bc-kab aceh besar

Upload: rara-itu-julis

Post on 11-Jul-2015

547 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

DRAFT

MATERI TEKNISPERSYARATAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG

( BUILDING CODE )

KABUPATEN ACEH BESAR

Dibuat atas kerjasama:

Universitas Syiah Kuala Aceh BesardenganD E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Jalan Pattimura Nomor 20 Kebayoran Baru Jakarta 12110 Telepon (021) 727 99248

DAFTAR ISIBAB I TIPOLOGI KABUPATEN ACEH BESARBAGIAN I TIPOLOGI KABUPATEN ACEH BESAR I.1. TINJAUAN ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI 1. Sejarah Kabupaten Aceh Besar 2. Sosial Budaya Masyarakat 3. Letak Gegrafis dan Administrasi 4. Hidrologi 5. Kependudukan 6. Perekonomian I..2. TINJAUAN ASPEK FISIK 1. Umum 2. Kondisi Fisik Wilayah sebelum Tsunami 3. Stuktur Kabupaten Aceh Besar 4. Bentang Alam Kabupaten Aceh Besar

BAGIAN II RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH II.1 REVIEW RTRW KOTA ACEH BESAR M ------- ISINYA SAMA DGN YANG DI BAB II 1. Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten 2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan wilayah Kabupaten 3. Komponen-komponen Utama RTRW 2002-2010 II.2. SKENARIO TATA RUANG 1. Pindah ke Lokasi Aman 2. Tetapa di Lokasi Semula STRATEGI PENATAAN RUANG KABUPATEN ACEH BESAR 1. Konsep Tata Ruang 2. Kegiatan yang Sifatnya Sederhana 3. Kegiatan yang sifatnya Intensif 4. Pelaksanaan Pembangunan 5. Peranan Fasilitas Sosial 6. Jumlah dan Bentuk Fasilitas 7. Pembangunan Iinfrastruktur ARAHAN 1. Zona 2. Zona 3. Zona 4. Zona PEMANFAATAN RUANG -------- ISINYA SAMA DGN YG BAB II Pantai Perikanan/Tambak Taman Kota Pemukiman

II.3.

II.4.

5. 6. 7. 8. 9. II.5.

Zona Zona Zona Zona Zona

Landmark dan Pusat Pemerintahan Kota Pemukiman Baru Pusat Bisnis dan Pemerintahan Pendidikan Tinggi Pertanian

STRUKTUR RUANG 1. Penajaman Aspek Geology 2. Penelitian Bangunanyang masih Berdiri tetapi sudah rusak 3. Site Plan atau Urban Design Kawasan Pusat Kota 4. Site Plan Penataan Ruang Daerah Buffer Zone 5. Konsilidasai Pertanahan di daerah yang paling Rusak akibat Gempa 6. Penyiapan Zona Regulasi 7. Penyiapan Building Code 8. Mendorong Proses Legillasi di DPRD BAGIAN III WILAYAH BENCANA GEMPA THUNAMI DAN BADAI III.1 PENGARUH TSUNAMI 1. Jangakauan Kerusakan Akibat Gempa dan Tsunami 2. Zonasi Kerusak,an 3. Arah Terjangan Gelombang III.2 III.3 III.4 ASPEK FISIK KABUPATEN ACEH BESAR KARAKTERISTIK KABUPATEN ACEH BESAR ZONASI FISIK

BAGIAN IV KETENTUAN UMUM DAN PENGERTIAN UMUM

BAGIAN V FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

BAB II. KONSEP RENCANA TATA RUANGAN DAN WILAYAH KABUPATEN ACEH BESARBAGIAN I KETENTUAN UMUM I.1. KEBIJAKAN STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN/KOTA 1. Sistem Kota/kabupaten 2. Struktur Kota/kabupaten 3. Kawasan Non Budidaya 4. Kawasan Budidaya I.2. ARAHAN PEMANFAATAN RUANG/KABUPATEN/KOTA 1. Mewujudkan penghidupan yang aman dan lebih baik; 2. Memberi pilihan kepada warga untuk bermukim; 3. Melibatkan masyarakat dalam penanggulangan bencana; 4. Menonjolkan karakteristik budaya dan agama; 5. Pendekatan penataan ruang partisipatif; 6. Memitigasi bencana; 7. Tata ruang memadukan pendekatan dari atas dan bawah; 8. Mengembalikan peran pemerintah daerah; 9. Perlindungan hak perdata warga; 10.Mempercepat proses administrasi pertanahan; 11.Pengaturan mengenai kompensasi; 12.Revitalisasi kegiatan ekonomi; 13.Mememulihkan daya dukun lingkungan; 14.Memulihkan sistem kelembagaan SDA dan LH; 15. Rehabilitasi strultur dan pola tata ruang; dan 16.Membangun kembali kota. ZONASI FISIK ACEH BESAR 1. Kawasan Lindung (Conservation, Zona V), 2. Kawasan Pengembangan Terbatas (Restricted Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted Development Area, zona IV). ARAHAN PEMANFAATAN RUANG ACEH BESAR 1. Zona pantai, 2. Zona perikanan/tambak, 3. Zona taman kota, 4. Zona permukiman, permukiman terbatas dan permukiman perkotaan, 5. Zona landmark dan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Besar, 6. Zona permukiman baru bagi penduduk yang ingin pindah,

I.3

I.4.

7.

Zona pusat bisnis dan pemerintahan provinsi dan fasilitas perkotaan berskala kota dan regional, 8. Zona pendidikan tinggi, dan 9. Zona pertanian. I.5. REVISI RTRW 2002-2010 (Qanun No.3/2003) 1. Arah Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota 2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota KOMPONEN UTAMA RTRW TH 2002-2010 1. Pemukiman 2. Pengelolaan Kawasan Hijau & Kawasan Pemukiman 3. Sistem Prasarana & Transportsai, Telekomunikasi, Energi, Pengairan dan Prasarana Pengelolan Lingkungan

I.6.

BAB III PERSYARATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG (BULDING CODE) KABUPATEN ACEH BESARBAGIAN I KETENTUAN UMUM I. 1. PENGERTIAN 11. Umum 22. Teknis I.2. MAKSUD DAN TUJUAN 11. Maksud 22. Tujuan

BAGIAN II PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN II.1. PERUNTUKAN, FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN 11. Peruntukan Lokasi 22. Fungsi Bangunan 33. Klasifikasi Bangunan II.2. INTENSITAS BANGUNAN 11. Penentuan Letak Suatu daerah 22. Peruntukan Fungsi dan Klasifasi Bangunan 33. Luas Bangunan 4. Garis Sepadan Bangunan 5. Tata Letak Bangunan

BAGIAN III ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN III.1 ARSITEK BANGUNAN 11. Pengertian Umum 22. Kebutuhan Jumlah Pengembangan Ruang untuk satu Bangunan 33. Tampilan Arsitektur Bangunan bercirikan Lokalitas dan Tradisi Setempat 44. Tampilan Arsitektur pada Rehabilitasi Bangunan dan Terhadap Bangunan di Sekitarnya 55. Tampilan pada Rekonstruksi Bangunan dan Terhadapa Bangunan di Sekitarnya 66. Tampilan Bangunan Terhadap Keserasian Lingkungan 77. Penerapan Tampilan Arsitektur Tradisional/Lokal terhadap Bangunan Moderen 88. Tata Urutan Ruang berdasarkan Kedekatan Fungsi Ruang

99. Tata Letak Ruang dan Jarak Ruang pada Bangunan yang bercirikan lokal 1010. Tata Letak & Jarak Ruang pada Bangunan Utama 1111. Tatanan Ruang Dalam dan Pengembangannya 1212. Pengaturan Tata Letak Ruang dalam Satu Bangunan 1313. Penggunaan Jenis-jenis Material Bangunan 1414. Penggunaan Kombinasi Material Bangunan 1515. Sistem Konstruksi Bangunan dan Tipe-tipe III.2 TATA LETAK BANGUNAN 11. Bentuk Tatanan Bangunan 22. Orientasi Tatanan Pemukiman 33. Ketersediaan Sarana Dasar Bangunan dan Lingkungannya III.3 RUANG TERBUKA HIJAU 41. Fungsi Ruang Terbuka Hijau 52. Jenis Ruang Terbuka Hijau 63. Luas Maksimum dan Minimum III.4 SIRKULASI, PERTANDAAN, DAN PENCAHAYAAN RUANG LUAR BANGUNAN 71. Fasiltas Parkir 82. Pemisahan Jalan 93. Perletakan Saran Keamanan dan Lingkungan 104. Perletakan Pencahayaan Buatan III.5 PENGELOLAAN DAMPAK LINGKUNGAN 11. Ketentuan Pengelolaan Dampak Ligkungan 22. Ketentuan UPL dan UKL 33. Persyaratan Teknis Pengelolaan Dampak Lingkungan 44. Pengelolaan Daerah Bencana BAGIAN IV STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG IV.1 PERSYARATAN STRUKTUR DAN BAHAN 11. Persyaratan Umum 22. Persyaratan Perencanaan Struktur IV.2 PEMBEBANAN 31. Analisa Struktur 42. Standar Teknis IV.3 STRUKTUR ATAS 11. Kontruksi Beton 22. Kontruksi Baja 33. Kontruksi Kayu 44. Kontruksi Dengan Bahan dan Teknologi Khusus 55. Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi

IV.4 STRUKTUR BAWAH 11. Perencanaan Umum 22. Ketentuan Teknis Pondasi 33. Metode Perbaikan Tanah IV.5 KEANDALAN STRUKTUR 11. Keselamatan Struktur 22. Keruntuhan Struktur 33. Pemeriksaan dan Perawatan Bangunan IV.6 DEMOLISI STUKTUR 11. Kriteria Demolisi 22. Prosedur dan Metoda Demolisi BAGIAN V PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN V.1 SISTEM PROTEKSI PASIF 11. Ketahanan Api dan Stabilitas 22. Tipe Konstruksi Tahan Api 33. Tipe Konstruksi Yang Diwajibkan 44. Kompartemensasi dan Pemisahan 55. Proteksi Bukaan V.2 SISTEM PROTEKSI AKTIF 11. Sistem Pemadam Kebakaran 22. Sistem Diteksi & Alarm Kebakaran 33. Pengendalian Asap Kebakaran 44. Pusat Pengendali Kebakaran 55. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan Sistem Kebakaran 66. Pemeriksaaan, Pengujian dan Pemeliharaan Deteksi dan Alarm BAGIAN VI SARANA JALAN MASUK DAN KELUAR VI.1 FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 11. Fungsi 22. Pesyaratan Kinerja VI.2 KETENTUAN JALAN KELUAR 11. Persyaratan Keamanan 22. Kebutuhan Jalan Keluar 33. Jalan Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 44. Jarak Jalur Menuju Pintu Keluar 55. Jarak antara Pintu-pintu Keluar Alternatif 66. Dimensi/ukuran Pintu Keluar 77. Jalur Lintasan Melalui Jalan Keluar Yang Diisolasi Tehadap Kebakaran 88. Tangga Luar Bangunan 99. Lintasan Melalui Tangga/ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran

1010. 1111. 1212. 1313. 1414.

Keluar Melalui Pintu-pintu Keluar Pintu Keluar Horisontal Tangga, Ramp atau Eskalator Yang Tidak Disyaratkan Ruang Peralatan dan Ruang Motor Lift Jumlah Orang Yang Ditampung

VI.3 KONTRUKSI JALAN KELUAR 11. Penerapan 22. Tangga dan Ramp Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 33. Tangga dan Ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran 44. Pemisahan Tanjakan dan Turunan Tangga 55. Ramp dan Balkon Akses Yang Terbuka 66. Lobby Bebas Asap 77. Instalasi pada Pintu Keluar dan Jalan Lintasan 88. Perlindungan pada Ruang di Bawah Tangga dan Ramp 99. Lebar Tangga 1010. Ramp Pejalan Kaki 1111. Lorong Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 1212. Atap sebagai Ruang Terbuka 1313. Injakan dan Tanjakan Tangga 1414. Bordes 1515. Ambang Pintu 1616. Balustrade 1717. Pegangan Rambat pada Tangga 1818. Pintu 1919. Pintu Ayun 2020. Pengoperasian Gerendel Pintu 2121. Masuk dari Pintu Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 2222. Rambu pada Pintu VI.4 AKSES BAGI PENYANDANG CACAT BAGIAN VII TRANSPORTASI DALAM GEDUNG VII.1 LIF 11. Kapasitas Lif 22. Lif Kebakaran 33. Peringatan Terhadap Pengguna Lif pada Saat Terjadi Kebakaran 44. Lif untuk Rumah Sakit 55. Sangkar Lif 66. Saf Lif 77. Mesin Lif dan Ruang Mesin Lif 88. Instalasi Listrik 99. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan VII.2 TANGGA BERJALAN DAN LANTAI BERJALAN BAGIAN VIII PENCAHAYAAN DARURAT, TANDA ARAH KELUAR, SISTEM PERINGATAN BAHAYA

VIII.1 1SISTEM LAMPU DARURAT VIII.2 TANDA ARAH KELUAR VIII.3 SISTEM PERINGATAN BAHAYA BAGIAN IX INSTALANSI LISTRIK, PENANGKAL PETIR, DAN KOMUNIKASI DALAM GEDUNG IX.1 INSTALANSI LISTRIK 11. Perencanaan Instalansi Listrik 22. Jaringan Distribusi Listrik 33. Beban Listrik 44. Sumber Daya Listrik 55. Transformator Distribusi 66. Pemerikasaan dan Pengujian 77. Pemeliharaan IX.2 INSTALANSI PENANGKAL PETIR 11. Perencanaan Penangkal Petir 22. Instalansi Penangkal Petir 33. Pemeriksaan, Pengujian 44. Pemeliharaan IX.3 INSTALASI KOMUNIKASI DALAM GEDUNG 11. Perencanaan Komunikasi dalam Gedung 22. Instalansi Telepon 33. Instalansi Tata Suara 44. MATV BAGIAN X INSTALANSI GAS X.1 INSTALANSI GAS PEMBAKARAN 11. Jenis Gas 22. Jaringan Distribusi Gas Kota 33. Pemeriksaan dan Pengujian X.2 INSTALANSI GAS MEDIK 11. Jenis Gas 22. Jaringan Distribusi Gas Medik 33. Pemeriksaan dan Pengujian BAGIAN XI SANITASI DALAM GEDUNG XI. 1 SISTEM PLAMBING 11. Perencanaan Sistem Plumbing 22. Sistem Penyediaan Air Bersih 33. Sistem Penampungan Air Bersih 44. Sistem Plambing Air Bersih 55. Penggunaan Pompa

66. Sistem Penyediaan Air Panas 76. Sistem Distribusi Air Bersih 87. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan XI. 2 SISTEM PEMBUANGAN AIR LIMBAH 11. Sumber Air Limbah 22. Sistem Plambing Air Limbah 33. Pembunagan dan Pengelolaan Air Limbah 44. Sistem Penyaluran Air Limbah 55. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan XI. 3 SISTEM PENYALURAN AIR HUJAN 61. Kelengkapan Dalam Bangunan 72. Kelengkapan Diisekitar Bangunan Gedung 83. Persyaratan Saluran 94. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan XI. 4 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH 101. Timbulan Sampah 112. Sistem Pewadahan 123. Potensi Reduksi 134. Sistem Pengumpulan XI. 5 SISTEM SANITASI KOMUNAL 141. Hidran Umum 152. MCK Umum 163. Pewadahan dan Pengumpulan Sampah Komunal 17 18 BAGIAN XII VENTILASI DAN PENGKONDISIAN UDARA XII.1 VENTILASI 11. Kebutuhan Ventilasi 22. Ventilasi Alami 33. Ventilasi Buatan XII.2 PENGKONDISIAN UDARA 11. Kebutuhan Pengkondisian Udara 22. Konservaasi Energi 33. Perhitungan Beban BAGIAN XIII PENCAHAYAAN XIII.1 KEBUTUHAN PENCAHAYAAN XIII.2 PENCAHAYAAN BUATAN XIII.3 PENCAHAYAAN ALAMI XIII.4 PENGENDALIAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAGIAN XIV KENYAMANAN, KEBISINGAN DAN GETARAN

XIV.1 XIV.2 XIV.3 XIV.4 XIV.5

KENYAMANAN TERMAL SIRKULASI UDARA PANDANGAN KEBISINGAN GETARAN

BAB IV TATA LAKSANA BANGUNAN GEDUNG I. PENGERTIAN II. PENYELENGGARAAN III. PERENCANAAN IV. PELAKSANAAN V. PENGAWASAN VI. PEMANFAATAN VII. PELESTARIAN VIII. PEMBONGKARAN IX. HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENGGUNA BANGUNAN GEDUNG X. PERAN SERTA MASYARAKAT XI. PEMBINAAN XII. SANKSI XIII. PERIJINAN BAB V PENUTUP

LAMPIRAN

BAB I: TIPOLOGI KABUPATEN ACEH BESAR

I. TIPOLOGI KABUPATEN ACEH BESAR

II. RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH

III. WILAYAH BENCANA BAHAYA GEMPA, TSUNAMI, DAN BADAI

IV. KETENTUAN UMUM PENGERTIAN UMUM

V. FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

BAB II: KONSEP RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH KABUPATEN ACEH BESARBAGIAN I. KETENTUAN UMUM / PENGERTIAN UMUM

2

BAB III:PERSYARATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG (BUILDING CODE) KABUPATEN ACEH BESARI. KETENTUAN UMUMI.1 PENGERTIAN 1. Umum Dalam Gedung Pedoman Persyaratan Teknis Pembangunan Bangunan ini yang dimaksud dengan:

a. Daerah adalah Kabupaten Aceh Besar b. Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Aceh Besarc. Dinas Bangunan adalah Dinas Teknis di Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan pengendalian pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung yang berada di Daerah yang bersangkutan. d. Pengawas/Pemilik Bangunan adalah pejabat atau tenaga teknis profesional yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah atau ketentuan yang berlaku untuk bertugas mengawasi/menilik bangunan gedung. 2. Teknis a. Air kotor adalah semua air yang bercampur dengan kotorankotoran dapur, kamar mandi, kakus dan peralatan-peralatan pembuangan lainnya. b. Atrium adalah suatu ruang dalam suatu bangunan yang menghubungkan 2 atau lebih tingkat/lantai, di mana: i. seluruh atau sebagian ruangnya tertutup pada bagian atasnya oleh lantai atau atap, termasuk struktur atap kaca; ii. termasuk setiap ruang yang berbatasan/ berdekatan tetapi tidak terpisahkan oleh pembatas; iii. tidak termasuk lorong tangga, lorong ramp, atau ruang dalam shaft. c. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di daiam tanah dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia untuk melakukan kegiatan bertempat tinggal, berusaha, bersosial-budaya, dan kegiatan lainnya. d. Bangunan turutan adalah bangunan sebagai tambahan atau pengembangan dari bangunan yang sudah ada.

3

e. Bangunan umum adalah bangunan yang berfungsi untuk tempat manusia berkumpul, mengadakan pertemuan, dan melaksanakan kegiatan yang bersifat publik lainnya, seperti keagamaan, pendidikan, rekreasi, olah raga, perbelanjaan, dsb. f. Bangunan Induk adalah bangunan yang mempunyai fungsi dominan dalam suatu persil g. Baku Tingkat Getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal tingkat getaran mekanik yang diperbolehkan dan usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan. h. Baku tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dituang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. i. Daerah Hijau Bangunan, yang selanjutnya disebut DHB adalah ruang terbuka pada bangunan yang dimanfaatkan untuk penghijauan. j. Demolisi adalah kegiatan merobohkan atau membongkar bangunan secara total. k. Dinding Pembatas adalah dinding yang menjadi pembatas antara bangunan. l. Dinding Luar adalah suatu dinding bangunan terluar yang bukan merupakan dinding pembatas. m. Dinding Luar Non-struktural adalah suatu dinding luar yang tidak memikul beban dan bukan merupakan dinding panel. n. Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap: i. Batas lahan yang dikuasai, ii. Bata tepi sungai/pantai, iii. Antar massa bangunan lainnya, atau iv. Rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas dan sebagainya. o. Garis sempadan pagar adalah garis bagian luar dari pagar persil atau pagar pekarangan. p. Garis sempadan loteng adaiah garis yang terhitung dan tepi jalan berbatasan yang tidak diperkenankan didirikan tingkat bangunan. q. Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan. r. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat. s. Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. t. Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan manusia. u. Jarak antara bangunan adalah jarak terkecil antara bangunan yang diukur antara permukaan-permukaan denah bangunan.

v. Jaringan persil adalah jaringan sanitasi dan jaringan drainasidalam persil.

