beauty contest sebagai metode pemilihan mitra...

38
1 BEAUTY CONTEST SEBAGAI METODE PEMILIHAN MITRA USAHA DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN KPPU DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK MEWUJUDKAN PRINSIP PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT Oleh : Erita Yohan 110120100516 KomisiPembimbing : Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., C.N. Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H. TESIS Diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratujian gunamemperolehGelar Magister Hukum Program Studi Magister IlmuHukum KonsentrasiHukum Bisnis Kelas Khusus PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015

Upload: hamien

Post on 03-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

1

BEAUTY CONTEST SEBAGAI METODE PEMILIHAN MITRAUSAHA DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN KPPU DALAM

PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK MEWUJUDKANPRINSIP PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT

Oleh :

Erita Yohan110120100516

KomisiPembimbing :Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., C.N.Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H.

TESISDiajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratujian

gunamemperolehGelar Magister HukumProgram Studi Magister IlmuHukum

KonsentrasiHukum Bisnis Kelas Khusus

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUMFAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

2015

2

Beauty Contest Sebagai Metode Pemilihan Mitra Usaha Dikaitkan

Dengan Putusan KPPU Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa

Untuk Mewujudkan Prinsip Persaingan Usaha Yang Sehat

ABSTRAK

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan atas kebutuhan energi untuk

melakukan berbagai aktifitas kehidupan.Alam menyediakan berbagai sumber

energi untuk kehidupan manusia dan salah satunya adalah gas alam.Untuk

mengembangkan gas dari perut bumi dibutuhkan keahlian dan padat modal untuk

mengeksplorasi, mengeksploitasikan dan memproduksi sampai kepada

menyalurkan gas alam tersebut ke tangan konsumen.Bidang usaha minyak dan gas

bumi adalah bidang usaha yang penuh risiko tetapi apabila berhasil dapat

memberikan imbalan yang besar.Kemampuan keahlian dan modal membuat

pelaku usaha di bidang ini perlu secara cermat dalam investasi usaha ini karena

apabila tidak dilakukan secara hati-hati pelaku usaha dapat menderita kerugian

besar.

Pertamina dan Medco memiliki cadangan gas yang ada di perut bumi

tetapi tidak dapat dimonetisasi selama hampir 30 tahun sehingga membuat

investasi tertanam dan tidak memberikan hasil. Dalam upaya mengembangkan

proyek Donggi Senoro LNG, Pertamina dan Medco menyadari keterbatasannya

dalam bidang pendanaan dan keahlian sehingga memerlukan mitra usaha yang

strategis yang memiliki kredibilitas, keahilan, pendanaan, jaringan dan teknologi

mumpuniyang dilakukan melalui . Pada mulanya Pertamina dan Medco menjajaki

kemungkinan bermitra dengan LNGI, namun dalam perkembangannya LNGI

tidak memenuhi harapan Pertamina dan Medco.Oleh sebab itu, Pertamina dan

Medco melakukan beauty contest untuk memilih mitra usaha strategis yang

memiliki kredibilitas, keahilan, pendanaan, jaringan dan teknologi. Setelah

Pertamina dan Medco menggelar proses beauty contest dan diikuti oleh sejumlah

calon mitra usaha, termasuk LNGI, Mitsubishi Corporation terpilih karena

memiliki nilai skor tertinggi di antara penawar lain.

3

Namun KPPU melakukan penelitian atas perkara ini dengan inisiatif

sendiri dan memutuskan bahwa Pertamina, Medco dan Mitsubishi melakukan

pelanggaran Pasal 22 dan 23 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 atas dugaan

persekongkolan tender. Tender pada konteks Pasal 22 adalah pengadaan barang

dan jasa sedangkan pemilihan mitra usaha berbeda dengan pengadaan barang dan

jasa dan dilakukan dengan prinsip-prinsip good corporate governance. Tujuan

penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang proses pelaksanaan

beauty contest untuk pemilihan mitra usaha strategis dikaitkan dengan praktik

good corporate governance dan aturan internal Pertamina dan Medco serta

relevansinya terhadap Putusan KPPU yang didasarkan pada tender pengadaan

barang dan jasa.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu

membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Penelitian ini

menekankan pada aspek yuridis yang menitikberatkan pada penelitian

kepustakaan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder terutama yang terkait dengan peraturan, publikasi, jurnal

hukum dan komentar/pendapat ahli hukum terkait dengan persaingan usaha, good

corporate governance, pengadaan barang/jasa dan beauty contest. Data yang

diperoleh kemudian disusun secara sistematis, kemudian dianalisis secara

kualitatif dan tidak menggunakan rumus matematis.Hasil penelitian kepustakaan

dan penelitian lapangan ini diuraikan secara deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan: pertama, pelaku usaha

memiliki kebebasan untuk menentukan metode pemilihan mitra usaha yaitu

dengan carabeauty contest atau negosiasi langsung business to business dan

dilakukan berdasarkan prinsip good corporate governance karena merupakan

praktik bisnis yang wajar dan tidak diatur dalam perundangan. Kedua, KPPU

tidak berwenang untuk memperluas lingkup Pasal 22 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999 atas pengertian tender untuk pengadaan barang dan jasa dan

mengeluarkan putusan atas perkara pemilihan mitra usaha karena (a) pengadaan

barang dan jasa adalah mencari pemborong pekerjaan dengan menawarkan harga

semurah-murahnya dengan kualitas sebaik-baiknya dan entitas pemberi kerja dan

pemborong kerja terpisah (b) pemilihan mitra usaha adalah mencari partner untuk

4

mengembangkan usaha patungan yang dapat menawarkan kualifikasi keahlian,

pendanaan, pemasaran, teknologi dan visi yang sama. Terdapat kekeliruan oleh

KPPU dalam membuat putusan atas perkara dengan konteks yang berbeda.

Beauty Contest as the Method of Business Partner Selection in

Relation with the KPPU's Verdict Based on Procurement of Goods

and Services in Order to Apply Business Competition Principle

ABSTRACT

PertaminaandMedcohasgas reservesin thebowels of the earthbut can not

bemonetizedfor almost30years and, therefore, did not make return for investment.In an

effort todevelopDonggiSenoro LNGproject, PertaminaandMedco areaware of their

limitationsin the areas offundingandexpertisethatrequirea strategic

businesspartnerwhohas thecredibility, expertise, funding, networkingandtechnology and

carried out the selection a beauty contest. AfterPertaminaandMedcocompleted the beauty

contest, which was followedbya number of potentialbusiness partners,

MitsubishiCorporationwas chosenbecause it has thehighest scoreamong theother bidders.

However, the KPPU took an initiative to make researchonthis

matteranddecidedthatPertamina, MedcoandMitsubishi violated the Article22and23of

LawNo.5, 1999for allegedbid rigging. Tenderinthe context ofArticle22isthe

procurementof goodsandservices, while the selection ofbusinesspartners is different

withthe procurementof goodsandservicesand can be done withthe principles ofgood

corporate governance. The purposeof this research istogainan overview ofthe

implementationprocessforthe selection ofbeauty

conteststrategicbusinesspartnersassociatedwiththe practice ofgood corporate

governanceandinternal rules ofPertaminaandMedcoand its relevance tothe KPPU’s

verdictbasedonthe procurementof goodsandservices.

The method used for this thesisis anormative juridical which

discussesdoctrinesorprinciples of thescience of law. This studyemphasizes

thejuridicalaspectthat focusesonliterature researchusingsecondary data fromthe primary

legal materialsandsecondarylegal materials, especially related to regulations,

publications, legaljournalsandcomments/opinion oflegalexpertsassociatedwith

thecompetition, good corporate governance, procurement/servicesandbeauty contest. The

5

data obtained andcompiled systematically, thenanalyzed qualitatively but notusinga

mathematicalformula. The results ofthe research literatureandfield research are

described in a descriptive manner.

Based onthe results, they were concluded that: first, business playershave the

freedomtodeterminethe method of selectingbusinesspartnersby way ofa beauty

contestordirect negotiationsand to conduct itbased on theprinciples ofgood corporate

governance because it is acommonbusiness practiceand is not regulated in the law.

