bagian 1 - united states agency for international development

15

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

Bagian 1 – Pendahuluan

I.1. Latar Belakang

USAID BIJAK merupakan proyek 5 tahun yang dirancang untuk mempromosikan perubahan jangka panjang

dalam perilaku individu dan organisasi yang mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan melestarikan

keanekaragaman hayati laut dan darat yang berharga. Salah satu pendekatan strategis yang digunakan oleh

BIJAK adalah memperkuat sistem dan kerangka pengelolaan kawasan konservasi, yang salah satunya dengan

menyusun konsep, mendesain, dan membangun sebuah sistem informasi dan manajemen (SIM) kawasan

konservasi yang terbaru.

Data dan informasi merupakan unsur penting untuk mengetahui kondisi suatu kawasan konservasi.

Pengambilan keputusan dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi memerlukan basis data yang riil,

lengkap, dapat dipertanggungjawabkan dan terkini. Kebutuhan data seperti ini menjadi penting untuk dapat

menyusun rencana pengelolaan yang tepat sasaran sehingga berdampak pada terjaganya kelestarian

kawasan. Dan untuk mendukung kerja-kerja harian dan pengambilan keputusan serta arahan bagi unit

pelaksana teknis, Dirjen KSDAE memerlukan sistem informasi yang dinamis dan mudah diakses. SIM

tersebut dinamakan SITROOM, dimana di dalamnya mencakup informasi prioritas yang dibutuhkan yang

menunjukkan tipologi kawasan mencakup: potensi dan permasalahan di dalam kawasan konservasi. Dirjen

KSDAE, Ir. Wiratno, menyimpulkan bahwa tipologi kawasan adalah deskripsi kawasan yang bisa

menjelaskan secara komprehensif hubungan – hubungan antara masyarakat dan kawasan yang akan

melahirkan prioritas investasi atau prioritas intervensi, serta menyelesaikan masalah dan mengambangkan

potensi.

Ditjen KSDAE melalui direktorat-direktorat di bawahnya sampai saat ini telah berupaya membangun

basisdata kawasan, misalnya: CAPIS (Conservation Area Potential Information System) yang dikelola PIKA,

SIDAK (Sistem Informasi Pendataan Konservasi) oleh Setditjen KSDAE, pengembangan Sistem SMART

oleh Dit. KK, basisdata biodiversitas di Dit. KKH, dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya, kondisi

saat ini masih belum tersedia data yang lengkap, berkualitas, dan terkini untuk semua kawasan. Hal ini dapat

terjadi dikarenakan beberapa hal diantaranya: 1) keterbatasan anggaran untuk melakukan pembaharuan

data, 2) kurangnya sumberdaya manusia yang mumpuni, baik dari segi jumlah dan juga keahlian; 3) data yang

ada tidak terkelola dengan baik, 4) Kesulitan dalam mengakses data yang ada pada mitra kerja, 5) Data

kawasan belum terintegrasi dalam suatu basisdata yang kompak. Beberapa kawasan yang sudah memiliki

data juga masih terkendala dalam bagaimana memanfaatkan data tersebut untuk pengelolaan kawasan.

Kajian mengenai kebutuhan data prioritas dalam pengelolaan kawasan menjadi sangat penting untuk dapat

bekerja secara efektif mengingat keterbatasan sumberdaya yang tersedia. Kerjasama dengan berbagai

lembaga juga penting dalam meningkatkan upaya pengelolaan kawasan yang lebih komprehensif. Data dan

informasi tersebut tentunya untuk mendefinisikan tipologi kawasan konservasi berdasarkan kondisi riil di

lapangan. Kebutuhan data akan berbeda antara unit pelaksana teknis di lapangan dan juga kebutuhan data

di pusat untuk Dirjen KSDAE.

