bbm

36
BBM A. LATAR BELAKANG KEBIJAKAN SUBSIDI BBM Istilah subsidi sudah tidak asing lagi bagi kita, bahwasanya subsidi menurut bahasa berarti tunjangan. Jadi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah bayaran yang harus dilakukan oleh pemerintah pada Pertamina dalam simulasi di mana pendapatan yang diperoleh Pertamina dari tugas menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa subsidi dilakukan untuk membantu warga negara yang kurang mampu, namun kenyataannya disalahgunakan oleh kalangan kelas menengah ke atas. Hal ini menyebabkan subsidi BBM salah sasaran dalam penyaluran, karena subsidi yang tujuannya diberikan untuk kelompok yang kurang mampu tapi ternyata lebih banyak dinikmati oleh golongan masyarakat kelas atas. Masalah subsidi BBM bukan hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga sosial-ekonomi kesejahteraan dan politik hak-hak warga negara dalam pembangunan. Awan Santosa, dalam paparan ‘Dimensi Kerakyatan dalam Subsidi BBM’ menekankan masalah subsidi BBM berkisar tiga hal, yaitu tekanan ekonomi RAPBN, peningkatan konsumsi karena subsidi, dan masalah keadilan distribusi. Selama ketiga masalah itu belum tersentuh, sulit penyelesaian nasional

Upload: nodaipaibo-rocken

Post on 19-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BBM

A.LATAR BELAKANGKEBIJAKAN SUBSIDIBBMIstilah subsidi sudah tidak asing lagi bagi kita, bahwasanya subsidi menurut bahasa berarti tunjangan. Jadi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah bayaran yang harus dilakukan oleh pemerintah pada Pertamina dalam simulasi di mana pendapatan yang diperoleh Pertamina dari tugas menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa subsidi dilakukan untuk membantu warga negara yang kurang mampu, namun kenyataannya disalahgunakan oleh kalangan kelas menengah ke atas. Hal ini menyebabkan subsidi BBM salah sasaran dalam penyaluran, karena subsidi yang tujuannya diberikan untuk kelompok yang kurang mampu tapi ternyata lebih banyak dinikmati oleh golongan masyarakat kelas atas.Masalah subsidi BBM bukan hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga sosial-ekonomi kesejahteraan dan politik hak-hak warga negara dalam pembangunan. Awan Santosa, dalam paparan Dimensi Kerakyatan dalam Subsidi BBM menekankan masalah subsidi BBM berkisar tiga hal, yaitu tekanan ekonomi RAPBN, peningkatan konsumsi karena subsidi, dan masalah keadilan distribusi. Selama ketiga masalah itu belum tersentuh, sulit penyelesaian nasional kita dapatkan. Permasalahan ini harus dikembalikan pada bangunan ekonomi Indonesia, sebagai mana disepakati, sumberdaya penting dikuasai negera dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, atau negara kesejahteraan. Dimensi kerakyatan dalam hal ini penting ditekankan dalam pengelolaan sumberdaya energi oleh negara terkandung dalam bumi Indonesia.Seperti yang kita ketahui BBM atau Bahan Bakar Minyak merupakan salah satu komoditas yang sangat berpengaruh dalam perekonomian di negara kita, karena setiap kenaikan ataupun penurunan harga BBM akan mempengaruhi harga-harga lain yang berkaitan seperti, harga-harga bahan kebutuhan pokok,dll. Sejak negara kita beralih dari negara pengekspor minyak menjadi negara pengimpor minyak, yang disebabkan karena semakin berkurangnya tingkat produksi minyak di Indonesia kita harus selalu memikirkan solusi bagaimana cara mengatasi masalah bila terjadi inflasi akibat naiknya harga minyak dunia. Biasanya faktor yang mempengaruhi naiknya harga BBM di Indonesia tidak lain karena naiknya harga minyak dunia yang disebabkan oleh ;Berkurangnya jumlah produksi minyak yang disebabkan oleh negara produsenminyakJumlah permintaan yang terlalu banyak dari konsumen yang melebihi jumlah produksi yang dihasilkanKurangnya kemampuan OPEC dalam menstabilkan harga minyak duniaMenipisnya jumlah persediaan minyakInvasi Amerika Serikat ke Irak yang menyebabkan supply minyak mengalami penurunan.

Dan kini di tahun 2012 harga minyak dunia pun kembali naik, sehingga pemerintah tidak dapat menjual BBM dengan harga sama kepada masyarakat karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi minyak menjadi lebih tinggi dan dapat memperburuk perekonomian di negara kita. Akibat dari faktor-faktor tersebut memaksa pemerintah mengambil langkah untuk menaikkan harga BBM, namun untuk mengatasi masalah melonjaknya kenaikan BBM setiap tahunnya dan untuk mengurangi keluhan masyarakat atas naiknya harga BBM pemerintah telah mengeluarkan kebijakan subsidi BBM. Subsidi BBM adalah suatu kewajiban pemerintah untuk membayar kepada pertamina jika pendapatan yang diterima oleh pertamina sebagai penyedia BBM lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Kebijakan subsidi BBM sebenarnya dilakukan untuk mengurangi beban APBN yang berdampak langsung pada perkembangan perekonomian di negara kita.Namun dengan kenaikan BBM yang diperkirakan sekitar Rp.1500/liter ditahun ini yang ditetapkan pemerintah akan memberikan dampak tekanan pada IHK (Indeks Harga Konsumen) sekitar 2,4 % dan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 %, sedangkan inflasi 6-7 % dari proyeksi 5,5 %.Jika dicermati secara seksama, ada hal yang sangat ironis dalam pengalokasian APBN, yakni belanja birokrasi semakin tahun semakin membengkak dan bahkan dalam kurun waktu 7 tahun (2005-2012) terjadi kenaikan hingga 400 persen. Pada tahun 2005, belanja birokrasi dalam APBN sebesar Rp187 triliun dan terus membengkak dari tahun ke tahun menjadi Rp733 triliun pada APBN 2012. Pantas dan adilkah jika subsidi BBM yang dirasakan oleh ratusan juta rakyat dan dengan nilai yang juga tidak terlalu besar dihapus sementara belanja birokrasi terus membengkak angka-angka ini makin mencengangkan bila ditilik dari jumlah aparat birokrasi Indonesia yang hanya 4,6 juta aparat. "Artinya setiap satu orang aparat birokrasi mendapatkan porsi belanja dari APBN sebesar lebih dari 150 juta rupiah per tahun Apabila dibandingkan dengan nilai subsidi BBM yang dialokasikan dalam APBN untuk kurun waktu yang sama, yakni dari 2005 hingga 2012, kenaikan untuk subsidi itu hanya sebesar 29 persen. Pada 2005, alokasi APBN untuk subsidi BBM adalah Rp95,6 triliun dan pada tahun 2012, alokasi itu menjadi sebesar Rp123,6 triliun. Dari perbandingan dua pos anggaran dalam APBN tersebut, menurut dia, terjadi ketimpangan luar biasa antara belanja birokrasi dengan subsidi BBM, yakni subsidi BBM untuk ratusan juta rakyat Indonesia nilainya hanya hanya 17 persen saja dari total belanja birokrasi 2012.Sesuai dengan Permen ESDM No. 12/2012 dan Permen ESDM No. 1/2013 tentangPengendalian BBM Bersubsidi, Pertamina juga telah menyediakan lebih banyak outlet BBM non subsidi. Hingga saat ini terdapat 3.137 outlet Pertamax dan 591 outlet Pertamax Plus, 1.005 outlet Pertamina Dex curah maupun kemasan, 365 outlet Solar non Subsidi dan 107 Mobile Agent Solar non subsidi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia..B.KAJIAN TEORI SUBSIDI BBMa)Pengertian dan Jenis SubsidiSubsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen atau konsumen agar barang atau jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah dengan jumlah yang dapat dibeli masyarakat lebih banyak (Susilo, 1999). Besarnya subsidi yang diberikan biasanya tetap untuk setiap unit barang. Dengan adanya subsidi diharapkan oleh pemerintah harga barang menjadi lebih rendah (Handoko dan Patriadi, 2005). Pemerintah di sini menanggung sebagian dari biaya produksi dan pemasaran. Pada hakekatnya subsidi diberikan untuk membantu golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah, bukan untuk golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi lebih tinggi (Susilo, 2004).Subsidi adalah suatu bentuk bantuan keuangan (financial assistance), yang biasanya dibayar oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga harga, atau untuk mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis, atau untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya (www.indoforum.org). Istilah subsidi dapat juga digunakan untuk bantuan yang dibayar oleh nonpemerintah, seperti individu atau institusi non-pemerintah. Namun, ini lebih sering disebut derma atau sumbangan (http://en.wikipedia.org).Dalam Sistem Kapitalisme, subsidi merupakan salah satu instrumen pengendalian tidak langsung. Dalam Sistem Kapitalisme terdapat dua macam pengendalian ekonomi oleh pemerintah, yaitu pengendalian langsung dan tidak langsung. Pengendalian langsung adalah kebijakan yang bekerja dengan mengabaikan mekanisme pasar, contohnya embargo perdagangan dan penetapan harga tertinggi suatu barang. Adapun pengendalian tidak langsung adalah kebijakan yang bekerja melalui mekanisme pasar, misalnya penetapan tarif serta segala macam pajak dan subsidi (Grossman, 1995).

b)Efek Positif SubsidiKebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut, misalnya pendidikan dan teknologi tinggi.

c)Efek Negatif SubsidiSecara umum efek negatif subsidi adalah:1.Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi.2.Subsidi menyebabkan distorsi harga.3.Menurut Basri (2002:249), subsidi yang tidak transparan dan tidak welltargeted akan mengakibatkan :Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian.Subsidi menciptakan suatu inefisiensi.Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak.

d)Bahan Bakar Minyak (BBM)Bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting. Menurut Muin (1998 : 146) pengertian dari bahan bakar yaitu segala sesuatu yang dapat dibakar. Bahan-bahan yang dapat dibakar misalnya: kertas, kayu, kain, minyak tanah, bensin, gas, batu bara dan lain-lain.Minyak adalah bahan bakar lain yang ditemukan dalam batuan bumi. Minyak terbuat dari makhluk laut kecil yang hidup jutaan tahun lampau. Ketika makhluk hidup itu mati, ia terbenam di dasar laut dan terkubur dalam pasir dan lumpur. Jutaan tahun kemudian, sisa-sisa makhluk hidup tersebut berubah menjadi tetes-tetes minyak. Bahan bakar minyak atau BBM adalah salah satu jenis bahan bakar. Menurut Muin (1998 : 153) jenis bahan bakar ada tiga, yaitu :1.Bahan bakar padat (solid fuel), contoh : kayu, batu bara, kokas dan lain-lain.2.Bahan bakar cair (liquid fuel), contoh : bensin, minyak tanah dan minyak bakar.3.Bahan bakar gas (gasues fuel), contoh : gas methan, gas LNG, gas LPG dan lain-lain.Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya, pemerintah bersama DPR menetapkan harga BBM setelah memperhatikan biaya-biaya pokok penyediaan BBM yang diberikan PERTAMINA serta tingkat kemampuan (willingness to pay) masyarakat. Belakangan, dalam upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan perkembangan harga BBM internasional, dikeluarkan Keputusan Presiden yang memungkinkan PERTAMINA untuk secara berkala menyesuaikan harga BBM sesuai perkembangan MOPS (Middle Oil Platts, Singapore). Namun, mekanisme penyesuaian harga otomatis tersebut tidak terus dapat dipertahankan.

C.ANALISIS KEBIJAKANSUBSIDIBBM (ANALYSIS COST AND BENEFIT)Indonesia menggunakan mekanisme subsidi guna menekan harga eceran bahan bakar sejak 1967 (Dillon et al., 2008). Pada era 1980-an, ketika produksi minyak Indonesia lebih tinggi dibanding saat ini, subsidi bahan bakar lebih terjangkau, meskipun hal ini banyak menuai kritik karena subsidi energi menganggu sistem perekonomian secara keseluruhan.Ketika harga minyak dunia meningkat pada 2005, pemerintah menghabiskan 24 persen dari pengeluaran totalnya untuk subsidi, dan, dari jumlah tersebut, 90 persennya dihabiskan untuk produk-produk bahan bakar (World Bank, 2007). Guna mengurangi pengeluarannya, pemerintah meningkatkan harga minyak tanah, bensin dan diesel di dalam negeri dua kali dalam kurun enam bulan pada 2005. Peningkatan harga pertama kali dilakukan pada Maret sebesar 29 persen (untuk harga bahan bakar), sementara yang kedua pada Oktober sebesar 114 persen (World Bank, 2007). Produksi minyak mentah Indonesia menurun sejak 1998 seiring menuanya umur sumur-sumur minyak terbesar di Indonesia. Pada 2004 Indonesia menjadi net importir minyak dan tidak lama setelah itu pemerintah menangguhkan keanggotaannya di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC Organization of Petroleum Exporting Countries) (EIA, 2011). Pada 2011, badan pengatur minyak dan gas bumi sektor hulu, BP Migas, memperkirakan cadangan minyak potensial dan terbukti hanya akan bertahan sampai 12 tahun, sedangkan untuk gas alam hanya bertahan sampai 46 tahun (BP Migas, 2011).Pemerintah Indonesia menyubsidi dua dari empat bahan bakar utama di sektor transportasi Indonesia. Harga bahan bakar jenis Premium dan Solar dipatok di bawah harga pasar oleh pemerintah dan hanya berubah sesekali saja tanpa jangka waktu yang teratur. Premium dan Solar didistribusikan oleh Perusahaan Minyak Nasional (Pertamina), sedangkan bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi, yakni Pertamax dan Pertamax Plus (atau produk yang setara), disediakan oleh Pertamina dan beberapa perusahaan multinasional dengan harga yang disesuaikan secara berkala dengan perkembangan harga minyak internasional (sebagai contoh, Pertamina biasanya memperbarui harga Pertamax dua kali dalam tiap bulan). Saat ini, Pemerintah tidak lagi mensubsidi bahan bakar untuk sektor industri.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 mengalokasikan sebesar Rp202 Triliun, atau US$22 miliar, untuk subdisi bahan bakar dan listrik. Jumlah ini lebih tinggi daripada anggaran untuk pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan sosial secara keseluruhan. Anggaran yang direncanakan untuk 2013 memperkirakan bahwa anggaran untuk subsidi energi akan membengkak mencapai Rp275 Triliun (US$20 miliar), atau 24 persen dari total pengeluaran yang direncanakan oleh pemerintah pusat.

EKSTERNAL ENVIRONMENTa.CompetitionHarga bahan bakar fosil yang rendah karena direkayasa membuat sumber energi alternatif sulit untuk bersaing secara komersial. Sumber alternatif ini memang terlihat memiliki kelebihan dari sudut pandang ekonomi dan lingkungan, namun terpaksa harus kalah karena subsidi yang diberikan kepada sumber energi pesaingnya. Oleh karena itu, subsidi dapat menghambat perkembangan teknologi baru yang lebih menjanjikan daripada teknologi yang ada saat ini.Harga bahan bakar di Indonesia termasuk salah satu yang termurah di dunia. Negara-negara lain dengan harga yang paling rendah adalah negara-negara pengekspor minyak. Di antara negara-negara anggota ASEAN, Indonesia adalah negara dengan harga bahan bakar bersubsidi yang paling murah. Meskipun Premium adalah bahan bakar yang paling rendah kualitasnya (RON 88), Premium adalah jenis bahan bakar minyak yang paling banyak dikonsumsi oleh banyak masyarakat di Indonesia.

b.Change(pertambahan SDM dan Jumlah kendaraan)Ketergantungan konsumsi energi nasional yang sangat besar terhadap BBM (sekitar 70 persen) merupakan akar penyakit subsidi BBM. Dibandingkan minyak bumi, gas bumi dan batubara adalah sumber daya energi yang banyak terkandung di Tanah Air. Potensi panas bumi Indonesia terbesar di dunia potensi energi terbarukan pun cukup besar. Pemanfaatan mereka sangat rendah. Diversifikasi energi secara konsisten mesti dilakukan untuk menurunkan ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap BBM. Substitusi terhadap BBM perlu diupayakan di berbagai pemakaian, misalnya pembangkitan listrik. Pangsa penggunaan sumber-sumber energi non-BBM seperti gas bumi, batubara dan panas bumi (geothermal) mesti diperbesar, untuk mengurangi konsumsi BBM yang semakin tinggi di Indonesia.Konsumsi BBM tumbuh pesat di Tanah Air, mencapai sekitar 60 juta liter setahun. Peningkatan konsumsi BBM tidak diikuti produksi minyak mentah dalam negeri. Sebagian minyak mentah harus diimpor. Penambahan kapasitas kilang hampir tidak dilakukan. Sebagai akibatnya impor BBM meningkat. Peningkatan impor BBM dan minyak mentah melonjakkan biaya pengadaan dan subsidi BBM.Permintaan bahan bakar minyak dalam negeri berbanding terbalik dengan harga BBM dalam negeri. Artinya, penurunan permintaan BBM dalam negeri tidak terlepas dari kenaikan harga BBM dalam negeri, dan sebaliknya kenaikan permintaan BBM karena turun atau stabilnya harga BBM dalam negeri. Akan tetapi selain faktor harga, kenaikan permintaan BBM juga diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain :1.Bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor baik roda 4, bis, truk maupun roda 2 setiap tahunnya. Sampai dengan saat ini jumlah kendaraan bermotor di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 20 juta yang 60% adalah sepeda motor sedangkan pertumbuhan populasi untuk mobil sekitar 3-4% dan sepeda motor lebih dari 4% per tahun (data dari Departemen Perhubungan). Menurut data tersebut pertumbuhan pasar penjualan kendaraan baru untuk roda 4 naik hampir 25 % pada tahun 2003. Sedangkan pertumbuhan pasar penjualan sepeda motor naik hampir 35 % pada tahun 2003.2.Pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi, sebagai akibat dari penggunaan BBM (seperti minyak tanah) yang semakin tinggi pula.3.Penambahan mesin-mesin industri bagi pihak perusahaan (terutama pihak swasta).4.Energi pembangkit listrik yang baru dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).5.Dan faktor-faktor lainnya seperti terjadi penyalahgunaan BBM pada sektor industri dan pertambangan.

c.Presure(Tekanan kelompok pendukung dan penekan)Yaitu tekanan ekonomi RAPBN, peningkatan konsumsi karena subsidi, dan masalah keadilan distribusi.Mereka yang setuju umumnya lebih m e n g e d e p a n k a n rasionalitas ekonomi pasar bahwa subsidi BBM akan semakin membebani ekonomi, menimbulkan pemborosan dan inefisiensi dan kontraksi ekonomi, sehingga peran negara dalam intervensi ekonomi perlu dikurangi untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Sementara, mereka yang tidak setuju lebih menggunakan pendekatan kesejahteraan, melihat dampak pengurangan subsidi terhadap merosotnya kesejahteraan rakyat. Pengurangan peran negara dalam intervensi ekonomi, khususnya pengurangan subsidi terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, dilihan akan memicu munculnya berbagai masalah sosial, mengingat peningkatan kesejahteraan rakyat tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada bekerjanya ekonomi pasar tetapi hal itu sangat tergantung dari peran atau intervensi negara. Mereka yang pertama lebih pro-ekonomi pasar, sedangkan mereka yang kedua lebih pro-kesejahteraan.

INTERNAL ENVIRONMENTa.EmploymentPenguasaan tampuk produksi strategis oleh orang-seorang ini memungkinkan akumulasi kekayaan oleh segelintir orang, sementara kebanyakan yang lainnya tertinggal dalam kesusahan. Derajat ketimpangan meningkat, di mana indeks gini tahun 1999 yang sebesar 0,31 menjadi sebesar 0,37 pada tahun 2009. Pada tahun yang sama BPS merilis bahwa 40% penduduk dengan pendapatan terendah hanya menikmati 21,22% total pendapatan, sedangkan 20% penduduk dengan pendapatan tertinggi menikmati 41,24% total pendapatanSudah begitu, taraf kesejahteraan sebagian warga bangsa masih berada di titik yang sungguh memprihatinkan. BPS mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia dengan tingkat pendapatan di bawah Rp. 7000,- per orang per hari pada tahun 2010 adalah sebanyak 31,02 juta atau 13,33% dari penduduk keseluruhan. Dengan ukuran kemiskinan Bank Dunia maka nilai tersebut akan menjadi hampir 3 kali lipatnya.Ketimpangan struktur penguasaan faktor produksi akan selalu berimplikasi pada ketimpangan akses konsumsi. Akan selalu terjadi orang kaya yang mendominasi konsumsi terhadap barang-barang dan jasa publik, baik bandara, jalan tol, kepolisian, perbankan, anggaran negara, bahkan termasuk keberadaan pemerintahan itu sendiri. Tanpa merunut pada akar ketimpangan akibat penguasaan tampuk produksi kolektif oleh orang-seorang ini maka berbagaitreatmentkonsumsi BBM terhadap masyarakat tidak selalu dapat dibenarkan.b.ResourceSesuai dengan Peraturan Presiden RI No.5/2006 tentang kebijakan energi nasional (KEN) maka pemanfaatan minyak bumi harus ditekan dari 51,6% saat ini menjadi hanya 20% pada tahun 2025. Sementara itu peranan dari gas bumi, batubara, energi baru dan terbarukan (EBT) harus ditingkatkan. Selanjutnya diamanatkan pula padablue printpengelolaan energi nasional (BP-PEN) bahwa peranan dari EBT, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin harus menjadi >5% terhadap total konsumsi energi nasional pada tahun 2025. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi kita untuk memanfaatkan EBT yang sumbernya cukup berlimpah di tanah air khususnya tenaga surya dan tenaga angin. Radiasi surya (matahari) hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dengan nilai insolasi rata-rata sekitar 4,5 kWh/m2/hari, sedangkan tenaga angin banyak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur dengan hal ini merupakan sumber energi.c.SocialDalam Pasal 33 ayat (2) disebutkan jelas bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sementara pada ayat (3) disebutkan bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Minyak dan gas sebagai barang publik (common property) maka idealnya berlaku kepemilikan bersama (common ownership), sehingga setiap orang memiliki aksesi terhadap sumber daya tersebut (Shadr, 2007 dan Baidhawy, 2007).d.PoliticPolitik demokrasi memberikan jaminan kepastian bekerjanya hak-hak warga negara dalam pembangunan. Dalam kasus kebijakan subsidi BBM hal ini penting dijadikan pijakan untuk memberikan jaminan kepastian bekerjanya sistem ekonomi dan sekaligus pemenuhan hak kesejahteraan penduduk. Demokrasi tidak menolak liberalisme ekonomi. Kepentingan individual dan hak-hak melekat padanya, sebagaimana ditekankan dalam ekonomi liberal, diakui dalam demokrasi. Demokrasi menekankan kebebasan setiap warga negara dalam berusaha untuk mengejar kepentingan ekonomi dan sekaligus mengakui hak-hak penduduk dalam kehidupan politik dan sosial-ekonomi. Penggunaan kebebasan dan hak-hak dasar ini diakui dan dijamin dalam demokrasi, sebagai fondasi penting bagi bekerjanya sistem politik demokrasi.e.LawKebijakan Pemerintah tentu dasar hukumnya, apabila dilanggar oleh Pemerintah akan ada konsekuensinya.Begitu juga harga BBM bersubsidi yang diatur dalam UU No, 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Pasal yang terpenting yang berkaitan dengan BBM bersubsidi adalah Pasal 7 ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut :Pasal 7

(1) Subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas cair(liquefied petroleum gas(LPG) tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2012 direncanakan sebesar Rp123.599.674.000.000,00 (seratus dua puluh tiga triliun lima ratus sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh empat juta rupiah), dengan volume BBM jenis tertentu sebanyak 40.000.000 KL (empat puluh juta kiloliter).

(2) Dari volume BBM jenis tertentu sebanyak 40.000.000 KL (empat puluh juta kiloliter) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebanyak 2.500.000 KL (dua juta lima ratus ribu kiloliter) BBM jenis premium tidak dicairkan anggarannya dan akan dievaluasi realisasinya dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012.

(3) Dalam hal hasil evaluasi volume BBM jenis premium sebanyak 2.500.000 KL (dua juta lima ratus ribu kiloliter) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihemat dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, anggaran dari penghematan volume BBM jenis premium tersebut akan dialihkan untuk belanja infrastruktur, pendidikan, dan cadangan risiko fiskal dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012.

(4) Pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas(LPG)) tabung 3 (tiga) kilogram dalam Tahun Anggaran 2012 dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

(5) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) untuk perhitungan subsidi BBM jenis tertentu sebesar 5% (lima persen).

(6) Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.

Dengan demikian Pasal 7 ayat 6 jelas UU No. 22 Tahun 2011 menyatakan bahwa Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.Apabila Pasal 7 ayat 6 ini tidak dicabut, maka Pemerintah tidak mempunyai dasar hukum untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp 4,500 menjadi Rp 6,000 pada 1 April 2012 ini. Karena UU dibuat oleh Pemerintah dan DPR maka perubahan UU pun atau revisi UU harus melalui pengesahan antara DPR dan Pemerintah.

COST AND BENEFIT (ANALISIS EKONOMI)Apakah subsidi menguntungkan rakyat miskin?Data dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar manfaat subsidi justru dinikmati oleh golongan berpendapatan tinggi (golongan atas atau mampu). Karena subsidi bahan bakar dijalankan berdasarkan hitungan liter, dan tidak didasarkan pada perbedaan penghasilan, maka kalangan yang paling banyak menggunakan bahan bakarlah yang paling mendapatkan manfaat paling banyak dari subsidi. Konsumen energi terbesar adalah masyarakat golongan atas dan masyarakat di daerah perkotaan.Dengan menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2009, World Bank (2011) menunjukkan bahwa keperluan rumah tangga dan pribadi mengkonsumi sepertiga dari total subsidi BBM. Dua pertiga sisanya tersalur ke penggunaan transportasi komersial dan kegiatan usaha tersebut juga menemukan bahwa kalangan masyarakat atas yang berpenghasilan tinggi mengkonsumsi 84 persen bensin bersubsidi, dengan sepersepuluh kalangan terkaya mengkonsumsi hampir 40 persen dari total BBM bersubsidi. Sebaliknya, sepersepuluh kalangan termiskin tercatat hanya mengkonsumsi kurang dari 1 persen total BBM bersubsidi. Analisis lebih mendalam atas data survei sektor rumah-tangga juga menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga kalangan miskin dan hampir miskin (didefiniskan sebagai sepersepuluh dari lima terbawah) tidak mengkonsumsi bensin sama sekali.

a.EfektivitasPemerintah Indonesia menyubsidi BBM dan listrik agar harga energi dapat dijangkau, khususnya oleh kalangan berpendapatan rendah (Kementerian Keuangan, 2010b). Subsidi energi ditujukan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat melalui dua cara. Dampak langsungnya adalah, dengan mengeluarkan biaya lebih sedikit untuk BBM, masyarakat akan memiliki sisa pendapatan yang lebih besar untuk keperluan lain. Sementara itu, dampak tidak langsung penerapan subsidi energi adalah lebih murahnya biaya barang dan jasa yang dapat dibeli oleh masyarakat karena subsidi menekan biaya-biaya energi yang harus dikeluarkan produsen, distributor, dan penyedia layanan.

b.Negatif ImpactSubsidi BBM dapat mempengaruhi ekonomi melalui beberapa cara. Dampak yang sudah terlihat adalah beban pada anggaran negara. Selain itu, masih ada pula dampak-dampak penting lain yang sifatnya lebih sulit untuk diketahui. Dengan merakayasa harga energi supaya lebih murah, subsidi mendorong terjadinya konsumsi berlebihan dan penggunaan yang tidak efisien. Harga yang lebih rendah juga mempengaruhi keputusan penanaman modal, karena hal tersebut menghambat diversifikasi energi dan mengurangi insentif bagi para pemasok energi untuk membangun infrastruktur baru. Dampak penting ekonomi dari pengadaan subsidi bahan bakar dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.Peningkatan impor energiKonsumsi energi bersubsidi secara berlebihan mengakibatkan peningkatan permintaan BBM impor dan pengurangan jumlah energi yang diproduksi secara domestik yang ditujukan untuk ekspor. Oleh karena itu, subsidi dapat merusak keseimbangan neraca pembayaran dan meningkatkan ketergantungan suatu negara terhadap impor energi (Mourougane, 2010).Jurang lebar antara harga BBM bersubsidi dan non-subsidi mendorong konsumen untuk beralih dari BBM non-subsidi Pertamina, atau Pertamax (kadar oktan 92), ke Premium (kadar oktan 88). Pada kuartal pertama 2011, pemerintah melaporkan bahwa penjualan bahan bakar bersubsidi telah melampaui kuota rata-rata 7 persen, sementara penjualan Pertamax merosot hingga kurang-lebih 11 persen (The Jakarta Post, 2011a; 2011b; Kontan, 2011). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan bahwa kuota 38,5 juta kiloliter Premium pada 2011 akan melebihi hingga 3,5 juta kiloliter (Jakarta Post, 2011c). Kilang minyak Pertamina hanya mampu menghasilkan 10,58 juta kiloliter Premium per tahun, dan, oleh sebab itu, kebutuhan sisanya harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Detik Finance, 2011).

Ketidakstabilan harga minyak dan pembiayaan negaraSubsidi yang besar untuk minyak impor membuat posisi fiskal Indonesia amat rapuh terhadap perubahan harga energi dunia. Ketika harga minyak internasional naik secara drastis, sebagaimana terjadi pada 2008, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM yang dapat mempersulit keadaan politik dalam negeri dan mengakibatkan inflasi mendadak atau menaikkan anggaran subsidi, yang dapat mengakibatkan lumpuhnya perekonomian. Jika pemerintah memilih untuk mempertahankan subsidi pada saat harga minyak sedang tinggi, pemerintah harus mencari tambahan hutang, atau memoton pengeluaran untuk program lain.Pasar minyak internasional yang tidak stabil dan ketidakpastian akan kebutuhan pembiayaan pemerintah dapat menaikkan biaya pinjaman pemerintah, yang akhirnya akan menambah jumlah hutang yang harus dibayar di masa mendatang (World Bank, 2011). Memangkas pengeluaran di bidang infrastruktur, kesehatan, atau pendidikan juga akan mengakibatkan dampak negatif jangka panjang terhadap pembangunan dan daya saing ekonomi secara keseluruhan.Mengelola dampak fiskal dari fluktuasi harga minyak dunia adalah tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini.Pada awal 2012, harga minyak mencapai lebih dari US$100 per barel, padahal anggaran negara pada tahun yang sama menetapkan asumsi harga minyak mentah sebesar US$90 per barel. Saat ini pemerintah menanggung subsidi yang lebih besar dibandingkan apa yang semula dianggarkan untuk tahun anggaran 2012.

Penanaman modalBagi para pemasok energi, seperti fasilitas pengilangan minyak atau pembangkit listrik, harga rendah yang ditentukan oleh pemerintah sama artinya dengan pengurangan insentif untuk melakukan penanaman modal baru. Hal ini tidak lain dikarenakan oleh harga jual energi yang rendah mengurangi keuntungan para pemasok energi tersebut. Kejadian seperti ini seringkali terjadi di Indonesia ketika subsidi justru membawa akibat buruk terhadap kondisi keuangan perusahaan energi milik negara dan kemampuan mereka guna menanamkan modal di bidang infrastruktur (Mourougane, 2010).Korupsi dan penyelundupanPerbedaan harga antara produk bersubsidi dan non-subsidi dapat menciptakan insentif yang kuat terhadap praktik tidak resmi seperti penyelundupan atau pengalihan bahan bakar kepada pihak yang seharusnya tidak menerima. Produksi bahan bakar fosil adalah bisnis yang sangat menguntungkan yang berada di bawah pengawasan pemerintah dan sangat rentan terhadap penyuapan. Terdapat enam wilayah yang sangat rentan terhadap penyimpangan: rendahnya pembayaran royalti, pemberian lisensi untuk ekstraksi minyak dan gas, penyimpangan dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN), distribusi keuntungan dalam kontrak bagi hasil, dan eksploitasi kelemahan peraturan dalam skema subsidi baru (GSI, 2010).Dalam kasus elpiji di Indonesia, perbedaan harga antara elpiji 3 kg bersubsidi dengan elpiji 12 kg nonsubsidi mendorong terjadinya pengoplosan isi tangki 3 kg ke dalam tangki 12 kg. Tanpa proses pengisian yang benar, tindakan ini amat beresiko dan telah menyebabkan sejumlah ledakan yangmelukai dan membunuh ratusan orang (Kompas, 2010; Kompas, 2011).Meningkatnya perbedaan harga eceran menyebabkan peningkatan penyelundupan bahan bakar minyak dan penjualan bahan bakar minyak bersubsidi secara tidak resmi. BPH Migas melaporkan bahwa antara 10 hingga 15 persen bahan bakar minyak bersubsidi yang didistribusikan oleh pemerintah telah dijual secara tidak resmi ke sektor industri, khususnya di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dekat dengan wilayah industri dan pertambangan (Fadillah & Samboh, 2011).Peningkatan penjualan tidak resmi dan penyelundupan bahan bakar ini menyebabkan peningkatan permintaan bahan bakar bersubsidi. Pengendalian kegiatan ilegal yang terjadi melibatkan biaya administratif untuk mencegah, memantau, dan menindak pelanggaran itu. Dan perlu disadari bahwa beban ongkos tambahan atas hal tersebut ditanggung oleh semua pembayar pajak.

COST AND BENEFIT (ANALISIS NON EKONOMI)a.EmploymentSebagian besar kontrol migas Indonesia berada di tangan segelintir korporasi asing, yang menguasai 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas di Indonesia, sekaligus menduduki 10 besar produsen minyak di Indonesia. Chevron Pacific (AS) berada di urutan pertama diikuti Conoco Phillips (AS), Total Indonesie (Prancis), China National Offshore Oil Corporation (Tiongkok), Petrochina (Tiongkok), Korea Development Company (Korea Selatan), dan Chevron Company (Petro Energy, 2007).Penguasaan tampuk produksi strategis oleh orang-seorang ini memungkinkan akumulasi kekayaan oleh segelintir orang, sementara kebanyakan yang lainnya tertinggal dalam kesusahan. Derajat ketimpangan meningkat, di mana indeks gini tahun 1999 yang sebesar 0,31 menjadi sebesar 0,37 pada tahun 2009. Pada tahun yang sama BPS merilis bahwa 40% penduduk dengan pendapatan terendah hanya menikmati 21,22% total pendapatan, sedangkan 20% penduduk dengan pendapatan tertinggi menikmati 41,24% total pendapatan.

b.PolutionApa dampak subsidi energi terhadap lingkungan?Seiring pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, menyebabkan eksploitasi sumber energi fosil yang dilakukan selama ratusan tahun ini telah memberikan lampu kuning. Indonesia yang semula merupakan anggota negara pengekspor minyak bumi, diprediksi akan menjadi negara pengimpor energi pada tahun 2030. Pada saat itu, negeri ini akan mengalami defisit hingga 650 juta barel setara dengan minyak yang harus ditutupi dengan impor.Jika asumsi selama ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang dari ketersediaan energi, maka kemungkinan mimpi buruk terpuruknya perekonomian negeri kita akan menjadi kenyataan bila kita tidak melakukan langkah dramatis dalam penyediaan sumber energi alternatif.Subsidi energi mendorong terjadinya konsumsi berlebihan dan mengurangi insentif untuk efisiensi energi. Kebiasaan mengkonsumsi bahan bakar fosil secara berlebihan tentunya akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih besar, polusi udara, dan menipisnya sumber daya alam kita. Berdasarkan data dari Badan Energi Internasional (IEA International Energy Agency), pemangkasan subsidi konsumsi untuk bahan bakar fosil antara 2011 dan 2020 akan mengurangi emisi CO2 global sebanyak 5,8 persen, dibandingkan jika konsumsinya dilanjutkan seperti biasa (IEA, 2010).Sementara itu, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD Organization for EconomicCooperation and Development) memperkirakan bahwa pengurangan emisi dapat mencapai 10 persen pada 2050 jika subsidi yang sama untuk konsumsi bahan bakar fosil dapat dihentikan pada 2020 (IEA et al., 2010). Pencabutan subsidi bahan bakar fosil membuka jalan bagi negara seperti Indonesia untuk berkontribusi lebih besar terhadap pengurangan gas rumah kaca tanpa harus menerapkan pajak karbon atau sistem perdagangan emisi. Yusuf, Komarulzaman, Hermawan, Hartono dan Sjahrir (2010), misalnya, menemukan bahwa penghentian subsidi BBM dan listrik akan mengurangi tingkat pengeluaran emisi CO2 nasional sebanyak 6,71 persen pada 2020 (6,66 persen dari pencabutan subsidi BBM dan 0,92 persen dari pencabutan subsidi listrik).Penerapan subsidi juga mengurangi insentif untuk melakukan penanaman modal pada sumber energi dan teknologi yang lebih bersih dengan cara merekayasa harga konsumen produk bahan bakar fosil sehingga lebih murah. Melalui cara yang sama, subsidi bahan bakar minyak menghambat penemuan baru dalam produksi dan penyediaan energi lain yang lebih bersih, seperti elpiji dan energi terbarukan lainnya, walaupun sebenarnya Indonesia memiliki sumber energi seperti ini dalam jumlah besar.

c.Moral (Ketimpangan sosial dan sikap boros)Ketimpangan struktur penguasaan faktor produksi akan selalu berimplikasi pada ketimpangan akses konsumsi yang berimplikasi pada ketimpangan sosial.Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi.

D.ANALISIS PEMECAHAN MASALAHrencana pemerintah tentang reformasi subsidi energiPemerintah telah berulang kali menyampaikan recana untuk melakukan pengurangan subsidi BBM, namun pelaksanaannya sering tertunda. Rencana paling terakhir pemerintah mencakup peningkatan harga bensin bersubsidi sebesar Rp1.500 (US$0,16) serta pelarangan kendaraan roda empat dan kendaraan milik pemerintah untuk memakai BBM bersubsidi (Braithwaite, et al., 2012).Namun penolakan keras masyarakat pada Maret 2012 memaksa pemerintah untuk menunda rencana untuk menaikkan harga BBM. Rencana pelarangan memakai BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah sementara ini tetap berjalan. Rencana tersebut berlaku efektif pada Mei 2012 untuk kendaraan pemerintah di wilayah Jakarta, dan kemudian diperluas ke wilayah Jawa-Bali pada Agustus 2012. Subsidi BBM diduga akan mengalami peningkatan pada 2013 seiring meningkatnya konsumsi. Pada 16 Agustus 2012, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) alokasi subsidi BBM dan listirk sebesar Rp274,75 triliun (US$30 miliar) untuk tahun anggaran 2013 sebuah kenaikan sebesar Rp72 triliun (US$7,8 miliar) dari jumlah subsidi yang dialokasikan sebelumnya untuk tahun anggaran 2012 (Sutianto, 2012).

Meredam dampak sosial dan ekonomiMengurangi subsidi energi akan membebaskan anggara negara yang seharusnya dapat digunakan untuk tujuan yang lain. Dengan mengalokasikan dana-dana ini yang secara lebih tepat pada sektor kesejahteraan sosial dan kegiatan usaha, pemerintah dapat mengeluarkan lebih sedikit biaya untuk secara efektif membantu mereka yang lebih membutuhkan Pengorganisasian dan pelaksanaan program kompensasi secara efektif adalah sebuah tantangan. Faktor utama dalam penyelenggaraan program kompensasi yang efektif adalah: penentuan sasaran yang baik (atau menentukan kelompok dan individu yang akan disertakan dalam program), pengawasan yang kuat, dan dukungan dari lembaga negara dan komunitas setempat. Program kompensasi dapat menjadi rentan terhadap ketidakefisienan dan korupsi, oleh karena itu mekanisme keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam program merupakan faktor-faktor yang sangat penting.

Membangun startegi reformasiPilihan langkah yang ditempuh untuk menghapuskan subsidi dapat mempermudah peralihan ke harga pasar dan membangun dukungan publik terhadap usaha reformasi tersebut. Praktik yang baik biasanya mencakup tata kelola, komunikasi, dan pengawasan terhadap dampak pelaksanaan program, yang semuanya merupakan elemen-elemen penting dalam penerapan strategi.

1)Tata kelolaTata kelola yang baik penting untuk reformasi subsidi energi. Tanpa adanya tata kelola yang baik, klaim bahwa pengeluaran subsidi akan dikembalikan secara adil dan berimbang akan menjadi kurang kredibel. Pendukung reformasi subsidi seharusnya turut mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan tata kelola energi dan pemerintahan secara umum. Pada saat yang bersamaan, meningkatkan kualitas tata kelola dapat menjadi sebuah proses yang memakan waktu, tahunan atau bahkan hingga puluhan tahun. Jika kita mempertimbangkan limbah dan ketidakefisiensian yang terkait subsidi, menunggu hingga masalah tata kelola diselesaikan terlebih dahul sebelum reformasi subsidi dilaksanakan menjadi sesuatu yang tidak praktis. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa beberapa langkah jangka pendek dapat diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan kredibilitas dan menutup peluang terjadinya korupsi.Konsultasi dengan pemangku kepentingan dan publik termasuk merupakan elemen kunci dalam penerapan strategi reformasi yang efektif. Jika pemangku kepentingan terlibat dalam proses pengambilan keputusan sejak awal, kecemasan mengenai pelaksanaan reformasi subsidi dapat diketahui dan dijawab sejak dini. Konsultasi juga ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kebutuhan untuk melakukan reformasi subsidi. Pelaksanaan proses reformasi secara bertahap dan kompensasi yang cermat dapat meningkatkan kredibilitas rencana reformasi subsidi secara signifikan. Ketika Iran melakukan reformasi subsidi pada 2010, kompensasi diberikan kepada sekitar 80 persen dari penduduknya. Kompensasi tersebut disalurkan ke rekening-rekening bank yang dibuat sebulan sebelum inisiatif reformasi tersebut dilaksanakan. Warga masyarakat dapat melihat jumlah uang yang masuk di rekening mereka meskipun akses atas uang tersebut dibekukan hingga pada hari reformasi subsidi dimulai (Guillaume, Zytek & Farzin, 2011).Dengan mengorganisasi proses pemberian kompensasi secara baik sebelum kenaikan harga terjadi, pemerintah Iran dengan mudah menunjukkan bukti nyata bahwa janji pemerintah untuk menangani dampak-dampak reformasi akan ditepati. Keterbukaan adalah hal terakhir yang menjadi kunci dalam peningkatan kredibilitas pelaksanaan reformasi subsidi dan mengurangi korupsi. Adanya informasi yang memadai mengenai pelaksanaan kebijakan reformasi subsidi dan program kompensasi terkait akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengamati dan memastikan bahwa program-program tersebut berjalan sesuai tujuannya.

2)KomunikasiPenyebaran informasi adalah hal penting dari semua strategi reformasi subsidi. Sebagai contoh, pada 2005, pemerintah melancarkan kampanye publik bersamaan dengan pemberian bantuan tunai dan pengeluaran sosial sebagai cara untuk membangun dukungan masyarakat terhadap usaha reformasi tersebut. Tidak seperti sebelumnya, peningkatan harga bahan bakar pada 2005 nyatanya tidak disertai dengan sikap penolakan yang berarti dari masyarakat (Beaton dan Lontoh, 2010).Pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap perubahan harga BBM dapat didorong secara teratur dengan cara menerbitkan informasi, seperti survei harga, perbandingan harga domestik daninternasional, daftar harga terdahulu hingga harga saat ini, serta komposisi dari setiap produk minyak bumi utama (seperti harga impor, pengilangan, serta biaya distribusi dan pajak) (Kojima, 2009).Selain itu, pemerintah juga harus mendorong persaingan di sektor eceran dengan mewajibkan SPBU untuk memasang daftar harga pada papan pengumuman. Kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik akan membantu masyarakat untuk memahami mengapa reformasi diperlukan dan bagaimana uang mereka dapat dialihkan untuk membiayai layanan lain, atau dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pajak yang lebih rendah.Pada 2012, pemerintah Indonesia membentuk sebuah tim lintas departmen yang diberi nama Tim Nasional Penghematan Pengendalian Penggunaan BBM. Tim ini ditugaskan untuk melakukan pengelolaan strategis dan memantau pelaksanaan reformasi BBM, termasuk mengelola penyampaian informasi kepada masyarakat. Pada waktu itu, pemerintah menggunakan beragam sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, dari memasang spanduk di tempat pengisian BBM, iklan di media cetak, serta acara radio dan televisi. Pesan utama yang ingi disampaikan pemerintah adalah subsidi BBM seharusnya dinikmati oleh masyarakat miskin. Pemerintah juga menyertakan informasi mengenai program kompensasi yang menyertai reformasi subsidi BBM.

3)Pengawasan dan penyesuaianPengawasan dan penyesuaian secara terus-menerus terhadap jalannya penyelenggaran reformasi subsidi diperlukan guna menilai apakah kebijakan yang telah dilakukan berjalan efektif. Selain itu, pengawasan dan penyesuaian juga penting guna mengetahui kemungkinan adanya konsekuensi negatif yang mungkin saja muncul di tengah penerapan kebijakan reformasi subsidi, dan pemberlakuan penyesuaian kebijakan dari waktu ke waktu (Laan, Beaton & Presta, 2010). Kebijakan bantuan yang bersifat sementara juga memerlukan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan mencapai kelompok sasaran, dan tidak berlanjut terlalu lama hingga terlanjur mengakar kuat.

4)Memperbaiki fasilitas transportasi umumMayoritas masyarakat Indonesia menggunakan kendaraan pribadi dalam melaksanakan aktivitasnya. Hal ini tak pelak mengakibatkan konsumsi BBM melonjak. Pengurangan penggunaan kendaraan pribadi akan mengurangi konsumsi BBM secara signifikan. Namun, sayangnya hingga saat ini tidak ada transportasi umum yang cukup nyaman sehingga masyarakat beralih ke kendaraan pribadi. Mudahnya memperoleh kendaraan dan pajak barah mewah yang murah menjadikan para pejabat atau masyarakat menengah ke atas untuk memiliki kendaraan pribadi. Perlunya pengaturan kendaraan pribadi seperti di Jepang dapat mengurangi pemakaian BBM dan sarana angkutan umum dapat menjadi pilihan masyarakat.

5)EfesiensiPemerintah harus melakukan efisiensi pada berbagai lini/pos pengguna APBN terutama biaya operasional dan belanja negara serta sarana prasarana pejabat yang dinilai terlalu mewah.

6)NasionalisasiMenekan penguasaan migas oleh asing dan mengembalikannya ke dalam pengelolaan negara sesuai dengan amanatkan pasal 3 ayat (3) UUD 1945. Saat ini pihak asing sudah mengendalikan produksi dan penjualan minyak dari hulu hingga hilir, setidaknya 89% migas dikuasai oleh asing (Tribun Jabar, 24/3/2012). Kondisi ini diperparah dengan izin pengelolaan sumur-sumur minyak seperti Blok cepu yang dikendalikan oleh Exxon Mobil selama 30 tahun kedepan. Begitu juga sumur minyak yang tersebar di tanah air hampir semuanya dikendalikan oleh asing. Walupun dulu mantan Dirut Pertamina Wydia Purnama pernah menentang kepemilikan asing dan mengatakan pertamina sanggup untuk mengelolanya namun naluri pemerintah untuk menggadaikan asset negara ini pada asing semakin kuat alhasil Wydia Purnama disingkirkan dari posisinya karena dinilai tidak mendukung kebijakan pemerintah.Jika minyak bumi dikelola oleh BUMN maka keuntungan akan lebih dirasakan oleh masyarakat. Pengelolaan yang dominan oleh asing menandakan negara gagal dalam memanfaatkan SDA yang ada. Kenaikan harga BMM jelas tidak mensejahterakan rakyat, seharusnya pemerintah memikirkan solusi cerdas seperti negara penghasil minyak lainnya yang mengelola minyaknya dengan baik dan menjualnya lebih murah di dalam negeri. Sebut saja harga bensin di Arab Saudi Rp 1.068,Bahrain Rp 2.403, Kuwait Rp 1.689, Iran Rp 979, Mesir Rp 2.848, Nigeria Rp 890, Qatar Rp. 1.958, Turmekistan Rp 750, bahkan Venezuela menjual hanya Rp 495. Bayangkan negara penghasil minyak sendiri tapi harga BBM melambung tidak sesuai dengan ekonomi masyarakat.

7)Pemberantasan Korupsimengoptimalkan upaya pemberantasan KKN. Praktek KKN sudah menjadi penyakit yang akut. Survei TII tahun 2011 menempatkan Indonesia negara terkorup ke 4 di dunia. Sungguh prestasi yang menyakitkan, oleh karena itu sudah saatnya hukuman mati dan pemiskinan bagi koruptor tanpa tanpa tebang pilih. Jika KKN di negeri yang kaya akan SDA ini teratasi penulis yakin masyakat akan sejahtera dan tidak akan ada gelombang penolakan terhadap kebijakan pemerintah.

E.KESIMPULANPengadaan subsidi bahan bakar di Indonesia awalnya dilakukan guna membuat energi lebih terjangkau bagi masyarakat, khususnya kalangan miskin. Namun demikian, banyak bukti menunjukkan bahwa sebagian besar subsidi tersebut yang diperkirakan bernilai lebih dari Rp137 triliun (US$15 miliar) untuk BBM dan Rp65 triliun (US$7 miliar) pada 2012 justru dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu.Selain itu, penerapan subsidi seperti ini juga dapat mempengaruhi pasokan energi dan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Pembiayaan subidi energi tidak saja cenderung mengurangi pembiayaan pemerintah untuk penanaman modal di bidang infrastruktur energi (baik terhadap teknologi yang ada saat ini, maupun teknologi yang tengah dikembangkan), tetapi juga membebani sumber daya pemerintah, dan menurunkan daya saing internasional Indonesia secara keseluruhan .Pemerintah Indonesia menyadari masalah ini dengan baik, dan telah beberapa kali melakukan sejumlah upaya untuk mencabut subsidi. Pemerintah juga memahami adanya berbagai kebijakan yang dapat digunakan untuk membantu masyarakat melewati masa peralihan, dan telah menerapkan sebagian kebijakan tersebut. Jadi, apa yang salah dan apakah masih ada harapan untuk menjalankan reformasi ini ke depan?Pemerintah telah meraih sejumlah keberhasilan dalam meningkatkan harga energi melalui penggunaan kebijakan peralihan seperti BLT, pengeluaran untuk sektor sosial, penyebaran informasi, dan peningkatan transparansi. Namun demikian, pengurangan subsidi kemudian terganggu oleh peningkatan harga minyak internasional.Strategi reformasi yang lebih menyeluruh akan menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih besar. Hal ini biasanya mencakup, antara lain: penelitian untuk mengidentifikasi pihak yang diuntungkan dan dirugikan dari inisiatif reformasi tersebut, kampanye untuk membangun dukungan publik, kebijakan paket bantuan yang dirancang dan ditargetkan secara cermat, pencabutan subsidi secara bertahap dalam suatu jangka waktu yang ditentukan, dan struktur tata kelola yang baik untuk mengawasi pasar energi yang semakin terbuka.Bahkan setelah reformasi berjalan sukses sekalipun, subsidi akan terus menjadi kebijakan politik yang populer pada masa tingginya harga minyak, dan, tentunya, kebijakan yang bisa mendapatkan suara rakyat dalam skala besar akan amat menggoda bagi para politisi. Pemerintah Indonesia harus menciptakan suatu rencana guna menolong masyarakat yang rentan tanpa harus menerapkan subsidi.Rakyat Indonesia akan memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan pasar energi yang lebih terbuka, namun patut disadari bahwa masyarakat juga akan mendapat manfaat dari proses ini melalui penguatan sistem perekonomian, serta lebih banyaknya bantuan yang dapat diberikan kepada rakyat miskin, yang pada akhirnya, akan menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi bagi semua pihak.