bahan belajar kapasitas kelembagaan

6
KAPASITAS KELEMBAGAAN 1. Pengertian Kapasitas Kelembagaan Menurut Milen (2004:12) 1 kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efektif, efisien dan terus menerus. Selanjutnya istilah sebagaimana mestinya menjelaskan bahwa fungsi harus spesifik dan didefinisikan dalam setiap kasus yang harus disesuaikan dengan dasar beberapa kriteria. Dalam menjalankan fungsi tentu banyak hal yang akan dihadapi, begitu juga yang disampaikan oleh Milen (2004:17) bahwa penguatan kapasitas membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan komitmen jangka panjang dan semua pihak yang terlibat. Institusi atau lembaga merupakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat yang diatur dalam norma-norma. Kapasitas kelembagaan dari masa ke masa mengalami perkembangan. Hanya saja fokusnya tetap berkutat pada pengembangan dan penguatan individu, organisasi dan penyediaan teknik dan manajemen pelatihan guna mendukung perencanaan yang integral dan proses pembuatan keputusan antar institusi. Selanjutnya, konsep kapasitas kelembagaan terus berkembang dari masa ke masa. Kapasitas kelembagaan dulu hanya seputar pengembangan dan penguatan individu, organisasi dan penyediaan teknik dan manajemen pelatihan guna mendukung perencanaan yang integral dan proses pembuatan keputusan antar institusi. Kini fokusnya berkembang menyangkut seputar pemberdayaan, modal sosial, perkembangan lingkungan sesuai dengan budaya nilai dan relasi kekuasaan yang mempengaruhi. Selanjutnya menurut Mackey yang dikutip oleh Syahyuti yang disampaikan dalam workshop Nasional Pengembangan Lahan Rawa Lebak (11-12 Oktober 2004di Banjarbaru, Kalimantan Selatan) bahwa kapasitas kelembagaan merupakan kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Terdapat lima aspek dalam kapasitas kelembagaan yaitu aspek strategi kepemimpinan yang dipakai (strategic leadership), perencanaan program (program planing), manajemen dan pelaksanaan (management and execution), alokasi sumber daya yang dimiliki (resource allocation) dan hubungan dengan pihak luar yaitu terhadap client partners, government policymaker dan external donors. 1 Milen, Anelli. 2004. Pegangan Dasar Pengembangan Kapasitas. Dierjemahkan secara bebas. Yogyakarta: Pondok Pustaka Jogja

Upload: indah-setyo

Post on 03-Dec-2015

151 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

bahan belajar

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Belajar Kapasitas Kelembagaan

KAPASITAS KELEMBAGAAN

1. Pengertian Kapasitas Kelembagaan

Menurut Milen (2004:12)1 kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efektif, efisien dan terus menerus. Selanjutnya istilah sebagaimana mestinya menjelaskan bahwa fungsi harus spesifik dan didefinisikan dalam setiap kasus yang harus disesuaikan dengan dasar beberapa kriteria. Dalam menjalankan fungsi tentu banyak hal yang akan dihadapi, begitu juga yang disampaikan oleh Milen (2004:17) bahwa penguatan kapasitas membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan komitmen jangka panjang dan semua pihak yang terlibat.

Institusi atau lembaga merupakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat yang diatur dalam norma-norma. Kapasitas kelembagaan dari masa ke masa mengalami perkembangan. Hanya saja fokusnya tetap berkutat pada pengembangan dan penguatan individu, organisasi dan penyediaan teknik dan manajemen pelatihan guna mendukung perencanaan yang integral dan proses pembuatan keputusan antar institusi. Selanjutnya, konsep kapasitas kelembagaan terus berkembang dari masa ke masa.

Kapasitas kelembagaan dulu hanya seputar pengembangan dan penguatan individu, organisasi dan penyediaan teknik dan manajemen pelatihan guna mendukung perencanaan yang integral dan proses pembuatan keputusan antar institusi. Kini fokusnya berkembang menyangkut seputar pemberdayaan, modal sosial, perkembangan lingkungan sesuai dengan budaya nilai dan relasi kekuasaan yang mempengaruhi.

Selanjutnya menurut Mackey yang dikutip oleh Syahyuti yang disampaikan dalam workshop Nasional Pengembangan Lahan Rawa Lebak (11-12 Oktober 2004di Banjarbaru, Kalimantan Selatan) bahwa kapasitas kelembagaan merupakan kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Terdapat lima aspek dalam kapasitas kelembagaan yaitu aspek strategi kepemimpinan yang dipakai (strategic leadership), perencanaan program (program planing), manajemen dan pelaksanaan (management and execution), alokasi sumber daya yang dimiliki (resource allocation) dan hubungan dengan pihak luar yaitu terhadap client partners, government policymaker dan external donors.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kapasitas kelembagaan atau institutional capacity tidak hanya didefinisikan sebagai organisasi saja, tetapi bisa dipandang pada hal yang lebih luas yaitu pemberdayaan, modal sosial, perkembangan lingkungan sesuai dengan budaya nilai dan relasi kekuasaan yang mempengaruhi serta aspek dalam intitutional capacity.

2. Elemen-elemen Kapasitas Kelembagaan

(Gambar 2.1 Elemen-elemen Kapasitas Kelembagaan)

Sumber : (Riyadi, 2004 : 66)2

1 Milen, Anelli. 2004. Pegangan Dasar Pengembangan Kapasitas. Dierjemahkan secara bebas. Yogyakarta: Pondok Pustaka Jogja2 Riyadi, Selamet. 2004. Banking Assets and Liability Management, Edisi Kedu, lembaga Penerbit.

Page 2: Bahan Belajar Kapasitas Kelembagaan

Berdasarkan deskripsi gambar diatas dapat dipahami bahwa elemen-elemen dalam kapasitas kelembagaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai sebuah sistem, apabila satu elemen dibenahi maka elemen lainnya pun akan mempengaruhi. Elemen di atas menyangkut kemampuan, proses (penciptaan dan penerapan teknik atau metode yang tepat), feedback (perbaikan input dan output) dan lingkungan (penciptaan situasi dan kondisi yang kondusif). Oleh karenanya, demi memenuhi elemen kapasitas kelembagaan maka proses pendelegasian wewenang yang efektif diperlukan guna mengembangkan kapasitas kelembagaan. Adapun pendelegasian wewenang yang disampaikan Koontz yang dikutip oleh Suwardi (1982:17) terbagi atas:

a. Menerangkan dengan jelas rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan.b. Rincian beban pekerjaan dan wewenang.c. Menentukan pegawai dengan kompetensi.d. Komunikasi yang terbuka.

Definisi lain kapasitas kelembagaan oleh Hilderbrand dan Grindle (1994:10)3 menyebutkan kapasitas kelembagaan adalah kemampuan untuk melakukan tugas-tugas secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Adapun elemen-elemen kapasitas kelembagaan yaitu :

a. Sifat kapasitas: dinamis dan berkelanjutan.b. Tujuan yang spesifik: visi, nilai-nilai, kebijakan, strategi dan kepentingan.c. Usaha: kemauan, energi, konsentrasi, etika kerja dan efisiensi.d. Kemampuan: intelejensi, keterampilan, wawasan dan mental.e. Sumber daya: manusia, alam, teknologi, budaya dan finansial.f. Organisasi kerja: perencanaan, organisasi, sesain, runtutan waktu dan mobilisasi.g. Dasar influence mapping: mengidentifikasi individu atau grup yang berdampak pada

pengambilan keputusan.h. Pengembangannya: mengidentifikasi dan menilai kekuatan elemen-elemen kapasitas

lembaga terhadap sebuah tujuan (terkait dengan kebijakan yang diusung).i. Nilai dan bobot dinilai secara subyektif.

Elemen sistem kebijakan publik juga merupakan hal terpenting yang menentukan kemampuan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kelembagaannya. Kebijakan publik tidak akan berguna apabila dalam proses menentukan kebijakan akuntabilitas internal dan eksternal dalam hal ini budaya organisasi belum berjalan baik. Apalagi kondisi struktur dalam organisasi yang belum bisa bekerja dalam tim sehingga akan mempengaruhi relasi kelembagaan dengan pihak lainnya. Hal yang perlu diingat adalah elemen kapasitas kelembagaan ini akan selalu berkembang dan menyesuaikan kondisi lingkungannya.

3. Dimensi dan Fokus Kapasitas KelembagaanDimensi dan fokus kapasitas kelembagaan untuk mendukung setiap langkah yang

ditempuh kelembagaan agar tujuan yang telah direncanakan dapat dijalankan bersama-sama. United Nation membagi dimensi kapasitas kelembagaan menjadi sebagai berikut :

a. Mandat dan Struktur legal.b. Struktur kelembagaanc. Pendekatan manajerial

3 Grindle. M.S (editor). 1997. Getting good government: capacity building in the public sector of developing countries. Boston, MA: Harvard Institute For International Development.

Page 3: Bahan Belajar Kapasitas Kelembagaan

d. Kemampuan organisasional dan teknise. Kemampuan fiskal lokalf. Aktivitas-aktivitas program

Adapun dimensi kapasitas kelembagaaan merupakan bagian proses yang dinamis dan berkelanjutan, baik itu kapasitas dalam individu, organisasi atau kelompok. World bank yang dikutip oleh Soeprapto (2003:12)4 menyebutkan kapasitas kelembagaan terbagi atas:

a. Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen dan pemutusan pegawai profesional, manajerial dan teknis

b. Keorganisasian yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya manajemen.

c. Jaringan kerja berupa koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi jaringan serta interaksi formal dan informal.

d. Lingkungan organisasi yaitu aturan dan undang-undang yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan kekuasaan antarlembaga, kebijakan yang menjadi hambatan bagi development tasks serta dukungan keuangan dan anggaran.

e. Lingkungan kegiatan yang lebih luas meliputi faktor politik, ekonomi dan situasi kondisi yang mempengaruhi kinerja.

Sedangkan UNDP membagi kapasitas kelembagaan pada tiga dimensi, sebagai berikut:

a. tenaga kerja atau dimensi human resources yaitu kualitas sumber daya manusia dan cara sumber daya manusia dimanfaatkan

b. modal atau dimensi fisik menyangkut material, peralatan, bahan-bahan yang diperlukan seperti ruang dan gedung.

c. Teknologi yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian dan evaluasi, komunikasi serta sistem informasi manajemen (Edralin dalam Soeprapto, 2003:12)5.

4. Level Kapasitas KelembagaanPermasalahan kelembagaan berkaitan erat dengan entitas yang dibentuk dan dibatasi,

serta pola interaksi dan hubungannya dengan dengan entitas lain. Pola interaksi demikian menyebabkan batasan dan perkembangan dalam kerangka sistem yang lebih luas. Menurut UNDP dalam Sedamaryanti (2005:156)6, terdapat tiga level kapasitas kelembagaan yang harus memadai agar proses kelembagaan yang dijalankan menjadi sangat kokoh, sebagai berikut:

a. Level sistem, yaitu level yang menyangkut aspek tata aturan yang baik (good governance) dari kelembagaan yang ada dengan seluruh stakeholdernya, baik secara vertikal dengan instansi pemerintah lainnya maupun horisontal dengan kelompok masyarakat dan dunia usaha.

b. Level organisasi, yaitu bentuk dan struktur kelembagaan. Pertanyaannya, sudahkah bentuk kelembagaan yang ada saat ini ada yaitu pemerintah pusat, propinsi, kabupaten atau kota dan pemerintah dea, berikut struktur yang dimilikinya mampu menjawab berbagai kebutuhan pembangunan di daerah? Berdasarkan kualitas pembangunan yang

4 Soeprapto, Riyadi. 2005. Reformasi Administrasi Publik. Malang. Program pasca sarjana universitas brawijaya5 ______________. 2003. “Pengembangan kapasitas pemerintah daerah menuju good governance”. Pidato pengukuhan guru besar dalam ilmu administrasi pembangunan pada fakultas ilmu administrasi universitas brawijaya (6 desember)6 Sedarmayanti, dkk. 2005. Desentralisasi dan tuntutan penataan kelembagaan daerah. Bandung: Humaniora

Page 4: Bahan Belajar Kapasitas Kelembagaan

ada dapat disimpulkan bentuk dan struktur kelembagaan yang masih mungkin dikembangkan untuk mendukung pembangunan menjadi salah satu keharusan untuk dikaji ulang.

c. Level individu, yaitu kualitas dan kompetensi aparatur dalam kelembagaan yang ada di daerah. Sesungguhnya, masalah ini merupakan pertama dan utama yang berkaitan erat dengan kualitas pemerintah daerah. Pada level ini, walaupun posisinya bersifat mikro, kebermaknaannya merupakan hal yang sangat menentukan.

5. Hambatan-Hambatan dalam Kapasitas Kelembagaan

Hambatan dalam kapasitas kelembagaan, menurut Yuwono yang dikutip Riyadi (2005:67) terbagi atas lima, sebagai berikut :

a. Resistensi legal-prosedural, biasanya digunakan oleh pihak-pihak yang kurang atau tidak mendukung program peningkatan kapasitas ini dengan berbagai alasan. Walaupun barangkali penyebab utamanya adalah rendahnya motivasi mereka untuk berinovasi, berkompetisi serta tidak mau melakukan perubahan. Hal ini karena perubahan merupakan sesuatu yang dinamis dan jelas-jelas menolak faham dari kelompok status-quo.

b. Resistensi dari pemimpin, khususnya supervisor ini mendasarkan diri pada argumen bahwa dengan peningkaan kapasitas, maka mau tidak mau kemampuan staf akan meningkat dan bisa saja mengancam kedudukan struktural mereka. Ini persepsi yang berlebihan tetapi bisa dimaklumi karena aspek motivasi dan kebutuhan kekuasaan.

c. Resistensi dari staf, bervariasi tergantung kultur dan suasana yang ada dalam lingkungan organisasi tertentu. Hambatan yang paling utama adalah bahwa peningkatan kapasitas merupakan sebuah bentuk inovasi atau perubahan sehingga mereka perlu melakukan perubahan atau usaha-usaha inovatif lainnya. Mungkin ada sebagian staf yang kurang dinamis dan tidak positif menyambut perubahan sehingga berdampak negatif terhadap program peningkatan kapasitas tersebut.

d. Resistensi konseptual terhadap konsep pembangunan kapasitas muncul karena program peningkatan kapasita menimbulkan pekerjaan dan beban yang harus ditanggung oleh semua elemen dalam organisasi tertentu. Mereka berpendapat bahwa dengan lebih aktif akan menambah beban kerja mereka, padahal beban kerja ini belum tentu berkolerasi dengan penambahan upah.

e. Mispersepsi bahwa kapasitas kelembagaan akan menimbulkan self capacity building. Artinya kemampuan individu menjadi diagung-agungkan tanpa melihat aspek-aspek lainnya. Padahal, koordnasi, kooperasi, kolaborasi, kerjasama dan berbagai elemen dalam organisasi tersebut sangat menentukan keberhasilan program peningkatan kapasitas organisasi dewasa ini.