bahaya kebakaran hutan

Upload: david-newton

Post on 13-Oct-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

Bahaya Kebakaran Hutan Bagi Kelangsungan Keragaman Hidup Flora Dan Fauna

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Telekomunikasi

Disusun Oleh :Herdani Agustina0611 3033 0967Maya Sari Rahmawati0611 3033 0971Reni Oktaria0611 30330976Kelas : 6TC

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYAPALEMBANG2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, karena dilihat dari manfaatnya sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap tahunnya.Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi karena manusia yang menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian. selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.

1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :1. Pengertian dan manfaat hutan di Indonesia.2. Kerusakan hutan dan penyebabnya yang terjadi di Indonesia.3. Kebakaran hutan dan jenis-jenisnya.4. Penyebab dan dampak kebakaran hutan.5. Pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan.6. Beberapa kasus kebakaran hutan.

1.3 TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Mengetahui pengertian dan manfaat hutan di Indonesia.2. Mengetahui kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia dan penyebabnya.3. Mengetahui pengertian dan jenis-jenis kebakaran hutan.4. Mengetahui penyebab dan dampak kebakaran hutan.5. Mengetahui cara pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan.6. Mengetahui beberapa kasus kebakaan hutan.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian HutanHutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama.Pemanfaatan sekaligus perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Menurut beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.

2.2 Hutan di IndonesiaLuas hutan di Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau Jawa hanya sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung. Persebaran hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang luasnnya mencapai 89 juta hektar. Daerah-daerah hutan hujan tropis antara lain terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Irian. Hutan hujan tropis anggotanya tidak pernah menggugurkan daun, liananya berkayu, pohon-pohonnya lurus dapat mencapai rata-rata 30 meter.

2.3 Manfaat Hutan di Indonesia1. Hutan di Indonesia Sebagai paru-paru dunia jamur dan bakteriKekayaan Keanekaragaman Hayati yang Tinggi sebagai Paru-paru Dunia Jamur dan bakteri tersebut dapat membantu proses pembusukan pada hewan dan tumbuhan secara cepat. Dengan demikian hutan hujan tropika tidak saja ditandai dengan pertumbuhan yang baik tetapi juga tempat pembusukan yang baik. Keanekaragaman hayati ditandai dengan kekayaan spesies yang dapat mencapai sampai hampir 1.400 spesies, Brasil tercatat mempunyai 1.383 spesies. Di daerah tropika tumbuhan berkayu mempunyai dominasi yang lebih besar daripada daerah lainnya.2. Hutan Sebagai Pengatur Aliran AirPenguapan air ke udara hingga terjadi kondensasi di atas tanah yang berhutan antara lain disebabkan oleh adanya air hujan, dengan ditahannya (intersepsi) air hujan tersbut oleh tajuk pohon yang terdiri dari lapisan daun, dan diuapkan kembali ke udara. Sebagian lagi menembus lapisan tajuk dan menetes serta mengalir melalui batang ke atas permukaan serasah di hutan.3. Pencegah Erosi dan BanjirErosi dan banjir adalah akibat langsung dari pembukaan dan pengolahan tanah terutama di daerah yang mempunyai kemiringan permukaan bumi atau disebut juga kontur yang curam. Keduanya dapat bersumber dari kawasan hutan maupun dari luar kawasan hutan, misalnya perkebunan, tegalan, dan kebun milik rakyat.4. Menjaga Kesuburan TanahKesuburan tanah sebagian besar dalam bentuk mineral, seperti unsur-unsur Ca, K, N, P, dan lainnya, disimpan pada bagian dari vegetasi yang ada di atas tanah, misalnya pada batang, dahan, ranting, daun, bunga, buah, dan lain-lain. Dengan demikian dengan adanya kerapatan hutan pada hutan tropika dapat menjaga kesuburan tanah.

2.4 Kerusakan Hutan di IndonesiaKerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun.Bahkan jika melihat data yang dikeluarkan oleh State of the Worlds Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan gelar kehormatan bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (Hak Penguasaan Hutan). Dari total luas hutan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik per tahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta meter kubik meter per tahun. Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.Deforestasi (kerusakan hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir.Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus).

2.5 Kebakaran HutanKebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Selain itu, kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan,antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain. Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.2. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.3. Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.

2.6 Kebakaran dan PembakaranKebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya.Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Bahan bakar dan api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan pertanian dan perkebunan (Saharjo, 1999). Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara cermat dan hati-hati. Untuk menyelesaikan masalah ini maka manajemen penanggulangan bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil penelitian dan tidak lagi hanya mengandalkan dari terjemahan textbook atau pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di Indonesia (Saharjo, 2000).

2.7 Penyebab Kebakaran HutanKebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:1. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.2. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.3. Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.4. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.5. Kebakaran dibawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.6. Cuaca Terik Pada Musim KemarauSalah satu faktor alam yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah cuaca yang terik pada musim kemarau. Kejadian ini yang termasuk sering terjadi dihutan Indonesia khususnya pada periode April hingga September. Cuaca yang terik menyebabkan pohon-pohon menjadi kering terutama ilalang, ranting dan dedaunan dan ini sangat mudah sekali terbakar.7. Alih Fungsi LahanPenyebab lainnya yang membuat hutan kita terbakar adalah alih fungsi lahan. Ini dilakukan oleh banyak perusahaan yang membakar hutan untuk membuat pabrik, hal ini dilakukan karena berbiaya jauh lebih murah dibandingkan menggunakan alat berat. Ini juga dilakukan masyarakat sekitar untuk membuka lahan pertanian dengan cara membakar hutan.

2.8 Kerugian yang ditimbulkannyaKebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutantersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagikegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.