Secondly, the KPPU has no authoritytoextend the scope ofArticle22of LawNo.5of

1999onthe understandingtenderforthe procurementof goodsandservicesandissue

adecision on thecaseunder the tender of selecting the business partners because(a)

procurement ofgoodsandservicesis tolook for a jobcontractorby offeringthe lowest

possiblepricewithbestqualityandthe employerand thecontractor are separate entities(b)

the selectionof businesspartnersis tolook for partnerstodevelop a joint venture

businessthatcanofferqualifiedexpertise, financing, marketing, technologyandthe same

vision.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gas yang tersimpan di perut bumi dicari dan dikelola oleh berbagai

perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, termasuk oleh

kelompok usaha PT. Pertamina (Persero) (“Pertamina”) dan PT. Medco Energi

Internasional Tbk. (“Medco”). Pertamina adalah sebuah perusahaan milik negara

Republik Indonesia yang bergerak di bidang usaha minyak, gas, serta energi baru.

Medco adalah perusahaan energi yang beroperasi di Indonesia dan luar negeri

yang fokus pada bidang usaha minyak, gas, pembangkit tenaga listrik dan energi

terbarukan.

Pertamina sebagai badan usaha milik negara dan Medco sebagai

perusahaan publik swasta nasional adalah suatu perpaduan sinergi yang baik.

Kedua perusahaan ini memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan

usahanya dengan prinsip-prinsip good corporate governance. Good corporate

governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (added value) untuk semua pihak

6

yang berkepentingan (stakeholders).1 Pelaksanaan good corporate governance

dapat memberikan beberapa manfaat yaitu:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses

pengambilan keputusan yang baik;

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah

yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value;

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan

modalnya di Indonesia; dan,

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan

karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value.2

Dalam mengembangkan usahanya dan dalam rangka meningkatkan

nilai untuk pemangku kepentingannya, Pertamina dan Medco memiliki kebijakan

masing-masing untuk melakukan investasi. Sebagai perusahaan yang bergerak di

bidang minyak dan gas bumi, Pertamina dan Medco memiliki kontrak kerja sama

(Production Sharing Contract atau disingkat PSC) di berbagai blok baik di dalam

dan luar negeri.

Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak

kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih

menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.3 Kontrak Kerja Sama (KKS) ini diberikan kepada Badan

Usaha dan Bentuk Usaha Tetap (seringkali disebut sebagai Kontraktor) di bidang

minyak dan gas bumi.

Jangka waktu KKS sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.

22 Tahun 2001 adalah paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan selanjutnya

Kontraktor dapat mengajukan perpanjangan lagi paling lama 20 (dua puluh)

tahun. KKS terdiri dari jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.

Jangka waktu Eksplorasi dilaksanakan selama 6 tahun dan dapat diperpanjang

hanya 1 kali periode paling lama 4 tahun. Dalam KKS, semua risiko ada pada

pihak kontraktor sehingga Negara tidak memiliki risiko atas kegagalan dalam

1Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 2.2Ibid., hlm. 125.3Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi, angka (19), Pasal 1.

7

proses eksplorasi. Seluruh peralatan yang dibeli dalam rangka kontrak PSC

menjadi milik negara.

Salah satu bentuk dari Kontrak Kerja Sama adalah Joint Operating

Body yaitu pemerintah melalui badan usaha milik negara, Pertamina, ikut serta

dalam permodalan dan pengoperasian sehingga komposisi menjadi 50 : 50.

Pertamina dan Medco memiliki KKS Production Sharing ContractJoint

Operating Body Pertamina Medco Tomori Sulawesi (JOB PMTS) di wilayah

seluas 451 Km2 yang terletak di Kabupaten Banggai dan Kabupaten Toili di

Provinsi Sulawesi Tengah. Pertamina dan Medco, melalui anak perusahaannya,

memiliki porsi saham masing-masing 50%. Pada wilayah kerja JOB PMTS di

lapangan Senoro ditemukan cadangan gas alam yang signifikan yang selama

beberapa dekade belum dapat dikembangkan karena belum menemukan calon

pembeli gas yang dapat memenuhi tingkat keekonomian. Sementara itu Pertamina

melalui anak perusahaannya yang lain yaitu PT Pertamina EP juga memiliki

cadangan gas yang cukup signifikan di lapangan Matindok.

Usaha pengembangan gas bumi untuk dapat memberikan nilai komersil

atau dapat diuangkan disebut juga monetisasi pada dunia minyak dan gas bumi.

Untuk dapat memonetisasikan gas alam ada dua cara yang bisa digunakan dari

sumber produksi yaitu dengan menggunakan pipa dan langsung dikirim kepada

pabrik pembangkit listrik, pabrik pupuk, pabrik amonia, dan lain sebagainya.

Melalui cara ini, transportasi gas melalui pipa memiliki keterbatasan jarak

sehingga pengembangan gas hanya dapat dilakukan apabila industri penerima

pasokan gas tersebut tersedia dalam hitungan jarak puluhan kilometer.

Pertamina dan Medco memiliki cadangan gas yang signifikandi

lapangan Senoro dan Matindok tetapi terperangkap dan sulit dikembangkan

sehingga tidak dapat dimanfaatkan baik secara fisik maupun ekonomi (stranded

gas). Hal ini disebabkan oleh karena kebutuhan gas untuk dalam negeri yang ada

pada wilayah tersebut belum signifikan dapat menyerap pasokan gas yang berasal

dari cadangan gas maka pengembangan gas yang paling tepat adalah proyek LNG

dengan skala menengah.

Proyek pengembangan gas merupakan bisnis yang sangat spesifik dan

memerlukan biaya yang besar sehingga diperlukan kerjasama yang sangat erat

8

dalam seluruh mata rantai bisnis selama jangka waktu yang panjang. Di samping

itu, pelaksanaan proyek harus mencari sumber pendanaan sendiri tanpa

membebani korporat di kemudian hari.4 Pertamina dan Medco menyadari

keterbatasannya dan memerlukan mitra usaha untuk dapat berbagi risiko dan

berbagi modal dalam mengembangkan proyek LNG. Oleh sebab itu, Pertamina

dan Medco memutuskan untuk memisahkan entitas usaha di bidang hulu

(eksploitasi dan produksi gas dari lapangan Senoro dan Matindok) dan berniat

membentuk suatu entitas hilir yang baru (membeli gas dari lapangan Senoro dan

Matindok, memproses gas menjadi LNG dan menjual kepada pembeli LNG

internasional).

Keputusan Pertamina untuk rencana pengembangan proyek LNG ini

diambil melalui putusan Direksi Pertamina pada bulan Mei 2006 setelah melalui

kajian yang dalam untuk akhirnya mengambil keputusan ini. Pertamina dapat

memutuskan cara memilih mitra usaha mereka melalui proses beauty contest yaitu

dengan mengadakan memberikan persyaratan untuk memenuhi kualifikasi

keuangan, keahlian, jaringan pasar, pengalaman melalui tender untuk investor

yang berminat untuk bermitra.

Pertamina melakukan pemilihan mitra usaha melalui beauty contest

adalah bagian yang proses usaha yang wajar untuk mengambil keputusan bisnis,

baik dari prinsip good corporate governancemaupun Peraturan Pemerintah No. 12

Tahun 1998 tentang Perseroan.

Putusan Direksi Pertamina ini tidak dikaitkan dengan pengadaan barang

dan jasa karena untuk memilih mitra usaha dalam mengembangkan suatau proyek.

Sedangkan pengadaan barang dan jasa Pertamina dilaksanakan dengan Tata

Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance) berdasarkan Surat

Keputusan Direksi No.51 tentang Manajemen Barang dan Jasa Revisi-2 yang

berlaku sejak 25 Februari 2013 dengan mengacu pada Peraturan Menteri BUMN

No.: PER-15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Badan

4Djokosoetono Research Center, Laporan Hasil Penelitian Penegakan KetentuanHukum Persaingan Dalam Perkara Tender: Kajian Putusan KPPU, Pengadilan Negeri, danMahkamah Agung Mengenai Pengadaan Barang dan Jasa(Jakarta: Lembaga Kajian Persaingandan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hlm. 612.

9

Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum

Pelaksanaan Barang dan Jasa BUMN.

