badan pengkajian dan pengembangan kebijakan...

2
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kenapa Pasar Jerman? Kopi merupakan salah satu produk unggulan Indonesia. Selama lima periode mulai tahun 2010 hingga 2014, kopi masuk ke dalam 25 besar komodi ekspor utama Indonesia ke dunia. Tren nilai perdagangan kopi selama periode tersebut posif sebesar 6,3% dengan nilai USD 814,31 juta di tahun 2010 dan naik menjadi USD 1,03 miliar di tahun 2014 (Trademap, 2015). Negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia didominasi oleh negara Uni Eropa (UE). Jerman menjadi negara tujuan nomor ga setelah Amerika Serikat dan Jepang untuk ekspor produk kopi Indonesia (Trademap, 2015). Pada tahun 2014, negara pemasok utama produk kopi ke Jerman didominasi oleh 10 negara, diantaranya Brazil, Vietnam, Honduras, Swiss, Peru, Kolombia, Italia, Ethiopia, Belanda dan Indonesia. Nilai impor dari ke-10 negara pemasok tersebut mengalami peningkatan dengan variasi besaran berbeda-beda. Jika dibandingkan dengan tahun 2013, Belanda mengalami peningkatan nilai ekspor dengan nilai ternggi sebesar 91,44%, diiku oleh Kolombia sebesar 48,67%. Sementara Peru dan Indonesia mengalami penurunan nilai ekspor kopi ke Jerman, yaitu sebesar 14,88% dan 34,24% (Tabel 1). KOPI INDONESIA DI PASAR JERMAN: FAKTA DAN STRATEGI Permintaan kopi Indonesia di pasar dunia sangat nggi. Internaonal Coffee Organizaon (ICO) mencatat bahwa Uni Eropa (Jerman) menjadi imporr kopi terbesar di dunia yang menyerap hampir setengah produksi kopi dunia. Tabel 1. Stask Impor Kopi Jerman dari 10 Negara Pemasok Utama dan Indonesia, 2012-2014 Sumber: Trademap (2015) Tahun 2014 Indonesia menempati posisi ke-10, turun tiga peringkat dari posisi ke-7 pada tahun 2010 (Trademap, 2015). Nilai impor kopi Indonesia di Jerman pada tahun 2014 sebesar USD 103,29 juta, mengalami penurunan sebesar 34,24% dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar USD 130,34 juta. Tiga negara pesaing ekspor kopi Indonesia yang menempati posisi tiga besar adalah Brazil, Vietnam dan Honduras. Tahun 2014 nilai ekspor ketiga negara tersebut berturut-turut adalah USD 1261,51 juta, USD 544,02 juta dan USD 324,99 juta. 1. Mengiku pameran Specialty Coffee Associaon of Europe (SCAE). SCAE merupakan pameran kopi terbesar di Eropa yang secara run diadakan ap tahun. Pameran ini akan menciptakan jaringan antara eksporr Indonesia dengan para imporr, pengecer, agen, roaster, barista, dan distributor di seluruh UE. 2. Program Edukasi dan Pengetahuan mengenai Kopi Indonesia. Tujuannya untuk membuat para barista, dan pecinta kopi menjadi familiar dengan kekhasan kopi Indonesia (jenis-jenis kopi dari Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, dll.) Program ini dimaksudkan untuk menggabungkan antara coffee cupping dan movie screening dari kopi Indonesia. Program ini diadakan sekali dalam satu bulan. 3. Program pengetahuan untuk para pembeli (buyers). Tujuannya mempertahankan hubungan dan perhaan pemerintah yang baik kepada para imporr, barista, dan roaster yang masing-masing berkontribusi kepada pembentukan image dan nilai ekspor kopi Indonesia. Program ini juga disertai dengan penyerahan plakat dan serfikat kepada CEO perusahaan Indonesia. 4. Berkolaborasi dengan Kamar Dagang, Deutsch-Indonesische Industrie- und Handelkammer (Indonesia-Germany Economic Associaon) dan asosiasi lainnya. Strategi ini bertujuan untuk membangun hubungan dengan rantai bisnis lokal serta melobi dan memanfaatkan pengalaman dan keahlian mereka untuk memberikan pelahan/workshop ekspor, impor dan keterampilan kewirausahaan untuk diaspora Indonesia. (Dian Dwi Laksani dan Ridho Meyrandoyo) dibutuhkan investasi pemerintah pada perkebunan besar milik negara. Potensi pengembangan kopi arabika dapat dilakukan di luar Sumatera dan Jawa. Wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya merupakan wilayah produksi yang kondusif bagi syarat tumbuh kopi arabika (Lubis, 2006). Strategi selanjutnya yaitu promosi untuk peningkatan konsumsi domesk dan ekspor. Beberapa strategi untuk meningkatkan ekspor kopi adalah dengan memperhakan prinsip markeng mix atau 4P (Product, Price, Promoon dan Place). Strategi yang dibutuhkan untuk meningkatkan nilai produk adalah dengan memperhakan bentuk penjualan, labeling, dan packaging. Untuk strategi penetapan harga atau price adalah dengan mengetahui harga kopi dunia dengan menggunakan indikator perkembangan harga pada Internaonal Coffee Organizaon (ICO) composite price indicator. Kenaikan harga kopi secara signifikan biasanya terjadi seiring dengan peningkatan permintaan. Berdasarkan sumber ICO, harga cenderung nggi sampai bulan Oktober dimana sebagian besar wilayah produksi kopi membawa hasil panennya ke pasar dunia. Sementara strategi promosi adalah dengan membina hubungan bisnis secara akf dan mengiku pameran terutama pameran besar terkait dengan produk kopi seper Coffeena, Coteca, Anuga, dan Biofach karena di lokasi pameran dapat bertemu langsung dan melakukan pendekatan dengan pedagang grosir maupun pedagang eceran besar. Strategi terakhir adalah place, yaitu mengunakan segmentasi kopi Jerman untuk dapat menentukan jalur distribusi yang tepat dan menguntungkan (Internaonal Coffee Organizaon, 2012). Selain strategi-strategi diatas, Indonesia dapat melakukan strategi-strategi khusus yang dapat bermanfaat untuk menembus pasar Jerman. Menurut Indonesian Trade Promoon Center di Hamburg (2013), strategi yang dapat dilakukan Indonesia untuk pasar Jerman antara lain:

