bahaya pandemi serta dampak ekonomi akibat wabah flu burung
DESCRIPTION
bahaya pandemi serta kerugian flu burungTRANSCRIPT
BAHAYA PANDEMI DAN PENULARAN SERTA CARA PENANGGULANGAN WABAH FLU BURUNG (AVIAN
INFLUENZA)
Nanda Subhan0707101010114
A-07
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
ABSTRAK
Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu
burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana – mana. Virus ini pada
awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir – akhir ini
diberitakan bahwa ada manusia yang telah terserang virus flu
burung,bahkan virus ini telah mengakibatkan kematian manusia yang
telah terinfeksi virus ini. Indonesia tergolong kawasan yang rawan
terhadap serangan flu burung. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya unggas berada di sekitar peternakan rakyat,yang umumnya
berskala kecil. Melihat kondisi ini, maka perlu diadakan usaha
pengendalian wabah flu burung ini agar flu burung yang pada awalnya
bersifat pandemic tidak berubah menjadi endemik.
Keyword: Avian influenza,Virus H5N1, Pandemi, patofisiologi, Penanggulangan
PENDAHULUAN
Penyakit influensa unggas
(avian influenza), atau lebih dikenal
sebaga“wabah flu burung”, pertama
kali dilaporkan pada tahun 1878
sebagai wabah yangmenjangkiti ayam
dan burung di Italia (Perroncito, 1878),
yang disebut juga sebagai“Penyakit
Lombardia” mengikuti nama sebuah
daerah lembah di hulu sungai
Po.Meskipun di tahun 1901 Centanini
dan Savonucci berhasil
mengidentikfikasi organisme mikro
yang menjadi penyebab penyakit
tersebut, baru di tahun 1955 Schafer
dapat menunjukkan ciri-ciri organisme
itu sebagai virus influensa A (Schafer,
1955). Dalam penjamu alami yang
menjadi reservoir virus flu burung,
yaitu burung-burung liar, infeksi yang
terjadi biasanya berlangsung tanpa
gejala (asimtomatik) karena virus
influensa A itu dari jenis yang
berpatogenisitas rendah dan hidup
bersama secara seimbang dengan
penjamu-penjamu tersebut (Webster,
1992, Alexander, 2000).
Dalam beberapa hari terakhir,
wilayah Indonesia kembali dilanda
wabah flu burung. Masyarakat pun
ramai membicarakan flu burung yang
telah nyata-nyata menelan korban
manusia. Seperti kita ketahui, dari
tahun ke tahun jumlah korban semakin
bertambah. Flu burung pertama kali
dilaporkan di Indonesia pada bulan
Agustus 2003. Sampai dengan awal
Februari 2006, virus ini dilaporkan
menjadi endemik di 26 propinsi di
Indonesia. Pada akhir Januari 2007,
tercatat sudah terjadi 81 kasus flu
Burung, dimana 63 diantara
penderitanya meninggal dunia
(sumber: depkes). Indonesia kini
menempati peringkat teratas di dunia
dalam hal ancaman pandemi flu
burung.
KARAKTERISTIK DAN
MORFOLOGI VIRUS FLU
BURUNG
Virus flu burung
tergolong virus influenza tipe
A. Virus Influenza tipe A dapat
menginfeksi spesieshewan
seperti burung,babi,kuda,ikan
paus dan singa laut. Virus
Influenza memiliki 8 segmen
RNA dengan panjang 12-15
ribu pasang basa. Influenza A
bentuknya bulat atau filamen
dengan diameter 50-120
nanometer x 200-300
nanometer. Tiap virus memiliki
50 paku (spike) yang
mengandung protein HA (80%)
dan NA(20%). Keduanya
berfungsi sebagai antigen
yang mempengaruhi antibodi.
Protein HA: berperan dalam
proses attachment virus
dengan sel, yaitu berinteraksi
langsung dengan reseptor
yang ada di permukaan sel.
Protein NA: sebagai perusak
reseptor dengan memotong
asam sialat dari reseptor.
Proses ini penting untuk
pelepasan virus dari sel
(budding). Influenza A dibagi
menjadi beberapa subtipe
berdasarkan sifat antigen dari
protein haemagglutinin (H)
dan neuraminidase (N).
Sampai saat ini ditemukan 15
jenis H (H1-H15) dan 9 jenis N
(N1-N9). Virus avian influenza
mati dengan pemanasan 56
derajat Celsius selama tiga
jam atau 60 derajat Celsius
selama 30 menit
PATOGENESA
Mutasi genetik virus avian
influenza seringkali terjadi sesuai
dengan kondisi dan lingkungan
replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja
untuk mempertahankan diri akan tetapi
juga dapat meningkatkan sifat
patogenisitasnya. Penelitian terhadap
virus H5N1 yang diisolasi dari pasien
yang terinfeksi pada tahun 1997,
menunjukkan bahwa mutasi genetik
pada posisi 627 dari gen PB2 yang
mengkode ekspresi polymesase basic
protein (Glu627Lys) telah
menghasilkan highly cleavable
hemagglutinin glycoprotein yang
merupakan faktor virulensi yang dapat
meningkatkan aktivitas replikasi virus
H5N1 dalam sel hospesnya (Hatta M,
et. al. 2001). Disamping itu adanya
substitusi pada nonstructural protein
(Asp92Glu), menyebabkan H5N1
resisten terhadap interferon dan tumor
necrosis factor α (TNF-α) secara
invitro (Seo SH, et.al. 2002). Infeksi
virus H5N1 dimulai ketika virus
memasuki sel hospes setelah terjadi
penempelan spikes virion dengan
reseptor spesifik yang ada di
permukaan sel hospesnya. Virion akan
menyusup ke sitoplasma sel dan akan
mengintegrasikan materi genetiknya di
dalam inti sel hospesnya, dan dengan
menggunakan mesin genetik dari sel
hospesnya, virus dapat bereplikasi
membentuk virion-virion baru, dan
virion-virion ini dapat menginfeksi
kembali sel-sel disekitarnya. Dari
beberapa hasil pemeriksaan terhadap
spesimen klinik yang diambil dari
penderita ternyata avian influenza
H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel
nasofaring (Peiris JS,et.al. 2004), dan
di dalam sel gastrointestinal (de Jong
MD, 2005, Uiprasertkul M,et.al.
2005). Virus H5N1 juga dapat
dideteksi di dalam darah, cairan
serebrospinal, dan tinja pasien
(WHO,2005). Fase penempelan
(attachment) adalah fase yang paling
menentukan apakah virus bisa masuk
atau tidak ke dalam sel hospesnya
untuk melanjutkan replikasinya. Virus
influenza A melalui spikes
hemaglutinin (HA) akan berikatan
dengan reseptor yang mengandung
sialic acid (SA) yang ada pada
permukaan sel hospesnya. Ada
perbedaan penting antara molekul
reseptor yang ada pada manusia
dengan reseptor yang ada pada unggas
atau binatang. Pada virus flu burung,
mereka dapat mengenali dan terikat
pada reseptor yang hanya terdapat
pada jenis unggas yang terdiri dari
oligosakharida yang mengandung N-
acethylneuraminic acid α-2,3-galactose
(SA α-2,3-Gal), dimana molekul ini
berbeda dengan reseptor yang ada
pada manusia. Reseptor yang ada pada
permukaan sel manusia adalah SA α-
2,6-galactose (SA α-2,6-Gal), sehingga
secara teoritis virus flu burung tidak
bisa menginfeksi manusia karena
perbedaan reseptor spesifiknya.
Namun demikian, dengan perubahan
hanya 1 asam amino saja konfigurasi
reseptor tersebut dapat dirubah
sehingga reseptor pada manusia
dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi
virus H5N1 untuk melakukan mutasi
inilah yang dikhawatirkan sehingga
virus dapat membuat varian-varian
baru dari HPAI-H5N1 yang dapat
menular antar manusia ke manusia
(Russel CJ and Webster RG.2005,
Stevens J. et. al. 2006).
PENULARAN FLU BURUNG
Proses penyebaran flu burung
belum sepenuhnya dipahami. Bebek
dan angsa yang merupakan ordo
Anseriformes serta flu burung camar
dan burung laut dari ordo
Charadriiformes adalah pembawa
(carrier) virus influenza A subtipe H5
dan H7. Virus yang dibawa oleh
unggas ini umumnya kurang ganas
(LPAIV). Unggas air liar ini juga
menjadi reservoir alami untuk semua
virus influenza. Diperkirakan
penyebaran virus flu burung karena
adanya migrasi dari unggas liar
tersebut. Beberapa cara penularan
virus flu burung yang mungkin
terjadi :
A. Penularan Antar Unggas
Flu burung dapat menular
melalui udara yang tercemar virus
H5N1 yang berasal dari kotoran
unggas yang sakit. Penularan juga bisa
terjadi melalui air minum dan pasokan
makanan yang telah terkontaminasi
oleh kotoran yang terinfeksi flu
burung. Di peternakan unggas,
penularan dapat terjadi secara mekanis
melalui peralatan, kandang, pakaian
ataupun sepatu yang telah terpapar
pada virus flu burung (H5N1) juga
pekerja peternakan itu sendiri. Jalur
penularan antar unggas di peternakan,
secara berurutan dari yang kurang
berisiko sampai yang paling berisiko
adalah melalui :
a) Pergerakan unggas yang
terinfeksi
b) Kontak langsung selama
perjalanan unggas ke tempat
pemotongan
c) Lingkungan sekitar (tetangga)
dalam radius 1 km
d) Kereta/lori yang digunakan
untuk mengangkut makanan,
minuman unggas dan lain-lain
e) Kontak tidak langsung saat
pertukaran pekerja dan alat-alat
B. Penularan dari Unggas Ke
Manusia
Penularan virus flu burung dari
unggas ke manusia dapat terjadi ketika
manusia kontak dengan kotoran
unggas yang terinfeksi flu burung, atau
dengan permukaan atau benda-benda
yang terkontaminasi oleh kotoran
unggas sakit yang mengandung virus
H5N1.
Orang yang berisiko tinggi tertular flu
burung adalah :
a) Pekerja di peternakan ayam
b) Pemotong ayam
c) Orang yang kontak dengan
unggas hidup yang sakit atau
terinfeksi flu burung
d) Orang yang menyentuh produk
unggas yang terinfeksi flu
burung
e) Populasi dalam radius 1 km
dari lokasi terjadinya kematian
unggas akibat flu burung
C. Penularan Antar Manusia
Pada dasarnya sampai saat ini,
H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi
manusia dan apabila seseorang
terinfeksi, akan sulit virus itu menulari
orang lain. Pada kenyataannya,
penularan manusia ke manusia,
terbatas, tidak efisien dan tidak
berkelanjutan. Menurut WHO, pada
2004 di Thailand dan 2006 di
Indonesia, diduga terjadi adanya
penularan dari manusia ke manusia
tetapi belum jelas. 3 Model penularan
ini perlu diantisipasi secara serius
karena memiliki dampak yang sangat
merugikan dan mengancam kesehatan,
kehidupan sosial, ekonomi dan
keamanan manusia. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena virus flu
burung memiliki kemampuan untuk
menyusun ulang materi genetik virus
flu burung dengan virus influenza
manusia sehingga timbul virus
Influenza subtipe baru yang sangat
mudah menular (reassortment).
D. Penularan dari Lingkungan ke
Manusia
Secara teoritis, model
penularan ini dapat terjadi oleh karena
ketahanan virus H5N1 di alam atau
lingkungan. Sampai saat ini belum
diketahui secara pasti mekanisme
penularan flu burung pada manusia
namun diperkirakan melalui saluran
pernapasan karena dari hasil penelitian
didapatkan reseptor H5N1 pada
saluran napas manusia terutama
saluran napas bagian bawah dan setiap
orang memiliki jumlah reseptor yang
berbeda-beda, sedangkan pada saluran
percernaan ditemukan reseptor dalam
jumlah yang sangat sedikit namun
belum bisa dibuktikan penularan flu
burung melalui saluran pencernaan dan
ada referensi yang mengatakan bahwa
reseptor H5N1 pada manusia hanya
terdapat pada saluran pernapasan jadi
hal ini masih diperdebatkan. Kotoran
unggas, biasanya kotoran ayam yang
digunakan sebagai pupuk, menjadi
salah satu faktor risiko penyebaran flu
burung. Penyakit ini dapat menular
melalui udara yang tercemar virus
H5N1 yang berasal dari kotoran atau
sekret burung/unggas yang menderita
flu burung. Penularan unggas ke
manusia juga dapat terjadi jika
manusia telah menghirup udara yang
mengandung virus flu burung (H5N1)
atau kontak langsung dengan unggas
yang terinfeksi flu burung.
E. Penularan ke Mamalia Lain
Virus flu burung (H5N1) dapat
menyebar secara langsung pada
beberapa mamalia yang berbeda yaitu
babi, kuda, mamalia yang hidup di
laut, familia Felidae (singa, harimau,
kucing) serta musang (stone marten).
BAHAYA PANDEMI
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi
untuk menandai awal terjadinya
pandemi:
a) Sebuah virus subtipe HA, yang
tidak pernah menyerang
manusia minimal satu
generasi, kini muncul (atau
muncul kembali).
b) Menginfeski serta mengalami
replikasi secara efisien dalam
tubuh manusia.
c) Secara mudah menyebar dan
bertahan dalam populasi
manusia.
Ini menunjukkan bahwa ancaman
terjadinya pandemi influensa baru
pada manusia bukanlah secara khusus
terkait dengan minculnya HPAI H5N1.
Sebegitu jauh, H5N1 hanya memenuhi
dua dari tiga syarat di atas: artinya,
untuk sebagian besar umat manusia
ada subtipe baru dan sudah menular
serta menimbulkan penyakit yang
berat dan sangat mematikan, dengan
kematian yang l40 kasus sampai sat
ini. Pada sebagian besar manusia tidak
ada kekebalan terhadap virus sejenis
H5N1. Sebuah pandemi baru sudah di
ambang pintu seandainya H5N1 garis
Asia berhasil memperoleh sifat-sifat
yang memungkinkan ia dapat menular
secara efisien dan bertahan dari
manusia ke manusia. Baik sifat-sifat
itu diperoleh melalui adaptasi secara
berangsur ataupun melalui reasortasi
dengan virus yang sudah beradaptasi
dalam tubuh manusia (Guan 2004).
Secara in vitro sudah dibuktikan
bahwa dua pertukaran asam amino
yang berlangsung simultan yang
terjadi pada reseptor
tempat penggabungan protein HA dari
virus HPAI H5N1 garis Asia (Q226L
dan G228S) mengoptimalkan
ikatannya kepada reseptor tipe 2-6
pada manusia seperti yang dimiliki
oleh virus influenas A yang sudah
beradaptasi dalam tubuh manusia
(Harvey 2004). Gambaryan et al
(2006) berhasil mengidentifikasi dua
isolat virus manusia yang berasal dari
ayah dan anak laki-lakinya yang telah
terinfeksi H5N1 di Hong Kong pada
tahun 2003, yang berbeda dengan
semua isloat H5N1 lainnya yang
diperoleh dari manusia dan unggas,
menunjukkan afinitas yang lebih tinggi
terhadap resseptor 2-6 akibat telah
terjadi mutasi S227N secara unik pada
tempat penggabungan di reseptor HAI.
Pandemi mungkin kini sudah di
ambang pintu, atau bahkan sudah
terjadi ketika anda membaca naskah
ini. Tidak seorang pun dapat
meramalkannya. Kemungkinan hal
seperti itu terjadi berkorelasi langsung
dengan jumlah virus yang beredar di
unggas, dan dengan demikian juga
berarti dengan besarnya kemungkinan
manusia terpapar. Oleh karena itu
keberhasilan membasmi H5N1 pada
sumbernya akan menurunkan risiko
pandemi oleh virus ini. Ada perkiraan,
yang dibahas di email dan juga
berbagai forum diskusi, bahwa cukup
dengan investasi sebesar 10% dari
dana yang disediakan untuk
mengembangkan vaksin manusia yang
spesifik H5, akan mempunyai efek
yang lebih besar jika digunakan untuk
membasmi H5N1 pada unggas dalam
upaya mencegah wabah H5N1 pada
manusia.
Sejak pertama kali H5N1 dapat
diisolasi dari manusia di tahun 1997,
virus ini belum berhasil menyelesaikan
langkah terakhir (yaitu menyebar
secara mudah serta mampu bertahan
pada manusia) dalam memenuhi tiga
syarat di atas untuk dapat menjadi
pandemi di kalangan manusia. Tetapi
penelitian mutakhir belum lama ini
menunjukkan bahwa dari tahun ke
tahun virulensi H5N1 pada mamalia
makin meningkat dan jenis penjamu
pun makin meluas:
• H5N1 yang diisolasi dari
bebek domestik yang nampak
sehat di daratan China dari
tahun 1999 sampai 2002, dan
juga di Vietnam sejak 2003
secara preogresif makin
patogenik terhadap mamalia
(Chen 2004).
• H5N1 telah memperluas jenis
penjamu, dan secara alami
telah menulari dan
membunuh beberapa spesies
mamalia (kucing, harimau)
yang sebelumnya dianggap
resisten terhadap infeksi virus
influensa unggas.
Meskipun demikian, jangan
sampai kita lengah karena sementara
kita terlalu memusatkan perhatian
kepada situasi H5N1 di Asia, virus
influensa lain yang mungkin lebih
mempunyai potensi untuk
menimbulkan pandemi dapat saja
muncul. Misalnya beberapa strain dari
subtipe H9N2 yang sebelum tahun
1980-an belum ditemukan di Asia, kini
bukan saja mulai meluas di antara
populasi unggas di Asia tetapi juga
telah melintas ke populasi babi di
bagian tenggara dan timur China
(Shortridge 1992, Peiris 2001, Xu
2004). Reseptor dari virus-virus ini
menunjukkan kesamaan dalam ciri-ciri
spesifiknya dengan virus yang telah
beradaptasi dengan manusia (Li
2005b, Matrosovich 2001). Viru-virua
H9 ini mempunyai penjamu yang luas,
dan secara genetik beragam serta dapat
secara langsung menginfeksi manusia.
Strain H9N2 yang telah menginfeksi
manusia di Hong Kong, malah
menunjukkan gentipe yang dekat
dengan genotipe virus H5N1 tahun
1997 (Lin 2000).
Adapun fase-fase Pandemi Influenza
adalah sebagai berikut :
TINGKATAN PANDEMI WHO
Periode inter-pandemi
Fase I Tidak adanya subtipe virus
influenza baru pada
manusia, terdapat infeksi
pada binatang (unggas)
dengan risiko rendah pada
penularan manusia.
Fase II Tidak adanya subtipe virus
influenza baru pada
manusia, terdapat infeksi
pada binatang (unggas)
dengan risiko tinggi pada
penularan manusia.
Periode waspada pandemi
Fase III Manusia terinfeksi dengan
virus subtipe baru, tidak
adanya penularan dari
manusia ke manusia.
Fase IV Penularan dari manusia ke
manusia pada klaster kecil
dan terlokalisir pada aren
yang kecil.
Fase V Klaster besar, masih
terlokalisir, virus mulai
beradaptasi ke manusia.
Periode pandemi
Fase VI Penularan yang meningkat
dan transmisi berkelanjutan
pada manusia.
Periode pasca pandemi
PENANGGULANGAN
Pengendalian atau penanggulangan flu
burung yang terbaik adalah mencegah
agar tidak terjadi penularan baik itu ke
hewan maupun manusia. Berikut
adalah hal – hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah penularan flu
burung :
a) Hindarilah terpapar/terkena
cairan yang ada pada paruh,
hidung dan mata unggas yang
sakit.
b) Anak-anak mudah tertular flu
burung. Jauhkan dan jangan
dibiarkan bermain dengan
unggas, telur, bulu unggas, dan
lingkungan yang tercemar
kotoran unggas.
c) Buang dan timbunlah dengan
tanah, kotoran unggas yang ada
disekitar rumah.
d) Jangan memegang unggas yang
mati mendadak tanpa sarung
tangan, penutup
hidung/mulut,sepatu/penutup
kaki. Sebaiknya segera kubur
unggas itu.
e) Cuci daging dan telur unggas
sebelum dimasak atau
disimpan di kulkas.
f) Masaklah daging dan telur
unggas sampai matang sebelum
dimakan. Virus flu burung bisa
menular melalui telur atau
daging unggas yang tidak
dimasak sampai matang.
g) Jangan mengkonsumsi daging
unggas yang terkena flu
burung.
h) Bangkai unggas jangan
dijual/dimakan. Segera kubur
agar penyakitnya tidak menular
ke unggas lain, anda sendiri,
keluarga dan tetangga serta
masyarakat luas.
i) Jauhkan kandang unggas dari
rumah tinggal. Kandangkan
unggas dalam kurungan agar
tidak tertular penyakit dari
unggas lain.
j) Pakai penutup hidung/masker
dan kacamata renang (goggle)
jika berada dipeternakan ayam
atau unggas berkumpul.
k) Cuci tangan dengan sabun
setelah memegang unggas atau
telur. Mandi dan cuci pakaian
setelah mengubur unggas mati.
l) Bila ada yang merasa terkena
flu, badan panas, pusing, sesak
napas setelah ada unggas mati
mendadak, segera pergi ke
Puskesmas atau dokter. Jangan
sampai terlambat
KESIMPULANMakna penting peranan virus influensa
unggas (AI) yang sangat patogen
terhadap wabah yang menghancurkan
peternakan unggas secara nyata makin
mejningkat dalam sepuluh tahun
terakhir ini. Bangkitnya virus-virus AI
subtipe H5 dan H7 yang
berpatogenisitas rendah (LP, low
pathogenicity) dari tempat
penampungannya dalam unggas liar
telah menjadi dasar dari proses ini.
Masih harus diteliti apakah benar, dan
mengapa, prevalensi virus H5 dan H7
dalam tempat penampungnya telah
berubah. Dalam hal status endemik
dari H5N1 garis Asia yang
berpatogenisitas tinggi (HPAI) dalam
populasi unggas ternak di Asia
Tenggara, yang juga sering telah
menyebabkan tertularinga unggas
berpindah, sudah saatnya ditinjau
kembali paradigma epidemiologi dan
endemisitas dalam populasi unggas
berpindah. Wabah ini dapat
menimnbulkan kerugian besar
terhadap industri ternak unggas dalam
skala lintas benua. Risiko paparan
pada manusia secara langsung
berhubungan dengan meningkatnya
kehadiran virus yang berpotensi
menular dari hewan ke manusia dalam
unggas ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Duhan db.,JF. 2008. Waspada serangan flu burung. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/waspada-serangan-flu-burung-3_02.pdf [ diakses pada: 30 september 2010]
Food and agriculture organization (FAO). 2005. Pencegahan dan pengendalian flu burung (avian influenza) pada peternakan unggas skala kecil. http://www.fao.org/docs/eims/upload//241491/ai303id00.pdf [ diakses pada: 30 september 2010]
Kandun IN et al. 2006. Three Indonesian cluster of H5N1 virus infection in 2005. www N Engl J Med. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa060930#t=abstract [ diakses pada: 5 Oktober 2010]
Li LKS et al. 2004. Genesis of a highly pathogenic and potentially pandemic H5N1 influenza virus in eastern asia [abstrak].
Osterholm MT. 2005. preparing for the next pandemic. www N Engl J Med. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMp058068 [ diakses pada: 5 Oktober 2010]
Pudjiantmoko. 2009. Kasus flu burung subtipe H7 pada burung puyuh di jepang. http://atanitokyo.blogspot.com/2009/03/kasus-flu-burung-subtipe-h7-pada-burung.html
Purwoarminta A. 2007. Pandemi flu burung. http://sutikno.org/index.php?option=com_content&task=view&id=46&Itemid=49
Radji M. 2006. Avian influenza A (H5N1): patogenesis, pencegahan dan penyebaran padamanusia.http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/v03n02/maksum0302.pdf?PHPSESSID=50ac0ac476b31f8693bfbb726df823c1 [ diakses pada: 19 september 2010]
Snacken R et al. 1999. The next influenza pandemic: Lescon from hongkong 1997. http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol5no2/snacken.htm [diakses pada: 5 Oktober 2010]
Utomo BN. 2004. Mengenal penyakit flu burung (avian influenza) dan langkah-langkah penangganannya. http://www.litbang.deptan.go.id/berkas/AI.pdf [ diakses pada: 2 Oktober 2010]
World health organization (WHO). 2005. Avian influenza A (H5N1) infection in humans.www N Engl J Med. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra052211 [ diakses pada: 16 september 2010]
World health organization (WHO). 2004. Evolution of H5N1 avian influenza viruses in asia. http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol11no10/05-0644.htm [ diakses pada: 5 oktober 2010