2.9 Dampak Kebakaran HutanDampak kebakaran hutan secara umum :1. Kebakaran hutan menyebakan polusi dan pencemaran udara. Gas emisi yang berupa karbon terlepas ke udara, dan ini bisa membahayakan manusia dan bahkan bisa menyebabkan kematian.2. Dampak lain yang sering dirasakan manusia akibat terbakarnya hutan Indonesia adalah kesulitan untuk bernapas bahkan hingga terkena penyakit saluran pernapasan (ISPA)3. Hutan yang terbakar akan melepaskan gas karbon monoksida ke atmosfer. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa gas karbon monoksida merupakan penyebab pemanasan global.4. Terbakarnya hutan menyebabkan persediaan oksigen manjadi menipis. Dalam hutan terdapat banyak pohon yang menghasilkan oksiden, kalau hutan terbakar tentu tidak ada oksigen.5. Hutan merupakan rumah bagi flora dan fauna, jika hutan terbakar mereka tentu tidak punya rumah lagi. Ini merupakan salah satu penyebab kelangkaan beberapa flora fauna Indonesia.6. Kebakaran hutan menyebakan suhu udara menjadi panas, dan ini berpegaruh kepada kota-kota yang disekitarnya. Dan hal tersebut akan membuat hidup kita menjadi tidak nyaman.7. Hutan yang terbakar juga membuat potensi pendapatan dari hasil hutan menjadi berkurang, padahal hasil hutan bisa mendatangkan pendapatan yang terbilang besar.8. Untuk sebagian masyarakat, hasil hutan adalah sumber mata pencaharian mereka. Jika hutan terbakar, maka tentulah mereka tidak akan mendapatkan penghasilan.9. Peristiwa terbakarnya hutan akan membuat negara mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Tentu uang ini akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk kesejahteraan warga.10. Kebakaran hutan membuat image Indonesia dimata internasional menjadi buruk, Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak becus dalam mengelola lingkungannya.2.9.1 Dampak Kebakaran Hutan terhadap Lingkungan Biologis Lingkungan biologi yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan decomposer. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebakaran hutan khususnya terhadap lingkungan biologis antara lain sebagai berikut :1. Terhadap flora dan faunaKebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan. Selain itu, kebakaran hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.Beberapa dampak kebakaran tehadap hewan dan tumbuhan antara lain sebagai berikut: Bangsa BinatangKebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang yang akan kehilangan tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencarimakan. Dengan demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru setelah terjadinya kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan dapat mengalami kepunahan.Contoh dampak kebakaran hutan bagi beberapa hewan antara lain sebagai berikut: Geobin : seluruh daur hidupnya di dalam tubuh tanah (Ciliophora, Rhizopoda & Mastigophora, dll) Geofil : sebagian daur hidupnya di dalam tubuh tanah (serangga) Bangsa TumbuhanKehidupan tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat hidupnya. Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu.Contoh dampak kebakaran hutan terhadap tumbuhan adalah sebagai berikut: Tumbuhan tingkat tinggi (akar pohon, semak atau rumput) Tumbuhan tingkat rendah (bakteri, cendawan dan Ganggang)

Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah.1. Terhadap keanekaragaman hayatiKebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.2. Terhadap mikroorganismeKebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme) tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan mikroorganisme tanah misalnya: mikorisa yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh. Selain itu, bakteri penambat (fiksasi) nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi ntrogen akan menurun. Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan serasah saat kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan membuat mikroorganisma mati, karena sebagian besar mikroorganisma tanah memiliki adaptasi suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu bertahan hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi menjadi terhenti.3. Terhadap organisme dalam tanahKebakaran hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap kematian populasi dan organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi yaitu merusak habitat dari organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran hutan menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun.

2.9.2 Dampak Terhadap Sosial, Budaya, dan EkonomiDampak yang ditimbulkan kebakaran hutan ternyata sangat kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja. Namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain.Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.Dampak Terhadap Sosial, Budaya, dan Ekonomi. Kebakaran hutan memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang diantaranya meliputi:1. Terganggunya aktivitas sehari-hari; Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis mengganggu aktivitas manusia sehari-hari, apalagi bagi yang aktivitasnya dilakukan di luar ruangan.2. Menurunnya produktivitas; Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan.3. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan; Selain itu, bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencarian).4. Meningkatnya hama; Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, dan binatang lain.5. Terganggunya kesehatan; Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.6. Tersedotnya anggaran negara; Setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk menangani (menghentikan) kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambilkan dari kas negara.7. Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktivitas akibat kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada devisa negara.

2.9.3 Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan LingkunganDampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan. Kebakaran hutan memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan lingkungan yang diantaranya adalah:1. Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Bebrabagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.2. Erosi; Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika tanaman musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun.3. Alih fungsi hutan; Kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami perubahan peruntukan menjadi perkebunan atau padang ilalang.4. Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan.5. Pemanasan global; Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemansan global.6. Sendimentasi sungai; Debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi akan mengendap di sungai dan menimbulkan pendangkalan.7. Meningkatnya bencana alam; Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat kebakaran hutan membuat intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan) meningkat.

2.9.4 Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Keanekaragaman HayatiKebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.Hutan alam mungkin memerlukan ratusan tahun untuk berkembang menjadi sistem yang rumit yang mengandung banyak spesies yang saling tergantung satu sama lain. Pada tegakan dengan pohon-pohon yang ditanam murni, lapisan permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya diupayakan relatif bersih. Pohon-pohon muda akan mendukung sebagian kecil spesies asli yang telah ada sebelumnya. Pohon-pohon hutan hujan tropis perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat dipanen dan tidak dapat digantikan dengan cepat; demikian juga komunitasnya yang kompleks juga juga tidak mudah digantikan bila rusak.Luas hutan hujan tropika di dunia hanya meliputi 7 % dari luas permukaan bumi, tetapi mengandung lebih dari 50 % total jenis yang ada di seluruh dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hutan hujan tropika merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati terpenting di dunia. Laju kerusakan hutan hujan tropika yang relatif cepat telah menyebabkan tipe hutan ini menjadi pusat perhatian dunia internasional. Meskipun luas Indonesia hanya 1.3 % dari luas bumi, tetapi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, meliputi : 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 % dari total jenis mamalia, 16 % dari total jenis reptilia, 17 % dari total jenis burung dan 25 % dari total jenis ikan di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi pusat perhatian dunia internasional dalam hal keanekaragaman hayatinya.Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003, total daratan yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan lahan, baik di dalam maupun di luar kawasan, adalah : Hutan 93,92 juta ha (50 %), Non hutan 83,26 juta ha (44 %), dan Tidak ada data 10,73 juta ha (6 %). Khusus di dalam kawasan hutan yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah sebagai berikut : Hutan 85,96 juta ha (64 %), Non hutan 39,09 juta ha (29 %) dan Tidak ada data 8,52 juta ha (7 %). (BAPLAN, 2005)Kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 saja telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003). Kebakaran hutan setiap tahunnya telah memberikan dampak negatif bagi keanekaragaman hayati. Berbagai jenis kayu kini telah menjadi langka. Kayu eboni (Dyospyros ebenum dan D. celebica), kayu ulin (Eusyderoxylon zwageri), ramin (Gonystylus bancanus), dan beberapa jenis meranti (Shorea spp.) adalah contoh dari beberapa jenis kayu yang sudah sulit ditemukan di alam. Selain itu, puluhan jenis kayu kurang dikenal (lesser-known species) saat ini mungkin telah menjadi langka atau punah sebelum diketahui secara pasti nilai/manfaat dan sifat-sifatnya.Setiap species mempunyai kecepatan tumbuh yang berbeda-beda, ada yang tergolong fast growing spesies terutama untuk jenis-jenis pioner, tetapi ada yang termasuk dalam slow growing spesies. Untuk keberlanjutan pemanenan jangka panjang jenis pohon yang lambat pertumbuhannya seperti Shorea ovalis, S. seminis, S. leavis, Vatica sp., Koompassia sp. dan Eusideroxylon zwageri, maka diperlukan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kepunahan dalam jenis tertentu akibat kebakaran ataupun pembakaran hutan.Jenis-jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae merupakan bagian akhir dari suksesi hutan, karena hanya tumbuh di hutan-hutan yang sudah memiliki kanopi yang rapat. Jenis-jenisnya tersebar luas sekali, tumbuh di hutan-hutan dari dataran rendah sampai kaki pegunungan di seluruh Asia Tenggara dan sub-benua India. Suku Dipterocarpaceae merupakan bagian dari kayu keras yang paling berharga di dunia. Selama beberapa dekade, hutan-hutan Dipterocarpaceae di Indonesia sering mengalami kebakaran baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang berdampak langsung dengan hilangnya sejumlah spesies flora dan fauna tertentu. Kehilangan keanekaragaman hayati secara umum juga berarti bahwa spesies yang memiliki potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya obat-obatan dan bahan kimia yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada hutan hujan tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna. Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini merupakan sumber bahan obat-obatan yang penting.

2.10 Pencegahan Kebakaran Hutan di IndonesiaUpaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2008 ini.Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :1. Mapping pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3 cara berikut: pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masalalu maupun hasil prediksi. pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal). pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit.2. Informasipenyediaan sistem informasi kebakaran hutan. Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut : analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah pengolahan data hasil pengintaian petugas3. Sosialisasipengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat. Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya. Pembinaan merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran hutan.Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.4. StandardisasiPembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut : Metode pelaporanUntuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat. PeralatanStandar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah. Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran HutanStandardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran hutan.5. SupervisiPemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu : Pemantauan terbuka adalah Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu. Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup. Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :1. PreventifPreventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status ketika akan terjadi kebakaran hutan.2. RepresifRepresif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan.Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :1. Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutanHasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.2. Pengembangan organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran HutanPencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.3. Pengembangan sistem komunikasi

Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yangberkaitan dengan kebakaran hutan.

2.11 Penanggulangan Kebakaran Hutan di IndonesiaIsu global telah membawa bangsa Indonesia harus dan mau untuk bisa melakukan upaya yang maksimal dalam mencegah dan menjaga hingga pada upaya penindakan yang berskala besar. Salah satu isu global yang paling diperhatikan oleh di pergaulan dunia internasional adalah masalah lingkungan hidup. Salah satu komponen yang termasuk di dalamnya adalah hutan. Alasan isu ini menjadi begitu penting dan segera harus ditangani dengan serius terutama oleh Negara Negara yang masih memiliki sumber data hutan yang luas adalah dampak yang ditimbulkan terhadap umat manusia seluruh dunia. Dampaknya, ada yang terasa secara langsung juga secara tidak langsung.Dampak dari pengrusakan hutan secara langsung adalah : meningkatnya panas bumi akibat kurangnya jumlah O2 yang tersedia di alam digantikan oleh asap dan kabut tebal pada pagi hari, terjadinya longsor tanah di beberapa daerah di indonesia karena berkurang daya tahan tahan terhadap air hujan karena berkurangnya pondasi yang memperkuat sruktur tanah berupa pohon dan humus, terjadinya banjir dibeberapa daerah sebagai akibat berkurangnya kemampuan tanah dalam melakukan penyerapan terhadap air , dan sebagainya. Dampak yang tidak langsung yang dirasakan oleh umat manusia adalah adanya kanker kulit sebagai akibat dari mengurangnya kemampuan atmosfer dalam melakukan perlindungan terhadap unsur sinar matahari yang berbahaya, meningkatnya permukaan air laut yang mengakibatkan tenggelamnya beberapa pulau kecil yang berada di beberapa daerah di wilayah bumi, dan sebagainya. Jadi bisa kita bayangkan bersama kalau hari ini para cukong cukong kayu yang menggunduli hutan yang ada di Kalimantan, Riau, dampaknya tidak hanya akan dialami oleh bangsa Indonesia saja tetapi juga oleh umat manusia di seluruh dunia.Berdasarkan data tahun 1985, Indonesia bersama sama dengan Brasil dan Zaire mempunyai luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia sendiri mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di asia dan nomor tiga di dunia. ( Kantor Men. KLH, 1990 : 25-27 ).Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan alam sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional, dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam memanfaatkan hasil hutan dari hutan alam. Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) digunakan untuk merancang dan mengendalikan pembangunan HPH, HTI dan perkebunan, terutama perkebunan besar, agar dapat meminimumkan dampak negatif terhadap lingkungan dengan cara sesedikit mungkin mengkonversi hutan alam. Namun yang terjadi malah sebaliknya, proses penataan ruang di daerah, yang dimulai dari penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK), justru mempercepat alih fungsi hutan di bawah wilayah di Tanah Air. Menurut evaluasi Greenomics Indonesia periode tahun 2003-2007 terhadap proses RTRWP dan RTRWK di Pulau Sumatera dan Kalimantan, tingkat kesahihan produk RTRWP dan RTRWK secara umum dapat dikategorikan cukup rendah karena data penentu kesahihan suatu produk RTRWP dan RTRWK sering tidak terpenuhi.Banyaknya muncul pengalihan hutan dari hutan lindung menjadi hutan produksi maupun untuk areal pemukiman oleh pemerintah daerah menjadikan hutan Indonesia semakin tidak lestari dan menimbulkan berbagai masalah yang bersifat internasional. Salah satu contoh adalah Kebakaran hutan di Indonesia yang kerap terjadi setiap tahun akibat pengaruh alam pada musim kemarau atau pembakaran lahan untuk memperluas dan membuka areal perkebunan baru khususnya di Sumatera dan Kalimantan.Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan yang luas di dunia, berikut di bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia:1. Hutan bakau2. Hutan Sabana3. Hutan Rawa4. Hutan Hujan tropis

Saat ini pemerintah telah memberikan klasifikasi hutan terbagi / dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu :1. Hutan WisataHutan yang digunakan untuk rekreasi oleh masyarakat umum.2. Hutan CadanganHutan yang menyediakan berbagai plasma nutfah berupa flora dan fauna yang merupakan kekayaan alam indonesia untuk menjadi kelestarian beberapa spesies yang tergolong langka agar habitatnya tetap tersedia di dunia.3. Hutan LindungHutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng dan bibir pantai.4. Hutan Produksi / Hutan Industri Hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut rusak.Luas hutan Indonesia dulu mencapai 113 juta hektar terus berkurang drastis akibat kebodohan oknum pemerintah dan oknum masyarakat yang selalu haus uang dengan membabat dan menggunduli hutan demi mendapat keuntungan yang besar tanpa melihat dampak bagi lingkungan sekitar dan global. Hilangnya sebagian besar hutan lindung dan hutan konservasi Indonesia akibat kebijakan pemerintah untuk melakukan alih fungsi hutan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar. Greenomics Indonesia mencatat, sejak munculnya UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan hingga tahun 2007, luas areal hutan lindung dari konservasi Indonesia yang hilang sebanyak 10 juta hektare (ha), dan akibat alih fungsi hutan selama 40 tahun terakhir, kerugian yang diderita negara dan masyarakat Indonesia minimal Rp 589,3 triliun per tahun. Kerugian total itu terbagi menjadi tiga bagian, yakni Rp 170,2 triliun untuk kerugian kayu, Rp 320,6 triliun akibat hancurnya ekologi, serta kenaikan inflasi Rp 88,5 triliun per tahun Negara Rugi Rp 589,3 Triliun Setahun. Ini adalah sebuah bencana besar bagi negara Indonesia dan juga dunia.Dampak yang paling parah mendapat ekspor asap dari Indonesia ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan itu terutama Singapura dan Malaysia. Singapura pada 2006 memberikan bantuan dana hampir Rp100 miliar untuk Jambi dalam pembuatan master plan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap.Data Dinas Kehutanan Jambi mencatat kebakaran hutan dan lahan di daerah itu sepanjang tahun 2006 sedikitnya menghanguskan lahan dan hutan seluas 3.000 hektar.Pada 2005 tercatat seluas 1.280 hektar, pada 2004 (3.262 hektar), dan pada 2003 (6.326 hektar).Sementara pada 1997 merupakan kebakaran hutan terhebat dan terbesar yang menghanguskan hutan dan lahan seluas19.306 hektar. Namun pada 1998 mulai menurun menjadi 86,25 hektar dan pada 2002 kembali terjadi yang melahap areal seluas hampir 2.000 hektar.Definisi dari bencana atau disaster adalah suatu kejadian/ event yang menimbulkan; mengakibatkan : korban jiwa, kejiwaan, harta benda, flora dan fauna serta ciptaan tuhan lainnya. Pada dasarnya sumber dan jenis bencana dapat dibagi menjadi 3 ( tiga ) bagian yaitu :1. Bencana alam : natural disaster2. Ulah manusia : man made disaster3. Karena alam dan ulah manusia

Kerusakan hutan ini dapat digolongkan ke dalam bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia, karena pada dasarnya alam ini diciptakan seimbang oleh yang maha kuasa. Adanya campur tangan manusia terhadap alam ini mengakibatkan keadaan yang seimbang tadi menjadi tidak seimbang dan cenderung untuk menjadi tidak seimbang ( rusak ). Hutan yang rusak akan mendatangkan permasalahan yang kompleks terhadap kelangsungan hidup manusia tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tetapi dampaknya juga akan dirasakan oleh seluruh penduduk dunia.Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem serta beberapa peraturan perundang undangan yang di dalamnya mengandung maksud menjaga dan memelihara kelestarian alam dengan prinsip pembangunan berkelanjutan misalanya UU migas, UU pertambangan, dan sebagainya.Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang dimaktub tersebut antara lain:1. Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga II.2. Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan juga pihak swasta.3. Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.4. Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat.Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya pencegahan. Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari memanggulangi. Ada beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan khususnya yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti membuang punting rokok di wilayah yang kering, kegiatan pembukaan lahan dan juga api unggun yang lupa dimatikan. Upaya pencegahannya adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan hutan. Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah hutan dan memperluas area pertaniannya dengan membakar. Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi agar hal ini bisa dicegah.Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan. Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.Pemulihan terhadap kerusakan hutan harus segera dilaksanakan untuk menjaga kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun organisasi perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka penghijauan hutan kembali sehingga pada 10 15 tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut harus lebih mengaktifkan masyarakat lokal ( masyarakat yang berada di sekitar hutan ) untuk secara sadar dan spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut.Pemerintah harus menerapkan cara cara baru dalam penanganan kerusakan hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran serta masyarakat terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan serta rekayasa kehutanan.Pencegahan dan Peringanan, Pencegahan di sini dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan penyidikan secara tuntas terhadap para cukong cukong kayu yang merugikan negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang undang tersebut sepanjang tujuan awal pembuatan undang undang itu tidak dilanggar.Pemerintah harus melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap segala hal yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan melalui media massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal dari masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontinyu dan terus menerus sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh oknum tertentu dapat segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi akibat bencana/ disaster yang akan ditimbulkan kemudian.Peranan pemerintah untuk menjaga keletarian dan pemanfaatan hutan dengan baik sangat penting. Pemerintah memiliki tanggung jawab atas pengelolaan dan kelestarian hutan Indonesia. Pemerintah harus memiliki :1. Keahlian, kemampuan dan keterampilan teknis kerja yang bagus untuk bisa mengelola hutan Indonesia secara tepat dan benar2. Mempunyai sikap mental yang positif terhadap kelestarian hutan, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan3. Berdisiplin yang tinggi dan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan kepadanya.

Dalam kondisi yang demikian selain peranan pendidikan dan pelatihan juga peranan pengawasan fungsional, yang melekat pada pengawasan sosial/ masyarakat harus ditingkatkan untuk memotivasi aparat pemerintah dan penegak hukum supaya berkerja lebih profesional dengan etos kerja yang luas untuk mampu bekerja secara beradaya guna dan berhasil guna sehingga tujuan untuk menjaga kelestarian hutan dapat diwujudkan.2.12 Kasus Kebakaran Hutan di Indonesia2.12.1 Kebakaran Hutan di RiauLuas hutan berdasarkan Laporan Dinas Kehutanan Provinsi Riau adalah 8,6 juta hektar. Bila dirinci menurut fungsinya seluas 228.793,82 hektar (2,66 persen) merupakan hutan lindung, kemudian 1.605.762,78 hektar (18,67 persen) adalah hutan produksi tetap, 1.815.949,74 hektar (21,12 persen) adalah hutan produksi terbatas dan 531.852,65 hektar (6,19 persen) adalah hutan suaka alam dan seluas 4.277.964,39 hektar (49,75) merupakan hutan produksi konversi.Luas lahan kritis dalam kawasan hutan berdasarkan tata guna hutan di Provinsi Riau pada tahun 2012 tercatat seluas 1,2 juta hektar dengan lokasi terluas ada di Kabupaten Indragiri Hilir 229.319,24 hektar atau 19,18 persen diikuti Kabupaten Kampar seluas 181.291,18 hektar atau 15,16 persen dan Kabupaten Rokan Hilir seluas 143.983,50 hektar atau 12,04 persen.Secara umum, topografi provinsi Riau merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang .Sebagian besar tanah daratan daerah Riau terdiri dari daratan yang terbentuk dari formasi alluvium (endapan). Berdasarkan penelitian Zwieryeki (1919-1929) bahwa di Riau terdapat empat jenis tanah, yakni :1. Jenis tanah Organosol Glei humus2. Jenis tanah padsolik merah kuning dari alluvium3. Jenis tanah padsolik merah kuning dari batuan endapan4. Jenis tanah padsolik merah kuning dari batuan endapan dan batuan beku

Selain jenis tanah tersebut, dibeberapa daerah di Provinsi Riau juga tersebar tanah gambut seperti halnya di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, dll.Luas seluruh lahan gambut Riau adalah 4.043.602 hektar dan terdapat hampir di semua wilayah kabupaten, tetapi yang paling luas terdapat di wilayah kabupaten yang berada di pantai timur. Enam kabupaten yang memiliki lahan gambut paling luas berturut-turut adalah Kabupaten Indragiri Hilir (983 ribu ha atau 24,3% dari total lahan di provinsi), Bengkalis (856 ribu ha atau 21,2%), Pelalawan (680 ribu ha atau 16,8%), Siak (504 ribu ha atau 12,5%), Rokan Hilir (454 ribu ha atau 11,2%), dan Indragiri Hulu (222 ribu ha atau 5,5%). Kabupaten yang lain seperti Kampar, Karimun, dan Pekanbaru hanya mempunyai lahan gambut kurang dari 5% (Wahyunto et al., 2005). Tanah gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian mengalami perombakan, mengandung minimal 12-18% C-organik dengan ketebalan minimal 50 cm. Secara taksonomi tanah disebut juga sebagai tanah gambut, Histosol atau Organosol bila memiliki ketebalan lapisan gambut 40 cm, bila bulk density 0,1 g/cm3 (Widjaja Adhi, 1986). Hingga saat ini, luas lahan gambut provinsi Riau mencapai 4,02 juta hektar.Istilah gambut memiliki makna ganda yaitu sebagai bahan organik (peat) dan sebagai tanah organik (peat soil). Gambut sebagai bahan organik merupakan sumber energy,m bahan untuk media perkecambahan biji dan pupuk organik sedangkan gambut sebagai tanah organik digunakan sebagai lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola dalam lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola dalam system usaha tani (Andriesse, 1988).

Tabel 1. Pembagian bahan organik tanah berdasarkan tingkat dekomposisi bahan tanaman aslinyaBahanorganikTingkat dekomposisiBulk density (berat jenis/ g/cm3)Kandungan seratKadar air saat jenuh (%)Warna

Fibrikrendah< 0,1 850 3000Coklat kekuningan, coklat tua atau coklat kemerahan.

Hemiksedang0,13 0,29300BerbahayaHitam

Baik:Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan atau nilai estetika. Sedang:Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusai ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika. Tidak sehat:Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai esrtetika Berbahaya:Tingkat kualitas udara berbahaya secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Menurut Laboratorium Udara Kota Pekanbaru, hasil ISPU Kota Pekanbaru pada saat terjadinya kebakaran lahan dan marak-maraknya asap baru-baru ini ,menunjukkan hasil Tidak Sehat. Karena hasil ISPU menunjukkan angka 150 (Tidak Sehat).Hasil ini bukanlah hasil yang parah, karena Kota Pekanbaru bukanlah penyumbang asap, melainkan penerima asap. Sementara itu, lain halnya dengan ISPU yang diukur pada sekitar jam 08.00 WIB 23 Juni dibeberapa kota seperti Rumbai 619 psi, Minas 247 psi, Duri 164 psi, dan wilayah Dumai yang tingkat konsentrasinya di atas 800 bahkan telah mencapai 900 psi (polutant standard index) pada Senin (24/6/2013) sekitar pukul 16.00 WIB. (Data Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau)Akhir-akhir ini kebakaran hutan di Indonesia khususnya di provinsi Riau semakin sering terjadi. Penyebabnya bisa beragam yang dibagi ke dalam dua kelompok utama, alam dan campur tangan manusia. Menurut data statistik, kebakaran hutan di Riau sebanyak 90 % disebabkan oleh manusian dan selebihnya adalah kehendak alam.Kebakaran hutan di provinsi Riau adalah peristiwa dimana hutan yang digologkan sebagai ekologi alamiah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktfitas pembakaran secara besar-besaran. Pada dasarnya, peristiwa ini memberi dampak negatif maupun positif. Namun, jika dicermati, dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih mendominasi ketimbang dampak positifnya. Oleh sebab itu hal ini penting untuk dicegah agar dampak negatifnya tidak merugikan manusia terlalu banyak. Salah satu upaya pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami penyebab terjadinya kebakaran hutan di provinsi Riau. Di dalam Kamus Kehutanan yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan RI, disebutkan bahwa kebakaran hutan disebabkan oleh alam dan manusia. Konteks alam mencakup musim kemarau yang berkepanjanganjuga sambaran petir. Sementara faktor manusia antara lain kelalaian membuang punting rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan, api unggun yang lupa dimatikan dan masih banyak lagi lainnya.Kebakaran hutan di provinsi Riau perlu ditanggulangi secara tepat sebab peristiwa ini memiliki dampak buruk bagi kehidupan manusia, flora dan fauna. Dampaknya antara lain sebagai berikut :1. Kebakaran hutan akan menyebarkan sejumlah emisi gas karbon ke wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon.2. Dengan terbakarnya hutan, satwa liar akan kehilangan rumah tempat mereka hidup dan mencari makan. Hilangnya satwa dalam jumlah yang besar tentu akan berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem.3. Hutan identik dengan pohon. Dan pepohonan identik sebagai pendaur ulang udara serta akarnya berperan dalam mengunci tanah serta menyerap air hujan. Jika pepohonan berkurang, dipastikan beberapa bencana akan datang seperti banjir atau longsor.4. Kebakaran hutan di provinsi Riau akan membuat bangsa kita kehilangan bahan baku industri yang akan berpengaruh pada perekonomian. 5. Jumlah hutan yang terus berkurang akan membuat cuaca cenderung panas dan kering. 6. Asap dari hutan akan membuat masyarakat terganggu dan terserang penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.seperti yang kita rasakan pada saat ini. 7. Kebakaran hutan bisa berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke sebuah Negara. 8. Selain itu dampak dari kebakaran hutan akan mengganggu kinerja dan aktifitas seperti dihentikan pekerjaan. 9. Terganggu penerbangan di bandara-bandara yang ada di provinsi Riau akibat dari akubat asap terbakarnya hutan yang mengurangi jarak pandang. Jenis-jenis flora yang banyak terdapat di hutan-hutan wilayah Kabupaten Bengkalis adalah Meranti, Punak, Sungkai, Bintangur, Api-api, Bakau, Nibung(flora identitas provinsi Riau). Kayu-kayu ini sebagian besar merupakan jenis kayu komersial yang digunakan sebagai bahan baku industri kayu dan furniture. Hasil hutan lainnya adalah Rotan, Damar dan Getah Jelutung. Disamping itu terdapat beberapa jenis anggrek hutan dan berbagai jenis tanaman hias, seperti Pinang Merah dan Palm (Kepau).Sedangkan jenis-jenis fauna yang masih terapat di kawasan hutang Bengkalis, seperti Harimau Sumatera, Gajah, Beruang Madu, Beruk, Lutung, Kera, Rusa, Kijang, Kancil, Ayam Hutan, Buaya, serta berbagai jenis ular dan burung, contohya burung serindit (fauna khas dari riau). Di Kabupaten Bengkalis terdapat kawasan hutan lindung yang terdapat di Kecamatan Bukit Batu, Mandau dan Rupat.Melihat luasnya area hutan yang terbakar di Riau mencapai 20.067 hektare, walaupun tidak ada data yang akurat tentang flora dan fauna yang menjadi korban dalam kebakaran hutan di Riau, namun dapat diperkirakan banyak dari flora baik itu berbagai jenis pohon, bunga, maupun tumbuhan jenis lainnya yang mati akibat dari kebakaran hutan di Provinsi Riau ini. Begitu pula dengan fauna yang yang bertempat tinggal di hutan Riau ini, banyak juga yang menjadi korban dalam kebakaran Riau ini. Namun diperkirakan banyak juga hewan yang menyelamatkan diri dengan cara pergi meninggalkan hutan menuju ke tempat yang lebih aman bagi mereka.Kebakaran hutan di Riau tak hanya mengakibatkan polusi udara tinggi. Satwa-satwa di dalam hutan pun ikut keluar. Seperti Harimau Sumatera yang keluar hutan dan mendekati pemukiman warga.Tentu saja hal ini membuat warga setempat khawatir. Seperti yang dialami warga di sekitar Dusun Bukit Lengkung Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis. Mereka berlarian karena melihat empat ekor harimau berkeliaran di daerah mereka.Warga setempat memperkirakan harimau tersebut merupakan satu keluarga terdiri dari tiga harimau dewasa dan satu ekor anak harimau. Harimau tersebut terlihat di lahan yang terbakar.Kawanan si kucing besar kemungkinankeluar sarang karena hutan tempat mereka bertahan hidup turut terbakar.Sejumlah warga mulai resah karena seekor harimau Sumatera mulai mendekati areal perkampungan akibat kebakaran lahan dan hutan yang memaksa satwa liar itu secara alami keluar dari habitatnya di Kabupaten Bengkalis, Riau. "Warga cemas karena ditemukan jejak kaki harimau di lahan sawit dekat dengan permukiman warga," kata seorang warga Aswadi ketika dihubungi dari Pekanbaru, Rabu (26/2/2014).

2.12.2 Kebakaran Hutan di KalimantanKerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya dapat terjadi.Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.Kebakaran hutan di Kalimantan Timur yang terjadi pada tahun 1983 merupakan suatu fenomena bencana di hutan hujan tropis dataran rendah di Indonesia. Peristiwa itu menunjukan bagaimana kondisi alam dan kegiatan manusia dapat secara bersama-sama menimbulkan suatu situasi, sehingga bahwa hutan di daerah tropika yang terletak di khatulistiwa itu bisa terbakar.Berdasarkan penelitian Lennertz dan Pance (1983) beserta teman kerjanya dari Indonesia tercatat 3,5 juta hektar hutan telah mengalami rusak berat akibat musim kemarau yang panjang pada tahun 1982 dan kemudian diikuti kebakaran pada awal tahun 1983. Hutan yang rusak meliputi 800.000 hektar hutan primer, 1.400.000 hektar hutan yang telah ditebang kayu gelondongannya, 750.000 hektar hutan sekunder, perladangan, dan penghunian penduduk, serta 550.000 hektar rawa gambut dan hutan rawa gambut. Di antara hutan yang mengalami musibah itu adalah Taman Nasional Kutai, hutan penelitian, dan banyak areal hutan untuk tanaman percobaan.Kawasan hutan di Kalimantan Timur sejak tahun 1982 keadaannya cukup kering untuk sudah terbakar dan merupakan masa buruk bagi Kalimantan dalam abad itu. Analisis yang dibuat Leighton (1984) terhadap Kalimantan Timur mengenai pola curah hujan tahunan menunjukan, bahwa daerah itu sangat dipengaruhi oleh menghangatnya air laut musiman yang melanda perairan Peru dan Ekuador yang dikenal dengan nama El Nino. Fenomena ini mengakibatkan lebatnya hujan di daerah Pasifik Timur dan berkurangnya hujan di Pasifik Barat. Ada dugaan bahwa kekeringan di Kalimantan yang diderita tahun itu mungkin merupakan kejadian yang berulang setiap 100 tahun. Data kejadian di masa lalu tidak dapat diperoleh sehingga pendapat itu tidak dapat diuji kebenarannya. Sebagaimana diketahui, kebakaran justru terjadi di kawasan hutan yang kompleks dengan kekayaan jenis yang masih tersisa di kawasan Asia Tenggara. Kalimantan Timur adalah pusat penyebaran jenis-jenis pohon, termasuk keluarga Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi penting. Kawasan yang terletak di sepanjang garis Khatulistiwa itu merupakan habitat dari banyak jenis satwa yang populasinya jarang dan terancam punah, seperti mawas (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), banteng (Bos Javanicus), beruang madu (Helartos malayanus), dan banyak jenis burung rangkok, serta jenis pohon terkenal, seperti meranti, liana, anggrek, palma, dan pohon buah yang hidup liar. Beberapa jenis hidupan liar dapat menghindari dari api, akan tetapi banyak lainnya yang musnah. Diduga banyak jenis tanaman dan binatang yang langka yang belum sempat dikenal oleh ahli biologi telah lenyap akibat kebakaran. Kebakaran di Kalimantan Timur telah pula mengancurkan kayu niaga dalam jumlah yang amat besar. Lennertz dan Pance (1983) menyebutkan bahwa di dalan hutan yang belum ditebang, sabagai akibat dari kebakaran itu kira-kira 50% kayu yang ekonomis mati tebakar atau mengalami kekeringan, dengan nilai mencapai US $ 2 miliard. Diperkirakan 60% hutan yanh telah dikonsesikan juga rusak sehingga tidak menghasilkan sama sekali kayu tebangan. Kerugian ini diduga berkisar antara US $ 3,6 hingga 6 miliard berdasarkan perhitungan nilai kayu yang potensial. Banyak pohon di hutan yang terhindar dari api saat ini telah diganggu oleh serangga penggerek kayu serta oleh jamur parasit dan tidak lama lagi akan mati juga. Pohon-pohon lainnya mungkin akan tertebang juga seperti pohon-pohon yang lain. Banyak pertanyaan timbul mengenai bagaimana proses pemulihan hutan dari kerusakan hutan akibat kebakaran oleh api yang besar akan berlangsung. Prosesi suksesi tentunya berbeda bila dibandingkan dengan kejadian di kawasan hutan yang diramba oleh kasus perladangan berpindah-pindah. Dari penelitian Riswan dan Yusuf (1984) disimpulkan bahwa kebakaran hutan di KALTIM menyebabkan kematian 130 pohon per hektar di hutan primer dan 197 pohon per hektar di hutan sekunder lama. Enam bulan sesudah kebakaran ternyata tinggal hampir 23% dari pohon-pohon yang tersisa di hutan primer sedangkan 32,5% dari pohon-pohon yang tersisa di hutan sekunder lama bertunas kembali dan pohon ulin (Eusideroxylon zwageri) tampaknya merupakan tanaman yang palinh tahan dan mampu hidup kembali sesudah masa kebakaran. Dari survei-survei terlihat bahwa beberapa daerah yang terbakar itu telah ditumbuhi kembali oleh vegetasi sekunder melebat, seperti tanaman-tanaman merambat terbuka dari Convolvulaceae dan Cucurbitaceae. Di tempat-tempat terbuka vegetasi sekunder didominasi oleh Macaranga, Trema, Mollotus, Omallanthus, dan jenis tanaman sekunder dan semak-semak. Tentu saja daerah yang terbakar berat tidak pernah lagi pulih seperti keadaannya semula dengan keanekaragaman ekologinya. Banyak lagi timbul masalah lain dari peristiwa kebakaran hutan di KALTIM. Antara lain erosi tanah, perusakan tanah, banjir dan hanyut oleh sungai Mahakam. Masalah terakhir ini dapat menimpa usaha perikanan di daerah pedalaman di sepanjang sungai dan menyulitkan operasi pembalakan kayu yang menggantungkan usahanya kepada transportasi sungai. Ada kemungkinan besar bahwa timbulnya kebakaran-kebakaran menyebabkan erosi terus-menerus dan pada waktu yang lain tertimpa kekeringan. Sangat banyak tegakan pohon yang mati dan padatnya tumbuhan penutup tanah akan mudah tersulut api jika lingkungannya kering. Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.

Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.

Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.

Dengan terjadinya kebakaran hutan ini kelangsungan hidup makhluk hidup di hutan Kalimantan mengalami gangguan dengan kata lain kebakaran hutan ini mengganggu kehidupan ekosistem di hutan tersebut. Mengingat banyaknya spesies langkah baik itu flora maupun fauna yang bermukim di hutan kalimantan, akibat kebakaran ini otomatis banyak sekali flora dan fauna yang menjadi korban, banyak dari mereka tidak dapat bertahan hidup dengan keadaan hutan yang keadaan udaranya tidak baik untuk kelangsungan hidup mereka. Namun, tidak dapat dipastikan secara rinci jumlah dari flora dan fauna yang menjadi korban dalam kebakaran hutan ini. Hal ini juga akan berdampak kedepannya bagi kelangsungan hidup manusia.

Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah Butuh Penanganan SeriusPalangkaraya: Kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi belakangan ini membuat Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, masih diselimuti kabut asap. Kabut asap sempat menghilang saat hujan mengguyur, namun pembakaran hutan dan lahan gambut oleh warga setempat kembali terjadi. Umumnya kabut asap pekat terjadi terutama pada pagi dan sore hari. Jarak pandang saat kabut asap sekitar 100 hingga 200 meter. Pengendara yang melintas harus berhati-hati untuk menghindari kecelakaan. Sementara itu, upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan gambut terus dilakukan pemerintah provinsi setempat. Warga setempat mengatakan kabut asap sudah mengganggu penglihatan dan kesehatan. Mereka berharap pembakaran lahan gambut pada musim kemarau dapat dicegah agar kebakaran lahan tidak meluas.(DNI)

Sumber : Metro News Membaca berita di atas sungguh sangat ironis dengan kegiatan yang baru baru saja kita selenggarakan di Palangkaraya KalTeng, CFG merupakan pertemuan berbagai perwakilan provinsi dari indonesia dan juga perwakilan negara guna menjaga hutan - hutan yang ada di dunia. Sungguh sangat ironis bukan, CFG dilaksanakan pada tanggal 21 s/d 22 deptember 2011 di Palangkaraya sungguh bukan pertemuan biasa karena mengingat bukan hanya pertemuan intern indonesia melainkan pertemuan internasional yang melibatkan beberapa negara negara penting di dunia. Tetapi apa yang terjadi sekarang di kota palangkaraya ini asap menyelimuti kota kita ini, hal ini terjadi karena kebakaran hutan yang terjadi disini. Nilai Subjektif- Penilaian tergantung pada subjek/manusia yang menilai.- Bersifat relatif, karena tiap manusia bisa memiliki penilaian yang berbeda-beda.

Nilai Objektif- Nilai tidak tergantung pada subjek yang menilai.- Objek memang sudah bernilai.

Nilai Subjektif- Kurangnya tindakan tegas dari aparat penegak hukum dalam penanganan kasus - kasus kebakaran hutan di kalimantan.- Membakar hutan merupakan jalan pintas dalam masyarakat membuka lahan.- Sebagian besar masyrakat menilai bahwa membuka lahan dengan membakar lahan lebih menghemat waktu tenaga dan biaya.- Menurut masyarakat kebakaran hutan yang terjadi di kalteng tidak sepenuhnya kesalahan mereka, melainkan dikarenakan gambut yang mudah terbakar. mengingat sebagaian besar struktur lahan yang ada di kalteng di dominasi oleh gambut. Gambut mudah terbakar.- Kebanyakan kasus kebakaran lahan di kalteng banayak orang menilai bahwa masyarakat tradisionalah yang menjadi pelaku utama, tetapi kenyataanya tidak sedikit juga perusaha2 besar seperti perusahan sawit yang membakar hutan membuka lahan.- Peningkatan angka kasus kebakaran lahan dikalimantan terjadi karena kurangnya penyuluhan oleh pemerintah untuk masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup (hutan).- Anggapan masyarkat dengan membakar lahan, lahan yang telah dibakar tersebut nantinya akan menghasilkan tanah yang subur.- Aturan tetang pembakaran hutan telah di atur dengan sedemikian rupa namun pada prakteknya tidak dilaksanakan secara maksimal.- Walaupun telah ada sangsi bagi para pelaku kebakaran lahan tetapi hal ini tidak membuat pelaku jera, bahkan banyak pelaku pembakaran hutan yang dibiarkan dan tidak dikenakan sangsi apa apa.

Nilai Objektif- Maraknya kasus pembakaran lahan dikalteng membuktikan bahwa kesadaran masyrakat bahwa pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan hidup sangatlah rendah- Kasus pembakaran lahan menimbulkan berbagai macam masalahsemakin berkurangnya hutan kalteng setiap tahunya karena adanya pembukaan lahan dengan membakar hutan.- Kebakaran hutan dikalimantan tidak hanya berdampak pada wilayah indonesia saja melainkan juga negara tetangga misalnya malaysia dan brunei.- Aturan tentang kabakaran hutan telah diatur dalam uud bagaimana kasus penangan kebakaran lahan- Jika adanya koordinasi antara pemerintah, aparatur penegak hukum dan masyarakat maka kasus pembakaran lahan dapat dengan mudah diatasi.- Pelaku pembakar lahan dikenakan denda agar pelaku jera.- Kasus pembakaran lahan merupakan suatu tindak kejahatan.Palangkaraya (06/10)-Kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah sudah menjadi kado tahunan yang rutin terjadi. Pembukaan lahan dengan pembakaran secara besar-besaran untuk kebutuhan hutan tanaman industri, perkebunan sawit dan proyek lahan gambut sejuta hektar yang mengakibatkan kerusakan parah menjadi penyebab utama tak terkendalinya kebakaran hutan di Kalteng.Musim kemarau yang terjadi sejak Juli lalu telah mengakibatkan kebakarah hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah yang cukup serius.Walaupun tidak separah kebakaran lahan gambut yang terjadi pada 1997 lalu yang luasannya mencapai 0,73 juta ha, namun kebakaran yang melanda Kalteng sejak September ini telah memasuki wilayah di dalam dan sekitar kawasan konservasi TN. Sebangau.

Menurut staf komunikasi WWF-Indonesia di Kalimantan Tengah, Tira Maya, lokasi yang terbakar berada di wilayah-wilayah dekat sungai atau kanal yang mudah terjangkau oleh manusia. Berdasarakan hasil wawancara dengan pihak Balai Taman Nasional Sebangau, diperkirakan luasan area yang terbakar adalah 20 ha di Pulang Pisau, 600 ha di Mendawai dan sekitar 20 ha lebih di sekitar Palangkaraya. Lokasi pembibitan Garuda di TN. Sebangau juga patut diwaspadai mengingat lokasinya sangat dekat dengan kebakaran yang terjadi di sekitar kawasan taman. Koordinator Forest Fire WWF-Indonesia Dedi Hariri mengemukakan, kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah butuh upaya penanganan yang serius dari semua elemen, baik masyarakat, LSM, maupun pemerintah. Dalam waktu dekat WWF-Indonesia bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Sebangau akan membentuk tim patroli yang terdiri dari tim jagawana dari Taman Nasional dan masyarakat. Tim ini nantinya akan mendeteksi adanya kebakaran di sekitar wilayah dan di dalam Taman Nasional. WWF akan membantu dalam operasionalnya serta pelatihan, ungkap Dedi.Sebelumnya, WWF juga telah bekerjasa sama dengan BTNS dengan membentuk Regu Pengendali Kebakaran (RPK) dan pembuatan canal blocking untuk menjaga permukaan air laut dan mengurangi akses masuknya masyarakat ke dalam kawasan . Sampai dengan tahun 2009 telah dibangun sejumlah 176 tabat di sekitar Sungai Bangah dan Sungai Bakung.Program yang telah dilakukan WWF dan BTNS tentu tidak akan efektif mengurangi laju deforestasi di Kalimantan Tengah jika tidak ada upaya yang serupa dari pemerintah.Saya berharap pemerintah memperkuat aspek pencegahan kebakaran hutan maupun lahan gambut. Selain itu penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan juga harus diefektifkan, tambah Dedi. Dedi juga menyebutkan perlunya pemetaan dan implementasi zona prioritas penanganan kebakaran hutan.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan1. Indonesia merupakan salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Dan manfaat hutan sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. 2. Kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan,antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain. Saran1. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan bagi dunia Internasional2. Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya pencegahan.3. Upaya pencegahannya adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan hutan dan peran pemerintahan.