4

prasarana saluran umum perkotaan, seperti jaringan sanitasi dan jaringan drainasi. x. Kamar adalah ruangan yang tertutup seluruhnya atau sebagian, untuk tempat kegiatan manusia, selain kamar untuk MCK dan dapur. y. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. z. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kaveling/ blok peruntukan. aa. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka prosentase perbandingan antara luas ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dengan luas tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. bb. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan terhadap luas persil/ kaveling/ blok peruntukan cc. Koefisien Tapak Basement (KTB) adalah angka prosentasi perbandingan luas tapak basement dengan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. dd. Lubang Atrium adalah ruang dari suatu atrium yang dikelilingi oleh batas pinggir bukaan lantai atau oleh batas pinggir lantai dan dinding luar. ee. Mendirikan Bangunan i. Mendirikan, memperbaiki, memperluas, mengubah atau membongkar secara keseluruhan atau sebagian suatu bangunan; ii. Melakukan pekerjaan tanah untuk keperluan pekerjaanpekerjaan yang dimaksud pada butir 2.w.i. ff. Pekarangan adalah bagian yang kosong dari suatu persil/ kaveling/blok peruntukan bangunan. gg. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah pedoman rencana teknik, program tata bangunan dan lingkungan, serta pedoman pengendalian pelaksanaan yang umumnya meliputi suatu lingkungan/kawasan (urban design and development guidelines). hh. Ruang persiapan adalah ruang yang berhubungan dengan, dan berbatasan ke suatu panggung pada bangunan klas 9b yang dipergunakan untuk barang-barang dekorasi panggung, peralatan, ruang ganti, atau sejenisnya. ii. Rumah adalah bangunan yang terdiri atas ruangan atau gabungan ruangan yang borhubungan satu sama lain, yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. jj. Sambungan jaringan adalah penghubung antara sesuatu jaringan persil dengan jaringan saluran umum kota.

w. Jaringan saluran umum kota adalah jaringan sarana dan

5

kk. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang akan dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. ll. Tinghat Ketahanan Api (TKA), adalah tingkat ketahanan api yang dipersyaratakan pada bagian atau komponen bangunan sesuai ketentuan butir V.1.2 dalam ukuran waktu satuan menit, dengan kriteria-kriteria berurut yaitu aspek ketahanan struktural, integritas, dan insulasi. Contoh: TKA 90/-/60 berarti hanya terdapat persyaratan TKA untuk ketahanan struktural 90 menit dan insulasi 60 menit. mm. Tinggi bangunan adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah. I.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Pedoman Persyaratan Teknis Pembangunan Bangunan Gedung ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Aceh Besar, termasuk dalam rangka proses perijinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelaikan fungsi/keandalan bangunan gedung. 2. Tujuan Tujuan Pedoman Persyaratan Teknis ini bertujuan untuk dapat terwujudnya bangunan gedung sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis, yaitu Persyaratan Tata Bangunan dan lingkungan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur dan pengendalian dampak lingkungan, serta persyaratan keandalan bangunan. 2.1 Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan a. Peruntukan dan Intensitas: i. menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di Daerah yang bersangkutan, ii. menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, iii. menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan. b. Arsitektur dan Lingkungan: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. ii. menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya.

6

iii. menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. 2.2 Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung a. Strukfur Bangunan: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia. ii. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan. iii. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur. iv. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur. b. Ketahanan terhadap Kebakaran dan Petir: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran. ii. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehinga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga: (1) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman; (2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api; (3) dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya. c. Sarana Jalan Masuk dan Keluar: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya. ii. menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari cedera atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat iii. menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial. d. Transportasl dalam Gedung: i. menjamin tersedianya alat transportasi yang layak, aman, dan nyaman di dalam bangunan gedung. ii. menjamin tersedianya aksesibiltas bagi penyandang cacat khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial. e. Pencahayean Darurat, Tanda arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya: i. menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat; ii. menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat.

7

f.

Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi: i. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir; iii. menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya. g. Instalasi Gas: i. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup; iii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan secara baik. h. Sanitasi dalam Bangunan: i. menjam di dalam in tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi penghuni bangunan dan lingkungan; iii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik. i. Ventilasi dan Pengkondisian Udara: i. menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik. j. Pencahayaan: i. menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik. k. Kebisingan dan Getaran: i. menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara dan getaran yang tidak diinginkan; ii. menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.

8

II. PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNANII.1 PERUNTUKAN FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN 1. Peruntukan Lokasi 1.1 a Pembagian Zona

Zona I (Kawasan Kepadatan Rendah) Tempat-tempat dengan ketinggian rendah > 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan 200 4000 m. b. Zona II (Kawasan Kepadatan Tinggi) Tempat-tempat dengan ketinggian rendah > 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan > 4000 m. Permukiman dengan kepadatan tinggi. Kawasan Pengembangan (promoted development area) c. Zona III (Kawasan Kepadatan Sedang) Tempat-tempat dengan ketinggian rendah > 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan > 4000 m. Permukiman dengan kepadatan sedang 1.2. Zonafikasi Fisik Arahan

Bangunan gedung yang akan didirikan di Kecamatan dan dalam wilayah Kecamatan harus diselenggarakan sesuai dengan arahan peruntukan yang diatur dalam pembagian zona sebagai berikut: a. Kawasan Aquatic/Pesisir Terbangun Kepadatan Rendah (ZONA I):

i. ii. iii. iv.

Kecamatan Lhoknga : Naga Umbang, Lamboro Kueh, Lam Ateuk, Aneuk Paya, Lampaya dan Lamkruet. Kecamatan Pulo Aceh : Blang Situngkoh, Ulee Paya, Seurapong, Gugob, Alue Raya, Rinon, Melingge. Kecamatan Batussalam : Klieng Cot Aron, Miruk Lam Reudeup dan Klieng Meuria. Kecamatan Seulimum : Ayon, Bayu, Batee Lhee, Meunasah Tunong, Mangeu, Bak Seutui, Ujong Mesjid T. Abee, Lamkuk, Lamcarak, Lampante, Lamteuba Droi, Pulo Meurah, Lambada, Blang Tingkeum, Lam Apeng dan Ateuk. Kecamatan Lhong : Lamsujen, Umong Seuribee, Teungoh Geunteut dan Tunong Kruengkala. Kecamatan Darussalam : Limpok, Barabung, Tungkop dan Lam Keuneue.9

v. vi.

vii.

Kecamatan Darul Imarah : Lampeneurut. dan Bukit Meusara.

viii. Kota Jantho : Janto Makmur, Jantho Baru Desa, Janto, Weu ix.Kecamatan Krueng Barona Jaya : Meunasah Baktrieng, Lamgapang, Rumpet dan Lamreng.

b. Kawasan Terbangun Kepadatan Tinggi (ZONA II): i. ii. iii. iv.Kecamatan Lhoknga : Naga Umbang, Lamboro Kueh, Lam Ateuk, Aneuk Paya, Lampaya dan Lamkruet. Kecamatan Pulo Aceh : Blang Situngkoh, Ulee Paya, Seurapong, Gugob, Alue Raya, Rinon, Melingge. Kecamatan Batussalam : Klieng Cot Aron, Miruk Lam Reudeup dan Klieng Meuria. Kecamatan Seulimum : Ayon, Bayu, Batee Lhee, Meunasah Tunong, Mangeu, Bak Seutui, Ujong Mesjid T. Abee, Lamkuk, Lamcarak, Lampante, Lamteuba Droi, Pulo Meurah, Lambada, Blang Tingkeum, Lam Apeng dan Ateuk. Kecamatan Lhong : Lamsujen, Umong Seuribee, Teungoh Geunteut dan Tunong Kruengkala. Kecamatan Darussalam : Limpok, Barabung, Tungkop dan Lam Keuneue. Kecamatan Darul Imarah : Lampeneurut. dan Bukit Meusara.

v. vi. vii.

viii. Kota Jantho : Janto Makmur, Jantho Baru Desa, Janto, Weu ix.Kecamatan Krueng Barona Jaya : Meunasah Baktrieng, Lamgapang, Rumpet dan Lamreng.

c. Kawasan Terbangun Kepadatan Sedang (ZONA III):

i.

Kecamatan Lhoknga, meliputi Desa Lampaya, Weu Raya, Meunasah Karieng, Lamgaboh, Tanjong/Lamcok, Kueh, Nusa, Seubun Keutapang, Seubun Ayon, Lambaro Seubun, Meunasah Mesjid Lamlhom dan Meunasah Baro. Kecamatan Batussalam, meliputi Desa Lampineung, Lam Asan, Labui dan Lamujong.

ii.

10

iii. iv.

Kecamatan Masjid Raya, meliputi Desa Ie Seu Um. Kecamatan Seulimum, meliputi Desa Alue Gintong, Lhieb, Data, Gaseue, Keunaloi, Jawie, Buga, Pasar Seulimeum, Rabo, Lampisang Tunong, lAmpisang Teugoh, Lampisang Dayah, capeung Baroh, Capeung Dayah, Bak Aghu, Jeumpa, Pinto Khop, Kayee Adang, Seuneobok, Seulimeum, Gampong Raya. Lamjruen, Iboih TanTanjong, Iboih Tunong, Alue Rindang dan Meunasah Baro. Kecamatan Lhong, meliputi Desa Pudang Meunasah Cot, Monmata, Keutapang, Lamjuhang, Lamgeuriheu, Baroh, Geunteut dan Baroh Kruengkala. Kecamatan Peukan Bada, meliputi Desa Beuradeun, Keuneu Ue, Lampisang, Lam Rukam dan Gurah. Kecamatan Darussalam, meliputi Desa Lamboro angan dan Lamduroe.

v.

vi. vii.

2. Fungsi Bangunan a. Fungsi dan klasifikasi bangunan merupakan acuan untuk persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi intensitas banguanan arsitektur dan lingkungan, keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, maupun dari segi keserasian bangunan terhadap lingkungannya. b. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan yang bersifat sementara harus dengan mempertimbangkan tingkat permanensi, keamanan, pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, dan sanitasi yang memadai. c. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan. d. Fungsi bangunan dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus. e. Bangunan dengan fungsi hunian meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama hunian yang merupakan: i. Rumah tinggal tunggal ii. Rumah tinggal deret iii. Rumah tinggal susun iv. umah tinggal vila v. Rumah tinggal asrama f. Bangunan dengan fungsi usaha meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk: i. Bangunan perkantoran: perkantoran pemerintah, perkantoran niaga, dan sejenisnya. ii. Bangunan perdagangan: pasar, pertokoan, pusat perbelanjaan, mal, dan sejenisnya.

11

Bangunan Perhotelan/Penginapan: hotel, motel, hostel, penginapan, dan sejenisnya. iv. Bangunan Industri : industri kecil, industri sedang, industri besar/berat. v. Bangunan Terminal: stasiun kereta, terminal bus, terminal udara, halte bus, pelabuhan laut. vi. Bangunan Penyimpanan: gudang, gedung tempat parkir, dan sejenisnya. vii Bangunan Pariwisata: tempat rekreasi, bioskop, dan sejenisnya. g. Bangunan dengan fungsi umum, sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk : i. Bangunan pendidikan: sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan, sekolah tinggi/universitas. ii. Bangunan pelayanan kesehatan: puskesmas, poliklinik, rumah bersalin, rumah sakit klas A, B. & C, dan sejenisnya. iii. Bangunan peribadatan: mesjid, gereja, pura, kelenteng, dan vihara. iv. Bangunan kebudayaan : museum, gedung kesenian, dan sejenisnya h. Bangunan dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi, atau tingkat resiko bahaya tinggi : seperti bangunan kemiliteran, bangunan reaktor, dan sejenisnya. i. Dalam suatu persil, keveling, atau blok peruntukan dimungkinkan adanya fungsi campuran (mixed use), sepanjang sesuai dengan peruntukan lokasinya dan standar perencanaan lingkungan yang berlaku. j. Setiap bangunan gedung, selain terdiri dari ruang-ruang dengan fungsi utama, juga dilengkapi dengan ruang fungsi penunjang, serta dilengkapi pula dengan instalasi dan kelengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan, sesuai dengan persyatatan pokok yang diatur dalam Pedoman Teknis ini.

iii.

3. Klasifikasi Bangunan Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada bangunan. a. Klas 1 : Bangunan Hunian Biasa Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan: i. Klas 1a : bangunan hunian tunggal yang berupa: (1) satu rumah tunggal; atau (2) atu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masingmasing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house , villa, atau

12

b. c.

d.

e.

f.

g. termasuk:

ii. Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. Klas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. Klas 3:Bangunan hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk: i. rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau ii. bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau iii. bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau iv. panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau v. bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya. Klas 4: Bangunan Hunian Campuran Adalah tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan erupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut Klas 5: Bangunan kantor Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan klas 6, 7, 8, atau 9. Klas 6: Bangunan Perdagangan Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: i. ruang makan, kafe, restoran,; atau ii. ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau iii. tempat potong rambut /salon, tempat cuci umum; atau iv. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel. Klas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan,

i. tempat parkir umum; atau ii. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang. h. Klas 8: Bangunan Laboratorium/lndustri/Pabrik Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. i. Klas 9: Bangunan Umum adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

13

Klas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagianbagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; ii. Klas 9b: bangunan pertemuan, temmasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak temmasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. J. Klas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian: i. Klas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; ii. Klas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. k. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s/d 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai dengan peruntukannya l. Bangunan yang penggunaannya insidentil Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya. m. Klasifikasi jamak Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan: i. bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan b' laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya; ii. Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah; iii. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lift, ruang boiler atau sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak II .2 INTENSITAS BANGUNAN 1. Penentuan letak suatu daerah didasarkan tiga pertimbangan, yaitu ;

i.

a. Elevasi (e) muka tanah terhadap + 0,00 meter Low WaterSea (LWS) atau surut terendah. Elevasi terbagi dengan dalam tiga kelompok yaitu elevasi 0,00 sampai dengan kurang dari 5 meter LWS, elevasi 5 sampai dengan 15 meter LWS dan lebih dari 15 meter LWS. b. Jarak (j) dari garis pantai

14

Berdasarkan jarak yang diukur dari garis pantai, dapat dibagi atas tiga zone yaitu Zone I kurang dari 5 km, Zone II antara 5-20 km dan Zone III lebih dari 20 km. c. Zone gempa yang mungkin terjadi Berdasarkan zone gempa, untuk bangunan non rumah : zone gempa dapat terbagi dalam dua bagian yaitu Zone 3,4,5 dengan acceleration maksimum masing-masing 0,15g, 0,20 g, 0,25g dan Zone 6 dengan acceleration maksimum 0,3g. Untuk rumah tinggal zone gempa yang digunakan adalah Zone 6 dengan acceleration maksimum 0,3g. Nilai g sebesar 9,81 m2/detik. 2. Peruntukan, Fungsi dan Klasifikasi Bangunan a. Fungsi Lahan i. Zona 1 (1) Permukiman (a) Permukiman nelayan yang semula telah ada di zone ini tidak boleh diperluas, namun boleh ditingkatkan kualitasnya. (b) Kepadatan bangunan sangat rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung). (c) Untuk menempatkan permukiman nelayan dengan jumlah yang terbatas atau dibawah 31 orang/ha. Non Rumah Tinggal (a) Zone ini berfungsi untuk tambak, hutan bakau, rekreasi pantai,dan kawasan lindung pantai (dengan penanaman bakau, cemara, dan kelapa). (b) Sebagai zona untuk menempatan Tsunami Park Memorial Zone (TPMZ) yang berfungsi sebagai pusat wisata, pusat informasi, penelitian, dan pengembangan pengetahuan masyarakat tentang Tsunami. (c) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu listrik, BTS, dsb. ii. Zona 2 Permukiman (a) Permukiman dapat diperluas dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat. (b) Kepadatan permukiman sedang didukung bangunan tahan gempa. (c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (d) Untuk menempatkan permukiman dengan kepadatan tinggi atau 51 75 orang/ha (2) Non Rumah Tinggal (a) Lahan untuk fasilitas umum, sarana pemerintahan dan perdagangan skala kecamatan dan kota.

(2)

(1)

15

(b) Bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi semula didorong untuk dikembangkan, dengan insentif keringanan pajak, pengendalian harga tanah, serta kelengkapan dan kehandalan infrastruktur. Untuk menempatkan fasilitas komersial dengan jumlah yang sangat terbatas, seperti pasar untuk tingkat kota yang menjual sayur, ikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya dan pertokoan. (c) Untuk menempatkan perkantoran dan pelayanan umum dengan skala pelayanan tingkat perkotaan, misalnya kantor-kantor dinas, rental office, kantor pemerintahan, diklat, dsb. (d) Untuk menempatkan fasilitas untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi skala pelayanan di tingkat perkotaan, seperti SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. (e) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu listrik, BTS, dsb. (f) Untuk menempatkan berbagai utilitas perkotaan, seperti drainase pada setiap pinggir jalan.

iii. Zone 3 (1) Permukiman (a) Permukiman masih dimungkinkan diperluas dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat. (b) Kepadatan bangunan rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung). (c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (d) Untuk menempatkan permukiman dengan kepadatan rendah atau 31 50 orang/ha (2) Non Rumah Tinggal (a) Kepadatan bangunan rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung). (b) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (c) Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya terutama untuk daerah yang mempunyai radius < 20 Km dari garis pantai. (d) Untuk menempatkan industri-industri yang terkait dengan perikanan. (e) Untuk menempatkan fasilitas komersial dengan jumlah yang sangat terbatas, seperti pasar untuk tingkat

16

gampong yang menjual sayur, ikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. (f) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu listrik, BTS, dsb. (g) Untuk menempatkan berbagai utilitas perkotaan, seperti drainase pada setiap pinggir jalan. b. Bangunan Pada Kawasan Lindung (1) Perumahan dan Permukiman Pada kawasan ini tidak sesuai untuk lahan permukiman, permukiman khusus hanya untuk nelayan tidak boleh ada bangunan rumah tinggal. Untuk permukiman yang dari semula telah ada akan direlokasi ke kawasan budidaya. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Digunakan sebagai bangunan untuk sarana penelitian kelautan dan perikanan, keamanan, navigasi, konservasi, pertambakan dan perikanan, seperti tempat pendaratan ikan, pelelangan ikan, cool storage, stasiun bahan bakar nelayan (Krueng Raya). ii. Zone 2 dan Zone 3 (1) Perumahan dan Permukiman Di kawasan lindung tidak diperbolehkan ada bangunan rumah tinggal. Permukiman yang telah ada akan direlokasi ke kawasan budidaya. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Kawasan kepadatan sedang dipergunakan untuk keamanan dan mitigasi. c. Bangunan pada Kawasan Budidaya i. Zone 1 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang semula telah ada dengan kepadatan yang sangat rendah (dibawah 31 jiwa/ha) pada kawasan budidaya ini tidak boleh dikembangkan, diperluas atau ditambah baru. Permukiman yang ada hanya boleh ditingkatkan kualitasnya. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Bangunan non rumah tinggal yang berada di zone ini adalah untuk keperluan penelitian, konservasi, penempatan fasilitas untuk pelabuhan dan pembangkit energi, dan bangunan-bangunan untuk pengawasan pantai. ii. Zone 2 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang ada pada kawasan lindung di kawasan kepadatan tinggi tidak boleh dikembangkan, diperluas, atau ditambah baru hingga kawasan lindung (76-100

i. Zone 1

17

jiwa/ha). Permukiman yang ada hanya boleh ditingkatkan kualitasnya. (2) Bangunan non rumah tinggal Bangunan untuk tujuan fasilitas pendidikan, kesehatan, ibadah, perdagangan, sosial dan pemerintahan skala kecamatan dan kota. iii. Zone 3 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang ada tidak boleh dikembangkan/ diperluas/ ditambah baru, hanya boleh ditingkatkan kualitasnya dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Untuk bangunan komersial skala rumah tangga, pendidikan, sosial dan budaya, untuk keamanan, pemeliharaan tambak, bangunan air, bangunan pompa, gardu pembangkit energi, terbatas untuk kebutuhan di tingkat desa. d. Klasifikasi Bangunan i. adalah (1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan : (a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa : (i) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau (ii) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau (b) Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. (2) Klas 9, Bangunan Umum adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu : (a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; (b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar Zone 1 Klasifikasi bangunan yang diperbolehkan berada pada zone ini

