depan, sedangkan mukanya lebih tunduk ke bawah dibandingkan dengan wanda Tatit. Kapan dan oleh siapa wanda ini diciptakan, tidak diketahui dengan jelas.

Gatotkaca wanda Gelap merupakan ciptaan keraton terakhir, yakni pada zaman pemerintahan Paku Buwana IV (1788-1820 M) di Surakarta. Badannya kekar dan kokoh, bahu belakang lebih tinggi dibandingkan bahu depan, dengan muka agak datar. Pinggangnya langsing seperti pada wanda Kilat. Wanda Guntur, yang diciptakan pada tahun 1578 Saka atau 1656 Masehi, merupakan wanda Gatotkaca yang tertua dalam bentuknya yang kita kenal sekarang ini. Dulu sebelum diciptakan peraga Gatotkaca wanda Guntur, Wayang Kulit Purwa menggambarkan bentuk Gatotkaca sebagai raksasa dengan tubuh besar, wajah raksasa, lengkap dengan taringnya. Dengan pertimbangan bahwa wajah seorang anak tentu tidak jauh beda dengan orang tuanya, Sunan Amangkurat Seda Tegal Arum, raja Mataram memerintahkan para penatah dan penyungging keraton untuk menciptakan bentuk baru peraga Gatotkaca dengan meninggalkan bentuk raksasa sama sekali. Tubuh dan wajahnya dipantaskan sebagai anak Bima. Maka terciptalah bentuk baru Gatotkaca yang disebut wanda Guntur itu. Bentuk badan Gatotkaca wanda Guntur menampilkan kesan kokoh, kuat, dengan bahu depan lebih rendah daripada bagu belakang, seolah mencerminkan sifat andap asor. Wajahnya juga memandang ke bawah, tunduk. Pinggangnya tidak seramping pinggang Gatotkaca wanda Kilat. Secara keseluruhan bentuk tubuh wanda Guntur seolah condong ke depan. Sementara itu, seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta, membagi Gatotkaca atas empat wanda, yakni wanda Kutis yang biasanya dimainkan untuk adegan perang ampyak, wanda Prabu yang menampilkan kesan berwibawa, khusus ditampilkan pada kedudukan Gatotkaca sebagai raja di Pringgadani, wanda Paseban dipakai kalau Gatotkaca sedang menghadap para Pandawa, sedangkan wanda Dukun dipakai jika Ki Dalang menampilkan adegan Gatotkaca sedang bertapa. Bentuk bagian perut Gatotkaca wanda Dukun ini agak gendut dibandingkan ukuran perut Gatotkaca pada wanda lainnya.

Pernikahan Pancawala

Lamaran pancawala anak dari puntadewa diterima oleh arjuna. pancawala akan dinikahkan dengan putrinya pergiwati di kesatrian madukara. hal yang masih berupa pembicaraan keluarga ini disepakati akan diresmikan. maka segeralah ngamarta mengirim orang untuk melakukan lamaran resmi. sedianya yang akan melakukan lamaran adalah sri bhatara kresna mewakili baginda raja punta dewa. Kabar beredar juga ke hastina. di hastina drona membikin suatu strategi. dia mengajukan sebuah usulan agar melamar pergiwati dan disandingkan dengan lesmana mandrakumara putra mahkota hastinapura. sang prabu duryodana setuju. maka berangkatlah utusan dari hastina pura, yaitu resi drona, baladewa dr mandura dan karna raja ngawangga. Utusan dari hastina tiba, lalu karena pakewuh singkat cerita arjuna menerima lamaran dari hastina. dan bersiaplah pesta diadakan antara lesmana mandakumara dengan pergiwati. sementara itu untuk memberitahu ke ngamarta arjuna mengirim petruk dan punakawan untuk menyampaikan berita bahwa lamaran pancawala dan ngamarta di tolak.

Punakawan sampe di ngamarta, rombongan penglamar sudah siap berangkat. mereka kaget ketika menerima kabar bahwa lamaran di tolak. werkudoro sangat marah karena menilai penolakan adalah suatu kekurangajaran arjuna kepada kakaknya, puntadewa. werkudoro dilerem oleh punta dewa. ahirnya kresna dan werkudoro ke madukoro untuk ikut menghadiri undangan pernikahan pergiwati dan lesmana. Pancawala merasa sedih, dan dihibur punakawan. punakawan berjanji akan membantu. lalu mereka segera pamit dr siti hinggil ngamarta dan pergi ke madukoro untuk mengupayakan agar pergiwati mau untuk menikah dengan pancawala. sementara puntadewa mengundurkan diri dr siti hinggil dan menemui drupadi. berkata bahwa arjuna menolak lamaranya. drupadi sangat marah dan sedih. lalu meminta agar punta dewa mau membalas penghinaan arjuna. sangkin gmenahan emosi sudah lama, tak kuat lagi. puntadewa seketika menjadi raksasa yang menggetarkan jagad. segera pergi ke madukoro akan memangsa harjuna. Di taman kaputren madukoro. lesmana masuk ketemu pergiwati. sebenarnya ke 2 orang ini saling suka. tapi saling malu malu. dengan sedikit intrik intrik pancawala memeriksa kesetiaan pergiwati. ahirnya pergiwati mennagis dan mengaku menerima lamaran lesmana karena takut ayahnya. ahirnya lesmana dan pergiwati bercumbu ditaman. ketahuan, lalu geger. dengan bantuan antasena,

antaredja dan gatotkaca para penghantar penganten kurawa bisa dipukul mundur. Arjuna marah mendnegar kabar ini, tapi sebelum arjuna sempet mengatasi kerusuhan di kaputren, madukoro kedatangan raksasa luar biasa besar. arjuna kewalahan menghadapinya. sampe lari dan bersimpuh dibawah kaki kresna. disana kresna berkata apakah arjuna sadar kesalahanya kepada puntadewa?arjuna mengaku salah. lalu dusuruh oleh kresna untuk memakai baju putih putih bersama pergiwati dan pancawala untuk datang bersujud di kaki raksasa. Raksasa menjadi terharu dan berubah wujud kembali menjadi punta dewa. dan ahirnya pernikahan pancawala dan pergiwati dilangsungkan.

Gugurnya Salya

Sebelum terjadi perang bharata yudha tepatnya ketika kresna duta, salya melambai pada sri kresna, kemudian mereka bercakap cakap di beranda kerajaan hastina. saat itu memang di hastina prabu duryodana mengundang sesepuh sesepuh, termasuk bhisma begawan dari talkondo, salya mertuanya sendiri dari madraka, guru drona dari sokalima, dan karna kakak angkatnya dari kerjaan perdikan anga.Saat itu salya berkata pada kresna, “wahai titisan wisnu, aku ingin menitipkan suatu hal kepadamu jika bharata yudha benar benar akan terjadi. ya aku akan menitipkan nakula dan sadewa kepadamu, karena sesungguhny setiap melihat mereka aku selalu teringat akan adiku madrim yang wafat ketika melahirkan mereka. untung saja kunti mau untuk merwat mereka berdua seperti merawat anaknya sendiri. tolonglah jaga si kembar nakula dan sadewa untuku”dan kresna kemudian menyanggupi permintaan salya. Dan kisah berlanjut, saat itu perang bharata yudha berkecamuk, dan salya dijebak untuk berpihak kepada kurawa, salya yang merasa dijebak kemudian membalas ketika menjadi kusir kereta adipati akrna, saat adipati karna melepas panahnya prabu salya menghentakan kakinya ke kereta yang dikusirinya, dan roda kereta amblas masuk ke dalam tanah. dan panah sakti karna meleset hanya mengenai mahkota harjuna. lalu disuruhnya adipati karna untuk memperbaiki roda kereta, saat karna turun memperbaiki roda kereta pasopati melesat dan memenggal adipati karna.

Alkisah sesudah gugurnya adipati akrna, prabu slya pulang ke madraka, dia tahu bahwa selepas gugurnya karna maka dia yang kan diangkat menjadi senopati kurawa. saat itu kresna tanggap bahwa salya bukan musuh yang enteng. saat itu kresna teringat akan pembicaraanya dengan prabu salya ketika ia menjadi duta terahir pandawa ke hastina. Maka dipanggilah nakula dan sadewa, dan disuruh memakai baju putih dari kain kafan dan dengan kereta mereka disuruh memacu kudanya ke kerajaan mandaraka bertemu dengan prabu salya. pesan kresna sederhana, jika kalian sampai di depan prabu salya segeralah minta mati. nakula dan sadewa tahu bahwa dia dikorbankan oleh kresna dan mereka pun menangis dalam kegalauan hatinya dalam perjalanan. bagaimanapun mereka sangat sayang kepada pamanya salya. Sampai di mandaraka nakula dan sadewa yang berpakaian kafan itu segera bersujud di kaki pamanya, mereka menangis dan minta mati. salya terkaget kaget, dan dia berkata “siapa yang menyuruh kalian kemari keponakanku tersayang?”, nakula dans adewa berusaha menyembunyikan kenyataan dan berkata “tidak ada paman, kami tidak disuruh siapa siapa”. salya tersenyum dan berkata “kalian tidak bisa membohongiku, aku ini paman kalian lebih banyak makan asam garam kehidupan daripada kalian, aku tahu kalian disuruh oleh kresna, ya kan?” Nakula dan sadewa membisu. salya berkata kembali “apa yang kalian inginkan keponakan tersayang?apa yang kalian inginkan dari pamanmu ini nak?”. nakula dan sadewa walau galau pun menjawab seperti yang diajarkan oleh kresna kepada mereka “paman, daripada kami mati di bharata yudha menghadapi paman, lebih baik sekarang kami minta mati sekarang paman”salya tersenyum dan matanya berkaca kaca….”anaku nakula dan sadewa, setiap aku melihat kalian, aku selalu teringat akan madrim adiku yang telah wafat ketika melahirkan kalian, maka manalah tega aku membunuh kalian anaku?, katakanlah anaku, katakanlah, aku ingin salya mati dalam bharata yudha, katakanlah anaku, katakanlah….” Nakula dan sadewa tak dapat lagi menahan air matanya, bagi mereka yang tertinggal cuma salya dalam keluarga mereka, ibu mereka madrim wafat ketika melahirkan mereka, sementara pandu ayah mereka meninggal beberapa saat kemudian karena kehabisan darah tertusuk keris

prabu kala tremboko dari pringgandani, haruskah mereka kini merelakan kematian paman mereka yang sangat sayang dan kasih kepada mereka?mereka terdiam dalam tangis penuh keharuan.

prabu salya memecah keheningan “anaku, segera kembali ke kresna, katakan, besok jika aku maju menjadi senopati kurawa dalam perang bharata yudha, suruh kakakmu yudistira menghadapi aku, sekarang segeralah pulang”. lalu nakula dan sadewa emmeluk kaki salya dan untuk terahir kalinya salya memberi berkatnya kepada keponakanya yang sangat dicintai itu.malam itu, mengetahui takdir akan datang, yaitu kematianya. salya bercengkerama dengan mesra bersama istrinya ratu pujawati. bahkan seolah olah mereka sedang dalam keadaan bulan madu, seperti pasangan pengantin di malam pertama. pujawati sudah gelisah, dia menangkap kesan aneh dari suaminya. tapi salya tetap saja berusaha meyakinkan istrinya bahwa tidak akan terjadi apa apa. mereka bercinta malam itu sampai pagi.

Ketika pagi menjelang, dewi pujawati masih lelap dalam tidurnya, salya melihat wajah istrinya yang sudah berumur tapi tetap cantik dan setia mendampinginya hingga kini, sambil menyelimuti tubuh istrinya salya berkata “mungkin ini terahir kalinya aku melihat kecantkan wajahmu. adiku, maafkan aku, aku tak mungkin memberitahukan kepadamu kematiaku”. dan seperti 3 senopati kurawa sebelumnya ketika mengahadap ajalnya, prabu salya menggunakan baju perang berwarna putih putih. Seketika dilarikan keretanya ke kurusetra, dan perang pun berlanjut. candrabirawa makan korban banyak, pandawa kewalahan. saat itulah yudistira disuruh maju oleh kresna. awalnya yudistira tak mau maju perang dan bertekad tak akan pernah menyakiti siapapun juga. mendengar itu kresna pun meminta arjuna, nakula, sadewa dan bima untuk bunuh diri saja. jika yudistira tak mau maju, lebih baik seua pandawa bunuh diri, karena prabu salya tak mungkin terkalahkan kecuali jika yudistira maju. ahirnya dengan berat hati yudistira maju berperang. Dalam versi wayang diktakan bahwa salya tewas dilempar oleh jimat kalimasada. saat itu resi bagaspati masuk ke dalam tubuh yudistira, dan candrabirawa diambil kembali dari tubuh salya. kemudian yudistira melempar jimat kalimasada dan tepat mengenai dada parabu salya, seketika prabu salya gugur terkena lemparan jimat kalimasada. Di mandaraka, dewi pujawati terbangun dan menangis mengetahui suaminya sudah berangkat berperang, dan dia pun menyusul ke kurusetra. disana dia sampai ketika hari sudah sore, dan setelah mencari cari dari ribuan mayat yang tergeletak, ditemukanlah mayat suaminya. saat itu juga pujawati menikamkan keris ke dadanya. dia ikut bela pati atas gugurnya suaminya. istri yang setia, sebelum mati dia berkata kepada mayat suaminya “kakang, saya tak mampu hidup tanpa kakang, senang kita bersama, susah kita bersama, maka aku akan menyusul kakang ke sorga”…dan keris itu merobek dada pjawati, meembus jantungnya, membuat koncat nyawanya, dan bersama sukma resi bagaspati, dan prabu salya sukma pujawati menuju sorga.

Pandawa Gugat

Negara hastinapura sedang dilanda pagebluk. ibarat kata pagi sakit sore mati. sore sakit pagi mati. sedang gelap suasananya. karena merasa susah maka di sitinggil kerajaan hastina dipanggilah pendeta dr pertapaan soka lima. yaitu begawan drona. bengawan drona berkumpul menghadap jaka pitana aka prabu duryodana yag di dampingi prabu baladewa dari mandura dan patih sengkuni dari ploso jenar. maka dimulailah paseban agung yang membicarakan keadaan negeri hastinapura.Prabu jaka pitana menjelaskan keadaan kerajaan hastina yang sedang dilanda pagebluk dan meminta petunjuk pada sang begawan drona. begawan drona menyatakan bahwa sebelum dipanggil telah menerima wangsit dewata jika sebenarnya pagebluk terjadi karena hawa dari tapa para pandawa di tegal kurusetra. begawan drona meyebutkan bahwa pandawa sengaja bertapa untuk kecelakaan para kurawa. hal ini segera menjadi perdebatan karena prabu baladewa menyanggah dan berkata sebaiknya dilihat dahulu keadaan di lapangan sebelum mengambil kesimpulan.

Prabu suyudana mengambil keputusan untuk melihat keadaan di tegal kurusetra. untuk itu maka diminta prabu baladewa menjadi saksi. sementara yang memimpin wadya bala ke tegal kurusetra adalah patih sengkuni. setelah keputusan dibuat maka sang prabu membubarkan paseban dan masuk ke sanggar pamujaan. begawan drona diminta untuk menyertai sang prabu untuk manekung memohon kepada dewa agar pagebluk bisa segera diangkat. dan ketentraman kembali ke negeri hastina. Patih sengkuni segera keluar paseban dan menemui para kurawa. para kurawa langsung datang menyambut untuk mengetahui ada apa di paseban dan apa keputusan raja suyudana. diantara pentolan kurawa tampak adipati ngawangga basukarna, tirtanata dari wonokeling dan burisrowo dari mandaraka. kemudian patih sengkuni menjelaskan bahwa misi para kurawa adalah segera berangkat ke tegal kurusetra untuk melihat apakah para pandawa benar benar yang menyebabkan keadaan pagebluk di kerajaan hastina. Maka pasukan segera diberangkatkan. pasukan hatsina lengkap dengan senjata perang. dipimpin oleh basukarna dan patih sengkuni. diiringi oleh para kurawa, burisrowo dan tirtanata. sementara prabu baladewa ikut sebagai saksi sekaligus mengawasi apakah bener pandawa melakukan tindakan yang mengakibatkan pagebluk. hati kecil prabu baladewa sangsi. oleh karena itu prabu baladewa berangkat untuk melihat langsung bagaimana kejadian dilapangan. pasukan pun diberangkatkan….!!!!

Di alas dekat tegal kurusetra berkumpulah pendawa. tampak bimasena ditengah kemudian puntadewa, arjuna, nakula dan sadewa, juga tampak gatotkaca, antaredja. sementara di luar terlihat sejumlah pasukan menjaga yang dipimpin oleh patih yodipati patih gagak bongkol. Werkudoro membuka pembicaraan setelah semua sama sama mengajukan pambagya. werkudoro berkata dengan suara yang berat, apakah kalian tahu kenapa kalian saudara saudaraku aku panggil untuk berkumpul di tegal kurusetra ini?. prabu puntadewa dan para pandawa lainya mengaku mereka tidak tahu maksud werkudoro memanggil mereka. mereka hanya datang karena memenuhi panggilan dari werkudoro. maka werkudoro menjelaskan bahwa sanya beberapa waktu lalu telah menerima wangsit dari dewata yang menyatakan bahwa ayahnya pandu dewanata swargi dikabarkan dimasukan ke dalam neraka karena segala kesalahanya di dunia. Maksud werkudoro adalah untuk mengadakan tapa brata bersama agar arwah ayah mereka pandu bisa diterima di surga dan dilepaskan dari neraka. mendengar hal itu maka para pandawa lainya pun menyetujui untuk melakukan tapa brata demi memohon agar para dewata mau mengampuni dosa dan kesalahan pandu selama hidup. sedang dalam keadaan pembicaraan berlari lari datang menghadap patih gagak bongkol. werkudoro bertanya ada apa kenapa patih berlari lari tanpa adanya panggilan dari sang werkudoro. disebutkan bahwa pasukan penjaga telah melihat pasukan besar kurawa lengkap dengan senjata mendekati tegal kurusetra. Maka segeralah antaredja dan gatotkaca serta patih gagak bongkol maju ke depan menemui pasukan besar kurawa. sementara itu werkudoro berpamitan untuk mengawasi kedua anaknya tersebut. puntadewa mengingatkan agar werkudoro tidak cawe cawe karena sedang dalam keadaan tapa brata. tak boleh menurutkan hawa emosi di dalam diri. werkudoro dengan sante berkata aku sudah dewasa tak perlu diingatkan. dan bergegas berjalan mengawasi kedua anaknya dan patih gagak bongkol yang telah memapaki pasukan kurawa.

Tampak patih sengkuni dan adipati karna maju ketika mereka melihat gatotkaca maju. terjadi pembicaraan dan perdebatan. adipati karna minta agar para pandawa membubarkan tapanya terlebih dahulu agar hawa pagebluk di hatsina bisa hilang. sementara gatotkaca mengatakan tapa dilakukan untuk menswargakan pandu kakeknya dan lumrahnya tak ada orang tapa teru dipindah itu. dan gatotkaca menyangkal bahwa pagebluk di hastina disebabkan oleh karena tapa brata para pandawa. Karena saling bersengketa dan dipanasi oleh patih sengkuni maka terjadilah perkelahian antara adipati karna dan gatotkaca. perkelahian paman keponakan itu sangat seru. beberapa kali gatotkaca terlempar kena pukulan ajian adipati karna. demikian juga sebaliknya adipati karna beberapa kali terjatuh terkena sambaran pukulan gatotkaca dari atas awan. ahirnya patih sengkuni berhasil memanas manasi adipati karna untuk lebih marah lagi. sampe adipati karna maju menghunus panah pusaka ngawangga. panah ini bernama panah sakti kala dede yang segera dilepaskan ke tubuh gatotkaca.

Antaredja melihat hal ini segera mengambil tindakan. sebelum adipati karna sempat melepaskan pusaka antaredja menarik adipati karna ke dalam bumi. disana adipati karna menyerah kalah dan minta dikeluarkan dr dlm bumi. antaredja mau mengeluarkan jika adipati karna bener bener mau berjanji untuk balik ke ngawangga dan tidak meneruskan pertengkaran. adipati menyanggupi. dan setelah dikeluarkan maka adipati memenuhi janjinya. adipati karna pulang ke ngawangga meninggalkan pasukan kurawa. Perang tanding berlanjut. gatotkaca melawan tirtanata dan borisrawa. dalam waktu singkat ke dua pamanya itu berhasil dikalahkan oleh gatotkaca. patih sengkuni kebingungan lalu menyampaikan provokasi kepada raja mandura baladewa bahwa gatotkaca berteriak menantang raja mandura. prabu baladewa yg cepat marah tersulut emosinya. dan dengan senjata nenggala ditangan maju ke medan peperangan. mengetahui prabu baladewa yg maju maka gatotkaca, antaredja dan patih gagak bongkol memilih mundur. karena jika baladewa dilayani maka akan semakin naik emosinya dan bisa berbahaya. prabu baladewa terus mengejar. Prabu baladewa dihadang oleh werkudoro. werkudoro menjelaskan kenapa para pandawa mengadakan tapa hanyalah untuk maksud meminta agar ayahnya rama prabu pandu swargi bisa dimasukan ke dalam surga. prabu baladewa lerem emosinya dan malah berjanji akan membantu para pandawa. bala pasukan kurawa disuruh balik oleh baladewa. kemudian prabu baladewa ikut manekung bersama para pandawa meminta agar prabu pandu bisa dikeluarkan dr neraka dan dimasukan sorga.

Khayangan suralaya goncang, pagebluk terjadi karena hawa panas tapa brata pandawa. prabu pr dewa bhatara guru mengumpulkan dewa dewa. kemudian prabu bhatara guru mengadakan rapat. bhatara guru berkata kepada patih narada bahwa semua ini karena polah para pandawa. patih narada berkata bahwa adalah wajar jika para anak ingin berbakti kepada orang tuanya. tetapi karena bhatara guru terlalu dipengaruhi istrinya durga maka bhatara guru memutuskan akan memasukan para pandawa ke kawah candradimuka bersama dengan pandu sekalian jika mereka tak mau menghentikan tapanya. Patih narada menolak dan protes akan keputusan ini. karena protesnya maka bhatara guru menyopot kedewaan bhatara narada. bhatara narada disuruh turun ke ngarcapada dan hidup sebagai manusia biasa. bhatara narada pun rela melepaskan posisinya dan turun ke dunia. tapi dalam hati bhatara narada berjanji akan membela pandawa yang dalam posisi yang benar. sementara itu bhatara guru mengeluarkan perintah agar bhatara indra dan yamadipati segera turun ke kurusetra untuk mengehentikan tapa pandawa. jika tak mau maka segera dicabut nyawanya dan cemplungkan ke kawah candra dimuka. berangkatlah bhatara indra dan yamadipati turun ke ngarcapada dikuntit oleh bhatara narada. Sementara itu bhatara guru membuat titah kepada durga untuk memangsa semua anak turun dan mereka yang mempunyai hubungan dengan pandawa. karena dianggap berani melawan dewa. bhetari durga segera menyuruh anaknya wisrawadewa meimimpin pasukan baju barat yg terdiri dari gandarwa, jin, pocong, balung engklek engklek, banaspati, setan untuk turun ke bumi. dan menghabiskan semua yang ada hubunganya dengan pandawa sebagai hukuman karena berani menentang dewata. berangkatlah pasukan besar baju barat ini ke ngaracapada. Di tengah alas tampak sri prabu kresna dr dwarawati sedang murung. disertai dengan patih setyaki. sri baginda merasa resah karena pandawa menghilang tanpa pamit. bahkan dengan ilmu kaca paesan tak mampu untuk mengetahui dimana pandawa berada. telah berhari hari sri kresna mencari resi yg bisa ditanya dimana para kadang pandawa. ternyata tak ada yang mengerti. maka sri baginda kresna pun memutuskan untuk bertapa di tengah hutan itu. patih setyaki diminta menjaga selama prabu bhatara kresna bertapa.

Sementara itu wisrawa dewa masuk alas yang sama disertai oleh bilung dan togog. lalu bertemulah dengan setyaki. segera wisrawa dewa menyerang setyaki dengan asumsi bahwa setyaki pendukung pandawa. beberapa gebuk berkali kali prabu wisrawa dewa dijatuhkan. togog menyampaikan saran agar wisrawa dewa segere balik mundur saja sebelum terjadi apa apa karena setyaki sangat kuat dan tak akan mungkin menang. tapi wisrawa dewa ngotot. maka setyaki mengeluarkan gada wesi kuningnya dan babak belurlah wisrawa dewa. dengan sisa tenaganya larilah wisrawa dewa diiringi oleh togog dan mbilung. Hawa hawa tapa dr pandawa dan juga dr sri baginda bhatara kresna menimbulkan hawa panas yang sangat. menandakan segera dimulainya goro goro. bencana terjadi dimana mana. angin puting beliung,

gempa bumi, hujan salah musim. di kayangan bhatara guru mnyiram air cupu manik untuk menenngakan alam. goro goro hanya reda ketika mendengar nyanyian dan suka cita cecandaan dari punakawan. para punakawan berkumpul dihutan. bernyanyi menembang dan berhumor. mereka mendampingi srikandi dan sembadra yang sedang bersedih dan lelaku tirakat masuk hutan mencari jawaban. karena mereka mendapati pendawa kususnya suami mereka arjuna hilang tanpa meninggalkan pesan. Di alas mereka dimomong ki semar badranaya. ki semar selalu menyampaikan agar sembadra dans rikandi berbakti kepada suami dan banyak tirakat. tiba tiba datanglah gandarwa baju barat. lalu terjadi peperangan antara gandarwa dan srikandi. ribuan gandarwa baju barat tewas. punakawan juga berperang dan semakin banyak gandarwa yang tewas. tapi namanya gandarwa baju barat walo mati sehari 7 kali tak jadi masalah karena begitu ketetesan embun mereka akan hidup lagi. mereka ketakutan dan berlari menjauh dr rombongan srikandi dan punakawan. laku tirakat di lanjutkan kembali.

Di kurusetra turunlah bhatara endra. disambut oleh para pandawa. mereka merasa senang karena bhatara ada turun ke bumi. pasti ada kabar. ternyata kabar buruk. mereka disuruh mengahiri tapa mereka. tetapi pandawa menolak dan lebih memilih yaitu masuk kawah candra dimuka menemani arwah pandu ayahnya. maka dibawalah para pandawa dan prabu baladewa ke kayangan oleh bhatara indra dan yamadipati. untuk dicemplungkan ke kawah candra dimuka. gatotkaca dan antaredja kaget diberitahu patih gagak bongkol jika pepundenya dibawa ke kayangan untuk dimasukan kawah. mereka segera mencari prabu bhatara kresna untuk meminta “nasehat” menghadapi hal ini. Sementara bhatara narada yg menguntit 2 bhatara td semnejak di kayangan segera mencari kakang semar badranaya. bhatara ismaya. tak berapa lama dalam hutan bhatara narada ketemu dengan bhatara ismaya semar badranaya dengan punakawan dan srikandi serta sembodro. singat cerita di ceritakanlah semua kejadian oleh bhatara narada. semar merasa ga terima dan segera pergi ke kayangan. semar bermaksud masuk ke kawah candra dimuka dahulu agar tak membahayakan para paadawa. karena kawah candradimuka dayanya abyar tak membawa celaka jika bhatara ismaya berada di dalamnya. Sementara itu bhatara narada memberikan cincin kepada sembadra dan manjing dalam tangan srikandi. lalu srkandi dan sembodro berubah jadi raksesi. bernama raksesi bodro yakso dan kandi yakso. mereka pergi ke kayangan untuk menuntut keadilan. diiringi oleh punakawan. di kayangan pandawa nyemplung ke kawah. mereka tak terluka sedikitpun karena kawah sudah dimasuki oleh bhatara ismaya ki semar. malah disana ketemulah antara pandawa dengan arwah prabu pandu dan ibu madrim. maka terjadilah dialog lepas kangen antara ayah dan anak. mereka begitu bahagia mengetahui anak anaknya sangat berbakti.

Geger memuncak di kayangan. dua raksesi mengamuk. sementara itu gatotkaca dan antaredja ketemu dengan sri baginda kresna dan memberitahukan masalah yg terjadi. bhatara kresna terbang ke khayangan sementara 2 satria tadi disuruh menunggu kabar di dunia. di khayangan bhatara guru menyambut kresna dan meminta segera menghadapi 2 raksesi yang mengamuk itu. karena khayangan mengalami banyak kerusakan dan kehancuran. para dewa tak ada yang mampu menghadapi amukan raksesi. Kresna mau menghadapi raksesi dengan satu sarat yaitu pandawa dibebaskan dr hukuman. bhatara guru setuju dan bersama kresna segera masuk dlm kawah. disana mereka bertemu dengan pandawa, ki semar, baladewa, dan arwah pandu. karena merasa bersalah maka bhatara guru ahirnya melepaskan hukuman pandawa. dan pandu diberi anugerah surga. Arjuna disuruh menghadapi 2 raksesi bukanya dengan senjata tapi disuruh ngerayu. arjuna manteg aji asmaragama sambil merayu dan badarlah 2 raksesi kembali jd sembadra dan srikandi. mereka lalu bersama pulang ke ngarcapada. di ngracapada gatotkaca dan antaredja menghajar sisa sisa baju barat. durga ngacir lari karena mengetahui semar akan datang. durga memerintahkan semua baju barat kembali ke istana durga di sentra gondo mayit. Tancep kayon…..byuh capek karena merasa bahwa pandawa sudah dilepaskan maka kresna mau menghadapi 2 raksesi tadi. dengan meminta bantuan pada arjuna.

Pertemuan Agung

Pandawa tidak lagi hidup dalam pengasingan dan persembunyian. Tigabelas tahun telah mereka lewatkan dengan penuh penderitaan. Tigabelas tahun yang memberi mereka banyak pengalaman berharga. Mereka meninggalkan ibu kota Negeri Matsya dan tinggal di suatu tempat yang bernama Upaplawya, yang masih terletak di wilayah Negeri Matsya. Dari sana mereka mengirim utusan untuk menemui sanak dan kerabat mereka. Dari Dwaraka datang Balarama, Kresna, dan Subadra, istri Arjuna, serta Abimanyu, putra mereka. Mereka diiringkan oleh para ksatria keturunan bangsa Yadawa, antara lain Setyaki. Selain itu, datang pula Raja Kasi dan Raja Saibya, dengan diiringkan oleh panglima masing-masing. Begitu pula Drupada, Raja Pancala, ayah Drupadi. Ia datang dengan membawa tiga pasukan perang yang masing-masing dipimpin oleh Srikandi, Drestadyumna dan anak-anak Drupadi. Banyak raja dan putra mahkota yang datang ke Upaplawya untuk menyatakan persahabatan dan simpati kepada Pandawa. Dalam pertemuan maha besar itu, pernikahan Abimanyu dengan Dewi Uttari dilangsungkan. Upacara pernikahan dilangsungkan di balairung istana Raja Wirata. Kresna duduk di samping Yudhistira dan Wirata, sementara Balarama dan Setyaki duduk dekat Drupada.Di samping upacara pernikahan Abimanyu dan Dewi Uttari, pertemuan agung itu juga merupakan pertemuan para Penasehat Agung untuk merundingkan penyelesaian yang bisa mendamaikan Pandawa dan Kurawa. Setelah upacara pernikahan selesai, para Penasehat Agung bersidang di bawah pimpinan Kresna. Semua mata memandang dengan penuh khidmat ketika Kresna bangkit untuk memulai perundingan.

“Saudara-saudara semua pasti tahu”, kata Kresna dengan suara lantang dan berwibawa. “Yudhistira telah ditipu dalam permainan dadu. Yudhistira kalah dan kerajaannya dirampas. Dia, saudara-saudaranya, dan Drupadi harus menjalani pembuangan di hutan belantara. Selama tigabelas tahun putra-putra Pandu dengan sabar memikul segala penderitaan demi memenuhi sumpah mereka. Dharmaputra tidak menginginkan sesuatu yang tidak patut dituntut. Ia tidak menginginkan apapun, kecuali kebaikan dan kedamaian. Ia tidak mendendam meskipun putra-putra Drestarastra telah menipunya dan membuatnya sengsara. Kita belum mengetahui apa keputusan Duryodhana. Kita berharap Duryodhana mau mengembalikan separo kerajaan kepada Yudhistira. Menurutku, kita harus mengirimkan utusan yang tegas dan jujur serta mampu mendorong Duryodhana untuk berkemauan baik demi selesainya masalah ini secara damai”. Setelah Kresna berbicara, Balarama berdiri dan menyampaikan pendapatnya. “Saudara-saudara, aku setuju dengan pendapat Kresna, karena itu baik bagi kedua pihak, baik Duryodhana maupun Dharmaputra. Jika putra-putra Kunti bisa memperoleh kembali kerajaan mereka secara damai, tak ada yang lebih baik bagi mereka dan bagi Kurawa. Yudhistira, yang mengetahui resiko bertaruh dalam permainan dadu telah mempertaruhkan kerajaannya. Meskipun tahu tak akan mungkin mengalahkan Sakuni yang ahli bermain dadu, Yudhistira terus bermain. Karena itu, sekarang ia tidak boleh menuntut. Ia hanya boleh meminta kembali apa yang menjadi haknya.Saudara-saudara, aku ingin kalian mengadakan pendekatan dan berdamai dengan Duryodhana. Dengan segenap kemampuan kita, kita hindari pertentangan dan adu senjata. Peperangan hanya menghasilkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat. Utusan yang akan kita kirim, hendaknya jangan orang yang haus perang. Ia harus sanggup berdiri tegak, bagaimanapun sulitnya, untuk mencapai penyelesaian secara damai”.

Setyaki tersinggung setelah mendengar pendapat Balarama. Ia bangkit berdiri dan berkata lantang, “Menurutku pendapatku, Balarama sama sekali tidak bicara sedikitpun tentang keadilan. Dengan kecerdikannya, seseorang bisa memenangkan suatu perkara. Tetapi kecerdikan tidak selalu bisa mengubah kejahatan menjadi kebajikan atau ketidakadilan menjadi keadilan. Aku hanya menegaskan bahwa Kurawa memang sengaja berbuat demikian dan telah merencanakan semuanya. Mereka tahu, Yudhistira tidak ahli bermain dadu. Karena terus dibujuk dan didesak, akhirnya Yudhistira tidak bisa menolak untuk menghadapi Sakuni, si penjudi licik. Akibatnya, ia menyeret saudara-saudaranya ke dalam kehancuran. Kenapa sekarang ia harus menundukkan kepala dan meminta-minta di hadapan Duryodhana ? Yudhistira bukan pengemis. Dia tidak perlu meminta-minta. Ia telah memenuhi janjinya. Duabelas tahun dalam pengasingan di hutan dan duabelas bulan dalam persembunyian. Tetapi,

Duryodhana dan sekutu-sekutunya tanpa malu dan dengan hina tidak mau menerima kenyataan bahwa Pandawa berhasil menjalankan sumpah mereka”. Dengan berapi-api, Setyaki melanjutkan, “Akan aku tundukkan manusia-manusia angkuh itu dalam pertempuran. Mereka harus memilih, minta maaf kepada Yudhistira atau menemui kemusnahan. Jika tidak bisa dihindari, perang berdasarkan kebenaran tidaklah salah, begitu pula membunuh musuh yang jahat. Meminta-minta kepada musuh berarti mempermalukan diri sendiri. Duryodhana tidak akan membiarkan pembagian wilayah tanpa peperangan. Jika Duryodhana menginginkan perang, ia akan memperolehnya. Kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri “. Akhirnya Satyaki berhenti bicara karena napasnya tersengal-sengal akibat terlalu bersemangat.

