bappenas · web viewdalam tahun 1975 terdapat cukup banyak perusahaan emkl yang mempunyai...

129
PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK, DAN PERHUBUNGAN

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK,DAN PERHUBUNGAN

BAB IX

PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK DAN PERHUBUNGAN

A. PENGAIRAN

Sebagaimana diketahui pelaksanaan proyek-proyek pembangunan prasarana pengairan memerlukan waktu beberapa tahun. Demikianlah maka sebagian dari kegiatan pembangunan prasarana pengairan pada tahun kedua dari Repelita II masih berupa lanjutan pelaksanaan proyek-proyek yang dimulai dalam Repelita I. Sebagian dari proyek-proyek tersebut sudah memberikan hasil dalam ujud sawah-sawah baru yang dapat diairi dari air irigasi, atau peningkatan intensitas pertanaman (crop intensity) di areal sawah yang ada sehingga sawah yang tadinya dapat ditanami padi setahun sekali menjadi dapat ditanami padi dua kali setahun.

Untuk memperoleh hasil secara lebih cepat, maka sejak Repelita II prioritas dalam program pembangunan jaringan irigasi baru diberikan kepada proyek-proyek yang bersifat sederhana tetapi cepat menghasilkan. Proyek tersebut, yang dinamakan proyek irigasi sederhana, apabila pelaksanaannya antara lain dikaitkan dengan program transmigrasi juga menghasilkan areal persawahan baru.

Hasil-hasil pembangunan pengairan dalam tahun 1973/74, 1974/ 75 dan 1975/76 dapat dilihat pada Tabel IX-1. Dalam Tabel IX-1 sebagai bahan perbandingan disajikan juga hasil-hasil dari tahun terakhir Repelita I. Angka-angka yang dikemukakan dalam tabel tersebut menyatakan hasil-hasil pembangunan pengairan dalam satuan Ha yang effektif. Jadi angka-angka tersebut hanya meliputi areal yang baik bendungan maupun jaringan irigasinya, termasuk 50 m saluran tertiernya, seluruhnya telah selesai.

Dalam tahun 1974/75 sudah direhabilitir areal irigasi seluas 71.622 Ha, sedangkan dalam tahun 1975/76 areal irigasi yang dapat

direhabilitir meliputi 105.143 Ha. Diharapkan dalam Repelita II ini kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi dapat diselesaikan seluruhnya.

TABEL IX—1

PELAKSANAAN PROGRAM SUB SEKTOR IRIGASI(dalam Ha)

P r o g r a m

1973/74

1974/75

1975/76*)

Perbaikan dan Penyempurnaan

Irigasi

263.496

71.622

105.143

Pembangunan Jaringan Irigasi

Baru

31.480

20.684

88.522

Pengaturan serta Pengembangan

Sungai dan Rawa:

52.919

87.680

118.696

(a) Proyek Perbaikan dan

Pengamanan Sungai

(40.483)

(71.124)

(105.754)

(b) Proyek Pasang Surut

( 6.852)

( 4.387)

(10.767)

(e) Proyek Pengembangan

Daerah Rawa

( 5.584)

(12.169)

(3.175)

*) Angka sementara.

Dalam pelaksanaan program pembangunan jaringan irigasi baru pada tahun 1974/75 sudah dapat diselesaikan jaringan yang mencakup areal seluas 20.684 Ha dan pada tahun 1975/76 seluas 88.522 Ha. Seperti telah dikemukakan, di atas prioritas pembangunan irigasi baru terutama ditujukan pada proyek irigasi sederhana. Dari areal seluas 88.522 Ha tersebut seluas 56.799 Ha merupakan hasil dari proyek irigasi sederhana.

Tabel IX-1 di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Program Pengaturan serta Pengembangan Sungai dan Rawa hasil-hasil yang dicapai adalah sebagai berikut. Proyek Perbaikan dan Pengamanan Sungai dalam tahun 1974/75 berhasil mengamankan areal seluas 71.124 Ha dan dalam tahun 1975/76 seluas 105.754 Ha. Proyek Pasang Surut pada tahun 1974/75 berhasil membuka areal seluas 4.387 Ha sedan pada tahun 1975/76 berhasil membuka areal

seluas 10.767 Ha. Pelaksanaan proyek-proyek pengembangan daerah rawa pada tahun 1974/75 telah memungkinkan pembukaan areal seluas 12.169 Ha. Dalam tahun 1975/76 dibuka areal seluas 3.175 Ha.

Tidak semua hasil pembangunan sektor pengairan dapat diukur dalam Ha. Karena itu Tabel IX-1 tidak mencerminkan seluruh hasilhasil pembangunan yang tercapai, misalnya hasil-hasil penelitian dan latihan yang sangat penting bagi persiapan proyek baru dan pelaksanaannya. Di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut perkembangan pembangunan pengairan dalam tahun 1975/76.

1. Program Perbaikan dan Penyempurnaan Irigasi

Sebagian besar dari proyek-proyek dalam Program Perbaikan dan Penyempurnaan Irigasi masih merupakan proyek-proyek lanjutan dan terdiri atas proyek-proyek irigasi Prosida (Way Seputih, Cisadane, Rentang, Ciujung, Cirebon, Glapan Sedadi, Pemali Comal, Pekalen Sampean, dan Sadang), Jatiluhur, Gambarsari/Pesanggrahan, Semarang, Kudus, Delta Brantas, Tabo-Tabo, Serayu, Lalung, dan Proyek Irigasi Lembor.

Jaringan irigasi yang memerlukan rehabilitasi seluruhnya meliputi areal seluas kurang lebih 700.000 Ha. Sampai dengan tahun 1974/75 proyek-proyek irigasi Prosida sudah berhasil merehabilitir jaringan yang meliputi areal seluas 416.277 Ha. Sebagai hasil pelaksanaan proyek-proyek tersebut dalam tahun 1975/76 telah direhabilitir pula areal seluas 70.063 Ha.

Proyek irigasi Jatiluhur meliputi areal seluas kurang lebih 240.000 Ha. Pelaksanaan proyek ini sudah berhasil menyelesaikan rehabilitasi jaringan irigasi yang meliputi areal seluas kira-kira 213.000 Ha, termasuk di antaranya 21.700 Ha pengamanan areal persawahan. Selain rehabilitasi jaringan irigasi, proyek ini juga meliputi pembangunan irigasi baru di daerah pengairan Tarum Barat yang terletak di Kabupaten Bekasi. Bila sudah selesai jaringan ini akan dapat mengairi areal seluas kurang lebih 51.000 Ha.

393

Proyek-proyek rehabilitasi khusus lainnya, seperti proyek irigasi Gambarsari/Pesanggrahan, Semarang Kudus, Delta Brantas, Tabo-Tabo, Mbay, Serayu, Lalung dan Lembor, juga merupakan proyek lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya.

2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi Baru

Proyek-proyek yang termasuk dalam program pembangunan jaringan irigasi baru merupakan proyek-proyek lanjutan dari Repelita I. Pelaksanaan proyek-proyek tersebut bertujuan membuka persawahan baru. Dalam rangka menunjang usaha peningkatan produksi pertanian maka dalam program pembangunan jaringan irigasi baru diutamakan pembangunan irigasi yang cepat menghasilkan seperti proyek irigasi sederhana dan proyek irigasi sedang kecil.

Dalam Repelita II proyek irigasi sederhana direncanakan akan meliputi areal seluas kurang lebih 550.000 Ha. Pelaksanaan proyek ini dimulai pada tahun 1974/75 di 17 Propinsi. Pembangunan irigasi yang direncanakan meliputi areal persawahan seluas kira-kira 42.000 Ha. Dalam tahun tersebut ternyata dapat diselesaikan jaringan yang meliputi areal seluas 14.293 Ha. Untuk tahun 1975/76 program ini direncanakan dilaksanakan di 25 Propinsi, jadi hampir di seluruh Indonesia, meliputi areal seluas kurang lebih 60.000 Ha. Terutama karena pengaruh cuaca yang tidak menentu, yang dapat tercapai dari rencana tersebut seluas 56.799 Ha.

Pelaksanaan proyek irigasi sedang kecil, yang lokasinya juga tersebar di propinsi-propinsi, pada tahun 1974/75 dapat menghasilkan pembukaan areal seluas 3.436 Ha. Sedang pada tahun 1975/76 proyek ini berhasil membuka areal seluas 11.423 Ha.

Di samping proyek-proyek irigasi sedang kecil dan sederhana dalam tahun 1975/76 dilaksanakan juga proyek-proyek irigasi khu- sus yang kegiatannya merupakan lanjutan dari kegiatan sebelumnya. Proyek-proyek khusus tersebut antara lain terdiri atas:

a. Proyek Irigasi Krueng Jrue di Aceh

Kegiatan proyek Irigasi Krueng Jrue merupakan kegiatan lan- jutan dari tahun-tahun yang lalu. Yang dilaksanakan terutama adalah pembuatan bendungan utama, saluran-saluran induk, sekunder, ter-tier, pembuang beserta bangunan-bangunan bagi dan silang. Apabila telah selesai proyek ini akan dapat mengairi areal seluas 10.555 Ha. Yang dapat diairi sampai sekarang baru kira-kira 4.000 Ha.

b. Proyek Irigasi Punggur Utara di Lampung

Dalam tahun anggaran 1975/76 proyek irigasi Punggur Utara sudah dapat mengairi areal seluas 4.673 Ha. Bila selesai seluruhnya proyek ini akan dapat mengairi areal seluas lebih kurang 30.843 Ha.

c. Proyek Irigasi Sempor di Jawa Tengah

Mulai tahun 1976/77 proyek irigasi Sempor dimasukkan ke dalam proyek Kedu Selatan. Proyek ini meliputi pembangunan irigasi Sempor dan Karang Sambung. Pelaksanaan proyek ini secara phisik dimulai pada tahun 1975/76 dan diharapkan akan selesai dalam Repelita II. Bila selesai jaringan yang dihasilkan irigasi ini akan dapat mengairi areal seluas 16.240 Ha.

d. Proyek Irigasi Gumbasa di Sulawesi Tengah

Proyek irigasi Gumbasa merupakan proyek lanjutan dari tahuntahun sebelumnya. Kegiatannya terutama terdiri atas penyempurnaan bendungan, pembangunan saluran-saluran induk, sekunder serta pembangunan beberapa bangunan air. Bila selesai proyek ini akan dapat mengairi areal seluas kurang lebih 12.000 Ha.

e. Proyek Irigasi Dumoga di Sulawesi Utara

Proyek irigasi Dumoga juga merupakan proyek lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Kegiatannya terdiri atas pembangunan saluran-saluran induk dan sekunder beserta beberapa bangunan airnya, pembangunan tanggul banjir, pembangunan jalan inspeksi dan beberapa kegiatan lainnya. Apabila selesai proyek ini diharapkan dapat mengairi areal seluas 13.807 Ha.

f.Proyek Irigasi Kali Progo di Yogyakarta

Proyek ini juga merupakan proyek lanjutan dan kegiatannya terutama terdiri atas pembuatan saluran-saluran beserta beberapa bangunan irigasi, pengamanan sungai serta pembuatan bendungan. Proyek ini diharapkan dapat diselesaikan dalam Repelita II dan akan dapat mengairi areal seluas kurang lebih 29.726 Ha.

g.Proyek Irigasi Way Pangubuan di Lampung

Proyek inipun juga merupakan proyek lanjutan dari tahun-tahun yang lalu. Kegiatannya antara lain berupa pengukuran dan penggambaran profil sungai, situasi waduk dan trase saluran. Areal yang akan dapat diairi oleh proyek ini kira-kira seluas 5.519 Ha.

Proyek-proyek khusus lainnya masih dalam tahap pemantapan perencanaan. Proyek-proyek tersebut antara lain terdiri atas proyek Air Beliti di Sumatra Selatan, Waduk Jragung di Jawa Tengah, Pa- mukulu di Sulawesi Selatan dan Way Rarem/Way Abung di Lampung.

Di samping proyek-proyek tersebut di atas dalam program pem‑ bangunan jaringan irigasi baru terdapat pula proyek-proyek yang merupakan proyek penunjang. Proyek Tata Guna Air Tingkat Usaha Tani, Proyek Survey, Penyelidikan dan Perancangan Sumber-sumber Air serta Proyek Pengumpulan Data Hidrologi dan Hidrometri merupakan beberapa contoh dari pada proyek-proyek penunjang tersebut.

3. Program Pengaturan serta Pengembangan Sungai dan Rawa

Dalam program ini tercakup beberapa kelompok proyek. Salah satu kelompok proyek dalam program ini mencakup proyek perbaikan dan pengamanan sungai di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau dan lain-lain. Kegiatan dalam kelompok proyek ini terutama berupa perbaikan dan perkuatan tanggul, pembuatan coupure dan pengerukan sungai. Sebagai hasil pelaksanaan kelompok proyek tersebut dalam tahun 1974/75 sudah dapat diamankan areal seluas ku-

rang lebih 87.680 Ha. Dalam tahun 1975176 diharapkan akan dapat diamankan areal seluas 133.201 Ha, tetapi karena keadaan cuaca dan peralatan yang tersedia maka yang dapat dicapai hanya seluas 118.696 Ha. Dalam tahun ini telah diambil langkah-langkah untuk mengusahakan agar peralatan-peralatan yang diperlukan dapat tercukupi.

Kelompok lain dalam program tersebut adalah proyek perbaik-an dan pengamanan sungai yang bersifat khusus. Kelompok ini meliputi proyek-proyek Cisanggarung di Jawa Barat, Arakundo di Aceh, Sungai Wampu dan Ular di Sumatra Utara, Pengendalian Banjir Ja- karta Raya, Pengembangan Wilayah Cimanuk di Jawa Barat, Pengembangan Bengawan Solo di Jawa Tengah/Timur dan proyek Serba Guna Kali Brantas di Jawa Timur.

Dalam tahun yang akan datang akan mulai dilaksanakan pembangunan waduk serbaguna Wonogiri di Jawa Tengah dan waduk jatigede di Jawa Barat. Keduanya akan berfungsi untuk penanggulangan banjir, untuk irigasi dan untuk pembangkit listrik tenaga air. Agar pembangunan kedua waduk itu dapat berhasil sesuai dengan harapan, kerja-sama antar instansi akan dipererat. Sebab pembangunan waduk yang bersifat serbaguna itu menyangkut persoalan-persoalan tehnik, persoalan-persoalan sosial, persoalan-persoalan ekonomi dan persoalan-persoalan ekologi.

Dalam program ini juga termasuk proyek pembukaan persawahan pasang surut di daerah-daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Jambi dan Riau. Proyek ini dimaksudkan untuk menunjang proyek-proyek transmigrasi dan pertanian.

Di samping proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas dalam tahun-tahun yang lalu juga dilaksanakan kegiatankegiatan penanggulangan bencana alam gunung berapi. Dalam tahuntahun yang akan datang kegiatan-kegiatan inipun akan tetap dilaksanakan. Untuk sementara pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini diutamakan di daerah gunung berapi yang dianggap berbahaya, seperti Merapi di Yogyakarta, Kelud di Jawa Timur dan Agung di Bali. Kegiatan

397

yang dilaksanakan terutama adalah pembuatan kantong lahar dan check dam serta perkuatan tanggul.

4. Program Penelitian Pertanian dan Pengairan

Proyek-proyek yang termasuk dalam program ini antara lain adalah proyek Survey Penyelidikan dan Perancangan Sumber-sumber Air, proyek Pengembangan Air Tanah untuk Irigasi, proyek Perbaikan Keadaan Danau dan Proyek Lembaga Penyelidikan Masalah Air.

Proyek Survey, Penyelidikan dan Perancangan Sumber-sumber Air pada umumnya dimaksudkan untuk mempersiapkan penyusunan proyek-proyek pengairan. Dalam pelaksanaan proyek ini daerahdaerah yang memperoleh prioritas adalah Bali, Lombok, Lampung dan daerah-daerah aliran Cimanuk. Di samping itu juga terdapat beberapa daerah yang kini masih pada taraf survey mula-mula (preliminary survey), misalnya Barito, Kedu Selatan, Tapanuli, Sulawesi Selatan Bagian Tengah, Timor dan daerah aliran Cisadane — Jakarta — Cibeet.

Dewasa ini juga sedang direncanakan pengembangan jaringan irigasi dan di daerah Madiun, Cirebon dan Sadang Utara serta pembangunan waduk serbaguna Karang Sambung, Karang Anyar, Samiran dan Blega.

Beberapa hasil yang sudah dicapai antara lain adalah penyusun-an pola induk daerah Bali dan Lampung serta feasibility study aliran kali Serayu dan Pemali Coma.

Proyek Pengembangan Air Tanah pada dasarnya masih merupakan kelanjutan dari tahun yang lalu. Proyek ini terutama dilaksanakan di daerah-daerah yang tidak ada sungai, seperti Kediri, Nganjuk dan Madura.

Kegiatan proyek Lembaga Penyelidikan Masalah Air terutama adalah penyelenggaraan survey hidrometri dan hidrologi serta penye- lidikan di bidang sungai dan pantai. Di samping itu juga dilaksanakan pengembangan tehnik bangunan-bangunan air dan penyelidikan geologi tehnik.

398

B. LISTRIK DAN GAS 1. Listrik

Program peningkatan tenaga listrik selama Repelita II ditekankan pada usaha penyelenggaraan pelayanan bagi kepentingan umum dengan tujuan agar dapat memberikan penyediaan tenaga listrik dengan keandalan dan kwalitas yang tinggi. Usaha tersebut dilaksanakan dengan melakukan rehabilitasi, meningkatkan daya terpasang serta memperluas jaring transmisi dan distribusi.

Dengan melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan tersebut maka pada tahun pertama Repelita II dapat diselenggarakan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 114,57 MW, jaring transmisi sepanjang 89 Km, 11 unit gardu induk dengan kapasitas 159 MVA, jaring distribusi tegangan tinggi sepanjang 318,307 Km, jaring distribusi tegangan rendah sepanjang 387,038 Km dan gardu distribusi sebanyak 325 unit.

Dengan selesainya beberapa proyek pusat pembangkit yang dibangun selama ini, secara bertahap telah dapat dilaksanakan pemeliharaan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik secara lebih teratur. Ini dapat dilakukan dengan jalan menyusun suatu jadwal pemeliharaan pusat-pusat pembangkit disertai dengan jadwal penyediaan peralatannya. Dengan demikian pemeliharaan pusat-pusat pembangkit besar, misalnya PLTU, PLTG, PLTA dan PLTD, dapat dilaksanakan pada waktunya.

Untuk memenuhi kebutuhan industri-industri menengah dan besar yang semakin meningkat, maka secara bertahap diusahakan penyediaan tenaga listrik yang kontinu. dengan keandalan yang tinggi serta kwalitas yang sesuai dengan kebutuhan industri bersangkutan.

Mengingat adanya permintaan masyarakat akan tenaga listrik yang sangat melonjak maka sebelum pembangunan pusat pembangkit listrik yang besar selesai, dibangun beberapa pusat pembangkit tenaga listrik tenaga gas yang dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat.

399

Langkah ini dapat terlihat di beberapa kota besar yang kebutuhannya akan tenaga listrik sangat melonjak, seperti Medan, Jakarta dan Semarang.

Di samping hal-hal yang disebutkan di atas, dalam tahun-tahun yang lalu juga dilaksanakan perbaikan-perbaikan dalam pengusahaan tenaga listrik guna mengimbangi perluasan daerah operasi dan peningkatan penyediaan tenaga listrik. Kenaikan produksi tenaga listrik dilola secermat mungkin sehingga pendapatan usaha mencapai hasil yang maksimum.

Berlandaskan pada pokok-pokok kebijaksanaan seperti yang diutarakan di atas, maka selama tahun kedua Repelita II dapat diselesaikan pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 167,044 MW, jaring transmisi sepanjang 584,725 Km, gardu induk sebanyak 21 unit dengan kapasitas 355,2 MVA, jaring distribusi tegangan tinggi sepanjang 478,744 Km, jaring distribusi tegangan ren-dah sepanjang 320,383 Km dan gardu distribusi sebanyak 520 unit. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 167,044 MW tersebut di atas diperoleh dari pembangunan Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 41,7 MW, Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 108 MW, Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebesar 17,28 MW dan Pusat Listrik Tenaga Mikrohidro sebesar 64 KW.

Adapun perincian kegiatan dan perkembangan pembangunan secara regional selama tahun kedua Repelita II adalah seperti diuraikan di bawah ini.

Pembangunan kelistrikan di Sumatera Utara, khususnya kota Medan dan sekitarnya, meliputi pembangunan Pusat Listrik Tenaga Diesel yang berkapasitas 7 X 4.000 KW dan 1 X 4.040 KW, Pusat Listrik Tenaga Gas yang berkapasitas 3 X 20 MW dan 2 X 15 MW, pemasangan jaringan transmisi 150 KV yang mengelilingi kota Medan, serta rehabilitasi dan perluasan jaringan distribusi untuk kota Medan dan sekitarnya. Untuk rencana pembangunan kelistrikan jangka panjang di daerah Sumatera Utara sedang dijajagi kemungkinan

pembangunan suatu Pusat Listrik Tenaga Uap yang berkapasitas 2 X 55 MW di Medan. Sambil menunggu selesainya rencana jangka panjang tersebut, dan untuk menanggulangi kekurangan tenaga listrik di Medan, maka telah dibangun satu unit PLTG dengan kapasitas 1 X 20 MW. Sejak bulan Mei 1976 PLTG tersebut telah beroperasi.

Pembangunan kelistrikan Sumatera Barat memberikan hasil-hasil berikut. Sejak bulan April 1976 PLTA Batang Agam yang berkapasitas 2 x 3.350 KW beserta gardu induk dan jaring transmisinya telah mulai beroperasi. Dengan demikian untuk beberapa waktu mendatang kebutuhan tenaga listrik di kota Bukittinggi, Payakumbuh dan Batu Sangkar dapat terpenuhi. Selain dari pada itu sedang dibangun juga PLTD Padang yang berkapasitas 2 x 2.500 KW dan PLTD Bukittinggi dengan kapasitas 2 X 1.200 KW dan jaring distribusi di kedua kota tersebut sedang direhabilitir dan diperluas.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di masa mendatang di daerah Sumatera Barat telah mulai dibangun suatu Pusat Listrik Tenaga Air di Maninjau dengan kapasitas 4 X 17 MW. Sedangkan untuk mengatasi kekurangan tenaga listrik dalam jangka pendek sedang dibangun suatu PLTD yang berkapasitas 1 x 2.400 KW di Padang. PLTD ini diperkirakan akan selesai pada akhir tahun 1976.

Pengembangan maupun rehabilitasi kelistrikan di daerah Riau meliputi pembangunan Pusat Listrik Tenaga Diesel dengan kapasitas 3 X 2.000 KW serta pemasangan jaring distribusi untuk Pakanbaru. Dalam pada itu untuk menanggulangi kebutuhan tenaga listrik yang sangat mendesak di Pakanbaru telah dipersiapkan pula pembangunan suatu PLTD yang berkapasitas 1 X 2.400 KW yang diharapkan se-lesai akhir tahun 1976.

Pembangunan PLTD di kota-kota Lubuk Linggau, Baturaja, Jambi dan Metro, masing-masing dengan kapasitas sebesar 1 x 336 KW, 1 X 336 KW, 2 x 1.340 KW dan 1 X 336 KW, telah selesai.

Dalam rangka pengembangan kelistrikan di Sumatera Selatan pada saat ini di Palembang sedang dilaksanakan pembangunan suatu

lesai dibangun pada akhir tahun 1976. Disamping itu dewasa ini sedang dilaksanakan pula perbaikan dan perluasan jaring distribusi unit PLTG dengan kapasitas 1 X 15 MW, PLTG ini diharapkan sekota Palembang dan sekitarnya.

Pengembangan kelistrikan di Kalimantan Barat dilaksanakan dengan pembangunan Pusat Listrik Tenaga Diesel di Pontianak dengan kapasitas 3 X 4.000 KW beserta jaring transmisi dan distribusinya. Semua ini diharapkan selesai pada akhir tahun 1976.

Pengembangan kelistrikan di Kalimantan Timur, dengan pusat beban Samarinda dan Balikpapan, meliputi pembangunan unit PLTD di Samarinda dan unit PLTD di Balikpapan beserta jaring distribusinya. Kedua PLTD tersebut berkapasitas sama, masing-masing 6 X 4.040 KW. Untuk mengatasi kekuarangan tenaga listrik yang sangat mendesak sedang dilaksanakan pemasangan unit PLTD di Samarinda dengan kapasitas 1 x 1.250 KW dan unit PLTD di Balikpapan dengan kapasitas 1 X 1.340 KW. Pemasangan kedua unit ini diharapkan selesai pada akhir tahun 1976.

Untuk pengembangan kelistrikan di Irian Jaya, khususnya di Jayapura, Sorong dan Biak, diselenggarakan pembangunan PLTD di Jayapura yang berkapasitas 2 X 1.000 KW dan PLTD di Biak yang berkapasitas 2 X 1.000 KW. Pembangunan kedua PLTD tersebut juga disertai dengan perluasan jaringan. Disamping itu dewasa ini sedang dilakukan penelitian yang mendalam untuk pembangunan PLTA Sentani yang diperkirakan mempunyai kapasitas sebesar 2 X 6.500 KW.