Sistem informasi manajemen (SIM) adalah alat utama untuk pendekatan manajemen berbasis informasi yang

lebih luas dan lebih baik. SIM menyediakan sarana bahwa informasi prioritas akan dikumpulkan dan dianalisis

di tingkat UPT untuk pemantauan dan pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya. Sama

pentingnya, sistem akan menyediakan tautan untuk memusatkan informasi dari UPT ke tingkat nasional

untuk digunakan oleh para pengambil keputusan. SIM terintegrasi akan memberikan informasi prioritas

mendekati waktu riil, dapat ditindaklanjuti oleh staf UPT dan staf KSDAE, dan juga akan berkontribusi pada

informasi yang diperlukan untuk mengembangkan penyelesaian masalah dan pengembangan potensi

kawasan. Hal pentingnya adalah memastikan bahwa informasi prioritas responsif terhadap kebutuhan

5

informasi dari semua pembuat keputusan yang relevan, baik itu di tingkat UPT dan juga di tingkat pusat

KSDAE. Data dan informasi ini perlu dibakukan dalam sebuah sistem basisdata dan informasi yang mudah

diakses dan berkelanjutan untuk semua unit pengelola.

Sampai saat ini, BIJAK telah menghasilkan beberapa hal terkait penyusunan SIM yaitu:

1. Mengembangkan desain awal dan konsep untuk SIM KSDAE yang terintegrasi

2. Menginisiasi dashboard SITROOM, basisdata SIDAK, dan Clearing House Mechanism System (CHM).

3. Mekanisme konektivitas dan pertukaran informasi untuk data spasial dan non-spasial antara SIDAK

dan SITROOM

4. Table basis data SIDAK telah disatukan dengan CAPIS dan basisdata Sub Direktorat lainnya.

5. Mekanisme konektivitas dan pertukaran informasi untuk data spasial dan non-spasial antara SIDAK

dan CAPIS

6. Standarisasi kode dan data model untuk SIM yang tertuang dalam sistem aplikasi SIDAK dan

SITROOM.

7. Inisiasi draft roadmap implementasi SIM.

8. Inisiasi website CHM.

I.2. Tujuan

Tujuan dilakukannya pengkajian kebutuhan data dan informasi kawasan ini adalah:

1. Menentukan prioritas data dan informasi yang riil dan komprehensif untuk sebuah sistem informasi

dalam mendukung pengambilan keputusan untuk pengelolaan kawasan yang efektif dan efisien.

2. Memperkuat pengelolaan kawasan konservasi melalui pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dalam

menyusun perencanaan dan pengumpulan data melalui peningkatan pengelolaan data untuk

pengambilan keputusan.

I.3. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan setelah melakukan pengkajian ini yaitu berupa:

1. Daftar kebutuhan data dan informasi prioritas di tingkat UPT dan tingkat nasional (KSDAE) dalam

pengelolaan kawasan.

2. Konsep sistem data dan informasi kawasan yang berkelanjutan untuk mendukung pengambilan

keputusan dalam pengelolaan kawasan.

I.4. Metodologi Kajian

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur, diskusi dengan berbagai pemangku

kepentingan yang memahami pengelolaan kawasan konservasi secara komprehensif, analisis data kawasan

di beberapa UPT. Studi literatur dilakukan terhadap berbagai dokumen untuk mengindentifikasi kebutuhan

data dan informasi dalam rangka pengelolaan Kawasan konservasi. Diskusi dilakukan dengan melibatkan

Dirjen KSDAE, pengelola kawasan di tingkat Ditjen KSDAE, UPT, dan berbagai mitra terkait lainnya.

Diskusi ini dilakukan, baik secara formal melalui forum-forum yang diselenggarakan BIJAK dan KSDAE,

maupun secara informal dengan para pemangku kepentingan terkait. Kemudian analisis data dilakukan

untuk melihat apakah data yang ada saat ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam

pengelolaan kawasan.

6

Foto 1 – Diskusi BIJAK dengan Dirjen KSDAE, Subdit Datin, dan WCS pada tanggal 1 Agustus 2018 di Ruang

Rapat Setditjen KSDAE – Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan

Foto 2 – Lokakarya Persiapan Pelaksanaan Uji Coba Sistem Data dan Informasi (SIDAK dan SITROOM) pada tanggal 23

Mei 2018 di Jakarta antara BIJAK Bersama Setditjen KSDAE,

Dit. KKH, Dit. PIKA, USAID LESTARI, dan Pokja SMART

Foto 3 – Lokakarya Perbaikan Integrasi Data dan Informasi

KSDAE ke Dalam SIDAK dan SITROOM pada tanggal 23

Maret 2018 di Jakarta antara BIJAK Bersama Setditjen

KSDAE, Dit. KKH, Dit. PIKA, dan Pokja SMART

Foto 4 – Diskusi dengan BBTNGL terkait Kebutuhan Data

dan Informasi UPT pada tanggal 15-16 Januari 2018 di Kantor

BBTNGL, Medan.

