bahan tugas komunitas individu
DESCRIPTION
tiugas komunitasTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
Perkembangan keperawatan komunitas tidak terlepas dari tokoh metologi yunani, yaitu
Asclepius dan Hegeia. Berdasarkan mitos yunani, Asclepius adalah seorang dokter yang tampan
dan pandai meski tidak disebutkan skolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya. Dia
dapat mengobati penyakit bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu
(surgical procedure) dengan baik. Sementara Hegeia adalah asisten Asclepius yang juga
merupakan istrinya, dia ahli dalam melakukan upaya-upaya kesehatan. Jika diperhatikan,
terdapat perbedaan dalam metode penanganan masalah keshatan yang dilakukan oleh suami istri
tersebut.
Perbedaan penanganan masalah kesehatan antara Asclepius dan Hegeia :
Tokoh Cara penanganan masalah kesehatan masyarakat
Asclepius Dilakukan setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang
Hegeia Penanganan masalah melalui :
1. Hidup seimbang
2. Menghindari makanan atau minuman beracun
3. Memakan makanan yang bergizi (cukup)
4. Istirahat yang cukup
5. olahraga
Dari perbedaan pendekatan penanganan masalah kesehatan anatara Asclepius dan Hegeia
tersebut, akhirnya muncul dua aliran/pendekatan dalam penanganan masala-masalah keshatan
pada masyarakat, yaitu sbagai berikut :
1. Kelompok/aliran 1
Aliran ini cenderung menunggu terjadinya penyakit atau setelah orang jatuh sakit. Pendekatan
inin disebut dengan pendekatan kuratif. Kelompok tersbut trdiri atas dokter, psikiater, dan
praktisi-praktisi lain yang melakukan perawatan atau pengobatan penyakit baik, fisik maupun
psikologis.
2. Kelompok/aliran 2
Aliran ini cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit sebelum terjadinya penyakit.
Kelompok ini antara lain perawat komunitas.
Dari uraian di atas, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin maju, maka dalam masyarakat yang luas dapat kita amati seolah-olah timbul garis
pemisah antara kedua kelompok profesi tersebut, yaitu pelayanan kesehatan kuratif dan pelayan
pencegahan.
Perbedaan pelayanan kesehatan kuratif dan pelayanan pencegahan :
Pelayanan kesehatan kuratif Pelayanan pencegahan
Cara penanganan
masalah kesehatan
1. Sasarannya bersifat individual
2. Kontak pada klien hanya satu
kali
3. Jarak petugas kesehatan
dengan klien jauh
4. Cara pendekatan :
a. Bersifat reaktif, artinya
bersifat hanya menunggu
masalah kesehatan/penyakit
datang. Di sini petugas
kesehatan hanya menunggu klien
datang.
1. Sasarannya adalah masyarakat
2. Masalah yang ditangani adalah
masalah yang dirasakan oleh
masyarakat, bukan masalah individual
3. Hubungan petugas kesehatan dan
masyarakat bersifat kemitraan
4. Cara pendekatan :
a. Bersifat proaktif, artinya tidak
menunggu adanya masalah, tetapi
mencari apa penyebab masalah.
Petugas kesehatan masyarakat tidak
hanya menunggu datangnya klien,
tetapi harus turun ke masyarakat untuk
mencari dan mengidentifikasi masalah
yang ada pada masyarakat, dan
selanjutnya melakukan tindakan.
b. Cenderung melihat dan b. Melihat klien sebagai makhluk yang
menangani masalah klien pada
system biologis.
c. Manusia sebagai klien hanya
di lihat secara parsial. Padahal
manusia terdiri atas aspek bio-
psiko-sosio dan spiritual.
utuh melalui pendekatan yang holistic,
bahwa terjadinya penyakit tidak
semata-mata karena terganggunya salah
satu aspek, baik aspek biologis maupun
aspek yang lain. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan yang utuh
pada semua aspek, baik biologis,
psikologis, sosiologis maupun spiritual
dan social.
A. PERIODE PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
Periode perkembangan kesehatan masyarakat terdiri atas periode sebelum ilmu pengetahuan
dan periode ilmu pengetahuan.
1. PERIODE SEBELUM ILMU PENGETAHUAN
Perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari
sejarah kebudayaan yang ada di dunia, di antaranya adalah budaya dari bangsa Babilonia, Mesir,
Yunani, dan Romawi. Bangsa-bangsa tersebut menunjukkan bahwa manusia telah melakukan
usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit. Pada zaman
tersebut diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan kotoran umum yang
menanpung tinja atau kotoran manusia serta digalinya susia. Saat itu latrin dibangun dengan
tujuan agar tinja tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan pandangan yang tidak
menyenangkan belum ada pemikiran bahwa latrin dibangun dengan alasan kesehatan karena tinja
atau kotoran manusia dapat menularkan penyakit. Pembuatan susia oleh masyarakat pada masa
itu juga karena air sungai yang biasa mereka minum sudah kotor dan tidak terasa enak, bukan
karena minum air sungai dapat menyebabkan penyakit (Greene, 1984). Dari dokumen lain juga
tercatat bahwa pada zaman Romawi Kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan
kepada masyarakat untuk (Hanlon, 1974):
1. Mencatat pembangunan rumah
2. Melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya
3. Melaporkan binatang peliharaan/ternak yang dapat menimbulkan bau
4. Pemerintah melakukan supervise ke tempat-tempat minuman, warung makanan, tempat
prostitusi, dan lain-lain.
Setelah itu kesehatan masyarakat makin dirasakan perlunya di awal abad ke-1 sampai ke-
7 dengan alas an sebaai berikut :
1. Berbagai penyakit menular mulai menyerang penduduk dan telah menjadi epidemi, bahkan
ada yang menjadi endemis
2. Di Asia, khususnya Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika muncul penyakit kolera yang
telah tercatat sejak abad ke-7 bahkan penyakit kolera di India telah menjadi endemis. Penyakit
lepra telah menyebar ke Mesir, Asia kecil, dan Eropa melalui para emigran.
Berbagai upaya telah diupayakan untuk mengatasi kasus epidemic dan endemis, di
antaranya masyarakat mulai memperhatikan masalah :
1. Lingkungan terutama hygiene dan sanitasi lingkungan
2. Pembuangan kotoran manusia (latrin)
3. Mengusahakan air minum bersih
4. Pembuangan sampah
5. Pembuatan ventilasi yang memenuhu syarat
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang dasyat di China dan India. Pada tahun
1340 telah tercatat 13 juta orang meninggal karena wabah pes. Di India, Mesir, dam Gaza
dilaporkan bahwa 13 ribu orang meninggal tiap hari karena serangan pes. Berdasrkan catatan,
jumlah orang yang meninggal karena wabah penyakit pes di seluruh dunia pada waktu itu
mencapai lebih dari 60 juta orang, sehingga kejadian pada waktu itu disebut “The Black Death”.
Serangan wabah penyakit menular ini berlangsung sampai abad ke-18. Di samping wabah pes,
wabah kolera dan tifus juga masih berlangsung. Pada tahun 1603 lebih dari 1 dari 6 orang
meninggal karena penyakit menular, dan tahun 1665 sekitar 1 dari 5 orang meninggal. Pada
tahun 1759 dilaporkan 70 ribu orang penduduk di kepulauan Cyprus meninggal karena peyakit
menular. Penyakit lain yang menjadi wabah antara lain dipteri, tifus, disentri, dan lain-lain.
2. PERIODE ILMU PENGETAHUAN
Pada akhir abad ke-18 dan di awal abad ke-19, bangkitnya ilmu pengetahuan mempunyai
dampak yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan manusia, termasuk pada aspek
kesehatan. Pada abad ini pendekatan dalam penanganan masalah kesehatan tidak hanya
memandang pada aspek bilogis saja, tetapi sudah komprehensif dan multisektoral. Selain itu,
telah ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegahan penyakit.
Penemu dan hasil penemuan dalampenanggulangan penyakit :
Penemu Hasil temuan
Louis Pasteur Vaksin untuk mencegah penyakit cacar
Joseph Lister Asam carbol untuk sterilisasi ruang operasi
William Marton Ether sebagai anestesi pada waktu operasi
Upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilaksanakan di Inggris. Hal ini
terkait dengan wabah pemyakit endemis kolera tahun 1832 yang terjadi masyarakat di perkotaan,
terutama yang miskin. Parlemen Inggris membentuk komisi penanganan pada penyakit ini dan
Edwin Chadwich seorang pakar social ditunjuk sebagai ketua komisi untuk melakukan
penyelidikan mengenai penyebab wabah kolera ini. Hasil penyelidikan yang dilaporkan di
antaranya yaitu masyarakat yang hidup dalam kondisi sanitasi yang buruk, susia penduduk
berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia, adanya aliran air limbah
terbuka yang tidak teratur, makanan yang dijual di pasar tidak higienis, sebagian besar
masyarakat hidup miskin, serta bekerja rata-rata 14 jam per hari sementara gaji yang diperoleh
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil laporan Edwin Chadwich tersebut dilengkapi
dengan analisis data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Akhirnya,
parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang yang mengatur upaya-upaya peningkatan
kesehatan penduduk dan berbagai peraturan tentang sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat
kerja, pabrik, dan lain-lain.
Berawal dari penelitiannya, Edwin Chadwich tertarik untuk lebih jauh mempelajari
kesehatan masyarakat, sehingga saat itu ia menjadi pioneer dalam ilmu kesehatan masyarakat.
Generasi setelah Chadwich adalah Winslow muridnya yang kemudian dikenal sebagai pembina
kesehatan masyarakat modern. Winslow merumuskan definisi kesehatan masyarakat yang
kemudian diterima oleh WHO. Sejak sat itu, lahirlah berbagai macam definisi sehat. John Snow,
adalah seorang tokoh yang tidak asing dalam dunia kesehatn masyarakat dalam upaya susksenya
mengatasi penyakit kolera yang melanda kota London. Hal yang perlu dicatat di sini adalah
bahwa John Snow mempergunakan pendekatan epidemiologi dalam menganalisis wabah
penyakit kolera, yaitu dengan menganalisis tempat, orang, dan waktu sehingga dianggap sebagai
The Father of Epidemiology.
Pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20, pendidikan untuk tenaga kesehatan yang
professional mulai dikembangkan. Tahun 1893, John Hopkins seorang pengusaha wiski dari
Amerika memelopori berdirinya universitas yang di dalamnya terdapat Fakultas Kedokteran.
Pada tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Kanada, dan negara-negara lain.
Dalam perkembangannya, kurikulum sekolah kedokteran mulai memerhatikan masalah
kesehatan masyarakat dan sudah didasarkan pada suatu asumsi bahwa penyakit dan kesehatan
merupakan hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik, lingkungan fisik, lingkungan
social, kebiasaab perorangan, dan pelayanan kesehatan. Dari segi pelayanan kesehatan
masyarakat, pada tahun 1855 pemerintaah Amerika membentuk Departemen Kesehatan yang
pertama kali dengan tujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk,
termasuk perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan.
B. PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Perkembangam kesehatan masyarakat di Indonesia di mulai pada abad ke-16, yaitu di mulai
dengan adanya upaya pemberantasan penyakit cacar dan kolera yang sangat ditakuti oleh
masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke Indonesia tahun 1927, dan pada tahun 1937 terjadi
wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan
mulai berkembang di Indonesia, sehingga berawal dari wabah kolera tersebut pemerintah
Belanda melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Gubernur Jenderal Deandels pada tahun
1807 telah melakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinnan. Upaya ini
dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi yang tinggi. Namun, upaya ini tidak
bertahan lam, akibat langkanya tenaga pelatih kebidanan. Baru kemudian di tahun 1930, program
ini di mulai lagi dengan didaftarkannya para dukun bayi sebagai penolong dan perawat
persalinan. Pada tahun 1851 berdiri sekolah dokter jawa oleh dr. Bosch dan dr. Bleeker Kepala
Pelayanan Kesehatan Sipil dan Militer Indonesia. Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA
atau sekolah pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter ke-2 di
Surabaya dengan nama NIAS. Pada tahun 1947, STOVIA berubah menjadi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Selain itu, perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia juga ditandai dengan
berdirinya. Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung tahun 1888, tahun 1938 pusat
laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman. Selanjutnya, laboratorium-laboratorium
lain juga didirikan di kota-kota seperti Medan, Semarang, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta
dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar serta penyakit lainnya,
bahkan lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke Indonesia dan tahun 1933-1935 penyakit ini
menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama di Pulau Jawa. Pada tahun 1935 dilakukan
program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan DDT terhadap
rumah-rumah penduduk dan vaksinasi massal. Tercatat sampai tahun 1941, 15 juta orang telah
divaksinasi. Pada tahun 1925, Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda
melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas
Purwokerto. Dari hasil pengamatan dan analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya angka
kematian dan kesakitan di kedua daerah tersebut dikarenakan buruknya kondisi sanitasi
lingkungan, masyarakat buang air besar di sembarang tempat, dan penggunaan air minum dari
sungai yang telah tercemar. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi
lingkungan dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai upaya
kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu dengan cara
melakukan promosi dengan mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini
dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan masyarakat di
Indonesia adalah saat diperkenalkan konsep Bandung pada tahun 1951 oleh dr.Y. Leimena dan
dr. Patah, yang selanjutnya dikenalkan dengan nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini,
diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, aspek prevetif dan kuratif
tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan system pelayan kesehatan, kedua
aspek in I tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit atau di puskesmas. Selanjutnya, pada tahun
pada tahun1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat oleh dr.Y. Sulianti
dengan berdirinya Proyek Bekasi sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi
pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga
kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program
kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa
wilayah pengembangan masyarakat.
1. Sumatera Utara : Indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat : Bojong Loa
4. Jawa Tengah : Sleman
5. Yogyakarta : Godean
6. Jawa Timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal system puskesmas sekarang ini. Pada
bualan November 1967, dilakuka seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan
masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia, yaitu mengenai
konsep puskesmas yang dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodiligo yang mengacu pada Konsep
Bandung dan Proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulkan dan disepakati meneganai
system puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja
kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu system pelayanan kesehatan
terpadu, yang kemudiandikembangkan oleh pemerintah DEPKES menjadi Pusat Pelayanan
Kesehatan Masyarakat.
Puskesmas disepakati sebagai unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif
dan preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan
atau sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan pembangunan
kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu, diprkenalkanlah program untuk selalu
menguatkan puskesmas. Di Negara berkembang seperti Indonesia, fasilitas kesehatan
berlandaskan masyarakat dirasakna lebih efektif dan penting.
Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk membangun puskesmas yang
kemudian dimasukkan kedalam master plan untuk operasi penguatan pelayanan kesehatan
nasional. Kegiatan pokok dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan,
yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta imunisasi
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulut
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatric
14. Latihan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obat tradisional
16. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk system informasi kesehatan
Pada tahun 1969, system puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu Puskesmas tipe A yang
dikelola oleh dokter dan Puskesmas tipe B yang dikelola oleh seorang paramedic. Dengan
adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan
Puskesmas tipe A atau Tipe B, hanya ada satu puskesmas saja, yang dikepalai oleh seorang
dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami perubahan tahun 2000,
yaitu puskesmas tidak arus dipimpin oleh seorang dokter, tetapi dapat juga dipimpin oleh
seorang sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat membawa perubahan
yang positif, dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada klien dan tidak
disibukkan dengan urusan administrative/manajerial, sehingga mutu pelayanan dapat
ditingkatkan. Di propinsi jawa timur misalnya, sudah dijumpai Kepala Puskesmasdari lulusan
sarjana Kesehatan Masyarakat seperti di kabupaten Gresik, Bojonegoro, Bondowoso, dan lain
sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti manajerial guna penilaian puskesmas,
yaitu stratifikasi puskesmas, sehingga dibedakan adanya:
1. Strata 1, puskesmas dengan pestasi sangat baik
2. Strata 2, puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3, puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk perencanaan dan
lokakarya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerja sama tim. Pada tahun
1984, tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangna program paket
terpadu kesehatan dan Keluarga Berencana (posyandu) yang mencakup Keshatan Ibu dan Anak,
keluarga berencana, gizi penanggulangan penyakit diare, dan imunisasi.
Sampai tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309. hal ini berarti 3,6
puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani sekitar 28.144 penduduk.
Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai 70.921 pada tahun 2003, yang berarti
setidaknya satu puskesmas untuk tiap sepuluh desa – dibandingkan dengan rumash sakit yang
harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah puskesmas masih terus dikembangkan dan diatur lebih
lanjut untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih jauh dari
memadai, terutama di daerah terpencil. Di luar jawa dan sumatera, puskesmas harus menangani
wilayah yang luas, (terkadang beberapa kali lebih luas dari satu kabupaten di jawa) dengan
jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah puskesmas terkadang hanya melayani 10.000
penduduk. Selain itu, bagi sebagian penduduk pukesmas terlalu jauh untuk dicapai.
C. PUSKESMAS MENJADI UJUNG TOMBAK PELAYANAN
Saat ini pemerintah menjadikan puskesmas sebagai ujung tombak utama pelayanan kesehatan
pada masyarakat sekaligus sebagai wadah isu strategis. Misalnya, isu strategis aksesibilitas
layanan dan penyediaan sumber daya manusia serat sarana dan prasaran. Puskesmas juga mampu
menjadi tempat pelayanan kesehatan pilihan utama masyarakat, karena dekat dengan tempat
tinggal dan murah dari segi biaya pelayanan. Rata-rata biaya retribusi yang dikenakan berkisar
Rp. 1.500,00 sampai Rp. 2.000,00. Bahkan berbagai daerah telah menerapkan program
pengobatan gratis yang difokuskan untuk rawat jalan bagi setiap lapisan masyarakat, baik kaya
maupun miskin. Hal ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah agar masyarakat menyadari
pentingnya berobat ke puskesmas. Dengan diberlakukannya pengobatan gratis di puskesmas,
maka puskesmas tidak lagi dibebani pemasukan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sebaliknya, daerah mengalokasikan sejumlah dana untuk mendukung operasionalisasi di
puskesmas, seperti biaya obat-obatan.