Pembangunan kelistrikan daerah Jakarta Raya dilaksanakan dengan mengadakan rehabilitasi dan perluasan jaringan distribusi. Di samping itu juga dilaksanakan perubahan tegangan distribusi sekunder. Sejak dimulainya perubahan tegangan sekunder tersebut sejumlah 27.674 langganan di Jakarta Raya telah menikmati tegangan 220/380 Volt. Selanjutnya dalam rangka perluasan jaringan distribusi telah pula dilakukan penjajagan pengembangan untuk daerah Jabotabek.

Untuk meningkatkan daya terpasang dalam sistem kelistrikan Jawa Barat dan Jakarta Raya pada saat ini sedang dibangun PLTU Muara Karang yang berkapasitas 3 X 100 MW, PLTG Tanjung Priok dengan kapasitas 4 X 50 MW dan 2 X 26 MW, PLTG Pulogadung yang berkapasitas 4 X 20 MW dan 2 X 26 MW, serta pemasangan PLTA Juanda unit ke enam. Untuk memungkinkan penyaluran daya yang akan dihasilkan oleh pusat-pusat pembangkit tenaga listrik tersebut dewasa ini dipersiapkan pembangunan jaring transmisi antara Muarakarang — Cawang, Gambir — Pulogadung, Cilincing — Gambir, Cilincing — Tanjung Priok dan antara beberapa kota lainnya di Jawa Barat serta perluasan gardu induk untuk lokasi yang memerlukan.

Pembangunan PLTG Tanjung Priok dan PLTG Pulogadung, yang masing-masing berkapasitas 2 X 26 MW, telah mendekati penyelesaiannya. Percobaan dan pengetesan telah dilakukan terhadap kedua pembangkit tersebut. PLTG Cirebon, yang berkapasitas 2 X 20 MW, telah dapat melayani daerah Cirebon dan sekitarnya.

Untuk pengembangan kelistrikan di Jawa Tengah di Semarang sedang dibangun PLTU yang berkapasitas 2 X 50 MW serta PLTG yang berkapasitas 1 X 21,5 MW dan 1 X 20 MW. Di Yogyakarta telah dibangun PLTG yang berkapasitas 3 X 2.100 KW. Di samping itu telah diadakan juga penjajagan rencana pembangunan PLTU Cilacap dengan kapasitas 2 X 55 MW dan PLTA Sempor dengan kapasitas 1 X 1.000 KW. Selanjutnya juga sedang dilaksanakan pembangunan jaring transmisi Tuntang dan Ketenger, usaha interkoneksi antara jaring Tuntang dan Ketenger, serta rehabilitasi dan perluasan jaringan distribusi untuk kota-kota yang terbesar di seluruh Jawa Tengah.

Peningkatan jaring transmisi Tuntang bagian Timur menjadi 150 KV telah selesai dilaksanakan. Demikian juga pemasangan PL-TD Yogyakarta yang berkapasitas 3 X 2.100 KW serta PLTG Semarang yang berkapasitas 1 X 21,5 MW.

Pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik di Jawa Timur, yang terdiri atas PLTA Karangkates unit ke III dengan kapa-

sitas 1 X 35 MW, PLTD yang tersebar dan seluruhnya berkapasitas 4.064 KW serta PLTG Surabaya dengan kapasitas 1 X 26,5 MW, telah dapat diselesaikan. Agar daya yang dihasilkan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik tersebut dapat berfungsi maka pada saat ini di Jawa Timur sedang giat dilaksanakan rehabilitasi dan perluasan jaring transmisi dan distribusi. Selain dari pada itu pada saat ini sedang dilaksanakan pula pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik. Antara lain PLTU Perak III dan IV dengan kapasitas 2 X 50 MW, PLTA Wlingi dengan kapasitas 1 X 27 MW dan PLTG Gresik yang berkapasitas 2 X 20 MW. Di samping itu di Gresik sedang dipersiapkan perencanaan pembangunan PLTU yang berkapasitas 2 x 100 MW.

Dalam usaha untuk menyebar-luaskan pengembangan kelistrikan di seluruh Indonesia, khususnya di ibukota kabupaten, dalam tahun 1975/76 mulai dipersiapkan pembangunan 140 unit PLTD dengan kapasitas besar dan kecil.

Penyebar-luasan kegiatan pembangunan kelistrikan juga dilaksanakan dengan pemindahan unit-unit diesel dari daerah-daerah yang sudah memperoleh tambahan daya pembangkit tenaga listrik yang berkapasitas besar ke daerah yang memerlukan, khususnya daerah yang masih mengalami pemadaman.

Guna meningkatkan elektrifikasi pedesaan telah dilaksanakan pembangunan pusat-pusat listrik tenaga mikrohidro. Dalam tahun 1975/76 telah diselesaikan pembangunan PLTM Munthe di Tanah Karo. PLTM ini berkapasitas 1 X 64 KW. Di samping itu telah direncanakan juga pembangunan PLTM di Pontak, Tanggul, Sidourip, Tonjong, Sawito, Bengkayang, Narmada dan Kota Anau.

Dalam rangka mempersiapkan rencana-rencana untuk Repelita III mulai sekarang telah diadakan penelitian-penelitian mengenai kemungkinan untuk membangun PLTA di Sungai Citarum dan Cimanuk di Jawa Barat, PLTA Mrica, Mating dan Karang Sambung di Sungai Serayu di Jawa Tengah serta mengenai potensi beberapa tenaga air pada beberapa sungai di luar Jawa. Selain daripada itu sedang dipelajari pula kemungkinan untuk melaksanakan pengem-

bangan kelistrikan secara regional di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dalam mempelajari kemungkinan ini juga diadakan penelaahan mengenai kemungkinan interkoneksi jaring listrik Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Hasil pembangunan yang semakin meningkat menyebabkan volume kegiatan administrasi semakin bertambah. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut dan untuk meningkatkan tertib administrasi maka secara bertahap mekanisasi/komputerisasi administrasi ditingkatkan.

Kemampuan personil ditingkatkan pula secara terus menerus melalui penataran dan pendidikan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Pendidikan di dalam negeri diselenggarakan di lima pusat pendidikan dan latihan serta di perguruan-perguruan tinggi dan kursus kejuruan yang telah mengadakan kerja-sama dengan Perum Listrik Negara.

Instalasi pembangkitan serta jaring transmisi dan distribusi sangat peka terhadap gangguan-gangguan, baik yang bersifat teknis maupun yang non teknis. Karena itu maka dilakukan usaha pengamanan yang diselenggarakan dengan mendapatkan pertimbangan dari segenap unsur Pemerintah dan masyarakat yang berkepentingan.

Berkat kegiatan rehabilitasi dan pembangunan dalam bidang kelistrikan yang telah diuraikan di atas, dalam tahun 1974/75 dan tahun 1975/76 telah dapat tercapai hasil-hash berikut :

1. Penyediaan tenaga listrik telah meningkat sebesar 12%, yaitu dari 3.245.962 MWH dalam tahun 1974/75 menjadi 3.636.726 dalam tahun 1975/76.

2. Penjualan tenaga listrik meningkat dengan 13%, yaitu dari 2.376.031 MWH dalam tahun 1974/75 menjadi 2.691.178 MWH dalam tahun 1975/76.

Adapun perkembangan phisik maupun hasil usaha yang lebih terperinci selama tahun 1973/74 — 1975/76 dapat dilihat dalam Tabel IX — 2 dan Tabel IX — 3.

TABEL IX – 2

HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK,

1973/74 – 1975/76

TABEL IX -3

PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,

1973/74 – 1975/76

406

GRAFIK IX –1

HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK1973/74 — 1975/76

1973/74

Dayo tersambung

1974/75

II

1975/76 Daya terpasang

409

Kegiatan program peningkatan tenaga gas dalam tahun kedua Repelita II diutamakan pada peningkatan kemampuan usaha data penjajagan mengenai kemungkinan untuk penyaluran gas bumi di beberapa kota, antara lain di Jakarta Raya, Surabaya dan Medan. Di samping itu juga ditekankan usaha-usaha pengamanan fasilitas agar dapat menjamin keandalan penyediaan gas untuk masyarakat.

Berdasarkan pada kebijaksanaan tersebut, maka dalam tahun 1975/76 terutama dilaksanakan dua kegiatan. Yaitu penyempurnaan sistim transmisi serta penyesuaian jaring distribusi Pilot Proyek Penyaluran Gas Bumi Bongas Cirebon dan rehabilitasi jaring distribusi di Medan, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang.

Selain kegiatan tersebut di atas dalam tahun 1975/76 juga di adakan penelaahan secara menyeluruh mengenai persoalan-persoalan di bidang tehnik dan di bidang pengusahaan tenaga gas serta diadakan penelitian mengenai beban jaring distribusi dan sumber kebo‑ coran. Di samping itu telah dipersiapkan juga perencanaan penyesuaian jaring distribusi dalam rangka persiapan penyaluran gas bumi di Medan, Jakarta dan Surabaya. Selanjutnya dalam tahun 1975/76 juga diusahakan peningkatan ketrampilan kerja untuk para kar- yawan.

Sebagai hasil pelaksanaan program peningkatan tenaga gas dalam tahun kedua Repelita II telah terpasang jaring distribusi sepanjang 20,6 Km.

Usaha untuk meningkatkan penyediaan gas bumi di Cirebon belum berhasil meskipun potensi pemasaran gas bumi di daerah tersebut cukup tinggi. Dalam pada itu penelitian dan usaha-usaha guna memperoleh gas bumi untuk Jakarta semakin diintensipkan.

Kegiatan perkembangan gas kota selama tahun 1973/74 — 1975/76 dapat dilihat dalam Tabel IX — 4.

410

TABEL IX — 4

PERKEMBANGAN GAS KOTA,1973/74 — 1975/76

Uraian

1973/74

1974/75

1975/76

I. Persediaan

2,6 juta kcal/hr

12,4 juta kcal/hr

1.

Gas batu bara

2.

Gas minyak Thermis

3.

Gas minyak Katalitis

41,7 juta kcal/hr

29,2 juta kcal/hr

4.

Gas bumi

264,0„

336,0„

II.

Jaring Transmisi/Distribusi

305,7 juta kcal/hr

380,2 juta kcal/hr

12,4 juta kcal/hr

1.

Pipa Distribusi

7,4 km

28,9 km

20,61

2.

Pipa Transmisi

37,0 km

C. PERHUBUNGAN

1. Perhubungan Darat

a. Jalan dan Jembatan

Kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang jalan dan jembatan tetap dititik beratkan pada usaha-usaha rehabilitasi dan peningkatan jaringan jalan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Dalam tahun 1973/74 dan 1974 / 75 hasil-hasil yang dicapai adalah sebagai berikut :

(1) Rehabilitasi jalan sepanjang 2.672 km dan jembatan 7.693 m.

(2) Peningkatan jalan sepanjang 1.251 km dan jembatan 1.820 m.

(3) Pembangunan jalan baru sepanjang 277,2 km dan jembatan 2.210 m:

(4) Pemeliharaan jalan sepanjang 28.500 km.

Program-program rehabilitasi dan peningkatan jalan dan jembatan adalah untuk melayani perkembangan lalu lintas jangka pendek dan menengah, yang pelaksanaannya ditinjau secara berkala untuk disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan pembangunan di- tiap daerah.

Dalam dua tahun pertama Repelita II hasil yang dicapai dari masing-masing program tersebut dapat dilihat pada angka-angka tabel IX – 5.

Di samping hasil fisik tersebut dalam tahun 1975/76 telah dapat diselesaikan survey dan engineering jalan sekitar 4.000 km dan jembatan sekitar 8.000 m.

b. Angkutan Jalan Raya

(1) Perkembangan Armada dan Angkutan Jalan Raya

Jumlah armada angkutan bermotor dalam tahun 1975 tercatat sebanyak 1.714.415 buah dengan perincian 35.900 buah bis, 189.480 buah mobil barang/truck, 377.990 buah mobil penumpang dan 1.151.045 buah sepeda motor. Dibandingkan dengan keadaan tahun

TABEL IX—5

REALISASI PROGRAM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN,1973/74 — 1975/76

Program

1973/74

1974/75

1975/76

1

Pemeliharaan

Jalan

18.141

km

9.482km

7.490

km

Jembatan

2.465m

2.390

m

2.

Rehabilitasi

Jalan

932,5

km

1.400 km

417

km

Jembatan

4.035

m

2.616 m

2.117

m

3.

Peningkatan

Jalan

646

km

407km

348

km

Jembatan

2.548

m

1.132m

1.250

m

4.

Pembangunan

Jalan

47,2

km

160km

104

km

Jembatan

907

m

845 m

226 m

1973, dimana jumlah keseluruhan kendaraan ada sebanyak 1.202.223 buah yang terdiri dari 30.368 buah bis, 144.060 buah mobil barang/ truck, 307.739 buah mobil penumpang dan 720.056 buah sepeda motor, maka jumlah armada selama 2 tahun terakhir ini telah bertambah dengan bis sebanyak 5.532 buah, mobil barang/truck 45.420 buah, mobil penumpang 70.251 buah dan sepeda motor sebanyak 430.989 buah. Ini berarti persentasi kenaikan masing-masing jenis alat angkutan dalam periode tersebut adalah sebesar 18,2%, 31,53%, 22,83%, 59,85%.

Kekuatan armada angkutan bermotor terus bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah angkutan dan lalu lintas di jalan raya, sebagaimana dapat dilihat dari angka-angka dalam tabel IX – 6.

Perkembangan armada angkutan jalan yang terus meningkat itu perlu diimbangi dengan fasilitas lalu lintas agar terjamin arus lalu lintas yang tertib dan teratur. Antara tahun 1973/74 dan 1974/75 usaha peningkatan fasilitas jalan dan pengawasan lalu lintas telah

TABEL IX – 6

PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN,1973 – 1975

Tahun

B i s

Mobil

barang/truk

Mobil

penumpang

Sepeda

Motor

1973

30.368

144.060

307.739

720.056

1974

31.439

166.356

337.701

945.182

1975

35.900

189.480

377.990

1.151.045

menghasilkan penambahan alat penguji 7 buah, rambu jalan 18.379 buah, jembatan timbang 13 buah, lampu pengatur lalu lintas 7 perangkat, loadmeter 23 buah, kendaraan inspeksi sebanyak 19 buah jeep dan 138 buah sepeda motor.

Hasil yang dicapai dalam tahun 1975/76 meliputi penyelesaian bangunan-bangunan alat pengujian di 4 lokasi masing-masing di Pekanbaru, Jambi, Tegal dan Yogyakarta. Pemasangan alat pengujiannya direncanakan tahun berikutnya. Juga pengadaan 23.303 buah rambu jalan yang lokasinya tersebar di seluruh propinsi dan pemasangan 3 buah jembatan timbang masing-masing di Padangulaktanding/ Bengkulu, Kediri/Nusa Tenggara Barat dan Lianganggang/Kalimantan Selatan; pengadaan 42 buah lampu pengatur lalu lintas; pem-bangunan 3 buah kantor inspeksi masing -masing di Banjarmasin, Samarinda dan Sulawesi Tengah dan pengadaan kendaraan inspeksi yaitu 20 buah jeep dan 55 sepeda motor.

Tabel di bawah ini memperlihatkan perkembangan fasilitas angkutan jalan raya antara tahun 1973 / 74 sampai tahun 1975/76.

(2) Perkembangan Angkutan Perintis Darat

Operasi angkutan PN DAMRI dari tahun ke tahun terus dikembangkan dalam usaha mengatasi kekurangan akan kebutuhan angkutan. Sampai tahun 1974/75 operasi angkutan tersebut dilaku-

GRAFIK IX–3

PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN JALAN1973 — 1975

(ribuan buah)B I S 40

(ribuan buah)

MOBIL BARANG/TRUK

415

(sambungan grafik ix – 3)

416

TABEL IX—7

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS ANGKUTANJALAN RAYA,

1973/74 – 1975/76

Jenis Fasilitas

1973/74

1974/75

1975/76

1. Alat Pengujian

4

3

4

2. Rambu Jalan

18.379

23.303

3. Jembatan Timbang

7

6

3

4. Lampu Lalu-lintas

4

3

42

5. Loadmeter

14

9

6. Kendaraan Inspeksi

15

4

20

a. Jeep

b. Sepeda motor

134

4

55

7. Pengontrol kecepatan

1

8. Kantor Inspeksi

3

kan pada lintas perintis, terutama di luar Jawa, dan lintas komersiil dengan daerah operasi di Jawa. Dalam usaha turut mengatasi kesu- litan angkutan sejak tahun 1975/76 melalui kerjasama dengan Pemerintah Daerah, PN DAMRI mulai membuka operasi angkutan kota Surabaya. Operasi angkutan kota tersebut lebih berperan sebagai angkutan perintis, yang memprioritaskan pelayanan yang teratur, aman dan tertib.

Jumlah armada angkutan perintis darat dalam tahun 1973/74 ada 80 buah bis; tahun 1974/75 menjadi sebanyak 115 buah bis dan dalam tahun 1975/76 meningkat lagi menjadi 306 buah bis. Armada bis ini dioperasikan sebagai angkutan perintis di daerahdaerah sebanyak 83 buah, untuk angkutan komersiil 103 buah dan sebagai bis kota sebanyak 120 buah.

Daerah operasi angkutan perintis adalah sebagai berikut : di Sumatera Selatan/Bangka 2 bis, Lampung 8 bis, dalam persiapan adalah di Bengkulu 4 bis, Nusa Tenggara Barat/Lombok 4 bis, dae-

rah Timor 30 truk/bis, Sulawesi Selatan 15 bis, Maluku/Ambon 4 bis, Irian Jaya 16 bis.

c. Angkutan Sungai, Danau dan Ferry

Pelaksanaan program Angkutan Sungai, Danau dan Ferry dalam tahun kedua Repelita II merupakan lanjutan dari usaha-usaha dalam tahun sebelumnya. Di samping pembangunan phisik, usaha-usaha menjajaki kemungkinan pembangunan untuk memperkembangkan perencanaan dan pelaksanaan angkutan sungai, danau dan ferry terus ditingkatkan.

Selama periode 1973/74 dan 1974/75 telah diselesaikan 5 buah dermaga/terminal sungai, 5 buah dermaga/terminal ferry, 1 buah dermaga/terminal 1 danau, 1 buah terminal ferry, 7 buah kapal ferry, 1 buah kapal keruk, 6 buah kapal inspeksi, 1.161 buah rambu sungai, 74 buah skala tinggi air, pembersihan alur sepanjang 19 km, dan pengerukan Sungai sebanyak 323.000 M³. Di samping itu dilanjutkan kegiatan untuk menyempurnakan institusi, administrasi, peraturan pelaksanaan angkutan sungai, danau dan ferry serta (melanjutkan) penelitian sungai dan lintas ferry lainnya.

d. Angkutan Kereta Api

Dalam bidang perkereta-apian terus dilaksanakan usaha rehabilitasi dan peningkatan fasilitas-fasilitasnya, seperti jalan kereta api, bakal pelanting, peralatan sinyal dan telekomunikasi. Program re- habilitasi dan peningkatan ini diprioritaskan pada lintas-lintas utama dan beberapa lintas cabang (feeder). Dalam hubungan ini pelayanan kepada masyarakat terus pula ditingkatkan melalui penambahan frekwensi dan penyesuaian waktu perjalanan dengan kebutuhan. Produksi jasa-jasa perkereta-apian yang dicapai dalam tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut

Dari Tabel IX – 8 dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 jumlah angkutan penumpang dan barang menurun masing-masing dengan 6,1% dan 14,7% dibandingkan dengan tahun 1974. Penurunan ini antara lain disebabkan karena makin banyaknya tersedia fasilitas jalan raya, terutama untuk angkutan jarak dekat. Namun diharapkan

418

TABEL IX — 8

PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KA,1973—1975

(dalam ribuan)

Tahun

Penumpang

Penumpang

Km

Barang

Ton

Barang

Ton/Km

1973

29.370

2.727.000

5.040

1.069.000

1974

25.416

3.466.300

4.540

1.116.200

1975

23.854

3.534.200

3.871

959.300

angkutan kereta api akan meningkat lagi dalam tahun-tahun yang akan datang oleh karena berkembangnya sektor industri, pertambangan dan lain-lain di daerah-daerah tertentu.

Untuk meningkatkan fasilitas peralatan kereta api telah dimanfaatkan secara optimal Balai Yasa yang telah ada, melalui pengkhususan kegiatan misalnya Balai Yasa Manggarai untuk memperbaiki lok listrik, kereta listrik dan kereta penumpang, Balai Yasa Semarang untuk kereta penumpang, Balai Yasa Yogya untuk lok diesel dan rail-car, Balai Yasa Surabaya untuk grobak dan ketel minyak, Balai Yasa Madiun untuk lok uap dan Balai Yasa di Lahat Sumatra untuk memperbaiki berbagai peralatan perkereta-apian.

Hasil-hasil rehabilitasi yang telah dicapai sampai dengan akhir tahun 1975/76 dapat dilihat dalam Tabel IX — 9.

Dalam Tabel IX — 9 kelihatan bahwa hasil yang dapat dicapai selama tahun 1975/76 antara lain adalah berupa penggantian rel sepanjang 578,8 km, rehabilitasi lok uap 69 buah, lok diesel 91 buah, rehabilitasi dan penambahan gerbong barang 2.772 buah dan kereta penumpang 176 buah.

Dalam tahun 1975/76 juga telah dimulai persiapan pengadaan penambahan lok diesel berkekuatan 1.000 HP, 1.500 HP dan 2.000 HP, serta kereta penumpang, sesuai dengan pelaksanaan program rehabilitasi lima tahun PJKA.

419

GRAFIK IX -4

PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API

1973 – 1975

420

5,040

(Jutaan)BARANG/TON KILOMETER

TABEL IX -- 9

HASIL-HASIL REHABILITASI PERKERETA APIAN DI INDONESIA,

1974/75 -1975/76

No

Uraian

1974/75

1975/76

1.

Penggantian rel (Km)

513,74

578,8

2.

Perbaikan jalur jembatan (M³)

191 M³ + 973 ton

1.606 M³

3.

Bangunan Operasionil (unit)

38

58

4.

Lok Uap (buah)

23

69

9.

Lok Diesel (buah)

40

91

b.

Lok Listrik (buah)-

2

-‑

7.

Pasang Airbrake (buah)

1.000

500

8.

Kereta (buah)

62

176

9.

Rehabilitasi Gerbong (buah)

714

2.772

10.

Jembatan baton (buah)

196

111

Di samping itu, untuk menunjang pertumbuhan kota-kota yang sangat pesat, maka mulai tahun 1976 akan dimulai penggunaan rail-car listrik dan rail-car diesel untuk angkutan penumpang di Jakarta dan angkutan antara Jakarta – Bogor.

Sejalan dengan pelaksanaan rehabilitasi dan peningkatan peralatan tersebut juga diteruskan usaha penyehatan melalui perbaikan organisasi, sistim administrasi dan finansialnya.

2. Perhubungan laut

Peningkatan ,produktivitas dari fasilitas-fasilitas perhubungan laut terus dilaksanakan untuk menghadapi arus barang dan penumpang yang terus berkembang. Fasilitas-fasilitas perhubungan laut antara lain meliputi pengembangan armada, fasilitas-fasilitas pelabuhan, kepanduan, pengerukan, keselamatan pelayaran, kesyahbandaran, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan fasilitas galangan/ dock.

Di samping pembinaan dan pengembangan armada samudra, pelayaran nusantara dan lokal, kegiatan pelayaran kapal perintis juga ditingkatkan. Pelayaran perintis bertujuan mengadakan hubungan yang teratur dari dan ke daerah-daerah yang terpencil atau yang belum dapat disinggahi kapal-kapal pelayaran nusantara lainnya, disebabkan pertimbangan ekonomis yang kurang menguntungkan. Dalam tahun 1975/76 telah dioperasikan 16 kapal yang melayari 21 trayek pelayaran perintis.

Dalam menunjang usaha peningkatan produktivitas di bidang perhubungan laut tersebut telah juga diusahakan peningkatan ketrampilan tenaga kerja serta berbagai penyempurnaan di bidang kelembagaan perhubungan laut.

Perkembangan dalam sektor perhubungan laut dalam tahun 1975/76 dapat diuraikan seperti di bawah ini

a.Armada

(1) Pelayaran Nusantara

Pola trayek Pelayaran Tetap dan Teratur (Regular Liners Service) dalam tahun 1975 melayani 64 trayek yang menghubungkan 57 pelabuhan wajib dan sekitar 30 pelabuhan fakultatif untuk disinggahi kapal-kapal. Jumlah kapal yang melayani trayek-trayek tersebut ada 319 kapal dengan kapasitas seluruhnya sebesar 330.416 Dwt.

Perkembangan armada niaga nusantara dari tahun ke tahun semenjak tahun 1973 dapat dilihat pada tabel IX – 10.

Dalam tahun 1973 kapal yang beroperasi sebanyak 267 buah dengan kapasitas 284.931 Dwt. Dalam tahun 1974 kapasitas tersebut naik menjadi 308.157 Dwt. Jumlah muatan yang diangkut juga me- ningkat; pada tahun 1973 jumlah itu adalah sekitar 2.316.298 ton, pada tahun 1974 naik menjadi sekitar 2.681.839 ton dan pada tahun 1975 menjadi sekitar 3.095.906 ton.

Berdasarkan kapasitas kapal yang beroperasi dan jumlah muatan yang diangkut sejak tahun 1973 sampai dengan 1975 produktivitas

TABEL IX – 10

PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NUSANTARA,

1973 – 1975

Tahun

Jumlah Kapal

Kapal yang beroperasi

Kapal

DWT

Kapal

DWT

1973

267

284.931

267

284.931

1974

304 *)

307.607 *)

304 *)

308.157

1975

319

330.416

319

330.416

*) Angka diperbaiki.

perhubungan laut meningkat, yaitu dari sekitar 8,1 ton/dwt/tahun pada tahun 1973 menjadi 8,7 ton/dwt/tahun pada tahun 1974 dan 9,4 ton/dwt/tahun pada tahun 1975.

Program rehabilitasi dan penggantian kapal-kapal tua dengan yang baru terus dilanjutkan, yang menurut rencana sampai dengan tahun 1977 akan mencapai 113. 250 Dwt, dengan komposisi kapal bekas sekitar 52,5% dan kapal baru sekitar 47,5%. Pengadaan kapal bekas dan baru dilaksanakan melalui P.T. PANN untuk disalurkan kepada perusahaan-perusahaan pelayaran, baik dengan pembayaran angsuran maupun dengan sistim sewa.

Penyempurnaan di bidang usaha EMKL terus ditingkatkan untuk mengimbangi perkembangan dari armada pelayaran, perusahaan pelayaran dan fasilitas pelabuhan, guna dapat menampung perkembangan arus barang ditiap-tiap pelabuhan. Dalam tahun 1975 terdapat cukup banyak perusahaan EMKL yang mempunyai peralatan-peralatan bongkar muat seperti: truck, forklift, mobile crane, kereta dorong, timbangan dan lain-lain.

(2) Pelayaran Samudera

Pelayaran Samudera adalah untuk menunjang perdagangan luar negeri khususnya ekspor dalam menghemat dan memperoleh devisa. Sasaran di bidang pelayaran samudera adalah untuk mencapai saham 50% dari seluruh angkutan luar negeri Indonesia.

424

Dengan jumlah 49 buah kapal dengan kapasitas 419.089 Dwt dalam tahun 1975 diangkut muatan seberat 8.794.300 ton. Dari jumlah ini baru 32% diangkut dengan kapal-kapal Nasional, sedang 68% lainnya diangkut dengan kapal-kapal asing. Peningkatan kapa-

sitas armada pelayaran samudera sangat penting untuk menampung peningkatan volume perdagangan luar negeri dan membantu kelancaran dan perkembangan armada pelayaran nusantara dan lokal.

Kegiatan Pelayaran Samudera Umum dengan luar negeri dalam tahun 1975, seperti Indonesia — Eropa, Indonesia — Jepang, Indo‑ nesia — Australia, Indonesia — Hongkong dan Indonesia — USA/ Canada kelihatan menurun sebanyak 2,7%, yaitu dari 9,037.954 ton pada tahun 1974, menjadi 8.794.300 ton pada tahun 1975. Perkembangan kegiatan-kegiatan Pelayaran Samudera Umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

TABEL IX — 11

PERKEMBANGAN PELAYARAN NIAGA SAMUDERA UMUM,

1973—1975

T a h u n

Kapal yang beroperasi

Muatan (ton)

Kapal

DWT

1973

41

386.741

9.916.782

1974

45

425.547

9.037.954 *)

1975

49

419.089

8.794.300

*) Angka diperbaiki.

(3) Pelayaran Khusus

Armada Pelayaran Khusus berfungsi untuk melayani pengang- kutan barang-barang khusus ke dan dari luar negeri antara lain kayu, minyak bumi, nikel, bauksit, semen, batubara dan pupuk. Pengangkutan barang khusus tersebut dilayani baik oleh kapal nasional maupun armada asing.

426

Perkembangan armada dan muatan dari pelayaran khusus dapat dilihat pada table IX – 12.

TABEL IX — 12

PERKEMBANGAN PELAYARAN NIAGA SAMUDERA KHUSUS,

1973 — 1975

T a h u n

Kapal yang beroperasi

Muatan

Kapal

DWT

1973

45

1.143.236

4.239.999

17.213.190

37.031.527

ton

L/T

1974

85

1.540.413

11.952.656

16.758.123

96.440.600

ton

L/T

1975

75

2.752.201

16.177.982

13.561.569

45.955.625

ton

L/T

Pada tahun 1973 sekitar 4.239.999 ton muatan dapat diangkut, sedan pada tahun 1974 jumlah itu naik menjadi 11.952.656 ton. Pada tahun 1975 muatan yang dapat diangkut meningkat lagi menjadi 16.177.982 ton. Peningkatan-peningkatan ini terjadi meskipun angkutan kayu dan minyak mentah mengalami penurunan. Angkutan kayu dalam tahun 1973 sekitar 17.213.190 m3 turun menjadi 16.758.123 m3 dalam tahun 1974 dan 13.561.569 m3 dalam tahun 1975. Di samping itu dalam tahun 1973 jumlah angkutan minyak sekitar 37.031.527 L/T, tahun 1974 mengalami kenaikan menjadi sekitar 96.440.600 L/T, yang kemudian turun menjadi sekitar 45.955.625 L/T pada tahun 1975.

(4) Pelayaran Lokal dan Pelayaran Rakyat

Pelayaran Lokal dan Pelayaran Rakyat bertugas untuk menunjang sistim angkutan lokal dalam negeri, yaitu pelayaran dalam jarak sekitar 200 mil sampai 500 mil laut. Peranan kedua macam perusa-

427

haan pelayaran ini cukup penting, selain mengumpulkan muatan dari pelabuhan-pelabuhan kecil untuk dibawa ke daerah-daerah la-innya, juga untuk membagi-bagikan muatan ke pelabuhan-pelabuhan kecil.

Walaupun sejak tahun 1973 jumlah armada pelayaran lokal kelihatan menurun, namun kapasitasnya terus meningkat, seperti pada tahun 1973 jumlah armada sebanyak 980 kapal dengan tonage 92.619 Brt; tahun 1974 jumlah armada sebanyak 965 kapal dengan tonage 92.621 Brt dan pada tahun 1975 jumlah armada sebanyak 858 kapal dengan tonage 92.758 Brt. Jumlah muatan yang diangkut juga meningkat dari sekitar 207.495 ton dalam tahun 1973, menjadi sekitar 938.422 ton pada tahun 1974 dan menjadi sekitar 1.277.867 ton tahun 1975. Hal ini menunjukkan produktivitas yang meningkat.

Sebagian besar armada pelayaran rakyat berupa perahu-perahu layar yang berlayar menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar dengan pelabuhan-pelabuhan kecil atau antar pelabuhan kecil yang melayani pengangkutan barang-barang dan penumpang. Tugasnya penting bagi menunjang pelayaran lokal dan pelayaran nusantara (RLS). Pelayaran rakyat belum mempunyai route yang teratur, karena sangat dipengaruhi oleh musim dan muatan. Tugas pelayaran rakyat ini juga cukup penting sebagai sarana penghubung dan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial di daerah-daerah terpencil.

(5) Pelayaran Perintis

Peranan Pelayaran Perintis adalah mengelola hubungan antara masing-masing daerah terpencil terutama yang masih lemah keadaan ekonominya dengan daerah-daerah lainnya. Untuk keperluan terse-but pada tahun 1975/76 dioperasikan 21 trayek perintis dengan 163 pelabuhan yang disinggahi oleh 16 buah kapal.

Trayek yang dilayari dan jumlah kapal perintis tersebut adalah sebagai berikut:

- Pantai Barat Sumatera6 trayek dilayari oleh 3 kapal

428

· Kepulauan Riau 1 trayek dilayari oleh

1 kapal

· NTT/NTB 2 trayek dilayari oleh

2 kapal

· Sulawesi Selatan/Tenggara 2 trayek dilayari oleh

2 kapal

· Sulawesi Utara/Tengah 2 trayek dilayari oleh

2 kapal

· Maluku Utara, Tengah, Selatan 5 trayek dilayari oleh

3 kapal

-Irian Jaya Utara, TI. Cendrawasih 2 trayek dilayari oleh

2 kapal

-Irian Jaya pantai Selatan 1 trayek dilayari oleh

1 kapal

Dengan mengoperasikan 16 kapal untuk melayari 21 trayek, maka rata-rata frekwensi penyinggahan di setiap pelabuhan perintis adalah sekali tiap 23 hari, sedangkan keteraturan pelayaran dalam melayari trayek sudah mencapai 70%, dengan menggunakan 220 trip berlayar. Dalam tahun 1974 dioperasikan 15 kapal pada 20 trayek. Pada tahun 1975 dioperasikan 16 kapal dengan 21 trayek. Pelayaran ini telah meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial di daerah-daerah tersebut.

Peningkatan dalam pemberian pelayanan telah mendorong pengusaha-pengusaha di daerah-daerah untuk penyediaan tempat-tempat pengumpulan barang-barang, bahan-bahan dan sebagainya semakin meningkat jumlahnya untuk dijual dan diangkut ke daerahdaerah pemasaran lainnya.

b.Fasilitas Pelabuhan dan Pengerukan

Sebagai salah satu program yang menunjang bidang perhubungan laut, program ini melaksanakan kegiatan-kegiatan rehabilitasi, peningkatan, modernisasi serta perluasan prasarana perhubungan laut seperti; fasilitas-fasilitas pelabuhan, kepanduan dan pengerukan.

Disamping mengutamakan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan peningkatan fasilitas-fasilitas beberapa pelabuhan telah dilaksanakan modernisasi dan perluasan Pelabuhan Tg, Priok, Tg. Perak (Surabaya) dan Pelabuhan Belawan.

Beberapa pelabuhan yang baru dibangun sebagai pengganti pelabuhan-pelabuhan lama, di antaranya antara lain Pantai Meneng, Krueng Maya, Gunung Sitoli, Ketapang, Pantaloan. Beberapa dari pelabuhan-pelabuhan ini telah selesai dibangun sedangkan sebagiannya lagi masih dalam pelaksanaan.

Jumlah pelabuhan yang fasilitasnya direhabilitir, ditingkatkan, dimodernisir, dan diperluas terus ditingkatkan, yaitu tahun 1973/74 sekitar 16 pelabuhan, tahun 1974/75 sekitar 25 pelabuhan dan dalam tahun 1975/76 seluruhnya mencapai sekitar 41 pelabuhan termasuk 5 pelabuhan perintis.

Kegiatan-kegiatan studi dan perancangan dengan pembiayaannya baik melalui bantuan tehnik maupun pembiayaan dalam negeri terus pula ditingkatkan untuk memperoleh data dalam membuat penyusunan proyek-proyek secara lebih baik. Studi-studi yang telah dilaksanakan antara lain adalah untuk pelabuhan-pelabuhan: Tg. Priok, Tg. Perak, Belawan, Panjang, Cirebon, Semarang, Banyuasin, Cilacap, Bengkulu, Samarinda, Balikpapan, Sunda Kelapa dan sebagainya.

Hasil yang dicapai dari program-program pembangunan fasilitas pelabuhan tersebut diperlihatkan pada angka-angka di bawah ini.

Kapasitas kepanduan juga terus ditingkatkan dengan mengutamakan penambahan kapal-kapal pandu, tug boat, stasion-stasion pandu dan sebagainya. Dalam tahun 1975/76 telah dapat diselesaikan pembangunan fasilitas-fasilitas kepanduan antara lain: 4 kapal pandu, 7 kapal kepil. 8 kapal tunda, 15 SSB, 23 VHF, 10 tropong ganda, 3 stasion pandu, 4 perumahan pandu dan 4 perumahan anak buah kapal (ABK).

Pengamanan kolam-kolam pelabuhan dan alur-alur pelayaran terhadap penumpukan lumpur yang terjadi tiap-tiap tahun, juga terus ditingkatkan. Dalam tahun 1975/76 telah dapat dikeruk lumpur se-

TABEL IX – 13

REHABILITASI FISIK PEMBANGUNAN FASILITAS PELABUHAN,

1973/74 – 1975/76

431

kitar 16.705 m³ (in situ soil). Pelabuhan-pelabuhan yang memperoleh pengerukan rutin tahun 1975/76 adalah Tg. Priok, Sunda Kelapa, Palembang, Teluk Bayur, Jambi, Bengkulu, Cirebon, Pontianak, Belawan, Semarang, Tegal, Surabaya, Gresik, Probolinggo, Menado dan Bitung. Kegiatan-kegiatan pengerukan pokok (capital-dredging) dilakukan di Sungai Kahayan, Sungai Mahakam. Pengerukan Muara Sungai Barito dan Sungai Musi masih dalam pelaksanaan.

Untuk keperluan pengerukan lumpur telah diusahakan peningkatan kapasitas dan penambahan armada kapal keruk. Telah dapat direalisir melalui bantuan proyek 2 buah kapal keruk jenis trailing hopper suction dredger, 2 buah kapal keruk jenis split barge dan sebuah survey boat.

TABEL IX — 14

PERKEMBANGAN HASIL PENGERUKAN,1973/74—1975/76(ribuan m³)

1973/741974/751975/76

Pengerukan16.00016.00016.705

c. Peningkatan dan Penambahan Fasilitas Keselamatan Pelayaran

Pembangunan dibidang keselamatan pelayaran adalah untuk menjamin keselamatan pelayaran kapal-kapal. Sampai tahun 1973/74 fasilitas yang direhabilitasi dan dibangun meliputi perambuan dan penerangan pantai, telekomunikasi pelayaran, Biro Klasifikasi Indonesia dan kesyahbandaran, Survey hidrografi/pemetaan laut dan pembangunan fasilitas Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai dimulai dalam tahun 1974/75.

Kebijaksanaan yang ditempuh dalam tahun 1975/76 ialah tetap melanjutkan rehabilitasi dan pembangunan Baru yang realisasinya ada-lah sebagai berikut.

GRAFIK IX — 6

PERKEMBANGAN HASIL PENGERUKAN

1973/74 —1975/76

(ribuan m3)

433

JALUR PELAYARAN PERINTIS, 1975/74

434

Perambuan dan Penerangan Pantai meliputi penglistrikan menara suar 12 buah, pembangunan rambu suar 17 buah, pembangunan lampu pelabuhan 5 buah, pengadaan supply vessel 1 buah, pengadaan kapal rambu 1 buah, pangkalan bantu sarana navigasi dan dermaga di Samarinda, rehabilitasi kapal 26 buah dan pembangunan asrama ABK/ JKIM 20 buah. Dalam realisasi pembangunan tersebut antara lain beberapa menara suar mengalami keterlambatan, karena pelaksanaannya harus disesuaikan dengan keadaan musim.

Rehabilitasi telekomunikasi pelayaran yang meliputi 23 buah stasiun radio pantai, khususnya instalasi peralatan, sudah berhasil diselesaikan, tetapi fasilitas penunjangnya untuk beberapa stasiun masih memerlukan penyempurnaan. Jumlah seluruh stasiun yang direhabilitasi/dibangun sejak Pelita I sampai tahun 1975/76 meliputi 83 buah stasiun yang terdiri dari 9 buah klas I, 2 buah klas II, 12 buah klas III dan 60 buah klas IV.

Survey hidrografi/pemetaan laut meliputi 9 buah alur pelayaran yaitu Sibolga, Bagan Siapi-api, Ujung Pandang, Sei Kapuas/Padang Tikar, Selat Lombok, Muara Sei Mahakam, Cirebon Barat, Teluk Amplitrite dan Teluk Jakarta II.

Peningkatan dan penambahan fasilitas Biro Klasifikasi Indonesia meliputi penambahan peralatan laboratorium, peralatan survey dan pembangunan 2 buah kantor cabang di Surabaya dan Palembang. Peningkatan fasilitas kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai meliputi pembangunan kapal inspeksi 1 buah, rehabilitasi kapal inspeksi 6 buah dan rehabilitasi/pembangunan 121 buah asrama, sedang peningkatan fasilitas kesyahbandaran meliputi pembangunan kantor syahbandar 5 buah, masing-masing di daerah pelabuhan Sunda Kelapa, Meneng, Tanjung Pinang, Pulau Sambu dan Tembilahan. Selain itu dibangun pula sebuah kapal inspeksi dan sebuah rumah operasionil.

Tabel IX — 15 di bawah ini memperlihatkan perkembangan rehabilitasi/pembangunan tahun 1973/74 — 1975/76.

d. Jasa dan Industri Maritim

Program Jasa dan Industri Maritim merupakan penunjang program program disektor perhubungan laut dengan tujuan meningkatkan

TABEL IX – 15

PERKEMBANGAN REHABILITASI/PEMBANGUNAN

FASILITAS KESELAMATAN PELAYARAN,

1973/74 – 1975/76

436

kapasitas dari fasilitas-fasilitas perbaikan/docking dan pembangunan kapal-kapal baru. Perkembangan dibidang galangan untuk perbaikan/ docking dan bangunan baru dapat dilihat dalam tabel IX – 16 di bawah ini.

TABEL IX — 16

PERKEMBANGAN PERBAIKAN/DOCKING DAN BANGUNAN BARU,1973 — 1975

Jumlah kapal

Jumlah Dwt

T a h u n

perbaikan/

bangunan

perbaikan/

bangunan

docking

baru

docking

baru

1373

1.012

189

610.400

15.037

1974

1.054

139

642.000

17.500

1975

1.115

96

800.000

25.000

Sejak tahun 1973/74 s/d tahun 1975/76 telah dilakukan rehabilitasi 7 galangan/dock dan penyelesaian sebuah pembangunan graving dock di Surabaya. Sebagai hasilnya telah dapat ditingkatkan kapasitas galangan/dock yang pada tahun 1973 sekitar 610.400 Dwt menjadi sekitar 642.000 Dwt pada tahun 1974 kemudian meningkat lagi menjadi sekitar 800.000 Dwt pada tahun 1975. Demikian juga telah dapat dicapai peningkatan kapasitas pembangunan kapal baru dari tahun 1973 sekitar 15. 037 Dwt menjadi sekitar 17.500 Dwt pada tahun 1974 dan kemudian menjadi sekitar 25.000 Dwt pada tahun 1975. Walaupun demikian kapasitas galangan dalam negeri belum dapat mengimbangi kebutuhan yang ada. Karena itu usaha peningkatannya akan diteruskan.

Disamping itu kegiatan pengangkatan kerangka-kerangka kapal yang terdapat pada alur-alur pelayaran dan kolam-kolam pelabuhan diteruskan guna menjamin kelancaran keluar masuknya kapal-kapal di pelabuhan secara aman.

GRAFIK IX – 7

PERKEMBANGAN REPAIR/DOCKING DAN BANGUNAN BARU

1973 - 1975

Untuk pengembangan galangan-galangan dan untuk menyelidiki kerangka-kerangka kapal yang masih mengganggu alur-alur pelayaran dan kolam pelabuhan maka telah dilakukan studi/survey yang hasilnya akan dipakai sebagai bahan persiapan penyusunan proyek-proyek tahun-tahun mendatang.

3. Perhubungan Udara

Melalui usaha-usaha pengembangan armada, perluasan jaringan, penambahan frekwensi penerbangan dan perbaikan prasarananya, maka produktivitas angkutan udara terus meningkat sebagaimana dapat dilihat dalam tabel IX – 17.

TABEL IX — 17

ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,

1973 — 1975

U r a i a n

1973

1974

1975

Km. pesawat (ribuan)

33.194

42.448

46.972

Penumpang diangkut

1.649.217

2.126.053

2.323.148

Barang (ton)

13.790

19.252

22.619

Jam terbang

85.304

106.321

115.820

Ton/Km. tersedia

(ribuan)

213.925

264.461

302.570

Ton/Km. produksi

(ribuan)

115.062

144.401

164.955

Faktor muatan (%)

53,8

55,0

55,0

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah kilometer pesawat, penumpang dan jam terbang yang dicapai dalam tahun 1975 meningkat masing-masing sebesar 11%, 10%, dan 9%. Sedang ton/km tersedia dan ton/km produksi dalam tahun 1975 masing-masing meningkat dengan 14% dibanding dengan tahun 1974.

Dalam tahun 1975 jumlah armada udara juga bertambah. Bila dalam tahun 1974 terdapat 315 buah pesawat udara dari berbagai

GRAFIK IX 8

ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI

1973 - 1975

440

jenis serta ukuran dan diantaranya terdapat 64 buah pesawat udara berukuran bear yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan teratur, maka dalam tahun 1975 terdapat 353 buah pesawat udara dari berbagai jenis serta ukuran termasuk diantaranya 78 buah berukuran besar yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan teratur.

Perkembangan jumlah dan komposisi pesawat udara berukuran besar yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan teratur tersebut dapat dilihat dalam Tabel IX — 18 berikut:

TABEL IX — 18

PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,1973 — 1974

Jenis pesawat

udara

1973

1974

1975

Bermesin piston

14

14

13

Bermesin turboprop

25

30

32

Bermesin turbojet

16

20

33

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah pesawat udara bermesin turboprop dan turbojet dalam tahun 1975 telah meningkat masing-masing dengan 7% dan 65%. Sedang jumlah pesawat udara bermesin piston berkurang dengan 7%. Hal ini sejalan dengan tujuan untuk tidak menggunakan lagi pesawat-pesawat tersebut karena sudah sangat tua dan tidak memadai lagi untuk operasi masa sekarang.

Sejalan dengan perkembangan armada telah dilakukan Pula usaha memperluas jaringan serta frekwensi penerbangan keseluruh wila- yah tanah air. Di samping itu juga diteruskan usaha menyehatkan perusahaan-perusahaan penerbangan antara lain dengan merubah status Perusahaan Negara Garuda dan Perusahaan Negara Merpati masing-masing menjadi PERSERO. Juga dilaksanakan penyesuaian terhadap tarip yang berlaku.

441

GRAFIK IX –

PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI

1973 - 1975

442

Untuk mengimbangi perkembangan armada udara ini maka dilakukan pula usaha peningkatan kemampuan landasan pelabuhan-pelabuhan udara, baik ukurannya maupun daya dukungnya. Kini terdapat 49 buah pelabuhan udara di luar pelabuhan udara perintis yang keseluruhannya mampu melayani pesawat sejenis DC - 3, di antaranya 38 pelabuhan udara sanggup untuk menampung operasi pesawat sejenis F - 27, 25 pelabuhan udara bisa didarati pesawat udara sejenis F - 28, 10 pelabuhan udara mampu untuk menampung pesawat sejenis DC - 9, 6 pelabuhan udara sanggup melayani pesawat sejenis DC - 8 dan 2 pelabuhan udara bisa menampung pesawat udara sejenis jumbo seperti DC - 10. Proyek Pelabuhan Udara Internasional Jakarta — Cengkareng kini masih dalam tingkat persiapan pembuatan detail engineering design.

Seiring dengan peningkatan kemampuan landasan pelabuhanpelabuhan udara, telah ditingkatkan pula fasilitas telekomunikasi, navigasi, fasilitas listrik, lampu-lampu landasan, pemadam kebakaran, fasilitas Search and Rescue guna meningkatkan keselamatan pener- bangan serta memperpanjang jam operasi dari pada pelabuhan udara.

Penerbangan perintis yang tujuannya adalah untuk mengurangi isolasi daerah yang disebabkan oleh kondisi alam dan keadaan ekonomi yang belum berkembang, telah memperlihatkan pula kemajuankemajuan yang cukup menggembirakan. Bila dalam tahun 1974 armada udara perintis hanya terdiri dari 7 buah pesawat udara jenis Twin Otter dengan dibantu oleh beberapa buah pesawat jenis DC - 3 serta beroperasi di wilayah Irian Jaya, Maluku, Sulawesi, dan Nusa-Tenggara Timur dengan prestasi angkutan penumpang sebanyak 62.287 orang, maka dalam tahun 1975 armada udara perintis tersebut berjumlah sekitar 20 buah pesawat jenis Twin Otter dengan dibantu oleh beberapa pesawat jenis DC - 3, sedang daerah operasinya diperluas hingga ke daerah Nusa Tenggara Barat, Bali, sebagian Kalimantan dan Sumatera, dengan prestasi angkutan penumpang sebanyak 63.229 orang dan 490 ton muatan barang serta pos. Beberapa route telah ditingkatkan frekwensi penerbangannya dan telah berhasil pula ditumbuhkan sebagai route yang digolongkan sebagai ekonomis.

443

Untuk mengimbangi perkembangan armada udara perintis ini, maka hingga tahun 1975 Pemerintah telah menyediakan dana bagi pembuatan/peningkatan landasan pelabuhan-pelabuhan udara perintis di 33 lokasi dan dengan dibantu pula dengan adanya partisipasi Pemerintah Daerah, maka kini terdapat sekitar 59 lokasi pelabuhan udara perintis yang tersebar diseluruh wilayah tanah air. Sebagian terbesar pelabuhan-pelabuhan udara perintis tersebut telah diperlengkapi dengan fasilitas telekomunikasi dan navigasi.

Dalam hal angkutan udara internasional telah terjadi perkem- bangan sebagaimana terlihat dalam Tabel IX - 19.

TABEL IX – 19

PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL,

1973 – 1975

U r a i a n19731974

1975

Penumpang91.898108.175134.675

Batting (ton)3.1255.5913.635

Jam terbang10.34910,42911.791

Ton/km tersedia (ribuan)127.348180.340216.824

Ton/km produksi (ribuan)62.67480.62087.914

Faktor muatan (%)494541

Dari tabel di atas terlihat bahwa dibanding dengan tahun 1974 jumlah penumpang dan jam terbang dalam tahun 1975 telah meningkat masing-masing sebesar 25% dan 13%, sedang berat barang yang diangkut menurun sekitar 35% dibandingkan tahun 1974. Ton/km tersedia dan ton/km produksi berturut-turut telah meningkat sebesar 20% dan 9%.

444

445

Sementara itu kegiatan penerbangan regional dengan negara tetangga telah mengangkut pula penumpang sebanyak 274.762 orang dan 4.051 ton barang. Untuk menunjang program pariwisata telah diadakan pula pengaturan-pengaturan dalam hal penerbangan charter dari luar negeri ke Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai/Denpasar.

Serempak dengan adanya perkembangan armada dan kemampuan landasan pelabuhan-pelabuhan udara beserta fasilitasnya, maka untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga untuk melayaninya telah dilaksanakan pula peningkatan jumlah dan kemampuan akan personilnya yang dilaksanakan di Pusat Pendidikan dan Latihan Perhubungan Udara Curug/Tangerang. Untuk maksud tersebut, Pusat Pendidikan dan Latihan ini telah mendapatkan pula tambahan fasilitas.

4. Pos dan Giro

Di dalam Repelita II ini fasilitas pos dan giro tetap dibina agar dapat memperluas jaringan pelayanan kepada masyarakat sehingga turut memperlancar usaha pembangunan dalam menciptakan kesatuan dalam wawasan Nusantara.

Kemajuan pelayanan dinas pos dan giro kepada masyarakat ditandai dengan meningkatnya volume lalu-lintas pos dan giro setiap tahunnya, sebagaimana dapat dilihat perkembangannya dalam Tabel IX - 20. Antara tahun 1974 dan 1975 arus lalu-lintas pos biasa/kilat khusus naik 6,73% dan wesel pos 28,4%. Peredaran giro dan cek pos bertambah 30,9%, sedangkan tabungan pada Bank Tabungan Negara meningkat sebesar 87,4%.

Guna meningkatkan pelayanan kegiatan pos dan giro tersebut pembangunan kantor pos pembantu di kecamatan-kecamatan, terutama di daerah-daerah transmigrasi di seluruh penjuru tanah air diprioritaskan. Disamping itu juga diadakan penambahan kendaraan berupa sepeda motor dan postalvan sebagai sarana penunjang yang digunakan untuk pos keliling di tempat-tempat. yang belum ada kantor pos pembantunya.

446

TABEL IX — 20PERKEMBANGAN ARUS LALU-LINTAS POS DAN GIRODI INDONESIA,

1973 — 1975

No

U r a i a n

1973

1974

1975

1.

Surat Pos biasa/kilat

khusus (ribuan)

176.541

187.233

199.840

2.

Wesel Pos (milyar rupiah)

45,65

63,30

81,29

3.

Peredaran Giro & Cek

Pos (milyar rupiah)

204,19

325,61

426,43

4.

Tabungan pada Bank

Tabungan Negara

(jutaan rupiah)

1.414,98

2.325,82

4.358,18

Beberapa kantor pos besar telah dibangun dan sebagian merupakan lanjutan dari proyek-proyek yang belum terselesaikan dalam tahun I Pelita II. Dalam Tabel IX - 21 di bawah ini dapat dilihat perkembangan pembangunan gedung Kantor pos dan sarana penunjangnya dari tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1975/76.

Dalam tahun anggaran 1975/76 telah dapat dibangun 64 buah gedung kantor pos pembantu termasuk 9 buah kantor pos tambahan, antara lain di DKI Jaya (2 buah), Jawa Barat (6 buah), Jawa Tengah (7 buah), Jawa Timur (6 buah), Sumatera Utara (1 buah), Sumatera Barat (3 buah), Sumatera Selatan (1 buah), Kalimantan Tengah (1 buah), Sulawesi Utara (2 buah), Sulawesi Selatan (4 buah), Maluku (1 buah), Nusa Tenggara Barat (1 buah), Bali (1 buah), Kalimantan Selatan (2 buah), Kalimantan Tengah (2 buah), Kalimantan Barat (2 buah), DI Yogyakarta (1 buah), Riau (1 buah), Jambi (2 buah), Lampung (2 buah), Sulawesi Tengah (1 buah), Nusa Tenggara Timur (1 buah), Kalimantan Timur (3 buah), Bengkulu (2 buah), Sulawesi Tenggara (1 buah), dan Irian Jaya (1 buah). Juga 4 buah kantorpos telah didirikan masing-masing di Cilegon (Jawa Barat), Sidikalang

GRAFIK IX – 11

PERKEMBANGAN ARUS LALU LINTAS POS DAN GIRO

DI INDONESIA

1973 - 1975

448

TABEL IX –21

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KANTOR POS DAN SARANA PENUNJANG, 1973/74 – 1975/76

*) Pembangunan tahap I. Pembangunan kantor pos besar dilaksanakan secara bertahap. Tahap terakhir (II) dilaksanakan pada tahun 1976.

(Sumatera Utara), Dumai (Riau) dan Maumere (Nusa Tenggara Timur). Pembangunan tahap I kantorpos besar/kantorpos besar kelas I di Pakanbaru dan Denpasar masing-musing mencapai target fisik 95% dan 38%. Disamping itu juga dilakukan pembelian 94 buah sepeda motor dan 23 buah postalvan. Dan diusahakan pula pengadaan bis Surat sebanyak 350 buah untuk kota-kota besar seperti Jakarta (100 buah), Bandung (50 buah), Semarang (50 buah), Surabaya (100 buah dan Medan (50 buah). Masalah pembebasan tanah telah menyelabkan 9 buah kantorpos pembantu/tambahan belum dapat dibangun

5. Telekomunikasi

Dalam, dua tahun pertama Repelita II, bidang telekomunikasi telah menunjukkan kemajuan yang pesat, baik dalam pembangunan,

449

rehabilitasi maupun peningkatan fasilitasnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pengembangan bidang telekomunikasi sebagian terbesar masih berupa penyelesaian pembangunan sarana dan keahlian dibidang perteleponan, transmisi, dan telex melalui Sistim Komunikasi Satelit Do-mestik (SKSD).

Perkembangan pembangunan di bidang telekomunikasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan di bidang perteleponan

(1) Telepon

Perkembangan jumlah kapasitas telepon sejak tahun 1973 sampai dengan tahun 1975 secara terperinci disajikan dalam Tabel IX - 22 di bawah.

TABEL IX — 22

JUMLAH UNIT TELEPON,1973 — 1975

Otomat

Manual

Tahun

Sentral

Kapasitas

Sentral

Kapasitas

1973_

34

115.500

504

101.920

1974

37 _

126.000

507

104.042

1975

39

144.100

504

99.562.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kapasitas telepon otomat dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1975, meningkat dengan rata-rata 6%.

Selama tahun 1975 ini dapat ditingkatkan tambahan telepon sebanyak 76.100 sambungan, yaitu 16.200 sambungan di Jakarta, 8.000 sambungan di Semarang, 4.000 sambungan di Medan, 13.000 sambungan di Surabaya dan 34.900 sambungan tersebar di kota-kota di seluruh Indonesia.

GRAFIK IX -12

JUMLAH UNIT TELEPON

1973 -1975

451

Diharapkan dalam tahun 1976 dan 1977 dapat diselesaikan pembangunan 103 buah gedung Kantor Telepon Otomat, di antaranya 82 buah gedung tersebar diberbagai lokasi di luar Jakarta dan 21 buah gedung di Jakarta untuk menampung peralatan-peralatan telepon sistim PRX, Metaconta, Pentaconta, serta EMD.

(2) Telegrap/Telex

Mengingat kebutuhan yang sangat besar akan jasa telegrap/telex, sedangkan fasilitas yang tersedia tidak mencukupi, maka telah direncanakan penambahan 12.100 unit telex dan telah dimulai pemasangannya. Diharapkan keseluruhan peralatan tersebut sudah dapat dimanfaatkan akhir tahun 1977 mendatang.

Dalam tahun 1975 telah ada 603 buah kantor telegrap, yaitu bertambah 11 buah dan tahun 1974. Dibanding dengan tahun 1974 kegiatan/hubungan telegram dan telex dalam tahun 1975 masing-masing meningkat sebesar 20 kali lipat dan telex 12%, sebagaimana terlihat dalam tabel yang di bawah ini.

TABEL IX – 23

PERKEMBANGAN TELEGRAP DAN TELEX, 1973 – 1975

Uraian

1973

1974

1975

1. Kantor Telegrap (Unit)

591

592

603

2. Banyaknya Telegram

DN dan LN

3.947.382

5.770.659

121.088.519

— Dalam Nagai

(3.459.057)

(5.276.912)

106.345.626

— Luar Negeri

(488.325)

(493.747)

14.742.892

3. Telex

9.925.255

12.644.686

17.164.908

— Pulsa

— Call

276.408

467.591

563.394

— Menit

1.403250

2.804.088

2.329.302

b. Perkembangan di bidang transmisi

(1) Satelit Domestik

Pada saat ini sarana Transmisi yang ada masih kurang. Karena itu penelitian telah dilakukan untuk menentukan pilihan sistim transmisi tersebut. Berdasarkan pertimbangan tehnis/ekonomis; maka pemakaian sistim komunikasi satelit domestik dirasakan memberikan keuntungan yang terbesar dalam jangka panjang. Untuk pembangunan sistim komunikasi satelit tersebut sejak permulaan tahun 1975 telah dimulai persiapannya, termasuk pembangunan 40 buah setasiun bumi. Proyek ini mulai dapat dipakai pada 17 Agustus 1976 yang akan datang dan akan sangat bermanfaat bagi hubungan komunikasi melalui telepon, telegrap, T.V., radio.

(2) Microwave

Meskipun sistim komunikasi melalui satelit domestik akan dioperasikan tetapi adanya sistim microwave tetap diperlukan untuk sambungan jarak jauh. Proyek microwave yang telah diselesaikan dan dimanfaatkan adalah microwave Jawa — Bali yang menghubungkan kota-kota Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, Jember dan Denpasar; microwave Trans Sumatra yang telah diresmikan pada bulan Agustus tahun 1975 meliputi kota-kota Medan, Padang, Jambi, Palembang, Tanjungkarang, Teluk Betung dan Jakarta; microwave Indonesia bagian timur diharapkan selesai dalam tahun 1976. Selain daripada itu juga akan diselesaikan microwave Medan — Banda Aceh yang akan menghubungkan kota Medan dengan kota-kota di Aceh; microwave Padang — Pakanbaru — Tanjung Pinang dengan hubungan ke Malaysia dan Singapura.

Dalam tahun ini pula telah diresmikan hubungan Surabaya — Banjarmasin melalui sistim troposcatter yang selanjutnya akan diteruskan ke kota-kota lainnya memakai sistim jaringan simpang, sehing- ga memungkinkan kota-kota tersebut mengadakan sambungan langsung jarak jauh dalam sistim komunikasi satelit domestik.

453

454

Program pembangunan bidang transmisi lainnya adalah pembangunan sistim tail-links yaitu jaringan telekomunikasi dengan sistim coaxialcable yang menghubungkan setasiun bumi dengan kantor te- lepon setempat; pembangunan radio frekwensi tinggi di Kalimantan dan Maluku; pembangunan jaringan radio frekwensi sangat tinggi di Kalimantan Timur.

Dalam usaha mengembangkan serta memperbaiki struktur orga-nisasi dan sistim administrasi perusahaan, telah diperlukan team kon‑ sultan yang akan membantu Perumtel dalam rangka peningkatan efi‑ siensi perusahaan. Usaha ini diikuti pula dengan program pendidikan tenaga kerja dan upgrading karyawan yang ada, untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja sebagai akibat adanya pembangunan proyek telekomunikasi nusantara.

6. Meteorologi dan Geofisika

Rehabilitasi/pembangunan stasiun-stasiun meteorologi dan geofisika merupakan proyek-proyek lanjutan Repelita I. Kegiatan dalam tahun terakhir Pelita I meliputi rehabilitasi dan Pembangunan 34 buah stasiun meteorologi penerbangan/synoptic yang lokasinya ter-sebar di propinsi-propinsi, 5 buah stasiun meteorologi pertanian yang terdiri dari 4 buah stasiun utama (klas I) masing-masing di Sempati/ Medan, Ujung Pandang, Bogor dan Banjarmasin dan sebuah stasiun biasa (klas II) di Semarang. Pengamatan hujan meliputi 220 buah dengan lokasi tersebar di beberapa propinsi dan 4 buah stasiun geofi- sika masing-masing di Jakarta, Bandung, Denpasar dan Menado. Dari seluruh kegiatan tersebut yang dapat diselesaikan adalah pengamatan hujan sedang proyek-proyek lainnya masing-masing memerlukan lanjutan.

Dalam tahun 1974/75 selain melanjutkan kegiatan-kegiatan yang belum dapat diselesaikan dalam tahun 1973/74 juga ada kegiatankegiatan baru yang keseluruhannya meliputi 39 buah stasiun meteorologi penerbangan/synoptic, 3 buah stasiun meteorologi maritim masing-masing di Tanjung Priok, Belawan dan Semarang. Dalam bidang Klimatologi dibangun 2 buah stasiun meteorologi pertanian klas I masing-masing di Sempati/Medan dan Banjarmasin, 3 buah stasiun

455

klas II masing-masing di Semarang, Menado dan Palembang dan 8 buah stasiun klas III masing-masing di Manna, Bengkulu, Muara Bungo, Kaliwining, Sumberasin, Rappang, Longiram dan Blora; 8 buah stasiun iklim masing-masing di Padang sebuah, Banjarmasin 4 buah, Balikpapan 2 buah dan Menado 2 buah; 270 buah penga- matan hujan dengan lokasi tersebar di Jawa 175 buah dan di luar Jawa 95 buah dan evaporimeter (pengamatan penguapan) 17 buah dengan lokasi tersebar di Jawa.

Untuk geofisika dibangun 8 buah stasiun masing-masing di Bandung, Denpasar, Kupang, Ujung Pandang, Menado, Ambon, Tretes/Malang dan Sawahan/Nganjuk.

Dari realisasi rehabilitasi/pembangunan tersebut yang dapat diselesaikan adalah sebuah stasiun meteorologi pertanian klas III di Blora, 270 buah pengamatan hujan dan 17 buah pengamatan peng‑ uapan.

Mengingat bahwa realisasi tahun 1974/75 banyak yang belum dapat diseleseikan, dan rehabilitasi/pembangunan baru perlu ditam- pung, maka rencana dan kebijaksanaan yang ditempuh dalam tahun 1975/76 adalah melanjutkan dan menampung rehabilitasi/pemba‑ ngunan baru stasiun-stasiun meteorologi dan geofisika yang meliputi 41 buah stasiun meteorologi penerbangan/synoptic, 4 buah stasiun meteorologi maritim yaitu 3 buah lanjutan 1974/75 dan sebuah baru (Bitung), stasiun klimatologi yang terdiri dari 4 buah stasiun pertanian klas I masing-masing di Sempali/Medan, Dermaga/Bogor, Panaku kang/Ujung Pandang dan Banjarmasin, 3 buah Stasiun klas II masingmasing di Semarang, Menado dan Palembang; 7 buah stasiun klas III masing-masing di Manna, Bengkulu, Muara Bungo, Kaliwining, Sumberasin, Rappang dan Longiram; melanjutkan 8 buah stasiun iklim, 325 buah pengamatan hujan dengan lokasi di Jawa 110 buah dan luar Jawa 215 buah dan pengamatan penguapan 21 buah dengan lokasi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia bagian timur. Stasiun geofisika meliputi 13 stasiun yaitu Tanggerang, Bandung, Denpasar, Kupang, Ujung Pandang, Menado, Ambon, Padang, Balikpapan, Prapat, Tretes, Sawahan dan Waingapu.

456

Di samping itu khusus mengenai stasiun meteorologi penerbangan yang pembangunannya sejalan dengan perkembangan jalur penerbangan, dengan adanya usaha Pemerintah membuka jalur penerbangan perintis maka dalam setiap pangkalan terbang tersebut direncanakan dibangun stasiun meteorologi untuk melayani kebutuhan data-data meteorologi. Dengan demikian maka target pembangunan stasiun meteorologi penerbangan mulai tahun 1975/76 mengalami penambahan. Sampai dengan tahun 1976/77 jumlah pelabuhan udara perintis yang sudah, sedang dan akan dibangun tercatat tidak kurang dari 33. buah.

TABEL IX — 24

PERKEMBANGAN REHABILITASI/PEMBANGUNAN METEOROLOGIDAN GEOFISIKA, 1973/74 — 1975/76.

Jenis Stasiun1973/74 *)1974/75 *) 1975/76)*)

1. Stasiun Meteorologi :

a. Penerbangan/synoptic 34 39 41

b. Maritim— 3 4

c. Klimatologi :

c. 1. Pertanian Utama 3 4

c. 2. Pertanian biasa 1 3 2

c. 3. Pertanian Khusus— 8 7

c. 4. Stasiun Iklim— 8 8

c. 5. Pengamatan Hujan220270325

c. 6. Pengamatan Penguapan— 17 21

2. Stasiun Geofisika :

Pengamatan Gempa 4 8 13

*) Angka-angka diperbaiki.

Pembangunan yang dilaksanakan dalam tahun 1975/76 untuk sebagian besar masih memerlukan lanjutan, sedang yang dapat dise- lesaikan berupa 3 buah stasiun meteorologi penerbangan/synoptic, masing-masing di Perak/Surabaya, Buluh Tumbang/Tanjung Pandan dan di Tarempa, ke 7 buah stasiun meteorologi pertanian klas III, ke

8 stasiun iklim, ke 325 buah pengamatan hujan dan ke 21 buah pengamatan penguapan, sedang untuk geofisika baru dapat diselesaikan sebuah stasiun yaitu di Bandung, kecuali bagian kegiatan listrik udara.

Untuk pembangunan stasiun meteorologi penerbangan perintis dalam tahun 1975/76 sudah dapat diselesaikan site survey di 13 buah lapangan terbang perintis masing-masing di Naha, Luwuk, Poso, Samarinda, Palangka Raya, Atambuo, Ende, Ruteng, Sawu, Roti, Alor, Losemawe dan Astraksetra.

Tabel IX — 24 memperlihatkan perkembangan rehabilitasi/ pembangunan stasiun meteorologi dan geofisika (tanpa hasil-hasil site survey) dari tahun 1973/74 sampai tahun 1975/76.

D. PARIWISATA.

Keadaan kepariwisataan Indonesia sejak Repelita I hingga memasuki tahun ke 2 Repelita II telah menunjukkan suatu pertumbuhan yang cukup besar. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga di bidang pariwisata.

Di samping itu kepariwisataan di Indonesia telah pula menghasilkan devisa sebagai tambahan penerimaan negara, dan telah pula memperkenalkan Indonesia dimata dunia kepariwisataan yang tersebar diseluruh benua. (Amerika, Eropa Barat, Asia, Australia).

Namun arus wisatawan asing ke Indonesia hingga kini masih belum sebanding dengan di negara ASEAN khususnya. Menyadari akan hal tersebut telah dilanjutkan usaha-usaha promosi ke benua Asia (Tenggara), Australia, Eropa dan Amerika Serikat dan beberapa negara dikawasan Pacifik. Diharapkan dengan usaha promosi dibeberapa negara ini kepariwisataan di Indonesia dapat menyerap arus wisatawan asing sebanyak mungkin.

Perkembangan arus wisatawan asing ke Indonesia sejak tahun 1973 - 1975 dapat terlihat dalam tabel IX — 25.

Secara potensiil seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah yang banyak mempunyai sumber-sumber obyek wisata yang tinggal menunggu pelaksanaan untuk dibangun. Dalam tahun-tahun men-

TABEL IX — 25ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA, 1973 — 1975

*) Angka diperbaiki.

**) Diperkirakan seorang wisatawan. rata-rata tinggal 5 hari di Indonesia dengan pengeluaran setiap wisatawan US $ 25/hari untuk 1970, 1971 dan 1972, US $ 30/hari untuk tahun 1973 dan 1974 serta US $ 35/hari untuk tahun 1975.

datang akan disusun suatu masterplan pada setiap Propinsi. Hingga kini yang telah mulai digarap adalah daerah Jawa secara keseluruhan, termasuk kepulauan Madura, Sumatera Utara dan Bali. Dalam tahun-tahun mendatang secara bertahap untuk semua propinsi akan disiapkan pula rencana induk guna pelaksanaan pembangunannya.

Kebijaksanaan yang diambil adalah untuk tetap mempertahankan P. Bali sebagai obyek wisata budaya (Cultural Tourism). Yang dimaksud dengan wisata budaya adalah perjalanan dalam rangka melihat tatacara kehidupan, kesenian, kebudayaan dan kerajinan tangan. Guna melindungi seni kebudayaan dan peri kehidupan penduduk Bali telah pula ditetapkan pengembangan wilayah Nusa Dua, di mana para wisatawan asing akan memusatkan kegiatannya di daerah tersebut. Hal ini adalah suatu kebijaksanaan pemerintah untuk lebih menjamin kelestarian adat istiadat, sosial-budaya serta peri kehidupan rakyat Bali dengan membatasi pengaruh kebudayaan asing yang secara tidak langsung dibawa oleh wisatawan-wisatawan asing tersebut.

Demikian pula untuk daerah-daerah lain rencana induk diarahkan untuk menjaga agar supaya nilai-nilai budaya, adat istiadat serta peri kehidupan daerah masing-masing tidak akan terganggu oleh adanya wisatawan-wisatawan asing yang akan mengunjungi daerah tersebut.

459

GRAFIK IX – 14

ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA1973 – 1975

460

Perkembangan pertumbuhan hotel, baik yang bertaraf internasional maupun yang bertaraf standard telah banyak dibangun di beberapa kota-kota besar bahkan sampai ke daerah-daerah yang ber- dekatan dengan obyek wisata. Dengan semakin sempurnanya sarana maupun prasarana seorang wisatawan dapat dengan mudah menjangkau obyek wisata dan dengan mudah pula bermalam di obyek wisata tersebut.

Sementara itu dengan semakin teraturnya prasarana perhubungan darat, laut maupun udara, maka jarak antara satu kota dengan kota lain menjadi semakin dekat, sehingga keadaan yang demikian ini banyak menarik pelancong-pelancong dalam negeri untuk melakukan perjalanan baik dalam rangka berlibur, melakukan perjalanan dalam rangka dinas, berkunjung ke keluarga di satu tempat, mengunjungi tempat-tempat peninggalan kebudayaan, maupun ingin melihat satu daerah baru yang selama ini belum pernah dikunjunginya.

Secara potensiil para pelajar juga banyak yang menaruh minat untuk berekreasi dalam mengisi liburan sekolahnya; hanya masalah- nya hingga saat ini belum ada pengarahan ke obyek-obyek mana para pelajar ini akan dibawa. Telah mulai dilaksanakan suatu penelitian untuk mendapatkan kriteria mengenai wisatawan remaja; berapa kemampuan mereka untuk berlibur, di hotel, atau tempat-tempat penginapan umum; dan menyalurkan wisatawan remaja ini ke arah tujuan yang lebih bersifat pendidikan, pembentukan dan penumbuhan kepribadian serta rasa tanggung jawab para remaja sebagai generasi penerus.

Masalah tenaga kerja disektor pariwisata memegang peranan yang sangat penting, karena pariwisata secara keseluruhan merupakan suatu industri yang meliputi kegiatan-kegiatan : perhotelan/akomodasi, pemandu wisata, perestoran serta pengrajin-pengrajin yang menghasilkan souvenir untuk kenang-kenangan wisatawan setelah mengunjungi setiap daerah wisata. Secara keseluruhan telah diadakan pembinaan tenaga-tenaga tersebut baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah bahkan pihak swasta juga turut ambil bagian dalam penyiapan tenaga-tenaga tersebut.

461

Pendidikan serta peningkatan mutu tenaga-tenaga kepariwisataan dan perhotelan telah dilaksanakan, terutama dengan memusatkan pendidikan serta upgrading tenaga-tenaga tersebut di Pusat Pendidikan dan Latihan Perhotelan dan Pariwisata Bandung dan dalam waktu mendekat di Denpasar, Bali. Peralatan pendidikan, di samping disediakan oleh pemerintah, juga didapat dari bantuan lembaga PBB (UNDP/ILO),

Tenaga-tenaga tamatan pusat pendidikan dan latihan perhotelan dan pariwisata telah mendharma bhaktikan tenaganya di hotel-hotel baik milik swasta asing, maupun milik pemerintah yang banyak ber- operasi di Indonesia.

391

392

394

395

396

400

401

402

403

404

405

(MW)

150-

100�

1974/751975/76

407

175 Rehabilitasi/Pembangunan

Pembangkit Tenaga Listrik167,044 150— Pembangkir Tenaga Listrik

1973/74 — 1975/76

PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK