bahan ajar (hand out - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/bahan... ·...

79
1 BAHAN AJAR (HAND OUT) Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks) Nomor Kode : SOA119 Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan : Sosiologi Fakultas : Ilmu Sosial Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450) Minggu ke : 1 Learning Outcome (Capaian Pembelajaran): MATERI AGAMA DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI Pengertian Agama Agama secara mendasar merupakan seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia di dunia. Aturan untuk mengatur kehidupan di dunia itu diyakini sebagai aturan yang suci atau sakral dan menjadi keyakinan yang sulit untuk dibantah. Dengan adanya aturan sekaligus berisikan sanksi apabila penganutnya melakukan pelanggaran. Agama selalu berhubungan dengan alam gaib atau supernatural dan memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu setelah kematian. Aturan mengenai kehidupan di dunia ini merupakan aturan suci yang diyakini penganutnya berasal dari wahyu atau titah Tuhan yang diturunkan melalui malaikat dan nabinya atau juga bisa berasal dari orang-orang yang juga diyakini orang banyak memiliki kelebihan secara spiritual atau kesucian yang kemudian menyebarkan ke individu-individu berpengaruh dan kemudian menyebar ke tengah-tengah masyarakat. Dalam pernyataan lain dapat dikatakan agama juga bisa berasal dari sesuatu yang dianggap gaib yang diterima seseorang Mahasiswa dapat menjelaskan agama atau religi dalam perspektif antropologi

Upload: vuongnga

Post on 16-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

1

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 1

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

AGAMA DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

Pengertian Agama

Agama secara mendasar merupakan seperangkat aturan yang mengatur

kehidupan manusia di dunia. Aturan untuk mengatur kehidupan di dunia itu

diyakini sebagai aturan yang suci atau sakral dan menjadi keyakinan yang sulit

untuk dibantah. Dengan adanya aturan sekaligus berisikan sanksi apabila

penganutnya melakukan pelanggaran. Agama selalu berhubungan dengan alam

gaib atau supernatural dan memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu

setelah kematian. Aturan mengenai kehidupan di dunia ini merupakan aturan suci

yang diyakini penganutnya berasal dari wahyu atau titah Tuhan yang diturunkan

melalui malaikat dan nabinya atau juga bisa berasal dari orang-orang yang juga

diyakini orang banyak memiliki kelebihan secara spiritual atau kesucian yang

kemudian menyebarkan ke individu-individu berpengaruh dan kemudian

menyebar ke tengah-tengah masyarakat. Dalam pernyataan lain dapat dikatakan

agama juga bisa berasal dari sesuatu yang dianggap gaib yang diterima seseorang

Mahasiswa dapat menjelaskan agama atau religi dalam perspektif

antropologi

Page 2: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

2

dan kemudian disebarkan ke orang lain sehingga menjadi keyakinan dan

dipraktekkan oleh banyak orang. Mengenai asal usul agama ini yang kemudian

oleh banyak ahli bisa menjadi pembeda antara satu agama dengan agama lainnya,

yang akan diulas pada bagian selanjutnya dari hand out ini.

Banyak ahli telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan agama.

Durkheim menyatakan agama (religion) ...is a unfied system of beliefs and

practices relative to sacred things, that is to say, things set apart and forbidden –

beliefs ang practices which unite into one single moral community called a

church, all those to adhare to them (agama adalah kesatuan kepercayaan dan

praktek-praktek yang berkaitan dengan yang sakral, yaitu hal-hal yang disisihkan

dan terlarang – kepercayaan dan praktek-praktek yang menyatukan seluruh orang

yang menganut dan meyakini hal-hal tersebut ke dalam satu komunitas moral

yang disebut gereja).1 Defenisi ini boleh dikatakan dilihat hanya dari sisi satu

kelompok penganut agama tertentu saja. Namun defenisi ini telah memberikan

beberapa poin penting dari sebuah agama berupa praktek atau aktivitas sakral atau

dianggap suci yang tentu saja dengan keyakinan tertentu serta dilakukan di dalam

kelompok.

Geertz menyatakan agama adalah..(1) a system of symbols which acts to

(2) establish powerful, pervasive, and long-lasting moods and motivations in men

by (3) formulating conceptions of a general order of existence and (4) clothing

this conceptions wiuth such an aura of factuality that (5) the moods and

motivations seen uniquely realistic2 [(1) sebuah sistem simbol-simbol yang (2)

menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi, dan

yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3) merumuskan konsep-konsep

mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini

dengan semacam pencaharian faktualitas, sehingga (5) suasana hati dan motivasi-

motivasi itu tampak khas realistis]. Defenisi ini menjelaskan agama dari perlakuan

manusia melalui seperangkat simbol yang merupakan ekspresi dari motivasi dan

suasana hati.

1 Durkhiem, The Elementary Forms of the Religious Life. 2011.Hal.80.

2 Geertz, The Interpretation of Culture. 1973. Hal.90.

Page 3: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

3

Dari beberapa pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa agama

merupakan seperangkat aturan yang dijalankan untuk mengatur kehidupan

manusia sebagai individu dan anggota masyarakat, yang menjadi petunjuk

mengenai kehidupan manusia dan penjelasan akan sesuatu yang dianggap sakral.

Oleh karena adanya petunjuk yang sakral maka juga terdapat pantangan dan

larangan yang diberikan kepada manusia. Di dalam banyak masyarakat agama

memberikan argumentasi religius mengenai asal usul manusia, bagaimana dan

untuk apa hidup di dunia, masa depan yang akan dihadapi dan kemana manusia

setelah kematiannya. Penjelasan-penjelasan inilah yang berupa aturan atau

petunjuk dan sekaligus sebagai larangan yang tidak bisa dibantah.

Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai agama,

penjelasan dari ciri-cirinya seperti yang pernah diberikan oleh Durkheim yang

kemudian juga dipakai oleh Koentjaraningrat dikutip di sini sebagai berikut.

Dalam penjelasan ini agama terdiri dari empat komponen, sebagai berikut.

1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap religieus;

2. Sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan

manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib

(supernatural); serta segala nilai, norma serta ajaran dari religi yang

bersangkutan.

3. Sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk

mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk-makhluk

halus yang mendiami alam gaib;

4. Umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan tersebut

dalam sub 2, dan yang melaksanakan sistem ritus dan upacara tersebut

di dalam sub 3.3

Penjelasan ciri-ciri agama tersebut di dalam tulisan ini masih perlu

ditambahkan satu lagi ciri dari agama yaitu; setiap agama pada umumnya

mengajarkan kebenaran yang suci, karena dengan kebenaran yang suci ini

3 Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Hal. 145.

Page 4: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

4

melahirkan keyakinan yang kuat dari kesatuan sosial/ ummat/ masyarakat/

jamaah/ jemaat/ pengikut dari suatu agama tersebut. Dengan keyakinan inilah

suatu agama bisa bertahan karena diyakini kebenaran yang diajarkan di dalam

agama tersebut kepada pengikutnya. Keyakinan kepada kebenaran yang diajarkan

inilah yang kemudian menjadi dogma yang kuat dan bertahan lama atau pervasif

seperti dinyatakan oleh Geertz.

Agama, Perspektif Antropologis

Seringkali diperdebatkan, apakah agama sebagai bagian atau suatu

pranata dari kebudayaan tertentu atau justru kebudayaanlah yang ditentukan oleh

agama. Dari sudut pandang sebagai seorang yang beragama dan dengan keyakinan

agamanya maka pastilah agama yang menentukan, karena manusia hidup di dunia

dianjurkan untuk berusaha dan Tuhanlah yang menentukan. Pendapat ini tidaklah

salah sebagai seorang yang beragama. Antropologi agama atau antropologi religi

sebagai sebuah spesialisasi yang berkembang di dalam antropologi yang

mempelajari mengenai bagaimana agama diyakini, dijalankan atau dipraktekkan

di dalam masyarakat. Umumnya antropolog menyatakan bahwa agama (religion)

merupakan sebuah pranata seperti banyak pranata lainnya di dalam sebuah

kebudayaan atau suatu masyarakat. Bagaimana hal ini dapat dijelaskan, berikut ini

penjelasannya.

Agama sebagai pranata tidaklah sama dengan agama sebagai sebuah

keyakinan yang menjadi milik anggota masyarakat. Pranata merupakan suatu

aturan yang digunakan untuk mengatur manusia dalam rangka pemenuhan

kebutuhan khusus tertentu. Kebutuhan manusia dibagi menjadi tiga oleh

Malinowski, yaitu kebutuhan biologis, psikologis dan adap-integratif. Agama atau

religi sebagai pranata adalah dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan

psikologis, terhadap ketenangan jiwa dan untuk menjelaskan segala sesuatu

dengan keyakinan, yang tidak dapat dijelaskan secara rasional atau oleh akal

Page 5: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

5

manusia.4 Agama yang dipelajari di dalam antropologi adalah fenomena religius

yang ada di tengah-tengah masyarakat. Fenomena religius yang mana? Jawaban

pertanyaan ini mengacu kepada semua fenomena atau aktivitas religius yang

terdapat di dalam masyarakat, apakah yang berasal di dari fenomena agama

tradisional yang dilakukan untuk kepentingan tertentu seperti santet, voodoo,

penyembahan kepada arwah leluhur, agama tradisional seperti arat sabulungan di

Mentawai ataupun fenomena religius yang dilakukan oleh ummat Islam, Katolik

maupun Hindu yang khas di daerah tertentu.

Agama sebagai pranata adalah agama yang diyakini, diajarkan,

dijalankan atau dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat. Ini berbeda dengan

agama di dalam teks sucinya atau alkitab seperti Al Qur’an, Injil, Taurat, Zabur

atau kitab Weda, Tripitaka yang sudah dituliskan di dalam agama-agama tradisi

besar di dunia. Teks-teks suci ini diyakini oleh penganut agama tersebut sebagai

sebuah kebenaran yang tidak bisa dibantah, yang berasal dari Tuhan. Kitab-kitab

ini bukanlah produk kebudayaan, bukan pranata. Agama menjadi pranta adalah

agama yang diyakini, dijalankan atau dipraktekkan itu yang bisa berbeda antara

satu masyarakat dengan masyarakat lainnya walaupun masing-masing sama

menganut agama yang sama. Artinya orang Betawi di Jawa bisa mempraktekkan

atau menjalankan agama Islam secara berbeda dengan orang Minangkabau yang

juga Islam. Bahkan, di daerah tertentu di Sumatera Barat saja, praktek agama

Islam bisa berbeda-beda. Keyakinan keagamaan mereka ternyata ada yang

berbeda, padahal sama-sama mempunyai kitab suci yang sama. Mengapa hal ini

terjadi?

Proses turunnya dan tersebarnya agama sehingga menjadi keyakinan

sampai ke tengah-tengah masyarakat adalah melalui proses-proses sosial budaya

yang panjang. Suparlan menyatakan bahwa “kita menjadi umat beragama

(manusia pada umumnya) adalah melalui proses transmisi kebudayaan, yaitu

dengan melalui (1) pengalaman dan (2) belajar secara instruksional dalam

4 Dalam hal ini, teori keterbatasan akal manusia dari Frazer menjadi relevan untuk menjelaskan

agama sebagai pranata.

Page 6: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

6

kehidupan sosial kita.“ 5Agama-agama tradisi besar yang diyakini berasal dari

wahyu diturunkan Tuhan melalui malaikatnya, lalu disampaikan kepada Nabi atau

Rasullullah. Dari Nabi kepada anggota keluarganya, kepada sahabat-sahabatnya,

dan dari para sahabat ini diteruskan kepada kepada anggota keluarganya

kerabatnya dan seterusnya. Proses ini berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun

melalui banyak masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda. Walaupun kitab

suci itu diyakini tidak berubah – walaupun di dalam agama tertentu ada beberapa

versi kitab sucinya – tetapi di dalam masyarakat penganut agama tersebut bisa

saja terjadi perbedaan-perbedaan di dalam agama yang bersangkutan. Mengapa ini

terjadi? Jawabannya adalah karena telah terjadi proses penafsiran atau interpretasi

yang berbeda dari teks suci yang sama, baik oleh para tokoh agama atau oleh

anggota masyarakatnya. Inilah yang disebut dengan agama melalui proses sosial

budaya atau transmisi kebudayaan. Proses ini kemudian melahirkan banyak sekte

atau disebut aliran agama di dalam masyarakat. Sekte-sekta keaagamaan ini lahir

di dalam setiap agama tradisi besar, karena proses sosial budaya yang panjang

berlangsung dan pemberian penafsiran dari teks suci yang sama secara berbeda,

yang melahirkan keyakinan dan praktek keagamaan yang berbeda pula.

Sebagai contoh kasus, pelaksanaan shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha

yang diketahui secara umum dilakukan dua rakaat dengan tujuh takbir setelah

takbirartul ikhram di rakaat pertama dan lima takbir setelah takbir bangkit dari

sujud, tetapi di sebuah kelurahan di Depok di antara orang Betawi yang pernah

penulis ikuti malah terjadi sembilan takbir di rakaat pertama dan tujuh takbir di

rakaat kedua. Contoh lainnya juga di dalam masyarakat Betawi di Depok, di

dalam menghadapi kematian seorang perempuan muda yang belum menikah

disediakan dua karung besar beras di masjid untuk diserahkan kepada yang berhak

menerima. Dua karung beras tersebut adalah sebagai pengganti sholat dan puasa

almarhum sewaktu hidup yang tidak bisa dilakukannya baik karena terhalang oleh

menstruasi atau oleh sebab lainnya, sehingga diganti pada waktu jenazah belum

5 Suparlan. “Kebudayaan, Masyarakat dan Agama, Agama sebagai Sasaran Penelitian

Antropologi,” makalah yang disampaikan pada kuliah bagi para peserta Pusat Latihan Penelitian Agama Departemen Agama RI, di IAIN Ciputat, 14 September 1981.

Page 7: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

7

dikuburkan. Ini diucapkan oleh seorang tokoh masyarakat di hadapan orang

banyak pada saat dua karung beras tersebut akan diserahkan. Padahal di dalam

ajaran Islam dinyatakan bahwa terputuslah hubungan seorang yang meninggal

dengan orang yang masih hidup kecuali tiga amalan yang dilakukan seperti ilmu

yang bermanfaat yang telah diajarkan, sedekah jariah dan doa dari anak yang

saleh dari almarhum, tentu saja bagi mereka yang sudah punya anak. Dua contoh

di atas menunjukkan telah terjadi perbedaan interpretasi dari agama yang sama

sehingga dijalankan secara berbeda. Bentuk keyakinan dan praktek keagamaan

bisa saja berbeda dari kesamaan kitab suci yang dimiliki inilah yang dimaksudkan

dengan agama sebagai pranata. Di samping itu aktivitas keagamaan yang sudah

terpola atau sudah lama dan tetap dijalankan di dalam masyarakat seperti ritual

perdukunan juga merupakan bagian dari aktivitas atau pranata keagamaan

tradisional. Agama sebagai pranata inilah yang menjadi lapangan studi

antropologi agama/ religi, yang disebut Geertz dengan agama sebagai sistem

budaya.

Gambar 01. Proses Ringkas Turun agama sampai ke Masyarakat

Page 8: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

8

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 2

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

KEBUDAYAAN, MASYARAKAT DAN AGAMA

Kebudayaan

Antropologi sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia dengan

kebudayaannya. Studi kebudayaan ini menjadi perkembangan yang pesat dari

antropologi di dunia. Antropologi agama atau religi tidak bisa lepas dari

kebudayaan, karena sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pertama bahwa

secara antropologi agama merupakan sebuah pranata di dalam masyarakat. Apa

yang dimaksudkan dengan kebudayaan itu haruslah jelas, karena sangat banyak

defenisi yang bisa saja saling bertolak belakang.

Dari banyak ahli antropologi mendefenisikan kebudayaan dari berbagai

sudut pandang yang berbeda. Perbedaan sudut pandang ini bahkan melahirkan

perbedaan aliran di antropologi budaya. Secara sederhana perbedaan defenisi

kebudayaan yang sangat banyak itu dapat dikelompokkan menjadi tujuh.

Pertama, kebudayaan sebagai sistem pengetahuan, ide-ide, resep-resep, tata

kelakuan yang bersifat abstrak, atau pola bagi yang terdapat di dalam sistem

Mahasiswa dapat menjelaskan persamaan dan perbedaan agama

dengan kebudayaan.

Page 9: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

9

pengetahuan individu-individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan sebagai

sistem pengetahuan inilah yang menjadi landasan dari munculnya tindakan atau

kelakuan yang menghasilkan pola-pola yang dapat diamati dan dasar dari

kemampuan manusia untuk menghasilkan sesuatu. Contoh defenisi kebudayaan

pada level ini seperti dari Spradley yang menyatakan kebudayaan merupakan

serangkaian aturan, petunjuk, resep, rencana dan strategi, yang terdiri dari

serangkaian model kognitif yang digunakan secara selektif oleh manusia yang

memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya.6 Keesing dan Keesing

menyatakan kebudayaan adalah pola-pola bagi kelakuan manusia.7 Kuper

mendefenisikan kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman

dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu

maupun kelompok. Havilland menyatakan kebudayaan sebagai seperangkat

peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang

jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang

layak dan dapat diterima oleh semua anggota masyarakat. Parsudi Suparlan

seorang antropolog Indonesia menyatakan kebudayaan sebagai keseluruhan

pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk

memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya serta

menjadi landasan bagi tingkah lakunya.

Kedua, kebudayaan sebagai aktivitas, kelakuan, tindakan atau adat

istiadat yang nampak dari setiap sukubangsa. Defenisi kebudayaan pada level ini

hanya memahami kebudayaan pada tahap perilaku atau tingkah laku yang dapat

diobservasi dan direkam. Contoh kebudayaan pada bagian ini adalah dari

Kluckhohn yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pola-pola

tingkah laku, baik eksplisit maupun implisit yang diperoleh dan diturunkan

melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari

kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda

materi.

6 Suparlan 1983, “Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya: Perspektif Antropologi Budaya,”

dalam Mohamad Soerjani dan Bahrin Samad (ed.) Manusia dalam Keserasian Lingkungan. Hal. 66-76. 7 Ibid.

Page 10: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

10

Ketiga, defenisi kebudayaan pada level benda atau hasil karya manusia.

Dalam hal ini kebudayaan dipahami hanya sebagai benda-benda. Defenisi pada

bagian ini sebagai contoh adalah dari Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi

yang menyatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta

masyarakat. defenisi ini sangat umum di Indonesia, karena diajarkan berulang-

ulang di SLTP atau SLTA karena tercatat di buku paket sosiologi atau

antropologi.

Defenisi yang kedua dan ketiga ini merupakan defenisi kebudayaan yang

tangible, yaitu defenisi kebudayaan yang dapat dilihat atau dirasakan. Sedangkan

defenisi yang pertama merupakan defenisi kebudayaan yang tidak dapat dilihat,

karena berada di dalam sistem pengetahuan. Koentjaraningrat sebagai antropolog

Indonesia pernah memberi defenisi yang justru mencakup kepada ketiga

kelompok defenisi, yang material dan non material tersebut. Oleh karena itu

defenisi Koentjaraningrat dapat dikategorikan sebagai kelompok atau kategori

keempat dari banyaknya defenisi kebudayaan tersebut. Di samping itu defenisi

kelompok kelima adalah defenisi kebudayaan yang pengertiannya termasuk dapat

dikelompokkan baik pada tataran ide maupun pada tataran tindakan. Sebagai

contoh defenisi dari Robert H. Lowie yang menyatakan Sebagai contoh defenisi

dari seorang antropolog Amerika Robert H. Lowie yang menyatakan kebudayaan

sebagai segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup

kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang

diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa

lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal. Selanjutnya,

keenam adalah defenisi yang menggabungkan pada tataran tindakan dan benda

seperti oleh Ralp Linton yang menyatakan kebudayaan adalah konfigurasi dari

tingkah laku dan hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung

oleh anggota masyarakat tertentu. Ketujuh, adalah defenisi yang menggabungkan

tataran ide dan benda.

Banyaknya defenisi kebudayaan ini tidaklah menjadi persoalan,

tergantung kepada para ahli memahaminya. Dalam antropologi agama

kebudayaan dipahami berada pada tataran ide atau tata kelakuan, bukan pada

Page 11: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

11

kelakuan atau pada benda, karena kelakuan dan benda yang dihasilkan manusia

pada dasarnya merupakan hasil pemikiran manusia itu. Tidak ada tindakan atau

kelakuan dan benda sebelum dipikirkan oleh manusia yang melakukan atau yang

membuatnya. Aktivitas keagamaan sebagai salah satu ciri agama merupakan

perwujudan atau perilaku keagamaan yang dihasilkan dari pemikiran masyarakat

atau kelompok keagamaan tersebut.

Setiap kebudayaan berisi aturan dan sanksi, status dan peran, hak dan

kewajiban serta world view atau pandangan hidup. Isi kebudayaan berupa aturan

dan sanksi inilah yang menentukan dan menetapkan segala sesuatu bagi

pendukung kebudayaan tersebut. Aturan dan sanksi menentukan bagaimana

seseorang berperilaku atau bertindak di tengah-tengah masyarakatnya. Jika dia

dinilai oleh masyarakatnya berbuat salah maka diberikan sanksi kepada sesuai

dengan aturan yang sudah disepakati di dalam masyarakat tersebut. Keteraturan di

dalam masyarakat justru terjadi karena adanya aturan, yang secara tradisional

sudah ada di dalam setiap kebudayaan sukubangsa. Dengan status seseorang

menjalankan perannya di tengah-tengah masyarakat, juga sekaligus menjalankan

aturan yang sudah ditetapkan sesuai dengan statusnya tersebut. Isi kebudayaan

sebagai pandangan hidup atau world view adalah “berupa nilai-nilai dan ide-ide

tentang prinsip-prinsip hidup dan kehidupan itu sendiri. Kebudayaan itu pada

hakekatnya ada pada dan dipunyai oleh individu-individu atau oleh para anggota

masyarakat; dan bukannya oleh masyarakat tanpa memperhatikan individunya,

yang sebenarnya menjadi pemilik dan yang menggunakan kebudayaan tersebut

dalam kehidupannya.”8

Melalui isi kebudayaan yang dipahami oleh masing-masing anggota

masyarakat ini kemudian menjadi pedoman di dalam kehidupan di tengah-tengah

masyarakat. Inilah yang dikatakan kebudayaan sebagai petunjuk, atau resep-resep.

Pengetahuan kebudayaan yang dimiliki menjadi pedoman dan pegangan bagi

pemahaman dari model-model pengetahuan yang dikembangkan di dalam

8 Suparlan, “Kebudayaan, Masyarakat dan Agama, Agama sebagai Sasaran Penelitian

Antropologi” makalah yang disampaikan pada kuliah bagi para peserta Pusat Latihan Penelitian Agama Departemen Agama RI, di IAIN Ciputat, 14 September 1981.

Page 12: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

12

menghadapi lingkungan, termasuk bagaimana individu di dalam masyarakat

menerima pengetahuan keagamaan yang kemudian diyakininya.

Masyarakat

Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, artinya setiap individu selalu

menjadi bagian dari kelompok sosial yang melingkupinya dan dia menjadi bagian

dari kelompok sosial itu. Tidak ada seorangpun yang mampu hidup bertahan lama

tanpa bantuan orang lain, walupun pada kasus-kasus tertentu seseorang bisa saja

hidup dalam jangka waktu tertentu dengan bantuan binatang. Dengan menjadi

bagian dari masyarakat individu dapat menunjukkan eksistensinya, memainkan

peran sesuai dengan statusnya. Sebagai makhluk sosial manusia membentuk

kelompok yang terbesar di antaranya adalah masyarakat.

Masyarakat dapat diartikan sebagai suatu satuan kehidupan sosial

manusia yang menempati suatu wilayah tertentu; yang keteraturan dalam

kehidupan sosial tersebut telah dimungkinkan karena adanya seperangkat pranata-

pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki

bersama.9 Sedangkan pranata dapat diartikan sebagai seperangkat aturan yang

mengatur manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup tertentu. Di dalam

masyarakat terdapat banyak pranata sesuai dengan perkembangan masyarakat

tersebut, karena semakin maju sebuah masyarakat maka semakin meningkat

jumlah kebutuhannya. Maka pranata-pranata baru akan muncul dengan sendirinya

untuk mengatur dan menciptakan keteraturan di tengah-tengah masyarakat

tersebut. Apabila pranata ada maka sekaligus tumbuh lembaga baru sebagai

wadah dari pranata tersebut.

Telah umum diketahui bahwa tujuh unsur kebudayaan universal ada

setiap masyarakat, tetapi dari tujuh unsur kebudayaan tersebut berkembang dan

melahirkan banyak pranata baru karena kebutuhan masyarakat yang semakin

meningkat. Sebagai contoh, keluarga merupakan pranata sekaligus lembaga untuk

memperoleh kasih sayang, prokreasi, dan mendidik anak. Suami yang bekerja di

luar rumah tangga menyebabkan anak-anak diasuh oleh ibu atau isteri di rumah.

9 Ibid.

Page 13: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

13

Sekarang suami isteri bekerja di areal publik, sehingga muncullah pranata baru

berupa pranata pengasuhan dan mendidik anak terutama balita, yang tidak dapat

dilakukan seorang ibu sewaktu sedang bekerja. Maka muncullah apa tempat

penitipan anak dan balita selama ibu bekerja, sebagai sebuah lembaga baru.

Bahkan di Jakarta bahkan telah lahir pekerjaan baru sehubungan dengan penitipan

anak ini, yaitu petugas yang menjemput dan mengantarkan air susu ibu untuk bayi

yang dititipkan di lembaga penitipan anak. Sehubungan dengan itu beberapa

kantor perusahaan swasta telah menyediakan satu ruangan khusus di kantornya

khusus untuk karyawan ibu-ibu yang sudah melahirkan untuk dapat mengambil

air susu ibu, dan ruangan itupun telah disediakan lemari pendingin untuk

menyimpan susu ibu. Petugas yang akan mengantarkan air susu ibu inipun

memiliki wadah penyimpanan yang menjamin air susu ibu tetap segar dan dapat

dihangatkan sampai di tempat penitipan anak.

Agama

Agama dapat diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur

hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan

manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya.

Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-sistem nilai, karena pada

dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan pandangan hidup.

Karena itu juga, aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada dalam agama

lebih menekankan kepada hal-hal yang normatif atau yang seharusnya dan

sebaiknya dilakukan, bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang sifatnya praktis

dan tehnis dalam hal manusia menghadapi lingkungannya dan sesamanya.10

Sebagai seperangkat aturan maka agama merupakan salah satu pranata di

dalam masyarakat. Agama merupakan pranata atau unsur kebudayaan yang

penting dan paling sulit mengalami perubahan, bahkan bisa dikatakan tidak

mengalami perubahan, karena agama berisikan aturan yang diyakini oleh

penganutnya. Apabila terjadi perubahan di dalam keyakinan agama oleh

10

Ibid.

Page 14: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

14

kelompok tertentu, sepanjang tidak berhubungan dengan keyakinan yang paling

prinsip maka kelompok yang melakukann pembaharuan tersebut dikatakan

sebagai munculnya aliran atau sekte baru di dalam agama tersebut. Aturan

keagamaan itu bahkan diakui dan diyakini berasal dari Tuhan atau dari kekuatan

gaib. Oleh karena itulah di dalam keyakinan keagamaan sulit terjadi perubahan,

karena sentimen keagamaan sudah menentukan rasa bertuhan atau beragama

secara batiniah atau beragama di dalam diri manusia.

Agama sebagai pranata inilah yang menjadi studi di dalam antropologi

sebagaimana telah dinyatakan di bagian awal dari rangkaian tulisan ini. Lantas

jika agama sebagai pranata yang berisi aturan dalam rangka mengatur hubungan

sesama manusia dan hubungan dengan Tuhannya atau alam gaib, jika

dibandingkan dengan aturan kebudayaan (pranata) lainnya maka agama

sesungguhnya memiliki aturan yang lebih memperkuat terhadap kebudayaan. Hal

ini disebabkan karena aturan di dalam agama diyakini berasal dari Tuhan atau

kekuatan gaib dan malah sanksinya terhadap manusia diyakini pula diperoleh

nanti setelah mati. Di dalam kebudayaan tertentu seperti Minangkabau, agama

Islam sudah memperkuat nilai-nilai kebudayaan Minangkabau, karena nilai dalam

ajaran agama Islam sudah menyatu dengan nilai budaya Minangkabau, seperti

dinyatakan dalam jargon adat adat basandi sarak, sarak (aturan) basandi

Kitabullah (Al Qur’an). Demikian juga dengan agama tradisional orang

Mentawai, Arat Sabulungan, nilai-nilai kebudayaan Mentawai sudah sekaligus

merupakan nilai keyakinan tradisionalnya atau keyakinan/ agama lokalnya. Di

dalam setiap agama lokal, aturan dan nilai budaya sudah menyatu dengan aturan

dan nilai agama.

Page 15: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

15

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 3

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

AGAMA TRADISI BESAR DAN AGAMA TRADISI LOKAL

Fenomena religius yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat dapat

dipelajari secara antropologi. Antropologi agama/ religi mempelajari pranata dan

fenomena religius terutama yang sudah terpola, baik yang berasal dari keyakinan

keagamaan tradisional atau tradisi lokal maupun yang berasal dari agama-agama

tradisi besar. Di antropologi agama/ religi, agama dibedakan ke dalam dua

kelompok, agama tradisi besar (great tradition) dan agama tradisi lokal/ tradisi

kecil (little tradition). Kedua konsep ini diambil dari konsep yang sama dari

antropolog Robert Redfield, yang membedakan masyarakat petani sebagai

masyarakat folk atau masyarakat terbelah/ half society dengan masyarakat industri

sebagai masyarakat dengan tradisi besar (great tradition) dan masyarakat tribal

sebagai bentuk masyarakat dengan tradisi kecil (little tradition).

Pembedaan (agama) ini dilakukan dengan memperhatikan perbedaan-

perbedaan di antara agama-agama yang ada di dunia. Dalam hal ini ciri-ciri

Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan agama tradisi besar dengan

agama tradisi lokal

Page 16: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

16

sebuah agama mengacu kepada empat ciri-ciri yang sudah diberikan oleh

Durkheim dan ditambahkan satu ciri lainnya seperti yang dinyatakan di dalam

bagian awal dari hand out ini sehingga menjadi lima ciri agama atau religi.

Agama yang di dalam bahasa Inggrisnya disebut religion pada dasarnya sama atau

tidak dibedakan, selama memiliki ciri-ciri yang sama. Koentjaraningrat

membedakan antara agama dengan religi, tetapi pada bagian lain dinyatakannya

agama Islam adalah religi bagi orang Islam. Ini artinya agama sama saja dengan

religi. Koentjaraningrat menyatakan agama adalah religi yang diakui oleh negara,

sedangkan religi adalah agama yang tidak diakui oleh negara.11 Diduga pernyataan

akademis Koentjaraningrat masih terikat kepada kepentingan politik, atau tidak

mau dicap berseberangan dengan pemerintah orde baru yang sangat dominan pada

waktu itu. Apalagi pemerintah orde baru tidak mengakui dan memaksa banyak

sukubangsa di Indonesia untuk memeluk agama yang sudah diakui secara resmi di

Indonesia, sehingga agama-agama lokal yang terdapat di dalam suku bangsa

tertentu seperti arat sabulungan pada orang Mentawai dipaksa untuk dihilangkan

dan harus memilih satu agama yang sudah diakui negara. Di samping itu penulis

tidak menggunakan konsep kepercayaan, sebagaimana ditulis di dalam judul

tulisan Koentjaraningrat. Di dalam beragama yang ada adalah keyakinan (believe)

bukan kepercayaan (trust). Seseorang yakin kepada sesuatu yang gaib sehingga

dia patuh dan menjalankan ajaran yang diyakininya tersebut. Kalimat sebelum ini

lebih tepat jika dibandingkan dengan...seseorang percaya kepada sesuatu yang

gaib sehingga dia patuh dan menjalankan ajaran yang dipercayainya tersebut.

Percaya kepada seseorang bukan berarti kita meyakininya. Konsep yakin lebih

dalam maknanya secara religius jika dibandingkan dengan konsep percaya.

Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa agama dibedakan menjadi dua,

agama tradisi besar dan agama tradisi lokal. Konsep lain yang bisa diberikan

adalah agama universal dan agama lokal. Universal dimaksudkan di sini sebagai

lintas batas kebudayaan dan/ lintas batas bangsa, bahkan lintas batas benua.

Sedangkan lokal dalam pengertian pada masyarakat atau kebudayaan lokal atau

11

Lihat Koentjaraningrat, 1987. “Apakah Beda antara Agama, Religi dan Kepercayaan?” dalam Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:Gramedia. Hal.144-149.

Page 17: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

17

setempat. Pembedaan agama ke dalam dua kelompok ini adalah berdasarkan ciri -

cirinya, sebagai berikut.

Sebuah agama dikatakan sebagai agama tradisi besar apabila memiliki

ciri-ciri:

1. Adanya keyakinan kepada Pencipta yang Maha Besar.

2. Bercorak universal

3. Penganut agama tersebut mempunyai keyakinan yang isinya adalah

penyerahan diri terhadap pencipta secara mutlak.

4. Semua agama tradisi besar berbicara mengenai kehidupan setelah mati,

dengan konsekuensi sorga atau neraka.

5. Cenderung atau selalu mengorganisasikan diri.

6. Melampaui batas-batas suku bangsa, negara dan geografis yang luas.

Dari ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa beberapa agama di dunia

bisa dikatakan sebagai agama tradisi besar, seperti Islam, Katolik, Protestan,

Hindu, Budha, Yahudi dan Konghuchu. Agama-agama tersebut dikatakan sebagai

agama tradisi besar karena memiliki keyakinan dan penyerahan diri kepada sang

pencipta atau Tuhan yang Maha Besar, sudah bersifat universal atau melampaui

batas-batas sukubangsa, negara dan bahkan benua, dan semua agama tersebut

meyakini konsekuensi kepatuhan dan kesalahan selama hidup di dunia kepada

sorga atau negara serta selalu cenderung untuk mengorganisasikan diri. Organisasi

keagamaan ini didirikan untuk selalu memperbesar dan menyebarkan agama

tersebut ke seluruh masyarakat di dunia.

Selanjutnya apa yang disebut dengan agama tradisi lokal atau kecil

adalah pertama, sepanjang Tuhan atau dewa agama lokal tersebut masih dapat

dimanipulasi atau disuap dengan pemberian sesajen. Kedua, orang yang sudah

meninggal diyakini arwahnya bisa menjadi dewa, tuhan atau setan, sesuai dengan

perilakunya di dunia. Ketiga, agama tersebut hanya diyakini oleh satu kelompok

sukubangsa atau tidak/ belum mampu melampaui batas-batas kesukubangsaan,

bangsa dan benua.

Page 18: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

18

Ciri ketiga dari agama tradisi lokal tersebut merupakan ciri yang utama,

karena agama-agama tradisi besar yang ada di dunia sekarang pada awalnya

adalah agama tradisi lokal, tetapi karena tokoh-tokoh dan pengikut agama tersebut

mampu mengembangkan/ menyebarkan sehingga melampaui batas-batas

kesukubangsaan sehingga menjadi agama tradisi besar, karena sudah diyakini oleh

masyarakat dari sukubangsa atau kebudayaan yang berbeda.

Pertanyaan selanjutnya apakah agama tradisi lokal yang masih ada

sekarang mampu menjadi agama tradisi besar dan apakah agama tradisi besar

yang ada sekarang bisa menjadi agama tradisi lokal? Dua pertanyaan ini menarik

untuk dijawab. Jawaban pertanyaan pertama tetap kepada sepanjang agama tradisi

lokal tersebut telah diyakini dan dijadikan sebagai agama dari masyarakat

sukubangsa yang berbeda. Sebagai contoh, agama Konghuchu dahulu merupakan

agama tradisi lokal yang diyakini oleh orang Tionghoa di negeri Cina, tetapi

sekarang agama ini telah menjadi agama tradisi besar, karena diyakini dan

dijalankan juga oleh orang Indonesia.

Agama tradisi besar bisa menjadi agama tradisi lokal apabila agama

tradisi besar tersebut teks-teks sucinya diinterpretasikan secara lokal oleh

masyarakat di daerah tertentu atau sukubangsa tertentu sehingga agama tradisi

besar tersebut nampak berbeda dengan yang diyakini dan dipraktekkan oleh

masyarakat atau sukubangsa lainnya. Agama tradisi besar dengan interpretasi

lokal inilah yang kemudian mampu melahirkan banyak sekte atau aliran di dalam

agama-agama tradisi besar di dunia, dan dalam realitasnya inilah yang terjadi pada

banyak agama di dunia. Agama tradisi besar dengan interpretasi lokal yang

berbeda ini yang menyebabkan agama tradisi besar bida menjadi agama tradisi

lokal, karena sudah berbeda dengan agama tradisi besar di daerah yang berbeda.

Page 19: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

19

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 4

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

AGAMA DAN KEBUDAYAAN: SIMBOL DAN SISTEM SIMBOL

Sebagaimana dinyatakan pada bagian sebelumnya, agama merupakan

petunjuk, perintah, larangan atau menjadi pedoman bagi ummat manusia untuk

menghadapi lingkungannya, untuk mengatur kehidupan di dunia dan petunjuk

untuk menghadapi kematian dan setelah mati. Lingkungan yang dimaksudkan

termasuk lingkungan alam fisik, dan lingkungan alam gaib, yang umumnya

diajarkan atau didoktrinisasi pada setiap agama.

Kebudayaan pada prinsipnya juga merupakan pedoman di dalam

kehidupan bermasyarakat dan menghadapi lingkungan alam fisik, karena isi dari

setiap kebudayaan adalah aturan dan sanksi, status dan peran, hak dan kewajiban

serta pandangan hidup (world view). Lalu, apa beda antara agama dengan

kebudayaan? Persamaan dan perbedaan agama dengan kebudayaan sebagai

berikut:

Mahasiswa dapat menjelaskan agama dan kebudayaan sebagai sistem

simbol

Page 20: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

20

1. Agama dan kebudayaan sama-sama sebagai aturan dan pedoman yang

memiliki sanksi.

2. Aturan dan sanksi kebudayaan hanya berlaku di dalam kehidupan

bermasyarakat, tidak berlaku pada seorang individu. Maksudnya

apabila seorang individu berbuat salah dan tidak ada saksi maka

sanksinya tidak akan diberikan kepadanya. Aturan dan sanksi agama

tetap berlaku pada tingkat individual, walaupun seorang individu itu

berbuat salah tanpa ada orang lain yang mengetahuinya.Sanksi agama

baru diterima setelah kematian, seseorang yang berbuat kebaikan dan

kesalahan sanksi dan rewardnya diperoleh nanti setelah kematian,

seperti sorga dan neraka.

Di dalam agama Hindu sanksi diyakini juga dapat terjadi selama hidup di

dunia. Konsep karma, sebagai perwujudan dari sanksi yang diterima semasa hidup

di dunia. Inilah perbedaan yang terdapat di dalam agama Hindu, yang tidak

terdapat di dalam keyakinan agama-agama tradisi besar lainnya.

Oleh karena itu kebudayaan dan agama pada dasarnya sangat fungsional

untuk mengatur dan menciptakan keteraturan di dalam masyarakat. Kebudayaan

dan agama sama-sama memiliki aturan yang mengatur untuk kehidupan bersama

di tengah-tengah masyarakat. Aturan di dalam agama dan kebudayaan itu

dipelajari melalui simbol-simbol. Simbol merupakan segala sesuatu yang diberi

makna sesuai menurut kebudayaan atau agama tertentu. Simbol kebudayaan

adalah simbol-simbol yang diketahui maknanya oleh pendukung kebudayaan

tersebut. Simbol agama adalah simbol yang terdapat di dalam setiap agama,

dengan makna-makna yang diberikan berdasarkan ajaran atau doktrin di dalam

gama tersebut.

Kebudayaan dan agama menurut perspektif simbolik adalah berkenaan

dengan pengkajian antropologi mengenai sistem-sistem kognitif dan simbolik.

Dalam hal ini Clifford Geertz adalah tokoh yang menyatakan “agama merupakan

bagian dari suatu sistem kebudayaan yang lebih meresap dan menyebar luas, dan

Page 21: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

21

bersamaan dengan itu kedudukannya berada dalam suatu hubungan dengan dan

untuk menciptakan serta mengembangkan keteraturan tersebut.”12 Geertz yang

menyatakan agama sebagai suatu sistem simbol... dan seterusnya,13 juga

menyatakan agama sebagai pedoman bagi ketepatan dari kebudayaan, suatu

pedoman yang beroperasi melalui sistem-sistem simbol pada tingkat emosional,

kognitif, subjektif dan individual.14 Menurut Geertz kebudayaan adalah pola dari

pengertian-pengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-

simbol yang ditransmisikan secara historis suatu sistem mengenai konsepsi-

konsepsi yang diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara

tersebut manusia berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan

dan sikap mereka terhadap kehidupan.15

“Simbol-simbol adalah garis penghubung antara pemikiran manusia

dengan kenyataan yang ada di luar, yang dengan mana pemikiran harus selalu

berhubungan atau berhadapan dan yang dalam hal ini pemikiran manusia dapat

dilihat sebagai (menurut Geertz) ‘suatu sistem lalu lintas dalam bentuk simbol-

simbol yang signifikan.’ Dengan demikian simbol-simbol itu pada hakekatnya ada

dua, yaitu; (1) yang berasal dari kenyataan luar yang terwujud sebagai kenyataan-

kenyataan sosial dan ekonomi; dan (2) yang berasal dari dalam dan yang terwujud

melalui konsepsi-konsepsi dan struktur-struktur sosial. Dalam hal ini simbol-

simbol menjadi dasar dari perwujudan model dari dan model bagi dari sistem-

sistem konsepsi dalam suatu cara yang sama dengan bagaimana agama

mencerminkan dan mewujudkan bentuk-bentuk suatu sistem sosial.”16

Simbol-simbol di dalam agama dan kebudayaan selalu menunjukkan

kebaikan dan keburukan/ kejahatan. Di dalam kebudayaan simbol-simbol

digunakan di dalam proses interaksi di dalam kehidupan sehari-hari di tengah-

tengah masyarakat. Simbol-simbol di dalam agama menunjukkan kesucian atau

12

Suparlan, 1982. 13

Sebagaimana telah dikutip pada bagian sebelumnya. 14

Suparlan, 1982. 15

Geertz, ibid. Hal.89. 16

Suparlan, 1982.

Page 22: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

22

kesakralan dan kejahatan/ keburukan/ sesuatu yang biasa-biasa saja, atau disebut

juga yang sakral (sacré) dan yang profan.

Teori strukturalisme dari Lévi-Strauss yang memandang segala sesuatu

secara binnary opposition sangat relevan di dalam melihat simbol-simbol di dalam

kebudayaan dan keagamaan. Baik-buruk, benar-salah, sorga-neraka adalah dua

perspektif yang selalu terhubung antara satu dengan lainnya, dengan perilaku di

dunia dan konsekuensi yang diterima di akhirat. Oleh karena itu simbol-simbol

yang digunakan di dalam kebudayaan dan agama juga menunjukkan simbol-

simbol kebaikan-kejahatan, benar-salah, atau suci dan tidak suci. Di dalam agama

Islam warna putih sering dipakai oleh para ulama dalam berpakaian untuk

menunjukkan simbol kebaikan atau mendekati ke kesucian, yang dilawankan

dengan warna hitam sebagai simbol kejahatan. Sorga selalu diletakkan di posisi di

atas, neraka selalu diletakkan pada posisi di bawah.

Segala sesuatu baik di dunia nyata, alam fisik dan sosial maupun di dunia

gaib, semuanya digolongkan ke dalam sistem penggolongan. Penggolongan ini

dibuatkan ciri-cirinya yang selalu dipertentangkan atau digolong-golongkan.

Maka muncullah penggolongan atas dua, seperti yang suci dan yang kotor atau

berdosa. Penggolongan dua ini bisa juga menjadi tiga dengan posisi tengah yang

menengahi di antara dua yang saling bertentangan. Cara pikir oposisi biner ini

kemudian disimbolkan ke dalam simbol-simbol yang dianggap suci dan simbol-

simbol yang profan. Oleh karena itu konsep surga-neraka, bahagia-sengsara ada

pada setiap agama. Di dalam agama berisi sistem simbol yang menggolongkan

segala sesuatu, yang maknanya diberikan oleh agama tersebut. Sebagai contoh air

sungai. Air sungai bisa dikatakan suci atau tidak suci berdasarkan ukuran

keagamaan, tidak berdasarkan kepada ukuran higienis. Air sungai ada yang boleh

atau tidak boleh untuk bersuci atau mensucikan sehingga bisa dipakai berwudhu

sebelum beribadah di dalam agama Islam.

Dalam hal ini ada pedoman penilaian yang sama dengan nilai-nilai

budaya. Penilaian agama adalah penilaian atas suci atau tidak suci. Di dalam

masyarakat agama menjadi keyakinan keagamaan berdasarkan interpretasinya atas

ajaran dan pedoman yang sesungguhnya (teks suci). Acuan interpretasinya adalah

Page 23: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

23

kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Agama diterima oleh masyarakat

tertentu adalah berdasarkan kepada hasil interpretasi dari masyarakat penganut

agama tersebut berdasarkan kebudayaannya atas teks-teks (kitab) suci yang

intinya adalah pedoman untuk kebaikan di dunia dan di akhirat.

Page 24: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

24

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 5

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

AGAMA DAN MAGI

Agama sebagai pedoman untuk hidup di dunia dan penjelasan tentang

keadaan setelah kematian serta ciri-ciri apa yang disebut dengan agama seperti

yang disampaikan Durkheim dan penambahan satu ciri kelima dari penulis pada

bagian awal dari handout ini telah dapat menjelaskan apa yang disebut dengan

agama. Di samping itu penjelasan agama ke dalam agama tradisi besar dan tradisi

lokal lebih memberi pengertian terhadap agama. Dengan penjelasan tersebut

apakah sama antara agama khususnya agama tradisi lokal atau kecil dengan magi/

magis (magic)? Penjelasan ini diberikan pada bagian ini.

Magi (magic) yang dimaksudkan di sini adalah berupa kepercayaan

kepada kekuatan gaib dan penggunaan kekuatan gaib tersebut untuk kepentingan

praktikal. Magi ada pada seseorang, milik seseorang, untuk kepentingan seseorang

atau individu, bukan milik kelompok atau masyarakat. Inilah yang menjadi

- Mahasiswa dapat menjelaskan magi dalam agama tradisi lokal

- Mahasiswa dapat menjelaskan magi dalam keteraturan dan

kekalutan

Page 25: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

25

penekanan pembedaan magi dengan agama, terutama agama tradisi lokal. Dalam

hal ini bisa diberikan contoh, seseorang yang ingin lulus ujian atau diterima

bekerja di instansi tertentu meminta bantuan kepada seorang dukun, dan dengan

permintaan dukun (dari kekuatan gaib) tersebut, dia menyediakan syarat-syarat

tertentu supaya keinginannya lulus ujian atau diterima bekerja benar terwujud,

melalui penggunaan kekuatan gaib tersebut. Tindakan magi seperti ini banyak

dilakukan oleh individu-individu di dalam masyarakat. Peran dukun atau

paranormal menjadi fungsional di dalam masyarakat. Inilah yang dimaksudkan

dengan tindakan magis atau magic. Magi menurut Havilland, “merupakan praktek

ritual yang paling mempesona, adalah penerapan kepercayaan bahwa kekuatan

supernatural dapat dipaksa untuk aktif dengan cara tertentu, baik untuk tujuan

yang baik maupun yang jahat, dengan menggunakan rumusan-rumusan

tertentu.”17

Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan magi, berikut

diberikan ciri-ciri magi. Pertama, magi mencakup perbuatan untuk berbuat baik

atau jahat. Kedua, untuk menggunakan magi diperlukan individu yang mampu

dan cocok dengan kekuatan gaib atau supernatural tersebut. Ketiga, magi ada

ritualnya, keempat, niatnya ditujukan untuk apa dan siapa. Di samping itu ada ciri-

ciri universal dari magi, di antaranya sebagai berikut:

1. Ada hubungan orang dengan makhluk atau kekuatan gaib tertentu yang

melebihi hubungan tersebut. Orang/ individu tertentu tersebut dapat

menggunakan magi.

2. Salah satu syarat ritual magi adalah memberikan imbalan tertentu.

3. Ritual magi adalah ritual keagamaan.

Ciri universal dari magi inilah yang membedakan magi dengan agama.

Dalam hal ini, ada pemberian atau imbalan tertentu kepada kekuatan gaib yang

bersifat azas timbal balik atau resiprositas. Jika seseorang memberikan sesuatu

kepada makhluk gaib maka makhluk gaib tersebut juga harus memberikan sesuatu

17

Havilland, 1985.Hal.210.

Page 26: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

26

kepada orang tersebut. Artinya makhluk atau alam gaib tersebut dapat

dimanipulasi dengan pemberian-pemberian tertentu, seperti pemberian sesajian.

Gambar Ritual Magi, penghubung antara dunia nyata dan dunia gaib

Frazer membuat perbedaan yang tajam antara agama dan magi. Agama

olehnya merupakan cara mengambil hati atau menenangkan kekuatan yang

melebihi kekuatan manusia, yang menurut kepercayaan membimbing dan

mengendalikan nasib dan kehidupan manusia. Sebaliknya, magi sebagai usaha

untuk memanipulasikan “hukum-hukum” alam tertentu yang dipahami. Dengan

demikian Frazer melihat magi sebagai semacam ilmu pengetahuan semu (pseudo-

science).18 Selanjutnya Frazer membedakan dua macam prinsip magi, magi

simpatetis dan magi senggol (contagious magic). Prinsip yang pertama,

“persamaan menimbulkan persamaan” (“like produce like”). Misalnya dengan

membuat boneka mirip manusia yang akan diguna-guna atau disantet. Jika perut

boneka ditusuk maka orang yang diguna-guna tersebutlah yang merasakan sakit.

Magi senggol berdasarkan prinsip bahwa barang yang pernah bersentuhan dapat

saling mempengaruhi sesudah terpisah.19 Dengan magi senggol seseorang bisa

disantet atau diguna-guna hanya dengan menggunakan benda-benda yang pernah

bersentuhan dengan orang yang dimaksud, atau dengan menggunakan barang-

barang yang pernah dipakainya, seperti sisir, pakaian, dan lain-lain.

18

Ibid.Hal.210-211. 19

Ibid.Hal.211.

Page 27: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

27

Fenomena magi seperti ini terdapat di seluruh dunia, dalam bentuk dan

nama-nama yang berbeda. Aktivitas sihir seperti voodoo sangat terkenal di Afrika,

ada leak di Bali, santet di Jawa, gasing tangkurak dan sijundai di Miangkabau dan

lain-lain. Di dalam antropologi konsep mana yang berasal dari daerah Polynesia

menjadi konsep baku dalam menyebut kekuatan gaib yang terdapat di sekeliling

manusia. Fenomema religius di dalam agama tradisi lokal, berbagai macam

bentuk magi dapat menjadi studi antropologi religi/ agama.

Page 28: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

28

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 6

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

UPACARA DAN RITUAL

Upacara (ceremony) berbeda dengan ritual/ ritus (rites). Perbedaan antara

keduanya adalah sangat mendasar, walaupun di dalam kehidupan sehari-hari

seakan-akan keduanya disamakan saja. Penekanan perbedaannya adalah kepada

kekhusukan atau keseriusan dari aktivitas yang disebut dengan ritual, sedangkan

upacara penekanannya adalah kepada kegembiraan. Semua aktivitas religius, baik

di dalam agama tradisi besar, tradisi lokal dan magi di dalamnya terdapat ritual.di

dalam ritual tidak terdapat upacara, tetapi di dalam upacara bisa saja terdapat

ritual.

Sebagai contoh, upacara bendera sering dilakukan pada setiap hari Senin

atau setiap tanggal 17 di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor. Di dalam upacara

tersebut sangat diharapkan keseriusan peserta, terutama pada saat menaikkan

bendera merah putih atau saat mengheningkan cipta. Pada saat itulah yang disebut

dengan aktivitas ritual di dalam upacara. Pesta pernikahan merupakan bentuk

- Mahasiswa dapat membedakan upacara dengan ritual

Page 29: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

29

upacara (ceremony), yang bisa saja diselenggarakan sehari semalam, atau bahkan

sampai tujuh hari tujuh malam. Ini semua adalah bentuk upacaranya, yang

menampakkan kegembiraan. Ritualnya adalah pada saat pengucapan ijab kabul

atau proses pernikahan yang mensyahkan hubungan seorang laki-laki dengan

seorang perempuan sebagai suami isteri.

Di dalam antropologi dipelajari banyak ativitas upacara dan sekaligus

merupakan ritual dalam rangka memperingati masa-masa peralihan sepanjang

hidup manusia, yang dikenal dengan les rites de passege (the rite of passage) atau

ritus peralihan. Konsep ini berasal dari antropolog Perancis keturunan Jerman,

A.A. van Gennep, yang menulis mengenai mengenai ritus peralihan pada cerita

rakyat Perancis. Sepanjang hidup manusia sejak bayi menjadi balita, anak-anak,

remaja, dewasa, menjadi tua dan meninggal dunia, di dalam masyarakat tertentu

sering dilaksanakan ritual tertentu untuk memasuki tingkat usia atau kelompok

usia tersebut. Ritual yang paling sering dilakukan di dalam banyak masyarakat di

dunia adalah peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

Di dalam masyarakat sederhana tidak dikenal apa yang disebut dengan

masa remaja, konsep masa remaja justru ada di dalam masyarakat industri. Oleh

karena itu di dalam masyarakat sederhana ritual peralihan menjadi sangat penting

sebagai perubahan status dari anak-anak menjadi dewasa, karena setelah melalui

masa menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki perkawinan

sudah boleh dilaksanakan, sebagai simbol telah memasuki masa dewasa.

Page 30: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

30

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 7

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

1. Konsep gender dan kekuasaan

2. Agama, Gender dan kekuasaan

MATERI 1

GENDER DAN KEKUASAAN

Pengertian Gender

Dalam memahami konsep gender hendaklah dibedakan dengan konsep seks

(jenis kelamin). Karena masih sering terjadi kesalahpahaman terhadap kedua

konsep tersebut. Pengertian jenis kelamin atau seks merupakan pembagian dua

jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis

kelamin tertentu. Misalnya perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim,

saluran untuk melahirkan, memproduksi telur dan memiliki alat untuk menyusui.

Seks bersifat biologis, permanen, tidak berubah dan sebagai ketentuan Tuhan atau

kodrat.20

20

Fakih, Mansour, Analisis Gender & Transformasi Sosal. Yogyakarta: Pustaka pelajar. 1999: 8

1) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian gender dan kekuasaan

2) Mahasiswa dapat menganalisa kaitan agama dengan gender dan

kekuasaan.

Page 31: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

31

Gender yaitu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang

dikontruksikan secara sosial dan kebudayaan (kultural).21

Misalnya kaum

perempuan dikenal lembut, lemah, emosional, sedangkan laki-laki dianggap, kuat,

rasional, perkasa,kuat. Sifat-sifat ini dikonstruksikan atau dibentuk oleh

kebudayaan masyarakat. Sifat-sifat tersebut tidak lah tetap, bisa dipertukarkan,

dan dapat berubah. Sifai-sifat gender disosialisasikan dalam lingkungan keluarga,

dan masyarakat, diperkukuh oleh agama dan negara sehingga semakin kuat dan

mengakar dalam kebudayaan masyarakat.

Selama ini terdapat kerancuan dalam pemahaman gender dan seks di

masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat pemahaman bahwa gender dianggap

sebagai kodrat manusia, dan berarti diperoleh dari Tuhan atau takdir dari Tuhan.

Sehingga jika ada perempuan yang tidak bersifat lembut, kuat dalam prinsip,

rasional dalam berbuat, kuat, maka dianggap telah menyalahi kodrat. Begitu juga

perempuan yang berkarir, bekerja di luar rumah, tidak merawat anak dan suami

dengan baik maka dinyatakan bahwa si perempuan telah melanggar kodrat dari

Tuhan.

Gender merupakan hasil bentukan atau konstruksi masyarakat. perbedaan

gender dapat saja berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

Margaret Mead, antropolog perempuan asal Amereika telah membuktikan melalui

penelitian lapangan pada tiga sukubangsa, Arapesh, Mundogumor dan Tchambuli

di Papua Niugini. Dalam bukunya Sex and Temperament in Three Primitive

Societies (1934). Menurut Mead, perbedaan sifat atau temperamen antara laki-laki

dan perempuan tidak bersifat universal. Di dalam kebudayaan Arapesh, tidak ada

perbedaan temperamen antara laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki

kepribadian yang rata-rata halus, lembut, dan pasif seperti yang dimiliki oleh

perempuan umumnya di kebudayaan Ero-Amerika. Sebaliknya pada masyarakat

Mundogumor, juga tidak ada perbedaan temperamen laki-laki dan perempuan,

keduanya memiliki temperamen keras, kasar, aktif dan agresif. Seperti yang

dimiliki orang laki-laki pada umumnya di masyarakat Ero-Amerika. Pada

21

Fakih. Ibid hal 9

Page 32: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

32

masyarakat Tchambuli, temperamen laki-laki dengan perempuan malahan terbalik

dengan masyarakat Ero-Amerika. Kaum perempuan pada umumnya bersifat

keras, kasar, aktif, dan melaksanakan pekerjaan berat dalam usaha perkebunan

dan mencari sagu, kaum perempuan juga tidak suka bersolek, malahan banyak

yang berkepala botak. Sedangkan kaum laki-laki, bekerja di bidang pertukangan,

dan kesenian. Kaum laki-laki bersifat lembut, dan suka bersolek.22

Gender sebagai bentukan masyarakat maka membawa permalahan-

permasalahn sosial terkait dengan perbedaan gender tersebut. Permasalah-

permasalah yang muncul akibat perbedaan gender dalam masyarakat yaitu ketidak

adilan, marginalisasi, subordinasi perempuan, munculnya stereotipe, kekerasan

dan beban kerja yang berbeda. Dalam prinsip kesetaraan gender, dalam hal ini

tidak hanya fokus kepada perempuan saja, namun juga kaum laki-laki.

Pengertian konsep Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia

untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa

sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang

yang mempunyai kekuasaan itu.23

Kekuasaan sosial menurut Rober M MacIver

adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara

langsung dengan jalan memberikan perintah, maupun secara tidak langsung

dengan menggunakan segala alat dan cara yang tersedia. Kekeuasaan biasanya

berbentuk hubungan (relationship), dalam arti bahwa ada satu pihak yang

memerintah dan ada satu pihak yang diperintah. Rober M. MacIver

mengemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat selalu berbentuk

piramida. Ini membuktikan bahwa kekuasaan yang satu lebih unggul dari yang

lain, bahwa suatu kekuasaan lebih kuat dan mensubordinasi kekuasaan yang

lainnya.24

22

Danandjaja, James. Antropologi Psikologi; Teori, Metode, dan sejarah Perkembangan. Jakarta: Rajawali 1988: Hal 37-38 23

Budiarjo, Meriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. 1986: 35 24

Budiarjo. Ibid hal 36

Page 33: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

33

Gender dan kekuasaan

Dalam banyak kajian relasi gender, ditemukan bahwa sub-ordinasi

perempuan merupakan sesuatu yang universal. Kekuasaan laki-laki lebih dominan

daripada perempuan. Setiap kebudayaan menempatkan nilai perempuan yang

lebih rendah daripada laki-laki. Sherry Ortner menjelaskan hubungan perempuan

dan laki-laki seperti hubungan alam dengan kebudayaan. Semua kebudayaan

membuat perbedaan antara masyarakat manusia dengan alam. Kebudayaan

berusaha mengontrol dan menguasai alam untuk dimanfaatkan untuk kepentingan

sendiri. Ortner berpendapat bahwa perempuan diidentifikasikan atau secara

simbolis diasosiasikan dengan alam, sedangkan laki-laki diasosiasikan dengan

kebudayaan. Oleh karena kebudayaan berusaha untuk mengontrol alam, maka

merupakan suatu yang “alami” pula perempuan, karena hubungannya dekat

dengan alam, juga harus dikontrol dan dikuasai.25

Perempuan diasosiasikan dengan alam, karena sistem reproduksi

perempuan membuatnya dekat dengan alam dan keterlibatan perempuan dalam

reproduksi cenderung membatasi mereka pada fungsi-fungsi sosial tertentu.

Tugas perempuan adalah terutama dihubungkan dengan pengasuhan anak, maka

hubungan kerja mereka adalah dekat dengan anak, keluarga atau sektor domestik.

Sedangkan laki-laki banyak bertugas di luar rumah atau sektor publik.26

MATERI 2

AGAMA, GENDER DAN KEKUASAAN

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa agama berisikan ajaran yang

dijadikan pedoman bertingkah laku bagi manusia penganutnya, tidak hanya untuk

kehidupan di dunia akan tetapi juga kehidupan sesudah mati. Agama diperoleh

oleh umat manusia melalui manusia yang bertugas sebagai penyampai ajaran-

2525

Moore, Henrietta.L. Feminisme & Antropologi. Jakarta: Obor . 1998: 31. 26

Budiman, Arif.Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia. 1985: 4

Page 34: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

34

ajaran yang dianggap suci yang disebut, nabi,atau rabbi. Selanjutnya diteruskan

kepada pengikut yang lain, sehingga agama yang sampai di dalam masyarakat

merupakan hasil interpretasi atau penafsiran ajaran dari pendahulu sebelumnya.

Agama merupakan sebuah pranata sosial di dalam masyarakat yang

paling kuat mengakar, dan sulit mengalami perubahan. Agama juga menjadi

rujukan, nilai dan moral, bahkan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dengan

demikian, perilaku manusia berlandaskan kepada penafsiran masyarakat terhadap

ajaran agama yang mereka anut. Dalam masyarakat patriarkhi, kekuasaan berada

di tangan laki-laki, maka tafsiran ajaran agama cenderung memperkuat kondisi

tersebut sehingga semakin memperkuat kekuasaan laki-laki di dalam masyarakat.

Seperti dalam masyarakat Islam, sering terjadi perdebatan mengenai,

bolehkah perempuan menjadi pemimpin? Di dalam tafsiran masyarakat terlihat

bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin, laki-laki lah yang menjadi

pemimpin. Sehingga ketika terjadi pemilihan, dimana perempuan termasuk salah

satu calonnya, maka jumlah pemilihnya hanya sedikit. Kalau diperhatikan dalam

Al Quran, sebagai rujukan umat Islam pada dasarnya mengakui bahwa kedudukan

laki-laki dan perempuan adalah sama.27

Dalam sejarah Islam, istri nabi

Muhammad, Siti Aisyah pernah menjadi pemimpin komando perang. Dengan

demikian, interpretasi terhadap ajaran agama sangat dipengaruhi oleh kacamata

pandang yang digunakan oleh penafsirnya...28

27

Fakih, Mansour, ibid: 129 28

Ibid: 134

Page 35: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

35

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 9

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

TEORI MUNCULNYA AGAMA : TYLOR DAN FRAZER

A.Teori Evolusi Religi oleh E.B. Tylor

Edward Burnett Tylor (1832-1917)

E.B. Tylor lahir dari keluarga Quaker yang kaya di London. Karya

besarnya yaitu Primitive Culture (1871). Pada tahun 1884, ia diplih sebagai

reader-nya yang pertama dalam bidang baru, antropologi. Kemudian menjadi

profesor pertama dalam disiplin tersebut. Buku Primitive Culture diterbitkan di

Inggris ketika orang-orang yang sangat religius sedang mendapat tantangan

keimanan mereka dengan terbitnya buku Charles Darwin, Origin of Species

(1859). Teori evolusi melalui seleksi alam yang dikemukakan menghentakkan

banyak orang, karena sangat bertentangan dengan kitab suci. Buku Darwin diikuti

dengan The Descent of Man (1871).

Mahasiswa dapat menjelaskan teori munculnya agama oleh E.B.Tylor dan

Frazer

Page 36: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

36

Menurut Tylor asumsi dari etnologi atau ilmu budaya yang baru yaitu

setiap komunitas atau kebudayaan yang terorganisasi harus dipahami sebagai satu

keseluruhan---sebagai suatu sistem kompleks yang terdiri atas pengetahuan dan

kepercayaan, seni dan moral, alat dan teknologi, bahasa, hukum, adat-istiadat,

legenda, mitos dan komponen lain yang semuanya membentuk satu keseluruhan

yang tunggal. Etnologi lebih lanjut menuntut sistem-sistem yang kompleks ini

diteliti secara ilmiah.29

Asumsi dasarnya yaitu semua makhluk manusia esensinya sama,

terutama menyangkut kapasitas mental yang dasar. Saat melihat hal-hal yang

serupa dari kebudayaan yang berbeda menunjukkan bahwa manusia berada dalam

tahap yang sama----manusia dari segala tempat dan zaman adalah sama. Jika dua

masyarakat berbeda kebudayaannya, hal ini menunjukkan kedua kebudayaan tidak

berada pada tahap yang sama, yang satu pasti lebih tinggi dan yang lain lebih

rendah dalam skala evolusi.

Pandangan “Survival”

Menurut Tylor, tidak semua kebudayaan dan tidak semua hal dalam suatu

kebudayaan berkembang melalui langkah yang sama. Praktek kebudayaan yang

sesuai pada suatu waktu, dapat bertahan lama walaupun gerak kemajuan

melewatinya. Misalnya, meskipun tidak ada pemburu modern yang masih

menggunakan panah untuk membunuh binatang buruan, namun seni memanah

masih ada sampai saat ini.30

Asal-usul Agama

Untuk dapat memahami agama, menurut Tylor agama hendaklah di

defenisikan secara lebih universal. Agama menurutnya yaitu, “kepercayaan pada

makhluk spritual”. Agama yang paling tua didunia yaitu animisme (dari bahasa

29

Pals, L. Daniel. Seven Theories of Religion. Yogyakarta: Qalam, 1996: 34 30

Ibid. Hal 36

Page 37: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

37

latin anima artinya roh), yaitu kepercayaan pada kekuatan pribadi yang hidup

dibalik semua benda. Animisme dapat ditemukan di seluruh sejarah bangsa

manusia.

Dasar dari asal usul agama, adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa

(roh). Kesadaran akan adanya jiwa disebabkan karena dua hal: Pertama,

perbedaan yang tanpak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang

mati, ketika manusia hidup terdapat jiwa (roh) yang mengerakkan manusia yang

membedakan ketika manusia telah mati. Kedua, peristiwa mimpi, dalam mimpi

manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain. Bagian lain dari dirinya yang pergi

ke tempat-tempat lain disebut dengan jiwa (roh).

Tylor membedakan jiwa atas dua; pertama soul yaitu jiwa atau roh

manusia yang masih berhubungan dengan tubuh jasmani, termasuk diri manusia

yang terlihat diwaktu mimpi. Kedua, spirit yaitu jiwa atau roh manusia yang

sudah terlepas dari tubuh jasmani untuk selama-lamanya.

Evolusi Religi

Pada tingkat pertama, Animisme. Manusia percaya bahwa makhluk

halus atau roh yang terlepas dari tubuh manusia ketika mati itu menempati alam

sekeliling tempat tinggalnya. Roh ini menjadi objek penghormatan yang disertai

upacara. Roh ini memiliki kemampuan berbuat hal-hal yang tidak mampu

dilakukan oleh manusia. Pada tingkat kedua, Dinamisme. Manusia percaya

bahwa gerak alam juga dipengaruhi oleh adanya jiwa dibelakang peristiwa atau

gejala alam, seperti gempa bumi, gunung meletus dan lain-lain. Jiwa alam

selanjutnya dipersonifikasikan seperti makluk yag memiliki kepribadian, kemauan

dan keinginan.

Pada tingkat ketiga, Politeisme. Sejalan dengan perkembangan

kebudayaan (era savagery, barbar, civilization). Pada masa barbar ditemukan

pertanian, kota dan tulisan, unsur-unsur utama peradaban dibangun. Dalam

kebudayaan “tinggi” terdapat pembagian kerja dan struktur kekuasaan dan otoritas

yang kompleks. Manusia percaya bahwa jiwa (roh) yang disebut dewa hidup

Page 38: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

38

serupa dengan manusia. Dewa memiliki susunan pangkat mulai dari yang tinggi

sampai ke rendah. Dewa memiliki tugas masing-masing. Pada tingkat keempat,

Monoteisme. Manusia percaya bahwa ada satu dewa yang tertinggi yang layak

untuk diberikan penghormatan. Sehingga berkembang keyakinan pada satu

Tuhan. Sebagai tapa yang paling tinggi dalam evolusi religi manusia.

Kemunduran animisme dan kemajuan pemikiran

Kemajuan intelektual pada masa sekarang dapat dilihat sebagai

kemunduran teori animis. Menurut Tylor, sebagai sebuah usaha orang-orang awal

untuk memahami dunia, sebagai respon terhadap misteri dan peristiwa-peristiwa

yang tidak pasti, agama animisme menghadirkan persamaan dasar bagi sains.31

Kemampuan sains dalam menjelaskan fenomena alam mengakibatkan

kepercayaan terhadap roh atau jiwa yang menguasai alam semakin menghilang.

A. Teori Evolusi Religi oleh J.G. Frazer (1854-1941)

Frazer berasal dari keluarga Protestan, Quaker yang keras lahir di

Glasgow, Skotlandia. Karya besar Frazer yaitu The Golden Bough (1890-1915).

Buku ini bertujuan untuk mempelajari kebudayaan Yunani dan Romawi, dengan

fokus perhatian antropologi. Bukunya dalam usaha mengungkapkan asal-usul

agama. Frazer menyakini utuk mengetahui kegiatan ritual yang dilakukan oleh

masyarakat pra sejarah yaitu melalui cerita rakyat, legenda, dan praktek sebagian

besar orang peimitif yang ingin kita lihat di antara hal-hal itu dapat ditemukan

pola-pola tradisi kuno dimana legenda Romawi mungkin sesuai dengannya.

Pandangan Frazer agak berbeda dengan Tylor bahwa pimikiran primitif diatur dua

sistem ide yaitu, magi dan agama. 32

Fakta penting tentang manusia, menurutnya yaitu perjuangan untuk

bertahan hidup. Masyarakat primitif kehidupan sangat bergantung kepada alam,

jika keadaan alam tidak mengakomodasi kebutuhan mereka, manusia dengan akal

yang dimiliki, menggunakan segala usaha untuk bisa memahami dunia dan

31

Ibid hal 50 32

Ibid hal 58

Page 39: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

39

mengubahnya. Usaha yang paling pertama yaitu magi atau magi simpatetik.

Menurut Frazer ada dua tipe magi simpatetik yaitu: magi imitatif (imitative

magic), yaitu magi yang menghubungkan benda-benda atas dasar prinsip

kesamaan; magi kontak (contagious magic), yang berhubungan atas dasar prinsip

pelekatan (attachment). Dalam suatu kasus, dapat dikatakan ‘serupa

mempengaruhi yang serupa (like effects like), bagian mempengaruhi bagian (part

effects part). Dengan banyak kasus Frazer menunjukkan bagaimana masyarakat

sederhana berasumsi bahwa alam bergerak atas dasar imitasi dan hubungan.

Apalagi mereka menganggap prinsip ini bersifat tetap, universal dan tak dapat

dipecahkan-sebagimana tetap dan pastinya hukum ilmiah modern tentang sebab-

akibat.33

Menurut Frazer orang yang mempunyai kemampuan menguasai ilmu

magi, apakah disebut ahli magi, dukun atau tukang sihir maka hampir selalu

memegang kekuasaan dan memiliki martabat yang tinggi dalam masyarakat

sederhana. Bukti-bukti yang ada diseluruh dunia terhadap masyarakat kesukuan,

raja atau kepala suku adalah ahli magi. Frazer menyatakan bahwa magi tanpak

seperti sains bagi masyarakat sederhana, akan tetapi merupakan sains yang semu

(pseudo sainces). Dalam kenyataannya dunia nyata (pikiran modern) tidak bekerja

menurut pola simpati dan persamaan. Menurut Frazer ketika magi menurun dalam

kepercayaan masyarakat, maka digantikan oleh agama. Agama menurut Tylor

merupakan kepercayaan pada makhluk spiritual. Magi secara umum sama dengan

agama. Namun Frazer lebih tertarik perbedaan magi dengan agama. Pemikiran

manusia sudah keluar dari magi dan masuk kepada agama, jika kepercayaan

kepada makhluk supernatural, dan usaha manusia untuk mendapakan bantuan

mereka melalui doa atau ritual. Manusia meminta permohonan kepada dewa-dewa

melalui doa atau ritual, karena dewa memiliki kekuatan terhadap alam, dan

kekuatan ril atu adalah pribadi-pribadi.

Magi yaitu semua tindakan manusia untuk mencapai suatu maksud

melalui kekuatan-kekuatan yang ada di alam semesta, serta seluruh kompleks

33

Ibid hal 59-60

Page 40: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

40

anggapan yang ada dibelakangnya. Manusia mula-mula hanya menggunakan ilmu

gaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan

dan pengetahuan akalnya. Pada waktu itu agama belum ada dalam kebudayaan

manusia. Lambat laun terbukti bahwa banyak dari tindakan magi itu tidak ada

hasilnya, maka mulailah manusia yakin bahwa alam didiami oleh makhluk-

makhluk halus yang lebih berkuasa dari makhluk lainnya, lalu mulailah manusia

mencari hubungan dengan makhluk halus itu, dengan demikian timbullah agama.

Perbedaan besar agama dengan magi menurut Frazer yaitu, magi adalah

sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan

menggunakan kekuatan dan kaidah gaib yang ada di alam. Sebaliknya agama

adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan

cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk halus seperti

roh-roh, dewa-dewa dan sebagainya yang menempati alam.

Menurut Frazer peralihan ke agama dibaca sebagai tanda kemajuan

intelektual manusia.34

Penjelasan agama dipandang lebih baik daripada magi.

Magi menetapkan hukum-hukum yang bersifat tetap dan universal. Jika ritual

hujan dilakukan dengan benar maka hujan pasti turun. Namun alam tidak bersifat

pasti, tidak semua hal di bawah kontrol manusia, dengan agama (memohon

kepada dewa penguasa alam, dengan harapan diberikan hujan dan lain lain)

menempatkan sesuatu di bawah kontrol wujud yang agung dan kuat di luar diri

manusia.

34

Ibid Hal 62.

Page 41: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

41

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 10

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

EMILE DURKEIM: MASYARAKAT SEBAGAI YANG SAKRAL

Durkheim lahir pada tahun 1858 di kota Epinal Perancis. Bukunya yang

terkenal berkaitan dengan agama yaitu, The Elementary Form of The Religious

Life (1912). Buku ini mengungkap elemen-elemen dasar pembentuk semua

agama. Menurut Durkheim orang religius membagi dunia menjadi dua arena yaitu

yang sakral dan profan. Hal yang sakral selalu dianggap superior, sangat kuasa,

terlarang dari hubungan normal, dan pantas mendapat penghormatan tinggi. Hal-

hal yang profan adalah sebaliknya; bersifat biasa, tak menarik dan merupakan

kebiasaan praktik kehidupan sehari-hari. Perhatian agama adalah hal-hal yang

pertama (sakral). Hal- hal yang sakral selalu melibatkan kepentingan besar.

Kepentingan dan kesejahteraan seluruh kelompok atau komunitas. Pada sisi lain,

hal-hal yang profan adalah masalah-masalah kecil, mereka mencerminkan urusan

setiap individu sehari-hari-kegiatan dan usaha pribadi yang lebih kecil dari

kehidupan pribadi dan keluarga dekat.

Mahasiswa dapat menjelaskan teori agama dari Emile Durkeim:

Masyarakat sebagai yang sakral

Page 42: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

42

Durkheim berbeda pendapat dengan Frazer yang mengatakan magi

muncul lebih awal dari agama. Magi dan agama dapat hidup berdampingan, yang

satu adalah tempat bagi wilayah personal, yang lain adalah tempat bagi wilayah

sosial. Kata Durkheim; seorang ahli magi, hanya memiliki klien, tetapi bukan

jamaat. “tak ada jamaat magi”.35

Totemisme

Durkheim mengasumsikan bahwa agama yang dijalani oleh sukubangsa

yang sederhana merupakan bentuk agama yang paling dasar. Dan jika dapat

menjelaskannya maka akan mengawali penjelasan tentang semua agama. Agama

dari sukubangsa asli Australia yang banyak menawan para antropolog awal

lainnya, dan tokoh seperti Robertson Smith, Frazer, dan Freud yaitu Totemisme.

Begitu juga dengan Durkheim, menurutnya tidak satupun dari para teoritisi

tersebut yang sampai kepada penjelasan yang fundamental arti totemisme bagi

kebudayaan primitif.

Menurut Durkheim, di setiap masyarakat promitif, selain binatang totem,

yang bersifat profan, biasanya boleh dibunuh dan dimakan oleh klan; binatang

totem tidak boleh, karena ia suci, terlarang bagi klan. Kecuali pada kesempatan

tertentu, ketika melakukan upacara yang dirancang secara khusus. Binatang totem

secara ritual dikorbankan dan dimakan. Di samping itu, klan itu sendiri dipandang

suci karena dianggap sama dengan totem. Ketika klan berkumpul bersama untuk

melakukan upacara, adalah selalu simbol totem , yang diukir di sepotong kayu

atau batu, yang menjadi panggung utama. Totem sangat suci dan menyampaikan

sifat sucinya ke semua yang mengitarinya.

Menurut Durkeim, totemisme merupakan agama yang paling awal,

mendasar dan sederhana. Totemisme merupakan dasar dari pemujaan agama yang

lain, seperti pemujaan roh, pada dewa, pada binatang, matahari dan bintang.

Durkheim menganggap totemisme lebih dari sekedar penyembahan binatang atau

tumbuhan. Para pengikut pemujaan totem tidak benar-benar menyembah gagak

atau apapun, melainkan mereka menyembah pada ‘suatu kekuatan impersonal dan

tanpa nama. Durkheim menyatakan dengan “prinsip totem”, yang berada di

35

Pals, Daniel. Hal 169

Page 43: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

43

tengah-tengah semua kepercayaan dan ritual klan. Di balik totem ada kekuatan

impersonal yang memiliki kekuasaan besar atas kehidupan klan, baik secara fisik

maupun moral. Orang-orang menghormatinya; mereka merasakan sebuah

kewajiban moral untuk melaksanakan upacara-upacaranya; mereka merasakan

ikatan yang sangat kuat satu sama lain dan kesetiaan yang mengikat.

Masyarakat dan Totem

Totem merupakan sebuah simbol. Totem merupakan gambaran klan yang

tampak, konkret. Ia adalah bendera klan, panji atau logonya di dalam sebuah

simbol. Jika simbol dewa adalah sama dengan masyarakat, maka dewa klan

adalah klan itu sendiri, yang dipersonifikasikan dan digambarkan dalam imajinasi

di bawah bentuk binatang atau tanaman yang dapat dilihat dan bertindak sebagai

totem. Singkatnya totem merupakan simbol dewa dan klan oleh karena kedua hal

itu adalah sama.36

Ritual pemujaan yang dilakukan oleh sukubangsa Aborigin Australia

secara komunal, klan menganggap mereka menyembah dewa “di luar sana” yang

berkuasa yang dapat mendatangkan kemakmuran. Menurut Durkheim, kegiatan

ritual itu ada karena adanya komitmen individu atau adanya kesadaran individu.

Sehingga prinsip totem selalu mengorganisasikan dirinya ke dalam diri kita

(klan). Ketika upacara dilakukan, semua anggota klan berkumpul, melakukan

ritus bersama. Dalam upacara yang dilakukan para anggota klan menegaskan

komitmen pada klan. Dlam suasana upacara yang gembira, mereka membiarkan

diri mereka yang profan-tenggelam dalam klan yang tunggal, menyatukan

identitas mereka ke dalam klan yang tunggal atau umum. Dalam upacara mereka

meninggalkan urusan keseharian, sebaliknya mereka masuk ke wilayah yang

umum dan besar. Mereka memasuki wilayah yang sakral dengan khitmat.

36

Ibid hal 175

Page 44: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

44

Implikasi dari totemisme

Totem merupakan objek yang konkret dan riil, bentuknya diukir pada

kayu atau batu. Hal ini mengimplikasikan bahwa masyarakat atau klan yang

menuntut kesetiaan dari para anggota, bukanlah sesuatu yang dibayangkan, akan

tetapi sesuatu yang riil. Masyarakat juga merupakan sesuatu yang tetap dan

permanen. Binatang dan tanaman menjadi simbol totem yang umum pada klan

oleh karena, klan menginginkan simbol yang konkret dan dekat, sesuatu yang erat

terkait dengan pengalaman sehari-hari.

Totemisme dapat mengimplikasikan kepercayaan kepada roh atau jiwa.

Jiwa milik individu merupakan “klan yang ada di dalam” yang merupakan

sebaran dari jiwa individu yang terdistribusi dalam klan. Jiwa adalah hati nurani

dari aku, suara klan yang ada di dalam, memberitahukan setiap kewajiban

personalnya pada kelompok. Jiwa juga bersifat kekal . bagi orang-orang totem ,

jiwa bersifat abadi merupakan cara lain untuk menyatakan bahwa sementara

individu dapat mati, akan tetapi tidak. Roh-roh leluhur merupakan pecahan dari

masa lalu klan yang masih bertahan hingga sekarang. Pemujaan kepada dewa-

dewa pada dasarnya muncul dari kekekalan jiwa leluhur. Kata Durkheim,” ide

tentang dewa hanyalah suatu perluasan dari pemikiran yang menjelaskan dewa-

dewa suku. Dewa-dewa muncul dari prinsip totemik yang secara perlahan

menembus melalui klan, pertama-tama ke dalam jiwa, kemudian ke leluhur yang

menjadi roh-roh klan, dan akhirnya di luar mereka ke dewa-dewa yang lebih

tinggi dan paling tinggi.

Totemisme dan Ritual

Hal yang terpenting dalam totemisme yaitu ritual. Sentimen atau emosi

agam tidak muncul dalam momen pribadi, akan tetapi dari upacara yang besar.

Dalam pandangan Durkheim, “cult” ata pemujaan, yang terdiri dari peristiwa-

peristiwa tertentu, adalah inti kehidupan bersama suatu klan. Ritual adalah sakral,

dan yang lainnya adalah profan. Tujuan dari ritual yaitu mempromosikan

Page 45: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

45

kesadaran klan, untuk membuat orang merasa menjadi bagiannya, dan untuk

memeliharanya dalam cara yang terpisah dari yang profan.

Dalam praktek totem, pemujaan (cult) terbagi dalam dua bentuk yaitu

negatif dan positif. Sementara tipe yang ke tiga yaitu “piacular” atau “penebusan”.

Ritual pemujaan negatif memiliki satu tugas utama: memilihara yang sakral agar

terpisah dari yang profan. Ritual ini terutama berisikan larangan atau taboo.

Untuk memisahkan yang profan dengan yang sakral, kultus negatif menyisihkan

beberapa hari suci untuk perayaan suci; satu dari taboo yang paling umum,yang

melarang melakukan kegiatan rutin dati kehidupan profan. Pekerjaan dan

permainan sehari-hari dilarang, hanya kegiatan suci yang diizinkan.

Peraturan taboo tersebut tampak tidak menyenangkan, namun itulah

tujuannya. Menekankan pada setiap orang akan perlunya mengingkari diri sendiri,

bahkan menahan sakit, demi kepentingan kelompok. Orang yang melakukan

pengingkaran diri (asketis) secara ekstrem pada banyak agama sering dihormati.

Ritual positif atau kultus positif dilakukan pada tempat dan waktu yang

suci. Seperti upacara intichiuma pada orang Aborigin. Di dalam ritus terdapat

aktivitas menangkap totem, membunuh dan memakannya dalam suatu hidangan

yang sakral. Ritual ini menurut Durkheim, memuja totem, dan merayakannya di

depan publik, menyatakan bahwa ia akan setia kepadanya. Sebagai gantinya

dengan memakan totem, setiap orang menerima kembali dari dewa suatu infusi

kekuatan ilahi dan pembaharuan kembali ke dalam jiwa. Di alam ritus , para

pemuja memberi hidup pada dewa mereka, dan dewa mengembalikannya pada

mereka.

Tesis terakhir dari bukunya, Durkheim sampai pada analisis, kepercayaan

dan ritual agama adalah ungkapan simbolik dari realitas sosial. Pemujaan totem

dan pemakanan totem adalah suatu pernyataan kesetiaan kepada klan dan

penegakan kelompok, sebagai suatu cara simbolik bagi setiap anggota untuk

mengatakan bahwa klan selalu memiliki arti lebih dari individu.

Page 46: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

46

Fungsi ritual adalah untuk memberi kesempatan kepada individu untuk

memperbarui komitmen mereka kepada komunitas, memperingatkan diri mereka

sendiri bahwa mereka tergantung kepada klan, sebagaimana klan bergantung pada

mereka. Motif dasar dari berbagai ritus, menurut Durkheim adalah sosial.

Ritus Piakular

Ritus piakular adalah ritus klan berupa penebusan dan perkabungan,

yang selalu terjadi setelah kematian atau suatu peristiwa tragis. Menurut

Durkheim, perilaku pelayat menangis keras, memukul-mukul diri mereka pada

waktu upacara kematian merupakan isyarat formal, yang dituntut oleh kebiasaan

semua anggota klan. Ketika seorang meninggal, bukan hanya keluarga dekat yang

melemah, seluruh klan kehilangan anggota, suatu bagian dari kekuatannya. Pada

saat ritus, klan perlu menyusun, menghidupkan kembali, dan menegaskan kembali

dirinya. Ritus piakular menunjukkan kekuatan ganda dari yang sakral. Ritus ini

membantu klan melewatkan bagian-bagian yang lebih gelap saat-saat duka,

malapetaka, ketakutan, atau ketidakpastian yang dapat menimpa komunitas

disetiap zaman dan tempat. Teori Durkheim beranggapan bahwa semua agama-

sebab-sebab itu selalu bersifat sosial. Meskipun lebih sulit dideteksi di dalam

agama-agama yang besar dan dominan di dunia, namun sebab-sebab itu jelas ada

tradisi yang kompleks ini, sebagaimana di dalam totemisme yang paling

sederhana.

Agama bertindak sebagai pembawa sentimen sosial, memberi simbol dan

ritual yang memungkinkan orang mengungkapkan ekspresi yang dalam, yang

melabuhkan mereka pada komunitas mereka. Di sini, contoh yang dapat diambil

mengikuti teori Durkheim, ketika umat Islam melakukan ibadah haji di Mekah

dan melakukan berbagai ritual yang sakral. Sentimen keagamaan yang dimiliki

oleh umat Islam pada ritual itu tampak sebagai kekuatan masyarakat Islam di

dunia. Ikatan umat Islam yang berbeda ras, suku, dan status bersatu untuk

melakukan ibadah bersama-sama. Ritus ibadah haji dengan demikian memiliki

fungsi sosial.

Page 47: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

47

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 11

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

PEMIKIRAN KARL MARX TENTANG AGAMA

Selintas tentang Marx

Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818, anak kedua dari delapan anak

dalam keluarga Heinrich Marx, seorang pengacara Yahudi yang hidup di kota

kecil yang indah, Rhineland, Trier.37

Marx belajar di Univeristas Berlin, sebuah

universitas yang besar tempat berkumpulnya para sarjana. Pada masa itu

pemikiran G.W. Friederich von Hegel 1970-1831) sangat berpengaruh di Jerman.

Karl Marx merupakah salah seorang murid Hegel, dan tidak hanya mengkaji

pemikiran Hegel, akan tetapi juga melakukan kritikan-kritikan terhadap teorinya.

Karl Marx berkumpul dengan himpunan para sarjana-yang dikenal dengan Young

Hegelians atau Hegelian sayap kiri. Membicarakan Marx tidak bisa dilepaskan

dari sahabatnya Friederich Engels. Mereka adalah orang-orang yang suka berfikir,

namun memiliki bakat yang berbeda. Marx, pemikir yang lebih orisinil, bertindak

sebagai filsuf, seseorang yang sering tidak jelas namun mendalam, Engels adalah

37

Pals, Daniel. Hal 210

Mahasiswa dapat menjelaskan teori agama dari Karl Marx

Page 48: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

48

penafsir dan penyampai yang persuasif. Mereka menulis bersama karena alasan

yang sama, mereka bergabung dan mendukung partai politik yang baru. Pada

tahun 1848, mereka menulis karya yang terkenal , Comunist Manifesto. Marx dan

Engels dikenal sebagai Bapak “Marxisme”.38

Karya besar Marx yang lain yaitu

Capital (1867), buku ini mendukung pemikiran materialismenya.

Asumsi Dasar pemikiran Karl Marx

Pemikiran Marx bertentangan dengan gurunya Friederich Hegel. Hegel

adalah seorang idealis yang menyatakan bahwa hal-hal mental, ide, konsep adalah

fundamental dalam kehidupan manusia. Sedangkan benda-benda atau materi

adalah selalu sekunder. Benda-benda adalah ungkapan fisik dari roh universal

yang dasar, atau ide yang absulut.39

Menurut Karl Marx, materi adalah yang

utama, sementara pikiran sebenarnya hanya refleksi.40

Walaupun Marx dikatakan

bertentangan dengan pemikiran Hegel, gurunya, namun Marx sangat dipengaruhi

pola pikir Hegel sebagai perkembangan pola pikir Marx sendiri secara historis,

dan Hegel selalu sangat dihargai.41

Dua tema utama yang menjadi inti perkembangan pemikiran Marx yaitu:

(1) keyakinan bahwa realitas ekonomi menentukan perilaku manusia; dan (2)

sejarah manusia adalah perjuangan klas, konflik terus – menerus disetiap

masyarakat antara orang-orang yang memiliki benda, biasanya orang-orang kaya,

dengan orang-orang yang harus bekerja untuk hidup, biasanya orang miskin.42

Teori Perjuangan Kelas

Kegiatan yang paling penting dalam hidup manusia adalah kegiatan

ekonomi-produksi unsur-unsur materi. Dalam bukunya communist Manifesto

dinyatakan sebagai berikut:

38

Ibid. Hal 213 39

Ibid, Hal 210 40

Ibid. Hal 212 41

Darmawan,Eko.P, Agama itu Bukan Candu. . Yogyajarta: Resist Book. 2005: 85 42

Ibid Hal 212

Page 49: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

49

...sejak kemunculan pertama di dunia, makhluk manusia tidak dimotivasi oleh ide-

ide besar, tetapi akan kepentingan materi yang sangat dasar, kebutuhan-kebutuhan

dasar untuk kelangsungan hidup. Setiap orang membutuhkan makanan, pakaian

dan tempat berteduh. Setelah kebutuhan ini terpenuhi, yang lain, seperti dorongan

seks, menyusul. Reproduksi kemudian membentuk keluarga dan komunitas, yang

masih menciptakan kebutuhan dan tuntutan materi yang lain. Semua ini hanya

dapat dipenuhi dengan mengembangkan apa yang disebut Marx sebagai suatu

“cara produksi”.

Menurut Marx, pemahaman cara suatu masyarakat mengorganisasi

produksi mereka adalah kunci bagi memahami keseluruhan struktur sosial.43

Bagi

Marx struktur sosial tidak tercipta secara acak. Terdapat pola secara pasti dalam

cara masyarakat di berbagai tempat di dunia, dalam berbagai masa dalam sejarah.

Mengorganisasikan produksi benda-benda materi. Teori tentang sejarah dan

masyarakat ini disebut dengan materialisme historis.44

Cara-cara memproduksi ini

disebut Marx dengan “mode produksi”, terdapat lima macam yaitu, komunis

primitif, kuno, feodal, kapitalis dan komunis. Selain mode komunis primitif dan

komunis, setiap mode memiliki satu kesamaan sebagai ciri khas, yakni produksi

benda material berbasis kelas. Menurut Marx, pada semua masyarakat non-

komunis-pada mode kuno, feodal dan kapitalis-hanya ada dua kelas yang

penting;yaitu kelas yang memiliki sarana produksi yang disebut dengan kelas

borjuis dan kelas yang tidak mimiliki yang disebut dengan proletar.45

Bagi Marx komunis yang paling awal dalam peradaban manusia

(masayarkat berburu dan meramu) adalah komunis primitif. Pada masyarakat

primitif setiap orang memiliki benda-benda produksi untuk pemenuhan kebutuhan

hidupnya. Kemilikan benda-benda produksi adalah milik kelompok atau komunal.

Setiap orang adalah bahagian dari kelompok kesukuannya. Tidak ada kepemilikan

individu sehingga tidak ada klas untuk mengeksplotitasi orang lain.

43

Jones, Pip. Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalisme hingga Post Modernisme. Jakarta: YOI. 2009: hal 78 44

Jones. Ibid hal 78 45

Ibid hal 78.

Page 50: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

50

Perubahan terjadi ketika cara produksi berubah, dari berburu dan

mengumpulkan makanan ke menanam biji-bijian. Mereka yang kebetulan

memiliki tanah menempatkan diri mereka dalam posisi berkeuntungan besar.

Mereka menjadi majikan, orang lain menjadi tanggungan atau bahkan budak.

Kepemilikan pribadi dan pertanian merupakan dua tanda peradaban awal yang

menciptakan krisis dasar semua manusia; pemisahan klas oleh kekuasaan dan

kekayaan, dan dengan itu dimulai konflik sosial yang permanen.46

Marx

menyebutnya dengan konflik antara kaum borjuis dan kaum proletariat

Perkembangan masyarakat modern dengan majunya cara produksi yang

baru, perdagangan dan pabrikasi, mendatangkan kapitalisme modern.

Memperkenalkan aktivitas komersial dan memperoleh keuntungan dalam skala

besar, kapitalisme mendatangkan kekayaan bagi segelintir orang yang disebut

kaum borjuis atau “kelas menegah”. Sedangkan kelas pekerja atau yang disebut

“proletariat” hampir tidak memiliki apa-apa. Mereka bekerja untuk mendapatkan

upah, hanya untuk dapat bertahan hidup. Kapitalisme industri mengahsilakn

konflik antra kelaa hingga ke titik puncak. Periode penderitaan kaum proletar dan

hanya dapat dipecahkan dengan cara revolusi. Perjuang kelas, antara kaum

proletar terhadap kaum borjuis, dengan cara-cara kekerasan untuk menumbangkan

seluruh tatanan sosial dan ekonomi yang menindas. Pada waktunya situasi akan

kembali terkontrol, dan masanya tidak ada lagi kelas atau kepemilikan pribadi

(mode komunis).

Alienasi

Ide alienasi dan sejarah terus berjalan melalui suatu proses konflik yang

luas diperoleh Marx dari Hegel. Menurut Marx, alienasi dan kemajuan sejarah

tidak berakat melalui ide, akan tetapi dalam realitas kehidupan material yang

mendasar. Untuk memahami alienasi, dapat dilihat betapa sangat pentingnya fakta

kerja ekonomi setiap hari bagi setiap orang yang hidup.kerja adalah aktivitas

bebas manusia ketika mendukung atau mengadakan kehidupan sosial mereka

melawan alam. Kerja seharusnya bersifat, kaya, kreatif, bervariasi dan

46

Ibid hal 218

Page 51: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

51

memuaskan, suatu ekspresi seluruh kepribadian.47

Di dalam kenyataan, manusia

merasa teralienasi dengan produksi atau apa yang dikerjakannya. Manusia juga

teralienasi dengan dirinya sendiri. Alienasi semakin diperburuk dengan datangnya

kapitalisme industri modern.

Base (struktur) dan suprastruktur

Sepanjang sejarah, fakta-fakta ekonomi telah menjadi dasar (base)

kehidupan sosial. Beberapa bidang kehidupan lain, seperti agama, etika, filsafat

termasuk ke dalam suprastruktur. Lebih jauh, base menentukan suprastruktur.

Seperti negara, Marx menyatakan bahwa negara mewakili keinginan kelas yang

berkuasa, kelompok yang dominan. Negara melakukan kontrol yang kuat terhadap

yang dikuasainya dan menggunakan suprastruktur kultural untuk mencapai tujuan

yang sama. Dalam banyak kasus, kata Marx, suprastruktur yang berupa politik

dan agama sebenarnya dikontrol oleh landasan ekonomi dan dinamika perang

kelas.48

Agama Candu Masyarakat

Pernyataan Marx yang terkenal tentang agama yaitu; “Agama Candu

masyarakat”. Kata candu atau opium yaitu getah bahan baku narkotika yang

diperoleh dari bunga candu (Papaver somniferum L.) yang belum matang. Opium

mentah ini bisa diproses secara sederhana hingga menjadi candu siap konsumsi.

Kalau getah ini diekstrak lagi, akan dihasilkan morfin. Morfin yang diekstrak

lebih lanjut akan menghasilkan heroin. Limbah ekstrasi ini kalau diolah lagi akan

menjadi narkotik murah seperti "sabu".49

Efek dari candu yaitu bagi pengguna

yaitu dapat memunculkan halusinasi, rasa senang dan gembira untuk sementara

waktu dan penurunan kesadaran. Dapat meneimbulkan kecanduan, seseorang

yang sudah mengkonsumsi biasanya akan ingin dan ingin lagi.50

Agama sebagai “candu” yang dimaksudkan oleh Marx terkait dengan

teorinya tentang adanya pembagian klas yaitu kelas Borjois dan kelas proletar.

47

Pals, Daniel L. Hal. 223. 48

Ibid hal 31 49

http://id.wikipedia.org/wiki/Opium diakses 26/10/2013 50

http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba diakses 26/10/2013

Page 52: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

52

Kaum Borjuis dan proletar memiliki agama yang sama, namun refleksi dari

keberagamaan itu berbeda. Bagi kaum proletar agama merupakan keluh kesah

makhluk yang tertindas, hati dari dunia yang tidak berperasaan, dan jiwa dari

kondisi-kondisi yang mati. Ketika mendengarkan misa, berbicara tentang sorga,

kaum tertindas membayangkan kehidupan yang indah yang tidak mereka

dapatkan dalam kehidupan yang nyata. Agama membuat kaum proletar

berhalusinasi tentang sorga yang indah, kehidupan yang indah yang tidak mereka

dapatkan. Agama Bagi Marx, di tangan dan doa kaum papa dan tertindas, agama

berubah menjadi “protes”; ia merupakan perlawanan terhadap penderitaan yang

nyata. Bukan penderitaan yang mengilusi seperti rasa takut hukuman Tuhan, atau

penderitaan yang disebabkan oleh sejumlah “dosa” yang diwarisi dari kehidupan

sebelumnya.51

Esensi agama bagi Marx yaitu menyuarakan penderitaan. Marx

menolak Agama sebagai kebahagiaan yang mengilusi, mengenai kondisi mereka

(proletar) merupakan seruan untuk menghentikan kondisi yang mendatangkan

ilusi tersebut. Kritisisme agama, karenanya, melahirkan kritisisme terhadap agama

yang dijadikan sekadar hiburan bagi penderita.52

Mereka yang tertindas tidak

hanya ingin sekedar hiburan akan tetapi juga perubahan. Tapi agama, menyajikan

dirinya sekedar sebagai penjelasan mengenai penderitaan itu (dogma) atau

semata-mata ritual agama Marx (praktik) yang membuat penderitaan dapat

dinikmati. Bagaikan candu, agama menutupi penderitaan tanpa menghapuskannya

secara nyata.53

Bagi kaum borjuis, sebagai penguasa agama merupakan refleksi dari

kekuasaannya. Ketika gereja dipisahkan antara gereja milik kalangan orang kaya

dengan milik kalangan buruh, ini menunjukkan kekuasaan mereka karena gereja

mereka berbeda secara lahiriah. Fasilitas gereja lebih bagus dengan altar yang

indah, orang-orang jamaat yang datang dengan menggunakan pakaian yang indah.

Dengan demikian agama mengukuhkan kekuasaan mereka di atas yang lain.

51

Raines, John. Marx Tentang Agama. Jakarta: Teraju. 2003 hal xx 52

Raines, John.hal xx1v 53

Rainer,John.hal 85

Page 53: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

53

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si.(4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 12

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

E.E. EVANS-PRITCHARD: AGAMA ORANG AZANDE DAN NUER

Kehidupan dan karir E.E. Evans Pritchard

E.E. Evans Pritchard adalah salah seorang tokoh besar dalam

antropologi modern. Evans-Pritchard lahir di tahun 1902, anak kedua dar seorang

pendeta gereja di Inggris. Kuliah di Oxford University dalam bidang sejarah

modern. Pada tahun 1923 memulai pelajaran tingkat sarjana di London School of

Economic. Di London, ia belajar dengan C.G. Seligman, seorang antropolog

profesional pertama yang melakukan kerja lapangan di Afrika. Dan dibimbing

juga oleh Bronislaw Malinowski, adalah antropolog pertama yang melakukan riset

dalam bahasa yang asli dan menyelamkan diri sepenuhnya ke dalam kehidupan

setiap hari sebuah komunitas primitif.

Evan Pritchard melakukan penelitian di daerah Sudan, Afrika Timur

antara tahun 1926-1931 dalam menulis disertasinya. Antara tahun 1930-1936,

Mahasiswa dapat menjelaskan teori agama dari E.E. Evans-Pritchard

Page 54: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

54

melanjutkan kerja lapangan di kalangan suku Nuer, Sudan. Pada tahun 1937

menerbitkan karya besarnya yang pertama, Witchcraft,Oracles, and Magic among

the Azande. Buku-bukunya yang lain banyak terbit setelahnya seperti Nuer

Religion (1956), Social Anthropology (1951), Essay in Social Anthropology

(1962), Theorist and Primitive Religion (1965), dan lainnya.

Witchraft,Oracles, and Magic among the Azande

Magi (magic) menurut Evans Pritchard yaitu kepercayaan bahwa

beberapa aspek kehidupan dapat dikontrol dengan kekuatan mistik atau kekuatan

supernatural. Banyak orang modern termasuk Evans pritchard tidak mempercayai

magi, namun kenapa orang Azande mempercayainya? Pritchard mencoba

memahami hal ini. Evans Pritchard menolak pandangan Tylor dan Frazer yang

menyatakan bahwa orang primitif sebagian bersikap tradisional dan kekanak-

kanankan. Berdasarkan bukti di lapangan yang dilakukan oleh Pritchard terhadap

orang Azande, orang Azande sangat lah logis, punya rasa ingin tahu dan penuh

selidik. Secara keseluruhan “mereka luar biasa cerdas, berpengalaman, dan

progresif. Sedangkan kehidupan Azande yang penting diserahkan kepada ramalan,

magi dan pelaksanaan ritual yang lain.Mereka menyerahkan landasan sehari-hari

kepada ide-ide mistik dan praktik ritual, mereka secara bebas berbicara hal itu,

tanpa takut.54

Ilmu sihir (witchraft) bagi orang Azande merujuk kepada substansi fisik

yang dimiliki oleh beberapa peran di dalam tubuh yang tak dikenal oleh diri

mereka. Substansi itu adalah warisan dan dapat ditemukan dalam tubuh mereka

setelah mati. Substansi itu menurut Evans Pritchard yaitu sebuah massa yang

hitam di dalam usus yang kecil, tak lebih dari sekadar makanan yang belum

dicerna. Namun, Suku Azande percaya bahwa substansi itu tampak semata-mata

fisik dan alami, ia beroperasi secara mistik untuk menimbulkan kemalangan,

terutama sakit pada orang lain.

54

Pals, Daniel.hal 347

Page 55: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

55

Ilmu sihir dirujuk oleh suku Azande terutama untuk hal yang

berhubungan dengan peristiwa yang tidak menguntungkan, yang secara langsung

tidak dapat dijelaskan dengan kesalahan yang biasa. Jika terjadi sesuatu terhadap

panen, atau orang Azande maka selalu ada komat-kamit ilmu sihir, namun jika

petaka yang sangat serius terjadi, yang akan merengut nyawa seseorang maka

menurut alam pikiran orang Azande, hal ini pasti disebabkan oleh ilmu sihir.

Orang yang punya ilmu sihir dan menyebabkan kesalahan ini harus ditemukan.

Untuk menemukan pemilik ilmu sihir maka orang Azande melakukan

ramalan racun. Seseorang memasukkan racun pada seekor ayam dan pada saat

yang bersamaan menanyakan persoaaln yang dapat dijawab dengan ya atau

tidak. Selanjutnya diikuti dengan prosedur, membuat tuduhan sebuah ritual “ air

yang memadamkan”, dimana yang dituduh setuju untuk “mendinginkan” ilmu

sihirnya, yang sedang menelan jiwa seseorang, dan semua kemudian dianggap

berakhir. Jika korban telah meninggal maka, balas dendam harus dilakukan. Pada

masa lalu, perbuatan seperti itu melibatkan dukun sihir yang dituduh, namun pada

saat di lapangan Evans Pritchard menemukan, yang harus dilakukan adalah

pemberian kompensasi terhadap keluarga. Selain daripada itu, balas dendam tidak

dapat dinyatakan jika tidak dikukuhkan oleh ramalan racun yang dimiliki oleh

tokoh pada masyarakat Azande yang merupakan golongan yang berkuasa dan

membuat keputusan final.55

Evans Pritchard telah menunjukkan bagaimana dari persfektif orang

Azande, ilmu sihir dan magi merupakan sebuah sistem yang rasional dan

koheren,dan memainkan peran sentral dalam kehidupan sosial. Ia menawarkan

suatu keterangan yang masuk akal tentang kemalangan personal. Ia juga

memberikan penjelasan melalui sebab-sebab natural , karena orang Azande juga

mempercayainya. Orang Azande tidak mengkompetisikan antara sain pada satu

sisi dengan sistem mereka tentang magi, ramalan, ilmu sihir dan agama pada sisi

55

Ibid, Hal 349

Page 56: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

56

lain. Magi dan agama tidak digantikan oleh sains; mereka sekedar berjalan

berdampingan dan bersama.56

Ilmu sihir fungsional bagi orang Azande untuk melayani tujuan-tujuan

sosial yang bermanfaat lainnya. Ilmu sihir dan magi tidak hanya bertindak sebagai

pondasi urusan legal tetapi juga mengatur moral orang Azande. Peluang untuk

berbuat jahat dikurangi karena adanya prosedur rutin untuk menentukan identitas

orang yang telah menyebabkan kemalangan dengan ilmu sihirnya. Mereka yang

berbuat jahat akan mendapat hukuman. Seperti yang diungkapkan Evans

Pritchard, “kepercayaan ilmu sihir juga mencakup sebuah sistem yang mengatur

perilaku manusia”57

Evans Pritchard juga mengemukakan bagaimana orang Azande

“menyelamatkan sistem” yang mereka miliki. Apabila racun tidak bekerja maka

mereka mengumumkan bahwa itu mungkin dilakukan dengan tidak tepat. Jika

suatu obat tidak manjur, maka mereka mengadukan dengan obat lain yang tanpak

lebih manjur. Dari persfektif kita orang Azande mungkin salah, tapi bagi orang

Azande, mereka betul-betul berfikir secara rasional di dalam batas yang diizinkan

oleh kebudayaan mereka. Kepercayaan mereka bersandar kepada kepercayaan

yang besar, dan prinsip dasar mereka pelihara dengan sangat baik.

Agama Orang Nuer

Orang Nuer, sebuah sukubangsa yang tinggal dekat dengan sukubangsa

Azande, namun memiliki karakter, kebudayaan dan tradisi yang sangat berbeda.

Evans Pritchard melakukan penelitian lapangan yang lama pada masyarakat Nuer,

yaitu dari tahun 1930-1936. Menurutnya, jika tidak diteliti secara mendalam maka

orang akan berfikiran bahwa orang Nuer tidak memiliki agama. Karena tidak ada

ritual khusus yang dilakukan, namun sebenarnya orang Nuer memiliki agama.

Agama orang Nuer terpusat kepada konsep kwoth atau roh. Pemikiran

mereka yang pertama dan yang paing utama adalah Tuhan, suatu wujud yang

56

Ibid, hal 351 57

Ibid, hal 352

Page 57: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

57

mereka kenal dengan Kwoth Nhial , “Roh dari (di dalam) langit”. Dia adalah

pencipta semua makhluk, tak nampak namun hadir dimana-mana, penopang dan

pengambil kehidupan, penegak cuong atau apa yang secara moral jujur, baik dan

benar. Kwoth Nhial terutama Tuhan yang tanpa pamrih mencintai makhluk

manusia yang ia ciptakan. Orang Nuer sangat sadar akan pengawasan Tuhan

dalam kehidupan mereka.58

Kepercayaan bahwa Tuhan mengawasi kehidupan manusia sangat kuat,

sehingga jika ada masalah dalam kehidupan harus diterima sebagaimana adanya,

sepertijika ada yang mati karena disambar petir, mereka tidak berduka cita atau

menyelenggarakan pemakaman yang normal. Mereka menerima bahwa Tuhan

mengambil kembali kembali miliknya. Orang Nuer percaya bahwa kemalangan

yang mereka peroleh dilihat sebagai kesalahan yang telah mereka lakukan,

sebagai nasib sial atas pelanggaran yang telah dilakukan.

Roh dalam pemikiran orang Nuer dikelompokkan atas:

“ roh-roh atas” yakni roh-roh yang hidup di udara dan

“roh-roh bawah” yakni roh-roh yang berhubungan erat dengan

bumi.

Roh-roh (Kuth) atas misalnya deng, anak Tuhan; mani, roh yang memimpin

perang; wiu dewa kumpulan klan, ibu deng berhubungan dengan sungai dan arus.

Colwic adalah roh yang berkelas khusus; yaitu roh yang diciptakan secara

langsung dari makhluk manusia yang disambar petir. Orang yang meninggal

karena disambar petir tidak dimakamkan secara normal, karena adanya pemikiran

bagi masyarakat Nuer bahwa orang yang meninggal tersebut akan menjadi roh

(kuth) dalam bentuk roh udara dan bertindak sebagai pelindung keluarga mereka.

Mengenai adanya konsep kwoth nhial (Tuhan) dan kuth nhial (roh-roh

udara) dijelaskan bahwa roh-roh yang banyak namun adalah satu. Tuhan

termanifestasikan dalam beberapa hal, masuk pada setiap dari mereka.Tuhan

58

Ibid hal 356

Page 58: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

58

adalah bukan suatu roh udara yang partikular tetapi roh itu adalah bayangan dari

Tuhan. 59

“Roh-roh bawah” yang berhubungan erat dengan bumi, roh-roh ini

dianggap jauh lebih rendah dibandingkan roh-roh yang udara. Orang Nuer

mengenal roh-roh totem yang mereka hubungkan dengan spesies binatang seperti

buaya, singa, kadal, ular, burung dan tanaman, labu, sungai dan arus.Orang Nuer

membedakan binatang totem dengan roh totem walaupun ada kaitannya. Mereka

menaggap binatang totem sebagai simbol fisik dari roh totem, yang merupakan

manifestasi dari kwoth. Binatang totem tidak penting dibandingkan dengan roh

totem. Roh totem tidak penting dibandingkan roh-roh udara, Namun roh-roh udara

tetap berhubungan dengan simbol fisik orang Nuer, yaitu binatang totem.60

Agama dan Refraksi di Dalam Tatanan Sosial

Social refraction dari agama dimaksudkan oleh Evans Pritchard bahwa

Roh atau Tuhan “terefraksi” ke dalam berbagai kelompok atau tingkat kekuatan

ilahi yang berlaku dalam suatu cara tertentu bagi berbagai kelompok sosial atau

klan. Orang Nuer menyembah Tuhan seperti yang disimbolkan, dalam

hubungannya dengan silsilah keluarga, klan atau kelompok sosial tertentu.

Hirarkhi roh ditunjukkan seperti dimensi politik, sbb:61

Tuhan sebagai Raja

Roh-roh udara sebagai kalangan bangsawan

Roh-roh totem bersifat spiritual disimbolkan dalam bentuk

binatang dan tanaman

Fetish

Orang Nuer membedakan terang dengan gelap sebagai simbolisasi dari terang

yakni roh-roh udara, dan gelap adalah roh-roh bawah.

59

Ibid hal 358 60

Ibid hal 360 61

Ibid hal 362

Page 59: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

59

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si.(4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 13

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

CLIFFORD GEERTZ: AGAMA SEBAGAI SISTEM SIMBOL

Kehidupan dan Karir

Clifford Geertz lahir di San Fransisco, California, tahun 1926. Setelah

selesai pendidikan SMA, ia memasuki Antioch College di Ohio dalam bidang

filasafat. Ia melanjutkan studi antropologi di Harvard University. Pada tahun

1956 memperoleh gelar Doktor. Untuk disertasinya Cliffoed Geertz melakukan

penelitian di pulau Jawa. Dengan istrinya Hiddred Geertz, kembali melakukan

penelitian lapangan ke pulau Bali. Pada tahun 1958, setelah menyelesaikan studi

lapangan di Bali, Geertz menjadi dosen di University California di Berkeley. Ia

kemudian pindah ke University of Chicago selama sepuluh tahun, dari tahun

1960-1970. Pada tahun 1960, ia menerbitkan buku berjudul The Religion of Java.

Setelah melakukan kerja di Indonesia, ia memperluas kerja lapangan lebih lanjut

ke dalam kebudayaan Islam Maroko di Afrika Tenggara. Sebagai hasilnya, di

dalam Islam Observed (1968), ia dapat membuat studi perbandingan tentang suatu

agama besar-Islam- ketika agama itu mengambil bentuk di dalam dua latar

Mahasiswa dapat menjelaskan teori agama dari Clifford Geertz

Page 60: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

60

belakang kebudayaan yang betul-betul berbeda. Banyak tulisan yang dihasilkan

oleh Geertsz seperti, The Interpretation of Cultures (1973), Local Knowledge

(1983), dan sebagainya.

Teori Sosial dan Antropologi

Clifford Geertz mempelajari antropologi di Amerika Serikat, Harvard

University sebuah universitas terkemuka di dunia. Pada abad ke ke 20, penelitian

antropologi telah profesional di bawah kepemimpinan Frans Boas (1958-1942),

teman sezamannya yang lebih muda Alfred Louis Kroeber (1876-1960), dan

Robert Lowie (1883-1957).

Para tokoh perintis Amerika telah menegaskan bahwa setiap teori harus

berasal dari etnografi “partikular” yang teliti, suatu jenis studi yang berpusat pada

satu komunitas dan mungkin memakan waktu bertahun-tahun atau berpuluh-puluh

tahun untuk menyelesaikannya. Disamping kerja lapangan, Boas, Kroeber dan

Lowie memberi tekanan pada “budaya” sebagai unit kunci studi antropologi.

Mereka menegaskan bahwa di dalam studi lapangan, mereka tidak hanya meneliti

sebuah masyarakat-seperti yang diduga oleh beberapa sarjana Eropa-tetapi suatu

sistem ide, adat-istiadat, sikap, simbol dan institusi yang lebih luas dimana

masyarakat hanyalah suatu bagian. Geertz sangat dipengarui oleh pola pikir tokoh

Amerika tersebut dalam memahami kebudayaan, dan juga tokoh sosiologi Talcott

Parsons dan Max Weber.

Kebudayaan dan Interpretasi: Metode dan “Deskripsi Mendalam” (Thick

Description)

Di dalam bukunya, Thick Description: Towar an Interpretive Theory of

Culture. Di dalam buku tersebut, ia pertama-tama menunjukkan bahwa meskipun

istilah “budaya” cenderung memiliki arti berbagai hal bagi para antropolog,

namun ciri kunci dari kata itu adalah ide tentang “makna” atau “signifikansi”.

Manusia, kata Geertz, mengutip Max Weber, adalah “seekor binatang yang

digantung di jaringan makna yang ia bentangkan sendiri”.Untuk menjelaskan

kebudayaan manusia lain, yaitu dengan metode yang digambarkan oleh

Page 61: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

61

antropolog Inggris, Gilbert Ryle sebagai “Deskripsi mendalam” (Thick

Description). Menurut Geertz, bahwa etnografi dan begitu pula dengan semua

antropologi, selama merupakan masalah deskripsi mendalam. Tugas antropolog

adalah untuk melihat arti, untuk menemukan maksud di balik apa yang dilakukan

orang, signifaknsi ritual, strutur, dan kepercayaannya bagi semua kehidupan dan

pemikiran.62

Makna dipahami sebagai milik bersama, kebudayaan merupakan milik

publik, atau seperti kata Geertz, kebudayaan secara sosial terdiri atas struktur yang

mapan, di mana orang-orang melakukan hal-hal semacam itu sebagai konspirasi

yang jelas dan bergabung di dalamnya. Kebudayaan bukan hanya tentang makna,

seolah-oleh ia adalah sistem simbol yang dapat berdiri sendiri. Perilaku atau

tindakan harus juga diamati, “ karena melalui arus perilakulah-atau lebih tepatnya

–tindakan sosial-bentuk-bentuk kebudayaan menemukan artikulasi” hal yang

perlu dicermati, para antropolog interpretif, analisis budaya selalu merupakan

masalah “menduga-duga makna makna, mengira-gira dugaan dan menarik

kesimpulan penjelasan.”

Penelitian antropologi dengan Thick description dapat dilakukan pada

tingkat mikro. Antropologi paradigma interpretif menggarap miniatur etnografis,

subjek-subjek berskala kecil seperti klan, suku atau desa yang sistem budayanya

dapat dirancang di dalam karakteristik terinci dari setiap subjek. “Analisis budaya

bukanlah sebuah sains eksperimental yang mencari suatu kaidah, tetapi suatu

sains interpretif yang mencari makna”63

Interpretasi Budaya dan Agama

Studi pertama Clifford Geertz mengenai agama yaitu ditulis dalam

bukunya: The Religion of Java (1960). Buku ini adalah studi partikular tentang

suatu suku tertentu yang sangat diketahui oleh Geertz melalui penelltian

mendalam ke dalam bahasa dan kebudayaan orang Jawa. Buku ini menjelajahi

62

Pals, Daniels, hal 409 63

Pals, Daniel,hal 411

Page 62: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

62

secara rinci keterjalinan yang kompleks antara tradisi keagamaan muslim, Hindu

dan animistik penduduk asli. Melalui simbol, ritual, ide dan adat kebiasaannya,

Geertz menemukan adanya pengaruh agama dalam setiap celah kehidupan

masyarakat Jawa.

Secara rinci pemikiran Geertz mengenai agama sebagai sistem budaya

ditulis dalam esai, dan diterbitkan pada tahun1966. Kemudian dimasukkan dalam

bukunya The Interpretaton of Culture”. Kebudayaan sebagai sistem budaya, maka

yang dijelaskan terutama yaitu apa yang dimaksud dengan kebudayaan.

Kebudayaan menurut Geertz yaitu “susunan arti” atau ide, yang dibawa simbol,

tempat orang meneruskan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan

mengekspresikan sikap mereka terhadapnya.64

Sedangkan agama sebagai sistem

budaya, agama menurut Geertz adalah 1) sebuah sistem simbol yang berperan, 2)

membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, pervasif, dan tahan lama di

dalam diri manusia dengan cara, 3) merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang

umum dan, 4) membungkus konsepsi-konsepsi ini dengan suatu aura faktualitas

semacam itu sehingga,5) suasana hati dan motivasi tanpak realistik secara unik.

Sistem simbol dimaksudkan oleh Geertz yaitu segala sesuatu yang membawa dan

menyampaikan suatu ide kepada orang, suatu objek, suatu peristiwa, suatu ritual,

atau tindakan tanpa kata seperti, gerak isyarat. 65

ide dan simbol bukan merupakan

masalah pribadi, namun bersifat publik. Simbol-simbol keagamaan, meskipun

masuk ke dalam pribadi individu, namun dapat diamati terlepas dari diri individu.

Simbol dikatakan membangun suasana hati dan motivasi yang kuat dan

tahan lama, dimaksudkan agama membuat orang merasakan sesuatu dan juga

ingin melakukan sesuatu. Motivasi memiliki tujuan, dan ia dibimbing oleh

serangkaian nilai yang abadi-apa yang memiliki arti bagi orang, apa yang mereka

anggap baik atau benar.66

Suasana hati muncul karena agama mengisi dirinya

dengan suasana yang sangat penting. Pada satu sisi berdiri konsepsi tentang dunia,

sedangkan pada sisi lain berdiri serangkaian suasana hati dan motivasi yang

64

Ibid hal 414 65

Ibid 414 66

Ibid 415

Page 63: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

63

dibimbing oleh ide-ide moral, secara bersama-sama keduanya terletak pada inti

agama. Geertz meringkas kedua elemen tersebut pada “pandangan dunia” dan

“etos”.

Selanjut Geertz menjelaskan bahwa agama menandai suatu wilayah

kehidupan yang memiliki status yang khusus. Apa yang memisahkan agama

dengan sistem budaya yaitu simbol-simbol. Di dalam ritual orang-orang

tercengkeram oleh perasaan dan realitas yang memaksa. Di dalam ritual, “suasana

hati dan motivasi” kaum beriman religius berkesesuaian dengan pandangan dunia.

Di dalam ritual, terjadi “suatu perpaduan simbolik antara etos dengan pandangan

dunia”.

Menurut Geertz, setiap studi tentang agama, selalu menuntut dua tahapan

operasi. Pertama harus menganalisis serangkaian makna yang terdapat dalam

simbol agama itu sendiri. Kedua, karena simbol sangat berhubungan dengan

struktur masyarakat dan psikologi individu para anggotanya, hubungan-hubungan

itu harus ditemukan di sepanjang sirkuit sinyal yang terus-menerus diberi,

diterima, dan dikembalikan.67

Menafsirkan Agama Bali

Geertz menulis artikel dengan judul “ Internal Conversion’ in

Contemporary Bali” diterbitkan pada tahun 1964. Dengan menggunakan

pandangan Max Weber tentang dua tipe agama: “yang tradisional” dan “yang

dirasionalisasikan” Clifford Geertz menjelaskan agama orang Bali. Agama orang

Bali yaitu Hindu, namun agama Hindu Bali merupakan agama tradisional. Di

dalam agama itu, tidak ada teologi yang dirasionalisasikan, sebaliknya ritual dapat

diamati dalam keseharian. Ada ribuan kuil, seseorang dapat masuk dalam lusinan

kuil.upacar-upacara dilaksanakan sangat terkait dengan struktur sosial. Para

pendeta lokal yang termasuk dalam kasta brahmana menemukan tingkatan sosial

didukung oleh status spritual mereka yang khusus. Setiap anggota kasta

Brahmana “memiliki” sekelompok pengikut berkasta lebih rendah yang

67

Ibid 419

Page 64: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

64

mengasosiasikannya dengan Tuhan, sementara ia sendiri menyebut para pengikut

sebagai “klien”nya Para Brahmana mengadakan upacara-upacara besar, secara

simbolik mengingatkan orang-orang akan tempat mereka yang tepat menurut

skala sosial. Kultus kematian dan ilmu sihir, atau agama magi masih tetap

bertahan.

Perubahan sosial yang terjadi di Bali, terutama dengan datangnya

kemerdekaan, perbaikan di bidang pendidikan modern, kesadaran politik dan

komunikasi dan kontak dengan dunia luar megakibatkan apa yang disebut Weber

dengan “proses konversi internal”. Yaitu mengubah cara-cara pemujaan

tradisional ke suatu yang secara perlahan-lahan, mulai menerima ciri agama dunia

yang dirasionalisasikan.68

Menurut Geertz “ dengan melihat secara dekat apa yang

terjadi di pulau Bali selama beberapa dekade yang akan datang, kita mungkin

dapat mengerti dinamika agama dari suatu kekhususan dan suatu kesiapan yang

setelah terjadi, tidak pernah diberikan kepada kita oleh sejarah”.69

Islam Observerd

Islam Observer (1968), merupakan karya Geertz dalam melakukan studi

lapangan di dua daerah yang menganut agama Islam yaitu; Indonesia dan Maroko.

Menurut Geertz, di Indonesia dan Maroko, corak-corak Islam klasik adalah

“mistik”; corak-corak itu mencoba membawa umat ke hadirat Tuhan secara

langsung. Namun kisah-kisah tentang para wali Islam menunjukkan betapa beda

bentuk mistik di dalam Islam. Mistisime dari sunan Kalijaga sangat berlawanan

dengan kesalehan “murobitun” yang agresif dari Lyusi. Meskipun sama-sama

Islam, namun kedua agama ini memperlihatkan “suasana hati dan motivasi” yang

berbeda.

68

Ibid hal 423 69

Ibi hal 424

Page 65: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

65

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si.(4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 14

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

TEORI MEMESIS RENE GIRARD

Hidup dan Karir

Rene Girard lahir di Avignon, Prancis, persis pada hari Natal 1923,

ayahnya adalah pegawai dinas arsip kota. Meski ibunya seorang katolik yang taat,

namun Girard sejak usia sepuluh tahun sudah acuh terhadap kehidupan agama. Ia

belajar sejarah dan menulis disertasi yang berjudul Private Life in Avignon in the

Second Half of the Fifteenth Century (1947). Girard menyelesaikan doktorat yang

kedua di Indiana University, kemudian menjadi guru besar sastra di John Hopkins

University, Baltimore, tahun 1961-1968. Tahun 1966, bersama dengan Roland

Barthes, Jacques Derrida, dan Jacques Lacan, Girard mengorganisir simposium

bertema “The Language of Criticism and Sciences of Man”. Pada tahun 1980

sampai masa purna bakri 1995, Girard menjadi guru besar bahasa, sastra, dan

kebudayaan Prancis di Stanford University, California. Sampai sekarang ia hidup

Mahasiswa dapat menjelaskan teori Memesis dari Rene Girard

Page 66: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

66

di Stanford, bersama Martha, istrinya. Mereka dikarunia tiga anak, dan beberapa

cucu.

Rene Girard kembali ke agama “bertobat” menjad katolik pada tahun

1959. Hal ini diawali dengan pertobatan intelektual, kemudian ia merasakan

pertobatan religius. Hal ini terjadi ketika ia menulis novel. Bagi Girard sastra

tidak bisa dilepaskan dari dari kehidupan masyarakat. Dari novel-novel besar

yang ia teliti terkandung kebenaran berkaitan dengan kehidupan masyarakat.

Kemudian ia melakukan penelitian di bidang antropologi, mitologi, dan ritual. Ia

menunjukkan kebenaran itu sungguh operasional dalam terjadinya agama dan

pembentukan masyarakat. Teori kambing hitam menerangkan hubungan antara

agama dengan kekerasan. Pada periode berikutnya , dengan amat intensif Girard

meneliti kristianitas dan agama kristen, berdasarkan penemuan-penemuannya di

bidang sastra dan antropologi.

Korban Hasrat Segitiga

Teori Rene Girard disebut dengan hasrat segitiga (trianguler desire),

mediator

Subjek Objek

Subjek maksudnya orang yang menghasratkan sesuatu, objek maksudnya

sesuatu yang diinginkan atau menjadi hasrat seseorang, sedangkan seseorang yang

menghasratkan sesuatu membutuhkan model yang dinamakan dengan mediator

hasrat (mediator of desire).

Girard menyajikan teori hasrat segitiga pada bukunya Deceit, Desire and

The Novel (1965), melalui karya sastra dari Miguel de Cervantes (1547-1616),

yang menceritakan tentang Don Quixote, tokoh kesatria yang sangat fantastis

malahan bisa disebut idiot daripada kesatria. Don Quixote ingin menjadi

pahlawan, dan pantang menyerah dalam mencapai cita-citanya.

Page 67: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

67

Menurut Girard, Don Quixote ingin jadi pahlawan bukan karena

kepahlawan (objek) yang demikian menariknya, bukan pula karena Don Quixote

sendiri (subjek) memang menghasratkannya. Don Quixote ingin jadi pahlawan

karena Amadis, sang pahlawan, yang menjadi tokoh idolanya, tokoh panutannya.

Menurut Girard, Don Quixote telah menyerahkan haknya pada Amadis. Amadis

lah model yang memilihkan dan menentukan objek-objek dari hasrat De Quixote.

Girard menamakan model itu sebagai mediator hasrat. 70

Hubungan Don Quixote terhadap Amadis adalah pola umum dan

dasariah bagi setiap kisah kepahlawan lainnya. Eksistensi kepahlawanan adalah

imitatio (peniruan), seperti peniruan Don Quixote terhadap Amadis. Bukan

subjek, tapi mediator lah yang menentukan objek bagi subjek. Dan objek yang

dihasratkan subjek, terjadi dan ada karena penentuan dan pilihan mediator.Jadi

subjek dan objek tidak berada dalam hubungan garis linear langsung, melainkan

hubungan segitiga, artinya hubungan subjek dan objek itu selalu harus lewat titik

ketiga, yakni mediator. Karena Mediatorlah yang selalu menentukan dan

memilihkan objek-objek bagi hasrat subjek, maka Girard menyebutkan hubungan

segitiga itu dengan hasrat segitiga (trianguler disire).71

Objek bisa berubah-

berubah, tapi mediator tetap hadir dalam setiap perubahan itu.

Menurut Girard, semua pengetahuan manusia itu adalah sistematis. Maka

kritik sastra, sebagai pengetahuan manusia, juga harus sistematis. Kritik sastra itu

sistematis, dengan demikian mengandaikan bahwa realitas manusia selalu “dapat

dimengerti”. Realitas manusia, walaupun kelihatan tak menentu, irasional dan tida

sistematik. Realtas manusia mempunyai logika utnuk membentuk dirinya sebagai

realitas. Dalam arti itulah realitas manusia tadi merupakan suatu sistem, yakni

pandangan dasar tertentu dalam perilaku manusia yang menghasilkan pola

hubungan antar manusia yang tertentu pula.72

70

Sindhunata, Kambing Hitam: Teori Rene Girard. Jakarta: Gramedia. 2002: hal.20-21 71

Ibid hal 21 72

Ibid hal 22

Page 68: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

68

Mediator, yang tadinya sebagai model bagi subjek, suatu saat akan

menjadi rival bagi subjek. Hal ini terjadi jika jarak antara subjek dengan mediator

dekat. Jarak ini bukan jarak fisikal atau spasial melainkan jarak spritual, yakni

perbedaan derajat dan pangkat. Namun apabila jarak antara subjek dengan

mediator sangat jauh. Seperti Amadis adalah guru dan dewa bagi Don Quixote.

Don Quixote adalah tuan bagi Sancho sang hamba. Maka mediator sebagai

pesaing bagi subjek tidak muncul. Girard menyebut keadaan ini sebagai mediasi

ekstern. Sedangkan keadaan dimana subjek dengan mediator berada dalam

lingkungan yang sama disebut dengan mediasi intern.73

Mediasi intern menjadi kompleks, karena meditor dengan subjek bisa

berkontak langsung, dan masing-masing saling mengingkari peniruannya,

menjaga gensi keaslian dirinya, menyembunyikan imitasinya. Saling menjaga

gengsi, kebencian muncul dan rivalitas tak dapat dihindari. Perasaan subjek

terpecah menjadi dua antara benci dan kagum terhadap mediator yang disebut

Girard dengan hatred, dengki.74

Teori Mimesis

Hasrat segitiga menjadi isi dari “mimesis” yang selalu muncul dalam

tulisan-tulisan Girard selanjutnya. Girard mengatakan bahwa hastrat segitiga

adalah mimesis.75

Dua pokok pikiran dalam teori mimiesis. Pertama, hasrat

manusia tidak pernah otonom secara sempurna. Hasrat itu mengikuti pola segitiga,

artinya secara tidak langsung mengenai objek yang ditujunya; ia menghasratkan

objek itu lewat suatu jalan putar, yaitu lewat mediator. Pada dirinya sendiri,

manusia tidak mampu menghasratkan sesuatu, ia selalu menghasratkan sesuatu

lewat mediator. Kedua, hasrat segitiga itu, mau tak mau menyimpan rivalitas.

Sebab mediator yang semula adalah model, lama-lama dianggap sebagai rival

yang menghalangi hasratnya. 76

73

Ibid hal 25 74

Ibid hal 26 75

Ibid hal 85 76

Ibid hal 86

Page 69: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

69

Menurut Girard, mimesis adalah suatu status metafisik yang dinamis, yan

mendahului individu dan masyarakat, dan menjerat individu, dan masyarakat.

Orang boleh berpendapat bahwa mimesis adalah negatif, tapi tak bisa diingkari

sebagai suatu status ia adalah positif. Teori Girard mengenai mimesis adalah

semacam stuctural geometry, yang sangat rasional. Visi mimesis menjadi penting

dalam pembahasan Girard mengenai asal usul agama dan fungsi agama dalam

menghadapi kekerasan.

Agama dan kekerasan

Karya Rene Girard yang menerangkan hubungan agama dengan

kekerasan yaitu Violence and Sacred (1977). Dalam aktivitas agama terdapat ritus

korban, menurut Girard ritus korban berhubungan dengan kekerasan. Dalam ritus

korban terdapat ambivalensi, disatu pihak, korban itu suatu kewajiban suci.

Dalam ritual korban, praktek kekerasan selalu ada dan memainkan

peranan pada setiap kebudayaan. Joseph de Maistre menyatakan bahwa korban

secara moral tidak bersalah tapi menggantikan yang bersalah, atau secara religius

korban itu suci menggantikan yang tidak suci.77

Girard menolak pandangan ini,

menurutnya korban dalam ritual memiliki fungsi untuk menyalurkan kekerasan.

Girard tidak setuju dengan anggapan bahwa korban berperan sebagai “penebus”,

menurutnya korban itu sendiri suci dan tak bersalah dan ia terpaksa dikorbankan

untuk “menebus” ketidaksucian dan kesalahan dari mereka yang

mengorbankannya. Menurut Girard, orang tidak perlu bicara tentang kualitas

kesucian atau ketidak bersalahan sang korban. Sebab korban perlu hanya sebagai

tempat penyaluran kekerasan.78

Ritus korban dibuat untuk kepentingan apa saja, seperti untuk meminta

hujan, kesuburan tanah, atau keberhasilan panen. Namun tujuan itu adalah

sekunder. Tujuan primer adalahpenghapusan kekerasan, pertikaian, rivalitas, dan

iri hati dalam masyarakat. Gejala alam yang negatif seperti kekeringan bisa

77

Ibid hal 99 78

Ibid hal 101

Page 70: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

70

dikembalikan dengan korban.masyarakat hidup tentram, jauh dari pertikaian,

orang mudah membayangkan tanah akan subur dan panen berhasil. Radcliffe

Brown mengatakan bahwa upacara korban mempunyai tujuan yang satu dan sama

yakni mempersatukan masyarakat dan membangun tata tertibnya.79

Menurut Girard, dalam suatu ritus korban perbedaan antara korban

binatang dan manusia tidak relevan. Ritus korban tidak bertolak dari suatu

pandangan nilai, tapi bertolak dari kenyataan adanya kekerasan yang menjangkiti

masyarakat. yang terpenting adalah bagaimana kekerasan dapat dikosongkan.

Ritus korban juga merupakan sarana tindakan kekerasan yang tidak menimbulkan

resiko balas dendam. Tindakan kekerasan tidak akan menimbulkan balas dendam

oleh karena disembunyikan dalam alasan-alasan religius-teologis, yakni bahwa

tindakan itu dikehendaki oleh yang ilahi, bahwa tindakan itu suci.

Teori Kambing Hitam (black goat)

Teori kambing hitam merupakan fase kedua dari teori Girard. Raymund Schwager

meringkas pemikiran Girard sbb:

1. Hasrat manusia pada pokoknya tak terarahkan pada sebuah objek yang

spesifik. Orang menghasratkan sesuatu, karena orang lain menghasratkan

sesuatu tersebut. Ia meniru dan hasratnya diarahkan oleh orang lain yang

ditirunya.

2. Hasrat yang lahir karena mimesis akan mengakibatkan konflik. Sebab

pihak-pihak yang menghasratkan mengarahkan pada hasrat yang sama.

Teladan yang tadi ditiru menjadi rival. Makin hasrat meningkat, makin

orang mengarahkan kepada rival. Rivalitas mau tidak mau mengarah pada

kekerasan.

3. Karena manusia mencederungi tindakan kekeraan, hidup damai di dalam

masyarakat tak dapat diandaikan akan terjadi dengan sendirinya. Akal

sehat maupun maksud baik, tak menjadi jaminan bagi kedamaian itu.

Rivalitas yang terkandung dalam diri setiap orang dengan mudah

79

Ibid hal 106

Page 71: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

71

membahayakan tata masyarakat. Untuk menghindari hal itu, orang

mengarahkan kkerasan kepada kambing hitam. Sekarang kesalahan ada

pada pihak kambing hitam, bukan pada mereka. Itulah mekanisme

kambing hitam.

4. Karena mimesis, hasrat mereka berbenturan satu sama lain, menjadi

rivalitas, yang menuntun ke konflik dan melahirkan kekerasan. Karena

Kambing hitam, rivalitas diredakan, konflik dan kekerasan dihilangkan,

dan amsyarakat kembali ke dalam ketenangannya. Lewat pengosongan

kolektif terhadap hasrat mimesis yang saling menghancurkan itu, kambing

hitam yang tadinya dianggap jahat dan penyebab kekerasan, kini

disakralkan dan dianggap sebagai pembawa kedamaian. Ia tanpak

sekaligus sebagai yang terkutuk dan pembawa keselamatan. Karena dialah

lahir kekerasan sakral, yang dipraktekkan dalam ritual.

5. Dalam praktik korban, dialihkan kini kekerasan kolektif yang asali

menjadi kekerasan pada kambing hitam. Hal itu diatur dan dikontrol

dengan ketentuan dan aturan ritus yang ketat dan keras. Dengan demikian,

agresi internal dikosongkan keluar, dan masyarakat dipulihkan dari

kehancuran diri.80

Menurut Girard, agama berfungsi untuk “menundukkan kekerasan dan

menjaga supaya kekerasan itu tidak liar. Hal ini tidak ditemukan pada masyarakat

primitif akan tetapi juga masyarakat modern , yang mulai melalaikan sendi-sendi

agama. Girard menyebutnya dengan krisi korbani. Hilangnya ritus-ritus korban,

terjadi berbarengan dengan hilangnya perbedaan antara kekerasan yang impure

dan kekerasan yang mempurifikasikan. Jika sendi-sendi agama mulai guncang,

tidak hanya keamana fisik masyarakat yang terancam, akan tetapi juga seluruh

dasar kultural masyarakat. Jika agaama dan praktik ritualnya mandul, maka

kekerasan akan merajalela di dalam masyarakat.

80

Ibid hal 205

Page 72: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

72

BAHAN AJAR (HAND OUT)

Nama Mata Kuliah : Antropologi Religi (3 sks)

Nomor Kode : SOA119

Program Studi : Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial

Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si.(4428)

Erda Fitriani, S.Sos., M.Si (4450)

Minggu ke : 15

Learning Outcome (Capaian Pembelajaran):

MATERI

RELIGI ORANG BUKIT

Buku Religi Orang Bukit: Suatu Lukisan Struktur dan Fungsi dalam

Kehidupan Sosial Ekonomi (2001) ditulis oleh Noerid Haloei Radam. Buku ini

merupakan hasil kerja lapangan di Kalimantan selama 20 bulan, April 1979

hingga November 1980, dan menjadi disertasinya. Masyarakat Bukit yang

dimaksudkan yaitu masyarakat yang mendiami wilayah hulu Sungai Batang Alai,

Sungai Labuhan Amas, dan Sungai Amandit, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

Orang Bukit menempati kawasan yang termasuk kawasan hutan di

pegunungan Meratus. Raymond Kennedy menyatakan bahwa penduduk yang

mendiami Kalimantan Selatan dikelompokkan kepada dua kelompok besar, yakni

Ngaju dan Melayu Pesisir. Menurut H.J. Malinnkrodt, orang-orang yang

mendiami daerah sepanjang aliran sungai Kahayan, Katigan dan Barito

dimasukkan ke dalam rumpun suku Ot Danum. Istilah bukit bisa diartikan

gunung, namun dalam cerita donggeng dan alat-alat upacara orang Bukit,

Mahasiswa dapat menjelaskan penggunaan teori dalam Religi Orang Bukit

Page 73: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

73

menunjukkan bahwa orang Bukit berasal dari Pesisir.81

Radam menyakini bahwa

orang Bukit berasal dari rumpun yang sama dengan Orang Banjar Hulu,

didasarkan atas kesadaran asal-usul nenek moyang, upacara adat dan religi .

Orang Bukit mulanya mendiami tepi-tepi sungai utama dan tepi laut, yang

terdesak ke daerah pedalaman, pegunungan karena adanya kelompok pendatang.82

Hyang Kuasa, Roh Alam dan Datu Nini

Orang Bukit mempercayai adanya sejumlah ilah yang menguasai dan

memelihara diri jasmani manusia, tempat tinggal, peralatan dan perlengkapan

hidup manusia terhadap alam sekitar, flora dan fauna serta benda-benda yang

dipandang sakral. Semua ilah tersebut mempunyai kedudukan yang sama oleh

karena baik diri manusia, alam sekitar, hewan, tumbuhan, gunung dan sungai

tidaklah lebih utama yang satu dari yang lainnya. Namun demikian, semua ilah

tersebut adalah “bawahan” atau pembantu ilah yang lebih tinggi lagi.

Ilah-ilah tersebut memiliki peranan amat menentukan nasib dan

kehidupan manusia sehari-hari. Ilah-ilah tersebut dapat membahagiakan, tetapi

juga sebaliknya dapat menimbulkan bahaya dan bencana. Orang bukit sangat

tergantung kepada ilah-ilah tersebut. Diyakini bahwa ilah-ilah itulah yang

menguasai dan memelihara padi, alam sekitar dan juga diri manusia. Jika orang

Bukit ingin mempersembahkan sesajen kepada ilah utama, maka hal tersebut

tidaklah mungkin terjadi dan melanggar tata cara tanpa melalui ilah-ilah tadi.

Karena itu ilah-ilah tersebut disampaing sebagai ilah bawahan, ilah pendamping

juga dipandang sebagi ilah perantara.

Ilah dikelompokkan kepada tiga kelompok besar: Hiyang kuasa, Roh

Alam, dan Roh Datu Nini. Hiyang kuasa dan Datu Nini berperan memberi

manfaat atau mudarat bagi kehidupan sosial, ekonomi (mata pencaharian), dan

kesehatan perorangan. Roh Alam adalah ilah yang menguasa dan memelihara

alam sekitar, dan juga selalu dikaitkan dengan nasib baik dan nasib jelek.

81

Radam, Noerid Haloei. Religi Orang Bukit. Yogyakarta: Yayasan Semesta. 2001. Hal 97 82

Ibid Hal 106

Page 74: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

74

Keyakinan orang Bukit, ilah-ilah memiliki wilayah kekuasaannya

sendiri-sendiri. Misalnya Pujut, ilah yang menguasai gunung-gunung, hutan,

lembah dan tumbuhan yang berada di sekitar kampung halaman atau balai. Siasia

Banua, diyakini ilah yang memelihara pemukiman yang pernah di huni oleh

generasi terdahulu. Padi dianggap tumbuhan yang berasal dari langit, dan

kemudian dilahirkan di bumi oleh Datu Perempuan Bungsu, padi di bumi

dipelihara oleh Putir. Ilah yang memilihara matahari disebut dengan Bapang, dan

masih banyak lagi.

Konsepsi Tentang Tuhan

Bagaimana pengertian Tuhan bagi orang Bukit? Dalam mite penciptaan

hanya dua ilah lah yang disebut-sebut, yakni suwara dan Jabaril. Kedua ilah ini

diundang dan dipuja-puja sambil menari (dihundangi), pada berbagai upacara adat

dan religi dengan menyebut namanya. Suwara disebut dengan nama Guguhan,

sedangkan jabaril diundang sebagai salah seorang dari sahabat Empat (sahabat

ampat).

Suwara atau Guguhan diyakini sebagai Tuhan Pencipta cikal bakal alam

semesta dan manusia pertama. Adapun kejadian alam semesta selanjutnya adalah

karena perluasan gerak dan dorongan biologis Datu Adam dan Datu Tihawa.

Jabaril sendiri hanya ilah pendamping Suwara yang dalam kehidupan sehari-hari

manusia berada di sebelah depan. Bersama dengan tiga ilah lainnya (Surapil yang

berada di sebalah kanan, Iskail yang berada di sebalah kiri, Mikail yang berada

dibagian belakang) berempat menjadi sahabat manusia, menjaga dan memelihara

manusia dari segala gangguan.

Dalam serangkaian upacara disepanjang kegiatan berladang, Guguhan

dan Nining Baharata dan Sangkanawang, adalah ilah utama yang hanya dipuji

pada satu upacara sentral, yakni Bawanang. Persembahan untuk menyeru

Guguhan, hanya boleh diucapkan oleh guru jaya atau paling rendah oleh balian

tuha. Nining Baharata adalah ilah yang mengatur rezeki dan menetapkan nasib

manusia. Sangkawanang adalah ilah pemberi dan penentu kesakralan padi,

Page 75: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

75

membebaskan padi tersebut dari berbagai macam pantangan sehingga boleh

ditumbuk dan ditanak menjadi bahan makanan.

Keyakinan religi orang bukit tentang Tuhan, menunjukkan bahwa Tuhan

yang tertinggi adalah Guguhan, sedang setingkat dibawahnya adalah Nining

Baharata dan Sangkawanang. Di bawah ini dapat dilihat kedudukan dan tempat

Ilah di Alam Semesta

Tempat Ilah-Ilah

Langit Suwara (Panglangit)

Langit bertingkat delapan Nining Baharat Sangkawanang

Pangguruan

Antara langit dan Bumi Putir Bapang Ranggan

Putir Dara Jiuk (datu Langit)

Dewata Mataru Jiuk

Liliyah

Madiyang

Bumi Berlapis Delapa Kariau Lampung Marus

Siasia banua Tanjung Tabalong

Bubuhan Aing Lanjahari Harimaung

Dewata Pujut jajangan

Indung Iringan

Dangan Indung

Malaikat Nabi-Nabi Nabi-Nabi

(sahabat nabi)

Ruang Lingkup Tugas Memelihara diri Memelihara Memelihara padi

Nyata Manusia Alam & alat pertanian

Sumber: Radam, 2001: 221

Menurut Radam, religi orang Bukit adalah Religi Huma, karena setiap

kegiatan religius orang Bukit sangat berkaitan dengan aktivitas berladang,

disamping aktivitas hidup selingkaran hidup manusia. Dari sudut upacara, religi

orang Bukit termanifestasikan ke dalam sembilan upacara, Pertama, upacara

mencari lahan baru; kedua upacara memuja penempaan besi (Mamuja Tampa);

ketiga, upacara menebang bambu (batilah); keempat, upacara merobohkan balai

Diyang Sanyawa (Katuan), kelima, upacara memulai penanaman padi (bamula);

keenam, upacara merawat padi di ladang (basambu umang); Ketujuh, upacara

Page 76: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

76

mengikat “padi ringan” dan memantapkan “padi berat” (manyindat padi dan

manatapakan tihang babuah); kedelapan, upacara memasukkan padi ke dalam

lumbung (mamisit padi); kesembilan, upacara mawangi padi, alam sekitar

termasuk ladang manusia (bawanang).

Fungsi religi dapat dilihat pada kehidupan sosial, religi berperan dalam

mengentalkan ikatan-ikatan kekerabatan, kesalingtergantungan antaran umbun dan

bubuhan diperkuat. Kerjasama antar kelompok ditingkatkan dan kesadaran asal

usul dikuatkan kembali dalam upacara. Dalam kehidupan ekonomi, religi telah

mengangkat kegiatan berladang ke tingkat kedudukan yang tinggi dan utama

dalam mata pencaharian hidup. Penanaman padi sangat terkait dengan ilah dan

roh penguasa dan pemeliharanya. Padi dikonsepsikan sebagai tanaman yang

sakral, penuh pantangan dan tinggi derajatnya, yang pada awalnya adalah milik

orang langit.

Tindakan berladang bagi orang Bukit sendiri dihayati sebagai merusak

keseimbangan alam. Hal demikian dipandang sebagai kesalahan. Karena itulah

maka upaya mereligikan berladang merupakan kreasi masyarakat yang

bersangkutan yang dipandang tepat utnuk menghilangkan rasa bersalah itu dan

sekaligus merupakan upaya pembenarannya.

Pandangan bahwa alam sekitar dikuasai oleh ilah-ilah dan dipelihara oleh

ilah-ilah tertentu. Maka manusia juga memiliki hasrat untuk kagum dan tunduk

kkepada ilah-ilah. Hal tersebut dapat disalurkan dalam kegiatan religi orang bukit

di sepanjang kegiatan berladang. Dengan demikian berladang berfungsi

menyalurkan kebutuhan rohani orang Bukit.

Radam melihat perilaku beragama masyarakat sebagai sebuah sistem.

Religi memiliki unsur-unsur emosional keagamaan, keyakinan, upacara, peralatan

dan komunitas, seperti yang dikemukaan oleh Koenjaraningrat (1974). Masing-

masing unsur tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya. Dalam religi orang

Bukit terdapat keyakinan kepada sejumlah Tuhan, roh nenek moyang, roh alam,

tokoh pembawa kebudayaan, yang semuanya diberi dukungan mite dan legenda

Page 77: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

77

tertentu. Analisis sistem religi orang Bukit diteruskan kepada analisis fungsi dari

agama bagi orang Bukit. Sebahagian tindakan religius berada dalam kegiatan

berladang. Orang-orang berperilaku baik atau tidak baik dikaitkan dengan

berladang. Orang Bukit mempercayai bahwa padi adalah sakral sifatnya. Sehingga

harus diperlakukan sesuai dengan derjat mulai dari sejak ditanam sampai panen

dan hasilnya disimpan di lumbung.

Sistem religi orang Bukit sangat berkaiatan dengan kehidupan lainnya

dalam kehidupan huma yang lebih luas. Upacara-upacara yang dilakukan oleh

orang Bukit sebagai aktivitas religius dan berkaitan dengan sistem ekonomi orang

Bukit, dan berarti dalam kehidupan masyarakat. selama upacara dan kegiatan di

ladang terdapat pantangan-pantangan yang dikenakan kepada orang-orang

berkenaan dengan padi sebagai sumber makanan utama dan juga disakralkan.

Religi orang berkaitan dengan struktur masyarakat. ialh-ilah memiliki

struktur seperti struktur masyarakat. Dalam keyakinan orang bukit terdapat ilah

yang tertinggi sebagai pemimpin dan ilah-ilah yang yang utama lainnya. Masing-

masing ilah-ilah tersebut walaupun ada yang utama dan roh alam dan roh tokoh

yang dituakan yang juga diyakini bagi orang Bukit namun, kedudukan ilah-ilah

tersebut adalah sama atau sederajat menurut orang Bukit. Ilah-ilah tersebut

memiliki peran masing-masing dan melaksanakan tugas mereka masing-masing.

Selain daripada itu sistem religi, sistem ekonomi dan sistem sosial, saling

berkaitan secara holistik dan bersifat fungsional bagi orang Bukit.

Page 78: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

78

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Meriam. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Budiman, Arif. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia.

Danandjaja, James. 1988. Antropologi Psikologi; Teori, Metode, dan sejarah

Perkembangan. Jakarta: Rajawali.

Darmawan, Eko.P. 2005. Agama itu Bukan Candu. . Yogyajarta: Resist Book.

Durkhiem, Emile. 2011. The Elementary Forms of the Religious Life. Yogyakarta:

IRCiSoD.

Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender & Transformasi Sosal. Yogyakarta:

Pustaka pelajar.

Fedyani, Achmad Saifuddin. 2005. Antropologi Kotemporer: Suatu Pengantar

Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana.

Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

......................... 1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Book, Inc.,

Publisher.

......................... 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.

.........................1983. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Haviland, William. 1985. Antropologi Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalisme

hingga Post Modernisme. Jakarta: YOI.

Koentjaraningrat, 1987. “Apakah Beda antara Agama, Religi dan Kepercayaan?”

dalam Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Jakarta: Gramedia.

........................ 1990. Sejarah Teori Antropologi Jilid I. Jakarta: UI Press.

Maliki, Zainuddin. 2000. Agama Rakyat, Agama Penguasa: Konstruksi tentang

Realitas agama dan Demokrasi. Yogyakarta: Yayasan Galang.

Page 79: BAHAN AJAR (HAND OUT - sosiologi.fis.unp.ac.idsosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN... · Dosen Mata Kuliah : Adri Febrianto, S.Sos., M.Si. (4428) ... Nomor Kode : SOA119

79

Moore, Henrietta.L. 1998. Feminisme & Antropologi. Jakarta: Obor .

Pals, L. Daniel. 1996. Seven Theories of Religion. Yogyakarta: Qalam.

Radam, Noerid Haloei. 2001. Religi Orang Bukit. Yogyakarta: Yayasan Semesta.

Raines, John. 2003. Marx Tentang Agama. Jakarta: Teraju.

Sindhunata. 2002. Kambing Hitam: Teori Rene Girard. Jakarta: Gramedia.

Suparlan, Parsudi. “Kebudayaan, Masyarakat dan Agama, Agama sebagai Sasaran

Penelitian Antropologi” makalah yang disampaikan pada kuliah bagi

para peserta Pusat Latihan Penelitian Agama Departemen Agama RI,

di IAIN Ciputat, 14 September 1981

........................... 1983, “Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya: Perspektif

Antropologi Budaya,” dalam Mohamad Soerjani dan Bahrin Samad

(ed.) Manusia dalam Keserasian Lingkungan.

Suryakusuma, Julia. 2012. Agama, Seks, & Kekuasaan. Depok: Komunitas

Bambu.

http://id.wikipedia.org/wiki/Opium diakses 26/10/2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba diakses 26/10/2013