Upload: tranliem

Post on 30-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Kopi_Indonesia_di_Pasar... · Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Kenapa Pasar Jerman?Kopi merupakan salah satu produk unggulan Indonesia. Selama lima

periode mulai tahun 2010 hingga 2014, kopi masuk ke dalam 25 besar komoditi ekspor utama Indonesia ke dunia. Tren nilai perdagangan kopi selama periode tersebut positif sebesar 6,3% dengan nilai USD 814,31 juta di tahun 2010 dan naik menjadi USD 1,03 miliar di tahun 2014 (Trademap, 2015). Negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia didominasi oleh negara Uni Eropa (UE). Jerman menjadi negara tujuan nomor tiga setelah Amerika Serikat dan Jepang untuk ekspor produk kopi Indonesia (Trademap, 2015).

Pada tahun 2014, negara pemasok utama produk kopi ke Jerman didominasi oleh 10 negara, diantaranya Brazil, Vietnam, Honduras, Swiss, Peru, Kolombia, Italia, Ethiopia, Belanda dan Indonesia. Nilai impor dari ke-10 negara pemasok tersebut mengalami peningkatan dengan variasi besaran berbeda-beda. Jika dibandingkan dengan tahun 2013, Belanda mengalami peningkatan nilai ekspor dengan nilai tertinggi sebesar 91,44%, diikuti oleh Kolombia sebesar 48,67%. Sementara Peru dan Indonesia mengalami penurunan nilai ekspor kopi ke Jerman, yaitu sebesar 14,88% dan 34,24% (Tabel 1).

KOPI INDONESIA DI PASAR JERMAN: FAKTA DAN STRATEGI

Permintaan kopi Indonesia di pasar dunia sangat tinggi. International Coffee Organization (ICO) mencatat bahwa Uni Eropa (Jerman) menjadi importir kopi terbesar di dunia yang menyerap hampir setengah produksi kopi dunia.

Tabel 1. Statistik Impor Kopi Jerman dari 10 Negara Pemasok Utama dan Indonesia, 2012-2014

Sumber: Trademap (2015)

Tahun 2014 Indonesia menempati posisi ke-10, turun tiga peringkat dari posisi ke-7 pada tahun 2010 (Trademap, 2015). Nilai impor kopi Indonesia di Jerman pada tahun 2014 sebesar USD 103,29 juta, mengalami penurunan sebesar 34,24% dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar USD 130,34 juta. Tiga negara pesaing ekspor kopi Indonesia yang menempati posisi tiga besar adalah Brazil, Vietnam dan Honduras. Tahun 2014 nilai ekspor ketiga negara tersebut berturut-turut adalah USD 1261,51 juta, USD 544,02 juta dan USD 324,99 juta.

1. Mengikuti pameran Specialty Coffee Association of Europe (SCAE). SCAE merupakan pameran kopi terbesar di Eropa yang secara rutin

diadakan tiap tahun. Pameran ini akan menciptakan jaringan antara eksportir Indonesia dengan para importir, pengecer, agen, roaster, barista, dan distributor di seluruh UE.

2. Program Edukasi dan Pengetahuan mengenai Kopi Indonesia. Tujuannya untuk membuat para barista, dan pecinta kopi menjadi familiar

dengan kekhasan kopi Indonesia (jenis-jenis kopi dari Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, dll.) Program ini dimaksudkan untuk menggabungkan antara coffee cupping dan movie screening dari kopi Indonesia. Program ini diadakan sekali dalam satu bulan.

3. Program pengetahuan untuk para pembeli (buyers). Tujuannya mempertahankan hubungan dan perhatian pemerintah yang

baik kepada para importir, barista, dan roaster yang masing-masing berkontribusi kepada pembentukan image dan nilai ekspor kopi Indonesia. Program ini juga disertai dengan penyerahan plakat dan sertifikat kepada CEO perusahaan Indonesia.

4. Berkolaborasi dengan Kamar Dagang, Deutsch-Indonesische Industrie-und Handelkammer (Indonesia-Germany Economic Association) dan asosiasi lainnya. Strategi ini bertujuan untuk membangun hubungan dengan rantai bisnis lokal serta melobi dan memanfaatkan pengalaman dan keahlian mereka untuk memberikan pelatihan/workshop ekspor, impor dan keterampilan kewirausahaan untuk diaspora Indonesia. (Dian Dwi Laksani dan Ridho Meyrandoyo)

dibutuhkan investasi pemerintah pada perkebunan besar milik negara. Potensi pengembangan kopi arabika dapat dilakukan di luar Sumatera dan Jawa. Wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya merupakan wilayah produksi yang kondusif bagi syarat tumbuh kopi arabika (Lubis, 2006).

Strategi selanjutnya yaitu promosi untuk peningkatan konsumsi domestik dan ekspor. Beberapa strategi untuk meningkatkan ekspor kopi adalah dengan memperhatikan prinsip marketing mix atau 4P (Product, Price, Promotion dan Place). Strategi yang dibutuhkan untuk meningkatkan nilai produk adalah dengan memperhatikan bentuk penjualan, labeling, dan packaging. Untuk strategi penetapan harga atau price adalah dengan mengetahui harga kopi dunia dengan menggunakan indikator perkembangan harga pada International Coffee Organization (ICO) composite price indicator. Kenaikan harga kopi secara signifikan biasanya terjadi seiring dengan peningkatan permintaan. Berdasarkan sumber ICO, harga cenderung tinggi sampai bulan Oktober dimana sebagian besar wilayah produksi kopi membawa hasil panennya ke pasar dunia.

Sementara strategi promosi adalah dengan membina hubungan bisnis secara aktif dan mengikuti pameran terutama pameran besar terkait dengan produk kopi seperti Coffeena, Coteca, Anuga, dan Biofach karena di lokasi pameran dapat bertemu langsung dan melakukan pendekatan dengan pedagang grosir maupun pedagang eceran besar. Strategi terakhir adalah place, yaitu mengunakan segmentasi kopi Jerman untuk dapat menentukan jalur distribusi yang tepat dan menguntungkan (International Coffee Organization, 2012).

Selain strategi-strategi diatas, Indonesia dapat melakukan strategi-strategi khusus yang dapat bermanfaat untuk menembus pasar Jerman. Menurut Indonesian Trade Promotion Center di Hamburg (2013), strategi yang dapat dilakukan Indonesia untuk pasar Jerman antara lain:

Page 2: Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Kopi_Indonesia_di_Pasar... · Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Jerman lebih banyak mengimpor kopi yang belum di-roasting (digongseng) mengingat Jerman memiliki teknologi dan sistem termodern di dalam proses roasting. Selain itu Jerman juga merupakan salah satu negara re-eksportir terbesar di Eropa. Pada umumnya produsen kopi yang sudah di-roasting (digongseng) asal Jerman memasarkan produknya di negara-negara tetangga seperti Austria, Belanda, Hongaria, dan Polandia. Dengan demikian, untuk dapat memenuhi pasar Eropa, Jerman membutuhkan bahan baku kopi dari negara-negara penghasil kopi.

Tabel 2. Impor Kopi Jerman dari Indonesia HS 6 Digit (2012-2014)

Sumber: Trademap (2015)

Nilai impor produk kopi Jerman dari Indonesia khususnya untuk produk kopi yang belum di-roasting (digongseng) sempat naik sebesar USD 157,058 juta di tahun 2013, tetapi kemudian turun sebesar 20,75% di tahun 2014 menjadi USD 103,288 juta (Tabel 2). Penurunan nilai impor Jerman dari Indonesia periode 2012 hingga 2014 untuk produk kopi dengan HS 090111 merupakan hal yang kurang menggembirakan, mengingat bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya misalnya Vietnam, justru mampu mempertahankan peningkatan nilai perdagangan hingga mencapai 14,33% dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 (Tabel 1).

Daya Saing Kopi Vietnam dibandingkan Indonesia di Pasar JermanVietnam merupakan negara ASEAN yang menjadi pesaing Indonesia

dalam memperebutkan pasar kopi di Jerman. Vietnam adalah penghasil kopi terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Menjadi pertanyaan menarik kemudian adalah bagaimana Vietnam mampu secara konsisten meningkatkan ekspor ke Jerman. Untuk mengetahui hal tersebut, berikut ini diuraikan beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap kemampuan Vietnam dalam mempertahankan pangsa pasarnya di Jerman, diantaranya terkait perkembangan luas lahan, jumlah produksi dan kebijakan pemerintah Vietnam dalam produksi dan industri kopi.

Luas Lahan Produksi KopiLuas area tanam kopi di Vietnam terus bertambah. Perluasan tersebut dikarenakan harga kopi yang baik, sehingga memotivasi petani kopi untuk meningkatkan luas lahan yang digunakan. Menurut General Statistics Office (GSO) (2015), area produksi kopi di Vietnam telah meningkat 15,66% selama 5 tahun terakhir hingga mencapai 641,7 ribu hektar di tahun 2014 seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.

660

640

620

600

580

560

540

520

500

Thou

sand

s

Thou

sand

Ton

s

2010 2011 2012 2013 2014

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0

Planted Area Production

554.8

1100.5

1276.6 623 637641.7

586.2

1260.4 1326.6 1395.6

Gambar 1. Pertumbuhan Lahan dan Produksi Kopi di Vietnam, 2010-2014.Sumber : General Statistics Office (GSO) (2015); Ministry of Agriculture and Rural Development (MARD) (2015)

Jumlah Produksi KopiSeiring dengan peningkatan luas area tanam kopi, produksi kopi di Vietnam juga mengalami peningkatan. Produksi kopi Vietnam pada tahun 2014 sebesar 1395,6 ribu ton. Angka ini 5,20% lebih tinggi dari tahun sebelumnya karena adanya peningkatan hasil dan peningkatan investasi dalam produksi. Perluasan lahan penanaman kopi terus berkembang karena harga kopi yang menjanjikan. Sekitar 7% dari total luas yang ada (diperkirakan 40.000 ha) adalah kopi arabika. Pemerintah Vietnam melihat bahwa saat ini harga kopi telah memberikan insentif bagi petani kopi untuk berinvestasi lebih banyak di lahan mereka, baik dengan meningkatkan barang modal serta teknologi, mengganti pohon kopi yang sudah tua, maupun dengan perluasan areal tanam yang baru.

Kebijakan Pemerintah VietnamBerdasarkan pada laporan Vietnam Coffee Annual (Mei 2015) yang dikeluarkan oleh United States Department of Agriculture (USDA) Foreign Agricultural Services, pemerintah Vietnam sedang mengembangkan kebijakan dan program-program yang mendorong pembangunan berkelanjutan di sektor produksi pertanian pada umumnya, dan sektor kopi pada khususnya. Pemerintah telah menetapkan mode Public-Private Partnership (PPP) sebagai salah satu solusi utama untuk melaksanakan sustainable agricultural development. Sektor kopi Vietnam juga telah terlibat dalam sustainable production. Produksi kopi bersertifikat sustainable coffee juga telah meningkat di kalangan produsen kopi, petani, dan traders.

Awal tahun ini, Perdana Menteri Vietnam menyetujui master plan untuk pengembangan sektor produksi pertanian hingga tahun 2020 dengan visi untuk tahun 2030. Dalam rencana ini, target yang ditetapkan untuk tahun 2020 adalah sekitar 500 ribu ha lahan dialokasikan, dimana lahan tanam untuk arabika seluas 60 ribu ha, dengan area utama di Dataran Tinggi Tengah, Tenggara, dan Tengah Utara Coast (Vietnam Coffee Annual, 2015).

Di sektor pengolahan kopi, target yang ditetapkan untuk pengolahan kopi di skala industri mulai dari 20% dari output tahun 2010, meningkat menjadi 40% tahun 2015 dan 70% tahun 2020. Peningkatan dalam pengolahan skala industri akan terjadi dengan kerjasama ekonomi antara perusahaan dan petani. Rencananya target penurunan tingkat pengolahan kopi mentah dalam skala rumah tangga dari 80% menjadi 60% 2015 dan 30% tahun 2020. Rencana tersebut juga menargetkan peningkatan proses basah kopi (proses pengolahan kopi yang melalui tahap fermentasi dan pencucian) dari 10% dari output tahun 2010 menjadi 20% tahun 2015 dan 30% pada tahun 2020. Rencana tersebut juga mentargetkan ekspansi dalam skala pengolahan dan kapasitas roaster, tanah, dan kopi instan dari 10.000 Metrik Ton (MT) pada 2010 menjadi 20.000 MT tahun 2015 dan 30.000 MT tahun 2020.

Strategi Indonesia Dalam situasi pasar kopi dunia yang sangat sulit, Indonesia perlu

menyusun strategi tertentu yang dapat mendongkrak nilai ekspor kopi di pasar UE, terutama di pasar Jerman. Beberapa strategi untuk meningkatkan nilai ekspor dan kualitas kopi adalah dengan perbaikan mutu produk, penyesuaian jenis kopi dengan permintaan pasar serta promosi untuk peningkatan konsumsi domestik dan ekspor. Menurut Direktorat Pasca Panen dan Pembinaan Usaha Kementerian Pertanian (2013), lebih dari 65% ekspor kopi Indonesia adalah grade IV ke atas dan tergolong kopi mutu rendah yang terkena larangan ekspor. Rendahnya mutu produksi kopi robusta terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen yang kurang memadai karena hampir seluruh kopi robusta diproduksi oleh perkebunan rakyat.

Berdasarkan data Tabel 2, saat ini ekspor kopi Indonesia sebagian besar dalam bentuk biji kopi yaitu kopi tidak digongseng, tidak dihilangkan kafeinnya dan kopi digongseng, tidak dihilangkan kafeinnya. Jenis kopi ini terdiri dari 75% jenis kopi robusta dan sekitar 25% jenis kopi arabika (Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2015). Menurut AEKI ekspor biji kopi Indonesia lebih didominasi oleh grade V dan VI (mutu rendah) sehingga tidak mendapatkan premi harga seperti kopi biji dari Vietnam.

Selain itu penyesuaian jenis kopi dengan permintaan pasar sangat diperlukan. Pengembangan industri kopi Indonesia hendaknya tidak hanya tertumpu pada pengembangan kopi jenis robusta. Tingginya harga kopi arabika di pasar dunia serta luasnya lahan yang sesuai sebagai syarat tumbuhnya kopi arabika di Indonesia mestinya menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk merangsang perkembangan industri kopi arabika di masa yang akan datang. Untuk memperbesar luas areal yang menghasilkan jenis kopi arabika