bahan jurnal pembuatan briket ade

32
PEMBUATAN BRIKET PENYALA DARI CAMPURAN COCO- DUST DAN ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Oleh : Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng ABSTRAK Penelitian ini bertujuan membuat briket yang akan dipergunaan sebagai pemantik awal dari bahan limbah serbuk kelapa (coco-dust) karena sifatnya sangat mudah terbakar dan berlangsung cepat akan dicampur dangan arang tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor yang sangat tinggi serta bertahan lama sehingga diharapkan konsumen tidak lagi bergantung pada minyak tanah atau solar. Bahan baku yang digunakan adalah limbah dari serbuk kelapa (coco-dust) (A) dicampur dengan arang tempurung kelapa (B) dengan bervariasi campuran X 1 (30%A+70%B), X 2 (40%A+60%B), X 3 (50%A+50%B), kemudian dicetak dengan 3 variasi tekanan P 1 (50 kg/cm 2 ), P 2 (75 kg/cm 2 ), P 3 (100 kg/cm 2 ). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk bulat adalah antara 22.32-30.91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata sebesar 27.28 detik, sedangkan berbentuk kotak waktu nyala awal antara 11.22 – 16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala awal 14,76 detik. Komposisi terbaik adalah X 3 P 2 -X 3 P 3 karena waktu nyala rata-rata tercepat 11,22 detik. Dari hasil pengujian bahwa untuk ½ kg briket bahan bakar dalam tungku cukup dibutuhkan 2-3 biji briket penyala berbentuk bulat

Upload: adeirvan3586

Post on 10-Aug-2015

562 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

PEMBUATAN BRIKET PENYALA DARI CAMPURAN COCO-

DUST DAN ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI

BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Oleh : Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan membuat briket yang akan dipergunaan sebagai pemantik awal

dari bahan limbah serbuk kelapa (coco-dust) karena sifatnya sangat mudah terbakar dan

berlangsung cepat akan dicampur dangan arang tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor

yang sangat tinggi serta bertahan lama sehingga diharapkan konsumen tidak lagi bergantung

pada minyak tanah atau solar.

Bahan baku yang digunakan adalah limbah dari serbuk kelapa (coco-dust) (A) dicampur

dengan arang tempurung kelapa (B) dengan bervariasi campuran X1(30%A+70%B),

X2(40%A+60%B), X3(50%A+50%B), kemudian dicetak dengan 3 variasi tekanan P1(50 kg/cm2),

P2(75 kg/cm2), P3(100 kg/cm2).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk bulat adalah

antara 22.32-30.91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata sebesar 27.28 detik, sedangkan

berbentuk kotak waktu nyala awal antara 11.22 – 16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala

awal 14,76 detik. Komposisi terbaik adalah X3P2-X3P3 karena waktu nyala rata-rata tercepat 11,22

detik. Dari hasil pengujian bahwa untuk ½ kg briket bahan bakar dalam tungku cukup

dibutuhkan 2-3 biji briket penyala berbentuk bulat dengan massa @ 37 gram dan berbentuk

kotak dengan massa @ 25 gram.

Kata kunci :

Coco-dust, Briket, Penyala Awal, Briket Bahan Bakar, Arang, Kelapa.

Page 2: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

PENDAHULUAN

Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang

terus meningkat di Indonesia menyebabkan pertambahan konsumsi energi di

segala sektor kehidupan. Sementara terbatasnya sumber-sumber energi fosil

menunjukan kelangkaannya. Hal ini memberi ‘ruang’ bagi para pengembang

energi untuk mencari alternatif energi yaitu energi non-fosil (CIMEA, 2008).

Biomassa yang berasal dari limbah hasil pertanian dan

kehutanan merupakan bahan yang tidak berguna, tetapi dapat

dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif, yaitu dengan

mengubahnya menjadi bioarang yang memiliki nilai kalor lebih

tinggi daripada biomassa melalui proses pirolisis biasa ( Hindarso

dan Maukar, 2007)

Energi biomassa dapat menjadi sumber energi

alternative pengganti bahan bakar fosil karena sumber energi

ini dapat dimanfaatkan secara lestari dan bersifat dapat

diperbaharui (renewable resourches). Sumber energi biomassa

relative tidak menggandung sulfur sehingga tidak

menyebabkan polusi udara dan dapat meningkatkan efisiensi

pemanfaatan sumber daya pertanian (Syafi’i dalam Yuwono,

2009).

Berdasarkan Statistik Energi Indonesia (DESDM, 2004)

disebutkan bahwa potensi energi biomassa di Indonesia cukup

besar mencapai 434.008 GWh. Beberapa jenis limbah biomassa

memiliki potensi yang cukup besar seperti limbah kayu, sekam

padi, jerami, ampas tebu, cangkang sawit, dan sampah kota

(Syamsiro dan Saptoadi, 2007) .

Biomassa dapat digunakan langsung sebagai sumber

energi panas, sebab biomassa telah mengandung energi yang

dihasilkan dalam fotosintesis saat tumbuhan hidup.

