badan lingkungan hidup pemerintahan kota surabayabadan lingkungan hidup pemerintahan kota surabaya...

81
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim i Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim (1 08 16 0014) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KOTA SURABAYA BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Upload: others

Post on 25-Jan-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim i

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Laporan Akhir

Inventarisasi

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim (1 08 16 0014)

TAHUN ANGGARAN 2016

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BADAN LINGKUNGAN HIDUP

Page 2: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim ii

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Surabaya dapat

terselesaikan.

Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai

inventarisasi data sumber emisi dari sektor limbah, IPPU, energi, dan AFOLU skala Kota

Surabaya. Hasil dari inventarisasi gas rumah kaca memberikan hasil perhitungan emisi

gas rumah kaca di Kota Surabaya tahun 2015 sebesar 17.693,13 Gg CO2. Hasil emisi

gas rumah kaca ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam mengambil kebijakan

rencana aksi daerah dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dalam kegiatan Pengendalian Dampak

Perubahan Iklim ini berisikan pendahuluan, inventarisasi gas rumah kaca, gambaran

umum, analisa dan pembahasan, penyerapan emisi gas rumah kaca oleh Ruang

Terbuka Hijau,serta kesimpulan dan saran.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada berbagai pihak yang

telah membantu kelancaran pelaksanaan hingga penyusunan laporan Inventarisasi Gas

Rumah Kaca terutama kepada narasumber Bapak Dr. Ir. Rachmat Boedisantoso, MT

dan pihak instansi terkait atas bantuan data data sekunder. Kritik dan saran kami

harapkan demi kesempurnaan laporan ini dan semoga laporan ini bermanfaat

Surabaya, Desember 2016

Kepala Badan Lingkungan Hidup

Kota Surabaya

Ir. Musdiq Ali Suhudi, MT

Page 3: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim iii

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi ........................................................................................................... Ii

Daftar Gambar .................................................................................................. Iv

Daftar Tabel ...................................................................................................... v

Daftar Singkatan .............................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ……....................................................................... 1 - 1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................

1.2 Tujuan dan Sasaran ..…….........................................................

1.3 Dasar Hukum ……………………………………………..…….......

1.4 Ruang Lingkup …………...…………………………………………

1.4.1 Lingkup Kegiatan ………………………………………..

1.4.2 Lingkup Penyusunan ……………………………………

1.4.3 Referensi Data …………………………………………...

1.5 Metodologi …..……………………………………………..………..

1.6 Sistematika Pelaporan …..…..…………………….………………

1 - 1

1 - 2

1 - 2

1 - 3

1 - 3

1 - 5

1 - 6

1 - 6

1 - 7

BAB II INVENTARISASI GAS RUMAH KACA .......................................... 2 -1

2.1 Dasar Pelaksanaan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas

Rumah Kaca .............................................................................

2.2 Persiapan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca ...

2.3 Metodologi Ruang Lingkup dan Pendekatan Inventarisasi

Emisi GRK .................................................................................

2.3.1 Sektor Limbah ……..........................................................

2.3.2 Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses) .......

2.3.3 Sektor Energi …………....................................................

2.3.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land

Uses) …………………………………………………………

2 - 1

2 - 1

2 - 4

2 - 5

2 - 9

2 - 12

2 - 16

BAB III GAMBARAN UMUM ...................................... 3 - 1

3.1 Gambaran Umum Kota Surabaya …..........................................

3.2 Sektor-sektor emisi gas rumah kaca ..........................................

3.2.1 Sektor Limbah ……………………………………….…...…

3.2.2 Sektor IPPU ……..…………………………………………..

3.2.3 Sektor Limbah ……………..………………………………..

3.2.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land

Uses) …………………………………………………………

3 - 1

3 - 1

3 - 2

3 - 6

3 - 6

3 - 8

Page 4: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim iv

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4 - 1

4.1 Sektor Limbah …………........……………..…..............................

4.1.1 Sektor Limbah Padat ……………………………..………..

4.1.2 Sektor Air Limbah ……………..…………..…….………….

4.2 Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses = Proses

Industri dan Penggunaan Produksi) ..........................................

4.3 Sektor Energi ............................................................................

4.3.1 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Tidak

Bergerak …………………..…………………………………

4.3.2 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Bergerak …….

4.4 Sektor AFOLU …........................................................................

4.4.1 Sub Sektor Peternakan ……………………………….……

4.4.2 Sektor Pertanian ……………………………………...…….

4.5 Nilai Total Emisi Gas Rumah Kaca di Kota Surabaya …............

4 - 1

4 - 1

4 - 5

4 - 10

4 - 11

4 - 12

4 - 15

4 - 19

4 - 19

4 - 20

4 – 21

BAB V PENYERAPAN EMISI GRK OLEH RTH 5 - 1

5.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau .............................................

5.2 Ruang Terbuka Hijau di Surabaya …………………………….

5.3 Penyerapan Emisi GRK oleh Ruang Terbuka Hijau di

Surabaya ………………………………………………………..

5 - 1

5 - 1

5 - 1

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN …....................................................... 6 - 1

6.1 Kesimpulan...............................................................................

6.2 Saran …….………..…………………………………………......

6 - 1

6 - 1

Daftar Pustaka ….………………………………………………………...…………

viii

Page 5: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim v

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hasil Emisi CO2 Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013 ..….. 2 - 2

Gambar 2.2 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan

Limbah …………………………………………………………... 2 - 5

Gambar 2.3 Sumber Emisi Gas Rumah Kaca Dari Sektor IPPU

(Industrial Process and Product Uses) ..…………………….. 2 - 10

Gambar 2.4 Ilustrasi Cakupan Inventarisasi GRK dari Kegiatan Sektor

Energi …………………………………………………………… 2 - 12

Gambar 2.5 Ilustrasi Pengelompokan Inventarisasi GRK Sektor Energi . 2 - 13

Gambar 2.6 Pendekatan Sektoral (Bottom Up) ……………..……………. 2 - 14

Gambar 4.1 Nilai Persentase Emisi CO2 dari Bahan Bakar Minyak

Transportasi Darat ...............……………………………………… 4 - 17

Gambar 4.2 Nilai Persentase Emisi CO2 di Kota Surabaya pada Tahun

2015 …………………………………………………………….. 4 - 22

Page 6: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim vi

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kebutuhan Data Terkait Inventarisasi Emisi Gas Rumah

Kaca (GRK) Tahun 2016 ……………………………………... 1 - 4

Tabel 2.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Inventarisasi Gas Rumah

Kaca …………………………………………………………….. 2 - 3

Tabel 2.2 Faktor Emisi Default dan Rasio Cullet per Jenis Kaca ……. 2 - 11

Tabel 2.3 Kategori Sumber Emisi dari Kegiatan Energi ………………. 2 - 13

Tabel 2.4 Faktor Emisi Pembakaran Stationer di Industri Energi …..... 2 - 15

Tabel 2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia ………..………………… 2 - 16

Tabel 2.6 Faktor Emisi Metana dari Fermentasi Enterik …………..….. 2 - 18

Tabel 2.7 Struktur Populasi Sapi Pedaging, Sapi Perah dan Kerbau

(%) di Indonesia ……………………………………………….. 2 - 18

Tabel 2.8 Faktor Emisi Metana dari Pengelolaan Kotoran Ternak …… 2 - 19

Tabel 2.9 Faktor Emisi untuk menghitung emisi N2O dari

Pengelolaan Kotoran Ternak di Indonesia (IPCC 2006) ….. 2 - 21

Tabel 2.10 Faktor Skala Berdasarkan Rejim Air ………………………… 2 - 23

Tabel 2.11 Dosis Anjuran Pupuk Urea Beberapa Komoditas Pertanian 2 - 24

Tabel 3.1 Sampah yang Masuk ke TPA Benowo …..………................ 3 - 3

Tabel 3.2 Komposisi Sampah di TPA Benowo Surabaya ………..…… 3 - 3

Tabel 3.3 Jenis dan Jumlah Sarana Jamban Penduduk ……………… 3 - 4

Tabel 3.4 Penggunaan Listrik di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 6

Tabel 3.5 Data Konsumsi BBM tahun 2015 di Kota Surabaya 3 - 7

Tabel 3.6 Data Konsumsi LPG tahun 2015 di Kota Surabaya 3 - 7

Tabel 3.7 Data Konsumsi Gas Alam di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 8

Tabel 3.8 Konsumsi Batubara di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 8

Tabel 3.9 Data Luas Lahan Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 8

Tabel 3.10 Luas Lahan dan Jenis Tanaman Pertanian di Kota

Surabaya Tahun 2015 3 - 9

Tabel 3.11 Konsumsi Pupuk di Kota Surabaya tahun 2015 3 - 10

Tabel 4.1 Perhitungan DOC (Degradable Organic Carbon) ………….. 4 - 2 Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Recovery CH4 di TPA Benowo ………….. 4 - 3

Tabel 4.3 Worksheet Perhitungan Emisi Methane IPCC 2006 .……… 4 - 4

Tabel 4.4 Perhitungan TOW (Total Organically degradable material

in Wastewater) …………………………………………………. 4 - 6

Tabel 4.5 Data Default (IPCC 2006 GL) Fraksi Penggunaan Tipe

Pengolahan Limbah Cair Perkotaan untuk Berbagai

Kategori Masyarakat ..………………………………………… 4 - 7

Tabel 4.6 Nilai default MCF untuk Limbah Cair ………………..………. 4 - 8

Tabel 4.7 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Cair …… 4 - 9

Tabel 4.8 Data Hasil Produksi Industri di Surabaya…………………. 4 - 10

Tabel 4.9 Perhitungan Emisi CO2 Untuk Sektor IPPU ………………... 4 - 10 Tabel 4.10 Faktor Emisi Penggunaan SF6 ……………………………….. 4 - 11 Tabel 4.11 Sumber Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar .……………. 4 - 11 Tabel 4.12 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia ………………………….. 4 - 13

Page 7: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim vii

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.13 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Batu Bara …….. 4 - 14 Tabel 4.14 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Gas Alam …….. 4 - 14 Tabel 4.15 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar ……………....… 4 - 15 Tabel 4.16 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar LPG …………… 4 - 15 Tabel 4.17 Emisi CO2 Untuk Transportasi Darat ….................................… 4 - 17 Tabel 4.18 Emisi CO2 untuk Transportasi Laut ……………………………… 4 - 18 Tabel 4.19 Potensi Gas Metana di RPH Kota Surabaya ...…………….. 4 - 19 Tabel 4.20 Potensi Gas Metana di Kota Surabaya dari Kotoran Ternak 4 - 20 Tabel