18

atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis. Tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. (3) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian : (a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; (b) Klas l0b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. ii. Zone 2 (1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan : (a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa : (i) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau (ii) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau (b) Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. (2) Klas 2, Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. (3) Klas 3, Bangunan hunian di luar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk : (a) rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau (b) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau (c) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau (d) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau (e) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawankaryawannya. (4) Klas 4, Bangunan Hunian Campuran, adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut. (5) Klas 5, Bangunan kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8, atau 9.

19

(6) Klas 6, Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko

(a)

(a)

atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: ruang makan, kafe, restoran; atau (b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau (c) tempat potong rambut/ salon, tempat cuci umum; atau (d) pasar, ruang penjualan. ruang pamer, atau bengkel. (7) Klas 7, Bangunan Penyimpanan/ Gudang adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk : tempat parkir umum; atau (b) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang. (8) Klas 8, Bangunan Laboratorium/ Industri/ Pabrik, adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. (9) Klas 9, Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu : (a) Klas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; (b) Klas 9b: Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. (10) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian(a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan

: garasi pribadi, carport, atau sejenisnya;(b) Klas l0b : struktur yang berupa-pagar, tonggak, antena,

dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. iii. Zone 3 (1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan : (a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa (i) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau (ii) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan

20

suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau (b) Klas 1b : rumah asrama/ kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. (2) Klas 2, Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. (3) Klas 6, Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: (a) ruang makan, kafe, restoran; atau (b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau (c) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau (d) pasar, ruang penjualan. ruang pamer, atau bengkel. (4) Klas 8, Bangunan Laboratorium/ Industri/ Pabrik, adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. (5) Klas 9, Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu : (a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; (b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis. Tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. (6) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian : (a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; (b) Klas l0b : struktur yang berupa-pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

3. Luas Bangunan a. Luas hunian untuk setiap orang

21

Luas hunian untuk setiap orang di setiap zone adalah sama. Kebutuhan ruang perorang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah, meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Kebutuhan ruang per orang minimal adalah 9 m2. b. Luas Lahan per Unit Bangunan i. Permukiman Luas lahan per unit bangunan untuk setiap zone adalah sama. Kebutuhan luas kapling minimum untuk rumah yang dihuni oleh 3-4 orang adalah 90 m2; dengan lebar kavling miniumum 6 m. Kebutuhan luas kapling didasarkan atas: (1) kebutuhan luas hunian, (2) keamanan, (3) kebutuhan kesehatan dan kenyamanan yang meliputi aspek pencahayaan, penghawaan, suhu udara dan kelembaban dalam ruangan serta pertimbangan pada kondisi tertentu dimungkinkan memenuhi standar ruang internasional (12 m2 per orang). ii. Bangunan Non Rumah Tinggal Luas kavling minimum bangunan non-rumah tinggal menyesuaikan standar kebutuhan masing-masing klas bangunan. c. Luas lantai bawah bangunan terhadap luas kavling lahan (KDB) i. Zone 1 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu maksimum 40%. ii. Zone 2 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu 60%-80%. Koefisien ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. iii. Zone 3 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah rendah yaitu maksimum 60%. Koefisien ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. d. Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling bangunan (KLB) i. Zone 1 Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk zone ini adalah rendah, yang disesuaikan dengan

22

persyaratan building envelop lahan, perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai bangunan rumah tinggal tertinggi adalah 1 lantai hingga 2 lantai, sedangkan untuk bangunan non rumah tinggal menyesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan. Bangunan-bangunan yang diperuntukkan sebagai escape facilities minimal 3 lantai. ii. Zone 2 Koefisien lantai bangunan untuk zone ini adalah sedang yang disesuaikan dengan persyaratan selubung bangunan, perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai bangunan > 4 lantai kecuali untuk ruang < 5 Km jumlah lantai maksimal 4 lantai pada tingkat kepadatan sedang. Jumlah lantai bangunan > 4 lantai pada tingkat kepadatan tinggi. iii. Zone 3 Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk zone ini adalah rendah yang disesuaikan dengan persyaratan building envelop lahan, perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai baik rumah tinggal mau pun non rumah tinggal maksimal 3 lantai. Bangunan-bangunan yang diperuntukkan sebagai escape facilities minimal 2 lantai e. Luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman terhadap luas lahan satu cluster permukiman. i. Zone 1. Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman adalah sangat rendah. Ii. Zone 2. Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman adalah rendah. iii. Zone 3. Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman adalah sangat rendah. iv. Zone 4. Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman adalah tinggi f. Ketinggian maksimum bangunan Ketinggian maksimum bangunan yang ditetapkan adalah 12 meter. Ketinggian maksimum bangunan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i. Terhadap Keamanan Ketinggian bangunan harus disesuaikan dengan sistem struktur dan bahan konstruksi yang digunakan, ketahanan terhadap bahaya gempa dan aman terhadap jalur penerbangan sesuai ketentuan yang berlaku ii. Terhadap Keselamatan

23

Didasarkan atas kualitas konstruksi dan bahan bangunan yang dapat menjamin keamanan penghuninya terhadap bahaya kebakaran (waktu untuk menyelamatkan diri sebelum runtuh) sesuai ketentuan yang berlaku. iii. Terhadap Kesehatan Ketinggian minimum bangunan terkait dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit minimum = 2.80 m agar terjadi sirkulasi udara yang cukup dan kontinyu, ruangan mendapat cukup cahaya langsung dan merata, struktur atap, persyaratan kemiringan atap untuk bahan penutup atap dan model atap (flat/ perisai/ pelana/ dsb), kecuali bangunan yang dindingnya terbuka termasuk lantai panggung. iv. Terhadap Daya Dukung Lingkungan Jumlah lantai bangunan dan koefisien lantai bangunan menyesuaikan Peraturan Daerah/ Qanun Ijin Mendirikan Bangunan dan/atau RDTRK/ RTRK/ RTBL setempat. Untuk bangunan peruntukan dan konstruksi khusus dengan tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan serta disesuaikan dengan jarak terhadap as jalan yang berdekatan dan selubung bangunan. 4. Garis Sempadan Bangunan a. Garis Sepadan Bangunan Berdasarkan Ukuran Daerah Milik Jalan (Damija)

i.

Jalan Arteri, yaitu minimum sebesar 10 meter dari batas Damija, meliputi jalan yang mnghubungkan kota-kota dipulau Sumatra antar provinsi dan dikabupaten Aceh Besar melalui perbatasan kabupaten pidie dan kabupaten Aceh Besar serta pelabuhan Malahayati ke kot a Aceh Besar. ii. Jalan Kolektor, yaitu minimum 8 meter dari batas Damija meliputi jalan yang menghubungkan kota seulimeum ke kota kemala (kabupaten Sigli) melalui kota Jantho, dengan kota lhoong, kota Jantho dengan Lamno, kota Krueng Raya dengan kota Seulimuem dan Kota Krueng Raya dengan kota Sigli ( Ibukota kabupaten Sigli ). iii. Jalan Lokal/Lingkungan, yaitu minimum sebesar 4 meter dari batas Damija meliputi jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan dan antar desa. iv. Jalan-jalan kampung dan lorong yaitu minimum sebesar 4 meter dari batas Damija, kecuali jalan setapak dan gang kebakaran b. Garis sempadan bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan kavling besar, kavling sedang dan kavling kecil.Rumah tinggal dan non rumah tinggal: i. Kavling besar ( > 450 m)U U

(1).

Sempadan muka minimum 8 m

24

(2). (3).

Sempadan samping minimum 4 m Sempadan belakang 5 minimumU U

ii. Kavling sedang ( > 200m) (1). Sempadan muka minimum 5 m (2). Sempadan samping minimum 3 m (3). Sempadan belakang minimum 3 m iii. Kavling kecil ( > 90 m2) (1). Sempadan samping minimum 2 m (2). Sempadan muka minimum 3 mU U

c. Garis sempadan bangunan terhadap batas-batas persil/kavling sendiri dan lingkungannya.i. Rumah tinggal : (1). Persil kecil minimal 1 m jika atap samping tanpa teritisan dan 1,5 m jika atap samping menggunakan teritisan (2). Persil sedang dan besar minimal 2 m (3). Bangunan dengan tinggi < 8 m = 3 m (4). Bangunan dengan tinggi > 8 m = 1/2 tinggi bangunan dikurangi 1m (5). Jarak massa/blok bangunan satu lantai minimum 4 m Non rumah tinggal (1). Jarak massa/blok bangunan dengan bangunan sekitarnya minimum 6 m dan 3 m dengan batas kapling (2). Jarak dengan batas persil minimum 4 m (3). Bangunan berdampingan tidak sama tinggi, jarak minimum antar bangunan = {( tinggi bangunan A + tinggi bangunan B) /2} -1 meter.U U

ii.

d. Garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalannya (arteri, kolektor, lokal) Garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalannya berlaku untuk semua zone. i. Jalan Lokal Sekunder (1) Jalan Setapak (a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 2 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 1,20 meter. (c) Lebar bahu jalan minimum 0,25 meter. (d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah: - Rumah berlantai 2 = 2,75 meter. - Rumah berlantai 1 = 1,75 meter. (2) Jalan Kendaraan (a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 3,50 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 3 meter. (c) Lebar bahu jalan minimum 0,50 meter. (d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah: - Rumah berlantai 2 = 2,75 meter. - Rumah berlantai 1 = 1,75 meter. ii. Jalan Lokal Sekunder II

25

(a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 5 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 4,50 meter. (c) Lebar bahu jalan minimum 0,50 meter. (d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah: - Rumah berlantai 2 = 3,50 meter. - Rumah berlantai 1 = 2,50 meter. iii. Jalan Kolektor Sekunder (a) Jalan ini mempunyai lebar badan jalan minimal 7 meter. (b) Lebar perkersan jalan minimal 5 meter. (c Lebar bahu jalan minimum 0,50 meter. (d) Garis sempadan bangunan terhadap jalan ini minimum sesuai dengan Peraturan Daerah setempat adalah: - Rumah berlantai 2 = 4,50 meter. - Rumah berlantai 1 = 3,50 meter. e. Garis sempadan bangunan terhadap jalan rel, jaringan listrik tegangan tinggi. i. Berdasarkan SK Menteri Perhubungan yang disesuaikan dengan kondisi NAD, Berdasarkan PUIL 2000 (jarak ke kiri dan kanan dari tegangan tinggi (70 KV ke atas) sejauh 25 m) ii. Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk, kecuali jika jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan belakang untuk umum. iii. Sesuai dengan ketentuan yang berkaitan dengan perencanaan penyediaan listrik, mengacu pada : (1) SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah Kelistrikan-Bab 601: Pembangkitan, Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik-Umum (2) SNI 04-8287.602-2002 tentang Istilah Kelistrikan-Bab 602: Pembangkitan (3) SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah Kelistrikan-bab603: Pembangkitan Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik-Perencanaan dan Manajemen Sistem Tenaga Listrik. a. Garis sempadan bangunan pada kawasan pinggir sungai berdasarkan klas (lebar) sungainya. Garis sempadan bangunan pada kawasan pinggir sungai berdasarkan klas (lebar) sungainya adalah sama untuk semua zone yaitu: i. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan minimal 50 m dari luar kaki tanggul. ii. Sungai bertanggul kawasan perkotaan minimal 10 hingga 15 meter dari pinggir sungai, iii. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan untuk sungai besar (luas daerah pengaliran > 500 Km2) dan sungai kecil (luas daerah pengaliran < 500 Km2) ditentukan setiap ruas berdasarkan perhitungan teknis luar daerah pengaliran atau 20 100 meter.

26

iv. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan kedalaman < 3 m, minimal 10 meter dari tepi sungai, kedalaman 3 20 m minimal 15 m dari tepi sungai, kedalaman > 20 m minimal 30 m dari tepi sungai. v. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan. (1) Sungai yang bertangggul di luar kawasan perkotaan mempunyai garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai. (3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk peningkatan fungsi tanggul harus dibebaskan. vi. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan. (1) Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan mempunyai garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai. (3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk peningkatan fungsi tanggul harus dibebaskan. vii. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan. Macam sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah sebagai berikut : (1) Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih. Penetapan garis sempadan untuk sungai ini dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan. (2) Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ini sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. viii. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan. (1) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. (2) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. (3) Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.

27

ix. Sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan (1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan kontruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai. (2) Segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan. g. Garis sempadan bangunan pada kawasan pesisir, lahan peresapan air, dan kawasan lindung lainnya. i. Zone 1 Minimal jarak dari bibir pantai 1.000 m, kecuali bangunan non-rumah tinggal sesuai dengan standar dan peraturan daerah setempat atau Garis sempadan pantai yang meliputi daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi kearah darat ii. Zone 2 dan Zone 3 Tidak menggusur RTH dan di luar kawasan lindung yang ditetapkan masing-masing daerah. h. Garis sempadan bangunan pada tepi danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang-surut air laut Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam keputusan Presiden R.I. Nomor: 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Qanun tentang RTRW Aceh Besar No.3 Th. 2003 sebagai berikut : i. Garis sempadan pantai, rawa dan tambak, serta sungai yang tidak bertanggul yaitu sebesar 20 100 meter, kecuali pada kawasan yang sangat diperlukan bagi kepentingan umum. ii. Tidak menggusur RTH dan di luar kawasan lindung yang ditetapkan masing-masing daerah iii. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. iv. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 200 meter di sekitar mata air. v. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau. i. Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota. i. Zone 1 Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter. Jaringan drainase mengacu pada ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku. ii. Zone 2 dan Zone 3

28

Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota pada zone 3 dan zone 4, sekurang-kurangnya (minimal) = jarak sempadan bangunan terhadap pagar kavling 5. Tata Letak Bangunan

a. Bentuk tatanan bangunan dalam satu lingkungan pada arsitektur

b.

c.

d.

e.

tradisional NAD dan arsitektur lainnya yang ada. Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah air tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan. Penambahan ruang maupun membangun rumah baru termasuk bagi anak perempuan yang telah menikah/ untuk perempuan yang merupakan keturunan dari wanita yang sama/ lainnya harus mengikuti standar yang berlaku . Khusus untuk Zona Kawasan Aquatic hingga Kawasan Sedang, tidak diperkenankan menambah ruang maupun membangun rumah baru termasuk bagi anak perempuan yang telah menikah/ untuk perempuan yang merupakan keturunan dari wanita yang sama. Orientasi tatanan permukiman terhadap kaidah agama, tradisi, topografi, orientasi matahari, arah angin, pola jalan, sungai dan elemen-elemen alam dan buatan lain yang membentuknya. Posisi jalan utama lurus memanjang dari utara ke selatan, diikuti dengan gang-gang kecil (lorong). Bangunan rumah berbanjar dalam arah yang sama timur-barat untuk menghindari angin kencang timur-barat dan agar rumah menghadap kiblat. Satu lingkungan perumahan perlu dilengkapi meunasah, sebagai tempat bersosialisasi warga. Pembangunan sebaiknya dimulai pada hari baik bulan Kamariah (Arab); pada tanggal tengak dari bulan naik (tanggal 1-15) dengan upacara pernyejuk (peusijuk) oleh imam (teungku meunasah). Sumur dapat digunakan bersama; sumur/ KM di bagian belakang rumah dan sumur untuk minum di bagian depan rumah.

29

III. ARSITEKTUR DAN LINGKUNGANIII.1 . ARSITEKTUR BANGUNAN

1. Pengertian Umum Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langitlangit adalah 2.80 meter. Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat, dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Kebutuhan luas per jiwa b. Kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK) c. Kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK) d. Kebutuhan luas lahan per unit bangunanTabel 1. 1: Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan untuk Rumah Sederhana Sehat Standar per Luas untuk 3 (m2) jiwa Luas untuk 4 (m2) jiwa 2 Jiwa (m ) Unit Lahan (L) Unit Lahan (L) ruma Mini Efekti Ideal ruma Mini Efekti Ideal h h m f m f (Ambang batas) 21,6 60,0 72-90 200 28,8 60,0 72-90 200 7,2 (Indonesia) 27,0 60,0 72-90 200 36,0 60,0 72-90 200 9,0 (International) 36,0 60,0 48,0 60,0 12,0

Berdasarkan KEPMENKIMPRASWIL No 403/2002, rumah standar sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Luas kapling ideal, dalam arti memenuhi kebutuhan luas lahan untuk bangunan sederhana sehat baik sebelum maupun setelah dikembangkan. Secara garis besar perhitungan luas bangunan tempat tinggal dan luas kapling ideal yang memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan dan kenyamanan bangunan seperti berikut; kebutuhan ruang minimal menurut perhitungan dengan ukuran Standar Minimal adalah 9 m2, atau standar ambang dengan angka 7,2 m2 per orang .

30

Gambar 1.1 Luas Bangunan Rumah Sederhana Sehat dan Luas Lahan Efektif Diperhitungkan terhadap Kebutuhan Ruang Minimal dan Koordinasi Modular sehingga dicapai luas lahan efektif antara 72 m2 sampai dengan 90 m2 dengan variasi lebar dan muka lahan yang berbeda. 2. Kebutuhan Jumlah Pengembangan Ruang Untuk Satu Bangunan. Berikut ini kriteria standar kebutuhan minimal rumah mengacu dari Konsepsi Rumah Sederhana Sehat : a. memiliki ruang paling sederhana yaitu sebuah ruang tertutup dan sebuah ruang terbuka beratap dan fasilitas MCK. b. memiliki bentuk atap dengan mengantisipasi adanya perubahan yang akan dilakukan yaitu dengan memberi atap pada ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang serba guna. c. Bentuk generik atap selain pelana, dapat berbentuk lain (limasan, kerucut, dll) sesuai dengan tuntutan daerah, bila ada. d. Penghawaan dan pencahayaan alami pada rumah menggunakan bukaan yang memungkinkan sirkulasi silang udara dan masuknya sinar matahari. e. Kebutuhan standar minimal ruang tersebut memberi peluang pada penghuni untuk dapat mengembangkan ruang sesuai dengan kebutuhannya, tanpa perlu melakukan pembongkaran bagian-bagian bangunan secara besar-besaran. Ruang -ruang yang perlu disediakan untuk satu rumah inti sekurangkurangnya terdiri dari : a 1 ruang tidur yang memenuhi persyaratan keamanan dengan bagian-bagiannya tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki pencahayaan yang cukup dan terlindung dari cuaca. Bagian ini merupakan ruang yang utuh sesuai dengan fungsi utamanya. b. 1 ruang serbaguna merupakan kelengkapan rumah dimana di dalamnya dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Ruang ini terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga merupakan ruang terbuka namun masih memenuhi persyaratan minimal untuk menjalankan fungsi awal dalam sebuah rumah sebelum dikembangkan. c. 1 kamar mandi/ kakus/ cuci merupakan bagian dari ruang servis yang sangat menentukan apakah rumah tersebut dapat berfungsi atau tidak, khususnya untuk kegiatan mandi cuci dan kakus.

31

Ketiga ruang tersebut diatas merupakan ruang-ruang minimal yang harus dipenuhi sebagai standar minimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar, selain itu sebagai cikal bakal rumah sederhana sehat. Konsepsi cikal bakal dalam hal ini diwujudkan sebagai suatu Rumah Inti yang dapat tumbuh menjadi rumah sempurna yang memenuhi standar kenyamanan, keamanan, serta kesehatan penghuni, sehingga menjadi rumah sederhana sehat. Ukuran pembagian ruang dalam rumah tersebut berdasarkan pada satuan ukuran modular dan standar internasional untuk ruang gerak/ kegiatan manusia. Sehingga diperoleh ukuran ruang-ruang dalam RIT-1 adalah sebagai berikut:: i.. Ruang Tidur : 3,00 m x 3,00 m ii. Serbaguna : 3,00 m x 3,00 m iii. Kamar mandi/kakus/cuci : 1,20 m x 1,50 m 3. Tampilan Arsitektur Bercirikan Lokalitas dan Tradisi Setempat a. Pemakaian ornamentasi budaya lokal Aceh Besar dapat berupa tektonika atau ragam hias dengan pola tumbuhan atau pola geometri Arsitektur Islam. b. Bentuk atap bisa pelana, perisai, atap datar, atau pun variasinya. c. Arah hadap (depan bangunan) disesuaikan dengan konfigurasi jalan. Bila jalan membujur utara selatan, maka depan bangunan menghadap barat dan timur. d. Kakus sedapat mungkin tidak menghadap barat timur (menghadap membelakangi kiblat) e. Penyelesaian pada setiap bagian bangunan diupayakan agar mudah dalam perawatan dan pembersihan sebagai cerminan pola hidup bersih dan sehat masyarakat Aceh Besar. f. Pemakaian warna untuk seluruh bagian bangunan disesuaikan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya agar lebih serasi secara visual. Warna yang umum dipakai untuk material dari beton adalah putih, krim, dan beberapa warna lainnya seperti hijau, coklat, biru, dan pastel. Untuk material lain seperti kayu, warnanya lebih bervariasi, sekali pun didominasi oleh warna coklat dan putih. Tampilan arsitektur tampang bangunan salah satunya dengan adanya ragam hias ornamen bermotif flora. Gambar 2.2 dan 2.3 dibawah ini menunjukkan tampan g rumah Aceh yang sarat ornamen.

32

Gambar 1.2 Tampak Depan Rumah Aceh Rumah Aceh tradisional merupakan bangunan yang didirikan di atas tiang-tiang bundar yang terbuat dari kayu yang kuat, dengan bentuk bangun denah persegi panjang. Jumlah tiang ada yang 20 dan 24 batang dengan diameter lebih kurang 33 cm, jarak antara tiang dengan tiang dalam satu deret lebih kurang dua setengah meter. Tinggi bangunan sampai batas lantai lebih kurang dua setengah meter, sedangkan tinggi keseluruhan bangunan lebih kurang lima meter. Tiang-tiang itu tidak ditanam ke dalam tanah, tetapi didirikan di atas pondasi batu kali, batu inipun tidak ditanam dalam tanah tapi diletakkan di atas tanah. Pada bagian tengah masing-masing tiang dibuat dua lubang. Tiangtiang itu dihubungkan antara satu dengan lainnya dengan kayu-kayu balok yang dimasukkan ke dalam lubanglubang tiang tersebut.

Gambar 1.3 Tampak Samping Rumah Aceh Pemakaian ornamentasi budaya lokal Aceh diarahkan menuju digunakannya ragam hias tumbuhan ataupun pola geometri ragam hias arsitektur Islam dalam tampilan bangunan rumah tinggal. Pola struktur yang digunakan adalah rumah panggung khas Aceh dengan bentuk atap pelana atau variannya. Arah hadap bangunan disesuaikan dengan budaya Aceh yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islami, sebagai contoh orientasi bangunan dan bujur bangunan rumah tinggal dinyatakan melalui arah hadap kiblat. Sedangkan untuk bangunan meunasah, arah bujur bangunan adalah utara-selatan. Orientasi bangunan meunasah dan bangunan rumah tinggal perlu dibedakan dengan pemahaman bahwa perlu dibedakan antara fungsi bangunan dan penanda kawasan gampong (desa). Pola bukaan pintu yang memberikan orientasi langkah kaki pada saat masuk atau keluar rumah dan perletakan WC yang sedapat mungkin tidak menghadap barat-timur karena akan menghadap atau membelakangi kiblat. Penyelesaian pada setiap bangunan diupayakan agar agar mudah dalam perawatan dan pembersihan sebagai cerminan pola hidup bersih dan sehat masyarakat Aceh.

33

Pemilihan warna untuk tampilan bangunan disesuaikan dengan adat Aceh yang juga dijiwai oleh kaidah-kaidah agama Islam. 4. Tampilan Arsitektur pada Rehabilitasi Bangunan, dan terhadap Bangunan disekitarnya. Rehabilitasi tampilan arsitektur pada rumah tinggal dan bangunan gedung sedapat mungkin diselaraskan dengan tampilan arsitektur di sekitarnya untuk keserasian lingkungan, seperti pada penggunaan warna, pemakaian bahan/material, tekstur, dan penggunaan ornamen. Rehabilitasi tampilan bangunan tidak diperbolehkan sampai melanggar garis sempadan bangunan 5. Tampilan Arsitektur pada Rekonstruksi Bangunan, dan terhadap Bangunan disekitarnya. Tampilan bangunan untuk rekonstruksi diarahkan sedapat mungkin menggunakan Arsitektur Islam yang telah disesuaikan dengan budaya Aceh Besar. Namun demikian, bukan berarti masyarakat dilarang untuk membuat inovasi tampilan bangunan, melainkan diarahkan untuk memperkaya ragam hias pada tampilan. Merekonstruksi yang berarti membangun kembali bangunan yang rusak akibat gempa tsunami dilakukan dengan kaidah-kaidah sesuai budaya lokal . Gambar di bawah ini merupakan salah satu ilustrasi dari bangunan untuk rekonstruksi.

Gambar 1.4. Ilustrasi Bangunan untuk Rekonstruksi Dari gambar tampilan bangunan di atas terlihat bahwa tampilan bangunan rekonstruksi diarahkan pada sebuah konsep preservasi dan konservasi yang didasarkan atas kaidah arsitektur Islami dengan landasan budaya Aceh. Namun demikian, upaya untuk mengembangkan tampilan bangunan beserta inovasi dan daya kreasi masyarakat, tidak dibatasi, melainkan diarahkan menuju sebuah konsep berupa pengayaan ragam hias Aceh pada tampilan34

bangunan. Ragam hias pada bangunan-bangunan Aceh pada dasarnya terdiri dari ragam hias yang berhubungan dengan lingkungan alam seperti : flora, fauna, awan, bintang dan bulan. Beberapa ragam hias, tampil sebagai hiasan semata-mata, namun beberapa ragam hias, sebagaimana ragam hias bintang dan bulan menunjukkan simbol ke-Islaman, ragam hias awan berarak (awan meucanek) menunjukkan lambang kesuburan dan motif tali berpintal (taloe meuputa) menunjukkan simbol bagi ikatan persaudaraan yang kuat untuk masyarakat Aceh. Diharapkan melalui upaya untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi pengayaan ragam hias pada tampilan bangunan dapat tercipta keseimbangan antara nilainilai sosial budaya Aceh terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa. 6. Tampilan Arsitektur Bangunan terhadap Keserasian Lingkungannya. a. Untuk bangunan bangunan Meunasah, arah bujur bangunan adalah utara-selatan. b. Arah bujur bangunan rumah tinggal dan meunasah perlu dibedakan untuk membedakan fungsi bangunan dan penanda kawasan gampong. c. Pada bagian depan rumah (yang berbatasan dengan jalan), disediakan lahan yang cukup sebagai ruang terbuka hijau. Jenis tanaman yang ditanam dapat berupa tanaman hias (seperti jenis bunga-bungaan) , tanaman peneduh (seperti Angsana,) , dan tanaman produktif (seperti belimbing, jambu, mangga, dan tanaman produktif lainnya. 7. Penerapan Tampilan Arsitektur Tradisional/Lokal terhadap Bangunan Modern. Pemakaian ragam hias tradisional pada bagian-bagian tertentu dari bangunan, seperti kolom, pintu dan jendela, sebagian dinding dan sebagainya yang sifatnya ornamentasi tempelan, namun demikian harus memperhatikan makna setiap ornamentasi yang diambil agar sesuai dengan penempatannya. Bangunan tradisional atau rumah panggung di Aceh Besar dapat juga dibuat dengan teknologi konstruksi, bahan dan material yang lebih modern, tanpa meninggalkan kaidah tata ruang di dalamnya. Misalnya konstruksi panggung bisa berupa kontsruksi beton atau pun baja. Menurut Hamid Shirvani, non measurable criteria dalam rancang kota terdiri dari access, compability, view, identity, sense dan livability. Di antara kriteria tersebut yang berkaitan dengan wujud bangunan adalah : Compability; yaitu kesesuaian bangunan ditinjau dari karakter fasade, bentuk dan tata letak massa. View; adalah kejelasan struktur fisik sebagai orientasi

35

Identity; adalah ciri khas bangunan berdasarkan nilai arsitektural yang menjadikan bangunan bisa dipahami secara visual