Page 3: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Penggunaan biomassa secara langsung sebagai bahan bakar

kurang efisien, maka perlu diubah menjadi energi kimia lebih

dahulu. Sebab biobriket bioarang memiliki nilai bakar lebih tinggi

dibandingkan biomassa (Widarto dan Suryanta dalam Yuwono,

2009). Coco-dust mengandung volatile matter yang tinggi sehingga coco-dust

memiliki sifat sangat mudah terbakar dan berlangsung cepat. Sedangkan arang

tempurung kelapa adalah bahan organik yang memiliki nilai kalor yang sangat

tinggi dan apabila terbakar mampu bertahan lama serta mengandung karbon

±70% sehingga arang tempurung bersulit untuk melakukan pembakaran awal.

Dengan mencampurkan coco-dust yang mudah menyala dengan arang

tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor yang sangat tinggi diharapakan

dapat menghasilkan briket yang bersifat mudah menyala, nilai kalor tinggi

serta mampu bertahan lama sehingga dapat dimanfaatkan untuk membuat

briket penyala untuk pergunakan pembakaran awal briket, sehingga diharapkan

tidak perlu lagi menggunakan minyak tanah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat

diformulasikan sebagai berikut:

1. Apakah penambahan campuran coco-dust pada biobriket tempurung kelapa

dapat membantu proses penyalaan awal briket?

2. Apakah campuran coco-dust dan arang tempurung kelapa dapat

dimanfaatkan untuk membuat briket penyala yang akan dipergunakan untuk

membangkitkan penyalaan awal briket bahan bakar?

Page 4: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

3. Berapakah campuran coco-dust dan arang tempurung kelapa serta tekanan

yang optimal untuk mendapatkan briket penyala yang paling baik sehingga

dapat dipergunakan untuk membangkitkan penyalaan awal briket bahan

bakar?

TINJAUAN PUSTAKA

1. Biomassa

Biomassa yang berasal dari limbah hasil pertanian dan kehutanan merupakan

bahan yang tidak berguna, tetapi dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi

alternatif, yaitu dengan mengubahnya menjadi bioarang yang memiliki nilai kalor

lebih tinggi daripada biomassa melalui proses pirolisis biasa ( Hindarso dan

Maukar, 2007)

Energi biomassa dapat menjadi sumber energi

alternative pengganti bahan bakar fosil karena sumber energi

ini dapat dimanfaatkan secara lestari dan bersifat dapat

diperbaharui (renewable resourches). Sumber energi biomassa

relative tidak menggandung sulfur sehingga tidak

menyebabkan polusi udara dan dapat meningkatkan efisiensi

pemanfaatan sumber daya pertanian (Syafi’i dalam Yuwono,

2009).

2. Pirolisis

Pirolisis merupakan suatu proses destilasi destruktif dari

bahan organik yang berlangsung bila pembakaran dilaksanakan

dalam sebuah bejana tertutup dengan atmosfer tanpa oksigen

(O2). Zat-zat yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik

Page 5: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

umumnya merupakan campuran tar (CxHyO), senyawa fenol

(CxHyOz), methanol (CH3OH), aseton (CH3COCH), asam asetat

(CH3COOH), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2),

gas hidrogen (H2), metana (CH4) dan butir arang, selain itu juga

dihasilkan minyak hidrokarbon dan bahan padat berupa arang.

3. Bioarang

Bioarang adalah arang yang diperoleh dari pembakaran

biomassa kering dengan sistem tanpa udara (pirolisis). Ekawati

(2007) mengemukakan bahwa biobriket bioarang sebaiknya

dibuat dari adonan yang kadar airnya minimal agar

pengeringannya cepat dan biobriketnya lebih padat. Biobriket

bioarang pada dasarnya merupakan hasil konversi energi yaitu

energi kimia menjadi energi panas.

Kualitas biobriket arang dapat dinilai dari beberapa parameter

sebagai berikut:

a. Nilai kalor

Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan dari

pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu satuan berat

bahan bakar padat atau cair maupun 1 m3 atau satu satuan

volume bahan bakar gas pada kondisi standar. Semakin besar

nilai kalor maka kecepatan pembakaran semakin lambat

(Sulistyo, 2006).

Page 6: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Nilai Kalor dari arang tempurung setelah pirolisi pada suhu

300 – 5000C selama 2 jam adalah sekitar 7.199,02 – 7.517,76

kal/gr. (Hasmoro, 2007).

b. Kadar Air

Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan dan

mengurangi temperatur pembakaran (Sulistio, 2006). Moisture

dalam bahan bakar padat terdapat dalam dua bentuk, yaitu

sebagai air bebas (free water) yang mengisi rongga pori-pori di

dalam bahan bakar dan sebagai air terikat (bound water) yang

terserap di permukaan ruang dalam struktur bahan bakar

(Syamsiro dan Saptoadi, 2007).

Soeparno dalam Yuwono (2009) menyatakan bahwa

kadar air sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan.

Arang dengan kadar rendah akan memiliki nilai kalor tinggi.

Makin tinggi air maka akan makin banyak kalor yang dibutuhkan

untuk mengeluarkan air dari dalam kayu agar menjadi uap

sehingga energi yang tersisa dalam arang akan menjadi lebih

kecil.