Selain menjadikan puskesmas ujung tombak pelayanan, pemerintah daerah juga mulai
mendekatkan layanan dokter spesialis kepada masyarakat. Umumny ada dua cara yang ditempuh
daerah, yaitu menempatkan dokter spesialis di puskesmas atau menentukan puskesmas khusus.
Kebijakan menempatkan dokter spesialis di puskesmas dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa
dokter spesialis identic dengan pelayanan pelayanan kesehatan yang mahal atau hanya bisa
diperoleh masarakat apabila berobat ke rumah sakit. Bagi daerah yang belum mampu
menempatkan layanan dokter spesialis di setiap puskesmas, daerah mengatasinya dengan dokter
spesialis keliling. Sampai saaat ni, dokter spesialis yang banyak ditempatkan di puskesmas
adalah dokter spesialis kandungan, mata, kulit dan penyakit dalam. Sementara itu, kebijakan
menjadikan puskesmas sebagai puskesmas spesifikasi biasanya didasari oleh kondisi geografis
daerah. Puskesmas spesifikasi yang banyak didirikan, khususnya di jawa timur adalah puskesmas
khusus mata, obstetric-ginekologi, puskesmas bencana dan puskesmas wisata.
1. KONSEP PUSKESMAS
Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, serta
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal
dalam suatu wilayah tertentu.
2. DEFINISI PUSKESMAS
Para ahli mendefinisikan puskesmas sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
pelayanan kesehatan. Definisi puskesmas antara lain sebagai berikut:
1. Azrul Azwar (1980). Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi fungsional yang
langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah
kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.
2. Departemen Kesehatan RI (1981). Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi
kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi
kepada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok.
3. Departemen Kesehatan RI (1987). Puskesmas merupakan pusat pembangunan kesehatan
yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat, serta menyelenggarakan
pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok
yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.
4. Departemen Kesehatan RI (1991). Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupaan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
3. FUNGSI PUSKESMAS
Fungsi pokok puskesmas, antara lain:
1. Sebagi pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerjanya.
Sementara proses dalam melaksanakan fungsinya dilakukan dengan cara:
1. Merangsang masyarakat, termasuk pihak swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri.
2. Memberikan peunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Memberikan bantuan, baik yang bersifat bimbingan teknik materi, rujukan medis, maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat.
4. Memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
5. Bekerja sama dengan sector-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program
puskesmas.
4. VISI PUSKESMAS
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
pusat kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat.
2. Memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata.
3. Memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah republic Indonesia.
5. MISI PUSKESMAS
Misi puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan yang dapat dilakukan melalui
berbagai upaya, antara lain sebagai berikut:
1. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
3. Mengadakan peralatan dan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
4. Mengembangkan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
6. STRATEGI PUSKESMAS
Strategi puskesmas untuk mewujudkan pembangunan kesehatan antara lain:
1. Pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (comprehensive health care servicei).
2. Pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach)
7. SASARAN DAN MEKANISME PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT DI PUSKESMAS
1. Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan
2. Kelurga dengan risiko tinggi
3. Keluarga dengan kasus tindak lanjut keperawatan
4. Pembinaan kelompok khusus (sesuai prioritas daerah)
5. Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah (sesuai dengan prioritas daerah)
8. PELAYANAN PUSKESMAS
1. Pelayanan di Dalam Gedung
a. Penerimaan klien di loket pendataran
b. Proses seleksi kasus prioritas. Pelayanan medis yang diberikan berupa:
Asuhan keperawatan, dari proses seleksi akan diketahui sasaran prioritas dan nonprioritas
– sasaran prioritas perlu ditindaklanjuti berupa rujukan ke rumah sakit atau rjukan ke puskesmas
dengan ruang rawat inap.
Tindak lanjut pelayanan kesehatan dapat berupa asuhan keperawatan keluarga, kelompok
dan masyarakat.
c. Penyampaian informisa klien yang memerlukan tindak lanjut asuhan keperawatan
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
2. Pelayanan di Luar Gedung
a. Mempelajari informasi mengenai data kesenjangan pelayanan keshatan dan menampung
informasi yang berasal dari masyarakat.
b. Seleksi untuk mendapatkan sasaran prioritas, yaitu : individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
c. Menyampaikan informasi sasaran prioritas
d. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap sasaran prioritas
9. KEGIATAN POKOK PUSKESMAS
Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru, terdapat 20 usaha pokok
kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Namun, pelaksanaanya sangat bergantung pada
factor tenaga, sarana dan prasarana, biaya yang tersedia, serta kemampuan manajemen dari tiap-
tiap puskesmas. Kegiatan pokok puskesmas antara lain sebagai berikut :
1. Upaya kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. Pemeliharaan ibu hamil, melhirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan anak
prasekolah.
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang makanan guna mencegah gizi buruk.
c. Imunisasi.
d. Pemberian pendidikan kesehatan tentang perkembangan anak dan cara menstimulasinya.
e. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita, serta prasekolah yang menderita bermacam-macam
penyakit ringan, dan lain-lain.
2. Upaya Keluarga Berencana (KB)
a. Mengadakan kursus keluarga berencana untuk para ibu dan calon ibu yang mengunjungi
KIA
b. Mengadakan Kursus Keluarga Berencana kepada dukun yang akan bekerja sebagai
penggerak calon peserta keluarga berencana.
c. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara pemasangan IUD, cara-cara penggunaan
pil, kondom dan alat- alat kontrasepsi lainnya.
3. Upaya perbaikan gizi
a. Mengenali penderita-penderita kekurangan gizi.
b. Mengembangkan program perbaikan gizi.
c. Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat.
4. Upaya kesehatan lingkungan
a. Penyehatan air bersih.
b. Penyehatan pembuangan kotoran.
c. Penyehatan lingkungan perumahan.
d. Penyehatan limbah.
e. Pengawasan sanitasi tempat umum.
f. Penyehatan makanan dan minuman.
g. Pelaksanaan peraturan perundangan.
5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
a. Mengumpulkan dan menganalisis data penyakit.
b. Melaporkan kasus penyakit menular.
c. Menyelidiki benar atau tidaknya laporan yang masuk.
d. Melakukan tindakan permulaan untuk mencegah penyebaran penyakit menular.
e. Menyembuhkan penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi.
f. Pemberian imunisasi.
g. Pemberantasan vector.
h. Pendidikan kesehatn kepada masyarakat.
6. Upaya pengobatan
a. Melaksanakan diagnosis sedini mungkin melalui :
Mendapatkan riwayat penyakit
Mengadakan pemeriksaan fisik
Mengadakan pemeriksaan laboratorium
Membuat diagnosis
b. Melaksanakan tindakan pengobatan.
c. Melakukan upaya rujukan.
7. Upaya penyuluhan kesehatan masyarakat
a. Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan oleh petugas di klinik ,rumah, dan kelompok-
kelompok masyarakat.
b. Ditingkat puskesmas tidak ada petugas penyuluhan tersendiri tetapi ditingkat kabupaten
terdapat tenaga-tenaga koordinator penyuluhan kesehatan.
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Kesehatan olahraga
10. Perawatan kesehatan masyarakat
11. Usaha kesehatan kerja
12. Usaha kesehatan gigi dan mulut
13. Usaha kesehatan jiwa
14. Kesehatan mata
15. Laboratorium (diupayakan tidak lagi sederhana)
16. Pencatatan dan pelaporan system inforamasi kesehatan
17. Kesehatan usia lanjut
18. Pembinaan pengobatan tradisional
Kegiatan pokok puskesmas bersifat dinamis dan berubah sesuai dengan kondisi
masyarakat. Di samping penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok puskesmas tersebut
diatas, puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu
oleh pemerintah pusat, misalnya melaksanakan Pekan Imuniasasi Nasional (PIN). Dengan
demikian, baik petunjuk pelaksanaan maupun pembekalan akan diberikan oleh pemerintah pusat
bersama pemerintah daerah.
10. PERAN PUSKESMAS
Dalam konteks otonomi daerah seperti saat ini, puskersmas mempunyai peran yang
sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan
manajerial yang baik dan wawasan jauh kedepan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Peran tersebut ditunjukan dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah
melalui system perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan-kegiatan yang
tersusun rapi, serta memiliki system evaluasi dan pemantauan yang akurat. Selain itu, puskesmas
juga dituntut berperan serta aktif dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya
peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu.
11. WILAYAH KERJA PUSKESMAS
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Factor
kepadatan penduduk, luas daerah geografis dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan
pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat
pemerintah daerah tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh
bupati setelah mendengar saran teknis dari Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
Dikota besar, wilayah kerja puskesmas bisa hanya satu kelurahan dan puskesmas diibukota
kecamatan menhajdi puskesmas rujukan yang berfungsi sebagai pusat rujukan dari puskesmas
kelurahan. Selain itu, puskesmas dikecamatan juga mempunyai fungsi koordinasi. Sasaran
penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk.
12. FASILITAS PENUNJANG
Dalam rangka memperluas jangkaun pelayan kesehatan yang diberikan, puskesamas
perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang sederhana, antara lain sebagai berikut :
1. Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu yang lebih sering dikenal sebagai pustu atau pusban adalah unit pelayanan
kesehatan sederhana yang berfungsi menunjang dan membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan
puskesmas dalam ruang l;ingkup wilayah yang lebih kecil. Puskesmas pembantu merupakan
bagian integral dari puskesmas. Setiap puskesmas memiliki beberapa puskesmas pembantu
didlam wilayah kerjanya. Namun, terdapat beberapa puskesmas yang tidak memiliki puskesmas
pembantu, khususnya didaerah perkotaan.
2. Puskesmas keliling
Puskesmas keliling merupakan unit pelayanan kesehatan kesehatan kelilingan yang dilengkapi
dengan kendaran bermotor roda empat atau perhu motor, peralatan kesehatan, peralatan
komunikasi, serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas. Puskesmas keliling yang
berfungsi menunjang dan membantu kegiatan puskesmas dalam wilayah yang belum terjangkau
oleh pelayanan kesehatan. Kegiatan puskesmas anatara lain:
a. Memberikan pelayanan kesehatankepada masyarakat didaerah terpencil atau didaerah yang
sulit dijangkau oleh pelayanan puskesmas.
b. Melakukan penyelidikan tentang kejadian luar biasa (KLB)
c. Dapat dipergunakan sebagai alat transportasi penderita, misalnya dalam rangka rujukan
kasus darurat.
d. Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat audiovisual.
3. Bidan desa
Disetiap desa yang belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan, bidan desa ditempatkan untuk
tinggal didesa tersebut untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bidan desa bertanggung jawab
labgsung kepada kepala puskesmas. Wilayah kerja bidan desa adalah satu desa dengan jumlah
penduduk rata-rata 3000 jiwa. Tugas utama bidan desa adalah meningkatkan peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan melalui pembinaan posyandu dan pembinaan kelompok
dasawarsa, serta pertolongan persalinan dirumah penduduk.
Dalam perkembanganya, batasan-batasan diatas makin kabur seiring dengan diberlakukanya
undang-undang otonomi daerah yang elbih mengedepankan desentralisasi. Dengan otonomi
setiap daerah tingkat II memiliki kesempatan untuk mengembangkan puskesmas sesuai rencana
strategis (Renstra) kesehatan daerah dan rencana pembangunan jangka daerah menengah
(RPJMD) bidang kesehatan, sesuai dengan situasi dan kondisi tingkat II.
13. PELAYANAN KESEHATAN MENYELURUH
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, yang meliputi pelayanan :
1. Pengobatan (kurativ)
2. Pencegahan (preventif)
3. Peningkatan kesehatan (promotif)
4. Pemulihan kesehatan( rehabilitatif)
14. PELAYANAN KESEHATAN INTEGRATIF
Sebelum ada puskesmas, pelayanan kesehatan dikecamatan meliputi balai pengobatan,
balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha hygiene sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit
menular, dan lain-lain. Usaha tersebut masih bekerja sendiri-sendiri dan bertanggung jawab
langsung kepada kepala dinas kesehatan Dati II. Dengan adanya system pelayanan kesehatan
melaui pusat kesehatan masyarakat, yaitu puskesmas. Oleh karena itu, berbgai kegiatan pokok
puskesmas dilaksanakan bersama dibawah satu koordinasi dan satu pimpinan.
15. KEDUDUKAN PUSKESMAS
1. Kedudukan dalam bidang administrasi
Puskesmas merupakan perangkat pemerintah daerah tingkat II dan bertanggung jawab langsung,
baik teknis maupun administrative kepada kepala dinas kesehatan Dati II.
2. Kedudukan dalam hierarki pelayanan kesehatan
Dalam urutan hierarki pelayanan kesehatan sesuai dengan system kesehatan nasional (SKN),
maka puskesmas berkedudukan pada tingkat pasilitas kesehatan pertama. Apa yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah fasilitas, sedangkan dalam hal
pengembangan kesehatan, puskesmas dapat meningkatkan dan mengembangkan diri kearah
moderenisasi sitim pelayanan kesehatan disemua lini, baik promotif, prepentif maupun
rehabilitative sesuai kebijakan rencana strategis daerah tingakat II dibidang kesehatan.
16. STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA
Susunan organisasi puskesmas :
1. Unsur pimpinan : kepala puskesmas
2. Unsur pembantu pimpinan : urusan tata usaha
3. Unsure pelaksana : unit I, Unit II, Unit III, Unit IV, Unit V, Unit VI, Unit VII
Tugas pokok masing-masing unsure tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Kepala Puskesmas, mempunyai tugas memimpin dan mengawasi kegiatan puskesmas
2. Kepala Urusan Tata Usaha, mempunyai tugas dibidang kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, dan surat menyurat, serta pencatatan dan pelaporan
3. Unit I, melaksanakan kegiatan Kesejahteraan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, dan
Perbaikan gizi
4. Unit II, melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit
5. Unit III, melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, serta kesehatan tenaga kerja dan
usia lanjut
6. Unit IV, melaksanakan kegiatan kesehatan masyarakat, sekolah, dan olahraga
7. Unit V, melaksanakan kegiatan pembinaan, pengembangan, dan penyuluhan kepada
masyarakat
8. Unit VI, melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan inap
9. Unit VII, melaksanakan tugas kefarmasian
17. TATA KERJA PUSKESMAS
Dalam melaksanakan tugasnya, puskesmas wajib menetapakan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan puskesmas maupun dalam satuan organisasi di
luar sesuai dengan tugasnya masing-masing. Kepala Puskesmas bertanggung jawab memimpin,
mengoordinasi semua unsur dalam lingkungan puskesmas, dan memberikan bimbingan bagi
pelaksanaan tugas masing-masing. Setiap unsure dilingkungan puskesmas wajib mengikuti dan
mamatuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas.
18. JANGKAUAN PELAYANAN KESEHATAN
Sesuai dengan keadaan geografis, luas wilayah, sarana perhubungan, dan kepadatan
penduduk dalam wilayah kerja suatu puskesmas, tidak semua penduduk dapat dengan mudah
mengakses pelayanan puskesmas. Agar jangkauan puskesmas lebih merata dan meluas,
puskesmas perlu ditunjang dengan puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan bidan desa.
Selain itu, peningkatan peran serta masyarakat untuk mengelola posyandu dan membina
dasawisma juga dapat menunjang jangkauan pelayanan kesehatan.
DUKUNGAN RUJUKAN
Sistem rujukan upaya kesehatan merupakan suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale balik atas timbulnya suatu
masalah kesehatan masyaraka, baik secara vertical maupun horizontal. Sistem rujukan secara
konsepsional menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Rujukan medis yang meliputi :
a. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostic pengobatan, tindakan operatif, dan lain-lain
b. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap
c. Mendatangkan atau mengirimkan tenaga yang lebih kompeten/ahli unutk meningkatkan mutu
pelayanan pengobatan
2. Rujukan kesehatan, merupakan rujuakan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat
yang bersifat preventif dan promotif, yang meliputi :
a. Survey epidemologi dan pemberantasan penyakit atas Kejadian Luar Biasa
b. Pemberian pangan di wilayah yang mengalami bencana kelaparan
c. Penyelididkan penyebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan, dan
bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan missal
d. Pemberian makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya bencana
alam
e. Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih bagi
masyarakat umum
f. Pemeriksaan specimen di laboratorium kesehatan, dan lain-lain
Tujuan sistem rujukan upaya kesehatan, antara lain sebagai berikut :
1. Umum
Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas pelayanan yang
optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
2. Khusus
Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitative, serta
dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara berhasil
guna dan berdaya guna
Jenjang tingkat pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia :
Jenjang Komponen/Unsur Pelayanan Kesehatan
Tingkat rumah tangga Pelayanan kesehatan oleh individu/keluarganya sendiri
Tingkat masyarakat Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka
sendiri oleh kelompok paguyuban PKK, Saka Bhakti Husada,
anggota RW, RT, dan masyarakat
Fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
professional tingkat pertama Praktik Dokter Swasta, dan Poliklinik Swasta
Fasilitas pelayanan rujukan
tingkat pertama
Rumah sakit kabupaten/kota, rumah sakit swasta, klinik
swasta, laboratorium, dan lain-lain
Fasilitas pelayanan rujukan
yang lebih tinggi
Rumah sakit tipe B dan tipe A, lembaga spesialistik swasta,
laboratorium kesehatan daerah, laboratorium klinik swasta,
dan lain-lain
Sementara itu, alur rujukan medis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Internal antara petugas puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu dengan puskesmas
3. Antara masyarakat dengan puskesmas
4. Antara puskesmas yang satu dengan puskesmas lain
5. Antara puskesmas dengan rumah sakit, laboratorium, atau fasilitas kesehatan lainnya
Langkah-langkah yang ditempuh puskesmas dalam upaya meningkatkan mutu rujukannya antara
lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas dalam menampung rujukan dari puskesmas
pembantu dan pos kesehatan lain dari masyarakat
2. Mengadakan pusat rujukan antara dengan mengadakan ruangan tambahan untuk `10 tempat
tidur perawatan penderita gawat darurat di lokasi yang strategis
3. Meningkatkan sarana komunikasi anatara unit pelayanan kesehatan
4. Menyediakan puskesmas keliling di setiap kecamatan dalam bentuk kendaraan roda empat atau
perahu motor yang dilengkapi alat komunikasi
5. Menyediakan sarana pencatatan dn laporan bagi sistem rujukan, baik rujukan medis maupun
rujukan kesehatan
Meningkatkan upaya dana sehat masyarakat untuk menunjang pelayanan rujukan
PUSKESMAS PERAWATAN
Puskesmas perawatan atau puskesmas rawat inap merupakan puskesmas yang diberi ruangan
tambahan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif
terbatas maupun rawat inap sementara
Criteria puskesmas perawatan, antara lain sebagai berikut :
1. Puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit
2. Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor
3. Puskesmas dipimpin oleh dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai
4. Jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari
5. Penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk wilayah tiga puskesmas disekitarnya
6. Pemerintah daerah bersedia menyediakan dana rutin yang memadai
Puskesmas perawatan merupakan “pusat rujukan antara” bagi penderita gawat darurat. Kegiatan
puskesmas perawatan meliputi, melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat
darurat, misalnya kecelakaan lalu lintas,. Persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang
mendadak dan gawat, merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita
dalam rangka diagnostic dengan rata-rata 3-7 hari perawatan, melakukan pertolongan sementara
untu pengiriman penderita ke rumah sakit, memberikan pertolongan persalinan bagi kehamilan
dengan resiko tinggi dan persalinan dengan penyulit, serta melakukan metode operasi pria dan
metode operasi wanita untuk Keluarga Berencana.
Ketenagaan puskesmas perawatan meliputi dokter yang telah mendapatkan latihan klinis di
rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang bedah, obstetric ginekologi, pediatric dan interna,
seorang perawata yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang perawatan bedah, kebidanan,
pediatric dan penyakit dalam, tigaorang perawat/bidan yan diberi tugas bergilir, serta satu orang
pekerja kesehatan.
Untuk melaksanakan kegiatannya, puskesmas perawatan harus memiliki luas bangunan, ruangan
pelayanan serta peralatan yang lebih lengkap daripada puskesmas biasa, antara lain ruangan
rawat tinggal yang memadai, ruangan operasi dan pasca operasi, ruangan persalinan dan
menyusui, kamar perawat jaga, serta kamar linen dan cuci. Sementara peralatan medis yang
harus ada antara lain peralatan operasi terbatas, peralatan obstetric patologis, peralatan vasektomi
dan tubektomi, peralatan resusitasi, serta minimal 10 tempat tidur dengan peralatan perawatan.
Selain itu, untuk memudahkab komunikasi, puskesmas perawatan harus dilengkapi dengan
telepon atau radio komunikasi jarak sedang dan minimal 1 buah ambulan.
D. BENTUK-BENTUK PENDEKATAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
1. POSYANDU
Posyandu merupakan suatu forum komunikasi, forum alih teknologi, serta forum
pelayanan kesehatan oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam
mengembangkan sumber daya manusia sejak dini, sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam
upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola serta diselenggarakan untuk
dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Posyandu merupakan lembaga yang paling bagus
dan paling dekat dengan masyarakat, sehingga ideal untuk diterapkan di Indonesia. Dengan
lembaga yang sudah ada, posyandu dapat berkreasi dari sudut manapun. Sasaran dalam
pelayanan posyandu, yait bayi yang berusia kurang dari 1 tahun, anak balita usia 1 ssampai 5
tahun, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, serta wanita usia subur.
Tujuan pokok dari posyandu antara lain:
1. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
3. Mempercepat penerimaan NKKBS
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
5. Pendekatan dan pemerataan kesehata kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan
cakupan pelayanan kesahatan kepada penduduk berdasarkan letak georafis.
Dasar pendirian posyandu: (1) posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan
khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK,sekaligus dengan pelayanan KB: (2)
posyandu dari masyarakat,untuk masyarakat,dan oleh masyarakat,sehingga menimbulkan rasa
memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang Kesehatan Keluarga Berencana.
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang,seperti pos penimbangan balita,posimunisasi,pos
Keluarga Berencana (KB) desa,dan pos kesehatan. Syarat pembentukan posyandu yaitu minimal
terdapat 100 orang balita dalam satu RW,terdiri atas 120kepala keluarga,disesuaikan dengan
kemampuan petugas 9BidanDesa), dan jarak antara kelompok rumah tidak terlalu jauh.
Posyandu sebaiknya berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat,ditentukan oleh
masyarakat sendiri,dapat merupakan local tersendiri, serta bila tidak memungkinkan dapat
dilaksanakan dirumah penduduk,balai rakyat,pos RT/RW,atau pos lainnya. Sementara
pelaksanaan kegiatan posyandu adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas. Sedangkan pengelola posyandu adalah
pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader OKK, tokoh masyarakat formal
dan informal, serta kader kesehatan yang ada diwilayah tersebut.
Kegiataan posyandu meliputi tujuh kegiatan utama yang disebut Sapta Krida Posyandu,
yaitu;
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga berencana (KB)
3. Imunisasi
4. Peninngkatan gizi
5. Penanggulangan diare
6. Sanitasi dasar
7. Penyediaan obat esensial
Selain itu, pelayanan kesehatan yang dijalankan di posyandu meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
a. Penimbangan bulanan
b. Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang.
c. Imuniasi bayi 3-14 bulan
d. Pemberian oralit untuk menanggulangi diare
e. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil,ibu menyusui,dan pasangan usia subur
a. Pemeriksaan kesehatan umum
b. Pemeriksaan kehamilan dan nifas
c. Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
d. Imunisasi tetanus untuk ibu ham
e. Penyuluhan kesehatan dan KB
3. Pemberian alat kontrasepsi
4. Pemberian oralit pada ibu yang terkena penyakit diare
5. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
6. Pertlongan pertama pada kecelakaan
Tugas kader dalam rangka penyelengaraan posyandu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
sebagai berikut:
1. Tugas sebelum pelaksanaan posyandu
Tugas ini disebut juga tugas pada hari H(-) posyandu yang meliputi:
a. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu alat penimbangan bayi, KMS, alat peraga, alat pengukur
LILA,obat-obatan yang dibutuhkan (pil besi,vitamin A, oralit), serta bahan materi penyuluhan;
b. Mengundang dan megerakkan masyarakat,yaitu memberi tahu ibu-ibu untuk datang ke
posyandu;
c. Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor desa
dan meminta mereka untuk memastikan apakah petugas sector bisa hadir saat pelaksanaan
posyandu;
d. Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas di antara kader
posyandu,baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan;
2. Tugas pada pelaksanaan posyandu
Tugas ini disebut juga tugas pada hari H posyandu dengan tugas pelayanan 5 meja, yang
meliputi;
a. Meja 1
- Pendaftaran, mendaftar bayi/balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur
- Pencatatan bayi, ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur , yaitu menuliskan
nama balita pada KM dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS, serta menuliskan nama ibu
hamil pada formulir atau register ibu hamil.
b. Meja 2
Penimbangan balita , ibu hamil dan mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas yang akan
dipindahkan pada KMS
c. Meja 3
Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat), memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari
secarik kertas kedalam KMS.
d. Meja 4
- Diketahui berat badan anak yang naik atau tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, dan
PUS yang belum mengikuti KB.
- Penyuluhan kesehatan, menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasakan data
kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada ibu bayi/balita dan
memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada data KMS anaknya atau hasil
pengamatan mengenai masalah yang dialami
e. Meja 5
Pelayanan sektor yang biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan di antaranya dokter
perawat,juru imunisasi, dan sebagainya. Pelayanan yang diberikan meliputi: pemberian
imunisasi, pemberian pil tambah darah (pil besi), vitamin A dan obat-obatan lainnya,
pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan,dan pengobatan, serta pelayanan kontrasepsi
seperti IUD, suntikan, dan lain-lain.
3. Tugas setelah pelaksanaan posyandu
Tugas ini disebut juga pada H (+) posyandu, yang meliputi :
a. Memindahkan catatan-catatan dalam KMS ke dalam buku register atau buku bantu kader.
b. Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan posyandu pada bulan
berikutnya.
c. Kegiatan diskusi kelompok (penyuluhan kelompok) bersama ibu-ibu yang lokasi
rumahnya berdekatan (kelompok dasawisma).
d. kegiatan kunjungan rumah ( penyuluhan perorangan), sekaligus untuk tindak lanjut dan
mengajak ibu-ibu datang ke posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.
Prinsip dasar posyandu adalah sebagai berikut :
1. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara pelayanan
professional dan nonprofessional (oleh masnyarakat).
2. Adanya kerja sama lintas program yang baik (KIA, KB, gizi, imunisasi, dan
penanggulangan diare) maupun lintas sektoral (Departemen Kesehatan RI dan BKKBN).
3. Kelembagaaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang atau pos timbang , pos imunisasi,
pos kesehatan dan lain-lain.
4. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (bayi 0-1 tahun, anak balita 1-4 tahun, ibu hamil,
dan PUS).
5. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD) atau primary Health Care (PHP).
Langkah – langkah pembentukan posyandu adalah sebagai berikut :
1. Perumusan masalah: survei mawas diri dan penyajian hasil survey (lokakarya mini).
2. Perencanaan pemecahan masalah: kaderisasi sebagai pelaksanaan posyandu, pembentukan
pengurus sebagai pengelola posyandu dan menyusun rencana kegiatan posyandu.
3. Pelaksanaan kegiatan: kegiatan diposyandu sekali sebulan atau lebih, pengumpulan dana
sehat dan pencatatannya serta laporan kegiatan posyandu.
4. Evaluasi: evaluasi hasil kegiatan yang sedang berjalan dan evaluasi hasil kegiatan sesuai
dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
5. Kesimpulan
a. Posyandu merupakan kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk pos
timbangan, PMT (Ppemberian Makanan Tambahan), pos kesehatan dan sebagainya dengan
motivasi baru yang merupakan bentuk operasional dari pendekatan strategis keterpaduan 5
program atau KB kesehatan dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita,
dan penurunan angka fertilitas dalam rangka mempercepat terwujudnya norma keluarga kecil
bahagia sejahtera (NKKBS).
b. Peranan lintas sektoral dan lintas program berpengaruh dalam keberhasilan posyandu.
c. Peningkatan peran serta aktif masyarakat akan meningkatkan daya guna dan hasil guna
posyandu.
d. Alih teknologi, swakelola masyarakat merupakan aspek dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Pada pelaksanaanya, posyandu melibatkan tugas puskesmas, petugas BKKBN sebagai
penyelenggara pelayanan professional dan peran serta masyarakat secara aktif dan positif
sebagai penyelenggara pelayanan nonprofesional serta terpadu dalam rangka alih teknologi dan
swakelola masyarakat.
Dari segi petugas puskesmas:
1. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan pembinaan PKMD.
2. Perencanaan terpadu tingkat puskesmas ( microplanning) lokakarya mini
3. Pelaksanaan melaluisistem meja 5 dan alih teknologi
Dari segi masyarakat:
1. Kegiatan swadaya masyarakat yang diharapkan adanya kader kesehatan
2. Perencanaan melalui musyawarah masyarakat desa
3. Pelaksanaan melalui system 5 meja
Dukungan lintas sektoral sangat diharapkan mulai tahap persiapan, perencanaan,
pelaksanaan, bahkan penilayan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik
baik dalam segi motivasi maupun teknis dari masing-masing sector.
Posyandu pasca- otonomi daerah mrenjadi mati suri . hal ini disebabkan banyaknya
daerah yang beranggapan bahwa posyandu bukanlah sektos strategis. Akibatnya, pemerintah
daerah setempat tidak menjadikan posyandu sebagai program prioritas dibidang kesehatan
sekalikus mengalokasikan anggaran yang cukup. Merebaknya kasus balita bergizi buruk pada
tahun 2005 berujung pada revitalisasi posyandu. Di jawa timur mulai tahun 2006 posyandu
ditetapkan sebagai program utama, bahkan telah menganggarkan alokasi dana APBD yang cukup
besar. Dana tersebut difokuskan pada pemberian uang insentif bagi kader posyandu, Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) bagi balita, dan melengkapi sarana prasarana diposyandu seperti alat
timbangan dan lainya.
Daerah juga mulai kreatif dalam mengombinasikan program posyandu tidak semata-mata
kegiatan pembinaan balita dan PMT, tetapi posyandu mulai dibangun dengan kegiatan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau simpan pinjam untuk kegiatan ekonomi produktif .
kemudian kegiatan tersebut lebih dikenal dengan nama posyandu terpadu.
2. PRIMARY HEALTH CARE
Primary health care (PHC) merupakan hasil pengkajian, pemikiran dan pengalaman
dalam pembangunan kesehatan di banyak Negara yang diawali dengan kampanye missal pada
tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Pada tahun 1960, tegnologi kuratif dan
preventif mengalami kemajuan. Oleh karena itu timbul pemikiran untuk mengembangkan konsep
upaya dasar kesehatan. Tahun 1977, pada siding kesehatan dunia dicetuskan kesepakatan untuk
melahirkan “health for all by the year 2000”, Yang sasaran utamanya dalam bidang social pada
tahun 2000 adalah “tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif, baik secara social maupun ekonomi”.
PHC adalah pelayanan kesehatan pokok berdasarkan kepada metode dan teknologi
praktis, ilmiah, dan social yang dapat diterima secara umum, baik oleh individu maupunkeluarga
dalam masyarakat, melalui partisipasimereka sepenuhnya, serta biaya yang dapat dijangkau oleh
masyarakat dan Negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat
untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasip sendiri ( self determination).
Tujuan Primary Health Care (PHC) dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan umum, yaitu mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diselenggarakan, sehingga akan tercapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima
pelayanan .
2. Tujuan khusus yaitu:
a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani
b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
c. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani
d. Pelayanan harus secara maksimal menggunakan tenaga dan sumber-sumber daya lain
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
PHC hendaknya memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Pemeliharaan kesehatan
2. Pencegahan penyakit
3. Diagnosis dan pengobatan
4. Pelayanan tindak lanjut
5. Pemberian sertifikat
Tiga unsur utama PHC YAITU:
1. Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
2. Melibatkan peran serta masyarakat
3. Melibatkan kerja sama lintas sektoral
Dalam pelaksanaan PHC paling sedikit harus memiliki 8 elemen, antara lain sebagai
berikut.
1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta pengendalian.
2. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
4. Kesehatan ibu dan anak termasuk Keluarga Bencana
5. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
6. Pencegahan dan penggendalian penyakit edemik setempat
7. Pengobatan penyakit utama dan ruda paksa
8. Penyediaan obat-obat esensial
Ciri-ciri PHC antara lain:
1. Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
2. Pelayanan yang menyeluruh
3. Pelayanan yang terorganisasi
4. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat
5. Pelayanan yang berkesinambungan
6. Pelayanan yang progesif
7. Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
8. Pelayanan tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja
Tanggung jawab perawat dalam PHC lebih dititikberatkan kepada hal –hal sebagai
berkut:
1. Mendorong partisipasi aktif masnyarakat
2. Kerja sama dengan masyarakat, keluarga dan individu
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada masyarakat
4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan dan kepada
masyarakat
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat.
sumber : Buku Wahid Iqbal Mubaraq Jilid 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bercermin pada abad ke-20, mudah bagi kita untuk menyebutkan kemajuan besar yang
terjadi dalam bidang kesehatan dan harapan hidup dari begitu banyak manusia didunia. Angka
kematian bayi menurun tajam, banyak penyakit infeksius yang telah terkendalikan, dan tersedia
program KB yang lebih baik. Namun, masih banyak ruang untuk diperbaiki ! Gaya hidup sehat
perorangan menyebabkan meningkatkan kasus kesakitan dan kematian sampai ketingkat sampai
ketingkat yang tidak dapat diterima akibat penyakit noninfeksius seperti kanker dan penyakit
jantung. Selain itu, penyakit infeksius yang baru dan yang bangkit kembali telah menipiskan
sumber-sumber yang tersedia untuk pengendaliannya. Dengan begitu, pencapaian kesehatan
yang baik tetap menjadi tujuan seluruh dunia di abad ke-21. Pemerintah, lembaga swasta, dan
individu diseluruh dunia berupaya untuk meningkatkan kesehatan. Walaupun upaya individual
untuk meningkatkan kesehatan pasti memberikan konstribusi terhadap kesehatan semua
komunitas, upaya komunitas yang terorganisasi terkadang perlu jika masalh kesehatan yang ada
telah menghabiskan sumber yang dimiliki induvidu. Jika upaya semacam itu tidak dilakukan,
kesehatan seluruh komunitas dalam bahaya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah singkat kesehatan komunitas dan kesehatan masyarakat.?
2. Bagaimana sejarah perkembangan kesehatan masyarakat.?
3. Bagaimana perkembahangan kesehatan masyarakat di indonesia.?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan pusat pelayanan
kesehatan masyarakat. Serta perkembangan kesehatan mayarakat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kata kesehatan berbeda bagi orang yang berbeda. Begitu pula, ada kata lain yang dapat
didefinisikan dalam berbagai cara.
Kata health berasal dari hal, yang berarti “hale, sound, whole” (kuat, baik, utuh). Berkaitan
dengan kesehatan manusia, kata health (kesehatan) telah didefinisikan dengan sejumlah cara-
seringkali dalam konteks sosialnya, saat orangtua menjelaskan kesehatan seorang anak atau saat
seorang penggemar fanatic menggambarkan kesehatan seorang atlet professional. Sampai awal
era promosi kesehatan, pada pertengahan tahun1970-an, definisi yang paling luas diterima adalah
definisi kesehatan yang dipublikasikan WHO ditahun 1974. Definisi tersebut menyatakan
“kesehatan adalah kondisi sehat yang fisik, mental”. Namun, sekarang ini, kata tersebut
megambil pendekatan yang lebih holistic; Hahn dan payne menjelaskan kesehatan dalam bentuk
enam dimensi yang interaktif dan dimensi-dimensi fisik, emasional, social, intelektual, spiritual,
dan dimensi okuposional. Dengan begitu, kesehatan sebagai keadaan atau kondisi dinamis yang
sifatnya multidimensional dan merupakan hasil adaptasi seseorang terhadap lingkungannya.
Kesehatan merupakan sumber untuk kehidupan dan ada dalam berbagai tingkatan. “banyak
orang yang menikmati suatu kondisi sehat walau orang lain mungkin memandang kondisi
tersebut sebagai kondisi yang tidak sehat.”