7

Bagian II – Identifikasi dan Analisis Data dan Informasi

Prioritas Untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi

Pemangkuan dan pengelolaan kawasan hutan Indonesia seluas 120,63 juta hektar dimandatkan kepada tiga

unit organisasi setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(Kementerian LHK). Mandat tersebut didasarkan pada fungsi pokok kawasan hutan, dimana kawasan hutan

konservasi dimandatkan kepada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

(KSDAE), kawasan hutan lindung dimandatkan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan

Lindung (PDASHL), serta kawasan hutan produksi yang dimandatkan kepada Direktorat Jenderal

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).

Namun demikian, Direktorat Jenderal KSDAE tidak hanya sebatas menangani pengelolaan kawasan

konservasi, melainkan juga sebagai otoritas pengelolaan keanekaragaman hayati secara keseluruhan

sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1978 tentang

Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, serta Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1987 tentang Pengesahan Amandemen 1979 atas Convention

on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, 1973.

Upaya konservasi keanekaragaman hayati, tanpa bisa dihindari, harus mampu mengikuti dinamika yang

terjadi. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang di mana kemudian juga berdampak pada

keharusan manusia untuk menyesuaikan dalam pola-pola managemen di berbagai bidang. Direktorat

Jenderal KSDAE sebagai otoritas managemen konservasi keanekaragaman hayati juga demikian adanya,

karena setiap organisasi perlu beradaptasi untuk merespon perubahan secara cepat dan fleksibel (Kneer,

2006 dalam Wiratno 2018). Kompleksitas permasalahan yang telah lama terjadi juga perlu untuk segera

ditemukan solusinya secara tepat berdasarkan tipologi permasalahan agar relevan dan dapat diterapkan.

Adaptasi organisasi KSDAE untuk merespon perubahan secara cepat dan fleksibel terhadap kawasan

konservasi sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan untuk menjaga fungsi

konservasi keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah dengan membangun sebuah sistem yang

berbasiskan IT untuk menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan secara terintegrasi (baik spasial

maupun non spasial) dari tingkat lapangan hingga ke tingkat pimpinan. Sistem data dimaksud diupayakan

agar user friendly dengan tampilan antar muka (user interface) yang mudah dipahami. Sistem perdataan

tersebut diupayakan untuk ditingkatkan kapasitas informasinya melalui berbagai cara, terutama terintegrasi

dengan sebuah sistem pelaporan dan perdataan di lingkup Direktorat Jenderal KSDAE, sehingga konten

informasinya yang disajikan lebih factual dan dapat menunjukkan series data secara temporal.

Pengembangan Situation Room (Sitroom) merupakan upaya untuk menyiapkan tools penyediaan, penyajian

serta analisis data dan informasi dalam mendukung perumusan dan pengambilan keputusan terkait

peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi.

Lalu informasi dan data apa yang dibutuhkan oleh pengelolaan kawasan konservasi sebagai input untuk

proses pengambilan keputusan dalam mencapai tujuan konservasi keanekaragaman hayati yang efektif?

“Peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi bisa dikonsentrasikan ke dalam 2 pendekatan

utama, yakni penanganan permasalahan untuk meminimalisasi kerusakan yang lebih masif dan

pengembangan pemanfaatan dan pemeliharaan yang simultan untuk mendapatkan manfaat dan nilai

tambah” (Wiratno, 2018)1

1 Diartikulasikan dari hasil Interview dengan WIratno (Dirjen KSDAE), pada tanggal 1 Agustus 2018, di ruang rapat

Sekditjen KSDAE.

8

Mengacu pada statemen diatas, Sitroom sebagai tools untuk mendukung proses pengambilan keputusan

dalam mencapai pengelolaan kawasan konservasi yang efektif, harus memberikan dua informasi penting,

yakni informasi permasalahan dan informasi potensi yang berada dalam kawasan konservasi.

