bakti news edis 65

32
Vol. V April 2010 - Mei 2011 Edisi 65 Upaya Adaptasi dari Masyarakat Manggarai Adaptation Efforts from the Manggarai Community Menyulap Sampah Menjadi Barang yang Berguna Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran : Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan

Upload: yayasan-bakti

Post on 14-Mar-2016

245 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: BaKTI News Edis 65

Vol. V April 2010 - Mei 2011 Edisi 65

Upaya Adaptasi dari Masyarakat ManggaraiAdaptation Efforts from the Manggarai Community

Menyulap Sampah Menjadi Barang yang Berguna

Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran :Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan

Page 2: BaKTI News Edis 65

1 April-Mei 2011News

EditorMILA SHWAIKO

VICTORIA NGANTUNGForum KTI

ZUSANNA GOSALITA MASITA IBNUEvents at BaKTI

SHERLY HEUMASSEWebsite of the MonthSTEVENT FEBRIANDYDatabase & NGO Profile

AFDHALIYANNA MA’RIFAHWebsite

AKRAM ZAKARIASmart Practices

CHRISTY DESTA PRATAMAInfo Book

SUMARNI ARIANTODesign Visual & Layout

ICHSAN DJUNAIDPertanyaan dan Tanggapan

RedaksiJI. DR.Sutomo No.26

Makassar 90113P : 62-411-3650320-22

F :62-411-3650323SMS BaKTINews 085255776165

E-mail: [email protected] juga bisa menjadi penggemar

BaKTINews di Facebook :www.facebook.com/yayasanbakti

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.

BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access.

BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

INFO BUKU31

Volume V - edisi 65 2 April-Mei 2011News Volume V - edisi 65

Berkontribusi untuk BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia.BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia.

Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia.

The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI and the Government of Australia.

DAFTAR ISI CONTENS

3

5

7

8

9

12

13

15

16

17

18

19

21

23

25

27

27

28

29

Upaya Adaptasi dari Masyarakat Manggarai

Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran :Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan

Menyulap Sampah Menjadi Barang yang Berguna

’Mengulik Potensi Penelitian’ Diskusi Seru Alumni Beasiswa Australia di Kupang

Dari Petani Rumput laut hingga Toko Roti :Sebuah Kisah Pemberdayaan Perempuan dan Usaha Kecil

One World, One Chance

Laporan Hasil Survey Audiens Edukasi Publik Program RESPEK Papua - Bagian

Menjaga Kesehatan Lebih BaikBaksos Lasulawai

Iwan BokingsKomitmen Pemerintah Kabupaten Boalemo Terhadap Penanggulangan Kemiskinan

JiKTI UPDATE

PEACH UPDATE

Pengolahan Sagu yang Semakin Menjanjikan

Risau Perubahan Iklim, Masyarakat Aktif Cari Informasi

Program Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Miskin Untuk Peningkatan Pelayanan Publik Berbasis Hak

Praktik Cerdas dan Inspirasi Cerdas dari Forum KTI: Perjalanan sejauh ini

PROFIL LSML-PPaMP Papua

PELUANG

WEBSITE BULAN INI

batukar.info UPDATE

30 KEGIATAN DI BaKTI

20 Cara Unik Menarik Minat Anak Mengenal Lingkungan

Terlaksana atas kerjasama

Page 3: BaKTI News Edis 65

1 April-Mei 2011News

EditorMILA SHWAIKO

VICTORIA NGANTUNGForum KTI

ZUSANNA GOSALITA MASITA IBNUEvents at BaKTI

SHERLY HEUMASSEWebsite of the MonthSTEVENT FEBRIANDYDatabase & NGO Profile

AFDHALIYANNA MA’RIFAHWebsite

AKRAM ZAKARIASmart Practices

CHRISTY DESTA PRATAMAInfo Book

SUMARNI ARIANTODesign Visual & Layout

ICHSAN DJUNAIDPertanyaan dan Tanggapan

RedaksiJI. DR.Sutomo No.26

Makassar 90113P : 62-411-3650320-22

F :62-411-3650323SMS BaKTINews 085255776165

E-mail: [email protected] juga bisa menjadi penggemar

BaKTINews di Facebook :www.facebook.com/yayasanbakti

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.

BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access.

BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

INFO BUKU31

Volume V - edisi 65 2 April-Mei 2011News Volume V - edisi 65

Berkontribusi untuk BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia.BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia.

Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia.

The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI and the Government of Australia.

DAFTAR ISI CONTENS

3

5

7

8

9

12

13

15

16

17

18

19

21

23

25

27

27

28

29

Upaya Adaptasi dari Masyarakat Manggarai

Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran :Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan

Menyulap Sampah Menjadi Barang yang Berguna

’Mengulik Potensi Penelitian’ Diskusi Seru Alumni Beasiswa Australia di Kupang

Dari Petani Rumput laut hingga Toko Roti :Sebuah Kisah Pemberdayaan Perempuan dan Usaha Kecil

One World, One Chance

Laporan Hasil Survey Audiens Edukasi Publik Program RESPEK Papua - Bagian

Menjaga Kesehatan Lebih BaikBaksos Lasulawai

Iwan BokingsKomitmen Pemerintah Kabupaten Boalemo Terhadap Penanggulangan Kemiskinan

JiKTI UPDATE

PEACH UPDATE

Pengolahan Sagu yang Semakin Menjanjikan

Risau Perubahan Iklim, Masyarakat Aktif Cari Informasi

Program Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Miskin Untuk Peningkatan Pelayanan Publik Berbasis Hak

Praktik Cerdas dan Inspirasi Cerdas dari Forum KTI: Perjalanan sejauh ini

PROFIL LSML-PPaMP Papua

PELUANG

WEBSITE BULAN INI

batukar.info UPDATE

30 KEGIATAN DI BaKTI

20 Cara Unik Menarik Minat Anak Mengenal Lingkungan

Terlaksana atas kerjasama

Page 4: BaKTI News Edis 65

3 Maret-April 2011News Volume V - edisi 65 4 Maret-April 2011News Volume V - edisi 65

Adapting to Face Climate Change One effort to reduce community vulnerability is to

increase the capacity for adaptation to climate change. Capacity to adapt is very important because science show that global warming and climate change cannot be stopped in the short-term. Adaptation is also needed to prepare the community to face change and uncertainty in the future.

Promoting climate change adaption at the community level is very necessary. The community needs accurate information regarding what can be done at the local level to adapt to these changes.

One method used by Burung Indonesia is the CRiSTAL method (Community Risk Screening Tool-Adaptation and Livelihoods). In Cunca Lolos Village this method was implemented through a discussion aimed to increase knowledge, understanding, and capacity in the community to identify both negative and positive effects of climate change and how to maximize use of resources that already exist.

The Cunca Lolos discussions were held in two sessions. The first session was a socialization of climate change and the second focused on the effects that they would face and adaptation strategies. Through these discussions, the community was able to obtain basic knowledge of climate change and identify threats and steps they could take to face the threats. The meeting was also a chance for the community to share information and experiences.

From the Cunca Lolos discussion, it’s apparent that adaptation to climate change is underway even without the community being aware. There are those who have tried to shelter plants from high rainfall with roofs and raised beds to prevent flooding of plants. There are also ideas such as developing pig-keeping in times of high rainfall because that is when the food fed to pigs, such as yams and taro, grow quickly. When the dry season comes, the pigs can be sold to contribute to shoring up family income. Adaptation is also occurring in the form of choosing better suited plants for high rainfall, like vegetable plants in the yards.

Many stakeholders (from government and private sector) also have information and advice for community development programs. This information can be developed to make programs more effective and guide them to the right targets.

Because climate change affects both productivity and incomes, climate change must be taken into account during the development of community-level development programs. However, above all, at the local level, both community and government need information on climate

kini memperburuk kondisi keuangan mereka dan menjerumuskan mereka dalam hutang yang terus membengkak.

Salah satu upaya mengurangi kerentanan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Kemampuan beradaptasi sangat penting karena ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa proses pemanasan global dan perubahan iklim tidak mungkin dihentikan dalam jangka pendek. Adaptasi juga diperlukan untuk menyiagakan masyarakat menghadapi perubahan dan ketidaktentuan masa depan.

Mempromosikan adaptasi perubahan iklim pada tingkat masyarakat adalah sangat diperlukan. Seluruh lapisan masyarakat perlu untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai perubahan iklim dan upaya apa saja yang dapat dilakukan pada tingkat lokal untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut.

Salah satu metode sosialisasi yang digunakan oleh Perhimpunan Burung Indonesia adalah metode CRiSTAL (Community Risk Screening Tool – Adaptation and Livelihoods). Di Desa Cunca Lolos metode ini diterapkan melalui diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dampak positif dan negatif perubahan iklim, serta bagaimana memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya yang ada di masyarakat.

Diskusi di Desa Cunca lolos dilakukan dalam dua sesi. Sesi pertama lebih banyak berisi sosialisasi mengenai perubahan iklim dan sesi kedua membahas dampak yang mereka hadapi serta strategi adaptasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat.

Melalui diskusi ini masyarakat memperoleh pengetahuan dasar mengenai perubahan iklim dan mengidentifikasi ancaman yang mereka hadapi terkait dampaknya, sehingga menyadari permasalahan yang dihadapi dan dapat menentukan langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk menghadapinya. Pertemuan ini juga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berbagi informasi dan pengalaman masing-masing.

Dari diskusi di Desa Cunca Lolos terungkap bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim sebenarnya telah dilakukan tanpa disadari oleh masyarakat. Ada yang mencoba memakai atap untuk melindungi tanaman dari curah hujan yang terlalu tinggi, ada yang membuat bedeng agar tanaman tidak terendam banjir. Ada pula yang muncul dengan ide mengembangkan ternak babi saat curah hujan ekstrim melanda, terutama karena pakan ternak babi, sepreti ubi dan talas, tumbuh semakin subur justeru pada musim hujan. Pada musim kering melanda, ternak babi dijual menjadi tumpuan pemasukan keluarga. Adaptasi juga mulai dilakukan dengan mengubah pola tanam dan menanam jenis tanaman yang cocok dengan curah hujan tinggi seperti tanaman sayur di pekarangan.

Adaptasi Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

Banyak pihak (pemerintah maupun swasta) juga memperoleh tambahan informasi dan masukan untuk pengembangan program-program pengembangan masyarakat. Masukan dan informasi tersebut dapat dikembangkan untuk mengefektifkan program dan mengarahkan program menjangkau sasaran yang tepat.Oleh karena perubahan iklim juga mempengaruhi produktivitas serta mata pencaharian masyarakat, maka dampak dari perubahan iklim penting untuk menjadi pertimbangan dalam program pembangunan

Oleh Fahrul Amama

uatu siang di Desa Cunca Lolos, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, serdang berlangsung hangat. Sesekali terjadi Sperdebatan yang mungkin tak kalah sengitnya dengan

perdebatan negosiator perubahan iklim dalam konferensi pertemuan tingkat tinggi membahas perubahan iklim global, di Cancun, Meksiko. Ya, warga desa yang sebagian besar adalah petani ini tengah membahas informasi yang baru saja mereka dengar bahwa sektor pertanian dianggap menyumbangkan emisi terbesar penyebab terjadinya efek rumah kaca.

“Kalau memang pertanian menjadi penyebab perubahan iklim dan karena itu pertanian harus dilarang. Nanti bagaimana kita bisa makan kalau tidak kerja kebun?”, tanya salah satu peserta diskusi. “Saya rasa, ada banyak yang jadi penyebab perubahan iklim. Lihat saja itu pabrik-pabrik besar yang buang banyak asap hitam ke langit. Kita di sini kan sudah jaga kita punya hutan, jadi jangan tuduh petani pelakunya,” Vincensius Baru, Ketua Kelompok Pembangunan Masyarakat, mengemukakan pendapatnya dengan semangat.

Perubahan iklim berdampak spesifik pada bidang pertanian dan pangan. Dampak tersebut berupa kenaikan suhu yang melewati ambang batas suhu optimal bagi pertumbuhan tanaman, berkurangnya kesuburan ternak disebabkan stres akibat cuaca yang panas, penurunan sediaan air serta peningkatan kebutuhan air untuk irigasi, maupun peningkatan curah hujan secara ekstrim. Selain itu perubahan iklim juga berpengaruh terhadap perubahan distribusi dan produktivitas tanaman, serta punahnya berbagai jenis satwa liar endemik dan lokal.

Dampak perubahan iklim juga sangat rentan dialami oleh masyarakat yang bergantung pada sumberdaya alam, terutama jika masyarakat bergantung pada sumber daya yang juga terancam akibat perubahan iklim. Tingkat kerentanan masyarakat tergantung pula kepada mata pencaharian utama mereka serta sumber daya yang dimiliki.

Masyarakat petani dan nelayan adalah dua kelompok komunitas terbesar di negara kepulauan seperti Indonesia yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Apa yang mereka alami bukan hanya rasa tidak nyaman, namun lebih dari itu. Mereka mangalami ketidakadilan.

Betapa tidak, gaya hidup mereka rendah karbon dan bahkan berkontribusi mengurangi karbon atmosfer. Namun, panen yang berkali-kali gagal akibat musim hujan dan panas yang tak lagi teratur,

Kerentanan masyarakat

One particular afternoon in Cunca Lolos Village, Manggarai Barat District, Nusa Tenggara Timur was becoming heated. An ongoing debate was taking place that could be said to be as intense as that of any argument put forward by a climate change negotiator at a high-level climate change conference in Cancun, Mexico. The inhabitants of this village, most of them farmers, were discussing new information they just received regarding the agricultural sector being the largest contributor of green house gas emissions.

“If agriculture is the cause of climate change and then farming is banned, how will we eat if we can’t work?” asked one participant. “I think there are a lot of causes of climate change. Just look at those big factories spilling lots of black smoke into the sky. We’ve been looking after our forests here, so don’t blame the farmers,” said Vincensius Baru, the head of Kelompok Pembangunan Masyarakat, putting forward his opinion with spirit.

Climate change has specific impacts on the agriculture and food sectors. These impacts include plant growth impeded by temperatures that have climbed too high, decrease in fertility of livestock because of stress brought on by hot weather, a decrease in water combined with an increase in water needs for irrigation, and even higher rainfall which is extreme. Climate change can also influence the distribution and productivity of plants and lead to the extinction of local and endemic species.

The community is also vulnerable to the effects of climate change, especially if they are dependent on natural resources threatened by climate change. The level of vulnerability in the community depends on their source of livelihoods and the resources they own.

Farmers and fishermen are two groups in an archipelago nation like Indonesia which are most vulnerable to the effects of climate change. They don’t just experience discomfort, but something even greater, they experience injustice.

Their lifestyles are low in carbon emissions and even contribute to decreasing carbon in the atmosphere. However, harvests which repeatedly fail due to irregular dry and wet seasons have a great impact on their finances and plunge them into ever-expanding debt.

Vulnerability in the Community

Upaya Adaptasi dari Masyarakat ManggaraiLINGKUNGAN

Adaptation Efforts from the Manggarai Community

3 4 April-Mei 2011News Volume V - edisi 65 April-Mei 2011News Volume V - edisi 65

Page 5: BaKTI News Edis 65

3 Maret-April 2011News Volume V - edisi 65 4 Maret-April 2011News Volume V - edisi 65

Adapting to Face Climate Change One effort to reduce community vulnerability is to

increase the capacity for adaptation to climate change. Capacity to adapt is very important because science show that global warming and climate change cannot be stopped in the short-term. Adaptation is also needed to prepare the community to face change and uncertainty in the future.

Promoting climate change adaption at the community level is very necessary. The community needs accurate information regarding what can be done at the local level to adapt to these changes.

One method used by Burung Indonesia is the CRiSTAL method (Community Risk Screening Tool-Adaptation and Livelihoods). In Cunca Lolos Village this method was implemented through a discussion aimed to increase knowledge, understanding, and capacity in the community to identify both negative and positive effects of climate change and how to maximize use of resources that already exist.

The Cunca Lolos discussions were held in two sessions. The first session was a socialization of climate change and the second focused on the effects that they would face and adaptation strategies. Through these discussions, the community was able to obtain basic knowledge of climate change and identify threats and steps they could take to face the threats. The meeting was also a chance for the community to share information and experiences.

From the Cunca Lolos discussion, it’s apparent that adaptation to climate change is underway even without the community being aware. There are those who have tried to shelter plants from high rainfall with roofs and raised beds to prevent flooding of plants. There are also ideas such as developing pig-keeping in times of high rainfall because that is when the food fed to pigs, such as yams and taro, grow quickly. When the dry season comes, the pigs can be sold to contribute to shoring up family income. Adaptation is also occurring in the form of choosing better suited plants for high rainfall, like vegetable plants in the yards.

Many stakeholders (from government and private sector) also have information and advice for community development programs. This information can be developed to make programs more effective and guide them to the right targets.

Because climate change affects both productivity and incomes, climate change must be taken into account during the development of community-level development programs. However, above all, at the local level, both community and government need information on climate

kini memperburuk kondisi keuangan mereka dan menjerumuskan mereka dalam hutang yang terus membengkak.

Salah satu upaya mengurangi kerentanan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Kemampuan beradaptasi sangat penting karena ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa proses pemanasan global dan perubahan iklim tidak mungkin dihentikan dalam jangka pendek. Adaptasi juga diperlukan untuk menyiagakan masyarakat menghadapi perubahan dan ketidaktentuan masa depan.

Mempromosikan adaptasi perubahan iklim pada tingkat masyarakat adalah sangat diperlukan. Seluruh lapisan masyarakat perlu untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai perubahan iklim dan upaya apa saja yang dapat dilakukan pada tingkat lokal untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut.

Salah satu metode sosialisasi yang digunakan oleh Perhimpunan Burung Indonesia adalah metode CRiSTAL (Community Risk Screening Tool – Adaptation and Livelihoods). Di Desa Cunca Lolos metode ini diterapkan melalui diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dampak positif dan negatif perubahan iklim, serta bagaimana memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya yang ada di masyarakat.

Diskusi di Desa Cunca lolos dilakukan dalam dua sesi. Sesi pertama lebih banyak berisi sosialisasi mengenai perubahan iklim dan sesi kedua membahas dampak yang mereka hadapi serta strategi adaptasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat.

Melalui diskusi ini masyarakat memperoleh pengetahuan dasar mengenai perubahan iklim dan mengidentifikasi ancaman yang mereka hadapi terkait dampaknya, sehingga menyadari permasalahan yang dihadapi dan dapat menentukan langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk menghadapinya. Pertemuan ini juga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berbagi informasi dan pengalaman masing-masing.

Dari diskusi di Desa Cunca Lolos terungkap bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim sebenarnya telah dilakukan tanpa disadari oleh masyarakat. Ada yang mencoba memakai atap untuk melindungi tanaman dari curah hujan yang terlalu tinggi, ada yang membuat bedeng agar tanaman tidak terendam banjir. Ada pula yang muncul dengan ide mengembangkan ternak babi saat curah hujan ekstrim melanda, terutama karena pakan ternak babi, sepreti ubi dan talas, tumbuh semakin subur justeru pada musim hujan. Pada musim kering melanda, ternak babi dijual menjadi tumpuan pemasukan keluarga. Adaptasi juga mulai dilakukan dengan mengubah pola tanam dan menanam jenis tanaman yang cocok dengan curah hujan tinggi seperti tanaman sayur di pekarangan.

Adaptasi Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

Banyak pihak (pemerintah maupun swasta) juga memperoleh tambahan informasi dan masukan untuk pengembangan program-program pengembangan masyarakat. Masukan dan informasi tersebut dapat dikembangkan untuk mengefektifkan program dan mengarahkan program menjangkau sasaran yang tepat.Oleh karena perubahan iklim juga mempengaruhi produktivitas serta mata pencaharian masyarakat, maka dampak dari perubahan iklim penting untuk menjadi pertimbangan dalam program pembangunan

Oleh Fahrul Amama

uatu siang di Desa Cunca Lolos, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, serdang berlangsung hangat. Sesekali terjadi Sperdebatan yang mungkin tak kalah sengitnya dengan

perdebatan negosiator perubahan iklim dalam konferensi pertemuan tingkat tinggi membahas perubahan iklim global, di Cancun, Meksiko. Ya, warga desa yang sebagian besar adalah petani ini tengah membahas informasi yang baru saja mereka dengar bahwa sektor pertanian dianggap menyumbangkan emisi terbesar penyebab terjadinya efek rumah kaca.

“Kalau memang pertanian menjadi penyebab perubahan iklim dan karena itu pertanian harus dilarang. Nanti bagaimana kita bisa makan kalau tidak kerja kebun?”, tanya salah satu peserta diskusi. “Saya rasa, ada banyak yang jadi penyebab perubahan iklim. Lihat saja itu pabrik-pabrik besar yang buang banyak asap hitam ke langit. Kita di sini kan sudah jaga kita punya hutan, jadi jangan tuduh petani pelakunya,” Vincensius Baru, Ketua Kelompok Pembangunan Masyarakat, mengemukakan pendapatnya dengan semangat.

Perubahan iklim berdampak spesifik pada bidang pertanian dan pangan. Dampak tersebut berupa kenaikan suhu yang melewati ambang batas suhu optimal bagi pertumbuhan tanaman, berkurangnya kesuburan ternak disebabkan stres akibat cuaca yang panas, penurunan sediaan air serta peningkatan kebutuhan air untuk irigasi, maupun peningkatan curah hujan secara ekstrim. Selain itu perubahan iklim juga berpengaruh terhadap perubahan distribusi dan produktivitas tanaman, serta punahnya berbagai jenis satwa liar endemik dan lokal.

Dampak perubahan iklim juga sangat rentan dialami oleh masyarakat yang bergantung pada sumberdaya alam, terutama jika masyarakat bergantung pada sumber daya yang juga terancam akibat perubahan iklim. Tingkat kerentanan masyarakat tergantung pula kepada mata pencaharian utama mereka serta sumber daya yang dimiliki.

Masyarakat petani dan nelayan adalah dua kelompok komunitas terbesar di negara kepulauan seperti Indonesia yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Apa yang mereka alami bukan hanya rasa tidak nyaman, namun lebih dari itu. Mereka mangalami ketidakadilan.

Betapa tidak, gaya hidup mereka rendah karbon dan bahkan berkontribusi mengurangi karbon atmosfer. Namun, panen yang berkali-kali gagal akibat musim hujan dan panas yang tak lagi teratur,

Kerentanan masyarakat

One particular afternoon in Cunca Lolos Village, Manggarai Barat District, Nusa Tenggara Timur was becoming heated. An ongoing debate was taking place that could be said to be as intense as that of any argument put forward by a climate change negotiator at a high-level climate change conference in Cancun, Mexico. The inhabitants of this village, most of them farmers, were discussing new information they just received regarding the agricultural sector being the largest contributor of green house gas emissions.

“If agriculture is the cause of climate change and then farming is banned, how will we eat if we can’t work?” asked one participant. “I think there are a lot of causes of climate change. Just look at those big factories spilling lots of black smoke into the sky. We’ve been looking after our forests here, so don’t blame the farmers,” said Vincensius Baru, the head of Kelompok Pembangunan Masyarakat, putting forward his opinion with spirit.

Climate change has specific impacts on the agriculture and food sectors. These impacts include plant growth impeded by temperatures that have climbed too high, decrease in fertility of livestock because of stress brought on by hot weather, a decrease in water combined with an increase in water needs for irrigation, and even higher rainfall which is extreme. Climate change can also influence the distribution and productivity of plants and lead to the extinction of local and endemic species.

The community is also vulnerable to the effects of climate change, especially if they are dependent on natural resources threatened by climate change. The level of vulnerability in the community depends on their source of livelihoods and the resources they own.

Farmers and fishermen are two groups in an archipelago nation like Indonesia which are most vulnerable to the effects of climate change. They don’t just experience discomfort, but something even greater, they experience injustice.

Their lifestyles are low in carbon emissions and even contribute to decreasing carbon in the atmosphere. However, harvests which repeatedly fail due to irregular dry and wet seasons have a great impact on their finances and plunge them into ever-expanding debt.

Vulnerability in the Community

Upaya Adaptasi dari Masyarakat ManggaraiLINGKUNGAN

Adaptation Efforts from the Manggarai Community

3 4 April-Mei 2011News Volume V - edisi 65 April-Mei 2011News Volume V - edisi 65

Page 6: BaKTI News Edis 65

Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran

Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan 5 News Volume V - edisi 65 6News Volume V - edisi 65

emua tahu, perubahan iklim telah menjadi salah satu ancaman bagi umat manusia. Berbagai dampak perubahan Siklim mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat dan yang

paling merasakan adalah kelompok rentan, seperti perempuan dan anak-anak. Persoalannya, berbagai fakta empiris dampak perubahan iklim terhadap perempuan belum diiringi kesadaran akan pentingnya melibatkan perempuan ke dalam berbagai pembahasan mengenai perubahan iklim. Padahal perubahan iklim memiliki implikasi yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Kondisi ini mendorong munculnya berbagai inisiatif yang menekankan pentingnya mengintegrasikan perspektif perempuan dalam pengambilan kebijakan, diantaranya dengan melibatkan perempuan sebagai aktor utama dalam menyelesaikan persoalan terkait perubahan iklim.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, NTT Policy Forum melalui program Local Initiative to Strengthen and Empower Women (LISTEN) berupaya mempengaruhi kebijakan agar peduli pada dampak perubahan iklim yang negatif bagi perempuan marginal. Melalui program ini, perempuan desa diharapkan dapat memantau perencanaan dan penganggaran di desa sehingga Pemerintah Desa dapat mengalokasikan sumber daya yang diperlukan oleh kelompok perempuan dalam mengambil tindakan yang penting guna mengatasi dampak perubahan iklim, beberapa di antaranya adalah kondisi pangan dan penghidupan rumah tangga. Selain itu program ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi relasi yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki dalam mengakses dan melakukan kontrol terhadap kebijakan pengelolaan anggaran dan perencanaan pembangunan desa.

Antara perubahan iklim dan pembangunan desaMengawali pelaksanaan program ini, NTT Policy Forum

melakukan survei pada Desa Fatubaa di Kabupaten Belu, Desa Nibaaf di Kabupaten Timor Tengah Utara, Desa Eno Neontes di kabupaten Timor Tengah Selatan dan Desa Raknamo di Kabupaten Kupang. Pada keempat desa ini keterlibatan perempuan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan desa masih rendah. Perempuan dianggap sebagai kelompok kelas dua yang hanya mengurus urusan domestik saja, sehingga mereka jarang sekali diundang. Hanya perempuan yang bekerja sebagai aparat desa yang biasanya tampak hadir dalam berbagai pertemuan penting di desa.

” K e t e r l i b a t a n p e r e m p u a n d a l a m p e r e n c a n a a n pembangunan desa tidak pernah, kecuali yang aparat desa. Kalau kegiatan fisik, perempuan selalu dilibatkan. Ini semua karena budaya yang membuat perempuan dianggap tidak tahu apa-apa. Tugas perempuan adalah mengurus rumah tangga termasuk mengurus anak-anak”, tutur Yohana Boys, ibu rumah tangga asal Desa Raknamo.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Oleh Zarniel Woleka, SH

GENDER AND PEMBANGUNAN

NTT Policy ForumEmail: [email protected]

yang dikembangkan di tingkat masyarakat. Namun di atas semuanya, pada tingkat lokal, baik masyarakat dan pemerintah perlu mendapatkan informasi tepat mengenai perubahan iklim dan teknologi yang sesuai untuk dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan iklim. Yang penting dipahami adalah, setiap orang memiliki naluri adaptasi, dengan cara yang berbeda-beda. Belajar dari Desa Cunca Lolos di Manggarai, masyarakat selalu memiliki solusi sendiri, yang sesuai dengan kapasitas dan budaya mereka untuk masalah yang dihadapi.

change and appropriate technology to adapt to climate change. It is important to realize that every person has the instinct to adapt, but with different methods. Learning from Cunca Lolos, the community always has its own solutions, in accordance with their capacity and culture.

Dampak perubahan iklim juga turut dirasakan oleh masyarakat di Desa Fatubaa, Nibaaf, Eno Neontes, dan Raknamo, Selain pernah mengalami dampak serius akibat kekeringan berkepanjangan, kini mereka menderita akibat gagal panen. Seorang ibu rumah tangga bernama Martina Lola (38) dari desa Fatubaa Bel berkata,“Selain kekeringan, kami juga menderita karena musim yang tak menentu di tahun 2009 dan 2010. Hujan turun sepanjang tahun namun tidak teratur. Kami tidak bisa lagi baca (prediksi), kapan waktu yang baik untuk menanam. Hujan turun deras pada saat tanaman buah kami yang baru saja berbunga dan saat menjelang panen. Akibatnya tanaman kami rusak”.

Hasil panen masyarakat di keempat desa ini memang hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri dalam satu musim saja. Karena tidak ada hasil panen yang dapat mereka jual, akibatnya mereka kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Wajar saja pada tahun 2010 terdapat kasus gizi buruk yang menyebabkan korban meninggal. Masyarakat pun beralih mencari alternatif usaha untuk menunjang kehidupan mereka, misalnya dengan menjadi buruh murah, menjual ternak, atau menanam dan menjual sayur-sayuran.

Menjadi pemantau anggaranDesa Fatubaa, Nibaaf, Eno Neontes, Raknamo, dan semua desa

di NTT menerima Alokasi Dana Desa (ADD). Ini adalah anggaran desa yang pengelolaannya sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat melalui pemerintah Desa. Berdasarkan aturan yang berlaku, sebanyak 70% dana dari Alokasi Dana Desa harus dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat dan 30% sisanya untuk operasional aparat desa termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Setiap desa menerima jumlah yang berbeda sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang tertera dalam proposal yang diajukan kepada Pemerintah Provinsi.

Hasil survei yang dilakukan di keempat desa tersebut menunjukkan bahwa jumlah perempuan dalam desa lebih banyak dari laki-laki. Namun hampir semua perempuan di desa-desa ini belum pernah berbicara dalam berbagai forum yang dilakukan desa. Selain karena tidak pernah diundang untuk mengikuti pertemuan desa, merasa jgua merasa rendah diri, malu, dan tidak pantas berbicara di depan umum.

“Selama ini perempuan desa dianggap tidak tau tentang Alokasi Dana Desa. Biasanya kami harus dengar dari bapak-bapak atau aparat desa tentang itu. Kami juga sama sekali tidak tau untuk apa itu”, jelas Yohana Boys. Memang menjadi tantangan tersendiri agar perempuan dapat turut terlibat dalam perencanaan pembangunan desa dan memantau penggunaan dana untuk pembangunan desa. Salah satu solusi yang sedang diupayakan oleh NTT Policy Forum adalah dengan membentuk Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran.

Tujuan dibentuknya kelompok Perempuan Pemantau Anggaran adalah pertama, memperkuat kapasitas perempuan dalam melihat kondisi desa dan mengidentifikasi kebutuhan utama masyarakat, secara khusus perempuan. Kedua, pada sisi yang lain Alokasi Dana Desa belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat. Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran ini bertugas melihat sejauh mana Alokasi Dana Desa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum perempuan di desa.

Perempuan desa dan pembangunanKelompok Perempuan Pemantau Anggaran yang

beranggotakan sepuluh orang melakukan studi sederhana di desa masing-masing. Mereka mewawancarai perempuan-perempuan di desa, tokoh masyarakat, aparat pemerintah, dan para anggota BPD. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan utama masyarakat dan khusus perempuan di desa dalam kurun waktu dua tahun terakhir dan kebutuhan apa yang berpeluang untuk dipenuhi dengan menggunakan dana dari Alokasi Dana Desa.

Pada setiap desa, tampak beberapa temuan yang sama, seperti kaum perempuan di desa jarang diikutsertakan dalam forum-forum desa, keterwakilan perempuan dalam struktur pemerintahan desa sangat terbatas sehingga kepentingan mereka tidak dapat diperjuangkan. Studi ini juga menemukan bahwa Alokasi Dana Desa lebih banyak dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat secara umum.

Studi yang dilakukan kelompok ini juga menemukan bahwa perubahan iklim menyebabkan gagal panen dan gagal tanam. Sehubungan dengan itu, mereka merekomendasikan agar 70% dari Alokasi Dana Desa harus benar-benar dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan yang nyata-nyata menjadi tulang punggung dalam mengatasi pangan keluarga. Optimalisasi pemanfaatan Alokasi Dana Desa untuk meningkatkan kapasitas kaum perempuan desa misalnya pengadaan bibit sayur-mayur, peralatan produksi pertanian, dan modal usaha. Dengan demikian dalam keadaan rawan pangan mereka masih mempunyai alternatif usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam keluarga. Rekomendasi-rekomendasi ini adalah hasil dari studi yang dilakukan sendiri Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran. Mereka menyampaikan rekomendasi tersebut dalam forum resmi di desa dan berharap pemerintah desa dapat menjawab dan mengakomodirnya dalam kebijakan desa.

Aktivitas ini berdampak luar biasa bagi semua anggota Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran dan Komunitas Peduli Perempuan dan Anak yang sebelumnya belum pernah bicara dalam forum resmi desa. Ini pertama kalinya mereka menyampaikan temuan dan harapan mereka kepada pemerintah dan masyarakat desa. Yang juga luar biasa adalah Kepala dan aparat Desa Raknamo, Eno Neonates dan Fatubaa menerima laporan yang disampaikan oleh Komunitas Peduli Perempuan dan Anak di desanya dan berjanji akan mengalokasikan dana untuk pemberdayaan perempuan. Kepala Desa di ketiga desa tersebut jgua mengakui kehadiran KPPA sangat baik sebagai mitra pemerintah desa untuk menjadi alat sosialisasi bagi masyrakat desa dalam memantau anggaran desa dan di sisi lain menjadi alat untuk mengingatkan pemerintah desa agar tidak melakukan penyimpangan dalam kebijakan anggaran.

Ada banyak perempuan di berbagai pelosok desa yang tenggelam dalam urusan domestik. Mereka tidak memiliki teman untuk membantu keluar dari kungkungan itu. Padahal apapun status dan jenjang pendidikannya, mereka adalah warga negara yang mempunyai hak yang sama. Dengan pendekatan yang paling sederhana sekalipun, mari lakukan sesuatu agar perempuan dapat turut berperan serta dalam pembangunan desa dengan memberi ruang bagi kaum perempuan untuk berpendapat, menyumbangkan pikiran dan rasa hati mereka.

CRiSTAL merupakan alat dikembangkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), bersama beberapa lembaga lain yang bergerak di bidang pembangunan dan lingkungan. CRiSTAL bertujuan meningkatkan daya adaptasi masyarakat yang tengah menghadapi ancaman besar akibat cuaca yang berubah-ubah di wilayahnya. CRiSTAL dapat membantu memahami hubungan antara ancaman iklim dengan mata pencaharian masyarakat. Dengan pemahaman ini, dampak positif kepada mata pencaharian yang penting dapat ditingkatkan untuk menyesuaikan kondisi masyarakat dengan dampak perubahan iklim. Informasi lebih banyak dapat diperoleh di www.adaptationlearning.net

CRiSTAL Community Based Risk Screening Tool -Adaptation and Livelihoods

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Communication and Media Relations di Perhimpunan Burung Indonesia dan dapat dihubungi melalui email pada/ The writer is Communications and Media Relations staff at Burung Indonesia and can be reached at [email protected]

Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 7: BaKTI News Edis 65

Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran

Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan 5 News Volume V - edisi 65 6News Volume V - edisi 65

emua tahu, perubahan iklim telah menjadi salah satu ancaman bagi umat manusia. Berbagai dampak perubahan Siklim mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat dan yang

paling merasakan adalah kelompok rentan, seperti perempuan dan anak-anak. Persoalannya, berbagai fakta empiris dampak perubahan iklim terhadap perempuan belum diiringi kesadaran akan pentingnya melibatkan perempuan ke dalam berbagai pembahasan mengenai perubahan iklim. Padahal perubahan iklim memiliki implikasi yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Kondisi ini mendorong munculnya berbagai inisiatif yang menekankan pentingnya mengintegrasikan perspektif perempuan dalam pengambilan kebijakan, diantaranya dengan melibatkan perempuan sebagai aktor utama dalam menyelesaikan persoalan terkait perubahan iklim.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, NTT Policy Forum melalui program Local Initiative to Strengthen and Empower Women (LISTEN) berupaya mempengaruhi kebijakan agar peduli pada dampak perubahan iklim yang negatif bagi perempuan marginal. Melalui program ini, perempuan desa diharapkan dapat memantau perencanaan dan penganggaran di desa sehingga Pemerintah Desa dapat mengalokasikan sumber daya yang diperlukan oleh kelompok perempuan dalam mengambil tindakan yang penting guna mengatasi dampak perubahan iklim, beberapa di antaranya adalah kondisi pangan dan penghidupan rumah tangga. Selain itu program ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi relasi yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki dalam mengakses dan melakukan kontrol terhadap kebijakan pengelolaan anggaran dan perencanaan pembangunan desa.

Antara perubahan iklim dan pembangunan desaMengawali pelaksanaan program ini, NTT Policy Forum

melakukan survei pada Desa Fatubaa di Kabupaten Belu, Desa Nibaaf di Kabupaten Timor Tengah Utara, Desa Eno Neontes di kabupaten Timor Tengah Selatan dan Desa Raknamo di Kabupaten Kupang. Pada keempat desa ini keterlibatan perempuan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan desa masih rendah. Perempuan dianggap sebagai kelompok kelas dua yang hanya mengurus urusan domestik saja, sehingga mereka jarang sekali diundang. Hanya perempuan yang bekerja sebagai aparat desa yang biasanya tampak hadir dalam berbagai pertemuan penting di desa.

” K e t e r l i b a t a n p e r e m p u a n d a l a m p e r e n c a n a a n pembangunan desa tidak pernah, kecuali yang aparat desa. Kalau kegiatan fisik, perempuan selalu dilibatkan. Ini semua karena budaya yang membuat perempuan dianggap tidak tahu apa-apa. Tugas perempuan adalah mengurus rumah tangga termasuk mengurus anak-anak”, tutur Yohana Boys, ibu rumah tangga asal Desa Raknamo.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Oleh Zarniel Woleka, SH

GENDER AND PEMBANGUNAN

NTT Policy ForumEmail: [email protected]

yang dikembangkan di tingkat masyarakat. Namun di atas semuanya, pada tingkat lokal, baik masyarakat dan pemerintah perlu mendapatkan informasi tepat mengenai perubahan iklim dan teknologi yang sesuai untuk dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan iklim. Yang penting dipahami adalah, setiap orang memiliki naluri adaptasi, dengan cara yang berbeda-beda. Belajar dari Desa Cunca Lolos di Manggarai, masyarakat selalu memiliki solusi sendiri, yang sesuai dengan kapasitas dan budaya mereka untuk masalah yang dihadapi.

change and appropriate technology to adapt to climate change. It is important to realize that every person has the instinct to adapt, but with different methods. Learning from Cunca Lolos, the community always has its own solutions, in accordance with their capacity and culture.

Dampak perubahan iklim juga turut dirasakan oleh masyarakat di Desa Fatubaa, Nibaaf, Eno Neontes, dan Raknamo, Selain pernah mengalami dampak serius akibat kekeringan berkepanjangan, kini mereka menderita akibat gagal panen. Seorang ibu rumah tangga bernama Martina Lola (38) dari desa Fatubaa Bel berkata,“Selain kekeringan, kami juga menderita karena musim yang tak menentu di tahun 2009 dan 2010. Hujan turun sepanjang tahun namun tidak teratur. Kami tidak bisa lagi baca (prediksi), kapan waktu yang baik untuk menanam. Hujan turun deras pada saat tanaman buah kami yang baru saja berbunga dan saat menjelang panen. Akibatnya tanaman kami rusak”.

Hasil panen masyarakat di keempat desa ini memang hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri dalam satu musim saja. Karena tidak ada hasil panen yang dapat mereka jual, akibatnya mereka kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Wajar saja pada tahun 2010 terdapat kasus gizi buruk yang menyebabkan korban meninggal. Masyarakat pun beralih mencari alternatif usaha untuk menunjang kehidupan mereka, misalnya dengan menjadi buruh murah, menjual ternak, atau menanam dan menjual sayur-sayuran.

Menjadi pemantau anggaranDesa Fatubaa, Nibaaf, Eno Neontes, Raknamo, dan semua desa

di NTT menerima Alokasi Dana Desa (ADD). Ini adalah anggaran desa yang pengelolaannya sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat melalui pemerintah Desa. Berdasarkan aturan yang berlaku, sebanyak 70% dana dari Alokasi Dana Desa harus dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat dan 30% sisanya untuk operasional aparat desa termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Setiap desa menerima jumlah yang berbeda sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang tertera dalam proposal yang diajukan kepada Pemerintah Provinsi.

Hasil survei yang dilakukan di keempat desa tersebut menunjukkan bahwa jumlah perempuan dalam desa lebih banyak dari laki-laki. Namun hampir semua perempuan di desa-desa ini belum pernah berbicara dalam berbagai forum yang dilakukan desa. Selain karena tidak pernah diundang untuk mengikuti pertemuan desa, merasa jgua merasa rendah diri, malu, dan tidak pantas berbicara di depan umum.

“Selama ini perempuan desa dianggap tidak tau tentang Alokasi Dana Desa. Biasanya kami harus dengar dari bapak-bapak atau aparat desa tentang itu. Kami juga sama sekali tidak tau untuk apa itu”, jelas Yohana Boys. Memang menjadi tantangan tersendiri agar perempuan dapat turut terlibat dalam perencanaan pembangunan desa dan memantau penggunaan dana untuk pembangunan desa. Salah satu solusi yang sedang diupayakan oleh NTT Policy Forum adalah dengan membentuk Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran.

Tujuan dibentuknya kelompok Perempuan Pemantau Anggaran adalah pertama, memperkuat kapasitas perempuan dalam melihat kondisi desa dan mengidentifikasi kebutuhan utama masyarakat, secara khusus perempuan. Kedua, pada sisi yang lain Alokasi Dana Desa belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat. Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran ini bertugas melihat sejauh mana Alokasi Dana Desa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum perempuan di desa.

Perempuan desa dan pembangunanKelompok Perempuan Pemantau Anggaran yang

beranggotakan sepuluh orang melakukan studi sederhana di desa masing-masing. Mereka mewawancarai perempuan-perempuan di desa, tokoh masyarakat, aparat pemerintah, dan para anggota BPD. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan utama masyarakat dan khusus perempuan di desa dalam kurun waktu dua tahun terakhir dan kebutuhan apa yang berpeluang untuk dipenuhi dengan menggunakan dana dari Alokasi Dana Desa.

Pada setiap desa, tampak beberapa temuan yang sama, seperti kaum perempuan di desa jarang diikutsertakan dalam forum-forum desa, keterwakilan perempuan dalam struktur pemerintahan desa sangat terbatas sehingga kepentingan mereka tidak dapat diperjuangkan. Studi ini juga menemukan bahwa Alokasi Dana Desa lebih banyak dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat secara umum.

Studi yang dilakukan kelompok ini juga menemukan bahwa perubahan iklim menyebabkan gagal panen dan gagal tanam. Sehubungan dengan itu, mereka merekomendasikan agar 70% dari Alokasi Dana Desa harus benar-benar dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan yang nyata-nyata menjadi tulang punggung dalam mengatasi pangan keluarga. Optimalisasi pemanfaatan Alokasi Dana Desa untuk meningkatkan kapasitas kaum perempuan desa misalnya pengadaan bibit sayur-mayur, peralatan produksi pertanian, dan modal usaha. Dengan demikian dalam keadaan rawan pangan mereka masih mempunyai alternatif usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam keluarga. Rekomendasi-rekomendasi ini adalah hasil dari studi yang dilakukan sendiri Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran. Mereka menyampaikan rekomendasi tersebut dalam forum resmi di desa dan berharap pemerintah desa dapat menjawab dan mengakomodirnya dalam kebijakan desa.

Aktivitas ini berdampak luar biasa bagi semua anggota Kelompok Perempuan Pemantau Anggaran dan Komunitas Peduli Perempuan dan Anak yang sebelumnya belum pernah bicara dalam forum resmi desa. Ini pertama kalinya mereka menyampaikan temuan dan harapan mereka kepada pemerintah dan masyarakat desa. Yang juga luar biasa adalah Kepala dan aparat Desa Raknamo, Eno Neonates dan Fatubaa menerima laporan yang disampaikan oleh Komunitas Peduli Perempuan dan Anak di desanya dan berjanji akan mengalokasikan dana untuk pemberdayaan perempuan. Kepala Desa di ketiga desa tersebut jgua mengakui kehadiran KPPA sangat baik sebagai mitra pemerintah desa untuk menjadi alat sosialisasi bagi masyrakat desa dalam memantau anggaran desa dan di sisi lain menjadi alat untuk mengingatkan pemerintah desa agar tidak melakukan penyimpangan dalam kebijakan anggaran.

Ada banyak perempuan di berbagai pelosok desa yang tenggelam dalam urusan domestik. Mereka tidak memiliki teman untuk membantu keluar dari kungkungan itu. Padahal apapun status dan jenjang pendidikannya, mereka adalah warga negara yang mempunyai hak yang sama. Dengan pendekatan yang paling sederhana sekalipun, mari lakukan sesuatu agar perempuan dapat turut berperan serta dalam pembangunan desa dengan memberi ruang bagi kaum perempuan untuk berpendapat, menyumbangkan pikiran dan rasa hati mereka.

CRiSTAL merupakan alat dikembangkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), bersama beberapa lembaga lain yang bergerak di bidang pembangunan dan lingkungan. CRiSTAL bertujuan meningkatkan daya adaptasi masyarakat yang tengah menghadapi ancaman besar akibat cuaca yang berubah-ubah di wilayahnya. CRiSTAL dapat membantu memahami hubungan antara ancaman iklim dengan mata pencaharian masyarakat. Dengan pemahaman ini, dampak positif kepada mata pencaharian yang penting dapat ditingkatkan untuk menyesuaikan kondisi masyarakat dengan dampak perubahan iklim. Informasi lebih banyak dapat diperoleh di www.adaptationlearning.net

CRiSTAL Community Based Risk Screening Tool -Adaptation and Livelihoods

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Communication and Media Relations di Perhimpunan Burung Indonesia dan dapat dihubungi melalui email pada/ The writer is Communications and Media Relations staff at Burung Indonesia and can be reached at [email protected]

Waktunya Perempuan Bicara Pembangunan April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 8: BaKTI News Edis 65

ik ir dahulu sebelum membuang sampahmu”. Ini adalah ungkapan yang paling cocok menggambarkan apa yang dikerjakan oleh Azikin melalui PUsaha Kecil Menengah (UKM) Mandiri yang terletak di

Kelurahan Tamamaung, Kecamatan Panakukkang, Kota Makassar. Sejak setahun terakhir ini Azikin menggeluti bisnis

pengolahan sampah menjadi barang-barang yang bernilai ekonomis. Penghasilan dari usaha yang dikelolanya bahkan mampu menghidupi sejumlah keluarga lain yang menjadi mitra usahanya dan yang terpenting adalah usaha Azikin ini telah menjadi alternatif pengelolaan limbah rumah tangga, khususnya yang berbahan pelastik yang sulit diurai oleh alam.

Usaha kreatif yang dilakoni Azikin memang terbilang unik. Hampir semua jenis sampah anorganik, seperti sisa botol dan gelas minuman, galon rusak yang terbuang, pelastik kresek, hingga kertas koran mampu disulapnya menjadi barang-barang unik. Galon air bekas dan gelas pelastik misalnya, menjadi Bosara, sebuah tempat menyajikan kue dalam upacara adat masyarakat Bugis- Makassar.

Tidak hanya Bosara, Azikin juga memproduksi boneka beruang yang terbuat dari pelastik kresek, becak mainan dari pipet minuman dan pelastik sabun, tas jinjing dari pelastik kresek dan kemasan sabun colej, taplak meja dari kemasan mis instan dan pelastik kopi, tempat pulpen dan pot bunga dari botol minuman, hingga miniatur pesawat terbang dan mobil-mobilan dari berbagai jenis limbah pelastik dan kertas.

A z i k i n t a m p a k ny a t a k p e r n a h kehabisan ide menyulap sampah menjadi barang-barang yang menar ik dan bermanfaat. “Hampir semua jenis sampah bisa diolah menjadi barang apa saja, tergantung ide yang muncul pada saat itu,” ungkap Azikin yang dalam menjalankan UKM Mandiri juga dibantu oleh isterinya dan delapan ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar rumahnya.

Omzet penjualan barang-barang daur ulang dari usaha yang baru dilakoni dalam sebulan adalah berkisar dua hingga empat juta rupiah. Pada waktu-waktu tertentu, terutama jika ada acara-acara khusus, omzet UKM Mandiri ini bahkn lebih besar. “Kalau lagi ada banyak pesanan, kami bahkan bisa menerima enam juta rupiah dalam seminggu,” ungkap Azikin.

Distribusi hasil usaha kreativitas Azikin dan teman-temannya di UKM Mandiri selama ini masih mengandalkan gerai sederhana di depan rumahnya, serta dari pameran-pameran. Pelanggannya kebanyakan siswa sekolah, mahasiswa, instansi pemerintah, dan kaum ibu. Produksinya pun biasanya dilakukan berdasarkan pesanan.

Modal yang dibutuhkan untuk usaha kreativitas Azikin ini pun tidak tergolong besar. Pembiayaan terbesar adalah pembelian mesin jahit, alat potong dan lem lilin. Sedangkan bahan-bahan baku produksi kebanyakan diperoleh secara cuma-cuma atau dibarter dengan pemulung.

“Kami banyak mendapat bahan baku seperti kemasan sabun dan mie instan, botol pelastik, dan lainnya dari tetangga dan

keluarga. Sejak melihat usaha kami berhasil, mereka mulai merasa sayang jika membuang sampah mereka yang masih dapat digunakan” jelas

Azikin. ”Kami juga melakukan barter dengan pemulung. Untuk galon air bekas misalnya, kami

tukar dengan karung pelastik bekas, ” tambahnya.

Untuk menampung limbah kertas dan pelastik sebagai bahan baku usaha mereka, A z i k i n m e m b u a t s e b u a h t e m p a t

penampungan yang disebutnya ‘Bank Sampah’. Bank sampah ini ditempatkan di

depan rumahnya dan setiap pagi para tetangga mengisinya dengan berbagai limbah kertas dan

pelastik. Tidak hanya para tetangganya saja yang mulai memisahkan sampah basah dan kering agar dapat mengisi ’Bank Sampah’ ini, beberapa orang yang berasal dari lingkungan lain dan mengetahui usaha Azikin juga besedia mampir dan mengisinya.

Azikin menilai usahanya ini cukup prospektif bahkan terkadang cukup kewalahan dengan banyaknya pesanan. Kendala utamanya adalah dari ketersediaan bahan baku. “Untuk produk tertentu seperti tas jinjing, kami membutuhkan pelastik kemasan sabun colek dalam jumlah banyak. Agar terlihat cantik, kami berupaya menggunakan kemasan yang sejenis atau sewarna. Karenanya untuk memproduksi tas jinjing berbahan daur ulang ini kami membutuhkan limbah kemasan yang sejenis dalam jumlah yang memadai,” jelas Azikin. Untuk mengatasi kendala tersebut, Azikin mengakui kini sedang menjajaki kerjasama dengan pengelola Tempat Pembuangan Akhir Kota Makassar.

Harga barang-barang daur ulang yang dijual oleh UKM Mandiri bervariasi

tergantung jenis bahan dan tingkat kesulitan pembuatannya. Boneka beruang dan tas jinjing pelastik kresek dijual seharga masig-masing limapuluh ribu rupiah. Becak dan mobil mainan dijual dengan harga berkisar limapuluh ribu hingga tujuhpuluh ribu rupiah. Harga tas jinjing berkisar limapuluh ribu hingga seratus ribu rupiah tergantung ukuran tas tersebut.

Hal yang menarik, bahwa harga jual produk Azikin terkadang lebih mahal dari harga barang serupa yang diproduksi secara modern. “Kalau Bosara yang dijual di toko-toko harganya sekitar duaratus limapuluh ribu per lusin. Sedangakan Bosara buatan kami harganya lebih mahal, yaitu limapuluh ribu per buah atau sekitar enamratus ribu per lusin,” jelas Azikin di rumah kerjanya yang sederhana. ”Seluruh produk kami dibuat dari tangan-tangan terampil tanpa banyak mengandalkan bantuan mesin, sehingga ada sentuhan pribadi yang menambah nilai estetikanya”, tambah Azikin.

Berkat kreativitas dan keteguhannya menyulap sampah menjadi barang-barang bermanfaat, Azikin telah beberapa kali menerima penghargaan dari berbagai instansi di Kota Makassar. Azikin dan UKM Mandiri juga menerima bantuan mesin jahit listrik sebagai bentuk penghargaan atas prestasinya pada sebuah perlombaan di Makassar.

Tidak tanggung-tanggung menyeriusi usaha menyulap

sampah, Azikin bahkan rela melepas pekerjaan tetapnya di sebuah perusahaan ekspedisi swasta. Ia juga mengakui merasa senang dengan apa yang tengah dilakoninya sekarang dan mendapatkan kepuasan tersendiri karena dapat menghasilkan sesuatu dari bahan-bahan yang justru menjadi masalah bagi orang lain.

Agar lebih banyak orang yang dapat juga mengikuti jejaknya, Azikin tidak pelit membagi ilmu dan kreativitasnya dengan melakukan berbagai pelatihan. Seluruh pelatihan diberikannya tanpa pungutan biaya sama sekali. “Kalau kami diundang ke tempat lain untuk memberi pelatihan, terkadang kami memang meminta biaya pengganti transportasi saja. Namun kalau belajar di tempat kami, orang tidak usah bayar alias gratis,” jelasnya.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

elanjutkan sukses rangkaian pengembangan profesional yang diadakan pada tahun 2009, AusAID Mbersama Sekretariat Negara Republik Indonesia

mengadakan Workshop Pengembangan Profesional Beasiswa Australia di Kupang pada 24 Februari 2011.

Workshop yang merupakan satu dari duabelas workshop yang diagendakan hingga Januari 2012 mengangkat tema 'Mengulik Potensi Penelitian' – berfokus pada pengembangan keterampilan di antara para calon mahasiswa, dan juga mencari pilihan-pilihan pasca-penelitian bagi para alumni. Sebanyak enampuluh sembilan peserta menghadiri acara ini termasuk 54 alumni Beasiswa Australia dan para kolega mereka, menghadiri diskusi seru mengenai pentingnya penelitian dalam membangun

NTT dan bagaimana cara penelitian dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia.

Pembicara yang menghadiri workshop ini adalah Pengurus Alumni Beasiswa Australia yang berbagi pengalaman mereka dalam penyusunan tesis. Para pembicara mengangkat isu tentang bagaimana mengidentifikasi topik penelitian; proses penelitian dan bagaimana menjawab pertanyaan 'selanjutnya apa' bagi seorang peneliti.

Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, yang juga adalah Alumni Beasiswa Australia lulusan University of Adelaide, menekankan pada pentingnya pengalaman pendidikan di luar negeri seperti yang dialami oleh para alumni bagi NTT selama masa belajar mereka di Australia.

’Mengulik Potensi Penelitian’ Diskusi Seru Alumni Beasiswa Australia di Kupang

Julie van Laarhoven, Australian Development Scholarships, email: www.adsindonesia.org

[email protected]

Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Tani Foundation, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pertanian dan lingkungan hidup. Penulis dapat dihubungi melalui email pada: [email protected] dan [email protected]: www.tanifoundation.blogspot.com dan www.wbutterflyeffect.blogspot.com

ADS AUSTRALIAN DEVELOPMENT SCHOLARSHIP

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Oleh Wahyu Chandra

LINGKUNGAN

1. Bank Sampah dibuat untuk menampung berbagai sampah plastik, kertas dan kaleng yang menjadi bahan dasar pembuatan kerajinan,2,3. Azikin dan salah seorang anggota UKM membuat berbagai kerajinan dari hiasan rumah hingga mainan anak-anak, semuanya dari sampah.

1 2 3

7 News Volume V - edisi 65 8News Volume V - edisi 65

Menyulap Sampah Menjadi Barang

yang Berguna

Menyulap Sampah Menjadi Barang

yang Berguna

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 9: BaKTI News Edis 65

ik ir dahulu sebelum membuang sampahmu”. Ini adalah ungkapan yang paling cocok menggambarkan apa yang dikerjakan oleh Azikin melalui PUsaha Kecil Menengah (UKM) Mandiri yang terletak di

Kelurahan Tamamaung, Kecamatan Panakukkang, Kota Makassar. Sejak setahun terakhir ini Azikin menggeluti bisnis

pengolahan sampah menjadi barang-barang yang bernilai ekonomis. Penghasilan dari usaha yang dikelolanya bahkan mampu menghidupi sejumlah keluarga lain yang menjadi mitra usahanya dan yang terpenting adalah usaha Azikin ini telah menjadi alternatif pengelolaan limbah rumah tangga, khususnya yang berbahan pelastik yang sulit diurai oleh alam.

Usaha kreatif yang dilakoni Azikin memang terbilang unik. Hampir semua jenis sampah anorganik, seperti sisa botol dan gelas minuman, galon rusak yang terbuang, pelastik kresek, hingga kertas koran mampu disulapnya menjadi barang-barang unik. Galon air bekas dan gelas pelastik misalnya, menjadi Bosara, sebuah tempat menyajikan kue dalam upacara adat masyarakat Bugis- Makassar.

Tidak hanya Bosara, Azikin juga memproduksi boneka beruang yang terbuat dari pelastik kresek, becak mainan dari pipet minuman dan pelastik sabun, tas jinjing dari pelastik kresek dan kemasan sabun colej, taplak meja dari kemasan mis instan dan pelastik kopi, tempat pulpen dan pot bunga dari botol minuman, hingga miniatur pesawat terbang dan mobil-mobilan dari berbagai jenis limbah pelastik dan kertas.

A z i k i n t a m p a k ny a t a k p e r n a h kehabisan ide menyulap sampah menjadi barang-barang yang menar ik dan bermanfaat. “Hampir semua jenis sampah bisa diolah menjadi barang apa saja, tergantung ide yang muncul pada saat itu,” ungkap Azikin yang dalam menjalankan UKM Mandiri juga dibantu oleh isterinya dan delapan ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar rumahnya.

Omzet penjualan barang-barang daur ulang dari usaha yang baru dilakoni dalam sebulan adalah berkisar dua hingga empat juta rupiah. Pada waktu-waktu tertentu, terutama jika ada acara-acara khusus, omzet UKM Mandiri ini bahkn lebih besar. “Kalau lagi ada banyak pesanan, kami bahkan bisa menerima enam juta rupiah dalam seminggu,” ungkap Azikin.

Distribusi hasil usaha kreativitas Azikin dan teman-temannya di UKM Mandiri selama ini masih mengandalkan gerai sederhana di depan rumahnya, serta dari pameran-pameran. Pelanggannya kebanyakan siswa sekolah, mahasiswa, instansi pemerintah, dan kaum ibu. Produksinya pun biasanya dilakukan berdasarkan pesanan.

Modal yang dibutuhkan untuk usaha kreativitas Azikin ini pun tidak tergolong besar. Pembiayaan terbesar adalah pembelian mesin jahit, alat potong dan lem lilin. Sedangkan bahan-bahan baku produksi kebanyakan diperoleh secara cuma-cuma atau dibarter dengan pemulung.

“Kami banyak mendapat bahan baku seperti kemasan sabun dan mie instan, botol pelastik, dan lainnya dari tetangga dan

keluarga. Sejak melihat usaha kami berhasil, mereka mulai merasa sayang jika membuang sampah mereka yang masih dapat digunakan” jelas

Azikin. ”Kami juga melakukan barter dengan pemulung. Untuk galon air bekas misalnya, kami

tukar dengan karung pelastik bekas, ” tambahnya.

Untuk menampung limbah kertas dan pelastik sebagai bahan baku usaha mereka, A z i k i n m e m b u a t s e b u a h t e m p a t

penampungan yang disebutnya ‘Bank Sampah’. Bank sampah ini ditempatkan di

depan rumahnya dan setiap pagi para tetangga mengisinya dengan berbagai limbah kertas dan

pelastik. Tidak hanya para tetangganya saja yang mulai memisahkan sampah basah dan kering agar dapat mengisi ’Bank Sampah’ ini, beberapa orang yang berasal dari lingkungan lain dan mengetahui usaha Azikin juga besedia mampir dan mengisinya.

Azikin menilai usahanya ini cukup prospektif bahkan terkadang cukup kewalahan dengan banyaknya pesanan. Kendala utamanya adalah dari ketersediaan bahan baku. “Untuk produk tertentu seperti tas jinjing, kami membutuhkan pelastik kemasan sabun colek dalam jumlah banyak. Agar terlihat cantik, kami berupaya menggunakan kemasan yang sejenis atau sewarna. Karenanya untuk memproduksi tas jinjing berbahan daur ulang ini kami membutuhkan limbah kemasan yang sejenis dalam jumlah yang memadai,” jelas Azikin. Untuk mengatasi kendala tersebut, Azikin mengakui kini sedang menjajaki kerjasama dengan pengelola Tempat Pembuangan Akhir Kota Makassar.

Harga barang-barang daur ulang yang dijual oleh UKM Mandiri bervariasi

tergantung jenis bahan dan tingkat kesulitan pembuatannya. Boneka beruang dan tas jinjing pelastik kresek dijual seharga masig-masing limapuluh ribu rupiah. Becak dan mobil mainan dijual dengan harga berkisar limapuluh ribu hingga tujuhpuluh ribu rupiah. Harga tas jinjing berkisar limapuluh ribu hingga seratus ribu rupiah tergantung ukuran tas tersebut.

Hal yang menarik, bahwa harga jual produk Azikin terkadang lebih mahal dari harga barang serupa yang diproduksi secara modern. “Kalau Bosara yang dijual di toko-toko harganya sekitar duaratus limapuluh ribu per lusin. Sedangakan Bosara buatan kami harganya lebih mahal, yaitu limapuluh ribu per buah atau sekitar enamratus ribu per lusin,” jelas Azikin di rumah kerjanya yang sederhana. ”Seluruh produk kami dibuat dari tangan-tangan terampil tanpa banyak mengandalkan bantuan mesin, sehingga ada sentuhan pribadi yang menambah nilai estetikanya”, tambah Azikin.

Berkat kreativitas dan keteguhannya menyulap sampah menjadi barang-barang bermanfaat, Azikin telah beberapa kali menerima penghargaan dari berbagai instansi di Kota Makassar. Azikin dan UKM Mandiri juga menerima bantuan mesin jahit listrik sebagai bentuk penghargaan atas prestasinya pada sebuah perlombaan di Makassar.

Tidak tanggung-tanggung menyeriusi usaha menyulap

sampah, Azikin bahkan rela melepas pekerjaan tetapnya di sebuah perusahaan ekspedisi swasta. Ia juga mengakui merasa senang dengan apa yang tengah dilakoninya sekarang dan mendapatkan kepuasan tersendiri karena dapat menghasilkan sesuatu dari bahan-bahan yang justru menjadi masalah bagi orang lain.

Agar lebih banyak orang yang dapat juga mengikuti jejaknya, Azikin tidak pelit membagi ilmu dan kreativitasnya dengan melakukan berbagai pelatihan. Seluruh pelatihan diberikannya tanpa pungutan biaya sama sekali. “Kalau kami diundang ke tempat lain untuk memberi pelatihan, terkadang kami memang meminta biaya pengganti transportasi saja. Namun kalau belajar di tempat kami, orang tidak usah bayar alias gratis,” jelasnya.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

elanjutkan sukses rangkaian pengembangan profesional yang diadakan pada tahun 2009, AusAID Mbersama Sekretariat Negara Republik Indonesia

mengadakan Workshop Pengembangan Profesional Beasiswa Australia di Kupang pada 24 Februari 2011.

Workshop yang merupakan satu dari duabelas workshop yang diagendakan hingga Januari 2012 mengangkat tema 'Mengulik Potensi Penelitian' – berfokus pada pengembangan keterampilan di antara para calon mahasiswa, dan juga mencari pilihan-pilihan pasca-penelitian bagi para alumni. Sebanyak enampuluh sembilan peserta menghadiri acara ini termasuk 54 alumni Beasiswa Australia dan para kolega mereka, menghadiri diskusi seru mengenai pentingnya penelitian dalam membangun

NTT dan bagaimana cara penelitian dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia.

Pembicara yang menghadiri workshop ini adalah Pengurus Alumni Beasiswa Australia yang berbagi pengalaman mereka dalam penyusunan tesis. Para pembicara mengangkat isu tentang bagaimana mengidentifikasi topik penelitian; proses penelitian dan bagaimana menjawab pertanyaan 'selanjutnya apa' bagi seorang peneliti.

Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, yang juga adalah Alumni Beasiswa Australia lulusan University of Adelaide, menekankan pada pentingnya pengalaman pendidikan di luar negeri seperti yang dialami oleh para alumni bagi NTT selama masa belajar mereka di Australia.

’Mengulik Potensi Penelitian’ Diskusi Seru Alumni Beasiswa Australia di Kupang

Julie van Laarhoven, Australian Development Scholarships, email: www.adsindonesia.org

[email protected]

Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Tani Foundation, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pertanian dan lingkungan hidup. Penulis dapat dihubungi melalui email pada: [email protected] dan [email protected]: www.tanifoundation.blogspot.com dan www.wbutterflyeffect.blogspot.com

ADS AUSTRALIAN DEVELOPMENT SCHOLARSHIP

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Oleh Wahyu Chandra

LINGKUNGAN

1. Bank Sampah dibuat untuk menampung berbagai sampah plastik, kertas dan kaleng yang menjadi bahan dasar pembuatan kerajinan,2,3. Azikin dan salah seorang anggota UKM membuat berbagai kerajinan dari hiasan rumah hingga mainan anak-anak, semuanya dari sampah.

1 2 3

7 News Volume V - edisi 65 8News Volume V - edisi 65

Menyulap Sampah Menjadi Barang

yang Berguna

Menyulap Sampah Menjadi Barang

yang Berguna

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 10: BaKTI News Edis 65

9 News Volume V - edisi 65 10News Volume V - edisi 65

usun Tambeanga, terletak di tengah-tengah kepulauan tropis yang indah, sekitar 90 menit dengan perahu dari Dibukota daratan Kendari, Sulawesi Tenggara, memiliki 890

jiwa penduduk dengan 178 rumah tangga. Saat ini, sekitar 95% rumah tangga di dusun memiliki usaha rumput laut. Penduduk Tambeanga memulai budidaya rumput laut di awal tahun 1980-an-dengan latar belakang usaha seadanya, hanya untuk mempertahankan keberadaan rumput laut. Awal tahun 1990-an, rangkaian musim hujan merusak panen rumput laut berturut-turut di dusun, memaksa para petani rumput laut untuk mencari mata pencaharian yang lain. Sebagian besar kembali untuk menjadi nelayan untuk mencari ikan sebagai ganti dari budidaya rumput laut yang lebih menguntungkan. Sebagai catatan pencarian ikan di tempat tersebut menggunakan dinamit dan sianida, yang membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang disana. Nelayan lokal disana sebenarnya menyadari hal ini dan ini alasan sebenarnya mengapa mereka memilih untuk budidaya rumput laut, namun karena stok ikan yang semakin menipis, mereka terpaksa menggunakan sianida dan dinamit untuk mendapatkan ikan tangkapan.

Sekitar 8 tahun lalu, dengan semakin stabilnya permintaan dunia akan rumput laut, banyak nelayan di Tambeanga kembali berbudi daya rumput laut. Tahun 2008, proyek bilateral antara CIDA dengan swasta yaitu CIPSED (the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development), memulai menyediakan pendampingan teknik (TA-technical support) untuk petani rumput laut di Tambeanga. Dari beberapa inisiatif baru yang diperkenalkan oleh CIPSED adalah mempromosikan cara untuk merawat rumput laut supaya bisa menjadi pasokan untuk diri sendiri dan secara internal dapat menjadi suplai untuk siklus tanaman baru.

Ketika CIPSED pertama kali bekerja di Tambeanga, para perempuan di dusun, seperti kebanyakan perempuan di dusun rumput laut lain di Indonesia, tidak mengetahui kontribusi mereka dalam proses budidaya rumput laut. Ketika diadakan pertama kali survey baseline di Tambeanga, peneliti dari Canada dan spesialis TA Indonesia menemukan bahwa ada 178 laki-laki yang bekerja dalam pengelolaan rumput laut sedangkan wanitanya tidak ada. Namun, ketika kita dilihat dimana-mana, wanita hanya terlibat dalam proses mengikat, membersihkan dan mengeringkan rumput laut dsb. Ketika ditanya kepada laki-laki kenapa mereka tidak melibatkan perempuan dalam pengolahan, mereka menjawab karena biasanya perempuan tidak dibayar, jadi hal tersebut tidak masuk dalam hitungan bekerja. Temuan ini

Tambeanga Village, situated in the midst of a group of picturesque tropical islands some 90 minutes by boat from the mainland capital of Kendari, South East Sulawesi, has approximately 890 people, representing 178 households. Today, some 95% of the village's households are in the business of farming seaweed. The Tambeanga people started cultivating seaweed in the early 1980's -historically utilizing very much a least effort approach, really generating just enough seaweed to maintain a subsistence existence. In the early 1990's, a series of extended rainy seasons ruined consecutive seaweed harvests in the village, forcing the seaweed farmers to find other sources of income. Most turned back to an earlier pursuit of fishing in lieu of the more lucrative seaweed farming. It should be noted that much of the fishing in this area is aided by widespread use of dynamite and cyanide, which are most harmful to area coral reefs. The local fishermen realize this and it is one reason they prefer to raise seaweed; nevertheless, the area fish stocks are so depleted, they again resorted to cyanide and dynamite to enhance their catches.

About 8 years ago, with a steady worldwide demand for seaweed growing each year, many Tambeanga fishermen turned back to the cultivation of seaweed. In 2008, the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development (CIPSED) Project, a CIDA-bilateral private sector development initiative, started to provide technical support (TA) to the seaweed farmers in Tambeanga. Among a number of new initiatives introduced by the CIPSED Project, seaweed nurseries were promoted as a way to self-supply and internally finance new crop cycles. It should be noted that much of the fishing in this area is aided by widespread use of dynamite and cyanide, which are most harmful to area coral reefs. The local fishermen realize this and it is one reason they prefer to raise seaweed; nevertheless, the area fish stocks are so depleted, they again resorted to cyanide and dynamite to enhance their catches.

When the CIPSED Project first started working in Tambeanga, the women of the village, just as in most seaweed villages in Indonesia, were not recognized in any form for their contributions to the process of raising seaweed. When baselines were first drawn up in Tambeanga, the Canadian and Indonesian TA specialists were informed that there were 178 men working in seaweed cultivation in the village, and no women. However, everywhere you looked, women were involved in tying seeds of lines, cleaning and drying seaweed, and so on. When the men were asked why they didn't recognize the considerable contributions of women in their midst, they responded it was because the women didn't get paid, so therefore they didn't really “work.” It was very evident to the CIPSED team that there was

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN WOMEN’S EMPOWERMENT

DARI PETANI RUMPUT LAUT HINGGA TOKO ROTISebuah Kisah Pemberdayaan Perempuan dan Usaha Kecil

Para perempuan nelayan Rumput laut di TambeangaPara perempuan nelayan Rumput laut di Tambeanga Usaha baru selain mengolah rumput laut, Ibu Olgamenyiapkan adonan roti untuk usaha rotinya Usaha baru selain mengolah rumput laut, Ibu Olgamenyiapkan adonan roti untuk usaha rotinya

sangat jelas bagi tim CIPSED bahwa ada pembagian peran berdasarkan gender, dimana laki-laki cenderung bertuga untuk melakukan pengolahan rumput laut di dalam air dan perempuan dengan jelas memiliki tanggung jawab untuk semua kegiatan yang ada di daratan berhubungan dengan pemeliharaan rumput laut.

Sangat jelas sekali dari awal bahwa selain untuk menambah applikasi dari berbagai teknik yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas produksi rumput laut, pengarusutamaan gender adalah sebuah proses yang tidak bisa diabaikan. Hal pertama yang dilakukan adalah baik laki-laki dan perempuan diajak untuk berpartisipasi dalam semua pelatihan yang diadakan dan tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh para laki-laki yang menghendaki pelatihan ini hanya untuk mereka saja. Lama kelamaan, kesadaran akan peran dan kontribusi perempuan dalam pengolahan rumput laut semakin diterima oleh kedua belah pihak, baik itu perempuan yang tadinya cenderung mengecilkan peran mereka dan laki-laki di Dusun Tambeanga.

Ironisnya, 26 perempuan di dusun telah membuat grup simpan pinjam diantara mereka selama 20 tahun di Tambeanga. Setiap anggota berkontribusi Rp 500.000. Di tahun 2010, dana pinjaman sudah mencapai Rp 28 juta (CAD $3.097.00). Sirkulasi dana simpan pinjam diantara mereka ini sebenarnya bukan hal yang lumrah di kawasan pedesaan di Indonesia, dengan banyak rumah tangga yang meminjam uang untuk keperluan memperbaiki atap, beli kambing dan bahkan untuk menyeimbangkan pendapatan yang kurang dari rumput laut --- tapi tidak pernah untuk mendukung proses pengolahan rumput laut. Akhirnya, laki-laki di Tambeanga sudah memulai proses simpan pinjam yang sama untuk mendukung pengelolaan rumput laut, selain memenuhi kebutuhan lain. Dengan Rp500.000/orang untuk menjadi anggota, petani rumput laut sekarang sudah memiliki sekitar Rp 17 juta sebagai dana awal, yang dipergunakan untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk biaya sekolah, bibit rumput laut dan peralatan pengolahan rumput laut. Tujuan dari proyek CIPSED adalah untuk memberikan perubahan pemikiran kepada penduduk dusun agar tidak memisahkan dua dana investasi ini berdasarkan bias gender, hal ini adalah tantangan besar untuk proses kedepan.

Biasanya, sebagian besar rumah tangga mempunyai kecenderungan menghabiskan seluruh uang mereka setiap panen, tanpa menyisakan sebagian pendapatannya untuk membeli bibit baru untuk keperluan penanaman selanjutnya. Belum lagi peran kritis dari tengkulak, baik yang menyediakan bibit dan pinjaman dan, kebiasaan yang dihasilkan oleh para petani rumput laut, yang menghabiskan seluruh uang mereka selagi masa pertumbuhan rumput laut, mengetahui bahwa mereka bisa pinjam uang dari tengkulak untuk proses tanam berikutnya. Dengan beberapa sesi pelatihan dalam hal keuangan dan perkiraan keuangan rumah tangga, tim CIPSED memperkenalkan konsep kaum wanita yang memulai perawatan bibit di Tambeanga. Hal ini membawa perubahan baik itu dalam fungsi dan keberadaan perempuan di dusun tersebut. Sekarang, para perempuan dibayar untuk pengembangan bibit, menghasilkan pembibitan yang dikelola dan dirancang oleh mereka. Sebagai tambahan, perempuan sekarang dibayar Rp5.000 untuk setiap pengikatan bibit sejauh 50 meter. Dua hal yang telah terjadi- kaum perempuan diakui sebagai bagian dari proses produksi rumput laut dan yang kedua, kontribusi mereka sudah dihargai secara terpisah.

Akhir tahun 2010, setiap rumah tangga dengan rata-rata 100 baris rumput laut sudah mendapatkan Rp 15.750.000 tiap 6 bulan atau Rp 2.625.000 tiap bulan. Jumlah pendapatan ini belum pernah terjadi di petani rumput laut di daerah ini sebelumnya,

a clear demarcation of roles by gender, with the men tending to the seaweed lines on the water; and the women clearly responsible for all of the considerable land-based activities associated with nurturing seaweed.