Kesehatan masyarakat mengacu pada status kesehatan sebuah kelompok orang tertentu
dan tindakan serta kondisi pemerintah untuk meningkatkan, melindungi, dan mempertahankan
kesehatan mereka.
B. SEJARAH SINGKAT KESEHATAN KOMUNITAS DAN KESEHATAN
MASYARAKAT
Sejarah kesehatan komunitas dan kesehatan masyarakat hampir sepanjang sejarah
peradaban. Sejarah singkat ini menyajikan sejumlah prestasi dan kegagalan didalam kesehatan
komunitas dan kesehatan masyarakat.
1. Peradaban awal
Secara umum, tidak ada cacatan mengenai praktik kesehatan komunitas yang paling awal.
Mungkin praktek tersebut berupa pantangan untuk berdefekasi di dalam wilayah pemukiman
suku atau didekat sumber air minum. Mungkin juga berupa ritual yang berkaitan dengan
pemakaman orang yang meninggal. Tentu saja, penggunaan ramuan untuk pencegahan dan
pegobatan penyakit dan bantuan masyarakat saat persalinan bayi merupakan praktik yang sudah
ada mendahului keberadaan catatan arkeologi.
a. Masyarakat kuno (sebelum 500 SM)
Penggalian di lokasi bebrapa peradaban awal yang terkenal telah mengungkapkan bukti
adanya aktivitas kesehatan komunitas. Temuan arkeologi dari lembah Indus di india utara,
bertanggal sekitar 2000 SM, memberikan adanya kamar mandi dan system drainase didalam
rumah dan saluran pembuangan air yang terletak lebih rendah dari permukaan jalan. System
drainase juga ditemukan diantara reruntahan kerajaan mesir kuno pertengan (2700-2000 SM).
Orang-orang myceneans, yang tinggal di Crete pada 1600 SM telah memiliki toilet, system
penggelontoran, dan saluran pembuangan air. Resep obat tertulis untuk obat-obatan berhasil
ditafsirkan dari lempeng tanah liah (prasasti) orang Sumerian yang bertanggal sekitar 2100 SM.
Sampai sekitar 1500 SM sudah lebih dari 700 obat yang dikenal orang mesir.
Mugkin tulisan yang paling awal yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat adalah
Hukum Hammurabi (Code of Hammurabi), raja terkenal dari babilonia, yang hidup 3900 tahun
yang lalu. Hukum Hammurabi juga memuat undang-undang yang berkaitan dengan praktik
dokter dan kesehatan. Bible’s Book of Leviticus, yang ditulis sekitas 1500 SM, memberikan
petunjuk mengenai kebersihan personal, sanitasi perkemahan, disinfeksi sumur, isolasi penderita
lepra, pembuangan sampah, dan hygiene maternitas.
b. Budaya klasik (500 SM-500 M)
Selama abad ke 13 dan ke 12 SM, orang Yunani mulai bepergian ke Mesir dan terus
melakukannya sampai beberapa abad selanjutnya. Ilmu pengetahuan dari orang Babilonia, Mesir,
Yahudi dan suku lainnya di Mediterania Timur tercakup didalam filosofi kesehatan dan
kedoteran Yunani. Selama “zaman keemasan” Yunani kuno (di abad ke 5 dan ke 6 SM), para
pria berpartisipasi dalam permainan adu kekuatan dan keahlian dan berenang di fasilitas umum.
Sangat sedikit bukti bahwa penekanan pada kebugaran ini dan pada keberhasilan dalam
pertandingan atletik dibebankan secara merata pada semua anggota masyarakat. Partisipasi
dalam aktivitas itu tidak didukung dan bahkan dilarang untuk wanita, kaum miskin, atau budak.
Orang-orang Yunani juga aktif menjalankan sanitasi komunikasi. Mereka memasok sumur-
sumur kota setempat dengan air yang diambil dari pegunungan yang berjarak sejauh 10 mil.
Setidaknya dalam satu kota, air yang berasal dari sumber yang jauh disimpan dalam reservoir
dengan ketinggian 370 kaki diatas permukaan laut.
Orang-orang romawi mengembangkan teknologi yunani itu dan membangun saluran air yang
dapat mengalirkan sampai bermil-mil jauhnya. Bukti sekitar 200 saluran air di Romawi masih
ada sampai sekarang, di Spanyol ke Syiria dan dari Eropa Utara sampai Afrika utara. Orang
Romawi juga membangun saluran air dan merintis aktivitas kesehatan komunitas yang lain,
diantaranya pengaturan pembangunan gedung, pembuangan sampah, dan pembersihan jalan dan
perbaikkannya.
Kekaisaran Romawi memang gudang ide pengobatan Yunanai, tetapi dengan sedikit
pengecualian, Romawi tidak berbuat banyak terhadap kemajuan pemikiran dibidang Kedokteran.
Namun, ada satu konstribusi penting yang mereka berikan untuk bidang kedokteran dan layanan
kesehatan-rumah sakit.walau rumah sakit pertama hanya merupakan penampungan budak yang
sakit, sebelum era Romawi, umat kristiani telah membangun rumah sakit umum sebagai
organisasi amal. Saat kekaisaran Romawi runtuh pada tahun 476 M, kebanyakan aktivitas
kesehatan masyarakat menghilang.
2. Abad Pertengahan (500-1500 M)
Periode dari akhir Kekaisaran Romawi di wilayah Barat sampai tahun 1500 M dikenal
sebagai Abad Pertengahan.
Pendekatan terhadap kesehatan dan penyakit pada zaman ini sangat berbeda dengan
pendekatan di zaman Kekaisaran Romawi. Selama masa itu semakin berkembang paham
materialism Romawi dan kesadaran Spiritual. Masalah kesehatan dipandang memiliki penyebab
spiritual dan solusi spiritual. Pandangan ini memang benar pada awal abad pertengahan, selama
periode yang dikenal sebagai “zaman kegelapan” (500-1000 M). baik kepercayaan ritual
maupun umat kristiani menyalahkan kekuatan supranatural sebagai penyebab penyakit. Ajaran
St. Augustine misalnya, menyatakan penyakit disebabkan oleh setan yang dikirim untuk
menyiksa jiwa manusia, dan kebanyakan umat kristiani percaya bahwa penyakit merupakan
hukuman atas dosa mereka.
Tidak diperhitungkan peran lingkungan fisik dan biologis kedalam hubungan sebab-akibat
penyakit menular menyebabkan epidemic yang ganas dan tidak terkendali selama era spiritual
kesehatan masyarakat ini. Epidemic ini menyebabkan penderitaan dan kematian jutaan orang.
Salah satu awal epidemic yang berhasil dicatat adalah epidemic penyakit lepra. Sampai tahun
1200 M, memperkirakan terdapat sekitar 19.000 tempat penampungan penderita lepra dan
leprasaria di eropa.
Penyakit epidemi yang paling mematikan pada periode itu adalah pes. Sulit bagi kita, yang
hidup diawal abad ke-21, untuk membayangkan dampak epidemic pes yang terjadi di Eropa.
Tiga epidemic besar penyakit pes : yang pertama dimulai tahun pada tahun 543 M, kedua 1348
M, dan terakhir tahun 1664. Epidemic terburuk terjadi pada abad ke-14, saat penyakit itu dijuluki
sebagai “black death”. Di Eropa saja, sekitar 25 juta orang menjadi korbannya. Jumlah ini
melebihi jumlah penduduk yang tinggal dinegara bagian Ohio dan Pensylvania sekarang.
Separuh populasi di London meninggal dan dibeberapa wilayah Perancis hanya 1 dari 10 orang
yang selamat.
Selama abad pertengahan inijuga terjadi epidemic penyakit yang lain, diantaranya, cacar,
difteri, campak, influenza, tuberculosis, antraks dan trakoma. Banyak penyakit lain, yang saat ini
belum terdeteksi, mengambil giliran. Penyakit epidemic terakhir selama periode itu adalah sifilis,
yang muncul pada tahun 1492. Penyakit ini, seperti halnya penyakit epidemic yang lain, juga
membunuh ribuan orang.
3. Zaman Renaissance dan Penjelajahan
Periode Renaissance merupakan periode yang ditandai dengan lahirnya kembali pemikiran
tentang karakteristik alam dan kemanusiaan. Perdagangan antarkota dan antarnegara sudah
berkembang dan terjadi pertambahan penduduk dikota-kota besar. Periode ini juga ditandai
dengan adanya penjelajahan dan penemuan. Perjalanan Columbus, Magellan, dan penjelajah
lainnya pada akhirnya mengarah pada peride kolonialisme (penjajahan). Dampak Renaissance
terhadap kesehatan komunitas sangat besar. Pengkajian yang lebih cermat terhadap kejadian
Luar Biasa (KLB) penyakit yang terjadi selama periode itu mengungkap bahwa penyakit
semacam pes selain membunuh orang suci juga membunuh pendosa. Selain itu, keyakinan
bahwa penyakit disebabkan oleh factor-faktor lingkungan, bukan factor spiritual, semakin
berkembang. Contoh, istilah malaria (yang berarti udara kotor) merupakan sebutan khas untuk
udara yang lembab dan basah, yang kerap menjadi sarang nyamuk yang menularkan malaria
Observasi yang lebih kritis terhadap penyakit menghasilkan penjelasan yang lebih akurat
mengenai gejala dan akibat suatu penyakit. Observasi ini mengarah kepada pengenalan awal
penyakit batuk rejan, tifus, scarlet fever, dan malaria, sebagai penyakit yang khas dan berbeda.
Epidemic penyakit cacar, malaria, dan pes masi menjamur di Inggris dan seluruh Eropa. Pada
tahun 1665, epidemic pes menelan korban 68.596 jiwa di London, yang pada saat itu
berpenduduk 460.000 jiwa (15 % dari populasi menjadi korban). Penjelajah, penjajah, dan
pedagang serta awak mereka menyebarkan penyakit kedaerah jajahan dan penduduk setempat
diseluruh Dunia Baru. Cacar, campak, dan penyakit lainnya membinasakan penduduk asli yang
tidak terlindungi
4. Adab Kedelapan Belas
Abad ke-18 ditandai dengan perkembangan industry. Walau mulai mengenal sifat suatu
penyakit, kondisi kehidupan saat itu sangat tidak kondusif untuk kesehatan. Kota-kota sangat
padat dan sumber air tidak memadai dan kerap tidak sehat. Jalan-jalan biasanya tidak dipadatkan,
sangat kotor, dan penuh dengan sampah. Banyak rumah yang berlantai kotor dan tidak sehat.
Tempat kerja tidak aman dan tidak sehat. Sebagian besar pekerja adalah kaum miskin,
termasuk anak-anak, yang dipaksa bekerja dengan jam kerja yang panjang sebagai pembantu
yang terikat kontrak. Banyak dari pekerjaan itu yang tidak aman atau harus dilakukan
dilingkungan yang tidak sehat, misalnya pabrik tekstil dan pertambangan batubara.
Salah satu kemajuan di bidang kedokteran, terjadi di akhir abad ke-18, layak disebutkan
karena maknanya bagi kesehatan masyarakat. Pada tahun 1796, Dr. Edward Jenner berhasil
memperagakan proses vaksinasi sebagai perlindungan terhadap penyakit cacar. Ia melakukannya
dengan menginokulasi seorang anak laki-laki dengan materi yang berasal dari nanah penyakit
cowpox (Vaccinia). Saat kemudian dipajankan dengan materi dari nanah penyakit (variola), anak
laki-laki itu tetap sehat.
Temuan Dr. Jenner tetap menjadi salah satu temuan terbesar sepanjang zaman baik bagi
dunia kedokteran maupun kesehatan masyarakat. Sebelum temuan itu, jutaan orang meninggal
atau bahkan menjadi “bopengan” akibat cacar. Satu-satunya metode pencegahan yang dikenal
adalah “variolasi”, suatu bentuk inokulasi dengan menggunakan materi cacar itu sendiri.
Prosedur ini sangat berbahaya karena orang yang mejalaninya terkadang justru terkena cacar.
Walau begitu, selama revolusi amerika, Jendral George Washington memerintahkan pasukan
koloni amerika untuk menjalani “variolasi”. Perintah ini dikeluarkannya untuk memastikan
bahwa epidemic cacar yang menyerang tidak akan memusnakan pasukannya. Yang cukup
menarik rata-rata usia kematian seseorang yang tinggal diamerika serikat selama waktu tersebut
adalah 29 tahun.
Diakhir abad ke-18, kaum muda AS berbagai masalah penyakit, termasuk berlanjutan KLB
cacar, kolera, demam typoid dan yellow fever. KLB yellow fever biasanya menyerang kota-kota
pelabuhan, seperti Charleston, Baltomore, New Work, dan New Orleans, tempat
merapatnyakapal dari wilayah tropis Amerika. Epidemic terbesar penyakit yellow fever di
Amerika terjadi diphiladelpia tahun 1793., dengan perkiraan sekitar 23.000 kasus, termasuk
4.044 korban meninggal dalam populasi yang diperkirakan hanya berjumlah 37.000 jiwa.
Untuk mengatasi epidemic yang berlanjut itu dan banyak masalah kesehatan lainnya,
misalnya kebersihan dan perlindungan terhadap persediaan air, dibentuk beberapa lembaga
kesehatan pemerintah. Pada tahun 1798, Marine Hospital Service (selanjutnya menjadi U.S
Public Health Service) dibentuk untuk mengatasi penyakit yang menyerang diatas sarana
angkutan air. Sampai tahun 1799, beberapa kota besar di Amerika, termasuk Boston, Philadelpia,
New York, dan Baltimore juga membentuk dewan kesehatan kota.
5. Abad Kesembilan Belas
Selama paruh pertama abad ke-19, terjadi beberapa kemajuan luar biasa dibidang kesehatan
masyarakat. Kondisi kesehatan kehidupan di Eropa dan Inggris tetap tidak saniter dan
industrialisasi menyebabkan semakin banyak penduduk berada di kota. Namun, metode
pertanian yang lebih baik menyebabkan perbaikan gizi bagi banyak orang.
Selama periode ini, Amerika menikmati ekspansinya kearah barat, yang ditandai dengan
semangat pioneer, kecukupan diri, dan individualism yang kuat. Pendekatan pemerintah federal
pada masalah kesehatan dicirikan dengan istilah Perancis Laissez faire, yang berarti tanpa
campur tangan. Selain itu, ada beberapa peraturan kesehatan atau lembaga kesehatan didaerah
pedesaan. Praktik pertabiban tumbuh subur, periode ini merupakan masa yang sangat tepat untuk
anjuran “pembeli waspada”.
Epidemic masih berlanjut dikota-kota besar Eropa dan Amerika. Tahun 1849, epidemic
kolera menyerang London. Dr. john Snow mempelajari epidemic ini dan mengajukan hipotesis
bahwa penyakit ini disebabkan oleh konsumsi air dari pompa Broad Street. Dia memperoleh izin
untuk melepas pegangan pompa, dan epidemic pun selesai. Tindakan snow sangat luar biasa
karena berlangsung sebelum penemuan bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit.
Teori yang dominan saat itu tentang penyakit menular adalah “teori miasmas ”. Menurut teori
ini, uap atau bau tak sedap (miasmas) yang keluar dari tanah merupakan sumber dari banyak
penyakit. Teori miasmas tetap terkenal hampir disepanjang abad ke-19.
Di Amerika pada tahun 1850, Lemuel Shattuck menyusun laporan kesehatan untuk
Persemakmuran Massachusetts yang menggarisbawahi perlunya kesehatan masyarakat untuk
negara bagian ini. Termasuk di dalamnya rekomendasi untuk pembentukan dewan kesehatan,
pengumpulan data statistic vital, penerapan tindakan yang saniter, dan penelitian penyakit.
Shattuck juga merekomindasikan pendidikan kesehatan dan pengendalian pajanan terhadap
alkohol, asap rokok, makanan tidak bermutu, dan ramuan tabib. Walau beberapa
rekomendasinya perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat diterapkan (Massachusetts Board of
Health belum terbentuk sampai tahun 1869), hal yang signifikan dari laporan Shattuck begitu
sedemikian rupa sehingga tahun 1850 menjadi masa kunci di dalam kesehatan masyarakat
Amerika; tahun itu menandai dimulainya era modern kesehatan masyarakat.
Kemajuan nyata di dalam pemahaman mengenai penyebab berbagai penyakit menular
berlangsung pada seperempat abad terakhir abad ke-19. Salah satu kendala pada kemajuan itu
adalah teori perkembangbiakan spontan, pemikiran yang menyatakan organisme hidup dapat
berkembang dari benda anorganik atau benda takhidup. Serupa dengan teori adalah pemikiran
bahwa satu jenis mikroba dapat berubah menjadi jenis organism yang lain.
Di Tahun 1862, Louis Pasteur dari Perancis mengajukan teori kuman penyakit. Selama tahun
1860-an dan 1870-an, dia dan beberapa lainnya melakukan eksperimen dan observasi yang
mendukung teorinya dan menumbangkan teori spontanitas. Pasteur bener-bener sangat berjasa
karena berhasil menumbangkan teori perkembangbiakan spontan.
Ilmuan Jerman Robert Koch merupakan orang yang mengembangkan kriteria dan prosedur-
prosedur penting untuk membuktikan pendapat bahwa mikroba tertentu, dan bukan mikroba lain,
yang menyebabkan penyakit tertentu. Demonstrasi pertamanya dengan basilus antraks
berlangsung pada tahun 1876. Antara tahun 1877 sampai akhir abad ke-19, identitas sejumlah
agens penyakit bakteri berhasil dipastikan, termasuk di antaranya penyebab gonorrhea, tifus,
lepra, tuberculosis, kolera, difteri, tetanus, pneumonia, pes, dan disentri. Periode ini (1875-1900)
lebih dikenal dengan julukan periode bakteriologis kesehatan masyarakat.