Permasalahan

Dirjen KSDAE diberikan mandat untuk untuk mengurus pengelolaan konservasi sumberdaya alam dan

ekosistemnya, termasuk di dalamnya tentang konservasi keanekaragaman hayati. Tanggung jawab KSDAE

ini dihadapkan pada realitas bahwa ruang lingkup tugas dan fugnsi yang cukup luas, luasnya wilayah kelola

berupa kawasan konservasi, beragamnya obyek kelola di pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, serta

semakin dinamisnya perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat, maka dalam pelaksanaan tugas tersebut

masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Beberapa kekurangan tersebut adalah masih

lemahnya regulasi (bahkan terdapat beberapa kekosongan regulasi) yang seharusnya mampu mengikuti

dinamika yang terjadi di masyarakat; rendahnya kehadiran petugas di lapangan melalui sistem kerja berbasis

resort; belum optimal dan efektifnya pemanfaatan data dan informasi spasial dan non spasial berbasis IT

untuk pengambilan keputusan; dan minimnya ketersediaan sumber daya dalam pengelolaan kawasan

konservasi, baik SDM, peralatan kerja, maupun pembiayaan; serta aksesibilitas kawasan yang relatif sulit

untuk dijangkau.

Akibat yang muncul dari kekurangan factor-faktor diatas terhadap pengelolaan kawasan konservasi dan

keanekaragaman hayati adalah banyaknya permasalahan lahan dan perambahan di dalam kawasan

konservasi, hilangnya satwa dan tanaman liar, klaim masyarakat adat, penebangan liar, perburuan liar, yang

menjadikan kawasan konservasi berada dalam ancaman kerusakan. Beberapa data menunjukkan bahwa

persoalan sosial, pembukaan lahan dan klaim masyarakat adat memerlukan perhatian yang serius. KSDAE

menggindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan kawasan konservasi berupa lahan terbukan seluas 2,2 juta

Ha serta klaim wilayah adat seluas 1,65 juta hektar (Wiratno, 2018).

Potensi

Selain beberapa permasalahan, kawasan konservasi di Indonesia juga di anugrahi dengan berbagai potensi

yang perlu dikembangkan untuk memberikan nilai ekonomi kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati

bagi masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Kawasan konservasi yang dimandatkan untuk di kelola oleh

KSDAE seluas 27.10 juta hektar, memiliki beragam potensi baik dari kawasannya maupun tanaman satwa

liarnya. Apabila dikelola secara serius, dengan investasi dan upaya pengelolaan yang intensif, maka potensi

yang ada dalam kawasan konservasi tersebut dapat diubah menjadi potensi ekonomi riil yang sangat besar,

dan dengan multiplier effect dari segala aktivitas pemanfaatan tersebut. Beberapa potensi yang bisa di

manfaatkan adalah:

1. Mengacu pada daftar tanaman satwa liar LIPI (2013), terdapat 47.910 species keanekaragaman

hayati yang sumber plasma nutfah dan pengobatan. Pemerintah telah menetapkan 25 spesies satwa

dan 22 spesies tumbuhan yang menjadi prioritas perlindungan.

2. Keunikan fenomena alam kawasan konservasi yang menjadi obyek wisata alam. Berdasarkan

Statistik Direktorat Jenderal PHKA Tahun 2013, jumlah kunjungan wisata alam ke kawasan

konservasi selama tahun 2013 adalah sejumlah 4.757.752 orang, yang terdiri dari wisatawan

nusantara sebanyak 4.275.753 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 481.999 orang. Jumlah

kunjungan wisata ke kawasan konservasi tersebut menambah penerimaan negara bukan pajak

(PNBP) sebesar kurang lebih Rp. 36 Milyar.

3. Pemanfaatan jasa lingkungan berupa sumberdaya air, pemanfaatan panas bumi/geothermal untuk

listirk, dan penyimpanan karbon. Nilai dari potensi pemanfaatan sumberdaya air dari kawasan

konservasi (±600 Milyar M), pemanfaatan panas bumi (6,16 GW potensi listrik dari geothermal),

serta perdagangan simpanan karbon (±625 Giga Ton) (Direktorat PJLKKHL, 2014).

9

Kondisi riil mengenai potensi dan permasalahan untuk masing-masing kawasan berbeda, sehingga prioritas

pengelolaannya pun akan berbeda. Berdasarkan hasil diskusi dalam pertemuan-pertemuan formal dan

informal dengan staf Direktorar PIKA, KK, dan Setditjen KSDAE pada rentang waktu antara Januari sampai

Agustus 2018 di Jakarta dan Bogor; serta diskusi dengan Dirjen KSDAE, maka berikut adalah model data /

informasi prioritas yang dibutuhkan dalam SITROOM mencakup potensi dan permasalahan kawasan yang

terangkum.

Alur data dari UPT ke SITROOM:

SITROOM

The Integrated Management and Information System of KSDAE

SIS-PP KKCAPIS Smart Patrol

SIDAK

as database system

CHM (Clearing

House Mechanism)

Filtering data

Data and Information System

in UPTs

PDF/PPTconvert

Some UPTs use SMART

PATROL

Some UPTs use OTHER

APPLICATION

10

Data yang dibutuhkan dalam SITROOM tersebut meliputi data spasial dan non-spasial yang dijelaskan seperti Tabel berikut ini:

Informasi Utama Kategori Data Jenis Data Penjelasan Mengenai Data Sumber Data Akses data

Permasalahan

kawasan (Setiap

kawasan memiliki

permasalahan

kawasan yang

berbeda-beda

sehingga harus

disesuaikan dengan

kondisi riil kawasan)

Wildlife crime/

perburuan liar

Shapefile lokasi

perburuan,

deskripsi, table

data

Jenis kejahatan terhadap satwa

liar (perburuan, perdagangan

illegal), jenis peralatan yang

digunakan (jerat, senjatan,

peralatan lainnya), jumlah/

intensitas kejadian, lokasi,

waktu kejadian

Patroli, survey atau

monitoring, dll

1) Mengakses dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi di Dit. KK

2) Meminta data dari

GAKKUM

3) Basis data UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Kebakaran dan

sebaran titik api

Penyebab kebakaran, luasan

terbakar, lokasi kejadian

Patroli, laporan

masyarakat,

groundcheck hotspot

1) Mengakses situs

http://sipongi.menlhk.go.id/h

otspot atau

http://geospasial.bnpb.go.id/

monitoring/hotspot/ (link

tersebut dimasukkan

kedalam SITROOM)

2) Data patroli di dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi Dit. KK

3) Basis data UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Permasalahan lahan

dan perambahan di

dalam kawasan

konservasi

Jenis penggunaan lahan dengan

tanaman non hutan (ladang

masyarakat, perkebunan sawit,

karet, area tambang, dll),

modus penggunaan kawasan,

pengelola lahan, luasan, lokasi,

rentang waktu pemanfaatan

Patroli, investigasi,

kunjungan ke

masyarakat

1) Analisis citra satelit

2) Data patroli di dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi Dit. KK

3) Basis data UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Penebangan liar Aktifitas penebangan pohon

secara illegal, luasan, lokasi

Patroli, laporan dari

masyarakat, media

lainnya

1) Data patroli di dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi Dit. KK

11

Informasi Utama Kategori Data Jenis Data Penjelasan Mengenai Data Sumber Data Akses data

2) Basis data UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Konflik dengan

masyarakat diluar dan

didalam kawasan

konservasi

Klaim lahan, lokasi, jenis

konflik, jumlah/intensitas,

kerugian konflik. Termasuk

juga potential konflik dengan

masyarakat adat terhadap

klaim kawasan (Nama

kelompok masyarakat adat,

lokasi, jumlah anggota) dan

konflik antara masyarakat

dengan satwa liar

Patroli, laporan dari

masyarakat, media

lainnya

1) Data patroli di dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi Dit. KK

2) Basisdata UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Potensi Potensi 25 satwa

prioritas dan endemik

Shapefile

sebaran

potensi, table

data, indikasi

nilai ekonomi

Jenis satwa, lokasi, waktu

perjumpaan, jumlah populasi

Patroli, survey atau

monitoring,

penelitian

1) Dit. KKH

2) Data patroli di dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi Dit. KK

3) Basis data UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Potensi tumbuhan

endemik

Jenis tumbuhan, lokasi, waktu

perjumpaan

Patroli, survey atau

monitoring,

penelitian

1) Dit. KKH

2) Data patroli di dashboard

SMART-RBM data kawasan

konservasi Dit. KK

3) Basis data UPT – meminta

UPT untuk mengirim data

patroli secara rutin

Wisata alam Lokasi, jenis wisata, luasan Patroli dan

pendataan

Basis data dari UPT

Jasa lingkungan

(Sumberdaya air,

geothermal)

Shapefile

sebaran

potensi, table

data

Skala, lokasi, jenis jasling,

luasan

Patroli dan

pendataan

Basis data dari UPT

Kemitraan –

multipihak –

multidisipliner

Ijin pemanfaatan KK

(IPA, IPEA, IPPA),

Scan dokumen

surat perjanjian

Dokumen

Jenis pemanfaatan, nama

pemegang izin, lokasi, jumlah,

tahun kerjasama

PKS di bagian

program dan

kerjasama

Basis data UPT – meminta UPT

untuk mengirim data patroli

secara rutin

12

Informasi Utama Kategori Data Jenis Data Penjelasan Mengenai Data Sumber Data Akses data

(diusulkan oleh

Dit.PIKA untuk

masuk kedalam

SiPIKA sehingga

perlu dilakukan

integrase untuk

akses data di bagian

ini antara SITROM

dan SiPIKA)

Pemberdayaan

masyarakat (MDK,

Pemulihan ekosistem),

kerjasama/

MoU, tabel

ringkasan MoU

dan deskripsi

Nama kelompok masyarakat/

desa binaan, Jumlah, lokasi,

jenis kegiatan

Basis data UPT – meminta UPT

untuk mengirim data patroli

secara rutin

pemanfaatan zona

tradisional,

Jenis kegiatan, pelaku kegiatan,

jumlah/luasan pemanfaatan,

lokasi, waktu

Basis data UPT – meminta UPT

untuk mengirim data patroli

secara rutin

pemanfaatan HHBK Jenis HHBK yang

dimanfaatkan, pemegang izin

pemanfaatan, jumlah yang

diambil, lokasi, periode izin

pemanfaatan

Basisdata UPT – meminta UPT

untuk mengirim data patroli

secara rutin

Kerjasama dengan

swasta atau

LSM/NGO dalam

mengelola kawasan

Nama Lembaga, lokasi

kegiatan, jenis kegiatan

kerjasama, periode kerjasama

Basis data UPT – meminta UPT

untuk mengirim data patroli

secara rutin

Analisis Demografi Profil demografi

sekitar kawasan

Shapefile lokasi

desa, table data,

deskripsi

Nama desa, lokasi, luas,

jumlah penduduk, sumber

pendapatan masyarakat

Pemerintah daerah,

BPS, Survey

kuisioner,

anjangsana

UPT melakukan survey/

assesmen mengenai kondisi

masyarakat sekitar dan meminta

data demografi di BPS atau

kantor pemerintahan setempat

Peta Kerja Resort Batas kawasan

Tutupan lahan

Desa sekitar kawasan

Akses jalan sekitar

kawasan

Topografi kawasan

shapefile Planologi, BIG,

Pemerintah Daerah

UPT bersurat ke lembaga

berwenang terkait permohonan

data yang dimaksud

METT Hasil penilaian METT Dokumen

laporan hasil

penilaian METT

dan

Skor, rekomendasi/ rencana

tindak lanjut pengelolaan

Dit. KK – Dir.

KSDAE

Mengakses situs

http://mett.ksdae.menlhk.go.id/

Informasi terkini dan

kajian saintifik

kawasan

Kasus khusus kawasan,

hasil-hasil penelitian,

kegiatan pengelolaan,

dll

Artikel, jurnal,

laporan

Data lapangan dan

hasil peneliatian

UPT mengunggah artikel/

laporan/ jurnal terkait informasi

kawasan yang terbaru.

KSDAE meminta UPT, lembaga

penelitian, atau perorangan

untuk memberikan data hasil

survey atau penelitian.

13

Data dan informasi sebagaimana diuraikan dalam Tabel tersebut kemudian didiskusikan kembali dengan

berbagai pihak yang memahami pengelolaan kawasan konservasi secara komprehensif. Berikut ini gambaran

hasil diskusi yang dilakukan dengan berbagai pihak tersebut.

Gambar Identifikasi Data Prioritas Secara Umum

Apabila dipahami, sebagaian data yang dibutuhkan di atas sudah dimiliki oleh SIDAK, akan tetapi memang

perlu dilakukan pendetailan terhadap data-data di atas. Pendetailan yang dimaksud untuk mengukur tingkat

keberhasilan yang dicapai oleh staf-staf di lapangan dalam mengelola kawasan. Perlu sekali menentukan

indikator dan parameter dari masing-masing data yang dimaksud di atas.

Informasi mengenai data-data yang akan menjadi data prioritas akan diolah sistem dengan indikator dan

parameter yang ditetapkan sebelumnya dan kemudian akan ditampilkan dalam sebuah dashboard. Dashboard

ini merupakan tampilan antarmuka yang mudah dipahami dan dicerna oleh pengguna (internal KSDAE).

Selain itu, juga dilakukan beberapa hal, antara lain:

1. Menyesuaikan data-data yang dimiliki oleh SIDAK, bila sudah ada perlu pencermatan dengan pihak

tertentu yang lebih memahami mengenai hal tersebut.

2. Menstrukturkan ulang data model (bila terjadi perubahan).

3. Mengembangkan ulang data model yang terjadi perubahan.

14

Berikut ini beberapa tampilan antarmuka SIDAK dan SITROOM:

Gambar Tampilan Dashbord SIDAK

15

Gambar Tampilan Antarmuka profil Kawasan Konservasi Aplikasi SITROOM

16

Bagian III – Kesimpulan dan Saran

III.1. Kesimpulan

SITROOM KSDAE merupakan kumpulan data dan informasi kawasan yang terangkum dalam tipologi

kawasan yang bersifat riil, lengkap, dapat dipertanggungjawabkan dan terkini, yang dapat digunakan untuk

mendukung pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan.

III.2. Saran

SITROOM KSDAE harus mudah diakses dan berkelanjutan dalam menunjang pengelolaan kawasan

konservasi dalam menganalisis kebutuhan UPT dan menyusun perencanaan pengelolaan dalam mengatasi

permasalahan dan mengembangkan potensi kawasan melalui pendekatan yang berbasis ilmu pengetahuan.

Untuk mendukung SITROOM tersebut diperlukan:

1. Data dinamis dan terkini, termasuk peta kerja resort yang dapat berasal dari hasil desk study dan

juga survei lapangan.

Data dinamis dan terkini dapat diperoleh dengan cara:

a. UPT melaksanakan kegiatan patroli dan monitoring atau survei khusus secara rutin.

Berdasarkan tabel prioritas data di atas terlihat bahwa data patroli menjadi sumber utama

untuk basis data di tingkat UPT dan KSDAE. Sebagai contoh, dengan naiknya intensitas patroli

setelah tahun 2014 membuktikan dapat mengurangi tingkat deforestasi dan meningkatkan

populasi satwa liar di TNGL.

b. UPT memiliki sistem basis data kawasan (SILOKA, SMART, dll.).

c. UPT memiliki tenaga pengelola dan analisa data yang berkualitas.

d. UPT memiliki perangkat pengumpulan data: kendaraan, GPS, computer, perlengkapan survey,

dll.

e. UPT membuat peta kerja resort yang sumber datanya dapat berasal dari: planologi, BIG, atau

pemerintah daerah.

f. UPT menetapkan mekanisme alur data dari resort ke seksi/ bidang dank e balai, kemudian

mengirimkan data secara rutin ke pusat.

g. Pusat mempertegas aturan dan mensosialisasikan kembali mengenai tugas dan fungsi termasuk

pengumpulan dan pengelolaan data hasil kegiatan.

2. Mekanisme pembaharuan data, yang dilakukan dengan cara:

a. KSDAE menyiapkan prosedur alur data dan pengiriman data (SOP, juknis, dll) dari UPT ke

pusat.

b. KSDAE menyiapkan form isian data minimal yang harus dikirim dari UPT ke pusat.

c. KSDAE membuat regulasi terkait data dan informasi (surat arahan/ edaran, perdirjen, dll)

untuk disampaikan dan dilaksanakan oleh UPT.

d. KSDAE memiliki sistem basisdata (SIDAK) untuk mengumpulkan data yang berasal dari UPT.

e. KSDAE memiliki server/ central data yang mumpuni.

3. Tim analisis yang akan mengelola data, yang terdiri dari:

a. Ahli di bidang pemrograman untuk membangun sistem basisdata dan SITROOM.

b. Ahli di bidang analisis data kawasan/ kehutanan untuk menganalisis data agar menghasilkan

informasi yang diperlukan untuk mendukung pengambilan keputusan.

c. Staf pengelola data/ operator data.