bahan semi fix

16
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Nama “renin “ pertama kali diberikan oleh Tigerstredt dan Bergman (1898) untuk suatu zat presor yang diekstraksi dari ginjal kelinci (Basso dan Terragno, 2001). Pada tahun 1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan enzim yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin. Pada tahun 1991 Rosivsll dan kawan-kawan mengemukakan bahwa bahwa renin dihimpun dan disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding arteriol afferen ginjal, sebagai kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron (Laragh 1992). Menurut Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.

Upload: zhara

Post on 15-Apr-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahan

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Semi Fix

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin.

Nama “renin “ pertama kali diberikan oleh Tigerstredt dan Bergman (1898) untuk suatu zat presor yang diekstraksi dari ginjal kelinci (Basso dan Terragno, 2001). Pada tahun 1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan enzim yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin. Pada tahun 1991 Rosivsll dan kawan-kawan mengemukakan bahwa bahwa renin dihimpun dan disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding arteriol afferen ginjal, sebagai kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron (Laragh 1992). Menurut Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.

Page 2: Bahan Semi Fix

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

a. Komponen-Komponen Sistem Renin Angiotensin

Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin

di dalam sel-sel juxtaglomerular di ginjal. Sel juxtaglomerular merupakan

modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat

di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi intrinsik di dalam

ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul prorenin di dalam sel

juxtaglomerular terurai dan melepaskan renin.

Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu globulin

yang disebut substrat renin (atau angiotensinogen) untuk melepaskan peptida

10 asam amino, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat

vasokonstriktor ringan. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1

jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I yang lebih banyak

selama waktu tersebut.

Dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah pembentukan

angiotensin I, terdapat dua asam amino yang dipecah dari angiotensin I untuk

pembentukan angiotensin II, yaitu peptida dengan 8 asam amino. Perubahan ini

hampir seluruhnya terjadi di paru sementara darah yang mengalir melalui

pembuluh kecil di paru, dikatalisis oleh suatu enzim yaitu angiotensin

converting enzyme (ACE), yang terdapat pada endotelium pembuluh paru.

Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan dapat

mempengaruhi fungsi sirkulasi. Angiotensin II hanya menetap dalam darah

selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh

Page 3: Bahan Semi Fix

berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut

angiotensinase.

Selama angiotensin II ada di dalam darah, maka angiotensin II memiliki

dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu

vasokontriksi di berbagai daerah di tubuh terutama di arteriol dan jauh lebih

lemah di vena, dan meurunkan ekskresi garam dan air oleh ginjal.

b. Pengaruh Sistem Renin Angiotensin terhadap Fungsi Ginjal

Peningkatan pembentukan angiotensin II membantu mengembalikan

tekanan darah dan volume ekstrasel menjadi normal dengan meningkatkan

reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal melalui tiga efek utama, yaitu:

1. Angiotensin II merangsang sekresi aldosteron yang dapat meningkatkan

reabsorpsi natrium, yaitu dengan cara merangsang pompa natrium kalium

ATPase pada sisi basolateral dari membran tubulus koligentes kortikalis.

Aldosteron juga meningkatkan permeabilitas natrium pada sisi luminal

membran.

2. Angiotensin II mengkonstriksikan arteriol pada ginjal, dengan demikian

menurunkan aliran darah yang melalui ginjal. Sebagai hasilnya, lebih sedikit

cairan yang disaring melalui glomerulus masu ke dalam tubulus. Selain itu

aliran darah yang lambat menurunkan tekanan di kapiler peritubulus, yang

menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat yang berasal dari tubulus.

3. Angiotensin II secara langsung merangsang reabsorpsi natrium di tubulus

proksimal, lengkung Henle, tubulus distal dan tubulus koligentes. Salah satu

efek langsung dari angiotensin II adalah merangsang pompa natrium kalium

ATPase pada membran basolateral sel epitel tubulus. Efek kedua adalah

merangsang pertukaran natrium hidrogen dalam membran luminal, terutama

dalam tubulus proksimal.

Page 4: Bahan Semi Fix

c. Pengaruh Sistem Renin Angiotensin terhadap Variasi Asupan Garam

Pengaruh awal kenaikan asupan garam adalah terjadinya kenaikan

volume cairan ekstrasel yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Kemudian

kenaikan tekanan arteri akan menyebabkan meningkatnya aliran darah yang

melalui ginjal, yang mengurangi kecepatan sekresi renin sampai ke kadar yang

sangat rendah dan secara berurutan akan menurunkan retensi garam dan air

oleh ginjal, mengembalikan cairan ekstrasel hampir ke normal, dan akhirnya

mengembalikan tekanan arteri juga hampir ke normal.

Bila asupan natrium meningkat di atas normal, sekresi renin menurun,

menyebabkan penurunan pembentukan angiotensin II. Penurunan pembentukan

angiotensin II ini menurunkan reabsorpsi natrium dan air oleh tubulus,

sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air oleh ginjal. Hasil akhirnya

adalah memperkecil peningkatan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri

yang akan terjadi bila asupan natrium meningkat. Penurunan pembentukan

angiotensin II mengurangi pembentukan aldosteron sehingga menurunkan

reabsorpsi tubulus, dan membuat ginjal mengekskresikan natrium dalam

jumlah yang lebih besar.

Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan

kadar angiotensin II menyebabkan retensi natrium dan air, dan menghindari

penurunan tekanan darah arteri. Peningkatan kadar angiotensin II juga

merangsang peningkatan sekresi aldosteron, yang kemudian membantu untuk

menurunkan ekskresi natrium dalam urin.

Jadi, sistem renin angiotensin merupakan mekanisme umpan balik

otomatis yang membantu mempertahankan tekanan arteri pada nilai normal

atau yang mendekati nilai normal apabila asupan garam meningkat atau apabila

asupan garam menurun hingga di bawah normal, akan terjadi efek yang

berlawanan.

Sumber:

Page 5: Bahan Semi Fix

Guyton, A.C., Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.

Jakarta : EGC

Tortora, G.J., Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy and Physiology, 12th

Ed. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc

Mekanisme RAAS

Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I (Guyton dan Hall, 1997). Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase (Guyton dan Hall, 1997).

Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan (Guyton dan Hall, 1997). Cara angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun, enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara yaitu dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan

Page 6: Bahan Semi Fix

aliran darah ke kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan mengurangi jumlah garam dan air yang diekskresikan dalam urin sehingga mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal

RAS dimulai dari adanya angiotensinogen. Angiotensinogen diproduksi oleh hati, kemudian diubah menjadi angiotensin I oleh renin yang diproduksi oleh sel jukstaglomerular. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh ACE.

Beberapa studi menunjukkan bahwa RAS merupakan sistem yang lebih kompleks daripada yang telah diketahui. Banyak peptida yang awalnya dianggap metabolit inaktif, ternyata memiliki aktivitas biologis. Angiotensin III yang terbentuk dari angiotensin II dengan bantuan enzim aminopeptidase A ternyata merangsang pelepasan aldosteron. Angiotensin IV yang terbentuk dari angiotensin III dengan bantuan enzim aminopeptidase N ternyata memiliki peran penting pada sistem saraf pusat terutama dalam hal memori. Angiotensin 1-7 yang terbentuk dari aktivasi reseptor MAS memiliki efek berlawanan dengan angiotensin II. Pada model penelitian Grobe, et al, dan Loot, et al, ternyata angiotensin 1-7 menghambat remodelling otot jantung yang diperantarai oleh angiotensin II dan meningkatkan fungsi jantung pada jantung pasca-infark. Enzim carboxysipeptidase lain yang identik dengan ACE, yaitu ACE-2. ACE-2 mengubah angiotensin I menjadi angiotensin 1-9 dan angiotensin II menjadi angiotensin 1-7.

Studi lain juga menunjukkan bahwa pembentukan angiotensin II dari angiotensin 1-12 tidak memerlukan renin. Efek angiotensin terjadi saat reseptor angiotensin (AT), seperti AT tipe 1 (AT1), AT tipe 2 (AT2), tipe 4 (AT4), dan MAS, teraktivasi. AT1 diaktivasi oleh angiotensin II dan diekspresikan di paru, hati, ginjal, jantung, pembuluh darah, otak, kelenjar adrenal, dan beberapa kelenjar

Page 7: Bahan Semi Fix

endokrin. AT1 juga dapat dirangsang oleh mediator lain dengan tingkat afnitas lemah, seperti angiotensin III, angiotensin IV, dan angiotensin 1-7. AT2 paling banyak diekspresikan di jaringan fetus dan juga pada kondisi injuri. Angiotensin II dan angiotensin 1-7 merupakan ligand untuk AT2, aktivasi reseptor ini akan menyebabkan vasodilatasi dan efek anti-proliferasi. Angiotensin IV terikat pada AT4 yang terdapat di otak, jantung, paru, hati, dan ginjal, berperan pada fungsi kognitif dan efek proliferatif.Reseptor MAS diaktivasi oleh angiotensin 1-7, menyebabkan vasodilatasi dan efek antiproliferasi.

JALUR NON-ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME (NON-ACE)

Beberapa studi telah menunjukkan adanya enzim selain ACE yang dapat memproduksi angiotensin II. Hipotesis pertama adanya jalur alternatif pembentukan angiotensin II yang dilaporkan oleh Bucer, et al, di kelenjar submandibular tikus. Cornish, et al, juga melaporkan pembentukan angiotensin II di muskulus papilaris jantung kucing dan menunjukkan bahwa tidak semua respons vasokonstriksi yang diinduksi oleh angiotensin I di pembuluh darah di daerah maksila hamster dapat dihambat oleh ACE-I, namun seluruh respons vasokonstriksi itu dihambat oleh antagonis reseptor AT. Hal ini menunjukkan bahwa pembuluh darah mengubah sejumlah angiotensin I menjadi angiotensin II melalui jalur yang tidak berhubungan dengan ACE. Cornish, et al, juga mengobservasi pembentukan angiotensin II tanpa bantuan ACE di arteri koronaria hamster. Beberapa tahun kemudian Okunishi, et al, menemukan enzim pembentuk angiotensin II di arteri mesenterika anjing yang sensitif terhadap chymostatin dan tidak sensitif terhadap ACE-I. Urata, et al, menunjukkan bahwa sekitar 80% angiotensin II di jantung terbentuk melalui serine protease yang belum diketahui jenisnya, hanya sekitar 11% angiotensin II yang terbentuk melalui ACE. Kemudian protease serin jantung ini dimurnikan dan diklasifikasikan menjadi chymase jantung manusia.

Berdasarkan data, kerentanan enzim-enzim ini terhadap protease inhibitor, enzim yang dapat memproduksi angiotensin II dibagi menjadi 3 kategori. Kategori pertama merupakan enzim yang berespons sebagian pada metallodipeptidyl carboxydase, yaitu ACE. Kategori kedua meliputi aprotinin-sensitive serine protease, seperti kallikrein, trypsin, tonin, dan cathepsin G. Kategori ketiga meliputi kelompok chymostatin-sensitive serine protease, seperti chymostatin-sensitive angiotensin II generating enzyme (CAGE) yang ditemukan di arteri mesenterika anjing, chymase manusia, dan enzim elastase-2 tikus. Kedua chymostatin-sensitive serin protease ini, baik chymase manusia maupun elastase-2 tikus sudah diketahui luas sebagai enzim pembentuk angiotensin II di pembuluh darah melalui jalur non-ACE.

Page 8: Bahan Semi Fix

ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME-2 (ACE-2)

Penemuan enzim homolog ACE yang dinamakan ACE-2 meningkatkan kemungkinan adanya jalur alternatif tambahan dari RAS yang mungkin ikut serta dalam pengaturan sistem ini. ACE dan ACE-2 merupakan ektoenzim tipe 1, artinya enzim ini terletak di luar membran sel dan aktivitas enzimatik juga berlangsung di luar permukaan sel. Aktivitas ACE-2 tidak dihambat oleh ACE-I, meskipun ada bukti bahwa ACE-I dan angiotensin receptor blocker (ARB) meningkatkan ekspresi gen ACE-2. ACE-2 dapat ditemukan di makrofag sel endotel dan sel otot polos. Ekspresi gen ACE-2 juga ditemukan di sistem kardiovaskuler, korteks dan medulla ginjal, beberapa jaringan di saluran pencernaan dan di testis. ACE-2 mengubah angiotensin I menjadi angiotensin 1-9 dan angiotensin II menjadi angiotensin 1-7. Perubahan ekspresi ACE-2 dapat diamati di berbagai kondisi fisiologis dan patologis, seperti kehamilan, hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, serta pada pasien diabetes. Pada glomerulus tikus yang dibuat menjadi diabetes, kadar ACE-2 meningkat, sedangkan ACE menurun di saat yang sama, mengindikasikan bahwa ACE-2 memiliki peran nefro-protektif pada tahap awal diabetes melitus.

ACE-2 mungkin berperan mencegah progresifitas penyakit gagal jantung dengan menghambat remodelling otot jantung atau bahkan mengembalikannya ke normal. Sebuah studi menunjukkan bahwa penghapusan gen ACE-2 memicu terjadinya gagal jantung dan hal ini dapat dihambat dengan menghapus gen ACE. Terlebih lagi, pada model eksperimen, angiotensin 1-7 dilaporkan dapat menghambat remodelling otot jantung yang disebabkan oleh angiotensin II dan meningkatkan fungsi jantung pada jantung pasca-infark akut. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa ekspresi gen ACE-2 meningkat pada gagal jantung dan jantung pasca-infark akut, hal ini mendukung kemungkinan adanya efek berlawanan dari ACE yang meningkat pada beberapa kondisi patologis. Studi cohort pada pasien-pasien gagal jantung yang dilakukan oleh Epelman, et al, menunjukkan aktivitas ACE-2 di plasma meningkat dan perubahan ini tidak tergantung dari penyebab gagal jantung tersebut. Kadar ACE-2 nampaknya meningkat seiring dengan meningkatnya progresivitas gagal jantung. Peningkatan aktivitas ACE-2 ini mungkin mengubah perbandingan jumlah angiotensin II dan angiotensin 1-7, dan perubahan berdampak pada struktur dan fungsi sel otot jantung. Meskipun demikian, harus ditekankan bahwa aktivitas ACE-2 yang diukur merupakan kadar di plasma, dan tidak bisa diketahui berasal dari jaringan manakah aktivitas enzim ini yang lebih tinggi, juga tidak bisa diketahui dalam tahap mana terjadi perubahan proses ACE-2. Perubahan ini mungkin akibat peningkatan ekspresi gen ACE-2, translasi menjadi protein, proses intraseluler

Page 9: Bahan Semi Fix

dan penyaluran enzim yang sudah matang ke permukaan sel, dan atau pembelahan setelah dari membran sel.

Penurunan pembuangan enzim di sirkulasi juga merupakan salah satu penyebab. Kemungkinan perubahan aktivitas ACE-2 di plasma akibat peningkatan pembelahan menarik perhatian, karena tumor necrosing factor alpha converting enzyme (TACE), yang berperan dalam pembelahan ACE-2, kadarnya meningkat pada kasus gagal jantung. Jika benar, maka peningkatan kadar plasma ACE-2 dapat mengindikasikan penurunan aktivitas protektif potensial enzim ini dalam miokardium dan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor protektif remodelling otot jantung telah bergeser ke arah yang tidak diinginkan.

AngII is converted to the heptapeptide angiotensin III (AngIII) by aminopeptidase A (APA: EC 3.4.11.7) cleavage of aspartate [38-40]. Aminopeptidase N (APN: EC 3.4.11.2) cleaves arginine at the N-terminal of AngIII to form the hexapeptide angiotensin IV (AngIV) [41]. AngIV can be further converted to Ang(3-7) by carboxypeptidase P (Carb-P) and propyl oligopeptidase (PO) cleavage of phenylalanine. Endopeptidases such as chymotrypsin, along with dipeptidyl carboxypeptidase, reduce AngIV and Ang(3-7) to inactive peptide fragments and amino acid constituents [32,42-46].

AngI is biologically inactive; while AngII and AngIII are full agonists at the AT1 and AT2 receptor subtypes Table 1 [25,47]. AngIV and Ang(3-7) bind with low affinity at the AT1 receptor subtype but with high affinity and specificity at the AT4 receptor subtype [48-53]. AngII and AngIII mediate pressor and dipsogenic effects via the AT1 and AT2 receptor subtypes [19]. AngIV exerts a much reduced pressor response by acting with low affinity as an agonist at the AT1 receptor subtype [54-58].

the AT1 receptor subtype is maximally sensitive to AngII, it is also responsive to AngIII. The AT2 receptor subtype appears to be maximally sensitive to AngIII but AngII also serves as a ligand at this receptor subtype. The functions associated with the activation of each of these receptors are presented in Table

Page 10: Bahan Semi Fix

These results were puzzling given that the two known receptor types at that time, AT1 and AT2, each accepted AngII and AngIII as ligands

This substitution resulted in an analogue with higher receptor affinity than native Ang IV, and greater resistance to enzymatic degradation. Further modification of Nle1-AngIV by placing a reduced peptide bond (CH2-NH2) between norleucine and tyrosine yielded Norleucinal1-AngIV and resulted in even greater resistance to degradation accompanied by nanomolar affinity at the receptor.

Page 11: Bahan Semi Fix