bahan pancasila

103
SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU (PLPG) MODUL BIDANG STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN OLEH TIM INSTRUKTUR DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL LPTK RAYON-17 UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN

Upload: rizki-rach

Post on 01-Dec-2014

949 views

Category:

Education


5 download

DESCRIPTION

materi Pancasila DRS.H.HARPANI MATNUH,M.H / NORLAILI HIDAYATI, S.Pd

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan pancasila

SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN

PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU

(PLPG)

MODUL

BIDANG STUDI

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

OLEH

TIM INSTRUKTUR

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

LPTK RAYON-17

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2008

Page 2: Bahan pancasila

KATA PENGANTAR

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) diselenggarakan dan diperuntukan bagi guru yang

tidak lulus dalam penilaian portofolio. PLPG memiliki tujuan (1) untuk meningkatkan kompetensi dan

profesionalitas guru peserta sertifikasi yang belum mencapai batas minimal skor kelulusan melalui

penilaian portofolio (2) untuk menentukan kelulusan peserta sertifikasi guru melalui uji kompetensi

diakhir PLPG.

PLPG diselenggarakan selama 90 jam dengan materi terdiri dari:

A. Umum, yaitu Pengembangan Profesionalitas Guru sebanyak 4 jam teori.

B. Pokok, yaitu (1) Pendalaman materi (8 jam teori dan 12 jam praktek), (2) Model-model Pembelajaran

(10 jam teori dan 12 jam praktek), (3) Penelitian Tindakan Kelas (4 jam teori dan 6 jam praktek), (4)

Pelaksanaan Pembelajaran/ Peer Teaching (30 jam praktek dengan 2 kali latihan mengajar dan yang

ke 3 ujian).

C. Ujian tulis sebanyak 4 jam pelajaran.

Untuk memperlancar proses pembelajaran selama PLPG, maka peserta diberi modul. Modul materi

untuk Rayon_17 disusun oleh Tim Instruktur masing-masing bidang studi asesor/ instruktur. Oleh karena

itu, kepada semua tim penyusun modul dihaturkan ucapan terima kasih atas kerjasamanya. Semoga modul

yang disiapkan untuk PLPG bermanfaat bagi para peserta.

Kepada para peserta PLPG diharapkan dapat mengikuti proses pelatihan sebaik-baiknya dan

memanfaatkan modul yang disediakan. Semoga apa yang dikerjakan bermanfaat dan membawa

pendidikan di Indonesia lebih baik khususnya di Propinsi Kalimantan Selatan.

Banjarmasin, Nopember 2008

Ketua Pelaksana Sertifikasi Guru dalam Jabatan

Drs. H. Ahmad Sofyan, MA

NIP. 130 606 623

Page 3: Bahan pancasila

STANDAR KOMPETENSI GURU DAN DOSEN

( Permen N0.16 Th.2007 )

A. Kompetensi Pedagogik:

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek :

- fisik

- moral

- sosial

- kultural

- emosional- intelektual

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

3. Menguasai kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu

4. Terampil melakukan kegiatan pengembangan yang mendidik

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan kumonikasi untuk kepentingan

penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.

6. Memfasilitasi pengebangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki.

7. Berkomunikasi secara efektif

Page 4: Bahan pancasila

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Modul merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang cukup penting kedudukan dan

perannya dalam kegiatan Proses Belajar Mengajar. Pentingnya modul didasarkan pada suatu

pandangan bahwa potensi belajar manusia bervariasi, seperti potensi melihat, mendengar, membaca

dll. Dengan demikian, potensi yang bervariasi itu bisa dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan

kemampuan belajar seseorang, sehingga pencapaian hasil belajar dapat lebih maksimal.

Sehubungan dengan pentingnya kedudukan dan peranan modul, maka sangatlah dibutuhkan

dalam Pendidikan dan Latihan Profesionalisme Guru sebuah modul untuk membantu kemudahan

dalam memahami aspek-aspek yang dipelajari. Dengan demikian pencapaian tujuan pendidikan dan

latihan yang dilaksanakan akan dapat lebih maksimal sebagai mana diharapkan.

Pendidikan dan Latihan Profesionalisme Guru bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan

dilaksanakan sebagai suatu tindaklanjut kebijakan sertifikasi guru dalam rangka pemberian “sertifikat

profesional guru”, tentunya dilaksanakan pada bidangnya masing-masing. Oleh karena itu Modul

Diklat PLPG ini materinya merupakan cerminan dari bidang Pendidikan Kewarganegaraan, yang di

dalamnya mencakup aspek Politik Kenegaraan, Hukum dan Sosial Budaya.

Bagian utama modul ini memuat tentang aspek “Politik Kenegaraan”, dalam aspek ini

dikembangkan meliputi uraian Pancasila dan Undang-Undang Dasar sebagai landasan falsafah dan

konstitusi kehidupan bernegar, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Kedua aspek ini merupakan yang

sangat mendasar yang perlu dipahami dan dikembangkan dalam kehidupan warga negara sehingga,

pada modul ini didahulukan dalam deskripsi.

Bagian kedua tentang modul memuat tentang aspek “Hukum”, dan pada aspek ini yang

dideskripsikan adalah tentang Sistem Hukum Indonesia. Deskripsi ini meliputi tentang bagaimana

memahami hukum sebagai suatu bagian sistem dalam kehidupan sosial, karakteristik tentang sistem

hukum Indonesia, serta deskripsi tentang bagaimana implementasi sistem hukum di Indonesia dalam

sebuah negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.

Page 5: Bahan pancasila

Bagian ketiga modul menjelaskan tentang aspek “Sosial dan Budaya” Pada aspek ini yang

dideskrepsikan meliputi aspek-aspek hakekat manusia, manusia dan budaya, teori-teori kebudayaan,

teori masyarakat dan perubahan sosial budaya. Materi bagian ini tentunya sangat penting dan

mendasar untuk dipahami karena bangsa Indonesia merupakan sebagai bangsa yang pluralistik

keadaan masyarakatnya, dengan dinamika kehidupan bangsa yang terus mengalami perkembangan

dan perubahan-perubahan dalam berbagai aspek. Oleh karena itu pada tulisan bagian ini juga

dikemukakan perubahan-perubahan sosial budaya dengan segala faktornya serta konsekuensi yang

menyertainya dari sudut pandang teoritik. Dengan uraian pada bagian ketiga ini dapat semakin

diperkaya wawasan tentang keadaan yang sesungguhnya mengenai kehidupan masyarakat dan bangsa

Indonesia. Pembekalan ini menjadi penting untuk diberikan pada para guru khususnya guru

Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Tujuan

Secara umum modul ini dirancang untuk memberikan pemecahan dan membuka wawasan para

guru Pendidikan Kewarganegaraan pada tingkat sekolah sehingga para guru dapat diperkaya wawasan

pengetahuan utnuk meningkatkan profesionalisme pendidikan dan pengajaran sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang menegaskan bahwa Guru merupakan

pekerja profesional.

Secara lebih khusus, modul ini dibuat dalam rangka memberikan acuan bahan/materi pada

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Pendidikan Kewarganegaraan, dan tujuan dibuatnya modul ini

adalah:

a. Menambah dan memperkaya wawasan guru Pendidikan Kewarganegaraan tentang keadaaan

politik kenegaraan Indonesia baik yang bersifat teoritik maupun praktek dengan segala

problemantikanya.

b. Menambah dan memperkaya wawasan guru Pendidikan Kewarganegaraan tentang Demokrasi

dan Hak Asasi Manusia baik secara teoritik maupun praktik dengan segala problemantikanya

yang terjadi dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

c. Menambah dan memperkaya wawasan guru Pendidikan Kewarganegaraan tentang sistem hukum

Indonesia baik dalam pandangan teoritik yang telah berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

d. Menambah dan memperkaya wawasan guru Pendidikan Kewarganegaraan tentang berbagai

problema berdasarkan tentang praktek hukum yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia,

Page 6: Bahan pancasila

baik dalam kehidupan masyarakat maupun yang terjadi pada lembaga-lembaga hukum yang ada

yang selama ini telah dirasakan sebagai suatu persoalan yang memperihatinkan.

e. Menambah dan memperkaya wawasan guru Pendidikan Kewarganegaraan tentang keadaan sosial

budaya bangsa Indonesia, baik menyangkut aspek struktur, kultur dan keadaan dinamikanya

dalam paradikma teoritik.

f. Menambah dan memperkaya wawasan guru Pendidikan Kewarganegaraan tentang berbagai

problema yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dalam konteks globalisasi dengan segala

permasalahan yang menyertainya.

Penguasaaan materi yang dikembangkan dalam modul ini merupakan bagian integral yang

sangat mendasar dan tidak terpisahkan dari materi ajar untuk dunia persekolahan khususnya untuk

bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan. Oleh karena itu modul materi ini sangat urgen untuk

diberikan dalam Pendidikan dan Latihan Profesi Guru khususnya untuk guru Pendidikan

Kewarganegaraan.

Page 7: Bahan pancasila

BAB II

PANCASILA DAN UUD 1945

A. Penetapan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945

Istilah Pancasila dipopolerkan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI ketika merumuskan

rancangan dasar negara. Dijelaskan bahwa Istilah Pancasila telah didapatkan oleh Soekarno dari

seorang ahli bahasa yang mengatakan bahwa istilah Pancasila telah ditemukan dalam pustaka sejarah

telah dikenal sejak zaman Majapahit yaitu dalam buku kitab Sutasoma karangan Empu

Prapanca.Pancasila yang berasal dari dua suku kata yaitu panca dan sila. Panca artinya lima, Sila

artinya aturan atau karma. Dalam masa Majapahit Pancasila merupakan lima pelaksanaan

Kesusilaan dengan nama Pancasila Krama sebagaimana dikutip Darji. D. Dkk (1988) yaitu:

1. Tidak boleh melakukan kekerasan

2. Tidak boleh mencuri

3. Tidak boleh dengki

4. Tidak boleh berbohong

5. Tidak mabuk minuman keras

Lima ajaran atau lima nilai-nilaai dasar yang dijadikaan sebagai pedoman hidup tidak hanya

ditemukan dalam kitab Sutasoma, melaikan juga terdapat dalam ajaran agama yang menjadi dasar

kehidupan bagi penganut agama yang bersangkutan seperti:

Dalam agama terdapat ( lima nilai dasar) yaitu rukun Islam dan rukun iman yang wajib

dilakukan setiap umat musli sesuai dengan kemampuannya yaitu:

1.Mengucapkan kalimat syahadat

2.Melaksanakan Sholat (sembahyang)

3.Mengeluarkan zakat

4.Melaksanakan puasa ramadhan

5.Melaksanakan ibadah haji

Dalam agama Budha terdapat 5 ajaran yang harus dipatuhi oleh setiap umat Budha yaitu:

1.Hyang Budha tan pahi Civa Raja Dewa

Page 8: Bahan pancasila

2. Rwaneka dhatu winiwus wara Budhaa wicwa

3.Bhinneka rakwa ring apan kena perwaanosen

4.Mangka Jinatwa lawan Civa tatwa tanggal

5.Binneka Tunggal iIka tan hana dhaarma wangrwa

Artinya:

1.Hyang Budha tidak berbeda dengan Hyang Civa, sang raja dewa

2.Keduanya disebutkan memilki sejumlah banyak anasir dunia, Budha

yang tinggi keduudukannya ini adalah dunia semesta alam

3.Dapatkah kedua mereka yang dapat dibedakan ini dipisahkan menjadi dua

4.Keadaannya (Hyang Budha) dan Hyang Civa itu hanyalah satu

5.Mreka itu dapat dibedakan, tetapi sesungguhnya satu, menurut hukum agama tidak ada

keduaan.

BPUPKI adalah lembaga bentukan Jepang yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan

kepada bangsa Indonesia bahwa Jepang tidak sekedar menjanjikan kemerdekaan untuk bangsa

Indonesia, meskipun pembentukan ini berisi muatan politik karena satu sisi Jepang sudah sangat

terdesak oleh Sekutu dan berharap akan bantuan bangsa Indonesia.

Kesempatan yang diberikan Jepang tidak disia-siakan oleh para tokoh intelektual pejuang

Indonesia dan memanfaatkan sidang BPUPKI untuk membahas agenda penting yakni tentang Dasar

Negara untuk berdirinya suatu Negara yang merdeka dengan kondisi yang bhineka dalam kehidupan

bangsa Indonesia. Dalam sidang tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 dibahas tentang rencana Dasar

Negara, dengan pembicara utama adalah Mr. M. Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Ketiganya menyampaikan lima dasar Negara dengan rumusan berbeda. Namun hanya Soekarno yang

menyebutkan kelima dasar itu diberikan nama Pancasila. Karena itu pada masa Orde Lama 1 Juni

diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila yang diambil dari momentum pidato Ir. Suekarno dalam

Sidang BPUPKI.

Page 9: Bahan pancasila

1. Sidang Pertama

a. Hari pertama tanggal 29 Mei 1945 ( M.Yamin )

Sidang hari pertama pembicara rancangan Dasar Negara disampaikan oleh M.Yamin

yang mengusulkan Dasar Negara dalam dua susunan yang berbeda antara uraian dalam pidato

dan naskah tertulis yaitu:

Rancangan Dasar Negara oleh M.Yamin

N0 Rumusan lisan ( pidato ) Rumusan naskah tertulis

1 Perikebangsaan Ketuhanan Yang Maha Esa

2 Perikemanausiaan Kebangsaan Persatuan Indonesia

3 Periketuhanan Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab

4 Perikerakyatan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawataan perwakilan.

5 Kesejahteraan rakyat Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

M.Yamin, selain mengusulkaan naskah rancangan Dasar Negara juga

mengusulkan agar Dasar Negara tersebut dimuat dalam Pembukaan UUD Negara RI

dengan rumusan sbb:

UNTUK MEMBENTUK PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA YG MELINDUNGI

SEGENAP BANGSA INDONESIA DAN SELURUH TUMPAH DARAH INDONESIA,

MEMAJUKAN KESEJAHTERAAN UMUM, MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA,

MENYUBURKAN HIDUP KEKELUARGAAN, DAN IKUT SERTA MELAKSANAKAN KETERTIBAN

DUNIA BERDASARKAN PERDAMAIAN ABADI DAN KEADILAN SOSIAL, MAKA

DISUSUNLAH KEMERDEKAAN KEBANGSAAN INDONMESIA DALAM SUATU UUD

NEGARA INDONESIA, YANG TERBENTUK DALAM SUATU SUSUNAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA YG BERKDAULATAN RAKYAT DENGAN BERDASAR

KEPADA. KEPADA :KETUHANAN YME, KEBANGSAAN PERSATUAN INDONESIA,

Page 10: Bahan pancasila

DAN RASA KEMANUSIAAN YG ADIL DAN BERADAB, KERAKYATAN YG DIPIMPIN

OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYA WARATAN PERWAKILAN,

DENGAN MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA..

b. Hari ketiga tanggal 31 Mei 1945 ( Soepomo )

Soepomo, menyampaikan rancangan rumusan Dasar Negara pada hari ketiga sidang

BPUPKI memberikan urai tentang konsep nilai-nilai dasar bagi Negara Indonesia merdeka. Dari

urai yang telaah disampaikan dapat disimpulkan bahwa dasar Negara Indonesia merdeka terdari

dari lima nilai dasar yaitu:

1.PAHAM KEBANGSAAN

2.KETUHANAN

3.KERAKYATAN

4.KEKELUARGAAN

5.INTERNASIONALISME

c. Hari ke empat tanaggal 1 Juni 1945

Hari ke empat merupakan hari terakhir masa sidang petama BPUPKI dalam rangka

merumuskan konsep Dasar Negara Indonesia yang akan diproklamasikan. Hari ke empat

Soekarno menyampaikan konsep dasar negara yang terdiri dari lima sila dan menjelaskan arti dari

makna yang terkandung dalam istilah Pancasila yang diperoleh dari seorang ahli bahasa.

Pancasila berasal dari bahasa sanksekerta yang terdiri dari Panca berarti lima dan Sila berarti

dasar ( Pancasila berarti Lima Dasar ). Selaian itu pula disebutkan bahwa lima nilai dasar sebagai

mana terdapat dalam agama Islam dan Budha, maka diharapkan dengan dasar negara Pancasila

juga diharapkan dapat dipatuhi oleh setiap warga negara Indonesia sebagai nilai dasar dalam

kehidupan berbangsa dana bernegara.

Page 11: Bahan pancasila

No Pancasila Tri Sila Eka Sila

1 Paham Kebangsaan Sosio Nasionalisme

( perpaduan sila 1 & 2 )

Gotong royong

2 Ketuhanan Sosio Demokrasi

( perpaduan sila 3 & 4 )

3 Kerakyatan Ketuhanan

4 Kekeluargaan

5 Internasionalisme

Peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni dianggap tidak relevan lagi pada masa Orde Baru, dan

diganti dengan peringataan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, dengan mengambil

momentum bahwa G 30 September gagal berkat dukungan dan pembelaan Pancasila yang mulai

bergerak pada tanggal 1 Oktober 1965. Pada era reformasi sikap pemerintah tidak setegas Orde Lama

maupun Orde Baru dalam menyikapi kedua momentum tersebut. Dalam situasi demikian peran guru

PKn dituntut kritis sehingga para siswa tidak kebingungan mengingat dengan era sekarang banyak

buku yang saling kontradiktif menyikapi pergeseran kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru,

termasuk tentang hari lahirnya Pancasila.

Dalamkan menyusun rumursan Dasar Negara atas dasar hasil siding BPUPKI yang pertama

tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan, yang diketuai oleh Ir.

Soekarno, dan pelaksanaan sidang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil dengan rumusan Piagam

Jakarta, dengan rumusan Pancasila yang hampir sama dengan Pancasila dalam pembukaan UUD

1945, dengan perbedaan rumusan mendasar pada sila pertama, yaitu Ketuhanan, dengan kewajiban

menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juni 1945

Page 12: Bahan pancasila

Piagam Jakarta disepakati untuk menjadi Dasar Negara dan pembukaan dari Rancangan Undang-

Undang Dasar yang dipersiapkan untuk Negara Indonesia merdeka.

Dengan makin terdesaknya Jepang oleh Sekutu, Jepang membentuk Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moh. Hatta.

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, keadaan ini menjadikan

kekosongan kekuasaan di Indonesia, dan kesempatan ini digunakan untuk mewujudkan Kemerdekaan

Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, yang diproklamasikaan oleh Soekarno – Hatta

sebagai Ketua dan Wakil Ketua PPKI atas nama Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Soekarno-

Hatta. Esok harinya tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang dengan keputusan sebagai

berikut:

1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara ( yang kemudian dikenal dengan UUD 1945)

2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.

3. Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Dengan ditetapkannya UUD 1945 di mana dalam pembukaan termuat lima dasar Negara dan

lima dasar Negara ini meskipun dalam pembukaan tidak ada kata-kata Pancasila, lima dasar yang

dimaksud adalah Pancasila sebagai dasar Negara sekarang. Dengan rumusan sila pertama Ketuhanan

Yang Maha Esa, yang merupakan rumusan dari Piagam Jakarta. Rumusan ini merupakan hasil

kompromis dengan mediator Moh. Hatta. Karena itu bila generasi muda sekarang masih

mempertanyakan hasil kompromi yang dipaksa sebenarnya ini hasil maksimal. Bila kita

menginginkan Indonesia besar maka upaya mengotak atik kembali sila pertama Pancasila tidak lagi

relevan. Tapi bila ada orang Indonesia yang terpengaruh dan menyakini ideologi lain dan ingin

mengembangkan di Indonesia secara tidak langsung orang itu sadar atau tidak sadar menginginkan

Negara Indonesia Proklamasi bubar, karena di Indonesia akan berdiri berbagai Negara dengan

dominasi kultur masing-masing suku bangsa yang merasa mampu berdiri sebagai Negara Indonesia.

Dengan berlakunya UUD 1945 awal Proklamasi sampai sekarang dan beberapa amandemen,

maka polemik lahirnya Pancasila sebagai dasar Negara dapat kita perjelas sebagai berikut. Kita bicara

Pancasila adalah Pancasila yang mana, demikian juga jasa Bung Karno menamai dasar Negara

Pancasila perlu kita hormati, karena sampai sekarang kata Pancasila sebagaimana disebut-sebut

Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 memang tidak tersurat, sebagaimana kutipan sebagai

berikut,”... Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasakan kepada: Ketuhanan Yang Maha

Esa, kemanusiaan yang beradil dan beradab, persatuaan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ parwakilan, serta dengan mewujudkan keailan sosial

Page 13: Bahan pancasila

bagi seluruh rakyat Indonesia.” Wacana ini dapat kita diskusikan namun guru harus dapat

menghasilkan kesimpulan sehingga siswa yang sedang berkembang jangan dibiarkan bingung.

Misalnya istilah Pancasila sebagai dasar Negara dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.

Pancasila sebagai dasar Negara yang berlaku sekarang ditetapkan pertama tanggal 18 Agustus 1945

sebagai satu rangkaiaan dengan penetapan UUD Negara Indonesia Proklamasi.

Pengertian dan Fungsi Pancasila sebagai:

1. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa

2. Pancasila sebagai Dasar Negara

3. Pancasila sebagai Ideologi Negara

4. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

5. Pancasila sebagai Falsafah Bangsa

B. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Pandangan hidup adalah kristalisasi dan institusionalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki, yang

diyakini keberadaannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya. Dengan pandangan hidup

inilah suatu bangsa akan memandang persoalan yang dihadapi dan menetukan arah pemecahan secara

tepat sesuai dengan yang diyakini. Tanpa memiliki pandangan hidup, suatu bangsa akan terombang

ambing dalam menghadapi persoalan baik dalam pemecahan masalah dalam negeri atau masalah

yang berhubungan dengan dunia luar.

Bangsa Indonesia termasuk bangsa yang mampu menggali pandangan hidup dari nilai-nilai

luhur bangsa yang bersifat universal sebagaimana sila pertama, dan kedua yang merupakan

pangakuan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semua manusia, bukan hanya

Tuhan bagi bangsa Indonesia. Kemanusiaan yang adil dan beradabadalah cermin pengakuan bangsa

Indonesia bahwa bangsa Indonesia yang merdeka merupakan bagian bangsa-bangsa di seluruh dunia

dengan kedudukan harkat dan martabat yang sama. Pancasila mulai sila ketiga sampai kelima adalah

cara pandang bangsa Indonesia dengan titik berat sebagai bangsa yang merdeka dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berdaulat dan berkewajiban mewujudkan

keadilan bagi bangsa Indonesia.

Dengan Pancasila kita bangsa Indonesia mendapatkan arah untuk semua kegiatan dan

aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengatasi berbagai hambatan, tantangan, aancamaan dan

Page 14: Bahan pancasila

gangguan. Untuk itu sudah seharusnya bangsa Indonesia di dalam setiap sikap dan perilaku dalam

kehidupan sehari-hari harus mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila serta

mengamalkan niali-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Memang pengalaman/pelanggaran

nilai Pancasila dalam membangun kehidupan yang harmonis sesama manusia meski tidak semua

terikat dengan hukum positif. Kita perlu memahami menyadari bahwa mengamalkan nilai umum

Pancasila, apabila kita meyakini bahwa nilai Pancasila tidak bertentangan dengan norma agama,

norma kesusilaan, norma kesopanan, adat kebiasaan serta tidak bertentangan dengan norma hukum.

Pengamalan dasar ini merupakan pengamalan yang bersifat subyektif, dengan bidang yang sangat

luas dimana setiap orang dapat mengklaim telah mengamalkan Pancasila dengan pola yang berbeda

tanpa harus menghina dan menjelekkan pihak lain. Secara obyektif seseorang beragama dan dijamin

di Indonesia dan secara subyektif masing-masing mengamalkan dengan keyakinan masing-masing.

C. Pancasila sebagai Dasar Negara

Dasar Negara merupakan landasan penyelenggaraan pemerintahan Negara bagi setiap Negara.

Bagi bangsa Indonesia Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 telah ditetapkan

sebagai dasar Negara atau idiologi Negara, yang berarti Pancasila dijadikan dasar penyelenggara

Negara. Sebagai landasan bagi penyelenggara Negara Pancasila diformulasikan dalam bentukan

aturan sebagaimana tercermin dalam pasal-pasal yang tercantum dalam UUD 1945.

Meski secara tersurat Pembukaan UUD 1945 tidak pernah menyebutkan Pancasila dan hanya

menyebutkan sila-sila mulai sila pertama sampai sila kelima, Sila-sila tersebut telah diakui sebagai

dasar Negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara yang diimplementasikan ke dalam peraturan

perundang-undang yang mempunyai sifat imperative, yaitu mengikat dan memaksa semua warga

negara untuk tunduk kepada Pancasila, dan siapa yang melanggar Pancasila sebagai dasar Negara

dapat ditindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara dan Sumber hukum sebagaimana ditetapkan dalam

Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, tentang tata urutan perundang-undangan. Dalam era reformasi Tap

No.XX/MPRS/1966 diubah dengan ketetapan MPR No.III/MPR/2000, Pancasila sebagai sumber

hukum dan tata urutan perundang-undangan yang harus menyesuaikan dengan UU No.22 Tahun

1999, jomto UU N0.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, khususnya adanya Daerah

Otonom dan Otonomi Daerah, maka terjadilah perubahan tentang tata urutan perundang-undangan RI

Page 15: Bahan pancasila

Perkembangan tata urutan perundang-perundangan mengalami pergeseran, dengan

ditetapkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Urutan Perundang-Undangan RI.

Hal ini adanya pandangan dengan adanya pergeseran kedudukan, tugas, dan fungsi MPR-RI dan

ketetpan MPR lebih bersifat berupa keputusan-keputusaan yang hanya mengikat ke dalam, maka

Ketetapan MPR dipandang tidak relevan dijadikan sebagai bagian dari tata urutan perundang-

undangan.

Selanjutnya mengingat adanya beberapa ketetapan MPR yang masih berlaku dan masih

dimungkinnya ketetapan MPR seperti ketika melaksanakan impeachment ( ps.7B ayat 1 – 5 UUD

1945) diperlukannya melalui Ketetapan MPR. Untuk itu UU No.12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Bab II Ps.7 (1) herarki peraturan perundang-

undang sbb:

Tap.MPRS No.XX/66 Tap.MPR No.III/2000 UU No.10 Tahun 2004 UU N0.12 Tahun 2011

1 UUD 1945 UUD 1945 UUD 1945 UUD 1945

2 TAP. MPR TAP. MPR UU / PERPU TAP. MPR

3 UU / PERPU UU PP UU / PERPU

4 PP PERPU PERPRES PP

5 KEPRES PP PERDA PERPRES

6 PERMEN KEPRES ------------- PERDA PROV

7 ------------------ PERDA -------------- PERDA KOTA/KAB

Sebagai sumber hukum, maka peraturan perundang-undangan di

Indonesia tidak boleh saling bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi dan nilai-nilai Pancasila. Jika terjadi pertentangan antara UU dgn

UUD 1945 maka Mahkamah Konstitusi ( MK ) berwenang untuk

mengujinya sebagai mana terdapat dalam ps. 24 C ayat 1 dan 2 UUD 1945

Page 16: Bahan pancasila

dan Bab II ps.10 ayat 1 dan 2 UU No.24 Tahun 2003,tentang kewenangan

dan kewajiban Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi jika terjadi

pertentangan antara peraturan di bawah UU ( PP dan Kepres,) ,

kewenagan untuk mengujinya berada pada MA, selanjutnya jika terdapat

pertentangan antara Perda dengan peraturan tingkat pusat, Menteri

Dalam Negeri berwenang untuk menguji dan meminta pembatalan.

Nilai ialah suatu sifat yang melekat sesuatu atau benda berupa: makna, kegunaan, arti atau harga yang

dapat diukur dengan uang mengandung keindahan, atau sesuatu yang

Notonegoro, dalam Darji. Dkk (1978) mencakup:

1. Nilai materiil, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia yang diukur dengan

kebendaan atau sesuatu yang dapat diukur dengan uang.

2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu fotensi yang dimiliki yang dapat dikembangkan sehingga

dapat mendatangkan kegunaan bagi kehidupan selanjutnya.

3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang terbagi atas:

a. Nilai Logika yaitu berkenaan dengan nilai kebenaran yang bersumber

kepada akal manusia,

b. Nilai Etika yaitu berkenaan dengan nilai kebaikan ( moral )yang

bersumber pada norma

c. Nilai Estitika yaitu berkenaan dengan nilai keindahan yang bersumber

pada unsur rasa

d. Nilai Religius yaitu nilai Ketuhanan ( ketaqwaan ) yang bersumber pada

keimanan..

Berdasarkan penggolongan di atas maka Pancasila merupakan krestalisasi dari nilai-nilai

rohani, namun demikian Pancasila juga mengakui keseimbanngan antara nilai rohaniah dan

materil dengan menempatkan nilai Ketuhanan sebagai nilai tertinggi yang tersusun secara

sistematis-hirarkis, yaitu:

1. Sila pertama menjiwai sila kedua, ketiga, keempat dan kelima

2. Sila kedua dijiwai oleh sila kesatu, serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima

Page 17: Bahan pancasila

3. Sila ke tiga dijiwai oleh sila kesatu, dan kedua, serta menjiwai sila keempat dan kelima

4. Sila keempat dijiwai oleh sila kesatu, kedua, dan ketiga, serta menjiwai sila kelima

5. Sila kelima dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.

Oleh sebab itu dalam pengamalan Pancasila harus dilakukan secara menyeluruh sebagai satu

kesatuan nilai, karena antara satu sila dengan sila lainnya saling ketergantungan, saling melengkapi

dan saling jiwa menjiwai. Selain itu pula dalam pengembangan nilai-nilai Pancassila harus

diperhatikan antara nilai dasar, nilai instrumen dan nilai praksis.

D. Pancasila sebagai Paham Integralistik

Paham integralistik dalam kehidupan negara berawal dari gagasan Dr. Supomo yang

disampaikan dalam sidang BPUPKI tanggal 30 Kei 1945. Paham integralistik telah di uraikan dalam

penjelasan UUD 1945, juga tercermin dalam tujuan negara yaitu;.. negara melindungi segenap bangsa

Indon esia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dimaksudkan, negara mengatasi segala paham,

golongan, mengatasi paham perseorangan, serta mengthendaki persatuan yang meliputi bangsa

Indonesia seluruhnya, sebagaimana motto yang terdapat dalam lambang negara burung Garuda

Pancasila ”Bhinnika Tunggal Ika”.

Ilmu Heraldik adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan arti lukisan bahwa:

- lambang atau simbol merupakan sarana informasi untuk memhami sesuatu, yang mempunyai

makna sendiri sesuai dengan arti dan maksud empunya lambang.

Page 18: Bahan pancasila

- lambang menunjukkan jiwa, kekhasan, tradisi ataupun harapan, gambaran, cita-cita luhur yang

ingin dan akan dicapai.

Lambang Garuda Pancasila, disahkan dalam sidang Dewan Mentri RI tanggal 10 Juli 1951 dalam

bentuk Peraturan Mentri No.66 Tahun 1951, sebagai hasil ciptaan Panitia Lambang Negara RI:

Ketua : Mr.M.Yamin

Anggota : Ki Hajar Dewantara

M.A.Pallaupessy

Muhammad Natsir

Prof.Dr.RMNg.Poerbotjaroko

Konsep integralistik menurut Abdulkadir Besar ( Supriatnoko, 2008) menyebutkan:

1.Terjadinya hubungan relasi interaksi saling memberi, salain g ketergantungan antara negara dan

rakyat. Hal ini tercermin dalam tugas-tugas pemerintahan negara, serta perwujudan hak dan

kewajiban warga negara terhadap negara.

2.Berstunya kepentingan negara dan warga negara

3.Kedaulatan negara di tangan rakyat, buykan pada individu

4.Kebebasan manusia saling relasional

5.Keputusan diutamakan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat

E. Undang-Undang Dasar 1945

UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 awalnya sebagai UUD sifatnya

sementara. Sifat sementara sesuai dengan isi Aturan Tambahan ayat 1 dan 2 UUD dan pidato Ir.

Soekarno pada saat pengesahan UUD tersebut. Sifat sementara UUD berakhir setelah ditetapkannya

dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistematika UUD 1945 terdiri dari pembukaan (4 alinea) dan Badan

tubuh UUD 1945 berisi 16 bab, 37 pasal, ditambah 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan

tambahan, dan Penjelasan. Dalam era reformasi penjelasan UUD 1945 dinyatakan bukan merupakan

bagian dari UUD 1945.

1. Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alenia pada setiap alenia mengandung makna sebagai

berikut:

a. Alenia pertama merupakan pernyataan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan bernegara

merupakan hak setiap bangsa dan merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang anti penjajah

b. Alinea kedua merupakan pernyataan perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka, dengan

demikian tidaklah benar bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hadiah dari Jepang

Page 19: Bahan pancasila

c. Alinea ketiga merupakan pernyataan kemerdekaan sebagai hasil perjuangan yang

mendapatkan rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa. Disini tercermin pengakuan bangsa

Indonesia akan kodrat manusia, bahwa manusia berusaha Tuhan yang menentukan. Dan

perjuangan bangsa Indonesia merdeka bukanlah perjuangan semata, tetapi perjuangan yang

mendapat ridha dari Tuhan Ynag Maha Esa.

d. Alenia keempat merupakan pernyataan bangsa tentang kondisi Pemerintah Negara Indonesia

yang merdeka, yang:

1) Menetapkan tujuan Negara

2) Akan adanya UUD Negara RI

3) Adanya Dasar Negara yang kemudian dikenal dengan Pancasila

Disamping makna tiap alenia pembukaan juga terkandung pokok-pokok pikiran sebagai

berikut:

a. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan

berdasar atas persatuan

b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

c. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan

d. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

beradab

Menurut Notonegoro, keberadaan pembukaan yang sangat penting bagi keberadaan Negara

Indonesia dikatakan sebagai status fundamental norma yang di dalamnya memenuhi unsur mutlak

sebagai berikut:

a. Dalam hal terjadinya, ditentukan oleh pembentukan Negara dan terjelma dalam suatu bentuk

pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak pembentuk Negara untuk menjadikan hal-hal

tertentu sebagai dasar Negara yang dibentuk

b. Dalam hal isinya, menurut asas kerokhanian Negara (dasar Negara yang dibentuk) Menurut asas

politik Negara (dasar cita-cita Negara), Menurut cita-cita apa (tujuan Negara), menurut ketentuan

diadakanya UUD Negara

Sebagai pokok kaidah yang fundamental maka keberadaan pembukaan UUD 1945 tidak boleh

diubah oleh siapapun termasuk MPR hasil pemilihan umum, karena merubah pembukaan sama

halnya dengan membubarkan Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17

Page 20: Bahan pancasila

Agustus 1945. Karena Pembukaan UUD 1945 memuat latar belakang berdirinya negara (alenia I, II

dan III ) serta tujuan dan dasar berdirinya ( alenia IV ).

2.Amandemen UUD 1945.

Pada masa Orde Baru keinginan untuk melakukan perubahan isi atau pasal-pasal UUD 1945

seringkali dikmukakan oleh berbagai kalangan karena adanya pandangan; adanya pasal-pasal yang

terlalu luwes sehingga dapat menimbulkan multitafsir, adanya system pengangkatan keanggotaan

MPR dan DPR langsung oleh Presiden tanpa melalui pemilu, adanya system politik yang executive

heavy dalam arti kekuasaan yang sangat besar pada Presiden tanpa mekanisme checks and balances

yang menyebabkan tampilnya pemerintahan yang tidak demokratis.

Sikap pemerintah Orde Baru untuk mempertahankan UUD 1945 terus berlanjut dengan

dikeluarkannya Tap MPR IV/MPR/1983 tentang Reperandum yang pada pokoknya menentukan

bahwa perubahan UUD 1945 tidak bisa langsung menggunakan pasal 37 UUD 1945 melainkan harus

melalui referendum lebih dulu dengan syarat-syarata yang tidak mudah.

Pernyataan Soeharto mundur sebagai Presiden pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan tonggak

lahirnya gerakan reformasi untuk menata kembali system ketata negaraan, sebagaimana isi tuntutan

reformasi yaitu:

- Amandemen UUD 1945

- Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI

- Penegakkan hokum, HAM, dan Pemberantasan KKN

- Otonomi Daerah

- Kebebasan Pers

- Mewujudkan kehidupan demokrasi

Gerakan reformasi telah berhasil mengajak bangsa Indnesia untuk melakukan amandemen atau perubahan UUD 1945 khususnya beberapa partai politik besar ( dalam arti mendapat kursi yang signifikan di dalam Pemilu ) telah bersepakat untuk memperjuangkan amandemen pada Sidang Umum MPR tahun 1999 bahkan juga menyepakati beberapa materi pokok untuk amandemen. Kesepaakatan dasar sebelum amandemen dilaksanakan sbb:

- Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945

- Tetap mempertahankan NKRI

- Mempertegas sistem presidensiil

Page 21: Bahan pancasila

- Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam pasal-pasal

- Perubahan dilakukan dengan cara ”adendum”

Amandemen dilakukan dalam empat tahap yaitu:

1. 14 s.d 21 Oktober 1999

2. 7 s.d 18 Agustus 2000

3. 1 s.d 9 Nopember 2001

4. 1 s.d 11 Agustus 2002

Hasil perubahan sbb:

- 21 bab

- 73 pasal

- 170 ayat

- 3 pasal Aturan Peralihan

- 2 pasal Aturan Tambahan

Beberapa perubahan mendasar hasil amandemen UUD 1945 adalah dalam rangka terciptanya sistem pemerintahan yang seimbang antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif serta terciptanya checks and balances antar lembaga negara.

Perubahan terhadaap lembaga negara seperti;

- Kedudukan dan Wewenang MPR

- Tugas dan wewenang Presiden

- Dihapusnya DPA

- Keberadaan pemerintah daerah

- Penambahan lembaga negara DPD, MK dan KY

- Penambahan HAM

3. Lembaga Negara dalam UUD 1945

Sebelum amandemen UUD 1945 Lembaga Negara dibagi menjadi Lembaga Tinggi Negara

yang dipegang oleh MPR dan Lembaga Tinggi Negara meliputi Presiden, DPA, DPR, BPK, dan

MA. Setelah beberapa kali amandemen tidak lagi dikenal Lembaga Tertinggi dan Lembaga

Page 22: Bahan pancasila

Tinggi Negara, melainkan disebut sebagai Lembaga Negara. Lembaga tersebut adalah MPR,

Presiden, DPR, DPD, BPK, MA dan MK.

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) = Bab II ps. 2 ,3

MPR ng berkedudukaan sebagai lembaga Negara, terdiri dari DPR dan DPD yang

dipilih melalui pemilihan umum. Sap putusaan MPR dilakukan dengan suara terbanyak, MPR

bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota Negara. MPR memiliki kewenangan:

1) Mengubah dan menetapkan UUD

2) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden

3) MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya

menurut UUD

b. Presiden

Presiden RI memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD. Dalam melakukan

tugasnya Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan RUU

dan menetapkan PP untuk menjalankan UU. Calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga

Negara Indonesia dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendak sendiri.

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

Pasangan tersebut diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebelum pemilu.

Tata cara pemilihan Presiden dan Walik Presiden diatur dalam UU. Presiden dan Wakil

Presiden memegang jabatan selama lima tahun sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu

kali masa jabatan. Kekuasaan Presiden sebagai kepala Negara dan juga kepala pemerintahan

meliputi:

1) Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU

2) Dengan persetujuan DPR menyatakan perang, perdamaian dan perjanjian dengan Negara

lain

3) Presiden menyatakan Negara dalam keadaan bahaya

4) Presiden mengangkan duta dan konsul

5) Presiden memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan MA

6) Presiden member amnesti, dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR

7) Presiden memberikan gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan

Dalam melaksanakan tugas pemerintahan Presiden dibantu oleh menteri-menteri

Negara, dan para menteri tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dalam hal

Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam

masa jabatan, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Dalam hal ini

selambat-lambatnya enam puluh hari kekosongan Wakil Presiden MPR menyelenggarakan

Page 23: Bahan pancasila

sidang untuk memilih Wakil Presiden dan dua calon yang diusulkan Presiden. Jika Presiden

dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan

kewajibannya dalam masa jabatan secara bersamaan, pelaksanaan tugas kepresidenan adalah

Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Selambatnya setelah tiga puluh hari setelah itu MPR bersidang untuk memilih Presiden dan

Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik,

yang pasangan calon meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnya.

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

DPR dipilih melalui pemilihan umum, susunan DPR akan diatur dengan UU.

Kekuasaan DPR meliputi:

1) Kekuasaan membentuk UU

2) Fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan

3) Setiap anggota mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan

pendapat, serta hak imunitas

d. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Jumlah DPD dari

setia provinsi sama, DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Kekuasaan terkait

dengan tugas DPD:

1) DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR terkait dengan UU otonomi daerah

2) DPD ikut membahas terkait dengan otonomi daerah

3) DPD melakukan pengawasan atas pelaksaaan mengenai Undang-Undang otonomi daerah

e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD dan

diresmikan oleh Presiden. BPK adalah badan yang bertugas memeriksa dan bertangung jawab

tentang keuangan Negara, dengan tugas bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan diserahkan

kepada DPR. BPK berkedudukan di ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap

provinsi.

f. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan

yang berada di wilayahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan

militer dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang mangadili pada

tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU dan wewenang lainnya.

Yang diberikan oleh UU. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk

mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

Page 24: Bahan pancasila

Komisi Yudisial bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung

dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan.

Keluhuran martabat, serta keluhuran hakim. Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden dengan persetujuan DPR.

Disamping MA, sebagaimana disebut dalam amandemen juga telah menetapkan

lembaga Mahkamah Konstitusi, yang memiliki wewenang:

1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk

menguji UU terhadap UUD

2) Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh

UUD, memutus pembubaran partai politik, dan

3) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

4) Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh

Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD.

4. Hubungan antara Negara dan Warga Negara/ Penduduk

Hubungan Negara dan Warga Negara/ Penduduk merupakan perwujudan pengakuan

Negara terhadap hak-hak warga Negara/ penduduk di Indonesia. Realisasi jaminan hak dan

kewajiban warga Negara sebagaimana dijamin dalam UUD antara lain:

a. Hak kedudukan sama dalam hukum dan pemerintahan

b. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

c. Negara menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat termasuk

kebebasan memeluk agama

d. Negara menjalankan sistem pengajaran nasional

e. Menjamin HAM secara rinci ditambahkan dalam UUD 1945 dalam Bab XA pada Pasal

28A sampai 28J.

f. Warga Negara berhak dan wajib ikut dalam pembelaan Negara

g. Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Page 25: Bahan pancasila

BAB III

DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Demokrasi di Indonesia

1. Sejarah Perkembangan Demokrasi

Page 26: Bahan pancasila

Secara epistimologis demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat, serta

kratos atau kratien yang berarti kekuasaan, sehingga secara sederhana demokrasi bisa

dikatakan sebagai kekuasaan rakyat atau pemerintahan rakyat. Dalam berbagai pustaka

tentang kehidupan demokrasi telah terjadi sebelum masehi yang dipraktekkan pada zaman

Yunani kuno, tepatnya di Negara kota (polis) Athena. Dalam pemahaman awal di Yunani

sendiri seperti yang dijelaskan Aristoteles menyebut tiga pemerintahan yang baik dan tiga

pemerintahan yang buruk (Suhelmi, 2001; Schmandt, 2002; Basalam, 2006; Agustino, 2007)

dimana demokrasi termasuk pemerintahan orang banyak yang berorientasi pada kelompoknya

sendiri. Sedang pemerintahan orang banyak yang baik disebut temokrasi. Karenanya Plato

yang juga guru Aristoteles menekankan perlunya orang terdidik untuk menjadi bijak dengan

mendirikan sekolah Academica (Suhelmi, 2001; Schmandt,2002) guna mempersiapkan

orang-orang bijak untuk berperan aktif dalam pemerintahan.

Kehidupan demokrasi mengalami pasang surut, dengan kehancuran Yunani dan

kokohnya monarki absolut di Eropa sampai abad pertengahan, terjadi kondisi yang tidak

diharapkan dalam kehidupan demokrasi yang dalam perkembangan sejarah Eropa disebut

zaman kegelapan (Dark Ages) menimbulkan reaksi para pemikir abad renaisance yang

melahirkan teori-teori tantang kekuasaan Negara, sampai dengan teori kedaulatan rakyat

menopang perkembangan demokrasi meluas ke berbagai penjuru dunia.

Aristoteles yang membenci demokrasi sekaligus memimpin demokrasi, memberikan

catatan untuk pemerintahan demokrasi menjadi pilihan terbaik harus dipersiapkan prakondisi

yang akan mendukung oang-orang terbaik menjadi pilihan orang-orang yang baik bila warga

negaranya telah memiliki pendidikan dan kesadaran bernegara yang baik karena kondisi

ekonomi yang mapan. Bila prakondisi masih belum seperti yang diharapkan maka mungkin

orang yang populer yang mampu mengambil kesempatan untuk terpilih dalam pemerintahan

meskipun orang tersebut tidak ada minat baik meminpin dan mensejahterakan rakyatnya.

Kondisi inilah yang sering terjadi di Negara berkembang karena pemerintahan dikuasai oleh

keinginan sosial, ekonomi, politik mayoritas yang mengabaikan kemakmuran warga, seperti

Nigeria 1983, Sudan 1989 yang oleh Casper dan Taylor diyatakan sebagai demokrasi

serampangan ( Agustino, 2007) . Inilah bukti yang dikhawatirkan oleh Aristoteles bahwa

kehancuran demokrasi karena eforia demokrasi yang bertumpu pada pemilikan kebebasan

bagi semua, yang tanpa disadari kebebasan yang diekspresikan berbenturan dengan

kebebasan orang lain.

Page 27: Bahan pancasila

Hal senada disampaikan oleh De Tocquiville (dalam Charmin, dkk, 2003) bahwa

demokrasi memerlukan moral menahan diri, tanpa kemampuan menahan diri, demokrasi akan

berubah menjadi demikrasi, dalam kaitan dengan kultur dan struktur politik menyimpulkan:

a. Kultur demokrasi adalah kultur campuran, yaitu antara kebebasan/ partisipasi di satu

pihak dan norma-norma prilaku dipihak lain

b. Kultur demokrasi bersumber dari kultur pada masyarakat secara umum, yang

mengandung social trust yang tinggi dan civicness, kecenderungan hubungan kerja yang

bersifat horizontal/ sederajad

c. Kultur demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat madani

d. Seberapa jauh masyarakat memegang kultur demokrasi sangat tergantung pada perilaku

pemerintah dalam berdemokrasi

Tidaklah berebihan dalam demokrasi akan berjalan dengan baik bila warga bersikap

arif dan masing-masing mampu mengendalikan diri demi kepentingan bersama yang lebih

besar di bawah keteladanan pemerintahan demokratis. Sebaliknya kultur demokratis

masyarakat yang telah mendukung kehidupan demokrasi, bila pemerintahan tidak demokratis,

tidak akan terwujud kehidupan Negara yang demokratis.

2. Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Konsepsi demokrasi di Indonesia menurut Mahfud, MD (2000) baru dikumandangka

awal oleh HOS Cokroaminoto, tahun 1918 di depan Volksraad, saat mengajukan mosi

tentang pembentukan parlemen di negeri jajahan Hindia Belanda. Pada awalnya demokrasi

di Indonesia adalah demokrasi tradisional yang berdasar pada kelompok-kelompok dari

marga (Batak), atau anang (Sulawesi) atau kelompok masyarakat patron.

Kehidupan demokrasi tradisional tersebut terguncang dengan kehadiran agama Hindu

dan munculnya kerajaan-kerajaan Hindu. Kehidupan demokrasi mulai berkembang dengan

berkembangnya pengaruh ajaran agama Islam. Islam yang membawa kesamaan derajat

manusia inilah yang membawa perubahan besar dan menghidupkan kembali prisip

kerakyatan tradisional. Perjuangan rakyat yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo,

Sumpah Pemuda, nilai-nilai demokrasi mulai tersosialisasi, bahkan pada 1 Juni 1945 dengan

konsep geo politik, telah menggambarkan konsep demokrasi dalam kaitan antar Negara dan

rakyat, maka demokrasi Indonesia modern dimulai pada abad 20 (Mahfud, MD, 2000).

a. Demoktasi Suekarno –Hatta, Demokrasi Terpimpin

Awal kemerdekaan Mahfud, MD (2000) menyebut pemikiran demokrasi

Soekarno-Hatta, yang berorientasi pada pluralistik dan cenderung memisahkan Negara

Page 28: Bahan pancasila

dengan agama, meski tidak menutup kemungkinan konsep agama masuk dalam

perundangan Negara sebagaimana dikutip Mahfud, MD (2000)”... rapatnya dapat

memesukkan segala paham keagamaan kedalam tiap-tiap tindakan Negara, kedalam

tiap-tiap undang-undang yang dipakaidalam Negara ke dalam tiap-tiap politik yang

diadakan oleh Negara, walaupun di situ agama dipisahkan dari Negara...Agar sebagian

besar dari anggota parlemen politiknya politik Islam, maka tidak dapat berjalanlah satu

usul juapun yang tak bersifat Islam”. Pada kutipan lain dilanjutkan “...Jikalau memang

rakyat Indonesia rakyat yang sebagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau Islam di sini

agama yang hidup berkobar-kobar dikalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin

menggerakkan segenap rakyat agar menggerakkan sebanyak mungkin utusan-utusan

Islam ke dalam badan perwakilan ini... Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-

tiap letter di dalam peraturan peraturan Negara Indonesia memuat Injil, bekerjalah

mati-matian, agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk Badan

Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil- fair play”.

Meskipun Soekarno mengutip kebebasan plularisrik ala barat, soekarno tidak

tertarik penerapan demokrasi barat di bidang sosial ekonomi, di mana Negara hanya

bertindak sebagai penjaga malam. Soekarno ingin mewujudkan faham welfare state, di

mana Negara aktif untuk membangun kesejahteraan sosial. Soekarno berusaha

membangun dua konsep yang berbeda, yang dalam prakteknya menjadikan demokrasi

terpimpin yang menjuruskan pada otoriter.

Konsep demokrasi terpimpin yang mengacu pada sila keempat Pancasila,

merupakan ide Soekarno yang kemudian dituangkan dalam ketetapan MPRS No. VIII/

MPRS 1965 tentang prinsip musyawarah untuk mufakat dalam Demokrasi Terpimpin.

Menurut Demokrasi Terpimpin inti dari permusyawarahan adalah musyawarah untuk

mufakat, bilamana tidak tercapai maka musyawarah akan ditempuh salah satu jalan

antara lain:

1) Persoalan diserahkan kepada pemimpin untuk mengambil kebijakan dengan

memperhatikan pendapat yang bertentangan

2) Persoalan ditangguhkan

3) Persoalan ditiadakan sama sekali.

Pada praktek Demokrasi Terpimpin peran Presiden sebagai pemimpin sangat

dominan, praktek inilah yang kemudian menimbulkan perbedaan pandangan antara

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta, yang akhirnya Wakil Presiden

mengundurkan diri. Sejak pengunduran Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden, kekuasaan

Page 29: Bahan pancasila

Presiden sangat dominan, dan ide-ide Presiden dalam pidato kenegaraan menjadi

landasan kebijakan Negara sebagai Garis Besar Haluan Negara. Kondisi inilah yang

menjadikan Presiden Soekarno mampu mengendalikan Negara termasuk lembaga Negara

lainnya seperti MPRS.

b. Demokrasi Pancasila

Tampilnya Orde Baru di pentas politik telah menggeser kehidupan politik dari

titik ekstrim otoriter ke sistem demokrasi liberal Orde Baru. Sebagai ganti sistem

Demokrasi Terpimpin ditetapkan Demokrasi Pancasila, meski sumber demokrasi tetap

sama yakni sila keempat dari Pancasila. Konsep Demokrasi Pancasila tetap

mengutamakan musyawarah untuk mufakat, tetapi pemimpin tidak diberikan hak untuk

mengambil keputusan sendiri dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat.

Penetapan Demokrasi Pancasila diatur dalam Tap MPRS No. XXXVII/ MPRS/

1968, di mana bila mufakat tidak dapat dilakukan maka akan dilakukan voting

(pemungutan suara, sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UUD 1945). Ketetapan ini juga dicabut

dengan Tap No. V/ MPRS / 1973 bersama produk MPR lainnya yang dianggap tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau karena materinya sudah diatur oleh

ketetapan lain.

Awal Orde Baru konsep demokrasi lebih berlanggam liberal di bidang politik, dan

berusaha memberikan kepuasan di bidang ekonomi. Langkah awal ini dapat dimengerti

karena perlu langkah legitimasi, dengan membuat anti sistem yang terjadi pada

Demokrasi Terpimpin. Perkembangan Orde Baru setelah mendapatkan legitimasi dalam

perjalananya mengarah pada pola organis yang muncul sebagai kekuatan kekuasaan

Negara yang kuat dan mengatasi segala kekuatan yang ada dalam masyarakat.

Pada perkembangan Orde Baru yang awalnya mengkritik kekuasaan otoriter

Soekarno, juga terjebak dalam kondisi yang sama di mana Soekarno mampu mengontrol

kekuasaan lain dan menempatkan kekuasaan Presiden sangat dominan. Format baru

seperti kesatuan dan persatuan harus dijaga apapun dampak dan berapapun biaya, serta

stabilitas politik merupakan prasyarat usaha-usaha lain termasuk pembangunan ekonomi

terus dipertahankan. Strategi Orde Baru menurut pandangan Mahfud , MD (200) adalah:

1) Orientasi Program, dengan slogan pembangunan Yes politik No

2) Pergumulan sebelum Pemilu, bagaimana memperoleh suara mayoritas dalam

mengamankan komitmen Orde Baru.

3) Pengangkatan anggota DPR

Page 30: Bahan pancasila

4) Penggarapan partai dan penguatan Golkar, termasuk penyederhanaan sistem

kepartaian, dan penetapan Pancasila sebagai satu-satunya azas

Upaya Orde Baru cukup berhasil membangun birokratik otoritarian, atau

hegemonik birokratik yang menurut Mohtar Mas’oed dalam Mahfud, MD (2000)

bercirikan:

1) Pemerintah dipimpin oleh militer sebagai lembaga yang bekerja sama dengan

teknokrat sipil

2) Pemerintah didukung oleh pemilik modal domestik yang bersama-sama Pemerintah

bekerja sama dengan masyarakat internasional

3) Pendekatan kebijakan didominasi oleh pendekatan teknokratik dan menjauhi proses

bargaining yang panjang antara kelompok-kelompok kepentingan

4) Masa dimobilitas , termasuk dalam pemilu

5) Pemerintah meggunakan tindakan refresif untuk mengontrol oposisi

Meskipu Orde Baru mampu bertahan sampai tiga dasawarsa namun akhirnya

kelemahan-kelemahan yang terjadi pada masa Orde Baru mengkristal dan akhirnya

berakhir bersamaan dengan krisis multidimensi di Indonesia tahun 1998.

c. Demokrasi Era Repormasi

Akhir Orde Baru ditandai pengunduran diri Presiden Soeharto pada bulan Mei

1998. Bila demokrasi di Indonesia dikenal dengan label Demokrasi Terpimpin dan

Pancasila sampai saat ini kita tidak lagi menadapatkan label tentang pelaksanaan

demokrasi di Indonesia. Beberapa perubahan mendasar dalam praktek kenegaraan di era

reformasi adalah Amandemen UUD 1945 yang telah berjalan empat kali, yang juga

berdampak pada berbagai perubahan dalam praktek politik kenegaraan Indonesia.

1) Perubahan keanggotaan MPR

2) Tidak lagi anggota DPR dan MPR yang diangkat

3) Penetapan Presiden dan Wakil Presiden, dan Kepala Daerah serta Wakilnya yang

harus langsung dipilih oleh masyarakat

4) Pembatasan kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara yang harus memeperhatikan

suara DPR

5) Jaminan hak warga Negara dalam bidang politik lebih terakomodir

6) Kebebasan mendirikan partai polititk, lebih terbuka bahkan kebebasan politik yang

bersifat individual dalam memperebutkan jabatan politik lebih menjadi wacana

B. Hak Asasi Manusia

Page 31: Bahan pancasila

Menurut Jan Materson dari Komisi HAM PBB, sebagaimana diikuti Baharudin Lopa,

(dalam Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada

setiap manusia yang tanpanya manusia tidak bisa hidup sebagai manusia. HAM merupakan hak

alamiah yang melekat pada setiap manusia. Karena itu, tidak seorangpun di perkenankan

merampas hak-hak tersebut, HAM juga merupakan instrument untuk menjaga harkat dan

martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.

Hal ini senada dengan mukadimah Declaration of Human Rights, bahwa pengakuan atas martabat

yang luhur dan hak-hak yang sama tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia

merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian manusia.

1. Sejarah perkembangan HAM

Pada umumnya pada kajian literatur barat lainnya pemilikan HAM dimulai dengan

lahirnya Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689), Declaration of Independence (1776),

Declaration des droit de I’hommes et du citoyen (1789). Magna Charta (1215), yaitu suatu

dokumen tuntutan rakyat Inggris bahwa raja tidak boleh berbuat sewenang-wenang, seperti

menghukum atau merampas hak seseorang oleh kerajaan. Bill of rights (1689), Suatu

Undang-Undang yang diterima oleh Raja James II, di mana kekuasaan raja harus dibatasi,

yang kemudian dikenal dengan revolusi tidak berdarah di Inggris. Declaration of

Independence (1776), Pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat di dalamnya memuat hak-

hak dari Tuhan yang tidak dapat dialihkan, seperti hak hidup, hak kemerdekaan dan hak

memperoleh kebahagiaan. Declaration des droit de I’hommes et du citoyen (1789), dalam

pernyataan kemerdekaan Perancis telah disebutkan adanya hak-hak warga yang harus dijamin

oleh Negara, yakni hak kebebasan, hak milik, hak atas keamanan dan perlawanan terhadap

penindasan.

Setelah Peran Dunia ke II upaya mewujudkan perdamaian dunia juga diprakarsai oleh

Presiden Amerika Serikat Rosevelt, perlu ditegakkannya HAM yang menyangkut, kebebasan

berbicara dan memberikan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan

kebebasan dari kemelaratan. Perjuangan perlindungan HAM akhirnya di sepakati PBB

tanggal 10 Desember 1948, dengan ditetapkan Universal Declaraiton of Human Right. HAM

dalam Declaration of Human Right yang menyangkut hak hukum, politik dan sipil meliputi:

1) Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi

2) Hak bebas dari perbudakan dan perhambaan

3) Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak

berperikemanusiaan dan merendahkan martabat kemanusiaan.

4) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi

Page 32: Bahan pancasila

5) Hak untuk pengampunan hukum secara efektif

6) Hak bebas dari penangkapan, penahanan dan pembuangan yang sewenang-wenang

7) Hak untuk peradilan independen dan tidak memihak

8) Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah

9) Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,

keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat

10) Hak bebas dari serangan kehormatan dan nama baik, dan perlindungan hukumnya

11) Hak untuk bergerak

12) Hak memperoleh suaka

13) Hak atas suatu kebangsaan

14) Hak untuk menikah dan membentuk suatu keluarga

15) Hak untuk mempunyai hak milik

16) Hak bebas berpikir, menyatakan pendapat dan berkesadaran dari beragama

17) Hak untuk berkumpul dan berserikat

18) Hak untuk mengambil bagian yang sama dalam pemerintahan dan hak atas akses yang

sama terhadap pelayanan masyarakat

Sedang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mencakup:

1) Hak atas jaminan sosial

2) Hak untuk bekerja

3) Hak untuk upah yang sama untuk pekerjaan yang sama

4) Hak untuk bergabung dalam serikat buruh

5) Hak atas istirahat dan waktu senggang

6) Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesejahteraan dan kesehatan

7) Hak atas pendidikan

8) Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat

Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa di dunia, pelaksaan HAM

setelah Declaration of Human Rights ditetapkan, sampai saat ini dapat dibedakan dalam

empat generasi, yaitu:

a. Generasi pertama. Pada generasi ini subtansi HAM berpusat pada aspek hukum dan

politik, hal ini sebagai dampak dari perang dunia keII, di mana banyak Negara yang baru

merdeka dan menuntut jaminan perbaikan dalam hak untuk hidup, hak tidak menjadi

budak, hak tidak ditahan dan hak kesamaan dalam hukum dan praduga tak bersalah.

Page 33: Bahan pancasila

b. Generasi kedua, generasi kedua dipelopori oleh Negara berkembang menurut

pembangunan sosial, ekonomi poltik dan budaya. Hal ini berarti perlunya perluasaan

horizontal HAM dalam cakupan sosial, ekonomi dan kebudayaan

c. Generasi ketiga merupakan penekanan dari generasi kedua di mana telah terjadi ketidak

seimbangan aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dalam praktik tuntutan ini sangat

tergantung pada kondisi Negara, di mana masih banyak Negara yang mendominasi

kegiatan berbagi bidang kehidupan warga negaranya.

d. Generasi keempat, pada era ini banyak perjuangan untuk mengkritik peran Negara yang

sangat dominan dalam proses pembangunan, sehingga telah mengabaikan hak-hak rakyat,

termasuk mengabaikan kesejahteraan rakyat. Tuntutan yang dipelopori Negara-negara di

Asia menuntut hak azasi rakyatnya, di mana urusan hak azasi tidak lagi urusan orang-

perorang, tetapi menjadi tugas Negara.

2. Pelaksanaan HAM di Indonesia

Perkembangan hak asasi di Indonesia mengalami pasang surut sejalan dengan dasar

Negara yang diberlakukan serta kehidupan politik di Indonesia, meski dalam era reformasi

terlihat adanya upaya pemerintah melindungi hak-hak azasi manusia sebagimana dituntut

dalam Declaration of Human Rights.

a. Periode 1945-1949

Awal kemerdekaan bangsa Indonesia berhasil menyusun UUD yang kemudian kita

kenal UUD 1945. Dalam UUD ini bangsa Indonesia sangat menyadari penderitaan yang

dialami bangsa Indonesia akibat penjajahan di Indonesia. Meski PBB belum merumuskan

HAM bangsa Indonesia telah memberikan penekanan pentingnya kemerdekaan suatu

bangsa dari penindasan bangsa lain. Pernyataan ini dituangkan dari alenia pertama

pembukaan UUD 1945 yang menyatakan, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa

oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai

dengan prikemanusiaan dan prikeadilan. Pernyataan perlindungan HAM yang juga diatur

dalam pasal-pasal UUD 1945 misalnya:

1) Hak memilih pekerjaan untuk penghidupan yang layak

2) Hak untuk berkumpul, berserikat, serta mengeluarkan pendapat, baik secara lisan

maupun tulisan

3) Jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak terlamtar yang akan dipelihara oleh Negara

4) Dalam praktik kenegaraan di mana lembaga perwakilan belum terbentuk ditetapkan

adanya lembaga KNIP, yang awalnya sebagai pembantu Presiden ditingkatkan

Page 34: Bahan pancasila

peranannya sebagai lembaga perwakilan, pergeseran lain juga terjadi juga pada

tanggung jawab pemerintahan tidak pada Presiden tetapi pada para menteri Negara.

b. Periode 1949-1959

Dengan perlakuan KRIS dan UUDS, di mana konstitusi dan UUDS lahir setelah

Declaration of Human Rights, maka himbauan terhadap setiap Negara anggota harus

memasukkan HAM dalam KRIS maupun UUDS. Bila UUD 1945 tidak lebih dari lima

pasal dalam mengatur HAM maka KRIS mengatur cukup banyak mulai dari pasal 7

sampai pasal 33, sedang UUDS mulai pasal 7 sampai dengan 34.

c. Periode 1959-1966

Dengan berlakunya kembali UUD1945 maka pengaturan HAM dalam UUD tetap

sebagaimana berlaku pada periode 1945-1949. Meski dalam KRIS maupun UUDS telah

banyak mengatur HAM UUD 1945 tetap dipertahankan kemurniannya dengan pemikiran

UUD 1945 telah memuat pokok-pokok pikiran tentang HAM, pada sisi lain UUD 1945

lahir lebih dahulu dibanding dengan Declaration of Human Rights. Dalam era Demokrasi

Terpimpin di mana peranan pemimpin sangat dominan maka pelaksanaan HAM tidak

berjalan sebagaimana yang seharusnya, bahkan tidak berlebihan apa yang ditulis Tim

ICCE UIN Jakrta (2003), telah terjadi pemasungan HAM seperti hak sipil, hak politik,

seperti hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

d. Periode 1966-1998

Dengan berakhirnya Demokrasi Terpimpin ke Demokrasi Pancasila, pengaturan

HAM dalam UUD 1945 dipertahankan, bahkan dalam periode ini upaya

mempertahankan UUD 1945 ditambahkan aturan baru dengan referendum, referendum

yang melibatkan rakyat dalam perubahan UUD 1945 seperti pemberian hak rakyat untuk

ikut memikirkan tentang keberadan UUD Negara, namun pada sisi lain referendum ini

justru sebagai upaya agar UUD 1945 tidak diwacanakan untuk diubah karena dalam Tap

MPR yang mengatur tugas dan kedudukan Lembaga Negara, bahkan MPR telah

menyatakan untuk tidak merubah UUD 1945. Upaya memasukkan HAM dalam

perundang-undangan Indonesia, pernah diwacanakan oleh MPRS tentang perlunya

pengaturan HAM dan perilindungannya dibahas dalam Panitia Ad Hoc ke IV namun hasil

tersebut tidak pernah tuntas. Jaminan HAM sebagaimana tercermin dalam Kehidupan

Demokrasi Pancasila, yang aturan formal tidak sesuai dengan empirik dalam realisasi

HAM misalnya ada hak monoloyalitas terhadap Negara yang diarahkan kepada

monoloyalitas pada pemerintah yang berkuasa, Pegawai Negeri dan ABRI yang harus

netral telah dikondisikan untuk mendukung Pemerintah yang berkuasa, sehingga

Page 35: Bahan pancasila

kehidupan Partai politik di luar Partai Pemerintah tidak dapat bersaing secara objektif.

Tidaklah berlebihan bahwa kehidupan Partai Politik di luar Pemerintah sering mendapat

sebutan dibuat bonsai. Silahkan hidup, tapi jangan sampai tumbuh menjadi besar.

e. Periode 1998- sampai sekarang

Pergantian pemerintahan Indonesia tahun 1998 memberikan dampak besar pada

pelaksanaan dan perlidungan HAM di Indonesia. Pada awal reformasi MPR berhasil

menetapkan ketetapan No. XVII/ MPR 1998 tentang HAM, yang diikuti dengan ratifikasi

beberapa konvensi seperti UU No. 5 Tahun 1999 tentang Konvensi menentang

Penyiksaan dan Perakuan Kejam Lainnya, UU No. 29 Tahun 1999 tentang konvensi

segala bentuk diskriminasi, juga Konvensi ILO tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan

UU No. 19 Tahun 1999, serta UU No. 20 Tahun 1999 tentang Usia Minimum untuk

diperbolehkan bekerja.

Dalam amandemen UUD 1945 HAM juga mendapatkan penekanan lebih rinci

dengan memuat:

1) Hak kebebasan mengeluarkan pendapat

2) Hak kedudukan sama dalam hukum

3) Hak kebebasan berkumpul

4) Hak kebebasan beragama

5) Hak penghidupan yang layak

6) Hak kebebasan berserikat

7) Hak memperoleh pengajaran dan pendidikan

Untuk melaksanakan HAM lebih operasional ditetapkan Undang-Undang No. 39

Tahun 1999 tentang HAM, yang menegaskan kebebasan dasar manusia sebagai berikut:

1) Hak untuk hidup

2) Berkeluarga dan melanjutkan keturunan

3) Hak mengembangkan diri

4) Hak memperoleh keadilan

5) Hak atas kebebasan pribadi

6) Hak atas rasa aman

7) Hak atas kesejahteraan

8) Hak turut serta dalam pemerintahan

9) Hak wanita

10) Hak anak

Page 36: Bahan pancasila

Disamping hak dasar UU No. 39 Tahun 1999 juga mengatur kewajiban dasar

warga Negara Indonesia seperti:

1) Setiap orang di wilayah Indonesia wajib patuh terhadap peraturan perundang-

undangan, hukum tak tertulis dan hukum internasional mengenai HAM yang telah

diterima oleh Negara RI

2) Setiap warga Negara serta dalam upaya pembelaan Negara sesuai dengan ketentuan

peraturan Perundang-undangan

3) Setiap orang wajib menghormati hak orang lain, moral, etika, dan tata tertib

kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara

4) Setiap hak azasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung

jawab utnuk meghormati hak azasi orang lain.

f. Faktor-faktor terjadinya pelanggaran HAM

Meski secara perundangan Indonesia telah mengatur perlindungan HAM namun

dalam praktek kehidupan kenegaraan masih terjadi praktek pelanggaran HAM. Penyebab

tersebut antara lain:

1) Belum ada kesepakatan tataran konsep HAM secara universal dan partikularisme

2) Adanya dikotonomi antara individulisme dan kolektivitasme

3) Kurang berfungsinya penegak hukum

4) Pemahaman belum merata dikalangan sipil dan militer

1. Konsep Universal dan Partikularisme

Aliran universal melihat penegakan HAM berdasarkan sifat universal manusia

di mana hendaknya mengacu pada pengakuan HAM sebagaimana telah disepakati

bersama dalam Declaration of Human Rights, sehingga tidak ada lagi kekhususan

yang diberlakukan oleh suatu Negara dengan alasan apapun. Sedangkan pandangan

kedua menganggap bahwa HAM harus dilihat dari beragam perspektif, karena

masyarakat dunia juga beragam, Negara-negara berkembang termasuk Indonesia

sampai Masa Orde Baru cenderung menerapkan paham partikularisme.

2. Dikotomi Individu dan Kolektivisme

Hak individu yang sering dihadapkan pada hak kolektif, di mana hak kolektif

dianggap lebih harus diutamakan atau diproritaskan dari pada hak individu. Hak

individu dan hak kolektif terkadang dalam posisi yang tidak terpisahkan, misal dalam

kebebasan beragama dan beribadah maka di sana melekat hak individu dan kolektif.

Page 37: Bahan pancasila

Karena tidaklah adil bila hak atas nama hak kolektif demi kepentinagan umum hak

individu tidak lagi di akomodir.

3. Kurang Berfungsinya Penegak Hukum

Lembaga penegak hukum di Indonesia dinilai lambat terhadap penanganan

pelanggaran HAM. Meski hal ini sering dibantah oleh para aparatnya namun dari rasa

keadilan warga sebagaimana dihimpun dalam jajak pendapat Kompas 25 Maret 2002,

terdapat 61,2% menyatakan pemutusan kasus pelanggaran HAM tidak yakin, artinya

masih banyak putusan terhadap pelanggaran HAM yang tidak memenuhi keadilan

masyarakat. Hal ini diperkuat Syahrir, yang pernah menjabat Ketua Partai

Perhitungan Indonesia, yang menyoroti masih maraknya korupsi di Indonesia. Kasus

terakhir yang tentang permainan jual beli perkara seperti kasus Jaksa Urip meski

akhirnya diketahui, serta pemberhentian Rahmadi sebagai Kajati di Sulawesi yang

akan memeras salah satu Bupati.

4. Pemahaman yang Belum Merata Baik di Kalangan Sipil maupun Militer

Tindakan militer yang sering bertindak represif, yang menganggap warga seperti

musuh dalam perang, sering menimbulkan masalah dengan HAM. Kasus orang

hilang atau kasus Munir salah satu dimana penanganan terhadap orang-orang yang

dianggap penghianat bangsa salah dalam penanganan sehingga menjadi sorotan

sebagai kasus pelanggaran. Di kalangan sipil juga msih sering terjadi tindakan

anarkis yang seperti pembakaran toko, pemerkosaan masal terhadap etnis tertentu,

yang dapat menjurus pada tindakan pelanggaran HSM.

g. Sikap Positif Penegakan HAM

Seiring dengan perkembangan dunia di mana tuntutan untuk menegakkan HAM

lebik sering dikumandangkan, bahkan instrument HAM sering dijadikan indikator untuk

kerjasama antar Negara, maka upaya penegakan HAM juga menjadi perhatian di negara-

negara yang menjadi sorotan masih terjadi pelanggaran HAM termasuk Indonesia. Sikap

positif upaya Indonesia menegakkan HAM secara nyata antara lain:

1) Pada masa Presiden Soeharto dengan dibentuknya Kompas HAM dengan Kepres No.

50 Tahun 1993.

2) Penetapan UU No. 39 Tahun 1999 di mana Kompas HAM lebih mendapat penegasan

kembali, dengan tugas sebagai pengkajian dan penelitian terhadap kemungkinan

pelanggaran HAM, tugas dengan fungsi penyuluhan.

Page 38: Bahan pancasila

3) Menbentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang dibentuk

berdasarkan Kepres No. 181 tahun 1998

4) Pengadilan HAM, yang dibentuk berdasarkan UU No. 26 tahun 2000, yang

berwenang memutuskan perkara pelanggaran HAM berat kejahatan genosida dan

kejahatan terhadap kemanusiaan.

5) Peran masyarakat yang diakui keberadaanya juga dapat memberikan laporan

tentang terjadinya pelanggaran HAM, seperti LSM atau NJO yang programnya

terfokus pada Demokrasi dan pengembangan HAM.

BAB IV

SISTEM HUKUM INDONESIA

A. Pengertian Sistem dan Sistem Hukum

Menurut Muchsin (2005:22) sistem merupakan suatu susunan atau tatanan yang kondisinya

bersifat teratur atau suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama yang

lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai suatu

tujuan.

Suatu sistem yang baik, sesungguhnya dapat tercermin mana kala terdapat adanya harmonisasi

dari berbagai komponen atau bagian yang ada pada sistem tersebut, selanjutnya bila mana tidak

terdapat adanya harmonisasi, maka itu mengindikasikan suatu sistem tidak berjalan dengan baik dan

sudah barang tentu tidak akan dapat mencapai tujuan secara maksimal. Oleh karena itu di dalam

sistem yang baik tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan atau benturan antara bagian-bagian

tersebut dan juga tidak boleh adanya suplikasi atau tumpang tindih (overlapping) diantara bagian-

bagian tersebut.

Page 39: Bahan pancasila

Dlihat dari keberadaannya, hukum merupakan salah satu bagian sistem sosial dan ilustrasi

dapat dapat diperhatikan dibawah ini.

Gambar 1 : Hukum dalam Sistem Sosial

Pandangan lain yang patut untuk dikemukakan adalah sebagaimana dikemukakan oleh

Mariam Darus Badrulzaman (dalam Muchsin,2005: 16) bahwa sistem merupakan suatu kumpulan

asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana di bangun tertib hukum. Pendapat

Mariam Darus Badrulzaman ini memaknai sistem dalam pengertian hukum dalam arti sempit, yaitu

hukum sebagai suatu sistem aturan.

Dalam arti yang lebih luas, hukum sebagi suatu sistem tidak hanya diartikan sebagai aturan

saja, tetapi terdapat juga bagian-bagian lain yang merupakan bagian integral dari hukum tersebut,

seperti organ-organ pelaksan hukum, sarana prasarana, serta lingkungan di mana hukum itu

diberlakukan.

Pengertian sistem hukum dapat dimaknai dalam dua bagian, pertama dalam arti sempit hanya

memandang sebagai aturan-aturan dan dalam arti luas mencakup juga organ-organ pelaksana, sarana

pelaksana, serta lingkungan dimana aturan hukum itu diberlakukan.

Ilustrasi gambar di bawah ini tampaknya dapat memberikan pemahaman tentang pengertian

sistem hukum sebagaimana disebutkan di atas.

Gambar 2: Sistem Hukum Dalam Arti Luas

Lingkaran tersebar adalah lingkungan sistem hukum dalam arti luas, di mana di dalamnya

terdapat bagian-bagian, yaitu lingkaran aturan hukum, lingkaran aparat hukum lingkaran bagian

sarana pra sarana hukum itu diberlakukan dan lingkungan.

Bilamana salah satu bagian dari sistem hukum tersebut ( bagian aturan hukum) dikeluarkan

dari lingkaran sistem, maka ia juga merupakan suatu sistem, yaitu sistem aturan dan dalam hal ini

ekonomi

sosial

politik budayaaaa

Hukum

lingkungan

aturan fasilitas

Aparat

Page 40: Bahan pancasila

dapat diartikan sebagai pengertian sistem hukum dalam arti sempit, di dalamnya juga terdapat bagian-

bagian yang saling terkait satu sama lain dan bersifat satu kesatuan. Ilustrasi gambar di bawah ini

merupakan hal yang mungkin dapat menjelaskan apa yang dimaksudkan hukum sebagai sistem

aturan.

Gambar 3 : Sistem Hukum dalam Arti Sempit

Adalah hukum sebagai Sistem Aturan

Lingkaran besar merupakan merupakan sistem aturan, yang di dalamnya meliputi bagian-

bagian yang harus tercermin pada aturan tersebut, yaitu harus menggambarkan adanya subjek hukum,

hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum. Soerjono Soekanto

(1981:60), dan Soeleman Taneko (1987: 68), menegaskan bahwa pengertian dasar dari sistem hukum

meliputi adanya subjek hukum, peranan (hak dan kewajiban), peristiwa hukum, hubungan hukum dan

objek hukum.. Selanjutnya kelengkapan suatu sistem hukum dalam arti yang lebih luas, menyangkut

unsur-unsur yang berpengaruh terhadap penegakan hukum, yaitu adanya aturan hukum, penegakan

hukum, fasilitas (sarana dan prasarana hukum) dan warga masyarakat lingkungan di mana hukum itu

diberlakukan.

Hukum sebagai suatu sistem aturan secara prinsipil terkait dengan sendi-sendi dalam

kehidupan masyarakat. Menurut Fuler (dalam Muchsin, 2005: 23), bahwa peraturan hukum dalam

masyarakat baru dapat dinyatakan suatu sistem hukum, jika peraturan-peraturan hukum tersebut

memenuhi 8 (delapan) asas yang disebut ‘Principles of Legality’, yaitu:

1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh mengandung sekedar

keputusan Ad Hoc.

2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan

3. Peraturan-peraturan tidak boleh ada yang berlaku surut

4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang mudah dimengerti

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan dengan satu sama

lain.

Hak dan kewajiban

Subyek hukum

Obyek hukum

Peristiwa hukum

Hubungan hukum

Page 41: Bahan pancasila

6. Tidak boleh ada suatu kebiasaan untuk sering mengubah-ubah peraturan sehingga menyebabkan

orang kehilangan orientasi

7. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari

Kedelapan prinsip diatas merupakan asas hukum yang mestinya dijadikan sebagai landasan

dalam membangun tertib hukum sehingga memungkinkan dapat dilaksanakan dengan baik aturan

hukum yang akan ditetapkan. Selanjudnya, jika kedelapan prinsip tersebut diabaikan, atau tidak

diindahkan dalam membuat dan menetapkan aturan hukum yang akan diberlakukan dalam

masyarakat, maka aturan tersebut tidak memiliki jiwa hukum dan mengabaikan prinsip penciptaan

hukum yang baik. Pada umumya, jika pun aturan seperti itu diberlakukan oleh penguasa, maka

pelaksanaannya kurang efektif, sebab dapat dipastikan akan adanya warga masyarakat yang

menetapkan dan melakukan perlawanan terhadap penguasa yang memberlakukan aturan hukum

seperti itu.

B. Sumber dan Karakteristik Sistem Hukum Indonesia

1. Sumber Sistem Hukum Indonesia

Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku diseluruh wilayah Indonesia.

Kata “Indonesia” menunjuk pada tempatnya di mana hukum itu diberlakukan. Dengan demikian

yang dimaksud dengan Sistem Hukum Indonesia adalah sistem hukum positif yang ada di

Indonesia dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Dalam pengertian lain, sistem hukum

Indonesia menunjuk pada pengertian nasional, sistem Hukum Nasional Indonesia.

Dilihat dari sumber yang memberi bentuk dan isinya, sekurang-kurangnya ada 3 sumber

yang menjadi pilar pembentuk hukum nasional Indonesia. Ketiga Pilat itu adalah, Hukum Barat,

Hukum Islam,dan Hukum Adat. Hukum Barat konstribusinya dominan pada segi bentuknya,

sedangkan hukum Islam Hukum adat lebih dominan pada aspek isi/ materi hukumnya. Jika

disusun dalam bentuk bagian maka ilustrasinya akan terlihat seperti gambar berikut ini.

Gambar 4: Sumber Pembentuk Hukum Nasional Indonesia

Page 42: Bahan pancasila

Bila dilihat dari pilar pembentuk hukum nasional, maka keadaan hukum nasional

Indonesia disumbang oleh Hukum barat, Hukum islam dan Hukum Adat. Pilar hukum barat

disebut turut membentuk hukum nasional berdasrkan ketentuan UUD 1945 yang dalam peraturan

peralihannya menegaskan bahwa seluruh aturan hukum yang ada masih tetap berlaku sebelum

ditetapkan ketentuan hukum yang baru. Pilar hukum barat konstribusinya dalam pembentukan

hokum nasional pada aspek “formal” hukum yang diberlakukan. Selanjutnya pilar hukum Islam

dan Hukum Adat memberikan konstribusi dalam pembentukan hukum nasional lebih besar dari

aspek materi hukum (isi hukum), hal ini sangat realistis karena hukum nasional berlaku untuk

seluruh masyarakat Indonesia, sehingga nilai-nilai budaya bangsa yang tercermin dalam hukum

adat di seluruh nusantara, serta hukum Islam yang menjadi bagian terbesar masyarakat Indonesia

menjadi pilar utama pembentukan hukum nasional dari segi substansi hukum (materi hukum)

yang ditetapkan.

2. Karakteristik Sistem Hukum Indonesia

Karakteristik mengandung arti sebagai suatu sifat kekhususan yang dimiliki oleh suatu

objek, atau dengan kata lain karakteristik lazimnya menunjukkan pada ciri-ciri khusus yang

dimiliki oleh suatu objek tersebut. Karakteristik sistem hukum nasional Indonesia, berarti ciri

khusus kondisi hukum Indonesia.

Karakteristik sistem hukum Indonesia sebagi ketentuan hukum positif yang berlaku saat

ini untuk seluruh rakyat bangsa Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Legal Formal

Legal formal artinya hukum yang sudah ditentukan secara resmi oleh penguasa

(pemerintah) dan bersifat tertulis artinya ditentukan dalam bentuk hukum tertulis. Dengan

demikian pandangan legal formal yang memaknai hokum hanya pada hal-hal yang sudah

bersifat tertulis dan tertentukan. Jika belum ada ketentuan tertulis, maka itu bukanlah sebagai

suatu hukum. Karakteristik sifat hukum “legal formal” ini merupakan adopsi model hukum

barat ( model hukum Eropa Kontinental). Format hukum seperti ini didasari sebagai akibat

bangsa Indonesia yang cukup lama dibawah kekuasaan kolonial bangsa Belanda, sehingga

format hukum yang berlaku pada masa itu berlaku hingga saat ini dan hal itu dikeluarkan

oleh aturan peralihan dalam UUD 1945.

b. Hirarkis atau Berjenjang

Hirarki atau perjenjangan artinya hukum nasional Indonesia memiliki jenjang hukum

tetulis tertinggi dan terendah. Pada ketetapan MPR No. III/ 2000, tentang tata urutan

Page 43: Bahan pancasila

perundang-undangan Republik Indonesia, disebutkan tentang susunan hukum tertulis sebagai

berikut:

Tap.MPRS No.XX/66 Tap.MPR No.III/2000 UU No.10 Tahun 2004 UU N0.12 Tahun 2011

1 UUD 1945 UUD 1945 UUD 1945 UUD 1945

2 TAP. MPR TAP. MPR UU / PERPU TAP. MPR

3 UU / PERPU UU PP UU / PERPU

4 PP PERPU PERPRES PP

5 KEPRES PP PERDA PERPRES

6 PERMEN KEPRES ------------- PERDA PROV

7 ------------------ PERDA -------------- PERDA KOTA/KAB

Makna sistem hukum yang bersifat berjenjang menunjukkan bahwa suatu ketentuan

hukum yang ada merupakan implikasi lebih lanjut dari ketentuan hukum yang ada diatas.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin rendah posisi hukum dalam susunan

hirarki, makna semakin konkrit ketentuan hukum tersebut.

Makna bersikap hirakis juga dapat diartikan bahwa ketentuan hukum yang ada dalam

sistem itu tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya antara ketentuan yang lebih

rendah dengan kententuan yang lebih tinggi. Jika terjadi sengketa hukum antara ketentuan

yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi, maka lembaga yang memiliki wewenang untuk

menyelesaikan sengketa hukum itu adalah Mahkamah Konstitusi.

3. Fungsi Aparat Sebagai “ Penegak Hukum” Formal

Aparat hukum tugasnya hanya sebatas menegakkan ketentuan hukum yang bersifat

formal. Artinya penegakan hukum sebagaimana bunyi ketentuan tertulisnya. Hal ini sebgai

konsekuensi faham legal formal. Apa yang tertulis dalam kitab hukum, maka itulah yang

ditegakkan. Dengan demikian bukan soal keadilan yang diutamakan, tetapi ketentuan hukum

Page 44: Bahan pancasila

formalnya. Jika ketentuan hukum formal tidak berkeadilan, maka paarat penegak hukum akan

melaksanakan bunyi ketentuan itu. Oleh karena itu dalam konsep legal formal, aturan hukum

merupakan aturan penentu adil tidaknya hukum yang diberlakukan.

C. Kedudukan dan Peranan Hukum Dalam Kehidupan Bernegara

Kata “kedudukan” umunya selalu dirangkai dengan kata “peranan” karena keduanya saling

terkait. Anlisa tentang kedudukan dan peranan hukum dalam kehidupan bangsa Indonesia

sesungguhnya masuk dalam tinjauan “politik hukum”. Teuku M. Radhie (2005) mengatakan

bahwa politik Hukum merupakan kehendak penguasa mengenai hukum yang berlaku di

wilayahnya, dan mengenai arah politik hukum Indonesia, maka hal ini dapat dilihat di dalam

UUD 1945, baik secara tersirat maupun tersurat. Dengan demikian kedudukan dan peranan

hukum di Indonesia sebenarnya bisa dikenali di UUD 1945 baik secara tersirat maupun tersurat.

Dalam UUD 1945 secara tegas dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Negara

Hukum artinya Negara yang dikelola berdasarkan aturan –aturan hukum, bukan berdasarkan

kekuasaan. Konsekuensi sebagai Negara hukum, maka dalam bernegara hukum mestinya

dijadikan sebagi panglima dalam kehidupan. Hukum berkedudukan sebagi instrument terpenting

dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Siapapun orang, baik warga masyarakat

biasa, pejabat penguasa maupun pengusaha kaya, haruslah tunduk dan taat pada aturan hukum

yang berlaku dalam Negara.

Dalam suatu Negara, hukum dapat diartikan sebagai banteng terakhir penjaga dan

pemelihara “ketertiban sosial”. Jika banteng terakhir itu rapuh, maka dapat dipastikan kehidupan

sosial suatu Negara akan mengalami kekacauan. Munir Fuady(2005) mengatakan bahwa

kehidupan dalam masyarakat akan menjadi kacau bilamana hukum tidak berfungsi atau kurang

berfungsi. Pandangan itu dapat dicermati dari makna peranan hukum. Peranan utama hukum

adalah mewujudkan keteraturan, ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Peranan lainnya yang

juga ingin diwujudkan hukum adalah suasana kehidupan masyarakat yang aman, damai dan

sejahtera.

Jika banteng terakhir penjaga dan pemelihara ketertiban sosial tidak mampu menjalankan

fungsinya dengan baik, maka dapat disimpulkan bahwa dalam Negara tersebut akan terjadi

ketidak harmonisan kehidupan. Dalam bahasa yang ekstrim, akan berlaku hukum rimba, siapa

yang kuat itu yang menang dan yang lemah akan menderita sepanjang hayat. Suasana yang

demikian tentunya akan membuat kehidupan masyarakat tidak akan mencapai tujuan hidupnya.

Pertanyaan yang menarik dari pembahasan tersebut adalah, apakah Negara ini (seluruh

komponen bangsa) sudah benar-benar menjadi hukum sebagai panglima dalam kehidupan?

Page 45: Bahan pancasila

Apakah hukum yang dijalankan di Negara yang tercinta ini sudah memberikan rasa kepuasan dan

keadilan bagi masyarakat secara umum? Bagaimankah pandangan masyarakat terhadap kinerja

penegak hukum di Indonesia? Seperti apakah gambaran yang bagus dan ideal?

Pertanyaan –pertanyaan diatas tentunya akan menimbulkan variasi jawaban tentang citra

hukum di negara ini. Sudah barang tentu akan banyak pandangan yang berbeda dalam menjawab

pertanyaan tersebut. Pandangan ini dapat dipenagaruhi oleh ragam latar belakang masyarakat,

orientasi kepentingan baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan

keamanan. Terlepas dari semua itu yang terpenting adalah bagaimana menjadikan Indonesia

sebagai Negara hukum dalam arti yang sesungguhnya, sehingga kehidupan bangsa ini dapat

semakin lebih baik dimasa yang akan datang. Semua hal itu terpulang pada bangsa ini pada ada

tidaknya komitmen dalam melakukan penataan hukum.

D. Implementasi Hukum Dalam Kehidupan Bernegara

Implimentasi hukum dalam kehidupan, berarti mencermati bagaimana hukum dalam

prakteknya. Apakah hukum di Indonesia pada kenyataannya sudah sesuai dengan apa yang ingin

dicita-citakan dalam kehidupan bernegara. Jika pada kenyataannya hukum sudah sesuai dengan

apa yang diharapkan, berarti kedudukan dan peranan hukum di Indonesia telah terlaksana dengan

baik. Sebaliknya jika mash belum sesuai berarti ada banyak problem yang terkait dengan

implementasi hukum.

Deskripsi tentang implementasi hukum tidaklah mungkin bisa dikupas tuntas dalam ruang

yang terbaik pada tulisan ini, namun demikian pada paparan secara umum barang kali dapat

mencerminkan gambaran kenyataan hukum dalam kehidupan sehari-hari. Banyak ungkapan yang

kemukakan melalui berbagai media seperti; hukum di Indonesia belum memperhatikan rasa

keadilan, hukum bisa diperjual belikan, hukum hanya efektif bagi orang miskin dan warga awam,

sedangkan bagi pengusaha dan penguasa hukum menjadi mandul diterapkan.

Hukum dalam implementasi tidak memberikan rasa kepuasan bagi masyarakat yang

menginginkan keadilan. Masyarakat kecewa, marah dan mengamuk dalam ruang persidangan,

merusak atribut-atribut lembaga hukum, main hakim sendiri; merupakan fenomena-fenomena di

seputar masalah hukum yang dapat menggambarkan citra penegakan hukum di negeri ini masih

sangat memprihatinkan. Sungguh sangat tidak diharapkan masalah seperti itu terjadi, karena

Indonesia merupakan Negara hukum yang seharusnya hukum dijadikan panglima dalam

kehidupan, penjaga dan pemeliahara keamanan, ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.

Pertanyaan yang patut diangkat atas fenomena hukum yang seperti disebutkan di atas

adalah, apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi dan akankah fenomena tersebut itu bisa

Page 46: Bahan pancasila

diminimalkan? Pertanyaan tersebut memerlukan jawaban yang harus hati-hati dalam

menganalisanya, karena banyak aspek yang saling berkaitan satu sama lain dan dapat

mempengaruhi pada terjadinya fenomena hukum seperti dijelaskan diatas.

Dalam pandangan teori hukum sebagimana disebutkan sebelumnya bahwa hukum sebagai

suatu sistem di dalamnya terdapat bagian-bagian yang saling terkait, dan bagian –bagian itu

adalah (1) aturan hukum (2) aparat penegak hukum (3) sarana dan prasarana hukum dan (4)

lingkungan dimana hukum itu diberlakukan. Berdasarkan pandangan teori hukum tersebut, maka

penyebab terjadinya fenomena hukum di Indonesia bila dianalisa bisa terjadi oleh salah satu, atau

semua faktor diatas secara kumulatif menciptakan persoalan hukum yang mengemuka seperti

dipaparkan sebelumnya. Oleh karena itu untuk mengetahui keadaan yang sesungguhnya harus

mencermati dan menganalisa keempat faktor tersebut. Bagaimankah gambaran yang

sesungguhnya tentang keadaan keempat faktor tersebut. Uraian berikut ini akan mencoba

mendeskripsikan tentang keadaan hukum di Indonesia, baik dari segi kondisi aturan hukum,

aparat penegak hukum, sarana dan prasarana serta lingkungan dimana hukum itu diberlakukan.

1. Aturan Hukum

Dalam arti praktis, hukum adalah peraturan yang menentukan bagaimana seharusnya

tingkah laku seseorang dalam masyarakat. Dalam arti ini, hukum sama artinya dengan

undang-undang atau peraturan yang di buat oleh penguasa dan pelanggaran atasnya akan

ditindak penguasa yang sah. Inilah hukum posistif yang ditetapkan secara sah oleh Negara

(pemerintah).

Manullang (2007) menyatakan keabsahan hukum merupakan syarat mutlak, namun

belum merupakan syarat mencukupi bagi status keberadaannya. Agar hukum memadai, isi

hukum juga harus benar, tepat dan adil. Dengan demikian aspek materi hukum menjadi isu

yang strategis dalam menentukan apakah suatu aturan hukum yang diberlakukan itu baik atau

sebaliknya.

Tidak dapat disangkal bahwa aturan hukum di Indonesia bila dicermati dari isi (materi

hukum) sebagian masih terdapat aturan-aturan lama peninggalan masa lalu dan demikian juga

terdapat aturan-aturan yang dibuat oleh bangsa sendiri namun banyak yang sudah cukup lama

usianya, tetapi tidak dilakukan perubahan-perubahan. Suatu peraturan hukum biasanya dibuat

dalam konteks zamannya, sehingga bila sudah terjadi perubahan-perubahan dalam

masyarakat bisa jadi aturan hukum itu tidak lagi sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Beberapa aturan hukum yang merupakan produk masa lalu seperti Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang

Page 47: Bahan pancasila

tetap diberlakukan saat ini. Di samping produk yang dibuat masa kolonial, juga terdapat

banyak aturan hukum yang dibuat oleh bangsa sendiri yang usianya sudah melebihi 25 tahun,

dan keadaan demikian dirasakan sudah tidak berkesuaian dengan konteks zaman.

Kondisis aturan hukum yang sudah banyak tidak sesuai dengan konteks zaman

merupakan salah satu penyebab terjadinya fenomena hukum dalam kehidupan bernegara,

seperti masyarakat merasa tidak adanya keadilan dalam implementasi hukum. Fenomena

terdapatnya aturan hukum yang sudah ketinggalan zaman, seyogyanya direpon secara cepat

dan tepat oleh lembaga pembuat hukum untuk segera melakukan perubahan-perubahan. Ini

berarti kata kuncinya amat tergantung pada adanya komitmen lembaga politik yang ada untuk

segera melakukan amandemen berbagai peraturan yang ada yang dirasa sudah tidak lagi

sesuai dengan tuntutan zaman.

2. Aparat Penegak Hukum

Suatau aturan hukum yang materi isinya sudah cukup baik dan berorientai pada

keadilan, belum menjadi suatu jaminan bahwa hukum itu akan juga baik dalam berkeadilan

dalam implementasinya. Hal ini dikarenakan implementasi hukum akan berhadapan dengan

aparat penegak hukum ( manusia yang diberikan kewenangan) dalam mempertahankan dan

menegakkan hukum. Dalam hubunganya dengan implementasi hukum, aparat penegak

hukum menjadi faktor penetu adil tidaknya hukum.

Banyak tulisan dan perbincangan yang dikemukakan masyarakat terhadap bagaimana

kinerja aparat penegak hukum, baik Polisi, Jaksa, Hakim dan juga elemen-elemen terkait

lainnya seperti Pengacara. Dari berbagai ungkapan yag dikemukakan oleh masyarakat itu

juga dirumuskan dalam suatu ungkapan maka implementasi hukum di Indonesia “laksana jala

yang dilempar ke laut” dan yang tertangkap adalah hanya ikan-ikan kecil, bilamana ikan

besar ikut terjaring dalam jala, maka bukan ikan itu yang didapat tetapi jalanya yang akan

hancur. Ungkapan itu menggambarkan bahwa sebenarnya aturan hukum yang ada sudah

mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tetapi tidak bisa efektif bilamana

berhadapan dengan orang-orang yang berbeda pada lapisan yang kuat, yang berkuasa, yang

kaya dan setaranya. Hukum secara efektif pada kelompok masyarakat kecil dan orang-orang

awam. Ini berarti adanya perlakuan diskriminasi implementasi hukum dalam kehidupan

masyarakat. Kenyataan implementasi hukum seperti itu terus berlangsung, dan kita tidak bisa

menerka kapan hal itu akan berakhir. Sampai saat ini proses pembiaran terhadap ketidak

tertiban berjalan melenggang dengan leluasa. Keadilan seakan ditaruh ditempat yang sangat

tinggi dan para pencari keadilan diharuskan menengadah tanpa bisa menjangkaunya. Para

Page 48: Bahan pancasila

pencari keadilan itu pada dasarnya adalah orang-orang yang lemah, orang-orang kecil yang

tak berdaya dengan semampunya tetapi tetap tidak dapat memperoleh keadilan. Jadi

realisasinya akan mengatakan bahwa keadilan tertinggi itu pada dasarnya adalah

ketidakadilan.

Fenomena yang dikemukakan diatas merupakn persoalan hukum yang banyak berkait

dengan aparat penegak hukum, khususnya tentang kinerjanya (aspek kualitas moral dan

komitmen tugas) yang masih kurang. Di samping aspek kualitatif, aspek kuantitatif, aspek

kuntitatif aparat penegak hukum juga turut berpengaruh dalam implementasi penegak hukum,

karena penegak hukum pada hakekatnya dapat dibagi dalam dua bagian, Abdul Halim

Barkatullah (2007); pertama penegakan hukum secara preventif, dan kedua penegakan hukum

secara refresif. Dengan demikan bidang aparat penegak hukum sebenarnya cupkup luas dan

bila tidak didukung dengan jumlah yang memadai serta kualitas moral dan komitmen yang

kuat, maka implementasi penegakan hukum akan banyak menimbulkan permasalahan,

keadaan tersebut tampaknya menjadi salah satu penyebab adanya fenomena implementasi

hukum di negeri ini dirasakan belum memberikan rasa kepuasan masyarakat.

3. Fasilitas (Sarana dan prasarana)

Fasilitas sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang turut berpengaruh

dalam implementasi penegakan hukum. Aturan hukum yang baik, dan aparatur penegak

hukum yang cukup baik secara kualitas maupun kuantitas, belumlah dapat menjamin

implementasi penegak hukum dapat berjalan dengan baik dan lancar tidak didukung dengan

fasilitas, sarana dan prasarana yang cukup. Sarana itu bisa berwujud berbagai alat yang

dibutuhkan yang berhubungan dengan bangunan perkantoran ruang kerja, alat-alat kerja, alat-

alat transportasi, alat-alat komonikasi, sedangkan prasarana merupakan dukungan-dukungan

dalam bentuk perangkat lunak seperti dukungan kebijakan pimpinan instansi, pemerintah

daerah, dll.

Harus diakui bahwa fasilitas, sarana dan prasarana dalam rangka implementasi

penegakan hukum di Indonesia memang dirasakan masih sangat kurang baik secara kuantitas

maupun kuntitas, terlebih lagi jika dikaitkan dengan wilayah hukum Indonesia yang begitu

luas, sehingga dirasakan sekali berdampak pada implementasi penegakan hukum. Oleh

karena itu persoalan implementasi penegakan hukum di Indonesia jika harus dilakukan

pembenaran, maka penangananya dilakukan secara komprehensif, tidak hanya aturan hukum,

aparat penegak hukum, tetapi juga persoalan fasilitas, sarana dan prasarana mesti dilakukan

Page 49: Bahan pancasila

penanganan secara memadai untuk mendukung kinerja penegahan hukum yang dilakukan

oleh aparat.

4. Lingkungan Sosial Budaya

Implementasi penegakan hukum dalam prakteknya akan banyak terkait dengan

wilayah (lingkungan) di mana hukum itu diberlakukan, dan dalam hal ini aspek sosial budaya

pada “tempat” di mana hukum dilaksanakan menjadi faktor penentunya. Secara logika, jika

aspek sosial budaya sifatnya mendukung, maka implementasi penegakan hukum akan dapat

berjalan dengan baik.

Di antara aspek sosial budaya yang cukup memprihatinkan kondisinya saat ini dalam

implementasi penegakan hukum adalah “masalah rendahnya kesadaran hukum masyarakat”.

Kesadaran hukum masyarakat Indonesia sekarang ini memang dirasakan masih kurang, hal

ini dapat dicemati dari fenomena hukum yang ada, seperti; kepatuhan pada hukum yang

masih rendah (kecenderungan suka melanggar hukum), tidak menjadikan hukum sebagai

wahana penyelesaian sendiri yang akhirnya bersifat “ main hakim sendiri”, dll.

Fenomena masih rendahnya kesadaran hukum ini merupakan salah satu penyebab

implementasi penegakan hukum di Indonesia masih belum optimal. Kesadaran hukum yang

tinggi dalam perwujudannya akan terlihat pada sikap dan tindakan seseorang dalam

kehidupan yang mengedepankan hukum sebagai dasar tindakan dan berprilaku, bahkan dalam

arti psikologis kesadaran hukum itu mewujud keadaan sikap yang cenderung rasa memiliki

dalam aturan hukum, sebagai pedoman hidup dan sebagai orientasi dalam prinsip kehidupan.

Jika seseorang sudah sampai pada tingkat “rasa memiliki” akan suatu aturan, maka di

manapun, kapanpun dan dalam situasi apapun orang itu akan selalu mematuhi dan tunduk

pada aturan hukum. Kepatuhan pada hukum tidak bersifat semu, dalam arti patuh jika ada

petugas hukum atau patuh jika diberi teguran oleh aparat hukum. Singkatnya kesadaran

hukum yang kuat akan mendorong pada kepatuhan dan ketaatan pada aturan hukum.

Fenomena masih rendahnya kesadaran hukum ini, disebabkan oleh banyak faktor.

Kesadaran akan bisa terwujud manakala seseorang telah mengetahui dan memahami aturan

hukum yang ada. Tahu dan faham merupakan dua hal yang secara prinsipil berbeda. Tahu

lebih bersifat harfiah, sedangkan faham lebih bersifat psikologis dan lebih mendalam

sifatnya.

Kesadaran yang rendah terhadap hukum tampaknya memang dikarenakan oleh

banyaknya masyarakat kita yang tidak begitu tahu tentang aturan-aturan hukum, bahwa

sesuatu itu sudah ada aturan hukumnya. Akibat ketidak tahuan tentang adanya aturan hukum,

Page 50: Bahan pancasila

maka ada banyak orang bertindak menurut pandangan sendiri yang menurut dia benar dan

baik, akibat banyak tidaknya seseorang yang bertentangan dengan hukum, dan bila hal ini

terjadi pada orang yang sedang duduk dalam suatu kursi jabatan dikesankan sebagai tindakan

arogan, padahal lebih dikarenakan ketidak tahuan dengan aturan hukum yang ada. Suatu

contoh dalam hukum disebutkan bahwa hukum itu bersifat “hirarkis”, artinya aturan yang ada

di bawah tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Ini berarti suatu “keputusan

pejabat politik” tidak boleh bertentangan dengan keputusan yang ada di atasnya (contoh ini

dalam ranah hukum administrasi). Pada kenyataannya banyak terjadi pelanggaran kasus

seperti di atas, tetapi masyarakat kita cenderung tidak pernah menggubrisnya, bahkan tidak

bersifat menaati saja keputusan pejabat publik tersebut, padahal secara hukum keputusan itu

menyalahi aturan.

Contoh pelanggaran hukum yang berupa terjadinya “sengketa hukum” tersebut

sebenarnya bisa diselesaikan melalui prosedur hukum yang ada, dan kita sebenarnya dituntut

untuk bersikap positif dalam menghadapi kenyataan seperti itu. Seyogyanya, penyelesaiannya

bisa melalui jalur administrasi dan atau juga tidak bisa diselesaikan melalui administrasi

maka masalah hukum itu dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan yaitu Peradilan Tata

Uasa Negara. Lembaga penyelesaiannya sudah disediakan, tetapi masyarakat kita umumnya

tidak memanfaatkan itu karena ketidaktahuan dan ketidakfahamannya pada aturan hukum

yang ada.

Dari penjelasan tentang implementasi penegakan hukum, dapat disimpulkan bahwa

problem hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia memang cukup kompleks. Dalam

konteks penegakan hukum yang memberikan rasa kepuasan masyarakat dan rasa berkeadilan,

ada banyak faktor yang mempengaruhi dan bersifat saling terkait satu sama lain. Faktor-

faktor dimaksud adalah: 1) kadaan aturan hukum, 2) aparat penegak hukum, 3) fasilitas

(sarana dan prasarana ) dalam penegakan hukum, dan 4) lingkungan sosial budaya di mana

hukum itu diberlakukan. Oleh karena itu dalam mencermati masalah hukum di Indonesia

seyogyanya memperhatikan semua aspek itu secara komprehensif, dan tidak boleh hanya

melibatkan secara parsial, karena itu bisa menimbulkan pemahaman yang menyesatkan.

BAB V

SOSIAL BUDAYA

Page 51: Bahan pancasila

Pembahasa aspek social budaya cakupannya demikian luas. Dalam tulisan ini akan dibatasi pada :

(1) Hakekat Manusia, (2) Manusia dan Budaya, (3) Teori Kebudayaan,(4) Teori Masyarakat, dan (5)

Perubahan Sosial Budaya.

A. Hakekat Manusia

1. Manusia sebagai Makhluk Bio Kultural

Manusia sebagai makhluk biologi, ia mempelajari manusia dari sudut pandang

jasmaninya, dalam arti seluas-luasnya. Hal yang diselidiki adalah asal usul manusia,

perkembangan evologi organic, struktur tubuh dan kelompok manusia yang kita sebut ras. Dilihat

dari asal usul misalnya, agama besar, seperti agama Nasrani mengatakan bahwa, manusia

diciptakan oleh Tuhan, dan umat manusia dewasa ini merupakan keturunan manusia pertama

yaitu Adam dan Hawa. Dalam konteks ini, manusia berbeda dalam hakekat, secara prinsip dengan

hewan.

Manusia sebagai makhluk biologis mmpunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang bersifat

universal. Maslow (1984) menyebutkan ada lima kebutuhan dasar manusia yang universal yaitu,

(1) Kebutuhan fisikologis, (2) Kebutuhan akan kesehatan, (3) Kebutuhan akan rasa memiliki dan

rasa cinta, (4)Kebutuhan akan harga diri, (5) Kebutuhan akan perwujudan diri.

Sementara menurut Malinowski yang ada dalam diri manusia adalah kebutuhan-kebutuhan

biologisnya. Ia menyebutkan ada tujuh kebutuhan dasar manusia, yakni makan, reproduksi,

kenyamanan tubuh, keamanan, kebutuhan gerak dan kebutuhan untuk tumbuh. Untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia menyesuaikan diri dengan keadaan atau lingkungan.

Manusia sebagi makhluk biologis, memiliki intelegensi dan kehendak bebas. Pada

awalnya, manusia berkembang dengan alami sesuai dengan hukum-hukum alam. Kemudian,

perkembangan alami manusia menjadi jauh melampaui perkembangan makhluk lainnya, melalui

intervensi inilah menjadikan manusia sebagi makhluk kultural atau budaya.

Budaya diciptakan manusia secara terus- menerus sepanjang hidupnya, karena wujud

kebudayaan itu dapat dipelajari, maka selanjutnya kebudayaan itu diturunkan kepada generasi-

generasi selanjutnya. Sementara kebudayaan yang tidak diturunkan akan musnah atau mati.

Sebenarnya, kebudayaan yang sifatnya turun-menurun ini merupakan usaha manusia untuk

bertahan dan survive dalam kehidupannya. Misalnya manusia harus berpikir, beraktivitas dan

menghasilkan suatu hasil karya untuk mencari makan, memelihara lingkungan hidup dan

sebagainya.

2. Manusia sebagai makhluk sosial

Sejak dalam kandungan ibu, bayi sudah membutuhkan bantuan orang lain untuk

memenuhi kebutuhan biologisnya, yaitu makan dan minum melalui ibunya sehingga ia bisa terus

Page 52: Bahan pancasila

hidup. Hubungan bayi ini tidak terbatas hanya pada pemenuhan biologisnya saja, melainkan

perkembangan hubungan psikis, misalnya bayi menangis untuk meminta perhatian.

Begitu dewasa manusia tidak mungkin bisa hidup tanpa manusia lainnya. Pada dasarnya

manusia tidak sanggup hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain atau lingkunganya. Contoh

sederhana, jika manusia sakit tidak bisa makan dan minum tanpa ditemui atau dibantu orang lain.

Singkatnya manusia tidak bisa berkembang dengan sempurna, utuh atau perkembangan

kepribadiannya terhambat tanpa bantuan orang lain.

Jadi manusia sebagai makhluk sosial ia hidup membutuhkan bantuan orang lain atau

lingkungannya. Kepribadian manusia berkembang melalui interaksi dengan manusia lain.

Manusia akan melihat pandangan nilai, prinsip hidup, pola ingkah laku orang lain yang berbeda

dari dirinya, dan perbedaan-perbedaan yang dilihatnya itu, dia akan memperoleh umpan balik

tentang dirinya. Dengan kata lain manusia mengalami proses belajar melalui interkasi sosialnya.

Hasil belajar itu tentu berbeda-beda sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri dan keadaan

lingkungannya.

Dari uraian dia atas disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia

yang dalam hidupnya membutuhkan dan hanya dapat berkembang sepenuhnya apabila ia hidup

dengan manusia lainnya.

B. Manusia dan Budaya

1. Hakekat kebudayaan

Ruang lingkup kajian budaya sangat luas, membuat sejumlah para ahli mencari arti

kebudayaan melalui pengertian etimologis. Koenjarningrat (2001) misalnya, menulis kata

kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta buddayaan berasal dari kata latin colere yang artinya

mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau pertanian. Dari arti ini berkembang arti

culture sebagai daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam.

Ahli antropologi yang pertama merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis

dan ilmiah adalah E. B. Tylor. Beliau mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan

yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu penegtahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan yang dapat oleh manusia sebagai anggota

masyarakat.

Dalam para itu, R. Linton mengemukakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari

tingkah laku yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat

Page 53: Bahan pancasila

tertentu. Kluckhohn dan Kelly merumuskan bahwa kebudayaan adalah pola untuk hidup yang

tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implicit, rasional, irasional,dan non-rasional, yang terdapat

pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia ( Harsono, 1988).

Selamjutnya Harsojo (1988) menemukan inti kebudayaan sebagi berikut:

1) Kebudayaan yang terdapat antara umat manusia itu sangat beraneka ragam

2) Kebudayaan itu didapat dan diteruskan secara social denagn pelajaran

3) Kebudayaan ituterjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi,dan sosiologis dari

eksistensi manusia

4) Kebudayaan itu terstruktur

5) Kebudayaan itu terbagi dalam aspek-aspek

6) Nilai-niali kebudayaan itu relative

Luasnya bidang kebudayaan menimbulkan adanya telaah mengenai apa sebenarnya isi

kebudayaan itu. Herkovits mengajukan ada empat unsur pokok dalam kebudayaan itu:

1) Alat-alat teknologi

2) System ekonomi

3) Keluarga

4) Kekuatan politik (Soekanto, 1982)

Sementara Koentjaraningrat (2001) menyatakan ada tujuh aspek kebudayaan dengan

susunan sebagai berikut:

1) Sistem religi dan upacara keagamaan

2) System dan organisasi kemasyarakatan

3) Sistem pengetahuan

4) Bahasa

5) Kesenian

6) Sistem mata pencarian hidup

7) Sistem dan teknologi dan peralatan

Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam, namun setiap

kebudayaan mempunyai sifat hakekat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun

berada, yaitu:

1) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilakuan manusia

2) Kebudayaan telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak

akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan

3) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkahlakunya.

Page 54: Bahan pancasila

4) Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban tindakan yang

diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diijinkan

(Soekanto,1982).

2. Perwujudan Kebudayaan

Koetjaraningrat (2001) menggologkan tiga wujud kebudayaan yaitu:

a. Wujud kebudayaan sebagi suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

peraturan, dsb

b. Wujud kebudayan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia

dalam masyarakat

c. Wujud kebudayaan sebgi benda-benda hasil karya manusia

Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan yang berfungsi mengatur, mengendalikan

dan memberi arah pada tingkah laku manusia didalam masyarakat. Kebudayaan ideal disebut

sebagai adat tata-kelakuan, atau adat –istiadat dalam bentuk jamaknya. Adat ini terjadi atas

lapisan-lapisan yang paling abstrak dan luas sampai sampai pada yang paling kongkrit dan

terbatas. Lapisan yang paling abstrak adalah sistem budaya diikuti oleh sistem norma-norma

sisitem hukum dan peraturan-peraturan aktivitas dalam kehidupan.

Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sebagai sistem sosial. Sistem sosial itu

merupakan aktivitas-aktivitas dalam berinteraksi, bergaul. Wujud kebudayaan ini sudah sampai

pada tingkat kelakuan sehingga dapat diobservasi dan didokumentasikan. Misalnya dalam budaya

Banjar ideal diketahui bahwa adat Banjar mempunyai pandangan keramat terhadap suatu benda

(kuburan keramat), maka dalm manifestasi orang Banjar menyediakan sesajen, bunga-bunga atau

kain pada tempat tertentu didekat kuburan tersebut.

Wujud ketiga disebut budaya fisik. Wujud kebudayaan ini berupa benda-benda yang dapat

diraba, dilihat melalui panca indera, seperti pabrik, komputer, labtop, alat-alat elektronika, alat-

alat kerja, alat-alat rumah tangga, model pakian, model perhiasan, dll.

Di dalam kenyataan hidup sehari-sehari ketiga wjud kebudayaan di atas tentu saja tidak

ada dipisahkan, kecuali untuk analis ilmiah hal ini penting dilakukan. Kebudayaan ideal member

arah kepada aktivitas dan kelakuan manusia dan hasil karyanya.

3. Hakekat Manusia

Istilah masyarakat berasal dari kata Arab Syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi.

Kata-kata Arab musyaraka berarti saling bergaul. Dalam bahasa inggris dipakai istilah society

yang berasal dari kata latin socius berarti kawan (Koetjaraningrat, 2001). Kata–kata ikut serta

Page 55: Bahan pancasila

berpartisipasi, saling bergaul, kawan, menunjukkan terjadinya interaksi di dalam dan antar

kelompok manusia.

Beberapa pendapat para ahli tentang arti masyarakat dapat dilihat berikut ini. Linton,

mengemukakan masyarakat yang cukup lama dan bekerjasama, sehingga mereka dapat

mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batasan –batasan tertentu.

Herskovit mengatakan masyarakat adalah kelompok individu yang berorganisasikan dirinya

sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Gillin dan Gillin mengatakan

masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap,

dan peraturan-peraturan yang sama (Harsono, 1988).

Koentjaraningrat (2001) merumuskan definisi masyarakat sebagai berikut: masyarakat

adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tentu yang

bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Dari definisi-definisi diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat itu ditandai

oleh ciri-ciri sebagi berikut:

a. Adanya interksi

b. Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek kehidupan yang bersifat manfaat

dan kontinu

c. Adanya rasa identitas terhadap kelompok di mana individu yang bersangkutan menjadi

anggota kelompoknya

Jadi, masyarakat pada hakekatnya adalah salah satu wujud dari kesatuan hidup manusia

yang di dalamnya merupakan ciri-ciri seperti tersebut di atas.

4. Kebudayaan dan Masyarakat

Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusia yang menciptakan kebudayaan

dan manusia pula yang menjadi pemakainya, sehingga kebuadayaan akan selalu ada sepanjang

keberadaan manusia.

Kebudayaan dan masyarakat tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kebudayaan

merupakan rujukan orientasi nilai, norma, aturan dan menjadi pedoman tingkahlaku sehari-hari

anggota masyarakat dalam hidup berkelompok dan dalam kehidupan diri sebagai individu.

Kebudayaan juga berperan sebagai control masyarakat, yaitu cara yang digunakan oleh

sustu masyarakat untuk mengembalikan anggota masyarakata yang menyimpang kepada itngkah

laku normal. Cara-cara yang digunakan masyarakat untuk mengontrol tingkah laku anggotanya

bermacam-macam, dapat denagan cara tanpa kekerasan (persuasive) dan dengan cara-cara

Page 56: Bahan pancasila

kekerasan (coercive). Contoh control social yang lebih kongkrit antara lain: tidak menyakiti fisik,

intimidasi, memenjarakan, diisolir, dll.

Di dalam masysrakat manusia akan berhadapan denagn kekuatan manusia lain yang

merugikannay. Oleh karena itu didalam kehidupan masyarakt diperlukan norma-norma, aturan-

aturan yang akan membatasi tingkah laku yang dipandang yang dipandang tidak baik itu. Apabila

masyarakat berpedoman pada norma-norma dan aturan-aturan dalam berhubungan social dengan

anggota masyarakat lain, maka masyarakat akan tertib.

Setelah manusia memperoleh rasa aman (tertib0 terhadap kemungkinan gangguan atau

ancaman serta dapat menyesuaikan diri denagnkelompok masyarakat maka timbul kebutuhan

yang lebih tinggi lagi yakni memproduksi hasik-hasil karya dalam berbagai bidang kehidupan.

Hasil karya adlah hasil cipta manusia sebagai wujud kebudayaan dan member peluang besar bagi

terwujudnya masyarakat yang lebih maju (progresif).

C. Teori Kebudayaan dan Masyarakat

1. Fungsionalisme

Tokoh fungsionalisme klasik

Analogi organik merupakan suatu cara memandang masyarakat yang banyak kita jumpai

dikalangan penganut teori fungsionalisme. Gambaran yang disajikan Dahrendorf mengenai pokok

teori fungsionalisme adalah sebagai berikut: (1) Setiap masyarakat merupakan suatu unsur relatif

gigih dan stabil, (2) Mempunyai struktur unsur yang terintegrasi dengan baik, (3) setiap unsur

dalam masyarakat mempunayai fungsi yang memberikan sumbangan pada keterpeliharaanya

masyarakat sebagai suatu sistem, dan (4) Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada

konsensus mengenai nilai dikalangan para anggotanya (lihat dahrendorf, 1976:161).

Aguste Comte. Teori yang dikenal dengan berbagai nama seperti teori struktur-fungsi,

fungsionalisme, dan fungsionalisme struktur merupakan teori yang tertua dan hingga kini paling

luas pengaruhnya. Tokoh awal teori ini adalah “ Bapak Sosiologi” Aguste Comte. Sumbangan

utama Comte bagi sosiologi, yaitu positivisme, pembagian antara statistika sosial dan dinamika

sosial, dan organisme (organism) menampilkan kesaling terkaitan yang erat.

Dengan sendirinya Comte pun sadar akan perbedaan antara organisme biologis dan

masyarakat. Ia mengemukakan, misalnya bahwa berbeda dengan organisme biologis, ikatan pada

organisme sosial tidak berwujud fisik melainkan terdiri atas ikatan-ikatan batin.

Herbert Spencer. Positivisme dan organisme kita jumpai lagi dalam karya ahli sosiologi

dari Inggris, Herbert Spencer (lihat Turner, 1978). Spencer pun melakukan perbandingan antara

organisme individu dan organisme sosial dan mengamati bahwa, sebagaimana halnya dengan

Page 57: Bahan pancasila

organisme biologis, masyarakat manusia pun berkembang secara evolusioner dari bentuk

sederhana ke bentuk kompleks. Dalam proses peningkatan kompleksitas dan diferensi ini,

menurut Spencer terjadi pula diferensiasi fungsi, terjadinya perubahan struktur disertai dengan

perubahan pada fungsi.

Tokoh fungsionalisme modern

Tarcott Parsons. Talcott Parsons merupakan tokoh sosiologi modern yang

mengembangkan analisis fungsional dan secara amat rinci menggunakannya dalam karya-

karyanya. Karya pertama yang memakai analisis fungsional adalah buku The social System

(1951). Di dalam karya berikutnya Parsons secara rinci menguraikan fungsi berbagai struktur

bagi dipertahankanya sistem sosial.

Karya pandangan Parsons yang terkenal adalah kajiannya mengenai fungsi struktur bagi

dipecahkannya empat masalah: adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, pemeliharaan pola, dan

pengendalian ketegangan (lihat Turner, 1978: 51).

Robert K. Merton. Merton (1968) merupakan seorang tokoh sosiologi modern yang

melakukan rincian lebih lanjut dalam analisa fungsional dengan memperkenalkan analisa fungsi,

disfungsi, fungsi laten, dan fungsi manifest. Pemahaman mengenai berbagai konsep ini perlu,

karena menurut Merton para tokoh fungsionalisme sebelumnya hanya menitik beratkan perhatian

mereka pada konsep fungsi saja dan mengabaikan konsep disfungsi dan konsep fungsi laten.

2. Teori Konflik

Apa pokok pikiran yang terkandung dalam teori konflik? Gambaran Dahrendorf mengenai

asumsi-asumsi utama teori konflik adalah sebagai berikut: (1) setiap masyarakat tunduk pada

proses perubahan; perubahan ada dimana-mana, (2) konsensus dan konflik terdapat di mana-

mana, (3) setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada disentegrasi dan perubahan

masyarakat, dan (4) setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa anggota terhadap

anggota lain (lihat dahrendorf, 1976: 162).

Tokoh awal: Karl Marx

Teori kelas. Sumbangan Marx kepada sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas.

Mark berpendapat bahwa sejarah masyarakat hingga kini adalah sejarah perjuangan kelas (Lihat

Coser ,1977:48). Dengan memunculkan kapitalisme terjadi perpecahan tajam antara mereka yang

menguasai alat produksi dan mereka yang hanya mempunyai tenaga. Perkembangan kapitalisme

memperuncing kontradiksi antara dua kategori sosial sehingga pada akhirnya terjadi konflik

antara kedua kelas. Menurut ramalan Marx kaum proletar akan memenangkan perjuangan ini dan

akan menciptakan masyarakat tanpa kelas dan tanpa Negara.

Page 58: Bahan pancasila

Alienasi. Konsep penting lain yang dikembangkan Marx adalah konsep alienasi. Marx

melihat bahwa sejarah manusia memperlihatkan penigkatan penguasaan manusia terhadap alam

serta peningkatan alienasi manusia.

Tokoh Modern: Ralf Dahrendorf

Dalam tulisannya mengenai kelas dan konflik kelas dalam masyarakat industri, Ralf

Dahrendorf (1976) menolak beberapa diantara pandangan Marx. Ia mengamati bahwa, berbeda

dengan pandangan Marx, perubahan sosial tidak hanya datang dari dalam tetapi juga dapat dari

luar masyarakat, bahwa perubahan dari dalam masyarakat tidak selalu disebabkan konflik sosial;

dan bahwa di samping konflik kelas terdapat pula konflik sosial yang berbentuk lain. Ia pun

mengamati bahwa konflik tidak selalu menghasilkan revolusi, dan bahwa perubahan sosial dapat

terjadi bahwa konflik tidak selalu menghasilkan revolusi, dan bahwa perubahan sosial dapat

terjadi tanpa revolusi. Selanjutnya , Dahrendorf melihat pula bahwa kelas-kelas sosial tidak selalu

terlibat dalam konflik. Akibatnya, Dahrendorf mencatat bahwa kekuasaan politik selalu

mengikuti kekuasaan dibidang industri.

Menurut teori versi Dahrendorf masyarakat terdiri dari organisasi-organisasi yang

didasarkan pada kekuasaan (dominan satu pihak atas pihak lain atas dasar paksaan) atau

wewenang (dominan yang diterima dan diakui oleh pihak yang dominansi) yang dinamakannya

”imperatively coordinated associations” (asosiasi yang dikoordinasi secara paksa). Karena

kepentingan kedua pihak dalam asosiasi-asosiasi tersebut berbeda, pihak penguasa

berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan, maka dalam asosiasi akan terjadi polaritas dan

konflik antara dua kelompok. Keberhasilan kelompok yang yang dikuasai untuk merebut

kekuasaan dalam asosiasi akan menghasilkan perubahan sosial. Dengan demikian konflik

menurut Dahrendorf merupakan sumber terjadinya perubahan sosial (lihat Dahrendorf, 1976).

Teori Moderen : Lewis Coser

Coser terkenal karena pandangannya bahwa konflik mempunyai fungsi positif bagi

masyarakat (lihat Coser, 1964). Ia mengembangkan sejumlah proposisi mengenai fungsi konflik

lain, George Simmel. Menurut definisi kerja Coser konflik adalah “ perjuangan mengenai nilai

serta tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud

menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan” (Coser, 1964:8). Kajian Coser terbatas pada

fungsi positif dan konflik, yaitu dampak yang mengakibatkan peningkatan dalam adaptasi

hubungan atau kelompok tertentu.

3. Teori pertukaran

Turner meringkas pokok pikiran teori pertukaran sebagai berikut (lihat Tumer,1978:202-

203): (1) manusia selalu berusaha mencari keuntungan dalam transaksi sosialnya dengan orang

Page 59: Bahan pancasila

lain; (2) dalam melakukan transaksi sosial manusia melakukan perhitungan untung dan rugi; (3)

manusia cenderungan menyadari adanya berbagai alternattif yang tersedia baginya; (4) manusia

bersaing satu sama dengan yang lain; (5) hubungan pertukaran secara umum antar individu

berlangsung dalam hampir semua konteks sosial; (6) hubungan pertukaan secara umum antar

individu berlangsung dalam hampir semua konteks sosial, dan (7) individupun mempertukarkan

berbagai komodita tak berwujud seperti perasaan dan jasa.

Teori pertukaran klasik

Teori pertukaran (exchange theory) berakal dari pemikiran ahli filsafat sosial abad ke 18.

Di kala itu di Inggris berkembang pemikiran utilitarium, yang antara lain diperoleh oleh Jeremy

Bentham. Menurut Bentham para penganut prinsip kemanfaatan (utility) terdiri atas mereka yang

mengukur baik-buruknya suatu tindakan dengan melihat pada pendekatan dan kesenangan (pain

and pleasure) yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Suatu tindakan yang adil, baik, atau

bermoral manakala tindakan mengakibatkan penderitaan, maka tindakan tersebut dianggap buruk,

tidak adil, tidak bermoral (lihat Beck, 1979: 67-86).

Teori Pertukaran Modern

George C. Homans. Menurut proposisi ini seseorang akan semakin cenderung suatu

tindakan manakala tindakan itu makin sering disertai imbalan. Dari proses pertukaran semacam

inilah, menurut pendapat Homans, muncul organisasi sosial, baik yang berupa kelompok,

institusi, maupun masyarakat (lihat Turner, 1978: 216-245).

Peter Blau. Blau membatasi diri pada interaksi yang melibatkan asa pertukaran dengan

mengakui bahwa tidak semua interaksi melibatkan pertukaran.

4. Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik Klasik

George Simmel. Simmel berpandangan bahwa muncul dan berkembang kepribadian

seseorang tergantung pada jaringan hubungan sosial (istilah simmel; web affliations) yang

dimilikinya, yaitu pada keanggotaan kelompoknya (lihat Turner, 1978).

Interaksionisme Simbolik Modern

Wiliam James. James terkenal karena merumuskan dan mengembangkan konsep diri

(self). Ia berpendapat bahwa perasan seseorang mengenai dirinya sendiri seseorang muncul dari

interaksi dengan orang lain.

Charles Horton Cooley. Sebagaimana kita lihat dalam pembahasan mengenai sosialisasi,

maka Cooley terkenal karena antara lain mengembangkan konsep looking glass self yang intinya

ialah bahwa seseorang mengevaluasi dirinya sendiri atas dasar sikap dan perilaku orang lain

Page 60: Bahan pancasila

terhadapnya. Disini pun nampak menurut Cooley diri sseorang berkembang dalam interaksi

dengan orang lain (Lihat Turne, 1978:313-314).

John Dewey. Dewey, rekan Mead adalah tokoh pragmatis yang menekankan pada proses

penyesuaian diri manusia pada dunia. Sumbangan Dewey terletak pada pandangannya bahwa

pikiran (mind) seseorang berkembang dalam rangka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan,

bahkan pikiran tersebut ditunjang oleh interaksi dengan orang lain (pembahasan mengenai

Dewey ini bersumber pada Turner, 1978;314-315).

George Herbert Mead, sumbangan pikiran Mead antara lain terletak pada pandangan

bahwa diri (self) seseorang berkembang melalui tahap play, the game, dan generalized other, dan

bahwa dalam proses perkembangan diri ini seseorang belajar mengambil peran orang lain (taking

the role of the other).

W.I. Thomas. W.I. Thomas memperkenalkan konsep The definition of the situation dalam

sosiologi interaksi. Yang dimaksudkan Thomas dengan konsep tersebut ialah bahwa manusia

tidak langsung memberikan tanggapan (response) terhadap rangasangan (stimulus) sebagaimana

halnya makhluk lain. Sebelum bertindak untuk menanggapi penilaian dan pertimbangan terlebih

dahulu mendefinisikan suatu rangsangan dari luar, individu selalu melakukan seleksi,

mendefenisikan situasi, memberi makna pada situasi yang dihadapinya.

Herbert Blumer. Herbert blumer berusaha merinci dan menjelaskan asas yang telah

ditegaskan oleh Mead. Menurut interpretasi Blumer, interaksionalisme simbolik didasarkan pada

tiga premis (lihat Blumer, 1969; 1-60): (1) manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna

sesuatu tersebut bagi mereka, (2) makna merupakan suatu produk sosial yang muncul dalam

proses interaksi dan antar manusia, (3) penggunaan makna oleh para pelaku berlangsung melalui

suatu proses penafsiran.

D. Perubahan Soaial dan Kebudayaan

1. Pengertian

a. Perubahan sosial dan budaya berlangsung terus-menerus dan tidak dapt dihentikan

b. Perubahan social = merupakan perubahan dalam segi stuktur sosial dan hubungan sosial

Contoh: perubahan sosial dalam segi distribusi kelompok usia, tingkat pendidikan rata-rata,

tingkat kelahiran penduduk, penurunan kadar rasa kekeluargaan antar keluarga, perubahan

peranan suami sebagai atasan yang kemudian menjadi mitra (partner) istri dalam keluarga

demokrasi dewasa ini.

Perubahan kebudayaan = mencakup perubahan dalam segi budaya masyarakat. Contohnya:

penemuan dan penyebaran mobil, penambahan kata-kata baru dalam bahasa Indonesia,

perubahan konsep tata susila dan moralitas, bentuk seni baru (music, tari, dll).

Page 61: Bahan pancasila

c. Hampi semua perubahan besar mencakup aspek sosial dan budaya. Oleh karena itu dalam

penggunaan kedua istilah tersebut perbedaan antara keduanya tidak terlalu diperhatikan.

Istilah kedua konsep sering digunakan PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

(SOCIOCULTURAL CHANGE) agar dapat mencakup kedua jenis perubahan tersebut.

2. Poses Perubahan Sosial

a. Penemuan

1) Penemuan merupakan tambahan pengetahuan terhadap perbendaharaan pengetahuan

yang telah diverifikasi

2) Penemuan = baru menjadi suatu faktor dalam perubahan jika penemuan tersebut

didayagunakan (kegunaan baru).

Contoh: tenaga uap = bisa menimbulkan perubahan sosial bila didayagunakan secara

serius.

Contoh lain: AQUA = semula dianggap enteng oleh masyarakat, tapi sekarang telah

menjadi konsumsi umum masyarakat.

b. Investasi

Investas = suatu kombinasi baru dari pengetahuan yang sudah ada.

Contoh: mesin, gas air, tangki gas cair, gigi persneling, kopeling, stir, dan badan = kemudian

dipatenkan menjadi sebuah mobil.

c. Difusi

1) Difusi = yaitu penyebaran unsur-unsur budaya dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.

2) Difusi terjadi manakala beberapa kelompok saling berhubungan

3) Masyarakat dapat mengeluarkan diri dari difusi denagn cara menegeluarkan larangan

dilakukannya kontak dengan masyarakat lainnya.

3. Bentuk Perubahan Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (1977), bentuk perubahan sosial adalah:

a. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan secara cepat.

Perubahan lambat disebut evaluasi, sedangkan perubahan cepat disebut Revolusi Proses

terciptanya revolusi menurut Horton dan Hunt (1989) yaitu:

1) Menyebarkan rasa ketidakpuasan dan menurutnya dukungan terhadap rezim yang

berkuasa

2) Meningkatkan kekacauan, kerusakan dan pemboman, yang disertai dengan

ketidakmapuan pemerintah menciptakan ketenangan, kecuali dengan menggunakan

penegakan kekerasan.

Page 62: Bahan pancasila

3) Digulingkannya pemerintahan bersamaan dengan menyatunya Angkatan Bersenjata

dalam gerakan revolusi.

4) Pemerintahan sementara dipegang oleh kelompok/kaum revolusi.

5) Keadaan kembali mejadi stabil, yang disertai dengan perbaikan-perbaikan terhadap

sebagian dari sistem yang berlaku pada saat sebelum revolusi terjadi.

b. Perubahan yang akibatnya kecil dan besar pengaruhnya

Perubahan yang kecil, misalnya soal mode/pakaian, sedangkan yang besar seperti kepadatan

penduduk.

Perubahan yang dikehendaki (intended change) atau direncanakan (planned change) dan

perubahan yang tidak dikehendaki (unintended change) atau tidak direncanakan (unplanned

change).

Perubahan yang direncanakan = telah direncanakan oleh pihak-pihak yang hendak

mengadakan perubahan. Sedangkan yang tidak direncanakan sering timbul = masalah sosial.

4. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial

a. Menurut Soerjono Soekanto (1977) adalah:

1) Bertambah atau berkurangnya pendudukan

2) Penemuan-penemuan baru

3) Konflik dalam masyarakat

4) Terjadinya Revolusi

b. Menurut Horton dan Hunt (1989), factor penentu kadar perubahan:

1) Perubahan penduduk

2) Isolasi dan Kontrak

3) Struktur sosial

4) Sikap dan nilai-nilai

5) Kebutuhan yang dianggap perlu

6) Dasar budaya

5. Faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan

Menurut Soerjono Soekanto (1977) yaitu:

a) Kontak dengan kebudayaan lain

b) Sistem pendidikan yang maju

c) Sikap menghargai hasil karya seseorang

d) Toleransi

e) Sistem terbuka

f) Penduduk yang heterogen

Page 63: Bahan pancasila

g) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

6. Faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan

Menurut Soerjono Soekanto (1977):

a) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

b) Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat

c) Sikap masyarakat yang tradisional

d) Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali

e) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

f) Prasangka terhadap hal-hal yang harus atau asing

g) Hambatan yang bersifat idiologi

h) Adat dan kebiasaan.

Sementara menurut Horton dan Hunt (1889), penolakan terhadap perubahan:

a) Perubahan itu dipaksakan oleh pihak lain

b) Perubahan itu tidak dipahami

c) Perubahan itu dinilai sebagai ancaman terhadap nilai-nilai penduduk.

7. Strategi Perubahan

a) Revolusi

b) Elit

c) Solidaritas kelompok

d) Teknologi

e) Ide

f) Konflik

g) Struktur sosial

8. Target Perubahan

a) Individu= Individu berubah mempengaruhi tatanan social

b) Kelompok= Perubahan individu: nilai, sikap, perilaku, dirubah melalui kelompok

c) Struktur social meliputi: Individu (prestasi, pendidikan, pekerjaan, ekonomi); pekerjaan,

mobilitas individu (urbanisasi)

9. Agen Perubahan

a) Individu

b) Kelompok

c) Elit (pengusaha, intelektual, politisi)

10. Ciri Perubahan Sosial

a. Fenomena Kolektif

Page 64: Bahan pancasila

1) Harus membawa pengaruh atau implikasi kepada kolektif

2) Mempengaruhi cara hidup atau universal mental dari seluruh individu

b. Perubahan Struktur

Dapat melihat sebagai suatu modifikasi organisasi sosial dalam seluruh totalitasnya.

c. Fungsi waktu

Harus ada titik waktu tertentu sebagai pembanding.

d. Permanen

e. Mempengaruhi perjalanan sejarah suatu masyarakat = artinya sejarah masyarakat tersebut

akan berbeda kalau perubahan sosial itu terjadi.

BAB VI

SOAL-SOAL LATIHAN

====================

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat, dari alternativ jawaban yang tersedia

A. Soal-Soal Latihan : Politik Kenegaraan

1. Istilah Pancasila sebagai dasar Negara diperkenalkan pada:

A. Zaman MajapahitB. Dalam sidang BPUPKIC. Dalam sidang PPKID. Dalam siding Konstituante

2. Penetapan Pancasila sebagai dasar Negara dilaksanakan pada:

A. Tanggal 1 Juni 1945

Page 65: Bahan pancasila

B. Tanggal 22 Juli 1945C. Tanggal 17 Agustus 1945D. Tanggal 18 Agustus 1945

3. Makna alenia pertam dalan UUD 1945 ditujukan kepada:

A. Bangsa IndonesiaB. Bangsa yang belum merdekaC. Bangsa penjajahD. Bangsa di seluruh dunia

4. Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia yang tersurat pada pembukaan UUD 1945

tertuang dalam:

A. Alinea pertamaB. Alenia keduaC. Alenia ketigaD. Alenia keempat

5. Kewenangan MPR setelah amandemen UUD 1945 adalah:

A. Sama seperti sebelum amandemenB. Berkurang dibanding sebelum amandemenC. Bertambah dibanding sebelum amandemenD. Amandemen tidak mengikat MPR

6. Kultur demokrasi yang baik akan mendorong kehidupan demokrasi bila:

A. Rakyat demokrasiB. Ada dewan perwakilanC. Ada pemilihan umumD. Pemerintah Negara yang demokratis

7. Kesamaan politik Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila, kecuali:

A. Dasar demokrasi adalah sila keempat PancasilaB. Kehidpan Partai Politik yang terbatasC. Peran Presiden mengontrol lembaga yang lainD. Sama-sama menghalalkan voting bila musyawarah tidak tercapai

8. Dokumen HAM pertama yang diakui masyarakat internasional adalah:

A. Declaration of Human RightsB. Declaration of IndependenC. Piagam Magna ChartaD. Dokumen Bill of Rights

9. Komnas HAM dibentuk pertama pada masa pemerintahan Presiden:

A. SuhartoB. BJ. HabibieC. Abdulrahman WahidD. Megawati

Page 66: Bahan pancasila

10. Tuntutan keseimbangan perkembangan pembangunan yang banyak didominasi Negara

termasuk dibidang social ekonomi bagi Negara-negara maju di dunia merupakan titik pokok

peleksanaan HAM pada generasi:

A. PertamaB. KeduaC. KetigaD. Keempat

B. Soal-Soal Latihan : Sistem Hukum Indonesia

1. Hukum sebagai sebuah system, terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait. Di antara

bagian hokum tersebut, yang paling awal dan mendahului dai bagian lainnya adalah:

A. Aparat HukumB. Lingkungan (tempat dimana hokum itu diberlakukan)C. Fasilitas (sarana dan prasarana ) hokumD. Aturan hukum

2. Sumber pembentuk sistem hokum Indonesia dari aspek materi/isi hukum adalah:

A. Hukum Adat

B. Hukum Islam dan Hukum Adat

C. Hukum Barat

D. Hukum Barat, Hukum Islam, dan Hukum Adat

3. Sumber pembentik system hokum Indonesia dari aspek format hokum yang diberlakukan

adalah:

A. Hukum IslamB. Hukum BaratC. Hukum AdatD. Hukum Barat, Hukum Islam, dan Hukum Adat

4. Dalam pemahaman hokum “ legal formal”, soal keadilan hokum sangat ditentukan oleh:

A. Unsur aparat penegak hokumB. Unsur budaya hokum masyarakatC. Unsur aturan hokumD. Unsur legitimasi hukum

5. Jika terjadi pertentangan, antara Undang-Undang dengan UUD 1945, maka yang berwenang

menyelesaikan sengketa tersebut adalah:

A. MPRB. PresidenC. Mahkamah AgungD. Mahkamah Konstitusi

6. Humum di Indonesia masih menggunakan beberapa ketentuan hukum yang merupakan

produk kolonial, dasar pemberlakuan ini adalah:

A. TAP MPR No. III/ MPR/ 2000

Page 67: Bahan pancasila

B. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004C. Aturan Peralihan UUD 1945D. TAP MPR No. XX/ MPR/ 2004

7. Penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan dan hal itu disebabkan oleh kondisi:

A. Aturan hukum dan aparat hukumB. Aparat hukumC. Lingkungan sosila budayaD. Aturan hukum, aparat negara, lingkungan dan fasilitas

8. Suatu aturan hukum yang dibuat agar bisa diterima masyarakat seyogyanya berlandaskan

pada:

A. Ketentuan hukum yang dan diatasnyaB. Kultur masyarakatC. Asa hukum atau prinsip hukumD. Legalitas Formal

9. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat Indonesia ada dasarnya sebagai akibat dari:

A. Tidak tahu dan tidak faham tentang hukumB. Penegak hukum yang tidak konsistenC. Sosialisasi hukum kurang optimalD. Aturan hukum yang tidak berkesesuaian dengan kebutuhan

10. Hukum sebagai bagian dari sistem sosial, keberadaan dipengaruhi oleh bagian-bagian sistem

lain. Bagian sistem yang dominan mendominasi terhadap hukum adalah:

A. Kultur/budayaB. EkonomiC. PolitikD. Agama

C. Soal-Soal Latihan : Sosial Budaya

1. Manusia mempunyai bakat, seperti akal, instink, kebutuhan, dorongan, dan berinteraksi

dengan lingkungan:

A. Sebagai makhluk buadayaB. Sebagai makhluk Bio kulturalC. Sebagai makhluk sosialD. Sebagai makhluk yang aktif terhadap lingkungan

2. Evolusionisme yang didasarkan pada upaya perubahan dan peningkatan kualitas tiap organisme:A. Strunggle for lifeB. Survival of the fittestC. Natural selectionD. Progress

3. Tindakan manusia berpola adalah wujud kebudayaan dari aspek:

Page 68: Bahan pancasila

A. Ide-ide gagasanB. AktivitasC. Hasil KaryaD. Peradaban

4. Pemuda adalah generasi penerus bangsa dan pelopor perubahan:

A. Golongan sosialB. Kategori sosialC. KelompokD. Perkumpulan

5. Jenis kekuatan pengikat norma yang berkitan dengan tata kelakuan:

A. FolkwaysB. MoresC. CustomD. Perkumpulan

6. Realitas sosial dianggap sebagai suatu sistem:

A. FungsionalismeB. KonflikC. Pertukaran sosialD. Simbolisme

7. Bahwa transaksi-transaksi yang dilakukan kedua belah pihak saling meraih keuntungan:

A. Teori FungsionalismeB. Teori PertukaranC. Teori SimbolismeD. Teori Fenomenologi

8. Orientasi Nilai Hidup itu adalah mempetinggi prestise:

A. Hakekat hidupB. Hubungan manusia dengan sesamanyaC. Hakekat karyaD. Hubungan manusia dengan waktu

9. Tindakan manusia muncul dari kesadaran dan dari situasi lingkungannya:

A. Teori PertukaranB. Teori FenomenologiC. Teori InteraksionalismeD. Teori Aksi

10. Jika prilaku itu memperoleh ganjaran, maka diwaktu lain akan dilakukan kembali:

A. Teori SistemB. Teori FenomenologiC. Teori PertukaranD. Teori Behavioral

Page 69: Bahan pancasila

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus, Leo. Perihal Ilmu Politik. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2007.

Page 70: Bahan pancasila

Arinanto, Satya. Hak Azasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Pusat Studi Hukum Tata

Negara Indonesia, Universitas Indonesia. Jakarta. 1999.

Azra, Azyumardi. Menuju Masyarakat Madani. Remaja Rusdakarya. Jakarta. 1999.

Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta. 2005.

Chamim Asykuri, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (civic Education). Majelis Pendidikan Tinggi

Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta. 2003.

Darmodiharjo, Darji. Aku Warga Negara Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1978.

Ekowati Endang, dkk. Pengetahuan Sosial (Materi Pelatihan Terintegrasi). Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 2004.

Kartodirdjo Sartono. Sejarah Nasional Indonesia VI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

1975.

Mahfud. MD, Moh. Demokrasi dan Konstitusi Indonesia, Studi Interaksi Politik dan Kehidupan

Ketatanegaraan. Rineka Cipta. Jakarta. 2003.

Naning, Ramdlon. Cita dan Citra Hak-hak Azasi Manusia di Indonesia. Lembaga Kriminologi

Universitas Indonesia. Jakarta. 1983.

Rahayu Minto. Pendidikan Kewarganegaraan. Grasindo. Jakarta. 2007.

Schmandt, J. Henry. Filsafat Politik. (Terjemahan oleh Baidlowi Ahmad). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

2002.

Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Darul Falah. Jakarta. 2000

Syam, Firdaus. Pemikiran Politik Barat. Bumi Aksara. Jakarta. 2007.

TIM ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Prenada Media. Jakarta. 2003.