Medco sebagai perusahaan publik yang menjunjung tinggi GCG

mendasari rencana pengembangan proyek LNG ini melalui putusan Direksi

Medco pada bulan Juni 2006. Setelah proyek LNG ini sudah melalui kajian yang

menyeluruh dan diputuskan oleh direksi masing-masing perusahaan, Pertamina

dan Medco akhirnya sepakat untuk menggabungkan beberapa lapangan gas,

utamanya Donggi dan Senoro yang berasal dari dua KKS untuk dimonetisasi

melalui proyek LNG.

Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 mengenai Minyak dan

Gas Bumi, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan

Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. Badan Usaha yang

melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.5

Berdasarkan aturan tersebut, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001memungkinkan

pengembangan proyek LNG dengan skema pemisahan entitas kegiatan usaha hulu

dan hilir.Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau

bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.6 Sementara itu,

Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada

kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.7

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina dan Medco sepakat

memonetisasigasdan hasil produksinya sebagian besar untuk proyek LNGyang

akan diekspor ke luar negeri dan sebagian lagi untuk memasok kebutuhan gas

domestik untuk pupuk/amonia dan bahan bakar tenaga listrik.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi memicu perubahan arah kebijakan pemerintah di bidang

migas, dari struktur gas monopoli ke arah persaingan. Perubahan ini

memungkinkan pelaku usaha baru untuk masuk terutama di sisi hilir, termasuk

5Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan GasBumi, Pasal 10.6Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi, angka (7), Pasal 1.7Republik Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi, angka (10), Pasal 1.

10

pemisahaan entitas hulu dan hilir untuk proyek pengembangan LNG. Skema

pengembangan gas melalui proyek LNG yang memisahkan entitas hulu dan hilir

ini adalah model pertama kali yang ada di Indonesia. Sedangkan proyek-proyek

LNG terdahulu seperti Arun, Bontang dan Tangguh dikelola secara integrasi hulu

dan hilir oleh operator Production Sharing Contract.

Mengingat proyek LNG membutuhkan investasi yang sangat besar dan

juga risiko tinggi, maka pada tahun 2006 Pertamina dan Medco mencari mitra

usaha melalui proses negosiasi langsung untuk berbagi biaya investasi dan berbagi

risiko.Pada awalnya Pertamina dan Medco menandatangani Exclusivity

Agreement (EA) dengan LNG International Pty Ltd (LNGI) pada Tanggal 31 Mei

2005 untuk membeli gas dari Blok Senoro. Pertamina dan Medco

menandatangani EA dengan LNG dengan jangka waktu 4 (empat) bulan terhitung

tanggal 31 Mei 2005 dan dapat secara otomatis diperpanjang selama 2 (dua) bulan

apabila para pihak yang menandatangani Exclusivity Agreement menyetujuinya

dan LNGI memiliki kewajiban untuk memenuhi Conditions Precedents (CP).

Apabila LNGI sudah memenuhi CP, maka selanjutnya dapat

dilanjutkan untuk pembahasan pada Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG atau Gas

Sales Agreement). Ketika Exclusivity Agreement berakhir, LNGI belum dapat

memenuhi CP yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Sementara itu pada

tanggal 19 Desember 2005, LNGI bersama PT Maleo Energi Utama mendirikan

badan usaha PT LNG Energi Utama (LNGEU).

Pertamina dan Medco belum juga menemukan mitra usaha yang tepat

untuk mengembangkan proyek LNG. Pada tanggal 1 September 2006, untuk

mewujudkan proses seleksi mitra usaha (beauty contest) tersebut, Pertamina dan

Medco menyampaikan undangan dan Term of Reference (TOR) kepada 7 (tujuh)

perusahaan pebisnis LNG internasional yaitu LNGEU yang berkonsorsium

dengan Osaka Gas dan Golar, Itochu Corporation, LNG Japan Corporation,

Marubeni Corporation, Mitsubishi Corporation (Mitsubishi), Mitsui & Co. Ltd.

(Mitsui) dan Toyota Tsochu Corporation dan meminta agar perusahan yang

berminat mengirimkan proposal selambat-lambatnya tanggal 22 September 2006.

Tim evaluasi Pertamina dan Medco melakukan penilaian secara

independen yang dibantu oleh konsultan hukum internasional dan nasional serta

11

konsultan bisnis independen, maka terpilih Mitsubishi dan Mitsui sebagai dua

perusahaan unggulan (short-listed) pada tanggal 11 Oktober 2006. Setelah melalui

seleksi final, akhirnya Mitsubishi terpilih sebagai mitra usaha Pertamina dan

Medco untuk mengembangkan proyek LNG. Mitsubishi adalah peserta yang

memenuhi persyaratan TOR dan proposalnya adalah yang terbaik dari semua

peserta beauty contest.

Mitsubishi adalah perusahaan bisnis global terpadu yang

mengembangkan dan mengoperasikan bisnis di hampir setiap industri termasuk

keuangan, industri, energi, logam, mesin, kimia, makanan, lingkungan dan bisnis.

Mitsubishi sebagai perusahaan raksasa dari Jepang yang juga investor di bidang

usaha energi diyakini oleh Pertamina dan Medco dapat menjadi mitra usaha

pengembangan gas yang dapat berbagi biaya investasi dan berbagi risiko dan

memenuhi kriteria yaitu peringkat kelas satu untuk mendukung pembiayaan,

pengalaman dalam mengembangkan proyek LNG dan pengalaman dalam

memasarkan LNG.

Pertamina dan Medco meyakini bahwa dalam melakukan seleksi mitra

usaha sudah dilakukan dengan prinsip-prinsip good corporate governanceyaitu

transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan

kewajaran.8Corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-

hubungan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan mencegah

terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi.9 Dengan

memilih mitra usaha yang secara bisnis memiliki kemampuan finansial yang

besar, pemain di bidang energi dan memiliki keahlian, maka investasi

pengembangan gas akan memberikan nilai tambah kepada para pemangku

kepentingan.10

Dengan terpilihnya Mitsubishi sebagai mitra usaha Pertamina dan

Medco untuk mengembangkan proyek LNG, maka proses pembentukan badan

usaha dilakukan. Pertamina, Medco dan Mitsubishi bersama-sama mengajukan

8I Nyoman Tjager, et al..Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan BagiKomunitas Bisnis Indonesia (Jakarta PT Prenhallindo, 2003), hlm.53.

9Ibid., hlm. 29.10Adrian Sutedi, op. cit., hlm. 58.

12

permohonan ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi

dan Sumber Daya Mineral, melalui surat No. 05/SC00000/DSLNG/2007 tanggal

21 Juni 2007 mengenai Permohonan Rekomendasi Penanaman Modal Asing

untuk mendirikan PT Donggi Senoro LNG sebagai badan usaha Indonesia yang

akan dimiliki oleh Pertamina, Medco dan Mitsubishi.

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan

Sumber Daya Mineral, menyetujui permohonan tersebut dan menerbitkan surat

rekomendasi pembentukan PT Donggi Senoro LNG untuk menjalankan kegiatan

usaha hilir minyak dan gas bumi kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal No.

11.726/12.06/DM/2007 tanggal 31 Juli 2007 mengenai Pendirian Penanaman

Modal Asing Untuk Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Badan Koordinasi Penanaman Modal menyetujui pendirian PT Donggi

Senoro LNG melalui surat Persetujuan Penanaman Modal No. 1128/I/PMA/2007

Kode Proyek No. 2320-72-21649 tanggal 4 September 2007 yang merupakan ijin

prinsip pendirian PT Donggi Senoro LNG sebagai badan usaha Indonesia dengan

penanaman modal asing.

Berdasarkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas

Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Badan Koordinasi

Penanaman Modal, pada tanggal 28 Desember 2007 PT Donggi Senoro LNG

didirikan sebagai badan usaha yang bergerak di bidang pengolahan gas alam

menjadi LNG dan mulai beroperasi sejak 22 Januari 2008. Komposisi

kepemilikan saham PT Donggi Senoro LNG pada saat didirikan adalah 29% oleh

Pertamina Energy Services Ltd, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh

PT Pertamina (Persero), 20% oleh PT Medco LNG Indonesia, anak perusahaan

yang sepenuhnya dimiliki oleh PT Medco Energi Internasional Tbk, dan 51% oleh

Mitsubishi11. Mitsubishi merupakan pemegang mayoritas kepemilikan saham

karena diharapkan Mitsubishi akan memberikan pendanaan yang paling besar

untuk proyek LNG.