Drupada senang mendengar kata-kata Setyaki yang tegas. Ia berdiri dan berkata, “Setyaki benar. Kata-kata lembut tidak akan membuat Duryodhana menyerah pada penyelesaian yang wajar. Mari kita lakukan persiapan. Kita susun kekuatan untuk menghadapi perang. Jangan buang-buang waktu. Segera kita kumpulkan sahabat-sahabat kita. Kirimkan segera berita kepada Salya, Drestaketu, Jayatsena dan Kekaya. Kita juga harus mengirim utusan yang tepat dan cakap kepada Drestarastra. Kita utus Brahmana, pendita istana Negeri Pancala yang terpercaya, pergi ke Hastinapura untuk menyampaikan maksud kita kepada Duryodhana. Dia juga harus menyampaikan pesan kita kepada Bhisma, Drestarastra, Kripa dan Drona”. Setelah semua selesai menyampaikan pendapatnya, Kresna alias Basudewa berkata, “Saudara-saudara, apa yang dikatakan Drupada sungguh tepat dan sesuai dengan aturan. Baladewa dan aku, punya ikatan kasih, persahabatan dan kekeluargaan yang sama terhadap Kurawa maupun Pandawa. Kami datang untuk menghadiri pernikahan Abimanyu dan sidang agung ini. Sekarang kami mohon diri untuk kembali ke negeri kami. Saudara-saudara adalah raja-raja yang besar dan terhormat. Drestarastra juga menghormati saudara-saudara sekalian. Drona dan Kripa adalah sahabat sepermainan Drupada di masa kanak-kanak. Pantaslah kita mengutus Brahmana yang kita percaya untuk menjadi utusan kita. Apabila utusan kita gagal dalam usahanya meyakinkan Duryodhana, kita harus siap menghadapi perang yang tak dapat dihindari “.

Sidang agung itu lalu ditutup. Kresna kembali ke Dwaraka bersama kerabat dan pengiringnya. Begitu pula Baladewa, kakaknya. Sepeninggal mereka, Pandawa mulai mengirim utusan-utusan kepada sanak saudara dan sahabat-sahabat mereka. Mereka juga mempersiapkan pasukan perang dengan sebaik-baiknya. Sekembali dari pertemuan agung itu, Raja Drupada memanggil pendita Negeri Pancala dan berkata kepadanya, “Engkau mengetahui jalan pikiran Duryodhana dan sikap Pandawa. Pergilah menghadap Duryodhana sebagai utusan Pandawa. Kurawa telah menipu Pandawa dengan sepengetahuan ayah mereka, Raja Drestarastra yang tidak mau mengindahkan nasehat Resi Widura. Tunjukkan kepada raja tua yang lemah itu, bahwa ia telah diseret anak-anaknya ke jalan yang salah. Engkau bisa bekerja sama dengan Resi Widura. Mungkin dalam tugasmu engkau akan berbeda pandangan dengan para tetua di sana, yaitu Bhisma, Drona dan Kripa. Begitu pula dengan para panglima perang mereka. Andaikata itu yang terjadi, maka dibutuhkan waktu lama untuk mempertemukan berbagai pendapat yang berbeda. Dengan demikian, Pandawa mendapat kesempatan baik untuk mempersiapkan diri. Sementara engkau berada di Hastinapura untuk merundingkan perdamaian, persiapan Kurawa akan tertunda. Syukur kalau Pendita bisa kembali dengan penyelesaian yang memuaskan kedua pihak. Tetapi menurutku, Duryodhana tidak dapat diharapkan akan mau menyetujui penyelesaian seperti itu. Namun demikian, mengirim utusan merupakan suatu keharusan”. Demikianlah, Raja Drupada mengirim Brahmana kepercayaannya ke Hastinapura untuk menjadi utusan yang mewakili Pandawa dalam mencari penyelesaian secara damai dengan Kurawa.

Purbodjati

Negeri hastinapura yang permai. kekayaan melimpah. sayang sekali rajanya prabu duryodana tak pernah tenang. karena menuruti hawa nafsu ingin melenyapkan seteru duri dalam daginya. yaitu para pandawa. siang itu paseban dibuka dengan hadirnya dan menghadapnya 2 orang begawan. yang pertama adalah

begawan drona dr pertapan soka lima dan panembahan wiso sejati dari talang gantungan. bengawan drona menceritakan bagaimana keskatian panembahan wisno sejati pada sang prabu joko pitono. saat itu di paseban hadir juga patih sengkuni dari ploso jenar dan prabu baladewa dari kerajaan mandura.

prabu jaka pitana mengutarakan mengapa keadaan dirinya sering dalam keadaan gelisah selalu. sang panembahan menjelaskan bahwa karena sang baginda selalu memikirkan kekuatiran bahwa para pandawa akan merebut dampar kerajaan. karena itu sang panebahan menawarkan untuk ikut berbakti dengan mengupayakan kematian para pandawa. sang prabu jaka pitana sangat gembira sekali dan menerima usulan dari sang panembahan. sang panembahan mengatakan bahwa pandawa itu kekuatanya dari sri bhatara kresna karena itu untuk memudahkan membunuh pandawa maka harus dilenyapkan dahulu sang bhatara kresna. sang panembahan menanyakan apakah sang prabu menyetujui akan usulan dr dirinya.

Sang prabu jaka pitono memberikan isyarat beliau sangat setuju terhadap usulan panembahan. bahkan meberikan suatu harapan bagi panembahan agar bisa membantunya melenyapkan para pandawa. tetapi sang panembahan kemudian berkata bahwa di dlm istana hastina ada mata mata pandawa. yaitu sang prabu baladewa yang dianggap adalah mata mata karena beliau pasti tak akan setuju dengan usulan untuk membunuh sri bhatara kresna. mendengar itu sang prabu baladewa menahan amarahnya dan berkata, sebaiknya sang prabu joko pitono berpikir ulang. agar wening pikiranya. tidak hanya memusatkan pada keinginan membunuh para pandawa saja. tetapi usulan itu tidak diperhatikan sang prabu jaka pitana. bahkan resi drona menyumbari akan membantu penuh teman barunya itu dalam mengupayakan kematian sri kresna dan pendawa. Sang prabu jaka pitana menyetujui hal tersebut dan meminta segera dilaksanakan perbuatan tersebut secara nyata. maka sang panembahan memanggil muridnya dr ngeri talang gantungan yaitu prabu dosokendro. prabu doso kendro datang menghadap dan berkata sanggup untuk menjadi jago kurawa dalam membunuh sri kresna. setelah direstui sang prabu maka berangkatlah rombongan. dengan dikawal oleh patih sengkuni, resi drona dan para korawa. setelah rombongan berangkat prabu baladewa pamit pulang dengan lasan istrinya sakit. tetapi sang prabu sebenarnya sangat marah dan berniat mencegat rombongan prabu dosokendro. Paseban dibubarkan. lalu sang prabu joko pitono masuk ke dalam istana. berganti baju serba putih dan masuk sanggar pemujaan. niat minta kepada dewata agar niatnya berjalan lancar. disanggar pamujaan gangguan banyak terjadi. karena niat sang prabu yang jelek dan tak direstui dewa. kemenyan yg dibakar tak nyala nyala. bahkan cuma menetes mematikan apinya. kukus kemenyan berwarna hitam dan bolak balik membuat sang prabu bangkis bangkis dan mata merah perih. marah sang prabu duryodana. kemenyan ditendang sampe mencelat jauh ke pelataran. lalu sang prabu keluar saggar pamujaan. ratu banowati yg tau suaminya lg marah menyambutnya dengan senyuman. dan luluhlah marah sang prabu, mereka pun berasmara ria. tak peduli lg dengan niatan membunuh pandawa….

Prabu dasakendra diiringi oleh togog dan mbilung. mereka jalan didepan mendahuli begawan drona dan panembahan wisno djati yg berjalan di belakang. lalu di belakangnya lg agak jauh patih sengkuni dengan para kurawa mengawasi. sementara lg enaknya berjalan prabu dasa kendra menanyaan pd togog apa sih kelebihan prabu bhatara kresna itu?. lalu togogo menjelaskan agar sang prabu jangan berani melawan sri kresna karena beliau adalah titisan wisnu, memiliki senjata chakra dan bisa tiwikrama menjadi raksasa sebesar jagad. tapi dasar kesombongan memenuhi dada dasa kendra sehingga tak mau mendengar penjelasan dari togog dan memilih terus berjalan akan membunuh sri kresna. Belum jauh melangkah jalan dihadang oleh prabu baladewa. yang kemudian menantang dasakendra. boleh membunuh sri kresna jika bisa melangkahi bangkai baladewa kata raja mandura itu sangat marah. perkelahian pun terjadi. prabu baladewa mengamuk sejadi jadinya. dasa kendra dihantam dipukul dan diinjak injak. sampe babak belur klenger. kemudian mundurlah dasa kendra dan bertemu dengan rombongan resi drona dan panembahan wisno djati. sengkuni menyusul dan dengan mengejek dia berkata kepada resi drona. kakang drona, ini jagoanmu?masa belom apa apa saja sudah babak belur begini?. drona sesumbar bahwa itu baru awal.

Prabu dasa kendra mengeluarkan pusaka kemlandingan putih. yang dilempar ke arah prabu baladewa yang segera mebentuk tali yang mengikat tangan ratu mandura. marahlah prabu baladewa meledak ledak suaranya. sambil mencabut senjata saktinya neggala. neggala membuat pusaka kemlandingan putih hancur berantakan dan dasa kendra jadi bulan bulanan dan hampir saja tewas kalo tidak melarikan diri. oleh panembahan dsuruh agar melanjutkan jalan dan jangan ngurusi baladewa. resi drona lalu menggunakan cara licik dengan mencipta agar dasa kendra bisa salin rupa sama persis dengan hyang kaneka putra bhatara narada. karena nesehat dr panembahan bahwa kresna itu tak takut apa apa. dia cuma takut kepada bhetara. Oleh panembahan kaneka putra palsu ini disuruh ke dwarawati dan meminta mustika wijaya kesuma. dengan prediksi kresna tak akan bisa mati jika mustika wijaya kesuma masih ada ditangan sri kresna. karena mustika wijaya kesuma dikenal mampu membangunkan orang mati separah apapun lukanya. maka berangkatlah narada palsu ke dwarawati. sementara itu drona dirubah oleh panembahan salin rupa jadi prabu kresna. untuk pergi ke ngamarta dan meminta layang kalimasada dari prabu puntadewa. karena ga mungkin minta paksa dan mengetahui pandawa cuma patuh pd kresna maka drona salin rupa jd kresna. cuman panembahan mengingatkan agar hati hati pada sadewa. karena sadewa itu yg paling waspada dan akan mengetahui jika ada yg pake ilmu salin rupa. Juga diperintahkan agar membawa arjuna dan werkudro untuk diperdaya dengan sebuah asumsi bahwa benteng pandawa ya cuma bima dan arjuna yang paling sakti. maka berangkatlah sri kresna palsu ke ngamarta. merasa belom aman panembahan memanggil buto yg tak tampak karena ahli panlimunan, bernama yaksa kala jambe rupekso. diperintahkan dengan halimunan selalu mengikuti resi drona aka krena palsu. jika ada yang mau menyusul untuk menggagalkan jalan sri kresna palsu ditugaskan pada buto tersebut untuk menghadapi sang pengganggu siapapun itu. maka berangkatlah sang raksasa, yang wujudnya tak terlihat. ibarat kata hanya suara tanpa wujud karena ahlinya dlm halimunan.

Baladewa mencari lari kemana musuhnya. tiba tiba saja menghilang. hatinya merasa sangat tak enak. kemudian segera bladewa melaju ke dwarawati. untuk mengingatkan bahwa bahaya sedang mengancam adiknya prabu bhatara kresna. kisah berpindah ke ngamarta. kerajaan ngamarta aka indraprasta mengalami masa suram. terkena pagebluk karena hawa hilangnya pamomong pandawa yaitu aki semar badranaya. ibarat kata keadaan morat marit. banyak penyakit. pagi sakit sore mati, sore sakit pagi mati. dan para pandawa merasa sangat sangat prihatin sekali. Di paseban para pandawa tampak murung. tiba tiba datanglah sri kresna palsu resi drona yang langsung masuk sitinggil. sri kresna palsu di sambut dengan bahagia. para pandawa merasa bahagia karena dengan kehadiran sri kresna dianggap akan mampu memberikan jawaban atas apa yang terjadi di negeri ngamarta. sri kresna menyampekan jangan sedih dan konyol, semar itu wong cilik bodoh dan ga bs apa apa jangan dimulia muliakan katanya. lalu sri kresna meyampekan ada topo yang gede banget penguwasanya. namanya panembahan wisno djati. dan menganjurkan pandawa berguru padanya. sri kresna mengatakan bahwa pandawa mengalami pagebluk karena kurang paham isi layang kalimasada. dan sri kresna menganjurkan agar layang kalimasada diberikan padanya dan arjuna wkudoro agar ikut untuk diwejang sang panembahan. hal ini disetujui oleh prabu puntadewa. maka berangkatlah rombongan sri kresna palsu dan layang kalimasada disertai harjuna dan werkudoro.

Sadewa merasa curiga dan tau bahwa sri kresna bukanlah sri kresna asli. melainkan jelmaan orang lain. dia berkata kepada prabu puntadewa untuk menyusul dan merebut jamus kalimasada. tetapi dilarang oleh prabu puntadewa. sadewa pun dengan cerdiknya pamit memeriksa pasukan di luar. prabu mengijinkan sambil tetep merasa agak kuwatir sadewa akan menyusul sri kresna. tetapi sadewa menyakinkan sang prabu bahwa dirinya cuma akan keluar ke pelataran liat prajurit. di luar sadewa mengumpulkan gatotkaca, antaredja, antasena untuk diajak rembugan. mereka sadar bahwa sri kresna yg tadi itu palsu dan hanya jelmaan dan bertekad untuk merebut kembali layang jamus kalimasada. Gatotkaca bagi tugas, di angkasa gatotkaca akan menyusul. antaredja liwat tanah dan antasena mengawasi di belakang rupanya buto panglimunan jambe rupekso mengetahui. berniat menghalangi tindakan para putra yodipati. buto gandrwo ini lalu merasuk ke dalam tubuh antaredja sampe antaredja kesurupan dan memukul gatotkaca sampe pingsan. gatotkaca bangun dan bertanya kenapa kakanya memukulnya. antaredja yg kesurupan

mengatakan bahwa sadewa sedeng karena berani melawan sri kresna. lalu berantemlah keduanya. sampe pukulan gatotkaca telak menjatuhkan antaredja saat itu jin kolo jambe mencelat keluar dr tubuh antaredja. dan antaredja bingung kenapa kok dipukul oleh gatotkaca. datanglah antasena. mereka lalu rembugan apa yg sih yg sebenrnya terjadi. mereka lalu waspada. ada yg ga beres disini kata antasena.

antasena meminta gatotkaca menggunakan pemberian bhatara guru berupa mustika rumput suket kalanjana. dioleskan ke mata sanggup liat ghoib. tampalah buto gandarwa kolo jambe. pertarungan terjadi antasena dan antaredja menggunakan suket kalanjana juga sehingga bisa ikutan berantem. dlm pertempuran ini raksasanya kewalahan. karena tandang dr ke 3 putra yodipati. gatotkaca menyerang dr atas, antaredja dr dalam tanah dan antasena menendang langsung tubuh raksasa itu sehingga seperti bola sepak. karena kewalahan maka raksasa itu memilih mundur sambil menebar kabut.

Kembalilah ke 3 satria yodipati karena ga berhasil mengejar kresna palsu. dan juga ga berasil nangkep gandarwa td. menghadap sadewa, oleh sadewa diminta antasena antaredja menjaga ngamarta sementara gatotkaca diminta terbang di udara. jika ada sorot terang segera turun ke bumi. semoga itu jawaban dr masalah. dan sadewa segera ke dwarawati mengadukan masalah yg terjadi kepada sri baginda bhatara kresna. maka berangkatlah sadewa dan gatotkaca dengan tugas masing masing. Keraton dwarawati, prabu sri kresna tampak murung dipaseban bersama patih udawa dan setyaki. prabu bhatara memikirkan tentang keadaan pagebluk yg menimpa dwarawati. tiba tiba datanglah baladewa dan sadewa secara bersamaan. maka sang prabu pun menyambut tamu saudara saudaranya ini. prabu baladewa mengingatkan sri bhatara kresna agar waspada. karena ada yang mau membunuh sri bhatara kresna. sedang sadewa menyampaikan kabar bahwa sri kresna asli menyuri jimat kalimasada serta membawa arjuna dan werkudoro tanpa diketahui akan dibawa kemana. Geger tiba tiba bhatara narada palsu datang. semua menghaturkan sembah. bhatara narada berkata bahwa ada perintah bhatara guru untuk meminta kembang wijayakusuma. tapi karena kecerdikan sri kresna maka sri kresna menolak secara halus. tetapi bhatara narada palsu berkata akan merebut sendiri liwat perang jika kembang wijaya kusuma tak diberikan. sri rkesna erasa janggal dan tau kalo ini bhatara narada palsu. segera memanggil senjata chakra dan dihantamkan ke leher bhatara narada. seketika terbuka kedoknya balik ke wujud asal yaitu prabu dasa kendra yg segera lari ke luar sitinggil. yg lain akan mengejar tapi di cegah sri kresna. ini musuhku kalian disini jaga baik baik kerajaan berkata sri kresna. dan segera sri kresna mengejar dasa kendra.

Pertempuran terjadi. anehnya setiap terkena chakra tewaslah prabu dasa kendra terkena tanah hidup lagi, terus begitu ahirnya larilah prabu kresna. pertapaan wukir retawu kedatangan tamu. yaitu pangeran ongkowidjoyo aka abimanyu dan punokawan dr kesatrian plongkowati. kedatangan untuk meminta begawan abyasa memberikan pencerahan dimana lurah semar berada. oleh begawan abyasa disuruh cari ke kaki pegunungan di sebelah timur. maka berangkatlah rombongan dihadang oleh raksasa baju barat. terjadilah perang tanding. dan saat berperang gatotkaca melihat dr angkasa adiknya dikeroyk banyak raksasa. segera turun membantu menumpas para raksasa. segera setelah semua raksasa berlarian maka gatotkaca ikut dlm rombongan abimanyu mencari kaki semar badranaya. Cerita beralih ke kayangan ondar andir. tempat sang hyang wenang. sang hyang wenang lg ada tamu, ismaya ki semar. kisemar mengadu kenapa kejahatan meraja lela. sang hyangw enang bilang ini ujian untuk pembela kebajikan. lalu diberikan trisoro oleh sang hyang wenang kepada ismaya. untuk melawan kejahatan dan hanya boleh digunakan oleh mereka yang memiliki jika senopati. kembalilah ismaya ke ngarcapada setelah berterimakasih kepada sang hyang wenang. Di kaki gunug ditimur jazad ki semar ditunggu oleh hanoman. datanglah abimanyu gatotkaca dan punokawan. mereka diberi tahu semar sedang menghadap hyang wenang. maka mereka menunggu disisi tubuh semar. masuklah sang hyang ismaya. ki semar segera bangkit sadar. lalu segera meminta rombongan menuju suatu tempat yang telah diketahui untuk menyelamatkan pusaka jimat kalimasada dan arjuna serta werkudoro.

Sri kresna palsu membawa arjuna dan werkudoro ke sebuah pertapan. ketemu dengan panembahan wisno jati. diberi air untuk membersihkan jiwa. air yg diracun. karena percaya saja arjuna da bima meminumnya. dan lumpuh lemaslah keduanya. lalu di bawa ke dalam penjara. sri kresna palsu diminta kembali ke pandawa untuk mengambil putadewa dan sisa pandawa. sementara jin jambe disuruh memasukan arjuna dan bima ke penjara. saat itu datang rombongan semar. hanoman dengan seluruh kesaktianya memukul sampe hancur berantakan tubuh dr jin jambe. gandarwa kala jambe tewas seketika. lalu penjara di hantam pusaka trisoro yg diberikan semar kepada gatotkaca.lebur penjara itu, bima dan arjuna ditolong keluar.

Datanglah prabu kresna asli dikejar oleh dasa kendra. semar meminta hanoman menghadapi dasa kendra sementara kresna diminta merebut jamus kalimasada dari kresna palsu. pertarungan terjadi dan hanoman berhasil mengenali dasa kendra sebagai sukma dosomuka yg lari dr gunung pangukuman argokiloso. setelah berantem seru maka terpeganglah sukma dasamuka dan dikembalikan ke penjara. sri kresna asli terdesak oleh sri kresna palsu. oleh semar gatotkaca diminta menghantamkan senjata trisoro. dan badar sri kresna palsu kembali ke wujud drona. drona menyerah dan mengembalikan kembali jamus kalimasada.

Sementara panembahan wisno jati dihadapi semar. setelah perang tanding badar wujud panembahan menjadi bhetari durga. bhetari durga meyerah dan mohon diampuni. oleh semar diampuni dan bhetari kembali ke khayangan sentra gondo mayit. semua pasukan baju barat dan penyakit yg menyatroni ngamarta dan juga dwarawati ditarik. dan keadaan kembali tenang. senjata trisoro itulah purbodjati yg diberikan sang hyang wenang kepada ismaya untuk melenyapkan ke angkara murkaan.

Syang Hyang Kuncir Sakti

Di Negara Astina Prabu Suyudana kedatangan seorang Resi sakti yang resi bernama Raksa Buana. Ia akan menurunkan ajian Aji Jaya Kamijaya. Barang siapa yang memiliki ajian tersebut ia akan menjadi orang yang paling sakti di Jagat raya. Untuk memiliki ajian tersebut diperlukan persyaratan yakni tumbal darah Uudawala putra ki Semar. Untuk memenuhi persyaratan tersebut Prabu Suyudana memerintahkan Resi Drona untuk menangkap Udawala. Dengan tipu dayanya Drona, ia membujuk Arjuna untuk membantu memperoleh tumbal tersebut.

Bersamaan dengan itu Udawala sedang sakit, maka dengan alasan untuk pengobatan, Arjuna membawa Udawala ke Astina. Namun Semar mempunyai firasat bahwa ada sesuatu yang tidak semestinya dengan sikap Arjuna yang memaksakan kehendaknya akan membawa Udawala ke Astina. Cepot dan Gareng diperintah Semar untuk membuntuti Arjuna. Udawala ditempatkan pada kerangkeng besi, menunggu saat yang tepat diadakannya upacara menurunkan Ajian Jaya Kawijaya,. Di dalam ketidakberdayaannya, Udawala memohon pertolongan Dewata. Sang Hyang Wenang menjelma lalu datanglah Sang Hyng Kuncir Sakti untuk menyelamatkan Udawala.

Bathara Kamajaya Dadi Pralambang Prayi Kang Sampurna

Bathara Kamajaya iku putrane Sanghyang Ismaya lan Dewi Sanggani. Dewi Sanggani dhewe ora liya putrane putri Sanghyang Wenang kang kaping sanga. Bathara Kamajaya iku kondhang duwe pasuryan kang bagus banget, dedeg piyadege uga sampurna. Yen ing arcapada ana Arjuna kang dadi pralambange priya kang sampurna pasuryan lan dedeg piyadege, ing Suralaya ana Bathara Kamajaya. Kayangane sinebut Cakrakembang. Prameswarine asma Dewi Ratih, yaiku putrane putri Bathara Soma. Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, pasangan Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih kondhang rukune, ora tau cecongkrahan, siji lan sijine padha percayane, siji lan sijine padha tresnane, saengga menjila dadi pralambang wong mbangun bale somah kang samesthine.

Bathara Kamajaya iku tresna banget marang Arjuna, lan tansah sumadya mbela lan mbiyantu Arjuna. Ing lakon Cekel Indralaya, Bathara Kamajaya njaga ajining dhiri Dewi Wara Sumbadra, amarga Arjuna katemben nglakoni tapa brata ing pertapan utawa padhepokan Banjarmelati. Ora anane Arjuna ing sisihe Dewi Wara Sumbadra dimumpangatake dening para Kurawa kanggo nggodha Dewi Wara Sumbadra kang dumunung ing Banoncinawi. Ing lakon Partadewa, nalika Pandhawa murca lan Arjuna jumeneng nata ing Kaindran, Bathara Kamajaya mbela krajan Amarta saka pangrabasane Kurawa.

Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih kondhang lan dikenal banget dening sakabehing warga Nuswantara, saengga menjila panemu kang dadi perangane kapercayan yen ana sawijining wanita kang ngandhut jabang bayi sepisanan, diprelokake sarat arupa woh klapa gadhing kang isih enom utawa cengkir gadhing kang banjur kudu digambari Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih. Pangajabe, murih anak turun kang bakal lair saka guwa garbane wanita mau yen lair priya bisaa bagus banget kayadene Bathara Kamajaya, lan yen lair wanita bisaa sulistya ing rupa kayadene Dewi Kamaratih. Sarat cengkir gadhing digambari Bathara Kamajaya lan Dewi Ratih iki kudu disumadiyakake ing adicara tingkeban, yaiku slametan nalika kandhutan umur pitung sasi lan wolung sasi. Pusakane Sanghyang Kamajaya arupa arupa panah kemayan cakrakembang, yaiku panah kang wujude kayadene kembang pancawisaya. Ing lakon Cakrakembang, Bathara Kamajaya antuk jejibahan nggugah Bathara Guru kang katemben mbangun tapa. Bathara Guru kudu digugah saka tapane amarga Suralaya katekan wadyabalane raseksa Kala Nilarurdaka kang gawe dredah lan rusaking Suralaya.

Kanthi sarana panah sekti kemayan kembang pancawisaya, Bathara Kamajaya kasil nggugah Bathara Guru kang gentur tapane iku. Bathara Kamajaya asring mudhun ing arcapada kanggo mbiyantu Arjuna lan paring pituduh marang Arjuna yen satriya Pandhawa iku katemben ngadhepi reridhu. Yen katemben mudhun ing arcapada, Bathara Kamajaya tansah malih rupa dadi raseksa alasan kang dikantheni sisihane kang arupa raseksi. Ananging kadhangkala Bathara Kamajaya uga malih rupa dadi macan kumbang. Ing lakon Partadewa, nalika Arjuna dadi raja tumrap para widadari ing kayangan Tinjamaya, jejuluk Prabu Kiritin, ndadekake praja Amarta ora ana kang mimpin. Jumenenge Arjuna dadi raja ing kayangan Tinjamaya nyebabake Puntadewa, Werkudara, Nakula lan Sadewa ninggalaka karaton Amarta kanggo ngudi dununge Arjuna.

Nguningani yen krajan Amarta ora ana sing mimpin, Bathara Kamajaya ora tega, wusanane Sanghyang Kamajaya mudhun ing arcapada lan jumeneng nata sauntara ing krajan Amarta, jejuluk Prabu Partadewa. Ancase mung pengin njaga nagara Amarta supaya ora dirabasa lan dijeki dening para Kurawa. Sawise Puntadewa, Werkudara, Nakula lan Sadewa kasil nemokake Arjuna lan padha nglumpuk maneh ing Amarta, Bathara Kamajaya masrahake kalenggahan nata ing Amarta marang Prabu Puntadewa. Wandane Bathara Kamajaya iku Kinanti.

Srikandi Daup

Negara pancala dipenuhi oleh kadang pandawa. karena pancala atau cempala mengadakan sayembara. bahwa srikandi akan menikah dengan siapa saja yang sanggup membuat atau memperbaiki taman mowokoco. saat itu semua dr pandawa tahu bahwa arjuna menginginkan bersanding dengan srikandi. tetapi rupanya hal ini membuat cemburu larasati istri ke 2 arjuna. sebenernya larasati disuruh oleh sembadra istri pertama arjuna untuk menguji srikandi dalam olah kaprigelan. ternyata kemampuan srikandi dan larasati sama dan sebanding. karena tidak menginginkan geger berlanjut maka dibuatlah sayembara tersebut. Rupanya sayembara ini membuat kerajaan ceti mengirimkan dutanya. duta tersebut berwujud raksasa datang ke paseban agung dan menyatakan ingin melamar srikandi. belum memutuskan raja drupada raja agung cempala, sudah ditengahi oleh drestajumna saudara srikandi. drestajumna menantang kepada duta tersebut agar balik ke cethi dan mengurungkan niatnya. lalu terjadilah saling adu emosi yang berahir tantang menantang. raksasa keluar diiringi drestajumna. rupanya prabu drupada

merasa sangat kuatir dan meminta gatotkaca, setyaki dan antaredja yg hadir untuk mendampingi drestajumna.

Perang terjadi dan drestajumna berhasil sementara waktu menang. lalu dilanjutkan perang dengan setyaki, gatotkaca dan antaredja. duta itu walo berkali kali kalah tetep memaksa maju. sampai ahirnya dengan nasehat dr togog sang duta memilih pulang. karena serangan gabungan dari gatotkaca di udara dan antaredja di bumi membuat bingung sang duta. kembalilah duta raksasa tersebut kenegeri cethi. alkisah di negeri cethi baginda raja supala sedang muram. karena adiknya supali menginginkan menikah dengan srikandi. sedangkan baginda supala sangat membenci kresna. dia tau cempala sangat dekat dengan pandawa, dan pandawa itu dekat dengan sri kresna. kembali baginda supala memberikan nasehat agar supali mengurungkan niat menikah dengan srikandi. Datanglah sang duta menyatakan lamaran ditolak bahkan dia dikerubut oleh 3 satria pandawa. karena merasa emosi kembali prabu supala berkata agar supali mengurungkan niatnya. supali tiba tiba menjadi nekad. dan berkata akan merebut srikandi dengan cara mencurinya dr kerajaan cempala. lalu supali segera melesat meninggalkan paseban. supala geleng geleng kepala. dia mengutus patihnya dan pasukanya untuk menyusul ke cempala. dan melihat serta mendengar kabar disana. kalo sampe ada berita kemalingan dan malingnya ga ketemu, berarti supali selamat. tp kalo ada berita kemalingan dan malingnya ditangkap. maka intruksi supala jelas. patih harus berperang menyelamatkan supali.

Di tengah alas arjuna sedang bertirakat dibarengi oleh punakawan. arjuna menjelaskan ke ki semar kalo dirinya merasa bingung bagaimana cara membangun taman mmowo koco tersebut. karenanya arjuna menggelar laku prihatin dengan masuk alas dan bertirakat minta petunjuk dewata. punakawan menghibur dengan gending dan juga guyonan guyonan. lalu tiba tiba saja datanglah raksasa. raksasa ini sebagian pasukan dr patih negera cethi. terjadi pertarungan seru dan sebagian pasukan raksasa tumpas. yang lain lari kocar kacir. sementara itu turunlah betara kamajaya. beliau memberi hormat kepada semar ayahnya dan memebrikan air kehidupan dalam cupu kepada arjuna. kasiatnya bisa menghidupkan kembali apapun yg musnah. disuruhnya untuk menyiramkan di taman mowo koco pada hari anggara kasih pas bulan purnama. dan setelah itu betara kamajaya balik. sementara arjuna dan punakawan bergegas ke cempala. karena waktu yg ditentukan sudah dekat. Sementara itu para para pandawa menuju ke hastina. karena mereka akan minta bantuan danyang drona. karena dlm perkiraan mereka hanya danyang drona yang akan bisa membantu. kasak kusuk terjadi ketika prabu duryodana menerima sri kresna dan pandawa. mereka merencanakan sebuah siasat licik. dan menerima permintaan pandawa tadi. lalu bersama prabu baladewa kurawa bergegas menuju cempala. sementara danyang drona kebingungan karena ga ngerti sebenernya bagaimana menghidupkan kembali taman murwo koco itu.

Arjuna sampe di cempala langsung ke kaputren dan ketemu dengan srikandi bermadu kasih. lalu arjuna ke taman dan menaburkan air kehidupan. sehingga taman bener bener indah luar biasa. sementara itu kurawa sampe di cempala. lalu beristirahat. tanpa dinyana ketika tidur karena kecapekan supali berhasil mengambil senjata neggala prabu baladewa. tak berapa lama gegerlah cempala dan drestajumna mengambil keputusan siapa saja yang memiliki senjata nenggala akan dijatuhi hukuman mati. sementara itu supali berhasil menyusup masuk ke taman hendak nyolong srikandi. ketemulah dia dengan arjuna. Arjuna melihat senjata neggala berhati hati. dan mengatakan kepada supali bahwa dia cuma seorang juru taman. lalu arjuna meminta senjata di tangan supali. diserahkan karena supali tak mengerti kehebatan nenggala. lalu oleh arjuna ditusukan ke dada supali. dan tewaslah supali. oleh arjuna mayat supali di terbangkan dengan sepi angin ke neegra asalnya. datanglah tergopoh gopoh petruk. dia berkata bahwa ada woro woro siapa memegang nenggala akan dijatuhi hukuman mati. arjuna tertuduh karena memegang senjata neggala. maka bingunglah arjuna. Kebetulan di sekitar situ datanglah werkudoro dan punta dewa. lalu petruk mengajak arjuna ketemu 2 kakaknya tersebut. arjuna menceritakan apa yang terjadi pada 2 kakanya. puntadewa tak bisa ambil keputusan. ahirnya werkudoro mengambil nenggala dan menusukan

ke dada arjuna. tewaslah arjuna. petruk protes kenapa arjuna dibunuh. werkudoro cuma bilang agar petruk nantinya menurut saja kalo disuruh jd saksi. lalu kentongan tanda bahaya di tabuh.

Datanglah raja cempala prabu drupada, drestajumna, sri baginda kresna, sri baginda baladewa, mereka datang ke tempat kentongan ditabuh. lalu mereka bertanya ada apa, dan kenapa arjuna bisa terbunuh. werkudoro bilang tadi ada suara gedebuk, lalu pas dilihat ternyata arjuna sudah mati. maka disepakati melihat senjatanya. dr senjatanya nanti bisa diketahui siapa pembunuhnya. ketika dilihat senjatanya nenggala, maka werkudoro berpura pura menuduh baladewa membunuh arjuna. baladewa ketakutan dan bilang dia baru aja kecurian. Akhirnya drpada ribut maka sri kresna diminta menghidupkan arjuna untuk ditanyain ada apa sebenernya. sebelum dihidupkan werkudoro minta peraturan kalo kedpatan nenggala akan dihukum mati supaya dicabut. prabu drupada sedia mencabut putusan drestajumna dan sekaligus menegur drestajumna agar tidak sembarang mengeluarkan keputusan. dengan kembang wijaya kesuma kresna menghidupkan arjuna. arjuna menceritakan kejadianya. arjuna ga jd dihukum mati. tetapi diminta membuktikan keberadaan mayat supali. arjuna segera berangkat ke negeri cethi. Nah disana mayat supali diterbangkan ajian mendarat di negeri cethi. supala sangat marah dan berniat menyerbu cempala. lalu dipapak oleh arjuna terjadi perkelahian dan supala bisa dibekuk. lalu dibawa ke cempala. disana cempala mengakui suplai adiknya yg mau menyolong dewi srikandi. didepan prabu drupada dan arjuna supala memaki maki kresna. keresna tak menjawab dan meminta kepada prabu drupada supala dibebaskan. ketika ditanya kenapa prabu kresna tak menjawab ketika dimaki maki maka prabu kresna menjawab selama supala tak menghinaku di depan 100 orang tak akan kubunuh. karena supala masih saudara denganku. supala dilepas dan wadya balanya kembali ke negeri cethi (supala dichakra kepalanya oleh sri kresna di lakon rajasuya karena menghina kresna didepan 100 orang). Srikandi pun ahirnya didaupkan dengan arjuna. pernikahan dilakukan di cempala. sementra romobongan hastina kembali tanpa pamit karena malu. karena danyang drona rupanya karena malu diam diam tanpa pamit kembali ke soka lima. dia merasa ga mampu membangun taman morwa kaca. dan karena arjuna yang berhasil membangun, maka arjuna dinikahkan dengan srikandi.