It was obvious from the outset that in addition to the expected application of a variety of techniques directed at improved quantities and qualities of seaweed production, the gender inequality issues in the process could not be ignored. First, both women and men were invited to participate in all of the training which was provided; initially against the wishes of the men in the village, who wanted to be trained exclusively. Slowly, the awareness of the role and contribution of women in the practice of

seaweed cultivation became more evident to both the women, who had previously tended to downplay their contributions, and the men of Tambeanga.

Ironically, 26 women in the village have been operating a savings and lending peer group for the last 20 years in Tambeanga. Each woman initially contributed Rp. 500,000. By 2010, this loan fund had reached Rp. 28 million (CAD $3,097.00). These circulating peer-loan funds are not uncommon in rural Indonesia, with most households taking a turn at borrowing money for fixing roofs, buying a goat, and even managing the fluctuations in income between seaweed crops-but heretofore not for cultivating seaweed. As a result, the men of Tambeanga have now started a similar savings and lending program to support the cultivation of seaweed, among other needs. With Rp. 500,000/member to join the group, the seaweed farmers now have Rp. 17 million in the fund, which is used for a variety of purposes, including school fees, seaweed seeds and seaweed farming equipment. The goal of the CIPSED Project now is to influence the villagers not to divide these two investment funds along gender lines, a formidable challenge for the future.

Typically, most households had a tendency to spend all of the money they earned from each crop, saving none to fund the purchase of new seeds for the next crop cycle. Thus, the critical role of the middleman, with both seeds and credit to offer; and, the resulting behavior of the seaweed households of the village, to spend all of their money between crop cycles, knowing they could borrow (at exorbitant rates) from the middleman for the next crop cycles. Following a number of training sessions on household budgeting and cash flow forecasting, the CIPSED team introduced the concept of the women starting seaweed seed nurseries in Tambeanga. This has revolutionized both the roles and recognition of women in the village. Now, the women are paid for their development of seeds, produced from nurseries designed and managed by them. In addition, the women in Tambeanga are now paid Rp. 5,000 for tying seeds to 50 meter-long lines. Two things have happened: the women are recognized as members of the seaweed production process; and secondly, they are being separately remunerated for some of their contributions.

At the end of 2010, each household with an average of 100 seaweed lines per household was earning Rp 15,750,000 per six months, or Rp 2,625,000 per month. This amount of income is unprecedented for seaweed farmers in the area, and the empowered women of Tambeanga have been substantial players in the progressive improvement in local livelihoods.

Ibu Olga Tunggali, the single-mother owner of a home-based bakery business named “Usaha Mandiri” – now operating as Ma' David, started her micro enterprise in 2004 at Kotamobagu, a small community in North Sulawesi, Indonesia. As a woman with no working experience and the lack of a formal education, she started a very small bakery by selling four products to her neighbors and door-to-door around the village. Initially, her range of four products consisted of: doughnuts, grated coconut buns, deep fried buns with a fish paste filling and a simple, plain deep fried bun. Through sheer hard work, she

Ibu Olga Tunggali, boleh berbangga dengan toko roti rumahan“Usaha Mandiri” miliknya.

April-Mei 2011 April-Mei 2011

From Seaweed Farmers to Bakeries: A Story of Women’s Empowerment

Page 11: BaKTI News Edis 65

9 News Volume V - edisi 65 10News Volume V - edisi 65

usun Tambeanga, terletak di tengah-tengah kepulauan tropis yang indah, sekitar 90 menit dengan perahu dari Dibukota daratan Kendari, Sulawesi Tenggara, memiliki 890

jiwa penduduk dengan 178 rumah tangga. Saat ini, sekitar 95% rumah tangga di dusun memiliki usaha rumput laut. Penduduk Tambeanga memulai budidaya rumput laut di awal tahun 1980-an-dengan latar belakang usaha seadanya, hanya untuk mempertahankan keberadaan rumput laut. Awal tahun 1990-an, rangkaian musim hujan merusak panen rumput laut berturut-turut di dusun, memaksa para petani rumput laut untuk mencari mata pencaharian yang lain. Sebagian besar kembali untuk menjadi nelayan untuk mencari ikan sebagai ganti dari budidaya rumput laut yang lebih menguntungkan. Sebagai catatan pencarian ikan di tempat tersebut menggunakan dinamit dan sianida, yang membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang disana. Nelayan lokal disana sebenarnya menyadari hal ini dan ini alasan sebenarnya mengapa mereka memilih untuk budidaya rumput laut, namun karena stok ikan yang semakin menipis, mereka terpaksa menggunakan sianida dan dinamit untuk mendapatkan ikan tangkapan.

Sekitar 8 tahun lalu, dengan semakin stabilnya permintaan dunia akan rumput laut, banyak nelayan di Tambeanga kembali berbudi daya rumput laut. Tahun 2008, proyek bilateral antara CIDA dengan swasta yaitu CIPSED (the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development), memulai menyediakan pendampingan teknik (TA-technical support) untuk petani rumput laut di Tambeanga. Dari beberapa inisiatif baru yang diperkenalkan oleh CIPSED adalah mempromosikan cara untuk merawat rumput laut supaya bisa menjadi pasokan untuk diri sendiri dan secara internal dapat menjadi suplai untuk siklus tanaman baru.

Ketika CIPSED pertama kali bekerja di Tambeanga, para perempuan di dusun, seperti kebanyakan perempuan di dusun rumput laut lain di Indonesia, tidak mengetahui kontribusi mereka dalam proses budidaya rumput laut. Ketika diadakan pertama kali survey baseline di Tambeanga, peneliti dari Canada dan spesialis TA Indonesia menemukan bahwa ada 178 laki-laki yang bekerja dalam pengelolaan rumput laut sedangkan wanitanya tidak ada. Namun, ketika kita dilihat dimana-mana, wanita hanya terlibat dalam proses mengikat, membersihkan dan mengeringkan rumput laut dsb. Ketika ditanya kepada laki-laki kenapa mereka tidak melibatkan perempuan dalam pengolahan, mereka menjawab karena biasanya perempuan tidak dibayar, jadi hal tersebut tidak masuk dalam hitungan bekerja. Temuan ini

Tambeanga Village, situated in the midst of a group of picturesque tropical islands some 90 minutes by boat from the mainland capital of Kendari, South East Sulawesi, has approximately 890 people, representing 178 households. Today, some 95% of the village's households are in the business of farming seaweed. The Tambeanga people started cultivating seaweed in the early 1980's -historically utilizing very much a least effort approach, really generating just enough seaweed to maintain a subsistence existence. In the early 1990's, a series of extended rainy seasons ruined consecutive seaweed harvests in the village, forcing the seaweed farmers to find other sources of income. Most turned back to an earlier pursuit of fishing in lieu of the more lucrative seaweed farming. It should be noted that much of the fishing in this area is aided by widespread use of dynamite and cyanide, which are most harmful to area coral reefs. The local fishermen realize this and it is one reason they prefer to raise seaweed; nevertheless, the area fish stocks are so depleted, they again resorted to cyanide and dynamite to enhance their catches.

About 8 years ago, with a steady worldwide demand for seaweed growing each year, many Tambeanga fishermen turned back to the cultivation of seaweed. In 2008, the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development (CIPSED) Project, a CIDA-bilateral private sector development initiative, started to provide technical support (TA) to the seaweed farmers in Tambeanga. Among a number of new initiatives introduced by the CIPSED Project, seaweed nurseries were promoted as a way to self-supply and internally finance new crop cycles. It should be noted that much of the fishing in this area is aided by widespread use of dynamite and cyanide, which are most harmful to area coral reefs. The local fishermen realize this and it is one reason they prefer to raise seaweed; nevertheless, the area fish stocks are so depleted, they again resorted to cyanide and dynamite to enhance their catches.

When the CIPSED Project first started working in Tambeanga, the women of the village, just as in most seaweed villages in Indonesia, were not recognized in any form for their contributions to the process of raising seaweed. When baselines were first drawn up in Tambeanga, the Canadian and Indonesian TA specialists were informed that there were 178 men working in seaweed cultivation in the village, and no women. However, everywhere you looked, women were involved in tying seeds of lines, cleaning and drying seaweed, and so on. When the men were asked why they didn't recognize the considerable contributions of women in their midst, they responded it was because the women didn't get paid, so therefore they didn't really “work.” It was very evident to the CIPSED team that there was

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN WOMEN’S EMPOWERMENT

DARI PETANI RUMPUT LAUT HINGGA TOKO ROTISebuah Kisah Pemberdayaan Perempuan dan Usaha Kecil

Para perempuan nelayan Rumput laut di TambeangaPara perempuan nelayan Rumput laut di Tambeanga Usaha baru selain mengolah rumput laut, Ibu Olgamenyiapkan adonan roti untuk usaha rotinya Usaha baru selain mengolah rumput laut, Ibu Olgamenyiapkan adonan roti untuk usaha rotinya

sangat jelas bagi tim CIPSED bahwa ada pembagian peran berdasarkan gender, dimana laki-laki cenderung bertuga untuk melakukan pengolahan rumput laut di dalam air dan perempuan dengan jelas memiliki tanggung jawab untuk semua kegiatan yang ada di daratan berhubungan dengan pemeliharaan rumput laut.

Sangat jelas sekali dari awal bahwa selain untuk menambah applikasi dari berbagai teknik yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas produksi rumput laut, pengarusutamaan gender adalah sebuah proses yang tidak bisa diabaikan. Hal pertama yang dilakukan adalah baik laki-laki dan perempuan diajak untuk berpartisipasi dalam semua pelatihan yang diadakan dan tentu saja hal ini tidak diinginkan oleh para laki-laki yang menghendaki pelatihan ini hanya untuk mereka saja. Lama kelamaan, kesadaran akan peran dan kontribusi perempuan dalam pengolahan rumput laut semakin diterima oleh kedua belah pihak, baik itu perempuan yang tadinya cenderung mengecilkan peran mereka dan laki-laki di Dusun Tambeanga.

Ironisnya, 26 perempuan di dusun telah membuat grup simpan pinjam diantara mereka selama 20 tahun di Tambeanga. Setiap anggota berkontribusi Rp 500.000. Di tahun 2010, dana pinjaman sudah mencapai Rp 28 juta (CAD $3.097.00). Sirkulasi dana simpan pinjam diantara mereka ini sebenarnya bukan hal yang lumrah di kawasan pedesaan di Indonesia, dengan banyak rumah tangga yang meminjam uang untuk keperluan memperbaiki atap, beli kambing dan bahkan untuk menyeimbangkan pendapatan yang kurang dari rumput laut --- tapi tidak pernah untuk mendukung proses pengolahan rumput laut. Akhirnya, laki-laki di Tambeanga sudah memulai proses simpan pinjam yang sama untuk mendukung pengelolaan rumput laut, selain memenuhi kebutuhan lain. Dengan Rp500.000/orang untuk menjadi anggota, petani rumput laut sekarang sudah memiliki sekitar Rp 17 juta sebagai dana awal, yang dipergunakan untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk biaya sekolah, bibit rumput laut dan peralatan pengolahan rumput laut. Tujuan dari proyek CIPSED adalah untuk memberikan perubahan pemikiran kepada penduduk dusun agar tidak memisahkan dua dana investasi ini berdasarkan bias gender, hal ini adalah tantangan besar untuk proses kedepan.

Biasanya, sebagian besar rumah tangga mempunyai kecenderungan menghabiskan seluruh uang mereka setiap panen, tanpa menyisakan sebagian pendapatannya untuk membeli bibit baru untuk keperluan penanaman selanjutnya. Belum lagi peran kritis dari tengkulak, baik yang menyediakan bibit dan pinjaman dan, kebiasaan yang dihasilkan oleh para petani rumput laut, yang menghabiskan seluruh uang mereka selagi masa pertumbuhan rumput laut, mengetahui bahwa mereka bisa pinjam uang dari tengkulak untuk proses tanam berikutnya. Dengan beberapa sesi pelatihan dalam hal keuangan dan perkiraan keuangan rumah tangga, tim CIPSED memperkenalkan konsep kaum wanita yang memulai perawatan bibit di Tambeanga. Hal ini membawa perubahan baik itu dalam fungsi dan keberadaan perempuan di dusun tersebut. Sekarang, para perempuan dibayar untuk pengembangan bibit, menghasilkan pembibitan yang dikelola dan dirancang oleh mereka. Sebagai tambahan, perempuan sekarang dibayar Rp5.000 untuk setiap pengikatan bibit sejauh 50 meter. Dua hal yang telah terjadi- kaum perempuan diakui sebagai bagian dari proses produksi rumput laut dan yang kedua, kontribusi mereka sudah dihargai secara terpisah.

Akhir tahun 2010, setiap rumah tangga dengan rata-rata 100 baris rumput laut sudah mendapatkan Rp 15.750.000 tiap 6 bulan atau Rp 2.625.000 tiap bulan. Jumlah pendapatan ini belum pernah terjadi di petani rumput laut di daerah ini sebelumnya,

a clear demarcation of roles by gender, with the men tending to the seaweed lines on the water; and the women clearly responsible for all of the considerable land-based activities associated with nurturing seaweed.

It was obvious from the outset that in addition to the expected application of a variety of techniques directed at improved quantities and qualities of seaweed production, the gender inequality issues in the process could not be ignored. First, both women and men were invited to participate in all of the training which was provided; initially against the wishes of the men in the village, who wanted to be trained exclusively. Slowly, the awareness of the role and contribution of women in the practice of

seaweed cultivation became more evident to both the women, who had previously tended to downplay their contributions, and the men of Tambeanga.

Ironically, 26 women in the village have been operating a savings and lending peer group for the last 20 years in Tambeanga. Each woman initially contributed Rp. 500,000. By 2010, this loan fund had reached Rp. 28 million (CAD $3,097.00). These circulating peer-loan funds are not uncommon in rural Indonesia, with most households taking a turn at borrowing money for fixing roofs, buying a goat, and even managing the fluctuations in income between seaweed crops-but heretofore not for cultivating seaweed. As a result, the men of Tambeanga have now started a similar savings and lending program to support the cultivation of seaweed, among other needs. With Rp. 500,000/member to join the group, the seaweed farmers now have Rp. 17 million in the fund, which is used for a variety of purposes, including school fees, seaweed seeds and seaweed farming equipment. The goal of the CIPSED Project now is to influence the villagers not to divide these two investment funds along gender lines, a formidable challenge for the future.

Typically, most households had a tendency to spend all of the money they earned from each crop, saving none to fund the purchase of new seeds for the next crop cycle. Thus, the critical role of the middleman, with both seeds and credit to offer; and, the resulting behavior of the seaweed households of the village, to spend all of their money between crop cycles, knowing they could borrow (at exorbitant rates) from the middleman for the next crop cycles. Following a number of training sessions on household budgeting and cash flow forecasting, the CIPSED team introduced the concept of the women starting seaweed seed nurseries in Tambeanga. This has revolutionized both the roles and recognition of women in the village. Now, the women are paid for their development of seeds, produced from nurseries designed and managed by them. In addition, the women in Tambeanga are now paid Rp. 5,000 for tying seeds to 50 meter-long lines. Two things have happened: the women are recognized as members of the seaweed production process; and secondly, they are being separately remunerated for some of their contributions.

At the end of 2010, each household with an average of 100 seaweed lines per household was earning Rp 15,750,000 per six months, or Rp 2,625,000 per month. This amount of income is unprecedented for seaweed farmers in the area, and the empowered women of Tambeanga have been substantial players in the progressive improvement in local livelihoods.

Ibu Olga Tunggali, the single-mother owner of a home-based bakery business named “Usaha Mandiri” – now operating as Ma' David, started her micro enterprise in 2004 at Kotamobagu, a small community in North Sulawesi, Indonesia. As a woman with no working experience and the lack of a formal education, she started a very small bakery by selling four products to her neighbors and door-to-door around the village. Initially, her range of four products consisted of: doughnuts, grated coconut buns, deep fried buns with a fish paste filling and a simple, plain deep fried bun. Through sheer hard work, she

Ibu Olga Tunggali, boleh berbangga dengan toko roti rumahan“Usaha Mandiri” miliknya.

April-Mei 2011 April-Mei 2011

From Seaweed Farmers to Bakeries: A Story of Women’s Empowerment

Page 12: BaKTI News Edis 65

12Volume V - edisi 6511 News Volume V - edisi 65 News

dan penguatan peran kaum perempuan Tambeanga telah menjadi pengaruh yang penting dalam perubahan untuk peningkatan ekonomi lokal disana.

Ibu Olga Tunggali, janda yang memiliki usaha roti rumahan yang bernama “Usaha Mandiri” – sekarang usahanya bernama Ma' David, memulai usaha kecilnya tahun 2004 di Kotamobagu, sebuah kota kecil di Sulawesi Utara, Indonesia. Sebagai perempuan yang tidak mempunyai pengalaman dan kurang pendidikan, ia memulai usaha kue kecil-kecilan dengan menjual 4 jenis roti kepada tetangganya dan menjual keliling di sekitar desa. Mulanya, keempat produk yang dijual adalah: donut, roti isi kelapa, kue panada isi ikan, dan roti goreng. Dengan kerja keras, dia menjual seluruh dagangannya yang dia buat, namun terhambat karena kekurangan modal untuk memperluas usahanya, dalam rangka untuk meningkatkan keuntungan.

Hambatan Ibu Olga adalah kekurangan peralatan pembakaran dan tempat yang terbatas di rumahnya. Dalam situasi ini, ia tidak berpikir untuk mendekati bank, ia lebih memilih tengkulak sebagai alternatif peminjaman. Dengan ruang usaha yang terbatas dan mengawasi 7 perempuan sebagai pekerja paruh dan penuh waktu, ia bisa memproduksi 3.000 sampai 4.000 buah roti setiap hari, dengan kerja bergilir sampai 15 jam. Lalu kemudian Ibu Olga mengembangkan sebuah produk baru yang menjadi favorit; roti kukus kelapa parut muda dengan isi gula merah, walaupun hanya mampu memproduksi 1.875 unit setiap hari, kurang dari setengah dari permintaan pasar. Laba bersih yang ia dapatkan adalah Rp. 6.000.000 ($CAD $634.00/bulan) tiap bulan, dan pastinya julukan “successful businesswoman” pantas ia dapatkan.

Selama hampir lebih dari 2 tahun, proyek bilateral antara CIDA dengan swasta yaitu CIPSED (the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development), telah bekerja dengan kantor pengembangan ekonomi regional di Sulawesi Utara, dengan sebutan KAPET Manado-Bitung (KMB). Salah satu program yang diinisiasi dengan KMB adalah pembentukan Pusat Pengembangan Bisnis (Business Development Centre). Para spesialis CIPSED TA telah bekerjasama dengan staf KMB BDC untuk mengembangkan keterampilan dalam penyusunan rencana bisnis dan teknik-teknik konseling bisnis. Setelah persiapan selama satu tahun, mereka memiliki 18 klien, termasuk salah satunya Ibu Olga. Hal yang penting, KMB BDC sudah menjalin hubungan yang baik dengan salah satu bank lokal yaitu Bank SULUT. Selama 12 bulan, KMB BDC sudah banyak membantu klien untuk mempersiapkan dokumen yang diperlukan untuk mengajukan pinjaman, walaupun sebagian besar dari mereka adalah pengusaha kecil yang biasanya tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari bank.

Setelah bekerjasama dengan KMB BDC, Ibu Olga belajar bahwa ia bisa mendapatkan pinjaman dana melalui pinjaman bank. Staff BDC membantunya melalui persiapan Business Plan dan Cash Flow Projections, yang membantunya agar bank dapat percaya melihat keberlangsungan usahanya dan ia adalah peminjam potensial. Ia memperoleh kontrak pertama dengan bank di bulan Feb 2010 dan di Juli 2010 ia mendapatkan pinjaman Rp 10.000.000 dari Bank Sulut cabang Kotamobagu.

Dengan pinjaman tersebut, Ibu Olga mampu memperluas tempat usahanya sampai 30 meter persegi; kemudian ia membeli lemari baru untuk memajang kue-kuenya dan 5 kompor baru serta panci kukus, dengan uang yang tersisa, ia menambahkan beberapa material untuk ruang penyimpanan. Pinjamannya akan lunas di bulan Juli 2011 dan sekarang Ibu Olga sedang mempersiapkan rencana berikutnya untuk pendanaan tahap kedua, agar bisa membeli mixer besar seharga Rp. 15 juta, yang pasti akan dibantu oleh KMB BDC. Pemasaran produk Ibu Olga semakin meluas dan sudah keluar dari desanya. Bahkan produknya sudah dijual sampai ke Manado, ibukota Sulawesi Utara. Laba bersih yang dihasilkan adalah Rp 200.000 sampai Rp 500.000 setiap hari. Sekarang ia memiliki delapan pekerja. Kisah sukses ini terjadi karena kerja keras dan kemauan untuk maju. Hal ini dimulai dengan keberanian Ibu Olga untuk membuat langkah besar dan memilih keputusan yang tepat, yaitu meminjam modal dari bank.

managed to sell all she could make and even managed to increase her production volumes somewhat; nevertheless, she was hampered by a lack of capital to substantially expand her business, in order to take advantage of what was an obvious demand for her baking.

In Kotamobagu, North Sulawesi, Ibu Olga lacked the baking equipment and the room in her home she would require to really take advantage of the demand for her products. In her situation, she would never consider approaching a traditional lender, like a bank, leaving her with local loan sharks as her only altrenative. But, in her confined working space in her home, and assisted by 7 women part and full time workers, she reached production levels of 3,000 to 4,000 baked pieces per day, with some shifts running in excess of 15 hours. She then developed a hot new favorite: a steamed bun with a grated young coconut and palm sugar filling. But, she could only produce 1,875 units per day, less than half of what was being demanded. Her net profits were now exceeding Rp 6,000,000 (CAD $634.00/month) per month, a n d s h e ce r t a i n l y co u l d b e l a b e l e d a “s u c ce s s f u l businesswoman” in every sense.

Over the past two years, the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development (CIPSED) Project, a CIDA-Bilateral funded private sector development project, has been working with a regional economic development office in North Sulawesi, known as KAPET Manado-Bitung (KMB). One of the programs initiated with KMB is the establishment of a Business Development Centre. CIPSED TA specialists have worked with the KMB BDC staff to develop their skills in business plan preparation and business counseling techniques. After one year of operation, they have 18 clients, one of whom is Ibu Olga. Importantly, the KMB BDC has established a liaison and respectability for its expertise with a local bank, Bank SULUT. Over the past 12 months, has assisted many clients to prepare the required paperwork for approaching the bank for debt financing, even though most of them are micro businesses which would not normally be given any kind of warm reception by a bank. Ibu Olga, working with KMB BDC soon learned she could earn a lot more money with the help of a bank loan. The BDC staff assisted her with a preparation of Business Plan and Cash Flow Projections, which helped her to convince the bank that her business was sustainable and she could be a potential borrower. She made her first contact with the bank in February 2010; and, by July 2010 she had secured a loan of Rp 10,000,000 from the Kotamobagu Branch of Bank SULUT.

With the bank loan, Ibu Olga expanded her working space by 30 square meters; she bought a new shelf for displaying her products; and 5 new stoves and steaming pans, with some money left over to add more raw materials to her stock room. Her loan will all be paid off by July 2011 and she is already preparing another plan to acquire second-term financing, in order to purchase a super duper mixer for Rp 15,000,000; again with the assistance of KMB BDC. Her sales have now expanded to encompass markets outside of her village. She now even sells products to other bakeries in North Sulawesi's capital, Manado. Her net profits are now up from Rp 200,000/day to Rp. 500,000/day. Further, she now has 8 full-time employees, a success story born of her hard work and ability, aided and abetted by a giant leap forward by borrowing money from the last place she ever dreamed of finding it: a bank.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

For more information please contact Tim Reynolds at [email protected]

da satu pertanyaan besar yang seringkali dilupakan oleh manusia. Dimana kita tinggal sekarang? Dimana kaki Aberpijak? Manusia hidup di bumi mulai dari lahir, kecil, lalu

beranjak dewasa dan akhirnya sampai meninggal. Secara tidak langsung seharusnya manusia menyadari bahwa mereka berhutang kepada bumi dan lingkungan tempat tinggal manusia. Hanya kenyataannya banyak dari manusia mengotori dan merusak lingkungan hanya untuk kepentingan sesaat semata. Didorong oleh desakan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan keserakahan, manusia tidak sadar bahwa perbuatan tersebut sangat merusak bumi dan lingkungan.

Tapi lihat sosok Baba Akong dan istrinya, bencana yang dialami oleh Baba Akong adalah sebuah titik kebangkitan bagi kecintaan pada lingkungan. Selama enambelas tahun setelah tsunami 1992 di Flores, Nusa Tenggara Timur, mereka menghijaukan pesisir Pantai Ndete seluas duapuluh tiga hektar. Bukan itu saja, Baba Akong juga meregenerasikan kelompok usahanya menjadi empatpuluh satu kelompok dan beranggotakan 2000 orang. Di lain pihak kita diajak untuk melihat para penonton di bioskop memandang terpaku pada layar: di depan pintu kereta mobil-mobil berhenti dengan knalpot yang menyedihkan. Orang yang berdiri di belakang batuk, binatang-binatang di hutan batuk, hutan batuk, bumi pun batuk. Film selesai, para penonton bertepuk tangan dan bergegas keluar – ke mobil mereka masing-masing. Ketidakselarasan antara apa yang diketahui dan tingkah laku, dipresentasikan dalam waktu dua menit saja. Ada dua dikotomi perilaku yang diperlihatkan di atas, yang satu belajar dari kesalahan, yang lain menunjukan seakan-akan peduli terhadap lingkungan tetapi tidak pernah mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Alam memiliki sinkronitas dengan manusia dan kehidupan sekitarnya. Alam menyediakan beragam sumberdaya dan fungsi untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Namun manusia seringkali tidak sadar untuk menjaga dan merawat alam sehingga terjadilah kerusakan dan bencana lingkungan. Ada banyak sekali hal kecil yang dapat dilakukan dan memiliki kontribusi yang besar untuk keselamatan bumi, seperti mengurangi penggunaan kertas, meminimalisir penggunaan kendaraan dan listrik, dan lain sebagainya.

“Terkadang orang memaknai konservasi terlalu mendalam namun tidak disertai dengan keseimbangan logika”, ujar Profesor. Dr. Ngakan Putu Oka, seorang Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, dalam Diskusi CINEMATICA yang diadakan di backyard Kantor BaKTI pada 28 April silam.

Sebagai contoh, seringkali orang mengadakan penanaman mangrove demi mencegah abrasi, namun tanaman mangrove sendiri membutuhkan tempat yang sesuai agar dapat tumbuh dengan baik. ”Mangrove memang memiliki fungsi penting untuk penyeimbang linkungan namun penanaman mangrove jangan dijadikan alat untuk menunjukkan idealisme yang berlebihan,”

lanjut Profesor Oka. ”Dengan semakin maraknya gaya hidup hijau didengungkan belakangan ini, kita patut bertanya dan menyelidiki lebih jauh, bagaimana sebenarnya kehidupan seseorang yang menganut gaya hidup hijau atau green lifestyle ini di rumah? Apakah gaya hidup hijau ini sudah selaras dengan pikiran dan perkataan?” tambahnya.

Menurut Profesor Oka, seseorang yang benar-benar bergaya hidup hijau dapat dilihat dari hal-hal kecil dalam hidupnya seperti pemilahan sampah di rumah, tanaman-tanaman hijau yang ditanam di sekitar rumah, perilaku tidak membuang sampah di sembarang tempat. Kita perlu belajar dari Jepang yang mewajibkan warganya memilah 36 jenis sampah, jadi tidak sekedar sampah organik, kertas, kaleng dan plastik saja. ”Kami pun belajar dari bangsa Jepang. Saya dan istri memiliki kebiasaan menanam dan menata tanaman yang bermanfaat. Di pekarangan rumah kami yang terbilang sempit ada kamboja, sirsak, lombok, paria yang ditata dengan baik agar terlihat indah,” terang Profesor Oka.

Mencintai bumi dan melestarikan lingkungannya memerlukan komitmen yang harus dimulai dari diri sendiri. Sebaiknya kita jangan berfikir sudah ada pemerintah dan orang lain yang memperhatikan lingkungan. Jika semua orang menyadari perannya untuk menjaga lingkungan, bukan tidak mungkin suat saat nanti Dinas Kebersihan Kota tidak diperlukan lagi.

Gaya hidup hijau juga sebaiknya tidak diterapkan secara berlebihan. “Tidak haram jika kita menggunakan alat transportasi berbahan bakar fosil tapi kita harus menggunakannya dengan efisien. Oleh karena sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak nyaman dengan menggunakan kendaraan umum, sebaiknya fasilitas kendaraan umum dibuat lebih nyaman terlebih dahulu sebelum melarang orang menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil (bensin)”, ujar Profesor Oka.

Di penghujung acara, Profesor Oka yang telah tigapuluh tahun berkecimpung dalam berbagai penelitian untuk pelestarian lingkunan ini berharap agar seluruh peserta Diskusi Cinematica dapat memulai komitmen menjaga dan melestarikan lingkungan. ”Menjaga lingkungan itu penting dan harus mulai dari diri sendiri. Jangan merasa rendah diri jika terlihat ’berbeda’ karena ingin menjaga lingkungan. Adalah hal yang baik jika kita berbeda dari yang lain untuk menjaga dan melestarikan lingkungan,” imbuh Profesor Oka sambil tersenyum.

Jadi, apa yang harus dilakukan? Janganlah pernah meremehkan hal-hal kecil seperti menghemat listrik, menghemat air, menghemat bahan bakar, dan membuang sampah pada tempatnya. Lakukan mulai dari diri sendiri lalu tularkanlah pada orang-orang di sekitar Anda. Mulailah ’bersahabat’ dan ’berdamai’ dengan bumi dan lingkungan. Hal-hal kecil yang dilakukan adalah usaha besar dalam rangka membuat lingkungan dan bumi ini kembali indah, sejuk dan segar. Kita hanya punya satu bumi dan satu kesempatan untuk menjadikannya lebih baik.

Diskusi CINEMATICA merupakan acara kolaboratif yang diselenggarakan oleh Rumah Ide dan BaKTI. Dengan semangat berbagi untuk perubahan, diskusi ini mengangkat berbagai topik menarik yang relevan dengan pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan menggunakan pendekatan film dan seni untuk memperkaya wawasan diskusi.

Diksusi CINEMATICA diadakan pada Jumat terakhir setiap bulan di Backyard Kantor BaKTI, Jl. Dr. Sutomo 26, Makassar. Hasil dari diskusi dapat Anda baca di www.batukar.info

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Oleh Stevent Febriandy

SPECIAL EVENT

One World, One Chance

Diskusi CINEMATICA

Page 13: BaKTI News Edis 65

12Volume V - edisi 6511 News Volume V - edisi 65 News

dan penguatan peran kaum perempuan Tambeanga telah menjadi pengaruh yang penting dalam perubahan untuk peningkatan ekonomi lokal disana.

Ibu Olga Tunggali, janda yang memiliki usaha roti rumahan yang bernama “Usaha Mandiri” – sekarang usahanya bernama Ma' David, memulai usaha kecilnya tahun 2004 di Kotamobagu, sebuah kota kecil di Sulawesi Utara, Indonesia. Sebagai perempuan yang tidak mempunyai pengalaman dan kurang pendidikan, ia memulai usaha kue kecil-kecilan dengan menjual 4 jenis roti kepada tetangganya dan menjual keliling di sekitar desa. Mulanya, keempat produk yang dijual adalah: donut, roti isi kelapa, kue panada isi ikan, dan roti goreng. Dengan kerja keras, dia menjual seluruh dagangannya yang dia buat, namun terhambat karena kekurangan modal untuk memperluas usahanya, dalam rangka untuk meningkatkan keuntungan.

Hambatan Ibu Olga adalah kekurangan peralatan pembakaran dan tempat yang terbatas di rumahnya. Dalam situasi ini, ia tidak berpikir untuk mendekati bank, ia lebih memilih tengkulak sebagai alternatif peminjaman. Dengan ruang usaha yang terbatas dan mengawasi 7 perempuan sebagai pekerja paruh dan penuh waktu, ia bisa memproduksi 3.000 sampai 4.000 buah roti setiap hari, dengan kerja bergilir sampai 15 jam. Lalu kemudian Ibu Olga mengembangkan sebuah produk baru yang menjadi favorit; roti kukus kelapa parut muda dengan isi gula merah, walaupun hanya mampu memproduksi 1.875 unit setiap hari, kurang dari setengah dari permintaan pasar. Laba bersih yang ia dapatkan adalah Rp. 6.000.000 ($CAD $634.00/bulan) tiap bulan, dan pastinya julukan “successful businesswoman” pantas ia dapatkan.

Selama hampir lebih dari 2 tahun, proyek bilateral antara CIDA dengan swasta yaitu CIPSED (the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development), telah bekerja dengan kantor pengembangan ekonomi regional di Sulawesi Utara, dengan sebutan KAPET Manado-Bitung (KMB). Salah satu program yang diinisiasi dengan KMB adalah pembentukan Pusat Pengembangan Bisnis (Business Development Centre). Para spesialis CIPSED TA telah bekerjasama dengan staf KMB BDC untuk mengembangkan keterampilan dalam penyusunan rencana bisnis dan teknik-teknik konseling bisnis. Setelah persiapan selama satu tahun, mereka memiliki 18 klien, termasuk salah satunya Ibu Olga. Hal yang penting, KMB BDC sudah menjalin hubungan yang baik dengan salah satu bank lokal yaitu Bank SULUT. Selama 12 bulan, KMB BDC sudah banyak membantu klien untuk mempersiapkan dokumen yang diperlukan untuk mengajukan pinjaman, walaupun sebagian besar dari mereka adalah pengusaha kecil yang biasanya tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari bank.

Setelah bekerjasama dengan KMB BDC, Ibu Olga belajar bahwa ia bisa mendapatkan pinjaman dana melalui pinjaman bank. Staff BDC membantunya melalui persiapan Business Plan dan Cash Flow Projections, yang membantunya agar bank dapat percaya melihat keberlangsungan usahanya dan ia adalah peminjam potensial. Ia memperoleh kontrak pertama dengan bank di bulan Feb 2010 dan di Juli 2010 ia mendapatkan pinjaman Rp 10.000.000 dari Bank Sulut cabang Kotamobagu.

Dengan pinjaman tersebut, Ibu Olga mampu memperluas tempat usahanya sampai 30 meter persegi; kemudian ia membeli lemari baru untuk memajang kue-kuenya dan 5 kompor baru serta panci kukus, dengan uang yang tersisa, ia menambahkan beberapa material untuk ruang penyimpanan. Pinjamannya akan lunas di bulan Juli 2011 dan sekarang Ibu Olga sedang mempersiapkan rencana berikutnya untuk pendanaan tahap kedua, agar bisa membeli mixer besar seharga Rp. 15 juta, yang pasti akan dibantu oleh KMB BDC. Pemasaran produk Ibu Olga semakin meluas dan sudah keluar dari desanya. Bahkan produknya sudah dijual sampai ke Manado, ibukota Sulawesi Utara. Laba bersih yang dihasilkan adalah Rp 200.000 sampai Rp 500.000 setiap hari. Sekarang ia memiliki delapan pekerja. Kisah sukses ini terjadi karena kerja keras dan kemauan untuk maju. Hal ini dimulai dengan keberanian Ibu Olga untuk membuat langkah besar dan memilih keputusan yang tepat, yaitu meminjam modal dari bank.

managed to sell all she could make and even managed to increase her production volumes somewhat; nevertheless, she was hampered by a lack of capital to substantially expand her business, in order to take advantage of what was an obvious demand for her baking.

In Kotamobagu, North Sulawesi, Ibu Olga lacked the baking equipment and the room in her home she would require to really take advantage of the demand for her products. In her situation, she would never consider approaching a traditional lender, like a bank, leaving her with local loan sharks as her only altrenative. But, in her confined working space in her home, and assisted by 7 women part and full time workers, she reached production levels of 3,000 to 4,000 baked pieces per day, with some shifts running in excess of 15 hours. She then developed a hot new favorite: a steamed bun with a grated young coconut and palm sugar filling. But, she could only produce 1,875 units per day, less than half of what was being demanded. Her net profits were now exceeding Rp 6,000,000 (CAD $634.00/month) per month, a n d s h e ce r t a i n l y co u l d b e l a b e l e d a “s u c ce s s f u l businesswoman” in every sense.

Over the past two years, the Canada Indonesia Private Sector Enterprise Development (CIPSED) Project, a CIDA-Bilateral funded private sector development project, has been working with a regional economic development office in North Sulawesi, known as KAPET Manado-Bitung (KMB). One of the programs initiated with KMB is the establishment of a Business Development Centre. CIPSED TA specialists have worked with the KMB BDC staff to develop their skills in business plan preparation and business counseling techniques. After one year of operation, they have 18 clients, one of whom is Ibu Olga. Importantly, the KMB BDC has established a liaison and respectability for its expertise with a local bank, Bank SULUT. Over the past 12 months, has assisted many clients to prepare the required paperwork for approaching the bank for debt financing, even though most of them are micro businesses which would not normally be given any kind of warm reception by a bank. Ibu Olga, working with KMB BDC soon learned she could earn a lot more money with the help of a bank loan. The BDC staff assisted her with a preparation of Business Plan and Cash Flow Projections, which helped her to convince the bank that her business was sustainable and she could be a potential borrower. She made her first contact with the bank in February 2010; and, by July 2010 she had secured a loan of Rp 10,000,000 from the Kotamobagu Branch of Bank SULUT.

With the bank loan, Ibu Olga expanded her working space by 30 square meters; she bought a new shelf for displaying her products; and 5 new stoves and steaming pans, with some money left over to add more raw materials to her stock room. Her loan will all be paid off by July 2011 and she is already preparing another plan to acquire second-term financing, in order to purchase a super duper mixer for Rp 15,000,000; again with the assistance of KMB BDC. Her sales have now expanded to encompass markets outside of her village. She now even sells products to other bakeries in North Sulawesi's capital, Manado. Her net profits are now up from Rp 200,000/day to Rp. 500,000/day. Further, she now has 8 full-time employees, a success story born of her hard work and ability, aided and abetted by a giant leap forward by borrowing money from the last place she ever dreamed of finding it: a bank.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

For more information please contact Tim Reynolds at [email protected]

da satu pertanyaan besar yang seringkali dilupakan oleh manusia. Dimana kita tinggal sekarang? Dimana kaki Aberpijak? Manusia hidup di bumi mulai dari lahir, kecil, lalu

beranjak dewasa dan akhirnya sampai meninggal. Secara tidak langsung seharusnya manusia menyadari bahwa mereka berhutang kepada bumi dan lingkungan tempat tinggal manusia. Hanya kenyataannya banyak dari manusia mengotori dan merusak lingkungan hanya untuk kepentingan sesaat semata. Didorong oleh desakan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan keserakahan, manusia tidak sadar bahwa perbuatan tersebut sangat merusak bumi dan lingkungan.

Tapi lihat sosok Baba Akong dan istrinya, bencana yang dialami oleh Baba Akong adalah sebuah titik kebangkitan bagi kecintaan pada lingkungan. Selama enambelas tahun setelah tsunami 1992 di Flores, Nusa Tenggara Timur, mereka menghijaukan pesisir Pantai Ndete seluas duapuluh tiga hektar. Bukan itu saja, Baba Akong juga meregenerasikan kelompok usahanya menjadi empatpuluh satu kelompok dan beranggotakan 2000 orang. Di lain pihak kita diajak untuk melihat para penonton di bioskop memandang terpaku pada layar: di depan pintu kereta mobil-mobil berhenti dengan knalpot yang menyedihkan. Orang yang berdiri di belakang batuk, binatang-binatang di hutan batuk, hutan batuk, bumi pun batuk. Film selesai, para penonton bertepuk tangan dan bergegas keluar – ke mobil mereka masing-masing. Ketidakselarasan antara apa yang diketahui dan tingkah laku, dipresentasikan dalam waktu dua menit saja. Ada dua dikotomi perilaku yang diperlihatkan di atas, yang satu belajar dari kesalahan, yang lain menunjukan seakan-akan peduli terhadap lingkungan tetapi tidak pernah mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Alam memiliki sinkronitas dengan manusia dan kehidupan sekitarnya. Alam menyediakan beragam sumberdaya dan fungsi untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Namun manusia seringkali tidak sadar untuk menjaga dan merawat alam sehingga terjadilah kerusakan dan bencana lingkungan. Ada banyak sekali hal kecil yang dapat dilakukan dan memiliki kontribusi yang besar untuk keselamatan bumi, seperti mengurangi penggunaan kertas, meminimalisir penggunaan kendaraan dan listrik, dan lain sebagainya.

“Terkadang orang memaknai konservasi terlalu mendalam namun tidak disertai dengan keseimbangan logika”, ujar Profesor. Dr. Ngakan Putu Oka, seorang Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, dalam Diskusi CINEMATICA yang diadakan di backyard Kantor BaKTI pada 28 April silam.

Sebagai contoh, seringkali orang mengadakan penanaman mangrove demi mencegah abrasi, namun tanaman mangrove sendiri membutuhkan tempat yang sesuai agar dapat tumbuh dengan baik. ”Mangrove memang memiliki fungsi penting untuk penyeimbang linkungan namun penanaman mangrove jangan dijadikan alat untuk menunjukkan idealisme yang berlebihan,”

lanjut Profesor Oka. ”Dengan semakin maraknya gaya hidup hijau didengungkan belakangan ini, kita patut bertanya dan menyelidiki lebih jauh, bagaimana sebenarnya kehidupan seseorang yang menganut gaya hidup hijau atau green lifestyle ini di rumah? Apakah gaya hidup hijau ini sudah selaras dengan pikiran dan perkataan?” tambahnya.

Menurut Profesor Oka, seseorang yang benar-benar bergaya hidup hijau dapat dilihat dari hal-hal kecil dalam hidupnya seperti pemilahan sampah di rumah, tanaman-tanaman hijau yang ditanam di sekitar rumah, perilaku tidak membuang sampah di sembarang tempat. Kita perlu belajar dari Jepang yang mewajibkan warganya memilah 36 jenis sampah, jadi tidak sekedar sampah organik, kertas, kaleng dan plastik saja. ”Kami pun belajar dari bangsa Jepang. Saya dan istri memiliki kebiasaan menanam dan menata tanaman yang bermanfaat. Di pekarangan rumah kami yang terbilang sempit ada kamboja, sirsak, lombok, paria yang ditata dengan baik agar terlihat indah,” terang Profesor Oka.

Mencintai bumi dan melestarikan lingkungannya memerlukan komitmen yang harus dimulai dari diri sendiri. Sebaiknya kita jangan berfikir sudah ada pemerintah dan orang lain yang memperhatikan lingkungan. Jika semua orang menyadari perannya untuk menjaga lingkungan, bukan tidak mungkin suat saat nanti Dinas Kebersihan Kota tidak diperlukan lagi.

Gaya hidup hijau juga sebaiknya tidak diterapkan secara berlebihan. “Tidak haram jika kita menggunakan alat transportasi berbahan bakar fosil tapi kita harus menggunakannya dengan efisien. Oleh karena sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak nyaman dengan menggunakan kendaraan umum, sebaiknya fasilitas kendaraan umum dibuat lebih nyaman terlebih dahulu sebelum melarang orang menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil (bensin)”, ujar Profesor Oka.

Di penghujung acara, Profesor Oka yang telah tigapuluh tahun berkecimpung dalam berbagai penelitian untuk pelestarian lingkunan ini berharap agar seluruh peserta Diskusi Cinematica dapat memulai komitmen menjaga dan melestarikan lingkungan. ”Menjaga lingkungan itu penting dan harus mulai dari diri sendiri. Jangan merasa rendah diri jika terlihat ’berbeda’ karena ingin menjaga lingkungan. Adalah hal yang baik jika kita berbeda dari yang lain untuk menjaga dan melestarikan lingkungan,” imbuh Profesor Oka sambil tersenyum.

Jadi, apa yang harus dilakukan? Janganlah pernah meremehkan hal-hal kecil seperti menghemat listrik, menghemat air, menghemat bahan bakar, dan membuang sampah pada tempatnya. Lakukan mulai dari diri sendiri lalu tularkanlah pada orang-orang di sekitar Anda. Mulailah ’bersahabat’ dan ’berdamai’ dengan bumi dan lingkungan. Hal-hal kecil yang dilakukan adalah usaha besar dalam rangka membuat lingkungan dan bumi ini kembali indah, sejuk dan segar. Kita hanya punya satu bumi dan satu kesempatan untuk menjadikannya lebih baik.

Diskusi CINEMATICA merupakan acara kolaboratif yang diselenggarakan oleh Rumah Ide dan BaKTI. Dengan semangat berbagi untuk perubahan, diskusi ini mengangkat berbagai topik menarik yang relevan dengan pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan menggunakan pendekatan film dan seni untuk memperkaya wawasan diskusi.

Diksusi CINEMATICA diadakan pada Jumat terakhir setiap bulan di Backyard Kantor BaKTI, Jl. Dr. Sutomo 26, Makassar. Hasil dari diskusi dapat Anda baca di www.batukar.info

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Oleh Stevent Febriandy

SPECIAL EVENT

One World, One Chance

Diskusi CINEMATICA

Page 14: BaKTI News Edis 65

13 News Volume V - edisi 65 14News Volume V - edisi 65

hampir semua warganya memiliki televisi dan radio, media informasi seperti radio dan TV menjadi pilihan alternatif setelah Kepala Kampung dan pertemuan warga untuk mendapatkan informasi.

Untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan, pertemuan warga menjadi sumber informasi yang penting di Papua. Lembaga perwakilan masyarakat telah ada di hampir semua wilayah di wilayah Papua, dengan nama Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam). Bamuskam biasanya diisi tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh lainnya, yang mewakili unsur-unsur masyarakat, seperti pemuda dan perempuan.

Dalam perencanaan pembangunan yang bottom up, dikenal adanya lembaga musyawarah perencanaan dan pembangunan kampung (Musrenbangkam) yang berfungsi menyerap aspirasi masyarakat tentang bagaimana sebaiknya sebuah program dirancang dan dilaksanakan.

Selain dengan cara formal melalui pertemuan masyarakat (Musrenbangkam), penyampaian informasi juga dilakukan dengan cara lain yang lebih bersifat informal. Biasanya cara yang umum adalah melalui pendekatan personal yang dilakukan oleh tokoh/kepala kampung dan kerabat keluarga maupun melalui media. Karena dianggap penting keberadaan dan fungsinya sebagai sumber informasi bagi masyarakat kampung, Kepala Kampung mengetahui segala informasi dari luar dan menjadi tempat mereka bertanya.

Satu hal yang menjadi catatan penting dari survei ini adalah bahwa masih banyak kepala kampung yang adalah pemegang informasi kunci pada level komunitas, belum memahami prosedur dan pemanfaatan dana Respek. Sering kali timbul perdebatan dan diskusi yang menghasilkan kesimpulan yang melanggar prosedur pelaksanaan program RESPEK. Terkait hal ini peran media massa dapat menjadi sangat strategis untuk menjawab hal tersebut.

Di beberapa daerah, seperti Boven Digoel, penyuluhan dan pelatihan tampaknya dapat menjadi pilihan yang tepat sebab dalam proses penyuluhan dan pelatihan, dapat terjadi interaksi atau proses tanya jawab terkait dengan program RESPEK. Berbagai contoh (good and bad practices) dari setiap tahapan program juga menjadi kebutuhan masyarakat untuk lebih memahami program RESPEK.

Sosialisasi melalui media elektronik dapat menjadi alternatif dalam penyebaran nformasi program RESPEK. Namun informasi perlu dikemas dalam bentuk hiburan, terutama musik dan drama mengingat karakteristik masyarakat Papua yang melihat media TV dan radio merupakan sarana hiburan yang memiliki muatan informasi.

Pertemuan masyarakat formal

Pertemuan masyarakat secara informal

KEBUTUHAN UTAMA DALAM SOSIALISASI DI MEDIA

Perbedaan dalam Komunikasi di Ragam Daerah

REKOMENDASI

Provinsi Papua memiliki karakteristik wilayah yang sangat beragam mulai dari pegunungan, daratan, pantai, dan kepulauan. Perbedaan kondisi wilayah ini juga disertai dengan keterbatasan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi. Hal inilah yang menimbulkan keragaman jenis dan pemanfaatan sarana komunikasi antarwilayah juga memengaruhi kuantitas dan kualitas mereka dalam mengakses media informasi, frekuensi, alokasi waktu dalam mengakses informasi, dan penyebaran informasinya.

Masyarakat yang bermukim di wilayah yang mengalami perkembangan lebih awal, seperti di Keerom dan Biak, cenderung lebih banyak mengakses televisi dan radio dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di daerah yang baru berkembang dan relatif terisolasi secara geografis seperti di pegunungan dan rawa, seperti Jayawijaya dan Jayawijaya.

Sebagian besar masyarakat Papua biasanya menceritakan infromasi yang diperolehnya dari radio dan televisi kepada orang lain. Kebiasaan masyarakat untuk selalu berkumpul dan bersama-sama menyelesaikan pekerjaan dan menjalankan aktivitas lainnya sangat membuka peluang untuk saling bercerita di antara mereka.

Ini berbeda dengan masyarakat yang bermukim di pegunungan, seperti di Jayawijaya. Berkumpul bersama dan saling bertukar cerita, bukanlah hal yang biasa karena kondisi wilayah Kabupaten Jayawijaya yang berupa pegunungan biasanya memiliki pola permukiman yang cenderung mengelompok. Dengan pola permukiman yang mengelompok, frekuensi antarwarga untuk bertemu dan saling bercerita lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah terbuka. Kondisi wilayah pegunungan dan pola permukiman yang cenderung mengelompok memberikan keuntungan dalam proses penyebaran informasi melalui radio.

1. Penggunaan media elektronik (radio dan televisi) cukup relevan dimanfaatkan untuk sosialisasi Pendidikan Program Respek .

2. Bagi wilayah yang terjangkau oleh siaran televisi dan radio, model penyiaran direkomendasikan melalui beberapa cara yakni melalui siaran televisi dan radio yang bersifat menghibur seperti sandiwara atau musik. Program sosialisasi Pendidikan RESPEK jugad apat disebarluaskand alam bentuk keping Compact Disc (CD), terutama bagid aerah yang tak terjangkau siaran televisi dan radio.

3. Selain dikemas dalam bentuk hiburan yang informatif, informasi yang diberikan kepada masyarakat sebaiknya lebih banyak berupa contoh-contoh praktik (good and bad practices).

4. Pola-pola persuasif dan pemanfaatan kearifan lokal harus menjadi fokus dalam penyebaran informasi untuk mendorong masyarakat agar terlibat lebih aktif dalam proses partisipasi dan kontrol terhadap program.

Oleh Victoria Ngantung

PEMBANGUNAN PEDESAAN RURAL DEVELOPMENT

Laporan Hasil Survey Audiens Edukasi Publik

Preferensi, dalam kaitannya dengan survei audiensi, merupakan pilihan individu

untuk mengakses media berdasarkan kesenangan dan kepuasan. Secara umum beberapa media informasi yang teridentifikasi dalam survei audiensi meliputi media non-elektronik (surat kabar) dan media elektronik (radio dan televisi).

Survey ini dilaksanakan oleh Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta didukung oleh Pemerintah Australia melalui Program Australia-Nusa Tenggara Assistance for Regional Autonomy (ANTARA), Pemerintah Provinsi Papua, Papua People Driven Development Knowledge Center, dan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI).

Program RESPEK Papua (Bagian 2)

Surat kabar yang banyak ditemukan adalah Papua Post, Metro Jayapura, Radar Biak, Radar Keerom, Radar Boven, dan berbagai surat kabar lokal lainnya. Surat kabar tersebut berfungsi sama seperti surat kabar pada umumnya, yaitu menyampaikan

informasi berupa berita-berita lokal kepada masyarakat luas. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa.

Sejauh ini surat kabar baru ditemukan di kantor-kantor pemerintahan distrik atau kabupaten dan kantor kepala kampung, sedangkan di tingkat rumah tangga masih sangat terbatas.

akses masyarakat terhadap media surat kabar di keempat wilayah survei tergolong rendah

SURAT KABAR

Radio merupakan pilihan media komunikasi utama bagi sebagian besar masyarakat Papua, terutama yang bermukim di daerah yang belum terjangkau listrik. Hal menarik yang diungkap dari survey ini adalah bahwa

. Ini terlihat dari jumlah remaja yang mendengarkan radio adalah hanya separuh (589 jawaban responden) dari pria dewasa (1.082 jawaban responden) dan perempuan dewasa (1.014 jawaban responden).

Pagi hari (06:00 – 08:00) adalah waktu yang paling banyak dipilih untuk mendengarkan radio. Stasiun radio yang menjadi pilihan kebanyakan masyarakat Papua adalah Radio Republik Indonesia (RRI). Ini disebabkan karena belum adanya pilihan lain, seperti radio swasta maupun radio komunitas. Namun di beberapa daerah telah ada stasiun radio swasta dan komunitas, masyarakat tetap lebih memilih RRI.

pilihan masyarakat Papua karena dapat menambah wawasan dan sarat informasi tentang perkembangan di daerah lain. Selain itu, musik dan siaran langsung pertandingan sepakbola juga menjadi program yang dinantikan. Terlebih jika Persipura maupun Persiwa sedang bertanding dan disiarkan langsung melalui radio.

minat remaja untuk mendengarkan radio tidak sama besarnya dengan minat

orang dewasa

Berita merupakan acara radio favorit

RADIO

Program acara televisi yang paling sering ditonton oleh masyarakat di Papua adalah berita dan olahraga. Masyarakat di beberapa Kabupaten di Papua, sangat menggemari sepak bola sehingga biasanya tidak pernah melewatkan tayangan pertandingan sepakbola yang disiarkan di televisi. Bagi masyarakat Papua, tayangan yang paling

informatif adalah berita dan yang paling menghibur adalah acara musik.

Malam hari (pukul 18:00 – 20:00) merupakan waktu yang paling memungkinkan bagi masyarakat Papua untuk menikmati tayangan televisi karena pada sebagian besar wilayah, listrik baru menyala pada malam hari dan di daerah yang belum mendapatkan layanan listrik PLN, masyarakat menggunakan solar cell untuk menyalakan televisi. Karenanya dibutuhkan waktu untuk menyimpan energi matahari pada siang hari untuk dapat menyalakan televisi selama 4 jam nonstop di malam hari.

Bagi masyarakat yang bermukim di daerah yang telah mendapatkan layanan listrik PLN, mereka menonton televisi bersama seluruh anggota keluarga. Namun bagi masyarakat di daerah yang belum teraliri listrik yang biasanya menonton televisi bersama tetangga di rumah kerabat yang memiliki televisi.

TELEVISI

Pemegang informasi kunciKetokohan adalah faktor penting dalam alur informasi di setiap komunitas. Seorang kepala kampung adalah tokoh yang sangat disegani karena jabatannya sebagai kepala kampung, ia pun dianggap mengetahui segalanya dan berkewajiban memberikan segala informasi kepada masyarakat. Oleh karenanya Kepala kampung, tokoh agama, dan tokoh adat menjadi pilihan utama bagi warga untuk menyebarkan dan mendapatkan informasi terbaru mengenai perkembangan pembangunan di Papua. Selain Kepala Kampung, masyarakat Papua juga mengandalkan pertemuan warga dan media informasi sebagai sumber untuk mendapatkan informasi.

Media informasi memang bukan sumber informasi yang paling utama. Hanya pada daerah-daerah yang terjangkau listrik secara lebih baik, seperti di Keerom dan Biak Numfor yang

ALUR INFORMASI DALAM KOMUNITAS

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

[email protected]

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 15: BaKTI News Edis 65

13 News Volume V - edisi 65 14News Volume V - edisi 65

hampir semua warganya memiliki televisi dan radio, media informasi seperti radio dan TV menjadi pilihan alternatif setelah Kepala Kampung dan pertemuan warga untuk mendapatkan informasi.

Untuk menyerap aspirasi masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan, pertemuan warga menjadi sumber informasi yang penting di Papua. Lembaga perwakilan masyarakat telah ada di hampir semua wilayah di wilayah Papua, dengan nama Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam). Bamuskam biasanya diisi tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh lainnya, yang mewakili unsur-unsur masyarakat, seperti pemuda dan perempuan.

Dalam perencanaan pembangunan yang bottom up, dikenal adanya lembaga musyawarah perencanaan dan pembangunan kampung (Musrenbangkam) yang berfungsi menyerap aspirasi masyarakat tentang bagaimana sebaiknya sebuah program dirancang dan dilaksanakan.

Selain dengan cara formal melalui pertemuan masyarakat (Musrenbangkam), penyampaian informasi juga dilakukan dengan cara lain yang lebih bersifat informal. Biasanya cara yang umum adalah melalui pendekatan personal yang dilakukan oleh tokoh/kepala kampung dan kerabat keluarga maupun melalui media. Karena dianggap penting keberadaan dan fungsinya sebagai sumber informasi bagi masyarakat kampung, Kepala Kampung mengetahui segala informasi dari luar dan menjadi tempat mereka bertanya.

Satu hal yang menjadi catatan penting dari survei ini adalah bahwa masih banyak kepala kampung yang adalah pemegang informasi kunci pada level komunitas, belum memahami prosedur dan pemanfaatan dana Respek. Sering kali timbul perdebatan dan diskusi yang menghasilkan kesimpulan yang melanggar prosedur pelaksanaan program RESPEK. Terkait hal ini peran media massa dapat menjadi sangat strategis untuk menjawab hal tersebut.

Di beberapa daerah, seperti Boven Digoel, penyuluhan dan pelatihan tampaknya dapat menjadi pilihan yang tepat sebab dalam proses penyuluhan dan pelatihan, dapat terjadi interaksi atau proses tanya jawab terkait dengan program RESPEK. Berbagai contoh (good and bad practices) dari setiap tahapan program juga menjadi kebutuhan masyarakat untuk lebih memahami program RESPEK.

Sosialisasi melalui media elektronik dapat menjadi alternatif dalam penyebaran nformasi program RESPEK. Namun informasi perlu dikemas dalam bentuk hiburan, terutama musik dan drama mengingat karakteristik masyarakat Papua yang melihat media TV dan radio merupakan sarana hiburan yang memiliki muatan informasi.

Pertemuan masyarakat formal

Pertemuan masyarakat secara informal

KEBUTUHAN UTAMA DALAM SOSIALISASI DI MEDIA

Perbedaan dalam Komunikasi di Ragam Daerah

REKOMENDASI

Provinsi Papua memiliki karakteristik wilayah yang sangat beragam mulai dari pegunungan, daratan, pantai, dan kepulauan. Perbedaan kondisi wilayah ini juga disertai dengan keterbatasan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi. Hal inilah yang menimbulkan keragaman jenis dan pemanfaatan sarana komunikasi antarwilayah juga memengaruhi kuantitas dan kualitas mereka dalam mengakses media informasi, frekuensi, alokasi waktu dalam mengakses informasi, dan penyebaran informasinya.

Masyarakat yang bermukim di wilayah yang mengalami perkembangan lebih awal, seperti di Keerom dan Biak, cenderung lebih banyak mengakses televisi dan radio dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di daerah yang baru berkembang dan relatif terisolasi secara geografis seperti di pegunungan dan rawa, seperti Jayawijaya dan Jayawijaya.

Sebagian besar masyarakat Papua biasanya menceritakan infromasi yang diperolehnya dari radio dan televisi kepada orang lain. Kebiasaan masyarakat untuk selalu berkumpul dan bersama-sama menyelesaikan pekerjaan dan menjalankan aktivitas lainnya sangat membuka peluang untuk saling bercerita di antara mereka.

Ini berbeda dengan masyarakat yang bermukim di pegunungan, seperti di Jayawijaya. Berkumpul bersama dan saling bertukar cerita, bukanlah hal yang biasa karena kondisi wilayah Kabupaten Jayawijaya yang berupa pegunungan biasanya memiliki pola permukiman yang cenderung mengelompok. Dengan pola permukiman yang mengelompok, frekuensi antarwarga untuk bertemu dan saling bercerita lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah terbuka. Kondisi wilayah pegunungan dan pola permukiman yang cenderung mengelompok memberikan keuntungan dalam proses penyebaran informasi melalui radio.

1. Penggunaan media elektronik (radio dan televisi) cukup relevan dimanfaatkan untuk sosialisasi Pendidikan Program Respek .

2. Bagi wilayah yang terjangkau oleh siaran televisi dan radio, model penyiaran direkomendasikan melalui beberapa cara yakni melalui siaran televisi dan radio yang bersifat menghibur seperti sandiwara atau musik. Program sosialisasi Pendidikan RESPEK jugad apat disebarluaskand alam bentuk keping Compact Disc (CD), terutama bagid aerah yang tak terjangkau siaran televisi dan radio.

3. Selain dikemas dalam bentuk hiburan yang informatif, informasi yang diberikan kepada masyarakat sebaiknya lebih banyak berupa contoh-contoh praktik (good and bad practices).

4. Pola-pola persuasif dan pemanfaatan kearifan lokal harus menjadi fokus dalam penyebaran informasi untuk mendorong masyarakat agar terlibat lebih aktif dalam proses partisipasi dan kontrol terhadap program.

Oleh Victoria Ngantung

PEMBANGUNAN PEDESAAN RURAL DEVELOPMENT

Laporan Hasil Survey Audiens Edukasi Publik

Preferensi, dalam kaitannya dengan survei audiensi, merupakan pilihan individu

untuk mengakses media berdasarkan kesenangan dan kepuasan. Secara umum beberapa media informasi yang teridentifikasi dalam survei audiensi meliputi media non-elektronik (surat kabar) dan media elektronik (radio dan televisi).

Survey ini dilaksanakan oleh Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta didukung oleh Pemerintah Australia melalui Program Australia-Nusa Tenggara Assistance for Regional Autonomy (ANTARA), Pemerintah Provinsi Papua, Papua People Driven Development Knowledge Center, dan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI).

Program RESPEK Papua (Bagian 2)

Surat kabar yang banyak ditemukan adalah Papua Post, Metro Jayapura, Radar Biak, Radar Keerom, Radar Boven, dan berbagai surat kabar lokal lainnya. Surat kabar tersebut berfungsi sama seperti surat kabar pada umumnya, yaitu menyampaikan

informasi berupa berita-berita lokal kepada masyarakat luas. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa.

Sejauh ini surat kabar baru ditemukan di kantor-kantor pemerintahan distrik atau kabupaten dan kantor kepala kampung, sedangkan di tingkat rumah tangga masih sangat terbatas.

akses masyarakat terhadap media surat kabar di keempat wilayah survei tergolong rendah

SURAT KABAR

Radio merupakan pilihan media komunikasi utama bagi sebagian besar masyarakat Papua, terutama yang bermukim di daerah yang belum terjangkau listrik. Hal menarik yang diungkap dari survey ini adalah bahwa

. Ini terlihat dari jumlah remaja yang mendengarkan radio adalah hanya separuh (589 jawaban responden) dari pria dewasa (1.082 jawaban responden) dan perempuan dewasa (1.014 jawaban responden).

Pagi hari (06:00 – 08:00) adalah waktu yang paling banyak dipilih untuk mendengarkan radio. Stasiun radio yang menjadi pilihan kebanyakan masyarakat Papua adalah Radio Republik Indonesia (RRI). Ini disebabkan karena belum adanya pilihan lain, seperti radio swasta maupun radio komunitas. Namun di beberapa daerah telah ada stasiun radio swasta dan komunitas, masyarakat tetap lebih memilih RRI.

pilihan masyarakat Papua karena dapat menambah wawasan dan sarat informasi tentang perkembangan di daerah lain. Selain itu, musik dan siaran langsung pertandingan sepakbola juga menjadi program yang dinantikan. Terlebih jika Persipura maupun Persiwa sedang bertanding dan disiarkan langsung melalui radio.

minat remaja untuk mendengarkan radio tidak sama besarnya dengan minat

orang dewasa

Berita merupakan acara radio favorit

RADIO

Program acara televisi yang paling sering ditonton oleh masyarakat di Papua adalah berita dan olahraga. Masyarakat di beberapa Kabupaten di Papua, sangat menggemari sepak bola sehingga biasanya tidak pernah melewatkan tayangan pertandingan sepakbola yang disiarkan di televisi. Bagi masyarakat Papua, tayangan yang paling

informatif adalah berita dan yang paling menghibur adalah acara musik.

Malam hari (pukul 18:00 – 20:00) merupakan waktu yang paling memungkinkan bagi masyarakat Papua untuk menikmati tayangan televisi karena pada sebagian besar wilayah, listrik baru menyala pada malam hari dan di daerah yang belum mendapatkan layanan listrik PLN, masyarakat menggunakan solar cell untuk menyalakan televisi. Karenanya dibutuhkan waktu untuk menyimpan energi matahari pada siang hari untuk dapat menyalakan televisi selama 4 jam nonstop di malam hari.

Bagi masyarakat yang bermukim di daerah yang telah mendapatkan layanan listrik PLN, mereka menonton televisi bersama seluruh anggota keluarga. Namun bagi masyarakat di daerah yang belum teraliri listrik yang biasanya menonton televisi bersama tetangga di rumah kerabat yang memiliki televisi.

TELEVISI

Pemegang informasi kunciKetokohan adalah faktor penting dalam alur informasi di setiap komunitas. Seorang kepala kampung adalah tokoh yang sangat disegani karena jabatannya sebagai kepala kampung, ia pun dianggap mengetahui segalanya dan berkewajiban memberikan segala informasi kepada masyarakat. Oleh karenanya Kepala kampung, tokoh agama, dan tokoh adat menjadi pilihan utama bagi warga untuk menyebarkan dan mendapatkan informasi terbaru mengenai perkembangan pembangunan di Papua. Selain Kepala Kampung, masyarakat Papua juga mengandalkan pertemuan warga dan media informasi sebagai sumber untuk mendapatkan informasi.

Media informasi memang bukan sumber informasi yang paling utama. Hanya pada daerah-daerah yang terjangkau listrik secara lebih baik, seperti di Keerom dan Biak Numfor yang

ALUR INFORMASI DALAM KOMUNITAS

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

[email protected]

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 16: BaKTI News Edis 65

15 News Volume V - edisi 65 16News Volume V - edisi 65

esejahteraan merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan sebuah komunitas. Kesejahteraan yang Kdimaksud adalah adanya keseimbangan aspek antara

kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Ketiga hal ini saling terkait dimana jika salah satunya tidak terpenuhi, maka kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai.

Kesehatan adalah salah satu pilar yang menentukan kesejahteraan umat manusia. Sulitnya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya terletak pada paradigma yang selama ini melekat pada masyarakat, yaitu paradigma dimana upaya-upaya kuratif lebih diutamakan. Akibatnya, masyarakat menjadi pasif, tidak mandiri dan enggan untuk mencari tau apa yang mereka butuhkan untuk tetap menjaga diri mereka sehat.

Choice sebuah LSM yang berlokasi di Wasuponda, Luwu Timur melihat adanya masalah serius di bidang kesehatan yakni menyakni mengenai masalah sanitasi, perilaku sehat dan gizi keluarga. Upaya promosi/preventif diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dan mendalam serta merangsang perubahan paradigma masyarakat menjadi paradigma sehat, upaya kuratif tetap dibutuhkan untuk solusi cepat di masyarakat.

Dusun Lasulawai adalah sebuah dusun yang di Desa Kawata, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur. Dusun ini berjarak sekitar 16 kilometer dari Malili, Ibukota Kabupaten Luwu Timur dan didiami populasi yang berasal dari empat etnis dominan di Lasulawai, yakni etnis Padoe, Toraja, Bugis, dan Jawa. Etnis Padoe merupakan penghuni pertama wilayah Lasulawai.

Sebagian besar penduduk Dusun Lasulawai bekerja sebagai petani, dan sebagian lagi mengelola perkebunan kakao dan vanilli. Bercocok tanam padi tidak dilakukan oleh masyarakat di dusun ini. Beras dibeli oleh keluarga berada yang memiliki sawah di daerah lain, sebagian masyarakat juga bergantung kepada Beras Miskin (Raskin). Tingkat pendapatan perkapita rata-rata penduduk dusun Lasulawai setiap bulannya adalah berkisar Rp. 100.000,- sampai Rp. 1.500.000,-

Beberapa masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Dusun Lasulawai antara lain adalah minimnya akses ke sarana air bersih dan masih kurangnya penduduk yang memiliki jamban di rumah mereka dan menggunakannya. Hampir semua warga dusun mengambil air bersih dari mata air. Hanya beberapa warga saja yang menggunakan sumur sebagai sumber air bersih mereka.

Jamban dimiliik oleh hanya sepertiga dari total jumlah rumah di Dusun Lasulawai. Sebagian besar warga dusun masih membuang hajat di semak-semak, di tepi sungai, dan saluran air di sekitar rumah mereka. Namun walaupun masih banyak rumah tanpa jamban, sebagian warga dusun telah memiliki Sistem Pembuangan Air Limbah. Hanya saja masih ada juga warga dusun mengalirkan limbah rumah tangga mereka ke penampungan di sekitar rumah dan sawah.

Selain banyaknya masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Dusun Lasulawai, mereka juga minim layanan kesehatan. Satu-satunya layanan kesehatan di dusun ini adalah pos pelayanan terpadu (POSYANDU) yang melayani warga dusun sebulan sekali. Karena belum memiliki bangunan permanen, pelayanan POSYANDU dilakukan di rumah Kepala Dusun Lasulawai. Tidak ada fasilitas kesehatan lain di dusun tersebut. Puskesmas Pembantu (PUSTU) terdeka yang dilengkapi ruang periksa dan seorang bidan berada di Desa Kawata yang berjarak tujuh kilometer dari pusat dusun, atau 12 kilometer dari Rukun Tetangga (RT) terjauh.

Minimnya layanan kesehatan turut berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil termasuk saat melahirkan dibantu oleh Bidan Desa. Hanya segelintir saja warga dusun yang persalinannya ditangani oleh dokter. Selain itu, semua balita di Dusun Lasulawai tidak memiliki Kartu Menuju Sehat sehingga sulit untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk kelengkapan imunisasi dan apakah gizi mereka telah mencukupi.

Merasa prihatin dengan kondisi masyarakat di Dusun Lasulawai, Choice, sebuah organisasi pemuda dari Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Malili, Sulawesi Selatan, mengadakan rangkaian kegiatan bakti sosial yang berfokus pada pendekatan preventif dan kuratif untuk kesehatan warga Dusun Lasulawai.

Bakti sosial dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Februari silam dengan dua agenda utama: berbagi informasi tentang sanitasi, perilaku hidup bersih dan sehat, kesehatan ibu dan anak, dan gizi keluarga; dan pemeriksaan serta pengobatan gratis.

Tak kurang dari delapan puluh warga mengikuti kegiatan tersebut. Remaja putri dan para ibu tampak mendominasi peserta. Dari kegiatan ini diketahui bahwa penyakit yang paling umum diderita warga Dusun Lasulawai adalah infeksi saluan pernapasan (terutama pada Balita), penyakit kulit , dan masalah pada sistem pencernaan. Dideritanya penyakit-penyakit ini tentu berhubungan erat dengan kebersihan air minum dan perilaku masyakarat yang berkaitan dengan sanitasi.

Jarak layanan kesehatan (PUSTU) yang cukup jauh dan tidak adanya petugas kesehatan yang bertugas di Dusun Lasulawai termasuk masalah yang paling banyak dikeluhkan warga. Jauhnya layanan kesehatan ini menyulitkan mereka untuk mendapatkan penanganan langsung dari tenaga kesehatan, terutama bila terjadi kasus-kasus darurat.

Pengelolaan keuangan dalam keluarga yang sedang menantikan kehadiran buah hati juga menjadi topik yang dibahas dalam diskusi mengenai upaya-upaya preventif bagi kesehatan warga. Tingginya biaya melahirkan dan kekuatiran terjadinya komplikasi merupakan pertimbangan utama warga yang dapat diantisipasi dengan menyisihkan dana sejak kehamilan bulan pertama. Dalam diskusi juga diusulkan upaya mengumpulkan Dana Siaga untuk mengantisipasi kasus-kasus darurat yang membutuhkan dana besar, termasuk persiapan persalinan.

Hal lain yang juga disosialisasikan dalam diskusi bersama warga Dusun Lasulawai adalah pentingnya memantau pertumbuhan dan perkembangan balita. Hasil pemeriksaan kesehatan warga menunjukkan adanya balita dengan gizi kurang.

Penggunaan dan manfaat Kartu Menuju Sehat juga diperkenalkan kepada warga dusun.

Pengetahuan tentang gizi juga menjadi perhatian warga yang sebagian besar belum mengetahui makanan apa saja yang bergizi dan makanan apa saja yang tidak diperbolehkan bagi balita. Tampaknya penyuluhan gizi dan perilaku hidup bersih sehat bagi warga Dusun Lasulawai perlu dilakukan lebih sering agar dapat mencegah timbulnya penyakit yang paling banyak diderita warga.

Salah satu temuan menarik dari kunjungan ke Lasulawai adalah temuan adanya persalinan yang masih dibantu dukun. Adalah hal yang wajar bagi daerah yang minim layanan kesehatan, namun sangat beresiko bagi kesehatan dan

keberhasilan persalinan. Tampaknya satu-satunya Bidan Desa yang wilayah kerjanya juga mencakup Dusun Lasulawai juga perlu menjangkau para dukun untuk dapat bekerja sama dalam menangani persalinan. Walaupun tentu saja, penambahan tenaga kesehatan dan peningkatan kualitas layanan kesehatan di daerah ini tampaknya perlu menjadi prioritas bagi pemerintah setempat.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Menjaga Kesehatan Lebih Baik

Baksos Lasulawai

onsisten dalam menyelenggarakan program pembangunan melalui program pendidikan, K kesehatan hingga masalah pemberdayaan

masyarakat miskin maka Bupati Boalemo Provinsi Gorontalo, Ir. Iwan Bokings, MM menerima penghargaan

Leadership Park Millenium Development Goals dari Menteri Koordinator dan Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono

bulan Januari lalu.

Penghargaan ini diberikan kepada 14 Kepala Daerah Bupati / Walikota di Indonesia yang dinilai berhasil

meningkatkan program pembangunan melalui komitmen terhadap peningkatan program pendidikan, kesehatan

hingga masalah pengurangan angka kemiskinan.

Melalui penghargaan ini, semua pihak kembali diingatkan bahwa MDGs perlu menjadi acuan bagi seluruh pimpinan

Pemerintah Daerah dalam menjalankan program pemerintahannya, terutama dalam hal peningkatan

pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan meningkatkan layanan bidang Pendidikan, Kesehatan,

Ekonomi.

Masyarakat Bukit Karya Hidup Jadi Contoh bagi Masyarakat Global

Desa Bukit Karya di Kabupaten Boalemo, Gorontalo mendapat apresiasi positif dari Menteri Kesehatan Endang

Rahayu Sedyaningsih dan Bank Dunia. Betapa tidak, masyarakat di desa ini telah secara konsisten menerapkan pola hidup bersih dan sehat dan ditetapkan menjadi Desa

Contoh Nasional dalah program Community Led Total Sanitation.

Desa Bukit Karya memberikan pesan penting bagaimana masalah hidup bersih dan sehat bukan hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah tetapi seluruh komponen masyarakat. Dengan tujuan mengangkat inisiatif

masyarakat untuk hidup bersih dan sehat ke taraf internasional, Bank Dunia tengah membuat film

dokumenter mengenai kehidupan bersih dan sehat masyarakat Desa Bukit Karya

Komitmen Pemerintah Kabupaten Boalemo Terhadap Penanggulangan Kemiskinan

Iwan BokingsINSPIRASI DARI KTI

KESEHATAN

Bupati Boalemo Provinsi Gorontalo Iwan Bokings saat menerima penghargaan Leadership Park Millenium Development Goals dari Menkokesra Agung Laksono

Photo : Nugie

Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, Bupati Boalemo Iwan Bokings, Anggota DPR RI, Kasma Bouty dan Anggota DPD RI, Hana Hasanah saat berpose bersama murid-murid Sekolah Dasar di depan Deklarasi Bukit Karya.

Photo : Nugie

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Penulis adalah Direktur Eksekutif Choice dan dapat dihubungi melalui email pada alamat [email protected]

Oleh Riza Malaha

Page 17: BaKTI News Edis 65

15 News Volume V - edisi 65 16News Volume V - edisi 65

esejahteraan merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan sebuah komunitas. Kesejahteraan yang Kdimaksud adalah adanya keseimbangan aspek antara

kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Ketiga hal ini saling terkait dimana jika salah satunya tidak terpenuhi, maka kesejahteraan masyarakat tidak akan tercapai.

Kesehatan adalah salah satu pilar yang menentukan kesejahteraan umat manusia. Sulitnya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya terletak pada paradigma yang selama ini melekat pada masyarakat, yaitu paradigma dimana upaya-upaya kuratif lebih diutamakan. Akibatnya, masyarakat menjadi pasif, tidak mandiri dan enggan untuk mencari tau apa yang mereka butuhkan untuk tetap menjaga diri mereka sehat.

Choice sebuah LSM yang berlokasi di Wasuponda, Luwu Timur melihat adanya masalah serius di bidang kesehatan yakni menyakni mengenai masalah sanitasi, perilaku sehat dan gizi keluarga. Upaya promosi/preventif diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dan mendalam serta merangsang perubahan paradigma masyarakat menjadi paradigma sehat, upaya kuratif tetap dibutuhkan untuk solusi cepat di masyarakat.

Dusun Lasulawai adalah sebuah dusun yang di Desa Kawata, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur. Dusun ini berjarak sekitar 16 kilometer dari Malili, Ibukota Kabupaten Luwu Timur dan didiami populasi yang berasal dari empat etnis dominan di Lasulawai, yakni etnis Padoe, Toraja, Bugis, dan Jawa. Etnis Padoe merupakan penghuni pertama wilayah Lasulawai.

Sebagian besar penduduk Dusun Lasulawai bekerja sebagai petani, dan sebagian lagi mengelola perkebunan kakao dan vanilli. Bercocok tanam padi tidak dilakukan oleh masyarakat di dusun ini. Beras dibeli oleh keluarga berada yang memiliki sawah di daerah lain, sebagian masyarakat juga bergantung kepada Beras Miskin (Raskin). Tingkat pendapatan perkapita rata-rata penduduk dusun Lasulawai setiap bulannya adalah berkisar Rp. 100.000,- sampai Rp. 1.500.000,-

Beberapa masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Dusun Lasulawai antara lain adalah minimnya akses ke sarana air bersih dan masih kurangnya penduduk yang memiliki jamban di rumah mereka dan menggunakannya. Hampir semua warga dusun mengambil air bersih dari mata air. Hanya beberapa warga saja yang menggunakan sumur sebagai sumber air bersih mereka.

Jamban dimiliik oleh hanya sepertiga dari total jumlah rumah di Dusun Lasulawai. Sebagian besar warga dusun masih membuang hajat di semak-semak, di tepi sungai, dan saluran air di sekitar rumah mereka. Namun walaupun masih banyak rumah tanpa jamban, sebagian warga dusun telah memiliki Sistem Pembuangan Air Limbah. Hanya saja masih ada juga warga dusun mengalirkan limbah rumah tangga mereka ke penampungan di sekitar rumah dan sawah.

Selain banyaknya masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Dusun Lasulawai, mereka juga minim layanan kesehatan. Satu-satunya layanan kesehatan di dusun ini adalah pos pelayanan terpadu (POSYANDU) yang melayani warga dusun sebulan sekali. Karena belum memiliki bangunan permanen, pelayanan POSYANDU dilakukan di rumah Kepala Dusun Lasulawai. Tidak ada fasilitas kesehatan lain di dusun tersebut. Puskesmas Pembantu (PUSTU) terdeka yang dilengkapi ruang periksa dan seorang bidan berada di Desa Kawata yang berjarak tujuh kilometer dari pusat dusun, atau 12 kilometer dari Rukun Tetangga (RT) terjauh.

Minimnya layanan kesehatan turut berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil termasuk saat melahirkan dibantu oleh Bidan Desa. Hanya segelintir saja warga dusun yang persalinannya ditangani oleh dokter. Selain itu, semua balita di Dusun Lasulawai tidak memiliki Kartu Menuju Sehat sehingga sulit untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk kelengkapan imunisasi dan apakah gizi mereka telah mencukupi.

Merasa prihatin dengan kondisi masyarakat di Dusun Lasulawai, Choice, sebuah organisasi pemuda dari Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Malili, Sulawesi Selatan, mengadakan rangkaian kegiatan bakti sosial yang berfokus pada pendekatan preventif dan kuratif untuk kesehatan warga Dusun Lasulawai.

Bakti sosial dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Februari silam dengan dua agenda utama: berbagi informasi tentang sanitasi, perilaku hidup bersih dan sehat, kesehatan ibu dan anak, dan gizi keluarga; dan pemeriksaan serta pengobatan gratis.

Tak kurang dari delapan puluh warga mengikuti kegiatan tersebut. Remaja putri dan para ibu tampak mendominasi peserta. Dari kegiatan ini diketahui bahwa penyakit yang paling umum diderita warga Dusun Lasulawai adalah infeksi saluan pernapasan (terutama pada Balita), penyakit kulit , dan masalah pada sistem pencernaan. Dideritanya penyakit-penyakit ini tentu berhubungan erat dengan kebersihan air minum dan perilaku masyakarat yang berkaitan dengan sanitasi.

Jarak layanan kesehatan (PUSTU) yang cukup jauh dan tidak adanya petugas kesehatan yang bertugas di Dusun Lasulawai termasuk masalah yang paling banyak dikeluhkan warga. Jauhnya layanan kesehatan ini menyulitkan mereka untuk mendapatkan penanganan langsung dari tenaga kesehatan, terutama bila terjadi kasus-kasus darurat.

Pengelolaan keuangan dalam keluarga yang sedang menantikan kehadiran buah hati juga menjadi topik yang dibahas dalam diskusi mengenai upaya-upaya preventif bagi kesehatan warga. Tingginya biaya melahirkan dan kekuatiran terjadinya komplikasi merupakan pertimbangan utama warga yang dapat diantisipasi dengan menyisihkan dana sejak kehamilan bulan pertama. Dalam diskusi juga diusulkan upaya mengumpulkan Dana Siaga untuk mengantisipasi kasus-kasus darurat yang membutuhkan dana besar, termasuk persiapan persalinan.

Hal lain yang juga disosialisasikan dalam diskusi bersama warga Dusun Lasulawai adalah pentingnya memantau pertumbuhan dan perkembangan balita. Hasil pemeriksaan kesehatan warga menunjukkan adanya balita dengan gizi kurang.

Penggunaan dan manfaat Kartu Menuju Sehat juga diperkenalkan kepada warga dusun.

Pengetahuan tentang gizi juga menjadi perhatian warga yang sebagian besar belum mengetahui makanan apa saja yang bergizi dan makanan apa saja yang tidak diperbolehkan bagi balita. Tampaknya penyuluhan gizi dan perilaku hidup bersih sehat bagi warga Dusun Lasulawai perlu dilakukan lebih sering agar dapat mencegah timbulnya penyakit yang paling banyak diderita warga.

Salah satu temuan menarik dari kunjungan ke Lasulawai adalah temuan adanya persalinan yang masih dibantu dukun. Adalah hal yang wajar bagi daerah yang minim layanan kesehatan, namun sangat beresiko bagi kesehatan dan

keberhasilan persalinan. Tampaknya satu-satunya Bidan Desa yang wilayah kerjanya juga mencakup Dusun Lasulawai juga perlu menjangkau para dukun untuk dapat bekerja sama dalam menangani persalinan. Walaupun tentu saja, penambahan tenaga kesehatan dan peningkatan kualitas layanan kesehatan di daerah ini tampaknya perlu menjadi prioritas bagi pemerintah setempat.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Menjaga Kesehatan Lebih Baik

Baksos Lasulawai

onsisten dalam menyelenggarakan program pembangunan melalui program pendidikan, K kesehatan hingga masalah pemberdayaan

masyarakat miskin maka Bupati Boalemo Provinsi Gorontalo, Ir. Iwan Bokings, MM menerima penghargaan

Leadership Park Millenium Development Goals dari Menteri Koordinator dan Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono

bulan Januari lalu.

Penghargaan ini diberikan kepada 14 Kepala Daerah Bupati / Walikota di Indonesia yang dinilai berhasil

meningkatkan program pembangunan melalui komitmen terhadap peningkatan program pendidikan, kesehatan

hingga masalah pengurangan angka kemiskinan.

Melalui penghargaan ini, semua pihak kembali diingatkan bahwa MDGs perlu menjadi acuan bagi seluruh pimpinan

Pemerintah Daerah dalam menjalankan program pemerintahannya, terutama dalam hal peningkatan

pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan meningkatkan layanan bidang Pendidikan, Kesehatan,

Ekonomi.

Masyarakat Bukit Karya Hidup Jadi Contoh bagi Masyarakat Global

Desa Bukit Karya di Kabupaten Boalemo, Gorontalo mendapat apresiasi positif dari Menteri Kesehatan Endang

Rahayu Sedyaningsih dan Bank Dunia. Betapa tidak, masyarakat di desa ini telah secara konsisten menerapkan pola hidup bersih dan sehat dan ditetapkan menjadi Desa

Contoh Nasional dalah program Community Led Total Sanitation.

Desa Bukit Karya memberikan pesan penting bagaimana masalah hidup bersih dan sehat bukan hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah tetapi seluruh komponen masyarakat. Dengan tujuan mengangkat inisiatif

masyarakat untuk hidup bersih dan sehat ke taraf internasional, Bank Dunia tengah membuat film

dokumenter mengenai kehidupan bersih dan sehat masyarakat Desa Bukit Karya

Komitmen Pemerintah Kabupaten Boalemo Terhadap Penanggulangan Kemiskinan

Iwan BokingsINSPIRASI DARI KTI

KESEHATAN

Bupati Boalemo Provinsi Gorontalo Iwan Bokings saat menerima penghargaan Leadership Park Millenium Development Goals dari Menkokesra Agung Laksono

Photo : Nugie

Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, Bupati Boalemo Iwan Bokings, Anggota DPR RI, Kasma Bouty dan Anggota DPD RI, Hana Hasanah saat berpose bersama murid-murid Sekolah Dasar di depan Deklarasi Bukit Karya.

Photo : Nugie

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Penulis adalah Direktur Eksekutif Choice dan dapat dihubungi melalui email pada alamat [email protected]

Oleh Riza Malaha

Page 18: BaKTI News Edis 65

etelah limabelas tahun diterapkannya desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan yang berskala Snasional tidak bisa secara otomatis bisa memenuhi

kepentingan dan perkembangan daerah yang memiliki skala dan dimensi permasalahan yang bervariasi. Sehubungan dengan perkembangan ini, apakah sektor pengetahuan untuk mendukung kebijakan pembangunan yang ada saat ini telah berkembang dengan baik?

Sebuah Survei Penelitian dan Pengembangan Sektor Perguruan Tinggi 2010 yang dilakukan LIPI menunjukkan, jenis penelitian yang paling banyak dilakukan di perguruan tinggi adalah penelitian terapan. Penelitian terapan ini lebih bertujuan untuk memberikan solusi praktis dalam menghadapi suatu masalah, bukan pada pengembangan ide, teori, atau gagasan baru. Adapun bidang ilmu yang paling banyak melakukan penelitian adalah kimia, pertanian, pendidikan, ekonomi, kedokteran, dan teknik. Survei ini dilakukan terhadap 50 perguruan tinggi negeri, 15 perguruan tinggi swasta di Jawa, serta 25 politeknik negeri

Persoalan penghambat penelitian Indonesia tampaknya perlu segera dituntaskan. Anggaran penelitian perguruan tinggi, termasuk Universitas Indonesia, masih jauh dari 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), seperti anggaran riset perguruan tinggi internasional. Selain itu, kualitas penelitian juga

perlu ditingkatkan. Masih sedikit hasil penelitian yang ditulis berbahasa Inggris sehingga tidak masuk dalam jurnal internasional dan tidak dilirik ilmuwan mancanegara. Selain bahasa, tidak sedikit peneliti di Indonesia terkendala dalam hal memenuhi standar kualitas penulisan ilmiah yang ditetapkan oleh beberapa jurnal yang terakreditasi.

JiKTI sebagai organisasi sektor pengetahuan di Kawasan Timur Indonesia yang memiliki sumber daya manusia peneliti mengambil peran dalam mendukung pembangunan di daerah. Dukungan JiKTI adalah mengisi kebutuhan kebijakan dan perencanaan pembangunan agar bertumpu pada hasil hasil penelitian agar kualitas proses dan capaian pembangunan, khususnya dalam mendorong optimalisasi dan percepatan otonomi daerah.

Salah satu bentuk dukungan JiKTI terhadap kebijakan pemerintah adalah melalui Kertas Kebijakan. Secara singkat Kertas Kebijakan (Policy Paper) adalah satu bukti yang didasarkan pada penelitian sebagai input bagi kebijakan dan menjembatani jurang antara komunitas peneliti dan pengambil kebijakan. Survey menunjukkan bahwa 50% pembuat kebijakan dan 65% peneliti beranggapan bahwa diseminasi temuan riset untuk pengambilan keputusan masih kurang dan 79% responden menempatkan kertas kebijakan sebagai alat komunikasi yang bermanfaat (Jones N and C Walsh, 2008).

JiKTI UPDATE PEACH UPDATE

Limabelas Tahun Otonomi Daerah:Apakah Sektor Pengetahuan Telah Berkembang dengan Baik?

Konferensi Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peluncuran Laporan Analisa Belanja Publik Provinsi Sulawesi Utara 4-5 April 2010

mewakili provinsi yang telah mengadopsi PEACH – sebuah perangkat analisis kajian keuangan publik.

Pada awal pertemuan, beberapa dari seperti Bapak William Wallace yang mewakili Bank Dunia, Wakil Gubernur Sultra yang hadir mewakili Bapak Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Provinsi Sulawesi Utara, juga perwakilan dari Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Tamu-tamu dan utusan istimewa ini memberikan sambutan mereka mendukung pelaksanaan kegiatan pertemuan di Kabupaten Tertalana.

Dalam pertemuan di Kabuten Tertalana, undangan dan tuan rumah menerima paparan ide dan berdiskusi tentang berbagai isu menyangkut pengelolaan keuangan publik seperti hasil penelitian tentang belanja publik regional, tinjauan perkembangan program PEACH di provinsi-provinsi yang sedang mengadopsi PEACH, strategi peningkatan kapasitas dan juga mengenai isu jender dalam analisis belanja publik serta sebuah pemaparan analitis mengenai PMC (Project Management Committee) dan peran tatakelola yang diembannya dengan pengalaman PEACH.

Orang-orang yang menjadi sumber pembelajaran pada kesempatan pertemuan itu adalah Anna Gueorguieva, Bastian Zaini, serta Chandra Sugarda dari Bank Dunia. Bastian Zaini dan Chandra Sugarda adalah orang-orang yang terlibat dalam PEACH. Ada pula Dr. Arti Adji, Prof. Wihana Kirana Jaya, Ph.D dari Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah Mada adalah lembaga yang akan menyediakan pelatihan peningkatan kapasitas untuk provinsi-provinsi PEACH.

Transparansi : Bukan AncamanSebagai yang terbaik dalam tata laksana, Pemerintah

Tertalana ingin membagi insipirasi bahwa tranparansi bukan ancaman. Tranparansi menjadi mekanisme evaluasi yang kemudian mendorong kinerja, dan menyenangkan. Dalam menjamu tamu-tamu kehormatan dan istimewanya, Pemerintah Tertalana dengan sengaja, memajang agenda pertemuan dan rancangan biaya pelaksanaan acara dipertemuan tersebut. Dua buah mural besar, dipajang di sisi kiri dan kanan runag pertemuan, menjadi ketertarikan lain para tamu.

Hal lain, adalah diberlakukannya ‘kartu nilai’ dalam acara ini. Sebagai tuan rumah, Pemerintah Tertalana ingin mengetahui pendapat tetamu mengenai proses pembelajaran dan diskusi yang telah berlangsung. Caranya, setiap sesi dirangking dengan ‘kartu nilai’. “Kartu nilai’ adalah lembaran A5 berwarna hijau, kuning dan merah setiap warna 1 lembar. Hijau untuk proses yang ‘prima’, kuning untuk ‘sedang-sedang saja’, dan merah untuk ‘tidak memuaskan.’ Kartu nilai ini disediakan di setiap meja. Masing-masing tamu mendapat 1 paket kartu nilai (3 warna).

Jadi sebelum memasuki bagian lain, dari para tamu diminta memberi penilaian langsung terhadap proses yang sedang berlangsung dengan cara mengacungkan ‘kartu nilai’ tadi. Harapannya para tamu terinsipirasi bahwa tranparansi bisa sangat menyenangkan.

17 News Volume V - edisi 65 18Volume V - edisi 65News

ertalana adalah sebuah Kabupaten imajiner yang dihadirkan sebagai kemasan pelaksanaan Konferensi Sub-TNasional Manajemen Keuangan Publik yang berlangsung

di Manado, tanggal 4-5 April 2011 yang lalu. Berikut catatan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut

Tersebutlah sebuah Kabupaten bernama Tertalana yang berarti terbaik dalam tata laksana (pemerintahan), ingin semakin meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan publiknya. Sudah banyak inovasi yang coba dimulai di Tertalana: mulai dari membangun kebiasaan penilaian langsung terhadap kualitas layanan publik, memajang secara terbuka anggaran untuk sebuah proyek dan rencana kerja pemerintah. Hal-hal yang tidak biasa. Tapi diperlukan untuk menjawab tantangan pembangunan pasca desentralisasi dan otonomi daerah.

Tantangan itu adalah bagaimana memenuhi kebutuhan percepatan pembangunan dengan sumber daya fiskal yang terbatas. Hal ini berarti bahwa ada kebutuhan untuk memutuskan secara bijaksana bagaimana sumber-sumber daya dialokasikan untuk mendatangkan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Untuk membuat keputusan itu, disadari bahwa langkah awal yang harus diambil adalah memperkokoh kualitas dan kapasitas pengelolaan keuangan daerah sehingga sumber daya yang ada dapat digunakan secara efektif (mangkus) dan efisien (sangkil): secara bijak.

Kapasitas pengelolaan keuangan ini akan membantu

mengenali prioritas‐prioritas pembangunan yang harus

ditangani melalui belanja pemerintah dan akan membantu dalam membuat keputusan yang bijaksana mengenai cara terbaik untuk mengalokasikan sumberdaya fiskal.

Tertalana melihat persoalan pengelolaan keuangan daerah adalah persoalan kemampuan membuat perencanaan dan prioritas anggaran, konsistensi, kualitas belanja dan output, serta momen pencairan dana belanja.

Sebab, seperti banyak kabupaten/kota lain, Tertalana meski telah menyandang terbaik dalam tata laksana dan melakukan upaya-upaya inovatif mengenai layanan publik, melihat bahwa tidak terdistribusi dengan baiknya potensi fiskal daerah, tidak berimbangnya potensi fiskal dengan kualitas layanan publik, efektifitas anggaran terhadap layanan publik yang dihasilkan maupun tidak dihasilkan, menunjukkan bahwa masih ada tantangan pada kapasitas dan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain, kualitas pengelolaan keuangan publik adalah area yang perlu ditingkatkan, sebagai respon terhadap keleluasaan fiskal di provinsi maupun kabupaten/kota.

Pemikiran di atas, selaras dengan filosofi Program PEACH yang dimiliki Bank Dunia. Itu mencuatkan ide untuk melaksanakan sebuah pertemuan mengenai keuangan publik. Menjadikan pertemuan itu sebagai tempat urun rembuk : tempat berbagi informasi, pengalaman dan praktik cerdas dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Rencana itu terlaksana pada tanggal 4-5 April 2011 yang lalu dengan mengundang para wakil dari provinsi-provinsi yang telah mengadopsi program PEACH, dan provinsi lain yang tertarik. Pertemuan di Kabupaten Tertalana dihadiri 58 tamu istimewa yang mewakili Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, NTT, NTB, Maluku, Papua. Kalimantan Timur dan Jawa Timur juga hadir dalam pertemuan itu. Para tamu itu, berkumpul karena satu kesamaan: mereka

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

JiKTI MalukuiKTI Maluku telah melakukan diskusi antara anggota dan pihak BAPPEDA dalam rangka perbaikan draft Jpolicy paper JiKTI Maluku. Tema pembangunan yang

diangkat dalam policy paper JiKTI Maluku adalah upaya penanggulangan kemiskinan di Prov. Maluku. Setelah mendapatkan masukan dari anggota, draft policy paper tersebut di konsultasikan kembali dengan fasilitator workshop yaitu team peneliti Lembaga Penyeledikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI).

JiKTI Sulawesi Selatan

““Seperti halnya perbudakan dan aparteid, kemiskinan bukanlah sesuatu yang alamiah. Kemiskinan adalah buatan manusia, dan karena itu, kemiskinan hanya dapat diatasi dan diberantas oleh tindakan manusia.”“ Like slavery and apartheid, poverty is not natural.

It is man-made, and it can be overcome and eradicated by the action of human beings

Apa itu JiKTIJaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI) adalah sebuah jaringan yang beranggotakan para peneliti dari Kawasan Timur Indonesia. Jaringan ini terbentuk pada Juli 2007 di Makassar dan bernaung di bawah Forum Kawasan Timur Indonesia. JiKTI berfungsi mendorong upaya-upaya kolaboratif di antara para peneliti di KTI untuk mengisi kebutuhan kebijakan dan perencanaan pembangunan agar bertumpu pada hasil-hasil penelitian. Upaya ini diharapkan dapat mendukung kebijakan pembangunan dan menjawab kebutuhan pembangunan, khususnya dalam mendorong optimalisasi dan percepatan otonomi daerah. Untuk informasi silakan hubungi [email protected]

Opini AndaSetelah limabelas tahun otonomi daerah, apakah sektor pengetahuan telah berkontribusi nyata untuk mempercepat pembangunan di Kawasan Timur Indonesia? Mari bergabung dengan forum diskusi online JiKTI. Masukkan opini anda ke www.batukar.info/forums/diskusi-jaringan/jaringan-peneliti-kti-jikti

Nelson Mandela (2003)

April-Mei 2011 April-Mei 2011

ulan Mei 2011 ini JiKTI sulsel akan mengadakan workshop penelitian yaitu mengenai metodologi Bpenelitian dan penulisan laporan hasil penelitian.

Workshop ini untuk meningkatkan kapasitas peneliti JiKTI Sulsel dalam merumuskan metodologi penelitian agar memberikan hasil yang valid dan bermanfaat terutama dalam memberikan input kepada kebijakan.

Luna Vidya- [email protected]

Page 19: BaKTI News Edis 65

etelah limabelas tahun diterapkannya desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan yang berskala Snasional tidak bisa secara otomatis bisa memenuhi

kepentingan dan perkembangan daerah yang memiliki skala dan dimensi permasalahan yang bervariasi. Sehubungan dengan perkembangan ini, apakah sektor pengetahuan untuk mendukung kebijakan pembangunan yang ada saat ini telah berkembang dengan baik?

Sebuah Survei Penelitian dan Pengembangan Sektor Perguruan Tinggi 2010 yang dilakukan LIPI menunjukkan, jenis penelitian yang paling banyak dilakukan di perguruan tinggi adalah penelitian terapan. Penelitian terapan ini lebih bertujuan untuk memberikan solusi praktis dalam menghadapi suatu masalah, bukan pada pengembangan ide, teori, atau gagasan baru. Adapun bidang ilmu yang paling banyak melakukan penelitian adalah kimia, pertanian, pendidikan, ekonomi, kedokteran, dan teknik. Survei ini dilakukan terhadap 50 perguruan tinggi negeri, 15 perguruan tinggi swasta di Jawa, serta 25 politeknik negeri

Persoalan penghambat penelitian Indonesia tampaknya perlu segera dituntaskan. Anggaran penelitian perguruan tinggi, termasuk Universitas Indonesia, masih jauh dari 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), seperti anggaran riset perguruan tinggi internasional. Selain itu, kualitas penelitian juga

perlu ditingkatkan. Masih sedikit hasil penelitian yang ditulis berbahasa Inggris sehingga tidak masuk dalam jurnal internasional dan tidak dilirik ilmuwan mancanegara. Selain bahasa, tidak sedikit peneliti di Indonesia terkendala dalam hal memenuhi standar kualitas penulisan ilmiah yang ditetapkan oleh beberapa jurnal yang terakreditasi.

JiKTI sebagai organisasi sektor pengetahuan di Kawasan Timur Indonesia yang memiliki sumber daya manusia peneliti mengambil peran dalam mendukung pembangunan di daerah. Dukungan JiKTI adalah mengisi kebutuhan kebijakan dan perencanaan pembangunan agar bertumpu pada hasil hasil penelitian agar kualitas proses dan capaian pembangunan, khususnya dalam mendorong optimalisasi dan percepatan otonomi daerah.

Salah satu bentuk dukungan JiKTI terhadap kebijakan pemerintah adalah melalui Kertas Kebijakan. Secara singkat Kertas Kebijakan (Policy Paper) adalah satu bukti yang didasarkan pada penelitian sebagai input bagi kebijakan dan menjembatani jurang antara komunitas peneliti dan pengambil kebijakan. Survey menunjukkan bahwa 50% pembuat kebijakan dan 65% peneliti beranggapan bahwa diseminasi temuan riset untuk pengambilan keputusan masih kurang dan 79% responden menempatkan kertas kebijakan sebagai alat komunikasi yang bermanfaat (Jones N and C Walsh, 2008).

JiKTI UPDATE PEACH UPDATE

Limabelas Tahun Otonomi Daerah:Apakah Sektor Pengetahuan Telah Berkembang dengan Baik?

Konferensi Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peluncuran Laporan Analisa Belanja Publik Provinsi Sulawesi Utara 4-5 April 2010

mewakili provinsi yang telah mengadopsi PEACH – sebuah perangkat analisis kajian keuangan publik.

Pada awal pertemuan, beberapa dari seperti Bapak William Wallace yang mewakili Bank Dunia, Wakil Gubernur Sultra yang hadir mewakili Bapak Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Provinsi Sulawesi Utara, juga perwakilan dari Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Tamu-tamu dan utusan istimewa ini memberikan sambutan mereka mendukung pelaksanaan kegiatan pertemuan di Kabupaten Tertalana.

Dalam pertemuan di Kabuten Tertalana, undangan dan tuan rumah menerima paparan ide dan berdiskusi tentang berbagai isu menyangkut pengelolaan keuangan publik seperti hasil penelitian tentang belanja publik regional, tinjauan perkembangan program PEACH di provinsi-provinsi yang sedang mengadopsi PEACH, strategi peningkatan kapasitas dan juga mengenai isu jender dalam analisis belanja publik serta sebuah pemaparan analitis mengenai PMC (Project Management Committee) dan peran tatakelola yang diembannya dengan pengalaman PEACH.

Orang-orang yang menjadi sumber pembelajaran pada kesempatan pertemuan itu adalah Anna Gueorguieva, Bastian Zaini, serta Chandra Sugarda dari Bank Dunia. Bastian Zaini dan Chandra Sugarda adalah orang-orang yang terlibat dalam PEACH. Ada pula Dr. Arti Adji, Prof. Wihana Kirana Jaya, Ph.D dari Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah Mada adalah lembaga yang akan menyediakan pelatihan peningkatan kapasitas untuk provinsi-provinsi PEACH.

Transparansi : Bukan AncamanSebagai yang terbaik dalam tata laksana, Pemerintah

Tertalana ingin membagi insipirasi bahwa tranparansi bukan ancaman. Tranparansi menjadi mekanisme evaluasi yang kemudian mendorong kinerja, dan menyenangkan. Dalam menjamu tamu-tamu kehormatan dan istimewanya, Pemerintah Tertalana dengan sengaja, memajang agenda pertemuan dan rancangan biaya pelaksanaan acara dipertemuan tersebut. Dua buah mural besar, dipajang di sisi kiri dan kanan runag pertemuan, menjadi ketertarikan lain para tamu.

Hal lain, adalah diberlakukannya ‘kartu nilai’ dalam acara ini. Sebagai tuan rumah, Pemerintah Tertalana ingin mengetahui pendapat tetamu mengenai proses pembelajaran dan diskusi yang telah berlangsung. Caranya, setiap sesi dirangking dengan ‘kartu nilai’. “Kartu nilai’ adalah lembaran A5 berwarna hijau, kuning dan merah setiap warna 1 lembar. Hijau untuk proses yang ‘prima’, kuning untuk ‘sedang-sedang saja’, dan merah untuk ‘tidak memuaskan.’ Kartu nilai ini disediakan di setiap meja. Masing-masing tamu mendapat 1 paket kartu nilai (3 warna).

Jadi sebelum memasuki bagian lain, dari para tamu diminta memberi penilaian langsung terhadap proses yang sedang berlangsung dengan cara mengacungkan ‘kartu nilai’ tadi. Harapannya para tamu terinsipirasi bahwa tranparansi bisa sangat menyenangkan.

17 News Volume V - edisi 65 18Volume V - edisi 65News

ertalana adalah sebuah Kabupaten imajiner yang dihadirkan sebagai kemasan pelaksanaan Konferensi Sub-TNasional Manajemen Keuangan Publik yang berlangsung

di Manado, tanggal 4-5 April 2011 yang lalu. Berikut catatan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut

Tersebutlah sebuah Kabupaten bernama Tertalana yang berarti terbaik dalam tata laksana (pemerintahan), ingin semakin meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan publiknya. Sudah banyak inovasi yang coba dimulai di Tertalana: mulai dari membangun kebiasaan penilaian langsung terhadap kualitas layanan publik, memajang secara terbuka anggaran untuk sebuah proyek dan rencana kerja pemerintah. Hal-hal yang tidak biasa. Tapi diperlukan untuk menjawab tantangan pembangunan pasca desentralisasi dan otonomi daerah.

Tantangan itu adalah bagaimana memenuhi kebutuhan percepatan pembangunan dengan sumber daya fiskal yang terbatas. Hal ini berarti bahwa ada kebutuhan untuk memutuskan secara bijaksana bagaimana sumber-sumber daya dialokasikan untuk mendatangkan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Untuk membuat keputusan itu, disadari bahwa langkah awal yang harus diambil adalah memperkokoh kualitas dan kapasitas pengelolaan keuangan daerah sehingga sumber daya yang ada dapat digunakan secara efektif (mangkus) dan efisien (sangkil): secara bijak.

Kapasitas pengelolaan keuangan ini akan membantu

mengenali prioritas‐prioritas pembangunan yang harus

ditangani melalui belanja pemerintah dan akan membantu dalam membuat keputusan yang bijaksana mengenai cara terbaik untuk mengalokasikan sumberdaya fiskal.

Tertalana melihat persoalan pengelolaan keuangan daerah adalah persoalan kemampuan membuat perencanaan dan prioritas anggaran, konsistensi, kualitas belanja dan output, serta momen pencairan dana belanja.

Sebab, seperti banyak kabupaten/kota lain, Tertalana meski telah menyandang terbaik dalam tata laksana dan melakukan upaya-upaya inovatif mengenai layanan publik, melihat bahwa tidak terdistribusi dengan baiknya potensi fiskal daerah, tidak berimbangnya potensi fiskal dengan kualitas layanan publik, efektifitas anggaran terhadap layanan publik yang dihasilkan maupun tidak dihasilkan, menunjukkan bahwa masih ada tantangan pada kapasitas dan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain, kualitas pengelolaan keuangan publik adalah area yang perlu ditingkatkan, sebagai respon terhadap keleluasaan fiskal di provinsi maupun kabupaten/kota.

Pemikiran di atas, selaras dengan filosofi Program PEACH yang dimiliki Bank Dunia. Itu mencuatkan ide untuk melaksanakan sebuah pertemuan mengenai keuangan publik. Menjadikan pertemuan itu sebagai tempat urun rembuk : tempat berbagi informasi, pengalaman dan praktik cerdas dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Rencana itu terlaksana pada tanggal 4-5 April 2011 yang lalu dengan mengundang para wakil dari provinsi-provinsi yang telah mengadopsi program PEACH, dan provinsi lain yang tertarik. Pertemuan di Kabupaten Tertalana dihadiri 58 tamu istimewa yang mewakili Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, NTT, NTB, Maluku, Papua. Kalimantan Timur dan Jawa Timur juga hadir dalam pertemuan itu. Para tamu itu, berkumpul karena satu kesamaan: mereka

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

JiKTI MalukuiKTI Maluku telah melakukan diskusi antara anggota dan pihak BAPPEDA dalam rangka perbaikan draft Jpolicy paper JiKTI Maluku. Tema pembangunan yang

diangkat dalam policy paper JiKTI Maluku adalah upaya penanggulangan kemiskinan di Prov. Maluku. Setelah mendapatkan masukan dari anggota, draft policy paper tersebut di konsultasikan kembali dengan fasilitator workshop yaitu team peneliti Lembaga Penyeledikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI).

JiKTI Sulawesi Selatan

““Seperti halnya perbudakan dan aparteid, kemiskinan bukanlah sesuatu yang alamiah. Kemiskinan adalah buatan manusia, dan karena itu, kemiskinan hanya dapat diatasi dan diberantas oleh tindakan manusia.”“ Like slavery and apartheid, poverty is not natural.

It is man-made, and it can be overcome and eradicated by the action of human beings

Apa itu JiKTIJaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI) adalah sebuah jaringan yang beranggotakan para peneliti dari Kawasan Timur Indonesia. Jaringan ini terbentuk pada Juli 2007 di Makassar dan bernaung di bawah Forum Kawasan Timur Indonesia. JiKTI berfungsi mendorong upaya-upaya kolaboratif di antara para peneliti di KTI untuk mengisi kebutuhan kebijakan dan perencanaan pembangunan agar bertumpu pada hasil-hasil penelitian. Upaya ini diharapkan dapat mendukung kebijakan pembangunan dan menjawab kebutuhan pembangunan, khususnya dalam mendorong optimalisasi dan percepatan otonomi daerah. Untuk informasi silakan hubungi [email protected]

Opini AndaSetelah limabelas tahun otonomi daerah, apakah sektor pengetahuan telah berkontribusi nyata untuk mempercepat pembangunan di Kawasan Timur Indonesia? Mari bergabung dengan forum diskusi online JiKTI. Masukkan opini anda ke www.batukar.info/forums/diskusi-jaringan/jaringan-peneliti-kti-jikti

Nelson Mandela (2003)

April-Mei 2011 April-Mei 2011

ulan Mei 2011 ini JiKTI sulsel akan mengadakan workshop penelitian yaitu mengenai metodologi Bpenelitian dan penulisan laporan hasil penelitian.

Workshop ini untuk meningkatkan kapasitas peneliti JiKTI Sulsel dalam merumuskan metodologi penelitian agar memberikan hasil yang valid dan bermanfaat terutama dalam memberikan input kepada kebijakan.

Luna Vidya- [email protected]

Page 20: BaKTI News Edis 65

engoptimalkan pelayanan publik bagi masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan dan pendidikan, Mmerupakan salah satu fokus dari program pembangunan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Program ini ditunjang dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur, MoU Pemprov Sulsel dan Menteri Pendidikan Nasional, alokasi anggaran APBD Sulsel dan kabupaten, rencana pembangunan Rumah Sakit Gratis serta penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Gratis. Selain menjadi program Pemerintah Provinsi, kota Makassar dan Parepare juga turut memfokuskan upaya pembangunan pada peningkatan pelayanan, misalnya pembuatan kartu identitas warga negara (KTP, KK, Akte Kelahiran) yang kini tidak lagi memungut biaya dari masyarakat.

Di sisi lain, masyarakat khususnya masyarakat miskin kurang merasakan manfaat dari program-program pemerintah tersebut. Kenyataan menunjukkan masih terbatasnya akses masyarakat pada pelayanan publik yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya informasi, lemahnya pemahaman mengenai hak-hak sebagai warga negara, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara mengakses layanan, masih ada persyaratan yang tidak dapat dipenuhi masyarakat, adanya marjinalisasi dan diskriminasi oleh pemberi layanan, pemberi layanan kurang pro-aktif dan tidak responsif dalam menjalankan tugasnya, dan adanya jalur birokrasi yang panjang, serta berbagai permasalahan lainnya.

Kondisi tersebut tentu dapat menjauhkan masyarakat dari terpenuhinya kebutuhan pelayanan dasar. Di samping itu juga dapat membuat kepentingan atau kebutuhan hukum masyarakat, baik kebutuhan nyata maupun proyeksi kebutuhan masa depan, menjadi kurang diperhatikan. Hal ini sungguh tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena pada dasarnya hukum adalah instrumen sosial yang berfungsi untuk menjaga dan membangun masyarakat.

Sehubungan dengan akses pada pelayanan publik yang berkeadilan, sebagaimana telah dipahami bersama bahwa salah satu masalah mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan supremasi hukum yang hakiki adalah kurangnya akses yang tersedia bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan hukum dan keadilan. Penilaian ini tercermin dari laporan Bank Dunia tahun 2006 yang menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 49% penduduk Indonesia atau sekitar 108 juta orang, berada dalam garis kemiskinan atau rentan menjadi miskin. Mereka ini termasuk dalam kelompok masyarakat yang beresiko tidak mendapatkan akses yang memadai terhadap pelayanan publik.

Olehnya itu LBH APIK Makassar menganggap pentingnya melakukan pemberdayaan hukum yang berbasis hak dan hukum untuk meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya masyarakat miskin untuk dapat mengakses pelayanan publik yang memadai untuk menunjang kehidupan sehingga penegakan Hak Asasi Manusia dapat terwujud.