Pada tahun 2008, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

menerima laporan dari pihak ketiga mengenai dugaan adanya pelanggaran

11Akta Pernyataan Rapat Umum Pemegang SahamPT Donggi Senoro LNG No.31tanggal 28 Desember 2007.

13

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ) Pasal 20

tentang larangan predatory pricing dan Pasal 21 tentang larangan melakukan

kecurangan dalam penetapan biaya produksi yang dituduhkan kepada Mitsubishi

dalam proyek hilir LNG Senoro-Matindok di Sulawesi Tengah yang menduga

adanya kecurangan dalam beauty contest yang dilakukan oleh Pertamina dan

Medco dalam memilih Mitsubishi sebagai mitra usaha.

Berdasarkan inisitiatif sendiri, KPPU melakukan proses monitoring

mulai bulan Agustus 2009. Pada proses ini dilakukan gelar perkara dan

pemeriksaan. Setelah melalui proses gelar perkara dan investigasi, KPPU

memutuskan melalui Perkara No. 35/KPPU-I/2010 PT Pertamina (Persero), PT

Medco Energi Internasional Tbk, PT Medco E&P Tomori Sulawesi (MEPTS) dan

Mitsubishi Corporation (MC) melanggar yaitu Medco dan Mitsubishi terbukti

secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 dan 23 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999. Pertamina terbukti melanggar Pasal 22 dan MEPTS terbukti secara

sah dan meyakinkan melanggar Pasal 23. KPPU menghukum Pertamina dengan

membayar denda sebesar Rp. 10 milyar, Medco sebesar Rp. 5 milyar, MEPTS

sebesar Rp. 1 milyar dan Mitsubishi sebesar Rp. 15 milyar.

Atas putusan KPPU tersebut, Pertamina, Medco, MEPTS dan

Mitsubishi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN JakPus).

Namun, PN JakPus dalam putusannya No. 34/KPPU/2011/PN.Jkt.Pst. menolak

permohonan keberatan atas putusan KPPU No.35/KPPU-I/2010. Selanjutnya,

Pertamina, Medco, MEPTS dan Mitsubishi melakukan upaya hukum kasasi ke

Mahkamah Agung (MA). Pada tanggal 30 Juli 2012 berdasarkan informasi

perkara pada laman Mahkamah Agung Republik Indonesia, MA dalam

putusannya mengabulkan permohonan Pertamina, Medco, MEPTS dan Mitsubishi

dengan perkara No. 305 K/PDT.SUS/2012.

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut, maka Peneliti

tertarik untuk meneliti tentang “BEAUTY CONTEST SEBAGAI METODE

PEMILIHAN MITRA USAHA DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN KPPU

DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK MEWUJUDKAN

PRINSIP PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT”. Putusan KPPU

14

menyatakan Pertamina, Medco dan Mitsubishi terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-UndangNo. 5 Tahun 1999 yaitu Pelaku

usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat dan hal ini terkait juga dengan Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 Pasal 23 yaitu Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak

lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang

diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat.

Metode pemilihan mitra usaha melalui beauty contest yang diadakan

oleh Pertamina dan Medco dikaitkan dengan pengadaan barang dan jasa pada

putusan KPPU No. 35/KPPU-I/2010. Peneliti akan menuangkan bagaimana

perusahaan melakukan pemilihan mitra usaha untuk pengembangan usaha dengan

prinsip-prinsip good corporate governance untuk memberikan nilai bagi semua

pemegang kepentingan serta melakukan komparasi pemilihan mitra usaha (beauty

contest) dengan pengadaan barang dan jasa adalah dua hal yang berbeda. Dalam

proses tersebut keduanya perlu memiliki prinsip persaingan usaha yang sehat,

namun Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak mengatur pemilihan mitra usaha

tetapi pengadaan barang dan jasa.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode beauty contest dalam pemilihan mitra usaha

strategis untuk mengembangkan proyek LNG dikaitkan dengan

praktik good corporate governancedan aturan internal Pertamina

dan Medco?

2. Bagaimana Putusan KPPU sehubungan dengan pengadaan barang

dan jasa dikaitkan dengan pelanggaran Pertamina dan Medco

dalam melaksanakan beauty contest dalam pemilihan mitra usaha

strategis untuk mengembangkan proyek LNG?

15

II. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan metode-metode penelitian

sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang mengungkapkan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori

hukum yang menjadi penelitian. Demikian juga hukum dalam

pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan

obyek penelitian12. Penelitian ini menggambarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori

hukum dan pendapat para ahli hukum dalam praktek pelaksanaan

yang menyangkut permasalahan yang diteliti. Peraturan

perundangan tersebut adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

2. Metode Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu

membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.13

Penelitian ini menekankan pada aspek yuridis yang

menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dengan menggunakan

data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder terutama yang terkait dengan peraturan, publikasi, jurnal

hukum dan komentar/pendapat ahli hukum terkait dengan

persaingan usaha, GCG, pengadaan barang/jasa dan beauty contest.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipandang

relevan dan memadai untuk memperoleh data sekunder dan data

primer adalah:

12Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika Jakarta, 2010),hlm. 106.

13Ibid., hlm. 24.

16

a. Penelitian Kepustakaan.

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian

kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-

undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil

penelitian14 yaitu:

i. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritative artinya mempunyai otoritas.15 Bahan

hukum primer adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat.

ii. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen

resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.16

iii. Bahan-bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan

mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum

sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah,

surat kabar dan sebagainya17 atau bahan-bahan hukum lain

yang mempunyai relevansi dengan pokok permasalahan

yang juga memberikan informasi tentang bahan hukum

primer dan sekunder.

b. Metode Penelitian Lapangan.

Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang

diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari

responden18 yaitu Kepala Divisi Hukum PT Medco Energi

Internasional Tbk. Penulis juga melakukan wawancara dengan

akademisi yaituProf. Erman Rajagukguk dan praktisi hukum

14Ibid., hlm. 107.15Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Jakarta, 2005), hlm.141.16Ibid., hlm. 141.17Ibid., hlm. 106.18Ibid., hlm. 107.

17

instansi terkait. Studi lapangan dilakukan di kantor PT Medco

Energi Internasional Tbk serta akademisi terkait melalui

diskusi dan seminar-seminar sehubungan perkara pemilihan

mitra usaha strategis proyek Donggi Senoro.

4. Metode Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang

dipergunakan adalah pendekatan yuridis kualitatif yaitu suatu

kegiatan yang dilakukan oleh Peneliti untuk menentukan isi atau

makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan

permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian.19

5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan mayoritas lokasi di PT

Medco Energi Internasional Tbk. Untuk pengumpulan data

sekunder, Peneliti memanfaatkan sarana perpustakaan dan media

internet. Peneliti mulai mengumpulkan materi kepustakaan melalui

buku-buku, makalah pendapat ahli, mengikuti berbagai seminar

dan lokakarya, jurnal-jurnal hukum dan komentar ahli hukum

terkait pada penelitian ini.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Untuk Menciptakan Persaingan

Usaha Sehat dan Peran KPPU

Lima belas tahun sudah sejak diberlakukan Undang-Undang No. 5

Tahun 1999, Penulis mencoba untuk meneliti peran KPPU sebagai badan yang

mengawasi, menilai dan mengambil tindakan sesuai tugas dan wewenangnya.

Sejak tahun 2001 sampai 2013, KPPU telah memutuskan 226 perkara. Dari total

perkara sekitar 60% adalah merupakan perkara persekongkolan tender. Dari

19Ibid., hlm. 107.

18

perkara yang ditangani dan diputuskan oleh KPPU, Penulis meneliti dua kasus

persekongkolan tender yaitu tentang tender penjualan saham PT Indomobil

Sukses Internasional dan pemilihan mitra seleksi oleh Pertamina dan Medco

dalam rangka mengembangkan usaha proyek LNG.

Penulis juga meneliti bagaimana KPPU dalam menjalankan wewenang,

tugas dan tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum persaingan dalam

perkara tender dilihat dari ketentuan hukum formil dan materil.

1. Persekongkolan Tender

Pengadaan barang atau jasa pada proyek sebuah perusahaan atau

instansi pemerintahan sering melalui proses tender. Hal tersebut dimaksudkan

penyelenggara tender untuk mendapatkan harga barang atau jasa semurah

mungkin, namun dengan kualitas sebaik mungkin. Dalam tender pengadaan

barang dan jasa dengan nilai ekonomi yang paling kompetitif, barang dan jasa

sudah mencakup kualitas barang dan jasa sehingga dapat menopang aktivitas

usaha baik pihak swasta maupun pemerintah dalam kinerjanya.

Proses persaingan oleh para pelaku usaha pada proses tender akan

menghasilkan proposal terbaik dengan harga yang bersaing agar kontraktor

tersebut dapat memenangkan tender. Pelaku usaha yang terlibat pada tender

tersebut akan sangat berhati-hati dan bersungguh-sungguh dalam mengajukan

proposal karena harus bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Apabila ada

persekongkolan dalam tender maka spirit dari persaingan akan hilang sehingga

tidak akan memberikan nilai ekonomi yang kompetitif bagi penyelenggara tender.

Tujuan utama dari tender dapat tercapai apabila prosesnya berlangsung

dengan adil dan sehat sehingga pemenang benar-benar ditentukan oleh

penawarannya (harga dan kualitas barang atau jasa yang diajukan). Konsekuensi

sebaliknya bisa saja terjadi apabila dalam proses tender tersebut terjadi sebuah

persekongkolan.

Persekongkolan tender (collosive tendering atau bid rigging)

mengakibatkan persaingan yang tidak sehat dan dapat merugikan panitia

pelaksana tender serta pihak peserta tender yang beriktikad baik. Pada

hakekatnya, pelaksanaan tender wajib memenuhi asas keadilan, keterbukaan, dan

19

tidak diskriminatif.Selain itu, tender harus memperhatikan hal-hal yang tidak

bertentangan dengan asas persaingan usaha yang sehat.

Tender dalam hukum persaingan usaha Indonesia mempunyai

pengertian tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk

mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.Tawaran dilakukan oleh

pemilik kegiatan atau proyek. Demi alasan efektivitas dan efisiensi proyek

dilaksanakan sendiri maka lebih baik diserahkan kepada pihak lain yang

mempunyai kapabilitas melaksanakan proyek atau kegiatan.

Tidak ada definisi yang pasti mengenai persekongkolan tender (bid

rigging) berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tetapi tersirat pada Pasal

22 yaitu pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur

dan menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat.

Mengacu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22, yang

dimaksud dengan pihak lain adalah bahwa peraturan mengenai kolusi tender pada

umumnya mengatur ketika terdapat lebih dari satu sumber barang, jasa dan

komoditi bagi instansi pemerintah, serta penggunaan barang dan jasa bukan

merupakan hasil dari situasi darurat untuk proyek di atas nilai tertentu, maka

pengadaan barang, jasa dan komoditi tersebut harus diumumkan sedemikian rupa

sehingga kesepakatan untuk itu akan diberikan kepada peserta dengan harga

terendah dan yang paling bertanggung jawab serta responsif.20

Kolusi dan korupsi dapat timbul dalam prosedur pengadaan apapun,

baik yang terjadi di sektor publik atau swasta.Pengadaan barang dan jasa sangat

rentan terhadap praktek-praktek anti persaingan, kolusi dan korupsi.21 Sementara

perilaku kolusi atau korupsi dapat terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa

serta aspek-aspek tertentu dari proses pengadaan tersebut mengakibatkan distorsi

melalui perilaku anti persaingan.22

20Sam A. Mackie, J.D., “Proof That a Government Agency was Liable for ImproperlyGranting Bid Award to a Bid Applicant,” Proof of Facts, (1997): 10.

21Organization for Economic Co-operation and Development,,op. cit., hlm. 9.22Ibid., hlm.8.

20

2. Deteksi Persekongkolan Tender dan Pembuktian Persekongkolan

Tender Tanpa Bukti Langsung

Dalam literatur ekonomi, kartel adalah kesepakatan kolusi dapat

berjalan dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku usaha yang

bersepakat atau dapat pula menemui sebuah kegagalan ketika kesepakatan

tersebut akan diimplementasikan.23Keberhasilan sebuah kartel ditentukan oleh

kesepakatan bersama mengenai jalannya kolusi, upaya untuk memonitor

kepatuhan terhadap kesepakatan dan penetapan hukuman yang kredibel bagi

pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran kesepakatan kolusi.

Kartel dituangkan dalam perjanjian antara perusahaan-perusahaan yang

berkompetisi untuk mengendalikan harga atau mengesampingkan masuknya suatu

kompetitor baru dalam suatu pasar.24

Adanya suatu harga yang tinggi yang diajukan dalam dokumen tender

bisa jadi merupakan perhitungan terhadap biaya penyelenggaran kegiatan yang

ditenderkan dan bukan karena adanya kesepakatan dengan peserta lain. Apabila

indikasi tersebut mengarah pada dugaan adanya persekongkolan tender maka

investigasi lebih lanjut dilakukan untuk menemukan bukti langsung yang kuat

untuk membuktikan adanya persekongkolan tender.

Dalam proses pembuktian adanya dugaan persekongkolan, biasanya

sulit untuk mendapatkan bukti berupa perjanjian, percakapan, tulisan dan atau

dokumen yang menyatakan bahwa para pelaku usaha melakukan persekongkolan

untuk suatu tindakan dalam konteks persaingan usaha yang tidak sehat. Untuk itu

diperlukan adanya dua macam bukti yaitu:

a. bukti langsung (direct evidence) berupa dokumen (dalam bentuk

cetak atau elektronik) yang dapat menunjukkan perjanjian oleh para

pihak dan pernyataan verbal atau tertulis; dan,

b. bukti tidak langsung (indirect evidence atau circumstancial

evidence) yaitu bukti-bukti yang dapat menjelaskan akan adanya

23Ibid., hlm.10.24http://en.wikipedia.org/wiki/Cartel, 20 Oktober 2014 jam 18:42.

21

pertemuan dan komunikasi dalam walaupun tidak terdapat tindakan

yang jelas akan adanya persekongkolan yang dapat dideteksi.25

OECD menjelaskan bahwa penggunaan bukti-bukti tidak langsung

harus dibatasi sedemikian rupa karena bukti-bukti ini kabur dan berpotensi

memiliki multi tafsir.26Bukti tidak langsung ini dapat dibagi atas bukti komunikasi

dan bukti ekonomi yang juga dibagi atas dua jenis yaitu perilaku (conduct) dan

bukti struktural ekonomi seperti konsentrasi pasar yang tinggi.Bukti perilaku ini

lebih penting dari bukti struktural ekonomi. Menurut OECD, bukti perilaku lebih

penting dari bukti struktural ekonomi.27

Department of Justice, Amerika Serikat, hanya akan meneruskan suatu

perkara apabila ada bukti langsung karena dapat menyebabkan pengertian yang

kabur dan secara signifikan dapat memengaruhi suatu fakta untuk putusan.28

Pengaturan bukti langsung dan bukti tidak langsung tidak dikenal

menurut hukum Indonesia. Pada Pasal 184 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP),

alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen,

petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan pada Pasal 164 Kitab Hukum

Acara Perdata (HIR) mengenal alat-alat bukti dalam bentuk tulisan, bukti dengan

saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Pasal Undang-Undang No. 11 Tahun

2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik memperluas alat bukti dengan

mengakui alat bukti elektronik seperti email, penyadapan, sms dan lain.

Namun indikator-indikator tersebut merupakan indikasi adanya

persekongkolan tender dan bukan merupakan bukti (standard of proof) telah

adanya persekongkolan tender.Apabila indikator tersebut mengarah pada dugaan

adanya persekongkolan tender maka diperlukan investigasi lanjut untuk

menemukan bukti langsung yang lebih kuat untuk menyatakan adanya

persekongkolan tender.

25Organisation for Economic Co-operation and Development, Prosecuting Cartelswithout Direct Evidence of Agreement, Policy Brief June 2007, hlm.1.

26Ibid., hlm.1.27Ibid., hlm.3.28http://openjurist.org/557/f2d/1270/united-states-v-champion-international-

corporation, 20 Oktober 2014, jam 19:46.

22

B. Putusan KPPU atas Perkara yang Mengandung Persekongkolan Tender

Dalam menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawab terutama

dalam konteks persekongkolan pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 22

dan 23, penulis meneliti dua kasus yang diputuskan oleh KPPU berdasarkan

pelanggaran pada pasal tersebut yaitu divestasi saham dan obligasi konversi PT

Indomobil Sukses Internasional dan pemilihan mitra usaha proyek Donggi

Senoro. Kedua kasus tersebut tidak dalam konteks pengadaan barang dan jasa

sesuai penjelasan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 22.

Dalam putusannya, KPPU mendalilkan bahwa Pertamina, Medco dan

Mitsubishi terbukti melakukan persekongkolan untuk menunjuk Mitsubishi

Corporation sebagai pemenang dalam beauty contest pemilihan mitra usaha untuk

pengembangan proyek LNG dan membangun kilang LNG sekaligus sebagai

penyandang dana untuk perusahaan yang akan didirkan yaitu PT. Donggi Senoro

LNG guna membeli gas dari Lapangan Matindok dan Lapangan Senoro.

KPPU juga mendalilkan bahwa due diligence merupakan upaya

mendapatkan informasi rahasia LNGI dan hasil due diligence tersebut

dimanfaatkan oleh Mitsubishi untuk membuat proposal dalam menyimpulkan

adanya bukti pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 23.

Dalam Putusannya, KPPU menyatakan Pertamina, Medco, MEPTS

dan Mitsubishi terbukti melakukan persekongkolan untuk mendapatkan informasi

dari LNGI melalui kegiatan due diligence yang digunakan sebagai pemikiran

Mitsubishi Corporation dalam menyiapkan proposal baik sebelum maupun pada

saat pelaksanaan beauty contest.

C. Persekongkolan dalam konteks persaingan usaha

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa

yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 menjabarkan

pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau

29Indonesia (2), loc.cit.,Butir (6) Pasal 1.

23

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

Pasal 22 menjelaskan tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong

suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan

jasa.Persekongkolan pada tender menurut konteks Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 Pasal 22 dan penjelasannya adalah untuk pengadaan barang dan jasa.Adanya

tawaran pengajuan harga tersebut di atas merupakan peralihan risiko atau

tanggung jawab hukum dari pemilik pekerjaan kepada pemborong pekerjaan atau

penyedia barang dan jasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan secara

sempurna atas pekerjaan tersebut.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999Pasal 23, pelaku usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha

pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Melalui kasus persekongkolan tender pada kasus perkara atas perihal

penjualan saham dan obligasi konversi PT Indomobil Sukses International oleh

PT Holdiko Perkasa pada tahun 2002 dan kasus pemilihan mitra usaha dalam

pengembangan proyek Donggi Senoro pada tahun 2008, KPPU mendasarkan

putusannya bukan atas pengadaan barang dan jasa.

D. Putusan KPPU sehubungan dengan pengadaan barang dan jasa

dikaitkan dengan pelanggaran Pertamina dan Medco dalam metode

beauty contest untuk pemilihan mitra usaha strategis pengembangan

proyek LNG

Tinjauan atas dasar Hukum Acara atas Putusan KPPU dalam Perkara

No. 35/KPPU-I/2010 adalah sebagai berikut:

1. Perkara ini bukan merupakan kompetensi absolut KPPU karena

beauty contest yang dilakukan oleh Pertamina, Medco dan

Mitsubishi adalah merupakan kegiatan keperdataan antara pihak-

pihak swasta, dalam rangka mencari partner atau mitra usaha untuk

secara bersama-sama menjadi pemegang saham perusahaan yang

24

akan didirikan bersama-sama dan secara bersama-sama melakukan

kegiatan monetasi gas dari wilayah Matindok dan Senoro.

2. Pasal yang diduga dilanggar oleh Terlapor dalam kasus ini adalah

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 dan Pasal 23. Pasal 22

berbunyi bahwa, “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan

pihak lain unuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak

sehat.” Sementara, Pasal 23 menyatakan bahwa, “Pelaku usaha

dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan

informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai

rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat.Pasal dalam Undang-Undang No. 5

tahun 1999 yang mengadopsi prinsip rule of reason dapat

diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “sehingga dapat

mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Berdasarkan konstruksi

Pasal 22 dan Pasal 23 dengan adanya frase “sehingga dapat

mengakibatkan”, maka kedua pasal tersebut mengadopsi prinsip

rule of reason.

3. Pelanggaran terhadap Pasal 22 dan Pasal 23 diancam dengan

Pidana denda. Dengan demikian, pembuktian terhadap pelanggara

tersebut harus dilakukan melalui pembuktian pidana. Dalam kasus

ini, KPPU memutuskan perkara ini berdasarkan pada alat bukti

indikasi (indirect evidence).Indirect evidence yang digunakan oleh

KPPU adalah dugaan, penafsiran dan asumsi. Sebagai contoh,

dalam kasus ini, KPPU menafsirkan pemilihan mitra sebagai salah

satu bentuk tender berdasarkan pendapat ahli hukum asing.Alat

bukti ini tidak dikenal dalam hukum acara pidana yang berlaku di

Indonesia:

a. Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Pasal 184 menyatakan

bahwa alat-alat bukti yang sah adalah keterangan saksi,

keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan

25

keterangan terdakwa. Sedangkan KUH Acara Perdata (HIR)

mengenal alat-alat bukti yaitu tulisan, bukti dengan saksi,

persangkaan, pengakuan dan sumpah.Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) memperluas alat

bukti dengan mengakui alat bukti elektronik seperti email,

penyadapan, sms dan lain-lain.

Beberapa pihak ada yang berpendapat bahwa bukti tidak

langsung dapat digolongkan sebagai petunjuk. Hal ini tidak

tepat karena berdasarkan KUHAP ayat 1 Pasal 188, petunjuk

adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena

persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun

dengan tindak pidana dan siapa pelakunya. KUHP ayat 2 Pasal

188 menyatakan bahwa petunjuk sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari (a) keterangan saksi;

(b) surat; (c) keterangan terdakwa.

KUHP ayat 3 Pasal 188menyatakan penilaian atas kekuatan

pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu

dilakukan oleh Hakim dengan arif dan bijaksana setelah

mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. Dari rumusan KU

HP Pasal 188ini, maka jelas bahwa petunjuk adalah merupakan

suatu kesimpulan Hakim yang dilakukan dengan penuh

ketelitian mendengar keterangan saksi atau keterangan

terdakwa atau surat.

b. Istilah yang mempunyai makna yang mirip dengan petunjuk

adalah persangkaan yang merupakan alat bukti menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR). Penjelasan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR) Pasal 173

menjelaskan bahwa tidak ada rumusan apa yang dimaksud

dengan persangkaan. Pasal tersebut memberi ketentuan bahwa

persangkaan-persangkaan saja yang tidak didasarkan pada

suatu undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh Hakim

26

dalam mempertimbangkan suatu perkara kalau persangkaan itu

penting seksama, tertentu dan bersesuaian satu sama lain.

c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengatur mengenai alat

bukti dalam Pasal 42 yaitu berupa keterangan saksi, keterangan

ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan

terdakwa. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak

menjelaskan apa saja yang dimaksud dengan bukti-bukti

tersebut. Oleh karena itu, secara sistematis arti suatu istilah

dalam suatu Undang-Undang dapat diartikan sama dengan

Undang-Undang lain yang mengatur hal yang sama. Dengan

demikian arti petunjuk (dan alat bukti lainnya) dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 42 adalah sama dengan arti

petunjuk sebagaimana diatur dalam KUHAP atau

kemungkinan mempunyai arti yang sama dengan petunjuk

dalam Hukum Acara Perdata.

4. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka jelas bahwa bukti tidak

langsung tidak dikenal dalam hukum Indonesia, kalaupun mau

disamakan dengan petunjuk maka Undang-Undang memberikan

kewenangan tersebut kepada Hakim yang merupakan kesimpulan

dari alat bukti lainnya berupa keterangan saksi, surat atau dokumen

dan keterangan terdakwa.

Pemilihan mitra tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 karena pemilihan mitra adalah pemilihan

calon partner untuk membangun suatu usaha, bukan mengenai pengadaan

barang/jasa. Pemilihan partner sebagai mitra strategis dalam membangun suatu

usaha didasarkan kepada kemampuan permodalan, keahlian, dan pengalaman

calon partner tersebut untuk mengadakan investasi, bukan mengenai pengadaan

barang dan jasa.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 menyatakan, pelaku usaha

dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan

pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak

sehat. Penjelasan pasal ini berbunyi, tender adalah tawaran mengajukan harga

27

untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk

menyediakan jasa.

Ditinjau dari hukum materil, maka unsur-unsur yang terdapat pada

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 adalah (a) pelaku Usaha, (b)

bersekongkol, (c) pihak lain, (d) untuk mengatur dan atau menentukan pemenang

tender (e) sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak

sehat.Unsur-unsur ini bersifat kumulatif, artinya harus terpenuhi semua unsur

tersebut.

Bentuk persekongkolan ditujukan untuk menghambat persaingan dan

berdasarkan pertukaran informasi antar para peserta tender. Dalam hal ini harus

ada pertukaran informasi yang relevan bagi persaingan, informasi tersebut harus

berhubungan dengan strategi persaingan rahasia yang dimiliki para pesaing. Hal

tersebut tidak akan terjadi di dalam pelaku usaha untuk memilih mitra, seperti

dalam kasus ini. Pelaku usaha yang memilih mitra adalah berdasarkan

kemampuan calon mitra, yaitu kemampuan permodalan karena mitra ikut jadi

pemegang saham dan kemampuan berdasarkan pengalaman. Dalam hal pemilihan

mitra ini, tidak ada persekongkolan pertukaran informasi dari para pelaku usaha

yang membuat pelaku usaha bersikap pura-pura sehingga ia terpilih.

Peraturan KPPU bukanlah sumber hukum dalam hierarki peraturan

perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Undang-

Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan sebagaiman diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011

tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 telah memperluas penafsiran

persekongkolan tender dari persekongkolan horizontal, memasukan juga

persekongkolan vertikal. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 sudah

sangat jelas menyatakan bahwa tender adalah mengenai barang dan jasa dengan

memborong pekerjaan barang dan jasa untuk mendapat upah. Pemilihan partner

yang dilakukan oleh Pertamina adalah suatu kegiatan investasi yang mengandung

unsur untung dan rugi suatu perusahaan yang nantinya berbentuk joint venture.

Jelas sekali uraian dalam buku tersebut konteks yang digunakan adalah

mengenai pengadaan barang dan jasa, dan bukan pemilihan partner untuk suatu

28

usaha seperti yang dilakukan oleh Pertamina dan Medco. KPPU tidak berwenang

untuk memperluas ruang lingkup suatu undang-undang. Peraturan KPPU No. 2

Tahun 2010 telah memperluas penafsiran pengadaan barang dan jasa kepada

pemilihan partner untuk melaksanakan suatu usaha. Selain itu KPPU telah

memperluas pengertian persekongkolan tender dari persekongkolan horizontal,

memasukkan juga persekongkolan vertikal. KPPU tidak dapat memperluas

penafsiran suatu undang-undang, apalagi dengan mengutip pendapat ahli luar

negeri. Pendapat ahli luar negeri tidak dapat dipakai untuk menafsirkan undang-

undang Indonesia berdasarkan azas kedaulatan (soveregnity) karena yang dapat

merubah isi penafsiran undang-undang tersebut adalah pembuat undang-undang

sendiri yaitu DPR RI bersama Pemerintah.Di samping itu, hakim pengadilan juga

dapat berwenang untuk menafsirkan suatu undang-undang tetapi KPPU bukan

hakim sebagai lembaga yudikatif yang boleh menafsirkan suatu undang-undang.

IV. PENUTUP

Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam tesis ini maka dapat

disimpulkan bahwa

1. Pelaku usaha memiliki kebebasan untuk menentukan metode

pemilihan mitra usaha yaitu dengan carabeauty contest atau

negosiasi langsung business to business dan dilakukan berdasarkan

prinsip good corporate governance karena merupakan praktik

bisnis yang wajar dan tidak diatur dalam perundangan.

2. KPPU tidak berwenang untuk memperluas lingkup Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 22 atas pengertian tender untuk

pengadaan barang dan jasa dan mengeluarkan putusan atas perkara

pemilihan mitra usaha karena pengadaan barang dan jasa adalah

mencari pemborong pekerjaan dengan menawarkan harga semurah-

murahnya dengan kualitas sebaik-baiknya dan entitas pemberi kerja

dan pemborong kerja terpisah. Pemilihan mitra usaha adalah

mencari partner untuk mengembangkan usaha patungan yang dapat

menawarkan kualifikasi keahlian, pendanaan, pemasaran, teknologi

29

dan visi yang sama. Putusan KPPU didasarkan atas pembuktian

tidak langsung (direct evidence) yang tidak dianut dalam sistem

perundang-undangan Indonesia.

Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam tesis ini, maka penulis

mengemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut:

1. Untuk menjaga kelangsungan usaha dan meningkatkan kinerja

usaha, perusahaan-perusahaan baik di dalam dan luar negeri

melakukan kerjasama melalui berbagai bentuk termasuk mendirikan

usaha patungan, merger, dan lain sebagainya. Banyak kerjasama

yang dibentuk berdasarkan negosiasi langsung business to business

maupun dengan beauty contest (tender atau lelang). Walaupun

tidak ada perundangan yang secara khusus mengatur mengenai

ketentuan beauty contest pemilihan mitra usaha namun perusahaan-

perusahaan yang menjalankannya perlu memerhatikan prinsip-

prinsip good corporate governance yaitu transparency,

accountability, responsibility, independence and fairness agar dapat

memperoleh mitra usaha yang dapat memberikan nilai terbaik untuk

pengembangan usaha. Dengan demikian sebelum memilih mitra

usaha, terutama untuk proyek-proyek signifikan, sebaiknya

perusahaan membuat terms of reference yang memuat business case

dan kriteria calon mitra yang kredibel dan memenuhi persyaratan

seperti portfolio dan reputasi yang mumpuni, keahlian pada bidang

yang digeluti, kekuatan pendanaan, jaringan yang luas, dan visi

yang sama. Penetapan kriteria ini menjadi suatu parameter

manajemen perusahaan untuk secara transparent, accountable,

responsible, independent and fair dalam mengevaluasi calon mitra

dan akhirnya memutuskan mitra usaha yang ditunjuk.

2. KPPU perlu didukung oleh staf yang ahli untuk menafsirkan

lingkup aktifitasnya yang sesuai dengan Undang-Undang No. 5

Tahun 1999. KPPU juga perlu dilengkapi dengan staf ahli yang

memiliki pengalaman dalam bisnis sehingga dapat melakukan

30

analisa dan kajian yang mumpuni mengingat tugas KPPU dalam

melakukan penilaian perjanjian, kegiatan usaha dan posisi dominan

atas aksi perseroan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan

persaingan tidak sehat. KPPU juga perlu memiliki staf ahli di

bidang hukum yang dapat mengarahkan putusan yang berada dalam

koridor sistem peradilan dan perundangan di Indonesia.Hal ini

terbukti dari putusan KPPU atas perkara dengan mendasarkan pada

bukti tidak langsung (indirect evidence) yang tidak dikenal menurut

hukum acara pidana, perdata dan persaingan usaha.

31

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr, H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., CN., selaku Pembimbing Utama;

2. Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H., Pembimbing Pendamping;

3. Yohan Yahyadi, suamiku;

4. Rebekah dan Nathan, anak-anakku;

5. Petra Yoneta, sahabat dan teman sekelas di Magister Hukum kampus Jakarta

angkatan 2011;

6. Andri Budiman, kolega Penulis di PT Medco Energi Internasional;

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk Interpretasi

Undang-Undang, Kencana, Jakarta, 2009.

Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1999.

Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, Jala Permata Aksara, Jakarta,

2009.

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta , 1989.

C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas, Rineka

Cipta, Jakarta, 2009.

Destivano Wibowo & Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha,

RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2005.

32

Hunger & Wheelen, Strategic Management, 7th Edition, Addison Wesley

Longman, 2000.

I Nyoman Tjager, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang

Soembodo, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan Bagi

Komunitas Bisnis Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, 2003.

Janet Dine, Company Law, Palgrave Publisher Ltd., New York, 2001.

Lubis, Andi Fahmi, et. al, Hukum Persaingan Usaha, Antara Teks & Konteks,

Jakarta, GTS, 2009

Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian

Hukum, Fikahati Anesk, Jakarta, 2009.

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional,

Binacipta, Bandung, 1995.

Peter F. Drucker, Management: Task, Responsibilities, Practices, HarperCollins

e-books, 1974.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005.

Roberto Newell dan Gergory Wilson, A Premium for Good Governance, the

McKinsey Quarterly, number 3, 2002.

Salim HS, Hukum Pertambangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Sam A. Mackie, J.D., Proof That a Government Agency was Liable for

Improperly Granting Bid Award to a Bid Applicant, Proof of Facts, 1997.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Grafindo Perkasa,

1988.

33

Stewart M. Landefeld, Andrew B. Moore, Jens M. Fischer, A Corporate

Governance and Disclosure Guide for Directors and Executives, Bowne,

New York, 2006.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,

Yogyakarta, 2010.

Sulistyowati Irianto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum, Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, Jakarta, 2011.

Sutan Remi Sjahdeni, “Latar Belakang, Sejarah dan Tujuan Undang-Undang

Larangan Monopoli”, Jurnal Hukum Bisnis (Mei-Juni 2002), hlm. 5.

Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Griya Media, Salatiga, 2011.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

B. Peraturan Perundangan-undangan/Putusan-Putusan

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Putusan Mahkamah Agung dengan perkara No. 305 K/PDT.SUS/2012 tanggal 30

Juli 2012 pada laman Mahkamah Agung Republik Indonesia .

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST

tanggal 14 November 2011.

34

Putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha atas Perkara No.35/KPPU-I/2010

tanggal 5 Januari 2011.

C. Sumber Lain

A.M. Tri Anggaraini, Persaingan Usaha dalam Sektor Migas, pada Seminar

Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas, Jakarta, Januari

2012.

Andi Fahmi, Eksaminasi Putusan PN Jakarta Pusat Tentang Kasus Donggi-

Senoro Economic Policy Approach, pada Seminar Proses Penentuan

Partner Bisnis Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia (Pasca

Putusan PN Jakarta Puast Mengenai Perkara Pemilihan Partner Strategis

Donggi Senoro), Jakarta, 22 Mei 2012.

Andi Fahmi Lubis, Aspek Ekonomi Dalam Persaingan di Industri Migas, pada

Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013.

Anggaran Dasar PT Donggi Senoro LNG.

Ari H. Soemarno, Praktik Bisnis dalam Proses Pemilihan Mitra Bisnis di Sektor

Migas, pada Seminar Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor

Migas, Jakarta, Januari 2012.

ASX Corporate Governance Council, Principles of Good Corporate Governance

and Best Practice Recommendations, March 2003.

Darminto Hartono, Good Corporate Governance dengan Pendekatan Economics

Analysis of Law Mencari Partner Strategis Melalui Beauty Contest

(Business Judgment) versus Tender (Public Judgment), pada Seminar

Nasional “Good Corporate Governance: Mencari Partner Strategis vs.

Lelang” Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 11 April

2012.

35

Didik Rachbini, Konsentrasi Ekonomi dan Masalah Monopoli, Makalah dalam

Seminar Persaingan Sehat di Jakarta pada tanggal 18 Mei 1999.

Djokosoetono Research Center, Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan

Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Laporan Hasil Penelitian

Penegakan Ketentuan Hukum Persaingan Dalam Perkara Tender: Kajian

Putusan KPPU, Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung Mengenai

Pengadaan Barang dan Jasa, Jakarta, 3 Juli 2011.

Erman Rajagukguk, Komentar atas Pertamina DKK. V. KPPU. No.

34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST: Pemilihan Partner Usaha Tidak

Sama dengan Pengadaan Barang dan Jasa, pada Seminar Nasional “Good

Corporate Governance: Mencari Partner Strategis vs. Lelang” Fakultas

Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 11 April 2012.

Erman Rajagukguk, Komentar atas Pertamina Cs. V. KPPU. No.

34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST: Pemilihan Mitra Bukan

Persekongkolan Tender, pada Seminar Proses Penentuan Partner Bisnis

Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia (Pasca Putusan PN

Jakarta Puast Mengenai Perkara Pemilihan Partner Strategis Donggi

Senoro), Jakarta, 22 Mei 2012.

Freddy Harris, Tata Kelola Korporasi Industri Migas di Indonesia, pada Seminar

Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013.

http://uk.practicallaw.com/4-107-6577/, 4 November 2013.

http://www.translegal.com/exercise/7017, 15 November 2013.

http://en.wikipedia.org/wiki/Procurement, 15 November 2013.

http://en.wikipedia.org/wiki/Competition_law, 27 September 2014.

http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_governance,13 Juli 2014.

http://en.wikipedia.org/wiki/Business_partner, 12 Juli 2014.

36

http://www.imf.org/external/about/overview.htm; Situs International Monetary

Fund., 6 Juli 2014.

http://www.oecd.org/daf/ca/valuecreation.htm, 5 Juli 2014.

http://www.oecd.org/daf/competition/sectors/48315205.pdf, Organization for

Economic Co-operation and Development, Competition and Procurement

Key Findings, 2011.

http://www.oecd.org/competition/cartels/42851044.pdf, Organization for

Economic and Cooperation Development, Guidelines For Fighting Bid

Rigging in Public Procurement, hlm. 1, 5 Oktober 2014.

http://www.businessdictionary.com/definition/business-partner.html, 12 Juli 2014.

http://legal-dictionary.thefreedictionary.com/Business+partnership,12 Juli 2014.

http://openjurist.org/557/f2d/1270/united-states-v-champion-international-

corporation, 20 Oktober 2014.

http://www.bloombergindonesia.tv/videos/watch/2383/semen-indonesia-bentuk-

usaha-patungan-dengan-krakatau-steel, 27 September 2014.

http://medcopower.co.id/node/24, 21 Oktober 2014.

http://www.kppu.go.id/docs/Putusan/Putusan_indomobil.pdf, 20 Oktober 2014.

http://en.hukumonline.com/pages/lt4f15a0150b5fb/beauty-contest-is-not-the-

same-as-tender-academic-says, 22 Agustus 2014.

Information to Investor, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., No. TEL:

181/PR110/COP-A0070000/2014, Jakarta 29 Agustus 2014.

Jurnal Hukum Bisnis, Persaingan Usaha dan Persekongkolan Tender, Volume

24, No. 2, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2005.

37

Kurnia Toha, Pendapat Hukum Ahli Hukum atas Pemeriksaan KPPU terhadap

Medco atas Tuduhan Pelanggaran Pasal 22 dan 23 Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 , Jakarta, 18 November 2010.

Kurnia Toha, Analisis Proses Penentuan Partner Bisnis Dalam Industri Migas

Menurut Hukum di Indonesia, pada Seminar Proses Penentuan Partner

Bisnis Dalam Industri Migas Menurut Hukum di Indonesia (Pasca Putusan

PN Jakarta Puast Mengenai Perkara Pemilihan Partner Strategis Donggi

Senoro), Jakarta, 22 Mei 2012.

Kurnia Toha, Hukum Persaingan Usaha dan Industri Migas di Indonesia, pada

Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013.

Maurice Dykstra and Nico van der Windt, Editor by Maarten Jansen,Auctioning

Public AssetsAnalysis and Alternatives, Cambridge University Press, 2004.

Nawir Mesi, Kompetisi di Sektor Migas dan Peran Pengawasan KPPU, pada

Seminar Persaingan Usaha di Industri Migas, Jakarta, 23 Januari 2013.

Nindyo Pramono, Business Judgment Rule dalam Rangka Pemilihan Mitra Bisnis

dan Kaitannya Dengan Investasi Bisnis di Sektor Migas, pada Seminar

Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas, Jakarta, Januari

2012.

Nugroho SBM, Menilai Kasus Proyek Donggi Senoro dari Aspek Ekonomi, pada

Seminar Nasional “Good Corporate Governance: Mencari Partner

Strategis vs. Lelang” Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,

11 April 2012.

Organization for Economic Cooperation and Development, OECD Principles of

Corporate Governance, OECD Publication Service, Paris, France, 2004.

Pande Radja Silalahi, Profil dan Tantangan Persaingan Usaha di Sektor Migas,

pada Seminar Talk!Hukumonline “Persaingan Usaha di Sektor Migas,

Jakarta, Januari 2012.

38