Bathara Narada Patih ing Suralaya

Sang Hyang Narada utawa Bathara Narada iku putrane Sang Hyang Caturkanwaka lan Dewi Laksmi. Karana iku Narada uga sinebut Hyang Kanwakaputra utawa Sang Hyang Kanekaputra. Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa weton Balai Pustaka, ing jagad pedhalangan Bathara Narada asale saka Kayangan Siddi Udhaludhal. Dheweke duwe sedulur telu yaiku Sang Hyang Pritanjala, Dewi Tiksnawati lan Sang Hyang Caturwarna. Bathara Narada duwe sisihan aran Dewi Wiyodi. Ing palakramane kalawan Dewi Wiyodi iku, Narada peputra Dewi Kanekawati kang sabanjure kapasrahake marang Resi Seta putrane Prabu Matswapati, raja ing nagara Wirata. Saliyane Dewi Kanekawati, Narada uga peputra Bathara Malangdewa.

Bathara Narada iku disuyudi dening sapa wae kang srawung kalawan dheweke. Iku amarga Narada iku watake grapyak semanak. Narada uga kondhang alim, pinter ing maneka warna ilmu, jujur, atine resik, pikirane lantip, seneng gegojegan, prigel olah kaprajuritan ananging uga temen-temen mandhita saengga antuk jejuluk resi. Saliyane iku praupane Narada uga bagus. Ing sawijining wektu nalika Narada mbangun tapa ing sandhuwure banyu samodra, tangane nggegem sawijining cupu aran Linggamanik. Nalika iku Narada mertapa kanthi pangajab antuk kasekten lan kawibawan kang luwih. Patrape Narada iku kaweruhan dening Sang Hyang Manikmaya kang sabanjure tumeka ing papan mertapane Narada. Sawise sapatemon, kalorone banjur andon wasis maneka ilmu, ananging Sanghyang Manikmaya ora bisa ngasorake. Kalorone banjur prang tandhing adu kekuwatan lan kasekten.

Wusanane Sanghyang Kanekaputra bisa diasorake dening Manikmaya kanthi sarana aji Kemayam saengga Kanekaputra malih rupa dadi cendhek awake lan ala praupane Wiwit kedadeyan iku Sang Hyang

Kanekaputra antuk sesebutan Narada. Sabanjure sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing Suralaya. Kabeh Dewa lan Dewaputra suyud lan manut marang Narada karana kalantipan lan kapinterane. Malah Sang Hyang Manikmaya dhewe tansah antuk pituduh lan pamrayoga saka Narada. Tanpa Narada ing Suralaya, Ngarcapada bakal tansah kisruh. Kacihna akeh prekara kanggo ngatur Tribuwana lan racake uga angel ngudhari maneka prekara iku, Bathara Narada tansah seneng atine ngadhepi maneka prekara iku lan tansah kasil antuk dalan kanggo ngrampungi. Narada tansah bisa ngrampungi maneka prekara kanthi pratitis. Dening Batara Guru, Narada asring sinebut ”kakang”. Mula bukane nalika andon wasis maneka rupa ngelmu, Bathara Guru tansah kalah saengga nuwuhake rasa nesu marang Narada lan banjur nyepatani Narada.

Ananging karana Narada duwe ngelmu kang luwih dhuwur, dheweke banjur sinengkakake minangka tuwangga utawa patih ing Suralaya lan dianggep luwih tuwa. Wiwit iku Sang Hyang Manikmaya utawa Bathara Guru tansah nyeluk Narada kanthi sesebutan ”Kakang Narada”. Ing crita liyane, nalika Bathara Narada sapatemon kalawan Bathara Guru, Narada diece dening Bathara Guru kanthi ukara yen Bathara Narada iku tangane papat. Nalika mertapa ing sandhuwure banyu samodra iku, Narada nganggo klambi ananging tangane sing loro ora dilebokake ing lengene klambi, saengga katon kaya-laya tangane papat. Saka pangecene Bathara Guru marang Narada iku malah Bathara Guru dhewe kang kena sepata, saengga tangane dadi papat.

Wahyu Cakraningrat

Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu. Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya. Perebutan mendapatkan wahyu disajikan dalam pementasan wayang orang berjudul Wahyu Cakraningrat di Gedung Kesenian Jakarta, pada Kamis (24/2) malam. Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin negara. Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau wahyu kerajaan. Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi mencari sosok pemuda atau “Kurungan Kencana” yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang.

Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna. Karakter ketiga pemuda tersebut disajikan berbeda oleh sutradara D Supono. Seperti Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, wahyu Cakraningrat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya.

Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu pergi. Sampai di sini cerita sudah bisa ditebak. Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan godaan wanita cantik. Bahkan Abimanyu beberapa kali menolak tawaran Dewi Maninten untuk

menikahinya. Ia konsisten mempertahankan wahyu yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, ia terpilih dan dinobatkan menjadi raja bagi alam semesta.

Wahyu Makuta Rama

Prabu Suyudana mengutus Adipati Karna, Patih Sengkuni dan para Kurawa pergi ke Gunung Kutarunggu atau Pertapaan Swelagiri, karena dewa memberikan penjelasan bahwa barang siapa memiliki makuta Sri Batararama akan menjadi sakti, serta akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa. Dalam perjalanannya Adipati Karna pergi ke Pertapaan Duryapura Dimana Anoman, saudaranya Kesaswasidi bertempat di situ yang ditemani raksasa Gajah. Wreksa, Garuda Mahambira, Naga Kuwara dan Liman Situbanda. Karma mengutarakan maksudnya tetapi di tolak Anoman sehingga terjadi peperangan. Karena terdesak Karna melepaskan panah Wijayadanu tetapi dapat ditangkap Anoman dan dibawa ke Swelagiri.

Pihak Pandawa sang Arjuna juga mencari Makutarama, ia dating di Gunung Swelagiri bertemu dengan Kesaswidi menerangkan maksudnya dan oleh sang Begawan dijelaskan bahwa Makutarama itu sebenarnya bukan barang kebendaan, tetapi merupakan pengetahuan budi pekerti bagi raja yang sempurna atau ajaran yang disebut Astabrata. Lebih jauh Begawan Kesaswidi menjelaskan bahwa kelak cucunya yang bernama Parikesit akan berkuasa sebagai raja besar di Jawa dan ia akan menjelma kepadanya. Sedangkan Anoman diperintah untuk meneruskan bertapa di Kendalisada dan kelak pada pemerintahan Prabu Jaya Purusa dari kediri ia akan naik surga. Arjuna kembali dengan membawa panah Wijayadanu untuk diserahkan Adipati Karna. Dewi Subadra yang sangat khawatir kepergian suaminya lalu mengembara mencari Arjuna, dan diperjalanan bertemu Batara Narada yang memberikan busana pria, maka Dewi Subadra berubah ujud pria bernama Bambang Sintawaka kemudian ia pergi ke pesanggrahan Kurawa dan sanggup membantu melawan Ajuna. Bima dan Gatotkaca juga mencari Ajuna di perjalanan mereka dihadang Kumbakarna. Menurut nasihat Wibisana Kumbakarna harus menjelma pada Bima maka terjadi perkelahian yang seharusnya Kumbakarna merasuk pada paha kiri Bima. Kurawa yang dibantu Sintawaka menentang Arjuna dan peperangan terjadi. Arjuna dapat mengenali musuhnya itu adalah istrinya dan akhirnya kembali ke ujud semula, Dewi Subadra. Para Kurawa menyerang tetapi dapat dihalau Gatotkaca.

Bathara Sambu Nate Kajabah Ngebur Samodra Susu

Bathara Sambu utawa Sambo iku putra pambarepe Sanghyang Manikmaya, panguwasa Tribuwana, saka garwa sepisanan, Dewi Umayi. Tembung Sambo tegese ambu utawa ganda, tanggung jawab, cukat trengginas, sinandhi, tangeh lamun, cetha lan tongkat utawa teken. Papan dununge Bathara Sambu ing Kayangan Swelagringging. Prameswarine Bathara Sambu jenenge Dewi Hastuti, putrane putri Sanghyang Darmastuti, ateges uga putune Sanghyang Tunggal lan Dewi Darmani. Bathara Sambu peputra cacah papat, yaiku Bathara Sambosa, Bathara Sambawa, Bathara Sambujana lan Bathara Sambodana. Bathara Sambo duwe hak pinuja dening para kang nganut agama Sambo (Hindhu) kanthi paugeran-paugeran kang mligi.

Ing kitab Pustakaraja kayadene kang kapethik ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, dijlentrehake yen Bathara Guru ngutus Bathara Narada supaya ngandharake babagan agama cacah wolu marang Maharaja Kano/Kanwa kang jumeneng nata ing nagara Purwacarita.Ing wektu iku Bathara Narada nampa katrangan babagan paugeran-paugeran ing agama Syiwa, Sambo, Brahma, Indra, Bayu, Wisnu, Kala lan Durga. Bathara Sambo nate jumeneng nata ing nagara Mendhangprawa lan jejuluk Sri Maharaja Maldewa. Patihe aran Resi Acrakelasa kang watake jujur lan pinitaya.Ngebur Samudra Ing lakon Tirta Amerta, Bathara Sambo dadi paraga baku karana nampa jejibahan saka Bathara Guru supaya mimpin upaya ngebur samodra susu ing Kisranawa.

Miturut andharan ing buku Bunga Rampai Wayang Purwa Beserta Penjelasannya, jilid 1, anggitane Bondhan Harghana SW lan Muh Pamungkas Prasetya Bayu Aji, weton Cendrawasih, nalika ngebur samodra iku Bathara Wisnu dadi landhesan kanthi cara njilma dadi kewan bulus aran Akupa. Tindhihe Gunung Mandara lan Bathara Basuki kang arupa kewan ula dadi taline. Dene tenagane dipasrahake marang para raseksa kang dipimpin dening Kala Pracinti lan Kala Rau.

Dene lakune ngebur samodra iku dicritakake kaya mangkene. Sirahe Bathara Basuki kang arupa kewan ula dicekel dening para raseksa lan buntute dicekel dening para dewa. Sala bolongan kang dibur metu mbulan kang dikantheni Dewi Laksmi, omben-omben anggur, jaran putih aran Uceswara, manik kestuba kanggo kalung Bathara Wisnu, bokor putih isi banyu Amerta kang digawa dening Bathari Danwantari, gajah putih aran Herawana kang sabanjure diingu dening Bathara Indra lan sing pungkasan banyu racun calakuta. Para dewa ora nglegewa yen banyu calakuta iku bisa mateni, lan nalika para dewa ngelak banjur rebutan banyu racun calakuta iku. Wusanane akeh dewa kang mati. Bathara Guru uga ngombe banyu iku, nanging isih kuwawa mutahake. Kahanan iku ndadekake gulune Bathara Guru dadi werna biru karana racun kang dikandhut banyu calakuta iku. Ing wektu iku Bathara Guru banjur jejuluk Nilakanta. Nalika Dewi Laksmi metu saka samodra susu lan nggawa bokor putih isi banyu Amerta, banyu iku banjur dadi rebutan ing antarane para raseksa lan dewa. Para raseksa kasil ngrebut banyu Amerta iku.

Bathara Wisnu banjur ngupaya murih bisa ngrebut banyu iku. Kanthi cara malih wujud dadi raseksa wusanane Bathara Wisnu kasil ngrebut tirta Amerta lan bisa kanggo ngusadani para dewa kang keracunan banyu calakuta. Para dewa kang mati uga bisa urip maneh sawise ditetesi tirta Amerta. Raseksa Kala Rau kang kepengin ngrebut bokor putih isi tirta Amerta banjur memba-memba dadi dewa. Nanging nalika Kala Rau sedya ngombe banyu Amerta iku, Bathara Wisnu kasil manah gulune Kala Rau nganggo Sanjata Cakra. Gulune Kala Rau pedhot saknalika, ananging ora mati. Gembunge Kala Rau tiba ing bumi dadi lesung. Dene sirahe kang tetep urip pengin males Bathara Surya lan Bathara Wisnu. Nalika Kala Rau kasil minangkani sumpahe bakal males marang para dewa iku, dumadi kedadeyan grahana.

Werkudara Meruwat

Karena terlampau menuruti anaknya dewa srani maka bhatara guru memberikan wahyu kepada dewa srani yang bukan haknya. lalu dengan bantuan dewi durga ibunya dewa srani turun ke bumi menimpakan bencana kepada banyak orang. yang dia cari tentu saja pandawa. dewi durga menjelma jd senjata yang tak mampu di hadapi oleh siapa pun karena kesaktianya. goro goro menjelma di ngarcapada. Semar marah dan gugat ke kayangan. bhatara guru disot (dikutuk) menjadi raksasa. bhatara guru dlm wujud raksasa meminta ampun minta dikembalikan. tapi semar berkata carilah orang yg bisa meruwat kesalahanmu. lalu bhatara guru turun ke ngarcapada. di ngarcapada dewa srani bener bener mengincar arjuna. karena arjuna adalah pemegang title lanange jagad yang ingin direbut dewa srani.

Ketika arjuna hampir kalah dia melarikan diri dari perang karena ga kuat menghadapi senjata pusaka jelmaan betari durga. sementara itu bhatara guru raksasa turun ke ngarcapada ketemu bhatara kresna dan werkudoro. bhatara guru minta bantuan supaya werkudoro mau meruwat sengkala bhatara guru. tiba tiba datanglah arjuna berlari minta perlindungan. oleh werkudoro bhatara guru disuruh menghadapi dewa srani. Mengira raksasa yang datang adalah tiwikrama kresna dewa srani melemparkan senjatanya ke arah bhatara guru. seketika keduanya berubah. raksasa berubah bhatara guru sementara senjata berubah bhatari durga. werkudoro tela meruwat sang bhatara guru dengan caranya yang unik. sementara ahir cerita wahyu yg manjing did ewa srani lepas dan masuk ke tubuh abimanyu alias ongkowijoyo.

Wirata Purwa 1/6

Lakon Wiratha Parwa ini mengisahkan ketika Pandawa menghadapi masa penyamaran satu tahun setelah sebelumnya harus mengasingkan diri ke tengah hutan selama 12 tahun. Ini akibat Puntadewa yang sangat suka bermain dadu kalah dengan Duryudana dalam adu dadu. Saat itu menjelang sepuluh hari berakhirnya masa penyamaran. Pandawa menyamarkan diri di Negari Wiratha. Puntadewa, Kakak tertua Pandawa menyamar menjadi Lurah Pasar dengan nama Wija Kangko, Wrekudara menyamar menjadi petugas penjagal hewan ternak dengan nama Jagal Abilowo. Janaka menjadi waria yang mengajar karawitan dan tari di Keputrian Kerajaan Wiratha. Nakula menjadi penggembala dan pengurus Kuda, namanya Kinten. Sadewa jadi penggembala hewan ternak unggas menggunakan nama Pangsen. Layar tengah sebagai kelir utama mementaskan sidang Kerajaan Astina Pura dipimpin Duryudono yang sedang marah – marah karena misi memusnahkan Pandawa tidak pernah berhasil. “Paman Sangkuni…!” “Dalem Angger Prabu”

“Paman itu sudah tua, tapi tetap saja bodho…Nggak becus, buat paman sudah saya sediakan semua fasilitas yang paman minta, uang saku, komisi, bonus meskipun belum kerja. Apa lagi yang kurang???. Tunjangan tiap proyek juga tidak pernah telat ! Tapi mengapa proyeknya tidak pernah close ?!!! Selalu over time, over budget, bahkan never ending story !!. Proyek pertama, katanya akan meracuni Pandawa, bukan teler yang didapat Pandawa tetapi mereka malah kuat! Proyek ke dua, Pandawa dan Drupadi dibakar hidup – hidup dalam edisi Balai Sigolo – golo. Fail!!!! Bukan pandawa yang mati terbakar hidup – hidup, malah lima kere yang nggak berguna tewas. Tapi dengan bangganya sampeyan laporan proyek berhasil dengan sukses dan seksama. Karena sesuai estimasi dan selesai lebih cepat dari rencana, sampeyan minta tambahan bonus. Saya Kasih…..Tapi, apa kenyataannya… Pandawa masih hidup dan sehat wal afiat. Paman minta satu kesempatan lagi untuk mengajukan proyek berikutnya, sebenarnya saya males. Tapi karena tidak ada yang lebih dari sampeyan, paling tidak lebih licik dan cerdik, maka saya ikuti proposal dan bugdet sampeyan. Saya langsung paraf dan tanda tangan. RKS/TOR dan HPS Proyek penjerumusan Pandawa di Hutan Amarta saya setujui …!!! Di Proposal sampeyan, dengan meyakinkannya Pandawa pasti akan tewas karena hutan itu terkenal wingit, gung liwang – liwung, banyak demit dan memedi yang siap memusnahkan jalma manusia.

Hutan itu terkenal dengan keangkerannya, siapapun yang ke sana, pasti hanya tinggal nama !!! Gila…gila. Proyek fail, gagal total. Budget habis, hasil nol besar. Padahal aku tahu, banyak unsur yang Paman Mark Up…Uang SPPD tidak sesuai aturan, kuitansi kosong, tiket palsu….Oakay.. saya tutup mata. Karena memang tidak ada yang lebih dari Paman. Semua prajurit dan punggawa juga sesepuhku bodho semua. Paman juga bodho, tapi kelebihan paman karena sampeyan licik dan culas saja. Yang saya dapat, pandawa lecet sedikitpun tidak. Malah dapat kerajaan Jin Amarta dan kekuatannya berlipat – lipat karena masing – masing pandawa dapat tambahan kekuatan dan kesaktian satu jin.” ”Mohon maaf angger, saya tidak akan mengulangi lagi…” ”Mblegedhesssss……………..Hanya maaf dan sorry yang bisa paman sampaikan, katakan. Tidak adakah kata – kata yang lebih bernas !!!” Sangkuni diam seribu basa! ”Bapa Drona !!!” Duryudona mengalihkan sasaran kepada Begawan Drona ”Sendika Anak Prabu…” ”Saya tahu….Sebenarnya Bapa Drona lebih sayang dan cinta kepada adik – adik pandawa daripada kepada Kurawa. Badan dan raga paman di Astina, tetapi hati dan pikiran Paman di Amarta…, saya tahu itu. Katanya Bapa itu guru sebala guru…”

Wirata Purwa 2/6

Duryudona masih dalam kemarahannya, giliran ke Pandita Druna… ”Bapak Guru, katanya sampeyan adalah Guru segala Guru…Tapi mengapa hanya mengeliminasi Arjuna saja, sampeyan tidak mampu. Malah dia lolos terus melewata babak audisi, babak semi final, babak final dan akhirnya menjadi juara memanah antar Jawa Dwipa…Ada apa ini…..????, saya sangat curiga Bapak Guru ada main dengan mereka para Pandawa. Bapak Guru….., setahu saya dan atas laporan para punggawa, semua kebutuhan Bapak Guru sudah kami penuhi. Tunjangan mengajar sudah kami lebihkan. Biarpun Bapak Guru jarang mengajar karena kebanyakan proyek di luar, saya kasih dispensasi. Gaji tetap penuh, tunjangan tidak

dipotong. Proyek pribadi selalu sukses, tapi giliran proyek untuk kepentingan kerajaan ….MEMBLE….Perlu contoh proyek kerajaan yang Bapak handle tapi gagal ???, wah buanyak Bapak. Saya sebutin satu saja. Bapak pasti ingat proyek ’PEKERJAAN PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN ELIMINIASI BRATA SENA’ beberapa tahun yang lalu ??. Bapak, berapa budget yang bapak habiskan dengan janji Bratasena akan tewas di Gunung [waduh lupa namanya apa ]? Bapak bilang Bapak bisa menjerumuskan Bratasena dengan menyuruhnya mencari Kayu Susuhing Angin di Gunung itu? Apa yang terjadi kemudian ? Bratasena tidak mati, malah pulang mendapat kesaktian berupa cincin yang bisa membuatnya mengarungi samudra !!!!! Ada proyek lain, penghilangan Bratasena di Samudra, gagal juga. Malah bratasena tambah kuat karena mendapat kesaktian dari Bethara Ananta Boga. Dapat istri cantik lagi, anaknya ananta Boga itu…Wah kurang ajarr !!!!. Sekarang Bapak mau bilang apa ? Masih ingin kompensasi lagi, kenaikan tunjangan mengajar, dispensasi proyek pribadi ??”

Pandita Druno adala professor di Astina. Dia adalah guru Pandawa dan Kurawa. Sebagai professor, selain pintar dia juga bijaksana, wise. Dia tahu, percuma menanggapi orang marah dan agak sedeng seperti Duryudono saat ini. Hanya kerena hutang budi yang tidak seberapa saja, dia mau bertahan di Kampus Sukolimo yang masuk area Astina. Maka dengan kesabarannya, Pandita Drona hanya bilang “Mohon maaf dan mudah – mudahan masih bersarabar Anak Prabu…”. “Maaf dan sabar lagi, kapan saya dapat hasil yang saya inginkan……?”. Giliran Adipati Awangga Basukarno kena semprot. “Kakang Karno…., Saya sangat membanggakan Kakang sebagai senopati unggul di Astina. Saya sangat percaya dengan kesaktian dan kemampuan Kakang dalam berperang. Tapi Kakang sama saja dengan yang lain, dalam hati lebih sayang pada Arjuna daripada kepada kami para Kurawa. Itulah kenapa hanya untuk seorang Arjuna saja Kakang tidak bisa mengatasi. Atau lebih tepatnya pura – pura tidak bisa mengatasinya. Kalian semua hanya bisa ngomong kosong…..!”. “Oakay Guys….!” Duryudono keluar gaya premannya, dan melanjutkan kemarahannya. “Sekarang tinggal sepuluh hari lagi Pandawa akan sukses dalam penyamarannya. Dan kita harus mengembalikan Amarta dan separo Astina. Saya sudah kasih waktu satu tahun untuk menemukan Pandawa. Tapi hasilnya nihil. Jadi kerjaan intelejen kita itu ngapain saja ?? Budget dan Anggaran selama setahun ini, larinya kemana ????. Jangankan bagaimana Pandawa, indikasi lokasi Pandawa saja kita tidak tahu!!!. Apa yang saya harapkan lagi dari kalian…Sudah kalian istirahat yang tenang, tidur yang nyenyak, makan yang enak…..Saya akan tangani sendiri Pandawa…!!!!…Minggirrrrrrrrrr”. Druyudono menghunus pedang, menerjang rapat agung. Belum sampai keluar balairung, datang Resi dari Talkanda, Resi Bisma yang sebenarnya eyang Para Kurawa dan Pandawa. Resi Bisma mencoba menenangkan Duryudono.

”Ngger, cucuku yang paling gagah, nggantheng dan perkasa. Yang sabar nak, jangan seperti anak kecil begitu to ah. Kamu itu khan raja besar dengan kekuasaan luas, jajahan banyak, pendudukmu banyak, kekayaan alam melimpah. Ah tapi mbok ya jangan gampang marah begitu to. Yang sabarrr.. Terus kamu bawa – bawa pedang terhunus seperti itu, ya malu lah…Nanti apa kata orang, kemana saja punggawa dan prajuritmu yang berlimpah dan sakti – sakti itu, kok Rajanya turun gelanggang sendiri ???. Sarungkan dulu pedangmu itu, duduk yang tenang kita bicarakan dengan kepala dingin apa permasalahan dan bagaimana cara mengatasinya”. Resi Bisma adalah Begawan syarat pengalaman, kesaktian, kebijaksanaan, dan kepandaiannya tiada banding. ”Cucuku Prabu, apa permasalahan yang kamu hadapi Ngger??” ”Eyang Bisma, sebenarnya simple saja. Para punggawa kerajaan bodho semua. Atau mungkin tidak ada niat untuk bekerja secara serius dan professional. Kakek Bisma tahu, sekarang ini sepuluh hari lagi Pandawa selesai masa satu tahun penyamarannya. Dan kalau penyamaran itu sukses tanpa di ketahui oleh Kurawa, maka saya harus mengembalikan Amarta dan separo Kurawa !!!. Wah saya tidak mau itu terjadi, karena para punggawa tidak tahu di mana Pandawa berada, saya akan mencari sendiri..” ”Kemana kamu mencari ? Apa kamu tahu kira – kira ada di mana adik – adikmu Pandawa ???” ”Tidak…!!!”

”He he..he…, la terus kamu mau ke mana ???. Cucu Prabu, kalau masalahnya simple seharusnya solusinya tidak rumit juga. Adik – adikmu Pandawa sudah memenuhi komitmen awal yang kalian

sepakati bahwa karena mereka kalah main dadu maka mereka sanggup menjalani konsekuensi akibat kekalahannya itu. Mereka tidak pernah mempermasalahkan bahwa permainan dadu itu sendiri pantas digugat karena Kurawa sebenarnya bertindak curang. Iya apa tidak ???…… Sangkuni telah membuat siasat untuk mencurangi Puntadewa sehingga Puntadewa kalah. Cucu Prabu……., Pandawa telah memenuhi janjinya, maka kamu sebaiknya juga harus bersikap legawa dan menerima kenyataan Amarta harus kamu kembalikan. Apalagi Amarta sejatinya adalah tanah dan kerajaan empunya Pandawa. Mereka dengan susah payah dan menerjang segala risiko, memeras keringat, menahan lapar dan haus, menjalani perang tanding yang tidak ringan guna membabat hutan Amarta menjadi Kerajaan Amarta. Kemudian mereka membangunnya sehingga kegemilangannya mengalahkan Astina yang ratusan tahun lebih dulu didirikan dan dibangun…………. Astina Pura, kalau dirunut – runut, sebenarnya kamu wajib mengembalikannya bukan hanya separo kepada Pandawa tetapi seutuhnya. Karena memang kerajaan ini hak mereka….., kamu tahu itu. Orang tuamu hanya menerima titipan saja dari Pandu, karena Pandawa masih belum akhil balik, Bapakmu yang memangku Pejabat Kerajaan. Dulu janjinya, kalau Pandawa sudah akhil balik kerajaan akan dikembalikan kepada mereka. Tapi apa yang terjadi ??? Karena pengaruh adik iparnya ya Sangkuni itu, Bapakmu tidak mengembalikan kerajaan kepada Pandawa tetapi malah mengangkat kamu menjadi Raja dan Kurawa berkuasa atas tanah dan kerajaan titipan pamanmu itu. Karena itu Ngger….., menerima dan legawa lah untuk mengembalikan hak Pandawa yang memang bukan milik kalian Para Kurawa. Dengan demikian permasalahan akan selesai, dan saya jamin kalian akan mendapatkan perlakuan yang baik dari Pandawa. Toh mereka hanya meminta separo kerajaan. Separo kerajaan lagi tetap dapat kalian miliki dengan tenang serta berketetapan hukum yang sah. Separo kerajaan Astina bukan main main, meskipun separo masih terbilang sangat luas. Masih ribuan pulau dengan luas samudra yang tidak terkira. Barang tambang padat maupun cair, kalian tinggal mengeruk. Tidak akan habis ratusan tahun ke depan…Apa lagi yang kalian harapkan, cucuku ………..????”

“Wahhhhh, Kakek ….!!! Sampeyan tidak perlu memberikan kuliah umum buat saya. Percuma, jangankan Kakek yang hanya Resi, Kepala Negara tetangga kita menguliahi kami para kurawa pun, kami tidur. Kakek…!!!!!! konon khabar yang terdengar di luaran Kakek punya kesaktian linuwih. Mengerti sebelum terjadi, tajam penglihatannya, peka pendengarannya, sekarang saya mau tanya, Apakah kakek tahu di mana Pandawa saat ini berada ??? Saya hanya butuh jawaban itu, tidak kuliah umum yang panjang lebar.”

“Oalah Ngger – nger…, Baiklah tapi aku tidak tahu di mana Pandawa. Kalaupun aku tahu di mana mereka berada, aku tidak akan mengatakannya kepadamu. Tapi Duryudono, Kakek tahu bagaimana tanda – tanda suatu tempat di mana kemungkinan para pandawa ada di situ” “Bagus….!!!!! Kalau begitu ceritakan saja tanda – tandanya…Dengan begitu seharusnya pasukan intelejen Astina dengan pasti dapat mengetahui di mana para Pandawa berada” “Begini kira – kira tanda – tanda itu. Kalau di suatu negeri, pemimpin dan penduduknya dekat dengan Allah, kalau pemimpin dan penduduknya rajin beribadah, bersikap jujur dan sederhana, dapat memegang amanat masing – masing, di situlah kemungkinan besar Pundatewa berada. Kalau di suatu negeri, para pemudanya rajin bekerja, para pemudanya terampil dan trengginas, tidak hanya mengandalkan relasi dan koneksi serta potensi orang tua atau mertuanya untuk mendapatkan proyek, cepat bangkit dan tidak mudah putus asa, di situlah kemungkinan besar Bratasena berada. Lalu…..jika di suatu negeri, kebudayaan, kesenian tumbuh subur dan diberi tempat yang layak oleh penguasa. Pencari dan pewarta berita dapat menunaikan tugasnya dengan tenang dan bertanggung jawab tanpa takut diberangus oleh penguasa, kira – kira di situlah Arjuna bertempat tinggal. Selanjutnya, jika pertanian, peternakan dan perikanan di suatu negeri berkembang dengan baik. Bahan pangan nabati maupun hewani tersedia berlimpah dengan harga terjangkau, bahan bakar tersedia mencukupi dengan harga yang wajar, maka dapat diduga kuat Nakula dan Sadewa ada di situ….” Belum sempat Resi Bisma menuntaskan pituturnya, tiba – tiba, menyeruak tamu yang tidak diundang ke tengah – tengah persidangan.

“Misi, misi, misi, saya mohon ijin untuk bertemu Sang Prabu Astina Pura. Perkenalkan nama saya [wah, saya harus inget2 lagi, lupa, sebut saja raja X] X, dari kerajaan Tri Hargo. Maksud kedatangan saya ke Astina untuk mengabdi dan mengajak bersekutu Raja Astina Pura”, begitu Si Raja ini menyerocos saja tanpa perlu ditanya – tanya dulu. “He…ki sanak…Saya Raja Astina Prabu Duryudono! Tolong jelaskan apa maksudmu mengabdi dan mengajak bersekutu. Untuk apa dan dalam hal proyek mana ???” “Waduh….Sinuwun, kebetulan saya langsung dapat berhadapan dengan Raja Astina. Begini Prabu….., saya dengar dari dulu Kerajaan Astina itu kerajaan besar, wilayahnya luas, pulaunya banyak, lautannya subur dengan sumber daya perikanan dan barang tambang tak terkira. Hutannya luas terbentang, penduduk berkecukupan hidupnya tanpa pernah kurang pangan dan sandang. Sudah sejak lama saya terkagum – kagum dengan kewibawaan dan kebesaran Kerajaan Astina. Sudah sejak lama saya ingin berkunjung, belajar dan magang bagaimana menjadikan kerajaan maju dan berkembang seperti Astina. Hanya saja…, mohon maaf Prabu, saat sekarang pamornya sudah agak memudar. Ibarat Matahari, sinarnya tidak terlalu terang lagi karena memasuki senja hari dan tertutup awan mendung. Kebesaran dan kemegahan Astina Pura tertutup dan terhalang kerajaan lain yang sebenarnya tidak terlalu besar dari sisi luas wilayah. Mungkin hanya sekitar kurang dari seperempat wilayah Astina. Saya dengar, dulu kerajaan ini belajar dari apa yang dilakukan oleh Astina. Sekarang….kenyataanya kerajaan ini jauh meninggalkan Astina. Bahkan saya dengar banyak seniman dan hasil kesenian Astina yang lebih berkembang di Kerajaan ini, Kerajaan ini pun dengan terang – terangan mengklaim bahwa beberapa hasil seni dan budaya Astina adalah milik dan hasil karyanya…..” “Hei…hei….Sampeyan yang hati – hati kalau bicara. Kalau terbukti bicara sampeyan tanpa fakta saya bisa musnahkan sampeyan saat ini juga”. Dursasana kebakaran jenggot merasa tersinggung negaranya dilecehkan seperti itu. Biasa, memang wataknya untuk pukul dulu urusan belakangan.

“Sabar Raden, saya berbicara seperti ini tidak bermaksud merendahkan Astina. Justru saya ke sini untuk mengabdi dan bersekutu guna mengembalikan pamor Kerajaan Astina dibanding kerajaan tetangga ini” “Kalau begitu, katakan Negara mana itu ? Dan bagaimana kamu membantu kami ?”, sergah Duryudono meredakan ketegangan antara tamu tak diundang ini dengan adik – adiknya yang mulai naik pitam. “Baik Sang Prabu… Negara ini tidak lain adalah Wiratha. Di luar beredar khabar Negara ini lebih makmur dan berjaya daripada Astina Pura. Di pergaulan dunia, Wiratha disebut terdepan dari pada Astina…” “Lalu, bagaimana caranya mengembalikan pamor Astina menurutmu ???” “Solusi yang paling cepat adalah dengan menyerbu dan menghancurkan Wiratha. Ini sekaligus memperluas jajahan Astina Pura… ” “Hmm…..menarik juga usulanmu itu. Tapi pamrih apa kamu dengan menyerbu Wiratha ??” “Ha…ha….saya tidak pamrih apapun Prabu. Saya tidak hendak memperluas wilayah Tri Hargo, saya sudah merasa cukup dengan wilayah kerajaan saya meski tidak punya pantai dan laut. Saya hanya dendam dan sakit hati saja dengan Raja Wiratha. Tahun lalu, lamaranku terhadap putri satu – satunya Raja Wiratha ditolak. Saya merasa dipermalukan dan sakit hati sampai dengan saat ini. Oleh karena itu, saya ajak paduka bersama menyerang Wiratha, silakan ambil harta jarahan, wilayah jajahan, dan rampasan perang lainnya. Saya cukup memaksa putri kerajaan untuk menjadi istriku saja. Bagaimana, menarik bukan ?? Deal ???”

“Wahhh, iya sangat menarik itu. Tapi seyakin apa kita bisa mengalahkan Wiratha ? Apa kamu tahu mereka punya senopati kembar yang sulit ditandingi. Raden Rupa Kenca dan Kencaka Pura ???” “Ha..ha….., jangan khawatir Prabu…Kedua senopati andalan Wiratha itu suah mampus, meninggal, was death. Konon kabarnya dibunuh oleh Gondoruwo, tapi Raja tidak percaya dia menuduh danyang kerajaan yang membunuh. Sekarang, danyang kerajaan itu sedang menunggu vonis hukuman mati…” “Ah masak…, yang bener, kedua satria itu begitu sakti, bagaimana bisa tewas semudah itu???” “Sang Prabu…, begini ceritanya…” Dalang di layar tengah menghentikan adegan ini, cerita flashback Raja X digambarkan di pantulan bayangan pada layar dengan bantuan proyektor. Penonton melihat kelebatan bayang – bayang adegan cerita bagaimana meninggalnya kedua senopati kembar itu. Saya akan melanjutkan tulisannya lain kali….

Patih Sengkuni Duwe Gegayuhan Nguwasani Ngastina

Sengkuni utawa Sakuni ing Mahabarata dikenal minangka raja ing krajan Gandaradesa lan jejuluk Prabu Gandara. Ananging ing pedhalangan mung sinebut Sengkuni. Ing Purwacarita dikenal kanthi aran Trigantalpati. Dene ing Pustakaraja jenenge Arya Suman. Ing crita wayang Jawa, Sengkuni kuwi anake Prabu Keswara, raja nagara Gandaradesa. Anake Keswara yaiku Arya Gandariya, Dewi Gendari/Gandari, Arya Sarabasata, Arya Sakuni lan Arya Gajaksa. Arya Sakuni duwe sisihan aran Dewi Sukesti lan duwe anak Surakesti. Dene ing jagad pedhalangan, Sakuni duwe anak telu yaiku Arya Antisura, Arya Surabasa lan Dewi Antiwati kang banjur dadi sisihane Udawa, patih ing krajan Dwarawati. Miturut andharan ing buku Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, sawijining dina Arya Sakuni antuk warta yen ing nagara Mandura/Matura ana sayembara perang tandhing kanthi bebana Dewi Kunti/Dewi Prita kang banget sulistya ing rupa. Sakuni kepengin melu mupu sayembara iku. Sabanjure Sakuni mangkat menyang nagara Mandura dikancani sedulure wadon, Dewi Gendari. Ananging tekane telat, sayembara wus kasil dimenangake dening Pandhu lan Dewi Kunti wus kaboyong tumuju Astina.

Sakuni banjur nyusul lan kasil nemoni Pandhu ing dalan. Dewi Kunti banjur dijaluk dening Sakuni, ananging Pandhu tetep ora gelem masrahake. Wusanane dadi perang tandhing antarane Pandhu lan Sakuni. Sakuni kalah lan banjur masrahake sedulure, Dewi Gendari, marang Pandhu. Pangajabe, Dewi Gendari bisa palakrama kalawan Pandhu, kang ing tembe mburi bakal sinengkakake nglenggahi dhampar keprabon Astina. Ananging, wusanane Dewi Gendari dipilih dening Drestarastra supaya dadi sisihane. Karana iku Sakuni banjur dumunung ing Astina. Sakuni krasa wis digawe gela dening Pandhu. Dene Pandhu dhewe sabanjure diangkat dadi raja Astina jejuluk Prabu Pandhudewanata. Ananging paprentahane ora suwe. Sawise Pandhu surut, dening Begawan Abiyasa krajan Astina dipasrahake marang Drestarastra. Sakuni banjur nyumadhiyakake sakabehe kanggo minangkani gegayuhane nguwasani krajan Astina.

Lumantar maneka rupa akal, apus-apus lan pitenah, Sakuni kasil nyingkirake menteri Purocana kang mati kobong ing lakon Bale Sagalagala. Kanthi mangkono Sakuni kasil nglenggahi kursi mahapatih Astina nalika Drestarastra nyekel paprentahan krajan Astina sakpatine Pandhu. Anak turune Drestarasta, ya Sata Kurawa, sabanjure sinengkakake ngaluhur minangka para pangeran Astina. Pambarepe Kurawa, Duryudana, sinengkakake minangka Prabu Anom/Pangeran Adipati, calon raja Astina. Dene para Pandhawa kasil disingkirake saka Astina, saengga Prabu Duryudana bisa nyekel paprentahan Astina. Sakuni ora mung prigel lan wasis babagan paprentahan lan tatapraja, ananging uga prigel olah kaprajuritan. Sakuni duwe pusaka arupa cis utawa tombak cendhek kang duwe kasekten bisa nekakake banyu yen ditancepake ing lemah.

Nalika prastawa pahargyan Krukmandala, Sakuni wani nerak paugeran tata susila tumrap Dewi Kunti. Kembene Dewi Kunti mbukak nalika mberot saka cekelane Sakuni. Dewi Kunti banjur ngucap sumpah ora bakal nutupi dhadhane yen durung disarati kemben saka kulit awake Sakuni. Ing tembe mburine, ing perang Baratayuda, Sakuni kasil diperjaya dening Bima. Sumpahe Dewi Kunti bisa kasembadan ing babak pungkasan perang Baratayuda kang sinebut lakon Rubuhan. Sakuni metu ing palagan perang Baratayuda mimpin wadyabala saka Gandaradesa. Ing paprangan iku, sedulur lan wadyabala senapati andhahane akeh sing mati. Kanthi numpak kreta perange, kang sawanci-wanci bisa dadi prau, Sakuni banjur nancepake sanjatane arupa cis ing lemah. Saknalika palagan perang katekan banyu kayadene banjir. Palagan paprangan banjur malih kayadene samodra. Sahadewa kang meruhi klelepe para prajurit Pandhawa banjur nglepasake panahe. Saknalika palagan perang dadi garing maneh. Wusanane Sahadewa kasil njebol kreta perange Sakuni. Sakuni banjur diglandhang metu lan banjur diajar dening Sahadewa. Ananging karana culikane, Sakuni kasil mlayu lan ngendhani cengkremane Sahadewa.

Bima kang tansah waspada meruhi polah tingkahe Sakuni lan banjur ngoyak playune. Bima kasil ngrangket Sakuni, sabanjure Sakuni diperjaya dening Bima lan kulit awake banjur dibeset. Kulite Sakuni dipasrahake marang Dewi Kunti kanggo minangkani sumpahe. Mayite Sakuni banjur dijur kanthi gada sektine Bima, gada Rujakpolo. Wandane Sakuni iku Boreh, Tanggap, Climut, Mlenyak kang nggambarake watake kang trengginas, pinter micara, ala atine, culika, julig, candhala, dengki, jahil methakil, srei lan dahwen open. Dedeg piyadege wungkuk, kempong, perot lan thuyuk-thuyuk. Kridhane Sakuni dicritakake ing lakon Pandhawa Dhadhu, Gandamana Luweng, Duryudana Gugur utawa Rubuhan lan Sengkuni Gugur.

Wisanggeni Lahir

Tersebutlah dewi dresnala dewi cantik yang dihadiahkan pada ahrjuna beserta keenam dewi lainya karena arjuna berhasil membunuh raja raksasa yang meminta dewi supraba sebagai istrinya. rupanya anak betari durga dewa srani menginginkan juga dewi cantik dresnala ini. tapi apa lacur?sang dewi beserta 7 dewi laninya telah mengandung bibit benih arjuna. dan kayaknya arjuna sayang juga terhadap sang dewi, arjuna sering menyambangi dewi cantik ini di kayangan. Tersebutlah sang dewa srani mengadu kepada ibunya betari durga, ibunya kemudian berkata, menghadaplah kepada betara guru aku akan mencoba untuk membantumu, maka berangkatlah dewa srani diiringi oleh sang ibu betari durga ke paseban agung tempat bhetara guru dan para dewa bertemu.

Di paseban agung ahdir dewa dewa dan terutama bhatara guru sebagai rajanya para dewa, lalu bhatara narada sebagai patihnya para dewa, dan bhetara penyarikan, bhetara indra, bhetara kamajaya dan bermacam macam dewa hadir dalam pertemuan agung itu. nah saat itu menghadaplah dewa srani, mengutarakan maksudnya untuk “mengawini” dewi dresnala, dengan didampingi betari durga yang juga ikut melobi kepada bhatara guru. Seperti biasa bhetara guru termakan omongan betari durga dan dewa srani, maka betara guru mengeluarkan titah untuk mengusir arjuna dan kayangan (kebetulan arjuna sedang di kayanan mengunjungi dewi dresnala), menggugurkan semua kandungan bidadari yg bersal dari benih harjuna, dan mengawinkan dresnala dengan dewa srani.

Bhatara narada dan kamajaya berusaha mencegah, tapi malah diberi pidana dengan dilepas pangkat dan kedudukanya sebagai dewa, bhatara narada marah dan turun ke bumi bersama kamajaya. sementara itu pasukan dewa dibawah pimpinan betara penyarikan dan batara indra segera diutus untuk menjalankan perintah, menggugurkan semua kandungan bidadari, mengusir harjuna dari kayangan dan membawa paksa. Terkisahkan pasukan dewa sampai di kediaman dewi dresnala, harjuna diusir dengan kasar dan kembali ke ngarcapada dengan sedih. dewi dresnala dipaksa untuk ikut ke kediaman dewa srani, sangking sedihnya dewi dresnala berteriak nyaring, lalu lahirlah jabang bayi dari perutnya bersamaan dengan teriakan itu. Sementara di ngarcapada semar dilapori harjuna kejadian yang terjadi, apalagi pasukan baju barat dari sentra gandamayit kediaman dewi durga sempet menghambat langkah arjuna, untung bisa dimusnahkan. semar naik darah dan pergi ke khayangan untuk melihat apa yang terjadi.bayi yg masih orok itu anak dresnala seharusnya dilihat dengan penuh kasih sayang, tapi tidak dengan pasukan dewa. mereka justru memukuli bayi merah itu. anehnya bukanya mati, justru bayi merah itu jadi bisa merangkak. bahatara indra dan bhatara penyarikan bingung, maka disiapkanlah pusaka. dihantamkanya ke bayi merangkak tadi. keajaiban kembali terjadi, bayi itu berubah jadi anak kecil yang bisa berjalan. kehilangan akal sehatnya bayi itu dimasukan kedalam kawah candradimuka.

Semar melihatnya dengan penuh gregetan, dia dah gak sabar pengen manampar dewa dewa tanpa rasa kasihan itu, lalu semar turun dan berdiri di samping kawah candradimuka. tiba tiba keluarlah anak muda dari dalam kawah dengan tubuh berwarna merah api. dia kemudian menghampiri semar dan bertanya siapa dirinya dan siapa ayah ibunya. Semar memberi nama wisanggeni kepadanya. begitu diberi nama wisanggeni si pemuda ini menjadi sehat badanya, segar dan penuh dengan kekuatan. dia berterimakasih

kepada semar. lalu olehs emar disuruh untuk bertanya kepada pasukan dewa siapa ayah ibunya. bagaimana kalo tak dijawab?kata si wisanggeni, gebuki aja kata semar. Wisanggeni menghadang pasukan dewa, dan seperti disinyalir, pasukan dewa gak tau siapa ayah ibu anak ini, maka wisanggeni mengamuk dan dihajarlah pasukan dewa sampai kocar kacir, dan alri menghadap ke bhatara guru. wisanggeni mengikuti ke hadapan bhatara guru diiringi oleh semar dari jauh.

Batara guru marah, semar menyuruh wisanggeni berbuat sama pada bhatara guru, bertanya siapa ayah ibunya kalo gak dijawab gebuki. dan bhatara guru bertanding melawan wisanggeni, dan kalah. cis di tangan kanan kirinya tak mampu menembus kulit wisanggeni. bhatara guru melarikan diri ke dunia….

Wisanggeni mengikuti larinya bhatara guru ke dunia. di dunia bhatara guru menemui arjuna yang lagi bersedih bersama werkudoro. dia dibarengi oleh 2 orang petapa yang membimbing arjuna. bhatara guru datang dan meminta bantuan. bahwa ada anak setan yang mengacak acak khayangan. walo arjuna sedih akrena diperlakukan buruk oleh para dewa, dia siap maju. tapi werkudoro mencegah dan maju terlebih dahulu. Wisanggeni melihat ada satria tinggi besar bertanya pada semar, siapa itu?dijawab ole semar, satria yodipati werkudoro. ketika akan dihajar oleh wisanggeni, semar melarang dan menyuruh wisanggeni menghantam kuku pancanaka werkudoro, akrena itu kelemahanya. dan benar, setelah tantang menantang terjadilah perkelahian antara wisanggeni dan werkudoro. werkudoro mundur ketika wisanggeni menghantam kukunya. sambil menahan sakit werkudoro menyuruh arjuna maju.

Melihat ada satria bagus maju bertanya wisanggeni siapa dia?maka dijawab oleh semar itu ayahmu, janganlah melawanya. dan wisanggeni pun berkelahi tanpa kekuatan, dia hampir dikeris oleh arjuna, tapi dihalangi semar. semar berkata lebih baik bunuh saya,karena dia itu anakmu, dan berangkulanlah dua orang ayah anak itu sambil menangis. Bima ngamuk ngamuk setelah tau bhatara guru salah, dia berkata pantas saja aku kalah, la aku mbela orang yg salah. 2 pertapa berubah jadi kamajaya dan narada setelah gak kuat berhadapan dengan semar.bhatara guru minta maaf pada semar, bhatara narada dan juga arjuna wisanggeni. dan ebrjanji gak akan mengulangi. Wisanggeni melabrak tempat kediaman dewa srani, dewa srani digebuki oleh wisnaggeni, dewi dresnala diajak pulang, sementara ibunya bhetari durga di hadapi semar, maka lunglailah sang betari, dia gak ebrani melawan semar.pasukan baju barat yg tadinya mengacau dibawa balik setelahs emar meaafkan si betari durga. ahirnya berkumpulah, dresnala, arjuna, wisanggeni

Wisanggeni Lahir Wujude Geni

Wisanggeni iku anake Arjuna lan Dewi Dresanala. Dewi Dresanala iku anake Bathara Brahma. Arjuna duwe sisihan Dewi Dresnala nalika Arjuna dadi raja ing Kaindran, jejuluk Prabu Kiritin. Arjuna bisa jumeneng dadi raja ing Kaindran amarga antuk kanugrahan saka dewa sawise kasil ngalahake Prabu Niwatakawaca, raja ditya sing sekti mandraguna saka nagara Imaimantaka. Wisanggeni lair saka guwa garbane Dewi Dresanala wujud geni, sabanjure malih lan ngrembaka dadi satriya sing pinunjul. Wisanggeni dadi satriya sing pinunjul kapinterane, kawegigane lan kasektene. Wisanggeni uga kondhang minangka wayang sing mbranyak, raine bagus nanging sakmadya banget anggone nyenyandhang. Marang sapa wae Wisanggeni tansah mungkak krama utawa caturan tanpa nggunakake basa krama sing alus.

Kepara yen guneman kalawan Sanghyang Wenang wae Wisanggeni uga tansah mungkak krama. Dening para dhalang Wisanggeni arang banget diwetokake ing pakeliran. Wisanggeni duwe sisihan sing jenenge Dewi Mustikawati. Dewi Mustikawati iku anake Prabu Mustikadarwa, raja ing Krajan Sonyapura. Ing lakon Wisanggeni Krama, Wisanggeni kudu ngadhepi Prabu Sitija utawa Prabu Bomanarakasura kanggo mupu Dewi Mustikawati ing sawijining patembayan. Dewi Mustikawati njaluk wewaton gambaring jagad marang Wisanggeni lan Prabu Sitija. Yen Wisanggeni utawa Prabu Sitija bisa minangkani penjaluke iku, Dewi Mustikawati saguh dadi sisihane. Wusana Wisanggeni sing kasil nggawa gambaring jagad lan

banjur dipasrahake marang Dewi Mustikawati. Kasile Wisanggeni amarga dibiyantu dening Sanghyang Wenang sing nyumadhiyakake gambaring jagad kaya panjaluke Dewi Mustikawati. Ing lakon Wisanggeni Takon Bapa, ing laku nggoleki bapake, Wisanggeni kasil mbiyantu bapake lan nagara Amarta bisa nemokake maneh pusaka-pusaka piyandel sing ilang.

Dene pusaka-pusaka piyandele Krajan Amarta sing ilang lan kasil dibalekake maneh dening Wisanggeni yaiku Kalimasada, Sarotama, Hrudadali, Anantakusuma, payung Tunggulnaga lan Pasopati. Kabeh kulawarga Pandhawa, kalebu Prabu Kresna, ora ana sing wani tumindak sakepenake dhewe marang Wisanggeni. Salawase uripe Wisanggeni dedunung ing kayangan Daksinageni bebarengan ibune, Dewi Dresanala, lan kabeh kulawargane. Wandane Wisanggeni iku Rungsit.n Dene kawitane Arjuna rabi kalawan Dewi Dresanala sing sabanjure nurunake Wisanggeni yaiku nalika Prabu Niwatakawaca pengin ngrabi Dewi Supraba. Niwatakawaca sing jeneng enome Nirbita iku banjur tumuju suralaya kanggo nglamar Dewi Supraba. Ananging para dewa ora ana sing nglilani yen Dewi Supraba rabi kalawan Niwatakawaca. Wusana Niwatakawaca banjur ngrabasa ing suralaya. Kasektene ora ana sing bisa nandhingi, para dewa kabeh kasoran. Sanghyang Girinata banjur mrentahaka Arjuna supaya ngadhepi Niwatakawaca. Nalika iku Arjuna nembe mertapa ing pertapan Indrakila lan jejuluk Begawan Ciptaning Mintaraga utawa Cipta Ening Mintaraga. Arjuna sing dibiyantu Dewi.

Prabu Kalimantra

Uwong yen wis darbe samubarang tur rumangsa digdaya kerep-kerepe banjur takabur. Semono uga Prabu Kalimantara, ratu saka nagara Nusantara utawa Cempaka Kawedhar iki. Wujude buta, sekti mandraguna. Isih enom, gegayuhane ngrabi widadari lan nguwasani tribawana. Ana ing negarane sing gedhe lan jembar laladane, Prabu Kalimantara mbawahake wadyabala raseksa kang seneng ulah kaprajuritan, prigel-prigel nggunakake sanjata lan kedhotan. Para nayakane prasasat ora ana kang ora duwe kasekten. Para agul-aguling praja mau, ing antaraning kaya ta Arya Sarotama, Ardadhedhali, Tunggulnaga, lan Karawelang. Sang nata uga kagungan titihan garudha yaksa aran Banarata, ndadekake Prabu Kalimantara saya diwedeni dening para ratu saindenging ndonya.

Ringkesing crita lelakone Prabu Kalimantara iki, nuju sawijining dina sang prabu nglurug perang menyang Suralaya ngirid bala yaksa sagelar-sapapan. Sang Prabu nedya nyuwun widadari sajodho kang bakal dikarsakake minangka garwa prameswari. Para wadya dorandara maune iya padha nyoba arep mbalekake bala raseksa kang nggunggahi kahyangan iku. Nanging wadya dorandara tetela ora kongang nadhahi yudane para manggala perang wadyabalane Prabu Kalimantara sing racak-racake padha dhugdheng kuwi. Wadya dorandara keseser perange, dhinawuhan padha mundur. Kori Selamatangkep age-age ditutup. Para raseksa ngepung rapet Repatkepanasan. Bathara Guru lan Bathara Narada banjur nganakake pirembugan, netepake manawa perlu golek jago kanggo ngundurake para raseksa Prabu Kalimantara sawadya iku. Untung dene wadya raseksa kang ngepung Repatkepanasan kuwi isih bisa disemayani. Bathara Narada banjur golek sraya marang Wukir Retawu padhepokane Begawan Manumayasa. Sang begawan iku apeputra loro, yakuwi Bambang Sekutrem lan Bambang Sriyadi utawa Bambang Sriyati. Kekarone marisi sipat lan budi luhure kang rama. Hyang Narada, sarawuhe ing Pratapan Wukir Ratawu banjur ngendika marang Begawan Manumayasa yen ngersakake mundhut putrane Begawan Manumayasa, ya Bambang Sekutrem, kinarsakake minangka jago kanggo munah satru sekti Prabu Kalimantara sawadya kang ngunggahi Suralaya. Sadurunge budhal, dewa maringi nugraha sanjata panah aran Pasopati marang Bambang Sekutrem.

Sawise matur sendika, Sekutrem banjur methuki Prabu Kalimantara sawadyabalane kang kandheg ana jaba amarga gapura lawang seketheng Selamatangkep ditutup dening Bathara Cingkarabala lan Bathara Balaupata, dewa loro kang tugase njaga gapurane kahyangan. Bareng weruh ana satriya ijen tanpa rowang marepegi, Prabu Kalimantara cingak. “We lha dalah! Kok iki para dewa mung ngajokake jago manungsa

lumrah. Sing jenenge para dewa dhewe, kang padha nduweni kadigdayan wae wis ora ana sing kuwawa nandhingi yadaningsun, kok iki.…” mangkono batine Prabu Kalimantara. Prabu Kalimantara banjur ndhawuhi titihane, garudhayaksa Banarata supaya nladhung Sekutrem. Ananging Sekutrem wis siap. Jemparing Pasopati linepasake ngenani Garudha Banarata lan Prabu Kalimantara pisan. Prabu Kalimantara nggereng sarosane, banjur ambruk ndhepani bantala, nemahi pati bebarengan karo titihane. Kaget semu gumun weruh ratu-gustine tiwas, para manggalayuda, Arya Sarotama lan Ardadhedali sawadya ngroyok Sekutrem. Ananging sing dikroyok iku satriya srayaning dewa sing banget prigel ulah sanjata. Wadya raseksa padha sirna gempang tan mangga puliha. Lan eloking lelakon, dene kuwandane Prabu Kalimantara banjur malih dadi senjata pusaka Jamus Kalimasada. Kuwandane para manggala uga dadi gegaman kang tembene dadi pusakane Pandhawa.

Widura Ora Kendhat

Widura ing jagad pedhalangan kondhang kanthi sesebutan Yamawidura. Dheweke iki anake Prabu Kresna Dwipayana/Abiyasa/Wiyasa, raja nagara Astina lan prameswarine Dewi Datri. Arya Widura duwe sisihan sing jenenge Dewi Padmarini, anake Prabu Dipacandra. Kekarone nurunake anak sing jenenge Sanjaya lan Yuyutsuh. Dene sedulur tunggal bapa beda ibu yaiku Drestarastra lan Pandu. Ing cecongkrahan antarane Pandhawa lan Kurawa, rebutan nagara Astina, Widura kanthi kupiyane ngupaya supaya antarane Pandhawa lan Kurawa bisa bedhamen. Widura tansah nandhesake yen Pandhawa lan Kurawa iku isih sedulur lan ora liya anak-anak sedulure. Ing kupiyane iki, Widura dibiyantu Sanjaya. Widura sabanjure nemoni Begawan Wiyasa, Prabu Matswapati, Resi Bisma, Resi Krepa, Pandhita Durna, Prabu Drupada, Prabu Drestarastra, Sri Kresna, Prabu Yudhistira lan Prabu Suyudana kanggo mujudake bedhamen antarane Pandhawa lan Kurawa.

Widura uga sing nulis piagam sing wose masrahake Astina saka Wiyasa/Prabu Kresna Dwipayana matang pamangku krajan, yaiku Prabu Drestarastra, sawise Prabu Pandudewanata mangkat. Bab iki dilakoni Widura kanggo mujudake bedhamen lan nyawijine kabeh kulawarga Astina. Arya Sakuni, tukang mitenah, lan Karna sing duwe rasa sengit kepati-pati marang Pandhawa kasil merbawani kabeh sikep lan panemune Prabu Duryudana/Droyudana, nanging amarga trampil lan pintere Widura, Pandhawa ngalah lan njaluk marang Kurawa kanthi lantaran Sanjaya yen Pandhawa gelem nampa separo krajan Astina, yaiku Awistala, Wrekastala, Waranawata, Mukandi lan Amasana. Ananging, Prabu Duryudana ora sarujuk lan nulak sikep Pandhawa sing gelem ngalah kasebut. Wiwit kawitane, Kurawa pancen duwe karep kanggo nyirnakake Pandhawa. Ing kedadeyan Krukmandala, Widura nulungi Pandhawa kanthi cara nggawe trowongan saengga Pandhawa bisa kalis saka bebaya kobongan sing digawe dening Kurawa. Kedadeyan iki dicritakake ing lakon Bale Sigala-gala.

Ing kedadeyan toh-tohan dhadhu, lakon Pandhawa Dhadhu, Widura wus ngelingake Yudhistira supaya ora nampa panantange Duryudana, ananging Yudhistira ora nggape, saengga Pandhawa lan Dewi Drupadi kelangan kabeh kaskayane lan diina entek-entekan dening Kurawa lan kudu urip kaningaya mataun-taun. Kanggo nuduhake bektine marang kakange sing wuta, Drestarastra, Widura mrentahake Sanjaya supaya tansah ngantheni, njaga lan ngladeni. Sawise tandha-tandha bakal pecahe perang Baratayuda sansaya cetha, Widura banjur rundhingan kalawan anake, Sanjaya lan Yuyutsuh kanggo nemtokake sikep. Sawise rundhingan wola-wali, wusana Widura lan anak-anake netepake putusan sing manteb. Lan wusana, Widura lunga ninggalake kedhaton lan mbangun tapa ing satengahing alas. Widura duwe papan dunung ing wewengkon kedhaton Astina sing dumunung ing mburi wewangunan kedhaton, jenenge papan kasebut Pagombakan. Sawise perang Baratayuda rampung, Pandhawa nguwasani krajan Astina lan ngupaya mbangun maneh kabeh tinggalane Kurawa. Pandhawa ngudi wong sing kudu dimulyakake lan antuk pakurmatan tanpa pepindhan amarga kridhane, yaiku Widura, amarga pancen gedhe labuh-labete tumrap Astina lan Pandhawa. Ananging, Pandhawa ora kasil nemokake ana ngendi dununge Widura.

Sawijining dina, nalika Pandhawa kasil nemoni Widura sing nembe mertapa lungguh sendhen mandira (wit gedhe), para Pandhawa banjur ngresiki suket lan tetuwuhan sing ngupengi. Pandhawa nyedhak sedya ngaturake urmat. Yudhistira amarga saking ngurmati marang Widura arep sujud ing dhengkule Widura, ananging diwurungake amarga keprungu swara sing nyegah. Wose, swara sing keprungu iki nerangake yen Widura wus moksa lan butuh disampurnakake wadhage. Para Pandhawa banjur ngrakit pancaka lan nyulet geni kanggo ngobong badan wadhage Widura. Pandhawa kasil nyampurnakake jasade Widura tumuju alam Nirwana kairingan rasa dhuhkita kang temen-temen. Widura duwe watak jujur, adhil, tliti, limpat lan anteng ngadhepi sakehing reridhu lan bebaya ing uripe. Widura nguwasani maneka basa lan tulisan, wegig maca kakawin lan nguwasani.

Wahmuka lan Arimuka SedulurKakang Kawah Ari-ari

Ditya Wahmuka ora bisa dipisahake kalawan Ditya Arimuka. Kekarone awujud raseksa kembar sing riwayat asal-usule siji. Kekarone metu ing lakon Alap-alapan Triputri, yaiku kedadeyan nalika ana putri telu kembar arep ningkahan bareng. Telu putri kasebut yaiku Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi Ambiki. Ditya Wahmuka lan Ditya Arimuka dadi pasanggiri nagara Pandansurat. Saksapaa sing bisa ngalahake raseksa kembar iki bakal bisa mboyong putri kembar telu, ya Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi Ambiki.

Patembayan kasebut kasil narik kawigatene para raja lan satriya sing rata-rata pancen padha kapencut marang kasulistyane putri telu kembar kasebut. Ananging saka raja-raja lan satriya sing melu patembayan ora ana sing bisa ngalahake kasektene Wahmuka lan Arimuka. Nalika iku Dewabrata utawa Resi Bisma diutus bapake, Prabu Santanu raja Astina kanggo melu ing patembayan kanggo adhine, Citragada lan Wicitrawirya. Bisma banjur adhep-adhepan kalawan Wahmuka lan Arimuka. Katelune banjur perang tandhing rame banget. Kanthi pusaka lembing Kyai Salukat, Dewabrata kasil ngalahake Ditya Wahmuka lan Arimuka. Wahmuka banjur bali marang wujud asale yaiku kawah, dene Ditya Arimuka uga bali marang wujud asale, yaiku ari-ari. Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi Ambiki iku anake Prabu Darmahambara, raja ing Giyantipura. Dewi Amba wus dipacangake lan Prabu Citramuka, raja nagara Srawantipura. Nalika Bisma kasil mupu patembayan lan mboyong Dewi Amba, Dewi Ambika lan Dewi Ambiki, ing tengah dalan Dewi Amba njaluk marang Bisma supaya diluwari amarga wus dipacangake lan Prabu Citramuka saka nagara Srawantipura.

Nanging nalika Dewi Amba kasil sapatemon kalawan Citramuka, raja nagara Srawantipura iku wus ora gelem maneh nganggep Amba minangka pacanange. Miturut Citramuka, Amba wus dadi hake Bisma sing menang ing patembayan kanthi ngalahake pasanggirine Wahmuka lan Arimuka. Amba banjur nyusul Bisma maneh lan njaluk supaya entuk melu tekan Astina. Nanging Bisma ora gelem nampa baline Amba minangka putri Boyongan. Dene Amba dhewe tetep ndhesek Bisma supaya gelem ngejak tekan Astina. Bisma banjur nesu lan ngancam Amba nganggo sanjatane. Lan tanpa sengaja, panah sing pinenthang ing gandhewane Bisma kanggo ngagar-agari Amba ucul saka jepitan drijine Bisma. Panah iku ngenani dhadhane Amba. Sadurunge mati Amba nyepatani Bisma yen dheweke bakal males patine lumantar sawijining prajurit wanita titisane. Sepatane Amba kawujud ing perang Bharatayuda babak kapindho utawa Tawur. Bisma gugur ing tangane Srikandhi, prajurit wanita saka Pandhawa, sisihane Arjuna. Nalika iku Srikandhi kasusupan sukmane Dewi Amba.

Pregawa-Pregiwati Anake Arjuna lan Endang Manuhara

Ing lakon Pregiwa-Pregiwati, kekarone bebarengan lunga nggoleki bapakne menyang Amarta, kairingan Cantrik Janaloka minangka pangiringe. Ing tengahing laku ngupadi bapakne iku, katelune sapatemon

kalawan Kurawa sing nembe ngupadi patah kembar kanggo minangkani wewaton nglamar Dewi Siti Sendari. Ancase Kurawa, Dewi Siti Sendari bakal didhaupake kalawan pangeran pati Astina sing jenenge Leksmanamandrakumara. Nalika Janaloka kacipuhan ngadhepi Kurawa ing sawijining andon yuda sing ora imbang, Endang Pregiwa banjur ngejak mlayu Endang Pregiwati, nyingkir saka papan andon yuda. Endang Pregiwa lan adhine wusana sapatemon kalawan Abimanyu. Sabanjure Abimanyu ngadhepi Kurawa sawise Janaloka nemahi pati. Lan nalika iku Gathotkaca mbiyantu Abimanyu saengga kekarone kasil ngasorake para Kurawa. Gathotkaca sing weruh Pregiwa lan Pregiwati banjur tuwuh rasa tresna ing atine. Endang Pregiwa nglanggati krenteging rasa tresa ing atine Gathotkaca lan wusana kekarone didhaupake. Gathotkaca lan Endang Pregiwa nurunake anak siji sing jenenge Arya Sasikirana utawa Sasikirna.

Dene Endang Pregiwati sabanjure dilamar dening Pancawala sawise kedadeyan rajapati. Gathotkaca ditutuh mateni Pancawala nggunakake keris sing disilih saka Arjuna, saengga antuk paukuman kanthi cara dirante. Nanging Gathotkaca kasil ndhudhah sejatining kedadeyan rajapati iku. Gathotkaca kasil nemokake bukti yen sing mateni Pancawala ora liya Leksmanamandrakumara, anake Duryudana utawa Suyudana, sing pancen pengin sesandhingan kalawan Endang Pregiwati. Wusana, Gathotkaca diluwari saka paukuman lan Pancawala diwaluyakake maneh dening Sri Kresna amarga pancen durung tekan pepesthene nemahi pati. Dhaupe Endang Pregiwati lan Pancawala, anake Prabu Yudhistira, lumaku kanthi regeng lan agung kadidene dhaupe anak raja.

Pancawala ing crita pedhalangan Jawa mujudake anake Prabu Yudhistira utawa Puntadewa, raja ing Indraprasta/Amarta/Amerta, lan Dewi Drupadi, anake Prabu Drupada raja ing Pancala. Miturut crita Hindhu, Dewi Drupadi duwe sisihan akeh utawa nglakoni poliandri, yaiku dadi sisihane Pandhawa sing nurunake anak dhewe-dhewe. Ing Mahabarata, Pancawala uga sinebut Pancakumara utawa Pandhawasuta, tegese anake para Pandhawa. Lan saka dhaupe Dewi Drupadi kalawan para Pandhawa banjur nurunake Pratiwindya (anake Yudhistira), Srutasoma (anake Bima), Srutakirti (anake Arjuna), Srutanika (anake Nakula) lan Srutakarman (anake Sadewa). Pancawala banjur dhaup karo Dewi Pregiwati. Ing perang Baratayuda, Pancawala mehak Pandhawa. Pancawala urun kridha mbela Pandhawa nalika pasanggrahane Pandhawa dirabasa Kurawa, yaiku ing Baratayuda babak katelu utawa Ranjapan. Pancawala bebarengan para senapati Pandhawa ngadhepi panempuhe Kurawa. Nalika Aswatama nylundup mlebu wewengkon Karaton Astina sedya mateni Parikesit, Pancawala mati dening Aswatama. Pancawala raket pasedulurane karo Anantasena, anake Bima lan Dewi Urangayu, anake Hyang Mintuna.

Pracona kang Saktimandraguna

Prabu Pracona iku raja ing nagara Tasikwaja. Wujude raseksa sing sekti mandraguna utawa widigjaya. Prabu Pracona pengin duwe prameswari sawijining widadari ing Suralaya. Prabu Pracona banjur pengin nglamar Dewi Gagarmayang. Dheweke ngutus ditya Kasipu kanggo mujudake gegayuhane. Nanging panglamare ditulak para dewa. Pracona banjur mrentah Kasipu supaya ngrabasa Suralaya. Wusana pecah paprangan antarane wadyabalane Pracona sing ditindhihi ditya Kasipu kalawan para dewa ing Suralaya. Paprangan lumaku rame lan suwe. Wadyabala dewa krasa kasoran ngadhepi panempuhe wadyabalane Pracona lan pangamuke ditya Kasipu. Ditya Kasipu dhewe pancen sekti mandraguna, ora beda kalawan Prabu Pracona.

Para dewa sing kasoran temen-temen banjur ngudi jago sing bisa ngimbangi pangamuke ditya Kasipu sakwadyabalane. Prabu Pracona ing jagad pedhalangan Jawa kondhang minangka raja krajan Gilingwesi. Dene ditya Kasipu ing jagad pedhalangan Jawa kondhang kanthi jeneng ditya Sekipu. Amarga kadhesek lan sansaya kasoran, para dewa banjur mundur saka pabaratan. Dewa banjur mintasraya Pandhawa kanggo ngadhepi panempuhe ditya Kasipu sakwadyabalane. Ananging amarga kuwat lan sektine ditya Kasipu sakwadyabalane, para Pandhawa uga kasoran lan ora kasil ngadhepi panempuhe wadyabalane

Pracona ing Suralaya. Daya lan kasektene Pandhawa imbang kalawan daya lan kasektene wadyabalane Pracona lan tetindhihe saka krajan Tasikwaja. Wusana, para dewa bisa nemokake jago kang bakal bisa nandhingi lan ngadhepi pangamuke ditya Kasipu. Jago kasebut ora liya Gathotkaca sing isih bayi, anake Arya Sena utawa Werkudara lan Dewi Arimbi saka Pringgadani. Gathotkaca banjur dijaluk dening para dewa lan bakal digegulang supaya menjila dadi sekti mandraguna minangka satriya ampuh pilih tandhing. Sawise digegulang ing kawah Candradimuka lan antuk kasekten saka para dewa arupa daya ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurenda, Gathotkaca banjur antuk prentah kanggo ngadhepi pangamuke wadyabalane Pracona.

Nalika iku awake Gathotkaca dadi sansaya gedhe lan uga nuduhake kasekten sing ngedab-edabi. Lan wusana Gathotkaca kasil ngasorake lan mateni ditya Kasipu. Krungu patine ditya Kasipu, Prabu Pracona dadi nesu lan banjur metu ing pabaratan, mimpin dhewe wadyabalane lan bali ngrabasa Suralaya. Kridhane Prabu Pracona nggegirisi temen-temen, kabeh dewa sing ngadhepi padha kaweden lan kasoran. Gathotkaca banjur ngadhepi kridhane Prabu Pracona. Kekarone andon yuda rame banget. Nanging amarga saka daya kasektene sing pancen kaluwih-luwih awit digegulang para dewa ing kawah Candradimuka, Gathotkaca bisa ngatasi kridhane Prabu Pracona. Lan nalika Pracona lena, Gathotkaca kasil ngrangket awake Pracona lan banjur dipateni pisan. Sabanjure Gathotkaca dibiyantu para Pandhawa banjur ngadhepi prajurit-prajurit saka Tasikwaja. Para prajurit iku sawise weruh yen rajane wus mati banjur padha mlayu salang tunjang, golek slamet dhewe-dhewe. Gathotkaca lan para Pandhawa kasil nylametake Suralaya saka pangamuke para prajurit krajan Tasikwaja.

Sarindhri (Wirataparwa)

Sudah hampir setahun Drupadi menyamar sebagai Sarindhri. Mereka berenam memasuki Wirata dengan menyamar. Inilah syarat terakhir yang terberat. Mereka telah 12 tahun mengembara dari hutan ke hutan. Apabila penyamaran ini terbongkar, mereka harus mengulangi pembuangan selama 12 tahun, baru kemudian Indraprastha akan dikembalikan.”O Yudhistira,” batin Drupadi, “begitu cendekia dirimu, begitu bodoh dirimu.” Sebenarnya Destarastra yang buta, ayah para Kurawa, telah mengembalikan seluruh kekalahan Pandawa di meja judi, semuanya dikembalikan kepada Drupadi.Atas nama kehormatan, bahwa Pandawa tidak ingin berada di bawah ketiak Drupadi, Yudhistira terjebak untuk main dadu sekali lagi, dan tentu saja dilibas Sangkuni. Takdir menancap, kodrat tak terhindarkan, mereka sekali lagi mengembara.

Untuk Drupadi, inilah pengembaraan yang pertama. Pengembaraan Pandawa sebelumnya berlangsung setelah Peristiwa Bale Sigala-gala, yang berakhir dengan pemunculan mereka dalam sayembara Pancala, tempat kemudian kelima Pandawa menikahi Drupadi bersama-sama. “Sarindhri!” “Ya?” “Ratu Sudhesna mencarimu.”.“Ah, kalau saja Sudhesna tahu aku pun seorang ratu,” pikirnya, “apa kiranya yang akan terjadi?”Sarindhri berjalan sepanjang taman di keputren. Di kejauhan dilihatnya Tantripala sedang mengatur taman. Ia tersenyum. “Kini Sadewa bisa mengembangkan bakatnya,” batin Sarindhri.

Pandawa memasuki Wirata dengan penyamaran yang diarahkan oleh Kresna. Yudhistira menyamar sebagai Kanka, seorang cendekiawan, mengenakan pakaian sanyasin, dan mendapat pekerjaan sebagai penasehat Matsyapati raja Wirata. Bima datang dengan nama Abilawa, mengenakan ikat kepala dan memasang anting-anting di telinga, mendapat pekerjaan sebagai tukang jagal untuk hewan-hewan yang akan dimasak untuk hidangan istana. Arjuna menyulap diri sebagai wanita-pria bernama Wrehanala, bergerak bebas di antara sida-sida istana, dengan busana berwarna-warni menyala, keahlian utamanya merancang tari-tarian untuk hiburan istana. Nakula sang penunggang kuda melamar sebagai pelatih kuda pasukan kavaleri Wirata, dan ia menyebut dirinya Grantika.Sedangkan Sadewa yang sejak lama menyukai tanaman dan segala jenis tumbuhan mendapat kerja sebagai ahli pertamanan istana. Sungguh penyamaran yang sempurna, karena dengan bekerja di dalam istana, mereka tak tersentuh pengamatan

mata-mata Hastina. Sarindhri melangkah dengan berat sepanjang boulevard yang rindang oleh pepohonan menuju keputren. Ia tahu Ratu Sudhesna akan menanyakan persoalan yang sama, sudikah kiranya ia menjadi istri Kencaka. Persoalan ini sulit diatasinya sendiri. Kencaka adalah mahapatih Wirata, yang bukan hanya berkuasa tapi juga sakti mandraguna.

“Suaminya yang pertama, Yudhistira, hanya merasa permainan caturnya terganggu ketika aku mengadu kepada Raja. Aku tahu engkau akan membelaku, namun Batara Surya yang kurapal mantranya telah melindungiku. Kutahu Kanka berkata, ‘Kembalilah ke tempatmu wahai jagal,’ dan engkau menurutinya. Inilah kesempatanmu, bunuhlah Kencaka untukku. Aku telah begitu menderita demi dan karena kalian, janganlah engkau menambah penderitaanku dengan kegagalan. Jangan.” “Aku telah selalu merindukanmu Sarindhri, hanya ada engkau dan aku di sini.”Di bangsal istana yang gelap, di mana Wrehanala selalu mengajarkan tari-tarian, mereka bercinta dalam kerinduan meluap.”Sebelas bulan aku tidak bertemu denganmu istriku.” “Dan aku tidak bertemu satupun dari lima suamiku.” Wrehanala yang sudah sampai di pintu tak jadi masuk. Ia meminta Grantika serta Tantripala menunggu di luar saja. Mereka bertiga menghilang ketika Kencaka datang memasuki kegelapan bangsal. “Sarindhri! Sarindhri! Ini aku datang membawakan bunga untukmu.”

Kencaka telah membasuh tubuhnya dengan parfum. Di lihatnya sebuah ranjang, dan mengira Sarindhri menanti di sana seperti telah dijanjikannya.Tangannya terulur, mengira akan menyentuh tubuh Sarindhri ketika sebuah tangan bergerak cepat membantingnya. Dengan gerakan yang sangat cepat dan sangat kejam, Abilawa menghabisi riwayat Kencaka. Mahapatih ternama yang sakti mandraguna itu tak berdaya melawan murid terkuat Mahaguru Dorna. Abilawa memperlakukan Kencaka seperti hewan-hewan yang dijagalnya. Ketika tubuh Kencaka terlempar keluar jendela, orang-orang hanya melihat gumpalan daging tanpa kepala dan anggota badan. “Telah kulakukan semuanya untukmu Sarindhri,” ujar Abilawa dalam kegelapan bangsal,” berikanlah dirimu sekali lagi untukku.”"Hari sudah terang Abilawa,” ujar Sarindhri, “lagipula di luar ada tiga suamiku berjaga, mereka telah mengusir para pengawal pribadi dan saudara-saudara Kencaka. Mereka berhak menghendakiku juga.” Kematian Kencaka mengguncangkan Wirata. Raja Matsyapati mendapat tekanan dari segala pihak untuk mengusir Sarindhri. “Perempuan itu bersuamikan lima gandarwa yang mampu membunuh Kencaka. Ia telah menyulitkan Raja, maka ia juga bisa menyulitkan Wirata.” “Kencaka mencari kesulitan sendiri, kami telah memperingatkannya.” “Ya, tetapi perempuan yang telah menyebabkan kematian Kencaka tak seharusnya berada di Wirata.”Sudhesna berkata kepada Sarindhri.”

Kita harus berpisah Sarindhri, betapa pun Kencaka adalah adikku, kelakuannya buruk, tapi dialah pembela negara.” Sarindhri menghitung hari. Penyamaran mereka tinggal 13 hari lagi. Betapa sialnya jika terbongkar. Ia tak sudi terbuang ke hutan 12 tahun lagi. “Beri saya waktu 13 hari wahai Permaisuri, suami saya akan sangat berterima kasih kepada Puanku dan Raja. Pada hari itu kelima suami saya akan menjemput dan menampakkan diri,” Sudhesna yang selalu bersimpati kepada Sarindhri setuju, dan akan terbukti betapa hal ini sangat berarti.Dalam 13 hari terakhir mata-mata Hastina bekerja sangat keras. Mereka melapor kepada Sangkuni tanpa hasil apa-apa, kecuali berita bahwa tiada lagi yang sakti mandraguna di Wirata, karena Kencaka mati dibunuh gandarwa.

“Kita rebut Wirata,” ujar Sangkuni kepada Duryudhana, “biarlah Indraprastha kembali kepada Pandawa, tapi kita mendapatkan Wirata. Panglima Karna dari Awangga diminta memimpin balatentara. Seribu ekor pasukan gajah, sepuluh ribu pasukan berkuda, dan seratusribu pasukan aneka senjata siap menggilas Wirata. Tanpa sopan santun dan tanpa tantangan perang pasukan Hastina melewati perbatasan. Orang-orang kampung dibunuh, dirampok, dan dibakar rumahnya tanpa sepengetahuan Karna. Pasukan penjaga perbatasan Wirata yang murka mengamuk dengan sergapan kilat. Pisau kukri pasukan Wirata yang terkenal merobek-robek perut pasukan Hastina. Namun seribu gajah menghancurkan desa-desa. Di istana Wirata berlangsung kegemparan yang amat sangat. “Biarlah aku memimpin balatentara,” kata Utara.

“Utara, kamu masih terlalu muda,” ujar Matsyapati. Wratsangka dan Seta sedang berada di Mongolia, tiada lagi yang mampu memimpin balatentara. Utara bergegas. Di luar, Wrehanala mencegatnya. “Aku dulu sais Arjuna,” katanya, “biarlah aku menjadi sais kereta perangmu.” Utara menahan tawa.”Ini berperang bukan menari, Wrehanala.” Sarindhri muncul entah darimana. “Percayalah kepadanya Utara, seperti Arjuna telah mempercayainya.” Tiada waktu berpikir bagi Utara, namun saisnya memang entah di mana, jadi dianggukkanlah kepalanya.Kereta perang Utara melaju diikuti seratus ribu balatentara yang semuanya berkuda. Di perbatasan mereka menggasak balatentara Hastina. Pertempuran berlangsung seimbang dan Utara mengamuk seperti singa. Pedangnya merah bersimbah darah. Namun ketika Karna melepaskan senjata-senjata pemusnah dunia yang membunuh beribu-ribu manusia dengan seketika, Wrehanala melarikan kereta keluar medan peperangan.

“Wrehanala, kamu mau ke mana? Aku siap untuk mati. Biarlah kuhadapi Karna yang perkasa.” Di bawah sebuah pohon, Wrehanala berhenti. Ia turun dari kereta dan menggali. Lantas membuka sebuah peti.”Inilah senjataku Utara, aku adalah Arjuna.” Utara ternganga, Arjuna segera menyadarkannya. “Ayolah, biar kuhadapi Karna.” Dari luar medan, Arjuna memasuki pertempuran dengan Utara sebagai saisnya. Dengan segera dipunahkannya senjata-senjata Karna, dan dirusaknya formasi perang tentara Hastina. Mahaguru Dorna yang mengenal segala macam bentuk kesaktian segera waspada. “Ajooowww! Arjuna! Mengapa membela Wirata?” Dicegahnya Karna yang bersiap maju dengan dada membara. “Biarkan saja Karna, ini belum waktunya.”

“Mereka telah menyalahi perjanjian,” ujar Sangkuni, “kenapa mereka harus bertempur melawan kita?”Di ujung lain, Abilawa mengamuk dengan sepotong kayu. Pasukan gajah Hastina rusak hancur porak poranda. Balatentara Wirata mendesak mereka dengan sisa gajah-gajahnya sampai kembali ke perbatasan Hastina. Tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi selain pulang dengan kekalahan. Pasukan Wirata melihat Arjuna di kereta perang Wirata. Seluruh dunia mengenal dan mengerti kisah pengusiran Pandawa. “Astaga! Jadi Arjuna yang menyamar sebagai Wrehanala?” Arjuna bersinar seperti Dewa Indra. Di sepanjang jalan orang-orang mengelu-elukannya. Setiba di istana, Sarindhri menariknya ke balik tirai. Tak seorangpun mengetahuinya.”Arjuna, sudah lama kita tidak bercinta.”Arjuna merengkuhnya tanpa berkata-kata.Itulah cara mereka merayakan berakhirnya penderitaan Pandawa.

Resi Seta gugur (Barathayudha 1)

Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti senjata tajam. Sementara di pihak Kurawa mengangkat Bisma (Resi Bisma) sebagai pimpinan perang dengan pendamping Pendeta Drona dan prabu Salya, raja kerajaan Mandaraka yang mendukung Korawa. Bisma menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti “gunung samudra.”

Pasukan dari negara-negara baik yang mendukung Pandawa maupun yang mendukung Kurawa telah berdatangan di Tegal Kurusetra. Mereka telah mendirikan perkemahan-perkemah an.Malam ini mereka mulai berjaga jaga, karena esok hari Perang Barata Yuda, akan dimulai. Hati dan perasaaan mulai bergetar, mengapa harus berperang, yang akan mengorbankan banyak orang tewas, mengapa tidak memilih damai, berdasar kan pembagian tanah Astina yang telah dibagi secara adil oleh Resi Bisma waktu itu, Kembalikanlah Indraprasta ke Pandawa. Perda maian telah diajukan kepada Kurawa, namun ditolak.Besok pagi Bisma menjadi Panglima Perang Kurawa melawan Pandawa. Sementara itu Prabu Sri Bathara Kresna meminta Pandawa bersiap-siap memasuki medan laga Kurusetra. Seta ditun juk menjadi Senapati perang Pandawa. Sedang kan kedua adiknya Utara memimpin pasu kan disayap kanan dan Wratsangka pendamping kiri, memimpin pasukan disayap kiri. Matahari mulai bersinar, suara sangkakala

menyayat nya yat. Bergetar jiwa dan raga. Semua prajurit bersi ap berperang. Kedua belah pihak telah mengatur strategi perang.Resi Bisma telah memasuki me dan laga dan melayangkan beberapa senjata pada Perajurit Pandawa. Arjuna menangkis serangan senjata Bisma.Sementera itu kereta perang Bisma melaju cepat ketengah prajurit Pandawa. Resi Bisma bertemu dengan Abimanyu, dimintanya Abimanyu mundur saja, karena masih terlalu muda. Kereta Perang Resi Bisma bertemu dengan kereta perang Arjuna, yang di saisi Prabu Kresna.Resi Bisma memberi pesan agar Prabu Kresna memerintahkan Srikandi maju ke medan laga, Srikandi lah orang yang bisa menghantarkan kematian Resi Bisma. Sementara kereta perang Prabu Salya mengawal kereta perang Resi Bisma dari arah kiri. Sedangkan disebelah kanan kereta perang Resi Bisma disebelah kanan adalah Kereta perang Pandita Durna.Sementara itu Arjuna kehilangan daya juang, melihat senapati Astina adalah kakeknya yang sangat disayangi, Sejak masih kecil kakek Bisma menyayanginya. Disnilah timbul dialog antara Arjuna dan Prabu Kresna.Untuk menggugah kembali semangat Arjuna.Dialog ini dikenal dengan Bagawad Gita.

Balatentara Korawa menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung-gulung, sedang pasukan Pandawa yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke pusat kematian. Sementara itu Rukmarata, putra Prabu Salya datang ke Kurukshetra untuk menonton jalannya perang. Meski bukan anggota pasukan perang, dan berada di luar garis peperangan, ia telah melanggar aturan perang, dengan bermaksud membunuh Resi Seta, Pimpinan Perang Pandawa. Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran. Setelah melihat siapa yang memanahnya, yakni seorang pangeran muda yang berada di dalam kereta di luar garis pertempuran, Resi Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata. Setelah kereta Rukmarata berada di tengah pertempuran, Resi Seta segera menghantam dengan gada (pemukul) Kyai Pecatnyawa, hingga hancur berkeping-keping. Rukmarata, putera mahkota Mandaraka tewas seketika.

Kereta perang Resi Bisma bertemu Senapati Pandawa, Seta. Terjadilah adu panah antara Seta melawan Resi Bisma. Namun walaupun Bisma sudah berusia lanjut, ia masih lincah memainkan panah dan pedangnya. Keduanya masih berim bang. Sementara itu Werkudara dengan gadanya menyambar nyambar kepala Para Kurawa, Arjuna dengan panahnya melesat ke semua arah penjuru musuh,dan Nakula serta Sadewa membabat Kurawa dengan pedang kembarnya. Gatut kaca menyambar Nyambar-nyambar lawannya dari angkasa. Para Kurawa banyak yang ketakutan dengan kegesitan para Pandawa. Sementara Putera Wirata, Utara sebagai pendamping Senapati sayap Kanan dan Wratsangka disayap kiri terus melaju ketengah medan pertempuran. Resi Bisma merasa mulai terdesak. Resi Bisma meninggalkan medan laga. Resi Seta mengejarnya.Resi Bisma berlari ke Sungai Gangga dan masuk kedalam Sungai Gangga menemui ibunya. Resi Bisma pamit mati pada ibunya, Dewi Gangga merasa sedih, karena seingatnya Resi Bisma, yang sewaktu muda bernama Dewabrata, sampai sekarang hidupnya tidak pernah bahagia, Bisma mestinya yang ber tahta di Astina menggantikan ayahnya. Dewi Gangga memberikan cundrik. Resi Bisma berpamitan dan keluar dari sungai Gangga, ternyata di luar sudah ditunggu Seta. Resi Bisma meloncat dan menusukan cundrik di dada Seta, yang membuat Seta Gugur.Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu Salya sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta Drona. Bisma dengan bersenjatakan Aji Nagakruraya, Aji Dahana, busur Naracabala, Panah kyai Cundarawa, serta senjata Kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata gada Kyai Lukitapati, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Pertarungan keduanya dikisahkan sangat seimbang dan seru, hingga akhirnya Bisma dapat menewaskan Resi Seta. Bharatayuddha babak pertama diakhiri dengan sukacita pihak Korawa karena kematian pimpinan perang Pandawa.

Resi Bisma Gugur (Barathayudha 2)

Sementara perang semakin sengit, kini Prabu Salya telah dapat lawan yang seimbang, Prabu Salya bertemu dengaan putera Wirata, Utara. Keduanya duanya sama sama gesit dalam memainkan segala senjata, dari panah, pedang dan adu kesaktian. Namun ketika terdengar sorak sorai Seta Gugur, Utara

terlena, terperanjat, dan Utara tidak teringat lagi kalau masih di medan perang,Kesempatan baik itu tidak disia siakan oleh Prabu Salya, sehingga dengan mudah membidikkan senjatanya kepada Raden Utara. Senjata Prabu Salya mengenai dada Utara, maka gugurlah Raden Utara ditangan Prabu Salya.Demikian juga Raden Wratsangka mendapat lawan tangguh yaitu dengan Pendita Durna. Yang gesit dan pandai olah senjata dan kanuragan,maka dengan mudah Pendita Durna membunuh Wratsangka. Pihak Kurawa bersorak sorai dengan gugurnya tiga Satria Wirata. Kubu Pandawa sangat berduka dengan kematian tiga satria Wirata.Sementara itu pada hari kesepuluh Perang Barata Yudha, Prabu Kresna meminta Srikandi segera bersiap untuk melawan Resi Bisma. Resi Bisma juga telah siap kembali bertempur, setelah berhasil mengalahkan Seta ditepi Sungai Gangga.Dewi Srikandi sudah berhadapan dengan Eyang Bisma. Dewi Srikandi berkali kali dipukul, oleh Resi Bisma, namun tidak membalas.Tiba-tiba Resi Bisma terkesima, waktu memandang Dewi Srikandi, seperti berhadapan dengan Dewi Amba.

Resi Bisma tidak bisa berbuat apa-apa, ia teringat sekali waktu Dewi Amba dengan manja mempesona Resi Bisma. Rupanya Dewi Amba telah memasuki tubuh Dewi Srikandi. Melihat situasi yang sede mikian rupa,Prabu Kresna langsung memerin tahkan Dewi Srikandi untuk memanah Resi Bisma, Dewi Srikandi segera memanah Resi Bisma, panahpun dengan cepat melesat kearah Resi Bisma, tetapi apa karena ia seorang wanita atau ia ragu ragu terhadap Resi Bisma, panah Dewi Srikandi hampir tidak sampai kepada Resi Bisma. Dengan cepat Arjuna melayangkan sebuah panah, dengan kekuatan tinggi mendorong panah Srikandi melaju dengan cepat dan mengenai dada Resi Bisma. Resi Bisma , jatuh ke bumi. Sasangkala berbunyi seiring dengan tumbangnya Resi Bisma di Tegal Kurusetra. Untuk menghor mati Resi Bisma, seseorang yang telah banyak berbuat baik kepada Pandawa maupun Kurawa, yang merelakan melepas tahta Astina demi adik-adiknya, tetapi malah menjadikan Negeri Asti napura hancur lebur, Demikianlah nasib Negeri Astinapura, peninggalan ayahanda Bisma yaitu Prabu Sentanu.

Resi Bisma ingin tidur diatas bantal. Prabu Suyudana memerintahkan Dursasana mengambil tilam bersulam emas dari istana Astina. Tetap Resi Bisma tidak mau, Resi Bisma minta pada Arjuna untuk mengambilkan bantal pahlawan. Secepat kilat Arjuna mengambil busurnya dan menancapkan beberapa anak panah di dekat Resi Bisma tidur. Kepala Resi Bisma disangga diatas panah Arjuna yang menancap di tanah dibawah kepalanya. Sedangkan Werkudara memberikan perisai-perisai perajurit yang telah gugur untuk menyelimuti Resi Bisma. Resi Bisa mmeminta pada Dewa untuk memberikan umur sampai akhir Perang Barata Yudha. Karena ia ingin melihat akhir perang Barata Yudha.Kemudian oleh Pandawa, Resi Bisma dibuatkan penutup kelambu untuk menghormati Resi Bisma. Pandawa dalam perang Barata Yudha ini kehilangan banyak tokoh-tokoh berguguran. Karena Resi Bisma adalah ahli strategi Perang yang handal. Resi Bisma bertahan selama 10 hari menjadi senapati pihak Kurawa.

Paluhan Bogadenta Gugur (Barathayudha 3)

Sepeninggal resi Bisma, prabu Bogadenta diangkat menjadi senopati pengganti dengan pengapitnya kertipeya. Untuk menghadapinya, pandawa menampilkan arjuna sebagai senopti dengan werkudara sebagai pengapitnya. dengan mengendarai gajah murdaningkung dengan sratinya dewi murdaningsih, prabu bogadenta mengamuk dengan hebatnya. Melihat keadaan itu, arjuna dengan kereta perangnya menempuh aliran wadyabala astina dan membawa pasukannya menerobos masuk ke dalam pertahanan kurawa sehingga barisan lawan terdesak mundur. arjuna berhadapan langsung dengan prabu bogadenta. perang tanding antara 2 panglima ini dimenangkan oleh arjuna. prabu bogadenta beserta gajah dan sratinya mati sekaligus.

Werkudara dengan gada pusakanya membabat hancur wadyabala astina, bergerak seperti banteng luka. ia mendesak senopati pengapit kurawa, kertipeya, dan menghantamkan gadanya hingga dada kertipeya hancur. Prabu duryudana menyaksikan senopatinya gugur segera menunjuk penggantinya dan mengangkat prabu gardapati, raja puralaya sebagai senopati dan wresaya sebagai pengapitnya.

mengetahui perubahan siasat kurawa, pandawa lalu menggeser kedudukan senpati dan pengapitnya. werkudara menjadi panglima dan arjuna sebagai pendamping. Akibat siasat prabu gardapati, yang memancing bima bergeser dari tempat kedudukannya ketempat yang tidak dikenal, maka werkudara dan arjuna terjebak ke dalam tempat yang berlumpur/embel/paluh. tapi pada saat terakhir, werkudara dapat menangkap prabu gardapati dan wresaya untuk berpegangan naik keatas, sehingga keduanya terjerembab masuk ke dalam lumpur. Werkudara yang menggendong arjuna dengan memanjat punggung kedua lawannya segera meloncat keluar dari lumpur berbahaya itu. prabu gardapati dan wresaya mati tenggelam dalam lumpur.

Abimanyu Gugur (Barathayudha 4)

Abimanyu (Sansekerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia gugur. Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu abhi (berani) dan man’yu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata Abhiman’yu secara harfiah berarti “ia yang memiliki sifat tak kenal takut” atau “yang bersifat kepahlawanan”.

Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran

Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu. Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya. Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.

Kematian Abimanyu

Pada hari ketiga belas Bharatayuddha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.

Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada.

Arjuna membalas dendam

Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata. Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran. Putera Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda.

Abimanyu dalam pewayangan Jawa

Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokong penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India. Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina.Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki.

Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mamp membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.

Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang isteri, yaitu: Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi, Dewi Uttari, putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit.

Bharatayuddha

Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu ksatria dari Pihak Pandawa yang berada dimedan laga dan menguasai gelar strategi perang hanya tiga orang yakni Werkodara, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Werkodara dan Arjuna dipancing oleh ksatria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.

Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur gelar perang, dia maju sendiri ketengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Korawa menghujani senjata ketubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya “arang kranjang” (banyak sekali) dan Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata ditubuhnya) sebagai risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Uttari bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha, padahal ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari. Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putra mahkota Hastina (Lesmana Mandrakumara) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya, pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria Banakeling.

Buriswara Gugur (Barathayudha 5)

Prabu Matswapati Tanya kepada Raden Wrekudara bagaimana dalam menghadapi Prabu Partipa, Raden Wrekudara bilang bahwa Prabu Pratipa sudah gugur beserta gajahnya Kyai Jayamaruta. Belum nyampai selesai dalam berbicara, Patih Udakawara datang, melaporkan bahwa Ngastina sudah ada senopati lagi yaitu raden Harya Burisrawa dan Senopati Pendamping Raden Windandini. Prabu Matswapati minta petunjuk kepada Prabu Kresna, siapa tandingannya, tiada lain adalah raden Harya Sencaki Romo Prabu. Sebetulnya Raden Harya Wrekudara tidak setuju bila Raden Harya Sencaki yang mnejadi tandingannya. Sebaiknya saya saja, karena yang sama-sama tingginya, perkasanya. Tetapi Bathara Kresna tetap menunjuk Raden Harya Sencaki, karena sebelumnya keduanya sudah ada perjanjian, bila Baratayuda terjadi akan saling ketemu sebagai tandingannya. Akhirnya Raden Wrekudara setuju tapi dengan satu syarat asalkan kuat menerima lemparan gada dari Raden Wrekudara.

Akhirnya antara Raden Wrekudara dengan Raden Harya Sencaki terjadi lempar-lemparan gada. Raden Harya Sencaki dinilai kuat menerima lemparan gada dari Harya Wrekudara dan kuat melempar, akhirnya Raden Harya Wrekudara setuju bila sebagai tandingannya Raden Burisrawa Raden Sencaki. Setelah minta do’a restu kepada Prabu Matswapati dan yang hadir, Raden Harya Sencaki segera berangkat ke medan perang. Dari kejauhan sudah terdengar tantangan-tantangan dari prajurit-prajurit Ngastina, raden Janaka yang kadang masih lupa ingatannya karena masih sedih akibat kematian abimanyu, ketemu dengan Senopati Pendamping Raden Windandini, terjadi pertempuran, sama-sama kuatnya, tetapi Raden Janaka melepaskan Jemparing, gugurlah Raden Windandini.

Raden Sencaki sudah saling menyapa dengan Raden Harya Burisrawa. Sama-sama puasnya bisa ketemu untuk bertanding sesuai dengan janjinya. Terjadi pertempuran sengit, Raden Sencaki semakin lama semakin menurun staminanya, kewalahan menghadapi keerkasaannya Raden Burisrawa. Prabu Bathara Kresna melihat Adindan Raden Harya Sencaki kerepotan dalam menghadapi musuh, lalu memerintahkan kepada Raden Janaka supaya Njemparing rambut yang dipegangnya, tapi rambut yang dipegang sejajar dengan lehernya Raden Burisrawa. Akhirnya Raden Janaka melepaskan jemparing pasopati, karena Raden Janaka kadang masih lupa ingatan, jemparing meleset kena pinggir tidak kena tengah-tengah, rambut tatas putus bablas mengenai bau Raden Burisrawa sampai timpal, maka tema ini juga disebut TIMPALAN. Sesudah Raden Burisrawa kena pasopati, Raden Sencaki melepaskan jemparing kena lehernya Raden burisrawa sampai putus, akhirnya gugur di palagan Raden Burisrawa.

Raden Sencaki besar kepala karena bisa membunuh Raden Burisrawa akhirnya sombong tidak tahunya pada waktu Raden Sencaki kerepotan dalam perang telah dilepasi pasopati oleh Raden Janaka, yang membuat Raden Burisrawa lemah karena timpal baunya. Lalu Raden Sencaki mudah keluar dari cengkraman musuh akhirnya melepaskan jemparing sampai gugur Raden Burisrawa terkena lehernya. Padahal sebelumnya sudah mendapat perhatian dari Bathara Kresna, jangan sombong. Tetapi karena merasa menang dalam pertandingan melawan Raden Burisrawa, sampai tidak ingat kata welingnya Prabu Bathara Kresna jangan sombong. Setelah tahu Raden Sencaki sombong Prabu Bathara Kresna mendekati dan menceritakan apa adanya tentang gugurnya Burisrawa. Raden Sencaki merasa malu, diam saja lalu pergi meninggalkan Prabu Bathara Kresna tanpa minta ijin. Para prajurit dari Ngastina tahu yang tadinya Raden Burisrawa unggul dalam peperangan tapi baunya bisa timpal lalu pada bilang kalau Pandawa curang dalam peperangan. Prabu Bathara Kresna mendengar berita bahwa pandawa curang dalam peperangan, akhirnya mendekati para Kurawa memberi keterangan bahwa timpalnya bau dari harya Burisrawa tidak ada unsur kesengajaan. Itu kena pasopati pada waktu Raden Janaka gladi melepas jemparing. Prabu Salya marah akan membunuh para Pandawa, tetapi dihalang-halangi Patih Harya Sengkuni, supaya mundur melaporkan bahwa Raden Burisrawa gugur di medan perang.

Suluhan-Gathotkaca Gugur (Barathayudha 6)

Setelah burisrawa gugur, kurawa mengangkat adipati karna dari awangga sebagai senopati. Hari sudah gelap, sang surya sudah lama meninggalkan jejak sinarannya di ladang Kurusetra. Harusnya perang dihentikan, masing – masing pihak beristirahat dan mengatur strategi untuk perang esok hari. Namun entah mengapa Kurawa mengirim senopati malam – malam begini. Adipati Awonggo ngamuk punggung menerabas dan menghancurkan perkemahan pasukan Pandawa di garda depan. Penjaga perkemahan kalang kabut tidak kuasa menandingi krida Sang Adipati Karno. Secepat kilat berita ini terdengar di perkemahan Pandawa Mandalayuda. Sri Kresna tahu apa yang harus dilakukan. Dipanggilnya Raja Pringgondani Raden Haryo Gatotkaca, putra kinasih Raden Brataseno dari Ibu Dewi Arimbi. Disamping Sri Kresna, Raden Brataseno berdiri layaknya Gunung memperhatikan dengan seksama dan waspada pembicaraan Sri Kresna dengan putranya. ”Anakku tersayang Gatotkaca….Saat ini Kurawa mengirimkan senopati nya di tengah malam seperti ini. Rasanya hanya kamu ngger yang bisa menandingi senopati Hastina di malam gelap gulita seperti ini”

”Waduh, wo prabu…..terimakasih Wo. Yang saya tunggu – tunggu akhirnya sampai juga kali ini. Wo prabu, sejak hari pertama perang baratayuda saya menunggu perintah wo prabu untuk maju ke medan perang. Wo prabu Kresna, hamba mohon do’a restu pamit perang. Wo hamba titipkan istri dan anak kami Danurwindo. Hamba berangkat wo, Rama Wrekudara mohon pamit….” “Waaa………Gatot iya…..“ Sekejap Gatotkaca tidak terlihat. Sri Kresna merasakan bahwa inilah saatnya Gatotkaca mati sebagai pahlawan perang Pandawa. Dia tidak mau merusak suasana hati adik – adiknya Pandawa dengan mengutarakan apa yang dirasakannya dengan jujur. Namun perasaan wisnu nya mengatakan Wrekudara harus disiapkan untuk menerima kenyataan yang mungkin akan memilukannya nanti. “Wrekudoro…“

“Kresna kakangku, iya ….“ “Aku kok agak merasa aneh dengan cara pamitan Gatotkaca, mengapa harus menitipkan istri anaknya ??“ “Wah…Kakang seperti anak kecil. Orang berperang itu kalau nggak hidup ya mati. Ya sudah itulah anakku Gatotkaca, dia mengerti tugas dan akibatnya selaku satria.“ “Oo..begitu ya, ya sudah kalau begitu. Kita sama – sama doakan mudah-2an yang terbaik yang akan diperoleh anakmu Gatotkaca.“. Sebenarnya Kresna hanya mengukur kedalaman hati dan kesiapan Wrekudara saja. Paling tidak untuk saat ini, Wrekudara terlihat sangat siap dengan apapun yang terjadi.

Malam gelap gulita, namun di angkasa ladang Kurusetra kilatan ribuan nyala obor menerangi bawana. Nyala obor dari ribuan prajurit dua belah pihak yang saling hantam gada, saling sabet pedang, saling lempar tombak, saling kelebat kelewang dan hujan anak panah. Gatotkaca mengerahkan semua kesaktian yang dimilikinya. Dikenakannya Kutang Antakusuma, dipasangnya terompah basunanda, dikeluarkan segala tenaga yang dimilikinya. Terbang mengangkasa layaknya burung nazar mengincar mangsa. Sesekali berkelebat menukik merendah menyambar buruannya. Sekali sambar pululan prajurit Hastina menggelepar tanpa daya disertai terpisahnya kepala – kepala mereka dari gembungnya. Semenjak lahir, Gatotkaca sudah menunjukkan tanda-tanda kedidgyaannya. Ari – arinya berminggu – minggu tidak bisa diputus dengan senjata tajam apapun. Kuku pancanaka Wrekudara mental, Keris Pulanggeni Arjuna tiada arti, Semua senjata Amarta sudah pula dicobai. Namun ari – ari sang jabang bayi seperti bertambah alot seiring bertambahnya usia si jabang bayi. Para pinisepuh Amarta termasuk Sri Kresna pun kehabisan reka daya bagaimana menolong Sang jabang bayi Dewi Arimbi ini. Maka lelaki kekasih Dewata – Sang Paman Raden Arjuna – menyingkirkan sejenak dari hiruk piruk dan kepanikan di Kesatrian Pringgondani. Atas saran Sri Kresna, Raden Arjuna menepi. Semedi memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kiranya memberikan kemurahannya untuk menolong Pandawa mengatasi kesulitan ini.

Di Kayangan Suralaya, permintaan Arjuna didengar oleh para dewa. Bethara Guru mengutus Bethara Narada untuk memberikan senjata pemotong ari – ari berupa keris Kunta Wijayandanu. Bethara Narada turun dengan membawa senjata Kunta bermaksud menemi Arjuna yang kala itu diiringi oleh para punakawan, abdi tersayang. Sahdan di tempat lain, Adipati Karno sedang mengadu kepada Ayahnya Dewa Surya, dewanya Matahari. Adipati Karno, memohon welas asih kepada Sang Ayah untuk memberikan kepadanya senjata andalan guna menghadapi perang besar nanti. Dewa Surya menyarankan anaknya untuk merampok Senjata Kunta dari Bethara Narada. Karno dan Arjuna adalah saudara seibu yang wajah dan perawakkanya sangat mirip melebihi saudara kembar. Hanya suara saja yang membedakan keduanya. Maka ketika Adipati Karno dirias oleh Dewa Surya menyerupai Arjuna, Bathara Narada tidak akan mengenal Adipati Karno lagi melainkan Arjuna.

Kelicikan Dewa Surya tidak cukup di situ. Siang yang terik dan terang benderang itu tiba – tiba meredup seolah menjelang malam. Dengan upaya dan rekayasanya, terjadilah gerhana surya. Narada, dewa yang sudah tuwa dengan wajah yang selalu mendongak ke atas itu, semakin rabun karena gerhana ini. Adipati Karno mencegat Bethara Narada, tanpa perasaan curiga diberikannya senjata Kunta kepada ”Arjuna”. Merasa tugas selesai Narada berniat kembali ke Kahyangan. Ternyata masih ditemuinya Arjuna lagi yang kali ini tidak sendiri melainkan diiring para punakawan. Sadar Narada tertipu, diperintahkannya Arjuna untuk merebut senjata kunta dari Sang Adipati Karno. Perang tanding tak bisa dielakkan, namun hanya

warangka senjata yang dapat direbut oleh Arjuna dari kakak tertuanya itu. Dengan warangka senjata itulah ari – ari jabang bayi arimbi yang kelak bernama Raden Gatotokaca dapat diputus. Keanehan terjadi ketika sesaat setelah ari – ari jabang bayi diputus, seketika warangka hilang dan menyatu ke badan si jabang bayi.

