batas landas kontinen indonesia bertambah

8

Click here to load reader

Upload: riky-arisandi

Post on 23-Jun-2015

792 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Batas Landas Kontinen Indonesia Bertambah

Batas Landas Kontinen Indonesia bertambah, seluas 4.209 kilometer persegi

Tepat pada tanggal 17 Agustus 2010 jam 12.45 Waktu New York, Setelah melalui perjalanan

panjang, akhirnya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), melalui CLCS (Commission on  the Limits

of Continental Shelf) dapat menerima submisi Indonesia atas hak kedaulatannya di dasar laut di

wilayah di luar 200 mil laut (NM). Wilayah baru yang menjadi bagian yurisdiksi Indonesia adalah

di bagian Barat Aceh seluas kurang-lebih 4.209 km2.

Submisi wilayah di luar 200 mil laut (Extended Continental Shelf-ECS) ini berhak dilakukan

Indonesia sebagai negara pihak terhadap UNCLOS, dimana Indonesia telah meratifikasi UNCLOS

1982 melalui UU No. 17 tahun 1985.  Sebagai negara pantai sesuai ketentuan Pasal 76 UNCLOS

1982, Indonesia telah menggunakan haknya dengan baik untuk mensubmisi landas kontinen di luar

200 mil laut.

Untuk mendukung keperluan submisi tersebut, data ilmiah survei dan pemetaan telah dibina oleh

Indonesia sejak tahun 2003 yang dikoordinasikan oleh. Bakosurtanal dan didukung instansi-instansi

BPPT, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, LIPI, Dinas Hidrografi TNI AL,

dan Kementerian Luar Negeri. Diawali dengan pengkajian Desktop Study berdasarkan data global

yang dilakukan para ahli Indonesia untuk menentukan lokasi-lokasi potensial untuk submisi landas

kontinen diluar 200 NM. Studi tersebut menghasilkan tiga lokasi potensial yaitu: di sebelah Barat

Sumatera, di Selatan NTB dan di Utara Papua.

Selanjutnya hasil studi yang menggunakan data global tersebut harus dipertajam dan dilengkapi

dengan bukti-bukti ilmiah sesuai panduan submisi dari CLCS, maka Bakosurtanal bersama BPPT,

LIPI, Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan survei seismik di

sebelah Barat Aceh pada tahun 2006 menggunakan kapal riset Sonne, dan pada bulan Februari 2010

menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya.

Pada tahun 2008, Indonesia berhasil menuntaskan dokumen submisi tahap pertama yang berisikan

hasil-hasil kajian dan analisis berbagai data hasil survei, yang menjadi  dokumen submisi untuk 

LKI di luar 200 NM di perairan sebelah Barat Aceh. Dokumen tersebut diterima oleh PBB pada

tanggal 25 Juni 2008, dan dibahas pada sidang bulan Mei 2009. Akhirnya pada sidang pleno CLCS

tanggal 17 Agustus 2010, submisi Indonesia diterima dengan baik, dan dengan demikian batas

wilayah landas kontinen Indonesia bertambah seluas 4.209 kilometer persegi.   

Ini adalah prestasi besar bangsa Indonesia, dan patut dibanggakan. Sebagai negara besar dengan

kemampuan sumberdaya dan teknologi survei dan pemetaan yang masih terbatas, kita telah

mendapat pengakuan internasional. Dukungan data survei dan pemetaan hasil kerjasama beberapa

lembaga pemerintah yang tertuang di dalam dokumen sumbmisi, adalah bukti kemampuan survei

dan pemetaan bangsa Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan negara-negara maju.

Page 2: Batas Landas Kontinen Indonesia Bertambah

Permasalahan batas wilayah pun tidak berhenti hingga di sini. Penyelesaian batas-batas wilayah

dengan negara-negara tetangga masih menjadi ‘PR’ panjang bangsa Indonesia, dan memerlukan

komitmen tinggi dari bangsa Indonesia sehingga kedepan diharapkan dukungan optimal bukan

hanya dari Pemerintah, tapi juga dari Parlemen untuk dapat menyelesaikan submisi landas kontinen

diluar 200 NM tahap ke II dan seterusnya.

Tiga Lapis "Pagar" untuk Malaysia

Konflik perbatasan Indonesia-Malaysia terjadi di daerah ”abu-abu” yang belum disepakati kedua

pihak. Indonesia selesai menetapkan batas wilayah tahun 1999, dengan menerapkan teknik survei

pemetaan mutakhir yang mengacu pada the United Nations Convention on the Law of the Sea.

Indonesia negeri yang unik. Daratannya berupa belasan ribu pulau besar-kecil, sedangkan

perairannya meliputi 60 persen total wilayah atau 3.257.483 kilometer persegi. Cakupan laut seluas

ini hampir menyamai daratan India. Panjang bentang wilayahnya lebih dari 7.365 kilometer, nyaris

sama dengan bentangan daratan Amerika Serikat.

Memiliki kondisi geografis didominasi laut yang relatif dangkal, Indonesia—yang dijuluki Benua

Maritim—dipagari oleh tiga jenis batas wilayah laut, yaitu Batas Laut Teritorial, Landas Kontinen,

dan Zona Ekonomi Eksklusif. Penetapan tiga batas wilayah maritim ini diatur dalam the United

Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) I dan III.

Pada Batas Laut Teritorial yang berjarak 12 mil laut dari garis pangkal, negara memiliki kedaulatan

penuh atas wilayah itu. Apabila ada kapal asing yang masuk, misalnya, petugas keamanan berhak

menangkap bahkan menenggelamkan.

Pada Landas Kontinen yang berjarak 200 mil dari garis pangkal, negara berdaulat untuk mengelola

sumber daya alam di bawah dasar laut, seperti sumber tambang. Namun, bisa mengklaim

penambahan zona ini apabila menemukan sedimen di dasar pulau yang dibuktikan secara ilmiah

memenuhi ketentuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pada Zona Ekonomi Eksklusif yang berjarak 200 mil dari garis pangkal, negara memiliki

kedaulatan eksklusif untuk pemanfaatan sumber daya di kolom air hingga ke permukaannya.

Survei kelautan

Bagi Indonesia yang memiliki wilayah perairan yang luas, proses pemetaan maritim untuk

memenuhi ketentuan PBB tersebut bukanlah hal yang mudah. Untuk pengukuran batas di laut,

diperlukan teknik survei yang berbeda dan kapal riset yang dilengkapi peralatan yang mendukung.

Page 3: Batas Landas Kontinen Indonesia Bertambah

Survei pemetaan batas laut di Indonesia, tutur Sobar Sutisna, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), dilakukan pihaknya dengan

menggunakan Kapal Baruna Jaya II milik BPPT (Badan Pengkajian Penerapan Teknologi) tahun

1996 hingga 1999. Survei ini mendapat bantuan teknis dari Norwegia.

Peralatan yang digunakan antara lain penginderaan jauh dengan sistem radar dan laser dari udara.

Adapun untuk memantau batimetri di dasar laut menggunakan sistem sonar (multibeam

echosounder). Sistem sonar ini dapat menjangkau kedalaman hingga 7.000 meter.

Dengan sarana ini dilakukan survei ke pulau-pulau terluar di wilayah Nusantara. Di pulau terluar

kemudian ditetapkan titik dasar terluar. Antara titik itu lalu ditarik garis pangkal geografis. ”Selama

tiga tahun survei dihasilkan lebih dari 230 titik dasar di 120 pulau terluar,” kata Sobar.

Perundingan batas maritim

Menggunakan peta batas wilayah yang telah disusun itu, Indonesia kemudian mengadakan

perundingan dengan 10 negara tetangga. Awal perundingan tahun 1970-an, dilakukan dengan

Singapura dan Malaysia. ”Hingga kini, Indonesia telah memiliki 18 perjanjian batas maritim dengan

negara tetangga,” ujar Asep Karsidi, Kepala Bakosurtanal.

Dari seluruh batas wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, batas terpanjang memang

dengan Malaysia. Perundingan batas wilayah maritim Indonesia-Malaysia, sejak terhenti pada awal

2009, akan dimulai lagi pada Senin (6/9) di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Perundingan akan

membahas semua batas wilayah laut yang belum disepakati yang terdiri atas Zona Ekonomi

Eksklusif, Batas Laut Teritorial, dan Landas Kontinen.

Saat ini sebagian besar Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen telah disepakati, baik oleh

Indonesia maupun Malaysia. Persetujuan Batas Laut Teritorial telah mencapai lebih dari 80 persen,

tetapi yang belum disepakati adalah 20 persen, yaitu sepanjang hampir 50 mil laut atau 92,6

kilometer.

Di bagian barat, daerah ”abu-abu” itu berada di selatan Selat Malaka, daerah antara Johor dan Pulau

Bintan, serta perairan dekat Batu Puteh di timur Singapura. Di perairan Kalimantan batas yang

belum disepakati ada di Tanjung Datuk yang berhadapan dengan Laut China Selatan dan Pulau

Sebatik di Laut Sulawesi.

Landas Kontinen yang sudah disepakati mencapai lebih dari 95 persen, atau masih menyisakan

batas berjarak kurang dari 100 mil atau 185,2 kilometer, yaitu di Ambalat Laut Sulawesi.