Kadar air arang tempurung kelapa setelah pirolisi adalah

sekitar 4,1 – 4,6% (Hasmoro, 2007).

c. Kadar Abu

Abu sebagai bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan

sampai berat yang konstan. Kadar abu ini sebanding dengan

Page 7: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

berat kandungan bahan anorganik di dalam kayu. Fengel dan

Wegener dalam Yuwono (2009) mendefinisikan abu sebagai

jumlah sisa setelah bahan organik dibakar, yang komponen

utamanya berupa zat mineral, kalsium, kalium, magnesium dan

silika. Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah

mineral yang tak dapat terbakar dan tertinggal setelah proses

pembakaran atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu

berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan

nilai kalor (Earl dalam Yuwono, 2009).

Kadar abu arang tempurung setelah pirolisi pada suhu 300

– 5000C selama 2 jam adalah sekitar 2,13 – 2,58 % (Hasmoro,

2007).

d. Kadar zat mudah menguap (Volatile matter)

Zat mudah menguap dalam biobriket arang adalah

senyawa-senyawa selain air, abu dan karbon. Zat menguap

terdiri dari unsur hidrogen, hidrokarbon CO2-CH4, metana dan

karbon monoksida. Adanya unsur hidrokarbon (alifatik dan

aromatik) akan menyebabkan makin tinggi kadar zat yang

mudah menguap sehingga biobriket arang akan menjadi

mudah terbakar karena senyawa alifatik dan aromatik ini

mudah terbakar. Earl dalam Yuwono (2009) mendefinisikan

kadar zat mudah menguap sebagai keholangan berat (selain

karena hilangnya air) dari arang yang terjadi pada saat proses

Page 8: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

pengarangan berlangsung selama 7 menit pada suhu 9000 C

pada tempat tertutup tanpa adanya kontak dengan udara luar.

Selanjutnya disebutkan bahwa penguapan volatile matter ini

terjadi sebelum berlangsungnya oksidasi karbon dan kandungan

utamanya yaitu hidrokarbon serta sedikit nitrogen (Fengel dan

Wagener dalam Yuwono, 2009).

Kadar Zat mudah menguap dari arang tempurung kelapa

setelah dipirolisis sekitar 19,75 – 21,14 % (Hasmoro, 2007).

e. Kadar karbon terikat

Yuwono (2009) mengatakan bahwa kadar karbon terikat

adalah fraksi dalam arang selain fraksi abu, air dan zat mudah

menguap. Kadar karbon terikat merupakan salah satu penentu

baik tidaknya kualitas arang. Kadar karbon terikat yang tinggi

menunjukkan kulitas arang yang baik dan sebaliknya.

Kadar karbon terikat dari arang tempurung setelah pirolisi

pada suhu 300 – 5000C selama 2 jam adalah sekitar 71,68 –

74,03 % (Hasmoro, 2007).

METODE PENELITIAN

Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan briket bioarang dalam

penelitian ini meliputi:

Tahap persiapan

Page 9: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Bahan baku serabut kelapa dikumpulkan dan dibersihkan,

kemudian di pisahkan antara serbuk (coco-dust) dengan

sabuknya. Lakukan pengayakan agar didapatkan ukuran butiran

coco-dust yang merata. Ukuran serbuk coco-dust yang baik yaitu

tersaring dengan ayakan 20 mesh dan tertahan pada saringan

40 mesh. Coco-dust tersebut dikeringkan dengan dijemur

dibawah sinar matahari selama tiga hari agar kadar airya

berkurang.

Tahap Karbonisasi/Pengarangan

Dalam proses karbonisasi dengan cara pirolisis digunakan satu set alat

pirolisis modifikasi dengan kapasitas 10 kg yang terdiri dari Tabung Pirolisis dan

Tungku Pembakaran. Drum kiln yang terbuat dari drum bekas dengan bahan dasar

plat logam. Adapun spesifikasi drum kiln adalah kapasitas 200 liter dengan tebal 2

mm, tinggi 860 cm dan diameter 540 mm, sedangkan drum retort dengan

spesifikasi kapasitas 60 liter dengan tebal 2 mm, tinggi 530 cm dan diameter 270

mm. Pada penutup drum kiln dilengkapi dengan cerobong tunggal yang berada di

bagian atas tengah dengan bahan dari besi, yang berfungsi sebagai tempat

keluaran asap dengan diameter 76 mm dan tinggi 400 mm. Bahan baku berupa

tempurung kelapa yang sudah dipersiapkan dimasukkan kedalam drum retort dan

dimasukan ke dalam drum kiln, kemudian drum kiln diisi dengan tempurung

kelapa yang akan diproses menjadi arang dan ditutup. Setelah drum kiln siap

dilakukan penyalaan awal melalui pintu tempat penyuluhan api dengan media

bahan bakar sampah dan ranting atau sebahagian tempurung kelapa sebesar 20%

dari bahan baku selama 2 jam. Kemudian di dinginan selama 2 jam kemudian di

angkat. Proses pirolisis dalam penelitian dilakukan di PT.TNI- Bantul

Yoyakarta.Tahap pengahncuran (crussing). Bioarang hasil karbonasi kemudian

hancurkan dengan mesin crusser menjadi serbuk arang dengan ukuran 20 – 40

mesh.

Tahap Pembuatan Briket

Page 10: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Bahan perekat dari tepung tapioca kanji yaitu perekat

sejumlah 10% dari berat total serbuk arang, dicampur dengn air

dengan perbandingan perekat dan air sebesar 1:16 dan

dipanaskan dalam api kecil pada suhu ± 85°C. Pencampuran

coco-dust (A) dengan serbuk arang (B) yang sudah disaring

dilakukan dengan perbandingan : X1=30% A + 70% B, X2 = 40%

A + 60% B, X3 = 50%A+50%B. Setelah perekat di campur

dengan air panas dengan perbandingan 1:16, selanjutnya di

campur dengan bahan briket dan aduk sampai merata (dilakukan

saat perekat masih dalam keadaan panas agar mudah

tercampur).

Tahap Percetakan

Percetakan dilakukan menggunakan alat pencetak biobriket yang

telah dimodifikasi (gambar baru direncanakan) dengan variasi

tekanan P1 = 50 kg/cm2, P2 = 75 kg/cm2, P3 = 100 kg/cm2.

Biobriket yang telah jadi selanjutnya dikeringkan dengan cara

dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau dapat pula

dioven pada suhu 70ºC, baru kemudian dilakukan uji kualitas.

Tahap Pengujian Briket

Pengujian kadar air, kadar abu, volatile matter ,nilai kalor

dan laju pembakaran

Hasil dan Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi

awal coco-dust yang akan mempengaruhi kualitas briket

penyala. Hasil penelitian pendahuluan terhadap kandungan

kimia-fisik bahan baku yaitu limbah serbuk coco-dust di

Page 11: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Laboratorium Analisa Kimia dan Biokimia Pusat Studi Pangan

dan Gizi PAU Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, disajikan

pada tabel 7.

Gambar 7. a. Sabut Kelapa b. Coco-dust

Tabel 7. Hasi proximat analisis coco-dust.

N

o

Nama

bahanUlangan

Kadar

Air (%)

Kadar

Abu

(%)

Volatile

matter

(%)

Fixed

carbon

(%)

Nilai

Kalor

(kal/kg)

Coco-

dustUlangan 1

19.76 11.85 60.100 8.290 2,959.304

2   Ulangan 2 20.43 11.77 59.210 8.590 3,061.197

Rata-rata 20.095 11.87 59.655 8.44 3010.251

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa bahan baku yang

digunakan coco-dust memiliki kadar air sebesar 20,095% dan

kadar abu sebesar 11,87 % dengan nilai kalor 3.010,251

kal/kg.

4.2. Briket Penyala

Pengujian sifat fisik dan kimia briket penyala setelah di

campur antara coco-dust dengan arang tempurung kelapa yaitu

proximat analisis yang terdiri dari nilai kalor, kadar air, kadar

Page 12: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

abu, kadar zat mudah menguap (volatile matter),dan kadar

karbon terikat (fixed carbon), waktu nyala, laju pembakaran

dilakukan di Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa dan

Pusat Studi Teknik, PAU UGM Yogyakarta. Hasil pengujian

proximat analisis terhadap biobriket penyala campuran coco-dust

dan arang tempurung kelapa dapat dilihat pada tabel 8.

a.

b. b. c.

Gambar 8. a. Arang tempurung kelapa

b. Briket Penyala berbentuk kotak

c. Briket Penyala berbentuk bulat

Tabel 8. Rata-rata hasil pengujian proximat analisis briket

penyala

Jenis

Sampel

Kadar Air

(%)

Kadar Abu

(%)

Kadar

Volatile

Matter (%)

Nilai Kalor

(kal/kg)

X1P1 10,61

8,06

42,19

5.580,0

7

X1P2 10,07

7,84

45.39

5.542,4

7

X1P3 10,15 7,78 41,46 5.479,7

Page 13: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

6

X2P1 13,75 8,03 44.35

5.089,7

1

X2P2 12,37 7.75 46,17

5.079,6

9

X2P3 11,43 7,67 46,96

5.098,2

5

X3P1 13,90 7,94 51,14

4.916,1

7

X3P2 13,68 7,90 54,29

4.868,0

0

X3P3 13,77 7,52 53,48

4.873,6

5

Kadar air

Hasil pengujian kadar air biobriket campuran coco-dust

dengan arang tempurung kelapa adalah disajikan tabel 8,

gambar 9, gambar 10, dan gambar 10

Page 14: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P30

2

4

6

8

10

12

14

16

10.61 10.07 10.15

13.7512.37

11.43

13.9 13.68 13.77

Kadar Air (%)

Jenis Perlakukan

Kada

r Air

(%)

Gambar 9. Grafik Pengaruh Komposisi Coco-dust (Xn) dan Tekanan (Pn) terhadap Kadar Air briket.

Dari gambar 9 bahwa komposisi coco-dust dan tekanan

pengempa sangat berpengaruh terhadap kadar air briket, bahwa

semakin tinggi coco-dust maka semakin tinggi kadar air briket,

hal ini dimungkinkan karena coco-dust mempunyai kadar air

yang tinggi dibandingkan arang tempurung kelapa yang memiliki

kadar air relatif lebih rendah, dan tekanan pengempaan

mempengaruhi kadar air dalam briket, semakin tinggi tekanan

pengempaan maka semakin rendah pula kadar airnya, karena

tekanan pengempaan membuat briket semakin padat.

Rata-rata kadar air biobriket terendah sebesar 10,15 %

pada sampel X1.P3 yaitu biobriket yang berasal dari campuran

30% coco-dust dengan 70% arang tempurung kelapa pada

tekanan 100 kg/cm2, sedangkan kadar air biobriket tertinggi

sebesar 13,9 % diperoleh dari sampel X3P1 yaitu biobriket

yang berasal dari campuran 50% coco-dust dengan 50% arang

tempurung kelapa pada tekanan 50 kg/m2. Jika dibandingkan

dengan kadar air briket sebagai bahan bakar yang sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada Tabel tersebut,

terlihat bahwa semua biobriket penyala memiliki kadar air

diatas SNI yang ditetapkan yaitu maksimal 8%. Tingginya jumlah

Page 15: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

kadar air dalam briket ini disamping disebabkan oleh kadar air

dalam coco-dust lebih tinggi dibandingkan dengan arang

tempurung kelapa, juga disebabkan kadar air dalam perekat

kanji memungkinkan terjadinya kadar air yang tinggi karena

perbandingan perekat dan air 1:16 pada pembuatan biobriket,

selain itu juga kadar air dalam udara berkisar 16% sehingga

biobriket yang bersentuhan dengan udara langsung akan

menerima air dari udara.

Kadar air mempengaruhi mudah tidaknya biobriket arang

terbakar. Semakin tinggi kadar air semakin sulit biobriket

arang untuk terbakar, demikian juga sebaliknya. Hal ini

disebabkan karena energi yang tersimpan dalam biobriket

bioarang digunakan untuk menguapkan air yang ada di

dalamnya, sehingga energi yang tersisa dalam biobriket

menjadi lebih kecil.

Hasmoro (2007) mengatakan bahwa kadar air arang

tempurung kelapa setelah pirolisis pada suhu 3000C -5000C

adalah sekitar 4,1 – 4,6 %.

Menurut Earl (1974 dalam Nisandi, 2007), bahwa

penyerapan air pada arang terjadi setelah proses pirolisis

selesai. Besarnya jumlah air yang diserap tergantung pada

kondisi udara dan tempat dimana arang tersebut disimpan,

penyerapan uap air juga dipengaruhi oleh penggunaan perekat

dalam biobriket

Kadar Abu

Nilai rata-rata kadar abu yang dihasilkan dalam

penelitian ini disajikan dalam Tabel 8. Sedangkan data lengkap

kadar abu disajikan dalam lampiran.

Page 16: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P37.27.37.47.57.67.77.87.9

88.18.2

8.06

7.85 7.78

8.03

7.757.67

7.95 7.9

7.53

Kadar Abu (%)

Jenis Perlakukan

Kada

r Abu

(%)

Gambar 10. Grafik pengaruh coco-dust (Xn) dan tekanan (Pn) terhadap

kadar abu briket

Dari Gambar 10 terlihat bahwa kadar abu rata-rata

terendah sebesar 7.53 % diperoleh pada sampel dengan

perlakuan X3P3 yaitu biobriket arang serbuk coco-dust 50% +

arang tempurung kelapa 50% pada tekanan 100 kg/cm2,

sedang kadar abu tertinggi sebesar 8,06 % diperoleh pada

sampel dengan perlakuan X2P2 yaitu coco-dust 30% + arang

tempurung kelapa 70% pada tekanan 50 kg/cm2. Kalau di

bandingkan dengan Standar Nasional untuk briket bahan

bakar dengan kadar abu maksimal 8%, maka untuk briket

penyala dengan komposisi coco-dust 30%, 40% dan 50%

untuk tekanan 50 kg/cm2 masih berada sedikit disekitar

standar biobriket arang dalam SNI (maksimum 8 %).

Dari gambar 10 bahwa komposisi coco-dust sangat

berpengaruh terhadap kadar abu briket, bahwa semakin tinggi

coco-dust maka semakin rendah kadar abu briket, hal ini

dimungkinkan karena coco-dust mempunyai kadar abu yang

rendah dibandingkan arang tempurung kelapa yang memililki

kadar abu relatif lebih tinggi, dan tekanan pengempaan sedikit

mempengaruhi kadar abu dalam briket, semakin tinggi tekanan

Page 17: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

pengempaan maka semakin rendah pula kadar abunya, karena

tekanan pengempaan membuat briket semakin padat.

Kadar abu diharapkan serendah mungkin, karena kadar

abu yang tinggi akan menghasilkan kalor yang rendah dan

dapat memperlambat proses pembakaran.

Volatile Matter ( Kadar zat mudah menguap)

X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P30

10

20

30

40

50

60

42.19 45.39 41.46 44.35 46.17 46.9651.14 54.29 53.48

Volatile Matter (%)

Jenis Perlakukan (XnPn)

Vola

tile

Matt

er (%

)

Gambar 11. Grafik pengaruh coco-dust (Xn) dan tekanan (Pn) terhadap volatile matter briket

Dari gambar 11 terlihat bahwa volatile matter rata-rata

terendah sebesar 41.46 % diperoleh pada sampel dengan

perlakuan X1P3 yaitu biobriket arang serbuk coco-dust 30% +

arang tempurung kelapa 70% pada tekanan 100 kg/cm2,

sedang volatile matter tertinggi sebesar 54,29 % diperoleh

pada sampel dengan perlakuan X3P2 yaitu coco-dust 50% +

arang tempurung kelapa 50% pada tekanan 75 kg/cm2.

Komposisi coco-dust sangat berpengaruh terhadap kadar volatile

matter, bahwa semakin tinggi coco-dust maka semakin tinggi

kadar volatile matter, hal ini dimungkinkan karena coco-dust

mempunyai volatile matter yang tinggi dibandingkan arang

tempurung kelapa yang memililki volatile matter relatif lebih

rendah, dan tekanan pengempaan sedikit mempengaruhi

Page 18: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

volatile matter dalam briket, semakin tinggi tekanan

pengempaan maka semakin tinggi pula volatile matter, karena

tekanan pengempaan membuat briket semakin padat.

Volatile matter diharapkan seoptimal mungkin, karena

volatile matter yang terlalu tinggi akan menghasilkan kalor

yang rendah dan dapat mempercepat proses penghabisan

briket, sedangkan kalau terlalu rendah akan menaikkan nilai

kalor tetapi akan mempersulit penyala awal briket. Dalam

penelitian ini disipulkan bahwa briket dengan kadar volatile

matter antara 41,46% - 54,29% dikatakan baik untuk briket

penyala.

Menurut Nisandi (2007), tinggi rendahnya kadar zat

mudah menguap atau volatile matter dipengaruhi oleh suhu

dan lamanya proses pengelolaan arang, sehingga proses

pirolisis yang berjalan sempurna akan menyebabkan kadar zat

mudah menguap rendah dan lamanya proses pengarangan

akan memberikan kesempatan untuk menguapkan kadar zat

menguap sebanyak-banyaknya, diperoleh kadar zat mudah

menguap yang rendah, sesuai dengan kriteria kualitas biobriket

arang yang baik.

Nilai Kalor

Hasil pengujian nilai kalor biobriket arang sampah

organik dapat dilihat pada gambar 13.

Page 19: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P34400

4600

4800

5000

5200

5400

5600

58005580.07

5542.475479.76

5089.715079.69

5098.254916.17

48684873.65 Nilai Kalor

Jenis Perlakukan (XnPn)

Nila

i Kal

or (K

J/Kg

)

.

Gambar 13. Grafik pengaruh coco-dust (Xn) dan tekanan (Pn)

terhadap terhadap Niai Kalor briket

Dari gambar 13 terlihat bahwa nilai kalor rata-rata terendah

sebesar 4.868 kJ/kg diperoleh pada sampel dengan perlakuan

X3P2 yaitu biobriket arang serbuk coco-dust 50% + arang

tempurung kelapa 50% pada tekanan 75 kg/cm2, sedang nilai

kalor tertinggi sebesar 5.525,776 KJ/kg diperoleh pada sampel

dengan perlakuan X1P1 yaitu coco-dust 30% + arang

tempurung kelapa 70% pada tekanan 50 kg/cm2. Komposisi

coco-dust sangat berpengaruh terhadap nilai kalor, semakin

tinggi coco-dust maka semakin rendah nilai kalor, hal ini

dimungkinkan karena coco-dust mempunyai nilai kalor yang

rendah dibandingkan arang tempurung kelapa yang memililki

nilai kalor relatif lebih tinggi, dan tekanan pengempaan tidak

begitu mempengaruhi nilai kalor dalam briket, karena tekanan

pengempaan tidak mempengaruhi struktur briket penyala, tetapi

membuat briket semakin padat.

Nilai kalor diharapkan seoptimal mungkin, karena nilai

kalor yang terlalu rendah dapat mempercepat proses

penghabisan briket, sedangkan kalau terlalu tinggi akan

mempersulit penyalaan awal briket. Dalam penelitian ini

disimpulkan bahwa briket dengan nilai kalor tertinggi sebesar

Page 20: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

5.525,776 KJ/kg diperoleh pada sampel dengan perlakuan

X1P1 yaitu coco-dust 30% + arang tempurung kelapa 70%

pada tekanan 50 kg/cm2 dikatakan baik untuk briket penyala.

Nilai kalor dalam biobriket dipengaruhi oleh kadar

karbon terikat (fixed carbon). Kadar karbon terikat (fixed

carbon) rendah akan memiliki nilai kalor rendah dan sebaliknya

kadar karbon terikat (fixed carbon) tinggi akan memiliki nilai

kalor yang tinggi pula

0

5

10

15

20

25X1P1 : 30% A + 70% B, Tekanan 50 kg/cm2

X1P2 : 30% A + 70% B, Tekanan 75 kg/cm2

X1P3 : 30% A + 70% B, Tekanan 100 kg/cm2

Time (menit)

Ma

ss B

urn

ing

Ra

te (

mg

r/s)

a.1 a.2

0

5

10

15

20

25X2P1 : 40% A + 60% B, Tekanan 50 kg/cm2

X2P2 : 40% A + 60% B, Tekanan 75 kg/cm2

X2P3 : 40% A + 60% B, Tekanan 100 kg/cm2

Time (menit)

Ma

ss B

urn

ing

Ra

te (

mg

r/s)

b.1 b.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2X1P1 : 30% A + 70% B, Tekanan 50 kg/cm2

X1P2 : 30% A + 70% B, Tekanan 75 kg/cm2

X1P3 : 30% A + 70% B, Tekanan 100 kg/cm2

Time (menit)

Frak

si P

en

gura

nga

n M

assa

(m

v/m

o)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2X2P1 : 40% A + 60% B, Tekanan 50 kg/cm2X2P2 : 40% A + 60% B, Tekanan 75 kg/cm2X2P3 : 40% A + 60% B, Tekanan 100 kg/cm2

Time (menit)

Frak

si P

en

gura

nga

n M

assa

(m

v/m

o)

Page 21: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

0

5

10

15

20

25X3P1 : 50% A + 50% B, Tekanan 50 kg/cm2X3P2 : 50% A + 50% B, Tekanan 75 kg/cm2X3P3 : 50% A + 50% B, Tekanan 100 kg/cm2

Time (menit)

Ma

ss B

urn

ing

Ra

te (

mg

r/s)

c.1 c.2

Gambar 14. Fraksi Pengurangan Massa dan Laju Pembakaran

a. Komposisi X1: Coco-dust + Arang (30% +70%)

b. Komposisi X2: Coco-dust + Arang (40% +60%)

c. Komposisi X3: Coco-dust + Arang (50% +50%)

Secara umum pembakaran biomasa dibagi menjadi tiga

tahap. Pertama tahap pengeringan/pemanasan dengan

pengurangan massa yang lambat. Tahap kedua devolatilisasi

yang ditunjukan dengan pengurangan massa yang cepat dan

ketiga pembakaran arang yang ditunjukan pengurangan massa

yang lambat. Pada gambar 11.c1 tahap pengeringan pada briket

penyala pada komposisi 50% coco-dust membutuhkan waktu

pengeringan rata-rata lebih lama (±5 menit) dibandingkan

dengan tahap pengeringan pada briket penyala pada komposisi

coco-dust 30% (gambar 14.a1) dan 40% (gambar 14.b1)

dibutuhkan waktu maksimal ± 4 menit, hal ini terkait dengan

kadar air yang dimiliki oleh briket. Semakin tinggi kadar air

maka akan membutuhkan waktu pengeringan lebih lama.

Sedangkan tahap devolitisasi dan tahap pembakaran pada

briket penyala komposisi 50% coco-dust lebih lama sedikit (±19

menit) dari briket dengan komposisi coco-dust 30% dan 50%.

Hal ini disebabkan bahwa briket penyala dengan komposisi

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2X3P1 : 50% A + 50% B, Tekanan 50 kg/cm2X3P2 : 50% A + 50% B, Tekanan 75 kg/cm2X3P3 : 50% A + 50% B, Tekanan 100 kg/cm2

Time (menit)

Frak

si P

en

gura

nga

n M

assa

(m

v/m

o)

Page 22: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

coco-dust 50% mengandung volaitile matter antara 51,14% –

53,48 % lebih besar dari briket penyala dengan komposisi coco-

dust 30% mengandung volatile matter (41,46% - 45,39%) dan

briket penyala dengan komposisi coco-dust 40% mengandung

volatile matter (44,35% - 46,96%). Sedangkan variasi tekan

tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan

volatile matter sehingga proses devolitisasi ketiga briket hampir

sama.

Sedangkan tahap pembakaran pada briket penyala

komposisi 30% coco-dust (gambar 14.a) lebih lama sedikit bila

dibandingkan briket penyala dengan komposisi coco-dust 40%

(gambar 14.b) dan 50% (gambar 14.c) untuk seluruh tekanan.

Begitu juga laju pembakarannya bahwa laju tertinggi tercapai

pada komposisi 50% coco-dust (20,83 mgr/detik) pada tekanan

50 kg/cm2 terjadi pada menit ke-4. Hal ini disebabkan bahwa

semakin tinggi kandungan coco-dust maka semakin cepat

proses pembakaran serta laju pembakaran, sedangkan

perbedaan tekanan sangat berpengaruh secara signifikan

terhadap waktu pembakaran, hal ini disebabkan bahwa semakin

tinggi tekanan maka pori-pori briket semakin padat

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian pembuatan briket penyala dari campuran coco-dust

dan arang tempurung kelapa dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Hasil pengujian menunjukan bahwa komposisi coco-dust sangat

berpengaruh terhadap kualitas briket penyala terutama pada pada nilai

kalor briket dan kecepatan nyala awal briket. Semakin tinggi coco-dust

maka semakin cepat penyalaan awal briket tetapi nilai kalor semakin kecil,

Page 23: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

dan semakin rendah coco-dust maka semakin lambat penyalaan awal briket

namun nilai kalor semakin besar.

2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk

bulat adalah antara 22,32 - 30,91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata

sebesar 27,28 detik, sedangkan berbentuk kotak waktu nyala awal antara

11,22-16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala awal 14,76 detik.

3. Untuk menjadi briket terbaik adalah briket penyala dengan komposisi X3P1-

X3P2, yaitu 50% coco-dust dengan tekanan 50-75 kg/cm2. Hal ini didasari

karena beberapa pertimbangan : yang pertama, karena semakin tinggi coco-

dust maka semakin murah, komposisi 50% coco-dust adalah yang tertinggi,

yang kedua, karena dengan komposisi coco-dust 50% dengan tekanan antara

50 – 75 kg/cm2 sudah mampu membakar briket bahan bakar, sehingga layak

untuk dipergunakan sebagai briket penyala.

Saran

Dari penelitian yang telah dilaksanakan, maka terhadap hasil

penelitian tersebut penulis menyampaikan saran-saran :

1. Untuk mendapatkan kualitas briket yang lebih baik lagi hendaklah untuk

melanjutkan penelitian ini dengan menjadikan komposisi perekat serta

komposisi coco-dust yang lebih tinggi menjadi variabel bebas, terutama untuk

mendapatkan kualitas fisik briket penyala yang lebih baik lagi.

2. Bahan penyala yang digunakan diharapkan berasal dari limbah atau bahan

yang sudah tidak terpakai, sehingga biaya produksi dapat ditekan sekecil

mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. Pemasaran Kayu Jati Pada Industri Meubel

dan Kerajinan, tidak diterbitkan

Anonim, 2008. Majalah Perokonomian Vol II Agustus, Departemen Keuangan RI,

Jakarta.

Page 24: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Bakti Setiawan, 2008. Pembangunan Komunitas (Community Development):

Definisi dan Pñnsip-Prinsip, Materi Kuliah MST FT Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta

Bridgewater, 2007. Biomass Fast Pyrolysis. Aston University, Birmingham.

Djatmiko, B.S, 1981. Arang, Pengolahan dan Kegunaannya. Badan Penerbitan

Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor

Ekawati H, 2007. Pengaruh Perlakuan Bahan Baku dan Tekanan Pengempaan

pada Pembuatan Biobriket Bioarang dan Pelepah Salak (Salacca

edulis) sebagai Bahan Bakar Alternatif. Tesis, Magister Sistem Teknik,

UGM. Yogyakarta

Hadiwiyoto, S., 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Udaya,

Jakarta.

Haygreen, J.G. dan Bowyer, J.L. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu

Pengantar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

http://lppm.wima.ac.id/herman_1.pdf).

http://www.unhas.ac.id/index.php?menu=isi_berita&id=392).

Hindarso & Maukar. 2007. “Asap Air (Liquid Smoke) dan Sampah Organik

dengan Proses Pirolisis”. Thesis Teknologi Pengelolaan dan

Pemanfaatan Sampah/limbah Perkotaan (TP2SLP) Magister Sistem

Teknik (MST) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Kadir. A., 1987. Energi. Penerbit Universitas Indonesia, UI Pres, Jakarta.

Kasmudjo, 1996. Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Industri Kayu. Materi

Presentasi Pendidikan dan Pelatihan Manajer Industri Kayu, 2-6

Desember 1996.

Klass, D.L., 1900. Biomass for Renewable Energi, Fuels, and Chemicals.

Entcch International Inc., London.

Maarif, S, 2004. Pengaruh Penambahan A rang Tempurung Kelapa Dan

Penggunaan Perekat Terhadap Sifat-Sifat Fisika Dan Kimia Biobriket

A rang Dan A rang serbuk Kayu Sengon, Fakultas Kehutanan UGM.

Yogyakarta.

Page 25: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

Moehar D, (2005). Participatory Rural Apraisal Pendekatan Efektif

Mendukung Pen erapan Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya

Percepatan Pem bangunan Pertanian, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta

Nisandi, 2007. “Pengaruh Massa Bahan dalam Ruang Pengarangan serta

Komposisi Campuran Bahan terhadap Kualitas Biobriket Arang yang

Dihasilkan pada Pirolisis Sampah Organik”. Thesis Teknologi

Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah/limbah Perkotaan (TP2SLP)

Magister Sistem Teknik (MST) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Nurhayati T, 1983. Pengaruh Bahan Perekat Terhadap Sifat Biobriket Arang

Kayu Tusam, dalam Simposium pengusaha hutan pinus. Jakarta.

Oswan Kurniawan dan Marsono, 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif

Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Cetakan I, Penebar Swadaya,

Jakarta

Sudrajat, R., 2002. Pertanian Organik men uju Pertanian Alternatif

Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Suprapto SH, 2004. Pemanfaatan limbah padat hasil penyulingan minyak

nilam sebagai bahan bakar alternatif. Tesis, Magister Sistem Teknik,

UGM. Yogyakarta.

Supriyono, 2007. Modul kuliah Analisis Ekonomi dan Investasi Pengelolaan

Sampah / Sampah/Limbah Perkotaan. MST UGM, Yogyakarta.

Suryana, Y. 2001. Budidaya Jati, Swadaya, Bogor;

Widarto dan Suryanta, 1995, Membuat Bioarang Dari Kotoran Lembu,

Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Biodata Penulis

Nama :Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng

TTL : Ciamis, 02 Januari 1979

Riwayat Pendidikan:

1. DIII Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. lulus

tahun 2002

Page 26: Bahan Jurnal Pembuatan Briket Ade

2. SI Teknik Mesin Universitas Galuh Ciamis, lulus Tahun 2005

3. Akta Mengajar Universitas Galuh Ciamis, lulus Tahun 2009

4. S2 Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, lulus tahun

2011.

Riwayat Pekerjaan:

Dosen Tetap Yayasan Pendidikan Galuh Ciamis

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin