bahan sken 2 sistema respirasi

45
A. Sistema Respirasi 1. Anatomi Urutan jalannya udara dalam systema respiratoria adalah udara masuk → apertura nares anterior → vestibulum nasi → cavum nasi (meatus nasi, chonca) 1/3 superior untuk olfactorius, 2/3 inferior untuk proses respirasi → choannae → nasopharynx → oropharynx→ larynx (terdapat plica vocalis→batas antara saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah) → bronchus primarius → bronchus secundus (pulmo kanan 3 lobus, pulmo kiri 2 lobus) → bronchus tertius → bronchiolus → bronchiolus terminalis → bronchiolus respiratorius → ductus alveolaris → sacculus alveolaris → alveolus. Secara anatomis, systema respiratoria dibagi dalam dua zona, yaitu: a. Zona konduksi → dari apertura nares anterior sampai bronchioles terminalis. Hanya berfungsi sebagai tempat jalannya udara dan belum terjadi proses pertukaran gas. Selain itu, juga berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk. Gangguan pada zona konduksi akan menyebabkan terjadinya penyakit paru obstruktif. b. Zona respirasi → dari bronchiolus respiratorius sampai alveolus. Berfungsi sebagai tempat pertukaran gas. Gangguan pada zona respirasi akan menyebabkan terjadinya penyakit paru restriktif. Paru- paru bagian kanan (pulmo dexter) lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan dengan paru- paru kiri (pulmo sinister). Hal ini disebabkan oleh bentuk bronchus dexter yang lebih besar dan panjang dibanding bronchus sinister. Selain itu, posisinya lebih tegak dibanding bronchus sinister karena membentuk sudut 25º terhadap linea mediana, sedangkan bronchus sinister membentuk sudut 45º terhadap linea mediana. Dalam menjalankan fungsinya sebagai organa respiratoria, pulmo dibantu oleh diafragma, otot- otot inspirasi dan ekspirasi. Yang termasuk otot- otot inspirasi yaitu m. intercostales externus, m. sternocleidomastoideus, m. serratus anterior, m. Scaleni dan m. pectorales. Sedangkan yang termasuk otot- otot ekspirasi, yaitu m.rectus abdominis, 1

Upload: aji-imaduddin

Post on 29-Dec-2015

87 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

respi

TRANSCRIPT

A. Sistema Respirasi1. Anatomi

Urutan jalannya udara dalam systema respiratoria adalah udara masuk → apertura nares anterior → vestibulum nasi → cavum nasi (meatus nasi, chonca) 1/3 superior untuk olfactorius, 2/3 inferior untuk proses respirasi → choannae → nasopharynx → oropharynx→ larynx (terdapat plica vocalis→batas antara saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah) → bronchus primarius → bronchus secundus (pulmo kanan 3 lobus, pulmo kiri 2 lobus) → bronchus tertius → bronchiolus → bronchiolus terminalis → bronchiolus respiratorius → ductus alveolaris → sacculus alveolaris → alveolus.

Secara anatomis, systema respiratoria dibagi dalam dua zona, yaitu:a. Zona konduksi → dari apertura nares anterior sampai bronchioles

terminalis. Hanya berfungsi sebagai tempat jalannya udara dan belum terjadi proses pertukaran gas. Selain itu, juga berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk. Gangguan pada zona konduksi akan menyebabkan terjadinya penyakit paru obstruktif.

b. Zona respirasi → dari bronchiolus respiratorius sampai alveolus. Berfungsi sebagai tempat pertukaran gas. Gangguan pada zona respirasi akan menyebabkan terjadinya penyakit paru restriktif.

Paru- paru bagian kanan (pulmo dexter) lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan dengan paru- paru kiri (pulmo sinister). Hal ini disebabkan oleh bentuk bronchus dexter yang lebih besar dan panjang dibanding bronchus sinister. Selain itu, posisinya lebih tegak dibanding bronchus sinister karena membentuk sudut 25º terhadap linea mediana, sedangkan bronchus sinister membentuk sudut 45º terhadap linea mediana. Dalam menjalankan fungsinya sebagai organa respiratoria, pulmo dibantu oleh diafragma, otot- otot inspirasi dan ekspirasi. Yang termasuk otot- otot inspirasi yaitu m. intercostales externus, m. sternocleidomastoideus, m. serratus anterior, m. Scaleni dan m. pectorales. Sedangkan yang termasuk otot- otot ekspirasi, yaitu m.rectus abdominis, m.transversus abdominis, m.obliquus internus et externus dan m.intercostalis internus (Hadiwidjaja,. 2002)

2. HistologiSistem respirasi secara fungsional terdiri atas bagian konduksi dan bagian

respirasi. Pada rongga hidung terdapat ruang yang dipisahkan septum nasi, yang disebut vestibulum nasi, yang tersusun atas sel epitel berlapis pipih tanpa kornifikasi, dan mengandung rambut-rambut kasar/ vibrissae yang berfungsi untuk membersihkan udara pernapasan, kelenjar keringat, serta kelenjar lemak. Selain itu dalam rongga hidung juga terdapat fossa nasalis, yang merupakan ruangan kavernosa yang dipisahkan oleh tulang septum nasi. Dalam fossa ovalis ini terbagi menjadi Regio Respiratorik yang berperan dalam pernapasan dan Regio Olfaktorik yang berfungsi sebagai reseptor pembau. Regio respiratori tersusun atas sel epitel pseudokolumner kompleks bersilia dengan sel goblet. Selain mengandung sel goblet yang berfungsi menghasilkan cairan mukus guna membasahi permukaan itu, dalam regio ini juga terdapat kelenjar seromukosa, dimana baik sel goblet maupun kelenjar seromukosa ini keduanya berperan dalam melembapkan udara pernapasan. Dan daerah respiratorik ini pula menghasilkan jaringan kavernosa (plexus vena), yang berfungsi menghangatkan udara pernapasan. Sedangkan regio olfaktorik yang berfungsi sebagai reseptor pembau, tersusun atas sel epitel pseudokolumner kompleks dengan 3 macam sel, yaitu sel saraf, sel penyangga, dan sel basal, serta terdapat

1

pula kelenjar olfaktorius. Dalam rongga hidung ini pula terdapat sinus paranasalis, yang merupakan ruangan-ruangan di sekitar rongga hidung yang dindingnya diperkuat oleh tulang-tulang tengkorak. Mereka terdiri atas sinus frontalis, sfenoidalis, maksilaris, dan etmoidalis. Epitelnya sama dengan rongga respiratorik, tetapi sel-selnya lebih rendah dan lebih sedikit sel goblet, dan plexus vena tidak ditemukan serta kelenjar seromukosa tidak tampak. (Arief, 2007)

Laring berfungsi dalam menyalurkan udara pernapasan, fonasi, dan menghalangi makanan supaya tidak masuk dalam saluran pernapasan. Pada bagian plika vokalis, dan sebagian besar epiglotis selnya berupa epitel berlapis pipih tanpa kornifikasi. Selain daerah itu epitelnya berderet silindris bersilia dengan sel goblet. Epitel ini juga yang menyusun trakea dan bronkus. Dinding trakea diperkuat oleh tulang rawan hialin yang berbentuk cincin yang terbuka di bagian belakang , dihubungkan dengan otot polos muskulus trakhealis. Pada bronkus yang lebih kecil, epitelnya secara bertahap menjadi selapis silindris dengan silia dan sel goblet makin banyak. (Arief, 2007)

Pada bronkus intralobularis (bronkiolus), tulang rawan telah menghilang, kelenjar seromukosa sudah tidak tampak, dan epitelnya telah berubah dari pseudokolumner kompleks menjadi kuboid. Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah ini dapat terjadi suatu penyempitan, yang akhirnya dapat menimbulkan wheezing/ mengi. Pada bronkiolus terminalis terdapat Sel Clara yang menghasilkan surfaktans, yaitu suatu cairan yang akan membasahi permukaan akveoli, yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan guna mempertahankan alveoli agar tidak kempes/ kolaps (cenderung jadi gelembung).

Pada alveoli terdapat dinding antar alveoli yang disebut septum interalveolaris, dan juga terdapat suatu jendela (pori-pori Khon/ lubang) yang menghubungkan porus/ stigma alveolaris, yang memungkinkan aliran udara antara alveolus-alveolus yang berdekatan (ventilasi kolateral) sehingga kalau terjadi sumbatan di satu cabang bronkus, tidak semua alveolus menjadi kolaps (dapat digantikan oleh alveolus tetangganya). (Arief, 2007)

Sel utama pada septum septum interalveolaris adalah sel epitel alveoli (pneumosit I) untuk pertukaran gas, sel septal (pneumosit II) sebagai penghasil surfaktans, dan endotel kapiler. Barrier udara-darah merupakan suatu struktur perintang antara ruang alveoli dengan lumen kapiler darah yang bersifat semipermiabel (sebagai tempat pertukaran gas) dan tersusun atas sitoplasma sel epitel alveoli, membrana basal sel epitel alveoli, membrana basal endotel kapiler, dan sitoplasma endotel kapiler.

3. Fisiologia. Faal Pernafasan

Proses respirasi berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu:

1) Ventilasi→ pergerakan udara ke dalam dan ke luar paru.2) Pernapasan luar/ eksterna→ pertukaran gas di dalam alveol dan darah.3) Transportasi gas melalui darah.4) Pernapasan dalam/ interna→ pertukaran gas antara darah dengan sel-

sel jaringan5) Pernapasan seluler→ metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta

pembuatan CO2. (Guyton&Hall, 1997)

2

b. Saluran Pernafasan- Zona Konduksi

HidungRambut, mukus serta silia berperan sebagai sistem pembersih pada hidung, yang juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara (yang berukuran lebih besar dari 4µm) yang seterusnya akan diikat oleh zat mukus, dimana mukus ini mengandung enzim lisosome yang dapat membunuh bakteri. Struktur konka nasalis dan plexus vena berperan dalam fungsi pelembapan dan penghangatan udara oleh hidung. Selain itu hidung juga berperan pada fungsi pembauan (oleh sel saraf olfaktoria).Sinus paranasalisSinus ini berperan dalam membantu proses pelembapan, penghangatan, ruang untuk resonansi udara, memperingan berat serta menghemat massa tulang tengkorak.FaringNasofaring berperan dalam saluran udara pernapasan, penangkal infeksi (oleh jaringan limfoid adenoid), dan penunjang fungsi telinga (oleh tuba eustachii). Orofaring dan laringofaring berperan sebagai saluran udara pernapasan dan saluran makanan, akan tetapi pada orofaring juga berperan sebagai penangkal infeksi. LaringLaring merupakan bagian pertama saluran pernapasan bagian bawah yang berperan sebagai saluran udara, pintu pengatur perjalanan udara pernapasan dan makanan, serta sebagai organ penimbul suara (vonasi).TrakeaTrakea berarti pipa udara atau dijuluki pula eskalator-muko siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mukus ke arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Bila otot polos pada trakea berkontraksi akan membantu mendorong zat mukus ke arah luar waktu terjadi batuk.Bronki dan BronkioliBronkioli mempunyai silia dan zat mukus yang berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveol ditangkap oleh makrofag yang pada alveol, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.-Zona Respiratorik Berperan dalam pertukaran udara dengan darah. (Guyton&Hall, 1997)

B. Penyakit Kardiovaskular dan Paru

Penyakit paru kronik sering menjadi penyebab penhyakit jantung dan sebaliknya, penyakit jantung yang disertai dekompensasi atau penyakit vascular dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi paru. Dasar dari hubungan yang erat ini berkaitan dengan fungsi paru.

1. Emboli Paru (PE)PE terjadi apabila suatu embolus, biasanya bekuan darah yang terlepas

dari perlekatannya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya. Infark paru adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fokus nekrosis lokal yang diakibatkan oleh penumbatan vascular. Tiga faktor utama yang menyebabkan

3

timbulnya thrombosis vena dan kemudian menjadi PE adalah: stasis vena atau melambatnya aliran darah, luka dan peradangan pada dinding vena, dan hiperkoagulabilitas. Trombus vena dan PE terutama terjadi pada pasien yang tirah baring. Tempat tersering terbentuknya bekuan darah adalah vena ileofemoralis profunda pada tungkai (90%). Emboli yang bukan berasal dari thrombosis jarang terjadi.

Tanda dan gejala PE bervariasi bergantung pada besar bekuan. Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian mendadakn akibat embolus pelana yang massif pada percabangan arteria pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada seluruh aliran darah ventrikel kanan.

Akibat PE adalah terbentuknya daerah-daerah paru yang mendapat ventilasi, tetapi perfusinya kurang memadai, sehingga akan meningkatkan ventilasi ruang mati fisiologis. Bronkonokstriksi refleks terjadi pada daerah yang terserang dan diduga sebagai akibat pengeluaran histamine dan serotonin dari bekuan darah. Bronkokonstriksi refleks dianggap sebagai kompensasi pada daerah yang tersumbat, karena refleks ini mengurangi ketidakseimangan ventilasi dan perfusi. Akan tetapi bronkospasme pada daerah sekitarnya mengakibatkan hipoksemia yang cukup bermakna. Jika jaringan vascular paru berkurang cukup banyak akibat embolus yang besar dan berulang, maka dapat terjadi hipertensi pulmonal.

Nekrosis iskemik lokat (infark) merupakan komplikasi PE yang jarang terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan penyumbatan arteria lobaris atau lobularis ukuran sendang dan insufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi bronkus.suara gesekan pleura dan sekiti efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan.

2. Edema ParuEdema paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa

yang berlebihan dalam ruang interstisial dan alveolus paru. Edema paru dapat terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Penyebab tersering edema paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis (obsturksi katup mitral). Jika terjadi gagal jantung kiri dan jantung kanan terus memompakan darah, maka tekanan kapiler paru akan meningkat sampai terjadi edema paru. Pembentukan edema paru terjadi dalam dua stadium:

1. edema interstisial yang ditandai pelebaran ruang perivaskular dan ruang peribronkial, serta peningkatan aliran getah bening dan

2. terjadinya edema alveolar sewaktu cairan bergerak masuk ke dalam alveoli.Plasma darah mengalir ke dalam alveoli lebih cepat daripada

kemampuan pembersihan oleh batuk atau getah bening paru. Plasma ini akan mengganggu difusi O2, sehingga hipoksia jaringan yang diakibatkannya menambah kecenderungan terjadinya edema. Asfiksia dapat terjadi bila tidak segera diabil tindakan untuk menghilangkan edema paru.

4

Pengobatan darurat pada edema paru akut berupa tindakan-tindakan untuk mengurangi tekana hidrostatik paru, antara lain dengan menempatkan pasien dalam posisi Flowler dengan kaki menggantung; torniket yang berpindah-pindah; flebotomi (pembuangan darah sebanyak ± 0,5 L); pemberian diuretic, O2, dan digitalis untuk memperbaiki kontraktilitas miokardium.

3. Kor Pulmonale

Kor pulmonale merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jantung kiri maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogeneisi kor pulmonale. Kor pulmonale dapat terjadi akut (contohnya, PE massif) atau kronik. Diperkirakan insiden kor pulmonale 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung.

Fungsi normal sirkulasi paru adalah sebagai berikut. Sirkulasi paru terletak di antara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam jaringan vascular paru tidak hanya bergantung pada ventrikel kanan tetapi juga kerja pompa pada pergerakan pernapasan. Karena sirkulasi paru merupakan sirkulasi yang bertekanan dan beresistensi rendah di bawah keadaan normal maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna tekanan arteria pulomonalis. Keadaan ini dapat terjadi karena besarnya kapasitas jaringan vascular paru, yang perfusi normalnya kira-kira hanya 25 % dalam keadaaan instirahat, serta kemampuannya menggunakan lebih banyak pembuluh darah.

Etiologi dan PatogenesisPenyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit

yang secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti PE berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru akibat penyakit pernapasan obstuktif atau restriktif. COPD terutama jenis bronchitis, merupakan penyebab tersering. Penyakit-penyakit pernafasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonale dapat berupa penyakit intrinsik (fibrosis paru difus) dan kelainan ekstrinsik (obesitas yang eksrtim, kifoskoliosis).

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi vascular paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vascular paru adalah 1. vasokonstriksi hipoksik pembuluh darah paru-paru dan 2. obstruksi dan / atau obliterasi jaringan vascular paru-paru.Mekanisme pertama tampaknya paling penting dalam pathogenesis kor pulmonale. Hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis yang merupakan ciri khas COPD bronchitis lanjut adalah contoh paling baik untuk menjelaskan bagaiman kedua mekanisme itu terjadi.

Hipoksia alveolar memberikan rangsangan yang kuat terhadap vasokonstriksi pulmonal bukan hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar

5

kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriol paru, sehingga timbul respons yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis hiperkapnia dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbukan vasokonstriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnia juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.

Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vascular dan tekanan arteri paru adalah benuk anatomisnya. Emfisema ditandai dengna kerusakan bertahap struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total kapiler-kapiler di sekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya jaringan vaskuler. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembulun darah paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap jaringan vascular diperkirakan tidak sepenting vasokonstriksi hipoksik dalam pathogenesis kor pulmonale. Kira-kira dua pertiga sampai seperepat dari jaringan vascular harus mengalami obstruksi atau rusak sebelu terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna.

Manifestasi Klinis.Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria: adanya

penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal dan bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan. Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnia, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukkan kemungkinan penyakit paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfosema dengan atau tapa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, pingsan pada waktu kerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua, dan bising akibat insufisiensi katup trikuspidalis dan pulmonalsi. Irama gallop (suara jantung S3 dan S4), distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan.

PengobatanPengobatan ditujukan untuk memperbaiki hpoksia alveolar (dan

vasokonstriksi paru yang diakibatkannya) dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia, dan tekipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas. Bronkodilator dan antibiotic membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien COPD. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretic mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulan jangka panjang diperlukan jika terdapat PE berulang(Wilson, 2006).

C. Penyakit Restriktif Akut Pernapasan

Gangguan ventilasi restriktif ditandai dengan peningkatan kekakuan paru, toraks atau keduanya, akibat penurunan keregangan dan penurunan semua volume paru. Napas menjadi cepat dan dangkal. Akibat fisiologis ventilasi yang terbatas ini adalah hipoventilasi alveolar dan ketidakmampuan mempertahankan tekanan gas darah normal. Penyakit pernapasan restriktif dibagi dalam dua

6

golongan yaitu gangguan ekstrapulmonal (neurologik, neuromuskular, dan rangka toraks) dan penyakit yang menyerang pleura dan parenkim paru.

A. Penyakit EkstrapulmonalTekanan parsial CO2 (PaCO2) > 70 mm Hg dapat menyebabkan depresi

pusat pernapasan dan gangguan di sistem saraf pusat. Gangguan muskular biasanya disebabkan oleh paresis otot-otot pernapasan akibat penyakit difus pada otot rangka. Gangguan pada rangka dada bisa dikarenakan oleh deformitas rangka dada (kifoskoliosis, pektus ekskavatum, ankilosis spondilitis, dan torakoplasti yang sudah sembuh), abnormalitas fungsi otot pernapasan, tekanan isi pada rongga dada, atau penimbunan lemak.

B. Penyakit Pleura dan Parenkim ParuGangguan pleuraTanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks:

Efusi pleura Pneumotoraks

Dispneu bervariasi Dispneu (jika luas)

Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi

Nyeri pleuritik hebat

Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi

Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks

Ruang interkostal menonjol Takikardia, sianosis

Pergerakan dada berkurang atau terhambat pada daerah yang terkena

Pergerakan dada berkurang atau terhambat pada daerah yang terkena

Perkusi meredup di atas efusi pleura Perkusi hipersonor di atas pneumotoraks

Efogoni di atas paru yang terkena efusi

Perkusi meredup di ata paru yang kolaps

Suara napas berkurang di atas efusi Suara napas berkuarang atau menghilang pada sisi yang terkena

Fremitus vokal dan raba berkurang Fremitus vokal dan raba berkurang

Gangguan parenkim Atelektasis

Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Atelektasis timbul karena alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang, sedangkan pneumotoraks timbul karena masuknya udara ke dalam rongga pleura. Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh bronkus intrinsik dan ekstrinsik. Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh sekret atau eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik bronkus biasanya disebabkan oleh neoplasma, pembesaran kelenjar getah bening, aneurisma atau jaringan parut.

7

PneumoniaAgen-agen mikroba penyebab pneumonia memiliki 3 bentuk tranmisi primer, yaitu aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi di orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen infeksius merupakan dua cara tersering.

Fibrosis paruAsbestos adalah senyawa campuran antara megnesium dan besi silikat. Asbestosis adalah proses interstisial yang perlahan-lahan berkembang menjadi fibrosis paru non-nodular difus yang mengenai saluran-saluran napas terminal, alveoli, dan pleura. Penyakit ini biasanya diketahui setelah 20 tahun terpajan. Debu silika yang diinhalasi dapat menyebabkan silikosis dan diduga secara teratur merusak makrofag, mengakibatkan nodul fibrotik yang bergabung menjadi fibrosis yang luas(Wilson, 2006).

D. Penyakit Restriktif Kronik Pernapasan

Pada Penyakit Restriktik, FVC berkurang dan kecepatan aliran udara ekspirasi normal atau berkurang secara proporsional. Oleh karena itu, rasio FEV1 dan FVC mendekati normal. Defek restriktif terjadi pada dua keadaan umum :

1. Gangguan ekstraparu yang menghambat kemampuan dinding dada berfungsi sebagai penghembus (missal, Obesitas berat, kifoskoliosis dan gangguan neuromuscular, seperti Sindrom Guillain-Barre yang mengenai otot pernapasan).

2. Penyakit intertisium paru akut atau kronis.Penyakit restriktif akut klasik adalah sindrom gawat napas akut ( acute respiratory distress syndrome , ARDS ).Penyakit Restriktif Kronis mencakup Pneumokoniosis, Sarkoidosis, dan Fibrosis Paru Idiopatik (IPF).

SINDROM GAWAT NAPAS AKUT ( ARDS) Merupakan suatu kontinum gagal napas progresif yang didefinisikan oleh :

1. Dispnea Akut2. Penurunan tekanan oksigen arteri (hipoksemia)3. Timbulnya infiltrat paru bilateral pada radiografi4. Tidak adanya tanda klinis gagal jantung kiri primer.

Cedera paru akut dianggap sebagai stadium awal ARDS, dengan kelainan ringan pada fungsi respirasi yang kemudian dapat berkembang menjadi ARDS yang tipikal dan secara klinis lebih parah, Karena infiltrat paru pada cedera paru akut dan ARDS disebabkan oleh kerusakan membran kapiler alveolus, dan bukan karena gagal jantung kiri, keduanya adalah penyebab tersering edema paru nonkardiogenik. Cedera Paru Akut dan ARDS dapat terjadi pada berbagai situasi klinis dan berkaitan dengan :

1. Cedera langsung pada paru2. Cedera tidak langsung pada suatu proses sistemik

Patogenesis Membran kapiler alveolus dibentuk oleh dua sawar berbeda – endotel mikrovaskular dan epitel alveolus. Pada Cedera Paru Akut dan ARDS, integritas sawar ini terganggu oleh cedera endotel atau epitel atau, yang lebih sering, keduanya. Konsekuensi akut kerusakan pada membran kapiler alveolus adalah permeabilitas vascular meningkat dan dibanjirinya alveolus, hilangnya kapasitas difusi, dan kelainan luas surfaktan akibat kerusakan pada pneumosit tipe II.SARKOIDOSIS

8

Sarkoidosis adalah suatu penyakit multisistem yang etiologinya belum diketahui dan ditandai dengan granuloma nonperkijuan pada banyak jaringan dan organ. Diagnosis Histologik Sarkoidosis adalah diagnosis eksklusi.Epidemiologi1. Terdapat predileksi konsisten untuk orang dewasa berusia kurang dari 40 tahun2. Insiden yang tinggi ditemukan pada penduduk Denmark dan Swedia di antara orang

berkulit hitam AS ( yang frekuensi penyakitnya adalah 10 kali lipat dibandingkan orang kulit putih)

3. Sarkoidosis adalah salah satu dari sedikit penyakit paru yang prevalensinya lebih tinggi pada bukan perokok

Etiologi dan PatogenesisSarkoidosis adalah penyakit gangguan penyakit imun pada orang dengan predisposisi genetic yang terpajan agen lingkungan tertentu. Peran ketiga faktor kontribusi diringkaskan berikut ini.Faktor ImunologikTerdapat beberapa kelainan imunologik di milieu lokal granuloma sarkoid yang menunjukan terjadinya respons selular terhadap suatu antigen yang belum diketahui. Proses ini di jalankan oleh sel T CD4+ penolong/penginduksi.Proses ini mencakup :1. Penumpukan sel T CD4+ dengan aktivitas penolong-penginduksi di intraalveolus dan

intertisium, sehingga rasio sel T CD4:CD8 menjadi lebih dari 3,52. Ekspansi oligoklonal subset sel T berdasarkan analisis terhadap tata ulang reseptor sel.3. Peningkatan kadar sitokin TH1 yang berasal dari sel T, seperti IL-2 dan interferon alfa

(IFN-) yang masing-masing menyebabkan ekspansi sel T dan pengaktifan makrofag.4. Peningkatan kadar beberapa sitokin di lingkungan local (IL-8, TNF, protein peradangan

makrofag [MIP-1] yang mendorong rekrutmen sel T dan monosit serta berperan dalam pembentukan granuloma.

Selain itu, terdapat kelainan imunologik sistemik pada pasien sarkoidosis :1. Alergi terhadap antigen uji kulit yang umum, seperti Candida atau purified protein

derivative (PPD), yang diduga disebabkan oleh rekrutmen sel T CD4+ oleh paru sehingga terjadi deplesi sel ini di perifer.

2. Hipergamaglobulinemia poliklonal, yaitu manifestasi lain disregulasi sel T penolong.Faktor Genetik. Bukti mengenai keterlibatan genetik dapat dilihat dari :1. Mengelompoknya kasus dalam keluarga dan Ras.2. Keterkaitan dengan genotipe HLA tertentu (missal, HLA-A1 kelas I dan HLA-B8)Faktor Lingkungan. Ini mungkin merupakan faktor yang paling lemah dalam patogenesis sarkoidosis :1. Beberapa “antigen” diduga sebagai zat pemicu timbulnya sarkoidosis (misal, virus,

mikobakteri, Borrelia, serbuk sari)2. Sampai saat ini, belum ada bukti yang meyakinkan bhwa sarkoidosis disebabkan oleh

suatu agen infeksi.C. Penyakit Infeksi Paru

1. Infeksi Paru AkutInfeksi paru akut (pneumonia, pneumonitis) sering didapatkan dan terjadi

sebagai penyakit primer ataupun lebih sering sebagai komplikasi yang menyerang banyak pasien rawat inap yang sakit berat. Beberapa derajat pneumonia didapatkan saat autopsy, pada sebagian besar kasus autopsy pasien yang meninggal akibat penyakit infeksi paru kronis. Berikut tipe infeksi paru yang disebabkan oleh berbagai agen telah dikenal :

TIPE INFEKSI PARU ETIOLOGI

INFEKSI PARU AKUT (PNEUMONIA)

9

1. Pneumonia Komunitas a. Streptococcus pneumoniaeb. Legionella pneumophilac. Mycoplasma pneumoniad. Staphylococcus aureuse. Klebsiella pneumoniaf. Hemophilus influenzag. Moraxella catarrhalish. Virus (influenza, adenovirus, virus

sinsitial respiratorik)2. Pneumonia Nosokomial a. Basil gram negatif

b. Streptococcus pyogenisc. Staphylococcus pneumoniad. Staphylococcus aureuse. Infeksi jamur invasive (Aspergillus

candida)3. Pneumonia Imunocompromised a. Pneumocytis carinii

b. Sitomegalovirusc. Mycobacterium aviumd. Cryptococcus neoformanse. Legionella pneumophila

4. Pneumonia Sumber Lain a. Aspirasi secret dari orofaringb. Komplikasi eksantema virus

seperti cacar air, campak yersinia pestis, tularaemia dsb.

INFEKSI PARU KRONIK

1. Radang Supuratif Kronika. Abses Paru Kronik

b. Aktinomikosis dan Nokardiosis

Polimikroba dominasi anaerob

Actinomyces israelli

Nocardia asteroides

2. Radang Granulomatosa Kronika. Tuberculosis paru

b. Infeksi mycobacterium atipik

c. Granuloma fungus1) Candidiasis2) Histoplasmosis3) Koksidioidomikosis4) Blastomikosis5) Sporotrikosis6) Parakoksidioidomikosis

Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium avium

Mycobacterium kansasii dsb.

Candida abicans

Histoplasma capsulatum

10

d. Infeksi parasit

Coccidioides immitis

Blastomyces dermatitidis

Sporothrix schenokii

Paracoccidioides brasiliensis

Dirofilaria immitis

Paragonimus westermani

Entamoeba histolytica

Ascaris lumbrycoides

Strongyloides stercoralis

(Chandrasoma dan Taylor,2005)

Berikut cara mikroorganisme memasuki saluran pernapasan :

1) Penyebaran melalui pembuluh darah (hematogen)2) Inhalasi bahan aerosol infeksius3) Inokulasi langsung (luka pasca pembedahan, trauma dada)4) Kolonisasi di permukaan mukosa (aspirasi secret kolonisasi di orofaring),

(Reviono,2009a).a. Klasifikasi

Pneumonia akut bermanifestasi sebagai salah satu di antara dua pola, yaitu pneumonia ruang udara dan pneumonia interstisialis. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan gambaran klinis dan radiologis. Berikut perbedaan keduanya (Chandrasoma dan Taylor,2005) :

11

S

kema 1 : Pola pneumonia akut

Pneumonia ruang udara masih terbagi menjadi 2 pola, yaitu:

1) Pneumonia lobarisPada pneumonia lobaris, yang terserang adalah alveolus dengan daerah konfluens luas (terkadang keseluruhan lobus) mengalami konsolidasi.

2) BronkopneumoniaPada bronkopneumonia, bronkus terinfeksi disertai alveolus disekitarnya berbentuk bercak-bercak dan sering kali terbatas (Chandrasoma dan Taylor,2005).

b. PatologiPneumonia ruang udara berkembang melalui empat tahap inflamasi :

kongesti akut, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi.

1) Kongesti akutAdalah fase awal infeksi, pada saat bakteri bermultiplikasi di dalam

alveolus dan menyebar ke alveolus di sekitarnya melalui pori-pori Kohn pada dinding alveolus. Pertahanan normal alveolus telah dikalahkan, dan terjadi cedera awal pada alveolus. Makrofag alveolus menyekresi mediator-mediator dan terdapat aktivasi komplemen mengakiatkan peradangan akut. Selain itu, terjadi pembesaran aktif kapiler alveolus dan eksudasi cairan awal, emigrasi neutrofil dan diapedesis eritrosit ke dalam alveolus. Secara klinis, tahap ini sesuai dengan awitan penyakit, dengan demam tinggi dan batuk.

2) Hepatisasi merah

Pneumonia Akut

Demam, Batuk, Nyeri Dada, Dispnea.

Pemeriksaan dada abnormal

Sinar-X dada abnormalPNEUMONIA RUANG UDARA

Eksudat dan neutrofil dalam alveoli (Konsolidasi)

Sinar-X dada pola alveolusAgen-agen ekstraseluler

PNEUMONIA INTERSTISIAL

Sebukan limfosit interstisialTidak ada konsolidasi (alveolus

terisi udara)Sinar-X dada pola interstisialAgen-agen intraseluler obligat

(kecuali mycoplasma)

12

Peningkatan konsolidasi paru yang terserang akibat berkelanjutannya eksudasi dan emigrasi neutrofil. Kongesti alveolus masih terjadi dan udara alveolus digantikan oleh eksudat selular. Arsitektur dasar alveolus masih dipertahankan, meskipun telah terjadi kehilangan sel-sel pembatas. Pada sebagian besar penderita, infeksi dikontrol pada tahap ini, baik secara alami maupun dengan terapi antibiotic, yang mengeliminasi bakteri.

3) Hepatisasi kelabuTerdapat gambaran konsolidasi., tetapi infeksinya telah terkontrol dan

tidak terjadi hiperemia maupun berlanjutnya eksudasi dan emigrasi neutrofil.

4) ResolusiPasien umumnya pulih secara klinis. Selama resolusi, eksudat lambat

laun menghilang dan cedera alveolus menyembuh (Maitra dan Kumar,2007).

c. Diagnosis1) Anamnesis

Demam menggigil, suhu tubuh meningkat, batuk berdahak mukoid atau purulen, sesak napas, kadang nyeri dada

2) Pemeriksaan fisis Tergantung luas lesi paru

a) Inspeksi : bagian yang sakit tertinggal

b) Palpasi : fremitus dapat mengeras

c) Perkusi : redup

d) Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah halus sampai ronki basah kasar pada stadium resolusi

3) Pemeriksaan penunjang

Gambaran radiologis (Foto toraks PA / lateral) berupa gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi berawan) dapat disertai air bronchogram (Reviono,2009a).

d. PengobatanPengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik sebaiknya secara rasional yaitu berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaanya. Secara umum, pemberian antibiotic dilakukan secara empiris. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa alas an, yaitu:

1) Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa.2) Bakteri patogen yang berhasil di isolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.3) Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Berikut jenis-jenis antibiotic yang secara empiris dapat diberikan sesuai dengan mikroorganismenya :

13

Tabel 2 : Pengobatan antibiotic secara empiris.

MIKROORGANISME ANTIBIOTIK

1) Penisilin Sensitif Streptococcus Pneumoniae (PSSP)

a) Golongan penisilin b) TMP-SMZc) Makrolid

2) Penisilin Resisten Streptococcus Pneumoniae (PRSP)

a) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

b) Sefotaksim, Sefriakson dosis tinggi

c) Makrolid baru dosis tinggi d) Fluorokuinolon respirasi

3) Pseudomonas Aeruginosa a) Aminoglikosid b) Seftazidim, Sefoperason, Sefepim c) Tikarsilin, Piperasilin d) Karbapenem : Meropenem,

Imipenem e) Siprofloksasin, levofloksasin

4) Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus (MRSA)

a) Vankomisin b) Teikoplanin c) Linezolid

5) Hemophilus Influenza a) TMP-SMZb) Azithromisin c) Sefalosporin gen.2 atau 3d) Fluorokuinolone respirasi

6) Legionella a) Makrolid b) Fluorokuinolone c) Rafampicin

7) Mycoplasma Pneumoniae a) Doksisiklin b) Makrolid c) Fluorokuinolone

8) Chlamydia Pneumoniae a) Doksisiklin b) Makrolid c) Fluorokuinolone

(Reviono,2009a)

14

2. Infeksi Paru Kronika. Radang Supuratif Kronis

1) Abses paru kronisAbses paru kronis sering kali terjadi sebagai suatu sekuele pneumonia

supuratif akut yang belum sembuh. Daerah supurasi menjadi dibatasi oleh fibrosis, dan membentuk suatu abses. Secara klinis, penderita abses paru kronis datang dengan demam ringan, penurunan berat badan, dan jari tabuh. Abses biasanya mengalir ke bronkus, menyebabkan batuk produktif dengan sejumlah besar sputum purulen berbau busuk. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan lesi kavitas dengan batas udara-cairan (Chandrasoma dan Taylor,2005).

2) Aktinomikosis dan NokardiosisActinomyces israelli dan Nocardia asteroids merupakan bakteri

filamentosa gram positif yang jarang menyebabkan radang supuratif kronis paru dengan fibrosis yang luas.. Muncul abses multiple dengan koloni organisme. Infeksi ini cenderung menyebar setempat dan mungkin menimbulkan abses dinding dada yang mengalirkan melalui kulit (Chandrasoma dan Taylor,2005).

b. Radang Granulomatosa Kronis1) Tuberkulosis paru

a) EtiologiTuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam (BTA) dengan ukuran panjang 1-4/µm dan ketebalan 0,3-0,6/µm, yang ditularkan melalui percikan dahak (droplet nuclei) dari penderita TB kepada individu yang rentan (Wahyu,2003).

b) Manifestasi KlinisKeluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau

malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Berikut keluhan-keluahan pada pasien TB: demam, batuk (2-3 minggu atau lebih) atau batuk darah, sesak napas, nyeri dada, dan atau gejala malaise (anoreksia, badan kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dsb), (Amin dan Bahar,2006).

c) Diagnosis Tuberculosis(1) Anamnesis

Keluhan-keluhan berupa batuk dan atau tanpa sputum 2-3 minggu atau lebih, demam derajat rendah, sesak napas, nyeri dada, batuk darah, dan atau malaise. Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali (Mansjoer,2002).

(2) Pemeriksaan Fisik(a) Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah)(b) Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum,(c) Sekret di saluran nafas

15

(d) Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus (Mansjoer,2002).

(3) Pemeriksaan Penunjang(a) Pemeriksaan Sputum BTA (gold standart), waktu SPS.(b) Pemeriksaan Laboratorium Darah(c) Foto toraks PA(d) Tes PAP (Peroksidase An Peroksidase)(e) Tes Mantoux/Tuberkulin(f) Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)(g) BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Instrument System)(h) Enzyme Linked Immunosorbent Assay(i) MMYCODOT (Mansjoer,2002)

d) PengobatanTabel 3 : Jenis obat antituberculosis dan dosisnya

JENIS OAT

DOSIS

Intensif Lanjutan

Izoniazid (H)

Rifampisin (R) Streptomisin (S)

Pirazinamid (Z)

Etambutol (E)

5 mg/Kg BB

10 mg/Kg BB

15 mg/Kg BB

25 mg/Kg BB

15 mg/Kg BB

10 mg/Kg BB

10 mg/Kg BB

15 mg/Kg BB

35 mg/Kg BB

30 mg/Kg BB

Catatan :

(S) ® < 60 tahun : 0,75 gr/hari

> 60 tahun : 0,50 gr/hari

TAHAP INTENSIF : diberikan tiap hari, pengawasan ketat sangat penting untuk mencegah kekebalan obat

TAHAP LANJUTAN: diberikan 3X dalam 1 minggu à untuk membunuh kuman agar tidak kambuh

(Reviono,2009b)

2) Infeksi mikrobakterium atipikMikrobakterium atipik kurang pathogen terhadap manusia disbanding

dengan Mycobacterium tuberculosis dan kurang sering menyebabkan penyakit. Biasanya infeksi mikrobakterium atipik dapat meninmbulkan penyakit yang serius pada penjamu yang imunocompromised. Infeksi Mycobacterium avium-intraseluler merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering terlihat pada pasien AIDS.

Penyakit paru yang disebabkan mikrobakterium atipik pada populasi normal sangat menyerupai tuberculosis parudan dibedakannya hanya dengan biakan. Bagaimanapun, pengenalan ini penting dilakukan karena

16

terdapat perbedaan sensitivitas terhadap obat antituberkulosis (Chandrasoma dan Taylor,2005).

3) Granuloma fungusFungus merupakan organisme intraseluler fakultatif dengan

kemampuan untuk tetap hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, menghasilkan radang granulomatosa kaseosa dan lesi patologi pada paru yang sangat menyerupai tuberculosis. Salah satu perbedaan utama adalah sumber infeksi penyakit ini. Infeksi terjadi setelah pajanan terhadap tanah yang mengandung spora (Maitra dan Kumar,2007). Berikut jenis fungus dan penyakit yang ditimbulkan :

Tabel 4 : Jenis fungus dan penyakit yang ditimbulkan.

Penyakit Granuloma Fungus Jenis Fungus

a. Candidiasisb. Histoplasmosisc. Koksidioidomikosisd. Blastomikosise. Sporotrikosisf. Parakoksidioidomikosis

Candida abicans Histoplasma capsulatum Coccidioides immitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenokii Paracoccidioides

brasiliensis

(Chandrasoma dan Taylor,2005)

4) Infeksi parasita) Infeksi Dirofilaria immitis

Dirofilaria immitis merupakan cacing filarial dengan lokasi infeksi normal terdapat pada jantung dan arteri paru anjing. Pada infeksi manusia, cacing ini menginfeksi arteri paru; ketika cacing tersebut mati, hal ini memicu reaksi radang yang menyebabka oklusi fibrosis pembuluh darah dan infark paru. Hal ini menyebabkan nyeri dada dan hemaptosis. Pada sinar-X terlihat opasitas yang berbatas tegas. Penegakkan diagnosis berdasarkan penemuan cacing tersebut di dalam lesi paru (Garcia dan Bruckner,1996).

b) Infeksi paru parasit lainBanyak infeksi parasit lain yang menyerang paru, semua infeksi

inin jarang terjadi, antara lain: kista hidatid, sistiserkosis, infeksi cacing trematoda (fluke), Paragonimus westermani, Entamoeba histolytica, migrasi larva Ascaris lumbricoides dan Strongyloides stercoralis (Garcia dan Bruckner,1996).

D. Karsinoma Bronkogenik

Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernapasan. Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis yang lebih baik, namun karsinoma bronkogenik memang lebih sering terjadi.

17

Etiopatogenesis

Seperti kanker pada umumnya, etiomologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik masih belum diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis, bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok.

Pengaruh Rokok

Terdapat cukup fakta untuk menghubungkan rokok dengan karsinoma bronkogenik, terutama karsinoma bronkogenik jenis epidermoid dan jenis sel kecil. Bahan-bahan karsinogen yang terdapat di dalam asap rokok antara lain polonium 210 dan 3,4 benzypyrene. Penggunaan filter rokok dikatakan dapat menurunkan resiko terjadinya karsinoma bronkegenik pada seorang perokok tetap masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan perokok.

E. ROKOKTembakau merupakan tanaman yang dapat menimbulkan adiksi karena

mengandung kurang lebih 4000 elemen – elemen dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan – bahan kimia lain seperti Hydrogen Cyanide (Poison used in gas chambers),Ammonia (pembersih lantai), Toluene (Industrial solvent), Acetone, Methanol (bahan bakar roket),Napthalene (Mothballs), Co,Vinyl Chloride, Dimethylnitrosamine, Arsenik, DDT (Insektisida), Urethane, Pyrene, Cadmium (car batteries), Benzopyrene, Naphthylamine (karsinogenik), dan lainnya.

Kebiasaan Merokok

Seseorang dapat digolongkan sebagai:

1. Tidak merokok (bukan perokok).2. Perokok (jika dalam hidupnya pernah merokok sampai 100 batang rokok dan

saat dianamnesis masih sering merokok).3. Perokok berat (jika hasil perkalian antara jumlah batang rokok yang diisap

perhari dan lamanya merokok hitungan tahun lebih dari 400 batang tahun).4. Bekas perokok (jika seorang perokok saat dianamnesis telah berhenti merokok

3 tahun lalu dan tidak pernah merokok lagi).

Nasihat yang perlu disampaikan kepada perokok antara lain perngaruh merokok terhadap sistem imunitas yang berupa peningkatan jumlah leukosit; peningkatan kadar penghambat C5, C9, dan C1; penurunan kadar IgG, IgM, dan IgA; peningkatan kadar IgE; berkurangnya respon terhadap vaksinasi influenza; penurunan fagositosis dan intraellular killing; penurunan migrasi makrofag; dan penurunan produksi antibodi. Dokter tidak disarankan untuk mencela pasiennya yang merokok, tetapi dianjurkan untuk memberikan perngertian bahwa kebiasaan merokok itu merugikan bukan hanya bagi yang merokok tetapi juga yang ada di sekitarnya (Darmanto, 2009).

18

Interpretasi hasil pemeriksaan Fisik

No.

Kondisi Perkusi Trakea Suara napas Suara tambahan

Fremitus Taktil dan Suara Transmisi

1 Normal Sonor Di tengah Vesikuler, kecuali suara bronkovesikuler dan bronkial di bronkus besar dan trakea

Tidak ada, kecuali sedikit ronki basah temporer di basal paru

Normal

2 Pneumotoraks (udara dari paru ke luar ke dalam cavum pleura menghambat transmisi suara)

Hipersonor atau timpani

Dapat bergeser ke arah yang berlawanan dengan sisi pneumotoraks

Menurun – menghilang

Tidak ada, kecuali ada pleural rub

Menurun / menghilang

3 PPOK (penyakit progresif yang berjalan lambat di mana ruang udara bagian distal, melebar, terjadi, terjadi hiperinflasi paru)

Hipersonor difus

Di tengah Menurun – menghilang

Tidak ada, kecuali ada bronkitis kronis

Menurun

4 Asma (penyempitan cabang-cabang trakeobronkial yang luas dengan berbagai derajat, mengganggu aliran udara. Saat serangan, aliran udara makin menurun, paru menjadi hiperinflasi)

Sonor / hipersonor difus

Di tengah Sering terganggu oleh kerasnya wheezing

Wheezing kadang ronki basah

Menurun

19

Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi (Respiratory Medicine), Penerbit EGC, Jakarta, hal: 230-1.

Tim Skill Lab FK UNS, 2009, Buku Pedoman Keterampilan Klinis, FK UNS.F. Asbestosis

Asbes (asbestos) merupakan mineral berbentuk serat halus yang terjadi secara alamiah. Sesuai definisi yang disepakati oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA), ada 6 jenis yang dikategorikan sebagai bahan asbes, yaitu : crysotyle, riebekite, grunerity, actinolyte, anthrophylite, dan thremolyte. Bahan dasar pembuatan produk asbes merupakan bahan tambang yangmengandung unsur radioaktif berumur paro panjang, berorde milyaran tahun. Bahan asbes yang diperoleh dari penambangan langsung mengandung 238U, 232Th, 226Ra, 40K. Zat-zat radioaktif seperti 238U dan 232Th, dalam proses peluruhannya, akan menghasilkan gas radon yang memiliki sifat radioaktif sehingga memiliki dampak radiologis pada kesehatan.

Asbes merupakan suatu zat terdiri dari magnesium-kalsium-silikat berbangun serat dengan sifat fisiknya yang sangat kuat. Serat asbes dapat menyebabkan gangguan pneumokiniosis(sekelompok penyakit yang disebabkan olehinhalasi debu anorganik dan organic tertentu) pada paru yang lebih dikenal dengan asbestosis, yaitu gangguan paru karena penyerapan jangka panjang serat asbes.

Suatu partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak, tergantung pada (1) ukuran partikel-yang paling berbahaya adalah yang berukuran 1-5 m karena partikelyang lebih besar tidak dapat menembus alveolus. Sedangkan partikel asbes semuanya fibrogenik karena berukuran <3m (Varkey, 2007); (2) kadar dan lamanya terpajan- kadar tinggi biasanya diperlukan untuk mengalahkan kerja escalator silia, dan juga waktu terpajan yang lama; (3) sifat dari debu.

Sifat dari serat asbes adalah dapat menyebabkan goresan-goresan pada permukaan paru-paru. Gangguan ini ditandai dengan kerasnya permukaan paru-paru karena banyaknya serat atau goresan pada jaringan .

Pengerasan pada permukaan paru-paru dapat menurunkan kapasitas vital paru, sehingga diperlukan usaha yang lebih untuk mengembangkan paru-paru selama pernapasan. Karena itu penderita asbestosis mengalami pernapasan pendek dan berkembang menjadi batuk kering. Ujung-ujung jarinya mengumpul serta kakinya menjadi kebiru-biruan karena kekurangan oksigen.

Patogenesis asbestosis adalah sebagai berikut, sesudah debu asbes terinhalasi akan melekat pada permukaan mukosa saluran napas (bronkiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan alveolus) karena tempat tersebut basah sehingga mudah tertempeli debu. Paru memberi respons inflamasi dan fagosit terhadap debu oleh makrofag alveolus. Makrofag memfagositosis debu dan membawa debu ke bronkiolus terminalis. Di situ dengna gerak mukosiliar debu diusahakan keluar dari paru. Bila paparan debu banyak, di mana gerak mukosiliar tidak mampu bekerja, maka debu akan tertumpuk di permukaan saluran napas, akibatnya partikel debu akan tersusun membentuk anyaman kolagen dan fibrin akibatnya paru menjadi kaku sehingga compliance paru menurun à terjadi penghambatan pengembangan paru (restriksi paru). Sesudah terjadi pembentukan kolagen dan fibrin, walaupun paparan debu sudah berhenti, tetap saja fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang.

Rahmatullah, P. 2007. Pneumonitis dan Penyakit Paru Lingkungan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV.

20

Asbestosis adalah proses intersisial yang perlahan-lahan berkembang menjadi fibrosis paru non-nodular diffuse yang mengenai saluran-saluran napas terminal, alveoli, dan pleura. (Sudoyo, dkk, 2007).

Sudoyo, Aru; Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

G. PPOK (Penyakit Paru Obsruktif Kronis)Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering

digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. Sering juga penyakit ini disebut dengan “Chronic Airflow Limitation (CAL)” dan“Chronic Obstructive Lung Diseases (COLD).” (Irman, 2008).

Etiologi utama dari PPOK adalah inhalasi asap rokok, gas beracun, debu, dan partikel-partikel lainnya yang dapat merusak saluran napas dan parenkim paru dan defisiensi antitrypsin-α1 yang mana merupakan inhibitor utama protease(terutama elastase) yang dikeluarkan neutrofil selama peradangan. Inhalasi asap rokok dan zat berbahaya lainnya mengaktifasi transkripsi nuclear factor kB (NF-kB) yang akan mengaktifkan gen TNF dan IL-8 yang akan menarik dan mengaktifkan netrofil. Netrofil teraktivasi melepaskan granulnya yang kaya akan protease sel (elastase, proteinase 3, dan katepsin G) sehingga terjadi kerusakan jaringan. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen. Namun, karena rokok mengandung banyak spesies O2 reaktif (radikal bebas) yang menghabiskan mekanisme antioksidan yang secara normal terdapat pada paru, jumlah O2 reaktif pun akan naik, dan menyebabkan ketidak seimbangan oksidan-antioksidan. Partikel-partikel asap rokok juga akan menaikkan elastese dari makrofag yang akan mencerna antiprotease itu sendiri sehingga menyebabkan ketidak seimbangan protease-antiprotease. Hal ini mengaktifkan Inflamasi kronis menyebabkan metaplasi pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastic recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non -kartilago. Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak/kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hipoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak/kurang berperfusi meningakatkan ruang buntu (Vd) àpembuangan CO2 tidak efisienàhiperventilasi untuk mengkompensasi keadaan iniàkerja otot meningkat untuk mengatasi resistensi saluran napas yang meningkatàpada akhirnya proses ini gagalàterjadi hiperkapnia pada pasien PPOK berat

Pada PPOK, emfisema dan bronchitis kronis sering ditemukan bersama-sama. Pada penderita emfisema, terdapat dispneu berat tanpa disertai batuk produktif. Pasien tampak sangat kesukaran dalam mengeluarkan udara saat ekspirasiàruang udara sangat membesar dan kapasitas difusi rendah, namun pertukaran gas masih adekuat dan nilai gas darah relative normal. Karena dispnea menonjol sementara

21

oksigenasi Hb adekuat, pasien ini disebut “pink puffers”. Pada tahap lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak berotot.

Pada pasien bronchitis kronis, terdapat batuk produktif dengan dahak purulen dan riwayat infeksi berulang. Pasien memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk bernapasàhipoventilasiàhipoksia dan hiperkapnia. Hipoksia berat merangsang ginjal memproduksi eritropoietin untuk memicu pembentukan eritrositàpolisitemia sekunderàkadar Hb naikà sianosis mudah tampak karena kadar Hb tereduksi dapat mencapai 5mg/dl sehingga penderita disebut “blue boaters”. Dispnea tidak terlalu menonjol sehingga penderita tampak sehat dan berat badan tidak menurun. Perjalanan klinis PPOK yang khas berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30 tahun.

Hasil pemeriksaan yang didapatkan pada pasien PPOK adalah ekspirasi memanjang atau lebih dari 3 detik; Peak Flow Rate rendah; gambaran flow volume curve melandai dan memanjang; pada spirometri didapatkan VCR > 80% dan FEVR1 < 70%; dan pengukuran volume static paru (VR, KPT, KRF) semuanya memanjang (Irman, 2008; Maitra; Kumar. 2007; Price & Wilson, 2006; Triwidyana, 2007).H. EMFISEMA

Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara yang terletak di distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi rongga tersebut. Emfisema didefinisikan tidak hanya berdasarkan sifat anatomis lesi, tetapi juga oleh distribusi lobus dan asinus. Terdapat 3 jenis emfisema yaitu : a) Emfisema sentriasinar, emfisema tipe ini paling sering terjadi di bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan daerah sekitar asinus,.pada perokok yang tidak menderita defisiensi kongenital antitripsin alfa1, b) Emfisema panasinar, cenderung lebih sering terjadi di zona paru bawah dan merupakan tipe emfisema yang terjadi pada defisiensi antitripsin alfa1, c) Emfisema asinar distal, emfisema lebih nyata di dekat pleura, di sepanjang septum jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus. Emfisema ini terjadi di dekat daerah fibrosis, jaringan parut, atau atelektasis.

Secara singkat patogenesis emfisema berikut ini, tumbukan partikel asap, terutama di percabangan bronkiolus respiratorik, menyebabkan influks neutrofil dan makrofag; kedua sel tersebut mengeluarkan berbagai protease. Peningkatan aktivitas protease yang terletak di regio sentriasinar menyebabkan terbentuknya emfisema sentriasinar seperti ditemukan pada perokok.

BUKU AJAR PATOLOGI Robbin dan KumarI. Pneumothoraks

Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolaps jaringan paru Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan

penyebabnya:1. Pneumotoraks spontan

Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru seperti penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan.

2. Pneumotoraks traumatik

22

Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus atau tumpul. Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu.

3. Pneumotoraks karena tekananTerjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru

mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

Gejala pneumotoraks sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa berupa nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk sesak nafas, dada terasa sempit, mudah lelah, denyut jantung yang cepat, dan warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan hidung tampak kemerahan, cemas, stres, tegang, dan tekanan darah rendah. (Sudoyo, dkk, 2007).

J. Tanda dan Gejala Respirasi1. Batuk (cough)

a. Definisi Batuk merupakan ekspirasi eksplosif untuk mengeluarkan sekret dan

benda asing dari saluran trakeobronkial. (Kasper,2005)b. Etiologi

Stimulasi Inflamasi → iritasi akibat post nasal drip, aspirasi refluks lambung maupun infeksi virus, bakteri, jamur, dan benda asing lainnya.

Stimulasi Mekanis → inhalasi partikel kecil seperti debu dan kompresi saluran napas serta tegangan / tekanan pada saluran napas yang dapat menimbulkan lesi ekstramural maupun intramural

Stimulasi Kimiawi → inhalasi gas yang iritatif (seperti asap rokok dan bahan kimia) dan obat-obat tertentu seperti preparat Angiotensin Converting Enzyme-inhibitor

Stimulasi Thermal → inhalasi udara yang sangat dingin atau panas. (Kasper,2005)

c. Mekanisme Mekanisme batuk ada tiga fase, yaitu: Inspirasi → saat menghirup udara ada benda asing yang ikut masuk lalu

inspirasi menjadi cepat dan mengambil volume udara dalam jumlah banyak agar ekspirasi dapat maksimal, glotis secara reflex akan terbuka sedangkan epiglotis menutup untuk menghalangi udara keluar lagi

Kompresi → otot- otot ekspirasi terbuka (otot perut berkontraksi) à diafragma relaksasi à mendorong udara keluar secara paksa

Ekspirasi → udara beserta benda asing dikeluarkan dengan kuat, menghasilkan suara akibat getaran dari skeret yang tidak sama dengan getaran plika vokalis. (Kasper,2005)

d. Klasifikasi Batuk produktif atau berdahak → akibat infeksi jamur, bakteri, virus,

benda asing, aspirasi. Produksi mukus meningkat karena banyak mediator inflamasi yang mengaktifkan reseptor sel goblet dan kelenjar submukosa yang keduanya merupakan produsen mukus

Batuk non- produktif atau batuk tanpa dahak →batuk kering, biasanya akibat proses fisiologis atau inhalasi benda asing. Kebanyakan terjadi

23

pada saluran pernapasan atas (Kasper, Dennis L. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Boston : Mc Graw-Hill companies).

2. Sesak Napas (dyspnea)a. Definisi

Dyspnea merupakan pernapasan yang sukar atau sesak (Dorland,2002)b. Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, sesak napas (dyspnea) dibagi menjadi 3, yaitu: Dyspnea akut→ biasanya disebabkan oleh penyakit pneumonia,

atelektasis, thromboemboli paru, obstruksi larynx, obstruksi trachea, dan sembab paru.

Dyspnea progresif menahun→ biasanya disebabkan oleh penyakit paru obstruktif menahun (PPOK), farmer’s lung, penyakit granulomatus, penyakit kolagen,dll.

Dyspnea paroxysmal berulang→ biasanya ditemukan pada penyakit asma bronkial dan aspergillosis. (Churg &Thurlbeck, 1995).

Churg,Andrew M & William M. Thurlbeck. 1995. Pathology of The Lung, second edition. New York: Thieme Medical Publishers-Inc.

3. Mengi (wheezing)a. Definisi

Wheezing merupakan bunyi atau suara tambahan yang bersifat kontinyu, musical, bernada tinggi dan berdurasi panjang akibat adanya aliran udara yang cepat melewati saluran napas yang mendatar atau menyempit/ hampir tertutup. (Bates,1995)

b. Klasifikasi Klasifikasi mengi berdasarkan lokasi terdengarnya, yaitu: Wheezing di seluruh lapang paru → asma, bronchitis, PPOK, dan

penyakit jantung kongestif Wheezing saat inspirasi → obstruksi pada larynx atau trachea Wheezing saat ekspirasi atau diantara dua fase siklus napas → asma Wheezing di lokasi tertentu → obstruksi parsial bronchus, misalnya

akibat adanya benda asing atau tumor. (Bates, 1995)Bates, B. 1995. A Guide to Physical Examination and History Taking ,Sixth Edition.

4. Nyeri dadaParu mendapatkan persarafan otonom sehingga tidak dapat menjadi

sumber nyeri dada. Berdasarkan lokasinya, nyeri dada pada penyakit paru dibedakan menjadi: a. Nyeri pleuritik, berupa nyeri tajam, menusuk, dan makin memburuk

dengan bernapas dalam ataupun batuk. Iritasi pleura parietal pada daerah 6 iga bagian atas dirasakan sebagai nyeri yang yang terlokalisir ke suatu titik di toraks, sedangkan iritasi yang meliputi diafragma dirasakan sebagai nyeri yang menjalar ke leher atau puncak bahu. Penyebabnya adalah pneumotoraks , hemotoraks, infeksi, infark paru, neoplasma, arthritis rheumatoid, SLE, dan scleroderma.

b. Nyeri trakeobronkitis, berupa sensasi terbakar di daerah subssternal yang makin memburuk dengan batuk. Hal ini disebabkan oleh radang akut pada cabang trakeobronkial

24

c. Nyeri mediastinum, bersifat sentral/retrosternal dan tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk (Sudoyo, dkk, 2007).

5. SputumOrang dewasa normal menghasilkan mucus sekitar 100 ml/hari dalam

saluran napas. Mucus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. Jika terbentuk mucus yang

berlebihan, proses normal pembersihan menjadi tidak efektif sehingga mucus tertimbunàmembran mukosa akan terangsang dan mengeluarkan mucus dalam bentuk sputum.

Warna sputum dapat membantu dalam menemukan kemungkinan penyebab penyakit. Sputum yang jernih atau mukoid selain didaptkan pada PPOK (tanpa infeksi) bisa juga ditemukan akibat adanya inhalasi zat iritan. Sputum kekuningan bisa didapatkan pada infeksi saluran napas bawah akut (karena adanya neutrofil aktif), dan juga pada asma(karena mengandung eosinofil). Sputum kehijauan yang mengandung neutrofil yang lisis serta produk hasil katabolisme akibat adanya enzim green pigmented enzyme verdoperoxidase didapatkan pada bronkiektasis Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik berbeda:1. Serous : - Jernih dan encer, pada edema paru akut

- Berbusa, kemerahan pada alveolar cell cancer2. Mukoid : - Jernih keabu-abuan, pada bronchitis kronik

- Putih kental, pada asma karena inhalasi zat iritan3. Purulen : - Kuning, pada pneumonia

- Kehijauan, pada bronkiektasis, abses parua. Rusty (Blood-stained): kuning tua/coklat/merah kecoklatan seperti warna

karat, menunjukkan adanya sel eritrosit pada pneumococcal pneumonia, dan edema paru. Sputum ini juga sering disebit hemoptisis.

Sputum yang berbau busuk menunjukkan adanya infeksi oleh kuman-kuman anaerob. Pada asma dan allergic bronchopulmonary aspergillosis dapat terjadi akumulasi sekret yang kental pada saluran napas sehingga sputum tampak seperti cacing yang merupakan cetakan bronkus (Sudoyo, dkk, 2007).

6. HemoptisisSetiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah paru

dapat menyebabkan hemoptisis(batuk darah). Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis (muntah darah). Hematemesis disebabkan lesi pada saluran cerna yang biasanya berwarna gelap dan disertai mual, muntah dan anemia, sedangkan hemoptisis karena lesi di par-paru atau bronkus/bronkiolus, berwarna merah cerah dan berbusa. (Sudoyo, dkk, 2007).

K. Tanda Pertukaran Gas Yang Tidak AdekuatSianosis

warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan Oksigen). Terdapat dua jenis sianosis: 1) sianosis sentral, disebabkan insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru karena insufisiensi pernapasan, paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga, dan bagian bawah lidah; 2) sianosis perifer, terjadi bila aliran darah banyak berkurang, sehingga sangat menurunkan saturasi darah venaà menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah(Guyton & Hall, 1997).

25

PEMBAHASANDari riwayat pasien, diketahui beberapa hal yang menjadi faktor penyebab

timbulnya gangguan pernafasan pada pasien, diantaranya adalah: rokok, didalam rokok terdapat ± 4000 macam bahan kimia. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan sekret intraluminar. Perubahan pada parenkim paru terdiri dari peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan dinding alveoli yang biasanya terjadi dibahagian sentral lobus.

26

Perubahan struktur karena merokok biasanya dihubungkan dengan perubahan/ kerusakan fungsi yang ringan, biasanya disebabkan oleh kerusakan pada jalan nafas perifer. Aktivitas oksigen reaktif (radikal bebas) pada rokok dapat menginaktivasi antiprotease (defisiensi 1 AT fungsional) sehingga pembentukan protease akan meningkat. Protease merupakan zat yang dapat memecah elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Nikotin dalam rokok dapat mengaktivasi gen TNF dan IL-8 yang menarik dan mengaktifkan neutrofil. Neutrofil ini akan menghasilkan granula kaya protease yang akan merusak jaringan paru, terutama serabut retikuler dan elastis. Hal ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan yang sangat peka setelah penderita perokok 10 – 15 tahun.

Penyebab kedua adalah akibat polusi dari asbes. Berdasarkan skenario diketahui bahwa penderita telah bekerja selama 7 tahun di pabrik asbes. Asbestos/ asbes merupakan debu inorganik yang dapat menimbulkan beberapa manifestasi apabila terinhalasi. Debu inorganik (asbestos) yang terinhalasi akan terdeposisi di bronkus (dari cabang bronkus utama sampai bronkiolus respiratorius dan alveolus). Makrofag akan memfagositosis debu asbestos, namun bila pembersihannya tidak sempurna maka akan timbul reaksi berupa pembentukan fribrosis dinding bronkus. Bila banyak debu yang tertimbun maka reaksi jaringan akan hebat sehingga timbul penyakit paru kronis progresif.

Apabila dianalisa, maka patogenesis penyakit pasien adalah akibat kerusakan jaringan elastis dan retikuler paru (karena rokok) ditambah dengan pembentukan fibrosis. Kedua hal tersebut akan mengurangi keelastisitasan paru sehingga kemampuan paru untuk mengembang secara elastis akan berkurang atau bahkan hilang dan terjadilah peregangan paru yang progresif (emfisema paru).

Hilangnya elastisitas dinding bronkiolus pada emfisema juga dapat menyebabkan kolaps prematur. Dengan demikian, udara terperangkap dalam segmen paru yang terkena, berakibat distensi berlebihan serta penggabungan beberapa alveolus. Kerusakan sekat elveolar yang sudah menipis akan mengakibatkan terbentuknya bula (rongga parenkim yang berisi udara lebih dari 1 cm). Pada emfisema dapat timbul satu atau banyak bula yang tidak atau dapat saling berhubungan. Bleb (rongga subpeura yang terisi udara) yang terbentuk akibat rupturnya alveoli dapat pecah ke dalam rongg subpleura sehingga mengakibatkan pneumothoraks spontan (kolaps paru). Hal tersebut yang memberikan gambaran hipersonor saat diauskultasi.

Penderita juga memiliki riwayat batuk selama 10 tahun yang kemungkinan penyebabnya adalah akibat dari rokok yang telah dia konsumsi setiap harinya. Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk bermula dari inhalasi sejumlah udara→ glotis akan menutup → tekanan di dalam paru akan meningkat → diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba → ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat →glotis secara refleks sudah terbuka. Fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik (tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100mmHg.). Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar→ menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada→menimbulkan suara batuk. Adapun patofisiologi dari keluhan-keluhan yang lain adalah : Batuk berdahakRefleks batuk yang timbul disebabkan karena Impuls aferen yang berasal dari jalan pernafasan, terutama melalui nervus vagus ke medulla oblongata (MO).

27

Dahak berwarna kuning diduga adalah akibat infeksi sedangkan dahak berwarna hijau menandakan terdapatnya verdoperoksidase yaitu zat yang dikeluarkan PMN (penimbunan nanah). Semakin siang dahak akan berwarna semakin kuning. Asap rokok melumpuhkan silia, makrofag alveoler, menimbulkan iritasi epitel sal nafas oleh nikotin, pada akhirnya hal-hal tersebut akan mengakibatkan penimbunan mukus. Sesak napas

Sesak napas yang terjadi adalah akibat dari penyumbatan katup penutup bronkiolus. Selama inspirasi, lumen bronkiolus melemah sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi pada waktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara, sehingga seringkali terjadi turbulensi pada saat ekspirasi menimbulkan suara yang disebut wheezing.Tungkai bengkak

Disebabkan oleh adanya kelainan di pulmo/ paru-paru. Kapiler darah pada paru yang mengalami fibrosis juga akan terkenaà hipertensi pulmonalà arteri pulmonalis tidak dapat mensuplai darah ke paruà darah terkumpul di ventrikel kanan à hipertrovi ventrikel kananà (gagal jantung)à darah dari seluruh tubuh tidak dapat masuk ke ventrikel kananà terjadi dilatasi dinding pembuluh darah sehingga plasma akan berdifusi ke CES mengakibatkan kedua tungkai bengkak.

kurangnya oksigen jaringan akibat kerusakan obstruktif maupun resriktif paru akan memacu jantung untuk bekerja lebih keras guna memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Kerasnya kerja jantung dan infark myokard, yakni otot jantung yang kehilangan kemampuannya untuk memompa akan mengakibatkan terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun penimbunan cairan di paru – paru. Kelemahan jantung kanan, mengakibatkan gangguan pemompaan aliran darah, terutama ekstremitas bawah kembali ke jantung, akibatnya akan terjadi akumulasi penimbunan cairan tersebut karena permeabilitas abnormal kapiler. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya edema tungkai bawah.Sianotik

Terjadi akibat dari manifestasi kegagalan kor pulmonale, sehingga arteri pulmonale mengalirkan darah yang miskin O2, kebutuhan tubuh akan oksigen tidak terpenuhi kemudian terjadilah sianotik.Identifikasi hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:Inspeksi statis paru kanan menonjol

Efek dari merokok berat menyebabkan alveolus pecah sehingga terjadi perdarahan dan masuknya udara dalam cavum pleuraàkemampuan alveolus menjaga tekanan udara tergangguàtidak mampu mempertahankan elastisitas dari dindingnyaàkolaps dan mediastinum akan terdorong ke arah paru yang kolaps. Paru yang kolaps akan susah mengembang saat inspirasi karena abnormalitas daya elastisitas sehingga butuh kekuatan lebih untuk mengembang dan menyebabkan dada tertinggal saat bernapas. Hal ini menggambarkan bahwa kerusakan jaringan yang lebih fatal terjadi pada paru kanan, karena bronchus principalis yang bermuara pada paru kanan lebih pendek, lebar, dan tegak sehingga mempermudah masuknya zat asing (zat dalam rokok dan debu asbestos) ke dalam paru.Foto toraks paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line

Hiperlusen menandakan bahwa di dalam paru terdapat udara yang berlebih. Udara yang terdapat pada rongga subpleura akan mendesak pleura sehingga terbentuk gambaran pleural line. Normalnya, pleural line tidak terlihat pada foto toraks.

28

PENATALAKSANAANObat pelega napas (reliever) yang umumnya beker sebagai bronkodilator. Termasuk dalam golongan ini adalah :

1. Inhalasi agonis β-2 aksi singkat 2. Kortikosteroid sistemik3. Inhalasi anti kolinergik4. Golongan Xantin 5. Agonis β-2 oralSelain itu juga diberi obat anti-peradangan, contoh: kortikosteroi dhirup,

kromolin. Pada pneumothorax suatu selang/ jarum ukuran besar yang dihubungkan dengan alat penghisap sampai cedera pleuranya sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli dan Asril Bahar.2006.“Tuberculosis Paru” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.Jakarta:FK UI Press

Chandrasoma, Parakrama dan Clive R. Taylor.2005.Ringkasan Patologi Anatomi (Concise Pathology) Edisi 2.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

29

Garcia, Lynne S. Dan David A. Bruckner.1996.Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Maitra, Anirban dan Vinay Kumar.2007.Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Mansjoer, Arif dkk.2002.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga.Jakarta: Media Aesculapius

Reviono.2009a.Kuliah Pneumonia.Surakarta:FK UNS (16 Desember 2009)

Reviono.2009b.Kuliah Tuberculosis. Surakarta:FK UNS (17 Desember 2009)

Wahyu, Genis Ginanjar.2003.TBC dan Tantangan Pencapaian MDGs di Bidang Kesehatan di Indonesia (Online). www.gizi.net/kebijakan-gizi/download

/propenas.doc.14 Desember 2009

Wilson, Lorraine M.. 2006. Penyakit Kardiovaskular dan Paru dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

30