Namun, hingga kini Zona Ekonomi Eksklusif di perbatasan kedua negara belum ada satu pun yang

disepakati. Padahal, kawasan ini memiliki arti penting bagi aspek ekonomi karena Zona Ekonomi

Eksklusif mengandung potensi perikanan dan nilai strategis dari aspek transportasi laut.

Page 4: Batas Landas Kontinen Indonesia Bertambah

”Perundingan pada September mendatang kemungkinan akan berlangsung alot dan memakan waktu

lama,” ujar Sobar, selain karena kepentingan ekonomi, juga karena suasana politis yang sedang

menghangat.

Perundingan Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen dilaksanakan setelah keluarnya UNCLOS I

tahun 1958. Perundingan Indonesia-Malaysia untuk dua batas itu dilaksanakan sejak tahun 1969

hingga 1972.

Adapun ketetapan tentang Zona Ekonomi Eksklusif baru dikeluarkan pada UNCLOS III tahun

1982. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia mencapai total

1.200 mil atau 2.222 kilometer. ”Zona sepanjang ini belum ada yang disepakati,” ujar Sobar. Zona

itu meliputi garis sepanjang 300 mil laut di Selat Malaka, 800 mil laut di Laut China Selatan, dan

sekitar 100 mil laut di Laut Sulawesi.

”Di antara perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif tersebut yang sering menimbulkan konflik ada di

Selat Malaka. Karena Malaysia menarik garis masuk ke dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif

yang ditetapkan Indonesia hingga sejauh 9 mil,” papar Sobar.

Menghadapi kondisi belum adanya kesepakatan batas wilayah di beberapa titik di Selat Malaka,

Laut China Selatan, dan Laut Sulawesi, Indonesia perlu mengintensifkan patroli lautnya di tiga

kawasan itu.

Sengketa Wilayah: RI Berhak untuk Tegas

Dalam sengketa perbatasan wilayah dengan Malaysia, Indonesia tidak selayaknya bersikap lembek.

Karena kuncinya ada dalam Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS, yang justru merupakan

hasil perjuangan para diplomat kawakan kita pada masa lalu.

Mengherankan bila dalam ingar-bingar masalah penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan

dan Perikanan dan sengketa perbatasan RI-Malaysia tidak cukup terdengar suara keras dari jajaran

Pemerintah Indonesia mengenai konvensi yang dihasilkan para diplomat Indonesia dengan susah

payah.

Salah satu pokok persoalan terkait sengketa perbatasan laut itu adalah keengganan Malaysia

memperbaiki kembali peta wilayah tahun 1979-nya dengan ketentuan UNCLOS 1982. Padahal,

Malaysia juga meratifikasi kesepakatan hukum laut internasional (UNCLOS) itu. Dengan demikian,

dari sisi ini saja, Indonesia berada di ”atas angin” dan sudah seharusnya menekan Malaysia segera

menyesuaikan diri dengan ketentuan hukum laut PBB itu.

Page 5: Batas Landas Kontinen Indonesia Bertambah

Peta Malaysia bermasalah

Perlu diingat kembali, ketika Malaysia mengumumkan peta wilayahnya pada tahun 1979, negara-

negara tetangga Malaysia, termasuk Indonesia, langsung memprotes peta wilayah itu yang

seenaknya saja mencaplok wilayah negara-negara mereka.

Menurut kebiasaan hukum internasional, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Perjanjian

Internasional, Keamanan, dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno,

jika klaim atas sebuah wilayah oleh sebuah negara tidak mendapatkan protes dari negara lain,

setelah dua tahun klaim itu dinyatakan sah.

Dalam kasus peta Malaysia 1979, Indonesia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan beberapa negara

lainnya langsung memprotes. Dengan demikian, peta Malaysia 1979 tidak punya kekuatan secara

internasional.

Oleh karena itulah, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tunduk apalagi mengakui peta Malaysia

yang bermasalah itu.

Sebaliknya, setelah berlakunya UNCLOS, Indonesia segera menyesuaikan peta wilayah sesuai

ketentuan hukum laut internasional. Sebagaimana negara kepulauan, menurut UNCLOS, Indonesia

mendapatkan sejumlah keistimewaan untuk menarik garis batas wilayahnya sehingga wilayah

negara kepulauan berada dalam satu kesatuan.

Sebagai negara kepulauan, menurut UNCLOS, Indonesia berhak menarik garis di pulau-pulau

terluar sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatannya sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 47 UNCLOS. Hal yang sama tidak berlaku untuk Malaysia, yang tidak termasuk kategori

negara kepulauan, tetapi berusaha menempatkan diri sebagai negara kepulauan sehingga bisa

menggunakan keistimewaan sebagai negara kepulauan itu.