Walaupun kebanyakan temuan ilmiah di akhir abad ke-19 terjadi di Eropa, cukup banyak
prestasi kesehatan masyarakat yang terjadi di Amerika. Undang-undang pertama yang melarang
susu bermutu rendah (adulteracion) disahkan pada tahun 1856, survai kebersihan pertama
dilakukan di New York City tahun 1864, dan Amerika Public Health Association didirikan tahun
1872. Marine Hospital Service memiliki wewenang baru untuk melaksanakan inspeksi dan
investigasi karena dikeluarkannya Port Zuarantine Act tahun 1878. Pada tahun 1890,
pasteurisasi pada susu mulai diperkenalkan, sementara pemeriksaan atas daging dimulai tahun
1891. Selama periode itu pula perawat pertama kali dipekerjakan oleh industry (1895)dan
sekolah (1899). Juga pada tahun 1895, septic tank diperkenalkan untuk pengolahan air kotor.
Pada tahun 1900, Mayor Walter Reed dari pasukan Amerika mengumumkan bahwa yellow fever
ditularkan melalui nyamuk.
6. Abad Kedua Puluh
Saat dimulainya abad ke-20, angka harapan hidup masih kurang dari 50 tahun. Penyebab
utama kematian adalah penyakit menular-influenza, pneumonia, tuberculosis, dan infeksi saluran
pencernaan. Penyakit menular yang lain, misalnya, demam tifoid, malaria, dan difteri juga
banyak menelan korban.
Masalah kesehatan yang juga terjadi. Jutaan anak mengalami kondisi yang ditandai dengan
diare takmenular atau kelainan bentuk tulang. Walau gejala pellagra dan rakitis sudah dikenal
dan dijelaskan, penyebab penyakit itu masih menjadi misteri yang belum dipecahkan sampai
pergantian abad. Penemuan bahwa kondisi itu disebabkan oleh defesiensi vitamin berjalan
lambat karena sebagian ilmuwan mencari penyebab bakterialnya.
Defisiensi vitamin dan salah satu kondisi pemicunya, kesehatan gigi yang buruk, merupakan
hal yang sangat umum dijumpa di daerah kumuh kota-kota Amerika dan Eropa. Tidak
tersedianya layanan prenatal dan pascanatal yang memadai menyebabkan tingginya angka
kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran.
Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia Abad Ke-16 – Pemerintahan Belanda
mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera. Dengan melakukan upaya-upaya kesehatan
masyarakat. Tahun 1807 – Pemerintahan Jendral Daendels, melakukan pelatihan dukun bayi
dalam praktek persalinan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi, tetapi tidak
berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih. Tahun 1888 – Berdiri pusat laboratorium
kedokteran di Bandung, kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan,
Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit
seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
Tahun 1925 – Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan
daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di
Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
Tahun 1927 – STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah
kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter
tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tahun 1930 – Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan Tahun
1935 – Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan
DDT dan vaksinasi massal. Tahun 1951 -Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan)
oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya
bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat
dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang
kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer
dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap
kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952 - Pelatihan intensif dukun bayi
Tahun 1956 - Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model
pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model
keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1967 – Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu
sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem
Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
Tahun 1968 – Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah
merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah
(Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati
sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara
terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan di kotamadya/kabupaten.
Tahun 1969 : Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe
B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai
program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
Tahun 1979 Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas
saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata
dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu
Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian
kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Tahun 1984 Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di
Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi)
Awal tahun 1990-an Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran
serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dalam ilmu kesehatan masyarakat tidak terlepas dari 2 tokoh yakni, Asclepius dan Higela,
yang kemudian muncul dua aliran atau pendekatan dalam menangani masalah-masalah
kesehatan. Pertama aliran kuratif dari kelompok Aclepius dan aliran preventiv dari golongan
Higela, dua lairan tersebut saling berbeda dalam pengaplikasiannya pada kehidupan masyarakat.
Aliran kuratif bersifat rektif yang sasarannya per-individu, pelaksanaanya jarak jauh dan kontak
langsung dengan sasaran cukup sekali,kelompok ini pada umumnya terdiri dari dokter, dokter
gig, psikiater, dan praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan baik fisik, psikis, mental
maupun sosial. Sedangkan aliran prevevtiv lebih bersifat proaktif atau kemitraan yang
sasarannya masyarakat luas, Para petugas kesehatan masyarakat lulusan sekolah atau institusi
masyarakat bebagai jenjang masuk dalam kelompok ini.
1. Asclepius (Pendekatan Kuratif)
a. Sasaran –> individual, kontak dengan pasien sekali saja, jarak antara petugas & pasien
cenderung jauh.
b. Bersifat reaktif
c. Secara partial
2. Higeia (Pendekatan Preventif)
a. Sasaran –> masyarakat, masalahnya adalah masalah masyarakat dan hubungan antara petugas
dengan masyarakat bersifat kemitraan.
b. Bersifat proaktif
c. Secara holistic
C. SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan (Pre Scientific Period).
Sejarah kebudayaan peradaban masyarakat kuno yang berpusat di Babylonia, Mesir, Yunani
dan Roma (The Pre-Cristion Period). Pada saat itu pemerintah kota telah melakukan upaya-
upaya pemberantasan penyakit. Sebagai bukti ditemukan dokumen-dokumen tentang peraturan-
peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah (drainase), pengaturan air
minum, pembuangan sampah, dsb. (Hanlon, 1964). Dari hasil penemuan arkeologi pada saat itu
telah dibangun WC Umum (Public Latrine) dan sumber air minum sendiri namun untuk alasan
’estetika’, bukan untuk alasan kesehatan.
Pada kerajaan Romawi Kuno, peraturan-peraturan yang dibuat bedasarakan alasan kesehatan.
Dalam hal itu pegawai-pegawai kerajaan ditugaskan untuk melakukan supervisi ke lapangan ke
tempat-tempat air minum (Public Bar), warung makan, tempat-tempat prostitusi, dsb.
(Notoadmodjo, 2005).
a. Abad Pertama sampai Abad Ketujuh.
Pada masa ini berbagai penyakit menyerang penduduk. Di berbagai tempat terjadi endemik
atau wabah penyakit. Bahkan begitu banyaknya penyakit menular dan, oleh karena itu kesehatan
masyarakat makin dirasakan pentingnya (Halon, 1964). Penyakit kolera menjalar dari Inggriske
Afrika, kemudian ke Asia (khususnya Asia Barat dan Asia Timur) dan akhirnya sampai ke Asia
Selatan. Pada Abad ke 7 India menjadi pusat endemik kolera. Selain kolera penyakit lepra
menyebar dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui emigran. Upaya-upaya yang dilakukan
adalah perbaikan lingkungan yaitu higiene dan sanitasi, pengusahaan air minum yang bersih,
pembuangan sampah, ventilasi rumah telah menjadi bagian kehidupan masyarakat waktu itu
(Notoadmodjo, 2005).
b. Abad ke-13 sampai abad ke-17.
Pada masa ini kejadian endemik Pes yang paling dasyat terjadi di China dan India,
diperkirkan 13 juta orang meninggal. Catatan lain di India, Mesir dan Gaza 13.000 orang
meninggal setiap harinya, atau selamah wabah tersebut jumlah kematian mencapai 60 juta orang.
Pertistiwa tersebut dikenal dengan ’The Black Death’. Pada abad tersebut Kolera juga menjadi
masalah di beberapa tempat. Tahun 1603 terjadi kematian 1 diantara 6 orang karena penyakit
menular. Tahun1965 meningkat menjadi 1 diantara 5 orang. Tahun 1759 tercatat penyakit-
penyakit lain yang mewabah diantaranya Dipteri, Tifus, dan Disentri.
2. Periode Ilmu Pengetahuan (Scientific Period).
Abad ke-18 sampai permulaan abad ke-19 (kebangkitan Ilmu Pengetahuan.
Penyakit-penyakit yang muncul bukan saja dilihat sebagai fenomena biologis yang sempit,
tetapi merupakan suatu masalah yang komplek. Pada masa ini juga ditemukan berbagai macam
vaksin dan bahan disinvektans. Vaksin Cacar oleh Luis Pasteur, Asam Carbolic untuk sterilisasai
ruangan operasi ditemukan oleh Joseph Lister, Ether untuk Anestesi oleh Williem Marton, dsb.
Tahun 1832 di Inggris terjadi epidemic Kolera. Parlemen Inggris menugaskan Edmin
Chadwich, seorang pakar sosial untuk memimpin penyelidikan penyakit tersebut. Atas laporanya
tersebut Parlemen Inggris mengeluarkan UU tentang upaya-upaya peningkatan kesehatan
penduduk, termasuk sanitasi lingkungan dan tempat kerja, pabrik, dsb. John Simon diangkat oleh
pemerintah Inggris untuk menangani masalah kesehatan.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan tenaga
kesehatan. Tahun 1883 Sekolah Tinggi Kedolteran didirikan oleh John Hopkins di Baltimore AS,
dengan salah satu departemennya adalah Departemen Kesehatan Masyarakat. Tahun 1908
sekolah kedokteran mulai menyebar di Eropa, Kanada, dsb. Dari segi pelayanan masyarakat,
pada tahun 1855 untuk pertamakalinya pemerintah AS membentuk Departemen Kesehatan yang
merupakan peningkatan dari Departemen Kesehatahn Kota yang sudah terbentuk sebelumnya.
Tahun 1972 dibentuk Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health
Association) (Notoamodjo, 2005).
D. PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA.
1. Masa Pra Kemerdekaan.
Pada tahun 1807 Gubernur Jendral Daendels melakukan pelatihan praktik persalinan pada
para dukun bayi. Pada tahun 1851 didirikan sekolah dokter Jawa di Batavia yaitu STOVIA.
Tahun 1888 di Bandung didirikan Pusat Laboratorium Kedokteran yang selanjutnya menjadi
Lembaga Eykman sekarang. Pada Tahun 1913 didirikan Sekolah Dokter Belanda yaitu NIAS di
Surabaya. Tahun 1922 terjadi wabah Pes, sehingga tahun 1933-1935 diadakan pemberantasan
Pes dengan DDT dan vaksinasi massal.
Hasil penyelidikan Hydric, petugas kesehatan pemerintah waktu itu, penyebab kesakitan dan
kematian yang terjadi di Banyumas adalah kondisi sanitasi, lingkungan dan perilaku penduduk
yang sangat buruk. Hydric kemudian mengembangankan percontohan dan propaganda
kesehatan.
2. Masa Era Kemerdekaan.
a. Pra Reformasi.
1. Masa Orde Lama.
Pada tahun 1951 konsep bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah,
yaitu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun
1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model pelayanan
kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga. Kemudian didirikan Health Centre (HC) di 8
lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar), Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim),
Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY dan Kalimatan Selatan. Pada tanggal 12 November
1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal
tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN).
2. Masa Orde Baru.
Konsep Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1967 diadakan seminar konsep
Puskesmas. Pada tahun 1968 konsep Puskesmas ditetapkan dalam Rapat Kerja Kesehatan
Nasional dengan disepakatinya bentuk Puskesmas yaitu Tipe A, B & C. Kegiatan Puskesmas
saat itu dikenal dengan istilah ’Basic’. Ada Basic 7, Basic 13 Health Service yaitu : KIA, KB,
Gizi Mas., Kesling, P3M, PKM, BP, PHN, UKS, UHG, UKJ, Lab, Pencatatan dan Pelaporan.
Pada tahun 1969, Tipe Puskesmas menjadi A & B. Pada tahun 1977 Indonesia ikut menandatangi
kesepakatan Visi : ”Health For All By The Year 2000”, di Alma Ata, negara bekas Federasi Uni
Soviet, pengembangan dari konsep ” Primary Health Care”. Tahun 1979 Puskesmas tidak ada
pen’Tipe’an, dan dikembangkan piranti manajerial Perencanaan dan penilaian Puskesmas yaitu ’
Micro Planning’ dan Stratifikasi Puskesmas. Pada tahun 1984 dikembangkan Posyandu, yaitu
pemngembangan dari pos penimbangan dan karang gizi. Posyandu dengan 5 programnya yaitu,
KIA, KB, Gizi, Penangulangan Diare dan Imunisasi dengan 5 Mejanya (Notoadmodjo, 2005).
Pada waktu-waktu selanjutnya Posyandu bukan saja untuk pelayanan Balita tetpai juga untuk
pelayanan ibu hamil. Bahkanpada waktu-waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vit.A, Fe,
Garam Yodium, dan suplemen gizi lainnya. Bahkan Posyandun saat ini juga menjadi andalah
kegiatan penggerakan masyarakat (mobilisasi sosial) seperti PIN, Campak, Vit A, dsb.
b. Reformasi.
Waktu terus bergulir, tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Kemiskinan
meningkat, kemampuan daya beli masyarakat rendah, menyebabkan akses ke pelayanan
kesehatan renda, kemudian dikembangkan program kesehatan untuk masyarakat miskin yaitu,
JPS-BK. Tahun 1998 Indonesia mengalami reformasi berbagai bidang termasuk pemerintahan
dan menjadi negara dermokrasi. Tahun 2001 otonomi daerah mulai dilaksanakan, sehingga
dilapangan program-prorgam kesehatan bernunasa desentralisasi dan sebagai konsekuensi negara
demokrasi, program-program kesehatan juga banyak yang bernuasa ’politis’. Tahun 2003 JPS-
BK kemudian penjadi PKPS-BBM Bidang Kesehatan, tahun 2005 berubah lagi menjadi
Askeskin. Pada saat itu juga dikembangkan Visi Indonesia Sehat Tahun 2010 dengan Paradigma
Sehat. Puskesmas dan Posyandu masih tetap eksis, bahkan Posyandu menjadi andalan ujung
tombak ’mobilisasai sosial’ bidang kesehatan. Dalam era otonomi dan demokrasi menuntut
akutanbilitas dan kemitraan, sehingga berkembang LSM-LSM baik bidang kesehatan, maupun
bukan untuk menuntut akutanbilitas tersebut dalam berbagai bentuk partisipasi. Sebagai
’partnersship’ LSM-LSM tersebut program kesehatan yang bertanggung jawab adalah Promosi
Kesehatan. Promosi Kesehatan harus menjadi ujung tombak mewakili program kesehatan secara
keseluruhan, baik sebagai pemasaran-sosial Visi Indonesia Sehat 2010 untuk merubah
paradigma (Paradigma Sehat) petugas kesehatan dan masyarakat. Tugas lain promosi kesehatan
melakukan advokasi, komunikasi kesehatan dan mobilisasi sosial, baik kepada pihak
legislatif, eksekutif maupun masyarakat itu sendiri. Terutama melalui kemitraan dengan LSM-
LSM tersebut. Dengan kata lain pada era otonomi/desentralisasi saat ini sektor kesehatan harus
diperjuangkan juga secara politik karena sebenarnya saat ini bidang kesehatan disebut juga
sebagai era ’Political Health’, maka peranan promosi kesehatan sangat menonjol dalam ikut
mengakomodasi upaya tersebut dengan berbagai strategi.
Secara universal perkembangan Kesehatan Masyarakat dibagi menjadi 5 era, dengan dasar
pembagian 5 unsur, yaitu unsur jangkuan dengan filosofi yang dianut dengan titik berat
pelayanan, unsur penyelnggaraan pendidikan dan penelitian pengembangan, seperti pada Tabel
1.1 berikut dibawah ini.
Tabel 1.1 : Era Perkembangan Kesehatan Masyarakat
UnsurPengembangan
EmpiricalHealth
Era< 1850
Basic Science Era(1850-1900)
Clinical Science Era (1900-1950)
Public Health Science Era(1950-1900)
Political Science Era
> 1900
Titik Berat Pelayanan
Gejala-Gejala Penyakit
Bakteri & Penyakit
Pasien (Penderita)
Masyarakat/ penduduk
Masyarakat dan Lingkungan Kesehatan
Cara Penyelanggaraan Pendidikan
Mengikuti petunjuk secara mutlak dari pengajar
Diagnosa Laboratorium
Polikinilk/ Balai Pengobatan sebagai tempat praktik
Kelinik & balai Kesehatan Masyarakat dan masyakrakjat sebagai tempat praktik
RS Pendidikan dan daerah lokasi praktik
Penelitian dan Pengembangan
Pengalaman Empiris (historical)
Pengembangan Laboratorium
Pengembangan Iptek Kedokteran
Pengembangan masyarakat dan dengan pengembangan tolok ukur dan kreteria-kreteria
Selain pengembangan Iptek Kedokteran dan masy, juga dikembangankan bidang ilmu yang lain seperti ekonomi, sosial dan politik.
E. DEFENISI KESEHATAN MASYARAKAT
Kesehatan masyarakat menurut Winslow (1920), Kesehatan Masyarakat (Public Health)
adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan
melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian Masyarakat” untuk
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
3. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan
pengobatan.
5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang
layak dalam memelihara kesehatannya.
Menurut Ikatan Dokter Amerika (1948), kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara,
melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat.
F. RUANG LINGKUP KESEHATAN MASYARAKAT
Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup :
1. Ilmu biologi
2. Ilmu kedokteran
3. Ilmu kimia
4. Fisika
5. Ilmu Lingkungan
6. Sosiologi
7. Antropologi (ilmu yang mempelajari budaya pada masyarakat)
8. Psikologi
9. Ilmu pendidikan
Oleh karena itu ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multidisiplin.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut
sebagai pilar utama Ilmu Kesehatan Masyarakat ini antara lain sbb :
1. Epidemiologi.
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
3. Kesehatan Lingkungan.
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
5. Administrasi Kesehatan Masyarakat.
6. Gizi Masyarakat.
7. Kesehatan Kerja.
G. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DERAJAT KESEHATAN
MASYARAKAT
Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat, yaitu: factor
1. Perilaku
2. Lingkungan
3. Keturunan
4. Pelayanan Kesehatan.
Dari ke 4 faktor di atas ternyata pengaruh perilaku cukup besar diikuti oleh pengaruh faktor
lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Ke empat faktor di atas sangat berkaitan dan
saling mempengaruhi.
Perilaku sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Kebiasaan pola makan yang sehat dapat
menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung, darah tinggi, stroke,
kegemukan, diabetes mellitus dan lain lain. Perilaku / kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
juga dapat menghindarkan kita dari penyakit saluran cerna seperti mencret mencret dan lainnya.
Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan upaya
pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan
membangun Puskesmas, Pustu, Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan jejaring lainnya. Pelayanan
rujukan juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit rumah sakit baru di setiap kabupaten /
kota.
Upaya meningkatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat secara langsung juga
dipermudah dengan adanya program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi
masyarakat kurang mampu. Program ini berjalan secara sinergi dengan program pemerintah
lainnya seperti Program bantuan langsung tunai (BLT), Wajib Belajar dan lain lain.
