bahaya geologi

54
Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan ________________________________________________________________________________ 7 7 BAHAYA GEOLOGI BAHAYA GEOLOGI 7.1 Pendahuluan Proses-proses geologi baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi kehidupan manusia. Bencana yang disebabkan oleh proses-proses geologi disebut dengan bencana geologi. Longsoran Tanah, Erupsi Gunungapi, dan Gempabumi adalah contoh-contoh dari bahaya geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di berbagai wilayah di muka bumi. Berdasarkan catatan, bencana yang diakibatkan oleh bahaya geologi yang terjadi di berbagai belahan dunia meningkat secara tajam, baik dalam tingkat dan frekuensi kejadiannya dan secara statistik jumlah korban jiwa dan harta benda juga meningkat. Berdasarkan catatan BAKORNAS, bencana yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode 2003 – 2005 telah terjadi 1.429 bencana, baik yang disebabkan oleh bencana geologi maupun bencana hidro-meteorologi. Dalam bab ini akan dibahas mengenai bahaya yang disebabkan oleh proses- proses geologi, seperti longsoran tanah, erupsi gunungapi, gempabumi, dan bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Dalam bab ini dibahas juga bencana alam yang sering melanda wilayah Indonesia dan pembahasan mengenai pengelolaan resiko bencana (disaster risk management). 7.2 Bahaya Longsoran Tanah Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli geologi karena dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Tidak jarang pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses proses geologi yang terjadi di Copyright@2007 by Djauhari Noor 191

Upload: deora-awang

Post on 11-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Penanganan dan permasalahan geologi

TRANSCRIPT

Page 1: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

77BAHAYA GEOLOGIBAHAYA GEOLOGI

7.1 Pendahuluan

Proses-proses geologi baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi kehidupan manusia. Bencana yang disebabkan oleh proses-proses geologi disebut dengan bencana geologi. Longsoran Tanah, Erupsi Gunungapi, dan Gempabumi adalah contoh-contoh dari bahaya geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di berbagai wilayah di muka bumi.

Berdasarkan catatan, bencana yang diakibatkan oleh bahaya geologi yang terjadi di berbagai belahan dunia meningkat secara tajam, baik dalam tingkat dan frekuensi kejadiannya dan secara statistik jumlah korban jiwa dan harta benda juga meningkat. Berdasarkan catatan BAKORNAS, bencana yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode 2003 – 2005 telah terjadi 1.429 bencana, baik yang disebabkan oleh bencana geologi maupun bencana hidro-meteorologi.

Dalam bab ini akan dibahas mengenai bahaya yang disebabkan oleh proses-proses geologi, seperti longsoran tanah, erupsi gunungapi, gempabumi, dan bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Dalam bab ini dibahas juga bencana alam yang sering melanda wilayah Indonesia dan pembahasan mengenai pengelolaan resiko bencana (disaster risk management).

7.2 Bahaya Longsoran Tanah

Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli geologi karena dampaknya banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Tidak jarang pemukiman yang dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan proses proses geologi yang terjadi di kawasan tersebut sehingga secara tidak sadar potensi bahaya longsoran tanah setiap saat mengancam jiwanya.

Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu

Copyright@2007 by Djauhari Noor 191

Page 2: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah manusia seperti penggalian dan lain sebagainya.

7.2.1 Tipe-tipe longsoran tanah

Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: (1). Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari:

a. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.

b. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng

c. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree.

d. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan.

e. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan.

f. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.

(2). Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari :a. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau

yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.b. Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari

material debris batuan yang jenuh air.c. Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran

yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.

(3) Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari : a. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian

debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.b. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran

yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya.

c. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.

d. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.

e. Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.

f. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi.

7.2.2. Faktor penyebab longsoran tanah

Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif.

(1) Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah: a. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah

meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 192

Page 3: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

b. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan impermeabel.

c. Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.

d. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal. e. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi

hujan yang intensif.f. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.

(2) Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah: a. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan.b. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air.c. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah

menjadi jenuh air.d. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran

berat.

Pada gambar 7.1 diperlihatkan 5 tipe longsoran tanah yang didasarkan atas cara dan mekanisme longsorannya, yaitu tipe runtuhan, tipe aliran, tipe luncuran, tipe nendatan, dan tipe rayapan.

7.2.3. Metoda penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah

Penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metoda, baik yang berkaitan dengan tipe longsoran dan faktor penyebabnya. Terdapat beberapa tipe longsoran tanah yang dapat ditanggulangi melalui rekayasa keteknikan, seperti membuat terasering di kawasan perbukitan yang berlereng terjal agar lereng menjadi stabil, atau struktur pondasi bangunannya menggunakan tiang pancang hingga mencapai kedalaman tertentu sehingga dapat menahan bangunan jika terjadi longsoran tanah. Untuk dapat mengetahui secara detil tentang tipe dan faktor penyebab longsoran tanah di suatu wilayah, maka diperlukan penyelidikan geologi secara detail dan komprehensif sehinga dapat diketahui secara pasti sebaran, lokasi, jenis gerakan tanahnya serta kestabilan wilayah di daerah tersebut. Peta kestabilan wilayah dan lokasi gerakan tanah merupakan out-put dari penyelidikan geologi yang berguna untuk perencanaan tataguna lahan.

Pada gambar 7.2 diperlihatkan beberapa lokasi pemukiman yang terlanjur ada di kawasan rawan bencana geologi, terutama bahaya tanah longsor. Dalam gambar tampak lokasi pemukiman yang berada di sekitar suatu jalur patahan (kiri) dan kawasan pemukiman yang berada di kaki perbukitan yang rentan terhadap longsoran tanah (kanan). Pada gambar tampak pemukiman yang tersebar hingga mencapai kawasan yang berada di lereng-lereng berbukitan tanpa memperhitungkan faktor kestabilan lerengnya yang berpotensi longsor. Penelitian geologi untuk kerentanan longsoran tanah umumnya melibatkan pemetaan dan kajian terhadap karakteristik tanah dan batuan. Sifat tanah/struktur tanah yang harus diteliti adalah: kekerasan, klastisitas, permeabilitas, plastisitas, dan komposisi mineralnya, terutama untuk tanah yang tersusun dari mineral lempung (mineral montmorilonite) yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah, sedangkan untuk batuan yang dikaji adalah jenis dan struktur batuannya, terutama untuk lapisan batuan yang lemah dan banyak rekahannya (kekarnya).

Faktor hidrologi juga harus menjadi perhatian dalam penyelidikan, terutama mengenai penyebaran pola pengaliran, sebaran mata air dan mata air panas, serta

Copyright@2007 by Djauhari Noor 193

Page 4: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

lapisan-lapisan batuan permeable yang berhubungan dengan air tanah. Keterlibatan faktor pemicu gerakan tanah harus dikaji dan di evaluasi, seperti:

a) cuaca dan iklim guna mengetahui hubungan antara periode curah hujan dengan longsoran.

b) data air bawah tanah sebelum dan sesudah terjadi longsoran. c) catatan kegempaan untuk menentukan hubungan antara longsoran dengan

gempabumi. d) catatan mengenai pembukaan dan penggalian lahan dan aktivitas di atas

lahan yang kemungkinan melebihi beban atau penambangan tanah pada lereng-lereng bukit.

Longsoran tipe runtuhan (falls)

Longsoran tipe aliran (flows)

Longsoran tipe luncuran (slides)

Longsoran tipe nendatan (slumps)

Copyright@2007 by Djauhari Noor 194

Talus

Page 5: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Longsoran tipe rayapan (creeps)

Gambar 7.1. Tipe-tipe longsoran tanah

Gambar 7.2 Pemukiman yang berada di kawasan rawan bencana longsoran tanah (gambar kiri) dan pemukiman di daerah rawan amblesan (gambar kanan).

Penelitian bawah permukaan diperlukan guna mengetahui hubungan 3 (tiga) dimensinya serta mendapatkan contoh batuan yang diperlukan untuk diuji di laboratorium, seperti pengujian kuat tekan (shear-strength), sensitivitas batuan, serta sifat-sifat keteknikan lainnya. Begitu juga dengan sifat dan struktur tanah perlu dilakukan pengujian baik di laboratorium maupun pengujian lapangan dengan cara pembuatan sumuran uji (testpit), pembuatan paritan uji (trenches) dan pemboran. Observasi air tanah perlu dilakukan untuk mendapatkan data-data tinggi muka air, tekanan air, dan arah aliran. Penyelidikan geofisika dapat juga dilakukan untuk mendapatkan data data tentang ketebalan lapisan tanah dan kedalaman batuan dasar.

Pada tabel 7.1. diperlihatkan beberapa metoda penanggulangan dan pencegahan serta perbaikan terhadap gejala gerakan tanah yang ditujukan terutama untuk mengurangi gaya geser (shear-stress), peningkatan resistensi geser (shear-strength) atau kedua-duanya. Untuk mengurangi gaya geser dapat dilakukan dengan cara penggalian material penyebab longsor, atau dengan cara mengurangi keterjalan lereng serta memindahkan permukaan tanah yang tidak stabil. Pengurangan derajat kelerengan akan berdampak pada berkurangnya beban masa batuan/ tanah yang dapat meluncur atau longsor. Pemindahan masa batuan/tanah yang ada di bagian muka luncuran sekaligus akan mengurangi beban dan gaya geser.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 195

Page 6: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Pada tipe gerakan tanah jenis luncuran rotasional (slumping), resistensi geser batuan akan semakin meningkat jika masa batuan/tanah dipindahkan ke arah bagian belakang luncuran. Menstabilkan suatu longsoran yang komplek seringkali melibatkan pengendalian eksternal dan internal dari pengaliran air. Air yang jatuh dan mengalir di permukaan lahan yang berlereng harus di alirkan dan diusahakan jangan sampai diam ditempat. Pada beberapa lereng perlu dibuat agar supaya aliran air lancar serta dihindarkan jangan sampai air terjebak pada bagian undak lereng. Untuk mencegah aliran air yang masuk ke dalam rekahan (kekar) batuan, maka batuan harus ditutup dengan lempung, aspal atau dengan material yang impermeable.

Aliran air bawah tanah harus dikurangi guna menghindari meningkatnya resistensi geser batuan. Untuk mengurangi aliran air bawah tanah dilakukan dengan cara memindahkannya melalui terowongan air yang dibuat secara horizontal atau dengan bantuan pipa perforasi, sumur vertikal atau dibuat paritan (trench) yang diisi kembali dengan material yang kasar dan permeable.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 196

Page 7: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Tabel 7.1 Metoda Pencegahan dan Perbaikan Gerakan Tanah / Longsoran (Root, A.W., Prevention of Landslides, 1958)

Dampak terhadapstabilitas

Metoda PencegahanPemakaian Umum Frekuensi keberhasilan

pada longsoran jenis Lokasi dan Posisi Pencegahan Longsor

Penerapan terbaik dan keterbatasanPencegah

anPerbaik

anRuntuhan

Luncuran

Aliran

Tidak Efektif

I. Metoda Menghindar :A. Relokasi

B. Bridging

X

X

X

X

2

3

2

3

2

3

Di bagian sisi luar dari bidang luncuran (slide plain) Di bagian sisi luar dari bidang luncuran (slide plain)

Metoda yang baik jika lokasi pengganti lebih ekonomisTerutama untuk aplikasi jalan raya di lokasi berlereng terjal dan berbukit-bukit

Mengurangi Gaya Geser /Shear Stress

II. Metoda Penggalian:A. Pemindahan

B. Melandaikan lerengC. Memberonjong lerengD. Memindahkan mate- rial tidak stabil

X

XX

X

X

XX

X

N

11

2

1

11

2

N

11

2

Bagian depan dari masa yang bergerak Di atas jalan atau struktur Di atas jalan atau struktur

Keseluruhan dari masa yang meluncur (sliding)

Masa bagian bawah yang bersifat kohesif

Lapisan batuan; masa tanah/batuan yg kohesif dimana sebagian berpindah ke lokasi yang bergerak.Perpindahan masa tanah/batuan yang relatif dangkal dan kecil.

Mengurangi Gaya Geser dan mening katkan Resistensi Geser

III. Pengaliran air:

A. Air Permukaan:1. Membuat saluran air 2. Pengendalian lereng3. Memundurkan lereng4. Menutup Rekahan5. Menutup bidang kekar dan jalur retakan

B. Air Bawah Permukaan1. Pengaliran horizontal2. Pengaliran lewat pa ritan3.Terowongan4. Pengaliran dengan sumur vertikal5. Mengalirkan melalui pipa

XXXX

X

X

XX

X

X

XXXX

X

X

XX

X

X

1312

3

N

NN

N

N

1312

3

2

13

3

2

1312

N

1

2N

N

1

Bagian atas Dipermukaan masa yg bergerakDipermukaan masa yg bergerakKeseluruhan dari masa yang bergerakKeseluruhan dari masa yang bergerakDi antara bagian air bawah per-mukaan yang bergerak

Terutama untuk setiap jenis gerakan tanahPermukaan batuan yang mengontrol rembesanUntuk semua jenis/tipe gerakan tanahUntuk semua jenis/tipe gerakan tanah

Dapat diterapkan pada formasi batuan

Masa tanah yang tebal terhadap air bawah tanah Masa tanah relatif dangkal terhadap air bawah tanah Masa tanah yang sangat tebal dan bersifat lolos air (permeable).

Masa longsoran yang dalam, air bawah tanah berada pada berbagai jenis lapisan batuanDipakai sebagai jalan keluar air pada paritan atau sumur

Copyright@2007 by Djauhari Noor 196

Page 8: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Meningkatkan Resistensi Geser

IV. Menstabilkan struktur gesekan:

A . Memperkuat bagian kaki lereng dengan: 1. Pengisian dg batu 2. Pengisian dg tanah

B. Membangun tembok/ dinding penahanC. Tiang Pancang:

1. Tetap pada permukaan bidang luncur.

2. Tidak tetap pada per- mukaan bidang luncur D. Menanam tiang pan cang pada batuan

E. E. Pengendalian lereng

XX

X

X

X

XX

X

X

X

X

X

NN

3

N

N

3

3

11

3

3

3

3

3

11

3

N

N

N

N

Masa yg bergerak&kaki lerengMasa yg bergerak&kaki lereng

kaki lereng

kaki lereng

kaki lereng

Diatas jalan atau struktur

Diatas jalan atau struktur

Batuan/tanah padat pada kedalaman tertentu .Mengurangi beban pada bagian yang berge-rak untuk menambah resistensi batuan/tanah

Memindahkan masa tanah yang relatif kecil

Resistensi geser pada bidang luncur mening- kat akibat pemancangan tiang pancang.

Lapisan batuan tetap bersamaan dengan tiang yang ditanamLereng yang lemah diberi penyangga atau tiang pancang hingga ke dasar lapisan yang keras

Terutama untuk meningkatkan Resistensi Geser

V. Metoda lainnya:A. Pemadatan material longsoran1. Penyemenan dgn be- beton / bahan kimia a. Kaki lereng b. Bagian yg bergerak2. Freezing3. Electroosmosis

B. Peledakan

C. Memindahkan seba- gian masa luncuran ke tempat yang berge rak

XX

XX

X

3NNN

N

N

3333

3

N

3N33

N

N

Masa yg bergerak&kaki lereng Seluruh bag dari masa batuanKeseluruhanKeseluruhan

Separuh dari bagian masa yang bergerak

Bagian kaki lereng dan bagi -an yang bergerak

Tanah yang bersifat tidak kohesifTanah bersifat tidak kohesifUntuk pencegahan sementara Tanah menjadi keras akibat kandungan air berkurang

Masa kohesif tanah yang dangkal diatas lapisan batuan

Permukan bidang luncur terganggu, Ledakan dapat mengakibatkan mengalirnya air ke masa longsorStabilitas longsor menjadi berkurang

Catatan : 1 = Sering 2 = Kadang-kadang 3 = Jarang N = Tidak disarankan untuk diterapkan ( Root, A.W., Prevention of Landslides, 1958 )

Copyright@2007 by Djauhari Noor 197

Page 9: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Menstabilkan struktur untuk meningkatkan resistensi geser merupakan cara yang paling efektif sebelum longsoran terjadi dibandingkan apabila longsoran sudah terjadi. Jenis yang sangat umum dari masa batuan/tanah diletakkan sebagai beban dan ditempatkan pada bagian luar dari masa longsoran untuk menahan reaksi gerakan ke atas, sedangkan bagian dasar berfungsi sebagai penopang kearah lateral untuk bagian tepi dari masa longsoran, bagian pinggir atau lereng yang sudah dikupas diisi untuk mencegah gerakan ke arah kaki lereng. Dinding yang dibuat dari semen atau beton akan berguna untuk menahan laju masa batuan/tanah yang tidak stabil.

Gambar 7.3 Pemukiman yang berada di kawasan rawan longsoran tanah (kiri-atas) dan areal pemukiman di La Conchita, California, USA. yang terlanda longsoran tanah pada tahun 1995 (kanan atas). Gambar kiri bawah adalah perubahan penggunaan lahan di tempat berlereng untuk perumahan dan dampak longsoran yang terjadi di kawasan perumahan (kanan bawah).

Untuk gerakan tanah yang berada di lereng bukit, pencegahan dapat dilakukan dengan cara memasang tiang pancang, namun demikian untuk menahan luncuran masa batuan/tanah yang aktif pemasangan tiang pancang tidak akan mampu menahan gerakan masa batuan/tanah tersebut dan hal ini disebabkan karena perpindahan debris tanah yang mampu melewati tiang pancang, atau membuat tiang pancang menjadi miring dan bahkan mematahkannya. Hal yang lebih ekstrim adalah tiang pancang meluncur bersamaan dengan luncuran tanah. Resistensi geser

Copyright@2007 by Djauhari Noor 198

Page 10: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

pada masa batuan atau tanah yang tidak stabil dapat meningkat karena pemadatan dan pengerasan internal melalui injeksi semen, aspal atau bahan kimia tertentu.

Masalah longsoran yang terjadi di reservoir bendungan adalah masalah yang berkaitan dengan luncuran masa batuan/tanah yang bersifat lepas dan erosi yang cepat. Luncuran masa batuan/tanah dan erosi di dalam reservoir bendungan dapat mengakibatkan banjir yang cukup besar dan bahkan bendungan dapat mengalami retak atau hancur. Kecepatan rembasan yang terjadi melalui luncuran debris dapat memperbesar rembasan, yaitu melalui pelarutan atau perpindahan sedimen yang berukuran halus dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya breakout dibawah poros bendungan. Pengendalian rembasan yang melewati badan bendungan dari jenis luncuran debris dapat di lakukan dengan cara menyuntik material/bahan penstabil atau dengan cara bagian belakang bendungan ditutupi dengan material lempung, disiram semen, atau dilapisi oleh bahan yang bersifat tidak lolos air. Apabila cara-cara tersebut diatas tidak bisa dilakukan maka disarankan untuk dilakukan pendangkalan bagian dasar reservoir agar supaya keamanan menjadi meningkat atau dengan cara menguras atau mengalirkan air yang terdapat dalam reservoir melalui saluran pembuangan atau dengan cara memotong saluran.

7.3. Bahaya Erupsi Gunungapi

Bahaya Gunungapi adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan gunungapi, berupa benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya yang mengancam atau cenderung merusak dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda dalam tatanan (lingkungan) kehidupan manusia.

7.3.1. Dampak letusan gunungapi terhadap lingkungan:

Dampak letusan gunungapi terhadap lingkungan dapat berupa dampak yang bersifat negatif dan positif. Dampak negatif dari letusan suatu gunungapi dapat berupa bahaya yang langsung dapat dirasakan oleh manusia seperti awan panas, jatuhan piroklastik, gas beracun yang keluar dari gunungapi dan lain sebagainya, sedangkan bahaya tidak langsung setelah erupsi berakhir, seperti lahar hujan, kerusakan lahan pertanian, dan berbagai macam penyakit akibat pencemaran. Adapun dampak positif dari aktivitas suatu gunungapi terhadap lingkungan adalah bahan galian mineral industri, energi panasbumi, sumberdaya lahan yang subur, areal wisata alam, dan sebagai sumberdaya air.

1. Dampak Negatif:

a. Bahaya langsung, terjadi pada saat letusan (lava, awan panas, jatuhan piroklastik/bom, lahar letusan dan gas beracun).

b. Bahaya tidak langsung, terjadi setelah letusan (lahar hujan, kelaparan akibat rusaknya lahan pertanian/perkebunan/ perikanan), kepanikan, pencemaran udara/air oleh gas racun: gigi kuning/ keropos, endemi gondok, kecebolan dsb.

2. Dampak Positif :

a. Bahan galian: seperti batu dan pasir bahan bangunan, peralatan rumah tangga,patung, dan lain lain.

b. Mineral : belerang, gipsum,zeolit dan juga mas (epitermal gold). c. Energi panas bumi: listrik, pemanas ruangan, agribisnisd. Mataair panas : pengobatan/terapi kesehatan.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 199

Page 11: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

e. Daerah wisata: keindahan alamf. Lahan yang subur: pertanian dan perkebunang. Sumberdaya air: air minum, pertanian/peternakan, dll.

7.3.2. Bahaya gunungapi

1. Awan panas

a. Awan Panas : Kecepatan sekitar 60 – 145 km/jam, suhu tinggi sekitar 2000 – 800oC, jarak dapat mencapai 10 km atau lebih dari pusat erupsi, sehingga dapat menghancurkan bangunan, menumbangkan pohon-pohon besar (pohon-pohon dapat tercabut dengan akarnya atau dapat terpotong pangkalnya).

b. Awan panas “Block and Ash Flow” arahnya mengikuti lembah; sedangkan awan panas “Surge” pelamparannya lebih luas dapat menutupi morfologi yang ada di lereng gunungapi sehingga daerah yang rusak/hancur lebih luas (gambar 7.4).

2. Guguran Longsoran Lava

Guguran atau longsoran lava pijar pada erupsi efusif, sumbernya berasal dari kubah lava atau aliran lava. Longsoran kubah lava dapat mencapai jutaan meter kubik sehingga dapat menimbulkan bahaya. Guguran kubah lava dapat membentuk awan panas. Contoh : G. Merapi – Jawa Tengah, G. Semeru – Jawa Timur. Jatuhan Piroklastik; Lemparan Bom yang di sebabkan oleh erupsi eksplosif dapat merusak/menghancurkan, menimbulkan korban manusia, menimbulkan kebakaran (hutan atau bangunan).

Jarak lemparan batu tergantung dari tenaga dan sifat erupsinya, G. Agung (1963) mencapai 7 km (kebakaran rumah), G. Semeru (1962–1963) mencapai 4 km (kebakaran hutan), G. Krakatau 1883 mencapai 10 km. Hujan abu dapat menyebabkan runtuhnya bangunan, udara gelap, jalan licin, mengganggu penerbangan, rusaknya tanaman, mengganggu kesehatan (mata, pernapasan).

3. Lontaran Batuan Pijar

Pecahan batuan gunungapi, berupa bom atau bongkah batu gunungapi yang dilontarkan saat gunungapi meletus. Dapat menyebar kesegala arah. Dapat menyebabkan kebakaran hutan, bangunan dan kematian manusia, termasuk hewan. Cara terbaik untuk menyelamatkan diri dari bahaya ini adalah menjauhi daerah yang akan terlanda lontaran batu (pijar).

Copyright@2007 by Djauhari Noor 200

Page 12: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.4 Awan panas yang terjadi di gunung Pinatubo tahun 1984 (kiri) dan guguran lava yang memicu aliran awan panas (kanan)

4. Hujan Abu

Hujan material jatuhan yang terdiri dari material lepas berukuran butir lempung sampai pasir. Dapat menyebabkan kerusakan hutan dan lahan pertanian. Dapat meninggikan keasaman air. Dapat menyebabkan sakit mata dan saluran pernapasan. Pada saat hujan abu sebaiknya orang berlindung dibawah bangunan yang kuat serta memakai kacamata dan masker. Atap bangunan yang tertutup endapan abu harus segera dibersihkan (gambar 6.5).

5. Aliran Lava

Karena suhunya yang tinggi (7000C – 1200oC), volume lava yang besar, berat, sehingga aliran lava mempunyai daya perusak yang besar, dapat menghancurkan dan membakar apa yang dilandanya (gambar 7.5).

Gambar 7.5: Bangunan yang tertutup oleh debu gunungapi (kiri) dan aliran lava pijar (kanan)

6. Lahar:

Kecepatan aliran lava sangat lamban antara 5–300 meter/hari, Kecepatannya tergantung dari viskositas dan kemiringan lereng. Manusia dapat menghindar untuk

Copyright@2007 by Djauhari Noor 201

Page 13: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

menyelamatkan diri. Lahar dapat dibedakan menjadi 2 jenis, lahar letusan dan lahar hujan (Gambar 6.8). Lahar letusan disebut juga lahar primer, sedangkan lahar hujan disebut juga lahar sekunder. Aliran lahar mempunyai berat jenis yang besar (2–2,5), dapat mengangkut berbagai macam ukuran, sehingga laliran lahar ini mempunyai daya perusak yang sangat besar dan sangat berbahaya terutama pada daerah aliran yang cukup miring atau landai. Bangunan beton seperti jembatan dapat dihancurkan dalam sekejap mata.

a) Lahar letusan : Lahar ini terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi yang mempunyai danau kawah.Luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung kepada volum air didalam kawah dan kondisi morfolog di sekitar kawah.Makin besar volum air di dalam kawah dan makin luas dataran daerah sekitarnya, maka makin jauh dan makin luas pula penyebaran laharnya.

b) Lahar hujan : Lahar hujan : lahar yang terbentuk akibat hujan. Bisa terjadi segera setelah gunungapi meletus atau setelah lama meletus. Faktor yang menentukan besar kecilnya lahar hujan adalah volume air hujan (curah hujan) yang turun diatas daerah endapan abu gunungapi dan volume endapan gunungapi yang mengandung abu sebagai sumber material pembentuk lahar. Di G. Merapi, curah hujan 70 mm/jam selama 3 jam mengakibatkan terjadinya lahar. Contoh lahar hujan yang terkenal adalah: G. Semeru, G. Merapi, G. Agung, juga G. Galunggung (gambar 7.6).

Gambar 7.6 : Aliran lahar gunungapi yang melanda wilayah pemukiman

7.3.3. Penanggulangan bahaya erupsi gunungapi

Erupsi gunungapi merupakan proses alam dan sampai saat ini belum dapat dicegah, sehingga untuk menekan terjadinya korban dan kerugian harta benda perlu diadakan upaya penanggulangan bencana. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan bencana geologi yang disebabkan oleh erupsi gunungapi, yaitu :

a. Melakukan pengamatan dan pemantauan terhadap gunungapi aktif

b. Dengan melakukan pengamatan dan pemantauan yang terus menerus, maka diharapkan dapat dipelajari tingkah laku dan aktifitas semua gunungapi aktif yang ada sehingga usaha perkiraan erupsi dan bahaya gunungapi akan tepat dan cepat. Penyampaian informasi dalam rangka pengamanan penduduk dari

Copyright@2007 by Djauhari Noor 202

Page 14: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

kawasan rawan bencana dapat dilaksanakan tepat waktu sehingga korban bisa dihindarkan.

c. Melakukan pemetaan kawasan rawan bencana gunungapi:

d. Untuk mengetahui dan menentukan kawasan rawan bencana gunungapi (I, II,III, lihat gambar 7.7), tempat-tempat yang aman jika terjadi letusan, tempat pengungsian, alur pengungsian, puskesmas. Sehingga pada saat terjadi peningkatan aktifitas /letusan, kita sudah siap dengan peta operasional lapangan.

e. Mengosongkan kawasan rawan bencana III

f. Daerah atau kawasan yang termasuk kedalam kawasan rawan bencana III harus dikosongkan dan dilarang untuk hunian tetap, karena daerah ini sering terlanda oleh produk letusan gunungapi (lava, awan panas, jatuhan piroklastika)

g. Melakukan usaha preventif

h. Upaya untuk mengurangi bahaya akibat aliran lahar, yaitu dengan cara membuat tanggul penangkis, tanggul–tanggul untuk mengurangi kecepatan lahar, serta mengurangi volume air di kawah (Kelud, Galunggung).

Copyright@2007 by Djauhari Noor 203

Page 15: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.7 : Contoh Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi hasil penafsiran citra satelit

7.4 Bahaya Gempabumi

7.4.1. Pendahuluan

Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempabumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan / tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunungapi, atau longsoran masa batuan / tanah. Hampir seluruh kejadian gempa berkaitan dengan suatu patahan, yaitu satu tahapan deformasi batuan atau aktivitas tektonik dan dikenal sebagai gempa tektonik.

Sebaran pusat-pusat gempa (epicenter) di dunia tersebar di sepanjang batas-batas lempeng (divergent, convergent, maupun transform), oleh karena itu terjadinya gempabumi sangat berkaitan dengan teori Tektonik Lempeng. Sebagaimana diuraikan diatas bahwa penyebaran pusat-pusat gempabumi sangat erat kaitannya dengan batas-batas lempeng. Pola penyebaran pusat gempa di dunia yang berimpit dengan batas-batas lempeng. Disamping gempa tektonik, kita mengenal juga gempa minor yang disebabkan oleh longsoran tanah, letusan gunungapi, dan aktivitas manusia. Gempa minor umumnya hanya dirasakan secara lokal dan getarannya sendiri tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan atau kerugian harta benda maupun jiwa manusia. Adapun mekanisme terjadinya gempabumi dapat dijelaskan

Copyright@2007 by Djauhari Noor 204

Page 16: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

seperti yang diilustrasikan pada gambar 6.8. Dalam gambar bagian atas mengilustrasikan gambar permukaan bumi yang berada pada suatu jalur patahan aktif dengan beberapa bangunan rumah sebelum terjadi gempa. Pada kondisi ini batuan berada dalam keadaan tegang (strained). Gambar bagian tengah menjelaskan saat terjadi pergeseran disepanjang jalur patahan yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan energi yang terhimpun di dalam masa batuan akan dilepas dan merambat kesegala arah sebagai gelombang longitudinal (gelombang P) dan gelombang transversal (gelombang S). Rambatan gelombang yang menjalar didalam batuan inilah yang menghancurkan bangunan bangunan yang ada disekitarnya. Gambar bagian bawah mengilustrasikan kondisi setelah terjadi gempa dimana batuan kembali berada pada keadaan seperti semula.

7.4.2. Intensitas dan magnitude gempabumi

Intensitas dan magnitude gempa yang terjadi di permukaan bumi dapat diketahui melalui alat seismograf, yaitu suatu alat pencatat getaran seismik yang sangat peka yang ditempatkan diberbagai lokasi di bumi. Alat seismograf akan mencatat setiap getaran seismik yang sampai ke alat tersebut. Pada gambar 7.10 diperlihatkan bagaimana alat seismograf mencatat gelombang seismik melaui suatu bandul yang digantung pada pegas dan dilengkapi dengan jarum pena sebagai alat pencatat getaran seismik diatas kertas yang ada pada tabung silinder yang berputar.

Pusat gempa dapat diketahui dengan cara menghitung selisih waktu tiba dari gelombang P dan gelombang S, sedangkan untuk mengetahui lokasi dari epicenter gempa melalui perpotongan 3 lokasi alat seismograf yang mencatat getaran seismik tersebut (gambar 7.11). Untuk menetukan magnitute gempa didasarkan atas besarnya amplitudo gelombang seismik yang tercatat pada alat seismograf. Skala Richter adalah satuan yang dipakai untuk mengukur besarnya magnitute gempa. Satuan besaran gempa berdasarkan satuan skala Richter adalah 1 hingga 10. Satuan intensitas dan magnitute gempabumi dapat juga diukur berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran gelombang seismik dan satuan ini dikenal dengan satuan Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI), nilai satuan ini berkisar dari 1 s/d 12 (lihat Tabel 7.1).

Copyright@2007 by Djauhari Noor 205

Page 17: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.8 Urut-urutan proses terjadinya gempabumi

Tabel 7 -1 Skala Intensitas Modifikasi Mercalli (MMI)

Skala MMI DAMPAK KERUSAKAN

ITidak dirasakan oleh kebanyakan orang, hanya beberapa orang dapat merasakan dalam situasi tertentu.

IIDapat dirasakan oleh beberapa orang yang sedang diam/istirahat. Dapat memindahkan dan menjatuhkan benda-benda.

IIIDirasakan oleh sedikit orang, terutama yang berada di dalam rumah, seperti getaran yang berasal dari kendaraan berat yang melintas di dekat rumah.

IVDirasakan oleh banyak orang, beberapa orang terbangun disaat tidur, Piring dan jendela bergetar. Dapat mendengar suara-suara yang berasal dari pecahan barang pecah belah..

VDirasakan oleh setiap orang yang saling berdekatan. Banyak orang terbangun disaat tidur. Terjadi retakan pada dinding tembok. Barang-barang terbalik dan pohon-pohon megalami kerusakan.

VIDirasakan oleh satiap orang, terjadi runtuhan tembok dan terjadi kerusakan pada menara / tugu.

VIISetiap orang berlarian keluar rumah, Bangunan berstruktur buruk mengalami kerusakan. Dapat dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalam kendaraan.

VIIIRuntuhnya bangunan yang berstruktur buruk, Tiang dan menara, dinding runtuh . Tersemburnya pasir dan Lumpur dari dalam tanah.

IXKerusakan pada bangunan berstruktur tertentu, sebagian runtuh Gedung-gedung tergeser dari fondasinya,. Tanah mengalami retakan dan pipa –pipa mengalami pecah.

XHampir semua bangunan berstruktur beton dan kayu rusak. Tanah retak retak, jalan kereta api bengkok, pipa-pipa pecah.

XIBeberapa struktur bangunan beton tersisa. Terjadi retakan yang panjang di permukaan tanah. Pipa terpotong dan terjadi longsoran tanah dan rel kereta api terputus.

XIIKerusakan total. Gelombang permukaan tanah dapat teramati dan benda-benda terlempar ke uadara.

7.4.3 Dampak bencana gempabumi

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa rambatan gelombang seismik yang berasal dari energi yang dilepaskan dari hasil pergerakan lempeng dapat menimbulkan bencana. Bencana yang disebabkan oleh gempabumi dapat berupa rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground shaking), gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air (drainage changes), gelombang pasang/tsunami, dsb.nya. Gelombang gempa yang merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya magnitute dan intensitas serta waktu dan lokasi epicenter gempa.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 206

Page 18: Bahaya Geologi

TANAHBERGERAKKEBAWAH

TABUNGPENCATAT

YANGBERPUTAR

TANAHBERGERAK

KEATAS

BANDUL

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.9 Gelombang P (Primer) sebagai gelombang kompresi yang mampu merubah volume batuan dan gelombang S (Sekunder) sebagai gelombang “Shear” yang mampu merubah bentuk.

Gambar 7.10 Alat seismograf yang mencatat arah gerakan gempabumi oleh jarum seismograf pada kertas yang berada dipermukaan silinder

Gambar 7.12 memperlihatkan satu contoh gempabumi yang disebabkan oleh pergeseran lempeng bumi yang terjadi di wilayah barat pantai Amerika, yaitu wilayah yang dilalui oleh patahan yang sangat panjang yang dikenal dengan sesar “San Andreas”. Patahan ini memajang dari tenggara ke arah baratlaut melalui kota San Fransisco. Sesar San Andreas dikenal sebagai sesar yang sangat aktif yang merupakan batas lempeng jenis transform/strike slip fault antara lempeng benua Amerika Utara dengan lempeng Samudra Atlantik (gambar 7.12). Pergeseran antara kedua kedua lempeng ini dikenal sebagai pusat-pusat epicenter gempa. Gambar 7.12a memperlihatkan bagian dari patahan yang bergeser akibat dari pergerakan lempeng ditunjukkan oleh pergeseran dari arah aliran sungai. Gambar 7.12b memperlihatkan salah satu dampak dari gempa, yaitu konstruksi jalan layang (highway) yang mengalami kerusakan yang terjadi di wilayah San Fransisco, USA. dengan epicenter gempa berada di jalur patahan San Andreas.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 207

Page 19: Bahaya Geologi

TABUNGPENCATAT YANG

BERPUTAR

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.11 Penentuan lokasi epicenter gempa didasarkan atas selisih waktu tiba dari gelombang P dan gelombang S yang tercatat pada alat seismograf (gambar kiri) dan epicenter gempa yang ditentukan berdasarkan perpotongan dari 3 lokasi alat seismograf yang mencatat kejadian gempabumi (gambar kanan).

.

Gambar 7.12 Gambar atas memperlihatkan patahan San Andreas dengan arah pergerakan relatif (tanda panah), Gambar bawah adalah jalan highway yang rusak oleh gempa San Fransisco akibat dari pergerakan kulit bumi yaitu patahan San Andreas.

1. Rekahan / patahan di permukaan bumi (Ground rupture)

Gambar 7.13 Gempa Alaska tahun 1964 yang menyebabkan wilayah seluas 260.000 km2 mengalami ground rupture setinggi 2 – 16 meter

Pada umumnya gempabumi seringkali berdampak pada rekah dan patahnya permukaan bumi yang secara regional dikenal sebagai deformasi kerakbumi. Deformasi

Copyright@2007 by Djauhari Noor 208

Page 20: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

kerakbumi dapat mengakibatkan permukaan daratan rekah dan terpatahkan hingga mencapai areal yang sangat luas. Salah satu bukti nyata terjadinya ground rupture adalah gempa yang terjadi pada Februari, 1976 dimana areal seluas 12.000 km2

yang terletak di jalur patahan San Andreas, 65 km di sebelah utara kota Los Angeles mengalami pegangkatan (uplifted) oleh pergeseran sesar San Andreas. Contoh lain dari deformasi kerakbumi adalah gempabumi yang terjadi pada tahun 1964 di Alaska yang menghasilkan suatu rekahan dan patahan serta deformasi batuan dimana daerah seluas 260.000 km2 terdiri dari dataran pantai dan dasar laut secara lokal terangkat setinggi 2 meter dan secara regional mencapai 16 meter (gambar 6.13). Rekahan dan patahan yang terjadi di permukaan bumi dapat berdampak pada bangunan-bangunan, jalan dan jembatan, pipa air minum, pipa listrik, saluran telepon, serta prasarana lainnya yang ada di daerah tersebut.

2. Getaran / guncangan permukaan tanah (Ground shaking)

Bencana gempa yang secara langsung terasa dan berdampak sangat serius adalah runtuhnya bangunan-bangunan yang disebabkan oleh getaran/guncangan gempa yang merambat pada media batuan/tanah. Pada umumnya bangunan-bangunan yang berada diatas lapisan batuan yang padat (firm) dampaknya tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang berada diatas batuan sedimen jenuh. Gambar 7.14 menunjukkan bangunan yang roboh akibat goncangan gempa di Kobe, Jepang tahun 1995 (gambar kiri) dan di Mexico city tahun 1985 (gambar kanan). Contoh kasus dari getaran gempa yang merusak kota San Francisco pada tahun 1906 adalah gempa yang epicenter-nya berada di sepanjang jalur patahan (sesar) San Andreas dan bagian dari segmen lepas pantai yang terletak disisi luar Golden Gate merupakan segmen yang bertanggung jawab terhadap kerusakan kota San Francisco.

Gambar 7.14 Dampak dari getaran gempa (ground shaking) yang mengakibatkan runtuhnya bangunan. Tampak dalam gambar bangunan di Mexico city yang diakibatkan oleh gempabumi tahun 1985.

3. Longsoran Tanah (Mass Movement)

Gambar 7.15 Gempa California tahun 1995 yang menyebabkan longsoran tanah / mass-movement.

Berbagai jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi bersamaan dengan terjadinya gempa. Hampir semua longsoran tanah dapat terjadi pada radius 40 km dari pusat gempa (epicenter) dan untuk gempa yang sangat besar

Copyright@2007 by Djauhari Noor 209

Page 21: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

dapat mencapai radius 160 km dan salah satu contoh adalah gempabumi Alaska tahun 1964 yang memicu terjadinya longsoran-longsoran tanah yang terletak jauh dari epicenter gempa. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah. Dalam hal ini gempa bersifat meng-induksi terjadinya gerakan tanah, sedangkan longsoran dan gerakan tanah baru akan terjadi apabila daya ikat antar butiran lemah, kejenuhan batuan/sedimen, porositas dan permiabilitas batuan/tanah tinggi.

4. Kebakaran

Kerusakan yang utama dan sering terjadi pada saat terjadinya gempabumi adalah bahaya kebakaran. Hampir sembilan puluh persen kerusakan yang terjadi di kota San Francisco pada tahun 1906 adalah disebabkan oleh kebakaran yang berasal dari material bahan bangunan yang mudah terbakar, kerusakan peralatan yang berkaitan dengan listrik serta pecah dan patahnya saluran pipa gas, listrik, dan air. Pada umumnya gempa meng-induksi api yang berasal dari putusnya saluran listrik, gas, dan pembangkit listrik yang sedang beroperasi yang pada akhirnya menyebabkan kebakaran.

5. Perubahan Pengaliran (Drainage Modifications)

Terbentuknya danau yang cukup luas akibat amblesnya (subsidence) permukaan daratan seperti dataran banjir (floodplain), delta, rawa, yang diakibatkan oleh gempabumi merupakan suatu permasalahan yang cukup serius. Perubahan pengaliran akibat penurunan permukaan daratan yang disebabkan oleh gempa memungkinkan terbentuknya danau–danau buatan dan reservoir baru serta rusaknya bendungan. Contoh kasus terjadinya perubahan pengaliran (drainage) adalah gempa yang terjadi pada tahun 1971 di San Fernando, California telah menyebabkan hancurnya bendungan Van Norman Dam, sedangkan gempa Alaska yang terjadi pada tahun 1864 meruntuhkan 2 Bendungan tipe earth-fill yang berada di selatan kota Anchorage. Kedua bendungan tersebut dilalui oleh suatu rekahan dan patahan yang memotong badan bendungan dan telah merubah pengaliran (drainase) yang ada di wilayah tersebut.

6. Perubahan Air Bawah Tanah (Ground Water Modifications)

Regim air bawah tanah dapat mengalami perubahan oleh perpindahan yang disebabkan oleh sesar atau oleh goncangan. Contoh kasus dari perubahan air bawah tanah adalah gempa yang terjadi disepanjang suatu patahan yang mengakibatkan terjadinya offset batuan di kedua sisi permukaan tanah dan aliran air bawah tanah di wilayah Santa Clara County, California, yaitu suatu wilayah yang terletak di bagian selatan teluk San Francisco. Dalam kasus ini kipas aluvial yang sangat luas yang terletak di Alameda Creek mengalami offset/perpindahan sejauh 2 km ke arah barat perbukitan. Gawir yang terbentuk oleh sesar setinggi 8 meter menutup saluran-saluran sungai yang menuju ke teluk San Francisco sehingga membentuk kolam-kolam yang sangat luas. Patahan ini juga berimbas pada air yang berada dibawah tanah, offset yang terjadi pada batuan yang berada di bawah tanah telah menyebabkan lapisan batuan yang permeabel tertutup oleh lapisan batuan impermeabel sehingga mengakibatkan daerah yang berada diantara gawir dan perbukitan mendapat air bawah tanah yang melimpah sebaliknya daerah yang lain sedikit menerima air bawah tanah.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 210

Page 22: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

7. Tsunami

Tsunami adalah suatu pergeseran naik atau turun yang terjadi secara tiba-tiba pada dasar samudra pada saat terjadi gempabumi bawah laut, kondisi ini akan menimbulkan gelombang laut pasang yang sangat besar yang lazim disebut “tidal waves”. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang yang telah digunakan secara luas, baik untuk gelombang pasang (“tidal waves”) maupun gelombang yang disebabkan oleh gempabumi atau yang lebih dikenal dengan istilah “seismic sea waves”.

Mekanisme terjadinya tsunami (gambar 7. 16): 1) Diawali dengan terjadinya gempa yang disertai oleh pengangkatan

sebagai akibat kompresi.2) Gelombang bergerak keluar ke segala arah dari daerah yang terangkat3) Panjang gelombang berkurang tetapi tingginya meningkat saat

mencapai bagian yang dangkal, kemudian melaju ke arah darat dengan kecepatan +/-100 km/jam setelah sebelumnya surut dulu untuk beberapa saat (gambar 7.17).

Gambar 7.16 Mekanisme terjadinya tsunami

Copyright@2007 by Djauhari Noor 211

Page 23: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.17 Pergerakan kecepatan gelombang tsunami ke arah pantai / daratan

Gambar 7.18 Kecepatan dan waktu tempuh gelombang tsunami yang terjadi oleh gempabumi tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa di pesisir sebelah utara pulau Sumatra

Copyright@2007 by Djauhari Noor 212

Page 24: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gambar 7.19 Menunjukan tinggi gelombang tsunami yang terjadi oleh gempabumi tanggal 26 Desember 2004 dengan pusat gempa di utara pantai pulau Sumatra.

Gambar 7.20. Dampak bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang melanda Nangroe Aceh Darusalam (kiri) dan India (kanan).

7.4.4. Penanggulangan bencana gempabumi.

Bencana gempabumi merupakan bahaya geologi yang sampai saat ini belum dapat diprediksi, para ahli gempa (seismologist) telah mencoba beberapa metoda untuk memprediksi gempabumi, yaitu antara lain dengan cara:

a. Mengukur getaran-getaran mikro melalui alat seismograf dan dapat mengetahui gelombang awal (frontschock) dari suatu gempa.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 213

Page 25: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

b. Megukur kedalaman air dan perubahan kedalam muka air tanah pada pada sumur-sumur bor

c. Mengukur miringnya permukaan tanah. d. Melakukan pengukuran kemagnetan (magnetisme) bumie. Pengukuran unsur-unsur radon di dalam sumur bor f. Mengukur sifat-sifat konduktivitas listrik

Dari ke-enam cara yang telah dilakukan oleh para ahli seismologist ternyata tingkat keberhasilannya sangat rendah. Usaha pencegahan terhadap bencana gempabumi sangat sulit dan bahkan lebih sulit jika dibandingkan dengan memprediksi gempabumi. Pencegahan terhadap gempabumi tidak mungkin dilakukan dan mungkin tidak bisa.

Mitigasi bencana geologi pada hakekatnya adalah mengurangi resiko bencana geologi terhadap harta benda maupun jiwa manusia. Mitigasi merupakan suatu upaya kerjasama antara ahli-ahli teknik dan para pembuat kebijakan dan menghasilkan peraturan peraturan pembangunan untuk suatu wilayah yang rentan bahaya geologi. Usaha-usaha dalam penanggulangan bencana untuk meminimalkan kerugian, baik kerugian harta benda ataupun jiwa manusia yang disebabkan oleh gempabumi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain adalah:

1. Melakukan pemetaan penyebaran lokasi-lokasi gempa yang disajikan dalam bentuk Peta Rawan Bencana Gempabumi / Seismik.

2. Membuat peraturan peraturan yang berkaitan dengan desain struktur bangunan tahan gempa guna mencegah runtuhnya bangunan ketika terjadi gempa.

3. Tidak membangun bangunan di wilayah-wilayah yang rawan bencana gempa.4. Menghindari lahan-lahan yang rawan gempa untuk areal pemukiman, dan

aktivitas manusia. 5. Melakukan penataan ruang baik yang berada di sekitar pantai ataupun di

daratan guna mencegah dan menghindari terjadinya korban jiwa dan harta serta dampak yang mungkin timbul ketika bencana itu terjadi.

6. Memasang Sistem Peringatan Dini (Early Warning System).

7.5. Bencana Buatan

Bencana buatan adalah bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan dan aktivitas manusia itu sendiri. Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia selain dapat menimbulkan dampak positif, dapat pula menimbulkan dampak negatif dan membahayakan kehidupan manusia. Keadaan yang membahayakan ini disebut sebagai bahaya buatan (man made hazards). Bencana buatan antara lain terwujud dan terpicu atau meningkatkan bahaya geologi serta kerusakan lingkungan termasuk pencemaran (gambar 7.21).

Beberapa contoh bencana geologi buatan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan:

a. Tekanan yang besar terhadap sumberdaya air, terutama air tanahb. Pencemaran air permukaan dan air tanah dari tempat pembuangan sampah,

limbah rumah tangga, limbah industri, dan limbah fasilitas perkotaan lainnya..c. Perubahan bentangalamd. Perubahan neraca aire. Tekanan yang besar terhadap sumberdaya bahan bangunanf. Amblesan dan perusakan airg. Penyusupan (intrusi) air laut untuk daerah pantai

Copyright@2007 by Djauhari Noor 214

Page 26: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

h. Longsoran dan erosi tanah di daerah perbukitan dan longsoran karena kurang tepatnya pembangunan.

Gambar 7.21 Bencana buatan yang disebabkan perubahan bentang alam oleh aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan pada tanah berlereng yang berakibat pada ketidak stabilan lereng dan pencemaran air tanah karena pembutan septik tank yang tidak memenuhi standar.

7.6 Kapan Suatu Bahaya Geologi Akan Berubah Menjadi Bencana Geologi

Untuk membangun sistem mitigasi bencana alam (geologi), pertama tama yang harus dilakukan adalah mengkaji dan menganalisa bagaimana suatu bahaya geologi dapat berubah menjadi bencana dan seberapa besar tingkat probabilitas daerah yang rentan bahaya geologi terkena bencana geologi serta resiko apa saja yang mungkin terjadi apabila bencana geologi menimpa daerah tersebut. Bahaya geologi akan berubah menjadi bencana geologi hanya jika bahaya tersebut mengakibatkan korban jiwa atau kerugian harta benda.

Sebagai contoh jika suatu gempa yang sangat kuat terjadi di daerah yang tidak berpenghuni, maka gempa tersebut boleh jadi hanya akan menjadi catatan statistik saja bagi para seismolog, akan tetapi sebaliknya apabila gempa tersebut terjadi di kawasan yang penghuninya sangat padat, seperti gempa yang terjadi di Bantul, Yogyakarta pada tahun 2006, walaupun kekuatan gempanya tidak begitu besar namun menyebabkan kerusakan yang sangat luas serta menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Pertanyaannya selanjutnya adalah mengapa hal ini dapat terjadi ? Jawabannya adalah karena hampir semua bangunan yang ada di wilayah tersebut tidak dirancang sebagai bangunan tahan gempa, sehingga ketika terjadi gempa, bangunan-bangunan tersebut runtuh yang mengakibatkan banyak penghuninya menemui ajalnya terkena oleh reruntuhan rumahnya. Oleh karena itu diperlukan suatu standarisasi bangunan tahan gempa, terutama untuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah wilayah yang rentan terkena bahaya gempabumi, sehingga dapat menyelamatkan penghuninya ketika terjadi gempabumi. Penerapan strategi pengelolaan resiko bencana berbasis masyarakat saat ini sudah mulai diterapkan

Copyright@2007 by Djauhari Noor

Pencemaran tanah dari septik tank

Erosi muka lereng

Erosi air

215

Page 27: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

dan program ini didukung oleh pemerintah, baik dukungan yang berupa bantuan keuangan dan pembangunan kembali rumah rumah yang rusak melalui standarisasi bangunan tahan gempa.

Bahaya geologi yang berada di muka bumi pada hakekatnya merupakan hasil dari proses-proses geologi, baik yang bersifat endogenik maupun eksogenik dimana proses proses tersebut tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Dalam beberapa kasus, tingkat kerusakan relatif terhadap jumlah korban dan kerugian harta benda dapat dipakai sebagai pembanding antara skala bencana dan resiko bencana yang terjadi di suatu wilayah. Manusia dapat juga menjadi faktor penyebab yang merubah bahaya geologi menjadi bencana geologi serta menjadi faktor penentu dari tingkat kerusakan suatu bencana, seperti misalnya pertumbuhan penduduk yang tinggi, kemiskinan, degradasi lingkungan, dan kurangnya informasi. Meskipun ke-empat faktor tersebut dianggap sebagai faktor yang saling berpengaruh satu dan lainnya serta ke-empat faktor tersebut sulit dipisahkan mana yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan suatu bencana.

Kerentanan terhadap bencana geologi di suatu wilayah akan semakin besar seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan menjadi salah satu faktor utama dari penyebab bencana geologi. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi secara langsung akan berdampak pada tingginya tingkat pembangunan infrastruktur. Apabila tidak ada upaya upaya untuk mencegah bahaya geologi yang mungkin terjadi, maka apabila bencana geologi benar-benar terjadi di kawasan tersebut maka sudah barang tentu akan memakan korban serta kerugian harta benda yang tinggi pula. Dibeberapa kawasan yang konsentrasi penduduknya tinggi, meskipun sudah menpunyai sistem peringatan dini untuk suatu bahaya geologi tertentu, namun untuk menyebarkan informasi dan peringatan ke setiap orang di seluruh kawasan tersebut tidak dimungkinkan, sehingga sangat memungkinkan setiap orang bertindak dan merespon suatu peringatan bahaya sesuai dengan persepsinya masing-masing. Dan hal ini akan menimbulkan kepanikan dan kekacauan di masyarakat yang pada akhirnya dapat menimbulkan korban jiwa yang lebih besar.

7.7 Pengelolaan Resiko Bencana (Disaster Risk Management)

Pengelolaan resiko bencana pada dasarnya adalah suatu upaya yang ditujukan untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi serta melakukan upaya-upaya pencegahan (mitigasi) di wilayah yang rentan terkena bencana. Pengelolaan resiko bencana merupakan istilah yang umum dipakai dalam penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan persiapan menghadapi bencana.

Beberapa istilah yang sering dipakai dalam pembahasan pengelolaan resiko bencana antara lain adalah Bahaya (Hazard), Bencana (Disaster), Kerentanan (Vulnerability), Resiko Bencana (Disaster Risk), Penilaian Resiko / Analisa Resiko (Risk Assessment/Risk Analysis), Pencegahan Bencana dan Mitigasi (Disaster Prevention and Mitigation), Kewaspadaan Terhadap Bencana (Disaster Preparedness). Adapun pengertian dari istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut :

Bahaya (Hazard) adalah suatu ancaman yang berasal dari peristiwa alam yang bersifat ekstrim yang dapat berakibat buruk atau keadaan yang tidak menyenangkan. Tingkat ancaman ditentukan oleh probabilitas dari lamanya waktu kejadian (periode waktu), tempat (lokasi), dan sifatnya saat peristiwa itu terjadi. Bahaya alam (Natural hazard) adalah probabilitas potensi kerusakan yang mungkin terjadi dari fenomena alam di suatu area / wilayah.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 216

Page 28: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Bencana (Disaster) merupakan fungsi dari kondisi yang tidak normal yang terjadi pada masyarakat dan mempunyai kecenderungan kehilangan kehidupannya, harta benda dan lingkungan sumberdayanya, serta kondisi dimana masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk keluar dari dampak / akibat yang ditimbulkannya.

Kerentanan/kerawanan (Vulnerability) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan menangkal /menahan dampak dari kejadian/peristiwa alam yang berasal dari luar atau kecenderungan dari sekumpulan masyarakat terkena atau mengalami kerusakan, masalah dan sebab akibat sebagai hasil dari suatu bahaya.

Resiko Bencana (Disaster Risk) adalah tingkat kerusakan dan kerugian yang sudah diperhitungkan dari suatu kejadian atau peristiwa alam. Resiko Bencana ditentukan atas dasar perkalian antara faktor bahaya dan faktor kerentanannya. Yang termasuk bahaya disini adalah probabilitas dan besaran yang dapat diantisipasi pada peristiwa alam; sedangkan kerentanan/kerawanan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial budaya dan geografis. Berikut ini adalah rumusan yang dipakai secara luas untuk menghitung resiko bencana yang merupakan perkalian 2 faktor, yaitu :

Resiko (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability)

Pengelolaan resiko bencana (Disaster risk management) secara teknis terdiri dari tindakan (program, proyek dan atau prosedur) serta pengadaan peralatan yang dipersiapkan untuk menghadapi dampak atau akibat dari suatu bencana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengurangi resiko bencana yang ditimbulkannya. Secara operasional, pengelolaan resiko bencana adalah kegiatan yang terdiri dari penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi dan waspada bencana.

Penilaian Resiko atau Analisa Resiko adalah survei yang dilakukan terhadap bahaya yang baru terjadi yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang ekstrim seperti yang terjadi juga pada kerentanan lokal dari populasi yang didasari atas kehidupan untuk memastikan resiko tertentu di wilayah. Berdasarkan informasi ini resiko bencana dapat dikurangi.

Kapasitas adalah kebijakan dan sistem kelembagaan yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya mengurangi potensi kerusakan akibat bencana serta mengurangi kerentanan terhadap bencana.

Bencana alam yang disebabkan oleh gempabumi, angin topan, banjir, tanah longsor dan kekeringan seringkali mengingatkan pada kita tentang bencana akan benar-benar terjadi. Resiko bencana sebagai hasil dari frekuensi dan kondisi yang rentan dapat berubah menjadi suatu bencana. Resiko bencana adalah hasil dari tingkat kejadian, intensitas bahaya dan sistem kehidupan yang sangat rentan. Peran dari sistem sosial dalam arti kepedulian masyarakat dan sistem pengelolaan memungkinkan merubah sifat kerentanan terhadap bahaya dan mengurangi tingkat kerawanan melalui intervensi yang sistematik.

Pencegahan Bencana dan Mitigasi

Adalah aktivitas / kegiatan dalam rangka mencegah dan memitigasi dampak yang sangat buruk dari peristiwa alam yang sangat ekstrim yang dilakukan untuk periode jangka menengah dan jangka panjang. Dari sudut pandang

Copyright@2007 by Djauhari Noor 217

Page 29: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

politik, hukum, administrasi, dan infrastruktur, pencegahan bencana merupakan salah satu ukuran untuk menyatakan kondisi /situasi bahaya dan disisi lain melibatkan gaya hidup dan karakter dari penduduk/masyarakat yang tinggal di daerah yang rentan untuk dapat mengurangi resiko bencana yang mungkin dapat menimpanya.

Kewaspadaan Terhadap Bencana

Kewaspadaan terhadap bencana adalah suatu ukuran yang mencakup kegiatan evakuasi yang dapat dilakukan secara cepat dan efektif dalam usaha penyelamatan nyawa manusia, mitigasi terhadap hilang dan rusaknya harta benda serta penyediaan bantuan darurat. Kewaspadaan terhadap bencana dalam arti yang lebih luas adalah suatu usaha dalam menyediakan sistem peringatan dini, kemampuan dalam meng-koordinasi dan meng-operasikan, perencanaan kondisi darurat, menyalurkan bantuan dalam keadaan darurat dan pelatihan.

7.7.1 Kegiatan Pengelolaan Resiko Bencana

1. Penilaian Resiko

a. Melakukan pendataan bencana yang pernah terjadi dimasa lalu termasuk pendataan terhadap kejadian/peristiwa bencana yang besar yang pernah terjadi

b. Mengkaji secara terukur bencana yang disebabkan oleh hidro-meteorologi dan geologi, termasuk penyebab bencana

c. Mendata jumlah penduduk (populasi penduduk) yang berada di areal yang beresiko tinggi terkena bencana atau areal yang paling bahaya.

d. Melakukan persiapan dan memperbaharui (updating) peta-peta bencana dan area yang sangat berbahaya.

2. Pencegahan dan Mitigasi Bencana

a. Menetapkan dan memperkuat pembangunan regional dan perencanaan tataguna lahan, perencanaan pengawasan bangunan yang sesuai dengan zonasi bahaya dan peraturan bangunan.

b. Melaksanakan pelatihan bagi masyarakat dan perwaklian kelembagaanc. Membangun dan meningkatkan kemampuan pengelolaan resiko bencana di

tingkat lokal dan nasionald. Pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (seperti misalnya pengelolaan

Daerah Aliran Sungai), meningkatkan infrastruktur (bendungan, saluran air, bangunan yang mampu menahan suatu bencana).

3. Kesiapan Menghadapi Bencana

a. Partisipasi dan kesadaran terhadap pentingnya rencana tanggap daruratb. Mempersiapkan infrastruktur (akomodasi saat kondisi darurat, c. Melakukan latihan secara teratur dalam menghadapi situasi daruratd. Membangun dan atau meningkatkan kemampuan dalam kesiapan

menghadapi bencana, baik di tingkat lokal maupun nasional dan pelayanan penyelamatan

e. Koordinasi dan perencanaan operasionalf. Sistem Peringatan Dini :

1) Menyiapkan dan meng-operasikan sistem komunikasi2) Menempatkan peralatan teknis di tempat yang aman

Copyright@2007 by Djauhari Noor 218

Page 30: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

3) Melakukan pelatihan tenaga penyelamat

4. Pengelolaan resiko bencana sebagai bagian dari rehabilitasi dan rekontruksi

a. Melakukan penilaian resiko bencanab. Melakukan penilaian infrastruktur, seperti kontruksi banguan tahan gempa,

kontruksi bangunan tahan banjir, skema pembangunan, selter tempat pengungsian, dsb

c. Membentuk kelembagaan, seperti peran serta masyarakat dan meningkatkan kerjasama diantara individu-individu

d. Membentuk organisasi, untuk memperkuat kapabilitas lokale. Mengembangkan dan memperkenalkan ukuran-ukuran pencegahan dimasa

mendatang (seperti pengelolaan DAS, konservasi sumberdaya alam, skema pencegahan banjir)

5. Peran pengelolaan resiko bencana dalam sektor kerjasama pembangunan

Kebutuhan pencegahan harus di-integrasikan kedalam sektor pembangunan, hal ini akan membantu pada peningkatan pengelolaan resiko bencana, terutama pada sektor-sektor yang terkait, termasuk desentralisasi dan atau pembangunan masyarakat, pembangunan desa, pencegahan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam, perumahan, kesehatan dan pendidikan.

7.7.2 Pendekatan Multi Sektoral

1. Meningkatkan kewaspadaaan

a. Dukungan keuangan untuk meningkatkan kewaspadaan, dinilai berdasarkan hubungan antara biaya yang diinvestasikan dengan keuntungan yang akan diperoleh dalam pengeloalaan resiko bencana.

b. Meningkatkan kewaspadaan diantara penduduk/masyarakat yang bermukim di areal yang beresiko tinggi terkena bencana dan dikawasan yang rentan serta mendapat prioritas utama dalam memperoleh pelatihan untuk mengelola resiko bencana.

c. Meng-implementasikan sistem peringatan dini d. Partisipasi antara masyarakat, pemerintah kota dan lembaga-lembaga lainnya

dalam pengelolaan resiko bencana.

2. Penguatan kemampuan pengelolaan resiko bencana di tingkat daerah (lokal)

Efektifitas pengelolaan resiko bencana adalah memantapkan dan atau penguatan sistem di tingkat daerah/lokal yang berupa kegiatan seperti yang ada dalam daftar diatas dari keseluruhan sistem nasional, memobilisasi semua yang mungkin dilakukan oleh para relavan dibidang sosial dan politik, baik ditingkat lokal dan perkotaan serta bertanggungjawab atas apa yang dilakukan.

7.8 Pengurangan Resiko Bencana (Disaster Risk Reduction)

Copyright@2007 by Djauhari Noor 219

Page 31: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering dilanda bencana. Lebih dari 4 tahun terakhir Indonesia mengalami serangkaian bencana alam yang menewaskan manusia dan mempengaruhiperekonomian negeri ini. Bencana ini termasuk tsunami Aceh pada Desember 2004, Gempa Nias di Maret 2005, Gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah di Mei 2005 dan gempa serta tsunami di Jawa Barat pada bulan Juli 2006. Indonesia juga berpotensi tinggi terhadap gunung meletus dengan 128 gunung api aktif (31 di antaranya dalam pemantauan) dari 600 gunung berapi di seluruh khatulistiwa. Bencana-bencana ini memberikan dampak besar terhadap perekonomian negara, kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami diperkirakan sebesar 4 juta Dolar AS dan gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah sebesar 3 juta Dolar AS. Bencana alam mengancam pembangunan manusia di Indonesia dan mengakibatkan rusaknya pencapaian kesejahteraan nasional.

Upaya untuk melindungi dan mempersiapkan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang sering dilanda bencana, serta upaya untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah dalam menaggapi keadaan darurat, dapat membantu mengurangi resiko secara signifikan bila terjadi bencana serta mendorong masyarakat untuk menerapkan budaya aman. Untuk meningkatkan ketahanan nasional dan daerah dalam mengurangi resiko bencana dan membantu peralihan dari budaya tanggap dan meminta bantuan menjadi budaya mengurangi resiko bencana yang komprehensif dan terintegrasi dalam fungsi utama pemerintah di seluruh tingkat serta di sektor swasta dan Organisasi-organisasi Masyarakat Madani:

a) menyediakan saran kebijakan dan peningkatan kapasitas untuk mengurangi dan mengelola resiko bencana ke dalam kerangka kebijakan, hukum, regulasi dan perencanaan;

b) meningkatkan kapasitas dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi darurat dan sistem tanggap di tingkat nasional, provinsi dan daerah; dan

c) membantu penanganan resiko bencana berdasarkan kemasyarakatan.

Untuk membantu meningkatkan peraturan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi resiko bencana di Indonesia, perlu penyediaan petunjuk strategis dan saran kebijakan untuk perumusan RUU dan regulasi penanggulangan bencana. RUU ini telah disahkan pada tahun 2007. Meningkatkan kapasitas pemerintah pusat maupun daerah untuk menyiapkan dan mengelola bencana dan pemulihan selanjutnya adalah penting pada negara yang mudah terkena bencana dan pemerintahan terpusat seperti Indonesia. Kapasitas pengurangan resiko bencana dan penanganan memerlukan pengetahuan, sistem, informasi, perangkat dan sumberdaya yang diperlukan dalam merespon bencana.

Kapasitas yang efektif dalam menurunkan resiko bencana memerlukan pengurangan resiko bencana yang terintegrasi ke dalam perencnaan dan anggaran nasional di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten. Perumusan dan penyebaran Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Resiko Bencana (DRR) dan rencana aksi DRR di tingkat regional. Perencanaan menjadi penting untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah dalam mengurangi dampak bencana, mengelola bahaya bencana dan menurunkan resiko bencana ke dalam pengembangan perencanaan dan anggaran. Untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah perlu adanya perencanaan Sistem Informasi Resiko Bencana yang membantu mengadakan informasi yang relevan sehubungan dengan pengurangan, pencegahan, dan penanggulangan bencana.

7.9 Rencana Tindak Mengurangi Resiko Bencana (Action Plan For Disaster Risk Reduction)

Copyright@2007 by Djauhari Noor 220

Page 32: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Usaha usaha untuk mengurangi resiko bencana di Indonesia telah diatur dan disusun dalam suatu kerangka kerja yang implementasinya menfokuskan pada beberapa kegiatan yang menjadi kunci dalam menanggulangi resiko bencana. Beberapa prioritas diantaranya harus diimplementasikan dalam rencana kegiatan operasionalnya.

7.9.1. Prioritas

Inisiatif untuk mengurangi resiko bencana di Indonesia terutama diprioritaskan pada keberlanjutan dan partisipasi seluruh stakeholder. Perlu adanya komitmen yang kuat dalam memilih prioritas serta tindakan tindakan yang akan diambil menjadi ciri dalam usaha ini. Prioritas prioritas tersebut diperlukan sebagai dasar yang terintegrasi dalam implementasi program pengurangan resiko bencana yang berkelanjutan yang sejalan dengan usaha usaha yang sudah dilaksanakan pada tingkat internasional.

Ada 5 prioritas kunci yang yang harus diperhatikan dalam mengurangi resiko bencana, yaitu :

1) Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana merupakan prioritas nasional dan daerah, oleh karenanya diperlukan suatu kelembagaan yang kuat yang menjadi dasar dalam implementasinya.

2) Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi, penilaian dan pengawasan resiko bencana dan peningkatan terhadap peringatan dini.

3) Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya yang aman dan fleksibel untuk semua tingkatan.

4) Mengurangi faktor faktor penyebab resiko bencana.5) Meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana disetiap tingkat dan mampu

bertindak secara efektif.

7.9.2 Rencana Tindak (Action Plan)

Cermin dari perubahan paradigma pencegahan dimasa depan adalah sebagai bagian dalam memenuhi persyaratan dasar hak asasi manusia, pengurangan resiko bencana diperlukan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Mengakui bahwa hak azasi merupakan suatu kehormatan hidup dan kehidupan setiap manusia, oleh karenanya pemerintah bertanggungjawab dalam memberi perlindungan terhadap bencana, terutama menghindari dengan tanpa membuat resiko pada proses perbaikan.

b) Mengurangi faktor-faktor resiko bencana dari praktek pembangunan yang tidak berkelanjutan adalah suatu hal yang lebih buruk dari dampak perubahan iklim.

c) Agar supaya kepercayaan dapat diraih, maka resiko dan atau bencana yang berdampak pada masyarakat serta kepekaan pada gender, partisipasi, kesetaraan dan perspektif hukum harus ditingkatkan.

Berikut adalah aktivitas / kegiatan yang menjadi kunci dan harus ditingkatkan sebagai bagian dari implementasi Rencana Tindak Nasional dalam mengurangi resiko bencana:

1. Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah pusat maupun daerah yang diimplementasikan dalam suatu kelembagaan yang kuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut:

Copyright@2007 by Djauhari Noor 221

Page 33: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

1) Kelembagaan Nasional dan Kerangka Hukuma) Mendukung pembentukan dan penguatan mekanisme pengurangan

resiko bencana tingkat nasional secara terpadu.b) Mengurangi resiko secara terpadu melalui kebijakan pembangunan dan

perencanaan, termasuk strategi mengurangi kemiskinan.c) Bila perlu mengadopsi atau memodifikasi undang-undang guna

mendukung pengurangan resiko bencana, termasuk didalamnya mekanisme serta peraturan peraturan yang memperkuat dan memberi insentif kepada pihak pihak yang mensosialisasikan kegiatan mitigasi dan pengurangan resiko.

d) Menyadarkan betapa pentingnya penanganan resiko bencana serta tanggungjawab masyarakat yang terdesentralisasi untuk mengurangi resiko bencana, terutama dalam hal kewenangan daerah atau propinsi.

2). Sumberdayaa) Akses kepada sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan dalam

mengurangi resiko bencana dan kemampuan dalam pengembangan dan perencanaan serta membuat program program dalam menyatukan kondisi saat ini dan kebutuhan dimasa yang akan datang.

b) Mempersiapkan dan menyediakan sumberdaya untuk pengembangan dan implementasi dari kebijakan pengelolaan resiko bencana, program-program, hukum dan peraturan yang berhubungan dengan pengurangan resiko bencana.

c) Pemerintah berkewajiban memperlihatkan kemauan politik yang kuat yang dibutuhkan untuk mensosialisasikan dan memadukan pengurangan resiko bencana kedalam program program pembangunan.

3). Partisipasi Masyarakat Secara sistimatik melibatkan peran masyarakat dalam pengurangan resiko bencana, termasuk dalam proses pengambilan keputusan untuk hal hal yang berkaitan dengan pemetaan, perencanaan, implementasi, pengawasan, dan evaluasi melalui pembuatan jejaring, termasuk jejaring tenaga sukarela, manajemen sumberdaya strategis, dan dengan membuat aturan-aturan hukum serta menetapkan tanggungjawab dan otoritas/kewenangan perwakilan.

2. Mengidentifikasi, akses, dan pengawasan resiko bencana dan meningkatkan peringatan dini, melalui kegiatan-kegiatan :

1). Penilaian Resiko pada skala Nasional dan Daeraha) Membangun, memperbaharui, dan menyebarkan peta peta resiko

bencana serta informasi informasi yang berhubungan dengan bencana kepada para pengambil keputusan dan masyarakat umum.

b) Membangun sistem penciri/penunjuk resiko bencana dan kerentanan pada tingkat nasional dan propinsi yang memungkinkan pembuat keputusan dapat meng-akses dampak dari bencana.

c) Mencatat, meng-analisa, menyimpulkan, dan menyebarkan informasi secara statistik terhadap kejadian kejadian bencana, dampaknya dan kerugiannya.

2). Peringatan Dini a) Membangun sistem peringatan dini di tengah tengah masyarakat,

terutama sistem yang dapat memberi peringatan tepat waktu dan dapat dimengerti makna masalah resikonya.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 222

Page 34: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

b) Secara periodik mengulang kembali dan merawat sistem informasi sebagai bagian dari sistem peringatan dini.

c) Memantapkan kapasitas kelembagaan untuk memastikan bahwa sistem peringatan dini benar-benar terintegrasi dalam kebijakan pemerintah dan proses pengambilan keputusan.

d) Memperkuat koordinasi dan kerjasama diantara semua sektor yang terkait dan aktor dalam rantai peringatan dini dalam rangka memperoleh efektifitas penuh dari sistem peringatan dini.

e) Membangun dan memperkuat efektiifitas sistem peringatan dini di pulau pulau yang lebih kecil.

3). Kapasitas

a) Mendukung pengembangan dan keberlanjutan infrastruktur, ilmu pengetahuan dan teknologi, kapasitas kelembagaan serta teknis lainnya yang diperlukan untuk penelitian, pengamatan, analisa, pemetaan, prediksi alam dan bahaya yang terkait, kerentanan serta dampak bencana.

b) Mendukung dalam pengembangan dan peningkatan basisdata yang relevan dan memperkenalkan pertukaran data secara terbuka dan penyebaran data untuk keperluan penilaian, pengawasan dan keperluan peringatan dini.

c) Mendukung dalam peningkatan metoda metoda melalui ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan dalam penilaian resiko, pengawasan, dan peringatan dini melalui penelitian, kerjasama, pelatihan dan membangun kemampuan teknis.

d) Memantapkan dan memperkuat kemampuan dalam menrekam, menganalisa, meringkas, menyebarkan, serta pertukaran data dan informasi.

4). Resiko Darurat Regional a) Mengkompilasi dan membuat standarisasi data dan informasi pada

resiko bencan regional, dampak dan kerugiannya.b) Kerjasama secara regional dan internasional untuk penilaian dan

pengawasan regional dan bahaya lintas batas.c) Penelitian, analisa, dan pelaporan perubahan jangka panjang dan isu

isu bersama yang mungkin meningkat kerentanannya dan resiko atau kapasitas otoritas dan masyarakat dalam menghadapi bencana.

3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan sebagai sarana

untuk membangun suatu budaya aman dan nyaman pada setiap tingkatan, melalui kegiatan sebagai berikut:

1) Menyediakan informasi yang mudah dimengerti mengenai resiko bencana dan pilihan pencegahan, khususnya kepada penduduk perkotaan yang berada di wilayah yang beresiko tinggi.

2) Peningkatan jejaring diantara sesama akhi kebencanaan, para manajer, dan perencana lintas sektoral dan antar wilayah, dan membangun atau meningkatkan prosedur pemanfatan tenaga akhli yang tersedia pada pembangunan perencanaan pengurangan resiko di daerah.

3) Mempromosikan dan meningkatkan dialog dan kerjasama diantara masyarakat ilmiah dan praktisi yang bekerja dibidang pengurangan resiko bencana.

4) Memperkuat dan mengimplementasikan penggunaan informasi terbaru, serta informasi dan teknologi untuk penanganan pengurangan resiko bencana.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 223

Page 35: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

5) Dalam jangka menengah, mengembangkan direktori, inventarisasi, dan sistem pertukaran informasi pada tingkat daerah, propinsi, nasional dan tingkat internasional.

6) Kelembagaan yang berorientasi kepada pembangunan perkotaan harus menyediakan informasi pada masyarakat mengenai pilihan pengurangan bencana terutama kepada para kontraktor bangunan, pembeli lahan atau penjual tanah.

7) Memperbaharui dan menyebarkan secara luas dengan menggunakan standar internasional yang berkaitan dengan pengurangan resiko bencana.

4. Pendidikan dan pelatihan

1) Memperkenalkan pengetahuan tentang pengurangan resiko bencana dalam kurikulum sekolah

2) Memperkenalkan implementasi dari penilaian resiko di tingkat daerah dan program kewaspadaan terhadap bencana di sekolah sekolah dan lembaga pendidikan tinggi.

3) Memperkenalkan implementasi program dan kegiatan di sekolah untuk pembelajaran bagaimana meminimalkan suatu dampak bencana.

4) Mengembangkan pelatihan dan program pembelajaran dengan sasaran untuk mengurangi resiko bencana pada sektor tertentu (Perencana Pembangunan, Pegawai/staff Pemerintah Daerah, Manajer Pabrik, dsb)

5) Memperkenalkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat guna meningkatkan kapasitas daerah dalam mitigasi dan keluar dari bencana.

6) Memastikan kesetaraan akses untuk mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan pendidikan, baik untuk perempuan maupun dari kalangan yang rentan.

5. Penelitian

1) Pengembangan metoda metoda untuk memprediksi penilaian multi resiko dan analisa untung rugi berdasarkan sosial-ekonomi dari tindakan dalam pengurangan resiko.

2) Meningkatkan kemampuan, secara ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk mengembangakan dan menerapkan metodologi dan model untuk menilai kerentanan terhadap dan dampak geologi, cuaca, air, dan iklim yang berhubungan dengan bahaya.

6. Kepedulian masyarakat

Memperkenalkan melalui media guna membangun budaya peduli terhadap bencana dan mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat langsung dalam pencegahan terhadap bencana.

7. Mengurangi faktor faktor penyebab resiko, melalui kegiatan :

1). Pengelolaan Sumberdaya alam dan Lingkungan, meliputi:a) Pengelolaan ekosistem dan pemanfaatan yang berkelanjutan,

termasuk melalui perencanaan tata guna lahan yang lebih baik dan aktivitas kegiatan untuk mengurangi resiko dan kerentanan.

b) Mengimplementasikan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan terpadu yang selaras dengan pengurangan resiko bencana

c) Memperkenalkan pengurangan resiko secara terpadu yang berkaitan dengan variabilitas iklim yang ada dan perubahan iklim dimasa mendatang.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 224

Page 36: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

2). Pembangunan Ekonomi dan Sosiala) Memperkenalkan pentingnya keamanan panganb) Memadukan perencanaan pengurangan resiko bencana kedalam

bidang kesehatan sebagai panduan keamanan rumah sakit dari dampak bencana.

c) Pencegahan dan peningkatan fasilitas darurat milik masyarakat / publik (sekolahan, rumahsakit, pembangkit listrik, dll) sehingga aman terhadap dampak bencana.

d) Meningkatkan implementasi mekanisme keselamatan masyarakat e) Mengintegrasikan pengurangan resiko bencana kedalam perbaikan

pasca bencana dan proses rehabilitasi.f) Meminimilisasi resiko bencana dan kerentanan yang disebabkan oleh

gerakan masa.g) Mempromosikan diserfikasi pilihan pendapatan untuk penduduk yang

berada di areal yang beresiko tinggi guna mengurangi kerentanan terhadap bahaya.

h) Mempromosikan pengembangan resiko keuangan dengan cara mengasuransikan melalui asuransi bencana.

i) Mempromosikan pembentukan kerjasama swasta dan masyarakat untuk mendorong sektor swasta peduli terhadap kegiatan pengurangan resiko bencana.

j) Mengembangkan dan mempromosikan alternatif dan inovasi intrumen keuangan dalam mendorong pengurangan resiko bencana.

3). Perencanaan tata guna lahan dan peraturan teknis lainnya.a) Mengintegrasikan penilaian resiko bencana kedalam perencanaan kota

dan pengelolaan pemukiman manusia yang rentan bencana.b) Menjadikan resiko bencana kedalam prosedur perencanaan untuk

proyek proyek kunci infrastruktur, termasuk pada kriteria desain, persetujuan dan implementasi dari proyek.

c) Mengembangkan panduan dan alat pengawasan untuk mengurangi resiko bencana dalam kontek kebijakan tataguna lahan dan perencanaan.

d) Mengintegrasikan penilaian resiko bencana kedalam perencanaan pembangunan kota.

e) Menyarankan perlu adanya revisi kode bangunan baru atau yang ada, perlu adanya standarisasi, rehabilitasi, dan rekontruksi.

4). Meningkatkan kesiapan/kewaspadaan terhadap bencana disemua tingkatan, melalui kegiatan:a) Penguatan kebijakan, kapasitas dan kelembagaan dan teknis dalam

pengelolaan bencana, baik secara lokal, regional, dan nasional, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan teknologi, pelatihan, dan sumberdaya manusia dan sumberdaya material.

b) Memberi dukungan diadakannya dialog, pertukaran informasi dan melakukan koordinasi diantara lembaga-lembaga yang berhubungan dengan peringatan dini, pengurangan resiko bencana, tanggap darurat, pembangunan dan hal-hal lainnya yang relevan.

c) Memperkuat dan apbila diperlukan membangun koordinasi dengan penndekatan regional dan membuat atau meningkatkan kebijakan regional, mekanisme operasional, perencanaan dan sistem komunikasi pada kejadian bencana yang melewati batas wilayah/propinsi.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 225

Page 37: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

d) Mempersiapkan atau menilai ulang secara periodik tentang persiapan menghadapi bencana dan rencana darurat dan kebijakan pada semua tingkat.

e) Mempromosikan pembangunan dana darurat untuk mendukung kesiapan, perbaikan dan reaksi terhadap bencana.

f) Mengembangkan mekanisme khusus untuk menggugah partisipasi aktif dan pemilik/stakeholder.

7.10 Bencana Alam Di Indonesia

Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam, apakah itu bencana yang berasal dari peristiwa alamiah maupun bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Beberapa penyebab bencana erat kaitannya dengan kondisi geografi, geologi, iklim atau faktor-faktor lainnya.

7.10.1 Faktor Faktor Penyebab Bencana Alam.

Bencana alam dapat disebabkan oleh peristiwa alamiah ataupun akibat dari aktifitas manusia. Berikut ini adalah interaksi antara faktor-faktor yang berperan pada terjadinya bencana:

a) Faktor alamiah, meliputi kondisi geografi, geologi, hidro-meteorologi, biologi, dan degradasi lingkungan.

b) Komunitas yang padat, infrastruktur dan elemen-elemen dalam wilayah / kota yang berada di kawasan yang rawan bencana.

c) Rendahnya kapasitas dari elemen-elemen masyarakat

Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada pertemuan 4 lempeng tektonik, yaitu lempeng Asia, lempeng Australia, lempeng Samudra India, dan lempeng Samudra Pasifik. Di Indonesia bagian selatan dan timur terbentang rangkaian busur gunungapi, yang tersebar mulai dari Sumatra-Jawa-NusaTenggara-Sulawesi. Sebagian besar kepulauan Indonesia ditempati oleh jalur gunungapi dan dataran rendah sedangkan sisanya ditempati oleh daratan rawa. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang rawan dan berpotensi terkena bencana, seperti rawan terkena letusan gunungapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor. Berdasarkan data bahwa Indonesia memiliki tingkat seismisitas yang sangat tinggi diantara negara-negara di dunia, dengan frekuensi rata-rata lebih dari 10 kali lipat dibandingkan dengan Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Pergerakan lempeng bumi memicu terjadinya gempabumi yang apabila terjadi dibawah laut seringkali menghasilkan gelombang pasang. Kecenderungan yang tinggi terhadap pergerakan lempeng tektonik, Indonesia sudah sering terkena bencana tsunami. Hampir semua tsunami di Indonesia disebabkan oleh gempabumi tektonik yang terjadi disepanjang zona tumbukan (subduksi) dan di daerah daerah yang seismisitasnya aktif. Sejak tahun 1600 hingga tahun 2000 telah terjadi 105 kali tsunami di Indonesia, 90% tsunami tersebut disebabkan oleh gempabumi tektonik, 9 % disebabkan oleh letusan gunungapi, dan 1 % oleh longsoran. Kawasan pantai /pesisir di Indonesia umumnya rawan terhadap tsunami. Daerah daerah seperti pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, pantai utara dan selatan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, pantai utara Papua dan sebagian besar pesisir Sulawesi, serta

Copyright@2007 by Djauhari Noor 226

Page 38: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

laut Maluku merupakan daerah yang sangat rawan terkena tsunami. Antara tahun 1600 hingga tahun 2000, sudah terjadi 32 kali tsunami, dimana 28 kali disebabkan oleh gempabumi dan 4 kali disebabkan oleh letusan gunungapi bawah laut.

Keberadaan Indonesia yang terletak di daerah yang beriklim tropis dan hanya mengenal 2 musim, yaitu musim kemarau dan penghujan serta perubahan cuaca, temperatur, arah angin yang cukup ekstrim menyebabkan Indonesia sangat rentan terkena bencana geologi. Perpaduan antara keadaan bentangalam dan jenis bebatuan yang ada dimana secara fisik dan kimiawi berbeda menjadikan kondisi tanah di Indonesia cukup subur disamping berpotensi dan rawan terkena bencana hidro-meteorologi, seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan meningkatnya aktifitas manusia, kerusakan lingkungan juga semakin bertambah luas dan pada akhirnya dapat menjadi pemicu terjadinya bencana hidro-meteorologi dengan frekuensi dan intensitas yang semakin tinggi di beberapa wilayah di Indonesia. Sebagai contoh bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa tempat lainnya pada tahun 2006.

Meskipun ada usaha usaha dalam meminimalkan terjadinya degradasi lingkungan, proses pembangunan di indonesia juga telah mengakibatkan rusaknya ekologi dan lingkungan hidup. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia sejauh ini hanya terfokus pada eksploitasi sumberdaya alam (terutama dalam skala besar) untuk kelangsungan hidup manusia Indonesia. Sumberdaya hutan Indonesia menurun dari tahun ke tahun, sedangkan penambangan sumberdaya mineral telah menyebabkan rusaknya ekosistem dan struktur tanah serta meningkatkan resiko terkena bencana.

7.10.2 Jenis Bencana Alam Yang Sering Terjadi Di Indonesia

Berdasarkan catatan BAKORNAS, bencana yang melanda Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode 2003 – 2005 telah terjadi 1.429 bencana, baik yang disebabkan oleh bencana geologi maupun bencana yang berasal dari bencana hidro-meteorologi.

Berdasarkan jenis bencananya, bencana banjir menempati urutan pertama, yaitu sebesar 34,1 % diikuti oleh bencana tanah longsor sebesar 16 %, sedangkan bencana geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunungapi) menempati 6,4 %. Meskipun bencana geologi hanya menempati urutan ketiga dari seluruh bencana yang terjadi pada periode tersebut, namun tingkat kerusakan dan besarnya kerugian yang disebabkan oleh bencana geologi tersebut sangat tinggi. Berdasarkan catatan, tingkat kerusakan dan kerugian yang terjadi oleh kombinasi antara bencana gempabumi dan tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara pada 26 Desember 2004 serta gempabumi di Nias, Sumatra Utara pada tanggal 28 Maret 2005 merupakan bencana yang paling dahsyat sepanjang sejarah Indonesia.

1. Gempabumi dan Tsunami

Gempabumi relatif sering terjadi di Indonesia dan umumnya disebabkan oleh pergerakan lempeng lempeng tektonik dan letusan gunungapi. Pergerakan lempeng tektonik yang terjadi disepanjang pantai barat pulau Sumatra merupakan tempat pertemuan lempeng Asia dan lempeng Samudra India sedangkan di pantai selatan pulau Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara merupakan tempat pertemuan lempeng Australia dan lempeng Asia. Sulawesi dan Maluku sebagai tempat pertemuan lempeng Asia dan lempeng Samudra Pasifik. Pusat pertemuan antar lempeng tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah yang sering dilanda gempabumi dengan ribuan episenter yang tersebar disepanjang pertemuan lempeng.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 227

Page 39: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Gempabumi bawah laut merupakan pemicu terjadinya tsunami, terutama gempabumi yang terjadi di bawah laut yang diikuti oleh deformasi lantai samudra, seperti yang terjadi di pantai barat Sumatra dan pantai utara Papua. Letusan Gunungapi juga dapat menimbulkan tsunami seperti yang terjadi pada Gunung Krakatau di Selat Sunda pada tahun 1883.

Bencana gempabumi dan tsunami umumnya berdampak pada hilanganya harta benda dan korban jiwa dan untuk merehabilitasi dan rekontruksinya dibutuhkan waktu yang cukup lama. Waktu yang diperlukan untuk membangun kembali infrastruktur dan bangunan yang rusak akibat bencana tidak dapat secara langsung dilakukan namun memerlukan waktu hingga bertahun tahun. Dalam sejarah modern kehidupan manusia, bencana tsunami sangat merusak dan berdampak sangat luas serta memakan korban jiwa dan harta benda adalah tsunami yang terjadi pada tanggal 26 desember 2004 di samudra India sebagai akibat dari gempabumi berskala 8.9 Richter yang berpusat di dekat pulau Simeulue, provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Tsunami ini telah merusak kota Banda Aceh, Pantai Barat Aceh dan Nias. Bencana juga menghantam negara-negara disepanjang Samudra India termasuk Thailand, Malaysia, Andaman dan Nicobar, Sri Langka hingga ke pantai timur Afrika. Berdasarkan catatan lebih dari 165.862 jiwa manusia menjadi korban dalam peristiwa ini dan 37.066 orang dinyatakan hilang. Total kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 41 triliun rupiah diluar dari kerugian yang diakibatkan oleh terganggunya kegiatan ekonomi dan produksi.

Hanya 3 bulan setelah gempabumi Aceh terjadi lagi gempabumi yang sangat kuat yang menghantam pulau Nias pada tanggal 28 Maret 2005. Pusat gempabumi ini berada didasar laut disekitar kepulauan Nias dengan magnitud 8,2 skala Richter. Meskipun tidak memicu terjadinya tsunami, gempa Nias menyebabkan kerusakan yang cukup luas, terutama di kepulauan Nias dan Nias Selatan yang berada di propinsi Sumatra Utara serta wilayah Simeulue di Aceh. Jumlah korban jiwa yang tercatat sebanyak 915 jiwa dengan tingkat kerusakan yang cukup berat di seluruh kepulauan Nias. Pada tanggal 27 Mei 2006 terjadi lagi gempabumi dengan magnitude 5,9 skala Richter yang berpusat di selatan Yogyakarta, tepatnya kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gempabumi ini telah menelan korban sebanyak 5.749 jiwa, 38.568 luka-luka dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggalnya. Total kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 29,2 triliun rupiah.

2. Letusan Gunungapi

Di Indonesia terdapat 129 gunungapi aktif dan 500 gunungapi tidak aktif. Dari 129 gunungapi aktif atau 13 persen dari jumlah gunungapi aktif di dunia ada di Indonesia dan 70 persen eruptif dan 15 dalam kondisi kritis. Persebaran gunungapi di Indonesia membentuk satu jalur yang berupa garis mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sebelum membelok ke arah utara, kearah laut Banda dan Sulawesi bagian utara. Panjang jalur gunungapi kurang lebih 7000 kilometer yang terdiri dari gunungapi dengan karakteristik campuran. Saat ini lebih dari 10 persen penduduk Indonesia mendiami wilayah wilayah yang rentan terhadap letusan gunungapi. Selama lebih dari 100 tahun, sudah 175.000 jiwa telah menjadi korban dari letusan gunungapi.

Indonesia yang berada pada zona beriklim tropis dengan musim kemarau dan penghujan telah berpengalaman menghadapi ancaman bencana longsoran dari material piroklastik yang berasal dari hasil erupsi gunungapi, seperti aliran lahar atau perpindahan material gunungapi (piroklastik) yang berbahaya. Gunung Merapi adalah salah satu gunungapi sangat aktif di dunia. Gunungapi ini menunjukkan erupsi menghasilkan awan panas piroklastik dan longsoran kubah lava. Luncuran

Copyright@2007 by Djauhari Noor 228

Page 40: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

kubah lava yang terjadi secara berulang-ulang sepanjang periode erupsi dan dapat memakan waktu hingga berbulan bulan. Sebagai gambaran, dari 13 Mei hingga 21 Juni 2006, gunung Merapi ditetapkan dalam kondisi Siaga namun demikian tidak menunjukkan tanda tanda penurunan aktivitasnya. Semburan material piroklastik mencapai ratusan kali dengan radius hingga mencapai 6 kilometer yang membahayakan pemukiman penduduk, terutama di wilayah kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Klaten, dan Magelang di wilayah Jawa Tengah. Lebih dari 17.212 jiwa telah diungsikan sementara dan 2 orang meninggal dikarenakan terperangkap di lubang perlindungan yang berada di Kaliadem, Cangkringan, Sleman. (Data Bakornas pada 15 Juni 2006).

3. Banjir

Banjir merupakan kejadian yang selalu berulang setiap tahunnya di Indonesia, tercatat bahwa kebanyakan terjadi pada musim penghujan. Berdasarkan sudut pandang morfologi, banjir terjadi di negara negara yang mempunyai bentuk bentangalam yang sangat bervariasi dengan sungai nya yang banyak. Banjir di Indonesia umumnya terjadi di Indonesia bagian barat, karena tingkat curah hujan yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian timur. Pertumbuhan penduduk di Indonesia dan kebutuhan ruang sebagai tempat untuk mengakomodasi kehidupan manusia dan mendukung aktivitasnya secara tidak langsung telah berperan terjadinya banjir. Penebangan hutan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang telah meningkatkan sedimentasi di sungai-sungai, tidak terkendalinya air permukaan dan tanah menjadi jenuh air. Hal ini yang memungkinkan air permukaan menjangkau kawasan yang lebih luas yang pada akhirnya menjadi penyebab banjir bandang seperti yang terjadi pada tahun 2003 di wilayah Bahorok dan Langkat, Sumatra Utara dan di wilayah Ayah, Jawa Tengah.

Dalam tahun 2006 bencana banjir yang melanda beberapa wilayah, termasuk bencana banjir bandang dan tanah longsor. Di Jember, Jawa Timur akibat banjir bandang dan tanah longsor telah menelan korban sebanyak 92 orang meninggal dan 8.861 hanyut, sedangkan di Trenggalek 18 orang meninggal. Banjir bandang yang disertai dengan tanah longsor terjadi juga di Manado, Sulawesi Utara yang memakan korban sebanyak 27 jiwa dan 30.000 hanyut. Bencana yang sama terjadi juga di Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2006. Lebih dari 200 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya hilang (Data Provinsi dari BAKORNAS, 23 Juni 2006).

4. Tanah Longsor

Di Indonesia peristiwa tanah longsor sering kali terjadi, terutama di tempat tempat yang berlereng terjal. Peristiwa tanah longsor umumnya dipicu oleh curah hujan yang sangat tinggi. Berdasarkan data, daerah daerah yang diduga rentan terhadap tanah longsor adalah kawasan pegunungan Bukit Barisan di Sumatra, kawasan pegunungan di Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Tanah longsor yang yang sangat fatal juga terjadi di lokasi pemboran dan penggalian yang terjadi di daerah pertambangan. Tanah longsor juga terjadi setiap tahun, terutama di tempat tempat yang lahannya tidak stabil seperti di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Hampir semua lahan di daerah tropis merupakan daerah yang rentan terhadap tanah longsor karena tingkat pelapukan yang tinggi yang menyebabkan komposisi tanah didominasi oleh lapisan material lepas. Di Indonesia, kestabilan lahan sangat besar peranannya sebagai zonasi penyangga kerusakan. Penebangan hutan yang sangat ektensif di zona penyangga telah meningkatkan potensi terjadinya tanah longsor. Sebagai contoh di Jawa Barat tercatat pada tahun 1990, sebanyak 791.519 Ha areal hutan telah mengalami penurunan menjadi 323.802 Ha pada tahun 2002.

Copyright@2007 by Djauhari Noor 229

Page 41: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Hal ini memungkinkan bahwa potensi tanah longsor diperkirakan terjadi di daerah ini. Tanah longsor yang terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah pada awal 2006 telah merenggut 76 jiwa, dan 44 jiwa dilaporkan hilang karena tertimbun longsoran tanah. Kerugian lainnya termasuk kerusakan yang cukup parah pada 104 rumah penduduk dan rusaknya tanaman padi. 5. Kekeringan

Apabila peristiwa banjir dan tanah longsor terjadi pada musim penghujan, maka kekeringan pada umumnya terjadi dimusim kemarau. Bencana kekeringan sudah menjadi permasalahan yang serius ketika berdampak pada produksi tanaman pangan di suatu daerah, seperti yang terjadi di Bojonegoro dengan 1000 ha sawah mengalami gagal panen ketika sistem irigasi tidak berfungsi karena musim kemarau. Kasus yang sama juga terjadi di pantai Jawa bagian Utara, ketika kekeringan melanda 12.985 ha. penghasil tanaman pangan di wilayah tersebut.

Saat ini bencana kekeringan juga berdampak pada pasokan energi listrik, hal ini disebabkan oleh turunnya produksi listrik yang berasal dari PLTA. Perununan pasokan energi listrik yang berasal dari PLTA akan mengganggu sistem jaringan interkoneksi kelistrikan di wilayah Jawa dan Bali. Kekeringan yang melanda Indonesia, terutama terjadi pada musim kemarau yang berkepanjangan, khususnya di Indonesia bagian timur seperti NTB, NTT dan beberapa daerah di Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Kekeringan juga dapat memicu penyebaran penyakit penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah.

RINGKASAN

Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya berat (gravitasi).

Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah: a) Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah

akibat masuknya air ke dalam tanah.b) Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan lunak

dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan impermeabel.c) Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona hancuran, bidang

foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.d) Topografi: lereng yang terjal atau vertikal. e) Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif.f) Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.

Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah: a) Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan.b) Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air.c) Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh air.d) Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat.

Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:a) Longsoran tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari: Rayapan (Creep); Rayapan

tanah (Soil creep); Rayapan talus (Talus creep) ; Rayapan batuan (Rock creep); Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep); Solifluction/Liquefaction.

b) Longsoran tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari : Aliran lumpur (Mudflow) : Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow); Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche).

c) Longsoran tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari : Nendatan (Slump); Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide) ; Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall) ; Luncuran masa batuan (Rock slide); Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall) ; Amblesan (Subsidence).

Copyright@2007 by Djauhari Noor 230

Page 42: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Bahaya Gunungapi adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan gunungapi, berupa benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya yang mengancam atau cenderung merusak dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda dalam tatanan (lingkungan) kehidupan manusia.

Dampak Negatif Letusan Gunungapi :a) Bahaya langsung, terjadi pada saat letusan (lava, awan panas, jatuhan piroklastik/bom, lahar

letusan dan gas beracun).b) Bahaya tidak langsung, terjadi setelah letusan (lahar hujan, kelaparan akibat rusaknya lahan

pertanian/perkebunan/ perikanan), kepanikan, pencemaran udara/air oleh gas racun: gigi kuning/ keropos, endemi gondok, kecebolan dsb.

Dampak Positif Letusan Gunungapi : a) Bahan galian: seperti batu dan pasir bahan bangunan, peralatan rumah tangga,patung, dan

lain lain.b) Mineral : belerang, gipsum,zeolit dan juga mas (epitermal gold). c) Energi panas bumi: listrik, pemanas ruangan, agribisnisd) Mataair panas : pengobatan/terapi kesehatan.e) Daerah wisata: keindahan alamf) Lahan yang subur: pertanian dan perkebunang) Sumberdaya air: air minum, pertanian/peternakan, dll.

Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang mengalami deformasi. Gempabumi dapat didefinisikan sebagai rambatan gelombang pada masa batuan / tanah yang berasal dari hasil pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi.

Dampak Gempabumi : Rekahan tanah (ground rupture), getaran tanah (ground shaking), gerakan tanah (mass-movement), kebakaran (fire), perubahan aliran air (drainage changes), gelombang pasang/tsunami. Gelombang gempa yang merambat pada masa batuan, tanah, ataupun air dapat menyebabkan bangunan gedung dan jaringan jalan, air minum, telepon, listrik, dan gas menjadi rusak. Tingkat kerusakan sangat ditentukan oleh besarnya magnitute dan intensitas serta waktu dan lokasi epicenter gempa.

Bencana buatan adalah bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan dan aktivitas manusia itu sendiri.

Pengelolaan resiko bencana adalah suatu upaya yang ditujukan untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi serta melakukan upaya-upaya pencegahan (mitigasi) di wilayah yang rentan terkena bencana. Pengelolaan resiko bencana merupakan istilah yang umum dipakai dalam penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan persiapan menghadapi bencana.

Bahaya (Hazard) adalah suatu ancaman yang berasal dari peristiwa alam yang bersifat ekstrim yang dapat berakibat buruk atau keadaan yang tidak menyenangkan. Tingkat ancaman ditentukan oleh probabilitas dari lamanya waktu kejadian (periode waktu), tempat (lokasi), dan sifatnya saat peristiwa itu terjadi. Bahaya alam (Natural hazard) adalah probabilitas potensi kerusakan yang mungkin terjadi dari fenomena alam di suatu area / wilayah.

Bencana (Disaster) merupakan fungsi dari kondisi yang tidak normal yang terjadi pada masyarakat dan mempunyai kecenderungan kehilangan kehidupannya, harta benda dan lingkungan sumberdayanya, serta kondisi dimana masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk keluar dari dampak / akibat yang ditimbulkannya.

Kerentanan/kerawanan (Vulnerability) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan menangkal /menahan dampak dari kejadian/peristiwa alam yang berasal dari luar atau kecenderungan dari sekumpulan masyarakat terkena atau mengalami kerusakan, masalah dan sebab akibat sebagai hasil dari suatu bahaya.

Resiko Bencana (Disaster Risk) adalah tingkat kerusakan dan kerugian yang sudah diperhitungkan dari suatu kejadian atau peristiwa alam. Resiko Bencana ditentukan atas dasar perkalian antara faktor bahaya dan faktor kerentanannya. Yang termasuk bahaya disini adalah probabilitas dan besaran yang dapat diantisipasi pada peristiwa alam; sedangkan kerentanan/kerawanan dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial budaya dan geografis. Berikut ini adalah rumusan yang dipakai secara luas untuk menghitung resiko bencana yang merupakan perkalian 2 faktor, yaitu :

Resiko (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability)

Copyright@2007 by Djauhari Noor 231

Page 43: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Pengelolaan resiko bencana (Disaster risk management) secara teknis terdiri dari tindakan (program, proyek dan atau prosedur) serta pengadaan peralatan yang dipersiapkan untuk menghadapi dampak atau akibat dari suatu bencana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengurangi resiko bencana yang ditimbulkannya. Secara operasional, pengelolaan resiko bencana adalah kegiatan yang terdiri dari penilaian resiko, pencegahan bencana, mitigasi dan waspada bencana.

Penilaian Resiko atau Analisa Resiko adalah survei yang dilakukan terhadap bahaya yang baru terjadi yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang ekstrim seperti yang terjadi juga pada kerentanan lokal dari populasi yang didasari atas kehidupan untuk memastikan resiko tertentu di wilayah. Berdasarkan informasi ini resiko bencana dapat dikurangi.

Kapasitas adalah kebijakan dan sistem kelembagaan yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya mengurangi potensi kerusakan akibat bencana serta mengurangi kerentanan terhadap bencana.

Faktor Faktor Penyebab Bencana Alam : Berikut ini adalah interaksi antara faktor-faktor yang berperan pada terjadinya bencana:a) Faktor alamiah, meliputi kondisi geografi, geologi, hidro-meteorologi, biologi, dan degradasi

lingkungan.b) Komunitas yang padat, infrastruktur dan elemen-elemen dalam wilayah / kota yang berada di

kawasan yang rawan bencana.c) Rendahnya kapasitas dari elemen-elemen masyarakat

Bencana alam yang sering melanda Indonesia :a) Gempabumi dan tsunamib) Letusan gunungapic) Banjird) Tanah longsore) Kekeringan

PERTANYAAN ULANGAN

1. Sebutkan berbagai tipe/jenis dari longsoran tanah ?

2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah ?

3. Sebutkan jenis-jenis bahaya letusan gunungapi ?

4. Apa manfaat dari keberadaan gunungapi ?

5. Sebutkan dampak dari bahaya gempabumi ?

6. Jelaskan mengapa aktivitas manusia juga dapat berdampak pada bahaya ?

7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pengelolaan Resiko Bencana ?

8. Jelaskan apa bedanya “hazard” dengan “disaster” ?

9. Apa yang dimasud dengan Resiko Bencana ?

10. Jelaskan mengapa di Indonesia sering dilanda bencana Gempabumi, Banjir, Letusan Gunungapi, Longsoran Tanah, dan Kekeringan ?

Copyright@2007 by Djauhari Noor 232

Page 44: Bahaya Geologi

Bab 7. Bahaya Geologi Geologi Untuk Perencanaan________________________________________________________________________________

Copyright@2007 by Djauhari Noor 233