Selain pemberdayaan hukum masyarakat, perlunya juga perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan eksternal oleh lembaga/instansi penyedia layanan publik. Hal ini didasarkan pada pengkajian mengenai Standar Pelayanan Minimum (SPM) dari lembaga penyedia layanan yang hanya mengatur tentang ketersediaan layanan dari segi prasarana maupun sarananya. Sedangkan terdapat hal lain yang lebih penting dari itu, yaitu bagaimana pelayanan publik dapat diberikan tanpa terikat pada ketentuan-ketentuan yang birokratis. Akibatnya SPM yang telah ada, tidak menjawab kebutuhan dan akses layanan publik masyarakat.

Kemudian, sasaran lainnya adalah menumbuhkan perspektif gender dan pro-poor di antara petugas-petugas pemberi layanan di garda terdepan sehingga dapat memberikan layanan sesuai hak dan kebutuhan masyarakat tanpa terikat pada peraturan-peraturan birokratis. Program yang berlangsung selama dua puluh empat bulan ini dimulai tanggal 1 Desember 2009 dan dijadwalkan berakhir pada 30 November 2011. Program ini dilaksanakan pada kota Makassar dan Parepare di Sulawesi Selatan. Di Kota Makassar, program berfokus pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Tamalate, sedangkan di Kota Parepare di kecamatan Kecamatan Bacukiki dan Kecamatan Soreang yang mencakup dari Kelurahan Watang Soreang, Bukit Harapan dan Ujung Lare'.

Pelaksanaan program diawali dengan menyosialisasikan program di tingkat Kota dengan melakukan audiensi ke Walikota Makassar dan Parepare. Audiensi dan sosialisasi program LBH APIK Makassar mendapat respon positif dari Walikota Makassar dan Pare Pare yang menyatakan siap untuk mengalokasikan anggaran dalam APBD tahun 2011 jika masih ada kegiatan-kegiatan yang dianggap perlu ditambahkan untuk melengkapi program yang sedang dilaksanakan oleh LBH APIK Makassar. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan Diskusi Kampung, dengan topik-topik berikut: sosialisasi program; keterlibatan perempuan selaku sebuah kelompok inisiatif untuk mendorong akses masyarakat kepada layanan publik di bidang pendidikan; kesehatan dan kependudukan – catatan sipil serta disebarkan pula pengisian kuisioner yang

FORUM KTI TATA PEMERINTAHAN

PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN MASYARAKAT MISKIN UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS HAK

Oleh Lusi Palulungan

Kerjasama LBH APIK Makassar dengan The Asia Foundation dan Royal Netherlands Embassy Jakarta

19 News Volume V - edisi 65 20News Volume V - edisi 65 April-Mei 2011 April-Mei 2011

berfungsi sebagai pre test. Diskusi ini bertujuan bertujuan untuk sharing pengalaman tentang masalah/kendala yang dihadapi dalam mengakses layanan, berapa banyak masyarakat yang telah didampingi dan bagaimana mengatasi masalah atau kendala yang dihadapi. Dalam pertemuan ini, peserta diminta mengisi buku pendampingan yang telah dibagikan sehingga memudahkan untuk memantau proses dan capaian pendampingan yang sedang dilakukan.

Setelah tahap Diskusi Kampung selesai, dilanjutkan dengan proses pembuatan/penguatan SPM untuk menghasilkan Standar Prosedur Operasi (SPO). Kegiatan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pemerintah menyadari terdapat kelemahan dalam SPM yang telah ada, khususnya yang mengatur tentang bentuk dan prosedur pemberian layanan kepada masyarakat, selain itu kesadaran pemerintah untuk menerima masukan dalam merumuskan kebijakan yang pro poor dan responsif gender akan membuka peluang perempuan untuk meningkatkan aksesnya terhadap kebijakan. Kegiatan ini secara akt i f mel ibatk an Dinas Pendidik an, Kesehatan dan Kependudukan-Pencatatan Sipil serta mendorong diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Dinas tentang SPO Pelayanan Publik. Dinas Pendidikan Kota Parepare telah menerbitkan SOP

Pelayanan Publik, sedangkan Dinas Kependudukan-Pencatatan Sipil dan Dinas Kesehatan saat ini masih dalam proses finalisasi.

Selain penyusunan SPO, dilakukan pula penyesuaian modul yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk memudahkan dan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam hal pelayanan publik yang meliputi penyesuaian modul pendidikan hukum kritis di Kota Makassar, penyesuaian modul pelatihan penyedia layanan publik, dan penyesuaian modul pendidikan hukum kritis di Kota Parepare.

Khusus untuk Kota Makassar, dilakukan kunjungan lapangan ke beberapa Dinas, Rumah Sakit serta Puskesmas, diantaranya: Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Makassar, RS Haji (tingkat provinsi), RS Labuang Baji (tingkat kota), Puskesmas Jongaya, Puskesmas Tamalate, Puskesmas Pattingalloang dan Puskesmas Tabaringan. Kunjungan ini bertujuan untuk menyampaikan kepada pihak penyedia layanan mengenai kendala yang dialami masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, serta adanya klarifikasi terkait dengan kendala yang disampaikan kepada masing-masing instansi terkait.

[email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

ingkungan adalah sesuatu yang tidak begitu saja dapat dipahami, apalagi oleh anak-anak. Dalam masa Lperkembangan dimana anak-anak mempelajari banyak hal,

adalah peran penting orang dewasa di sekitarnya untuk membantu mereka mengenali lingkungan di sekitarnya dengan baik sehingga mereka dapat memahaminya dengan tepat.

Banyak cara untuk memperkenalkan anak mengenai lingkungannya. Beberapa telah diterapkan di berbagai sekolah melalui Kurikulum Muatan Lokal. Dari beberapa cara yang terbukti berhasil menarik minat anak untuk mengenal lingkungan sekitar mereka dengan lebih baik, cara-cara yang memberi kesempatan anak untuk bermain dan bersentuhan langsung dengan subyek yang dipelajarinya, adalah cara-cara yang tampaknya paling disenangi anak dan berhasil menanamkan pengetahuan baru.

Memang belum semua sekolah menerapkan atau menuai sukses dalam melaksanakan pendidikan lingkungan. Beberapa sekolah di daerah perkotaan memang membutuhkan upaya tambahan untuk dapat bersentuhan langsung dengan lingkungan pegunungan atau laut, misalnya. Namun jika para guru dan siswa diperkenalkan dengan berbagai cara kreatif mempelajari lingkungan, tentunya pelajaran ini tetap seru dan menarik .

Inilah yang dilakukan oleh ALPEN SULTRApada akhir tahun 2009 dan sepanjang tahun 2010, ALPEN SULTRA melaksanakan serangkaian kegiatan dengan tujuan utama untuk memberi pemahaman mengenai pentingnya pengenalan lingkungan, tidak hanya pada usia dini namun juga hingga ke Sekolah Menengah Atas. Kegiatan yang diberi nama Green Road to School ini juga bertujuan untuk mengumpulkan dukungan dari pemerintah pada tingkat provinsi untuk terus mendorong pendidikan berbasis

lingkungan, selain memperluas jaringan antar sekolah di Sulawesi Tenggara dan negara-negara lain dengan memanfaatkan teknologi internet.

Dengan menggandeng Badan Lingkungan Hidup Kota Kendari untuk menjalankan program Green Road to School, ALPEN SULTRA mengawali program dengan melakukan studi banding ke sebuah organisasi lingkungan di Surabaya yang bernama Tunas Hijau. Terinspirasi dari beberapa program yang dilaksanakan oleh Tunas Hijau, ALPEN SULTRA kemudian memboyong dan mengadaptasi beberapa cara unik memperkenalkan lingkungan dari Surabaya ke beberapa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Kota Kendari.

FORUM KTI WILAYAH

Cara Unik Menarik Minat Anak Mengenal LingkunganOleh Himawati

Page 21: BaKTI News Edis 65

engoptimalkan pelayanan publik bagi masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan dan pendidikan, Mmerupakan salah satu fokus dari program pembangunan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Program ini ditunjang dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur, MoU Pemprov Sulsel dan Menteri Pendidikan Nasional, alokasi anggaran APBD Sulsel dan kabupaten, rencana pembangunan Rumah Sakit Gratis serta penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Gratis. Selain menjadi program Pemerintah Provinsi, kota Makassar dan Parepare juga turut memfokuskan upaya pembangunan pada peningkatan pelayanan, misalnya pembuatan kartu identitas warga negara (KTP, KK, Akte Kelahiran) yang kini tidak lagi memungut biaya dari masyarakat.

Di sisi lain, masyarakat khususnya masyarakat miskin kurang merasakan manfaat dari program-program pemerintah tersebut. Kenyataan menunjukkan masih terbatasnya akses masyarakat pada pelayanan publik yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya informasi, lemahnya pemahaman mengenai hak-hak sebagai warga negara, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara mengakses layanan, masih ada persyaratan yang tidak dapat dipenuhi masyarakat, adanya marjinalisasi dan diskriminasi oleh pemberi layanan, pemberi layanan kurang pro-aktif dan tidak responsif dalam menjalankan tugasnya, dan adanya jalur birokrasi yang panjang, serta berbagai permasalahan lainnya.

Kondisi tersebut tentu dapat menjauhkan masyarakat dari terpenuhinya kebutuhan pelayanan dasar. Di samping itu juga dapat membuat kepentingan atau kebutuhan hukum masyarakat, baik kebutuhan nyata maupun proyeksi kebutuhan masa depan, menjadi kurang diperhatikan. Hal ini sungguh tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena pada dasarnya hukum adalah instrumen sosial yang berfungsi untuk menjaga dan membangun masyarakat.

Sehubungan dengan akses pada pelayanan publik yang berkeadilan, sebagaimana telah dipahami bersama bahwa salah satu masalah mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan supremasi hukum yang hakiki adalah kurangnya akses yang tersedia bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan hukum dan keadilan. Penilaian ini tercermin dari laporan Bank Dunia tahun 2006 yang menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 49% penduduk Indonesia atau sekitar 108 juta orang, berada dalam garis kemiskinan atau rentan menjadi miskin. Mereka ini termasuk dalam kelompok masyarakat yang beresiko tidak mendapatkan akses yang memadai terhadap pelayanan publik.

Olehnya itu LBH APIK Makassar menganggap pentingnya melakukan pemberdayaan hukum yang berbasis hak dan hukum untuk meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya masyarakat miskin untuk dapat mengakses pelayanan publik yang memadai untuk menunjang kehidupan sehingga penegakan Hak Asasi Manusia dapat terwujud.

Selain pemberdayaan hukum masyarakat, perlunya juga perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan eksternal oleh lembaga/instansi penyedia layanan publik. Hal ini didasarkan pada pengkajian mengenai Standar Pelayanan Minimum (SPM) dari lembaga penyedia layanan yang hanya mengatur tentang ketersediaan layanan dari segi prasarana maupun sarananya. Sedangkan terdapat hal lain yang lebih penting dari itu, yaitu bagaimana pelayanan publik dapat diberikan tanpa terikat pada ketentuan-ketentuan yang birokratis. Akibatnya SPM yang telah ada, tidak menjawab kebutuhan dan akses layanan publik masyarakat.

Kemudian, sasaran lainnya adalah menumbuhkan perspektif gender dan pro-poor di antara petugas-petugas pemberi layanan di garda terdepan sehingga dapat memberikan layanan sesuai hak dan kebutuhan masyarakat tanpa terikat pada peraturan-peraturan birokratis. Program yang berlangsung selama dua puluh empat bulan ini dimulai tanggal 1 Desember 2009 dan dijadwalkan berakhir pada 30 November 2011. Program ini dilaksanakan pada kota Makassar dan Parepare di Sulawesi Selatan. Di Kota Makassar, program berfokus pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Tamalate, sedangkan di Kota Parepare di kecamatan Kecamatan Bacukiki dan Kecamatan Soreang yang mencakup dari Kelurahan Watang Soreang, Bukit Harapan dan Ujung Lare'.

Pelaksanaan program diawali dengan menyosialisasikan program di tingkat Kota dengan melakukan audiensi ke Walikota Makassar dan Parepare. Audiensi dan sosialisasi program LBH APIK Makassar mendapat respon positif dari Walikota Makassar dan Pare Pare yang menyatakan siap untuk mengalokasikan anggaran dalam APBD tahun 2011 jika masih ada kegiatan-kegiatan yang dianggap perlu ditambahkan untuk melengkapi program yang sedang dilaksanakan oleh LBH APIK Makassar. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan Diskusi Kampung, dengan topik-topik berikut: sosialisasi program; keterlibatan perempuan selaku sebuah kelompok inisiatif untuk mendorong akses masyarakat kepada layanan publik di bidang pendidikan; kesehatan dan kependudukan – catatan sipil serta disebarkan pula pengisian kuisioner yang

FORUM KTI TATA PEMERINTAHAN

PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN MASYARAKAT MISKIN UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK BERBASIS HAK

Oleh Lusi Palulungan

Kerjasama LBH APIK Makassar dengan The Asia Foundation dan Royal Netherlands Embassy Jakarta

19 News Volume V - edisi 65 20News Volume V - edisi 65 April-Mei 2011 April-Mei 2011

berfungsi sebagai pre test. Diskusi ini bertujuan bertujuan untuk sharing pengalaman tentang masalah/kendala yang dihadapi dalam mengakses layanan, berapa banyak masyarakat yang telah didampingi dan bagaimana mengatasi masalah atau kendala yang dihadapi. Dalam pertemuan ini, peserta diminta mengisi buku pendampingan yang telah dibagikan sehingga memudahkan untuk memantau proses dan capaian pendampingan yang sedang dilakukan.

Setelah tahap Diskusi Kampung selesai, dilanjutkan dengan proses pembuatan/penguatan SPM untuk menghasilkan Standar Prosedur Operasi (SPO). Kegiatan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pemerintah menyadari terdapat kelemahan dalam SPM yang telah ada, khususnya yang mengatur tentang bentuk dan prosedur pemberian layanan kepada masyarakat, selain itu kesadaran pemerintah untuk menerima masukan dalam merumuskan kebijakan yang pro poor dan responsif gender akan membuka peluang perempuan untuk meningkatkan aksesnya terhadap kebijakan. Kegiatan ini secara akt i f mel ibatk an Dinas Pendidik an, Kesehatan dan Kependudukan-Pencatatan Sipil serta mendorong diterbitkannya Surat Keputusan Kepala Dinas tentang SPO Pelayanan Publik. Dinas Pendidikan Kota Parepare telah menerbitkan SOP

Pelayanan Publik, sedangkan Dinas Kependudukan-Pencatatan Sipil dan Dinas Kesehatan saat ini masih dalam proses finalisasi.

Selain penyusunan SPO, dilakukan pula penyesuaian modul yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk memudahkan dan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam hal pelayanan publik yang meliputi penyesuaian modul pendidikan hukum kritis di Kota Makassar, penyesuaian modul pelatihan penyedia layanan publik, dan penyesuaian modul pendidikan hukum kritis di Kota Parepare.

Khusus untuk Kota Makassar, dilakukan kunjungan lapangan ke beberapa Dinas, Rumah Sakit serta Puskesmas, diantaranya: Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Makassar, RS Haji (tingkat provinsi), RS Labuang Baji (tingkat kota), Puskesmas Jongaya, Puskesmas Tamalate, Puskesmas Pattingalloang dan Puskesmas Tabaringan. Kunjungan ini bertujuan untuk menyampaikan kepada pihak penyedia layanan mengenai kendala yang dialami masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, serta adanya klarifikasi terkait dengan kendala yang disampaikan kepada masing-masing instansi terkait.

[email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

ingkungan adalah sesuatu yang tidak begitu saja dapat dipahami, apalagi oleh anak-anak. Dalam masa Lperkembangan dimana anak-anak mempelajari banyak hal,

adalah peran penting orang dewasa di sekitarnya untuk membantu mereka mengenali lingkungan di sekitarnya dengan baik sehingga mereka dapat memahaminya dengan tepat.

Banyak cara untuk memperkenalkan anak mengenai lingkungannya. Beberapa telah diterapkan di berbagai sekolah melalui Kurikulum Muatan Lokal. Dari beberapa cara yang terbukti berhasil menarik minat anak untuk mengenal lingkungan sekitar mereka dengan lebih baik, cara-cara yang memberi kesempatan anak untuk bermain dan bersentuhan langsung dengan subyek yang dipelajarinya, adalah cara-cara yang tampaknya paling disenangi anak dan berhasil menanamkan pengetahuan baru.

Memang belum semua sekolah menerapkan atau menuai sukses dalam melaksanakan pendidikan lingkungan. Beberapa sekolah di daerah perkotaan memang membutuhkan upaya tambahan untuk dapat bersentuhan langsung dengan lingkungan pegunungan atau laut, misalnya. Namun jika para guru dan siswa diperkenalkan dengan berbagai cara kreatif mempelajari lingkungan, tentunya pelajaran ini tetap seru dan menarik .

Inilah yang dilakukan oleh ALPEN SULTRApada akhir tahun 2009 dan sepanjang tahun 2010, ALPEN SULTRA melaksanakan serangkaian kegiatan dengan tujuan utama untuk memberi pemahaman mengenai pentingnya pengenalan lingkungan, tidak hanya pada usia dini namun juga hingga ke Sekolah Menengah Atas. Kegiatan yang diberi nama Green Road to School ini juga bertujuan untuk mengumpulkan dukungan dari pemerintah pada tingkat provinsi untuk terus mendorong pendidikan berbasis

lingkungan, selain memperluas jaringan antar sekolah di Sulawesi Tenggara dan negara-negara lain dengan memanfaatkan teknologi internet.

Dengan menggandeng Badan Lingkungan Hidup Kota Kendari untuk menjalankan program Green Road to School, ALPEN SULTRA mengawali program dengan melakukan studi banding ke sebuah organisasi lingkungan di Surabaya yang bernama Tunas Hijau. Terinspirasi dari beberapa program yang dilaksanakan oleh Tunas Hijau, ALPEN SULTRA kemudian memboyong dan mengadaptasi beberapa cara unik memperkenalkan lingkungan dari Surabaya ke beberapa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Kota Kendari.

FORUM KTI WILAYAH

Cara Unik Menarik Minat Anak Mengenal LingkunganOleh Himawati

Page 22: BaKTI News Edis 65

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Manajer Program WALHI NTT dan Staf Pusat Riset Pengelolaan dan Pengembangan Lingkungan Jiro-Jaro Maumere – Flores dapat dihubungi melalui email :[email protected]

Risau Perubahan Iklim, Masyarakat Aktif

Cari Informasi

FORUM KTI WILAYAH

Oleh Herry Naif

21 News Volume V - edisi 65 22News Volume V - edisi 65 April-Mei 2011 April-Mei 2011

abupaten Flores Timur merupakan sebuah kabupaten kepulauan di Nusa Tenggara Timur. Daerah ini pun Kmemiliki dua gunung api yang masih aktif, Lewotobi dan

Ile Boleng. Tak heran daerah ini, diidentifikasi sebagai kawasan rentan bencana gunung api.

Tidak jauh berbeda dengan masyarakat di daerah kepulauan lain di Nusa Tenggara Timur, masyarakat Flores Timur juga sering kali mengalami kekurangan air bersih. Terutama belakangan ini,

saat bumi semakin panas dan datang-perginya hujan semakin tak menentu. Secara geologis dan geografis, sebagian besar daerah di Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai potensi ancaman bencana cukup tinggi.

Di tengah potensi ancaman tersebut, kondisi geografis Indonesia juga membawa berkah berupa keanekaragaman hayati yang paling kaya di dunia. Dari kekayaan keanekaragaman hayati itu terpateri sebuah harapan masyarakat agar terlaksana sebuah pengelolaan yang memakmurkan dan berkeadilan.

Merasa prihatin atas apa yang dialami masyarakat di Flores Timur, Yayasan Tana Ile Boleng (YTIB) Adonara, berupaya mendorong dan meningkatkan kemampuan anak-anak Flores Timur dalam menghadapi berbagai ancaman bencana lingkungan.

Sejak dini, anak-anak sekolah mulai diperkenalkan dengan pelestarian lingkungan dan perlindungan ekologi melalui kurikulum muatan lokal. YTIB bekerjsama dengan penerbit Ledalero juga menerbitkan sebuah buku berjudul Nitun Waimatan, Mitologi Lamaholot tentang Saudari Air. Buku yang ditujukan bagi anak-anak usia sekolah ini bercerita tentang kearifan lokal masyarakat Flores Timur dalam melindungi alam, terutama sumber-sumber air.

Selain menanamkan kepedulian terhadap perlindungan sumber mata air kepada anak-anak sekolah, YTIB juga menawarkan Sistem Pendidikan Berbasis Ekologi kepada Pemerintah Kabupaten Flores Timur. Pendidikan berbasis ekologi diharapkan dapat mendorong semangat belajar anak untuk mengetahui pentingnya perlindungan sumberdaya alam bagi kehidupan mereka, saat ini dan di masa depan.

Pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan dan ekosistem, tidak hanya dapat diperoleh melalui pendidikan resmi di sekolah. Bagi warga dewasa, berbagai pertemuan formal dan non-formal menjadi wadah untuk mendapatkan informasi mengenai hal terebut.

Di Kabupaten Sikka yang berbatasan dengan wilayah barat Flores Timur, sebuah seminar diadakan pada tanggal 1 Maret untuk membicarakan konsep pengelolaan hutan lindung yang berbasis masyarakat. Seminar yang diselenggarakan oleh IKIP Malang ini bertempat Kantor Desa Wolomotnog, Kecamatan Doreng.

Seminar tersebut diadakan dalam rangka memberi pemahaman mengenai pengelolaan 16 ribu hektar hutan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan yang akan dikelola oleh masyarakat. Kawasan hutan yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat itu antara lain kawasan hutan lindung Egon – Ilinmedo dan hutan lindung Wukoh Lewoloroh yang tersebar di enam kecamatan Kabupaten Sikka.

”Oleh karena Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan telah menetapkan Surat Keputusan mengenai pengelolaan hutan ini, kita perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai bagaimana pengelolaannya ke depan”, jelas Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan Dina Kehutanan Kabupaten Sikka, Fabianus Bura, S.Hut. Sebanyak 150 peserta yang adalah para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan aparat desa menghadiri seminar pengelolaan hutan ini. Para

peserta tampak puas dengan penjelasan Dinas Kehutanan setempat mengenai SK Menteri Kehutanan Nomor: SK/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan.

Seminar dilanjutkan dengan diskusi bersama Direktur Walhi NTT, Carolus Winfridus Keupung, dan Kabid Rehabilitasi Lahan Dishut Kab Sikka, Fabianus Bura,S.Hut. Dalam diskusi ini, Kepala Desa Wolomotong, Grasimus Geor, menyatakan bahwa peningkatan pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan hidup merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua permasalahan tersebut juga sedang merisaukan rakyat di Wolomotong.

Dalam diskusi ini, Winfridus menegaskan bahwa pengelolaan hutan memerlukan jaminan ekonomi dan ekologi. Jaminan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dan jaminan ekologi adalah terus tersedianya sumberdaya alam di masa depan.

Selama ini pemerintah lebih menekankan pada aspek Peningkatan Asli Daerah (PAD) dengan mengabaikan peningkatan pendapatan masyarakat. Karena itu, perlu ada konsep pengelolaan yang sungguh cerdas dalam mengimplementasikan berbagai program.

Sebagian besar masyarakat merasa bangga karena akhirnya diberi kesempatan untuk mengakses sumberdaya hutan dan mengelolanya. Namun sejak ditetapkan sebagai Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutan RI Zulkifli Hasan pada 5 Juni 2010, masyarakat juga menyadari bahwa mereka perlu mempersiapkan kelembagaan kelompok dan meningkatkan kapasitas mereka.

Terkait pengelolaan hutan oleh masyarakat, transparansi dalam pengelolaan dan pelibatan masyarakat dalam proses penyelesaian beberapa masalah tetap menjadi harapan bersama. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada pemahaman yang keliru agar tidak sembarangan menebang pohon dalam kawasan itu.

Practical WorkshopPractical Workshop adalah sebuah acara yang bertujuan untuk pendidikan lingkungan yang lebih fokus pada kegiatan praktek lapangan pada masing-masing sekolah dengan kegiatan berupa pembuatan kompos, pembuatan biopori halaman sekolah dan pemilahan sampah serta membuat peta hijau impian untuk lingkungan sekolah.

Field TripKegiatan Field Trip dilaksanakan pada hari minggu, tanggal 28 November 2010 yang diikuti setiap perwakilan dari SMA 1, 4, dan 5 Kendari serta SMP 1 dan 5 Kendari dengan peserta masing-masing sekolah lima orang siswa.

Kegiatan ini dimulai dari peninjauan lokasi budidaya hutan mangrove oleh BLH Kota Kendari, selanjutnya ke tempat pengolahan sampah dalam skala industri rumahan di Kelurahan Lahundape dan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Puwatu, kegiatan ini berakhir dihutan Nanga-nanga dengan m e m p e r k e n a l k a n k e p a d a s i s w a b e l a j a r m e n g e n a l keanekaragaman fauna dan flora endemik Sultra serta fungsi hutan dengan pemateri dari BLH kendari.

Video ConferenceKegiatan ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 4 Desember 2010 di Kantor ALPEN_SULTRA, Jln Malik III No. 127 Kendari antara siswa SMA, SMP di Kota kendari dengan siswa yang ada di Australia mereka saling berbagi ide dan pengalaman tentang lingkungan.

Berbagai kegiatan kreatif yang diselenggarakan ALPEN SULTRA ini memang menyasar para remaja, khususnya para siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Kota Kendari. Sekolah-sekolah yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut adalah SMP Negeri 1 Kendari, SMP Negeri 5 Kendari, SMU Negeri 1 Kendari, SMU Negeri 4 Kendari dan SMU Negeri 5 Kendari.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah bekerja pada ALPEN SULTRA dan dapat dihubungi melalui email pada alamat email [email protected]

Page 23: BaKTI News Edis 65

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Manajer Program WALHI NTT dan Staf Pusat Riset Pengelolaan dan Pengembangan Lingkungan Jiro-Jaro Maumere – Flores dapat dihubungi melalui email :[email protected]

Risau Perubahan Iklim, Masyarakat Aktif

Cari Informasi

FORUM KTI WILAYAH

Oleh Herry Naif

21 News Volume V - edisi 65 22News Volume V - edisi 65 April-Mei 2011 April-Mei 2011

abupaten Flores Timur merupakan sebuah kabupaten kepulauan di Nusa Tenggara Timur. Daerah ini pun Kmemiliki dua gunung api yang masih aktif, Lewotobi dan

Ile Boleng. Tak heran daerah ini, diidentifikasi sebagai kawasan rentan bencana gunung api.

Tidak jauh berbeda dengan masyarakat di daerah kepulauan lain di Nusa Tenggara Timur, masyarakat Flores Timur juga sering kali mengalami kekurangan air bersih. Terutama belakangan ini,

saat bumi semakin panas dan datang-perginya hujan semakin tak menentu. Secara geologis dan geografis, sebagian besar daerah di Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai potensi ancaman bencana cukup tinggi.

Di tengah potensi ancaman tersebut, kondisi geografis Indonesia juga membawa berkah berupa keanekaragaman hayati yang paling kaya di dunia. Dari kekayaan keanekaragaman hayati itu terpateri sebuah harapan masyarakat agar terlaksana sebuah pengelolaan yang memakmurkan dan berkeadilan.

Merasa prihatin atas apa yang dialami masyarakat di Flores Timur, Yayasan Tana Ile Boleng (YTIB) Adonara, berupaya mendorong dan meningkatkan kemampuan anak-anak Flores Timur dalam menghadapi berbagai ancaman bencana lingkungan.

Sejak dini, anak-anak sekolah mulai diperkenalkan dengan pelestarian lingkungan dan perlindungan ekologi melalui kurikulum muatan lokal. YTIB bekerjsama dengan penerbit Ledalero juga menerbitkan sebuah buku berjudul Nitun Waimatan, Mitologi Lamaholot tentang Saudari Air. Buku yang ditujukan bagi anak-anak usia sekolah ini bercerita tentang kearifan lokal masyarakat Flores Timur dalam melindungi alam, terutama sumber-sumber air.

Selain menanamkan kepedulian terhadap perlindungan sumber mata air kepada anak-anak sekolah, YTIB juga menawarkan Sistem Pendidikan Berbasis Ekologi kepada Pemerintah Kabupaten Flores Timur. Pendidikan berbasis ekologi diharapkan dapat mendorong semangat belajar anak untuk mengetahui pentingnya perlindungan sumberdaya alam bagi kehidupan mereka, saat ini dan di masa depan.

Pemahaman yang lebih baik mengenai lingkungan dan ekosistem, tidak hanya dapat diperoleh melalui pendidikan resmi di sekolah. Bagi warga dewasa, berbagai pertemuan formal dan non-formal menjadi wadah untuk mendapatkan informasi mengenai hal terebut.

Di Kabupaten Sikka yang berbatasan dengan wilayah barat Flores Timur, sebuah seminar diadakan pada tanggal 1 Maret untuk membicarakan konsep pengelolaan hutan lindung yang berbasis masyarakat. Seminar yang diselenggarakan oleh IKIP Malang ini bertempat Kantor Desa Wolomotnog, Kecamatan Doreng.

Seminar tersebut diadakan dalam rangka memberi pemahaman mengenai pengelolaan 16 ribu hektar hutan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan yang akan dikelola oleh masyarakat. Kawasan hutan yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat itu antara lain kawasan hutan lindung Egon – Ilinmedo dan hutan lindung Wukoh Lewoloroh yang tersebar di enam kecamatan Kabupaten Sikka.

”Oleh karena Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan telah menetapkan Surat Keputusan mengenai pengelolaan hutan ini, kita perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai bagaimana pengelolaannya ke depan”, jelas Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan Dina Kehutanan Kabupaten Sikka, Fabianus Bura, S.Hut. Sebanyak 150 peserta yang adalah para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan aparat desa menghadiri seminar pengelolaan hutan ini. Para

peserta tampak puas dengan penjelasan Dinas Kehutanan setempat mengenai SK Menteri Kehutanan Nomor: SK/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan.

Seminar dilanjutkan dengan diskusi bersama Direktur Walhi NTT, Carolus Winfridus Keupung, dan Kabid Rehabilitasi Lahan Dishut Kab Sikka, Fabianus Bura,S.Hut. Dalam diskusi ini, Kepala Desa Wolomotong, Grasimus Geor, menyatakan bahwa peningkatan pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan hidup merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua permasalahan tersebut juga sedang merisaukan rakyat di Wolomotong.

Dalam diskusi ini, Winfridus menegaskan bahwa pengelolaan hutan memerlukan jaminan ekonomi dan ekologi. Jaminan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dan jaminan ekologi adalah terus tersedianya sumberdaya alam di masa depan.

Selama ini pemerintah lebih menekankan pada aspek Peningkatan Asli Daerah (PAD) dengan mengabaikan peningkatan pendapatan masyarakat. Karena itu, perlu ada konsep pengelolaan yang sungguh cerdas dalam mengimplementasikan berbagai program.

Sebagian besar masyarakat merasa bangga karena akhirnya diberi kesempatan untuk mengakses sumberdaya hutan dan mengelolanya. Namun sejak ditetapkan sebagai Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutan RI Zulkifli Hasan pada 5 Juni 2010, masyarakat juga menyadari bahwa mereka perlu mempersiapkan kelembagaan kelompok dan meningkatkan kapasitas mereka.

Terkait pengelolaan hutan oleh masyarakat, transparansi dalam pengelolaan dan pelibatan masyarakat dalam proses penyelesaian beberapa masalah tetap menjadi harapan bersama. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada pemahaman yang keliru agar tidak sembarangan menebang pohon dalam kawasan itu.

Practical WorkshopPractical Workshop adalah sebuah acara yang bertujuan untuk pendidikan lingkungan yang lebih fokus pada kegiatan praktek lapangan pada masing-masing sekolah dengan kegiatan berupa pembuatan kompos, pembuatan biopori halaman sekolah dan pemilahan sampah serta membuat peta hijau impian untuk lingkungan sekolah.

Field TripKegiatan Field Trip dilaksanakan pada hari minggu, tanggal 28 November 2010 yang diikuti setiap perwakilan dari SMA 1, 4, dan 5 Kendari serta SMP 1 dan 5 Kendari dengan peserta masing-masing sekolah lima orang siswa.

Kegiatan ini dimulai dari peninjauan lokasi budidaya hutan mangrove oleh BLH Kota Kendari, selanjutnya ke tempat pengolahan sampah dalam skala industri rumahan di Kelurahan Lahundape dan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Puwatu, kegiatan ini berakhir dihutan Nanga-nanga dengan m e m p e r k e n a l k a n k e p a d a s i s w a b e l a j a r m e n g e n a l keanekaragaman fauna dan flora endemik Sultra serta fungsi hutan dengan pemateri dari BLH kendari.

Video ConferenceKegiatan ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 4 Desember 2010 di Kantor ALPEN_SULTRA, Jln Malik III No. 127 Kendari antara siswa SMA, SMP di Kota kendari dengan siswa yang ada di Australia mereka saling berbagi ide dan pengalaman tentang lingkungan.

Berbagai kegiatan kreatif yang diselenggarakan ALPEN SULTRA ini memang menyasar para remaja, khususnya para siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Kota Kendari. Sekolah-sekolah yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut adalah SMP Negeri 1 Kendari, SMP Negeri 5 Kendari, SMU Negeri 1 Kendari, SMU Negeri 4 Kendari dan SMU Negeri 5 Kendari.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah bekerja pada ALPEN SULTRA dan dapat dihubungi melalui email pada alamat email [email protected]

Page 24: BaKTI News Edis 65

23 News Volume V - edisi 65 24News Volume V - edisi 65

agi masyarakat Maluku, sagu merupakan bahan makanan yang lekat dalam kehidupan sehari-hari dan kebudayaan Bmereka. Betapa tidak, hampir seluruh wilayah pesisir di

provinsi kepulauan Maluku ditumbuhi oleh tanaman bernama latin Metroxylon sp ini.

Dalam kurun waktu duapuluh lima tahun terakhir, perhatian terhadap sagu meningkat sangat pesat, karena sagu memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya (Stanton, 1986). Syukurlah, perhatian besar ini juga didukung dengan produktivitas tanaman sagu yang terbilang tinggi. Pada keadaan lingkungan yang baik, mampu berproduksi 15-25 ton per hektar tepung sagu kering, Kemampuan produksi ini adalah terbaik bila dibandingkan dengan jenis tanaman penghasil pangan lainnya.

Selain efisien dalam memproduksi karbohidrat, keunggulan lain dari tanaman sagu adalah secara ekonomi dan budaya melekat baik dengan masyarakat Maluku; mampu berproduksi baik pada lahan gambut dangkal maupun tanah mineral basah tanpa input produksi yang berbasis kimiawi; dan dapat tumbuh dengan baik bersama tanaman perkebunan lainnya, sehingga memiliki potensi yang baik pula untuk pengembangan agroforestry.

Pengembangan sagu sebagai komoditi pertanian dan sumber pangan masyarakat Maluku adalah sangat tepat untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi di masa mendatang. Teristimewa karena hutan sagu terhampar sangat luas di Maluku.

Selain merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan, penanganan pasca panen dari sagu ini juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Jika selama ini sagu diketahui hanya sebagai bahan makanan pokok masyarakat Maluku, kini semakin banyak orang tahu bahwa sagu juga dapat diolah menjadi berbagai penganan seperti bagea, buburne, kue cerutu, sagu tumbu, sagu gula, bangket, sinoli, dan sebagainya.

Sekelompok ibu di Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku, melakukan usaha produktif dengan memanfaatkan sagu sebagai bahan utama pembuatan Bagea dan Serut, dua penganan tradisional yang memiliki cita rasa yang khas dan juga terkenal nikmat.

Usaha pengolahan sagu menjadi kue-kue yang nikmat seperti yang dikerjakan kelompok ibu-ibu di Desa Mamala, memang masih tergolong sangat sederhana dan belum banyak memanfaatkan bantuan teknologi. Prosesnya diawali dengan membuat tepung sagu.

FORUM KTI JARINGAN PENELITI KTI

Pengolahan Sagu yang Semakin Menjanjikan

Oleh Natelda R. Timisela dan Febby J. Polnaya

Awalnya batang sagu dipotong-potong hingga mencapai ukuran yang memungkinkan untuk diparut. Hal ini dimaksudkan untuk merusak jaringan dan sel-sel bagian dalam dari batang tanaman sagu agar pati (bahan penyusun utama tepung) mudah keluar. Proses ini dilanjutkan dengan proses memisahkan pati dengan ampas.

Ada tiga cara pembuatan pati sagu, yakni menggunakan cara tradisional, pabrik, dan semi mekanik. Dari ketiga cara tersebut diatas, cara tradisional adalah yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Maluku. Namun dengan adanya perkembangan teknologi untuk mendapatkan pati, semakin banyak orang yang kemudian memadukan cara-cara tradisional dengan cara modern. Setelah pati sagu dihasilkan, selanjutnya pati diayak dan dikeringkan. Hasilnya adalah tepung, bahan dasar untuk membuat berbagai penganan tradisional.

Cara ekstraksi sagu dan pemrosesan untuk pembuatan pati sagu kering dapat digambarkan sebagai berikut. Usaha rumah tangga pangan sagu di Desa Mamala sudah berkembang dengan baik, hal ini terbukti dari hampir sebagian besar ibu-ibu rumah tangga di Desa Mamala mengerjakan pengolahan sagu untuk menambah pendapatan bagi keluarga.

Namun teknik dan cara pengolahan berbagai jenis panganan masih bersifat tradisional, kualitas hasilnya belum terlalu baik. Selain pekerjaan sebagai pengrajin sagu, dimana semua kegiatan dilakukan dalam rumah, tidak menjadi kendala bagi mereka untuk melakukan tugas utama sebagai ibu rumah tangga yang fungsinya untuk mengurus anak dan suami. Semua kegiatan ini mereka lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian efektifitas ibu rumah tangga sekaligus sebagai pengrajin sagu dapat dikerjakan secara bersamaan dengan tujuan yaitu untuk menambah dan meningkatkan pendapatan keluarga.

Kegiatan pengolahan sagu menjadi produk-produk olahan sagu yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Desa Mamala bukanlah satu-satunya di Maluku. Terdapat banyak usaha pengolahan sagu yang dilakukan baik dalam usaha kecil. Namun tujuan utama dari kesemuanya adalah sama, yakni untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga agar dapat mempertahankan kualitas hidup keluarga.

Usaha produktif kaum wanita di Maluku ini menjadi contoh betapa peran mereka dalam perekonomian keluarga tetap dapat dilakukan sejalan dengan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai ibu rumah tangga, pendamping suami, dan pengasuh anak-anak mereka.

Kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat serta peranannya dalam pembangunan perlu dipertahankan, bahkan perlu ditingkatkan sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan. Oleh karena itu, wanita perlu mengembangkan potensinya dalam pembangunan agar tidak hanya menjadi obyek pembangunan tetapi juga harus menjadi subyek pembangunan.

Batang sagu

Pembelahan batang

Penokokan

Pemerasan

Penyaringan

Pengendapan pati

Pembukusan

Sagu tumang

Cara semi mekanik

Batang sagu

Pembelahan batang

Pemarutan empulur

Ekstraksi pati

Pengendapan pati

Penjemuran

Pengemasan

Pati kering

Cara tradisional

Air

Sisa air

Bagan Alir Pembuatan Pati Sagu

April-Mei 2011 April-Mei 2011

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dan anggota Jaringan Peneliti KTI Wilayah Maluku dan dapat dihubungi melalui email [email protected]

Sekelompok ibu di Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku, mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan mutu kue tradisional produksi mereka yang berbahan dasar Sagu.

Keras namun enak rasanya, Bagea, kue tradisional dari sagu sedang dibuat oleh dua perempuan didesa Mamala.

Page 25: BaKTI News Edis 65

23 News Volume V - edisi 65 24News Volume V - edisi 65

agi masyarakat Maluku, sagu merupakan bahan makanan yang lekat dalam kehidupan sehari-hari dan kebudayaan Bmereka. Betapa tidak, hampir seluruh wilayah pesisir di

provinsi kepulauan Maluku ditumbuhi oleh tanaman bernama latin Metroxylon sp ini.

Dalam kurun waktu duapuluh lima tahun terakhir, perhatian terhadap sagu meningkat sangat pesat, karena sagu memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya (Stanton, 1986). Syukurlah, perhatian besar ini juga didukung dengan produktivitas tanaman sagu yang terbilang tinggi. Pada keadaan lingkungan yang baik, mampu berproduksi 15-25 ton per hektar tepung sagu kering, Kemampuan produksi ini adalah terbaik bila dibandingkan dengan jenis tanaman penghasil pangan lainnya.

Selain efisien dalam memproduksi karbohidrat, keunggulan lain dari tanaman sagu adalah secara ekonomi dan budaya melekat baik dengan masyarakat Maluku; mampu berproduksi baik pada lahan gambut dangkal maupun tanah mineral basah tanpa input produksi yang berbasis kimiawi; dan dapat tumbuh dengan baik bersama tanaman perkebunan lainnya, sehingga memiliki potensi yang baik pula untuk pengembangan agroforestry.

Pengembangan sagu sebagai komoditi pertanian dan sumber pangan masyarakat Maluku adalah sangat tepat untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi di masa mendatang. Teristimewa karena hutan sagu terhampar sangat luas di Maluku.

Selain merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan, penanganan pasca panen dari sagu ini juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Jika selama ini sagu diketahui hanya sebagai bahan makanan pokok masyarakat Maluku, kini semakin banyak orang tahu bahwa sagu juga dapat diolah menjadi berbagai penganan seperti bagea, buburne, kue cerutu, sagu tumbu, sagu gula, bangket, sinoli, dan sebagainya.

Sekelompok ibu di Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku, melakukan usaha produktif dengan memanfaatkan sagu sebagai bahan utama pembuatan Bagea dan Serut, dua penganan tradisional yang memiliki cita rasa yang khas dan juga terkenal nikmat.

Usaha pengolahan sagu menjadi kue-kue yang nikmat seperti yang dikerjakan kelompok ibu-ibu di Desa Mamala, memang masih tergolong sangat sederhana dan belum banyak memanfaatkan bantuan teknologi. Prosesnya diawali dengan membuat tepung sagu.

FORUM KTI JARINGAN PENELITI KTI

Pengolahan Sagu yang Semakin Menjanjikan

Oleh Natelda R. Timisela dan Febby J. Polnaya

Awalnya batang sagu dipotong-potong hingga mencapai ukuran yang memungkinkan untuk diparut. Hal ini dimaksudkan untuk merusak jaringan dan sel-sel bagian dalam dari batang tanaman sagu agar pati (bahan penyusun utama tepung) mudah keluar. Proses ini dilanjutkan dengan proses memisahkan pati dengan ampas.

Ada tiga cara pembuatan pati sagu, yakni menggunakan cara tradisional, pabrik, dan semi mekanik. Dari ketiga cara tersebut diatas, cara tradisional adalah yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Maluku. Namun dengan adanya perkembangan teknologi untuk mendapatkan pati, semakin banyak orang yang kemudian memadukan cara-cara tradisional dengan cara modern. Setelah pati sagu dihasilkan, selanjutnya pati diayak dan dikeringkan. Hasilnya adalah tepung, bahan dasar untuk membuat berbagai penganan tradisional.

Cara ekstraksi sagu dan pemrosesan untuk pembuatan pati sagu kering dapat digambarkan sebagai berikut. Usaha rumah tangga pangan sagu di Desa Mamala sudah berkembang dengan baik, hal ini terbukti dari hampir sebagian besar ibu-ibu rumah tangga di Desa Mamala mengerjakan pengolahan sagu untuk menambah pendapatan bagi keluarga.

Namun teknik dan cara pengolahan berbagai jenis panganan masih bersifat tradisional, kualitas hasilnya belum terlalu baik. Selain pekerjaan sebagai pengrajin sagu, dimana semua kegiatan dilakukan dalam rumah, tidak menjadi kendala bagi mereka untuk melakukan tugas utama sebagai ibu rumah tangga yang fungsinya untuk mengurus anak dan suami. Semua kegiatan ini mereka lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian efektifitas ibu rumah tangga sekaligus sebagai pengrajin sagu dapat dikerjakan secara bersamaan dengan tujuan yaitu untuk menambah dan meningkatkan pendapatan keluarga.

Kegiatan pengolahan sagu menjadi produk-produk olahan sagu yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Desa Mamala bukanlah satu-satunya di Maluku. Terdapat banyak usaha pengolahan sagu yang dilakukan baik dalam usaha kecil. Namun tujuan utama dari kesemuanya adalah sama, yakni untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga agar dapat mempertahankan kualitas hidup keluarga.

Usaha produktif kaum wanita di Maluku ini menjadi contoh betapa peran mereka dalam perekonomian keluarga tetap dapat dilakukan sejalan dengan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai ibu rumah tangga, pendamping suami, dan pengasuh anak-anak mereka.

Kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat serta peranannya dalam pembangunan perlu dipertahankan, bahkan perlu ditingkatkan sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan. Oleh karena itu, wanita perlu mengembangkan potensinya dalam pembangunan agar tidak hanya menjadi obyek pembangunan tetapi juga harus menjadi subyek pembangunan.

Batang sagu

Pembelahan batang

Penokokan

Pemerasan

Penyaringan

Pengendapan pati

Pembukusan

Sagu tumang

Cara semi mekanik

Batang sagu

Pembelahan batang

Pemarutan empulur

Ekstraksi pati

Pengendapan pati

Penjemuran

Pengemasan

Pati kering

Cara tradisional

Air

Sisa air

Bagan Alir Pembuatan Pati Sagu

April-Mei 2011 April-Mei 2011

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Penulis adalah Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dan anggota Jaringan Peneliti KTI Wilayah Maluku dan dapat dihubungi melalui email [email protected]

Sekelompok ibu di Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku, mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan mutu kue tradisional produksi mereka yang berbahan dasar Sagu.

Keras namun enak rasanya, Bagea, kue tradisional dari sagu sedang dibuat oleh dua perempuan didesa Mamala.

Page 26: BaKTI News Edis 65

25 News Volume V - edisi 65 26News Volume V - edisi 65

FORUM KTI PRAKTIK CERDAS TERKINI

Praktik Cerdas dan Inspirasi Cerdas dari Forum KTI:

orum Kawasan Timur Indonesia (Forum KTI) adalah media bagi para pembaharu pembangunan di Kawasan Timur Indonesia F(KTI) untuk bertemu, saling bercerita dan berbagi pengalaman

mengenai tantangan pembangunan di wilayahnya, serta bagaimana mereka menjawabnya. Para pembaharu di Forum KTI datang dari berbagai kelompok masyarakat, akademisi dan peneliti, lembaga swadaya masyarakat dan sektor pemerintahan, seperti para Kepala BAPPEDA Provinsi, pemimpin kabupaten/kota. Satu tahun sekali mereka bertemu untuk berbagi pengalaman dan memperoleh pembelajaran baru untuk dibawa pulang dan diterapkan di daerah asalnya. Para anggotanya berasal dari duabelas provinsi di Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara.

Forum ini memunculkan konsep ‘praktik cerdas’ dan ‘inspirasi cerdas’. Praktik cerdas adalah inisiatif yang berhasil dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang dihadapi oleh sebuah komunitas di daerah tertentu. Inisiatif ini bersifat lokal, namun memiliki potensi dampak yang luas apabila direplikasi dalam skala yang lebih besar. Sementara inspirasi cerdas adalah gagasan kreatif yang sudah berjalan atau memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif di komunitas masyarakat maupun lingkungan birokrasi.

Melalui berbagai liputan media, kegiatan diskusi, promosi, informasi di mailing list, tulisan di BaKTI News, bahkan dari cerita mulut ke mulut, praktik-praktik cerdas ini dibawa dalam sebuah gelombang informasi yang memperkuat peluang replikasinya di seluruh kawasan timur Indonesia.

Sekolah Kampung di Kabupaten Sarmi mendapat paparan yang luas di Papua. Inisiatif ini menarik perhatian pemerintah Kabupaten Jayapura yang akan mengadopsi model pendidikan anak usia dini yang serupa di sana. Dinas pendidikan dan pengajaran di tingkat provinsi pun memiliki ketertarikan yang sama. Minat untuk mereplikasi juga datang dari Kabupaten Kaimana di Papua Barat. Saat ini, pengelola Sekolah Kampung secara rutin mengisi acara dialog di TV Metro Papua.

Desa Sehat Bonebone di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga memperoleh paparan yang serupa. Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, desa sehat ini diangkat oleh beberapa program televisi nasional. Kepala Desa Bonebone memperoleh banyak kesempatan menjadi narasumber dalam kegiatan-kegiatan diskusi di Makassar, yang tentunya merupakan peluang besar untuk menyebarluaskan ide kawasan bebas dari rokok ke daerah lain di Sulawesi Selatan.

Serupa dengan itu, model pengelolaan air bersih dan sumber air yang diterapkan di Desa Lendang Nangka, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat sejak puluhan tahun lalu, sekarang sudah diadopsi oleh desa-desa lain di Kabupaten Lombok Timur. Setidaknya tiga desa sudah mengoperasikan sistem pengelolaan air yang mereka pelajari dari Lendang Nangka. Sebuah langkah awal yang positif untuk

The Eastern Indonesia Forum is a medium for development reformers in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Papua and Nusa Tenggara) to meet and share experiences of how they respond to development challenges faced by their communities. The reformers come from various community groups, academia, government institutions like the BAPPEDA, and even Walikota and Bupati. Every year they meet to share experiences and discover new lessons that they can take home to apply in their communities, institutions or regions.

This Forum coined the term ’smart practice’ and ’smart inspiration’. A smart practice is a tried and proven initiative undertaken in response to the development challenges that a community is facing and has the potential to generate great impact when replicated on a larger scale. Meanwhile, a smart inspiration is a creative idea that has been implemented or has a great potential to bring positive changes in the community or the bureaucratic environment.

Through media coverage, discussion sessions, promotion, mailing lists, articles in BaKTINews, and even from word of mouth, these smart practices are being spread to all the corners of eastern Indonesia. This greatly increases the chance for their replication in the region.

The Village School in Kabupaten Sarmi has received a fair amount of exposure in Papua. After being presented at the EI Forum, it has attracted interest from Kabupaten Jayapura to replicate this exact model of early childhood schooling. The West Papuan Provincial Education and Learning Office and Kabupaten Kaimana, in West Papua, also expressed similar interest. Currently, the Village School management team is frequently invited to on air-discussions, including from Metro Papua TV.

The Healthy Village of Bonebone in Kabupaten Enrekang, South Sulawesi, also garnered a lot of exposure. In the last six months, the smoke free community has been the subject of several national television programs. The head of the village is also frequently invited to discussion events in Makassar, which is a great opportunity to widely spread the idea of smoke free communities to other places in South Sulawesi.

Similarly, the water management program in Lendang Nangka Village, Kabupaten Lombok Timur, West Nusa Tenggara is now being adopted by other villages in the region. At least three neighboring villages have replicated the water management model of Lendang Nangka. It is a significant first step for clean water sustainability in West Nusa Tenggara.

The smart practice from Kupang, Rumah Perempuan, is also busy promoting their model of a safe house and counseling for victims of violence to women to other districts in

keberlanjutan penyediaan ari bersih di sana. Praktik cerdas dari Kupang, Rumah Perempuan, juga sedang giat

menyebarluaskan model rumah aman untuk korban kekerasan terhadap perempuan yang mereka kelola, ke kabupaten-kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur. Ke depannya, Rumah Perempuan juga akan dihubungkan dengan para penggiat isu kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Utara, provinsi yang memiliki tantangan serupa dengan yang dihadapi di Nusa Tenggara Timur. Pada saat yang bersamaan, pemberdayaan perempuan di Kupang juga akan dihubungkan dengan Koperasi Mata Mosobu, koperasi yang dikelola oleh perempuan dan beranggotakan para perempuan juga, yang telah berhasil mengelola dana bergulirnya sendiri dan meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat di Desa Poogalampa, Buton.

Di Halmahera Selatan, inisiatif yang awalnya adalah perang melawan malaria telah berkembang menjadi sebuah pemberdayaan masyarakat terpadu yang menggabungkan kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Koperasi yang dikelola oleh masyarakat penerima manfaat dari program pemberantasan malaria baru-baru ini mendapatkan bantuan dana dalam jumlah yang signifikan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Wilayah mereka juga sekarang menjadi pusat studi dan percontohan bagi beberapa universitas seperti Universitas Hasanuddin dan Universitas Gadjah Mada.

Dari sektor birokrasi, model transparansi penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan di Kabupaten Boalemo di Provinsi Gorontalo, juga memperoleh paparan yang luas di media maupun melalui kegiatan-kegiatan diskusi di tingkat regional. Beberapa gagasan nyata di Boalemo, seperti program tinggal bersama orang miskin dan sistem feedback terhadap pelayanan publik, kemudian menginspirasi beberapa kabupaten lain di Gorontalo dan Sulawesi Selatan untuk mereplikasinya.

Melihat lebih jauh ke belakang, beberapa praktik cerdas yang diangkat di Forum KTI tahun 2009 ternyata tidak pudar dan makin berkembang. Inisiatif mikro hidro yang pertama lahir di Desa Batanguru, Mamasa, Sulawesi Barat, sekarang sudah dinikmati di pelosok-pelosok lain di provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Usaha pembuatan turbin yang dirintis di sana telah berkembang dan mampu memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat desa Batanguru. Selain itu, film dokumenter yang mengangkat mengenai inisiatif ini menjadi nominasi sebagai Film Dokumenter Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2010.

Program Keluarga Berencana untuk pria di Sulawesi Utara juga salah satu yang berkembang paling pesat semenjak tahun 2009. Jumlah pesertanya meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam kurun waktu enam bulan, dan wilayah cakupannya hampir seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Praktik cerdas di bidang kesehatan lainnya, kemitraan bidan dan dukun di Takalar, Sulawesi Selatan juga masih terus mempertahankan jumlah kematian ibu saat melahirkan di angka nol. Perda kemitraan bidan dan dukun di Takalar menjadi salah satu modal keberlanjutan inisiatif ini.

Praktik-praktik cerdas di atas merupakan contoh dari sebuah inisiatif sederhana, yang awalnya hanya menjawab tantangan di satu komunitas, namun setelah direplikasi, dampaknya begitu besar bagi masyarakat. Ada puluhan praktik cerdas yang sudah diidentifikasi di KTI, yang merupakan jawaban komunitas atas tantangan di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan, bahkan reformasi birokrasi dan pemerintahan. Sebagian di antaranya sudah diangkat melalui berbagai media, diperkenalkan kepada pemerintah daerah setempat, dipelajari oleh masyarakat di daerah lain, dan direplikasi untuk menjawab tantangan serupa di daerah lain.

Tantangan di satu daerah, walau tidak persis sama, serupa dengan yang dihadapi di daerah lainnya di KTI. Praktik-praktik cerdas yang sudah terbukti berhasil adalah solusi skala kecil yang memiliki potensi untuk berdampak lebih besar. Apabila diadaptasi dengan baik, praktik cerdas adalah solusi yang terjangkau untuk menjawab tantangan pembangunan serupa di daerah dan komunitas lain di KTI. Sudah saatnya inisiatif-inisiatif ini diangkat dan dijadikan bagian dari strategi besar pembangunan di KTI.

East Nusa Tenggara. In addition to that, their model will also be linked to communities in North Sulawesi, a province that is also facing the challenge of violence against women. At the same time, the women’s cooperative of Mata Mosobu in South East Sulawesi will also be linked to Kupang communities as an alternative for women’s empowerment.

In South Halmahera, the initiative that started as a war against malaria has now transformed into an integrated community empowerment effort that combines health, education and local economic development. The cooperative that is managed by the beneficiaries of the this initiative has also recently received a grant from the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises. This region is currently the focus of studies by several universities like Hasanuddin University and Gadjah Mada University.

From the bureaucracy sector, the model of transparent administration from Kabupaten Boalemo, Gorontalo, received a fair amount of exposure in the media as well as in various events, discussions and national level awards programs. Two of the tried and proved ideas from Boalemo, such as the ’living with the poor’ and ’public service feedback system’ have also inspired several other kabupaten in South Sulawesi and Gorontalo to also replicate or adopt similar model.

Looking further back, we see that certain smart practices presented at the the 2009 EI Forum are still alive and increasing in scale. The micro hydro initiative that was first established in Batanguru Village, Kabupaten Mamasa, West Sulawesi, is now being replicated and adopted widely in West Sulawesi, South Sulawesi and Central Sulawesi. The locally owned turbine factory continues contributing to the local economy. In addition to that, the documentary film that tells the story of Batanguru Village was nominated for Best Documentary Film at the 2010 Indonesian Film Festival.

The family planning program for husbands in North Sulawesi is one of the fastest growing initiative since 2009. Its members grew threefold in just three months and it’s now being replicated in all but one kabupaten/kota in North Sulawesi. Another smart practice in the health sector, the midwives – traditional healers partnership in Kabupaten Takalar, South Sulawesi, continues to maintain its record of zero maternal death for the last two years. The local government has also produced a government regulation that ensures its sustainability.

The smart practices above are examples of simple initiatives that began as simple answers to local development challenges, but have had large impacts and brought larger benefits to more recipients when replicated on a larger scale. There are tens of smart practices that have been identified in eastern Indonesia, that provide answers to development challenges in education, health, the environment, community development, women’s empowerment, and even bureaucracy and governance reform. Some of them have been featured in articles in the media and even replicated to help answer similar challenges in other regions.

The development challenges in one region can be similar to the challenges faced in other regions throughout eastern Indonesia. The smart practices that have proven successful are small-scale solutions with great potential. When adapted properly, they are smart, affordable and manageable solutions for eastern Indonesia. It is time that these initiatives are embraced and embedded in a larger eastern Indonesia development strategy.

Perjalanan sejauh ini

April-Mei 2011 April-Mei 2011

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

[email protected]

Smart Practices and Inspirations From The Eastern Indonesia Forum: The Journey So Far

Oleh Desta Pratama

Page 27: BaKTI News Edis 65

25 News Volume V - edisi 65 26News Volume V - edisi 65

FORUM KTI PRAKTIK CERDAS TERKINI

Praktik Cerdas dan Inspirasi Cerdas dari Forum KTI:

orum Kawasan Timur Indonesia (Forum KTI) adalah media bagi para pembaharu pembangunan di Kawasan Timur Indonesia F(KTI) untuk bertemu, saling bercerita dan berbagi pengalaman

mengenai tantangan pembangunan di wilayahnya, serta bagaimana mereka menjawabnya. Para pembaharu di Forum KTI datang dari berbagai kelompok masyarakat, akademisi dan peneliti, lembaga swadaya masyarakat dan sektor pemerintahan, seperti para Kepala BAPPEDA Provinsi, pemimpin kabupaten/kota. Satu tahun sekali mereka bertemu untuk berbagi pengalaman dan memperoleh pembelajaran baru untuk dibawa pulang dan diterapkan di daerah asalnya. Para anggotanya berasal dari duabelas provinsi di Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara.

Forum ini memunculkan konsep ‘praktik cerdas’ dan ‘inspirasi cerdas’. Praktik cerdas adalah inisiatif yang berhasil dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang dihadapi oleh sebuah komunitas di daerah tertentu. Inisiatif ini bersifat lokal, namun memiliki potensi dampak yang luas apabila direplikasi dalam skala yang lebih besar. Sementara inspirasi cerdas adalah gagasan kreatif yang sudah berjalan atau memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif di komunitas masyarakat maupun lingkungan birokrasi.

Melalui berbagai liputan media, kegiatan diskusi, promosi, informasi di mailing list, tulisan di BaKTI News, bahkan dari cerita mulut ke mulut, praktik-praktik cerdas ini dibawa dalam sebuah gelombang informasi yang memperkuat peluang replikasinya di seluruh kawasan timur Indonesia.

Sekolah Kampung di Kabupaten Sarmi mendapat paparan yang luas di Papua. Inisiatif ini menarik perhatian pemerintah Kabupaten Jayapura yang akan mengadopsi model pendidikan anak usia dini yang serupa di sana. Dinas pendidikan dan pengajaran di tingkat provinsi pun memiliki ketertarikan yang sama. Minat untuk mereplikasi juga datang dari Kabupaten Kaimana di Papua Barat. Saat ini, pengelola Sekolah Kampung secara rutin mengisi acara dialog di TV Metro Papua.

Desa Sehat Bonebone di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga memperoleh paparan yang serupa. Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, desa sehat ini diangkat oleh beberapa program televisi nasional. Kepala Desa Bonebone memperoleh banyak kesempatan menjadi narasumber dalam kegiatan-kegiatan diskusi di Makassar, yang tentunya merupakan peluang besar untuk menyebarluaskan ide kawasan bebas dari rokok ke daerah lain di Sulawesi Selatan.

Serupa dengan itu, model pengelolaan air bersih dan sumber air yang diterapkan di Desa Lendang Nangka, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat sejak puluhan tahun lalu, sekarang sudah diadopsi oleh desa-desa lain di Kabupaten Lombok Timur. Setidaknya tiga desa sudah mengoperasikan sistem pengelolaan air yang mereka pelajari dari Lendang Nangka. Sebuah langkah awal yang positif untuk

The Eastern Indonesia Forum is a medium for development reformers in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Papua and Nusa Tenggara) to meet and share experiences of how they respond to development challenges faced by their communities. The reformers come from various community groups, academia, government institutions like the BAPPEDA, and even Walikota and Bupati. Every year they meet to share experiences and discover new lessons that they can take home to apply in their communities, institutions or regions.

This Forum coined the term ’smart practice’ and ’smart inspiration’. A smart practice is a tried and proven initiative undertaken in response to the development challenges that a community is facing and has the potential to generate great impact when replicated on a larger scale. Meanwhile, a smart inspiration is a creative idea that has been implemented or has a great potential to bring positive changes in the community or the bureaucratic environment.

Through media coverage, discussion sessions, promotion, mailing lists, articles in BaKTINews, and even from word of mouth, these smart practices are being spread to all the corners of eastern Indonesia. This greatly increases the chance for their replication in the region.

The Village School in Kabupaten Sarmi has received a fair amount of exposure in Papua. After being presented at the EI Forum, it has attracted interest from Kabupaten Jayapura to replicate this exact model of early childhood schooling. The West Papuan Provincial Education and Learning Office and Kabupaten Kaimana, in West Papua, also expressed similar interest. Currently, the Village School management team is frequently invited to on air-discussions, including from Metro Papua TV.

The Healthy Village of Bonebone in Kabupaten Enrekang, South Sulawesi, also garnered a lot of exposure. In the last six months, the smoke free community has been the subject of several national television programs. The head of the village is also frequently invited to discussion events in Makassar, which is a great opportunity to widely spread the idea of smoke free communities to other places in South Sulawesi.

Similarly, the water management program in Lendang Nangka Village, Kabupaten Lombok Timur, West Nusa Tenggara is now being adopted by other villages in the region. At least three neighboring villages have replicated the water management model of Lendang Nangka. It is a significant first step for clean water sustainability in West Nusa Tenggara.

The smart practice from Kupang, Rumah Perempuan, is also busy promoting their model of a safe house and counseling for victims of violence to women to other districts in

keberlanjutan penyediaan ari bersih di sana. Praktik cerdas dari Kupang, Rumah Perempuan, juga sedang giat

menyebarluaskan model rumah aman untuk korban kekerasan terhadap perempuan yang mereka kelola, ke kabupaten-kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur. Ke depannya, Rumah Perempuan juga akan dihubungkan dengan para penggiat isu kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Utara, provinsi yang memiliki tantangan serupa dengan yang dihadapi di Nusa Tenggara Timur. Pada saat yang bersamaan, pemberdayaan perempuan di Kupang juga akan dihubungkan dengan Koperasi Mata Mosobu, koperasi yang dikelola oleh perempuan dan beranggotakan para perempuan juga, yang telah berhasil mengelola dana bergulirnya sendiri dan meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat di Desa Poogalampa, Buton.

Di Halmahera Selatan, inisiatif yang awalnya adalah perang melawan malaria telah berkembang menjadi sebuah pemberdayaan masyarakat terpadu yang menggabungkan kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Koperasi yang dikelola oleh masyarakat penerima manfaat dari program pemberantasan malaria baru-baru ini mendapatkan bantuan dana dalam jumlah yang signifikan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Wilayah mereka juga sekarang menjadi pusat studi dan percontohan bagi beberapa universitas seperti Universitas Hasanuddin dan Universitas Gadjah Mada.

Dari sektor birokrasi, model transparansi penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan di Kabupaten Boalemo di Provinsi Gorontalo, juga memperoleh paparan yang luas di media maupun melalui kegiatan-kegiatan diskusi di tingkat regional. Beberapa gagasan nyata di Boalemo, seperti program tinggal bersama orang miskin dan sistem feedback terhadap pelayanan publik, kemudian menginspirasi beberapa kabupaten lain di Gorontalo dan Sulawesi Selatan untuk mereplikasinya.

Melihat lebih jauh ke belakang, beberapa praktik cerdas yang diangkat di Forum KTI tahun 2009 ternyata tidak pudar dan makin berkembang. Inisiatif mikro hidro yang pertama lahir di Desa Batanguru, Mamasa, Sulawesi Barat, sekarang sudah dinikmati di pelosok-pelosok lain di provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Usaha pembuatan turbin yang dirintis di sana telah berkembang dan mampu memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat desa Batanguru. Selain itu, film dokumenter yang mengangkat mengenai inisiatif ini menjadi nominasi sebagai Film Dokumenter Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2010.

Program Keluarga Berencana untuk pria di Sulawesi Utara juga salah satu yang berkembang paling pesat semenjak tahun 2009. Jumlah pesertanya meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam kurun waktu enam bulan, dan wilayah cakupannya hampir seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Praktik cerdas di bidang kesehatan lainnya, kemitraan bidan dan dukun di Takalar, Sulawesi Selatan juga masih terus mempertahankan jumlah kematian ibu saat melahirkan di angka nol. Perda kemitraan bidan dan dukun di Takalar menjadi salah satu modal keberlanjutan inisiatif ini.

Praktik-praktik cerdas di atas merupakan contoh dari sebuah inisiatif sederhana, yang awalnya hanya menjawab tantangan di satu komunitas, namun setelah direplikasi, dampaknya begitu besar bagi masyarakat. Ada puluhan praktik cerdas yang sudah diidentifikasi di KTI, yang merupakan jawaban komunitas atas tantangan di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan, bahkan reformasi birokrasi dan pemerintahan. Sebagian di antaranya sudah diangkat melalui berbagai media, diperkenalkan kepada pemerintah daerah setempat, dipelajari oleh masyarakat di daerah lain, dan direplikasi untuk menjawab tantangan serupa di daerah lain.

Tantangan di satu daerah, walau tidak persis sama, serupa dengan yang dihadapi di daerah lainnya di KTI. Praktik-praktik cerdas yang sudah terbukti berhasil adalah solusi skala kecil yang memiliki potensi untuk berdampak lebih besar. Apabila diadaptasi dengan baik, praktik cerdas adalah solusi yang terjangkau untuk menjawab tantangan pembangunan serupa di daerah dan komunitas lain di KTI. Sudah saatnya inisiatif-inisiatif ini diangkat dan dijadikan bagian dari strategi besar pembangunan di KTI.

East Nusa Tenggara. In addition to that, their model will also be linked to communities in North Sulawesi, a province that is also facing the challenge of violence against women. At the same time, the women’s cooperative of Mata Mosobu in South East Sulawesi will also be linked to Kupang communities as an alternative for women’s empowerment.

In South Halmahera, the initiative that started as a war against malaria has now transformed into an integrated community empowerment effort that combines health, education and local economic development. The cooperative that is managed by the beneficiaries of the this initiative has also recently received a grant from the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises. This region is currently the focus of studies by several universities like Hasanuddin University and Gadjah Mada University.

From the bureaucracy sector, the model of transparent administration from Kabupaten Boalemo, Gorontalo, received a fair amount of exposure in the media as well as in various events, discussions and national level awards programs. Two of the tried and proved ideas from Boalemo, such as the ’living with the poor’ and ’public service feedback system’ have also inspired several other kabupaten in South Sulawesi and Gorontalo to also replicate or adopt similar model.

Looking further back, we see that certain smart practices presented at the the 2009 EI Forum are still alive and increasing in scale. The micro hydro initiative that was first established in Batanguru Village, Kabupaten Mamasa, West Sulawesi, is now being replicated and adopted widely in West Sulawesi, South Sulawesi and Central Sulawesi. The locally owned turbine factory continues contributing to the local economy. In addition to that, the documentary film that tells the story of Batanguru Village was nominated for Best Documentary Film at the 2010 Indonesian Film Festival.

The family planning program for husbands in North Sulawesi is one of the fastest growing initiative since 2009. Its members grew threefold in just three months and it’s now being replicated in all but one kabupaten/kota in North Sulawesi. Another smart practice in the health sector, the midwives – traditional healers partnership in Kabupaten Takalar, South Sulawesi, continues to maintain its record of zero maternal death for the last two years. The local government has also produced a government regulation that ensures its sustainability.

The smart practices above are examples of simple initiatives that began as simple answers to local development challenges, but have had large impacts and brought larger benefits to more recipients when replicated on a larger scale. There are tens of smart practices that have been identified in eastern Indonesia, that provide answers to development challenges in education, health, the environment, community development, women’s empowerment, and even bureaucracy and governance reform. Some of them have been featured in articles in the media and even replicated to help answer similar challenges in other regions.

The development challenges in one region can be similar to the challenges faced in other regions throughout eastern Indonesia. The smart practices that have proven successful are small-scale solutions with great potential. When adapted properly, they are smart, affordable and manageable solutions for eastern Indonesia. It is time that these initiatives are embraced and embedded in a larger eastern Indonesia development strategy.

Perjalanan sejauh ini

April-Mei 2011 April-Mei 2011

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

[email protected]

Smart Practices and Inspirations From The Eastern Indonesia Forum: The Journey So Far

Oleh Desta Pratama

Page 28: BaKTI News Edis 65

a l a u p u n s e r i n g dibicarakan, seringkali Wmasih banyak orang

yang belum tahu atau salah mengerti tentang perubahan iklim. Bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation A g e n c y ) , K e m e n t e r i a n Lingkungan Hidup Republik Indonesia mengembangkan s i t u s i n t e r n e t m e n g e n a i perubahan iklim yang memuat data dan informasi mengenai

perubahan iklim yang terjadi di dunia pada umumnya dan kondisi perubahan iklim di Indonesia pada khususnya.

Anda dapat membaca dan mengunduh regulasi terkait perubahan iklim di Indonesia, mendapatkan penjelasan tentang berbagai istilah dalam isu perubahan iklim, berita dan informasi lainnya terkait upaya penyesuaian dengan kondisi terkini yang diakibatkan perubahan iklim dan upaya pencegahan semakin ekstrimnya perubahan iklim. Anda juga dapat membaca informasi tentang kemajuan resolusi Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim. Situs internet ini juga menyediakan beberapa link yang menghubungkan Anda dengan beberapa situs lainnya yang memuat informasi perubahan iklim.

ewan Nasional Perubahan Iklim adalah sebuah badan Dyang dibentuk khusus oleh

Presiden untuk merumuskan kebjiakan terkait perubahan iklim, m e r u m u s k a n k e b i j a k a n pengaturan mekanisme dan tata c a r a p e r d a g a n g a n k a r b o n , mengkoordinasikan kegiatan dalam pengendalian perubahan i k l i m , m e m a n t a u d a n mengevaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim, dan memperkuat p o s i s i I n d o n e s i a u n t u k mendorong negara-negara maju untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan

iklim.Dalam situs internet ini, Anda dapat membaca informasi mengenai apa

saja upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia dan mendapatkan perkembangan terakhir tentang adaptasi perubahan iklim dan pasar karbon Indonesia. Situs ini juga menyediakan berbagai referensi bagi Anda untuk lebih memahami pengendalian perubahan iklim di Indonesia, termasuk tentang biaya mitigasi Indonesia, studi strategi pembangunan rendah karbon, dan analisis peluang implementasi clean development mechanism (CDM) di Indonesia.

http://unfccc.int/2860.php

http://climatechange.menlh.go.id

Situs Perubahan IklimKementerian Lingkungan Hidup

Situs Dewan Nasional Perubahan Iklim

chool of Electronics and Computer Engineering (ECE), Chonnam National SUniversity (CNU) South Korea provides

Master’s Scholarships for Non-Koreans. These scholarship also support an Internship Program in various Korean companies for 6 months (3 months each year) during the program. The scholarship begins in Fall Semester 2011 (September 2011) and ends in August 2013.

• Applicant has bachelor degree in C o m p u t e r S c i e n c e , I n f o r m a t i o n Technology or Informatics Engineering.

• Minimum GPA 80/100 (3.2/4.0) or have a m i n i m u m TO E F L = 5 5 0 , I E LTS = 6 . 0 , TOEIC=700.

• 8 million won per year for 2 years• 1.5 million won per month for 6 months

during Internship Program.

• Applicant can only apply for Master’s Degree at CNU (School of Electronics and Computer Engineering)

• ECE will then recommend eligible students to the sponsor

• The sponsor will select the best students.• Selected students will be informed after

selection process

Links (Open using IE, not Firefox)

Admission procedure

School of Electronics and Computer Engineering

Eligibility

Benefit

Procedure

http://international.jnu.ac.kr/Admission/Adm_01/Pages/Adm_01_01.aspx/

http://ece.chonnam.ac.kr/

Master Scholarsips at Chonnam National University, South Korea 2011-2012

18,982 Visits.

16,972 Absolute Unique Visitors.

Statistik Batukar.info Februari 2011

31,987 Pageviews.

1.69 Average Pageviews.

iapa yang tidak tahu dengan Komunitas Online terbesar di SIndonesia yaitu Kaskus Community

Online. Disana user bisa bertukar informasi, berdiskusi dan bertukar pikiran tentang tema atau topik tertentu tanpa melihat jarak dan waktu yang memisahkan mereka.

B a t u k a r . i n f o s e b a g a i b u r s a pengetahuan online pertama di KTI memiliki fitur grup atau jaringan dimana para pelaku pembangunan dapat bertukar ide serta pikiran dan dapat berdiskusi dengan anggota lainnya k h u s u s n y a m e n g e n a i i s u - i s u pembangunan di KTI. Saat ini sudah ada beberapa grup/jaringan diskusi yang aktif di Batukar.info. Anda bisa melihat ke:

http://www.batukar.info/referensi/survey-rumah-tangga-tentang-perilaku-kesehatan-ibu-dan-anak-serta-pola-pencarian-pengobata

Pencarian Pengobatan di Tingkat Laporan survey yang dilaksanakan dengan dukungan Proyek SISKES (dukungan GTZ - sekarang GIZ) pada tahun 2007 di Provinsi NTB dan NTT. Survey tentang perilaku masyarakat terkait KIA serta pencarian pertolongn kesehatan di kedua provinsi. Ada lampiran data lengkap yang menyertai laporan ini tetapi karena ukurannya terlalu besar, tidak dapat diunggah di situs ini. Kalau anda berminat, silahkan hubungi: maddi(dot)djara(at)giz(dot)de

Uji Petik kerjasama di Sektor Kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat & Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Pengembangan kapasitas berkelanjutan dan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengaitkan semua tingkatan merupakan salah satu prinsip kerjasama teknis. Kebijakan dan Pedoman dari Pusat serta prioritas daerah dan harmonisasi antar pemangku kepentingan merupakan dasar dari kerjasama ini.Salah satu kemungkinan kerjasama di lapangan adalah kerjasama dengan lembaga profesi dan LSM lokal serta pihak lain. Penggunaan mekanisme subsidi lokal (saat memungkinkan) untuk membantu mitra dari pihak pemerintah dalam implementasi merupakan cara yang ditempuh agar ada kepemilikan yang lebih baik.

http://www.batukar.info/referensi/uji-petik-kerjasama-di-sektor-kesehatan-di-provinsi-nusa-tenggara-barat-nusa-tenggara-timu

Forum Kepala BAPPEDA ke-6: Mendorong Peran dan Fungsi Daerah dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI), dalam satu dekade terakhir menunjukkan kecenderungan positif dan indikator-indikator makro ekonomi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan ini mengalami percepatan. Sayangnya, masih banyak tantangan pembangunan yang harus menjadi perhatian. Jumlah penduduk miskin di KTI masih berada di angka rata-rata 25%. Kementerian PDT telah menetapkan 199 Kabupaten di Indonesia sebagai Daerah Tertinggal dan 62% daerah tertinggal ini berada di KTI. Daerah-daerah di KTI juga masih minim dalam hal infrastruktur. Sebut saja Papua dan Nusa Tenggara yang masih minim akses terhadap pelayanan kesehatan dasar; Maluku dengan akses dan infrastruktur transportasi laut yang masih kurang; serta Sulawesi yang infrastruktur pendukung kerja sama regionalnya juga masih kurang.

http://www.batukar.info/content/forum-kepala-bappeda-ke-6-mendorong-peran-dan-fungsi-daerah-dalam-percepatan-dan-perluasan-p

Memilah KapitalismeLebih dari dua abad sejak terbitnya buku Kekayaan Negara Bangsa karya Adam Smith dan berbarengan dengan runtuhnya Tembok Berlin pada 1989, sistem ekonomi kapitalisme berhasil menggusur semua pesaingnya. Karena nyaris tanpa pilihan, kita boleh bertanya, apakah sistem ini cocok untuk menyelesaikan berbagai masalah nasional dan global? Banyak pengamat yang ragu, mereka mensinyalir bahwa setelah mengalahkan semua lawannya, kapitalisme bakal berpuas-puas dengan dirinya sendiri. Sikap diri yang menurut Rudolf Hickel (2000) akibat tiadanya “tangan pengatur keadilan dalam kapitalisme”.

Memilah KapitalismeRobert Heilbroner, seorang sosialis Jerman, melihat peran oposisi sosialistis di masa depan tidak lagi dalam mengupayakan rancangan perlawanan baru atas kapital isme, tetapi mengupayakan agar sistem yang “unggul” ini berwajah lebih manusiawi. Satu-satunya “kesempatan perbaikan” yang masih terbuka, menurut Michael Albert, adalah terus mencoba dengan sistem kapitalisme dan berbagai cabangnya seperti individual capitalism negaranegara Anglosaxon (AS dan Inggris) yang saat ini dikenal dengan julukan neoliberal dan social capitalismnegara-negara Eropa daratan.

http://www.batukar.info/komunitas/blogs/media-online-jendela-baru-ke-pengetahuan

Dan bisa bergabung dengan salah satu jaringan di bawah ini:

http://www.batukar.info/komunitas/jaringan

Pengelolaan Keuangan Publikhttp://www.batukar.info/komunitas/groups/pfm-pengelolaan-keuangan-publik

JiKTI (Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia)

Pedoman Penyusunan RENJA dan Pelaksanaan MONEV Terpadu Bidang KesehatanPedoman yang disusun oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan NTT dengan dukungan GTZ berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku untuk implementasi Perencanaan dan Penganggaran serta Monev Terbadu Bidang Kesehatan. Ide penyusunan Buku Pedoman ini dimaksudkan untuk menata kembali mekanisme perencanaan pembangunan kesehatan mulai dari tingkat Puskesmas sampai dengan tingkat provinsi yang sebenarnya telah diatur sebelumnya dalam berbagai pedoman yang ada. Buku Pedoman ini dirasakan masih belum sempurna, namun setidak-tidaknya ada niat yang baik dan tulus dalam upaya membantu dan memperbaiki proses perencanaan program pembangunan kesehatan terpadu khususnya di Provinsi NTB.

http://www.batukar.info/referensi/uji-petik-kerjasama-di-sektor-kesehatan-di-provinsi-nusa-tenggara-barat-nusa-tenggara-timu

Haaaa...??? Pemda Bangkrut?Hari ini di Kompas halaman pertama, termuat berita "Bangkut Akibat Birokrasi Gemuk". Menarik untuk disimak, sebab Aceh dapat merupakan contoh kasus banyak pemerintah daerah di Indonesia Timur. Tiga hal yang disebutkan dalam artikel ini bukanlah sesuatu yang 'asing' di Kawasan Timur Indonesia. Selamat membaca.Banda Aceh, Kompas-Kebangkrutan anggaran di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disebabkan tiga hal, yaitu terlalu gemuknya birokrasi, mismanajemen, dan tekanan politik lokal. Pada saat yang sama, daerah-daerah gagal meningkatkan pendapatan asli daerah untuk menutup kebutuhan anggarannya. Tak mengherankan, banyak daerah yang berutang kepada pihak ketiga karena keuangan mereka bangkrut.Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Said Muhammad, Kamis (24/3), mengatakan, umumnya kegiatan penganggaran, dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan, tidak efisien di daerah-daerah. Program kegiatan yang diagendakan terlalu banyak dan tidak disesuaikan dengan besar dana yang ada. ”Ini menunjukkan adanya mismanajemen. Perencanaan pembangunan yang ada tak jelas mau bagaimana. Semestinya ada penyesuaian antara program dan anggaran. Ini juga menunjukkan lemahnya kontrol,” ujar Said.

http://www.batukar.info/komunitas/articles/memilah-kapitalisme

http://www.batukar.info/komunitas/groups/jaringan-peneliti-kti-jikti

http://www.batukar.info/komunitas/jaringan

Bank Dunia Bantu Pemkot Makassar

Bantaeng Klaim Sukses Tekan Buta Aksara

Ekspor Ikan ke Jepang Anjlok

70 Persen Limbah Rumah Tangga Belum Dikelola

181 Usul Pemekaran Daerah Masuk ke Mendagri

Danamon Cari Guru Teladan

Gorontalo Ditetapkan Berstatus Endemis

Bosowasipilu Bisa Jadi Lumbung Pangan

Hapus Jejak Konflik, HilangkanTrauma

Kebun Rusak, Warga Kekurangan Pangan

Tasman, Penjaga Pegunungan Nipa-nipa

27 News Volume V - edisi 65 28News Volume V - edisi 65

PELUANG OPPORTUNITY WEBSITE BULAN INI batukar.info UPDATE

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 29: BaKTI News Edis 65

a l a u p u n s e r i n g dibicarakan, seringkali Wmasih banyak orang

yang belum tahu atau salah mengerti tentang perubahan iklim. Bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation A g e n c y ) , K e m e n t e r i a n Lingkungan Hidup Republik Indonesia mengembangkan s i t u s i n t e r n e t m e n g e n a i perubahan iklim yang memuat data dan informasi mengenai

perubahan iklim yang terjadi di dunia pada umumnya dan kondisi perubahan iklim di Indonesia pada khususnya.

Anda dapat membaca dan mengunduh regulasi terkait perubahan iklim di Indonesia, mendapatkan penjelasan tentang berbagai istilah dalam isu perubahan iklim, berita dan informasi lainnya terkait upaya penyesuaian dengan kondisi terkini yang diakibatkan perubahan iklim dan upaya pencegahan semakin ekstrimnya perubahan iklim. Anda juga dapat membaca informasi tentang kemajuan resolusi Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim. Situs internet ini juga menyediakan beberapa link yang menghubungkan Anda dengan beberapa situs lainnya yang memuat informasi perubahan iklim.

ewan Nasional Perubahan Iklim adalah sebuah badan Dyang dibentuk khusus oleh

Presiden untuk merumuskan kebjiakan terkait perubahan iklim, m e r u m u s k a n k e b i j a k a n pengaturan mekanisme dan tata c a r a p e r d a g a n g a n k a r b o n , mengkoordinasikan kegiatan dalam pengendalian perubahan i k l i m , m e m a n t a u d a n mengevaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim, dan memperkuat p o s i s i I n d o n e s i a u n t u k mendorong negara-negara maju untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan

iklim.Dalam situs internet ini, Anda dapat membaca informasi mengenai apa

saja upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia dan mendapatkan perkembangan terakhir tentang adaptasi perubahan iklim dan pasar karbon Indonesia. Situs ini juga menyediakan berbagai referensi bagi Anda untuk lebih memahami pengendalian perubahan iklim di Indonesia, termasuk tentang biaya mitigasi Indonesia, studi strategi pembangunan rendah karbon, dan analisis peluang implementasi clean development mechanism (CDM) di Indonesia.

http://unfccc.int/2860.php

http://climatechange.menlh.go.id

Situs Perubahan IklimKementerian Lingkungan Hidup

Situs Dewan Nasional Perubahan Iklim

chool of Electronics and Computer Engineering (ECE), Chonnam National SUniversity (CNU) South Korea provides

Master’s Scholarships for Non-Koreans. These scholarship also support an Internship Program in various Korean companies for 6 months (3 months each year) during the program. The scholarship begins in Fall Semester 2011 (September 2011) and ends in August 2013.

• Applicant has bachelor degree in C o m p u t e r S c i e n c e , I n f o r m a t i o n Technology or Informatics Engineering.

• Minimum GPA 80/100 (3.2/4.0) or have a m i n i m u m TO E F L = 5 5 0 , I E LTS = 6 . 0 , TOEIC=700.

• 8 million won per year for 2 years• 1.5 million won per month for 6 months

during Internship Program.

• Applicant can only apply for Master’s Degree at CNU (School of Electronics and Computer Engineering)

• ECE will then recommend eligible students to the sponsor

• The sponsor will select the best students.• Selected students will be informed after

selection process

Links (Open using IE, not Firefox)

Admission procedure

School of Electronics and Computer Engineering

Eligibility

Benefit

Procedure

http://international.jnu.ac.kr/Admission/Adm_01/Pages/Adm_01_01.aspx/

http://ece.chonnam.ac.kr/

Master Scholarsips at Chonnam National University, South Korea 2011-2012

18,982 Visits.

16,972 Absolute Unique Visitors.

Statistik Batukar.info Februari 2011

31,987 Pageviews.

1.69 Average Pageviews.

iapa yang tidak tahu dengan Komunitas Online terbesar di SIndonesia yaitu Kaskus Community

Online. Disana user bisa bertukar informasi, berdiskusi dan bertukar pikiran tentang tema atau topik tertentu tanpa melihat jarak dan waktu yang memisahkan mereka.

B a t u k a r . i n f o s e b a g a i b u r s a pengetahuan online pertama di KTI memiliki fitur grup atau jaringan dimana para pelaku pembangunan dapat bertukar ide serta pikiran dan dapat berdiskusi dengan anggota lainnya k h u s u s n y a m e n g e n a i i s u - i s u pembangunan di KTI. Saat ini sudah ada beberapa grup/jaringan diskusi yang aktif di Batukar.info. Anda bisa melihat ke:

http://www.batukar.info/referensi/survey-rumah-tangga-tentang-perilaku-kesehatan-ibu-dan-anak-serta-pola-pencarian-pengobata

Pencarian Pengobatan di Tingkat Laporan survey yang dilaksanakan dengan dukungan Proyek SISKES (dukungan GTZ - sekarang GIZ) pada tahun 2007 di Provinsi NTB dan NTT. Survey tentang perilaku masyarakat terkait KIA serta pencarian pertolongn kesehatan di kedua provinsi. Ada lampiran data lengkap yang menyertai laporan ini tetapi karena ukurannya terlalu besar, tidak dapat diunggah di situs ini. Kalau anda berminat, silahkan hubungi: maddi(dot)djara(at)giz(dot)de

Uji Petik kerjasama di Sektor Kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat & Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Pengembangan kapasitas berkelanjutan dan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengaitkan semua tingkatan merupakan salah satu prinsip kerjasama teknis. Kebijakan dan Pedoman dari Pusat serta prioritas daerah dan harmonisasi antar pemangku kepentingan merupakan dasar dari kerjasama ini.Salah satu kemungkinan kerjasama di lapangan adalah kerjasama dengan lembaga profesi dan LSM lokal serta pihak lain. Penggunaan mekanisme subsidi lokal (saat memungkinkan) untuk membantu mitra dari pihak pemerintah dalam implementasi merupakan cara yang ditempuh agar ada kepemilikan yang lebih baik.

http://www.batukar.info/referensi/uji-petik-kerjasama-di-sektor-kesehatan-di-provinsi-nusa-tenggara-barat-nusa-tenggara-timu

Forum Kepala BAPPEDA ke-6: Mendorong Peran dan Fungsi Daerah dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI), dalam satu dekade terakhir menunjukkan kecenderungan positif dan indikator-indikator makro ekonomi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan ini mengalami percepatan. Sayangnya, masih banyak tantangan pembangunan yang harus menjadi perhatian. Jumlah penduduk miskin di KTI masih berada di angka rata-rata 25%. Kementerian PDT telah menetapkan 199 Kabupaten di Indonesia sebagai Daerah Tertinggal dan 62% daerah tertinggal ini berada di KTI. Daerah-daerah di KTI juga masih minim dalam hal infrastruktur. Sebut saja Papua dan Nusa Tenggara yang masih minim akses terhadap pelayanan kesehatan dasar; Maluku dengan akses dan infrastruktur transportasi laut yang masih kurang; serta Sulawesi yang infrastruktur pendukung kerja sama regionalnya juga masih kurang.

http://www.batukar.info/content/forum-kepala-bappeda-ke-6-mendorong-peran-dan-fungsi-daerah-dalam-percepatan-dan-perluasan-p

Memilah KapitalismeLebih dari dua abad sejak terbitnya buku Kekayaan Negara Bangsa karya Adam Smith dan berbarengan dengan runtuhnya Tembok Berlin pada 1989, sistem ekonomi kapitalisme berhasil menggusur semua pesaingnya. Karena nyaris tanpa pilihan, kita boleh bertanya, apakah sistem ini cocok untuk menyelesaikan berbagai masalah nasional dan global? Banyak pengamat yang ragu, mereka mensinyalir bahwa setelah mengalahkan semua lawannya, kapitalisme bakal berpuas-puas dengan dirinya sendiri. Sikap diri yang menurut Rudolf Hickel (2000) akibat tiadanya “tangan pengatur keadilan dalam kapitalisme”.

Memilah KapitalismeRobert Heilbroner, seorang sosialis Jerman, melihat peran oposisi sosialistis di masa depan tidak lagi dalam mengupayakan rancangan perlawanan baru atas kapital isme, tetapi mengupayakan agar sistem yang “unggul” ini berwajah lebih manusiawi. Satu-satunya “kesempatan perbaikan” yang masih terbuka, menurut Michael Albert, adalah terus mencoba dengan sistem kapitalisme dan berbagai cabangnya seperti individual capitalism negaranegara Anglosaxon (AS dan Inggris) yang saat ini dikenal dengan julukan neoliberal dan social capitalismnegara-negara Eropa daratan.

http://www.batukar.info/komunitas/blogs/media-online-jendela-baru-ke-pengetahuan

Dan bisa bergabung dengan salah satu jaringan di bawah ini:

http://www.batukar.info/komunitas/jaringan

Pengelolaan Keuangan Publikhttp://www.batukar.info/komunitas/groups/pfm-pengelolaan-keuangan-publik

JiKTI (Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia)

Pedoman Penyusunan RENJA dan Pelaksanaan MONEV Terpadu Bidang KesehatanPedoman yang disusun oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan NTT dengan dukungan GTZ berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku untuk implementasi Perencanaan dan Penganggaran serta Monev Terbadu Bidang Kesehatan. Ide penyusunan Buku Pedoman ini dimaksudkan untuk menata kembali mekanisme perencanaan pembangunan kesehatan mulai dari tingkat Puskesmas sampai dengan tingkat provinsi yang sebenarnya telah diatur sebelumnya dalam berbagai pedoman yang ada. Buku Pedoman ini dirasakan masih belum sempurna, namun setidak-tidaknya ada niat yang baik dan tulus dalam upaya membantu dan memperbaiki proses perencanaan program pembangunan kesehatan terpadu khususnya di Provinsi NTB.

http://www.batukar.info/referensi/uji-petik-kerjasama-di-sektor-kesehatan-di-provinsi-nusa-tenggara-barat-nusa-tenggara-timu

Haaaa...??? Pemda Bangkrut?Hari ini di Kompas halaman pertama, termuat berita "Bangkut Akibat Birokrasi Gemuk". Menarik untuk disimak, sebab Aceh dapat merupakan contoh kasus banyak pemerintah daerah di Indonesia Timur. Tiga hal yang disebutkan dalam artikel ini bukanlah sesuatu yang 'asing' di Kawasan Timur Indonesia. Selamat membaca.Banda Aceh, Kompas-Kebangkrutan anggaran di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disebabkan tiga hal, yaitu terlalu gemuknya birokrasi, mismanajemen, dan tekanan politik lokal. Pada saat yang sama, daerah-daerah gagal meningkatkan pendapatan asli daerah untuk menutup kebutuhan anggarannya. Tak mengherankan, banyak daerah yang berutang kepada pihak ketiga karena keuangan mereka bangkrut.Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Said Muhammad, Kamis (24/3), mengatakan, umumnya kegiatan penganggaran, dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan, tidak efisien di daerah-daerah. Program kegiatan yang diagendakan terlalu banyak dan tidak disesuaikan dengan besar dana yang ada. ”Ini menunjukkan adanya mismanajemen. Perencanaan pembangunan yang ada tak jelas mau bagaimana. Semestinya ada penyesuaian antara program dan anggaran. Ini juga menunjukkan lemahnya kontrol,” ujar Said.

http://www.batukar.info/komunitas/articles/memilah-kapitalisme

http://www.batukar.info/komunitas/groups/jaringan-peneliti-kti-jikti

http://www.batukar.info/komunitas/jaringan

Bank Dunia Bantu Pemkot Makassar

Bantaeng Klaim Sukses Tekan Buta Aksara

Ekspor Ikan ke Jepang Anjlok

70 Persen Limbah Rumah Tangga Belum Dikelola

181 Usul Pemekaran Daerah Masuk ke Mendagri

Danamon Cari Guru Teladan

Gorontalo Ditetapkan Berstatus Endemis

Bosowasipilu Bisa Jadi Lumbung Pangan

Hapus Jejak Konflik, HilangkanTrauma

Kebun Rusak, Warga Kekurangan Pangan

Tasman, Penjaga Pegunungan Nipa-nipa

27 News Volume V - edisi 65 28News Volume V - edisi 65

PELUANG OPPORTUNITY WEBSITE BULAN INI batukar.info UPDATE

April-Mei 2011 April-Mei 2011

Page 30: BaKTI News Edis 65

29 News Volume V - edisi 65

embaga Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Pesisir Papua atau yang disingkat L-PPaMP Papua adalah sebuah Llembaga non-profit yang berkomitmen mewujudkan

akselerasi pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan di Provinsi Papua.

Lembaga ini berorientasi pada lima aspek, yaitu: mengatasi kelemahan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil; meningkatkan akses pelayanan kebutuhan dasar manusia seperti kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi yang layak bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; memberikan perlindungan bagi anak-anak pesisir dan pulau-pulau kecil dari praktik praktik eksploitasi dan pekerja anak; dan melakukan rehabilitasi dan konservasi lingkungan hidup di kawasan pesisir Papua.

Tujuan strategis dari L-PPaMP Papua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; khususnya di Provinsi Papua. Untuk mencapai tujuan tersebut, L-PPaMP Papua memiliki beberapa peran strategis, yaitu sebagai organisasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, lembaga studi dan riset, lembaga pelatihan dan pendampingan masyarakat, lembaga mitra pelaksana program, dan sebagai fasilitator atau sebagai lembaga yang menjembatani berbagai pihak.

Sebagai sebuah organisasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, L-PPaMP Papua mendukung dan selalu berusaha mengembangkan program-program pembangunan di kawasan pesisir dan pulau didasarkan atas pemikiran operasional, konsepsional, komprehensif, dan berkesinambungan agar dalam proses pengelolaannya mampu mengakomodir aspirasi dan peran serta masyarakat secara luas.

Menanggapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir dalam upaya penanggulangan kemiskinan, perlindungan sosial, dan perbaikan pelayanan sektor sosial, L-PPaMP Papua sebagai lembaga yang independen melakukan studi dan research secara profesional dan proaktif serta berusaha menyediakan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu dengan analisis yang obyektif, berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta kondisi lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sebagai lembaga pelatihan dan pendampingan L-PpaMP Papua berupaya melakukan penguatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. L-PpaMP Papua didukung oleh sejumlah tenaga ahli dan fasilitator yang berpengalaman dalam bidang kelautan dan perikanan serta bidang pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, juga berperan sebagai lembaga penyedia layanan pelatihan dan pendampingan.

Sebagai lembaga mitra pelaksana program, L-PPaMP Papua memilki keunggulan dalam perspektif perencanaan jangka panjang dan mampu menjalankan tugas melalui pendekatan programatik. Di samping itu, L-PPaMP Papua juga memiliki kapasitas untuk mengundang peran serta para pihak dan mampu menjadi katalisator, pendorong dan penggerak kerjasama multi-pihak.

Dalam pengelolaan dana hibah dari lembaga donor, L-PPaMP Papua berpegang teguh pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada publik. Dana yang diterima dan dibelanjakan oleh lembaga untuk pengelolaan program, dipertaggungjawabkan secara jelas dan rinci, tidak saja kepada lembaga donor, tetapi juga kepada publik. Hal ini diwujudkan melalui penerapan prinsip efektivitas dalam penggunaan sumberdaya, prinsip kehati pengelolaan keuangan, yang diikuti pula dengan kemampuan menjaga ketepatan waktu dan sasaran; baik dalam pelaksanaan program, penentuan lokasi, maupun masyarakat penerima manfaat.

L-PPaMP Papua juga menempatkan diri sebagai ’jembatan’ yang memfasilitasi berbagai bentuk dan pola hubungan (interaksi); baik kerjasama maupun konflik, yang terjalin antara pihak-pihak yang berbeda peran dan fungsinya

Peran-peran strategis di atas, telah diterjemahkan kedalam beberapa kegiatan lembaga ini, sejak lembaga ini dibentuk tiga tahun lalu, tepatnya pada 31 Januari 2008. L-PPaMP Papua mendapatkan dukungan dari berbagai lembaga mitra pembangunan internasional dan pemerintah daerah. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan, antara lain adalah sebagai berikut.

• Bekerja sama dengan COREMAP Phase II melakukan Publikasi Program Pengelolaan dan Pelestarian Terumbu Karang di Media Massa.

• Penyusunan Master plan Pengembangan Kawasan Agropolitan/ Minapolitan Kab. Waropen, kerja sama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Waropen.

• Pelatihan dan Pendampingan dalam rangka Peningkatkan Akses Kredit Mikro bagi Masyarakat Penerima Program PNPM MANDIRI-KP (Kelautan Perikanan) di Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Waropen.

• Bekerja sama dengan DKP Waropen dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Sumber Daya Alam Kelautan dan Perikanan Berbasis Desa di Kabupaten Kepulauan Yapen.

• Bekerja sama dengan BAPPEDA Provinsi Papua Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kepariwisataan di Kawasan Pesisir Pantai (Ekowisata Bahari) di Provinsi Papua.

• Penyusunan rancangan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Provinsi Papua. Kerja sama dengan RCU COREMAP Papua – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua.

28 April 2011

Rumah Ide Makassar bekerjasama dengan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) mengadakan kegiatan Pemutaran Film dan Talkshow CINEMATICA pada tanggal 28 April 2011 bertempat di backyard Kantor BaKTI Makassar. CINEMATICA kali ini mengusung tema mengenai lingkungan, "One Earth,One Chance" dalam rangka memperingati Hari Bumi. Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian individu terhadap lingkungan, dihadiri oleh lebih dari 50 orang yang berasal dari kalangan LSM, jurnalis, mahasiswa, komunitas film serta masyarakat umum.

07 Mei 2011

Sebagai bentuk upaya untuk membina generasi muda yang kritis, analitis, sistematis, aplikatif dalam menghadapi permasalahan bangsa serta membangun karakter generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap perubahan dan permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat yakni melalui advokasi dan aksi. Untuk mewujudkan hal ini, Yasmin Foundation bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengadakan “Seminar Advokasi dan Aksi membangun generasi muda kritis dalam tatanan demokrasi di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2011 bertempat di ruang pertemuan BaKTI dan dihadiri oleh 35 peserta yang berasal dari pelajar dan mahasiswa.

Pemutaran Film dan Talkshow CINEMATICA

Seminar : Advokasi dan Aksi Membangun Generasi Muda Kritis dalam Tatanan Demokrasi di Indonesia

PROFIL LSM

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan memulai kerjasama, Anda dapat berkunjung ke kantor L-PPaMP Papua pada alamat Jalan Lembah II No. 10 RT 03/ RW 11 Kelurahan Angakasapura, Distrik Jayapura Utara, Jayapura, Papua atau menghubungi pengurus L-PPaMP Papua melalui telepon (0967) 542127.

L-PPaMP PAPUA

BaKTI menyediakan fasilitas Ruang Pertemuan bagi para pelaku pembangunan untuk melaksanakan seminar, lokakarya, rapat, dan diskusi. Reservasi ruangan dapat dilakukan melalui email dengan menghubungi [email protected] atau telepon 0411 3650320-22, atau berkunjung langsung ke Kantor BaKTI, Jl. Dr. Sutomo 26 Makassar.

KEGIATAN DI BaKTI

25 April 2011

Yayasan BaKTI meluncurkan program “Sahabat BaKTI” sebuah program untuk mendapatkan fasilitas akses ke ribuan koleksi buku perpustakaan BaKTI, akses menggunakan internet, akses informasi terkini melalui email serta prioritas sebagai peserta dalam berbagai event menarik yang dilaksanakan BaKTI. Serangkaian dengan kegiatan ini juga BaKTI bekerjasama dengan Pewarta Foto Indonesia Makassar mengadakan pameran foto perempuan bertempat di backyard BaKTI, yang kini bertransformasi menjadi “Mata Galeri”. Sebanyak 76 foto aktivitas perempuan dipamerkan dalam rangka peringatan hari Kartini. Acara ini dibuka oleh Ibu Hj. Majdah Agus Arifin Nu'mang (istri wakil Gubernur Sulsel).

Peluncuran “Sahabat BaKTI” dan Pameran Foto Perempuan

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Pesisir Papua

April-Mei 2011

Page 31: BaKTI News Edis 65

29 News Volume V - edisi 65

embaga Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Pesisir Papua atau yang disingkat L-PPaMP Papua adalah sebuah Llembaga non-profit yang berkomitmen mewujudkan

akselerasi pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara optimal dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan di Provinsi Papua.

Lembaga ini berorientasi pada lima aspek, yaitu: mengatasi kelemahan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil; meningkatkan akses pelayanan kebutuhan dasar manusia seperti kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi yang layak bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil; memberikan perlindungan bagi anak-anak pesisir dan pulau-pulau kecil dari praktik praktik eksploitasi dan pekerja anak; dan melakukan rehabilitasi dan konservasi lingkungan hidup di kawasan pesisir Papua.

Tujuan strategis dari L-PPaMP Papua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; khususnya di Provinsi Papua. Untuk mencapai tujuan tersebut, L-PPaMP Papua memiliki beberapa peran strategis, yaitu sebagai organisasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, lembaga studi dan riset, lembaga pelatihan dan pendampingan masyarakat, lembaga mitra pelaksana program, dan sebagai fasilitator atau sebagai lembaga yang menjembatani berbagai pihak.

Sebagai sebuah organisasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, L-PPaMP Papua mendukung dan selalu berusaha mengembangkan program-program pembangunan di kawasan pesisir dan pulau didasarkan atas pemikiran operasional, konsepsional, komprehensif, dan berkesinambungan agar dalam proses pengelolaannya mampu mengakomodir aspirasi dan peran serta masyarakat secara luas.

Menanggapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir dalam upaya penanggulangan kemiskinan, perlindungan sosial, dan perbaikan pelayanan sektor sosial, L-PPaMP Papua sebagai lembaga yang independen melakukan studi dan research secara profesional dan proaktif serta berusaha menyediakan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu dengan analisis yang obyektif, berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta kondisi lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sebagai lembaga pelatihan dan pendampingan L-PpaMP Papua berupaya melakukan penguatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. L-PpaMP Papua didukung oleh sejumlah tenaga ahli dan fasilitator yang berpengalaman dalam bidang kelautan dan perikanan serta bidang pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, juga berperan sebagai lembaga penyedia layanan pelatihan dan pendampingan.

Sebagai lembaga mitra pelaksana program, L-PPaMP Papua memilki keunggulan dalam perspektif perencanaan jangka panjang dan mampu menjalankan tugas melalui pendekatan programatik. Di samping itu, L-PPaMP Papua juga memiliki kapasitas untuk mengundang peran serta para pihak dan mampu menjadi katalisator, pendorong dan penggerak kerjasama multi-pihak.

Dalam pengelolaan dana hibah dari lembaga donor, L-PPaMP Papua berpegang teguh pada prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada publik. Dana yang diterima dan dibelanjakan oleh lembaga untuk pengelolaan program, dipertaggungjawabkan secara jelas dan rinci, tidak saja kepada lembaga donor, tetapi juga kepada publik. Hal ini diwujudkan melalui penerapan prinsip efektivitas dalam penggunaan sumberdaya, prinsip kehati pengelolaan keuangan, yang diikuti pula dengan kemampuan menjaga ketepatan waktu dan sasaran; baik dalam pelaksanaan program, penentuan lokasi, maupun masyarakat penerima manfaat.

L-PPaMP Papua juga menempatkan diri sebagai ’jembatan’ yang memfasilitasi berbagai bentuk dan pola hubungan (interaksi); baik kerjasama maupun konflik, yang terjalin antara pihak-pihak yang berbeda peran dan fungsinya

Peran-peran strategis di atas, telah diterjemahkan kedalam beberapa kegiatan lembaga ini, sejak lembaga ini dibentuk tiga tahun lalu, tepatnya pada 31 Januari 2008. L-PPaMP Papua mendapatkan dukungan dari berbagai lembaga mitra pembangunan internasional dan pemerintah daerah. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan, antara lain adalah sebagai berikut.

• Bekerja sama dengan COREMAP Phase II melakukan Publikasi Program Pengelolaan dan Pelestarian Terumbu Karang di Media Massa.

• Penyusunan Master plan Pengembangan Kawasan Agropolitan/ Minapolitan Kab. Waropen, kerja sama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Waropen.

• Pelatihan dan Pendampingan dalam rangka Peningkatkan Akses Kredit Mikro bagi Masyarakat Penerima Program PNPM MANDIRI-KP (Kelautan Perikanan) di Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Waropen.

• Bekerja sama dengan DKP Waropen dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Sumber Daya Alam Kelautan dan Perikanan Berbasis Desa di Kabupaten Kepulauan Yapen.

• Bekerja sama dengan BAPPEDA Provinsi Papua Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kepariwisataan di Kawasan Pesisir Pantai (Ekowisata Bahari) di Provinsi Papua.

• Penyusunan rancangan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Provinsi Papua. Kerja sama dengan RCU COREMAP Papua – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua.

28 April 2011

Rumah Ide Makassar bekerjasama dengan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) mengadakan kegiatan Pemutaran Film dan Talkshow CINEMATICA pada tanggal 28 April 2011 bertempat di backyard Kantor BaKTI Makassar. CINEMATICA kali ini mengusung tema mengenai lingkungan, "One Earth,One Chance" dalam rangka memperingati Hari Bumi. Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian individu terhadap lingkungan, dihadiri oleh lebih dari 50 orang yang berasal dari kalangan LSM, jurnalis, mahasiswa, komunitas film serta masyarakat umum.

07 Mei 2011

Sebagai bentuk upaya untuk membina generasi muda yang kritis, analitis, sistematis, aplikatif dalam menghadapi permasalahan bangsa serta membangun karakter generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap perubahan dan permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat yakni melalui advokasi dan aksi. Untuk mewujudkan hal ini, Yasmin Foundation bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengadakan “Seminar Advokasi dan Aksi membangun generasi muda kritis dalam tatanan demokrasi di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2011 bertempat di ruang pertemuan BaKTI dan dihadiri oleh 35 peserta yang berasal dari pelajar dan mahasiswa.

Pemutaran Film dan Talkshow CINEMATICA

Seminar : Advokasi dan Aksi Membangun Generasi Muda Kritis dalam Tatanan Demokrasi di Indonesia

PROFIL LSM

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan memulai kerjasama, Anda dapat berkunjung ke kantor L-PPaMP Papua pada alamat Jalan Lembah II No. 10 RT 03/ RW 11 Kelurahan Angakasapura, Distrik Jayapura Utara, Jayapura, Papua atau menghubungi pengurus L-PPaMP Papua melalui telepon (0967) 542127.

L-PPaMP PAPUA

BaKTI menyediakan fasilitas Ruang Pertemuan bagi para pelaku pembangunan untuk melaksanakan seminar, lokakarya, rapat, dan diskusi. Reservasi ruangan dapat dilakukan melalui email dengan menghubungi [email protected] atau telepon 0411 3650320-22, atau berkunjung langsung ke Kantor BaKTI, Jl. Dr. Sutomo 26 Makassar.

KEGIATAN DI BaKTI

25 April 2011

Yayasan BaKTI meluncurkan program “Sahabat BaKTI” sebuah program untuk mendapatkan fasilitas akses ke ribuan koleksi buku perpustakaan BaKTI, akses menggunakan internet, akses informasi terkini melalui email serta prioritas sebagai peserta dalam berbagai event menarik yang dilaksanakan BaKTI. Serangkaian dengan kegiatan ini juga BaKTI bekerjasama dengan Pewarta Foto Indonesia Makassar mengadakan pameran foto perempuan bertempat di backyard BaKTI, yang kini bertransformasi menjadi “Mata Galeri”. Sebanyak 76 foto aktivitas perempuan dipamerkan dalam rangka peringatan hari Kartini. Acara ini dibuka oleh Ibu Hj. Majdah Agus Arifin Nu'mang (istri wakil Gubernur Sulsel).

Peluncuran “Sahabat BaKTI” dan Pameran Foto Perempuan

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Pesisir Papua

April-Mei 2011

Page 32: BaKTI News Edis 65

Mereka Yang Tak Terlihat, Kemiskinan dan Pemberdayaan di Indonesia

Penulis Author Penerbit Publisher Deskripsi fisik Physical Description ISBN

Gubernur Rakyat, Menang Terhormat, Pemimpin Amanah

Gejolak Ekonomi Kerakyatan Gejala dan Ekonomi Regional

Pernahkan kita meluangkan waktu untuk mencoba melihat sekeliling kita, tepatnya lingkungan kita? Begitu banyak orang-orang yang ada tapi tak terlihat oleh kita. Siapa orang-orang yang tak terlihat itu? Mereka diantaranya adalah orang dengan cacat fisik, anak-anak kurang gizi, janda dan kepala rumah tangga perempuan, perempuan yang hidup dalam kekerasan rumah tangga, para penderita HIV, anak-anak yang tidak punya kesempatan bersekolah, pekerja seks dan lainnya. Buku ini memuat kisah-kisah mereka yang tak terlihat itu, kisah yang bercerita tentang bagaimana mereka tidak hanya diam duduk pasif menunggu bantuan tetapi secara aktif bekerja untuk memperbaiki kehidupan mereka, kisah yang memilukan namun selalu menghangatkan hati.

Buku ini adalah biografi dari seorang H. Nuralam, SE Gubernur Sulawesi Tenggara. Sebagai seorang gubernur pertama yang dipilih langsung di Sulawesi Tenggara, H. Nuralam, SE memiliki program Bahteramas dan program fisik lainnya serta berusaha membangun optimisme dan kesepahaman kepada seluruh pelaksana pemerintahan dan masyarakat Silawesi Tenggara.

Rekaman-rekaman sejarah perekonomian Indonesia dan kawasan regional di era tahun 1990-an termuat dalam buku ini. Penguatan ekonomi kerakyatan menjadi salah satu era yang terekam dimana pada era ini dimunculkan program pengentasan masyarakat miskin dengan usaha-usaha yang sifatnya produktif yang telah digeluti oleh masyarakat pedesaan dan pengusaha kecil. Terekam pula gejolak-gejolak ekonomi internal yang timbul seperti protes petani, dilema suku bunga UMR dan lainnya serta usaha dalam menghadapi persaingan global.

PNPM Mandiri Godown, Imprint Yayasan Lontar 189 hal, 22,5 x 29 cm 978-979-25-1002-7

Penulis Author Penerbit Publisher Deskripsi fisik Physical Description ISBN

Sawaluddin Lakawa Komunika xxi + 298 Hal, 16 x 23 cm 978-979-15-4129-9

Penulis Author Penerbit Publisher Deskripsi fisik Physical Description ISBN

Arsalim Arifin Komunika x + 154 hal, 14,8 x 21 cm 978-602-98683-0-2

Affirmative policy, Menjawab Masa Depan NTB

“Janganlah menunggu inspirasi dulu baru menulis, tapi menulislah maka inspirasi ituakan datang dengan sendirinya” demikian petikan seorang motivator yang kemudian dipegang dan dilaksanakan oleh Rosiady Suyuti. Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan beliau yang pernah dimuat dalam berbagai media cetak yang bertemakan pembangunan dan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, perencanaan pemabangunan, islam dan kepemimpinan serta tema-tema segar dan menarik lainnya.

Penulis Author Penerbit Publisher Deskripsi fisik Physical Description ISBN

Arsalim Arifin Komunikasi x + 154 hal; 14,8 x 21 cm 978-602-98683-0-2

Terimakasih kepada Bapak Rosiadi Sayuti, Penerbit Komunika dan PNPM Mandiri atas sumbangan buku untuk Perpustakaan BaKTI.

INFO BUKU