bahan artikel

Upload: sahalgagpakebolak-balek

Post on 16-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Ini adalah tembolok Google' untuk http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1065979078&10. Gambar ini adalah jepretan laman seperti yang ditampilkan pada tanggal 23 Sep 2010 04:21:01 GMT. Sementara itu, halaman tersebut mungkin telah berubah. Pelajari Selengkapnya Versi hanya teks Berikut adalah frasa penelusuran yang disorot: artikel papan gipsum Kata kunci yang dipakai untuk penelusuran hanya tampak pada tautan/link yang mengacu pada halaman ini: karya ilmiah

Kamis, 23 September 2010CARI

kembali ke depan

Artikel-artikel populer : daftar artikel

Menuju PLTU Ramah LingkunganMukhlis Akhadi (Badan Tenaga Nuklir Nasional) Meski batubara termasuk sumber energi tak terbarukan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa cadangan batubara di dunia saat ini masih sangat melimpah. Terhitung pada tahun 1990, jumlah cadangan batubara dunia diperkirakan mencapai 1.079 milyar ton dan masih dapat diandalkan sebagai sumber energi dunia hingga lebih dari 230 tahun, bahkan diperkirakan dapat mencapai hingga 300 tahun mendatang. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data pada P.T. Tambang Batubara Bukit Asam, hingga tahun 1991 jumlah batubara yang ditambang baru sebesar 14.478 ribu ton, dari total cadangan yang diperkirakan sebesar 34 milyar ton. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara memiliki dua reputasi yang saling bertolak belakang. Di satu fihak PLTU betubara mempunyai reputasi baik karena mampu memproduksi listrik dengan biaya paling murah dibandingkan sistim pembangkit listrik lainnya. Biaya operasi PLTU

batubara kurang lebih 30 ebih rendah dibandingkan sistim pembangkit listrik yang lain. Namun di lain fihak, PLTU batubara juga mempunyai reputasi buruk karena merupakan sumber pencemar utama terhadap atmosfer kita. Selama ini reputasi bahan bakar fosil, terutama batubara, memang sangat buruk apabila dikaitkan dengan masalah pencemaran lingkungan. Walaupun stasiun pembangkit listrik batubara saat ini telah menggunakan alat pembersih endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap pembakaran batubara, namun senyawa-senyawa seperti SOx dan NOx yang berbentuk gas dengan bebasnya naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Kedua gas tersebut dapat bereaksi dengan uap air yang ada di udara sehingga membentuk H2SO4 (asam sulfat) dan HNO3 (asam nitrat). Keduanya dapat jatuh bersama-sama air hujan sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam. Berbagai kerusakan lingkungan serta gangguan terhadap kesehatan dapat muncul karena terjadinya hujan asam tersebut. Fenomena hujan asam sebetulnya sudah dikenali oleh para pemerhati lingkungan sejak tahun 1950-an. Namun masalahnya menjadi bertambah parah seiring dengan semakin meningkatnya permintaan energi listrik yang disuplai melalui PLTU batubara. Masalah hujan asam mungkin akan merupakan masalah lingkungan jangka panjang yang teramat serius. Hujan asam bisa juga menjadi isu politik besar terutama karena sumber asal dan para korbannya sering berada di tempat yang berbeda. Bahan pencemar NOx dan SOx dapat bergerak terbawa udara hingga ratusan bahkan ribuan kilometer, mencapai lintas batas antar negara. Di samping itu, sangat sulit untuk menunjukkan secara pasti sumber-sumber polutan yang menyebabkan terjadinya hujan asam di suatu kawasan/negara tertentu. Emisi gas asam dari negara-negara bagian di Lembah Sungai Ohio di Amerika Serikat yang padat industri, termasuk Missouri dan Tennessee, terbang ke timur dan utara keluar dari wilayah AS menuju ke New England dan Kanada. Keasaman Air Dalam keadaan udara bersih, air hujan bersifat agak asam dengan derajad keasaman (pH) 5,6. Penyebab keasaman ini adalah adanya senyawa carbon dioksida (CO2), suatu senyawa alamiah penyusun udara yang dalam air hujan membentuk asam lemah. Senyawa ini dikeluarkan baik oleh manusia, hewan maupun tanaman melalui sistim pernafasan. Air hujan dikatagorikan sebagai asam apabila nilai pH-nya di bawah 5,6. Air untuk konsumsi manusia harus memiliki nilai pH antara 6-9. Asam dalam air hujan menambah kemampuan air itu untuk melarutkan dan membawa lebih banyak logam-logam berat keluar dari tanah, seperti merkuri (Hg) dan aluminium (Al). Air asam ini juga dapat melarutkan tembaga (Cu) dan timbal (Pb) dari pipa-pipa logam untuk menyalurkan air. Peristiwa ini tentu saja akan menggganggu persediaan air untuk konsumsi manusia. Air dengan pH 5 menyebabkan ikan salem dan farel tidak mampu berkembang biak. Pada pH sekitar 4,5, ikan lenyap dari danau. Sedang pada pH 4, danau menjadi tanpa kehidupan. Pada pH mendekati 3, daun tanaman menjadi rusak. Di berbagai belahan dunia, manusia mulai semakin menyadari perlunya menyelamatkan lingkungan hidup. Tindakan-tindakan protektif kini sedang digiatkan untuk melindungi sumber-sumber alam yang tak ternilai harganya ini dari kehancuran total. Salah satu upaya protektif untuk melindungi kekayaan hayati ekosistim alam ini adalah dengan memperkenalkan berbagai jenis teknologi yang dapat dipakai untuk memperkecil emisi gas-gas asam yang keluar pada saat pembakaran batubara. Dewasa ini manusia di berbagai belahan dunia mulai sadar akan perlunya menyelamatkan lingkungan

dengan cara mereduksi maupun menjinakkan polutan-polutan yang terlepas ke lingkungan. Beberapa negara maju telah mengeluarkan peraturan sangat ketat dan menanamkan investasi cukup besar dalam rangka mengurangi polusi udara dari gas buang. Untuk penyelesaian jangka panjang, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menghindari terjadinya hujan asam adalah dengan menghentikan sumber hujan asam tersebut. Teknologi FBC Dewasa ini telah dikembangkan sistim peralatan berteknologi tinggi yang mampu mengurangi emisi polutan dalam gas buang yang dikeluarkan cerobong, baik dari pusat pembangkit listrik maupun industri lainnya yang membakar batubara. Berbagai upaya untuk memperbaiki reputasi batubara terus dilakukan dengan mewujudkan clean coal technology, salah satunya adalah dengan teknologi fluidised bed combustion (FBC). Teknologi ini di samping mempunyai efisiensi pembakaran batubara yang tinggi, juga mampu meredam secara drastis emisi gas-gas polutan seperti SOx dan NOx. Emisi gas buang pada pembakaran batubara dengan teknik FBC bisa ditekan menjadi lebih rendah karena suhu operasi pembakaran batubaranya relatif rendah. Pada teknologi FBC, suhu operasinya sekitar 750-950 _C, sehingga batubara dapat terbakar secara efisien, tidak meleburkan abu serta sisa pembakaran lainnya. Pada suhu pembakaran 800 _C, emisi NOx dapat dikurangi hingga 33 Karena prestasinya itu, teknologi FBC mampu menggeser teknologi pembakaran batubara cara kuno yang telah berumur lebih dari satu abad, yang dikenal dengan pulverised coal combustion (PCC). Pada teknologi PCC, karena suhu pembakarannya lebih tinggi, maka emisi gas NOx juga tinggi. Dari Polutan ke Gipsum Selain memperbaiki efisiensi dan sistim pembakaran batubara, sebagai upaya untuk mencegah berlanjutnya krisis ekologi dewasa ini juga telah dikembangkan sistim peralatan berteknologi tinggi yang mampu memisahkan gas-gas polutan seperti SOx dan NOx dalam gas buang dari pembakaran batubara. Salah satu metode untuk memisahkan polutan SOx dalam gas buang adalah dengan teknik flue-gas desulfurization (FGD). Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistim FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam. Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards). Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority

(TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 Mega Watt. Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batubara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis. Mengubah Polutan Menjadi Pupuk Peralatan berteknologi tinggi lain yang kini mulai dipakai untuk menjinakkan polutan penyebab hujan asam adalah electron beam machine atau mesin berkas elektron (MBE). Prinsip kerja alat ini adalah menghasilkan berkas elektron dari filamen logam tungsten yang dipanaskan. Berkas elektron selanjutnya difokuskan dan dipercepat dalam tabung akselerator vakum bertegangan tinggi 2 juta Volt. Jika gas buang yang mengandung polutan sulfur dan nitrogen diirradiasi dengan berkas elektron dalam suatu tempat yang mengandung gas ammonia, sulfur dan nitrogen itu dapat berubah menjadi ammonium sulfat dan ammonium nitrat. Teknik irradiasi elektron untuk menjinakkan polutan dalam gas buang ini telah dipelajari di Jepang sejak tahun 1970-an. Proses pembersihan gas buang dilakukan pertama-tama dengan mendinginkan SOx dan NOx dengan semburan air (H2O). Ke dalam campuran senyawa ini selanjutnya ditambahkan gas ammonia dan dialirkan ke dalam tabung pereaksi (vessel). Campuran senyawa yang mengalir dalam tabung pereaksi ini selanjutnya diirradiasi dengan berkas elektron. Karena mendapatkan tambahan energi dari elektron itu, maka gas-gas polutan akan berubah, SOx menjadi SO3 dan NOx menjadi NO3. Masih dalam pengaruh irradiasi elektron, kedua senyawa tersebut bereaksi dengan air sehingga dihasilkan produk antara (intermediate product) berupa asam sulfat dan asam nitrat. Setelah 0,1 detik dari proses irradiasi, produk antara (asam sulfat dan asam nitrat) bereaksi dengan ammonia sehingga dihasilkan produk akhir berupa ammonium sulfat dan ammonium nitrat. Kedua senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk sulfat dan pupuk nitrogen. Wujud fisiknya pun berubah, yaitu dari gas menjadi kristal/partikel. Penelitian skala laboratorium yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Tenaga Atom Jepang (JAERI) bekerjasama dengan perusahaan Ebara menunjukkan bahwa dosis radiasi berkas elektron sebesar 15 kilo Gray (kGy) mampu mengubah 95 Ox dan 85 Ox menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Sementara itu, penelitian pembersihan gas buang sisa penyinteran bijih besi yang dilakukan oleh Nippon Steel Corporation menunjukkan bahwa MBE ini dapat mereduksi 85 Ox dan 95 Ox yang terlarut dalam gas buang. Penelitian yang telah dilakukan di AS dan Jerman bahkan mencatat bahwa irradiasi dengan MBE ini mampu mereduksi polutan hingga 99 Pemakaian berkas elektron untuk menjinakkan gas-gas polutan seperti SOx dan NOx ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : proses penjinakan dapat dilakukan secara serentak dalam waktu yang sangat singkat, merupakan proses kering dan langsung satu tingkat, serta hasil akhirnya berupa bahan baku untuk pembuatan pupuk yang bernilai ekonomi dan dapat digunakan dalam sektor pertanian. Daftar Pustaka 1. ANONIM, Desulfurization System : Technology that Prevents Air Pollution, Kenshu-In, No. 74,

2. 3. 4. 5. 6. 7.

8. 9. 10.

JICA, Japan (1994) pp. 6-8. ANONIM, Persistent Quest, Research Activity 1997, JAERI, Chiyoda-ku, Tokyo 100-0011, Japan (1997) pp. 22. GORE, A., Bumi Dalam Keseimbangan (terjemahan oleh Hira Jhamtani), Yayasan Obor Indonesia (1994). LANSFORD, H., Pencemaran Lingkungan, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 4, Grolier International Inc./P.T. Widyadara, Jakarta (1997) Hal. 52-68. LARASATI, T.R.D., Penggunaan Teknologi Radiasi Dalam Pengendalian Polusi Gas Buang, Warta, No. 9, tahun IV, BPPT, Jakarta 10340 (1992), hal. 18-21. NISBET, I., Hujan Asam, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 4, Grolier International Inc./P.T. Widyadara, Jakarta (1997) Hal. 73-76. RIDWAN, M., Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Lingkungan Hidup, Prosiding dialog PLTN dalam kerangka kebijaksanaan energi jangka menengah dan panjang, Pusat Studi Energi UGM, Yogyakarta (9-10 September 1998), hal. 88-91. SLAMET, J.S., Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta (1996). SOEDOMO, M., Pencemaran Udara (kumpulan karya ilmiah), Penerbit ITB, Bandung (1999). 1 WEST, B., SANDMAN, P.M. dan GREENBERG, M.R., Panduan Pemberitaan Lingkungan Hidup (terjemahan oleh Sudiro), Yayasan Obor Indonesia (1998). q

Sumber : Elektro Indonesia (Nove,ber 2000) kirim ke teman versi cetak revisi terakhir : 13 Oktober 2003

Dikelola oleh TGJ LIPI

Hak Cipta 2000-2010 LIPI

KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG : TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIKOleh: Dina Setyawati Email: [email protected] PENDAHULUAN Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai

konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan. Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar. Tulisan ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk kayu-plastik daur ulang.

POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan

pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut : 1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16% 2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan 3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan. Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000). Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi

sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari, 2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.

DARI LIMBAH PLASTIK KE PLASTIK DAUR ULANG Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).

Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001). Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995). Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di

pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi. PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potonganpotongan kecil kayu yang direkat bersamasama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999). Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995). Serbuk kayu sebagai Filler Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya

disamping memperbaiki beberapa sifat produknya. Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal. Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400F) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (2030%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999). Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks

Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200C). Proses Pembuatan Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan

dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat. Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar 1.

Penyiapan filler Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri. Penyiapan Plastik Daur Ulang Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit. Blending (Pengadonan) Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan,

satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan. Pembentukan komposit Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170C 190C. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar. Pengujian Komposit Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit. Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990). Hasil-hasil Penelitian Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan

plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit. Penelitian mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks. Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Hasil- hasil penelitian dirangkum sebagai berikut : Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifatsifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai. Sulaeman (2003), meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap serangan rayap. Penelitian Yang Sedang/ Akan Dilakukan Penelitian dan pengujian komposit kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian diarahkan kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu. Penelitian selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan papan

komposit kayu plastik yang terbaik serta peningkatan mutu papan komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler, pemilihan modifier/compatibilizer, inisiator, penentuan variabel-variabel proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu (rencana penelitian).

PENUTUP Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta [DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture. Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982. Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc. Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co. Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155. Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru

Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 7585. Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan) Strak NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143. Sulaeman, R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan) Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan) [YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta Youngquist JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.

PENGOLAHAN SAMPAH KERTAS MENJADI ASBESOctober 28th, 2009 Leave a comment Go to comments

PENGOLAHAN SAMPAH KERTAS MENJADI ASBES

Oleh IQBAL KHOIR J3H107019 DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Aktifitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukanya sebagai barang buangan yang disebut sampah. Sampah secara sederhana diartikan sebagai sampah organik dan anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di suatu daerah. Sumber sampah umumnya berasal dari perumahan dan pasar. Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah volume sampah yang sangat besar sehingga malebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Dalam hal ini pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan, dan kuranganya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk sampingan dari sampah yang menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di tempat pembuangan akhir (TPA). Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial. Bahkan, dapat diartikan sebagai masalah kultural karena dampaknya mengenai berbagai sisi kehidupan, terutama di kota besar. Berdasarkan perkiraan, volume sampah yang dihasilkan oleh manusia rata-rata sekitar 0,5 kg/perkapita/hari, sehingga untuk kota besar seperti Jakarta yang memiliki penduduk sekitar 10 juta jiwa, menghasilkan sampah sekitar 5000 ton/hari. Bila tidak cepat ditangani secara benar, maka kota-kota besar tersebut akan tenggelam dalam timbunan sampah berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya seperti pencemaran lingkungan seperti air, udara, tanah, dan menimbulkan sumber penyakit. Pada pengolahan sampah tidak ada teknologi tanpa meninggalkan sisa. Oleh sebab itu, pengolahan sampah membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA).

Sampah sebagai barang yang memiliki nilai, tidak seharusnya diperlakukan sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna lainnya. Pengolahan sampah harus dilakukan dengan efisien dan efektif, yaitu sedekat mungkin dengan sumbernya, seperti RT/RW, sekolah, rumah tangga sehingga jumlah sampah dapat dikurangi. Sampah merupakan sumber daya alam yang sangat besar, apabila kita dapat memanfaatkannya dengan baik. Oleh karena itu perlu melalui proses daur ulang secara organik untuk menghasilkan produk pupuk yang sangat penting sebagai unsur hara untuk kesuburan tanah dan perkembangan tanaman. Pengelolaan sampah diantaranya dapat dimanfaatkan berbagai kebutuhan manusia. Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan, yang timbul di kota.Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok yang menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia, merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit. Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah. Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran pembuangan air sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir. Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman. Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA, tetapi reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk dimanfaatkan menjadi produk yang berguna baik itu rumah tangga maupun bangunan. Tujuan Karya Ilmiah Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menemukan pengelolaan sampah yang baik sebagai proses daur ulang. Banyak sampah yang dapat di proses untuk daur ulang salah satunya sampah kertas. Sampah kertas dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan campuran bahan bangunan yang berkualitas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk asbes rumah. Manfaat Karya Ilmiah Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi dibidang teknik pengolahan sampah kertas untuk salah satu campuran bahan bangunan rumah yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat. Bahan bangunan yang dihasilkan berupa asbes rumah. Dalam hal ini sampah kertas sangat bermanfaat dalam usaha besar dan menengah sebagai suatu bidang bisnis untuk mendapatkan uang. Metode Karya Ilmiah Metode yang digunakan pada karya ilmiah ini adalah proses pembuatan bubur kertas menjadi asbes dengan cara mencampurkan berbagai bahan perekat seperti semen dan tepung kanji. Pembuatan ini

berlangsung dengan bantuan sinar matahari sebagai tempat pengeringan bahan asbes yang sudah jadi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sampah Sampah merupakan barang yang tidak berguna atau merupakan barang yang terbuang dari aktifitas manusia baik itu limbah industri maupun limbah dari pembuangan kotoran manusia. Sampah dapat berupa padatan atau setengah padatan yang dikenal dengan istilah sampah yang dalam keadaan basah dan sampah yang dalam keadaan kering. Pada hakikatnya sampah sangat jijik dihadapan masyarakat, oleh karena hanya sebagian masyarakat yang dapat atau mampu mengolah sampah baik itu sebagai pupuk tanaman, mainan anak, kerajinan tangan dan sebagian besar pelengkap dari bahan bangunan rumah. Sampah merupakan masalah yang tidak ada habisnya, karena selama kehidupan ini masih ada maka sampah akan selalu di produksi. Produksi sampah sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah sampah yang akan di produksi. Sampah tidak akan menjadi masalah jika kita dapat mengolahnya dengan baik yaitu dengan cara daur ulang. Mengelola sampah tidaklah sulit, dengan cara tidak membuang sampah sembarangan dan memilih-milih dan pisahkan antara sampah organik dan anorganik. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi sistem pengelolaan sampah di wilayah perkotaan misalnya karakteristik sampah, kepadatan dan penyebaran penduduk, karakteristik fisik dari lingkungan, rencana dan tata ruang perkotaan. Pengolahan sampah untuk menjadi bahan-bahan yang berguna akan memberikan keuntungan ekonomi. Selain meningkatkan efisiensi produksi dan keuntungan ekonomi bagi pengolah sampah, dapat mengurangi biaya pengangkutan sampah ke TPA, dapat menghemat energi, mengurangi jumlah penganguran, mengurangi angka kemiskinan, membuka lapangan kerja, dapat mempersempit lahan TPA serta lingkungan menjadi asri dengan berkurang jumlah sampah. 1. Klasifikasi Sampah

1. Sampah Berdasarkan Sumbernya 1.1. Sampah rumah tangga Sampah ini berasal dari pembuangan sisa makanan rumah tangga, baik itu sampah yang dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang. 1.2. Sampah komersial

Sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah makan, tempat hiburan, penginapan, bengkel, kios, dan pendidikan. 1.3. Sampah bangunan Sampah yang berasal dari kegiatan bangunan termasuk pemugaran dan pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu, batu bata, dan genteng. 1.4. Sampah fasilitas umum Sampah yang berasal dari pembersihan dan penyapuan jalan trotoar, lapangan, tempat rekreasi, dan sebagainya. Contoh jenis sampah ini adalah daun, ranting, kertas pembungkus, plastik, rokok, dan debu. 2. Sampah berdasarkan jenisnya 2.1. Sampah organik (bersifat degradabel) Sampah organik merupakan sampah yang dapat di urai oleh hewan mikro organisme. Sampah organik pada umumnya berupa bangkai hewan, kotoran hewan, sisa tanaman yang pada umumnya dapat di urai secara cepat, dan tanpa merusak lingkungan disekitarnya. 2.2. Sampah anorganik (non degradabel) Sampah anoragnik merupakan sampah yang tidak dapat diurai oleh bakteri atau hewan mikro organisme. Sampah anorganik dapat berupa plastik, kaca, dan logam. Pada umumnya sampah anorganik hanya sebagian yang dimamfaatkan oleh masyarakat seperti plastik dan logam. C. Manfaat sampah 1. Sumber Pupuk Organik Sampah dapat dijadikan sumber pupuk organik, yang dapat digunakan untuk segala keperluan pertanian misalnya dengan pemupukan yang dilakukan terhadap tanaman dapat menyuburkan tanaman tersebut. 1. 1. Sumber Humus

Sampah yang telah lama membusuk akan menjadi humus yang dapat menyuburkan tanah. 1.

1.

Dapat di daur ulang

Sampah yang tidak berguna dapat di proses daur ulang menjadi barang yang berguna. Misalnya sampah yang dapat di daur ulang ialah sampah plastik dan sampah kertas. Barang-barang yang dianggap sampah karena sifat dan karakteristiknya dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses produksi. Sementara mendaur-ulang sampah didaur ulang untuk dijadikan bahan baku industri dalam proses produksi. Dalam proses ini, sampah sudah mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya. 1. Pemilahan Sampah

Pemilahan sampah menjadi sangat penting untuk mengetahui sampah yang dapat digunakan dan dimamfaatkan. Pemilahan sampah dilakukan di TPA, karena ini akan memerlukan sarana dan prasarana yang lengkap. Oleh sebab itu, pemilahan harus dilakukan di sumber sampah seperti perumahan, sekolah, kantor, puskesmas, rumah sakit, pasar, terminal dan tempat-tempat dimana manusia beraktivitas. Pemilahan berarti upaya untuk memisahkan sekumpulan dari sesuatu yang sifatnya heterogen menurut jenis atau kelompoknya sehingga menjadi beberapa golongan yang sifatnya homogen. Manajemen Pemilahan Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu.lingkungan bebas sampah. Pada setiap tempat aktivitas dapat disediakan empat buah tempat sampah yang diberi kode, yaitu satu tempat sampah untuk sampah yang bisa diurai oleh mikrobia (sampah organik), satu tempat sampah untuk sampah plastik atau yang sejenis, satu tempat sampah untuk kaleng, dan satu tempat sampah untuk botol. Malah bisa jadi menjadi lima tempat sampah, jika kertas dipisah tersendiri. Untuk sampah-sampah berbentuk kaca tentunya memerlukan penanganan tersendiri. Sampah jenis ini tidak boleh sampai ke TPA. Sementara sampah-sampah elektronik (seperti kulkas, radio, TV), dan keramik. ditangani secara tersendiri pula. Jadwal pengangkutan sampah jenis ini perlu diatur, misalnya pembuangan sampah-sampah tersebut ditentukan setiap 3 bulan sekali. Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.

Nah, sampah-sampah yang telah dipilah inilah yang kemudian dapat didaur ulang menjadi barangbarang yang berguna. Jika pada setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut hasil yang telah diamati asbes merupakan serat mineral silika yang bersifat fleksibel, tahan lama dan tidak mudah terbakar. Asbes banyak digunakan sebagai penghantar listrik dan penghantar panas yang baik. Asbes banyak digunakan sebagai isolator panas dan pada pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan bahan material atap rumah. Asbes banyak digunakan dalam bahan-bahan bangunan. Jika ikatan asbes dalam senyawanya lepas, maka serat asbes akan masuk ke udara dan bertahan dalam waktu yang lama. Asbes adalah istilah pasar untuk bermacam-macam mineral yang dapat dipisah-pisahkan hingga menjadi serabut yang fleksibel. Berdasarkan komposisi mineralnya, asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian. Golongan serpentin; yaitu mineral krisotil yang merupakan hidroksida magnesium silikat dengan komposisi Mg6(OH)6(Si4O11) H2O, Golongan amfibol; yaitu mineral krosidolit, antofilit, amosit, aktinolit dan tremolit. Walaupun sudah jelas mineral asbes terdiri dari silikat-silikat kompleks, tetapi dalam menulis komposisi mineral asbes terdapat perbedaan. Semula dianggap bahwa silikatnya terdiri dari molekul. Akan tetapi berdasarkan hasil penyelidikan sinar-X, sebenarnya silikat-silikat itu terdiri dari molekul-molekul Si4O11 yang banyak digunakan dalam industri adalah asbes jenis krisotil. Perbedaan dalam serat asbes selain karena panjang seratnya berlainan, juga karena sifatnya yang berbeda. Satu jenis serat asbes pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk beberapa penggunaan yaitu dari serat yang berukuran panjang hingga yang halus. Pembagian atas dasar dapat atau tidaknya serat asbes dipintal ialah serat asbes yang dipintal, digunakan untuk kopling, tirai dan layar, gasket, sarung tangan, kantong-kantong asbes, pelapis ketel uap, pelapis dinding, pakaian pemadam kebakaran, pelapis rem, ban mobil, bahan tekstil asbes. Alat pemadam api, benang asbes, pita, tali, alat penyambung pipa uap, alat listrik, alat kimia, gasket keperluan laboratorium, dan pelilit kawat listrik. Serabut yang tidak dapat dipintal terdiri atas semen asbes untuk pelapis tanur dan ketel serta pipanya, dinding, lantai, alat-alat kimia dan listrik.Asbes untuk atap. Kertas asbes untuk lantai dan atap, penutup pipa isolator-isolator panas dan listrik. Dinding-dinding asbes untuk rumah dan pabrik, macam-macam isolasi, gasket, ketel, dan tanur. Macam-macam bahan campuran lain yang menggunakan asbes sangat halus dan kebanyakan asbes sebagai bubur. Asbes amfibol yang biasa digunakan sebagai bahan serat tekstil adalah dari jenis varitas krosidolit. Hal

ini berhubungan dengan daya pintalnya yang sesuai dengan kebutuhan industri tekstil. Krisotil dan antagonit termasuk ke dalam golongan asbes serpentin. Krisotil juga merupakan jenis asbes yang sangat penting dalam industri pertekstilan. Dalam hal ini tahapan yang akan dilakukan terhadap pembuatan asbes sangat berpariasi dilihat dari berbagai metode yang dilakukan. Adapun metode pembuatan daur ulang sampah kertas ini dilakukan dengan cara manual, dimana pemprosesannya relatif berat. Pembuatan asbes dilakukan dengan cara mendaur ulang sampah kertas dengan berbagai perekat yang dapat mendukung terbentuknya asbes yang bermutu. Hal ini di picu dengan adanya suatu metode yang dilakukan, agar bahan dari kertas dalam pembuatan asbes berkualitas dan tahan lama. Dari tinjauan pustaka yang telah dilakukan, bahwa beberapa sampah dapat dimamfaatkan sebagai daya guna dan ramah lingkungan. Dalam metode yang diambil dalam pembuatan daur ulang sampah diambil hasil pembahasan pendaur ulangan kertas bekas, dan Koran, hal ini dilihat dari segi ekonomisnya. Dalam tahapan selanjutnya bahan yang telah diproses dengan tahapan pembuburan kertas. Pembuatan dilakukan dengan menyiapkan bahan yang diperlukan seperti baskom, air, blender, pisau, cetakan asbes, semen, tepung kanji dan pemanas. Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah persiapan kertas bekas, Koran bekas dan kertas lainnya yang akan di potong-potong dengan pisau. Pemotongan kertas ini bertujuan agar kertas lebuh mudah di bubur. Setelah dilakkan pemotongan kertas, kertas tersebut dimasukkan kedalam blender besar dengan mencampurkan bahan perekat kanji dengan air. Pencampuran ini dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan memasukkan potongan kertas. Setelah dilakukan pencampuran, mesin blender dinyalakan agar potongan kertas tersebut menjadi bubur. Setelah dilakukan proses pembuburan, sebelumnya telah disediakan bahan untuk mencetak. Dengan mengangkat potongan bubur yang masih berada dalam blender . Potongan bubur akan dimasukkan kedalam cetakan, kemudian didiamkan kurang lebih sekitar 1(satu ) jam. Sewaktu cetakan bubur kertas didiamkan, selanjutnya potongan bubur tersebut diangin-anginkan tujuannya agar tidak terjadi proses pengerasan yang berakibat cetakan asbes kurang berkualitas(bermutu). Tahapan selanjutnya harus lebih hati-hati, cetakan bubur kertas yang sudah diangin-anginkan akan disusun atau dirapikan diatas tungku yang telah disediakan untuk segera dibakar. Proses pembakaran tersebut berlangsung kurang lebih satu hari satu malam. Dalam proses pembakaran asbes yang telah jadi jangan ditinggal agar mutu asbes terjamin, apabila ditinggal dapat merusak asbes kertas atau tidaknya berkulatisnya bahan olahan tersebut. Setelah pembakaran tersebut selesai kayu bakar yang masih ada dipisahkan dari tempat pembakaran, sebelumnya cetakan tersebut ditutup dengan batako, sementara arang yang masih panas dari pembakaran tersebut didiamkan di area pencetakan dengan tujuan cetakan bubur kertas tersebut stabil dan panas arang tersebut habis. Cetakan yang sudah jadi terlebih dahulu dibersihkan, dan untuk memperoleh cetakan yang beragam, cetakan diwarnai dengan cat tembok guna memperoleh daya tarik pembelinya.

Daya tarik pembeli dilihat dari kualitas barang dan keras tidaknya barang asbes tersebut. Dalam proses pemasaran asbes yang kurang bermutu dipisahkan dengan asbes yang bermutu, tujuannya untuk membedakan harga. Dengan demikian konsumen dapat memilih dengan bebas. Pemasaran dapat didukung dengan adanya alat transportasi yang bisa dikirim dalam negeri dan luar negeri. BAB III SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pemanfaatan sampah sebagai bahan yang dapat dimamfaatkan, salah satunya bahan bangunan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa metode daur ulang sampah kertas dapat meningkatkan pendapat ekonomi masyarakat. Penggunaan pengolahan sampah menjadi asbes dapat meningkatkan dengan didukung teknologi yang bermutu dan tepat guna dan kualitas bagi kelangsungan pengolahannya. Sampah bekas dari kertas, dan koran dimanfaatkan menjadi barang berdaya guna sangat mendorong masyarakat untuk mengembangkannya. Saran Berdasarkan karya ilmiah ini beberapa hal yang penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dan saran adalah pemanfaatan sampah sebagai bahan bangunan dengan metode daur ulang sampah kertas dan sangat perlu diaplikasikan terhadap berbagai jenis kertas dengan penelitian lebih lanjut. Dalam hal ini penulis menerima kritik, saran yang mendukung demi terciptannya makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Djuarnani N, Kristian, Setiawan BS. 2005. Cara Cepat Membuat kompos. Cet.1. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hadisuwito S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Cet. 1. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Moerdjoko S, Widyatmoko. 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Cet.1. PT. Dinastindo Adiperkasa Internasional. Jakarta. Musnamar EI. 2006