Untuk menjamin agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang efektif
bagi masyarakat, maka pemerintah melaksanakan program jaga mutu. Untuk pelayanan di rumah
sakit program jaga mutu dilakukan dengan melaksanakan akreditasi rumah sakit.
Ke 4 faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat di atas tidak berdiri sendiri
sendiri, namun saling berpengaruh. Oleh karena itu upaya pembangunan harus dilaksanakan
secara simultan dan saling mendukung. Upaya kesehatan yang dilaksanakan harus bersifat
komprehensif, hal ini berarti bahwa upaya kesehatan harus mencakup upaya preventif / promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dengan berbagai upaya di atas, diharapkan peran pemerintah sebagai pembuat regulasi, dan
pelaksana pembangunan dapat dilaksanakan untuk meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesehatan masyarakat mengacu pada status kesehatan sebuah kelompok orang tertentu
dan tindakan serta kondisi pemerintah untuk meningkatkan, melindungi, dan mempertahankan
kesehatan mereka.
Sejarah Singkat Kesehatan Komunitas Dan Kesehatan Masyarakat
1. Peradaban awal
a. Masyarakat kuno (sebelum 500 SM)
b. Budaya klasik (500 SM-500 M)
2. Abad Pertengahan (500-1500 M)
3. Zaman Renaissance dan Penjelajahan
4. Adab Kedelapan Belas
5. Abad Kesembilan Belas
6. Abad Kedua Puluh
Sejarah Perkembangan Kesehatan Masyarakat
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan (Pre Scientific Period).
a. Abad Pertama sampai Abad Ketujuh.
b. Abad ke-13 sampai abad ke-17.
2. Periode Ilmu Pengetahuan (Scientific Period).
Abad ke-18 sampai permulaan abad ke-19 (kebangkitan Ilmu Pengetahuan.
Perkembahangan Kesehatan Masyarakat Di Indonesia.
1. Masa Pra Kemerdekaan.
2. Masa Era Kemerdekaan.
a. Pra Reformasi.
1. Masa Orde Lama.
2. Masa Orde Baru.
b. Reformasi.
B. SARAN
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis berharap untuk makalah selanjutnya
akan lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, serta
bertambahnya penduduk dan masyarakat maka, maka perlu adanya perawat kesehatan komunitas
yang dapat melayani masyarakat dalam dalam hal pencegahan, pemeliharaan, promosi kesehatan
dan pemulihan penyakit, yang bukan saja ditujukan kepada individu, keluarga, tetapi juga
dengan masyarakat dan inilah yang disebut dengan keperawatan komunitas.
Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
keperawatan. (Pradley, 1985; Logan dan Dawkin, 1987).
B. Permasalahan
Setelah melihat latar belakang di atas maka muncullah permasalahan sebagai berikut :
1. Pengertian keperawatan kesehatan komunitas !
2. Komunitas sebagai klien !
3. Sejarah perkembangan keperawatan komunitas !
4. Pengertian CHN !
5. Perspektif international health care !
C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan pengertian keperawatan kesehatan
komunitas.
2. Agar mahasiswa mampu menjelaskan komunitas sebagai klien.
3. Mahasiwa mampu menjelaskan sejarah perkembangan keperawatan komunitas.
4. Mahasiwa mampu menjelaskan pengertian CHN.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan perspektif international health care.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Keperawatan Kesehatan Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas terdiri dari tiga kata yaitu keperawatan, kesehatan dan
komunitas, dimana setiap kata memiliki arti yang cukup luas. Azrul Azwar (2000)
mendefinisikan ketiga kata tersebut sebagai berikut :
1. Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya
secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, baik secara individu,
keluarga, ataupun masyarakat dan ekosistem.
2. Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan manusia mulai dari tingkat
individu sampai tingkat ekosistem serta perbaikan fungsi setiap unit dalam sistem hayati tubuh
manusia mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat sistem tubuh.
3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan
dengan manusia lain yang berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi
keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang
merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan
sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guns
meningkatkan kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi,
pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang
mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
2. Komunitas Sebagai Klien
Komunitas sebagai klien berarti sekumpulan individu / klien yang berada pada lokasi atau
batas geografis tertentu yang memiliki nilai-nilai, keyakinan dan minat relative sama serta
adanya interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komunitas merupakan sumber dan
lingkungan bagi keluarga. Komunitas sebagai klien yang dimaksud termasuk kelompok risiko
tinggi, antara lain: daerah terpencil, daerah rawan, daerah kumuh, dll.
3. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas
Pembagian era sejarah perkembangan keperawatan komunitas
1. Empirical health era (< 1850 )
Pendekatan kearah symptom/gejala yg dikeluhkan si sakit, pendidikan, yankes, penelitian
berorientasi pada gejala penyakit
2. Basic science era (1850-1900)
Ditemukannya laboratorium, Ilmu kesehatan berkembang ke arah penyebab terjadinya
penyakit yg dpt dibuktikan secara laboratoris.
3. Clinical science era ( 1900-1950)
Ilmu kesehatan, bagaimana mendiagnosis, mengobati dan memulihkan individu yg menderita
sakit tertentu/ Patient oriented.
4. Publc health science era (1950-2000)
Mulai dikembangkan kesehatan masyarakat (public health), yankes tdk lagi mengutamakan
upaya kuratif tetapi juga memikirkan upaya promotif dan rehabilitatif.
5. Political health science era (sekarang)
Konsep pendekatan terhadap semua penduduk.
Masalah yang dihadapi meliputi : environment, health services, behavior dan herediter.
4. Pengertian CHN
CHN (Community Health Nursing) adalah sebuah sintesis dari praktek keperawatan dan
praktek kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk mempromosikan dan melestarikan
kesehatan penduduk Tidak terbatas pada kelompok umur tertentu diagnosis, dan terus, tidak
episodik. Promosi kesehatan, pemeliharaan, pendidikan kesehatan, manajemen, koordinasi, dan
kontinuitas perawatan perawatan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dalam masyarakat
(ANA di Stanhope dan Lancaster, 1999).
- Konsep Falsafah CHN
Helvie (1991):
1. Kesehatan yang baik dan usia panjang produktif adalah hak setiap individu tanpa membedakan
suku dan jenis kelamin
2. Semua orang mempunyai kebutuhan belajar
3. Beberapa klien mungkin tidak memahami kebutuhan belajarnya atau kebutuhan bantuan utk
mencapai tingkat sehat yang tinggi
4. Orang akan menerima dan menggunakan informasi yang bermanfaat untuk dirinya, shg
pengetahuan memiliki makna tertentu
5. Kesehatan yang baik dan pelayanan kesehatan memberi kesempatan masyarakat luas untuk
hidup lebih baik sesuai potensi dan pengaruh standar hidup
6. Kesehatan merupakan salah satu nilai saing klien dan memiliki prioritas yang berbeda pada
waktu yg berbeda
7. Nilai dan konsep sehat berbeda tergantung pada budaya, agama dan latar belakang sosial klien
8. Otonomi individu dan komunitas membri prioritas yang berbeda pada waktu yang berbeda
9. Klien fleksibel dapat berubah sesuai stimulus internal atau eksternal
10. Klien termotivasi untuk berkembang
11. Kesehatan merupakan penyesuaian klien yang dinamis thd lingkungan
12. Klien dapat berpindah kearah yang berbeda sepanjang rentang pada waktu yang berbeda
13. Fungsi utama CHN membantu klien mencapai tingkat sehat yang tinggi
5. Perspektif International Health Care
Kesehatan global adalah kesehatan populasi dalam konteks global dan melampaui
perspektif dan keprihatinan dari negara masing-masing. Masalah kesehatan yang melampaui
batas-batas nasional atau memiliki dampak politik dan ekonomi global, sering ditekankan. Telah
didefinisikan sebagai 'bidang studi, penelitian dan praktek yang menempatkan prioritas pada
peningkatan kesehatan dan mencapai kesetaraan dalam kesehatan bagi semua orang di seluruh
dunia '. Dengan demikian, kesehatan global adalah peningkatan sekitar seluruh dunia kesehatan,
pengurangan kesenjangan, dan perlindungan terhadap dunia ancaman yang mengabaikan batas-
batas nasional. Penerapan prinsip-prinsip ini ke domain dari kesehatan mental disebut Kesehatan
Mental global.
Perspektif international health care adalah sebuah perspektif epidemiologi
mengidentifikasi masalah utama kesehatan global. Sebuah perspektif medis menjelaskan patologi
utama penyakit, dan mempromosikan pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit.
Badan internasional utama bagi kesehatan adalah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Lembaga penting lainnya dengan dampak pada aktivitas kesehatan global termasuk UNICEF,
Program Pangan Dunia (WFP), United Nations University - International Institute for Global
Health dan Bank Dunia . Sebuah inisiatif utama untuk meningkatkan kesehatan global adalah
Deklarasi Milenium PBB dan global didukung Millenium Development Goals .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca isi dari pembahasan makalahb diatas maka kami menarik suatu
kesimpulan :
Keperawatan komunitas adalah suatu bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan
keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan bantuan sosial,
sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan dalam meningkatkan
dedrajat kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi,
pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, dan ditujukan kepada individu, keluarga,
yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
Komunitas sebagai klien yang dimaksud termasuk kelompok risiko tinggi, antara lain: orang
yang tinggal di daerah terpencil, daerah rawan, daerah kumuh, dll.
B. Saran
Saran kami yaitu : marilah kita belajar dengan sungguh-sungguh agar kita dapat menjadi
perawat yang professional.
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITASSejarah perkembangan dan perubahan yang terjadi pada keperawatan komunitas meliputi
era penting :a) Evolusi keadaan kesehatan dari dunia barat sejak zaman prasejarah sampai saat inib) Evolusi dari perawatan kesehatan moderen ,termasuk keperawatan publikc) Konsekuensi untuk kesehatan secara keseluruhan d) Tantangan dalam perawatan komunitas
Pembagian era sejarah perkembangan keperawatan komunitas
1. Empirical health era (< 1850 )pendidikan,pelayanan kesehatan, penelitian berorientasi pada gejala penyakit Pendekatan kearah symptom/gejala yg dikeluhkan si sakit.
2. Basic science era (1850-1900)ilmu kesehatan berkembang ke arah penyebab terjadinya penyakit yang dapat dibuktikan secara laboratoris ditemukannya laboratorium .
3. Clinical science era ( 1900-1950) bagaimana mendiagnosis, mengobati dan memulihkan individu yang menderita sakit tertentu.
4. Public health science era (1950-2000) pelayanan kesehatan tidak lagi mengutamakan upaya kuratif tetapi juga memikirkan upaya promotif dan rehabilitatifMulai dikembangkan kesehatan masyarakat (public health)
5. Political health science era (skr-y.a.d.)Konsep pendekatan terhadap semua penduduk.Masalah yg dihadapi meliputi : environment, health services, behavior & LS herediter
Perkembangan Keperawatan Kes. Komunitas di. Indonesia :1. Pasca perang kemerdekaan pelayanan preventif melengkapi upaya kuratif.2. Tahun 1960—UUPokok kes no 9 tiap- tiap warga negara berhak mencapai derajat kesehatan yg setinggi2nya & wajib diikut sertakan dlm kegiatan yg diselenggarakan oleh pemerintah mulai yankes melalui puskesmas3. Pelita I4. Pelita II timbul kesadaran Dikembangkannya PKMD & keterlibatan partisipasi masyarakat dlm bidang kesehatan SKN (1982) dgn penekanan :5. Pelita II- pendekatan kesisteman- Pendekatan kemasyarakatan- LP& LS- Penekanan PSM- Penekanan upy promotif & preventifposyandu tiap desa PKMD dg prioritas Penurunan AKB,AKI , kelahiran-6. Pelita IVpanca krida7. Pelita V &sapta krida posyandu8. Menjelang 2000(1988)Pergeseran paradigma sehat “indonesia sehat 2010”
DAFTAR PUSTAKA
Global Health Initiative (2008). Why Global Health Matters . Washington, DC: FamiliesUSA .
http://mahmudahcity.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-keperawatan.html
http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-komunitas.html
Organisasi Kesehatan Dunia dan Transisi Dari "Internasional" Kesehatan "Global" Publik. Brown et al, AJPH:. Jan 2006, Vol 96, No 1. http://www.ajph.org/cgi/reprint/96/1/62
Kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang adekuat untuk menjaga kesehatannya.Prinsip Dasar Kesehatan Masyarakat1. Mengutamakan promotif dan preventif.2. Efisien.3. Dari, untuk dan oleh masyarakat.4. Selalu melibatkan masyarakat sebagai pelaku.5. Harus diangkat dari masalah yang ada di masyarakat.Definisi ini mengandung aspek keperawatan pencegahan yang menyangkut praktek Perawat yang berkaitan dengan individu/perorangan, dan petugas kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan sekelompok individu atau masyarakat. Maka dari saat ini cara pandang masyarakat harus mulai dirubah terhadap pelayanan dan penanganan masalan kesehatan yang sebelumnya berfokus kepada pelayanan pengobatan menjadi pencegahan bagaimana masalah kesehatan dapat dicegah supaya tidak terjadi. Usaha tersebut sekarang harus lebih banyak menekankan tindakan promotive dan preventive, namun saat ini masyarakat belum merasa membutuhkan usaha tersebut sehingga ini merupakan tantangan berat bagi Pewatan Komunitas pada kususnya.Tantangan perubahan paradigma ini Perawat Komunitas harus berusaha lebih keras agar keberadaan Asuhan Keperawatan Komunitas tidak hanya Nampak pada tataran akademik tetapi harus ada realisasi kegiatan yang dapat dirasakan langsung kegiatannya dalam masyarakat pada umumnya. Kinilah saatnya perawat komunitas menampakkan jati dirinya di masyarakat. Mencegah terjadinya penyakit lebih baik daripada mengobati.
Deskripsi Alternatif :
Kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan
mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang adekuat untuk menjaga kesehatannya.Prinsip Dasar Kesehatan Masyarakat1. Mengutamakan promotif dan preventif.2. Efisien.3. Dari, untuk dan oleh masyarakat.4. Selalu melibatkan masyarakat sebagai pelaku.5. Harus diangkat dari masalah yang ada di masyarakat.Definisi ini mengandung aspek keperawatan pencegahan yang menyangkut praktek Perawat yang berkaitan dengan individu/perorangan, dan petugas kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan sekelompok individu atau masyarakat. Maka dari saat ini cara pandang masyarakat harus mulai dirubah terhadap pelayanan dan penanganan masalan kesehatan yang sebelumnya berfokus kepada pelayanan pengobatan menjadi pencegahan bagaimana masalah kesehatan dapat dicegah supaya tidak terjadi. Usaha tersebut sekarang harus lebih banyak menekankan tindakan promotive dan preventive, namun saat ini masyarakat belum merasa membutuhkan usaha tersebut sehingga ini merupakan tantangan berat bagi Pewatan Komunitas pada kususnya.Tantangan perubahan paradigma ini Perawat Komunitas harus berusaha lebih keras agar keberadaan Asuhan Keperawatan Komunitas tidak hanya Nampak pada tataran akademik tetapi harus ada realisasi kegiatan yang dapat dirasakan langsung kegiatannya dalam masyarakat pada umumnya. Kinilah saatnya perawat komunitas menampakkan jati dirinya di masyarakat. Mencegah terjadinya penyakit lebih baik daripada mengobati.
BERBAGAI TANTANGAN DALAM PROMOSI KEPERAWATAN
Ikhsan 3:19 AMAkper News
Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad 21 ini semakin meningkat. Seiring
tuntutan menjadikan profesi perawat yang di hargai profesi lain. Profesi keperawatan dihadapkan
pada banyak tantangan. Tantangan ini tidak hanya dari eksternal tapi juga dari internal profesi ini
sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi dominan yaitu; keperawatan,
pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan
eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan
pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan system
pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada supra system dan pranata lain yang terkait.
Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak yang
terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah
pentingnya peran serta pemerintah. Organisasi profesi dalam menentukan standarisasi
kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan dalam melahirkan perawat-perawat
yang memiliki kualitas yang diharapkan serta pemerintah sebagai fasilitator dan memiliki peran-
peran strategis lainnya dalam mewujudkan perubahan ini. Profesi memiliki beberapa
karakteristik utama sebagai berikut;
1. Suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari anggotanya, demikian juga landasan
dasarnya.
2. Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah pada keterampilan,
kemampuan, pada orma-norma tertentu.
3. Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu.
4. Anggota dari suatu profesi memiliki otonomi untuk membuat keputusan dan melakukan
tindakan.
5. Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan praktik keperawatan.
Tantangan profesi keperawatan adalah profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari
profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem
pelayanan kesehatan agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk
mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah
profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial.
Tantangan internal profesi keperawatan adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) tenaga keperawatan sejalan dengan telah disepakatinya keperawatan sebagai
suatu profesi pada lokakarya nasional keperawatan tahun 1983, sehingga keperawatan dituntut
untuk memberikan pelayanan yang bersifat professional.
Tantangan eksternal profesi keperawatan adalah kesiapan profesi lain untuk menerima
paradigma baru yang kita bawa.
Professional keperawatan adalah proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah
terbentuk (1984) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan
profesi dan kebutuhan masyarakat.
Adapun klasifikasi dari tantangan profesi keperawatan meliputi :
1. Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia
2. Perkembangan IPTEK
3. Globalisasi dalam pelayanan keperawatan
4. Tuntutan tekanan profesi
A. Tantangan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiPerkembangan IPTEK menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian bukan saja dapat
memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan memastikan IPTEK sesuai dengan
kebutuhan dan social budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak
pada biaya kesehatan yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah kesehatan
yang makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah hari rawat (Hamid, 1997;
Jerningan,1998). Penurunan jumlah hari rawat mempengaruhi kebutuhan pelayanan kesehatan
yang lebih berfokus kepada kualitas bukan hanya kuantitas, serta meningkatkankebutuhan untuk
pelayanan / asuhan keperawatan di rumah dengan mengikutsetakan klien dan keluarganya.
Perkembangan IPTEK harus diikuti dengan upaya perlindungan terhadap untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang aman, hak untuk diberitahu, hak untuk memilih tindakan yang
dilakukan dan hak untuk didengarkan pendapatnya. Oleh karena itu, pengguna jasa pelayanan
kesehatan perlu memberikan persetujuan secara tertulis sebelum dilakukan tindakan (informed
consent).
B. Tantangan Sosial Professional sesuai dengan keadaan dan lingkungan social di Indonesia. Proses ini
merupakan tantangan bagi perawat Indonesia perlu dipersiapkan dengan baik, berencana,
berkelanjutan dan tentunya memerlukan waktu yang lama.
Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan perubahan-
perubahan yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan yang lebih baik. Di bidang
kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya ketimpangan hasil pembangunan
kesehatan antar daerah dan antar golongan, kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa
dan derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal di bandingkan dengan negara tetangga.
Reformasi bidang kesehatan juga diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang
mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu perubahan pada
dinamika kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan global,
perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang.
Berdasarkan pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap
konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi tentang
determinan kesehatan bersifat multifaktoral, telah mendorong pembangunan kesehatan nasional
kearah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
Paradigma sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada
peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit,
sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud
melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan produktif serta tidak jatuh
sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan investasi dan intervensi pada orang
sehat atau pada orang yang tidak sakit akan lebih effective dari pada intervensi terhadap orang
sakit. Pada masa mendatang, perlu diupayakan agar semua pihak terutama pemerintah selalu
berwawasan kesehatan, motto-nya akan menjadi "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".
Pergeseran pola masyarakat agikultural ke masyarakat industri dan dari masyarakat
tradisonal berkembang menjadi masyarakat maju., menimbulkan dampak dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat Indonesia termasuk aspek kesehatan. Kendatipun masih ada masyarakat
yang menderita penyakit terkait dengan kemiskinan seperti infeksi, penyakit yang disebabkan
oleh kurang gizi dan pemukiman tidak sehat. Angka kamatian bayi dan angka kematian ibu
sehingga indicator derajat kesehatan masih tinggi. Peningkatan umur harapan hidup juga
mengakibatkan masalah kesehatan yang terkait dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit
generatif.
Begitupun masalah kesehatan yang berhubugan dengan urbanisasi, pencemaran
kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat sejalan dengan pembangunan
industri. Selain masalah kesehatan yang makin kompleks pergeseran nilai-nilai, keluarga pun
turut terpengaruh dimana berkembang kecenderungan keluarga terhadap anggotanya menjadi
berkurang. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan kelompok
lanjut usia yang cenderung meningkat jumlahnya dan sangat memerlukan dukungan keluarga.
Selain daripada itu, kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan yang
lebih besar membuat masyarakat Indonesia lebih kritis dan mampu membayar pelayanan
kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
C. Tantangan Dalam Praktek Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak salah satunya yaitu menjalakan
tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar. Tantangan dalam profesi keperawatan salah
satunya yaitu mempunyai tanggung jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut tidak hanya
kepada kliennya saja tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu tanggung jawab terhadap
Tuhannya (Responsibility to God), tanggung jawab tehadap klien dan masyarakat
(Responsibility to Client and Society), dan tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan
(Responsibility to Colleague and Supervisor).
Tanggung jawab secara umum, yaitu;
1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluargannya.
2. Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau obat-obatan tertentu dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat di tempat tersebut.
3. Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi.
4. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dan memberi
informasi yang biasanya diberikan oleh dokter.
5. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting kepada orang yang
tepat.
Dan tanggung gugat yang menjadi salah satu tantangan dalam profesi keperawatan
didasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Tanggung gugat bertujua untuk :
1. Mengevaluasi praktisi-praktisi professional baru dan mengkaji ulang praktisi-praktisi yang
sudaj ada,
2. Mempertahankan standart perawatan kesehatan,
3. Memberikan fasilitas refleksi professional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai
bagian dari professional perawatan kesehatan,
4. Memberi dasar untuk membuat keputusan etis.
Tanggung gugat pada setiap tahap proses keperawatan, meliputi:
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan
mengumpulkan data.
Perawat bertanggung gugat untuk pengumpulan data atau informasi, mendorong
partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.
Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam
data yang bertentangan data yang tidak atau kurang tepat atau data yang meragukan.
2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Diagnosa merupakan keputusan professional perawat menganalisa data dan merumuskan
respon pasien terhadap masalah kesehatan baik actual atau potensial.
Perawat bertanggung gugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah
kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostic (masalah kesehatan yang timbul pada
pasien apakan diakui oleh pasien atau hanya perawat)
Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan atau
kebudayaan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan
3. Tahap Perencanaan
Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan,
terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan.
Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi: penentuan prioritas,
penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatan.
Langkah ini semua disatukan ke dalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi
semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.
Pada tahap ini perawat juga bertanggung gugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien
juga dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
4. Tahap Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalam
bentuk tindakan-tindakan keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerja sama
dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain.
Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan
tertulis.
5. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah
diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan.
Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana
dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa hal itu terjadi.
Setiap tantangan yang meliputi tanggung jawab dan tanggung gugat mempunyai bagian
masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat berat tersebut,
diperlukan perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya yang
paling strategik untuk dapat menghasilkan perawat pofesional melalui pendidikan keperawatan
profesional.
Adapun keperawatan sebagai suatu profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmu dan
ketrampilan serta kode etik keperawatan.
2. Telah lulus dari pendidikan pada Jenjang Perguruan Tinggi (JPT) sehingga diharapkan mampu
untuk :
Bersikap professional,
Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan professional
Memberi pelayanan asuhan keperawatan professional, dan
Menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan.
3. Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi dalam
bidang kesehatan, yaitu:
Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan
Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut
perumusan standar keperawatan (asuhan keperawatan, pendidikan keperawatan registrasi atau
legislasi), dan
Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan terarah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
D. Tantangan Dalam PendidikanPengakuan body of knowledge keperawatan di Indonesia dimulai sejak tahun 1985, yakni
ketika program studi ilmu keperawatan untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran UI.
Dengan telah diakuinya body of knowledge tersebut maka pada saat ini pekerjaan profesi
keperawatan tidak lagi dianggap sebagai suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang
kedudukannya sejajar dengan profesi lain di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan kurikulum
untuk mempersiapkan perawat menjadi pekerja profesional, pengajar, manajer, dan peneliti.
Kurikulum ini diimplementasikan tahun 1985 sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 1995 program studi itu mandiri sebagai
Fakultas Ilmu Keperawatan, lulusannya disebut ners atau perawat profesional. Program
Pascasarjana Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah ada Program Magister Keperawatan
dan Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Komunitas, Maternitas, Anak Dan Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi Keperawatan baik itu tingkat
Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi keperawatan di
Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim kemarau. Artinya di masa sulitnya
lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta
dilapangan menunjukkan penyelenggara pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku
bisnis murni dan dari profesi non keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi
keperawatan dan arah pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum
lagi sarana prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006).
Saat ini di Indonesia berdiri 32 buah Politeknik kesehatan dan 598 Akademi Perawat yang
berstatus milik daerah,ABRI dan swasta (DAS) yang telah menghasilkan lulusan sekitar 20.000 –
23.000 lulusan tenaga keperawatan setiap tahunnya. Apabila dibandingkan dengan jumlah
kebutuhan untuk menunjang Indonesia sehat 2010 sebanyak 6.130 orang setiap tahun, maka
akan terjadi surplus tenaga perawat sekitar 16.670 setiap tahunnya. (Sugiharto, 2005).
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga kesehatan
terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih jauh dari harapan
masyarakat. Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan formal perawat yang bekerja
di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas) hanyalah tamatan SPK (sederajat
SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka dalam kurun waktu 1990-2000 dengan
bantuan dana dari World Bank, melalui program “health project” (HP V) dibukalah kelas khusus
D III keperawatan hampir di setiap kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan
untu peningkatan kualitas guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut
merupakan suatu percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata
hanya berlatar belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan). Tujuan
lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan dokter sehingga
perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi sudah
bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan(Yusuf, 2006).
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan di
Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan pemerintah no. 60
tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas no. 0686 tahun 1991 tentang
Pedoman Pendirian Pendidikan Tinggi (Munadi, 2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi
keperawatan yang bemutu merupakan cara untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang
profesional dan memenuhi standar global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad
(2005) adalah :
1. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.
2. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan menggunakan bahasa
inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi pendidikan keperawatan harus mampu
berbahasa inggris secara aktif
3. Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas
4. institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan keperawatan
5. Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi dalam bentuk
muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing, coronary nursing.
6. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi pendidikan
keperawatan
7. Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta sector lain yang
terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung jawab moril untuk melakukan
pembinaan.
Standart Kinerja Profesional
Menguraikan perang yang diharapkan dari semua perawat professional yang sesuai pendidikan,
komposisi, dan lingkugan praktik mereka.
1) Kualitas perawatan :perawat secara sistematis mengevaluasi kualitas dan keefektifan praktik
keperawatan
2) Penilaian kinerja : perawat mengevaluasi praktik keperawatan dirinya sendiri dalam
hubungannya dengan standart-standart praktik professional dan dengan statute dan peraturan
yang relevan
3) Pendidikan : perawat mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan sekarang dalam praktik
keperawatan
4) Kesejawatan : perawat memberikan kontribusi pada perkembangan profesi dari teman sejawat,
kolega dan yang lainnya
5) Etik : keputusan dan tindakan perawat atas nama pasien ditentukan dengan cara etis
6) Kolaborasi : perawat melakukan kolaborasi dengan pasien, kerabat lain, dan pemberi
perawatan kesehatan dalam memberikan perawatan pada pasien
7) Riset : perawat menggunakan temuan riset dala praktik
8) Penggunaan sumber : perawat mempertimbangkan factor-faktor yang berhubunngan dengan
keamanan. Keefektifan dan biaya dalam merencanakan dan memberikan perawatan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http:www.google.co.id/gwt/x?
q=berbagai+tantangan+dalam+profesi+keperawatan.blogspot.com.
http://www.google.co.id/gwt/x?oe=UTF-8&q=Tantangan+profesi+kperawatanhttp://www.google.co.id/gwt/x?q=apa+saja+tantangan+dalam+profesi+keperawatan.2Fwww.stikesalinsyad.ac.id
http://www.google.co.id/gwt/x?q=Tantangan+pendidikan+dalam+keperawatan+profesi2Fwww.scribs.com^_^
BAB IPENDAHULUAN
Perubahan, tantangan, dan peluang sedang dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada era global seperti saat ini, perubahan dalam sistem dan tatanan pelayanan kesehatan telah mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kesehatan. Salah satu dampak dari perkembangan iptek kesehatan adalah menjadi tingginya biaya pelayanan dan pemeliharaaan kesehatan.Tingginya biaya kesehatan ini berdampak negatif terhadap ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai untuk golongan masyarakat menengah kebawah, meningkatnya pembayaran premi asuransi kesehatan dan menurunnya cakupan fasilitas dalam asuransi kesehatan, serta terjadinya perubahan perilaku para pelaku yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.Salah satu pelaku yang terlibat dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan. Tenaga keperawatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan harus senantiasa memberikan pelayanannya secara kontinyu dan konsisten selama 24 jam. Mereka menghadapi berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh pasien atau keluarganya. Disamping itu, mereka juga harus memfokuskan pelayanannya pada keberlangsungan kegiatan pelayanan itu sendiri.Mereka sendiri mengalami berbagai respon fisik dan psikologis yang tidak dapat diabaikan karena akan mempengaruhi kinerjanya sehari-hari. Untuk itu, mereka memerlukan pemimpin yang melalui proses kepemimpinannya mampu mengendalikan, memotivasi, bertindak sebagai layaknya pemimpin yang diharapkan, dan menggali potensi yang dimiliki stafnya untuk dibantu dikembangkan.Dalam rangka Pembangunanan Kesehatan Masyarakat tidak lepas dengan permasalahan angka kesakitan. meningkatnya angka kesakitan pada masyarakat dimungkinkan oleh meningkatnya suatu penyakit di masyarakat, kurangnya kegiatan perawatan kesehatan masyarakat oleh petugas , kesalahan data (kurang akuratnya data) adanya lingkungan yang tidak sehat dan bersih.Bertolak dari pernyataan di atas, ternyata dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan untuk menurunkan angka kesakitan pada masyarakat khususnya pada keluarga rawan. Kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat sangat mempengaruhi di dalam menentukan tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat ( Perkesmas ) dapat memberikan bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan kepada infividu,
keluarga kelompok khusus serta masyarakat yang mempunyai permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh ketidaktahuan, ketidakmauan, serta ketidakmampuan mereka dalam rangka mengatasi masalah kesehatan. Kegiatan ini dalam pelaksanaan tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait dengan program puskesmas lainnya. Koordinator Perkesmas adalah seorang peawat yang memimpin peugas lain (perawat dan bidan) mempunyai kompetensi untuk melakukakan upaya manajemen kepemimpinan guna meningkatkan upaya perawatan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
BAB IILANDASAN TEORI
A. KEPEMIMPINAN KONTEMPORER DALAM KEPERAWATANKeperawatan pada saat ini tengah mengalami beberapa perubahan mendasar baik sebagai sebuah profesi maupun sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dimana tuntutan masyarakat pada keperawatan agar berkontribusi secara berkualitas semakin tinggi. Sebagai sebuah profesi, keperawatan dihadapkan pada situasi dimana karakteristik profesi harus dimiliki dan dijalankan sesuai kaidahnya. Sebaliknya, sebagai pemberi pelayanan, keperawatan juga dituntut untuk lebih meningkatkan kontribusinya dalam pelayanan kepada masyarakat yang semakin terdidik, dan mengalami masalah kesehatan yang bervariasi serta respon terhadap masalah kesehatan tersebut menjadi semakin bervariasi pula.Oleh karena itu, pada saat ini diperlukan kepemimpinan yang mampu mengarahkan profesi keperawatan dalam menyesuaikan dirinya ditengah-tengah perubahan dan pembaharuan sistem pelayanan kesehatan. Kepemimpinan ini seyogyanya yang fleksible, accessible, dan dirasakan kehadirannya, serta bersifat kontemporer. Kepemimpinan kontemporer merupakan sifat kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam situasi saat ini yang mengandung beberapa konsep dasar penting dimana fungsi kepemimpinan ini dijalankan. Beberapa konsep itu antara lain leadership is an art of giving; motivational leadership; entrepreneurship; managing time, stress, and conflict; dan planned change oleh pemimpin visioner dan futuristic (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998). Kelima konsep ini hanya sebagian dari berbagai konsep yang mewarnai kepemimpinan kontemporer. Kepemimpinan merupakan seni untuk seorang pemimpin melayani orang lain (leadership is an art of giving), memberikan apa yang dimiliki untuk kepentingan orang lain. Sebagai pemimpin, ia menempatkan dirinya sebagai orang yang bermanfaat untuk orang lain. Belum banyak pemimpin dalam keperawatan saat ini yang dapat memahami konsep ini secara mendalam. Hal ini karena mereka lebih memahami paradigma lama dimana setiap pemimpin yang sedang menjalankan fungsi kepemimpinannya harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari yang lain dan mereka merasa memiliki hak untuk dilayani (deserve to be served). Motivational leadership seyogyanya dimiliki oleh setiap pemimpin dalam keperawatan. Situasi saat ini dimana banyak terjadi perubahan dan juga tantangan telah memberikan kecenderungan
pada para pelaksana keperawatan untuk lebih mudah merasa lelah dan cepat give up sehingga ketika dihadapkan pada suatu masalah akan cepat merasa putus asa. Untuk itulah diperlukan sosok pemimpin yang mampu secara konsisten memberikan motivasi kepada orang lain dan memiliki kualitas kunci (Rocchiccioli & Tilbury, 1998) meliputi kemampuan akan pengetahuan dan ketrampilan (memimpin dan teknis), mengkomunikasikan ide secara efektif, percaya diri, komitmen tinggi, pemahaman tentang kebutuhan orang lain, memiliki dan mengatur energi, serta kemampuan mengambil tindakan yang dirasakan perlu untuk memenuhi kepentingan orang banyak. Dalam mengantisipasi masa depan, pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya memerlukan kemampuan entrepreuner yang efektif termasuk didalamnya kemampuan bargaining, negosiasi, marketing, penghargaan terhadap keberadaan stakeholder (Chowdury, 2003) internal maupun eksternal.Kemampuan ini merupakan landasan untuk pemimpin melakukan upaya peningkatan, memperkenalkan kepada pasar siapa diri dan organisasinya serta menilai berbagai asupan dan umpan balik dari lingkungan sebagai hal yang penting dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemimpin seperti ini perlu untuk mengenali lebih mendalam masyarakat dimana ia memimpin baik didalam maupun diluar. Ia juga selayaknya mengenali keinginan lingkungan tentang keluaran yang dihasilkan organisasi melalui kepemimpinannya.Seorang pemimpin keperawatan tidak akan berhasil melakukan fungsinya apabila tidak memiliki kemampuan mengatur waktu, mengendalikan stress baik yang dialaminya maupun orang lain (bawahan), dan juga mengatasi konflik yang terjadi baik internal maupun eksternal, baik individual, maupun kelompok (managing time, stress, and conflict). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan seseorang yang memiliki kriteria ini.Hal ini karena dalam kegiatan keseharian, seorang pemimpin sangat memperhitungkan waktu bukan hanya untuk mengatur kegiatan rutin saja, melainkan juga memperhitungkannya ketika pengambilan keputusan penting untuk organisasi dan masa depannya. Selain itu, stress kerja pada umumnya dialami banyak karyawan maupun pemimpin karena adanya tekanan dalam berbagai hal mulai dari ketersediaan waktu, keinginan menghasilkan sesuatu yang berkualitas, dan keterbatasan sumber, serta upaya melakukan sinergi positif dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuan. Untuk itu, setiap pemimpin keperawatan seyogyanya memahami konsep pengendalian stress agar dapat tetap mengarahkan orang yang dipimpinnya kearah produktifitas yang tinggi.Demikian pula ketika seorang pemimpin melihat terjadinya konflik dalam bekerja, ia seyogyanya memiliki pengetahuan dasar tentang konflik dan pendekatan untuk menyelesaikannya tanpa harus mengorbankan salah satu pihak yang berkonflik. Konsep kelima yang cukup penting adalah kemampuan kepemimpinan yang melibatkan ketrampilan menginisiasi perubahan/pembaharuan secara terrencana (planned change). Kepemimpinan dalam keperawatan memerlukan seseorang pemimpin yang mampu membawa perubahan/pembaharuan tanpa menimbulkan kecemasan dan ketidak pastian situasi akibat perubahan/pembaharuan tersebut pada orang yang terlibat didalamnya.Konsep ini seyogyanya mendasari sifat kepemimpinan yang visioner dan futuristic. Hal ini
karena pemimpin yang berorientasi ke masa depan dan mengetahui pilihan masa depan yang terbaik untuk bawahannya akan mampu membawa perubahan/pembaharuan kedalam kehidupan kerja para bawahannya dengan sebaik-baiknya melalui perencanaan yang matang dan waktu yang tepat.
B. PENGERTIAN KEPEMIMPINANMenurut Sullivan dan Decker Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupalan interaksi antar kelompok, proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Claus dan Bailey dalam Lancaster mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi anggota kelompok, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan. Stogdill mendefinisikan sebagai suaru proses mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Kadang-kadang ada kecenderungan menggunakan istilah kepemimpinan dan manajemen untuk pengertian yang sama. Sebenarnya kedua istilah ini mempunyai pengetian yang berbeda. Manajemen merupakan pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pencapaian tujuan. Sebaliknya konsep kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di luar sutu organisasi. Dalam konteks organisasi, kepemimpinan terutama menekankan pada funsi pengarahan yang meliputi memberitahu, menunjukkan dan memotivasi bawahan. Fungsi manajemen ini sangat terkait dengan faktor manusia dalam suatu organisasi yang mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan keterampilan seorang pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat lain dibawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan, namum keterampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat ditingkatkan.
C. PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATANPemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron, kegiatan tersebut meliputi :1. Perencanaan dan PengorganisasianPekerjaan dalam suatu ruangan hendaknya direncakan dan diorganisasikan. Semua kegiatan dikoordinasikan sehingga dapat dikerjakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Sebagai seorang kepala ruangan perlu membuat suatu perencanaan kegiatan di ruangan.2. Membuat Penugasan dan Memberi PenghargaanSetelah membuat penugasan, perlu diberikan pengarahan kepada para perawat tentang kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan secara singkat dan jelas. Dalam memberi pengarahan, seorang pemimpin harus mampu membaut seseorang memahami apa yang diarahkan dan juga mempunyai tanggung jawab untuk melihat apakah pekerjaan tersebut dikerjakan dengan benar. Untuk ini diperlukan kemampuan dalam hubungan antar manusia dan teknik-teknik keperawatan.3. Pemberian bimbinganBimbingan merupakan unsur yang poenting dalam keperawatan. Bimbingan berarti menunjukkan cara menggunakan berbagai metoda mengajar dan konseling. Bimbingan yang diberikan meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam keperawatan. Hal ini akan membantu bawahan dalam melakukan tugas mereka sehingga dapat memberikan kepuasan bagi perawat dan klien.4. Medorong Kerjasama dan PartisipasiKerjasama diantara perawat perlu ditingkatkan dalam melaksanakan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mennyadari bahwa bawahan bekerjasama dengan pemimpin bukan untuk atau dibawah pimpinan. Kerjasama dapat ditingakatkan melalui suasana demokrasi dimana setiap individu/perawat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka mendapat pujian serta kritik yang membangun. Bawahan perlu mengetahui bahwa pemimpin mempercayai kemampuan mereka. Hubungan antar manusia yanng baik dapat meningkatkan kerjasama. Disamping itu setiap individu dalam kelompok diusahakan untuk berpartisipasi. Hal ini akan membuat setiap perawat merasa dihargai termasuk bagi mereka yang sering menarik diri atau yang pasif. Partisipasi setiap perawat dapat berbeda-beda, tergantung kemampuan mereka.5. Kegiatan KoordinasiPengkoordinasian kegiatan dalam suatu ruangan merupakan bagian yang penting dalam kepemimpinan keperawatan. Seorang pemimpin perlu mengusahakan agar setiap perawat mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu ruangan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melaporkan kepada atasan langsung tentang pencapaian kerja bawahan. Agar dapat melakukan koordinasi dengan efektif, diperlukan suatu perencanaan yang baik dan penggunaan kemampuan setiap individu dan sumber-sumber yang ada.6. Evaluasi Hasil Penampilan KerjaEvaluasi hasil penampilan kerja dilakukan melalui pengamatan terhadap staf dan pekereaan mereka. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekurangan dan kelebihan staf sehingga dapat mendorong mereka mempertahankan pekerjaan yang baik dan memperbaiki kekuranngan yanng ada. Agar seorang pemimpin dapat menganalisa perawat lain secara efektif, ia juga harus dapat menilai diri sendiri sebagai seorang perawat dan seorang pemimpin secara jujur.Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang kepala ruangan dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan, kepala ruangan sebagai seorang pemimpin bertanggungjawab dalam :a. Membantu perawat lain mencapai tujuan yang ditentukanb. Mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatanc. Tanggungjawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan
d. Pelaksanaan keperawatan berdasarkan standare. Penyelesaian pekerjaan dengan benarf. Pencapaian tujuan keperawatang. Kesejahteraan bawahanh. Memotivasi bawahan
BAB IIIPERMASALAHAN
Kegiatan perkesmas di Puskesmas Haur Gading sudah dilaksanakan setahap demi setahap dimana dalam pelaksanaanya masih belum optimal. Dari hasil pencapaian perhitungan kegiatan Puskesmas menurut penilaian dari target Stratifikasi kegiatan Puskesmas tahun 2001 masih belum mencapai sasaran yang diharapkan baik dalam jumlah pencapaian secara keseluruhan, maupun cakupan pencapaian kasus utama seperti penanganan kasus resiko tinggi dan kasus-kasus lainnya pada keluarga rawan. Hal tersebut disebabkan kurangnya kemampuan/keterampilan petugas khususnya bidan dan perawat dalam rangka melaksanakan kegiatan Perkesmas.Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara di temui adanya permasalahan yang dirasakan cukup menggangu kelancaran pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat, yaitu :A. Kurangnya Kerjasama Lintas Program.Disamping petugas Puskesmas perawat kesehatan bidan koordinator dan bidan-bidan desa sebagai unsur pelaksana ada unsur lain yang terkait antara lain : KIA, P2M, termasuk Imunisasi dan Gizi Hubungan dan program puskesmas serta program terkait lainya selama ini dirasakan masih belum begitu mantap, hal ini disebabkan Program Puskesmas belum dimanfaatkan secara optimal oleh program lain. Dalam hal ini masih berjalan sendiri-sendiri dan dapat dilihat dari perbedaan data hasil kegiatan dari masing-masing program yang mempunyai sasaran yang sama.Adapun program/kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Puskesmas Haur Gading adalah sebagai berikut :1. Kesehatan Ibu dan Anak2. Keluarga Berencana3. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga.4. Kesehatan Lingkungan.5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.6. Pengobatan.7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.8. Kesehatan Sekolah.9. Perawatan Kesehatan Masyarakat.10. Kesehatan Gigi dan Mulut.11. Kesehatan Jiwa.
12. Laboratotium sederhana.13. Pencatatan dan Pelaporan dalam rangka sistem informasi.14. Kesehatan Manula.15. Apotik.
B. Kurangnya Sarana dan Prasarana.Dalam melaksanakan program Perawatan Kesehatan Masyarakat diperlukan sarana dan prasarana khusunya perawatan medis dan ruangan untuk melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan program Puskesmas. Sedikitnya jumlah ruangan dan sempinya ruangan di Puskesmas Haur Gading menyebabkan banyaknya program di Puskesmas menjadi satu pada satu ruangan dengan keadaan yang penuh sesak sehingga untuk kegiatan pencatatan dan pelporan agak lambat.Adapun jumlah ruangan di Puskesmas Haur Gading berjumlah 9 ruangan yang terdiri dari 1 aula, 1 untuk kegiatan KIA, KB, 1 ruangan apotik, 1 ruangan kartu, 1 ruangan kamar periksa dan kamar suntik, 1 ruangan untuk program gizi, TB-Paru/SPA. Kesehatan Gizi dan Mulut serta ruangan Komputer, 1 ruangan untuk gudang obat dan gudang perlengkapan lain, 1 ruangan untuk lab. sederhana, ruang aula digunakan untuk kegiatan Tata Usaha, rapat, ruang tamu, dan untuk program Kesehatan sekolah, Program Puskesmas, Program P2 Malaria /P2 Kusta, Program P2 Diare, Perpustakaan Untuk Progaram Imunisasi dan program kesehatan lingkungan meminjam ruangan pada rumah paramedis yang tidak ditempati. Ukuran ruangan rata-rata 2 m x 3m. Sedangkan untuk ruangan aula berukuran 4m x 5m. Selama ini untuk penyediaan perawatan medis dipunyai oleh koordinator puskesmas saja.C. Kurangnya kemampuan dan KeterampilanSelama ini petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat yang melibatkan banyak petugas yaitu perawat, bidan koordinator dan bidan-bidan desa belum ada mendapat pelatihan khusus program puskesmas melainkan hanya berupa pembinaan dan bimbingan,sehingga dalam melaksanakan kegiatan hasilnya belum sesuai dengan sasaran yang diharapkan baik dari segi cakupan maupun dari segi kelancaran pencatatan dan pelaporan.Sebagaimana di ketahui bahwa kegiatan Perkesmas uaitu untuk mencapai hasil/cakupan dari program tersebut yang di targetkan dalam tahun 2001 berjumlah 349 kk. Jadi dalam satu bulan 29 kk, hanya bisa dicapai kurang lebih 14 kk. Dan yang dibina atau mencapai keluarga mandiri tingkatan berjumlah 164 kk. Untuk kegiatan dapat didlihat pada tabel 1 di bawah ini.HASIL KEGIATAN PROGRAM PERKESMAS PKM HAUR GADING TAHUN 2001KEGIATAN HASIL ANGKA ANGKASTANDAR CAKUPANPembinaanKeluarga/Kelopokkhusus Jml.Kelg.rawan yg dibinaFrekwensi kunjungan ke Panti asuhan/wredha 241 227 106Jml.Kunj.ke Panti Asuhan/Wredha (X) 6
Jml Panti Asuhan/Wredha (Y) 1Frekwensi Penaganan tindak lanju penderita Panti Asuhan (X)/(Y) 6 6 100Jumlah penanganan tindak lanjut penderita (follow –up care) 21 21 100Penanganan Kasus (Penderita)i. Jml.Kasus resiko tinggi di rumah 124 309 40ii. Penanganan kasus di Puskesmas dengan tempat tidur.Jml.Tempat Tidur (TT) 0Jml.Hari Perawatan (HP) 0HP X 100 %TT X 365
D. Kurangnya Motivasi Kerja Petugas.Masalah kurangnya motivasi kerja petugas akan mengakibatkan kelancaran tugas akan terhambat. Hal ini dapat dilihat dan aktif tidaknya petugas (bidan dan perawat) menjalankan tugasnya selain dari lancar tidaknya pelaporan yang dikirim kepada koordinator Puskesmas di Puskesmas. Selama ini khususnya untuk kelancaran pelaporan tidak berjalan denganlancar. Hal ini menunjukan bahwa petugas pembina seakan-akan tidak membina desanya. Adapun jumlah petugas yang melaksanakan kegiatan Puskesmas Haur Gading terdiri dari perawat 5 orang, Bidan Koordinator 1 orang, bidan desa 9 orang yang membina 17 desa di wilayah kerja Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara dengan jumlah penduduk sebanyak 13108 jiwa, secara perdesa dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.Jumlah Penduduk Menurut Desa di Wilayah KerjaPuskesmas Haur GadingTahun 2001NAMA DESA JUMLAH PENDUDUKPihaung 1005Haur Gading 637Keramat 607Sungai Limas 953Palimbang Sari 622Palimbang Gusti 1191Palimbangan 1111Loksoga 677Sungai Binuang 647Penawakan 1051Tangkawang 708Waringin 607Tahuran 756Teluk Haur 488
Pulantani 730Tambak Sari Panji 673Jingah Bujur 645Jumlah 13.108
BAB IVKEADAAN YANG DIINGINKANDengan mengamati masalah-masalah yang menyebabkan kurangnya pelaksanaan adalah perawat dan bidan pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara, maka ada beberapa hal yang menjadi acuan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kegiatan Purkesmas dimasa yang akan datang. Adapun harapan dari keadaan yang diinginkan dimasa yang akan datang adalah :A. Terwujudnya Peningkatan Kerjasama Lintas Program.Dengan sudah dilaksanakannya pelatihan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Petugas dari perogram terkait sudah memahami dan mengerti tentang pelaksanaan dari Program Puskesmas. Bahwa program Puskesmas sangat mendukung untuk program puskesmas lainnya tertutama dalam pencapaian cakupan program Kesehatan Ibu dan Anak dan program Pemberantasan Penyakit menular temasuk Imunisasi.Program KIA dan Imunsasi adalah program primadona bagi Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara. Untuk program KIA dalam hal pencapaian cakupan K.1 dan K.4, sedangkan untuk pelayanan program Imunisasi petugas Puskesmas melakukan pembinaan pada keluarga DO (Drop Out).Dari program Gii petugas Puskesmas membantu dalam hal pembinaan kelarga yang mempunyai bayi, anak balita, yang berat badannya berada dibawah garis merah (Balita BGM) dan ibu hamil /ibu nifas yang kekuranan enegi sera membantu dalam hal pelaksanaan pemberian makanan tambahan (PMT). Untuk program pemberantasan Penyakit Menular (P2M) petugas Puskesmas membantu memberikan bimbingan serta tindak lanjut untuk kasus-kasus penyakit menular maupun tidak menular.B. Tersedianya Sarana dan Prasaran. Dengan terpenuhinya sarana dan prasarana khususnya peralatan medis dan ruangan yang memadai dalam melaksanakan kegiatan akan menimbulkan suasana yang nyaman dan leluasa sehingga dapat membuat jiwa kita menjadi tenang. Adanya peralatan medis khusus untuk kegiatan program Puskesmas yang dipunyai oleh masing-masing petugas (bidan dan perawat) akam memudahkan kegiatan Puskesmas di masyarakat. Dan program perawatan kesehatan masyarakat bisa berjalan dengan lancar.
C. Terwujudnya Peningkatan Kemampuan /Keterampilan Petugas.Seperti sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa kendala/hambatan yang ditemui dalam upaya peningkatan pelaksanaan kegiatan Perkesmas pada Puskesmas Haur Gading Kecamatan Amuntai Utara adalah faktor manusia sebagai pelaksana yang mempunyai kelemahan, yaitu kurangnya kemampuan/keterampilan petugas untuk melaksanakan tugas keperawatan.Sebagai pendukung kelancaran dan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan Puskesmas bagi
petugas bagi petugas khususnya perawat, bidan dan bidan-bidan didesa perlu adanya pelatihan, pembinaan yang terus menerus oleh atasan langsung atau dari pihak yang berkepentingan, melaksanakan petunjuk teknis pelajaran.Dengan adanya usaha tersebut diatas diharapkan akan meningkatkan kemampuan/keterampilan bagi petugas Puskesmas, sehingga kegiatan puskesmas dapat dilaksanakan secara optimal dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan, baik disegi pelayanan terhadap masyarakat maupun disegi pelayanan terhadap masyarakat maupun disegi pencapaian cakupan/hasil kegiatan.D. Terwujudnya Motivasi Kerja Petugas.Terwujudnya motivasi kerja dalam melaksanakan kegiatan Puskesmas tidak lepas dari kemampuan/keterampilan petugas serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Hal ini secara tidak langsung membantu memotivasi petugas untuk melaksanakan tugas dengan baik. Motivasi kerja petugas dilihat dari keaktifan petugas dalam membina desa binaan.
BAB V
Sejarah Keperawatan KomunitasPada masa penjajahan Belanda perawat terbentuk pada dinas kesehatan tentara danrakyat. Saat ini perawatan tidak berkembang. Pada masa penjajahan Inggris keperawatan mulaidibenahi khususnya untuk kesehatan tawanan. Masa setelah kemerdekaan, thn 1952 didirikansekolah perawat, thn 1962 dibuka D3 keperawatan, thn 1985 ada S1 keperawatan, thn 1992 telahdibuka S2 keperawatan, thn 2008 dibuka S3 keperawatan.Di lihat dari sejarah perkembangan pendidikan maka cukup jelas perbedaan antara masalalu dan masa sekarang dimana setiap saat ada perkembangan ilmu pengetahuan.Berdasarkan sejarah evolusi riset keperawatan bahwa masa lalu beorientasi kelanjutan pada pendidikan (1940 - 1950), tahun 1960-1970 mulai muncul konsep tentang keperawatan sepertikonsep kerangka kerja, teori dan kontekstual sekitar komunikasi.Pada masa sekarang ada kecenderungan ke penelitian klinis (thn 1980 an), thn 1993mulai berkembang pada informatika keperawatan, promosi dan teknologi. Thn 1995 - 1999muncul model keperawatan berbasis komunitas. Dari sejarah tentang evolusi riset keperawatan bahwa keperawatan komunitas baru muncul pada masa sekarang.Pada masa lalu paradigma yang digunakan adalah paradigma sakit, yaitu tindakan yang berperan adalah upaya kuratif. Dulu bermunculan banyaknya "dokter kecil" dan "mantri keliling"yang melaksanakan upaya kuratif, dikarenakan sedikitnya tenaga medis yang bisa menjangkaumasyarakat. Saat sekarang tenaga perawat sangatlah banyak, hampir separuh tenaga perawatadalah perawat komunitas. Paradigma sakit telah bergeser pada paradigma sehat dimana upaya promotif dan preventif lebih ditekankan dari pada upaya kuratif. Tujuannya tidak lain untuk menumbuhkan kemandirian kepada masyarakat.Sekiranya pada masa sekarang masih ada perawat komunitas yang masih menekankan pada upaya kuratif.Upaya perawatan komunitas baik dulu maupun sekarang haruslah sesuai dengan standar keilmuan pada masa masing-masing dan dapat memuaskan penerima upaya perawatan jika ingindikatakan bermutu dan berkualitas. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan,