bahasa arab
TRANSCRIPT
PENDEKATAN KOMUNIKATIF
dalam Pembelajaran Bahasa Arab
I. PENDAHULUAN
Pengajaran bahasa komunikatif bukanlah sesuatu yang sama sekali baru dan terlepas dari sejarah perkembangan pengajaran bahasa sebelumnya. Periodesasi sejarah perkembangan pengajaran bahasa dapat digolongkan dalam 4 periode berikut ini.
1. Periode pertama pada dekade 1880-1920 ditandai dengan metode langsung.2. Periode kedua pada dekade 1920-1940 ditandai dengan metode kompromi (compromise
method), reading method, Basic English dan Modern Foreign Language Study.3. Periode ketiga pada dekade 1940-1950 ditandai dengan pendekatan Linguistik terhadap
pengajaran bahasa, American Army Method, dan Intensive Language Teaching; dekade 1950-1960 ditandai Audiolingual di Amerika dan Audiovisual di Perancis dan Inggris, laboratorium bahasa, serta ketenaran Psikolinguistik; dekade 1960-1970 teori tingkah laku Audiolingual dipertentangkan dengan belajar secara kognitif; impact teori Chomsky terhadap Sosiolinguistik; metode penelitian dan metode analisis.
4. Periode keempat pada dekade 1970-1980 ditandai dengan pudarnya konsep metode sebelumnya dan beralih pada metode baru. Pada dekade 1980-an ditandai dengan pendekatan komunikatif yang lahir dari beberapa konsep teori.[1]
Makalah ini khusus memberikan ulasan tentang berbagai segi pendekatan komunikatif, lebih spesifik dalam dunia pengajaran bahasa Arab. Kiranya perlu dicatat sebeumnya bahwa meskipun komunikatif disini dipandang sebagai pendekatan, namun pemasangannya dengan istilah metode maupun rancang bangun silabus tetap sah-sah saja dilakukan mengingat persyaratan yang diperlukan untuk masing-masing butir telah terpenuhi, terlebih lagi karena keduanya tetap berada dalam kerangka pendekatan.
1. II. PEMBAHASAN 1. A. Pendekatan, Metode dan Teknik: Selayang Pandang
Artikel yang disajikan oleh Edward M.Anthony pada majalah English Language Teaching dengan judul “Approach, Method and Tehnique” pada tahun 1963 ternyata banyak mengundang perhatian para pakar pengajaran bahasa. Anthony bermaksud mengusahakan agar lapangan pengajaran bahasa mencapai taraf ilmiah ketimbang hanya mengambang pada taraf eksperimental dan empiris.[2]
Menurtnya, approach yang dalam bahasa Arab disebut المدخل adalah seperangkat asumsi mengenai hakekat bahasa dan hakekat belajar mengajar bahasa. Sifatnya aksiomatik (filosofis). Metode ريقة�الّط adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi bahasa secara teratur, tidak ada satu bagian yang bertentangan dengan yang lain dan semuanya berdasarkan atas approach yang telah dipilih. Sifatnya, prosedural. Teknik �سلوب yaitu apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas dan merupakan pelaksanaan اْالdari metode. Sifatnya, Implementatif.[3]
Namun terminologi yang dipakai oleh para ahli dalam menulis buku tentang pengajaran bahasa Arab masih simpang siur. Tidak jarang ditemukan, suatu metode disebut “approach” sementara di tempat lain disebut “method”. Contohnya Clifford Prator menamai “Grammar Translation” itu “approach” , sedangkan yang lainnya seperti John Maskel menamainya “method”. Oleh karena itulah, penulis perlu menegaskan bahwa dalam makalah ini, ”komunikatif” dipandang sebagai sebuah ”pendekatan”, meskipun beberapa literatur yang ada menyebutnya dengan istilah ”metode komunikatif”.[4]
1. B. Pendekatan Komunikatif
Bahasa adalah alat komunikasi, dan pengajaran bahasa dianggap berhasil bila dapat mengantarkan peserta didik menjadi mampu berkomunikasi dengan bahasa target. Pendekatan Komunikatif yang dalam bahasa Arab disebut اإلّت�صالى adalah pendekatan yang المدخلmemfokuskan tujuan pada pencapaian kemampuan komunikasi aktif dan praktis. Ini adalah pendekatan mutakhir yang sangat populer. Terobosan baharu yang strategis di bidang pengajaran bahasa telah dilakukan melalui pendekatan ini sehingga oleh para pemerhati bahasa, ia dianggap sebagai pendekatan yang integral dan memiliki ciri-ciri yang pasti.[5]
Sasaran pendekatan ini adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan bahasa Arab pada situasi yang alami secara spontan dan kreatif. Sedang fokusnya adalah menyampaikan makna atau maksud yang tepat, sesuai dengan tuntutan dan fungsi komunikasi pada saat komunikasi berlangsung. Tata bahasa dalam perspektif pendekatan ini merupakan pengetahuan tentang jabatan komponen-komponen penyusun bahasa untuk semakin mengokohkan pemahaman tentang makna dan maksud kalimat yang digunakan, sehingga peserta didik diharapkan dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, kemauan dan keyakinan berlandaskan pada kaidah tata bahasa yang tepat.[6]
1) Latar Belakang
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya/ digunakannya pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa asing. Berikut ini adalah beberapa diantaranya.
Adanya kecaman terhadap metode situasional yang hingga awal tahun 1960-an merupakan metode paling utama dalam pengajaran bahasa Asing, terutama bahasa Inggris. Para ahli linguistik terapan di negeri Inggris mulai mempersoalkan kebenaran asumsi-asumsi dalam Situational Language Teaching, terutama tentang dikotomi competence dan performance dalam Pendekatan Kognitif.[7]
Adanya kecaman terhadap metode audio-lingual yang saat itu telah digunakan secara luas (selama 25 tahun).[8] Para praktisi merasa tidak puas karena para pelajar setelah belajar selama sekian tahun tetap belum lancar berkomunikasi dalam bahasa target. Sedangkan para ahli linguistik mengecam dari sisi landasan teoritisnya.[9]
Metode audio-lingual untuk digunakan di sekolah-sekolah dasar dan menengah adalah metode yang sangat mahal karena tuntutan sarana dan prasarananya, seperti harus dilaksanakan dalam kelas kecil, mengharuskan adanya native speaker sebagai model, memerlukan laboratorium bahasa yang memadai dan sebagainya.[10]
Karya-karya Dewan Eropa: tulisan-tulisan Wilkins, Widdowson, Candlin, Christopher Brumfit, Keith Johnson dan linguis terapan Inggris lainnya tentang basis teoretis pendekatan fungsional atau komunikatif terhadap pengajaran bahasa mendapat penerimaan yang positif dari para penulis dan para spesialis pengajaran bahasa serta pusat-pusat pengembangan kurikulum. Bahkan pemerintah Inggris telah membuka kesempatan yang luas, baik secara nasional maupun internasional untuk pengkajian dan penerapan pendekatan komunikatif, atau Pengajaran Bahasa Komunikatif / PBK (istilah-istilah seperti pendekatan fungsional dan pendekatan nosional-fungsional juga kadang-kadang dipakai).[11]
Sekalipun pada mulanya gerakan ini merupakan inovasi di Inggris yang menitikberatkan pada konsepsi-konsepsi alternatif sebuah silabus, namun semenjak pertengahan tahun 1970-an cakupan PBK telah meluas. Para pendukung dari Inggris dan Amerika kini sama-sama melihatnya sebagai suatu pendekatan, dan bukan metode. Yakni pendekatan dalam pengajaran bahasa yang bertujuan untuk:
a) Menjadikan kompetensi komunikatif sebagai tujuan pengajaran bahasa
b) Mengembangkan prosedur pengajaran bagi keempat keterampilan berbahasa yang mengakui saling ketergantungan antara bahasa dan komunikasi.[12]
Menurut Prof. Nizar Ali munculnya pendekatan komunikatif dapat dilihat melalui perspektif teori pemerolehan bahasa, dimana ada dua hal pokok dalam pencapaian bahasa, yaitu kompetensi dan performansi. Kompetensi berkisar dalam konteks semantik dan lebih menekankan pada pemahaman kognisi dimana yang terpenting adalah tahu makna kata dan teori gramatika bahasa. Segi ini melahirkan pendekatan kognitif dan selanjutnya banyak dijadikan landasan dalam nadhariyyah al-furu’ dalam pembelajaran bahasa. Sedangkan performansi memfokuskan pengajaran bahasa pada how to use it for communication, mentargetkan peserta didik agar selain memahami juga bisa menggunakan (mengucapkan, menulis) bahasa target. Jadi, lebih mengutamakan aspek penggunaan. Untuk itu, lahirlah pendekatan komunikatif yang kemudian dijadikan dasar pokok nadlariyah al-wahdah dalam pembelajaran bahasa.[13]
2) Asumsi
Pendekatan komunikatif didasarkan atas asumsi-asumsi berikut ini.
Setiap manusia memiliki innate ability yaitu kemampuan belajar bahasa yang dibawa sejak lahir. Kemampuan bawaan ini disebut alat pemerolehan bahasa ( language acquisition device (LAD) / اللغة اكتساب Oleh karena itu kemampuan berbahasa .( جهازbersifat kreatif dan lebih ditentukan oleh faktor internal ini, tidak hanya faktor eksternal saja. Sebab itulah, relevansi dan efektivitas kegiatan pembiasaan dengan model latihan stimulus-response-inforcement yang menjadi fokus aliran behaviourisme pun dipertanyakan.
Penggunaan bahasa tidak hanya terdiri atas empat keterampilan berbahasa (al-mahǎrǎt al-lughawiyah), yaitu al-ishgha’ dan pemahaman (listening comprehension)/ istima’, takallum, qirǎah dan kitǎbah[14] saja tetapi juga mencakup berbagai kemampuan dalam kerangka komunikatif yang luas, sesuai dengan peran dari pertisipan, situasi dan tujuan interaksi.
Belajar bahasa kedua dan bahasa asing sama seperti belajar bahasa pertama, yaitu berangkat dari kebutuhan dan minat pelajar. Oleh karena itu, analisis kebutuhan dan minat pelajar merupakan landasan dalam pengembangan materi pelajaran.[15]
3) Karakteristik
Kelahiran pendekatan komunikatif merupakan hasil dari sejumlah kajian tentang pemerolehan bahasa (iktisǎb al-lughah) dan berbagai penelitian mengenai metode pengajaran bahasa di Eropa dan Amerika pada tahun 70-an. Meskipun terdapat beberapa variasi dalam penerapan pendekatan komunikatif, namun karakteristik dasarnya tetap sama.
1. Tujuan pengajarannya untuk mencapai kompetensi komunikatif [16] 2. Salah satu konsep yang paling mendasar dari PK ialah kebermaknaan dari setiap bentuk
bahasa yang dipelajari dan keterkaitan antara bentuk, ragam dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa itu.[17]
3. Materi pengajaran:
dirancang sesudah diadakan analisis kebutuhan ( needs ) dan minat peserta didik, berperan sebagai penunjang komunikasi aktif peserta didik, terdiri dari 3 jenis materi instruksional,:
ü text-based, yaitu materi yang berdasarkan teks, seperti buku-buku pelajaran dan modul/ diktat,
ü task-based yaitu materi yang berdasarkan tugas, meliputi permainan, simulasi, perintah-perintah tertentu, dan sebagainya,
ü realia yaitu materi yang berdasarkan bahan otentik, seperti berita koran dan majalah, rekaman percakapan native, menu restoran tertentu, KTP, SIM, formulir dan lain-lain,
disajikan secara bervariasi.[18]
4. Berorientasi pada siswa/ student centered ,guru berperan sebagai ”penyuluh, fasilitator, penganalisis kebutuhan peserta didik dan manajer kelompok”.
5. Aktivitas dalam kelas diwarnai secara nyata dan didominasi oleh kegiatan-kegiatan komunikatif, bukan dril-dril manipulatif dan peniruan-peniruan tanpa makna.
6. Penggunaan bahasa ibu dan penerjemahan tidak dilarang, tapi diminimalkan.7. Kesilapan peserta didik ditoleransi untuk mendorong keberanian mereka berekspresi,
guru mengontrol dan memberikan koreksi, tidak mencela.8. Evaluasi ditekankan pada kemampuan menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata,
bukan pada penguasaan struktur bahasa atau gramatika.[19]
1. C. Kompetensi Komunikatif
Istilah ’communicative competence’ digunakan pertama kali oleh Dell Hymes pada awal tahun 70-an sebagai reaksi terhadap istilah ‘language competence’ dari Chomsky. Konsep kompetensi kebahasaan Chomsky lebih bertumpu pada psikolinguistik sementara konsep kompetensi komunikatif Hymes lebih pada sosiolinguistik. Chomsky membedakan kompetensi dengan performansi sejalan dengan klasifikasinya terhadap struktur bahasa menjadi struktur dalam dan luar. Kompetensi berhubungan dengan penguasaan struktur dalam yang bersifat ideal, sedangkan performansi adalah realisasi dari kompetensi dalam bentuk ujaran praktis. Hymes menolak pandangan Chomsky bahwa kompetensi dalam arti penguasaan gramatika merupakan refleksi dari kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa yang sebenarnya haruslah mencakup penguasaan kaidah-kaidah gramatika sekaligus penguasaan norma-norma sosial yang terkait dengan penggunaan bahasa.[20]
1) Pengertian Kompetensi Komunikatif
Kompetensi komunikatif merujuk pada kemampuan kita menggunakan bahasa untuk interaksi sosial yang komunikatif, yaitu ”mengetahui kapan saat yang tepat dan bagaimana membuka percakapan, topik apa yang sesuai untuk situasi atau peristiwa tertentu, sebutan apa yang harus digunakan, kepada siapa dan dengan budaya apa, serta bagaimana menyampaikan, menafsirkan dan merespontindak ujaran seperti salam, pujian, permintaan maaf, undangan dan sebagainya.”[21] Menurut Hymes, kompetensi komunikatif meliputi gramatical competence, socio-linguistic competence, discours competence, dan strategic competence.[22]
2) Karakteristik Kompetensi Komunikatif
Savignon menjabarkan karakteristik kompetensi komunikatif dalam 5 poin berikut.
v Bersifat dinamis, bergantung pada negosiasi makna antar pengguna bahasa.
v Tidak terbatas fenomena lisan saja, tetapi mencakup tulisan dan sistem simbol lainnya.
v Bersifat contex-spesific, artinya selaras dengan konteks khususnya.
v Berbeda dengan performansi. Kompetensi adalah kemampuan yang dikuasai, sedang performansi adalah apa yang ditunjukkan. Melalui performansi-lah kompetensi dapat dipertahankan, dikembangkan dan dievaluasi.
v Bersifat relatif, tergantung pada semua faktor yang terlibat.[23]
3) Kompetensi Komunikatif Versi Michael Canal
Prof. Dr. Rusydi Ahmad Thu’aimah mencatat bahwa kompetensi komunikatif menurut Canal (yang merupakan pengembangan konsep Hymes) mencakup 4 ranah pengetahuan dan keterampilan, yaitu:
1) Kompetensi Gramatikal ( الّن�حوّي�ة penguasaan kaidah kebahasaan baik verbal ;(الكفاّيةmaupun non-verbal. Namun pencapaiannya tidak diukur dengan kepintaran menghafalkan kaidah, tetapi berdasarkan kemampuan memproduksi ungkapan yang benar menurut kaidah.
2) Kompetensi Sosiolinguistik( اإلجتماعّي�ة اللغوّية penguasaan kaidah ; (الكفاّيةpenggunaan bahasa dalam konteks sosio-kultural.
3) Kompetensi Wacana ( الخطاب ّتحلّيل kemampuan menafsirkan ungkapan ;(الكفاّيةdalam rangka membangun keutuhan makna dan keterpaduan teks sesuai konteksnya.
4) Kompetensi Strategis ( اإلستراّتّيجّي�ة kemampuan menguasai strategi ;(الكفاّيةkomunikasi. Misalnya untuk menyiasati kemacetan komunikasi karena kondisi tertentu seperti keterbatasan kosakata atau gramatika digunakan strategi parafrase. Untuk memberi efek retoris demi meningkatkan efektivitas komunikasi digunakan perlambatan atau perlunakan ujaran dan sebagainya.[24]
4) Kompetensi Komunikatif dalam Al-’Arabiyyah Baina Yadaik
Dalam pengantar buku al-’Arabiyyah Baina Yadaik [25]dicantumkan rumusan tujuan buku tersebut yaitu agar para pembelajar memiliki kompetensi kebahasaan, kompetensi komunikatif dan kompetensi kebudayaan, dengan rincian sebagai berikut:
v kompetensi kebahasaan, mencakup dua hal: kemahiran berbahasa (istima’, kalam, qira’ah, kitabah) dan penguasaan unsur-unsur bahasa (al-ashwat, al-mufradat, dan al-tarakib al-nahwiyyah).
v kompetensi komunikatif, yaitu kemampuan berkomunikasi dengan penutur asli dalam konteks sosial yang berterima, yang memungkinkan pembelajar dapat berinteraksi dengan mereka secara lisan dan tulisan, serta mampu mengekspresikan dirinya secara layak dalam berbagai posisi kemasyarakatan.
v kompetensi kebudayaan, ialah pemahaman terhadap budaya bahasa dalam berbagai seginya, yang dalam hal ini adalah budaya Arab Islam, disamping pola-pola budaya universal yang tidak bertentangan dengan agama.[26]
1. D. Prinsip-prinsip Belajar Bahasa Komunikatif
Dihadapkan pada pertanyaan ”Dalam situasi pembelajaran seperti apakah seorang pembelajar akan belajar bahasa dengan baik?”, Angela Scarino dan kawan-kawan merumuskan prinsip-prinsip belajar bahasa, yang secara implisit bercorak komunikatif, sebagai berikut; yaitu pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia:
diperlakukan sebagai individu yang mempunyai kebutuhan dan minat, diberi kesempatan untuk berpartisipasi menggunakan bahasa sasaran secara komunikatif
dalam berbagai macam aktivitas, diekspos dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan
minatnya, sengaja memfokuskan pembelajarannya pada bentuk, ketrampilan dan strategi untuk
mendukung proses pemerolehan bahasa, dilibatkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya yang
menjadi bagian bahasa target, menyadari akan peran dan hakekat bahasa dan budaya, diberi umpan balik yang tepat seiring kemajuan mereka, dan diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.[27]
Dalam rangka merepresentasikan prinsip-prinsip tersebut dalam prosedur pembelajaran bahasa Arab, hendaknya digunakan metode-metode yang mempunyai persesuaian dengan tujuan pengajaran komunikatif. Beberapa diantaranya secara singkat dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel Metodologi dalam Kerangka Pendekatan Komuniklatif
No Metode Titik persesuaian Pola metodis yang sebaiknya dihindari
1. Metode Langsung Siswa dilatih praktek langsung menerima dan menggunakan bahasa target.[28]
Larangan menggunakan bahasa ibu.
2. Mim-mem method dan metode pattern practice
Bertujuan membentuk kemahiran menggunakan bahasa lisan secara spontan dan kemahiran memahami apa yang didengar dan diucapkan.[29]
Pemberian drill pengulangan berlebihan yang tanpa makna.
3. Oral method Target metode ini ialah kemampuan dan kelancaran berbahasa lisan atau berkomunikasi langsung sebagai fungsi utama bahasa.[30]
Kurang memperhatikan aspek kemahiran berbahasa tulis.
4. Metode eklektik Memadukan berbagai metode, termasuk direct dan grammar-translation dengan mengambil sisi kelebihan masing-masing metode. Yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan pelajar, bukan kebutuhan suatu metode.[31]
Jika perencanaan kurang matang, dikhawatirkan praktek pengajaran menjadi ’asal-asalan’.
1. E. Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Silabus Pembelajaran Bahasa Arab
Ada beberapa model silabus komunikatif yang telah dikembangkan sebagai penerapan pendekatan komunikatif, diantaranya Silabus Komunikatif Tingkat Ambang, Silabus Bahasa Inggris SMA Kurikulum 1984, Silabus Bahasa Arab SMU 1994/ MA 1996, Silabus Alternatif Nuril Huda, dan Silabus Bahasa Indonesia Kurikulum 1984.[32] Dalam tulisan ini akan ditampilkan dua model saja, yaitu:
1) Silabus Komunikatif Tingkat Ambang
Silabus Komunikatif Tingkat Ambang ialah GBPP hasil rancangan proyek bahasa-bahasa modern dari Council of Europe yang berpusat di Strasbourg, Prancis. Produknya berupa buku-buku dan makalah dlm berbagai bahasa Eropa Barat (Inggris, Prancis, Jerman, Itali). 2 buku yang relevan dengan topik ini:
1) The Treshold Level oleh Jan A. van Ek
2) Notional Syllabuses oleh D. A. Wilkins
”Tingkat ambang” ialah tingkat keterampilan berbahasa yang minimal harus dikuasai seseorang untuk dapat hidup selayaknya di negeri yang penutur-penuturnya menggunakan bahasa itu (BT) sebagai alat komunikasi umum.
Dasar model silabus ini adalah
l Penjelasan macam kontak bahasa yang akan dialami kelompok sasaran tertentu
l Kegiatan kebahasaan yang akan dilakukan
l Tempat dan situasi penggunaan bahasa
l Peranan (secara sosial dan mental) yang akan dimainkan
l Topik-topik yang akan dibicarakan
l Apa yang akan dikerjakan mengenai setiap topik
Struktur Silabus TA berupa penjelasan dan pemberian daftar tentang:
1. Fungsi bahasa (untuk menyampaikan dan mencari informasi, mengungkapkan dan memahami sikap intelektual, mengungkapkan dan memahami sikap emosional, mengungkapkan dan memahami sikap moral, mengusahakan agar pihak lain melakukan sesuatu, dan bergaul/ socializing)
2. Nosi dan ranah bahasa (meliputi identifikasi pribadi, rumah dan rumah tangga, kehidupan keseharian, pendidikan dan karier, waktu senggang dan hiburan, perjalanan / lawatan, hubungan dengan orang lain, kesehatan dan kesejahteraan, berbelanja, makanan dan minuman, jasa / layanan, tempat / lokasi, bahasa asing dan cuaca)
3. Kegiatan berbahasa (diarahkan untuk mencapai ketrampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis)
4. Tingkat keterampilan yang diperlukan untuk hidup di daerah native[33]
2) Silabus Bahasa Arab SMU 1994/ MA 1996
Silabus ini menggunakan ”model ragam fleksibel” yang diorientasikan kepada kompetensi komunikatif dengan karakteristik sebagai berikut:
ü Silabus (GBPP) memuat komponen-komponen: tujuan, tema, sub-tema, keterampilan fungsional, contoh ungkapan komunikatif, kosakata dan kegiatan proses belajar mengajar.
ü Tujuan dirumuskan untuk setiap catur wulan dan bertumpu pada keterampilan berbahasa (istima’, kalam, qira’ah, kitabah), bukan pada unsur-unsur bahasa (al-ashwat, al-mufradat, dan al-tarakib al-nahwiyyah).
ü Tema dijadikan dasar pengembangan bahan proses belajar mengajar dan wadah bagi penyatupaduan unsur-unsur bahasa, nosi dan fungsi bahasa.
ü Fleksibilitas model silabus ini terletak pada keluwesan urutan tema, keterampilan fungsional dan contoh ungkapan komunikatifnya serta pemahaman bahwa hubungan antar ketiganya tidak harus paralel. Artinya tema butir (1) tidak musti dengan keterampilan fungsional butir (1). Daftar kosakata meskipun telah dikelompokkan per tema namun fleksibel dalam penempatan dan penyajiannya.
ü Struktur tidak dicantumkan secara tersurat agar tidak dijadikan fokus dalam proses belajar mengajar. Secara tersirat, struktur dapat ditemukan dalam keterampilan fungsional dan ungkapan komunikatifnya. Berdasarkan asas fleksibilitas, struktur tertentu bisa saja dibahas secara khusus dalam buku teks atau dalam proses belajar mengajar.[34]
1. F. Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Komunikatif
Kekuatan
1. Peserta didik termotivasi dalam belajar karena sejak hari pertama sudah langsung dapat berkomunikasi dengan bahasa tujuan
2. Suasana kelas hidup dengan aktivitas komunikasi antar peserta didik dengan berbagai model interaksi dan variasi materi
3. Toleransi dari guru membangkitkan keberanian berekspresi bagi peserta didik (karena guru memberikan koreksi dengan cara yang bijak)
4. Keterampilan berbahasa yang diperoleh peserta didik lebih komprehensif, yaitu meliputi kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, wacana dan strategis sehingga lebih lancar berkomunikasi.
5. Sangat cocok untuk mencetak out-put pembelajaran yang terampil, kompeten dan sesuai dengan tuntutan kekinian.
Kelemahan
1. Tidak mudah menemukan guru yang menguasai keterampilan komunikatif yang memadai dalam bahasa tujuan
2. Jika tidak proporsional mengatur waktu, kemampuan membaca dalam keterampilan tingkat ambang akan kurang mencukupi.
3. Loncatan langsung ke aktivitas komunikasi dapat menyulitkan siswa pada tingkat permulaan.
4. Peserta didik yang pemalu memerlukan energi yang besar untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pembelajaran.
5. Kurang praktis untuk diterapkan pada pengajaran bahasa Arab tujuan khusus seperti mencetak penerjemah dan mendalami agama dari sumber aslinya.
1. G. Apendik (Contoh Lesson Plan Komunikatif Model KTSP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Nama Sekolah : SMA DIPONEGORO
Mata Pelajaran : Bahasa Arab
Kelas/Semester : XII(Duabelas ) / I
Standar Kompetensi Lulusan :1.2 Berkomunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan ragam bahasa serta pola kalimat yag tepat sesuai dengan konteks dalam wacana interaksional dan atau monolog yang informative.
Kompetensi Dasar 2. Berbicara mengungkapkan informasi sederhana secara lisan dalam bentuk paparan atau dialog tentang sapaan
Standar Kompetensi : 1.3 menyampaikan informasi secara lisan dengan lafal yang tepat dalam kalimat sederhana tentang sapaan yang mencerminkan kecakapan berbahasa yang santun.
Indikator : :
Menyampaikan diskripsi secara lisan tentang sapaan
Mengajukan pertanyaan dengan lafal inofatif yang tepat tentang sapaan
Memberkan jawaban dengan lafal dan intonasi yang tepat tentang sapaan dan hobi
Tema : Sapaan
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit ( 2 x pertemuan )
1. 1. Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai proses pembelajaran peserta didik dapat
Menyampaikan berbagai sapaan sesuai waktu dan cara membalasnya Mengajukan pertanyaan–pertanyaan tentang sapan
1. 2. Materi Ajar
Dialog sederhana tentang sapaan
Kosa kata terkait dengan tema
Misalnya : Selamat pagi, selamat pagi juga
Selamat siang, selamat siang juga
Selamat malam, selamat malam juga
1. 3. Ungkapan
Kalimat kesatuan: selamat pagi temanku ! Kalimat sederhana: kata tanya dan jawab
1. 4. Metode
Mim – mem method Direct method Drill
1. 5. Langkah – langkah pembelajaran
.Pertemuan I
Apresiasi kesiapan kelas dalam pembelajaran o Motifasi dan menjajagi kesiapan belajar peserta didik dengan memberikan
pertanyaan tentang sapaan.o Informasi kompetensi yang akan dicapaio Kegiatan Inti (60 menit)
Guru menyebutkan kata sapaan yang digunakan sehari-hari. Peserta didik menyimak serta mencermati buku panduan Peserta didik mengikuti ujaran yang didengar dengan lafal dan intonasi
yang tepat tentang sapaan. Peserta didik mengulang-ulang pembacaan materi hiwar tentang sapaan Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan guru
seputar materi hiwar sapaan tanpa membuka buku Peserta didik menentukan pasangan dalam kelompoknya untuk
mempratekkan dialog tentang sapaan ( bertanya dan menjawab) Kegiatan Penutup ( 10 menit )
Peserta didik dengan dibimbing dan difasilitasi guru mempersiapkan monolg untuk memperkenalkan diri didepan kelas pada pertemuan berikutnya.
Peserta didik mencatat tugas –tugas kegiatan yang diberikan guru.
Penutup
Post test sebagai umpan balik Pemberian tugas untuk mepersapkan dialog minggu berikutnya.
Pertemuan II
Pendahuluan with bilingual ( 10 menit)
Apersepsi
Motifasi dan menjajagi kesiapan belajar Peserta didik dengan memberikan pertanyaan tentang sapaan
Informasi kompetensi yang akan dicapai
Kegiatan inti ( 60 )
Peserta didik membagi diri dalam dua kelompok seperti minggu lalu. Peserta didik mempraktekkan materi hiwar tanpa membuka buku. Dua orang peserta didik yang terpiih dalam undian secara acak mempraktekkan mater
hiwar tanpa membuka buku Pembahasan materi soal yang ditugaskan pada pertemuan sebelumnya
Kegiatan penutup bilingual ( 10 menit )
ü Guru bersama peserta didik menyipulkan dan memantapkan kembali pemahaman materi yang sudah diajarkan.
ü Mengadakan post test
ü Peserta didik mencatat tugas-tugas kegiatan yang diberikan guru
Sumber bacaan
ü Buku panduan muhadasah
ü Kamus bahasa Arab
ü Artikel bahasa Arab
Penilaian
Contoh soal–soal uraian.
Jawablah pertanyaan berikut ini !
الخير. . !1 صباح
؟ . 2 تذهب اين الى
؟. 3 بيتك اين
؟. 4 تدرس اين
؟. 5 سمه ماا ؟ هذا من
Mengetahui
Kepala SMA Diponegoro Guru Mapel Bahasa Arab
Drs. Purwanto, S.Pd Naifah, S.Pd. I
1. II. PENUTUP
Demikian penjelasan beberapa aspek pokok dalam pendekatan komunikatif. Sebagai penutup, patut ditambahkan bahwa disamping menggunakan pendekatan komunikatif, pengelolaan kelas dalam pengajaran bahasa Arab hendaknya dilakukan dengan konsep SAVI; Somatic (belajar dengan bergerak dan berbuat/ learning by moving and doing), Auditory (belajar dengan berbicara dan mendengarkan), Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan), dan Intelectual (belajar dengan memecahkan masalah dan melakukan refleksi/ learning by problem solving and reflecting).[35] Bertolak dari pendekatan, metode, teknik dan konsep pengelolaan kelas sebagaimana dijabarkan diatas, dapatlah kiranya dikembangkan sistem pengajaran bahasa Arab yang menjadikan peserta didik dapat belajar dengan kecepatan mengesankan dibarengi kegembiraan.
DAFTAR PUSTAKA
’Akkawie, Mahmud Djad, Al-Muhǎdatsah al-Yaumiyyah bi al-Lughah al-’Arabiyya. Juz I. Surabaya: Maktabah Ahmad Nabhǎn, t. th.
Arsyad, Azhar, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Asrori, Imam, Permainan Bahasa: Bahasa Arab. Malang: Pustaka Biru Bangsa, 1995.
Brown, H. Douglas, Principles of Language Learning and Teaching. Cet. ke-10. Amerika: Prentice Hall, 1987.
Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Penerbit Misykat, 2005.
Fauzan, Abd al-Rahman ibn Ibrahim al-, dkk., Al-‘Arabiyyah baina Yadaik: Kitǎb al-Mu’allim I, cet. ke-1. Riyadl: Masyru’ al-’Arabiyyah li al-Jami’, 2002.
Fauzan, Abdurrahman bin Ibrahim al-, dkk., Al-’Arabiyyah Baina Yadaik: Kitab al-Thalib (2). Cet. ke-1. Riyadl: Masyru’ al-’Arabiyyah li al-Jami’, 2002.
Hidayat, D., Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah Kurikulum 2004. Semarang: Karya Toha Putra, 2006.
Hidayat, Dudung Rahmat ed., Al-Mu’tamar al-Dually: al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Adab al-Islami, Manhajan wa Tathawwuran. Bandung: Imla’ dan Pinba, 2007.
Janan, Ahmad A., Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cara Yang Menyenangkan, artikel dalam Al-’Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab. Yogyakarta: Fak. Tarb. UIN Suka, vol. 3, no. 1, Juli 2006.
Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa untuk Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Guru Bahasa. Cet. ke-1. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996.
Qasimy, Ali Muhammad al-, Ittijahat Haditsah fi Ta’limi al-‘Arabiyyah li al-Nathiqin bi al-Lughat al-Ukhra. Riyadl: ‘Imadah Syu’un al-Maktabah Jami’ah al-Riyadl, 1979.
Subyakto, Sri Utari –Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Azis, Furqanul dan Ghaedar al-Wasilah. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.
Sumardi, Muljanto dan Nida Husna, Metode Pengajaran Bahasa Asing. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta, t. th.
Thu’aimah, Rusydi Ahmad, Ta’lîmu al-Lughah al-’Arabiyyah li Ghairi al-Nǎthiqîna Biha (Manǎhijuhu Wa Asǎlîbuhu).
Yusuf, Tayar dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Cet. ke-2. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Zaenuddin, Radliyah, dkk., Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005.
[1] Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa untuk Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Guru Bahasa, cet. ke-1 (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996), hlm. 70.
[2] Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 19.
[3] Ibid.
[4] Misalnya, lihat Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Penerbit Misykat, 2005), hlm 52. Pada halaman tersebut dan sepanjang pembahasannya, Fuad menyebut pendekatan ini dengan Metode Komunikatif ( �ة �صالي اْالت Namun pada .( الّط�ريقةhalaman 54 dia menulis bahwa metode ini juga disebut Pendekatan Komunikatif. Lihat juga Muljanto Sumardi dan Nida Husna, Metode Pengajaran Bahasa Asing (Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta, t. th. ), hlm. 60. Sementara itu, H. Douglas Brown dalam Principles of Language Learning and Teaching, cet. ke-10 (Amerika: Prentice Hall, 1987), hlm. 213 menyebutnya dengan istilah CLT (Communicative Language Teaching ) meski ia mengakuinya sebagai sebuah pendekatan.
[5] Radliyah Zaenuddin dkk., Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005), hlm. 36.
[6] Ibid.
[7] Sri Utari Subyakto-Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 63. Lihat juga Furqanul Azis dan Ghaedar al-Wasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 1.
[8] Muljanto Sumardi, Metode, hlm. 60. Lihat juga Douglas Brown, Principles, hlm. 212.
[9] Seorang linguis terkemuka, Noam Chomsky, mengecam teori strukturalisme karena linguistik struktural (LS) tidak mampu menunjukkan hubungan-hubungan terkait dengan makna, LS hanya menyentuh struktur luar, dan kalimat-kalimat yang struktur luarnya sama bisa mempunyai makna yang berbeda. Teori behaviourisme untuk pengajaran bahasa juga ia kritik karena menurutnya kemampuan berbahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor eksternal melainkan juga faktor internal. Lihat Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 53.
[10] Muljanto Sumardi, Metode, hlm. 60.
[11] Furqanul Azis, Pengajaran, hlm. 3.
[12] Ibid.
[13] Nizar Ali, Teori Pemerolehan Bahasa, penjelasan langsung saat memberi evaluasi atas pelaksanaan diskusi Pendekatan Kognitif pada program pascasarjana prodi PI konsentrasi PBA tanggal
[14] Ali Muhammad al-Qasimy, Ittijahat Haditsah fi Ta’limi al-‘Arabiyyah li al-Nathiqin bi al-Lughat al-Ukhra (Riyadl: ‘Imadah Syu’un al-Maktabah Jami’ah al-Riyadl, 1979), hlm. 158.
[15] Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 54—55.
[16] Furqanul Azis, Pengajaran, hlm. 3.
[17] Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 55. Lihat juga Sri Utari, Metodologi, hlm. 86.
[18] Sri Utari, Metodologi, hlm. 71—72, lihat juga Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 55.
[19] Fuad Effendy, Ibid., hlm. 55—56.
[20] Ibid., hlm. 56. Lihat juga Muljanto Sumardi, Metode, hlm. 61. Bandingkan dengan Pranowo, Analisis, hlm. 61.
[21] Furqanul Azis, Pengajaran, hlm. 26.
[22] Muljanto Sumardi, Metode, hlm. 61.
[23] Furqanul Azis, Pengajaran, hlm. 26—27. Lihat juga Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 56—57.
[24]Rusydi Ahmad Thu’aimah, Ta’lîmu al-Lughah al-’Arabiyyah li Ghairi al-Nǎthiqîna Biha (Manǎhijuhu Wa Asǎlîbuhu) Lihat juga Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 57—58.
[25] Yaitu buku pembelajaran bahasa Arab untuk non Arab yang terdiri dari 3 jilid untuk peserta didik dan 3 jilid untuk instruktur pembelajaran, ditulis oleh tim yang diketuai oleh DR. Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, diterbitkan di Saudi Arabia oleh Masyru’ al-’Arabiyyah li al-Jami’- Mu’assasah al-Waqf al-Islami.
[26] Lihat Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 56—57. Bandingkan dengan Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan dkk., Al-’Arabiyyah Baina Yadaik: Kitab al-Thalib (2), cet. ke-1 (Riyadl: Masyru’ al-’Arabiyyah li al-Jami’, 2002), hlm. ج atau Abd al-Rahman ibn Ibrahim al-Fauzan dkk, Al-‘Arabiyyah baina Yadaik: Kitǎb al-Mu’allim I, cet. ke-1 (Riyadl: Masyru’ al-’Arabiyyah li al-Jami’, 2002), hlm. ز .
[27]Furqanul Azis, Pengajaran, hlm. 28—32.
[28] Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, cet. ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 152—153. Lihat juga Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 35—40, Asy’ari, Metode Langsung dalam Pengajaran Bahasa Arab, makalah dalam Dudung Rahmat Hidayat, ed., Al-Mu’tamar al-Dually: al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Adab al-Islami, Manhajan wa Tathawwuran ( Bandung: Imla’ dan Pinba, 2007), hlm. 347—361.
[29] Muljanto Sumardi, Metode, hlm. 15.
[30] Tayar Yusuf, Metodologi, hlm. 165.
[31] Ibid., hlm. 184. Lihat juga Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 71—76.
[32]Fuad Effendy, Metodologi, hlm. 62. Lihat juga Sri Utari, Metodologi, hlm. 87.
[33] Ibid., hlm. 62—63. Lihat juga Sri Utari, Metodologi, hlm. 88—103.
[34] Ibid., hlm. 64. Sebagai kelanjutan dari silabus tersebut, pendekatan komunikatif juga dipakai dalam pengajaran bahasa Arab kurikulum 2004. Salah satu petunjuknya tercantum dalam pendahuluan tulisan D. Hidayat, Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah Kurikulum 2004 (Semarang: Karya Toha Putra, 2006), hlm. iv.
[35] Ahmad Janan A., Pembelajaran Bahasa Arab dengan Cara Yang Menyenangkan, artikel dalam Al-’Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab (Yogyakarta: Fak. Tarb. UIN Suka, vol. 3, no. 1, Juli 2006), hlm. 14.
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangMedia dalam pembelajaran dibutuhkan pula untuk pelajaran Bahasa Arab,
dengan adanya media bisa menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat menarik minat dan mengaktifkan siswa untuk mengikuti pelajaran, baik secara mandiri ataupun kelompok. Pembelajaran bahasa Arab yang memanfaatkan media menjadi lebih menarik dan dapat mempermudah proses pembelajaran. Media yang dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi siswa, membangkitkan rasa senang dan gembira, membangkitkan semangat, dan menghidupkan pelajaran itu memungkinkan adanya interaksi dan partisipasi aktif dari siswa untuk belajar bahasa Arab secara efektif, dengan media pembelajaran Guru dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman, dan menyenangkan sehingga dapat menarik siswa untuk mengikuti pelajaran dengan baik.
B. Rumusan Masalah1. apa saja jenis-jenis media pembelajaran? 2. Apa saja jenis-jenis media pembelajaran bahasa Arab aspek berbahasa Arab dan keterampilan bahasa?3. apa kelebihan dan kelemahan jenis-jenis media pembelajaran bahasa Arab?
C. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami jenis-jenis media pembelajaran.2. Mengetahui jenis-jenis media pembelajaran bahasa Arab aspek berbahasa
Arab dan keterampilan bahasa serta mengetahui kelebihan dan kekurangannnya.
BAB IIKONSEP UMUM MEDIA PEMBELAJARAN
A. Jenis-Jenis Media PembelajaranJenis-jenis media pembelajaran jika ditinjau dari segi penggunaan media
dikaitkan dengan indera yang digunakan manusia untuk memperoleh pengetahuan , maka media diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu: media pandang (visual/bashariyah), media dengar (audio/sam’iyah), dan media pandang dengar (sam’iyabashariyah/ audiovisual). Adapun penjelasan tentang jenis-jenis media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Media Pandang (visual/ bashoriyah).Media pandang berkaitan dengan indera penglihatan. Media
pengajaran yang berupa alat bantu pandang(visual aids) secara umum dapat dikatakan bahwa mereka berguna dalam hubungannya dengan motivasi, ingatan dan pengertian. Media visual memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Media ini dapat memperlancar pemahaman, memperkuat ingatan, dapat menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, media visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.
Media pandang(visual) dibagi menjadi dua yaitu media pandang non proyeksi dan media pandang berproyeksi. Media non proyeksi merupakan media yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar, baik yang berkarakter dua dimensi maupun tiga dimensi dalam pengoperasiannya tidak memerlukan sinar listrik atau proyektor. Sedangkan media berproyeksi yaitu Media pandang proyeksi merupakan salah satu kelompok media pengajaran yang dalam operasionalisasinya memerlukan proyeksi atau penyorotan dengan cahaya, sehingga bisa dipandang atau dilihat oleh pengguna media tersebut. Ada beberapa media yang dapat dikatergorikan sebagai media pandang non –proyeksi, antara lain:
a) Papan tulisPapan tulis merupakan media yang paling tradisional, yang paling murah dan paling fleksibel, disamping untuk menulis, papan tulis dapat dipakai untuk membuat gambar, skema, diagram dan sebagainya. Selain itu juga dapat dimanfaatkan untuk menggantungkan peta pada saat yang diperukan. Daya guna dan daya pakai papan tulis sangat tergantung pada kreativitas guru.
b) Papan flannelPapan flanel adalah jenis papan yang permukaannya dilapisi dengan kain flanel. Keguanaannya untuk menempelkan program yang berupa gambar, skema, kartu kata, dan semacamnya. Papan flanel biasanya dipasang di dinding atau digantung di antara dua buah kayu di bagian atas dan bawah.
c) Papan taliPapan tali dapat dibuat dengan memasang tali-tali pada papan tulis biasa atau pada papan tripleks. Tali yang baik adalah kawat kecil. Tali-tali tersebut
dikaitkan pada paku kecil yang lain yang dipasang pada tepi kanan dan kiri papan tersebut, sehingga merentang dari kiri ke kanan. Jarak tali yang satu dengan tali yang lain disesuaikan dengan besar kecilnya kartu yang akan digantug pada tali. Kartu-kartu tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat disangkutkan pada tali, digeser dan dilepas kembali.
d) Papan magnetisPada dasarnya penggunaan papan magnetis tidak berbeda dengan papan flanel, perbedaannya terletak pada sistem melekatnya barang-barang. Pada papan magnetis melekatnya disebabkan daya tarik magnetis, permukaan papan magnetis umumnya putih, sehingga dapat dipakai untuk menulis.
e) Wall chartMedia ini berupa gambar, denah, bagan atau skema yang biasanya digantungkan pada dinding kelas. Media ini juga dapat digantungkan pada papan tulis, wall chart berguna untuk melatih penguasaan kosa kata dan penyusunan kalimat.
f) Flash chartMedia ini berupa kartu-kartu berukuran 15×20 cm sebanyak 30 sampai 40 buah. Bahan-bahan kartu ini terbuat dari kertas manila. Setiap kartu diisi dengan gambar berbentuk stick figure, yakni gambar yang berupa garis-garis sederhana, tetapi sudah menggambarkan pesan yang jelas. Gambar ini tidak disertai dengan tulisan apapun. Media ini cocok untuk melatih keterampilan berbicara secara spontan dengan menggunakan pola-pola kalimat tertentu. Media pandang berproyeksi merupakan media yang bersifat elektronik yang diproyeksikan yang terdiri hardware dan software. Penggunaan media ini memerlukan aliran listrik untuk dapat menggerakkan pemakaiannya. Adapun yang termasuk media ini antara lain:a. Overhead Projector (OHP)OHP merupakan alat yang dipakai untuk memproyeksikan suat obyek transparan ke permukaan layar sehingga menghasilkan gambar yang cukup besar. Proyektor OHP merupakan hardware. OHP merupakan media yang apabila diisi dengan software yang berupa program dan transparasi. Transparasi adalah bahan bening bersifat tembus cahaya yang terbuat dari bahan polivinyl acetate atau cellofilm.b. SlideSlide merupakan gambar transparan yang diproyeksikan oleh cahaya melalui proyektor. Ukuran slide biasanya 2×2 atau 2×3 cm. Slide memiliki dua bentuk, yaitu pertama, bentuk tradisional yang lepas satu persatu, dan kedua bentuk baru yang dibungkus dalam tempat khusus lalu dimasukkan kedalam proyektor dan secara otomatis berputar seperti film biasa. Slide bisu merupakan slide yang tidak bersuara, sedangkan sound slide merupakan slide yang disertai suara. Slide tersebut menggunakan sinar lampu berkekuatan tertentu yang diproyeksikan melalui lensa ke permukaan lensa.c. Film StripsMedia ini hampir sama dengan slide, letak perbedaannya pada slide, gambar-gambar yang diperoleh dari hasil pemrotetan tersebut merupakan
satuan-satuan lepas, sedangkan pada film strip, gambar-gambar tersebut merupakan rangkaian dalam satu rol. film strip juga bisa ditampilkan dengan suara maupun tanpa suara. Suara yang dimasukkan dalam film merupakan penjelas isi. Selain suara penjelas isi film juga bisa berbentuk buku pedoman atau narasi tulis.d. Film BisuMedia ini memproyeksikan rangkaian gambar-gambar positif secara kontinu dengan kecepatan putar tertentu, sehingga mengakibatkan seolah-olah gambar tersebut kelihatan bergerak. Media ini tidak memiliki karakteristik suara, maka pada waktu mempresentasikannya guru boleh menambahnya dengan komentar untuk keperluan tertentu, film ini juga bisa dibiarkan tanpa komentar guru. Media ini dapat digunakan untuk melatih keterampilan ekspresi lisan maupun tulis.e. Film LoopFilm Koo lebih pendek dari dari pada film bisu. Biasanya hanya mempresentasikan suat adegan tertentu atau suat gerakan tertentu saja. Umumnya film Koo ini tidak memiliki karakteristik suara, tetapi ada juga yang dilengkapi dengan suara, sehingga memiliki karakteristik gambar, gerak dan suara.2. Media Dengar( Audio)Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam lambang lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Media audio dapat menarik dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi dengan lebih banyak.Adapun media dengar atau sam’iyah antara lain sebagai berikut:a). RadioMedia ini berupa program siaran radio yang disalurkan dari pemancar, kemudian diterima oleh alat penerima radio untuk didengar oleh penerima informasi. Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting. Bentuk siaran radio dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a) program dalam bentuk pidato, b) program dalam bentuk dialog atau tanya jawab, c) program dalam bentuk drama atau sandiwara. Media ini dapat digunakan untuk mengajarkan ketrampilan menyimak.b). Tape recorderTape recorder merupakan perangkat keras yang membutuhkan perangkat lunak yang berupa program dalam pita rekaman, alat inic). laboratorium bahasaLaboratorium bahasa adalah media untuk melatih siswa menndengarkan dan berbicara dalam bahasa asing, misalnya bahasa arab dan inggris dengan jalan menyajikan materi pelajaran yang disiapkan sebelumnya. Dalam laboratorium bahasa siswa duduk sendiri-sendiri pada bilik akuistik dan kotak suara yang telah tersedia. Siswa mendengarkan suara guru atau suara radio cassette melalui headphone.3. Media Pandang Dengar (Audio- Visual)
Media audio-visual Media pengajaran bahasa yang paling lengkap adalah media dengar pandang (sam’iyah bashoriyah atau audio visual), karena dengan media ini terjadi proses saling membantu antara indera dengar dengan indera pandang yang termasuk jenis media ini adalah televisi, VCD, komputer, dan laboratorium bahasaB. JENIS-JENIS MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Jenis-jenis media pembelajaran bahasa Arab dibagi menjadi dua yaitu media pembelajaran aspek berbahasa arab dan keterampilan berbahasa arab. Media pembelajaran aspek berbasa arab terdiri dari mufrodat dan tarkib, sedangkan media pembelajaran keterampilan bahasa terdiri dari istima’, kalam, kitabah, dan qiro’ah. Adapun perincian tentang Jenis-jenis Media Pembelajaran Aspek berbahasa Arab adalah sebagai berikut:
1). Media Pembelajaran MufrodatDalam mengajarkan kosakata pada siswa, adapun media yang bisa
digunakan dalam membelajarkan kosakata :a. Miniatur benda asli miniatur apartemen, miniatur buah-buahan, dan
lain-lain. Dengan menghadirkan miniatur tersebut, guru dengan mudah tinggal mengucapkan, menunjuk, dan menjelaskan masing-masing kosakata yang hendak diajarkan.
b. Foto dan gambar Foto dari sebuah benda aslinya yang dihasilkan dari camera, bisa
digunakan untuk media pembelajaran kosakata begitu juga dengan gambar yang dibuat sendiri oleh guru, dan biasanya foto atau gambar tersebut dibuat dalam bentuk kartu (kartu mufradat). Ukuran yang digunakan adalah 16 cm x 20 cm, dan akan lebih menarik lagi apabila kartu tersebut diberi warna-warni. Mengenai ukuran guru bisa menyesuaikan dengan kebutuhan kelasnya yang terpenting adalah ketika seorang guru mendesain kartu tersebut harus ingat prinsip keseimbangan, keserasian, dan keharmonisan.
2). Media Pembelajaran Qowaid (Tata Bahasa) Dalam pembelajaran bahasa arab sekarang, komponen ini diajarkan secara wadifi, yaitu tata bahasa fungsional dalam sebuah kalimat yang terintegrasikan dalam empat maharoh yang diajarkan, sehingga secara otomatis siswa akan dapat menggunakan pola-pola yang telah dicontohkan, baik dalam istima’, kalam, qiro’ah, dan kitabah. Adapun media yang dapat digunakan dalam membelajarkan tatabahasa seperti:
a). Kotak Tatabahasa Yaitu sebuah kotak yang berbentuk kubus, biasanya berukuran 20 cm x 25 cm, dan masing-masing dari sisi kubus tersebut terdapat kosakata baik berbentuk kata kerja, kata benda, huruf atau yang lainnya.
b). Papan SakuPapan saku merupakan papan yang terbuat dari kayu seperti papan
biasa, hanya saja papan saku ditambah dengan tempat seperti saku, dimana fungsinya untuk meletakkan kartu yang telah disiapkan oleh guru.
c). Papan Tali Papan tali merupakan papan yang terbuat dari kayu seperti papan
biasa, hanya saja papan tali ditambah dengan tali yang memanjang dari
kanan ke kiri sebagai gantinya saku, dimana fungsinya untuk menggantungkan kartu yang telah disiapkan oleh guru. Dan biasanya kartu yang digunakan adalah kartu kosakata (bithoqoh wamdhiyah).2. Media Pembelajaran Keterampilan Bahasa Kemampuan berbahasa secara konvensional meliputi empat jenis kemampuan, diantaranya :
a) Kemampuan menyimak (istima’), untuk memahami bahasa yng digunakan secara lisan,
b) Kemampuan berbicara (kalam), untuk mengungkapkan diri secara lisan,c) Kemampuan membaca (qiro’ah), untuk memahami bahasa yang
diungkapkan secara tertulis,d) Kemampuan menulis (kitabah), untuk mengungkapkan diri secara tertulis,
1. Media pembelajaran istima’ (mendengar)a. Compact Disk (CD) Compact disk merupakan media yang sangat penting dalam pembelajaran keterampilan menyimak, karena benda ini dapat diisi dengan beberapa bentuk software sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh guru. Sebagai contoh materi pembelajaran menyimak yang dapat dimasukkan kedalam media ini seperti, film, drama, pidato, iklan, lagu-lagu atau bentuk siaran lain.b. Casset Recorder Casset Recorder merupakan media yang sudah lama digunakan dalam pembelajaran keterampilan menyimak, akan tetapi media ini hanya terbatas untuk materi-materi tertentu tidak se fleksibel compact disk. Kekurangan media ini tidak dapat menampilkan dalam bentuk gambar. c. Peragaan Peragaan merupakan media yang dapat membantu siswa dalam memahami teks yang didengar siswa, disamping itu dapat pula memberikan penguatan terhadap makna yang terkandung dalam teks tersebut. Peragaan yang dimaksud adalah : gerakan badan, isyarat, mimik wajah atau bentuk yang lainnya.d. Permainan Bahasa Ada beberapa permainan bahasa yang dapat digunakan dalam mengajarkan keterampilan menyimak seperti : bisik berantai (al asror al mutastalstil), perintah bersyarat, siapa yang berbicara (man al mutahadist), bagaimana saya pergi.e. Gambar Bersambung Gambar bersambung merupakan kumpulan gambar yang menunjuk satu peristiwa yang utuh. Gambar tersebut bisa dalam bentuk kartu yang terpisah, atau dalam satu lembaran yang utuh. Cara menggunakannya bisa satu satu atau sekaligus ditunjukkan kepada siswa.2. Media Pembelajaran Kalam ( Berbicara ) Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa. Secara kebahasaan, pesan lisan yang disampaikan dengan berbicara merupakan penggunaan kata- kata yang dipilih sesuai dengan maksud yang perlu diungkapkan. Kata- kata tersebut dirangkai dalam susunan tertentu menurut kaidah tatabahasa, dan dilafalkan sesuai dengan kaidah pelafalan yang sesuai pula. Adapun macam-macam media pembelajaran yang digunakan pada keterampilan kalam sebagai berikut :a. Film, Film dengan berbagai macam bentuknya dapat digunakan sebagai media pembelajaran bahasa arab,baik film yang tidak bergerak atau yang bergerak, hitam putih atau yang berwarna. Adapun langkah- langkah yang
harus dilakukan guru ketika menggunakan film sebagai media pembelajaran keterampilan berbicara adalah guru memutarkan film terlebih dahulu, kemudian menanyakan secara lisan , apa judul film ? siapa pelakunya? Bagaimana akhir ceritanya. Atau bisa juga siswa diminta untuk bercerita secara singkat tentang film tersebut. b. Karya wisata Karya wisata bisa dijadikan sebagai salah satu media untuk melatih keterampilan berbicara. Karena dengan belajar keluar dari kelas siswa akan mendapatkan sesuatu yang banyak yang ia lihat, setelah itu siswa diminta untuk menceritakan apa yang telah dilihatnya secara lisan. Tentunya penggunaan media ini harus mempertimbangkan seperti: tempat indah. c. Lembar teks dialog Media lembar teks dialog bisa dibuat oleh siswa sendiri atau mengambil dari buku materi bahasa arab.Cara yang dilakukan dalam pembelajaran ini adalah siswa disuruh untuk berdialog dengan temannya atau orang lain.d. Lembar Daftar Pertanyaan Lembar daftar pertanyaan disusun sendiri oleh siswa sebelum siswa mewawancarai orang lain.Cara yang dilakukan dalam pembelajaran ini adalah siswa disuruh mewawancarai orang lain, lalu menuliskan hasil wawancara itu.3. Media Pembelajaran Qira’ah ( Membaca ) Adapun media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran keterampilan membaca antara lain :a. Teks bacaan Media ini diambil dari buku materi ajar bahasa arab. Media ini digunakan dengan cara menyuruh siswa membaca secara bergantian. Tujuannya : agar pembelajar dapat membaca bersuara sesuai dengan intonasi dan lafal dengan tepat.b. Laboratorium baca Laboratorium baca merupakan salah satu media yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan keterampilan membaca. Laboratorium baca biasanya terdiri dari sejumlah kitab- kitab kecil isi materi bahasa yang tersusun dari yang sederhana menuju sulit yang dapat membantu siswa untuk lebih cepat dapat membaca sesuai dengan kemampuannya. Materi bahasa tersebut terdiri dari cerita- cerita pendek, makalah- makalah ilmiyah atau sejarah yang bergambar, kemudian buku- buku tersebut diberi nomor sesuai dengan tingkat kesulitannya, sehingga dapat diketahui tingkat kemanjuan siswa dalam kemampuan membaca.4. Media Pembelajaran Kitabah ( Menulis )Adapun media pembelajaran yang dapat di gunakan untuk pembelajaran kitabah antara lain adalah:a. Kaset rekaman Yang di maksud kaset rekaman adalah kaset yang di isi dengan rekaman suara, dimana guru memilihkan teks yang sesuai dengan tingkatan siswa dan di baca dengan kecepatan normal. Kemudian setelah siswa mendengarkan, siswa di minta menulis ulang apa yang telah di dengar baik di papan tulis atau di kertasnya sendiri, dan juga memberikan waktu secukupnya.b. Foto dan gambar Foto dan gambar dapat di gunakan untuk pembelajaran kitabah. Hal ini tergantunng pada kemampuan guru dalam menggunakan
media tersebut. Contoh: guru membawa foto atau gambar, kemudian guru bisa meminta pada siswa untuk mendeskripsikan, mencari kosakata, mencari lawan kata, memberikan kesimpulan secara tulisan untuk foto atau gambar tersebut.c. Lembar fotocopy tulisan Media ini digunakan dengan cara menyuruh siswa meneruskan tulisan. Misalnya: lembaran fotocopy tulisan yang belum selesai gagasannya( tulisan tersebut semestinya 10 paragraf tetapi 3 paragraf terakhir dibuang), kemudian pembelajar menambahkan paragraph sesuai dengan idenya. Tujuannya : pembelajar mampu melengkapi ide atau gagasan secara baik dalam sebuah tulisan melalui penambahan beberapa paragraph.C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Media OHP dapat digunakan pada pembelajaran istima’, Kalam, Qiro’ah, Kitabah. Adapun beberapa kekurangan media OHP antara lain sebagai berikut :1. Media ini memerlukan perangkat keras (hard ware) yang khusus untuk memproyeksikan pesan yang ada pada transparan. Alat itu adalah OHP (Overhead Projection)2. Dalam penggunaannya diperlakukan ketrampilan khusus.3. Menuntut penataan ruang yang baik.4. Menuntut cara kerja yang sistematis dan terarah.5. Membutuhkan ketrampilan menuliskan pesan yang baik pada transparan sehingga mudah dicerna oleh siswa (penerima pesan). Walaupun ada keterbatasan, media ini juga mempunyai kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh jenis media lain, yaitu :1. Praktis, karna dapat dipergunakan untuk semua ukuran kelas atau ruang.2. Memberi kemungkinan tatap muka dan mengamati respons dari penerima pesan (siswa).3. Memberi kemungkinan pada penerima pesan (siswa) untuk mencatat.4. Mempunyai variasi teknik penyajian yang menarik dan tidak membosankan.5. Memungkinkan penyajian dengan berbagai alternatif kombinasi warna.6. Dapat dipergunakan kembali secara berulang-ulang.7. Dapat dihentikan pada setiap sekuens belajar yang dikehendaki karena pacing control sepenuhnya di tangan komunikator (dosen, guru, penyaji bahan, dan lain-lain).Media Radio tape dapat digunakan untuk pembelajaran istima’ dan kitabah.Adapun Kelebihanya adalah dapat digandakan untuk keperluan perorangan sehingga pesan dan isi pelajaran dapat berada di beberapa tempat pada waktu yang bersemangat.Adapun kekurangan radio tape adalah dalam suatu rekaman, sulit menentukan lokasi suatu pesan atau informasi, serta kecepatan merekam dan pengaturan trek yang bermacam-macam menimbulkan kesulitan untuk memainkan kembali rekaman-rekaman yang direkam pada suatu mesin perekam yang berbeda denganya. Dari pertimbangan kekurangan media audio di atas, maka manfaatnya memerlukan bantuan pengarahan dari
media lainnya, sehingga pengalaman dan pengetahuan siap dipunyai pendengar sebelumnya akan membantu terhadap keberhasilan penampilannya.Beberapa kelebihan media gambar/foto Media foto / gambar mempunyai beberapa kelebihan antara lain :1. Lebih konkrit dan lebih realistis dalam memunculkan pokok masalah, jika dibanding dengan bahasa verbal.2. Dapat mengatasi ruang dan waktu3. Dapat mengatasi keterbatasan mata.4. Memperjelas masalah dalam bidang apa saja, dan dapat digunakan untuk semua orang tanpa memandang umur.Media foto bisa digunakan pada pembelajaran kalam, Qiro’ah, Kitabah. Adapun beberapa kelemahan-kelemahan media pembelajaran antara lain : Di samping media gambar/foto dapat memberikan keuntungan untuk digunakan dalam pengajaran, namun juga banyak kelemahannya, antara lain :1. Kelebihan dan penjelasan guru dapat menyebabkan timbulnya penafsiran yang berbeda sesuai dengan pengetahuan masing-masing anak terdapat hal yang dijelaskan.2. Penghayatan tentang materi kurang sempurna, karena media gambar hanya menampilkan persepsi indra mata yang tidak cukup kuat untuk menggerakkan seluruh kepribadian manusia, sehingga materi yang dibahas kurang sempurna.3. Tidak meratanya penggunaan foto tersebut bagi anak-anak dan kurang efektif dalam penglihatan. Biasanya anak yang paling depan yang lebih sempurna mengamati foto tersebut, sedangkan anak yang belakang semakin. Adapun keuntungan yang dapat diperoleh dalam penggunaan film sebagai media untuk menyampaikan pelajaran terhadap anak didik. Di antara keuntungan atau manfaat film sebagai media pembelajaran antara lain :1. Film dapat menggambarkan suatu proses, misalnya proses pembuatan suatu ketrampilan tangan dan sebagainya.2. Suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada gambar dalam bentuk ekspresi murni.3. Dapat menyampaikan suara seseorang ahli sekaligus melihat penampilannya.4. Kalau film tersebut berwarna akan dapat menambah realita objek yang diperagakan.5. Dapat mengkomunikasikan informasi lewat lambang verbal, visual, dan gerak. Sehingga informasi lebih kongkrit dan mudah diserap.6. Dalam waktu relatif singkat media ini dapat mengkomunikasikan informasi cukup banyak.Disamping keuntungan-keuntungan yang dikemukakan diatas, ada juga beberapa kekurangan-kekurangan yaitu :1. Audien tidak akan dapat mengikuti dengan baik kalau film diputar terlalu cepat.
2. Apa yang telah lewat sulit untuk diulang kecuali memutar kembali secara keseluruhan.3. Harganya relatif mahal, sehingga jarang sekali sekolah yang memilikinya.4. Pembuatan programnya relatif lama, dan tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru.
BAB IIIRUJUKAN
http://coretanpembelajaranku.blogspot.com/2012/10/jenis-jenis-media-pembelajaran.htmlhttp://azzuracie.wordpress.com/tugas-kuliah/gg/- See more at: http://yanstone-dhieramdhanies.blogspot.com/2013/02/makalah-konsep-umum-media-pembelajaran_1572.html#sthash.ajVR9wOj.dpuf
BAHASA ARAB_Kesempurnaan Komponen Pendidikan Bahasa Arab*
Ada beberapa komponen pendidikan atau unsur yang terlibat langsung dalam pendidikan, yakni: tujuan, pendidik, anak didik, alat dan lingkungan (Soetari Imam Barnadib: 1971, 12). Ada yang menyebutkan bahwa unsur-unsur pendidikan itu adalah tujuan, pendidik, anak didik, alat dan kegiatan (usaha) (Ahmad D. Marimba: 1964, 15). Lebih lengkap lagi disebutkan oleh Sudjana bahwa komponen pendidikan adalah tujuan, pendidik, anak didik, materi pendidikan, metode, evaluasi, waktu penyelenggaraan, jenjang pendidikan, dan tempat penyelenggaraan (Sudjana S F: 1974, 44).Komponen-komponen yang disepakati tampaknya terdiri dari tujuan, pendidik, anak didik dan alat dengan pengertian bahwa alat itu mencakup materi, metode, waktu, jenjang, tempat dan evaluasi. Sedangkan modifikasi dari komponen-komponen proses belajar mengajar yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1969 adalah terdiri dari siswa, guru, tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi (Djago Tarigan dan H. G. Tarigan: 1987, 7). Komponen-komponen pendidikan bahasa Arab bisa saja mengadopsi dari komponen pendidikan secara umum. Spesifikasinya terletak pada bahan ajar atau materi pendidikannya, yakni bahasa Arab. Semua sarana dan prasarananya diorientasikan pada bahasa Arab, mulai dari buku pegangan sampai dengan penciptaan kondisi dengan segala informasinya diejawantahkan dengan bahasa Arab. Semua komponen pendidikan bahasa Arab tersebut mutlak dipenuhi dengan sesempurna mungkin. Artinya, pendidikan bahasa Arab akan berjalan dengan baik dan dengan hasil maksimal bila komponennya dipersiapkan dengan sempurna. Misalnya mengenai lingkungan, maka nuansa lingkungan belajar menghendaki agar terasa ada kewajiban atau kesenangan untuk berbahasa Arab. Penyajian materi pembelajaran juga tidak kalah pentingnya un-tuk disiapkan dengan sempurna. Tulisan bahasa Arab yang belum sempurna, seperti tulisan gundul yang tidak dilengkapi dengan syakal, bila dipakai sebagai bahan arahan pembelajaran menjadi buku atau teks bacaan maka termasuk komponen yang belum sempurna. Akibat dari tidak sempurnanya buku-buku teks bacaan tersebut lahirlah kesan sulitnya bahasa Arab. Sulitnya bahasa Arab menjadi kenyataan karena yang terjadi adalah proses tidak logis ketika diperintah untuk membaca tulisan gundul. Terjadi logika terbalik, orang dipaksa untuk paham dulu agar bisa membaca teks dengan benar. Padahal tujuan membaca itu adalah untuk paham, bukan paham untuk membaca. Proses membaca tidak logis inilah yang menimbulkan kesulitan tersendiri yang tidak bisa dihindari bahkan oleh pelajar yang sudah lama termasuk guru atau dosennya. Sampai sejauh ini belum diinsafi bahwa kesempurnaan materi pendidikan bahasa Arab, yang
berupa tulisan, memiliki pengaruh yang besar. Keberadaan tulisan bahasa Arab yang belum sempurna, yang dikenal dengan kitab gundul, dapat mempengaruhi metode dan juga tujuan pembelajaran bahasa Arab. Pengaruh tersebut bukan kearah yang positif, tetapi justru menjadi problem dalam pembelajaran bahasa Arab. Salah satu di antara problem itu adalah proses membaca yang tidak logis. Problem tersebut membutuhkan solusi pada bagian tersendiri. Bagian ini hanya untuk menunjukkan bahwa tulisan bahasa Arab itu bisa menjadi materi pembelajaran bahasa Arab ketika dilang-sungkan pembelajarannya. Materi tulisan bahasa Arab ini juga me-nuntut kesempurnaan dalam penyajiannya sebagaimana materi pen-didikan bahasa yang lain. Selama materi tulisan bahasa Arab terse-but tidak disempurnakan, maka selama itu pula problem dalam pembelajarannya tidak akan hilang. *Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab (Surabay: Jauhar, 2006), 37-39_____________________KepustakaanSoetari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan (Jogjakarta: FIP-IKIP Jogjakarta, 1971).Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma'arif, 1964).Sudjana S F, Pendidikan Nonformal (Bandung: Yayasan PTDI Jawa barat, 1974).Djago Tarigan dan H. G. tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1987).
Pembelajaran Bahasa Arab bagi Non-Arab
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar Belakang Sebagaimana telah kita maklumi bersama diantara para pelajar kita
atau pelajar non arab terdapat kesan bahwa bahasa Arab itu sangat sulit,
sukar, ruwet bahkan memusingkan kepala. Sebenarnya hal itu tidak perlu
terjadi manakala pengajaran bahasa Arab disajikan secara metodologis.
Karena,
Belajar Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh
karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut
metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan
pengajarannya.
Sesungguhnya Bahasa Arab adalah bahasa yang seharusnya dipelajari
oleh setiap Muslim dan hendaknya (setiap muslim) bersungguh-sungguh
dalam mempelajarinya karena hubungannya begitu erat dengan agama
(Islam) dan ibadah-ibadahnya. Setiap orang diwajibkan mempelajari bahasa
Arab, terutama bagi yang mampu dan berkeinginan keras mempelajari
agama (Islam), baik itu dengan membaca atau ta’lim, sehingga tujuannya
tercapai.
Pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab merupakan satu hal yang
tidak bisa dihindari, karena urgensi bahasa Arab bagi masyarakat dunia saat
ini, cukup tinggi. Dan bukan hanya bagi muslim saja tetapi begitu pun bagi
non arab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Bahasa Arab bagi Non Arab
a. Pembelajaran Bahasa Arab
Sebelum memasuki tentang pembelajaran bahasa Arab untuk non-Arab kita harus
memahami pengertian pembelajaran bahasa arab terlebih dahulu. Pengertian pembelajaran
adalah suatu upaya membelajarkan siswa untuk belajar yang mana guru bertindak sebagai
fasilitator untuk pembelajaran siswa. Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa,
disatu sisi guru melakukan sebuah aktivitas yang membawa siswa kearah tujuan, lebih dari itu
siswa dapat melakukan serangkaian kegiatan yang telah direncanakan oleh guru yaitu kegiatan
belajar yang terarah pada tujuan yang ingin dicapai. Jadi pembelajaran bahasa arab dapat
didefinisikan suatu upaya membelajarkan siswa untuk belajar bahasa arab dan guru sebagai
fasilitator dengan mengorganisasikan berbagai unsur untuk memperoleh tujuan yang ingin
dicapai.
b. Urgensi Bahasa Arab
1. Bahasa Arab adalah bahasa wahyu. al-Qur’an menyebutkan bahasa Arab
sebagai bahasa wahyu sebanyak 11 kali di antara bunyi Firman tsb adalah:
“Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran dalam bahasa Arab agar kamu
mengerti”. (QS. Yusuf 2)
2. Bahasa Arab adalah Bahasa yang bersifat ilmiah dan unik. Di antaranya
mempunyai akar kata (conjugation) yang bisa mencapai 3.000 bentuk
perubahan yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.
3. Bahasa Arab adalah Pemelopor peradaban. Sebab bahasa Arab digunakan di
peringkat internasional selama 8 abad dalam bidang keilmuan, politik,
ekonomi, dll.
4. Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an, tonggak peradaban dan merupakan
bagian dari agama. Bahkan Imam Syafi’i mengharuskan setiap Muslim untuk
belajar bahasa Arab.
c. Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab bagi Non Arab
Pendidikan bahasa arab di Indonesia sudah diajarkan mulai dari TK (sebagian) hingga
perguruan tinggi. Berbagai macam penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-
lembaga pendidikan Islam setidaknya menunjukkan upaya serius untuk memajukan mutu dan
sistemnya dalam dunia pendidikan bahasa Arab. Secara teoriti macam orientasi pendidikan
bahasa Arab diantaranya:
1. Orientasi religius, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami dan memahamkan ajaran
Islam (fahm al-maqru’). Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan pasif (mendengar dan
membaca), dan dapat pula mempelajari keterampilan aktif (berbicara dan menulis).
2. Orientasi akademis, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan
keterampilan bahasa Arab (istima’, kalam, qiro’ah, dan kitabah). Orientasi ini cenderung
menempatkan bahasa Arab sebagai disiplin ilmu atau obyek studi yang harus dikuasai secara
akademik. Orientasi ini biasanya identik dengan studi bahasa Arab di Jurusan Pendidikan bahasa
Arab, bahasa dan Sastra Arab, atau pada program Pascasarjana dan lembaga ilmiah lainnya.
3. Orientasi profesional praktis dan pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan
profesi, praktis atau prakmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan (muhadatsah) dalam bahasa
arab untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagan, atau untuk melanjutkan studi di salah
satu negara Timur Tengah dsb.
4. Orintasi idiologis dan ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan
bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme, kapitalisme, imperialisme, dan
sebagainya. Orientasi ini, antara lain, terlihat dari dibukannya beberapa lembaga kursus bahasa
Arab di negara-negara Barat.
5. . Intensifikasi dalam penerjemahan karya-karya berbahasa Arab, baik mengenai keilmuan dan
keislaman kedalam bahsa Indonesia dan atau sebaliknya. Profesi ini cukuo menantang dan
menjanjikan harapan, meskipun penerjemah belum mendapat apresiasi yang sewajarnya.
Menarik kita sebagai mahasiswa Pendidikan bahasa Arab yang nantinya ingin konsentrasi
penjurusan nya dibidang penerjemahan, agar bisa membantu memepercepat kemajuan peradaban
Islam adalah adanya gerakan penerjemahan besar-besaran, sperti pada masa Harun al-Rasyid
(786-809M) dan al-Ma’mun (786-833). Gerakan penerjemahan ini disosialisasikan dengan
ditunjang oleh adanya pusat riset dan pendidikan seperti Bait al-Hikmah (Wisma
Kebijaksanaan).
d. Pembelajaran Bahasa Arab bagi non Arab
Dalam pemerolehan bahasa terdapat beberapa tahap yang harus
dipenuhi, antara lain al-Ta\’aruf (Perkenalan), al-Isti\’ab (Penyerapan), dan al-
Istimta\’ (Penggunaan Bahasa). Sedangkan dalam pembelajaran bahasa arab
untuk orang non-arab, secara aplikatif ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain:
1. Perencanaan
a. Perencanaan pembelajaran bahasa arab bukanlah perkara yang kecil,
sebaliknya merupakan hal yang besar yang tidak bisa dijalankan dan
berkembang kecuali oleh lembaga-lembaga besar milik Negara.
b. Perencanaan juga harus dilakukan secara ilmiah, menentukan maksud dan
tujuan, menentukan metodologi penelitian, dan evaluasi yang jelas.
c. Keberadaaan lembaga-lembaga serupa sangat bermanfaat karena akan ada
kompetisi yang membuat pembelajaran lebih baik.
2. Pemilihan Komponen Pembelajaran
a. Permasalahan yang ada dalam pembelajaran bahasa Arab bagi orang non-
Arab adalah belum adanya pedoman pembelajaran, kalaupun ada masih
dalam tahap penelitian.
b. Apabila tujuan pembelajaran telah ditentukan, maka komponen yang ada
dalam tujuan tersebut harus ditetapkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
3. Pemilihan Pola Pembelajaran
a. Pada umumnya, pembelajaran bahasa dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
pemula (al-mubtadi\’ah), menengah (al-mutawassitah), dan Lanjut (al-
Mutaqaddimah).
b. Pola pembelajaran pada tingkat pemula menggunakan Common Core pada
bahasa resmi (Fusha). Sedangkan pembelajaran bahasa Amiyah dilakukan
dengan hubungan langsung (Mubasyarah) dengan orang arab.
c. Pada tingakatan menengah dan lanjut mulai dikolaborasikan antara bahasa
fusha tekstual dan fusha modern untuk lebih mengembangkan
intelektualitas pembelajar.
d. Pada tingkatan lanjut (al-Mutaqaddimah) pembelajar mulai diarahkan untuk
mempelajari bahasa arab melalui suatu disiplin ilmu sesuai dengan tujuan
pembelajaran bahasa arab.
e. Pemilihan pola pembelajaran harus didasarkan pada Analisis kontrastif
Bahasa Arab dengan Bahasa yang paling banyak digunakan oleh pembelajar.
f. Materi pembelajaran harus berdasarkan atas pentahapan periodic, sesuai
dengan kondisi masyarakat yang akan dihadapi oleh pengajar.
g. Penggunaan kamus monolingual (arab-arab) sangat dianjurkan, karena hal
ini akan mempercepat kemajuan pembelajaran bahasa arab bagi orang non-
arab dibandingkan dengan menggunakan kamus dwilingual.
4. Persiapan Pengajar (guru)
a. Tidak semua pengajar bahasa arab dapat mengajar bahasa arab untuk
orang non-arab, maka dari itu diperlukan persiapan khusus sebelum
mengajar bahasa arab bagi orang non-arab.
b. Pengajar harus mengetahui bahasa arab secara umum, baik sejarahnya,
pola-polanya, sumber-sumbet teksnya, dan penggunaannya dalam
komunikasi.
c. Pengajar juga harus mengetahui linguistic terapan yang berhubungan
dengan metode pengajaran bahasa arab untuk orang non-arab.
d. Pengajar harus melakukan evaluasi secara berkala terhadap metode, bahan
ajar, dan media yang digunakan dalam pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Pembelajaran bahasa arab dapat didefinisikan suatu upaya membelajarkan siswa untuk
belajar bahasa arab dan guru sebagai fasilitator dengan mengorganisasikan berbagai unsur untuk
memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Pada saat ini pembelajaran bahasa Arab sangatlah urgen,
bukan hanya bagi muslim saja tetapi juga bagi non muslim. Dintara pentingnya bahasa Arab
adalah bahasa Arab sebagai bahasa wahyu, sebagai bahasa ilmiah dan sebagai pemelopor
peradaban.
Agar proses pembalajaran bahasa berjalan dengan baik, maka ada beberapa hal yang
harus diperhatikan diantaranya yaitu : perencanaan, pemilihan komponen pembelajaran,
pemilihan pola pembelajaran dan seorang pengajar atau guru harus melakukan persiapan terlebih
dahulu.
Tujuan mempelajari bahasa Arab yaitu memahami dan memahamkan ajaran Islam, untuk
memahami ilmu-ilmu dan keterampilan bahasa Arab (istima’, kalam, qiro’ah, dan kitabah).
untuk kepentingan profesi, praktis atau prakmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan
(muhadatsah) dalam bahasa arab untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagan, atau untuk
melanjutkan studi di salah satu negara Timur Tengah. Dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mu’in Abdul, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, Pustaka Al Husna
Baru, Jakarta, 2004
Muhammad Abu Bakar, Metode Khusus Pengajaran Bahasa Arab, Usaha Nasional,
Surabaya, 1981
Tarigan Henry Guntur, Pengajaran Kompetensi Bahasa, Angkasa Bandung, Bandung,
1990
http://id.shvoong.com/social-scientes/education/2236638-pengertian-pembelajaran-
bahasa-arab/07-mei-2012
http://thohir.sunan-ampel.ac.id/2012/05/12/pembelajaran-bahasa-arab-bagi-orang-
non-arab-part-2/
BEBERAPA STRATEGI PEMBELAJARAN
DALAM BAHASA ARAB
A. PENDAHULUAN
Dalam proses pembelajaran bahasa, diperlukan kreativitas guru dalam memilih dan
memadukan beberapa metode dan teknik pembelajaran. Oleh karena itu para guru bahasa dan
mahasiswa jurusan pendidikan bahasa perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
berbagai pendekatan, metode, teknik, dan termasuk strategi pembelajaran bahasa. agar dalam
kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan maksimal.
Untuk itu dalam makalah kami ini, kami akan mencoba menguraikan hal- hal yang
berkaitan dengan beberapa strategi pembelajaran dalam bahasa khususnnya dalam bahasa Arab.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
2. Jenis- jenis Strategi Pembelajaran
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan pembelajaran. Istilah
strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa yunani. Sebagai kata
benda, strategos merupakan gabungan kata stratus (militer) dengan ago (memimpin). Sebagai
kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). 1[1] yang berarti keseluruhan usaha,
1[1] D. SUDJANA,Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung, 2000, Pendahuluan halaman 7.
termasuk perencanaan, cara, taktik yang digunakan militer untuk mencapai kemenangan dalam
perang.(Oemar Hamalik,1986).2[2]
Jadi, strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk
melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegitan, siapa saja yang terlibat
dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana penunjang kegiatan tersebut.
Sedangkan Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam
melakukan kegiatan belajar . Dalam pembelajaran, peserta didik tidak melakukan kegiatan
belajar seorang diri melainkan belajar bersama orang lain dengan berfikir dan bertindak didalam
dan terhadap dunia kehidupannya.
Adapun pihak- pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran adalah :
1. Pendidik (perorangan dan kelompok)
2. Peserta didik (perorangan, kelompok, dan komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu
dengan yang lainnya.
Strategi pembelajaran mencakup dua bidang utama yaitu:
a. Kepengajaran (Instruksional), bidang pengajaran berkaitan langsung dengan kegiatan
pencapaian keberhasilan pengajaran atau kurikulum
b. Pengelolaan belajar (managerial). Bidang yang kedua berkaitan dengan pengelolaan belajar,
yaitu kepemimpinan guru dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran
serta media pembelajaran.3[3]
Strategi pembelajaran dapat ditinjau dari segi ilmu, seni, dan keterampilan yang
digunakan pendidik dalam upaya membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
Ditinjau dari segi ilmu, strategi pembelajaran digunakan oleh pendidik dengan
menggunakan prinsip- prinsip , fungsi, dan asas ilmiah yang didukung oleh berbagai teori
psikologi, khususnya psikologi pembelajaran dan social, sosiologi dan antropologi. Disamping
itu, pendidik terus mengembangkan sistem- sistem dan model- model operasional strategi
pembelajaran melalui survei dan eksperimen dengan menggunakan teknik- teknik observasi,
deskripsi, prediksi, dan pengendalian.
2[2] M. Subana , strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai Pendekatan Metode Teknik dan Media Pengajaran, Pusaka Setia: Bandung, halaman. 15- 16
3[3] Op.cit. M. Subana hal. 17
Dari segi seni, pendidik dapat melakukan upaya peniruan, modifikasi penyempurnaan,
dan pengembangan alternatif model pembelajaran yang ada bagi penumbuhan kegiatan belajar
yang ada bagi pertumbuhan kegiatan belajar peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan,
potensi, dan situasi lingkungan.
Dari segi keterampilan, pendidik dapat melaksanakan strategi pembelajaran dengan
menggunakan metode, teknik, dan media pembelajaran yang telah dikuasai secara professional
sehingga kegiatan belajar terlaksana dengan tepat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Ketiga aspek tersebut, yaitu ilmu, seni, dan keterampilan saling melengkapi dan saling
mendukung satu sama lain.4[4]
3. Jenis- jenis Strategi Pembelajaran
Ada tiga jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni:
Strategi pengorganisasian pembelajaran
Strategi penyampaian pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran
D. KESIMPULAN
E. REFERENSI
M. Subana , strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai Pendekatan Metode Teknik dan Media
Pengajaran, Pusaka Setia: Bandung, halaman. 15- 16
4[4] Op.Cit. D.sudjana, hal.6-7
2. Fungsi strategi dan cakupan pembelajaran bahasa arab
Adapun fungsi penerapan strategi dalam pembelajaran Bahasa arab adalah sebagai berikut:
a. Pedoman
Penerapan strategi pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi guru dan siswa dalam mencapai
tujuan belajar, yang mana isinya adalah sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh
siswa.
b. Kurikulum yang sedang berkembang
Strategi pembelajaran ini membantu pengembangan krikulum untuk kelas, jenis, dan tingkat
yang berbeda.
c. Perincian materi
d. Perbaikan dalam pengajaran
trategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif
MATA KULIAH : METODOLOGI PBA 2
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN : TARBIYAH
SKS : 2 SKS
A. Strategi Pembelajaran Istima’
Pada umumnya, pembelajaran istima’ disampaikan dengan menggunakan media audio. Hal ini dikarenakan untuk mendatangkan natiq ashli tidaklah mudah, sementara itu jika dilakukan oleh guru langsung yang notabene bukan orang Arab asli, biasanya ada perbedaan logat dengan bahasa aslinya. Media audio yang biasa digunakan adalah tape recorder, CD, dan laboratorium bahasa. Hanya saja, jika dilihat dari pertimbangan efisiensi, maka tape recorder dan CD merupakan pilihan media yang cukup murah dan efektif digunakan. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan 3 macam strategi pembelajaran istima’ dengan menggunakan media audio tape recorder atau CD.
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pertama, bahwa kemampuan istima’ itu cukup beragam dan bertingkat-tingkat. Yang paling sederhana, istima’ dimaksudkan untuk memperdengarkan bunyi bahasa Arab kepada siswa untuk ditirukan dan dihafalkannya. Dalam pengembangan strategi ini lebih menitik beratkan pada aspek pemahaman dan pengungkapan kembali terhadap apa yang sudah didengarnya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Beberapa strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran istima’ ini adalah:
1. Strategi 1 (True or False)
Strategi ini bertujuan untuk melatih kemampuan mendengarkan bacaan dan memahami isi bacaannya secara global. Dalam strategi ini yang dibutuhkan adalah rekaman bacaan dan potongan-potongan teks yang terkait dengan isi bacaan tersebut untuk dibagikan kepada siswa. Langkah-langkahnya adalah:
Bagikan potongan-potongan teks yang dilengkapi dengan alternatif jawaban benar atau salah (B/S).
Perdengarkan bacaan atau nash lewat kaset atau CD dan para siswa ditugaskan untuk menangkap isi bacaan secara umum.
Setelah bacaan selesai, para siswa diminta membaca pernyataan-pernyataan yang telah dibagikan, kemudian memberikan jawaban benar atau salah terhadap pernyataan tersebut. Jika pernyataan tersebut sesuai dengan isi bacaan yang didengar, berarti benar, dan jika tidak sesuai maka jawabannya salah.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan jawabannya.
Perdengarkan sekali lagi kaset tersebut agar masing-masing siswa dapat mencocokkan kembali jawaban yang telah ditulisnya.
Berikanlah klarifikasi terhadap semua jawaban tersebut agar semua siswa mengetahui kebenaran dari jawaban mereka masing-masing.
2. Strategi 2
Strategi ini lebih menekankan pada aspek kemampuan memahami isi bacaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengiringi dalam setiap bacaan tersebut. Langkah-langkahnya adalah:
Perdengarkan nash yang sudah direkam dalam kaset maupun CD.
Mintalah semua siswa untuk mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting.
Mintalah semua siswa untuk menjawab soal-soal yang disampaikan pada akhir bacaan tersebut. Jawaban dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan jawabannya (presentasi).
Berikan klarifikasi di akhir sessi terhadap jawaban siswa.
3. Strategi 3
Strategi ini tidak hanya menitik beratkan pada aspek kemampuan memahami isi bacaan, tetapi juga kemampuan untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah didengarnya dengan bahasa sendiri. Langkah-langkahnya adalah:
Perdengarkan nash yang sudah direkam dalam kaset atau CD.
Tugaskan kepada setiap siswa untuk mencatat kata-kata kuncinya (keyword) sambil mendengarkan.
Setelah selesai, para siswa diminta untuk mengungkapkan kembali isi bacaan tersebut dalam bentuk lisan atau tulisan.
Mintalah setiap siswa untuk menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya secara bergantian.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa untuk memberikan penguatan terhadap pemahaman siswa.
B. Strategi Pembelajaran Kalam/Ta’bir
Maharatul kalam sering juga disebut dengan istilah ta’bir. Meski demikian keduanya memiliki perbedaan penekanan, dimana kalam lebih menekankan kepada kemampuan lisan, sedangkan ta’bir disamping secara lisan juga dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan. Meski
demikian keduanya memiliki kesamaan secara mendasar, yaitu bersifat aktif untuk menyatakan apa yang ada dalam pikiran seseorang.
1. Strategi 1 (Ta’bir Min ash-Shuwar)
Strategi ini bertujuan untuk melatih siswa menceritakan apa yang dilihat dalam bahasa Arab baik lisan maupun tulisan. Media yang digunakan dapat berupa gambar baik yang diproyeksikan maupun yang tidak diproyeksikan. Langkah-langkahnya adalah:
Pilihlah sebuah gambar yang sesuai dengan tema yang diinginkan.
Tunjukkan gambar tersebut kepada para siswa, misalnya dengan ditempel di papan tulis.
Mintalah siswa untuk menyebutkan nama benda-benda atau bagian-bagian yang ada dalam gambar tersebut dalam bahasa Arab.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyusun sebuah kalimat dari gambar tersebut secara lisan.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyusun kalimat dari gambar tersebut secara tertulis.
Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi).
Berikan klarifikasi terhadap hasil pekerjaan para siswa tersebut.
2. Strategi 2 (Jigsaw/Café-café)
Strategi ini sering disebut dengan strategi Jigsaw (Cafe-cafe). Strategi ini biasanya digunakan dengan tujuan untuk memahami isi sebuah bacaan secara utuh dengan cara membagi-baginya menjadi beberapa bagian kecil. Masing-masing siswa memiliki tugas untuk memahami sebagian isi bacaan tersebut, kemudian digabungkan menjadi satu. Dengan cara seperti ini diharapkan isi bacaan yang cukup panjang dapat dipahami secara cepat, di samping itu proses pemahaman akan semakin mendalam karena diulang berkali-kali. Langkah-langkahnya adalah:
Buatlah beberapa kelompok sesuai dengan jumlah topik bahasan atau jumlah paragrap dari bacaan yang akan dipelajari.
Bagikan naskah/bacaan pada kelompok-kelompok tersebut dengan masing-masing kelompok satu buah topik atau paragrap.
Berilah waktu untuk membaca, memahami dan menta’birkan (mengungkapkan kembali) dalam kelompok masing-masing secara bergiliran.
Setelah kerja kelompok ini selesai, buatlah kelompok kedua dengan jumlah kelompok sesuai dengan jumlah anggota kelompok yang pertama. Misalnya, jumlah anggota kelompok pertama 5 orang, maka jumlah kelompok kedua juga 5 kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok akan disebar dan bergabung dengan anggota dari kelompok yang lain.
Mintalah masing-masing siswa dalam setiap kelompok untuk mena’bir-kan (mengungkapkan kembali) apa yang sudah dipahami dari kelompok yang pertama. Dengan demikian masing-masing kelompok akan memiliki pemahaman dari 5 topik atau paragrap yang berbeda.
Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan (mena’birkan) hasilnya secara utuh. Pada saat ini masing-masing siswa sudah memahami seluruh isi bacaan atau topik yang ditetapkan.
Berikan klarifikasi di akhir presentasi agar pemahaman terhadap isi bacaan atau topik-topik tersebut tidak keliru.
3. Strategi 3 (Small Group Presentation)
Strategi ini sering disebut dengan Small Group Presentation. Dalam strategi ini kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Masing-masing kelompok akan melakukan tugas yang diberikan pengajar, kemudian hasilnya dipresentasikan di kelas. Strategi ini biasanya digunakan untuk lebih mengaktifkan semua siswa sehingga masing-masing siswa akan merasakan pengalaman belajar yang sama. Dengan cara ini diharapkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dapat merata. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa Arab dengan materi ta’aruf, akan membutuhkan waktu yang sangat banyak jika praktik dilakukan satu-persatu di depan kelas, tetapi jika menggunakan strategi ini penggunaan waktu akan dapat diefisienkan. Langkah-langkahnya adalah:
Tentukan topik yang akan dipelajari, misalnya ta’aruf tentang identitas diri atau menjelaskan tentang hal tertentu.
Ajaklah seluruh siswa untuk terlebih dahulu menentukan dan menyepakati unsur-unsur atau hal-hal apa saja yang harus disampaikan oleh siswa. Misalnya dalam materi ta’aruf yang harus diungkapkan adalah; nama, umur, alamat, hobi, cita-cita dan seterusnya.
Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok kecil, misalnya 2 sampai 5 orang.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan ta’aruf dalam kelompoknya secara bergantian.
Setelah proses dalam kelompok selesai, mintalah masing-masing siswa atau beberapa siswa yang mewakili kelompok tersebut untuk menyampaikan hasilnya (berta’aruf) di depan kelas.
Berikan klarifikasi terhadap hasil yang dipresentasikan oleh masing-masing siswa.
4. Strategi 4 (Gallery Session/Poster Session)
Strategi ini biasa disebut dengan strategi Gallery Session/Poster Session. Penggunaan strategi ini diantaranya ditujukan untuk melatih kemampuan siswa dalam memahami isi sebuah bacaan kemudian mampu untuk memvisualisasikannya dalam bentuk gambar. Dari gambar tersebut diharapkan semua siswa dapat menghafal isi bacaan secara lebih mudah dan ingatan siswa terhadap isi bacaan tersebut dapat bertahan lebih lama. Langkah-langkahnya adalah:
Tentukan topik-topik bahasan dan bacaan yang akan dipelajari.
Bagilah siswa dalam beberapa kelompok kemudian masing-masing kelompok diberi teks/bacaan dengan topik yang berbeda.
Mintalah seluruh siswa dalam masing-masing kelompok untuk membaca dan memahami teks tersebut bersama-sama.
Mintalah masing-masing kelompok untuk menuangkan isi bacaan tersebut dalam bentuk gambar (visualisasi). Dalam hal ini, bentuk dan unsur-unsur yang ada dalam gambar diharapkan dapat mewakili pokok-pokok pikiran yang ada dalam bacaan tersebut.
Mintalah masing-masing kelompok untuk menempelkan gambarnya pada galery yang telah disediakan. Jika papan galeri tidak tersedia, dapat juga ditempelkan di papan pengumuman atau di dinding sekolah baik di dalam maupun di luar kelas.
Mintalah masing-masing kelompok untuk menunjuk seorang penjaga pada galery. Tugas dari penjaga galery ini adalah memberikan penjelasan kepada para pengunjung yang mempertanyakan isi atau maksud dari gambar yang dipamerkan.
Mintalah semua mahasiswa (yang tidak bertugas sebagai penjaga galery) untuk berkeliling ke masing-masing galery dan bertanya kepada masing-masing penjaga tentang gambar yang dipajang dengan bahasa Arab.
Setiap penjaga harus menjelaskan maksud dari gambar tersebut dalam bahasa Arab.
Setelah waktu yang ditentukan habis, mintalah semua siswa untuk kembali ke kelas.
Berikan komentar dan klarifikasi terhadap keseluruhan proses yang telah dilakukan, termasuk isi dari masing-masing bacaan yang telah dipelajari.
Di samping beberapa strategi tersebut, pembelajaran kalam juga dapat dikembangkan secara kreatif dan lebih banyak mengaktifkan siswa dengan menggunakan berbagai media
dan permainan bahasa. Bentuk-bentuk permainan bahasa tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan media pembelajaran bahasa Arab.
C. Strategi Pembelajaran Qira’ah
Pembelajaran qira’ah (membaca) seringkali disebut dengan pelajaran muthala’ah (menela’ah). Keduanya memang sama-sama belajar yang berbasis bacaan. Namun demikian, kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Qira’ah dapat diartikan sebagai pelajaran membaca, sedangkan muthala’ah lebih menekankan pada aspek analisis dan pemahaman terhadap apa yang dibaca. Karena keduanya memiliki perbedaan penekanan, maka dalam pemilihan metode atau strategi pembelajarannya pun tentu akan terdapat perbedaan. Kedua istilah tersebut juga dapat dipahami sebagai proses, artinya bahwa ketrampilan membaca itu meliputi latihan membaca dengan benar sampai dengan taraf kemampuan memahami dan menganalisis isi bacaan.
Beberapa strategi pembelajaran aktif berikut dapat dipertimbangkan oleh pengajar dalam mengajarkan materi qira’ah atau muthala’ah.
1. Strategi 1 (Empty Outline)
Tujuan dari strategi ini biasanya digunakan untuk melatih kemampuan siswa dalam menuangkan isi dari yang dibaca ke dalam bentuk tabel. Isi dari tabel tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan pembelajarannya. Misalnya dalam pelajaran qira’ah tujuannya adalah agar siswa dapat menemukan sejumlah kata benda (isim) dan kata kerja (fi’il) yang ada dalam bacaan. Untuk kebutuhan tersebut, maka tabel yang dibuat harus minimal terdiri atas dua kolom yang berisi deretan isim dan fi’il. Adapun jumlah barisnya tergantung dari jumlah kata maksimal yang dapat ditemukan atau jumlah minimal yang harus ditemukan dari bacaan tersebut. Strategi ini dapat digabungkan dengan teknik The Power of Two. Langkah-langkahnya adalah:
Pilihlah bacaan sesuai dengan topik pembahasan yang telah ditentukan.
Siapkan format tabel yang akan ditugaskan kepada para siswa untuk mengisinya.
Bagikan bacaan tersebut pada masing-masing siswa, kemudian tugaskan mereka untuk membacanya dengan seksama.
Mintalah para siswa untuk mengisi tabel yang telah dipersiapkan.
Mintalah para siswa untuk bergabung dua-dua (dengan teman di sebelahnya) kemudian mendiskusikan hasil kerja mereka masing-masing.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan (presentasi) hasil pekerjaan mereka setelah didiskusikan.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa tersebut agar tidak terjadi kesalahan.
Contoh tabel yang digunakan adalah:
Isim Fi’il
2. Strategi 2 (Analysis)
Tujuan dari penggunaan strategi ini diantaranya adalah untuk melatih siswa dalam memahami isi bacaan dengan cara menemukan ide utama dan ide-ide pendukungnya. Proses penemuannya dapat dimulai secara individual kemudian dilakukan diskusi dalam kelompok sebelum akhirnya dipresentasikan. Strategi ini disamping melatih ketajaman analisis terhadap isi bacaan juga dapat melatih untuk menemukan alur pikir dari penulisnya. Langkah-langkahnya adalah:
Bagikan teks/bacaan kepada masing-masing siswa.
Mintalah semua siswa untuk membaca teks tersebut dengan seksama.
Mintalah masing-masing siswa untuk menentukan (menuliskan) ide utama dan pendukung secara individu.
Mintalah siswa untuk berkelompok dan mendiskusikan hasil masing-masing.
Mintalah beberapa siswa untuk menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas mewakili kelompoknya.
Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa tersebut agar pemahaman terhadap bacaan semakin baik.
3. Strategi 3 (Snow Bolling)
Strategi ini sangat umum digunakan baik dalam pembelajaran bahasa maupun lainnya. Nama strategi ini biasa disebut snow bolling. Pada praktekknya, strategi ini hampir sama dengan the power of two atau small group presentation. Yang membedakan hanyalah prosesnya, dimana snow bolling berjalan melalui beberapa tahap tergantung banyak sedikitnya jumlah siswa yang ada. Strategi ini cukup efektif digunakan apabila jumlah kelasnya tidak terlalu besar, dan dimaksudkan agar masing-masing siswa mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya dari teman mereka yang lain. Langkah-langkahnya adalah:
Bagikan teks kepada masing-masing siswa.
Mintalah masing-masing siswa untuk membaca teks tersebut.
Mintalah masing-masing siswa untuk menentukan ide utama dan pendukung secara individu.
Mintalah siswa untuk berkelompok dua-dua dan mendiskusikan hasil kerja masing-masing.
Gabungkanlah setiap dua kelompok menjadi satu (menjadi empat orang) untuk mendiskusikan hasil masing-masing.
Gabungkanlah setiap dua kelompok menjadi satu (menjadi delapan orang) untuk mendiskusikan hasil masing-masing. Begitu seterusnya sampai menjadi kelompok paling besar (satu kelas) atau dengan jumlah tertentu yang dianggap cukup.
Mintalah siswa untuk menyampaikan (presentasi) hasilnya di depan kelas.
Berikan klarifikasi terhadap hasil yang telah dirumuskan oleh siswa tersebut.
4. Strategi 4 (Broken Square/Text)
Penggunaan dari strategi ini adalah untuk merangkaikan kembali bacaan yang sebelumnya telah dipotong-potong. Strategi ini dapat diterapkan untuk melatih siswa dalam menyusun sebuah naskah yang sistematis. Siswa juga dilatih untuk memahami isi bacaan tidak hanya secara global, tetapi sampai pada bagian-bagian yang paling kecil sampai akhirnya dapat menyusun kembali bacaan tersebut secara runtut. Secara teknis, strategi ini dapat dipraktikkan untuk mengurutkan kalimat-kalimat dalam satu alinea, atau mengurutkan beberapa alinea dalam satu bacaan lengkap. Biasanya strategi ini diterapkan pada naskah yang berisi sebuah cerita/kisah. Langkah-langkahnya adalah:
Siapkan sebuah naskah cerita yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian.
Bagilah siswa ke dalam beberapa kelompok kecil.
Berilah teks/potongan-potongan tersebut pada masing-masing kelompok.
Mintalah semua siswa membaca teks secara bergantian dalam kelompoknya masing-masing.
Mintalah semua siswa untuk memahami potongan-potongan kalimat tersebut dalam kelompoknya.
Mintalah siswa untuk mengurutkan potongan-potongan teks tersebut.
Setelah kerja kelompok selesai, mintalah masing-masing kelompok menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya di depan kelas.
Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut sehingga terjadi kesamaan pemahaman terhadap materi yang diajarkan.
5. Strategi 5 (Index Card Match)
Strategi ini biasanya digunakan untuk mengajarkan kata-kata atau kalimat dengan pasangannya. Misalnya kata dengan artinya, atau soal dengan jawabannya, dan sebagainya. Dalam pembelajaran qira’ah dapat juga diterapkan untuk melakukan evaluasi terhadap pemahaman siswa pada isi bacaan dengan membuat kartu-kartu soal dan jawabannya. Langkah-langkahnya adalah:
Siapkan kartu berpasangan (soal dan jawabnya) lalu diacak.
Bagikan kartu tersebut kepada semua siswa dan mintalah mereka memahami artinya.
Mintalah semua siswa untuk mencari pasangannya masing-masing dengan tanpa bersuara.
Setelah menemukan pasangannya, mintalah siswa berkelompok dengan pasangannya masing-masing.
Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya di depan kelas.
Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut.
D. Stretegi Pembelajaran Kitabah
Kitabah seringkali disebut juga dengan insya’. Kedua istilah tersebut sama-sama digunakan untuk menunjukkan ketrampilan berbahasa dalam bentuk tulisan. Pembelajaran kitabah, sebagaimana ketrampilan yang lain juga memiliki tingkatan. Ketrampilan menulis yang paling mendasar adalah ketrampilan menuliskan huruf-huruf Arab baik secara terpisah maupun bersambung. Setelah kemampuan ini dikuasai, barulah dapat ditingkatkan pada kemampuan menyusun kalimat, menyusun paragrap, sampai akhirnya dapat membuat sebuah artikel, atau tulisan secara utuh. Dalam tulisan ini strategi pembelajaran kitabah lebih diarahkan pada siswa yang telah menguasai kaidah-kaidah menulis huruf Arab dan mengenal cukup banyak kosa kata bahasa Arab. Beberapa strategi yang dapat digunakan antara lain;
1. Strategi 1 (Al-Insya’ min ash-Shuwar)
Strategi ini berupaya untuk melatih siswa dalam menulis sebuah kalimat atau mengarang dengan mendasarkan pada sebuah gambar. Langkah-langkahnya adalah:
Tampilkan sebuah gambar di depan kelas, misalnya sebuah gambar pemandangan, gambar perilaku keseharian dan sebagainya.
Mintalah masing-masing siswa menyebutkan sebuah nama dengan bahasa Arab yang ada dalam gambar tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya mufradat.
Mintalah masing-masing siswa untuk menuliskan sebuah kalimat dari kata-kata tersebut. Jika proses ini berjalan lancar barulah dapat dilanjutkan pada proses berikutnya (menulis cerita). Tetapi jika tahap ini belum berjalan dengan baik, sebaiknya jangan dulu melangkah ke bentuk cerita.
Mintalah masing-masing siswa untuk menuliskan beberapa kalimat yang menceritakan tentang gambar tersebut.
Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (jika dibutuhkan dapat dilakukan proses snow bolling atau power of two).
Berikan komentar dan evaluasi terhadap hasil kerja masing-masing siswa tersebut.
2. Strategi 2 (Guided Composition)
Strategi ini dalam bahasa Arabnya disebut الموجه Tujuan dari strategi ini adalah .اإلنشاءuntuk memberikan latihan kepada siswa dalam membuat kalimat mulai dari kalimat yang paling sederhana (singkat). Proses penyusunan kalimat tersebut didasarkan pada penentuan kata-kata kunci dan mengembangkannya dalam bentuk kalimat. Langkah-langkahnya adalah:
Tentukan satu kata kunci.
Mintalah masing-masing siswa untuk membuat 2 kalimat dari kata tersebut.
Mintalah masing-masing siswa untuk menggabungkan 2 kalimat tersebut tanpa merubah isinya. Penggabungan ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, misalnya dengan menggunakan huruf ‘athaf.
Mintalah masing-masing siswa untuk menggabungkan 2 kalimat tersebut dengan merubah posisi/urutannya. Dalam tahap ini kalimat pertama dapat saja dicampur dengan kalimat kedua sehingga memberikan arti yang berbeda dari sebelumnya.
Mintalah masing-masing siswa untuk menggabungkan 2 kalimat tersebut dengan menambahkan 1 atau 2 kata baru. Dalam tahap ini tidak menutup kemungkinan merubah arti dari kalimat tersebut.
Mintalah masing-masing siswa untuk membuat 1 kalimat baru yang mendukung kalimat sebelumnya.
Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi) secara bergantian.
Berilah kesempatan kepada siswa lain untuk memberi komentar/koreksi.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja masing-masing siswa.
Jika jumlah siswa yang ada terlalu banyak, dapat juga dilakukan proses small group discussion atau power of two untuk melakukan presentasi dari hasil kerja masing-masing.
3. Strategi 2 (Paragraph Building)
Strategi ini biasanya digunakan untuk pembelajaran dengan tujuan melatih ketrampilan siswa untuk mengembangkan ide. Prosesnya dimulai dari sebuah topik, kemudian dijabarkan dalam beberapa kalimat yang akhirnya menjadi beberapa paragrap. Strategi ini sangat membantu untuk melatih siswa dalam menulis karya tulis ilmiah. Langkah-langkahnya adalah:
Berikanlah introduction yang menjelaskan secara umum tentang sesuatu yang terkait dengan bentuk-bentuk kalimat dan paragrap.
Tentukan sebuah topik, kemudian dari topik tersebut buatlah sebuah kalimat atau statemen (thesis statement) yang disepakati seluruh siswa.
Mintalah masing-masing siswa untuk membuat kalimat tentang topik tersebut sebanyak 7 kalimat. Tahap ini diharapkan siswa menuliskan kalimat-kalimat yang berbeda dan merupakan ide-ide utama (main ideas) dari topik tersebut.
Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengoreksi tulisannya masing-masing.
Mintalah masing-masing siswa untuk saling mengoreksi tulisan teman disampingnya.
Mintalah masing-masing siswa untuk membuat beberapa kalimat pendukung (supporting detail) dari masing-masing kalimat tersebut yang kemudian membentuk sebuah paragrap. Jika ini dilakukan, maka akan terbentuk 7 buah paragrap.
Mintalah masing-masing siswa untuk membacakan hasilnya (presentasi) di depan kelas. Jika dirasa perlu, dapat kembali diberi kesempatan untuk saling mengoreksi sebelum dipresentasikan.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa sehingga beberapa kesalahan yang ada dapat dibenarkan.
E. Strategi Pembelajaran Qawa’id
Pembelajaran qawa’id dalam beberapa lembaga pendidikan seringkali dipisahkan menjadi dua, yaitu pembelajaran nahwu dan sharaf. Keduanya memiliki karakteristik materi yang berbeda. Dengan demikian, jika keduanya berdiri sendiri, maka strategi pembelajarannya tentu akan berbeda pula. Dalam tulisan ini, pembelajaran qawa’id yang ditawarkan tidak memisahkan antara nahwu dan sharaf, artinya materi yang disampaikan mencakup kedua ketrampilan tersebut. Di samping itu strategi pembelajaran qawa’id di sini lebih menekankan pada qawa’id tathbiqiyah (terapan). Beberapa strategi yang dapat digunakan adalah:
1. Strategi 1 (The Power of Two)
Strategi ini menggunakan pendekatan kerjasama antara dua orang yang biasa disebut dengan the power of two. Pada dasarnya strategi ini dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai macam ketrampilan bahasa termasuk pembelajaran qawaid. Sebagai contoh, tujuan yang ingin dicapai adalah siswa mampu membedakan antara isim, fi’il, dan huruf. Langkah-langkahnya adalah:
Siapkan kertas latihan. Model yang digunakan dapat berupa bacaan yang di dalamnya terdapat kata-kata yang ingin dipelajari. Latihan juga dapat berupa daftar kata-kata yang merupakan campuran dari ketiga jenis kata tersebut.
Mintalah masing-masing siswa untuk mengerjakan latihan tersebut (misalnya melakukan kategorisasi terhadap tiga macam kata tersebut).
Mintalah siswa untuk berkelompok dua-dua dan mendiskusikan hasil kerja masing-masing.
Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan (presentasi) hasil kerja mereka.
Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut agar tidak terjadi kesalahan.
2. Strategi 2 (Small Group Presentation)
Secara prinsip, langkah-langkah strategi ini sama dengan yang sudah dijelaskan di atas. Strategi ini dapat digunakan untuk mengajarkan ketrampilan qawa’id. Misalnya untuk latihan menyusun kalimat dengan bentuk yang sudah ditentukan, seperti membuat jumlah ismiyah atau jumlah fi’liyah. Langkah-langkahnya adalah:
Siapkan kertas yang berisi potongan-potongan kata. Misalnya berisi kata benda (untuk membuat jumlah ismiyah) atau kata kerja (untuk membuat jumlah fi’liyah).
Bagilah siswa dalam kelompok-kelompok kecil (3-5 orang).
Mintalah masing-masing kelompok menuliskan kalimat yang disusun dari kata-kata tersebut.
Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas.
Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
Berikan klarifikasi terhadap kerja kelompok tersebut dengan memberikan tambahan penjelasan tentang struktur kalimat yang telah mereka pelajari.
3. Strategi 3 (Chart Short)
Sesuai dengan namanya, strategi ini menggunakan media kartu (kertas yang dipotong-potong). Ukuran dari kartu tersebut dapat disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menyusun kartu-kartu tersebut sesuai dengan isinya. Model ini juga dapat digunakan untuk melakukan analisis kalimat dari segi strukturnya. Contoh berikut adalah untuk menganalisis kalimat. Langkah-langkahnya adalah:
1. Siapkan kertas yang telah ditulisan dengan kalimat dengan struktur yang berbeda-beda. Dalam hal ini sebaiknya diusahakan agar kalimat yang memiliki struktur sama dituliskan lebih dari satu kartu agar siswa dapat berkelompok sesuai dengan jenis kartunya.
2. Bagikan kartu-kartu tersebut kepada para siswa secara acak.
3. Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan kategori kalimat yang ada dalam kartu masing-masing.
4. Mintalah masing-masing kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang serupa tersebut dalam kertas plano/transparansi.
5. Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas.
6. Berikan kesempatan kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
7. Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja kelompok tersebut.
F. Strategi Pembelajaran Mufrodat
Pembelajaran mufrodat dalam pelajaran bahasa Arab di Madrasah biasanya berada di bagian awal bab. Proses pembelajaran mufrodat dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian materi lainnya, ataupun disempaikan sendiri. Apabila disampaikan sendiri, maka dapat digunakan beberapa alternatif strategi, yaitu:
1. Strategi 1 (Puzzle)
Strategi ini menggunakan pendekatan permainan sebagaimana layaknya teka-teki silang (TTS). Fokusnya adalah pada penguasaan kosa-kata sebanyak mungkin. Semakin banyak perbendaharaan kosa kata yang dimiliki siswa, memungkinkan sebakin banyak hasil yang diperolehnya. Langkah-langkahnya adalah:
Buatlah tabel berisi huruf-huruf dengan beberapa kata kunci.
Bagikan kertas berisi tabel tersebut kepada para siswa.
Mintalah siswa untuk menemukan mufrodat sebanyak-banyaknya dari tabel tersebut (dapat mendatar, menurun, maupun diagonal dan sebaliknya)
Mintalah masing-masing untuk menyampaikan hasilnya (presentasi)
Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil para siswa tersebut.
Contoh puzzle adalah sebagai berikut:
ت د ل ب ان م ر غ حم ث ن ر دي س ص ة ْالخ و ب ص ل
2. Strategi 1 (Scrible)
Strategi ini hampir sama dengan puzzle, akan tetapi cara penggunaannya yang berbeda. Jika puzzle siswa diajak untuk mencari kosa-kata, maka pada scrible ini siswa diajak untuk menemukan kosa-kata baru yang dikembangkan dari huruf-huruf yang sudah ada sebelumnya. Langkah-langkahnya adalah:
Buatlah tabel berisi huruf-huruf dengan beberapa kata kunci, dan kosongkan bagian yang lain.
Bagikan kertas berisi tabel tersebut kepada para siswa.
Mintalah siswa untuk membuat kosa-kata (mufrodat) baru dengan mengaitkan kosa-kata baru tersebut pada kosa kata yang sudah ada, sehingga salah satu atau beberapa hurufnya menggunakan huruf yang sudah ada.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan hasilnya (presentasi).
Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil para siswa tersebut.
Contoh scrible adalah sebagai berikut:
أن م ز
V - Strategi Pembelajaran Bahasa Arab - STRATEGI PEMBELAJARAN ISTIMA' 4/20/2013 12:02:00 PM |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu membutuhkan ilmu pengetahuan
untuk mereka terapkan dalam kehidupan mereka baik dalam lingkup keluarga,
maupun di masyarakat. Setiap manusia selalu beinteaksi dengan orang lain, yang di
dalamnya terdapat inteaksi seperti percakapan keseharian, berdiskusi dengan
teman, ataupun mendengakan berita lewat media infomasi seperti televisi maupun
radio.
Dari sinilah manusia tidak terlepas dari kegiatan menyimak, karena pada saat
mereka bercakap-cakap degan oran lain, maupun ketika sedang mendengarkan
berita lewat media infomasi, mereka selalu berkaitan dengan kegiatan menyimak
yamg membutuhkan pemahaman.
Dalam pembelajaran bahasa Arab, dikenal empat keterampilan berbahasa yang
harus dipenuhi setiap pelajar bahasa, yaitu keterampilan mendengar (al-istima’),
berbicara (al-kalam), membaca (al-qira’ah), dan menulis (al-kitabah). Sementara,
asumsi yang tengah berkembang di tengah masyarakat bahwa belajar bahasa Arab
masih dianggap sulit dan rumit. Oleh karena itu, guru bahasa Arab harus mampu
menemukan metode dan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran bahasa
Arab. Dengan demikian, strategi yang ditawarkan oleh guru bahasa Arab mampu
menciptakan kondisi belajar siswa yang yang menyenangkan, sehingga tidak akan
ada lagi asumsi-asumsi di masyarakat bahwa bahasa Arab sulit dipelajari dan
dipahami.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangasih berarti pada
dunia pendidikan secara umum dan dapat membantu menjawab masalah-masalah
yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa Arab (al-istima’) pada khususnya.
Untuk itu, ikuti pembahasan lebih lanjut berikut ini!
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengerian Istima’ ?
2. Apa saja model-model pembelajaran Istima’ ?
3. Apa saja tahapan dalam pembelajaran Istima’ ?
4. Apa saja prinsip-prinsip dalam pembelajaran Istima’ ?
5. Apa saja strategi pembelajaran Istima’ ?
6. Apa saja prosedur guru dalam pembelajaran istima’ ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengerian Istima’
2. Untuk mengetahui model-model pembelajaran Istima’
3. Untuk mengetahui tahapan dalam pembelajaran Istima’
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam pembelajaran Istima’
5. Untuk mengetahui strategi pembelajaran Istima’
6. Untuk mengetahui prosedur guru dalam pembelajaran istima’
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Istima’
Istima’ secara bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti mendengakan atau
menyimak. Istima’ secara istilah adalah Sarana yang pertama yang digunakan
manusia untuk berhubungan dengan sesama manusia dalam tahapan-tahapan
tetentu, melalui menyimak kita mengenal mufrodat, bentuk-bentuk jumlah dan
tarakib.5[1]
Menyimak menggunakan indra pendengaran, namun bukan berarti saat
mendengar seseorang sudah dikatakan sedang menyimak. Sesungguhnya proses
menyimak tidak sekadar mendengar, tetapi lebih dari itu, yaitu mendengar dengan
memusatkan perhatian kepada objek yang disimak. Proses menyimak merupakan
kegiatan mendengarkan yang disengaja dalam rangka mencapai maksud-maksud
tertentu. Maksud-maksud tersebut misalnya, untuk tujuan belajar, mengapresiasi
sebuah karya, mendapatkan informasi khusus, memecahkan masalah, atau untuk
memahami aspekaspek sebuah bahasa.6[2]
2.2 Model Pembelajaran Istima’
Prinsip penganjaran bahasa harus dimulai dengan mengajarkan aspek-aspek
pendengaran dan pengucapan dalam pembaca dan penulis. Strategi pembelajaran
ketrampilan menyimak berkembang terutama dalam pengajaran bahasa asing.
Munculnya teknologi perekaman seperti kaset, compact disk (CD), video dan lain-
lain, bertujuan meningkatkan kemajuan dalam proses pembelajaran terutama
dalam memberikan materi bahan ajar menyimak.
Menyimak atau mendengar merupakan satu pengalaman belajar yang amat
penting bagi para siswa yang seyogyanya mendapat perhatian sungguh-sungguh
5 [1] MyNiceSpace.com, makruf, Imam, Bahan Ajar : strategi Pembelajaran Aktif. Diakses pada: 20 September 2012 pukul: 20.25 WIB
6 [2] Gulo, W. 2002. Strategi Belajar – Mengajar. Jakarta : Grasindo
dari pengajar bahasa. Ketermpilan menyimak atau mendengar dapat dicapai
dengan latihan terus menerus dalam mendengarkan perbedaan-perbedaan bunyi
bahasa (fonem) sesuai dengan makhorijul huruf.
Secara umum tujuan latihan menyimak adalah agar siswa dapat memahami
ujaran dalam bahasa arab, baik dalam bahasa sehari-hari maupun bahasa yang
digunakan dalam kegiatan resmi.
Unsur yang sangat fundamental dalam interaksi sesama manusia adalah
ketrampilan untuk memahami apa yang dikatakan atau diucapkan oleh orang lain.
Dalam kehidupan berbahasa sehari-hari sering kita jumpai pendengar yang kurang
terampil, baik dalam bahasa ibu atau bahasa kedua.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa ketrampilan menyimak tidak perlu dilatih
secara khusus, karena hal itu akan terbiasa sendirinya sebagaimana halnya belajar
berjalan dan berbicara pada waktu masih balita. Macam-macam menyimak terdapat
dua bagian pertama menyimak untuk keperluan pengulangan (drill), kedua
menyimak untuk keperluan memahami teks.
Dalam pembelajaran menyimak terdapat berbagai macam model strategiyang
dapat digunakan oleh seorang guru, yaitu:7[3]
a. Model saling kerjasama, strategi ini berguna untuk mengetahui cara yang efektif
dan berdaya hasil bagi pemahaman peserta didik secara khusus, strategi ini dapat
memberi kesempatan kepada perserta didik untuk saling berbagi hasil belajar dari
materi yang sama dengan cara berbeda, dengan membandingkan catatan hasil
belajar.
Langkah-langkahnya:
1. Peserta dibagi menjadi dua kelompok dalam dua tempat yang berbeda.
2. Guru membacakan dan menjelaskan teks yang diajakan dengan cara yang
berbeda. Pada kelompok pertama guru menjelaskan sesuai dengan isi teks,
sedangkan pada kelompok kedua guru menjelaskan dengan menggunakan bahasa
sendiri yaitu dengan metode ceramah.
7 [3] Mustofa, Syaiful. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif. Hal:123-125
3. Setelah selesai guru meminta pada peserta didik untuk berkumpul dan masing-
masing peserta didik di perintah berpasangan dengan kelompok yang berbeda.
4. Masing-masing pasangan diminta untuk menggabungkan hasil belajar dan mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan seputar isi teks.
b. Menyimpulkan, strategi ini dapat menguji kemampuan menyimak peserta didik
terhadap isi cerita. Jawaban peserta didik terhadap pertanyaan seperti:
من فعل، لماذا، كيف، اين، متى، لمن، ماذا فعل
Yang kemudian disintetiskan kedalam satu kalimat singkat, padat dan jelas
sehingga dapat menumbuhkan proses berfikir kreatif, kritis terhadap topik yang
diberikan.
Langkah-langkah adalah sebagai berikut :
1. Memilih satu topik pembelajaran yang belum pernah di pelajari.
2. Guru menjelaskan aturan main yang harus dikerjakan peserta didik. Dimana
peserta didik diminta mencatat hal-hal yang berkaitan dengan jawaban beberapa
pertanyaan berikut :
من فعل، لماذا، كيف، اين، متى، لمن، ماذا فعل
3. Kemudian guru menjelaskan satu topik bahasan dan peserta didik menyimaknya.
4. Pada saat menyimak, peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan yang telah
dicatat dan menggabungkan jawaban dari pertanyaan tersebut dalam satu kalimat.
5. Kemudian guru menyediakan waktu yang cukup bagi peserta didik untuk
menganalisis dan merangkum pertanyaan tersebut menjadi satu kalimat ringkasan.
6. Mengembalikan hasil evaluasi siswa, sambil terus memberi motivasi bagi yang
belum benar jawabannya.
c. Saling bergantian, strategi ini dapat mengiringi siswa untuk tetap konsentrasi dan
terfokus pada materi yang sedang disampaikan.
Langkah-langkahnya :
1. Peserta didik dibagi menjadi tiga kelompok, setiap kelompok memiliki tugas yang
berbeda yaitu, sebagai penanya, penentang, dan pendukung.
2. Guru menyampaikan satu topik yang kontroversial.
3. Pada saat mendengarkan teks, masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya,
yaitu tugas penanya bertugas membuat pertanyaan yang berkaitan dengan teks
yang dibicarakan oleh guru, sedangkan kelomok penentang mencoba membuat
suatu argumentasi yang menafikan diskurkus yang dibahas, dan para pendukung
melakukan sebaliknya yaitu menyusun argumentasi yang menguatkan diskurkus
yang sedang dibahas.
4. Memberi waktu yang cukup pada peserta didik untuk bekerja tiga kelompok yang
saling berhadapan.
5. Mintalah masing-masing peserta didik menyampaikan hasil dari tugas mereka,
sambil terus mengevaluasi dan mengarahkan tema pembahasan.
d. Menyimak dengan lagu, strategi ini membantu siswa untuk selalu tanggap dengan
cermat, dan tepat dalam memahami serta memaknai syair yang dinyanyikan.
Langkah-langkahnya :
1. Tahap persiapan, menyediakan kaset lagu berbahasa arab fusha, tape recorder
dan kisi-kisi yang berupa syair lagu yang tidak lengkap.
2. Tahap pelaksanaan, membagikan kisi-kisi berupa syair lagu. Diputar dan siswa
diminta melengkapi kisi-kisi berupa syair lagu yang tidak lengkap.
3. Tahap pemantapan, memutar lagu sekali lagi, namun kali ini tiap bait atau baris
bergantung kemampuan menyimak peserta didik. Setiap selesai satu baris lagu
dinyanyikan, tape recorder dimatikan. Kemudian setiap siswa ditanya isi dari kisi-
kisi yang kosong dimaksud, kemudian melakukan evaluasibersama dengan peserta
didik.
4. Membahas tema dan isi lagu, sambil juga membenarkan cara penulisan siswa.
e. Model informasi, strategi ini berfokus untuk tetap utuh meskipun dalam rentang
waktu yang cukup lama. Peserta didik dapat menyimak dengan seksama sebuah
informasi sambil mendalami keruntutan bahasanya dan isi yang terkandung
didalamnya.
Langkah-langkahnya :
1. Menyiapkan tape recorder yang berisi berita, pidato atau informasi lainnya yang
berbahasa arab fusha.
2. Memutarkan kaset yang berisi berita dengan cermat dan meminta peserta didik
untuk mendengarkannya dan mencatat poin-poin yang ada dalam berita tersebut.
3. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan tiap kelompok memperoleh
tugas menulis isi berita dan mendiskusikannya.
4. Peserta didik siminta untuk mempresentasikan hasilnya.
5. Kaset diputar kembali dan melakukan evaluasi bersama-sama.
6. Kemudian membahas tema dan isi kaset, sambil juga membenarkan cara penulisan
yang telah dilakukan oleh peserta didik.
f. Model problematika, strategi ini digunakan untuk meningkatkan rasa empati
peserta didik pada sesama. Siswa menyimak problem yang sedang terjadi dengan
seksama, dapat memahami keluh kesah yang ada, kemudian memberi solusi.
Langkah-langkahnya :
1. Peserta didik diminta untuk berpasangan.
2. Peserta didik diminta untuk menyampaikan problem atau keluh kesah yang
dihadapi kepada pasangannya masing-masing.
3. Secara bergantian mereka diminta untuk menyimak solusi dari pasangannya.
4. Hasil penulisan ditukar dengan peserta didik yang lain melalui sistem cross check.
5. Peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasilnya.
2.3 Tahapan-tahapan Latihan Istima’
Adapun tahapnan-tahapan yang dapat dilakukan dalam latihan istima’ adalah
sebagai berikut:8[4]
1. Latihan pengenalan (identifikasi)
Kemahiran menyimak (istima’) pada tahap pertama bertujuan agar siswa dapat
mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa Arab secara tepat. Latihan pengenalan ini
sangat penting karena sistem tata bunyi bahasa Arab banyak berbeda dengan
bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang dikenal oleh siswa. Satu keuntungan
bagi guru bahasa Arab bahwa umumnya anak-anak Indonesia khususnya yang
muslim telah mengenal bunyi-bunyi bahasa Arab sejak masa kanak-kanak, dengan
adanya pelajaran membaca Al-Quran dan shalat. Namun ini tidak mengurangi
pentingnya latihan tersebut, karena ternyata pengenalan mereka itu belum tuntas.
Ada bunyi bahasa Arab yang sama dengan bunyi bahasa pelajar, ada yang mirip
dan ada yang sama sekali tidak dikenal (asing). Berdasarkan kenyataan ini, guru
harus memberikan perhatian khusus kepada bunyi-bunyi yang mirip dan yang asing
sama sekali bagi pelajar.
Penyajian pelajaran menyimak bisa langsung oleh guru secara Usan, akan tetapi
lebih baik kalau guru bisa memakai pita ekaman dengan tape recorder atau di
8 [4] Effendy, Ahmad Fuad. Metode Pengajaran Bahasa Arab. Hal: 129-134
laboratorium bahasa. Rekaman ini penting karena siswa akan mendengarkan
model-model ucapan yang benar-benar akurat, langsung dari penutur asli bahasa
Arab. Dengan pemakaian pita rekaman ini, guru akan terhindar dari kelelahan dan
juga dari kemungkinan kesalahan atau kekurangtepatan dalam ucapan, hal mana
kalau sampai terjadi akan mengakibatkan kesalahan ‘turun menurun'.
Latihan mengenal (identifikasi) ini bisa berupa latihan dengar untuk
membedakan (discrimination exercises) pengan teknik mengontraskan pasangan-
pasangan ucapan yang hampir sama. Misalnya: Guru mengucapkan atau
memutarkan rekaman, pelajar diminta menebak, apakah yang didengarnya itu
bunyi A atau B
Contoh
A : أليم
B : عليم
Memperdengarkan satu set yang terdiri dari 4 - 5 kata atau frasa, sebagian
mengandung bunyi bahasa yang ingin dilatihkan. Murid diminta mengidentifikasi
dengan menyebut nomor kata-kata yang mengandung bunyi tersebut.
Misalnya, untuk mengidentifikasi bunyi (ق) guru memperdengarkan:
مقع������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������د.1
�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ول.2 مقب
مكتب.3
Murid merespons dengan menyebutkan angka: satu, dua tiga.
Variasi lain ialah, murid diminta mengidentifikasi apakah pasangan kata yang
diperdengarkan oleh guru, fonem pertamanya sama atau berbeda. Misalnya:
Guru / Rekaman Murid
S جبين–جميل
S زميل–جمبل
TS شيمة–صيام
S مسجد–مسرح
TS مشكاة–مصباح
Respons siswa bisa dinyatakan dengan berbagai cara :
bisa secara Lisan, segera setelah model selesai diperdengarkan, baik individual
maupun klasikal;
bisa dengan isyarat jari, misalnya untuk menyatakan angka sati dua atau tiga dan
seterusnya,
bisa secara tertulis; untuk kemudian diperiksa oleh guru.
2. Latihan mendengarkan dan menirukan
Walaupun latihan-latihan menyimak bertujuan melatil pendengaran, tapi dalam
praktek selalu diikuti dengan latihan pengucapan dan pemahaman, bahkan yang
disebut terakhir inilah yang manjadi tujuan akhir dari latihan menyimak. Jadi setelah
siswa mengenal bunyi-bunyi bahasa Arab melalui ujaran-ujaran yang didengarnya,
ia kemudian dilatih untuk mengucapkan dan mamahami makna yang dikandung
oleh ujaran tersebut. Dengan demikian pelajaran istima’ sekaligus melatih
kemampuan reseptif dan produktif.
Dalam tahap permulaan, siswa dilatih untuk mendengarkan dan menirukan.
Kegiatan ini dilakukan oleh guru, ketika memperkenajkan kata-kata atau pola
kalimat yang baru, atau dalam waktu yang sengaja dikhususkan untuk latihan
menyimak. Latihan menirukan ini difokuskan pada bunyi-bunyi bahasa yang asing
bagi siswa, juga pada pengucapan vokal panjang dan pendek, bertasydid dan tidak
bertasydid, yang tidak dikenal dalam bahasa Indonesia.
Beberapa contoh:
Latihan pengucapan bunyi ( ق )
Guru mengucapkan murid menirukan
قلم قلم
قمر قمر
Latihan pengucapan vokal bertasydid.
Guru-Siswa
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������ر- كس كس
كس�ر- كس�ر
Latihan-latihan mendengarkan dan menirukan (listen and repeat /اْالستماع والترديد )
ini akan lebih efisien dan efektif kalau dilakukan di laboratorium bahasa, sebab
berbagai teknik bisa dipraktekkan. Disamping itu latihan bisa dilakukan secara
individual dalam waktu bersamaan, dan siswa dapat membandingkan ucapannya
sendiri dengan model ucapan yang ditirunya. Pembetulan ucapan bisa dilakukan
oleh siswa secara self correction.
3. Latihan mendengarkan dan memahami
Tahap selanjutnya, setelah siswa mengenal bunyi-bunyi bahasa dan dapat
mengucapkannya, latihan menyimak bertujuan agar siswa mampu memahami
bentuk dan makna dari apa yang didengarnya itu. Latihan mendengar untuk
pemahaman ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, antara lain:
(a) latihan melihat dan mendengar (انظر واسمع)
Guru memperdengarkan materi yang sudah direkam, dan pada waktu yang sama
memperlihatkan rangkaian gambar yang mencerminkan arti dan isi materi yang
didengar oleh siswa tadi. Gambar-gambar tersebut bisa berupa film-strip, slide,
gambar dinding dan sebagainya.
(b) Latihan membaca dan mendengar (اقرأ واسمع)
Guru memperdengarkan materi bacaan yang sudah direkam dan siswa membaca
teks (dalam hati) mengikuti materi yang diperdengarkan. Pada tingkat permulaan,
perbendaharaan kata-kata yang dimiliki siswa masih terbatas. Oleh karena itu,
harus dipilihkan bahan yang pendek-pendek, mungkin berupa percakapan sehari-
hari atau ungkapan-ungkapan sederhana yang tidak terlalu kompleks.
(c) Latihan mendengarkan dan memeragakan ( ل� (اقرأ ومّث
Dalam latihan ini, siswa diminta melakukan gerakan atau tindakan non verbal
sebagai jawaban terhadap stimulus yang diperdengarkan oleh guru. Kegiatan ini
tidak terbatas pada ungkapan sehari-hari digunakan oleh guru dalam kelas seperti:
اقرأ – أقفل الكتاب – اجلس – اكتبوا – امسح السبورة – افتح الشباك
Ketiga jenis latihan yang bam saja disebutkan, adalah latihan permulaan bagi jenis
latihan berikutnya, yakni latihan pemahaman ( فهم المسموع ) yang lebih luas.
(d) Latihan mendengarkan dan mamahami
Pada akhirnya, mendengarkan sesuatu adalah untuk memperoleh informasi.
Infofmasi itu mungkin tersurat/ekplisit, dinyatakan seeafa jelas. Tetapi mungfcin
juga tersirat/implisit, yang memerlukan pengamatan dan penilaian lebih jauh.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat, dalam arti tepat dan bermanfaat,
seorang penyimak harus pandai-pandai memilih dan mengingat hiana yang penting
dan mengabaikan apa yang tidak penting, kemudian mengambil kesimpulan.
Ini berarti bahwa menyimak adalah ketrampilan yang dapat dicapai hanya dehgan
latihan-latihan. Tujuan latihan menyimak pada tahap ini ialah agar siswa memiliki
ketrampilan memahami isi suatu teks lisan dan mampu secara kritis menangkap isi
yang dikandungnya, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Pada tahap ini, kepada siswa diperdengarkan teks lisan (dibacakan langsung oleh
guru atau melalui pita rekaman).
Mereka diminta menyimak, memahami dan kemudian menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk menguji pemahaman mereka.
2.4 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Istima’
Dalam hubungannya dengan latihan mendengarkan untuk pemahaman ini perlu
diperhatikan hal-hal berikut:9[5]
1. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian bunyi bahasa dengan susunan
nada dan tekanan penempatan persendian (juncture). Perubahan susunan unsur
bunyi dapat mengubah hubungan antarbagian kalimat atau arti kalimat secara
keseluruhan. Kita sering menjumpai kalimat tanya yang bentuk dan susuman
katanya sama dengan kalimat berita, namun berbeda karena lagu kalimat yang
dipakai Dalam pelajaran menyimak henclaknya dipupuk kemampuan siswa untuk
menafsirkan makna kalimat melalui unsur-unsur bunyi.
2. Dalam tutur pembicaraan atau dalam teks yang dilisankan, biasanya terdapat
gagasan pokok dan gagasan penunjang. Siswa hendaknya dilatih untuk dapat
membedakan gagasan pokok dari gagasan sampingan, contoh dan ilustrasi.
Misalnya dengan mengamati ungkapan petunjuk peralihan, seperti dalam bahasa
Arab:ألن, لذلك, رغم أن, ألنه dan sebagainya.
3. Dalam memilih teks lisan hendaknya guru memperhatikan hal- hal berikut:
• usia dan minat siswa
• kosakata yang dimiliki siswa
• tingkat kematangan dan kecepatan siswa dalam mengikuti teks lisan.
Prinsip pengajaran: dari yang mudah ke yang sulit, dari yang pendek ke yang
panjang, dari yang kongkrit ke yang abstrak, sebaiknya dipakai dalam hubungan ini.
4. Kecepatan yang wajar tentu merupakan tujuan akhir pelajaran menyimak ini, tetapi
untuk tahap-tahap permulaan tidak ada salahnya kalau ucapan diperlambat sedikit.
Yang diperlambat bukan ucapan kata-katanya, tapi jedahnya yang diperpanjang.
Penyajian teks lisan untuk tingkat-tingkat permulaan perlu diulang, kalau perlu
sampai tiga kali.
5. Penggunaan alat peraga banyak sekali manfatnya dan dapat membantu
mempercepat pengertian. Tapi ada kalanya alat peraga ini dengan sengaja tidak
dipakai agar siswa tidak terlalu banyak menggantungkan diri pada isyarat yang
diperolehnya dari alat peraga ini. Dengan kata lain, para siswa diharapkan
9 [5] Mustofa, Syaiful. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif. Hal: 126-127
memahami teks-teks lisan hanya dari isyarat yang diterimanya melalui gerbang
telinga saja.
6. Untuk tingkat lanjut, situasi perlu dibuat mendekati situasi sehari-hari. Gangguan-
gangguan seperti background musik atau suara orang lain yang sedang bercakap-
cakap, perlu dengan sengaja dimasukkan dalam rekaman. Hal ini tentu memersulit
usaha meinahami teks lisan yatig sedang disajikan, tapi itulah realitas dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Guru sebaiknya menuliskan kata-kata kunci sebelum pelajaran dimulai dan
menjelaskan maknanya. Tentu saja tidak semua kata baru dapat dikatakan sebagai
kata kunci dan dijelaskan kepada siswa, karena kesempatan untuk menerka arti
kata dari hubungan kalimat perlu juga diberikan kepada mereka.
8. Guru hendaknya menyampaikan kepada siswa dengan jelas apa yang harus
mereka kerjakan. Petunjuk yang jelas akan merangsang para siswa dan menambah
semangat mereka untuk berusaha memahami teks lisan yang disajikan guru.
9. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap apa yang
didengarkannya, maka setiap materi yang disajikan hendaknya dilengkapi dengan
pertanyaan-pertanyaan. Sistematika pertanyaan untuk pelajaran menyimak ini akan
diuraikan kemudian.
10. Respon atau jawaban para siswa bisa bervariasi. Untuk tingkat-tingkat permulaan,
jawaban bisa berupa: gambar-gambar, jawaban lisan dengan bahasa Indonesia.
Untuk siswa tingkat menengah atau lanjutan, jawaban dalam bentuk lisan atau
tulisan dengan bahasa Arab. Tapi perlu digarisbawahi bahwa tujuan utama bukan
hakekat jawaban itu sendiri, tetapi pengertian yang ditunjukkan siswa terhadap
teks lisan yang disajikan.
2.5 Stategi Pembelajaran Istima’
Pada umumnya, pembelajaran istima’ disampaikan dengan menggunakan media
audio. Hal ini dikarenakan untuk mendatangkan natiq ashli tidaklah mudah,
sementara itu jika dilakukan oleh guru langsung yang notabene bukan orang Arab
asli, biasanya ada perbedaan logat dengan bahasa aslinya. Media audio yang biasa
digunakan adalah tape recorder, CD, dan laboratorium bahasa. Hanya saja, jika
dilihat dari pertimbangan efisiensi, maka tape recorder dan CD merupakan pilihan
media yang cukup murah dan efektif digunakan. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan
3 macam strategi pembelajaran istima’ dengan menggunakan media audio tape
recorder atau CD.
Kemampuan istima’ itu cukup beragam dan bertingkat-tingkat. Yang paling
sederhana, istima’ dimaksudkan untuk memperdengarkan bunyi bahasa Arab
kepada siswa untuk ditirukan dan dihafalkannya. Dalam pengembangan strategi ini
lebih menitik beratkan pada aspek pemahaman dan pengungkapan kembali
terhadap apa yang sudah didengarnya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Beberapa strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran istima’ ini
adalah:10[6]
1. Strategi 1 (True or False)
Strategi ini bertujuan untuk melatih kemampuan mendengarkan bacaan dan
memahami isi bacaannya secara global. Dalam strategi ini yang dibutuhkan adalah
rekaman bacaan dan potongan-potongan teks yang terkait dengan isi bacaan
tersebut untuk dibagikan kepada siswa. Langkah-langkahnya adalah:
Bagikan potongan-potongan teks yang dilengkapi dengan alternatif jawaban benar
atau salah (B/S).
Perdengarkan bacaan atau nash lewat kaset atau CD dan para siswa ditugaskan
untuk menangkap isi bacaan secara umum.
Setelah bacaan selesai, para siswa diminta membaca pernyataan-pernyataan yang
telah dibagikan, kemudian memberikan jawaban benar atau salah terhadap
pernyataan tersebut. Jika pernyataan tersebut sesuai dengan isi bacaan yang
didengar, berarti benar, dan jika tidak sesuai maka jawabannya salah.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan jawabannya.
Perdengarkan sekali lagi kaset tersebut agar masing-masing siswa dapat
mencocokkan kembali jawaban yang telah ditulisnya.
Berikanlah klarifikasi terhadap semua jawaban tersebut agar semua siswa
mengetahui kebenaran dari jawaban mereka masing-masing.
2. Strategi 2
10[6] www.slideshare.net. Prosedur dan Tekhnik Pengajaran Aswat Dan Maharah Al-Istima/’. Diakses pada: 20 September 2012 pukul: 20.24 WIB
Strategi ini lebih menekankan pada aspek kemampuan memahami isi bacaan dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengiringi dalam setiap bacaan tersebut.
Langkah-langkahnya adalah:
Perdengarkan nash yang sudah direkam dalam kaset maupun CD.
Mintalah semua siswa untuk mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting.
Mintalah semua siswa untuk menjawab soal-soal yang disampaikan pada akhir
bacaan tersebut. Jawaban dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis.
Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan jawabannya (presentasi).
Berikan klarifikasi di akhir sessi terhadap jawaban siswa.
3. Strategi 3
Strategi ini tidak hanya menitik beratkan pada aspek kemampuan memahami isi
bacaan, tetapi juga kemampuan untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah
didengarnya dengan bahasa sendiri. Langkah-langkahnya adalah:
Perdengarkan nash yang sudah direkam dalam kaset atau CD.
Tugaskan kepada setiap siswa untuk mencatat kata-kata kuncinya (keyword) sambil
mendengarkan.
Setelah selesai, para siswa diminta untuk mengungkapkan kembali isi bacaan
tersebut dalam bentuk lisan atau tulisan.
Mintalah setiap siswa untuk menyampaikan (mempresentasikan) hasilnya secara
bergantian.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa untuk memberikan penguatan
terhadap pemahaman siswa.
2.5 Prosedur Pembelajaran Istima’
Ada beberapa petunjuk umum yang harus diperhatikan oleh seoarang guru dalam
pembelajaran istima’, yaitu sebagai berikut:11[7]
a. Contoh
Hendaknya guru menjadi contoh yang baik istima’nya.
b. Perencanaan Pelajaran
Hendaknya guru membuat rencana pelajaran istima’ dengan baik.
c. Penyajian pelajaran
11[7] Hamid, Abdul, dkk. Metode Dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Hal: 84-85
d. Variatif dalam komunikasi, tidak hanya terbatas guru dan siswa, bisa jadi antar
siswa.
e. Kejelasan ketrampilan istima’ yang hendak dicapai.
f. Memperhatikan kondisi siswa. Guru membedakan siswa yang sama sekali belum
pernah berbahasa arab dengan siswa yang sudah pernah.
g. Ucapannya jelas
h. Irama dan intonasi ketika berhenti. Guru membedakan antara bagaimana
menyampaikan materi dengan ketika dalam situasi sesungguhnya.
i. Mengembangkan kemampuan memperhatikan
j. Mengulang-ulang (tidak membatasi pengulangan)
k. Menyenangkan
l. Guru berusaha mengkondisikan siswa mengikuti pelajaran istima’
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari paparan pembahasan makalah ini, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan sebagaimana berikut:
Proses menyimak merupakan kegiatan mendengarkan yang disengaja dalam
rangka mencapai maksud-maksud tertentu. Maksud-maksud tersebut misalnya,
untuk tujuan belajar, mengapresiasi sebuah karya, mendapatkan informasi khusus,
memecahkan masalah, atau untuk memahami aspek-aspek sebuah bahasa.
Dalam model pembelajaran banyak hal yang bisa dilakukan, seperti guru dapat
mengintruksikan kepada para siswa untuk membentuk beberapa kelompok agar
para siswa dapat berdiskusi dan menyampaikan hasilnya dari masing-masing
kelompok.
Ada tiga tahapan dalam belajar istima’ yaitu tahap perkenalan, tahap
mendengarkan dan meniru, yang terakhir tahap mendengarkan dan meniru.
Prinsip dalam pembelajar yaitu, pemdengar dapat menerima informasi yang
disampaikan, siswa dapat membedakan ide pokok dan gagasan, pemilihan teks
yang sesuai, kecepatan speaker harus diperhatikan, alat peraga hendaknya
disiapkan sebagai penunjang media pembelajaran, menyesuaikan dengan keadaan
sekitar, guru sebaiknya menuliskan kata-kata kunci sebelum pelajaran dan
menuliskan maknanya, guru menyampaikan tentang tugas yang diberikan, materi
yang disampaikan sebaiknya terdapat feed back, respon terhadap jawaban siswa.
Ada 3 strategi yang bisa digunakan, strategi pertama yaitu Strategi yang bertujuan
untuk melatih kemampuan mendengarkan bacaan dan memahami isi bacaannya
secara global. Strategi yang kedua yaitu Strategi yang lebih menekankan pada
aspek kemampuan memahami isi bacaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Strategi yang ketiga yaitu strategi yang menitik beratkan kepada kemampuan
untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah didengarnya dengan bahasa
sendiri.
Prosedur perencanaan pembelajaran lebih kepada apa yang harus dilakukan pada
saat awal pengajar, pengajaran dan penutup pengajaran.
3.2 Saran
Setelah kami menyusun makalah ini, ada beberapa hal yang kami anggap
penting dan dapat kami sarankan kepada pembaca makalah ini, yaitu sebagai
berikut:
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperdalam pemahaman
mahasiswa agar mempunyai wawasan yang luas tentang srategi pembelajaran,
lebih-lebih studi Pendidikan Bahasa Arab untuk bekal menjadi seorang pendidik
kelak.
Makalah ini dapat dijadikan panduan guru dalam mengajarkan istima’ agar kondisi
pembelajaran dapat menyenangkan dan menarik perhatian siswa/mahasiswa.
Makalah ini juga baik untuk dijadikan bahan rujukan, literature bacaan, acuan
penelitian dan bahan kajian-kajian kependidikan lainnya.
Daftar Pustaka
Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metode Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Grasindo
Hamid, Abdul, dkk. 2011. Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-
Maliki Press
Mustofa, Syaiful. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif. Malang: UIN-Maliki
Press
MyNiceSpace.com, makruf, Imam, Bahan Ajar : strategi Pembelajaran Aktif. Diakses pada:
20 September 2012 pukul: 20.25 WIB
www.slideshare.net. Prosedur dan Tekhnik Pengajaran Aswat Dan Maharah Al-Istima/’.
Diakses pada: 20 September 2012 pukul: 20.24 WIB
STRATEGI PENGAJARAN BAHASA ARAB
PADA ANAK USIA DINI
A. Latar Belakang
Pendidikan sangat penting bagi manusia, baik anak-anak maupun dewasa.
Anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan
seharusnya dimulai dari sejak masih usia dini. Pendidikan bahasa bagi manusia
sangat penting, sebab bahasa adalah sebagai alat komunikasi antar sesama. Selain
itu, bahasa juga dijadikan sebagai alat identitas seseorang atau Negara. Setiap
Negara mempunyai bahasa tersendiri yang dijadikan sebagai bahasa nasional dari
negaranya.
Bahasa sangat erat dengan manusia, manusia dapat berkreasi serta
memajukan peradaban. Menurut Halliday (1976:43) ada tiga fungsi, yaitu
ideational, interpersonal, social, dan textual. Bahasa yang ada di dunia banyak
sekali, salah satunya bahasa Arab.
Bahasa Arab adalah bahasa Semitik yang di gunakan sebagai alat komunikasi
yang digunakan di daerah Arab Saudi. Pada awalnya bahasa Arab berupa
Kesusasteraan kemudian dijadikan bahasa baku (Standard) dan dipergunakan oleh
setiap penyair dan ahli pidato serta para cendikiawan (Hukamaa’). Bahasa Arab
kemudian tumbuh dan berkembang sangat cepat.
Bahasa Arab juga adalah bahasa kedua setelah bahasa Inggris. Dari segi
pembelajaran dan pengajaran, bahasa Arab sama dengan bahasa-bahasa yang
lainnya, bahasa tersebut.
Kebanyakan orang menganggap bahasa Arab sulit dipelajari karena sejak
kecil kurang diperkenalkan secara detail apa itu bahasa Arab? Dan bagaimana
bahasa Arab itu?. Selain itu bahasa Arab juga kurang dibiasakan sejak usia dini.
Pada usia dini, anak-anak senang beraktivitas dan mengetahui apa yang
tidak ia ketahui. Usia anak-anak adalah usia yang paling mudah untuk mempelajari
bahasa dan penyampaian materi pada anak-anak tentu berbeda dengan cara
penyampaian untuk orang dewasa. Mempelajari bahasa Arab banyak sekali metode
maupun strategi yang dapat digunakan. Sejak usia dini anak seharusnya
diperkenalkan dengan bahasa kedua di dunia itu. Oleh karena itu dalam makalah ini
akan membahas strategi pengajaran bahasa Arab pada anak usia dini.
B. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian anak usia dini.
2. Untuk mengetahui strategi pengajaran bahasa Arab.
3. Untuk mengetahui pengertian strategi.
4. Untuk mengetahui azas-azas pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pengajaran
1. Pengertian Strategi Pengajaran
Starategi pada umumnya mempunyai pengertian garis-garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi bila
dikaitkan dengan pengajaran memiliki makna, bahwa strategi adalah suatu pola
umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran.
Kebanyakan para ahli menyatakan bahwa pengajaran merupakan suatu
terjemahan dari kata instruction atau teaching. Itu bersinggungan dengan pendapat
Gagne dan Briggs, menyatakan bahwa instruction adalah meliputi semua kejadian
atau peristiwa yang berpengaruh langsung pada proses belajar manusia tidak
hanya terpaku pada peristiwa yang dilakukan oleh guru maupun instruktur, namun
juga peristiwa yang melalui media cetak, film, program televisi, dan lain-lainnya.
Pengajaran adalah salah satu bentuk instruction. Pengajaran merupakan
proses aktivitas belajar-mengajar di kelas pengajaran yang tentunya bersifat
formal. Kelas pengajaran bukan hanya sebatas arti kelas, namun sebagai tempat
suatu proses pengajaran (belajar-mengajar) berlangsung dengan suatu sistem yang
telah ditentukan. Selain itu proses pengajaran tidak hanya fokus pada kelas formal,
namun juga bisa kelas yang sifatnya nonformal dan kegiatan belajar tidak terpaku
adanya guru ataupun instruktur.
Jadi, dapat dipahami bahwa pengajaran adalah suatu interaksi belajar dan
mengajar yang didalamnya terdapat penyampaian pengetahuan yang saling
mempengaruhi antara guru dan murid atau dengan siapapun. Strategi pengajaran
adalah suatu rencana nyata untuk mancapai tujuan yang berhubungan dengan
aktivitas belajar-mengajar.
2. Azas-azas Pengajaran
Azas-azas pengajaran merupakan prinsip-prinsip umum yang harus guru
kuasi betul-betul dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Dengan adanya
azas-azas tersebut diharapkan dalam aktivitas pengajaran menuai hasil yang
memuaskan. Adapun azas-azas tersebut adalah, sebagai berikut:
a. Peragaan
Adalah suatu cara yang dilakukan guru untuk menjelaskan apa yang telah
disampaikan atau apa yang dimaksud guru secara realita atau nyata, sehingga
murid mengerti yang dijelaskan guru. Peragaan meliputi semua panca indra, agar
murid mengerti betul yang disampaikan oleh guru. Peragaan terbagi menjadi dua,
yaitu:
1) Peragaan langsung, yaitu peragaan yang menunjukkan secara langsung benda
atau sesuatu yang dimaksudkan dihadapan para murid. Dengan kata lain, benda
yang ditunjukkan asli. Misalnya, membawa anak ke laboratorium, ke kebun
binatang dan pabrik-pabrik, dan lainnya.
2) Peragaan tidak langsung, yaitu peragaan yang dilakukan dengan menunjukkan
benda tiruan dari benda aslinya atau dengan menunjukkan suatu model apa yang
dimaksud oleh guru. Sebagai contohnya: foto, gambar-gambar, film, poster, dan
lain-lainnya.
b. Kerja Sama dan Persaingan
Untuk membentuk individu peserta didik menjadi manusia yang demokratis,
guru menggunakan azas kerja sama ini. Hal ini memberikan nilai yang medorong
peserta didik untuk berprestasi belajar. Kerja sama bisa menjadikan anak untuk
bermasyarakat dan mengajarkan untuk bersaing dengan sehat.
c. Minat dan Perhatian
Minat dan perhatian suatu gejala jiwa yang selalu bertalian antara keduanya.
Perhatian yang sengaja ditimbulkan oleh guru dinamakan perhatian yang disengaja,
sedangkan perhatian yang timbul dengan sendirinya disebut perhatian spontan.
d. Motivasi
Adalah suatu dorongan semangat yang timbul dari dalam dirinya atau melalui
orang lain. Memotivasi anak berarti menciptakan suatu kondisi yang menarik dan
menyenangkan, sehingga anak mau mengerjakan apa yang dapat dikerjakannya.
e. Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai
berdasarkan kriteria tertentu, untuk mendapatkan evaluasi yang menyakinkan dan
objektif dimulai dari informasi-informasinya ynag kualitatif dan kuantitatif.
B. Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Usia dini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan
sampai usia 6 tahun. Namun para pakar pendidikan anak menyatakan bahawa anak usia dini yaitu
kelompok manusia yang berusia 8-9 tahun.
Dari pernyataan diatas, yang dimaksud dengan anak usia dini, yaitu kelompok manusia yang
sedang mengalami masa pertumbuhan dan pengembangan pada dirinya yang dimulai saat dia lahir
sampai awal remaja.
2. Tahapan Perkembangan Anak
Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta
stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Ada
beberapa tahapan yang terbagi dalam perkembanngan anak. Menurut Jean Piaget, tahap
perkembangan anak dibagi dalam empat tahap yaitu:
a. Tahap Sensori Motor (lahir-2 tahun)
Pada tahap ini yang penting adalah tindakan-tindakan yang nyata bukan yang imajinasi, panca indra
sangat berpengaruh pada dirinya. Menangis adalah senjatanya dalam menyampaikan apa yang
diinginkannya.
b. Tahap Praoperasi (2-7 tahun)
Pada usia ini menonjol bahwa anak hanya mementingkan dirinya sendiri. Tahap ini anak mulai
menguasai bahasa yang sistematis dan permainan yang menggunakan simbol-simbol.
c. Tahap Operasi Konkrit (7-11 tahun)
Anak mulai meninggalkan rasa egoisnya, mengerti hal-hal yang bersifat sistematis dan analogis dalam
kondisi konkret.
d. Tahap Operasi Formal (11-15 tahun)
Anak sudah dapat berfikir abstrak maupun nyata. Pada tahap ini pengajaran pada anak lebih mudah.
Tahap-tahap perkembangan yang dilalui anak-anak berbeda-beda, pada
prinsipnya ada dua, sebagai berikut:
a. Tahap Sensorik Motorik (0 - 2 tahun)
Pada tahap ini anak mengalami ketidaktepatan objek. Mereka masih sesuka hati
dalam menyebutkan sesuatu yang mereka kehendaki.
b. Tahap Pra Operasional (2 - 7 tahun)
Dalam usia ini anak menggunakan fungsi simbol yang lebih besar.
Perkembangan bahasa bertambah secara dramatis dengan permainan imajinasi.
Pada setiap anak, perkembangan dan pertumbuhannya berbeda-beda. Ada
yang lebih gampang untuk menyerap pengetahuan, namun ada juga yang susah.
Ada juga yang bisa berjalan, namun belum lancar berbicaranya. Faktor lingkungan
juga berpengaruh pada pertumbuhan anak. orang tua juga berpengaruh pda
perkembangan anak, oleh karena itu orang tua sebaiknya mendampingi terus si
anak dan memantau pertumbuhan anak.
C. Strategi Pengajaran Anak Usia Dini
Dalam belajar-mengajar, guru dituntut untuk melancarkan proses
pengajaran dengan baik. Setiap guru harus mempunyai strategi dalam
pengajarannya, agar setiap peserta didik mampu memahami dan mengerti yang di
sampaikan oleh guru. Selain itu strategi harus menarik dan memahami karakteristik
peserta didik. Dibawah ini beberapa strategi pengajaran, yaitu:
1. Strategi Bermain
Bermain dapat membantu mengembangkan bahasa reseptif maupun
ekspresif anak serta keterampilan–keterampilan yang dimiliki oleh anak. Sebagai
guru harus memantau dan memastikan bila semua peserta didik ikut serta dalam
kegiatan tersebut. Selain itu, guru juga harus mengobservasi berbagai masalah
anak serta membantu mereka mengatasinya.
Ada banyak permainan yang dapat dilakukan oleh anak-anak. Ada macam-
macam permainan, sebagai berikut:
a. Permainan aktif
Permainan ini menggunakan fisik total dan gerakan tubuh. Selain itu, bisa
meningkatkan kecepatan gerakan tubuh pada anak. Contohnya: lari, lompat, main
bola, dan lain-lainnya.
b. Permianan konstruktif
Permainan ini menggunakan ketangkasan anak tanpa menggerakkan seluruh
tubuh. Contohnya: menyusun balok, bermain logo, dan lainnya.
c. Permainan kreatif
Permainan ini menggunakan kekreatifan sang anak. Contohnya: menggambar
dengan pensil warna, menempel gambar, menggunting gambar, dan sebagainya.
d. Permainan imajinatif
Permainan ini melatih anak bermain peran tertentu yang dikaguminya. Contohnya:
bermain berperan sebagai dokter, perawat dan prajurit, dan lain-lainnya.
Adapun semua kegiatan selalu manfaatnya, begitu juga dengan bermain juga
ada manfaatnya, sebagai berikut:
1) Memperkuat fisik anak lewat gerakan-gerakan otot.
2) Mengembangkan kepribadian anak dengan sikap sportif dan jujur.
3) Meningkatkan komunikasi.
4) Melatih bermasyarakat.
5) Mengenal lingkungan sedini mungkin.
6) Mencegah dan menyembuhkan tekanan batin yang sedang dialami sang anak.
7) Sebagai sumber belajar.
2. Strategi Bercakap-cakap
Strategi bercakap-cakap ini bisa juga disebut dengan strategi tanya-jawab.
Strategi ini menyuruh anak untuk membuat atau menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru atau sebaliknya guru yang bertanya maupun yang menjawab
pertanyaan. Siswa dan guru bisa saling melemparkan pertanyaan atau jawaban
terlebih dahulu pada saat memulai pelajaran.
3. Strategi Demonstrasi
Dengan strategi ini anak lebih mudah menghapalkan materi. Strategi ini guru
pada saat mengajar ditunjukkan pula benda atau apapun yang dimaksud oleh guru.
Guru menunjukkan benda yang dimaksudkannya kemudian menjelaskan nama
benda atau pekerjaan tersebut.
4. Strategi Projek
Anak-anak diberi tugas yakni mengerjakan sebuah proyek secara kelompok.
Proyek itu berupa pertanyaan mengenai benda atau pekerjaan yang ada di
sekeliling mereka atau kehidupan mereka sehari-hari, kemudian dipecahkan
bersama-sama. Dalam strategi ini dapat membantu meningkatkan keterampilan
belajar kooperatif anak, membantu mereka untuk memverbalisasikan apa yang
sedang mereka kerjakan dan mengembangkan keterampilan mengatasi masalah
yang mereka hadapi.
5. Strategi Bercerita
Suatu strategi mengajar dengan membacakan anak cerita secara lisan. Pada
hakikatnya strategi bercerita sama halnya dengan ceramah. Strategi ini tidak harus
guru sebagai penuturnya, namun juga bisa peserta didik yang menjadi penuturnya.
Cerita yang diusung harus menyenangkan dan menarik perhatian anak-anak. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah kejelasan arah dan tujuan cerita, bentuk
penyampaian dan sistematika cerita, tingkat kemampuan dan perkembangan anak
(sesuai dengan usia anak), situasi dan kondisi kelas serta penyimpulan hasil cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Bahri Saiful. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Usman, Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat
Pers.
Kuntjojo. Strategi Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini. Artikel diakses dari
http://ebekunt.wordpress.com/2010/07/27/strategi-pembelajaran-untuk-anak-usia-
dini/, pada Tanggal 27 Juli 2010.
Tam2 Ponorogo. Metode dan Seni Mengajar Bahasa Arab pada Usia Anak-anak. diakses
dari http://tamrinfathoni.blogdetik.com/?p=12, pada Tanggal 25 Nopember 2010.
Prianto, Rose Mini A. 2003. Perilaku Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius.
Dahlan, Juwariyah. 1992. Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: Al-
Ikhlas.
Muijs, Daniel dan David Reynolds. 2008. Effective Teaching Teori and Aplikasi.
Diterjemahkan oleh Soetjipto, Helly Prajitno dan Sri Mulyani Soetjipto. 2008.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Diposkan oleh nur risma amaliyah di 6/23/2013 12:20:00 AM
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan KomentarPosting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
my sign
Feedjit
Web Counter
Arsip Blog
2013 (25) o Oktober (1) o Agustus (2) o Juli (9) o Juni (7)
Lagu Campuran (lagu 'gado-gado') iseng-iseng bikin video STRATEGI PENGAJARAN BAHASA ARAB PADA ANAK USIA DIN... Zaman SOCRATES Contoh Tes Soal Bahasa Arab Kata Tabu KONSEP BAIK DAN BURUK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
o April (5) o Maret (1)
follow me at my facebookRizma ShIee Soeplack
Buat Lencana Anda
Mengenai Saya
nur risma amaliyah
Lihat profil lengkapku