Gambar 1.5 Ilustrasi Penerapan Tampilan Arsitektur Tradisional/Lokal terhadap Bangunan Rekonstruksi Ciri khas bangunan berdasarkan nilai arsitektural yang menjadikan bangunan bisa dipahami secara visual (identity), kesesuaian bangunan ditinjau dari karakter fasade, bentuk dan tata letak massa (compatibility) serta kejelasan struktur fisik sebagai orientasi (view) diterapkan melalui pemakaian ragam hias tradisional pada bagianbagian tertentu dari bangunan, seperti kolom, pintu dan jendela sebagian dinding dan sebagainya yang bersifat ornamentasi, diarahkan untuk dapat menampillkan makna setiap ornamentasi yang diambil agar sesuai dengan penempatannya. Bangunan rumah tinggal dengan konsep tradisional budaya Aceh dapat dibuat dengan teknologi konstruksi bahan dan material yang lebih modern. 8. Tata Urutan Ruang-ruang berdasarkan Kedekatan Fungsi Ruang

Gambar 1.6 Ilustrasi Tata Ruang Rumah Tinggal Rekonstruksi

36

a. Untuk Rumah Tinggal : i. Teras depan sebagai perwujudan serambi depan, berhubungan langsung dengan ruang tamu dan atau ruang keluarga ii. Ruang privat (kamar tidur) diletakkan berdampingan dengan ruang keluarga iii. Ruang servis diletakkan pada bagian belakang bangunan, bisa sebagai bagian dari rumah induk maupun dibangun terpisah secara struktural. iv. Jika rumah induk akan dikembangkan, sedapat mungkin diupayakan untuk menambah ruang privat (kamar tidur) yang mampu mewadahi privasi angggota keluarga khusus (orang tua, kaum wanita, pengantin baru) b. Untuk bangunan gedung : i. Bagian depan bangunan sebagai perwujudan serambi depan, biasanya digunakan sebagai ruang publik. ii. Ruang-ruang inti dan ruang pendukung lainnya disesuaikan dengan fungsi bangunan 9. Tata Letak Ruang-ruang pada Bangunan yang bercirikan Budaya Lokal. a. Pada rumah tinggal : i. Terdapat ruang serbaguna yang sifatnya semi privat yang dapat dipakai untuk berbagai aktifitas bersama seperti ruang santai keluarga, sholat berjamaah, acara adat. ii. Terdapat ruang serbaguna yang sifatnya semi publik yang dapat dipakai untuk berbagai aktifitas seperti menerima tamu, ruang tidur tamu. b. Pada bangunan gedung : i Tata letak ruang sangat tergantung dari fungsi bangunan dimana untuk setiap fungsi bangunan memilki hirarki yang khas. ii. Untuk memberikan nuansa budaya lokal (Aceh Besar), maka perlu diperhatikan pola pemisahan antar ruang sehingga tidak menimbulkan kecenderungan terjadinya hubungan yang dilarang antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim. iii. Batas-batas ruang yang masif dan personal dibutuhkan untuk ruang-ruang yang memerlukan privasi tinggi seperti ruang kepala, ruang pertemuan dan sejenisnya.

37

Gambar 1.7 Tampak/potongan Rumah Tradisional Aceh ilustrasi di atas memberikan gambaran tentang pemisahan yang jelas dan tegas antara ruang serbaguna dengan ruang privat (ruang tidur) untuk orang tua dan kaum wanita. Ruang serbaguna yang bersifat semi privat digunakan sebagai ruang tempat beraktivitas bersama, seperti bersantai, shalat dan berjamaah dan acara-acara adat. Ruang serbaguna yang bersifat semi publik dapat pula dipakai untuk berbagai aktivitas seperti menerima tamu dan pula sebagai ruang tidur tamu. 10. Tata Letak dan Jarak Ruang-ruang pada Bangunan Utama terhadap Bangunan-bangunan Penunjangnya (termasuk bangunan utilitas, sanitasi (MCK), dll.), pada Arsitektur Lokal dan Lingkungan Bangunan Lainnya. a. Untuk rumah tinggal : i. Pada rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu, kamar mandi/kakus terpisah dengan bangunan induk rumah, dimana terletak di belakang rumah induk dengan jarak yang cukup aman dari sumur. Ruang kamar mandi/wc bisa diibuat menyatu dalam rumah jika bangunan utama atau ruang kamar mandi/kakus terbuat dari dari beton dan bata. ii. Sedangkan untuk rumah yang terletak di atas tanah (modern/bukan panggung), permanen atau pun semi permanen, ruang untuk KM/WC diletakkan menyatu dengan bangunan induk. iii. Pada bangunan dari bahan kayu, dapur dapat dibuat di luar rumah induk dan terpisah secara struktural, melihat tingkat bahayanya terhadap kebakaran. Pada bangunan dengan material beton, penempatan dapur disesuaikan dengan selera pemilik bangunan. iv. Perluasan bangunan rumah induk, jika sifatnya semi permanen maka sebaiknya terpisah secara struktural, untuk mencegah kerusakan parah pada saat gempa akibat sambungan struktur lama dan struktur baru yang tidak rigid. v. Untuk mengantisipasi keamanan struktur, maka pada saat awal pembuatan rumah induk, sudah dipikirkan bentuk perluasan yang memungkinkan di masa mendatang, terutama terhadap jarak bangunan dengan batas lahan dan bangunan tetangga, dengan memperhatikan KDB. b. Untuk bangunan gedung : i. Bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, termasuk di dalamnya bangunan utilitas, yang dibutuhkan untuk menjaga dan menjamin

38

ii.

iii. iv.

v.

keamanan, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan pengguna bangunan gedung Bangunan-bangunan penunjang bangunan, termasuk di dalamnya prasarana-prasarana pendukung bangunan harus direncanakan secara terintegrasi dengan sistem prasarana lingkungan sekitar Sarana dan prasarana pendukung harus menjamin bahwa pemanfaatan bangunan tersebut tidak mengganggu bangunan gedung lain dan lingkungan sekitarnya Bangunan gedung harus direncanakan dan dirancang sebaikbaiknya sehingga dapat menjamin fungsi bangunan juga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh semua orang, termasuk penyandang cacat dan warga usia lanjut. Perluasan bangunan induk, jika sifatnya semi permanen maka sebaiknya terpisah secara struktural, untuk mencegah kerusakan parah pada saat gempa akibat sambungan struktur lama dan struktur baru yang tidak rigid. Untuk mengantisipasi keamanan struktur, maka pada saat awal pembuatan bangunan, sudah dipikirkan bentuk perluasan yang memungkinkan di masa mendatang, terutama terhadap jarak bangunan dengan batas lahan dan bangunan tetangga.

Gambar 1.8 Perspektif Rumah Tradisional Aceh Pada gambar perspektif di atas menunjukkan letak rumah induk yang terpisah dari kamar mandi. KM/WC terletak di belakang rumah induk dengan jarak yang cukup aman dari sumur. Dapur dapat dibuat di dalam rumah induk, tetapi juga bisa dibangun terpisah secara struktural. Perluasan bangunan rumah induk, jika sifatnya semi permanen maka sebaiknya terpisah secara struktural, untuk mencegah kerusakan parah pada saat gempa akibat sambungan struktur lama dan struktur baru yang tidak rigid. 11. Tatanan Ruang Dalam dan Pengembangannya terhadap Struktur Bangunan yang ada. a. Secara umum struktur bangunan utama (yang merupakan wadah kegiatan utama dalam rumah) harus mempunyai daya tahan terhadap gempa.

39

b. Jika akan merubah tatanan ruang, maka yang dapat dimodifikasi adalah bagian yang bukan merupakan struktur utama, melainkan bagian pengisi (non struktural) misalnya partisi di dalam bangunan. c. Jika bangunan rumah akan diperluas, maka struktur perluasan rumah dapat terpisah (tidak rigid dengan bangunan lama) atapun menyatu (rigid) dengan bangunan lama. Yang harus diperhatikan adalah metoda sambungan antar bagian struktur bangunan lama dan baru. d. Jika bangunan akan diperluas dengan bahan dan sistem struktur yang berbeda, maka struktur banguan baru harus dipisah dari struktur bangunan yang lama. e. Jika bangunan akan diperluas dengan bahan dan pola struktur yang sama dengan bangunan lama, maka dapat dibuat menyatu dengan metoda sambungan yang tepat. 12. Pengaturan Tata Letak Ruang-ruang Dalam Satu Bangunan terhadap Pekarangan/halaman Bangunan dengan mempertimbangkan Keselarasan, Keserasian, Keseimbangan dengan Lingkungannya. a. Untuk kapling yang luas, bangunan dibangun tidak berhimpit dengan batas lahan, melainkan pada tengah lahan sehingga masih memungkinkan untuk dikembangkan. b. Untuk kapling kecil, ditentukan garis sempadan bangunan depan dan belakang, sedangkan samping bangunan diijinkan berimpit dengan bangunan tetangga tetapi terpisah secara struktural. c. Batas depan dan belakang bangunan harus mengikuti aturan garis sempadan yang berlaku dimana sangat bergantung pada lebar jalan yang ada di depannya. d. Bagian lahan yang tidak terdapat bangunan harus disisakan untuk ruang terbuka hijau dan areal limpasan air hujan. e. Ruang-ruang di dalam bangunan harus cukup mendapat penerangan dan penghawaan alami, sehingga posisi ruang dalam selalu berhubungan dengan ruang luar di sekitarnya dalam jarak yang cukup untuk menjamin kecukupan pencahayaan dan penghawaan alami. 13. Penggunaan Jenis-jenis Material Bangunan berdasarkan Klasifikasi Bangunannya

a. Pada bangunan rumah induk, struktur utama harus tahan gempa dengan variasi bahan berupa beton bertulang atau kayu kelas kuat yang memadai. Disarankan untuk menghindari pemakaian bahan logam yang mudah berkarat (corosive material) pada daerah pantai yang dekat dengan laut. b. Pemakaian bahan konstruksi baja dan besi diperkenankan dengan syarat memenuhi satandar konstruksi tahan gempa.

40

c. Sedangkan untuk bagian pengisi non struktural (dinding luar, penyekat ruang) dapat memakai bahan lainnya seperti papan, batu bata, batako, sesek dan sebagainya. d. Khusus untuk bahan fibercement, asbes, calsiboard, disaranakan u