Sekarang, saat perang besar terjadi takdir itu sudah sampai waktunya. Senjata Kunta mencari warangkanya, di tubuh Raden Gatotkaca. Tidak berarti sesakti apapun Gatotkaca, setajam pisau cukur tangannya memancung leher musuhnya. Konon pula otot gatotkaca sekuat kawat tembaga, tulangnya sealot besi tempa. Kesaktiannya ditempa di Kawah Candradimuka. Namun garis tangan Gatotkaca hanyalah sampai di sini. Di gerbang yang memisahkan antara alam fana dengan alam baka, sukma Kalabendono, paman yang sangat menyawangi Gatotkaca menunggu “sowan ke pengayunan yang Maha Pemberi Hidup”. Begitu sayangnya Kalabendono kepada keponakannya, sukmanya berjanji tidak akan kembali ke asal kehidupan jika tidak bersama sang keponakan.

Di sisi seberang ladang pertempuran, Karno telah siap dengan busur panahnya dengan anak panah Kunta Wijayandanu. Dalam hatinya berbisik “Anakku bocah bagus, belum pupus bekas ari – arimu….berani – beraninya kamu menghadapi uwakmu ini. Bukan kamu yang aku tungggu ngger…Arjuna mana? Ya ya ..sama – sama menjalani darma satria, ayo aku antarkan kepergian syahidmu dengan Kunta Wijayandanu”. Gatotkaca, mata elangnya sangat tajam melihat gerak – gerik seekor tikus yang baru keluar dari sarangnya. Pun meski dia melihatnya dari jarak ribuan tombak diatas liang tikus itu. Begitu pula, dia tahu apa yang sedang dilakukan Sang Adipati Karno. Dia tahu riwayatnya, dia tahu bahwa warangka senjata Kunta ada di tubuhnya dan menyokong kekuatannya selama ini. Dicobanya mengulur takdir. Dia terbang diantara awan – awan yang gelap menggantung nun di atas sana. Dicobanya menyembunyikan tubuhnya diantara gelapnya awan yang berarak – arakan di birunya langit.

Namun takdir kematian sama sekali bukan di tangan makhluk fana seperti dia. Takdir itu sejengkal pun tidak mungkin dipercepat atau ditunda. Sudah waktunya Gatotkaca, sampai di sini pengabdian kesatriaanmu. Kunta Wijayandanu dilepaskan dari busurnya oleh Adipati Karno. Di jagad ini hanya Arjuna yang mampu menyamai keahlian dan ketepatan Basukarno dalam mengolah dan mengarahkan anak panah dari busurnya. Kuntawijandanu melesat secepat kilat ke angkasa, dari Kereta perang Basukarno seolah keluar komet bercahaya putih menyilaukan secepat kilat melesat. Di angkasa….Kalabendono yang sudah siaga menunggu tunggangan, dengan sigap menumpang ke senjata Kunta. Senjata kunta dan Kalabendono, menghujam ke dada Gatotkaca, membelah jantung Sang Satria Pringgandani. Dalam sekaratnya, Gatotkaca berucap ”Aku mau mati kalau dengan musuh ku….”. Seperti bintang jatuh yang mencari sasaran, jatuhnya badan Gatotkaca tidak lah tegak lurus ke bawah, namun mengarah dan menghujam ke kereta perang Basukarno. Basukarno bukanlah prajurit yang baru belajar olah kanuragan setahun dua tahun. Dengan keprigelan dan kegesitannya, sebelum jasad Gatotkaca menghujam keretanya dia melompat seperti belalang menghindar dari sergapan pemangsa.

Jasad gatotkaca menimpa kereta, Keretapun hancur lebur, pun delapan kuda dengan kusirnya tewas dengan jasad tidak lagi bebentuk. Selesailah episode Gatotkaca dengan perantaraan Uwaknya, Adipati Karno Basuseno. Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira di kubu kurawa. Para prajurit bersorak sorai mengelu – elukan sang Adipati Karno. Kepercayaan diri mereka berlipat, semangat perang mereka meningkat. Keyakinan diri bertambah akan memenangi perang dunia besar yang ke empat ini. Sebaliknya, kesedihan mendalam tergambar di kubu Pandawa. Wrekudara hampir – hampir tidak mampu menguasai diri ”Gatot…, jangan kamu yang mati biar aku saja bapakmu…Hmmm Karno…..!!! beranimu hanya dengan anak kemarin sore..Ayo lawanlah Bapaknya ini kalau kamu memang lelaki sejati…!”. Arimbi, sang ibu, tidak kuasa menahan emosi. Selagi para pandawa meratapi dan merawat jasad Gatotkaca, Arimbi menceburkan ke perapian membara yang rupanya telah disiapkannya. Sudah menjadi tekatnya jika nanti anak kesayangannya mati sebelum kepergiannya ke alam kelanggengan, dia akan

nglayu membakar diri. Dan itu dilakukannya sekarang. Pandawa, dengan demikian kehilangan dua keluarga dekat sekaligus di malam menjelang fajar ini. Wrekudara kehilangan anak tersayang dan istri tercintanya. Namun keturunan tidaklah terputus, karena baik Antareja maupun Gatotkaca telah mempunyai anak laki – laki sebagai penerus generasi Wrekudara. Fajar menjelang, jenazah Gatotkaca dan abu Arimbi telah selesai diupakarti sesuai dengan ageman dan keyakinan mereka. Sri Kresna sudah bisa menenangkan Wrekudara dan para pandawa yang lain. Sekarang saatnya mengatur strategi. Tugas harus dilanjutkan. Pekerjaan harus diselesaikan, perang harus dituntaskan. Dunia akan segera mengetahui, gunjingan dunia mengenai perang besar antar dua saudara kembar akan segera terjadi siang ini.

Dursasana gugur

Werkudara melihat anaknya, Gatutkaca gugur di Tegal Kurusetra menjadi marah. Werkudara menyapu para Kurawa dengan gada Rujakpolonya. Banyak korban berjatuhan. Akhirnya Werkudara mendapatkan Dursasana dalam posisi sudah terpojok. Dursasana adalah pendamping Senapati Adipati Karna. Werkudara dan Dursasana berkelahi habis-habisan. Werkudara teringat waktu Perang dadu. Yaitu tantangan Kurawa bermain judi kepada Pandawa, namun dengan kecurangan Patih Sengkuni maka semua harta benda, Istana sampai dengan Dewi Drupadi menjadi taruhan. Sampai Pandawa menjadi budak. Harus melepaskan seluruh pakaian kerajaan. Sedangkan Dursasana belum puas dengan itu, masih berbuat kurang ajar. Ia menjambak rambut Dewi Drupadi dan menyeret Dewi Drupadi ketengah tengah jkerumunan Kurawa sampai sanggulnya lepas, dan Dursasana berusaha menelanjangi Dewi Drupadi.

Para Pandawa yang telah menjadi budak tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak bisa menolong Dewi Drupadi.Namun atas pertolongan Sanghyang Wisnu, maka setiap lapis kain yang lepas selalu diganti , sehingga Dursasana sampai bercucuran keringat ketika melepas kain Dewi Drupadi. Pakaian Drupadi sudah menumpuk, namun kain yang dibadan Dewi Drupadi tidak pernah habis. Disinilah Dewi Drupadi bersumpah, bahwa selama hidupnya tidak akan menyanggul rambutnya, sebelum keramas dengan darah Dursasana Sedangkan Werkudara bersumpah untuk membunuh Dursasana dan menghirup darahnya. Ahirnya Werkudara dengan kekuatan amarah, bagai serigala hutan, memukul Dursasana dengan Gada Rujakpolo. Berkali kali dihantamkannya Gada Rujakpala ke tubuh dan kepala Dursasana, sehingga tubuh dan kepalanya hancur. Werkudara menghirup darah Dursasana untuk memenuhi sumpahnya. Setelah itu dengan sebuah topi baja prajurit,yang tergeletak didekatnya, Werkudara mengambilnya, untuk dijadikan sebagai bokornya, untuk menampung darah Dursasana dan dibawanya pergi menjumpai Dewi Drupadi yang sedang menunggu di perkemahan Tegal Kurusetra. Werkudara memberikan bokor berisi darah Dursasana kepada Dewi Drupadi. Dewi Drupadi segera membasuh rambutnya dengan darah Dursasana, maka Dewi Drupadi telah memenuhi sumpahnya. Dewi Drupadi berterima kasih kepada Werkudara.

Karna Tanding (Barathayudha 7)

Adipati karno tetap menjadi senopati kurawa, sementara pengapitnya adalah durgandasena, durta, dan jayarata. Pandawa mengangkat arjuna sebagai senopati dan werkudara sebagai pengapitnya.Raden Arjuna, satria panengah Pandawa telah berganti busana bagai seorang Raja, mengenakan busana keprabon. Karena keahlian Prabu Kresna dalam ndandani sang adik ipar Arjuna pada kali ini jika diamati tidak ada bedanya dengan kakak tertuanya Adipati Karno. Saking miripnya, Arjuna dan Karno ibarat saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana Arjuna yang mana Basukarno kala itu. Kedua senopati perang telah bersiap di kereta perang masing – masing. Basukarno dikusiri oleh mertuanya Prabu Salya. Basukarno tahu bahwa Prabu Salya tidak dengan sepenuh hatinya dalam mengendalikan kereta perangnya. Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya dalam mendukung Kurawa dalam perang ini. Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa meskipun jasadnya di

pihak Kurawa. Karena putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, maka dengan keterpaksaan yang dipaksakan Prabu Salya memihak Kurawa pada perang besar ini.

Meskipun demikian, berulang kali sebelum perang terjadi Prabu Salya membujuk Duryudono agar perang ini dibatalkan. Bahkan dengan memberikan Kerajaan Mandaraka kepada Duryudono pun, Prabu Salya merelakan asal perang ini tidak terjadi. Namun tekat dan kemauan Duryodono tidak dapat dibelokkan barang sejengkal pun. Tekad Duryudono yang keras dan kaku ini juga karena dukungan Adipati Karno yang menghendaki agar perang tetap dilaksanakan. Adipati Karno, berkepentingan dengan kelanjutan perang ini demi mendapatkan media balas budi kepada Duryudono dan kurawa yang telah mengangkat derajatnya dan memberikan kedudukan yang terhormat sebagai Adipati Awangga yang masih bawahan Hastina Pura. Maka latar belakang ini pula yang menambah kebencian Salya kepada menantunya, Adipati Karno. Di seberang sana, Kresna telah bersiap sebagai kusir Arjuna. Kereta Kerajaan Dwarapati Kyai Jaladara telah siap menunaikan tugas suci. Delapan Kuda penariknya bukanlah turangga sewajarnya. Kedelapan kuda itu adalah kuda – kuda pilihan Dewa Wisnu yang dikirim dari Kahyangan untuk melayani Sri Kresna. Turangga – turangga itu telah mengerti kemauan dari tuannya, bahkan jika tanpa menggunakan isyarat tali kekang pun. Berbagai medan laga telah dilalui dengan kemengan – demi kemenangan. Bahkan saat Raden Narayana, Kresna di waktu muda, menaklukkan Kerajaan Dwarawati ketika itu. Atas permintaan Prabu Kresna, Arjuna menghampiri dan menemui Adipati Karno untuk mengaturkan sembah dan hormatnya.

Dengan menahan tangis sesenggukan Arjuna menghampiri kakak tertuanya ”Kakang Karno salam hormat saya untuk Kakanda. Kakang, jangan dikira saya mendatangi Kakang ini untuk mengaturkan tantangan perang. Kakang, dengan segala hormat, marilah Kakang saya iringkan ke perkemahan Pandawa kita berkumpul dengan saudara pandawa yang lain layaknya saudara Kakang…” Adipati Karno ”Aduh adikku, Arjuna…Kakang rasakan kok kamu seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Menahan tangis sesenggukkan, karena perbuatan sendiri. Adikku yang bagus rupanya, tinggi kesaktiannya, mulya budi pekertinya. Sudah berapa kali kalian dan Kakang Prabu Kresna membujuk Kakang untuk meninggalkan Astina dan bersatu dengan kalian Para Pandawa. Aduh..adikku, jikalau aku mau mengikuti ajakan dan permintaan itu, Kakang tidak ada bedanya dengan burung dalam sangkar emas. Kelihatannya enak, kelihatannya mulia, kelihatannya nyaman. Tapi adikku, kalau begitu, sejatinya Kakang ini adalah seorang pengecut, seseorang yang tidak dapat memegang omongan dan amanah yang telah diniatinya sendiri. Adikku…bukan dengan menyenangkan jasad dan jasmani Kakang jikalau kalian berkehendak membantu Kakang mencari kebahagiaan sejati. Adikku..Arjuna, jalan sebenarnya untuk mendapatkan kebahagiaan sejatiku adalah dengan mengantarkan kematianku di tangan kalian, sebagai satria sejati yang memegang komitmen dan amanah yang Kakang menjadi tanggung jawab Kakang. Oleh karena itu Adikku, ayo kita mulai perang tanding ini layaknya senopati perang yang menunaikan tugas dan tanggung jawab yang sejati.

Ayo yayi, perlihatkan keprigelanmu, sampai sejauh mana keprawiranmu, keluarkan semua kesaktinmu. Antarkan kakangmu ini memenuhi darma kesatriaannya. Lalu sesudah itu, mohon kanlah pamit Kakang kepada ibunda Dewi Kunti. Mohonkan maaf kepadanya, dari bayi sampai tua seperti ini belum pernah sekalipun mampu membuatnya mukti bahagia meskipun hanya sejengkal saja.” ”Aduh Kakang Karno yang hamba sayangi, adinda mohon maaf atas segala kesalahan. Silakan Kakang kita mulai perang tanding ini” Setelah saling hormat antara keduanya, perang tanding kedua senopati perang yang mewakili kepentingan berbeda namun demi prinsip yang sama secara substansi itu dimulai. Keduanya mengerahkan segala kemampuan perang darat yang dimiliki. Sekian lama adu jurus kanuragan ini berlangsung. Saling menerjang, saling menghindar dan berkelebat ibarat burung Nasar yang menyasar mangsanya di daratan. Bagi siapa yang melihat, keduanya sama – sama prigel, keduanya sama – sama tangkas dan keduanya sama – sama sakti. Kelebat mereka demikian cepat seperti kilat.

Ribuan prajurit kedua pihak menghentikan pertempuran demi melihat hebatnya adegan perang kedua satria bersaudara ini. Namun bagi mereka yang melihat, kabur sama sekali tidak mampu membedakan yang mana Arjuna dan yang mana Karno. Keduanya mirip, keduanya menggunakan busana yang sama. Perawakan dan pakulitannya sama. Hanya desis suara masing – masing yang sesekali terucap yang membedakan keduanya. Perkelahian tangan kosong ini telah berlangsung sampai matahari sampai di tengah kubah langit. Tidak ada yang kalah tidak ada yang unggul sampai sejauh ini. Keduanya menyerang dengan sama baik, keduanya menghindar dengan sama sempurna. Keduanya menghunus keris masing – masing. Pertarungan tangan kosong dilanjutkan dengan pertarungan dengan senjata keris. Karno memulai dengan menerjang mengarahkan keris ke ulu hati Arjuna. Secepat kilat arjuna menghindar melompat vertikal layaknya belalang menghindar dari sergapan burung pemangsa, Keris Adipati Karno menerjang sasaran hampa, berkelebat berkilat diterpa sinar panas matahari tengah hari. Sejurus kemudian posisi mereka saling bertukar, Arjuna kini menyerang, leher Karno menjadi incaran. Demikian cepat tusukan ini menerobos udara panas menerjang leher Adipati Karno. Namun Adipati Karno tidak kalah cepat dalam berkelit, digesernya leher dan kepalanya menyamping kiri. Tidak hanya menghindar yang dilakukan, penyeranganpun dapat dilakukannya. Sambil menyempingkan badan dan kepalanya ke kiri, tangan kirinya mengirimkan pukulan ke dan mengenai bahu kanan Arjuna. Sedikit terhuyung Arjuna saat mendaratkan kakinya di tanah, meskipun tidak sampai membuatnya roboh. Adipati Karno tersenyum kecil, melihat adiknnya terhuyung. Kini keduanya saling menerjang dengan keris terhunus di tangan. Masing – masing mencari sasaran yang mematikan sekaligus menghindar dari sergapan lawan. Adu ketangkasan keris ini berlangsung sampai matahari condong ke barat, hampir mencapai paraduannya di akhir hari. Tidak ada yang cedera dan mampu mencedarai, tidak ada yang kalah dan mampu mengalahkan.

Keduanya memutuskan perang tanding dilanjutkan dari atas kereta. Arjuna sekali melompat sudah sampai pada kereta Jaladara. Demikian juga Karno, sekali langkah dalam sekejap sudah bersiap di kereta perangnya. Di kereta perang Karno, Karno meminta nasehat sang mertua ”Rama Prabu, saya tidak dapat mengalahkan Arjuna saat perang di daratan Rama” ”Karno, aku ini hanyalah Kusir, tanggung jawabku hanyalah mengendalikan kuda. Asal kudanya tidak bertingkah tugasku selesai.” ”Iya benar Romo, namun putra paduka ini mohon pengayoman Rama Prabu Salya” ”E lah, apa kamu lupa kondangnya Raja Awangga itu kalau perang menerapkan kesaktian aji Naraca Bala” ”Terimakasih Rama”

Adipati Karna menyiapkan anak panah dengan ajian Naraca Bala, begitu dilepaskan dari busurnya terjadilah hujan panah yang mengerikan. Kyai Naraca Bala yang telah ditumpangkan pada anak panah menyebabkan anak panah terlepas dan menjadi hujan ribuan anak panah di udara. Anak panah itu berkilatan seperti kilat menjelang hujan turun di musim pancaroba. Tidak cukup itu, ribuan anak panah itu juga mengandung racun mematikan. Jangankan menghujam ke tubuh, hanya menyenggol kulit pun dapat mengakibatkan kemaitan. Tidak heran para prajurit lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari hujan anak panah itu. Pun demikian ratusan prajurit menemui ajal tanpa mampu menyelematkan diri. Namun di sisi lain, Arjuna adalah satria kinasih Dewata dengan kesaktian tanpa tanding. Meski terkena ratusan anak panah Naraca Bala, tiada gores sedikitpun kulit sang Panengah Pandawa. Baginya ratusan anak panak yang menghujam ke tubuhnya tiada beda dirasakan layaknya digiit semut hitam. Penasaran Adipati Karno melihat kesaktiannya tidak berarti apa – apa bagi Arjuna, maka dihunusnya Anak Panak Kunta Drewasa pemberian Dewa Surya. Jagad sudah mendengar bagaimana kesaktian anak panah ini, jangankan tubuh manusia gunung pun akan hancur lebur jika terkena anak panah ini. Secepat kilat anak panah Kunta Drewasa sudah terpasangkan di busurnya.

Seperti halnya Arjuna, keahlian Karno dalam memanah tiada tanding di dunia ini. Jangankan sasaran diam, nyamuk yang terbang pun dapat dipanah dengan tepat oleh Sang Adipati. Prabu Salya, hatta melihat anak panah sudah siap dilepaskan dan dapat dipastikan tidak akan bergeser seujung rambutpun dari sasaran leher Arjuna, timbul rasa dengki dan serik nya kepada Karno. Prabu Salya tidak rela anak –

anaknya Pandawa kalah dalam perang ini. Maka disentaknya kendali kerata perang bebarengan dengan dilepaskannya Kunta Drewasa, akibatnya kureta perang mbandang tidak terkendali. Tangan Karno pun goyah, dan lepasnya anak panah meleset dari sasaran. Di sisi lain, Kresna adalah kusir bukan sembarang Kusir. Penghlihatannya sangat presisi, dia tahu apa yang akan dilepaskan oleh Karno. Dia tahu kesaktian dan apa yang akan terjadi kepada Arjuna jika Kunta Drewasa tepat mengenai sasarannya. Maka dihentaknya kereta kuda dengan kaki dan kesaktannya. Roda kereta amblas dua jengkal menghujam bumi. Anak panah Kunta Drewasa terlepas, namun meleset dari leher dan mengenai gelung rambut Arjuna. Jebolnya gelung rambut Arjuna disertai dengan lepasnya topong keprabon yang dikenakannya.

Malu Arjuna karena gelung rambutnya ambrol dan topongnya terlepas. Dia juga was – was jangan – jangan ini pertanda kekalahannya dalam perang tanding ini. Namun Kresna sekali lagi, bukan hanya pengatur strategi dan penasehat perang bagi Pandawa. Dia juga adalah pamong dan guru spiritual para Satria Pandawa. Dihiburnya Arjuna bahwa ini hanyalah risiko perang. Disambungnyanya rambut Arjuna dengan rambutnya sendiri. Digantikannya topong harjuna dengan yang lebih bagus. ”Arjuna…,kelihatannya ini sudah sampai waktunya Adi Prabu Karno menyelesaikan darma baktinya. Semoga Tuhan menerima bakti dan darmanya adikku. Siapkanlah anak panah pasopati yang busurnya berupa bulan tanggal muda itu. Kiranya itu yang akan menjadi sarana menghantarkan Kakangmu Karno menuju kebahagiaan sejatinya” ”Sendiko dawuh Kakanga Prabu, mohon do’a restu Kakang Prabu” Arjuna menghunus Panah Kyai Pasopati yang anak panahnya berbentuk bulan sabit. Ketajaman bulan sabit ini tidak ada makhuk jagad yang meragukannya. Galih kayu jati terbaik di jagad pun akan teriris layaknya kue lapis diterjang pisau cukur. Arjuna adalah satria dengan tingkat keahlilan memanah mendekati sempurna. Ibaratnya, Arjuna mampu memanah sasaran dengan membelakangi sasaran itu. Dia membidik bukan dengan mata lahirnya namun dengan mata batinnya. Oleh karena itu, meski matanya ditutup rapat dengan kain hitam berlipat – lipat, dia akan mampu mengenai sasaran dengan tepat.

Sekarang anak panah telah siap di busurnya. Ditariknya tali busur, dikerahkan segala konsentrasinya, dibidiknya leher Sang Kakak, Adipati Karno. Dalam konsentrasi yang dalam ini, sebentar – sebentar dia menarik napas. Sebentar – sebentar menata hati dan pikirannya. Saat ini yang dituju anak panah adalah leher Adipati Karno. Saudara sekandung lain bapak. Bagaimanapun, susunan tulang, urat, darah dan leher itu dari benih yang sama dengan lehernya. Darah yang mengalir pada Karno adalah dari sumber yang sama dengan darahnya. Putih tulang leher itu dari jenis yang sama dengan putih tulangnya. Urat leher itu, tiada beda dengan bibit pada urat lehernya. Namun, tugas adalah tugas. Darma adalah darma yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Dibulatkan tekatnya, dimantapkan hatinya bahwa bukan karena ingin menang dan ingin mengalahkan dia melakukan ini. Ditetapkannya hatinya, inilah cara yang dikehandaki sang Kakak untuk membuatnya bahagia. Dalam hati dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha tunggal, agar kiranya mengampuni kesalahannya ini. Di seberang sana, Adipati Karno tahu apa yang akan dilakukan adiknya. Dia sudah dapat mengira apa yang akan terjadi padanya. Kesaktian dan ketajaman pasopati, sudah tidak perlu diragukan lagi. Kulit dan dagingnya tidak akan mampu melawannya. Namun, tidak ada rasa takut dan khawatir yang terlihat pada ronanya menghadapi akhir hidupnya ini. Yang adalah senyum kebahagiaan, karena adik yang dicintainya yang akan mengantarkannya menemuai kebahagian sejati. Sebaliknya bukan rona takut dan pucat terpancar pada wajahnya, namun senyum manis dan bersinar wajah yang terlihat. Semakin kentara indahnya wajah sang Adipati Karno. Sang Kusir, Prabu Salya melihat apa yang akan dilakukan Arjuna. Ketakutan dan khawatir nampak pada wajah dan sikapnya.

Anak panah dilepaskan dari busurnya oleh Arjuna. ”Ssseeeettttttt”, begitu suaranya tenang setenang Karno dalam menerimanya. Lepasnya panah seperti kilatan petir dari kereta Jaladara. Secepat dia mampu, Prabu Salya melompat dari kereta mengindari bahaya. Anak panah tepat mengenai leher Adipati Karno, putus seketika. Kepala menggelinding ke tanah, badanya menyampir di kereta. Adipati Karno telah sampai pada garis akhir kesatraiannya. Dia telah mendapatkan apa yang diharapkannya. Kematian yang terhormat dalam menegakkan darma bakti satria. Basukarno adalah satria sejatinya satria. Duka

menyelimuti Kurusestra dari pihak Pandawa. Lagi mereka kehilangan saudara yang dicintainya. Meskipun Karno di pihak musuh, sejatinya dia adalah saudara kandung mereka. Tidak terkira bagaimana pedih dan perih yang dirasakan Dewi Kunti. Semenjak lahir, anak sulungnya itu telah dibuangnya ke Sungai Gangga. Jangankan memelihara dan membesarkan, menyusui dan membelai bayinyapun tidak pernah dirasakannya. Belasan tahun dia tidak pernah mendengar kabar lagi mengenai anaknya. Setelah sekian belas tahun tidak ada khabar berita, begitu berjumpa anaknya telah memihak musuh Pandawa, anak – anaknya yang lain. Sekarang saat perang ini terjadi, putra bungsunya telah menjadi bangkai di tangan Arjuna anaknya yang lain.

Rubuhan-Duryudhana Gugur (Barathayudha 8)

Dengan tewasnya adipati karna, kurawa mengangkat resi durna menjadi senopati kurawa yang disampaikan oleh kartamarma. Kartomarmo mulai menyampaikan kabar yang dibawanya… “Sinuwun mohon maaf, hari ini seperti yang Paman Sangkuni perintahkan hamba mendampingi Sang Senopati Agung Bapa Begawan Druna maju ke medan laga Baratayudha….”. Dengan gaya dan cengkok suara yang khas, Sengkuni menyela “Iya, kowe paman kasih pekerjaan enteng Kartomarmo, mendampingi Senopati Agung yang jelas tidak terkalahkan…” “Inggih Paman…” “Kartomarmo, teruskan ceritamu adikku”, perintah Prabu Duryudono

“Terlaksana Bapa Druna maju sebagai senopati perang Astina. Pandawa menggunakan konfigurasi pasukan berupa bulan sabit, Permadi di sisi kiri, Bratasena di sisi kanan. Keduanya sebagai ujung konfigurasi bulan sabit itu. Bapa Druna menggunakan konfigurasi Bangau Terbang, dengan pucuk perang Bapa Druna sendiri. Terbukti gunjingan dunia bahwa Bapa Druna tanpa tanding. Tanpa waktu lama barusan pasukan bulan sabit pandawa diterjang, diterabas seolah tanpa perlawan. Konfigurasi pasukan wulan tinanggal itu kocar – kacir, morat marit terkena badai panah dan lautan api dari Sang Pandita Sukalima itu”. Sangkuni “He..he…he…, ya sudah paman perkirakan kok ngger. Kalau Bapa Druna bertindak lama mijit buah ranti, dalam sekejap Pandawa akan takluk..terus lanjutannya gimana le ??” ”Melihat pasukannya kocar – kacir, hamba lihat Arjuna bertindak. Busur panah disiapkan, panah andalannya kiai Pasopati dihunus, dipasangkan di busur panah siap dilepaskan ke arah Bapa Druna. Tiba – tiba gemetar tangan Arjuna, keringat dinginnya keluar, otot dan tulangnya seperti di-lelesi. Tanpa daya, Arjuna lemas ambruk dan semaput…”

Duryudana ”Ha..ha…wah harusnya aku ada di sana. Aku akan bertepuk tangan dan kalau perlu sekalian tepuk kaki untuk menyemangati Bapa Druna dan mempermalukan Arjuna. Terusannya gimana Kartomarmo ? Pandawa menyerah tentunya…”. ”Belum kakang prabu. Melihat adiknya pingsan, Wrekudara siap tumandang. Diayunkannya Gada Rujakpolo ke kiri dan ke kanan. Beberpa prajurit Astina yang dekat dengan Wrekudara terlempar dan terluka. Bapa Druna memang memiliki daya magis yang luar biasa, belum sampai jarak selemparan tombak Wrekudara mengarah ke Bapa Druna, seolah dipakukan di bumi, kaki Wrekudara tidak bisa digerakkan. Wrekudara termangu seperti patung, balik kanan ketika dipanggil oleh Prabu Kresna..”. Sengkuni ”He..he…ya pasti begitu, Druna itu gurunya, jadi Wrekudara tidak akan berani melawan. Sudah saya duga kok ngger..terus Puntadewa nongol juga?? Atau menyerah pastinya ”.”Belum paman. Nggih..puntadewa mencoba maju perang…”.”Alah anak itu nggak pernah perang kok, ya pasti kalahnya sama Pandita Druna” .”Iya dicegah oleh Prabu Kresna, Puntadewa tidak jadi maju. Pandita Druna terus menerus mengamuk mengeluarkan kesaktiannya. Ratusan prajurit pandawa tewas. Tetapi tiba – tiba Wrekudara kembali ke arena lagi berteriak ’Swatama mati – swatama mati’”.Sengkuni”Loh, padahal Aswatama khan gak ikut perang dan belum mati ?”.”Iya paman Sangkuni”.”We lah, teriakan tipuan itu. Apus krama namanya…”.”Inggih Paman…teriakannya begitu nyaring dan disambut gemuruh oleh seluruh pasukan Pandawa…Teriakan ini terdengar oleh Paman Druna. Mendengar isu yang beredar di arena pertempuran ini, Bapa Druna seperti kehilangan tenaga, linglung, bingung kehilangan daya sangga tubuhnya. Beliau menangis gero – gero seperti anak kecil.

Begawan Druna menyingkir dari arena perang, sembunyi di balik bukit. Badannya lemas ditumpukan pada lututnya yang bersandar di tanah merah. Tanpa diketahuinya, ada satria bertindak curang. Drestajumena menebas leher Pandita Druna dari belakang. Putus leher Pandita Druna, kepalanya menggelinding, ditendang – tendang oleh pasukan Pandawa, Kakang Prabu…hu..hu…..tidak tega saya melihatnya….oh ho…ho…”

Sampai di sini cerita Kartomarmo, tangis yang tadi ditahannya tidak bisa dia bendung. Rebah badannya seketika…

Demikian juga semua yang hadir diterpa kesedihan, kekecewaan, penyesalan dan rasa amarah tidak tahu kepada siapa. Tidak terlukiskan bagaimana perasaan kesedihan, kekecewaan dan kepedihan Prabu Suyodono mendengar kabar ini. ”Aduhh……Gustiii…gusti…, betapa tidak adilnya Engkau….Mengapa selalu kami yang tertima nestapa, mengapa hanya Pandawa yang engkau kasihi…..” Setelah resi durna gugur, kurawa mengangkat prabu salya menjadi panglima dan sebagai pendampingnya diangkat kartomarmo. sebelum tampil perang untuk keesokan harinya, prabu salya telah membeberkan rahasia kelemahannya kepada kemenakannya nakula dan sadewa. karena ia telah merasa tiba saatnya. ia sekaligus menyerahkan kerajaan mandaraka kepada nakula, putra dewi madrim adiknya. selanjutnya ia mengatakan bahwa orang yang berdarah putihlah yang bisa mengalahkan ajian candrabirawa nya yaitu prabu yudhistira. Keesokan harinya Di ladang Kuru setra. Bau busuk bangkai hewan tunggangan perang yang berserakan semakin menusuk hidung.

Darah para prajurit, senopati, dan agul agul pandawa maupu kurawa yang gugur sebagian mengering, sebagian masih terasa basah berjampur rereumputan kering dan debu musim kemarau. Semilir angin pagi hari mendendangkan senandung kepedihan, kesedihan. Rumput rumput kering berserakan tercerabut dari tanah berpijak, begitu pula nyawa para prajurit yang telah gugur terpisah dari raganya. Ladang Kurusetra, sejak jaman kuno ketika Hutan Hastinapura diubah menjadi kerajaan oleh Prabu Gajah Hoyo (oleh karena itu jagad mengenal Hastinapura dengan sebutan Kerajaan Gajahoyo) telah menjadi saksi puluhan perang besar. Perang besar dunia pertama juga terjadi di sini. Ketika Prabu Tremboka dari Pringgandani mati sampyuh bersama Prabu Pandu kala itu. Pandu mati muda meninggalkan dua orang istri dengan anak2 yang masih kecil, bahkan Nakula Sadewa belum putus tali pusarnya.Hari ini ternyata Sangkuni tidak mematuhi pesan Salya kemarin sore. Paling tidak itulah yang dilihat Salya. Kurawa telah memulai formasi perangnya dan menyerang prajurit Kurawa. Dari kejauhan Salya melihat Setyaki bertempur melawan…siapa di sana? Salya tidak mengenalinya. Namun perkiraannya mengatakan, pastilah lawan Setyaki itu adalah salah satu sekutu Duryudono dari Kerajaan sebrang. Drestajumena, senopati Pandawa itu, melawan musuh lain yang juga tidk dikenalnya. Begitu pula para prajurit tingkat bawah saling beradu satu sama lain. Salya belum lagi beranjak untuk memerintahkan pasukan setianya maju menggempur formasi Pandawa. Dalam hati dia mengumpat, Sangkuni memang tidak tahu tata krama. Sudah dipesannya jangan sampai tanpa perintahnya digelar formasi perang. Sebab dia adalah Senopati Agung. Di bawah kendalinya lah seharusnya segala pergerakan perag hari ini berada. “Duwoyoto…!” “Hamba sinuwun prabu..” “Sangkuni dan para kurawa memang tidak tahu tata krama dan sopan santun. Sudah aku pesankan, jangan sampai menggelar pasukan hari ini tanpa seijinku. Tapi mengapa mereka lancang mendahului perintah senopati??” “Sinuwun Prabu memang benar adanya, namun lama lama saya amati, kelihatannya mereka bukan pasukan Kurawa sinuwun. Hamba tidak melihat pasukan kurawa dan kurawa ada di medan laga..”“Oh ya…we la…siapa mereka Duwayata? Kelihatannya memang mereka sekutu Kurawa. Tetapi mengapa tidak terlihat Kurawa di sana? Hmm….ya sudah biarkan saja. Tahan pasukanmu, tidak perlu melakukan gerakan apapun” “Sendika sinuwun…” Maka demikianlah, Salya dan pasukan Mandaraka hanya diam menunggu dan mengamati apa yang terjadi di medan laga. Debu bergulung gulung beterbangan karena sapuan kaki kaki prajurit yang sedang bertempur, atau karena hentakan kaki kuda, gajah dan tunggangan yang lain. Suara gemuruh terdengar riuh rendah. Teriakan kemenangan berselang

seling dengan jerit kesakitan. Sorak sorai yang berhasil merobohkan ditimpali erangan mereka yang dirobohkan. Pedang beradu dengan tameng, tusukan tombak mendesis menerjang sasarang. Anak panah bagai guyuran hujan dari dan menuju kedua belah pihak yang berlawanan.

Teriakan sorak sorai dari arah pandawa tiba tiba membahana. Setyaki berhasil merobohkan lawannya. Dengan ketangkasan dan keprigelannya, Si Bima Kunting ini berhasil merebut tombak lawannya setelah dua tiga kali menghindar terjangan. Sambil melenting menghindari tusukan horisontal tombak sang lawan, dikirimkannya tendangan tumit kaki kiri mengenai leher lawan. Lawan terhuyung ke belakang. Secepat ular mematuk mangsa, tangan Setyaki menghujamkan tinju ke pergelangan lawan, tombak terjatuh. Bersamaan dengan robohnya sang lawan. Setyaki sudah menggenggam tombak itu. Kendali sekarang ada padanya. Lawan yang roboh mencoba bangun, dengan terhuyung dia berdiri. Dicabutnya keris dari pinggangnya. Di sebrang sana Setyaki siaga memasang kuda kuda. Lawan melompat menerjang dengan keris terhunus. Setyaki melemparkan tombak ke sasaran. Tepat menghujam dadanya. Darah mengucur deras. Sang lawan sekali lagi roboh, kali ini tidak mampu bangun lagi. Sorak kemenangan prajurit pandawa menggema menggetarkan Kurusetra. Di sisi lain, Drestajumana sibuk dengan lawan yang lain. Namun kelihatannya, ini bukan lawan sebanding baginya. Nyalinyapun ciut. Belum lagi sampai beradu senjata, namun begitu diketahunya bahwa senopatinya telah dikalahkan Setyaki diperintahkan pasukannya mundur. Begitulah akhirnya, sekutu kurawa inipun kalah memalukan. Gemuruh kemenangan prajurit pandawa. Mereka tidak mengejar pasukan musuh yang lari tunggang langgang. Sebab, meskipun ini perang besar dan bisa jadi akan habis habisan, ada aturan yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Salah satunya, tidak boleh ada penyerangan bagi mereka yang mundur. Apalagi sudah di luar padang Kurusetra. Perang ini hanya berlaku di ladang Kurusetra. “Sekarang saatnya Duwoyoto, ayo perintahkan pasukanmu maju menerjang Pandawa..!”. Dan pasukan Mandaraka pun maju menyerbu. Sebagai incaran mereka tentu saja jika berhasil meringkus atau merobohkan salah satu pandawa lima, sudah cukup untuk menyatakan mereka menang. Namun tentu saja hal ini tidaklah mudah. Sudah tujuh belas hari perang ini berlangsung. Sudah berribu2 pasukan dikerahkan, sudah berpuluh panglima perang diturunkan Kurawa. Toh para pandawa masih segar bugar tanpa cela. Drestajumena sedikit terkejut melihat serbuan pasukan Mandaraka. Meski sudah terdengar kabar sebelumnya, akan turun nya Salya di perang ini, tetap saja ada rasa was was di dadanya. Dia tahu, bagaimana tingginya keahlian Salya dalam strategi perang dan keprajuritan.

Narayana pun mengakui ini. Ajian Canda Birawa yang disandang Salya, membuat siapapun miris. Namun dia adalah Senopati Pandawa sekarang, maka ditatanya perasaan diteguhkannya tekat. Dilihatnya wajah – wajah cemas pasukan Pandawa. Bahkan Setyaki sekalipun miris. Kabar mengerikan yang sayup – sayup dihembuskan Kurawa memakan mangsa. Tidak akan setengah hari, Pandawa dan seluruh pasukannya akan tumpas oleh Canda Birawa. Drestajumena, sang senopati membangkitkan kembali semangat pasukannya, “Kalian prajurit Pandawa…! Ingatlah kalian mengemban tugas suci saat ini. Jangan kalian ingkari kesanggupan dan janji kalian hanya karena kengerian akan kabar kesaktia Salya yang belum tentu benar. Aku sama sekali belum pernah melihat kebenarannya, kecuali kabar bohong yang sengaja disebarkan Kurawa. Para pendusta itu….! Apakah kalian percaya? Apakah kalian tidak malu ngeri dengan kabar bohong itu? Hayo tunjukkan keberanian kalian yang sudah terbukti dalam perang ini..Sudah terbukti ribuan prajurit kita robohkan, ratusan panglima Kurawa kita lumpuhkan, bahkan Maha guru Druno sekalipun. Tidak ada alasan untuk tidak bisa merobohkan Salya hari ini. Kembali ke formasi bunga teratai, lindungi Pandawa…!!! “ Pasukan pimpinan Drestajumena mengikuti perintah panglimanya. Entah sukarela atau terpaksa, hanya mereka yang tahu.

Di pihak lawan, para prajurit Mandaraka maju menyerbu. Riuh rendah suara penyemangat perang terdengar dari arah mereka. Memang benar kondangnya, meski jumlahnya tidak seberapa ketangkasan mereka luar biasa. Mereka yang menunggang kuda atau menyerbu dengan berlari sama tangkasnya.

Ketika jangkauan mereka sudah tercapai anak panah, ribuan anak panah menghujani pasukan Mandaraka itu. Luar biasa, tidak satupun dari mereka terkana. Sambil tetap maju menyerbu, mereka menangkis anak panah yang melesat dengan tameng, pedang, atau bahkan tombak mereka. Pasukan Mandaraka semakin dekat…dan duel satu lawan satu tak terelakkan. Bergelimangan pasukan Drestajumena tak kuasa menghadang mereka. Namun jumlah pasukan Mandaraka tidak sebanding. Perlahan mereka kewalahan juga, satu pasukan Mandaraka kira kira berhadapan dengan sepuluh pasukan Pandawa yang juga sangat terlatih. Melihat pasukannya berjatuhan, timbul amarah Salya. Yang tadinya sebenarnya hanya “lamis” dia berperang, cintanya kepada pasukan dan simbul simbul Negara manadaraka yang dicederai lawan, membuatnya marah juga. Disingkirkannya rasa ewuh pekewuh dan rasa welas kepada para pandawa keponakannya. Di medan laga ini, tidak ada keluaarga, tidak ada sanak saudara, tidak ada pepunden sesepuh. Yang ada hanyalah lawan, yang ada hanyalah musuh. Tidak ada kasih sayang, tidak ada welas asih. Yang ada hanyalah melukai jika tidak ingin terlukai, yang ada hanyalah membunuh jika tidak mau terbunuh. Dikerahkannya kesaktiannya. Panah disiapkan dibusurnya, secepat kilat panah itu terlepas dan ribuahn panah tiba2 saja seolah menyembur dari kereta salya menghujani arah pandawa. Drestajumena berteriak memberikan komando, “Kakang setyaki…bawa pasukanmu seutuhnya, kepung kereta Salya..Jangan sampai dia mendekat ke arah Pandawa…!” Segera Setyaki dan ratusan pasukannya mengepung kereta Salya. Ratusan tombak dilemparkan ke arah Salya. Tidak satupun mampu melukainya. Bahkan kuda kuda kereta itupun seolah hanya digigit semut ketika terkena senjata dari arah pasukan Setyaki. Setyaki dan pasukannya terdesak mundur, meski hanya menghadapi seorang Salya. Sebagian pasukan Drestajumena membantu menghadang laju Salya. Tak kuasa, panah Salya seolah tiada henti menyembur dan memakan korbannya. Jarak antara salya dan para pandawa di tengah formasi bunga teratai tak lebih dari sepuluh lapis pasukan, dengen Setyaki dan Drestajumana di garis depan. Arjuna bertindak. Dilepasknnya panah ardodedali, tidak mampu mengeni Salya. Namun menghantam payung kereta, menyambar leher kusir Duwuyoto.

Mati seketika sang patih Duwoyoto. Semakin menjadi jadi marah Salya. Sejenak kereta kehilangan keseimbangan karena ditinggalkan kusirnya. Sekarang Salya memegang sendiri tali kekang, sambil sesekali tangan kanannya melempar tombak ke arah pasukan pandawa untuk mencari jalan menyerbu Pandawa. Salya benar benar tidak lagi melihat pandwa sebagai kelurga, mereka semua dalah musuh saat ini. Dari luar gelanggang Kresna berteriak, “Yayi Yudistira…sekarang giliran adinda…!”Yudistira maju menerjang dengan menunggang kuda putih. Mengitari kereta salya seolah2 meledek Salya, “Mana ajian Canda Birawa Salya yang terkenal itu? Apakah terkenal kabar dustanya saja? Sebab sekalipun belum pernah aku melihatnya… ” Sayup sayup itulah yang didengar Salya. Meski terbersit juga keraguan, benarkah Yudistira selancang itu kepadanya meski ini di medan perang??Di alam tapaksuci yang memisahkan dunia dan alam baka, arwah Bagaspati yang masih menunggu anak menantu tersayangnya mendapati momen yang dinantikan. “We lah…inilah saatku menghadap ke pengayunan Yang Maha Menang, sudah cukup lama aku menunggu. Sekarang Narasoma sudah berhadapan dengan manusia berdarah putih. Yudistira….jangan kaget, aku akan menyatu dengan ragamu.” Salya semakin merasa terhina ketika kuda Yudistira hanya mengitari, mengejek dirinya. Lemparan tombak dan lontaran panah, tidak satupun mengenai Yudistira. Dikesampingkannya rasa ragu dan kasih sayang pada Yudistira, diucapkannya mantra ajian Candabirawa. Seketika muncul dihadappnya monster kerdil menyeramkan,”Narasoma….mengapa kamu panggil aku hmmm?”“Canda birawa..,berpuluh tahun kamu di ragaku baru kali ini aku menyuruhmu. Yang menunggang kuda putih itu Ratu pandawa, hisaplah ubun2nya agar sampai pada kematiannya..”“Wah..ha ha, jangan kuwatir tidak sampai kedip matamu usai, Yudistira akan tewas”. Dan ketika monster itu menampakkan wujudnya benar2 membuat prajurit yang melihat heran dan ngeri. Meski secara spontan itu membuat mereka maju menyerbu monster kecil itu. Bukan erangan kesakitan yang keluar dari mulut monster itu ketika berbagai sanjat menghujam tubuhnya, tetapi tawa kegirangan. Dan seketika monster itu berlipat seperti amuba membelah diri. Satu jadi sepuluh, sepuluh menjadi seratus, dan ratusan monster itu membuat pasukan pandawa dan senopatinya tunggang langgang. Sekarang hanya Yudistira yang menghadapi. Semua yang melihat keheranan melihat keanehan ini. Selama hidupnya, Yudistira tidak

pernah perang. Kali ini begitu gagah beraninya dia menghadang Candabirawa, yang bahkan Bima Janaka pun ciut nyalinya.

Keajaiban itu semakin bertambah ketika ratusan monster kerdil itu mendekati Yudistira. Bukan rasa benci apalagi amarah yang terlihat di wajah monster itu, tetapi kegembiraan yang luar biasa karena kerinduan yang kelihatannya sangat lama terpendam. Lihatlah seolah mereka anak anak kecil yang seharian ditinggal ibunya. Semmuanya menubruk dan ingin merangkul Yudistira. Entah apa yang terjad, ketika tubuh2 mereka menyentuh Yudistira, seketika hilang tidak berbekas.Tak terdengar lagi raungan monster2 canda birawa. Yudistira bersiap. Dihusnya panah dari sarungnya, dipasangkannya ke busur. Panah itu sudah ditumpangi Jimat Kalimasada. Seolah tanpa ragu dan tetlihat sangat terlatih, Ydistira melepaskan anak panahnya. Tepat mengenai dada Salya. Salya gugur memenuhi janji dan melunasi hutangnya. Bagi yang melihat kasar mata mungkin itu adalah penderitaan dan aib. Namun bagi Salya sebaliknya. Inilah bukti cintanya pada pandawa dan kebenaran. Dikorbankannya nyawa untuk membelanya. Ini pula momen yang ditunggunya, ketika dia melunasi hutang kepada Bapak mertuanya. Dengan demikian, dia pulang ke pangkuan yang maha sempurna, dengan kesempurnaan. Paling tidak tiada membawa beban dan janji yang tak terlunasi. Setelah Prabu Salya gugur di Tegal Kurusetra, kini ganti Patih Sengkuni dengan kereta pe rangnya memasuki Tegal Kurusetra, menuju pertahanan Pandawa. Ternyata Patih Sengkuni betul betul mahir dalam memainkan segala senjata, dari panah, pedang, juga gada.Patih Sengkuni dikala mudanya, satria dari Gandara, bernama Sri Gantalpati, seorang pemuda yang tampan dan sakti pula. Ia mengikuti Sayembara memperebutkan Dewi Kunti di kerajaan Mandura. Namun gagal, ia dikalahkan oleh Pandu. Berkali kali senjata senjata Pandawa mengenai tubuh Sengkuni namun, tidak satupun bisa melukai Sengkuni. Bahkan Sengkuni melepaskan berbagai panah ke arah Arjuna dan Patih Sengkuni berhasil mematahkan serangan panah Arjuna.

Werkudara mencegat kereta perang Sengkuni. Werkudara me maksa Sengkuni turun dari Kereta perang. Sengkuni pun turun. Terjadi perkelahian antara Werkudara dan Sengkuni. Berkali-kali Werkudara memukul tubuh Sengkuni dengan Gada Rujakpolo. Namun Sengkuni hanya ketawa-ketawa, ia tidak merasakan kesakitan. Werkudara terus memukul Sengkuni dari kepala, dada, perut, sampai paha,betis dan telapak kaki, namun kelihatannya tidak merasakan apa apa. Tidak patah semangat. Gada Rujakpolo ditinggalkan, Werkudara maju menghadapi Sengkuni, terjadilah perkelahian, berkali-kali Werkudara menangkap Sengkuni, namun kulit Sengkuni licin bagaikan belut, sehingga selalu lepas.

Werkudara terus melawan Sengkuni. Werkudara, teringat masa lalu, kejadian Bale Sigolo golo, yang hampir membawa korban para Pendawa, itu karena perbuatan Sengkuni. Perang dadu, itu ide Sengkuni yang mencurangi Pandawa, hingga Pandawa sengsara 13 tahun di hutan. Sedangkan Sengkuni merasa kecewa ketemu Prabu Pandu di Mandura, waktu sayembara memperebutkan Dewi Kunti, Sengkuni menyerahkan Dewi Gendari, kakaknya pada Pandu, dengan harapan agar kakaknya bisa berbahagia bersama Pandu. tetapi ternyata kakaknya di berikan pada Drestarastra. Andaikata Dewi Gendari tidak diberikan pada Drestarastra, Kurawa itu menjadi anak Pandu. Sehingga Pandu akan memiliki 105 anak. Pastilah Astina sangat kuat. Dan tidak ada perang Barata Yudha. Semua ini gara-gara Pandu. Maka Sengkuni ingin membunuh anak-anak Pandu, yang telah membikin sengsara.

Werkudara capek menghadapi Sengkuni. Tiba-tiba Werkudara ingat, bahwa kulit Sengkuni amat licin, dan peluhnya berbau lengo tolo (mungkin, minyak tanah), ini pasti ada hubungannya waktu Kurawa dan Pendawa masih kecil bermain di sumur tua menemukan cupu lengo tolo milik kakek Abiyasa yang berisi minyak kesaktian. Yang akhirnya lengo tolo diambil Sengkuni dan dilumurkan keseluruh tubuhnya. Werkudara langsung meraih leher Sengkuni, lalu dihimpitnya dengan lengannya kuat kuat, sehingga lehernya tercekik, dan mulutnya pun membuka lebar kehabisan napas. Werkudara memasukkan kuku Pancanaka kedalam mulut Sengkuni karena Sengkuni tidak meminum lengo tolo,maka dengan mudah dirobek robeknya sampai kedalam leher dan menembus ke jantungnya. Namun Sengkuni masih hidup. Ia

mengerang kesakitan. Werkudara menjadi ngeri dan ketakutan. Walaupun sudah luka berat, Sengkuni tidak mati mati.

Prabu Kresna meminta Werkudara bisa menyempurnakan kematiannya. Werkudara akhirnya mengerti keadaan ini dikarenakan kesaktian Lengo tolo yang dioleskan kesekujur tubuh Sengkuni. Setelah terkelupas kulitnya, akhirnya Sengkuni pun Gugur. senopati terakhir kurawa akhirnya maju ke medan perang. werkudara menekan pasukan astina sehingga mereka terdesak. prabu duryudana lari namun dapat ditemukan oleh bima. dua raksasa pihak kurawa dan pandawa bertemu. pertarungan berjalan seimbang. hingga lama pertarungan belum juga dapat diketahui pemenangnya. hingga batara kresna ingat bahwa kelemahan(pengapesan) duryudana berada di paha kanannya. ia lalu memberi tanda pada bima dengan menepuk2 pahanya. bima segera tanggap dan menyerang paha duryudana, akhirnya duryudana kalah oleh bima

Khrisna dan Arjuna

Saat perang dunia Baratayuda mulai, dan genderang perang ditabuh, Arjuna, pahlawan terbesar Pandawa lumpuh. Ksatria ini berubah menjadi begitu humanis, sehingga Krishna, lambang humanisme, harus mengajarkan Arjuna bagaimana menjadi ksatria sejati, dalam Bhagavad Gita, the Song of God. Dalam kisah Mahabarata, perselisihan antara keluarga Kurawa dan Pandawa, yang sebenarnya bersaudara ini keturunan Barata, tidak dapat didamaikan lagi. Kehidupan dunia memanas, seluruh aspek kehidupan hanya tentang pertentangan kedua keluarga ini.  Tidak ada perkembangan. Tidak ada kemajuan. Maka peperangan dengan skala global, bahkan kosmik,tidak dapat dihindari. Baratayuda, perang keluarga Barata, dimulai.

Pihak Kurawa sangat kuat, dibantu guru-guru Pandawa seperti Bhisma dan Durna, serta ksatria putera dewa Surya yang tidak terkalahkan, Karna. Harapan Pandawa sebenarnya hanya ada pada Arjuna. Pahlwan terbesar, putera dewa perang Indra. Tetapi di medan perang Arjuna lumpuh. Kehilangan roh ksatria. Kita perlu menyadari ironi dari semua ini.  Jauh sebelum peristiwa ini terjadi, dewa terbesar adalah dewa Indra. Dewa perang. Dewa ini pemimpin dunia, dan menjadi sesembahan para ksatria, penguasa dunia. Para ksatria ini sangat ditakuti, menjelajahi tanah India, dan merampok ke sana ke mari. Sampai suatu hari muncul ilham humanisme, paham kebajikan, sebagai reaksi penderitaan yang ditimbulkan kaum ksatria.  Humanisme yang kemudian berkembang nanti menjadi agama Hindu, meletakkan kebajikan dan menahan diri di atas segala-galanya. Oleh sebab itu timbul dewa tandingan Indra, dan dalam kosmos penduduk Kuru posisi dewa Indra tergeser oleh dewa-dewa yang baru. Dewa yang memimpin pada kebajikan dan humanisme. seperti dewa Wishnu menjadi dewa utama melebihi Indra.

Dan ini tercermin dalam struktur Pandawa. Kakak tertua, Yudhistira adalah anak dewa Dharma. Bima adalah anak dewa Bayu. Barulah Arjuna, anak ketiga, adalah anak dewa Indra, dewa perang. Yudhistira adalah pemimpin Pandawa, bukan Arjuna. Dengan kata lain, dewa Indra harus mengalah pada dewa Dharma. Baratayuda adalah peperangan. Di sini Arjuna berkuasa, lepas bebas, menjadi seorang ksatria. Tetapi setelah bertahun-tahun bergaul dengan Yudhistira, Arjuna mampu melihat apa yang di lihat Yudhistira. Betapa mengerikan dan kejam peperangan itu. Betapa besar kerusakan yang ditimbulkan para ksatria. Ia harus membunuh saudara sendiri, guru-guru yang dihormati, pahlawan, orang-orang terhormat. Ia harus bertindak keras pada orang yang sebenarnya ia hargai, mengerti, dan cintai.

Dan Arjuna lumpuh.

Akhirnya Krishna memperlihatkan siapa dirinya sebenarnya, dewa Wishnu. Dewa pemelihara kehidupan. Ia mendorong Arjuma untuk berperang. Ia menjelaskan arti dharma yang sebenarnya. Ia mengajarkan

Arjuna untuk menjalankan tugas tanpa perasaan, tanpa melihat hasil, tanpa melihat konteks, tanpa memikirkan kerugian pada diri sendiri, tanpa mementingkan diri sendiri. Ia menjelaskan apa artinya ksatria itu, dan betapa besarnya peran seorang ksatria.  Sampai seorang Wishnu, pemelihara kehidupan, memerlukan kepahlawanan Arjuna untuk menjaga kehidupan ini. Semua didikan dan penjelasan Krishna itu dituangkan dalam the Song of God, Bhagavad Gita. Akhirnya Arjuna mengerti, dan iapun mengeluarkan semua yang ia miliki untuk dipersembahkan di Kurusetra, tempat Baratyuda. Dan peperangan yang hebat dan lama akhirnya dimenangkan oleh Pandawa. Tapi dalam kemenangan yang anti klimaks. Karena semua, Kurawa dan Pandawa, hancur lebur. Di atas kehancuran Kurawa dan Pandawa ini, Wishnu membangun sebuah dunia baru, yang lebih baik dari dunia yang hanya berisi konflik antara Kurawa dan Pandawa.

Hari ini ksatria itu adalah para penegak hukum, para tentara, para pemerintah, para alat negara. Tidak jarang ksatria jaman sekarang lumpuh. Karena ia berhadapan dengan keluarganya, saudaranya, orang segolongan, satu suku, satu agama, satu daerah, satu bangsa. Dan ia tidak bisa menegakkan keadilan. ia lumpuh. Semua ksatria harus mengerti esensi tugasnya, penegakan keadilan. Mampu menjalankan tugasnya dengan teguh, tanpa terpengaruh dengan berbagai pemikiran yang melemahkan rasa keadilannya. Keadilan yang lebih universal, bukan kepentingan kelompoknya. Di atas perjuangan para ksatria ini dunia yang lebih baik dan indah dapat dibangun.

Wahyu Tringgolo

Marcapada geger karena mendengar kabar dewata akan memberikan wahyu tri manggolo. di kerajaan hastina kegegeran ini dimulai dengan datangnya seorang pendeta berjuluk begawan dewa kumara, begawan berwujud raksasa. dia mengabarkan kepada sang prabu duryodana bahwa istrinya dewi banowati mendapatkan wahyu tri manggolo. wahyu ini konon berwujud 3 buah dan salah satunya masuk ke dalam tubuh banowati. maka gegerlah kurawa. pertama duryodana akan mengadakan pesta besar besaran, tapi karena diingatkan oleh prabu salya mertuanya dari mandaraka, maka hal ini dibatalkan. karena prabu salya tahu bahwa wahyu tak akan betah jika penerima wahyu justru bersenang senang. prabu salya juga memberikan petunjuk bahwa wahyu akan lestari masuk dalam tubuh sang penerima jika saratnya dipatuhi. apa itu?yaitu tidak srawung atau bergaul berhubungan badan atau memegang lain jenis dalam jangka waktu 40 hari. Saat itu dewa kumara sang begawan pembawa kabar gembira itu mengajukan suatu usul dan pembicaraan kepada prabu duryodana, yaitu bahwa hal itu tak mutlak, tetapi bisa diakali dengan menebus tumbal. apakah tumbalnya?kera putih, sipa kera putih?ya hanoman dari pertapaan kendali sadha.itulah tumbalnya, dengan tumbal itu maka diharapkan wahyu akan selamanya menjadi milik banowati. maka duryodana menyetujuinya, tapi prabu salya tiba tiba memberikan petuah kepada semua yang hadir, bahwa tak pantas wahyu dipertahankan dengan jalan menyakiti bahkan membunuh orang lain yang tidak berdosa. begawan dewa kumara menjawab ucapan salya dengan berkata “saya disini untuk menghadap duryodana raja hastina, bukan salya raja mandaraka”. salya naik pitam, demikian juga prabu karna raja ngawangga mantu salya. begawan dewa kumara ditarik oleh akrna untuk keluar ke alun alun untuk ditantang berantem. sementara prabu salya yang menahan amarah pamit kepada duryodana dan segera pulang ke mendaraka.

Perang tanding di alun alun terjadi. adipati karna yang merasa mertuanya dipermalukan oleh begawan dewa kumara mengamuk. tapi segala ilmunya tidak mempan di tubuh begawan sakti tersebut. dengan sekali gebuk, begawan dewa kumara mengeluarkan ajian saktinya gelap sayuta, dan adipati karna terlempar jauh ke angkasa entah kemana. patih sengkuni datang menghadap, tadinya mau melerai, tapi melihata dipati karna dikalahkan niyatnya batal. patih sengkuni meminta begawan menghadap raja duryodana kembali di paseban agung. Di paseban duryodana memberikan wewenang kepada dewa kumara untuk memimpin wadya bala hastina. dewa kumara menghaturkan trimakasih dan segera bersiap bersama pasukan kurawa berangkat ke kendali sadha tempat pertapaan resi hanoman. sebelum berangkat

sengkuni mengabsen para kurawa, dan diberi tahukan oleh dursasana bahwa pendeta dorna dan anaknya aswatama tidak hadir, demikian juga raja banakeling jayadrata juga tidak hadir.segera pasukan itu diberangkatkan ke pertapaan kendali sadha. Di pertapaan kendali sadha anoman sedang menerima tamu para anak pandawa, abimanyu, antasena, gatotkaca hadir. mereka hadir untuk bertanya tentang hilangnya 2 pendawa yaitu harjuna dan para punakawan serta werkudara dari kesatrian madukara dan yodipati.perginya para kesatria tanpa pamit ini membuat anak anak mereka merasa kuwatir dan berusaha mencari infi keberadaan mereka dimana. dan ahirnya mereka sempat datang ke dwarawati, tapi ternyata kresna juga sedang tidak ada di tempat maka segera mereka mencoba mencari ke tempat begawan anoman.

begawan anoman mengaku tidak mengetahui dimana ayah mereka berada, belum jauh mereka berbicara, pasukan kurawa datang dan terjadilah pertempuran di pertapaan kendali sadha. pertama para kurawa dapat dikalahkan, tapi ketika dewa kumara maju, maka para anak anak pendawa kewalahan dan mundur. ahirnya hanoman yang maju dan ternyata hanoman bisa dibunuh oleh begawan dewa kumara. jazad anoman dibawa oleh kurawa pulang ke hastina sementara anak anak pandawa kemudian bertekad membalas dan mengambil kembali jazad anoman mengikuti ke hastinapura.

Di tengah hutan arjuna dan para punakwan berjalan, naik turun bukit masuk keluar hutan prihatin, meminta atau nyenyuwun kelimpahan wahyu trimanggolo. sampai suatu ketika muncul macan yang besar dan berhasil menyambar tubuh harjuna, petruk bertekad sekuat tenaga merebut harjuna dari tangan macan dan berhasil. macan tadi ternyata bisa berbicara dan mengaku bernama singo jalmo dan bermaksud memakan punakawan, harjuna berkata sebaiknya macan tadi memakan dirinya sebelum makan punakawan. dan perang tanding pun terjadi. 3 panah harjuna menembus mulut macan. ketika akan dibuang bangkai macan tersebut, macan tersebut berubah menjadi bhatara kamajaya. dan memebrikan wangsit bahwa wahyu trimanggolo hak harjuna sekarang sudah diambil oleh ratu banowati, maka harjuna disuruh untuk mengambil wahyu tersebut. Sepeninggal bhatara kamajaya, arjuna menangis tersedu sedu dipangkuan semar. dia menangis karena merasa gagal emndapat wahyu dan bertekad bunuh diri karena dia tak mungkin merampas wahyu dari tangan banowati. semar dan punakawan berusaha membujuk harjuna tapi tak berhasil, dan arjuna mencabut kerisnya siap bunuh diri. semar mencegah dan ahirnya mau untuk memberikan jalan agar arjuna bisa mendapat wahyu tri manggolo tersebut. punakawan dirubah menjadi gajah raksasa oleh semar, petruk jadi kepala dan gading, gareng jadi belalai, dan bagong jadi perut dan buntut, mereka diberi nama gajah ijo dan disuruh ngamuk di keraton hastina, dengan permintaan dinikahkan dengan banowati. hitungan semar, wahyu akan keluar dari tubuh banowati jika banowati bisa dikeluarkan dari kaputren keraton hatina. karena memang wahyu itu bukan hak banowati. maka berangkatlah gajah semar dan harjuna ke hatsinapura.

Sementara di khayangan arwah anoman bertemu dengan kresna, anoman menceritakan kejadian yang menimpanya, lalu kresna mengajak serta arwah anoman ke kayangan alang alang kumitir, tempatnya syang hyang wenang. karena kresna akan meminta wahyu trimanggolo, rupanya kresna meninggalkan dwarawati untuk bertapa dan hendak meminta wahyu trimanggolo jua. Sampai di hadapan syang hyang wenang, kresna dan anoman mengatukan salam. lalu karena syang hyang wenang mengetahui maksud kedatanagn mereka maka beliau langsung memebrikan jawaban tentang wahyu trimanggolo. Wahyu ini ada 3 bagian, 2 bagian satria, dan satu bagian pamomong. yang satu bagian milik hanoman karena kesetiaanya sejak jaman prabu rama sampai sekarang untuk membela yang benar. dan yang 2 untuk werkudoro dan arjuna, sebagai manggolo atau pemimpin satria yang berbudi luhur. segera wahyu diebrikan kepada anoman. sementara kresna dinasehati bahwa dia adalah penjelmaan wisnu oleh karena itu tak boleh ikut ikutan meminta wahyu. kresna insyaf, lalu syang hyang wenang menitipkan wahyu untuk werkudoro kepada kresna. hanoman disuruh kembali ke hastina dan memebrantas angkara murka disana yang berwujud begawan dewa kumar. dan kresna disuruh untuk mencari sang werkudoro.

Maka turunlah hanoman dan kresna, mereka lalu berpisah, hanoman menuju hastina. sementara kresna ke ngamarta. di alam ayang ayang kresna dihadang sukma lelana sukma raga sukma begawan drona. rupanya begawan drona hendak merebut wahyu itu untuk anaknya aswatama. terjadi eprtempuran di awang awang. dan wahyu yang dipegang kresna terlempar ke bumi. dalam hati kresna meminta supaya jatuh ke orang yang benar benar pantas menerimanya. sementara dorna dibohongi oleh kresna, dorna merampas bungkusan yang dikira wahyu dan cepat kembali ke bumi. kresna tertawa dalam hati melihat polah drona dan segera memburu dimana wahyu trimanggolo asli jatuh. Di sungai suci yamuna werkudoro tampak tekun bertapa, dia sedang melakoni tapa kungkum di tengah kali dengan cara menenggelamkan badan sampai sedada dan terus memuji dan meninggalkan makan minum, sudah berhari hari werkudoro dalam posisi yang sama. dan hari itu sesuai kehendak dewata dari langit turun wahyu tri manggolo yang jatuh dan masuk ke dalam tubuh werkudoro. Kresna segera turun dan tertegun melihat werkudoro di tengah kali, dan merasa senang karena wahyu sudah masuk dalam tubuhnya. kresna membangunkan werkudoro dan menyadarkannya bahwa permintaannya dikabulkan dewata dia akan menjadi manggolo senopati dalam perang bharata yudha nanti. werkudoro bersyukur atas terkabulnya permintaanya. Werkudoro dan kresna berjalan menyusuri kali hendak menyusul saudaranya arjuna, tiba tiba bertemu begawan sempani dan anaknya jayadrata yang juga mencari wahyu. mengetahui wahyu diterima werkudoro begawan sempani dan jayadrata meminta dnegan paksa dari tangan werkudoro.

Tak dinyana banowati sangking takutnya lari ke luar istana, disana ketemu harjuna dan langsung berpelukan, saat itu ketentuan wahyu dilanggar dan arjuna menerima wahyu dari banowati. duryodana mengetahui hal ini ahirnya sadar dan minta arjuna mengusir gajah edan yang mengamuk. Anak anak putra pandawa sampai, dan bersedia untuk menghadapi gajah. antaseno segera menyuruh punakawan untuk kembali ke wujud asal. dan kembalilah gajah ke wujud punakawan. sementara anoman hidup kembali setelah rohnya masuk ke dalam raganya. dan terjadilah pertarungan antara anoman dan begawan dewa kumara. kali ini dewa kumara berubah wujud asli arwah ganda yitma, warga alengka. maka anoman segera membawa kembali arwah ganda yitma ke penjara di gunung kendali sada. Kresna, anoman, arjuna, werkudoro, semar, punakawan dan semua anak pandawa yang hadir mengucapkan syukur teramat sangat kepada tuhan yang maha kuasa. karena wahyu tri manggolo telah mereka dapatkan.

Pandawa Samrat

Alkisah, setelah Pandawa berhasil membuka hutan Wanamarta dan berhasil mendirikan negara Amarta atau Indraprastha. Sebagai tanda syukur lepada Tuhan mereka menyelenggarakan sesaji Raja Suya. Yaitu statu selamatan yang harus dihadiri 100 raja. Pada saat yang sama Jarasanda juga mengadakan upacara, sesaji ludra. Sesaji itu ditujukan pada Bethara Kala. Namun sesaji itu sesat. Karena yang harus dipersembahan kepada Bethara Kala adalah berupa bekakak panggang dari 100 raja.Jarasanda dari Magada sudah berhasil mengalahkan dan menangkap 97 raja untuk dijadikan persembahan. Sehingga hanya tinggal 3 raja lagi yang masih perlu ditaklukkan. Yaitu raja Dwarawati Sri Kresna, raja Madura Sri Baladewa, dan raja Amarta pura Puntodewa. Tentu saja ketiganya melawan. Mereka menyamar menjadi Brahmana, masuk ke istana Jalatanda lewat pintu belakang. Jarasanda dinasihati ketika Pendawa itu, namun menolak. Terjadilah perang antara Pendawa dan Jarasanda. Jarasanda berhasil dibunuh oleh Bima.

Sehingga ke sembilan puluh tujuh raja yang ditawan dapat dibebaskan . Mereka dijadikan Sumitra kerajaan Pendawa. Suatu ketika diadakanlah Pandawa Samrat di kerajaan Indraprasta. Pandawa Samrat adalah pertemuan pengangkatan Pandawa menjadi pemimpin di kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya. Pada pertemuan itu, pihak Pandawa sebagai tuan rumah meminta Resi Bisma yang tertua di antara hadirin sebagai juru bicara merangkap sebagai ketua upacara. Tapi Bisma sendiri sebagai resi melimpahkannya kepada Sri Kresna. Bisma tahu, Kresna adalah titisan Wisnu. Tentu kebijaksanaannya melebihi seorang resi. Pendapat Bisma ini didukung oleh Baladewa, Drupada, dan Widura yang juga mengetahui tenang

diri Kresna. Akhirnya semua undangan mendukung Kresna memegang jabatan sebagai ketua upacara. Tiba-tiba Supala bangkit berdiri dan berbicara dengan suara lantang, “Saya tidak setuju! Dia masih muda. Banyak yang lebih pintar bicara dan lebih terhormat di sini.” Supala memberi alasan seperti itu untuk menutupi bahwa sebenarnya ia mendendam pada Sri Kresna. “Supala, aneh kedengarannya. Ingat, suara terbanyak memilih Sri Kresna menjadi ketua,” kata Resi Bisma. “Pokoknya saya tidak setuju. Saya juga tahu bahwa rajasuya ini pun merupakan rencana Kresna …,” kata Supala lagi. “supala, kamu bicara seenaknya. Kalau tidak setuju, boleh keluar. Pergi sebelum kupatahkan lehermu!” “Saya bebas mengeluarkan pendapat. Saya tidak ingin Kresna menjadi ketua pertemuan,” bantah Supala.

Akhirnya Kresna bangkit berdiri dan berkata dengan suara yang dalam, “Supala, kau telah menghinaku di depan umum.” “Memang. Bahkan lebih banyak, lebih baik bagiku….” Balas Supala. “Penghinaanmu itu harus kau pertanggungjawabkan. Kita sama-sama ksatria.” “Aku tak akan undur Kresna. Aku siap menanggung apa yang kuucapkan.” Baladewa terkejut mendengar kata-kata Supala. Ia teringat akan sumpah Kresna waktu masih muda di hadapan orang tua Supala. “Baik Supala, mari kita keluar untuk menyelesaikan secara ksatria,” kata Kresna. “Aku ladeni. Akan kutunjukkan Supala tak takut pada Sri Kresna yang terkenal digjaya.”

Kedua ksatria ini sebetulnya masih saudara misan. Tapi Supala bukan tandingan Kresna. Semua kesaktian Supala luluh dihadapan Kresna , tetapi Supala tetap keras kepala. Ia tetap melawan secara nekad walaupun sudah jungkir balik. Akhirnya Supala tewas di tangan Kresna. Begitulah takdir yang sudah diduga Baladewa bahwa Supala akan mati di tangan seorang titisan Wisnu, yang sekaligus juga sebagai orang yang menyembuhkannya dari cacat lahirnya saat ia masih sangat muda.

Pandu Surga

Alkisah werkudoro menerima wangsit bahwa ayahnya pandu tidak dapat masuk surga dan dimasukan neraka karena dosa dosanya, maka werkudoro kemudian mengundang saudara saudaranya untuk datang ke hutan dekat kurusetra. pandawa kemudian memenuhi panggilan werkudoro dan tanpa pamit langsung bergegas datang ke tempat yang ditetapkan. Sementara di hastina prabu joko pitono aka duryodana mendapat selentingan kabar bahwa pandawa berkumpul did ekat ladang kurusetra. mulailah sengkuni dan dorna menghasut bahwa pandawa hendak memasang guna guna di aldang kurusetra agak mereka menang ketika perang bharatayudha digelar. mendnegar itu prabu baladewa yanga da di paseban agung ikut merah telinganya, dan ebrtekad untuk jadi penengah. jika memang benar yang dikatakan kurawa, maka baladewa sanggup memusnahkan pandawa.

Maka rombongan kurawa pun bergerak ke alas kurusetra. diikuti dua pembesar agung yaitu adipati karna dan sinuhun mandura prabu baladewa. sementara itu pandawa sudah sampe duluan di ladang kurusetra, disana selain pandawa 5 juga ikut serta gatotkaca dan antareja. mulailah werkudoro membuka pembicaraan mengenai wangsit yang diterimanya. yudistira, atjuna, sadewa dan nakula menerima usul werkudoro untuk bersemedi meminta dewata memberikan sorga kepada orang tua mereka di kurusetra itu. sementara itu pasukan kurawa memasuki medan kurusetra, disana mereka ditahan oleh gatotkaca dan kocar kacir, adipati karna berhasil di kalahkan oleh antaredja dan pulang, sementara baladewa mengamuk karena gatotkaca dan antareja tak mau menjawab pertanyaan nya mengapa pandawa ada disitu, kecurigaan baladewa meningkat, dan gatotkaca serta antareja tak mau melawan kedigdayaan baladewa. Baladewa kemudian dihadapi oleh werkudoro, setelah tahu kenapa pandawa ada di kurusetra maka baladewa luruh hatinya dan berjanji akan membantu, bantuan yang dilakukanya adalah langsung mengundurkan bala tentara kurawa. dan pandawa kembali dalam semedinya untuk meminta surga bagi orang tuanya, pandu.

di khayangan tapa pandawa membuat gonang ganjing negeri para dewa, kawah candradimuka mublak mublak dan membuat gempa dahsyat. bhatara guru murka, dia dihasut dewa srani yang masih saja menginginkan dewi dresnala menjadi istrinya dan mengganti posisi arjuna. maka bhatara guru lalu mengeluarkan perintah tidak bijaksana, yaitu mengambil nyawa pandawa untuk sekalian dimasukan ke neraka.

Bhatara narada berusaha mencegah, tapi dimarahi oleh bhatara guru, ahirnya bhatara narada memilih langkah mengundurkan diri dari patih jonggring salaka, silakan bhatara guru bertindak semau hati, tapi saya gak tanggung jawab kalo kakang semar sampai marah dan membalas atas apa yang dieprbuat bhatara guru pada pandawa. pandawa diambil nyawanya dan sirna mergo layu, gatotkaca kelabakan dan segera ke karang kadempel tempat semar dan para punakawan. disana diceritakan segala macam yang terjadi. semar naik darah dan segera naik ke khayangan menuntut tanggung jawab atas perbuatan bhatara guru. Sementara itu bhatara wisnu dipanggil oleh bhatara guru, dia disuruh ke khayangan karena ada huru hara yaitu munculnya gajah raksasa mengamuk di kayanagn, bhatara guru segera melesat ke khayangan, dan dilihatnya gajah raksasa itu mengamuk dan membuat prahara di negeri dewata. sekejab kemudian bertiwikramalah bhatara wisnu menjadi raksasa sebesar gunung dan bertempur melawan gajah raksasa tadi. Sementara terlihat seseorang pemuda tampan berperawakan wanita sedang berlatih ilmu dibimbing oleh seorang begawan tua. begawan itu berkata, anaku sekarang saatnya kamu bertugas, ayo kita naik ke khayangan, siapa mereka?mari kita ikuti ceritanya….

Sementara itu dewata pada lari, karena semar mengamuk, semua dewa tak berani menghadapinya, semar masuk ke keraton para dewa dan menampar bhatara guru sampai jatuh, dilanjut lagi dengan beberapa pukulan sampai bhatara guru kelenger dan minta ampun. semar marah besar, dengan kasar diseret bhatara guru ke khayangan ondar andir tempat syang hyang wenang. Untuk minta keadilan. Di khayangan ondar andir syang hyang wenang menenangkan kemarahan semar, dan memberikan petuah bahwa keputusan bhatara guru itu tak benar, cuman menuruti hawa nafsu saja, maka diputuskan pandawa dan pandu bebas dari neraka. semar disuruh untuk menyelesaikan masalah yang kadung berlarut larut ini. semar pun segera melesat ke kawah candradimuka. Disana pertempuran masih terjadi antara tiwikrama dengan gajah raksasa, sama sama kuat tak ada yang kalah tak ada yang menang. saat itu begawan dan anak muridnya sampai disana. begawan itu memerintahkan untuk memanah gajah raksasa itu. dan sekejab panah melesat menancap di gajah raksasa dan berubah wujud menjadi 5 pandawa beserta pandu dewanata ayahnya. sementara begawan berubah menjadi bhatara narada, dan anak didiknya berubah menjadi subadra istri harjuna yang mencari cari hilangnya suaminya. dan wisnu kembali ke wujud asal. semar dan pandawa, lalu bersyukur atas ahir yang menggembirakan itu. pandu dewanata dimauskan ke dalam surga atas pengorbanan anak anaknya yang tulus.

Pandawa Seda

Setelah Parikesit dinobatkan sebagai raja Hastina, Yudistira berniat untuk mendaki puncak Mahameru. Saudara2nya tidak bersedia ditinggal oleh Yudistira dan ngotot untuk ikut. Sementara itu Yudistira berusaha mencegah Drupadi untuk ikut karena mendaki Mahameru bukanlah tugas yang mudah. Tapi Drupadi menjawab bahwa kini Pendawalah keluarganya, ayah dan saudara2nya telah gugur di Bharatayuda, begitu juga dengan anaknya. Drupadi telah ikut dengan Pendawa sejak dibuang ke rimba dan selamanya berniat ikut dengan mereka. Mendegar tekat istrinya yang bulat Yudistira tidak berani memaksa. Maka bersiaplah Pendawa dan Drupadi untuk menanjak Mahameru. Di kaki gunung, mereka bertemu dengan seekor anjing putih, bulunya bersih bagaikan salju dan matanya bersinar terang. Anjing itu seperti tidak ada yang punya dan ingin ikut dengan Yudistira. Yudistirapun mengajak sang anjing untuk ikut dengan mereka. Dalam perjalan ke atas, makin lama udara semakin tipis, angin semakin bertiup kencang dan salju mulai bertebaran. Drupadi semakin lemah sehingga harus dibantu oleh Bima, tapi akhirnya Drupadi tak sanggup lagi. Drupadi kemudian meninggal di pangkuan suaminya. Drupadi

tidak dapat mencapai puncak Mahameru karena dalam hatinya Drupadi lebih mencintai Arjuna daripada Yudistira suaminya. Pendawa Lima kemudian lanjut memanjat. Setelah memanjat beberapa waktu terlihat Sadewa mulai sempoyongan. Akhirnya Sadewa jatuh dan tak dapat meneruskan perjalanan. Sadewa gagal mencapai puncak Mahameru karena dalam dirinya dia menganggap bahwa dirinya lah yang paling cakap diantara kelima bersaudara. Keempat bersaudara kemudian melanjutkan perjalannaya, tak lama kemudian Nakula keliatan mulai kesusahan. Akhirnya Nakula menghembuskan napas terakhirnya dan tidak mencapai puncak Mahameru akibat dalam dirinya dia menganggap bahwa dirinyalah yang paling lincah dan sakti. Kini tinggal tiga saudara kandung yang melanjutkan perjalanan. Bima berjalan tegak dan tegar menunjukkan bahwa dirinya masih mampu, Yudistira berjalan pelan tapi pasti dengan anjingnya setia disampingnya. Kini Arjuna yang tampak kesusahan melanjutkan perjalanan. Arjuna akhirnya tak dapat menanjak lagi dan mengehembuskan napas akhirnya disebabkan oleh kesombongannya yang mengaggap dirinyalah yang paling ganteng dan sakti dari semua Pendawa. Kini tinggal Bima, Yudistira dan sang anjing. Bima yang berjalan dengan tegak kini mulai kesusahan, ketika melihat keatas tampaklah puncak Mahameru. Tapi tubuhnya tidak tahan lagi dan Bimapun menghembuskan napas terakhirnya. Bima gagal karena dalam hatinya dialah yang paling sakti gagah perkasa tak ada yang ditakuti. Kini Yudistira yang dibilang orang lemah masih terus berjalan menuju puncak Mahameru.

Ketika sampai dipuncak, seberkas sinar terang muncul dihadapan Yudistira. Sinar itu kemudian menjelma menjadi Betara Indra yang menyambut Yudistira. Betara Indra memberi selamat kepada Yudistira karena dia diperbolehkan masuk kedalam kahyangan dengan jasad kasarnya. Tetapi sang anjing tidak diperbolehkan masuk kedalam kahyangan. Mendegar itu, Yudisitra menjawab bahwa dirinya rela tidak masuk kedalam kahyangan jika anjing yang telah setia menemaninya tidak diperbolehkan masuk. Seketika sang anjing menjelma menjadi Betara Dharma, ternyata ayah Yudistira sedang menguji budi luhur anaknya. Dari perkataannya itu terlihat bahwa Yudisitra merupakan orang yang berbudi luhur tanpa cela. Kemudian Yudistira dibawa masuk kedalam Kahyangan dan ditunjukkan para Kurawa yang sedang bersenang bersama Sangkuni menikmati makanan enak di gedung yang indah. Melihat itu Yudistira tidak sama sekali terlihat iri dan menjawab bahwa para Kurawa telah gugur sebagai ksatria membela negeri mereka maka mereka selayaknya mereka berhak tinggal di kahyangan.Oleh Betara Indra, Yudistira dibawa ke Neraka yang sangat beda keadaanya dengan kahyangan. Betara Indra kemudian menunjuk kepada seorang wanita cantik dengan berbagai perhiasan yang disekelilingnya tertusuk oleh panah dari emas. Betara Indra bertanya apakah Yudistira mengetahui kesalahan sang wanita ? Yudistira menjawab bahwa dalam hematnya, sang wanita bersalah karena serakah atas harta, dalam kehidupan ini manusia perlu mementingkan budi pekerti daripada harta kekayaan. Betara Indra mengangguk atas jawaban Yudistira kemudian menunjuk kepada orang yang mulutnya ditarik oleh capitan sehingga mirip bebek. Yudistira berkata bahwa salah satu kejahatan yang paling terhina ialah fitnah. Fitnah gampang disebar tapi susah untuk dihilangkan, maka orang yang menyebar fitnah dosanya besar karena menghina sesama manusia.

Kemudian Yudistira diperlihatkan Sangkuni tersiksa dengan gembok dimulutnya sementara dihadapannya adalah makanan yang enak2. Betara Indra menjelaskan bahwa ini adalah hukuman atas mulut Sangkuni yang merupakan sumber kejahatan. Kemudian tampak para Kurawa yang dikelilingi api dan disekitarnya dijaga oleh naga yang menyemburkan api. Sementara Dursanana sedang dililit oleh kain kemben berkepala naga sebagai hukuman atas tindakannya kepada Drupadi. Sementara Duryudana terlihat dijepit oleh dua batu panas sementara dihadapannya ada sebuah mata air dengan air yang jernih dan sejuk. Duryudana berusaha menjulurkan lidahnya tapi tak bisa mencapai air tersebut. Di tempat lain, terlihat juga Drupadi, Nakula, Sadewa, Bima dan Arjuna dalam keadaan dirantai dan dikelilingi oleh api. Yudistira bersedih melihat ini tapi dalam hatinya dia tau bahwa tidak ada manusia yang luput dari dosa, tapi dosa saudara2nya lebih sedikit daripada dosa Kurawa, sementara pahalanya lebih banyak. Maka penderitaan saudara2nya tidak akan berlangsung lama. Benar seperti yang dikatakan Yudisitra, Betara Indra membawanya kembali ke kahyangan dimana dia melihat Drupadi dan keempat saudaranya sedang bercengkarama dengan Bisma dalam sebuah kamar yang megah.

Nakula-Sadewa Lahir

Raja Pandhudewanata berwawancara dengan Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Puntadewa, Sena dan Permadi. Sang raja minta petunjuk dan nasihat kepada Resi Bisma, bahwa Madrim ingin naik Lembu Andini kendaraan Batara Guru. Resi Bisma memberi saran agar raja minta nasihat kepada Bagawan Abyasa di Saptaarga, di pertapaan Wukir Retawu. Raja Pandhudewanata menerima saran Resi Bisma, Patih Kuruncana diperintahkan mempersiapkan perajurit. Setelah selesai perundingan, raja masuk ke Gupitmandragini menemui dua isteri raja memberi tahu tentang hasil pertemuan, dan rencana kepergian raja ke Saptaarga. Yamawidura mengumumkan perintah dan rencana kepergian raja kepada para perajurit. Para perajurit diperintah supaya menghormat keberangkatan raja. Sebagian perajurit dipersiapkan untuk mengawal kepergian raja ke Wukir Retawu. Raja bersama perajurit berangkat ke Saptaarga, dipimpin oleh Yamawidura. Bogadata raja negara Turilaya berunding dengan Gandapati, Kartipeya, Patih Hanggadenta, Gendhingcaluring, Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan amanat Arya Dhestharastra yang disampaikan oleh Kartipeya, tentang perang Baratayuda. Mereka menginginkan urungnya perang itu. Mereka mengambil putusan untuk menyerang negara Ngastina, membunuh raja Pandhudewanata beserta anak-anaknya. Patih Hanggadenta ditugaskan menyerang negara Ngastina. Gendhingcaluring ditugaskan menjaga tapal batas, dan siapa saja yang akan membantu Ngastina supaya dihancurkannya. Raja Bogadata dan Kartipeya akan pergi ke Ngastina secara sembunyi-sembunyi. Gandapati ditugaskan menjaga keamanan negara Turilaya. Setelah siap, mereka berangkat menjalankan tugasnya masing-masing. Perajurit Turilaya bertemu dengan perajurit Ngastina, terjadilah pertempuran. Pertempuran padam setelah mereka menghentikan perang. Masing-masing menyimpang jalan mencari selamat.

Resi Darmana dan anaknya yang bernama Endang Darmi berbicara dengan para cantrik di padepokan Hargasana. Sang Resi membicarakan surat lamaran Brahmana Kamindana. Endang Darmi menurut kehendak ayahnya. Brahmana Kamindana datang, menagih kesanggupan dan jawaban Resi Darmana tentang lamarannya. Brahmana Kamindana amat kasar tutur katanya, Resi Darmana marah, terjadilah perkelahian. Para cantrik tidak mampu mengeroyok Brahmana Kamindana. Mula-mula Brahmana Kamindana kalah, kemudian menggunakan pusaka saktinya berupa tombak pendek. Resi Darmana ditangkap akan dibunuhnya. Sebelum terbunuh, Resi Darmana mengutuk, Brahmana Kamindana dikatakan seperti rusa. Bersamaan dengan jatuhnya pusaka Brahmana Kamindana ke dada Resi Darmana, Brahmana Kamindana berubah menjadi rusa dan Resi Darmana meninggal dunia.

Setelah mendengar kematian ayahnya, Endang Darmi pergi meninggalkan padepokan. Brahmana Kamindana mengejarnya, tetapi ia tidak dapat menangkapnya. Dikatakan oleh sang brahmana, Endang Darmi lari cepat seperti rusa. Seketika Endang Darmi berubah menjadi rusa betina. Rusa Kamindana berhasil menangkap rusa Darmi, mereka masuk ke hutan. Raja Pandhudewanata bersama Semar, Gareng, Petruk dan Bagong menghadap Begawan Abyasa di Saptaarga. Raja menyampaikan maksud kedatangannya. Bagawan Abyasa memberi petunjuk dan nasihat, bahwa permintaan Madrim itu kelewat batas, dan besar bahayanya. Bagawan Abyasa menyerahkan kepada sikap Pandhudewanata sendiri. Pandhu ingin menuruti keinginan Madrim, lalu minta diri bersama para panakawan. Bagawan Abyasa mengawal dari kejauhan, menuju ke Ngastina. Di tengah perjalanan Pandhu dan para panakawan bertemu dengan perajurit raksasa dari Turilaya. Terjadilah pertempuran. Perajurit yang dipimpin Gendhingcaluring kalah, Togog dan Sarawita kembali ke Turilaya. Pandhu meneruskan perjalanan ke Suralaya.

Bathara Narada dan Bathara Srita, Bathara Yama, Bathara Aswi, Bathara Aswin dan Lembu Andini menghadap Bathara Guru. Bathara Guru bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa mereka berdua turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas panggilan Madrim isteri Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak. Bathara Guru menyuruh agar mereka berdua turun ke

Ngastina, untuk bertanggungjawab atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswi dan Bathara Aswin berangkat ke Ngastina. Sepeninggalnya Bathara Aswi dan Bathara Aswin, raja Pandhu datang, menghadap Bathara Guru, minta pinjaman Lembu Andini. Bathara Guru marah, sebab raja Pandhu pernah mendirikan taman larangan dewa yang disebut Taman Kadilengleng, yang mirip dengan taman Tinjomaya. Pandhu minta maaf, tetapi Bathara Guru bertambah marah, karena ia hanya menuruti keinginan perempuan isterinya. Pandhu minta maaf dan menyampaikan beberapa sanggahan dengan berbagai pertanyaan. Apakah ia bersalah karena menuruti permintaan isteri? Makhluk yang mengajukan permohonan kepada Dewa itu bersalah? Apakah salah bila raja minta perlindungan kepada raja semua raja? Apakah sudah benar raja Tribuana menolak permintaan raja kecil? Bukankah raja besar wajib mengabulkan permintaan raja kecil dan melindunginya? Akhirnya Bathara Guru mengabulkan permintaan Pandhu dengan syarat, Pandhu tidak akan berbuat salah lagi. Bila berbuat salah Pandhu akan dicabut nyawanya. Pandhu sanggup menerima hukuman bila ia bersalah, lalu mohon diri. Para panakawan dan Lembu Andini mengikutinya.

Sepeninggal Pandhu dari Suralaya, Bathara Guru mengutus Bathara Narada supaya turun ke Ngastina. Nyawa Pandhu harus dicabut sesudah mengendarai Lembu Andini. Bathara Yama diberi tugas untuk mengikuti Bathara Narada. Mereka berdua berangkat ke Ngastina. Pandhu mengikuti jalannya Lembu Andini masuk ke hutan Kandhawa. Di tengah hutan Pandhu melihat sepasang Rusa yang sedang memadu kasih. Ia iri melihatnya. Rusa jantan dipanah, berubah menjadi Brahmana Kamindana. Brahmana Kamindana mengutuk, pandhu akan mati bila memadu kasih dengan isterinya. Rusa betina juga dipanahnya, lalu kembali menjadi Endang Darmi. Endang Darmi mengutuk, isteri Pandhu akan mati setelah melahirkan bayi kandungannya. Brahmana Kamindana dan Endang Darmi musnah dari pandangan Pandhu. Pandhu kembali ke negara Ngastina. Bagawan Abyasa dihadap oleh Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana dan Sena, mereka memperbincangkan kepergian Pandhu ke Suralaya. Pandhu dan panakawan datang bersama Lembu Andini. Pandhu melapor segala usahanya, kemudian masuk ke istana menemui Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang hasil yang diperoleh, Pandhu dan Dewi Madrim naik Lembu Andini. Mereka melayang-layang di angkasa, di atas negara Ngastina. Di atas angkasa Pandhu dan Madrim berwawan asmara, kemudian turun ke bumi Ngastina. Lembu Andini kembali ke Suralaya. Pandhu masuk istana, bercerita kepada Begawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana, Sena dan Arjuna. Mereka asyik mendengarkan cerita Pandhu di istana. Bathara Narada dan Bathara Yama menjalankan tugas mereka, nyawa Pandhu dicabutnya. Pandhu meninggal dunia, orang seistana gempar kesedihan. Bathara Aswi dan Bathara Aswin menjelma kepada bayi yang dikandung oleh Dewi Madrim. Setelah Dewi Madrim tahu bahwa raja Pandhu telah meninggal, ia bunuh diri, sebuah patrem dimasukkan ke dalam perutnya. Dua bayi lahir melalui luka perut Dewi Madrim. Bathara Narada dan Bathara Yama datang, menemui Abyasa, minta agar bayi itu diberi nama Nakula dan Sadewa. Kemudian mereka berdua mengangkat jenasah Pandhu dan Madrim dibawa ke Tepetloka. Begawan Abyasa meminta agar Kunthi mengasuh dua bayi itu seperti anaknya sendiri. Kunthi menerima kedua bayi dengan senang hati.

Raja Bogadata, Kartipeya dan perajurit Turilaya bersiap-siap menggempur negara Ngastina. Bagawan Abyasa berunding dengan Resi Bisma. Yamawidura, Sena, Patih Kuruncana dan Arjuna. Mereka membicarakan kekacauan negara dan serangan musuh. Bogadata dan perajurit telah menyerang. Patih Kuruncana ditugaskan untuk menyiapkan perajurit. Sena, Arjuna dan Yamawidura ikut berperang. Bogadata dipanah oleh Arjuna, Kartipeya kena panah Yamawidura, Hanggadenta mati oleh Patih Kuruncana, para perajurit Turilaya musnah oleh amukan Sena. Perang pun selesai. Bagawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura dan Patih Kuruncana berunding, mereka akan menobatkan Dhestharasta sebagai pemegang pemerintahan sampai para Pandhawa dewasa. Mereka mengadakan pesta penobatan.

Perkawinan Nakula

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Pendeta Druna, Adipati Karna dan para Korawa. Raja membicarakan permintaan Dursasana. Dursasana jatuh cinta kepada Dyah Suyati, putri raja Ngawuawu Langit. Dyah Suyati disayembarakan. Barangsiapa yang dapat mengalahkan Endrakerata, boleh memperistri Dyah Suyati. Raja menugaskan Adipati Karna dan Jayadrata untuk mengusahakan menang sayembara. Setelah mereka berunding, raja masuk ke istana.Kedatangan Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri, Lesmanawati dan para abdi. Raja bercerita tentang rencana perkawinan Dursasana dan sayembara. Kemudian raja bersamadi.

Adipati Karna dihadap oleh Patih Sakuni, Jayadrata, Kartamarma, Citraksa dan Citraksi. Mereka bersiap-siap ke negara Ngawuawu Langit. Setelah siap mereka berangkat. Prabu Bajrawijaya raja Selabentara bermimpi, bertemu Dyah Suyati. Raja ingin melamarnya. Patih Kala Wisaya mengusulkan agar Kala Kekaya, Barajamingkalpa dan Kala Minangsraya pergi ke Ngawuawu Langit, untuk menyampaikan surat lamaran. Mereka segera berangkat, diikuti barisan perajurit raksasa. Perjalanan mereka bertemu dengan barisan perajurit Ngastina. Terjadilah pertempuran, tetapi perajurit Selabentar meninggalkan medan perang, menyimpang jalan.

Nakula menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu. Ia meminta doa restu untuk mengikuti sayembara di negara Ngawuawu Langit. Sang Bagawan banyak memberi nasihat, kemudian Nakula disuruh berangkat. Nakula berangkat, Semar, Gareng dan Petruk menyertainya. Di tengah perjalanan Nakula bertemu dngan barisan dari Selabentar. Terjadilah perkelahian seru. Perajurit raksasa musnah. Nakula meneruskan perjalanan. Prabu Kridhakerata raja Ngawuawu Langit duduk di atas singhasana, dihadap oleh Jayakerata dan patih Keratabahu. Raja cemas atas sayembara yang diinginkan oleh Endrakerata.

Adipati Karna datang menyampaikan maksudnya, ia ingin mengikuti sayembara. Endrakerata telah siap di gelanggang adu kesaktian. Pertama-tama Jayadrata yang melawan, tetapi kalah. Selanjutnya yang melawan Kartamarma dan Adipati Karna, tetapi semua tidak mampu mengalahkan Endrakerata. Korawa kembali ke Ngastina dengan tangan hampa. Yudisthira menerima kehadiran Kresna di Ngamarta. Yudisthira bertanya tentang kepergian Nakula. Kresna memberi tahu, bahwa Nakula sedang mengikuti sayembara. Yudisthira, Bima dan Arjuna diminta bantuannya. Nakula telah tiba di Ngawuawu Langit, menghadap raja Kridhakerata. Nakula menyampaikan maksud kedatangannya, ia ingin mengikuti sayembara. Jayakerata dan Patih Keratabasa mengawal Nakula ke arena sayembara. Endrakerata telah diberi tahu, kemudian datang di gelanggang adu kesaktian. Endarakerata sungguh sakti. Sekali dipanah mati, kemudian hidup kembali. Semar mendekat Nakula, dan memberitahu caranya menghadapi kesaktian Endrakerata. Setelah diberi tahu oleh Semar, Nakula segera memanah untuk yang kesekian kalinya. Endrakerata kena panah, seketika musnah. Nakula menang dalam sayembara, lalu dipersilakan masuk istana.

Togog dan Sarawita datang menghadap raja Bajrawijaya, melapor tentang kematian para raksasa dan pemimpin perajuritnya. Raja marah lalu mempersiapkan perajurit, hendak menggempur kerajaan Ngawuawu Langit. Prabu Kridhakerata menerima kehadiran Nakula yang dikawal oleh Jayakerata. Raja minta agar permaisuri mempersiapkan perkawinan Dyah Suyati dan Nakula. Kresna bersama Yudisthira, Bima, Arjuna dan Sadewa tiba di istana Ngawuawu Langit, menghadap raja Kredhakerata. Sang raja bercerita tentang Nakula yang menang sayembara dan akan dikawinkan dengan putri raja bernama Dyah Suyati. Kresna dan Yudisthira menyetujuinya. Mereka bersiap-siap mengadakan upacara perkawinan. Perajurit rakasa dari Selabentar datang, dipimpin oleh prabu Brajawijaya. Kresna menugaskan Bima dan Arjuna untuk menyongsong kedatangan musuh. Prabu Bajrawijaya mati oleh Bima, sedangkan perajurit raksasa musnah disapu oleh panah Arjuna. Nakula dan Dyah Suyati dipersandingkan di pelaminan, para Pandhawa menghadirinya. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan meriah.

Perkawinan Sadewa

Prabu Kresna raja Dwarawati duduk di atas singhasana, dihadap oleh Samba, Setyaki, Setyaka dan Patih Udawa. Kresna memberi tahu, bahwa Yudisthira akan mengawinkan Sadewa dengan Retna Dewarsini. Raja menugaskan Patih Udawa dan Setyaki untuk menyerahkan pesumbang ke Ngamarta. Patih Udawa dan Setyaki minta diri. Kresna masuk ke istana, Jembawati, Rukmini dan Setyaboma menyongsong kedatangan raja. Kresna berpamitan kepada isteri, akan pergi ke Ngamarta. Kresna pergi bersemadi.

Patih Udawa dan Setyaki mengumpulkan perajurit untuk mengawal utusan pergi ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat. Prabu Singamurti raja Trancang Gribig duduk di atas singhasana dihadap oleh Patih Kala Waraha dan Inang Saparni. Raja bercerita tentang mimpinya. Sang Raja bertemu dengan Retna Dewarsini, putri raja Banyuwangi. Raja menunjuk utusan untuk menyampaikan surat lamaran. Patih Kala Waraha mempersiapkan perajurit raksasa, lalu berangkat ke Banyuwangi.

Di tengah perjalanan perajurit raksasa bertemu dengan barisan dari Dwarawati, perajurit raksasa menyimpang jalan. Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Panyarikan Bathara Yamadipati, dan Bathara Patuk. Mereka menerima kedatangan Bathara Kamajaya dan Arjuna. Arjuna menyampaikan permohonan Yudisthira, minta diijinkan meminjam empatpuluh bidadari untuk mengawal pengantin. Bathara Guru mengijinkan, kelak para bidadari akan datang bersama Bathara Narada. Arjuna minta diri, meninggalkan kahyangan. Para panakawan mengikutinya. Arjuna dan panakawan berjumpa dengan perajurit raksasa dari Trancang Gribig. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah. Togog lari kembali ke negara Trancang Gribig.

Prabu Salya raja Mandraka dihadap oleh permaisuri, Rukmarata dan Patih Tuhayata. Raja berkata, ingin menghadiri perkawinan Sadewa di Ngamarta. Mereka bersiap-siap, lalu berangkat menuju Ngamarta.Prabu Duryodana berkata kepada para warga Korawa, bahwa raja akan pergi ke Banyuwangi. Raja dan permaisuri pergi bersama, para Korawa mengawalnya. Sadewa menghadap Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, minta restu atas perkawinannya. Sang bagawan merestuinya. Sadewa disuruh berangkat terlebih dahulu, sang bagawan akan menyusulnya. Togog menghadap Prabu Singamurti di istana Trancang Gribig. Memberitahu tentang kemusnahan para perajurit raksasa. Raja marah, lalu minta dipersiapkan perajurit raksasa untuk menyerang Banyuwangi, merebut Retna Dewarsini. Setelah siap mereka berangkat ke Banyuwangi. Yudhisthira menerima kehadiran Bagawan Abyasa, Kresna, Duryodana, Salya, Baladewa, Drupada, Seta dan Untara. Mereka akan bersama-sama pergi ke Banyuwangi. Arjuna datang dan melapor tentang ijin yang dikabulkan oleh Bathara Guru. Bathara Kamajaya, Dewi Ratih, dan Dewi Rarasati datang beserta empat puluh bidadari dan perlengkapan upacara perkawinan. Sadewa naik kereta bersama Bathara Kamajaya, diikuti kereta para raja, kereta para Bidadari dan pengawal lainnya. Mereka menuju ke Banyuwangi. Bathara Endra, Bathara Brama, Bathara Bayu dan beberapa dewa berunding akan pergi ke Banyuwangi. Setelah siap mereka berangkat bersama. Badhwangan Nala telah duduk bersama Patih Nirbita. Bathara Endra dan beberapa dewa menanti kedatangan calon pengantin.

Rombongan calon pengantin datang di istana Banyuwangi. Bathara Kamajaya menggandeng Sadewa. Mereka yang hadir bersiap-siap mempertemukan kedua pengantin. Dewi Ratih dan Dewi Rarasati menjemput Retna Dewarsini, kemudian dipersandingkan dengan Sadewa. Bathara Narada menjadi pengacara perkawinan. Setelah upacara perkawinan selesai, para dewa kembali ke kahyangan. Para bidadari mengikutinya. Perajurit raksasa Trancang Gribig datang menyerang Banyuwangi. Sang Badhangwang Nala menyerahkan kebijaksanaan kepada Kresna. Kresna menugaskan Bima, Arjuna dan Sadewa. Sadewa berhasil menaklukkan raja Singamurti. Bima dan Arjuna memusnahkan semua perajurit raksasa. Para raja yang masih tinggal di Banyuwangi mengadakan pesta bersama.

Pandawa Apus

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Duryodana ingin membinasakan Pandhawa dengan tipu muslihat. Pandhawa akan dijamu makanan yang mematikan. Duryodana telah mengundang Pandhawa.Tak lama kemudian Pandhawa datang, Duryodana menyambutnya. Mereka dijamu besar-besaran, para Pandhawa diracun, akhirnya para Pandhawa meninggal dunia. Para Korawa senang, mereka mengira, bahwa musuh telah lenyap. Sakuni minta agar Bima dimasukkan ke dalam sumur Jalatundha, Arjuna dibuang ke gua Sigrangga.

Setelah membuang jenasah para Pandhawa, Duryodana masuk ke istana menemui permaisuri dan Gendari, ibunya. Raja memberi tahu tentang kematian para Pandhawa. Patih Sakuni dan para Korawa membuang jenasah para Pandhawa. Anantasena dan Gathotkaca yang berada di Randhugumbala ingin pergi ke Ngastina. Mereka bersiap-siap lalu berangkat.

Perjalanan mereka berdua bertemu dengan perajurit Ngastina. Mereka berselisih, dan terjadilah perkelahian. Para Korawa kalah, Adipati Karna datang membantunya, Anantasena dan Gathotkaca melarikan diri. Jenasah Arjuna dipungut oleh Hyang Baruna, lalu dihidupkan kembali. Arjuna dikawinkan dengan Dyah Suyakti, kemudian disuruh pergi ke gua Sigrangga. Perjalanan Arjuna dihadang oleh raksasa bernama Kala Sabawa bersama isterinya. Arjuna akan mereka makan, maka terjadilah perkelahian. Raksasa dipanah, mereka kembali ke wujud asal, berubah menjadi dewa Kamajaya dan dewi Ratih. Arjuna datang menghormat, lalu minta diri, meneruskan perjalannya. Jenasah Bima dibawa oleh Nagagini kehadapan Hyang Antaboga. Bima dihidupkan kembali, lalu Bima bercerita asal mula kematiannya. Kemudian Bima disuruh pergi ke gua Sigrangga.

Yudhisthira, Nakula dan Sadewa telah dihidupkan kembali oleh Dyah Suparti. Arjuna dan Bima datang di gua Sigrangga menghadap Dyah Suparti. Dyah Suparti menyuruh agar mereka berlima kembali ke negara, sebab kerajaan Ngamarta dikuasai oleh Adipati Karna. Bagawan Abyasa pergi ke negara Ngamarta, atas ilham dari dewa ia disuruh melerai permusuhan Pandhawa dan Korawa Yudhisthira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa bertemu dengan Anantasena dan Gathotkaca. Mereka bersama-sama menuju ke Ngamarta. Adipati Karna yang berkuasa di Ngamarta, berunding dengan Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Durmagati, Citraksa dan Citraksi. Mereka ingin memboyong Drupadi ke Ngastina. Gathotkaca dan Anantasena akan masuk ke istana Ngamarta. Para Korawa meghalang-halanginya. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan mereka berdua. Adipati Karna datang menolongnya, Gathotkaca dipanah, terpental jauh. Anantasena dilempar panah Wijayadanu, terlempar jauh pula Gathotkaca dan Anantasena jatuh dihadapan Yudhistira. Yudhistira dan Arjuna marah, lalu hendak menyerang kerajaan Ngamarta. Adipati Karna berhadapan dengan Arjuna. Terjadilah perkelahian dahsyat. Bagawan Abyasa datang melerai, Arjuna dibawa lari ke Wukir Retawu. Anantasena dibawa ke tempat Hyang Anantaboga, kemudian disembuhkannya. Para Pandhawa mengungsi ke Wukir Retawu. Bagawan Abyasa memberi wejangan kepada mereka tentang kesabaran dan perang Baratayuda. Perajurit Ngastina datang menyerang Wukir Retawu. Bagawan Abyasa menugaskan Bima dan Arjuna untuk melawan serangan para Korawa. Adipati Karna memimpin perajurit Korawa. Perajurit Korawa diceraiberaikan oleh Bima. Arjuna berhadapan dengan Adipati Karna. Masing-masing membawa panah sakti. Arjuna melepaskan panah angin, Adipati Karna terbawa arus angin, kembali ke Ngastina bersama perajurit Korawa. Perang pun selesai. Para Pandhawa mengadakan pesta di pertapaan Wukir Retawu.

Pandawa Papa