Tabel 4.21 5.1

Hasil Perhitungan Emisi GRK pada Keempat Sektor .......... Luas RTH di Surabaya 2011-2015……………………………

4 – 21 5 - 1

Page 8: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim viii

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

DAFTAR SINGKATAN

ADO = Automotive Diesel Oil

AFOLU = Agriculture, Foresty, and Other Land Use

AU = Animal Unit

BOD = Biological Oxygen Demand

DA = Data Aktifitas

DOC = Degradable Organic Carbon

EFB = Empty Fruit Bunch

FE = Faktor Emisi

GRK = Gas Rumah Kaca

HSD = High Speed Diesel

IDO = Industrial Diesel Oil

IPAL = Instalasi Pengolahan Air Limbah

IPCC = InterGovermental Panel On Climate Change

IPLT = Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

IPPU = Industrial Process And Product Uses

ISIC = International Standard Industry Clasification

MDF = Marine Diesel Fuel

MFO = Marine Fuel Oil

MSW = Municipal Solid Waste

NE = Not Estimated

NMVOC = Non-Methane Volatile Organic Compounds

PERPRES = Peraturan Presiden

RAN-GRK = Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

RPH = Rumah Potong Hewan

SD = Sumber Daya

SIER = Surabaya Industrial Estate Rungkut

SWDS = Solid Waste Disposal Site

SUDP = Surabaya Urban Development Project

TJ = Terra Joule

TDM = Transportation Demand Management

TPA = Tempat Pembuangan Akhir

UPL = Unit Pengolahan Limbah

3R = Reduce, Reuse, Recycle

Page 9: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim ix

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

IPCC (2006). 2006 IPCC Guideline for National Greehouse Gas Inventories: Volume 1,

Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Egglestone

H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T., and Tanabe K. (eds). Published: IGES,

Japan.

IPCC 2008. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories - A Primer,

Prepared by the National Greehouse Gas Inventories Programme, Eggleston

H.S., Miwa K., Srivastava N. and Tanabe K. (eds). IGES, Japan.

Page 10: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-1 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gas rumah kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap

radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas

manusia, khususnya sejak era pra-industri emisi gas rumah kaca ke atmosfer

mengalami peningkatan yang sangat tinggi sehingga meningkatkan konsentrasi gas

rumah kaca di atmosfer. Hal ini menyebabkan timbulnya masalah pemanasan global

dan perubahan iklim. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan komitmen

Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dengan upaya

sendiri pada KTT G-20 September 2009 di Pittsburgh Amerika Serikat. Komitmen

tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 61 Tahun 2011 tentang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang memuat

rencana kegiatan dan kebijakan pendukungnya. Kemudian menyusul dikeluarkannya

Perpres No. 71 Tahun 2011 tentang Inventarisasi GRK. Inventarisasi GRK dilakukan

dengan pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi serta perhitungan

emisi dan serapan GRK. Sehingga diperoleh data mengenai tingkat, status, dan

kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan

penyerapannya termasuk simpanan karbon.

Merujuk peraturan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berpartisipasi aktif

melalui analisis emisi/serapan GRK secara rutin tiap tahunnya sejak tahun 2010.

Persentase emisi GRK di Jawa Timur pada tahun 2010 di sektor energi 85,27%, sektor

IPPU 8,84%, sektor AFOLU 4,07%, dan sektor limbah 1,83%. Persentase emisi GRK di

Jawa Timur pada tahun 2011 di sektor energi 95,21%, sektor IPPU 1,36%, sektor

AFOLU 3,17%, dan sektor limbah 0,26%. Persentase emisi GRK di Jawa Timur pada

tahun 2012 di sektor energi adalah 99,78%, sektor IPPU 0,14%, sektor AFOLU 0,06%

dan sektor limbah 0,02%. Nilai emisi terbesar berasal dari sektor energi, dari kegiatan

industri produksi energi di Jawa Timur yaitu PT. Paiton Energy Unit, PT. Jawa Power,

dan PT. PJB . Kegiatan pembangkit tersebut tidak hanya melayani Jawa Timur,

sehingga diperkirakan emisi tersebut tidak hanya berasal dari konsumsi energi di Jawa

Timur.

Partisipasi aktif ini juga mulai diikuti oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.

Termasuk Kota Surabaya, telah melakukan inventarisasi emisi gas rumah kaca pada

tahun 2013 yaitu di sektor energi 95,8%, sektor IPPU 0,016%, sektor AFOLU 0,31%,

dan sektor limbah 3,78%. Penghasil emisi GRK terbesar di Surabaya adalah

transportasi darat yang termasuk ke dalam sektor energi sebesar 80,8% dari total emisi

Page 11: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-2 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

GRK yang dihasilkan Kota Surabaya. Emisi terkecil GRK dari sektor limbah yaitu

pengelolaan limbah padat (sampah) selain dari kegiatan di TPA juga meliputi kegiatan

3R (reduce, reuse, recycle), penerapan bank sampah dan komposting yang kini telah

banyak berkembang di beberapa wilayah Surabaya. Tahun 2010 dan 2012 tidak

dihitung emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.

Tahun 2013 perhitungan emisi gas rumah kaca yang dilakukan oleh Badan

Lingkungan Hidup Kota Surabaya juga meliputi sektor AFOLU. Pada sektor tersebut

data dasar adalah data tutupan lahan tahun 2009 dan data akhir adalah data tutupan

lahan tahun 2011. Lahan pertanian/tutupan vegetasi menjadi sumber emisi GRK karena

adanya penggunaan pupuk dan aktivitas pertanian lainnya. Namun, dengan

berkembang pesatnya permukiman di Kota Surabaya, maka penggunaan lahan untuk

aktivitas pertanian semakin menipis, sehingga analisis serapan emisi GRK di Kota

Surabaya menggunakan data total luas lahan yang dihijaukan. Inventarisasi emisi GRK

yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya belum dilakukan secara series, terakhir

dilaksanakan tahun 2013 dan akan dilakukan kembali pada tahun 2016 ini.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Kegiatan ini mempunyai tujuan dan sasaran sebagai berikut:

1. Tujuan kegiatan ini adalah:

Melaksanakan inventarisasi data sumber emisi dari sektor limbah, IPPU,

energi, dan AFOLU skala kota.

Melakukan perhitungan/estimasi emisi dan serapan GRK.

Melaporkan tingkat dan status emisi GRK.

Memantau tingkat dan status emisi GRK.

Memberikan rekomendasi langkah-langkah pengurangan emisi gas rumah

kaca.

2. Sasaran yang hendak dicapai dalam kegiatan ini sebagaimana berikut:

Inventarisasi emisi gas rumah kaca dapat dijadikan sebagai bahan pembanding

untuk inventarisasi di tahun-tahun mendatang.

Sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan kebijakan yang terkait dengan

strategi dan rencana aksi penurunan emisi di Kota Surabaya.

1.3. Dasar Hukum

Beberapa studi terdahulu atau data dari berbagai sumber dapat digunakan

sebagai dasar hukum untuk penyusunan inventarisasi emisi gas rumah kaca ini, baik

yang berasal dari Pemerintah Pusat, Provinsi atau Kabupaten/Kota serta sumber

Page 12: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-3 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

lainnya. Adapun peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan acuan dalam

penyusunan kajian ini antara lain adalah :

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi

Perubahan Iklim, yang mewajibkan Indonesia untuk melakukan pelaporan

tingkat emisi GRK nasional dan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim pada

dokumen komunikasi nasional (national communication; pasal 12 Konvensi);

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa Pemerintah, Pemerintah Propinsi,

Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi emisi GRK (pasal 63);

3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan

Geofisika, Pasal 65 ayat (3) huruf a, bahwa untuk perumusan kebijakan

perubahan iklim dilakukan inventarisasi emisi GRK;

4) Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK);

5) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan

Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Lingkup Kegiatan

Inventarisasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2016 dilakukan analisis dan

evaluasi data tahun 2015 meliputi 4 (empat) sektor yaitu limbah, IPPU, energi, dan

AFOLU. Analisis emisi gas rumah kaca pada ke empat sektor, yang dilakukan pada

tahun 2016 menggunakan TIER 1. TIER 1 merupakan metode perhitungan emisi dan

serapan menggunakan persamaan dasar (basic equation) dan faktor emisi default atau

IPCC default values (yaitu faktor emisi yang disediakan dalam IPCC Guideline) dan

data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber data global. Adapun 4

(empat) sektor terkait, meliput:

1. Sektor Limbah

Pada sektor ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sampah dan air limbah, yaitu:

a. Sampah dianalisis terkait dengan pelayanan dari Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kota Surabaya yang diangkut dan masuk ke TPA Benowo

meliputi komposisi, karakteristik, dan kadar air, serta volume lumpur tinja.

b. Air limbah dianalisis berdasarkan sistem pengolahan meliputi limbah

domestik (individu dan komunal) dan limbah industri (aerobik dan

anaerobik).

2. Sektor Industrial Process And Product Uses (IPPU)

Page 13: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-4 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Analisis sektor ini perlu diperhatikan nilai faktor emisi yang ada pada

Guideline IPCC 2006 untuk disesuaikan dengan industri di Kota Surabaya.

Serta diperlukan data bahan baku dan kapasitas industri. Untuk menentukan

industri apa saja di Surabaya yang masuk pada metode IPCC 2006 maka

perlu mengacu pada ISIC (International Standard Industry Clasification).

3. Sektor Energi

Sektor ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber tidak bergerak dan sumber

bergerak, yaitu:

a. Sumber tidak bergerak, dianalisis terkait jenis dan jumlah bahan bakar

yang dikonsumsi yang dapat diperoleh dari dari PT. Pertamina untuk

konsumsi solar, PT. PGN untuk konsumsi gas, atau di masing-masing

industri.

b. Sumber bergerak , dianalisis berdasarkan bahan bakar dari PT. Pertamina

serta solar yang dikonsumsi kereta api yang diisikan di Kota Surabaya

dari PT. Pertamina.

4. Sektor Agriculture, Foresty, and Other Land Use (AFOLU)

Pada sektor ini dilakukan analisis data untuk bidang peternakan yaitu dari

Rumah Potong Hewan (RPH) meliputi kg bobot hewan dan kotoran dan

bidang pertanian meliputi masing-masing jenis tanaman dan luas lahan

pertanian yang masih produktif di Kota Surabaya.

Dari penjelasan diatas terkait dengan 4 (empat) sektor yang akan dianalisis

dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca, maka kebutuhan dan sumber data yang

diperlukan secara detail sebagaimana dimuat dalam tabel 1 berikut.

Page 14: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-5 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 1. Kebutuhan Data Terkait Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Tahun 2016

No. Sektor Kebutuhan Data Instansi/Sumber Data Output

1. Limbah

Volume sampah Kota Surabaya

Dinas Kebersihan Dan

Pertamanan

Emisi GRK yang dihasilkan

dari pengelolaan limbah

padat

Total timbulan Kota Surabaya

Klasifikasi komponen sampah

Kota Surabaya

IPAL domestik Kota Surabaya Badan Lingkungan Hidup

Emisi GRK yang dihasilkan

dari pengelolaan air limbah

IPLC Kota Surabaya

Volume sludge / lumpur tinja

Kota Surabaya (IPLT)

Dinas Kebersihan Dan

Pertamanan

Rumah dan rusunawa yang

memiliki septic tank

Dinas Kesehatan, Dinas

Pengelolaan Bangunan

Dan Tanah

2. IPPU Jenis dan bahan baku industri Dinas Perdagangan Dan

Perindustrian, Industri

yang bersangkutan

Emisi GRK yang dihasilkan

dari proses produksi dan

penggunaan produk Proses dan kapasitas produksi

3.

Energi (sumber tidak

bergerak)

Total konsumsi LPG Kota

Surabaya

PT. Pertamina Region Unit

V

Emisi GRK yang dihasilkan

dari pengadaan dan

penggunaan energi dari

sumber tidak bergerak

Total konsumsi bahan bakar

industri Kota Surabaya

PT. Pertamina Region Unit

V

Konsumsi gas alam Kota

Surabaya PT. PGN

Bahan bakar / energi yang

digunakan

PT. Pertamina Region Unit

V

Energi (sumber

bergerak)

Konsumsi bahan bakar

transportasi darat, meliputi roda

dua, roda empat, dan kereta api

PT. Pertamina Region Unit

V

Emisi GRK yang dihasilkan

dari pengadaan dan

penggunaan energi dari

sumber bergerak

Page 15: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-6 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

No. Sektor Kebutuhan Data Instansi/Sumber Data Output

4.

AFOLU (pertanian)

Luas lahan pertanian /

perkebunan yang masih produktif

Kota Surabaya Dinas Pertanian

Emisi GRK yang dihasilkan

dari peternakan, pertanian,

kehutanan, dan penggunaan

lahan lainnya Total konsumsi pupuk kandang

Luas area taman / lahan hijau

Kota Surabaya Dinas Kebersihan Dan

Pertamanan

Serapan GRK yang

dihasilkan dari pertanian,

kehutanan, dan penggunaan

lahan lainnya

Jenis pupuk yang digunakan

Total konsumsi pupuk

AFOLU (peternakan)

Kg bobot hewan PD. Rumah Potong Hewan

(RPH)

Emisi GRK yang dihasilkan

dari peternakan, pertanian,

kehutanan, dan penggunaan

lahan lainnya Kotoran hewan

Page 16: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-7 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

1.4.2 Lingkup Penyusunan

Lingkup penyusunan untuk pekerjaan ini adalah meliputi:

1. Identifikasi jenis GRK, sumber utama dan pengkategorian sumber emisi dan

serapan GRK, dan sistem boundary inventarisasi GRK.

2. Pemilihan metodologi kuantifikasi, pemilihan dan pengumpulan data aktivitas

yang merupakan sumber emisi dan serapan GRK, serta pemilihan atau

pengembangan faktor emisi dan serapan GRK.

3. Kuantifikasi dan perhitungan tingkat emisi dan tingkat serapan GRK, baik secara

agregat maupun dikelompokkan menurut aktivitas.

1.4.3 Referensi Data

Beberapa studi terdahulu atau data dari berbagai macam sumber dapat

digunakan sebagai referensi untuk penyusunan studi ini, baik yang berasal dari

Pemerintah Pusat, Provinsi atau Kabupaten/Kota serta sumber lainnya. Adapun

beberapa kajian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pembanding kajian

tahun ini, diantaranya Kajian Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca BAPPEKO Tahun

2014, Kajian Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jawa Timur Tahun 2013,

dan sebagainya.

1.5 Metodologi

Metodologi yang dilakukan dalam proses penyelenggaraan inventarisasi GRK

untuk penyusunan Inventarisasi GRK di Surabaya tahun 2016 adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Dalam tahapan ini, diadakan sebuah pertemuan awal dengan tenaga

ahli/narasumber dan beberapa instansi terkait untuk persiapan kegiatan

inventarisasi GRK dan mendiskusikan metodologi dan persiapan peningkatan

kapasitas inventarisasi emisi GRK.

2. Tahap Pengumpulan Data

Menyusun formulir isian sesuai IPCC 2006 untuk diberikan ke beberapa instansi

yang memiliki sumber data terkait. Pengumpulan data melalui form isian yang

akan dikirim ke beberapa instansi terkait sesuai kebutuhan data.

3. Tahap Identifikasi Metode dan Ketersediaan Data

Dilakukan pengecekan kembali data yang sudah/belum tersedia sesuai dengan

metode yang digunakan dalam penyusunan laporan. Sehingga dapat diketahui

adanya gap analysis. Pada tahap ini dibutuhkan koordinasi antara pihak

penyedia data dan tim penyusun inventarisasi GRK.

4. Tahap Verifikasi Data

Page 17: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-8 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tahap ini melakukan pengecekan ulang terhadap hasil inventarisasi GRK dan

melaksanakan proses review. Kemudian data yang sudah tersedia dan sesuai

dengan format langsung di input ke dalam basis data.

5. Tahap Perhitungan dan Penyusunan Laporan

Data yang telah dianalisis akan mulai disusun dalam format laporan akhir

Inventarisasi Emisi GRK.

1.6 Sistematika Pelaporan

Penyusunan laporan inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) dilaksanakan

sebagai laporan pertanggungjawaban kegiatan. Pada laporan tersebut memuat analisis

data terkait estimasi emisi dan serapan GRK serta tingkat dan estimasi GRK. Contoh

susunan pelaporan dapat dilihat sebagaimana berikut:

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan dan Sasaran Inventarisasi Gas Rumah Kaca

1.2.1 Tujuan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

1.2.2 Sasaran Inventarisasi Gas Rumah Kaca

1.3 Ruang Lingkup

1.4 Sistematika Pelaporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global

2.2 Aktivitas Manusia dan Sumber Emisi Gas Rumah Kaca

2.2.1 Pengelolaan Limbah

2.2.2 Proses Industri dan Penggunaan Produk (IPPU)

2.2.3 Pengadaan dan Penggunaan Energi

2.2.4 AFOLU

BAB III GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kota Surabaya

3.2 Sektor-sektor Sumber Emisi Gas Rumah Kaca

3.2.1 Sektor Limbah

3.2.2 Sektor IPPU

3.2.3 Sektor Energi

3.2.4 Sektor AFOLU

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Sektor Limbah

4.2 Sektor IPPU

4.3 Sektor Energi

4.3.1 Pembakaran Bahan Bakar Pada Sumber Tidak Bergerak

Page 18: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

1-9 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

4.3.2 Pembakaran Bahan Bakar Pada Sumber Bergerak

4.4 Sektor AFOLU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

5.2 Rekomendasi

Page 19: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2- 1

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

BAB 2

INVENTARISASI GAS RUMAH KACA

Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya telah melakukan Inventarisasi Gas Rumah

Kaca pada tahun 2013. Beberapa persiapan dilakukan dalam rangka penyusunan

Inventarisasi Gas Rumah Kaca yaitu penunjukkan tim dan tenaga ahli dari institusi untuk

membantu keberlanjutan. Kegiatan inventarisasi gas rumah kaca akan direncanakan

secara kontinyu dilakukan sebagai komitmen Pemerintah Kota Surabaya dalam

berpartisipasi dalam kegiatan invetarisasi GRK di setiap tahunnya.

2.1 Dasar Pelaksanaan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

Peraturan presiden yang telah dikeluarkan sebagai dasar pelaksanaan langkah

aksi penurunan emisi dan inventarisasi gas rumah kaca adalah Peraturan Presiden

Nomor 61 tahun 2011 dan Nomor 71 tahun 2011. Dalam rangka memenuhi amanat

Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2011, maka disusun Pedoman

Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Pedoman ini disusun

untuk memberikan informasi mengenai proses penyelenggaraan dan metodologi

pelaksanaan inventarisasi emisi Gas Rumah Kaca, yang dilaksanakan di tingkat

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk mendukung penyusunan inventarisasi

gas rumah kaca tingkat nasional, Pemerintah Kota Surabaya melalui Badan

Lingkungan Hidup menyelenggarakan inventarisasi gas rumah kaca di Kota

Surabaya. Adapun hasilnya nanti akan dilaporkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa

Timur dan dilanjutkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

2.2 Persiapan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

Persiapan penyelenggaraan Inventarisasi gas rumah kaca di Kota Surabaya

sudah dimulai sejak Januari 2016. Hasil laporan inventarisasi gas rumah kaca tahun

2013 dievaluasi sebagai tahapan awal untuk mengindentifikasi tahapan beserta

kendala yang dihadapinya, adapun hasil dari kajian Inventarisasi Gas Rumah Kaca

sebagaimana berikut :

1. Total emisi GRK dari keempat sektor di kota Surabaya adalah sebesar

17.089.187,86 ton CO2.

2. Urutan penghasil emisi GRK dari yang terbesar hingga yang terkecil dari keempat

sektor adalah : sektor energi = 16.370.727,39 ton CO2 (95,8 %), sektor

pengelolaan sampah = 662.187,37 ton CO2 (3,87%), sektor AFOLU 53.547,5 ton

CO2 (0,31 %) dan sektor IPPU 2.725,6 ton CO2 (0.016 %). Berikut grafik emisi

GRK dari masing – masing sektor pada Gambar 2.1.

Page 20: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2- 2

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Gambar 2.1 Hasil Emisi CO2 Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013

3. Penghasil emisi GRK terbesar di Surabaya adalah transportasi darat yang

termasuk pada sektor energi. Nilai emisi GRK pada transportasi darat ini sebesar

80,8 % dari total emisi GRK yang dihasilkan di Surabaya.

Selain hasil emisi gas rumah kaca di atas juga ada beberapa kendala yang

dihadapi dalam penyusunan laporan inventarisasi gas rumah kaca di Kota

Surabaya tahun 2013 adalah keterbatasan ketersediaan data pada keempat sektor

misalnya tidak ada data kadar air sampah di TPA Benowo, keterbatasan data

penggunaan energi batu bara, dan sebagainya.

Jadwal pelaksanaan pekerjaan inventarisasi gas rumah kaca sebagaimana

Tabel 2.1 :

487537.37

174650

2725.6

1898317.54

13815752.8

655565.9

1091.15

1547.5

52000

0 2500000 5000000 7500000 10000000 12500000 15000000

limbah padat

limbah cair

IPPU

BBM industri

Transportasi darat

Transportasi laut

Transportasi udara

Peternakan

Pertanian

Nilai Emisi CO2 (Ton)

Sum

be

r E

mis

i

Sektor AFOLU Sektor Energi Sektor IPPU Sektor pengelolaan limbah

Page 21: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2- 3

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 2.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

No. Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Tahap Persiapan

2 Tahap Pembentukan Tim Penyusun

Inventarisasi GRK

3 Tahap Pengumpulan Data

4 Tahap Identifikasi Metode dan

Ketersediaan Data

5 Tahap Verifikasi Data

6 Tahap Penyusunan Laporan

Bab 1

Bab 2

Bab 3

Bab 4

Bab 5

7 Revisi Laporan Akhir

8 Percetakan Laporan Akhir

9 Evaluasi Hasil Kajian Inventarisasi

Emisi Gas Rumah Kaca

Page 22: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 4

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

2.3 Metodologi, Ruang Lingkup dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK

Inventarisasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2016 dilakukan analisis dan

evaluasi data tahun 2015 meliputi 4 (empat) sektor yaitu limbah, IPPU, energi, dan

AFOLU. Analisis emisi gas rumah kaca pada ke empat sektor, yang dilakukan pada

tahun 2016 menggunakan TIER 1. Tier 1 merupakan metode perhitungan emisi dan

serapan menggunakan persamaan dasar (basic equation) dan faktor emisi default

atau IPCC default values (yaitu faktor emisi yang disediakan dalam IPCC Guideline)

dan data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber data global.

Adapun 4 (empat) sektor terkait, meliputi :

1. Sektor Limbah, pada sektor ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sampah dan limbah

cair, yaitu :

a. Sampah dianalisis terkait dengan pelayanan dari Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kota Surabaya yang diangkut dan masuk ke TPA Benowo meliputi

komposisi, karakteristik, kadar air, dan gasifikasi.

b. Limbah cair dianalisis berdasarkan sistem pengolahan meliputi limbah domestik

(individu dan komunal) dan limbah industri (aerobik dan anaerobik).

2. Sektor Industrial Process And Product Uses (IPPU)

Analisis sektor ini perlu diperhatikan nilai faktor emisi yang ada pada

Guideline IPCC 2006 untuk disesuaikan dengan industri di Kota Surabaya. Serta

diperlukan data bahan baku dan kapasitas industri. Untuk menentukan industri

apa saja di Surabaya yang masuk pada metode IPCC 2006 maka perlu mengacu

pada ISIC (International Standard Industry Clasification).

3. Sektor energi terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber tidak bergerak dan sumber

bergerak, yaitu :

a. Sumber tidak bergerak, dianalisis terkait jenis dan jumlah bahan bakar yang

dikonsumsi yang dapat diperoleh dari dari PT. Pertamina untuk konsumsi solar,

PT. PGN untuk konsumsi gas, atau di masing-masing industri.

b. Sumber bergerak , dianalisis berdasarkan bahan bakar dari PT. Pertamina

serta solar yang dikonsumsi kereta api yang diisikan di Kota Surabaya dari PT.

Pertamina.

4. Sektor Agriculture, Foresty, and Other Land Use (AFOLU)

Pada sektor ini dilakukan analisis data untuk bidang peternakan yaitu dari Rumah

Potong Hewan (RPH) meliputi kg bobot hewan dan kotoran dan bidang pertanian

meliputi masing-masing jenis tanaman dan luas lahan pertanian yang masih

produktif di Kota Surabaya.

Page 23: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 5

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

2.3.1 Sektor Limbah

Pada bab ini disampaikan sumber-sumber utama emisi GRK yang tercakup di

dalam inventarisasi emisi GRK dari kegiatan pengelolaan limbah sesuai dengan

kategori yang terdapat pada IPCC Guideline 2006. Pada Gambar 2.2 berikut ini

disampaikan skema sederhana kategori sumber-sumber utama emisi GRK dari

pengelolaan limbah.

Catatan: Penomoran ”4” pada gambar sesuai dengan penomoran pada IPCC 2006 GLs

Gambar 2.2 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah

1. Limbah Padat Domestik dan Industri

a. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Limbah Padat

Pembuangan limbah padat di tempat pembuangan akhir (TPA) atau landfill

limbahpadat, yang di dalam IPCC 2006 Guideline disebut sebagai solid waste

disposal site (SWDS) mencakup TPA/landfill untuk limbah padat domestik

(sampah kota), limbah padat industri, limbah sludge/lumpur industri, dan lain-

lain. TPA dibedakan menjadi: (1) Managed SWDS (TPA yang dikelola/control

landfill/sanitary landfill); (2) Un-managed SWDS (TPA yang tidak dikelola atau

open dumping); dan (3) Uncategorized SWDS (TPA yang tidak dapat

dikategorikan sebagai managed maupun un-managed SWDS karena termasuk

pada kualifikasi diantara keduanya). Limbah padat yang umumnya dibuang di

SWDS adalah sebagai berikut

Sampah padat domestik (sampah kota) atau municipal solid waste (MSW);

Limbah padat industri (bahan berbahaya dan beracun/B3) maupun non-B3),

yaitu misalnya bottom ash pembangkit listrik, limbah lumpur/sludge instalasi

pengolahan limbah (IPAL), limbah padat industri agro (cangkang

Page 24: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 6

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

sawit/Empty Fruit Bunch/EFB), dan lain-lain yang umumnya dibuang pada

control landfill (managed SWDS);

Limbah padat lainnya (other waste), yaitu clinical waste (limbah padat rumah

sakit, laboratorium uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, dan

construction and demolition (limbah konstruksi dan bongkaran bangunan),

dan lain-lain;

Agricultural waste (tidak dikelompokkan dalam sampah ini, dibahas dalam

AFOLU).

b. Pengolahan Limbah Padat secara Biologi

Pengolahan limbah padat secara biologi mencakup pengomposan dan

proses biologi lainnya. Limbah padat yang umumnya diolah dengan cara

pengomposan adalah :

Komponen organik sampah padat perkotaan atau Municipal Solid Waste

(MSW);dan

Limbah padat industri agro (cangkang sawit/EFB)

c. Insinerasi Limbah Padat dan Pembakaran Terbuka

Pengolahan limbah padat secara termal dapat dilakukan melalui proses

insinerasi dan open burning (pembakaran terbuka). Proses insinerasi adalah

pembakaran limbah dalam sebuah insinerator yang terkendali dalam hal

temperatur, proses pembakaran maupun emisi. Berbeda halnya dengan open

burning yang dilakukan secara terbuka yang menghasilkan emisi relatif tinggi

dibandingkan insinerasi. Pada kedua proses ini umumnya limbah padat

terproses dengan sisa sedikit residu.

2. Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair

Limbah cair yang dimaksud pada pedoman ini mencakup limbah domestik dan

limbah industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat

pengolahan limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui

saluran pembuangan dan menuju ke sungai. Nampak bahwa collected untreated

waste water juga merupakan sumber emisi GRK, yaitu pada sungai, danau, dan

laut. Pada collected treated waste water, sumber emisi GRK berasal dari

pengolahan anaerobik reaktor dan lagoon.

Pada pengolahan aerobik tidak dihasilkan emisi GRK namun menghasilkan

lumpur/sludge yang perlu diolah melalui an-aerobic digestion, land disposal

maupun insinerasi. Limbah cair yang tidak dikumpulkan namun diolah setempat,

seperti laterin dan septik tank untuk limbah cair domestik dan IPAL limbah cair

industri, juga merupakan sumber emisi GRK yang tercakup dalam inventarisasi.

IPAL limbah cair industri yang merupakan sumber potensial emisi GRK mencakup

Page 25: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 7

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

industri pemurnian alkohol, pengolahan beer dan malt, pengolahan kopi,

pengolahan produk-produk dari susu, pengolahan ikan, pengolahan daging dan

pemotongan hewan, bahan kimia organik, kilang BBM, plastik dan resin, sabun

dan deterjen, produksi starch (tapioka), rafinasi gula, minyak nabati/minyak sayur,

jus buahbuahan dan sayuran, anggur dan vinegar, dan lain-lain.

Emisi gas rumah kaca dari kegiatan penanganan limbah mencakup gas metana

(CH4), nitro oksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2) apabila terjadi pada kondisi

anaerobik.

Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, CO2 yang diemisikan dari pengolahan

limbah secara biologi dikategorikan sebagai biogenic origin yang tidak termasuk

dalam lingkup inventarisasi GRK dari kegiatan pengolahan limbah.

CH4 terutama berasal dari proses penguraian limbah padat, limbah cair

perkotaan, dan limbah cair industri pada saat ditimbun di TPA maupun

dikomposkan. Disamping CH4, proses ini juga mengemisikan CO2 dan N2O. CH4

juga diemisikan dari collected untreated wastewater limbah cair kota yang

mencakup air limbah yang terkumpul dan tidak diolah (dibuang ke laut, sungai,

danau, stagnant sewer/saluran air kotor yang mampat), treated wastewater limbah

cair kota (anaerobic, digester, septictank), dan fasilitas pengolahan air limbah

industri. N2O berasal dari

Proses pengomposan dan pembakaran sampah padat kota dan proses biologi

limbah cair kota. CO2 terutama dari pembakaran limbah padat. Pada pembakaran

limbah padat, umumnya digunakan tambahan bahan bakar fosil sebagai sumber

energi. Pembakaran bahan bakar fosil selain menghasilkan GRK berupa CO2 dan

N2O juga menghasilkan gas-gas precursors (GRK non-CO2) seperti CO, CH4,

non-methane, volatile organic compounds (NMVOC). Senyawa-senyawa ini akan

teroksidasi menjadi CO2 dan gas-gas N2O, Nox, NH3, dan SO2. Komponen GRK

non-CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (gas-gas precursor) lebih

kecil dibandingkan emisi CO2 sehingga gas-gas precursor tidak diperhitungkan

dalam inventarisasi apabila penghitungan tingkat emisi GRK menggunakan

metoda Tier-1. Merujuk IPCC guideline, Tier-1 tidak mencakup gas - gas

precursor dalam penghitungan emisi GRK.

3. Metodologi dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK Sektor Limbah

Perhitungan tingkat emisi GRK dari pengelolaan membutuhkan data aktivitas

dan faktor emisi. Yang dimaksud data aktivitas adalah besaran kuantitatif

kegiatan manusia (anthropogenic) yang melepaskan emisi GRK. Dalam hal

pengelolaan limbah, besaran kuantitatif adalah yang terkait dengan waste

Page 26: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 8

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

generation (laju pembentukan limbah), jumlah (massa limbah yang ditangani

setiap jenis pengolahan limbah), komposisi/karakteristik limbah, dan sistem

pengolahan limbah.

A. Metode Perhitungan GRK Sektor Limbah Padat

Dalam perhitungan emisi GRK di bidang limbah padat ini, digunakan

persamaan:

(

) ... (2.1)

Dimana masing – masing komponen didalam persamaan 2.2 diatas dapat dicari

dengan menggunakan persamaan – persamaan berikut:

1) = Timbulan sampah kota = berat sampah yang dihasilkan

... (2.2)

2) = Persentase sampah yang masuk ke TPA

Sebelum dilakukan perhitungan besarnya persentase sampah yang masuk

ke TPA, maka terlebih dahulu dihitung total sampah yang dibuang ke TPA

selama satu tahun dengan menggunakan persamaan berikut :

... (2.3)

Setelah diperoleh total sampah yang dibuang ke TPA selama satu tahun,

maka dapat dihitung persentase sampah yang masuk ke TPA dengan

menggunakan persamaan berikut :

.... (2.4)

3) = Faktor koreksi metana, sebesar 0,8 karena TPA di Surabaya tidak

terkelola dengan baik

4) = Degradasi organik karbon dalam sampah

DOC adalah karakteristik limbah yang menentukan besarnya gas CH4 yang

dapat terbentuk selama proses degradasi komponen organik/karbon yang

terdapat pada limbah. Pada sampah padat, besarnya DOC bergantung pada

komposisi (% berat) masing – masing komponen sampah. Untuk menghitung

nilai DOC dapat menggunakan persamaan berikut :

.... (2.5)

Dimana :

= Degradasi organik karbon dalam sampah

= Komposisi sampah

= Persentase DOC (sesuai IPCC 2006)

5) = Fraksi DOC, sebesar 0.5 berdasarkan IPCC 2006

6) = Fraction of CH4 by volume sebesar 0,5 berdasarkan IPCC

7) = Recovery CH4, bernilai 0 karena di kota Surabaya belum memiliki

Page 27: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 9

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

alat pengolahan gas CH4

8) = Faktor oksidasi, bernilai 0 berdasarkan IPCC 2006

B. Metode Perhitungan GRK Sektor Limbah Cair

Sebelum menghitung emisi GRK, diperlukan nilai TOW yang dapat dicari

dengan menggunakan persamaan berikut :

.... (2.6)

Dimana :

TOW = Total Organic degradable

P = Jumlah penduduk

BOD = Biological Oxygen Demand

I = Faktor koreksi untuk BOD industri tambahan yang dibuang ke selokan

Pada limbah cair, perhitungan emisi GRK menggunakan persamaan berikut,

dimana dalam perhitungannya menggunakan worksheet yang sesuai dengan

IPCC 2006.

[ ] .... (2.7)

Dimana :

Ui = Fraksi populasi dalam group income i dalam tahun inventori

Tij = derajat pemanfaatan dari saluran atau sistem pengolahan / pembuangan j

untuk tiap fraksi group pendapatan I dalam tahun inventori

i = group pendapatan: perkotaan, pendapatan tinggi perkotaan dan pendapatan

rendah perkotaan

j = tiap saluran atau sistem pengolahan / pembuangan

EFi = Faktor emisi

TOW = total organik dalam limbah cair dalam tahun inventori

S = komponen organik diambil sebagai lumpur dalam tahun inventori

R = jumlah dari pemulihan CH4 dalam tahun inventori

2.3.2 Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses)

Emisi dari kegiatan Sektor Industrial Process And Product Uses (IPPU)

mencakup :

a. Emisi GRK yang terjadi selama proses/reaksi kimia di proses produksi

b. Penggunaan gas-gas kategori GRK di dalam produk

c. Penggunaan karbon bahan bakar fosil untuk kegiatan (non energi), yaitu

bukan untuk penyediaan energi namun untuk kegiatan produksi.

Page 28: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 10

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Gambar 2.3 Sumber Emisi Gas Rumah Kaca Dari Sektor IPPU

(Industrial Process and Product Uses)

Sumber-sumber emisi utama adalah dilepaskannya GRK dari proses-proses

industri yang secara kimiawi atau fisik melakukan transformasi suatu

bahan/material menjadi bahan lain. Proses-proses tersebut dapat menghasilkan

berbagai gas rumah kaca diantaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4),

nitrous oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC) dan perfluorokarbon (PFC). Selain

itu, gas rumah kaca juga digunakan sebagai bahan baku di dalam produk seperti

pada refrigerator, busa atau kaleng aerosol. Sebagai contoh, HFC yang

digunakan sebagai alternatif bahan pengganti bahan perusak ozon (BPO) dalam

berbagai jenis aplikasi produk.Demikian pula, sulfur heksafluorida (SF6) dan

N2Oyang digunakan dalam sejumlah produk yang digunakan dalam industri.

Misalnya,SF6 digunakan dalam beberapa peralatan listrik dan gardu-gardu induk

pembangkitan listrik, N2O digunakan sebagai propelan aerosol dalam produk

terutama di industri makanan.Aplikasi lainnya adalah penggunaan bahan-bahan

inipada akhir siklus (digunakan oleh konsumen), misalnya, SF6 digunakan di

produk sepatu lari, N2O digunakan selama anestesi, dan lain-lain.

Sumber-sumber emisi dari sektor IPPU dikelompokkan dalam delapan

kategori utama, yaitu :

a. Industri mineral

b. Industri kimia

c. Industri logam

d. Penggunaan produk bahan bakar non energi dan pelarut

e. Industri elektronik

f. Penggunaan produk pengganti zat-zat yang menipiskan lapisan ozon (ODS)

g. Pembuatan produk-produk lainnya dan penggunaannya

Page 29: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 11

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Perhitungan emisi GRK pada sektor IPPU disesuaikan dengan proses

produksi masing - masing industri dan jenis bahan yang digunakan. berikut ini

salah satu contoh metode perhitungan emisi GRK pada industri kaca/gelas.

1. Deskripsi Proses

Proses produksi gelas/kaca menghasilkan CO2 dari proses pelelehan bahan

baku yang mengandung karbonat yaitu batu kapur (CaCO3), dolomite, Ca,Mg

(CO3)2 dan soda abu (Na2CO3). Disamping menggunakan bahan baku tersebut,

produksi kaca/gelas pada umumnya menambahkan kaca/gelas daur ulang

(cullet) ke dalam umpan proses. Proporsi cullet dalam umpan proses produksi

umumnya cukup tinggi yaitu hingga sekitar 40%.

2. Data dan persamaan yang digunakan

Pada metode Tier 1, data - data yang digunakan adalah :

Data total berat kaca yang diproduksi dalam unit ton

Faktor emisi dari IPCC guidelines sebesar 0,2 ton CO2/kaca

(EF = 0.167 / 0.84 = 0.2 ton CO2 / ton kaca)

Nilai rasio cullet dalam unit fraksi sebesar 0,5 untuk angka IPCC 2006 atau

menggunakan nilai Cullet Ratio (rasio bahan baku) spesifik yang berlaku di

Indonesia apabila tersedia

Adapun persamaan yang digunakan untuk perhitungan emisi CO2 dari produksi

kaca adalah sebagai beriut

... (2.8)

Dimana :

Emisi CO2 = Emisi CO2 dari produksi kaca, ton

EF = faktor emisi default produksi kaca, ton CO2 / ton kaca

Mg = Berat kaca yang diproduksi, ton

CR = Cullet Ratio, Fraksi

Tabel 2.2 Faktor Emisi Default dan Rasio Cullet per Jenis Kaca

Jenis Kaca Faktor emisi CO2

(kg CO2 / kg kaca) Rasio Cullet (%)

Float 0,21 10 - 25

Container (Flint) 0,21 30 - 60

Container (Amber/Green) 0,21 30 - 80

Fiberglass (E-glass) 0,19 0 - 15

Fiberglass (Insulation) 0,25 10 - 50

Specialty (TV-panel) 0,18 20 - 75

Specialty (TV-funnel) 0,13 20 - 70

Specialty (Tableware) 0,10 20 - 60

Page 30: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 12

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 2.2 Faktor Emisi default dan rasio cullet per jenis kaca

Jenis Kaca Faktor emisi CO2

(kg CO2 / kg kaca) Rasio Cullet (%)

Specialty (Lab/Pharma) 0,03 30 - 75

Specialty (Lighting) 0,20 40 - 70

2.3.3 Sektor Energi

Energi merupakan salah satu sektor penting dalam inventarisasi emisi gas

rumah kaca (GRK). Cakupan inventarisasi sektor energi meliputi kegiatan

pengadaan/penyediaan energi dan penggunaan energi. Pengadaan/penyediaan

energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi primer (misal minyak mentah,

batubara);

b. Konversi energi primer menjadi energi sekunder yaitu energi yang siap pakai

(konversi minyak mentah menjadi BBM di kilang minyak, konversi batubara

menjadi tenaga listrik di pembangkit tenaga listrik),

c. Kegiatan penyaluran dan distribusi energi.

Adapun penggunaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (i)

Penggunaan bahan bakar di peralatan-peralatan stasioner (di industri, komersial,

dan rumah tangga), dan (ii) Peralatan-peralatan yang bergerak (transportasi).

Ilustrasi cakupan inventarisasi GRK dari kegiatan sektor energi diperlihatkan

pada Gambar 2.4. Sedangkan ilustrasi pengelompokan inventarisasi GRK sektor

energi sebagaimana disajikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Ilustrasi Cakupan Inventarisasi GRK dari Kegiatan Sektor Energi

Page 31: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 13

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Gambar 2.5 Ilustrasi Pengelompokan Inventarisasi GRK Sektor Energi

1. Jenis Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Energi

Jenis GRK yang diemisikan oleh sektor energi adalah CO2, CH4 dan N2O.

Berdasarkan IPCC Guideline 2006, sumber emisi GRK dari sektor energi

diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama, yaitu:

a. Emisi hasil pembakaran bahan bakar

b. Emisi fugitive pada kegiatan produksi dan penyediaan bahan bakar,

c. Emisi dari pengangkutan dan injeksi CO2 pada kegiatan penyimpanan CO2 di

formasi geologi.

Sumber emisi GRK paling utama dari sektor energi adalah pembakaran bahan

bakar. Emisi fugitive dari kegiatan produksi dan penyaluran bahan bakar secara

keseluruhan jauh lebih kecil dibandingkan emisi dari pembakaran bahan bakar.

Jenis GRK utama hasil proses pembakaran bahan bakar adalah karbon dioksida

(CO2). Jenis GRK lain yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar adalah

karbon monoksida (CO), metana (CH4), N2O dan senyawa organik volatil non

metana (Non Metane Volatil Organic Compounds). Jenis GRK utama dari emisi

fugitive adalah metana. Adapun kategori sumber emisi dari kegiatan energi dapat

ditunjukkan sebagaimana Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kategori Sumber Emisi dari Kegiatan Energi

Kode IPCC GL 2006

Kategori

1 A Kegiatan Pembakaran Bahan Bakar

1 A 1 Industri Produsen Energi

1 A 2 Industri Manufaktur dan Konstruksi

1 A 3 Transportasi

1 A 4 Konsumen Energi lainnya (komersial, rumah tangga dll)

1 A 5 Lain-lain yang tidak termasuk pada 1A1 s.d. 1A4

Page 32: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 14

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 2.3 Kategori Sumber Emisi dari Kegiatan Energi

Kode IPCC GL 2006

Kategori

1 B Emisi Fugitive

1 B 1 Bahan Bakar Padat

1 B 2 Minyak Bumi dan Gas Alam

1 B 3 Emisi lainnya dari Penyediaan Energi

Catatan : Kode Kategori mengikuti Guidelines IPCC 2006

Jenis GRK yang diemisikan oleh sektor energi adalah CO2, CH4 dan N2O.

Sumber emisi GRK di Jawa Timur dari sektor energi pada perhitungan tahun

2013, berdasarkan IPCC Guideline 2006, berasal dari emisi hasil pembakaran

bahan bakar. Pembakaran bahan bakar terjadi di berbagai sektor kegiatan,

diantaranya industri, transportasi, komersial, dan rumah tangga.

2. Metodologi dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK Pengadaan dan

Penggunaan Energi

Metodologi dalam perhitungan emisi GRK Sektor Pengadaan dan

Penggunaan Energi menggunakan IPCC 2006 tier 1 (estimasi berdasarkan data

aktifitas dan faktor emisi default IPCC) dengan pendekatan sektoral.

Gambar 2.6 Pendekatan Sektoral (Bottom Up)

Pada pendekatan sektoral perhitungan emisi dikelompokkan menurut sektor

kegiatan, seperti: produksi energi (listrik, minyak dan batubara), manufacturing,

transportasi, rumah tangga dan lain-lain. Sumber emisi yang diperhitungkan

meliputi emisi dari pembakaran bahan bakar di masing-masing sektor dan emisi

fugitive (emisi fugitive dalam hal ini tidak diestimasikan/ Not Estimated-NE).

Model Dasar Penghitungan Pengadaan dan Penggunaan Energi

Estimasi emisi GRK dapat dihitung dengan menggunakan tier-1 sebagaimana

persamaan berikut :

... (2.9)

Data Aktifitas adalah data mengenai banyaknya aktifitas umat manusia yang

terkait dengan banyaknya emisi GRK. Contoh data aktivitas sektor energi:

volume BBM atau berat batubara yang dikonsumsi. Adapun Faktor Emisi (FE)

Page 33: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 15

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

adalah suatu koefisien yang menunjukkan banyaknya emisi per unit aktivitas.

Unit aktivitas dapat berupa volume yang diproduksi atau volume yang

dikonsumsi. Untuk Tier-1, digunakan faktor emisi default (IPCC 2006 GL).

Faktor emisi untuk perhitungan emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada

sumber yang tidak bergerak (stationer) dapat ditunjukkan sebagaimana Tabel

2.4.

Tabel 2.4 Faktor Emisi Pembakaran Stationer di Industri Energi

No. Jenis Bahan Bakar Faktor Emisi (kg GRK/TJ)

CO2 CH4 N2O

1 Minyak mentah 73300 3 0.6

2 NGL 64200 3 0.6

3 Premium 69300 3 0.6

4 Avgas 70000 3 0.6

5 Avtur 71500 3 0.6

6 Solar/ADO/HSD/IDO 74100 3 0.6

7 MFO 77400 3 0.6

8 LPG 63100 1 0.1

9 Petroleum Coke 97500 3 0.6

10 Batubara antrasit 98300 1 1.5

11 Batubara sub-bituminous 96100 1 1.5

12 Lignite 101000 1 1.5

13 Gas bumi 56100 1 0.1

Keterangan :

NGL : Natural Gas Liquids atau kondensat

ADO : Automotive Diesel Oil (solar)

HSD : High Speed Diesel (Solar)

IDO : Industrial Diesel Oil (Minyak diesel)

MFO : Marine Fuel Oil

Persamaan umum yang digunakan untuk estimasi emisi GRK dari pembakaran

bahan bakar adalah sebagai berikut.

(

) (

) (

)... (2.10)

Faktor emisi menurut default IPCC dinyatakan dalam satuan emisi per unit

energi yang dikonsumsi (kg GRK/TJ). Di sisi lain data konsumsi energi yang

tersedia umumnya dalam satuan fisik (ton batubara, kilo liter minyak diesel dll).

Oleh karena itu sebelum digunakan pada Persamaan 2.10, data konsumsi energi

harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ (Terra Joule) dengan

persamaan 2.11.

Page 34: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 16

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

(

)... (2.11)

Berbagai jenis bahan bakar yang digunakan di Indonesia beserta nilai kalornya

dapat ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia

Bahan bakar Nilai Kalor Penggunaan

Premium* 33 x 10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor

Solar (HSD, ADO) 36 x 10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor, pembangkit listrik

Minyak Diesel (IDO) 38 x 10-6 TJ/liter Boiler industri, pembangkit listrik

MFO 40 x 10-6 TJ/liter 4.04 x 10-2 TJ/ton

Pembangkit listrik

Gas bumi 1.055 x 10-6 TJ/SCF 38,5 x 10-6 TJ/Nm3

Industri, rumah tangga, restoran

LPG 47,3 x 10-6 TJ/kg Rumah tangga, restoran

Batubara 18,9 x 10-3 TJ/ton Pembangkit listrik, industri

Catatan :

*) termasuk Pertamax, Pertamax Plus

HSD : High Speed Diesel

ADO : Automotive Diesel Oil

IDO : Industrial Diesel Oil

2.3.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land Uses)

1. Jenis Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor AFOLU

Jenis dan Kategori Sumber GRK yang termasuk dalam sektor AFOLU adalah

Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan lahan lainnya

A. Peternakan

Emisi GRK dari sektor peternakan pada perhitungan tahun 2013 di Jawa

Timur dihitung dari emisi metana yang berasal dari fermentasi enterik

ternak, dan emisi metana dan dinitrooksida yang dihasilkan dari

pengelolaan kotoran ternak. Emisi CO2 dari peternakan tidak diperkirakan

karena emisi CO2 diasumsikan nol karena CO2 diserap oleh tanaman melalui

fotosintesis dikembalikan ke atmosfer sebagai CO2 melalui respirasi.

B. Pertanian

Emisi GRK dari sektor pertanian pada perhitungan tahun 2013 di

Jawa Timur dihitung dari emisi :

Metana (CH4) dari budidaya padi sawah

Karbon dioksida (CO2) karena penambahan pupuk urea,

Page 35: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 17

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Dinitrogenoksida (N2O) dari tanah, termasuk emisi N

2O langsung dan

tidak langsung dari penambahan N ke tanah karena penguapan/

pengendapan dan pencucian.

C. Kehutanan

Emisi GRK dari sektor kehutanan pada perhitungan tahun 2013 di

Jawa Timur diestimasi dari perubahan biomassa atau tampungan Emisi/

karbon untuk :

Lahan yang tetap/ tersisa dalam kategori penggunaan lahan yang sama

Lahan yang berubah ke pengunaan lahan tersebut dari penggunaan lahan

lain.

2. Metodologi dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK Sektor AFOLU

Emisi dan serapan GRK dari sektor Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan

Penggunaan Lahan Lainnya. sesuai IPCC (2006), pada suatu ekosistem lahan

berasal dari perubahan stok karbon daripada pool karbon dan dari emisi non-CO2

berbagai sumber termasuk pembakaran biomassa, tanah, fermentasi enterik

ternak, dan pengelolaan kotoran ternak (manure).

Metode perhitungan yang diikuti dalam Pedoman IPCC untuk menghitung

emisi/serapan GRK adalah melalui perkalian antara informasi aktivitas

manusia dalam jangka waktu tertentu (data aktivitas, DA) dengan emisi/serapan

per unit aktivitas (faktor emisi/serapan, FE) sesuai persamaan 2.9, dimana data

aktivitas, yaitu informasi terhadap pelaksanaan suatu kegiatan yang melepaskan

atau menyerap gas rumah kaca yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia,

sedangkan faktor emisi, yaitu besaran yang menunjukkan jumlah emisi gas rumah

kaca yang akan dilepaskan atau diserap dari suatu aktivitas tertentu.

A. Peternakan

1. Fermentasi Enterik

Fermentasi enterik merupakan suatu proses dimana karbohidrat dipecah

menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme untuk diserap ke dalam

aliran darah. Metana dihasilkan oleh hewan memamah biak (herbivore)

sebagai hasil samping dari fermentasi enterik. Selain itu, emisi metana juga

dihasilkan dari sistem pengelolaan kotoran ternak disamping gas dinitro

oksida (N2O). Estimasi emisi metana dari peternakan dihitung dengan

menggunakan IPCC 2006. Metode untuk memperkirakan emisi CH4 dan N2O

dari peternakan memerlukan informasi subkategori ternak dan populasi

tahunan dan untuk tier lebih tinggi, konsumsi pakan dan karakteristik ternak.

Page 36: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 18

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Data aktivitas yang diperlukan untuk tier 1 adalah populasi ternak danfaktor

emisi fermentasi enteri untuk berbagai jenis ternak sebagaimana Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Emisi Metana dari Fermentasi Enterik

No. Jenis ternak Faktor emisi metana (kg/ekor/tahun)

1 Sapi pedaging 47

2 Sapi perah 61

3 Kerbau 55

4 Domba 5

5 Kambing 5

6 Babi 1

7 Kuda 18

Sumber : IPCC, 2006

Data populasi ternak di Provinsi Jawa Timur diperoleh berdasarkan

Ternak dalam Data, Dinas Perternakan Provinsi Jawa Timur. Di Indonesia,

jenis ternak yang menghasilkan gas metana adalah sapi pedaging, sapi

perah, kerbau, domba, kambing, babi, ayam negeri (ras) dan kampung

(buras), ayam petelur dan bebek. Survey yang dilakukan oleh BPS di

tahun 2006, menghasilkan struktur populasi seperti yang dapat dilihat pada

tabel 2.5. Berdasarkan struktur populasi tersebut diperoleh nilai faktor

koreksi (k(Ternak)) untuk sapi pedaging, sapi perah dan kerbau masing-

masing 0.72, 0.75 dan 0.72.

Tabel 2.7 Struktur Populasi Sapi Pedaging, Sapi Perah dan Kerbau (%)

di Indonesia

No. Jenis Ternak Anakan Muda Dewasa

1 Sapi pedaging 18,13 28,99 52,88

2 Sapi perah 19,66 20,33 59,71

3 Kerbau 19,66 20,33 53,92

Sumber : BPS (2006)

Jumlah populasi ketiga jenis ternak tersebut dapat diasumikan sebagai

Animal Unit (AU) dengan persamaan berikut ini

... (2.12)

Dimana :

N(T) = Jumlah ternak dalam Animal Unit

N(X) = Jumlah ternak dalam ekor

k (T) = Faktor koreksi

T = Jenis/kategori ternak (sapi pedaging, sapi perah dan kerbau)

Emisi metana dari fermentasi enterik dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

.... (2.13)

Page 37: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 19

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Dimana :

Emissions = Emisi metana (CH4) dari fermentasi enteric (Gg CH4 /Thn)

EF(T) = Faktor emisi populasi jenis ternak tertentu (kg CH4/Thn)

N(T) = Jumlah populasi jenis/kategori ternak tertentu, animal unit

T = Jenis/kategori ternak

2. Pengelolaan Kotoran Ternak

Kotoran ternak baik padat maupun cair memiliki potensi untuk mengemisikan

gas metana (CH4) dan nitro oksida (N2O) selama proses penyimpanan,

pengolahan dan penumpukan/pengendapan. Faktor utama yang

mempengaruhi jumlah emisi adalah jumlah kotoran yang dihasilkan dan bagian

yang didekomposisi secara anorganik.

Emisi metana (CH4)

Estimasi emisi metana dari pengelolaan kotoran ternak dapat dihitung

dengan menggunakan persamaa IPCC (2006), sebagai berikut :

Dimana :

CH4 manure = Emisi metana dari pengelolaan kotoran ternak

EF(T) = Faktor emisi populasi jenis ternak tertentu (kg CH4/Thn)

N(T) = Jumlah populasi jenis/kategori ternak tertentu, animal unit

T = Jenis/kategori ternak

Faktor emisi metana dari pengelolaan kotoran ternak dapat diambil dari

default faktor emisi IPCC (2006) seperti yang disajikan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Faktor Emisi Metana dari Pengelolaan Kotoran Ternak

No. Jenis ternak Faktor Emisi Metana (kg/ekor/thn)

1 Sapi pedaging 1,0

2 Sapi perah 31,0

3 Kerbau 2,0

4 Domba 0,20

5 Kambing 0,22

6 Babi 7,0

7 Kuda 2,19

8 Ayam buras 0,02

9 Ayam ras 0,02

10 Ayam petelur 0,02

11 Bebek 0,02

Sumber : IPCC 2006

Page 38: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 20

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Emisi Nitro oksida (N2O)

Emisi gas N2O dari kotoran ternak dapat terbentuk secara langsung

(direct) dan tidak langsung (indirect) pada saat penyimpanan dan

pengolahan kotoran sebelum diaplikasikan ke lahan. Emisi langsung N2O

terjadi melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen yang terkandung di

dalam kotoran ternak, sedangkan emisi tidak langsung N2O dihasilkan dari

penguapan nitrogen yang umum terjadi dalam bentuk ammonia dan NOx,

jumlah emisi N2O ditentukan oleh jumlah kandungan nitrogen dan karbon

pada kotoran.

Perhitungan emisi langsung N2O dari pengelolaan kotoran ternak dilakukan

dengan persamaan berikut.

Dimana :

N2OD (mm) = Emisi langsung N2O dari pengelolaan kotoran ternak

(kg/N2O/thn)

N(T) = Jumlah populasi jenis/kategori ternak tertentu, jumlah

ternak

Nex(T) = Rata-rata tahunan ekskresi N per ekor jenis/kategori

ternak, kg/N ternak/thn

MS(T,S) = Fraksi dari total ekskresi nitrogen tahunan dari jenis

ternak tertentu yang dikelola pada sistem pengelolaan

kotoran ternak

EF3(s) = Faktor emisi langsung N2O dari sistem pengelolaan

kotoran tertentu S,kg N2O-N/kg N

S = Sistem pengelolaan kotoran ternak

T = Jenis/kategori ternak

44/28 = Konversi emisi (N2O)-N)(mm) ke dalam bentuk N2O(mm)

Rata - rata tahunan ekskresi N per ekor jenis/kategori ternak (Nex(T))

dilakukan dengan persamaan berikut ini

Dimana :

Nex (T) = Eksresi N tahunan untuk jenis ternak T, kg N/ekor/thn

Nrate(T) = Nilai default laju eksresi N, kg N/1000 kg berat ternak/hari

TAM = Berat ternak untuk jenis ternak T, kg/ekor

Perhitungan emisi tidak langsung N2O dari penguapan N dalam bentuk

ammonia (NH3) dan NOx(N2OG(mm)) dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut.

......(2.13)

Page 39: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 21

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Dimana :

N2O G(mm) = Emisi tidak langsung N2O akibat dari penguapan N dari

pengelolaan kotoran ternak (kg N2O/thn)

Nvolatilization-MMS = Jumlah kotoran ternak yang hilang akibat volatilisasi NH3

dan NOx (kg N/thn)

EF = Faktor emisi N2O dari deposisi atmosfir nitrogen di tanah

dan permukaan air, kg N2O-N (kg NH3-N + NOx-N

tervolatisasi)-1; default value IPCC adalah 0.01 kg N2O-N

(kg NH3-N + NOx-N tervolatisasi)-1

Sistem pengelolaan kotoran ternak ruminansia di Indonesia terdiri dari

pengelolaan padang rumput (pasture management), penumpukan kering

(dry lot), dan sistem tebar harian (daily spread system). Sedangkan sistem

pengelolaan kotoran unggas terdiri dari sistem tadah (litter system) untuk

ayam ras dan petelur, serta tanpa penadahan (without litter system) untuk

ayam buras dan bebek. Faktor emisi untuk emisi langsung dan tidak

langsung N2O dari pengelolaan ternak sebagaimana disajikan pada Tabel

2.9.

Tabel 2.9 Faktor Emisi untuk menghitung emisi N2O dari Pengelolaan Kotoran

Ternak di Indonesia (IPCC 2006)

No. Sistem

pengelolaan kotoran ternak

Faktor emisi untuk emisi langsung N2O-N

Faktor emisi untuk emisi N2O dari penguapan N

1 Padang rumput*) - -

2 Tebar harian 0 0,01

3 Tumpuk kering 0,02 0,01

4 Unggas dengan penadahan

0,01 0,01

5 Unggas tanpa penadahan

0,01 0,01

catatan :

*) Faktor emisi dari padang rumput dihitung di bagian emisi N2O dari tanah

terkelola (N2O emission from managed soil)

B. Pertanian

Emisi GRK dari sektor pertanian diestimasi berdasarkan ketersediaan data.

Adapun emisi GRK yang dapat dihitung yaitu meliputi :

Metan (CH4) dari budidaya padi sawah

Karbon dioksida (CO2) karena penggunaan pupuk urea

Page 40: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 22

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

1. Emisi metan dari pengelolaan padi sawah

Dekomposisi bahan organik secara anaerobik pada lahan sawah

mengemisikan gas metan ke atmosfer. Jumlah CH4 yang diemisikan

merupakan fungsi dari umur tanaman, rejim air sebelum dan selama periode

budidaya, dan penggunaan bahan organik dan anorganik. Selain itu, emisi CH4

juga dipengaruhi oleh jenis tanah, suhu, dan varietas padi. Emisi CH4 dihitung

dengan mengalikan faktor emisi harian dengan lama budidaya padi sawah dan

luas panen dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

CH4 Rice= Σijk (EFi,j,k x ti,j,k x Ai,jk x 10-6) .... (2.16)

dimana :

CH4Rice = Emisi metan dari budidaya padi sawah (Gg CH4/thn)

EFi,j,k = Faktor emisi untuk kondisi I, j, dan k; (kg CH4/hari)

ti,j,k = Lama budidaya padi sawah untuk kondisi I, j, dan k;

(hari)

Ai,j,k = Luas panen padi sawah untuk kondisi I, j, dan k (ha/thn)

i, j, dan k = Mewakili ekosistem berbeda: i: rezim air, j: jenis dan

jumlah pengembalian bahan organik tanah, dan k:

kondisi lain di mana emisi CH4 dari padi sawah dapat

bervariasi

.

Jenis sawah dapat dikelompokkan menjadi tiga rejim air yaitu sawah irigasi

(teknis, setengah teknis dan sederhana), sawah tadah hujan, dan sawah

dataran tinggi. Hal ini perlu dipertimbangkan karena kondisi (i, j, k, dst.)

mempengaruhi emisi CH4. Emisi untuk masing-masing sub-unit (ekosistem)

disesuaikan dengan mengalikan faktor emisi default (Tier 1) dengan berbagai

faktor skala.

Tier 1 berlaku untuk negara-negara di mana emisi CH4 dari budidaya padi

bukan kategori kunci atau faktor emisi lokal tidak tersedia. Persamaan untuk

mengoreksi faktor emisi baseline ditunjukkan pada persamaan berikut :

EFi = (EFc x SFw x SFp x SFo x SFs,r).... (2.17)

dimana :

EFi = faktor emisi harian yang terkoreksi untuk luas panen tertentu,

kg CH4 per hari

EFc = faktor emisi baseline untuk padi sawah dengan irigasi terus-

menerus dan tanpa pengembalian bahan organik.

SFw = Faktor skala yang menjelaskan perbedaan rejim air selama

periode budidaya

SFp = Faktor skala yang menjelaskan perbedaan rejim air sebelum

periode budidaya

SFo = Faktor skala yang menjelaskan jenis dan jumlah

Page 41: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 23

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

pengembalian bahan organik yang diterapkan pada periode

budidaya padi sawah

SFs,r = Faktor skala untuk jenis tanah, varietas padi sawah dan lain-

lain, jika tersedia

Faktor koreksi untuk rejim air selama periode budidaya dan faktor skala

untuk jenis tanah disajikan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Faktor Skala Berdasarkan Rejim Air

Kategori Sub Kategori SF (IPCC Guidelines

1996)

SF Koreksi (berdasarkan riset terkini)

Dataran Tinggi

Tidak ada 0

Dataran Rendah

Irigasi

Penggenangan terus-menerus

1 1

Penggenangan intermiten

Single aeration

0,5 (0,2-0,7) 0,46

Multiple aeration

0,2(0,1-0,3) (0,38-0,53)

Tadah Hujan

Rawan Banjir 0,8(0,5-1,0) 0,49

Rawan Kekeringan 0,4(0-0,5) (0,19-0,75)

Air Dalam

Kedalaman air 50-100 cm 0,8(0,6-1,0)

Kedalaman air<50 cm 0,6(0,5-0,8)

2. Emisi Karbondioksida (CO2) dari penggunaan pupuk urea

Penggunaan pupuk urea pada budidaya pertanian menyebabkan lepasnya

CO2 yang diikat selama proses pembuatan pupuk. Urea (CO(NH2)2) diubah

menjadi amonium (NH4+), ion hidroksil (OH-), dan bikarbonat (HCO3-) dengan

adanya air dan enzim urease. Mirip dengan reaksi tanah pada penambahan

kapur, bikarbonat yang terbentuk selanjutnya berkembang menjadi CO2 dan air.

Kategori sumber ini perlu dimasukkan karena pengambilan (fiksasi) CO2 dari

atmosfer selama pembuatan urea diperhitungkan dalam sektor industri. Emisi

CO2 dari penggunaan pupuk Urea dihitung dengan persamaan berikut.

CO2 Emission = (MUrea x EFUrea) .... (2.18)

dimana :

CO2 Emission = Emisi C tahunan dari aplikasi Urea (ton CO2/ tahun)

MUrea = Jumlah pupuk Urea yang diaplikasikan, ton per tahun

EFUrea = faktor emisi, ton C per (Urea). Default IPCC (Tier 1) untuk

faktor emisi urea adalah 0,20 atau setara dengan kandungan

karbon pada pupuk urea berdasarkan berat atom (20% dari

CO(NH2)2).

Dalam menghitung jumlah pupuk tersebut digunakan beberapa asumsi agar

jumlah pupuk urea yang dihitung sesuai dengan penerapan di lapangan.

Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :

Page 42: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 24

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

a. Tanaman pangan

Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran.

b. Tanaman perkebunan

Perkebunan besar swasta atau BUMN memberikan pupuk sesuai anjuran,

sedangkan perkebunan rakyat memberikan pupuk bervariasi sesuai

kemampuannya. Faktor koreksi untuk perkebunan rakyat diasumsikan untuk

kelapa sawit 80%; kopi, kakao, dan karet 40%; kelapa 30%; tebu, kapas dan

tembakau 100 % dari dosis anjuran, sedangkan untuk perkebunan besar

faktor koreksi diasumsikan 100 %.

Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran x faktor koreksi.

c. Tanaman hortikultura

Perhitungan jumah pupuk untuk tanaman hortikultura (buah, sayuran dan

tanaman hias) agak spesifik karena tanaman hortikulutur pada umumnya

diusahakan secara tumpangsari dengan umur tanaman yang bervariasi.

Asumsi yang digunakan antara lain: (1) luas areal tanam = 80% luas areal

tanam, (2) dosis pupuk dihitung berdasarkan komoditas unggulan di suatu

wilayah, (3) dosis pupuk digunakan sebagai acuan adalah rata-rata dosis

anjuran komoditas hortikultura yang dikembangkan di wilayah tersebut.

Pada dasarnya para petani hortikultura memprioritaskan pemenuhan

kebutuhan pupuk terutama untuk usaha tani sayuran dan tanaman hias,

sedangkan untuk tanaman buah tahunan diperkirakan hanya 20% petani

yang melakukan pemupukan.

Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran x faktor koreksi (luas dan dosis).

Dosis anjuran penggunaan pupuk urea untuk masing-masing komoditas

disajikan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Dosis Anjuran Pupuk Urea Beberapa Komoditas Pertanian

No. Jenis Tanaman Dosis N (kg/ha) Urea (kg/ha)

A Tanaman Pangan

1 Padi 113 250

2 Jagung 158 350

3 Kedelai 25 56

4 Kacang Tanah 25 56

5 Kacang Hijau 25 56

6 Ubi Kayu 68 150

7 Ubi Jalar 68 150

B Tanaman Hortikultura

1 Buah - buahan 72 160

2 Sayur - sayuran 100 222

Page 43: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 25

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 2.11 Dosis Anjuran Pupuk Urea Beberapa Komoditas Pertanian

No. Jenis Tanaman Dosis N (kg/ha) Urea (kg/ha)

3 Hias 42 93

4 Biofarmaka 200 444

C Tanaman Perkebunan

1 Karet 135 300

2 Kelapa 90 200

3 Kelapa Sawit 113 250

4 Kopi 158 350

5 Teh 90 200

6 Kakao 200 444

7 Tebu 158 351

8 Tembakau 90 200

9 Kapas 45 100

Sumber : Pawitan et al,(2009)

C. Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya

Emisi/serapan dari setiap kategori penggunaan lahan diduga dari perubahan

biomassa atau tampungan karbon untuk : (1) lahan yang tetap/tersisa dalam

kategori penggunaan lahan yang sama, dan (2) lahan yang berubah ke

pengunaan lahan tersebut dari penggunaan lahan lain.

Perubahan simpanan karbon untuk setiap transisi dari kategori penggunaan

lahan merupakan penjumlahan dari perubahan simpanan karbon dari biomassa

hidup, biomassa mati, dan bahan organic tanah seperti ditunjukkan pada

persamaan di bawah ini :

dimana :

ΔCLUi = Perubahan simpanan karbon untuk suatu stratadari kategori

penggunaan lahan

ΔCAB = Perubahan simpanan karbon dari biomassa di atas permukaan tanah

ΔCBB = Perubahan simpanan karbon dari biomassa di bawah permukaan

tanah

ΔCDW = Perubahan simpanan karbon dari kayu mati

ΔCLI = Perubahan simpanan karbon dari serasah

ΔCSO = Perubahan simpanan karbon dari bahan organik tanah

ΔCHWP = Perubahan simpanan karbon dari produk kayu yang dipanen

Emisi dan penyerapan CO2 untuk Sektor AFOLU, berdasarkan perubahan

simpanan karbon ekosistem C, diperkirakan untuk setiap kategori penggunaan

lahan (termasuk lahan yang kategorinya tetap dengan kategori penggunaan lahan

sebelumnya dan lahan dikonversi ke penggunaan lahan lain). Perubahan

simpanan karbon dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Page 44: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 26

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Dimana :

ΔCAFOLU = Perubahan simpanan karbon pada lahan pertanian, kehutanan,

dan penggunaan lain

FL = Forest Land

CL = Cropland

GL = Grassland

WL = Wetlands

SL = Settlement

OL = Other Land

Untuk masing-masing kategori penggunaan lahan, perubahan simpanan

karbon diperkirakan untuk semua strata atau subdivisi lahan (contoh zona iklim,

tipe ekosistem, jenis tanah, dan rejim pengelolaan), pada kategori lahan

sebagaimana persamaan dibawah ini.

Dimana :

ΔCLU = Perubahan simpanan karbon untuk suatu penggunaan lahan

i = Strata atau subdivisi dalam kategori penggunaan lahan

Page 45: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 1

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

BAB 3

GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kota Surabaya

Kota Surabaya terletak diantara 1120 36’ – 1120 54’ Bujur Timur dan 70 21’

Lintang Selatan. Wilayah Kota Surabaya berbatasan langsung dengan selat Madura

di sebelah utara dan di sebelah timur, sedangkan di sebelah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Sidoarjo dan berbatasan dengan Kabupaten Gresik di sebelah

Barat.

Wilayah Kota Surabaya pada umumnya merupakan dataran rendah dengan

ketinggian antara 3-6 meter diatas permukaan laut, kecuali daerah di sebelah

selatan dengan ketinggian antara 25-50 meter di atas permukaan laut. Temperatur

Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22,60 – 34,10, dengan tekanan

udara rata-rata antara 1005,2 – 1013,9 milibar dan kelembaban antara 42% - 97%.

Kecepatan angin rata-rata per jam mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata

antara 120 – 190 mm.

Jenis tanah yang terdapat di Wilayah Kota Surabaya terdiri atas jenis tanah

alluvial dan grumosol, pada jenis tanah alluvial terdiri atas 3 karakteristik yaitu

alluvial hidromorf, alluvial kelabu tua, dan alluvial kelabu.

Kota Surabaya memiliki 31 kecamatan dengan pengelompokkan 5 (lima) wilayah

pembantu walikota yaitu Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan,

Surabaya Barat, dan Surabaya Pusat. Total luas wilayah Surabaya adalah 326,36

km2 dengan Kecamatan Benowo merupakan kecamatan dengan wilayah terluas

yaitu 23,73 km2 yang terletak di Surabaya Barat. Sedangkan Kecamatan Simokerto

adalah kecamatan dengan luasan terkecil yaitu 2,59 km2 terletak di Surabaya Pusat.

3.2 Sektor-sektor Sumber Emisi Gas Rumah Kaca

Kota Surabaya merupakan Ibukota dari provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya

±33.306,30 Ha dengan luas wilayah yang tersebut Surabaya merupakan kota padat

penduduk, dengan jumlah penduduknya 2.958.391 jiwa, sehingga penyebaran

penduduknya melampaui perkiraan. Hal ini disebabkan juga karena Surabaya sendiri

sudah termasuk dalam 5 (lima) kota besar yang berkembang cukup pesat dalam hal

pembangunan yang terpadat di Indonesia.

Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di

Kawasan Indonesia Timur. Surabaya juga dikenal sebagai kota dagang internasional

dan menjadi tumpuan dagang yang dilakukan melalui jalur maritime dan bertempat di

Page 46: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 2

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Pelabuhan Perak sebagai dermaga transportasinya. Dengan predikat Surabaya

sebagai kota dagang, terdapat beberapa pilar-pilar penyangganya. Lokasi-lokasi ini

yang menjadi ruang-ruang terjadinya aktivitas perdagangan.

Sebagai kota bisnis dan perdagangan sudah barang tentu, Surabaya menjadi

destinasi banyak kalangan. Wisatawan berkunjung ke Surabaya baik untuk

kepentingan bisnis maupun berwisata juga tidak bisa diremehkan. Untuk mendukung

aktivitas tersebut, fasilitas hotel berbagai kelas tersedia di Surabaya. Desain kota

perdagangan nampaknya senada dengan sambungan Pelabuhan Perak yang

langsung terhubung dengan daerah pusat industri dan pergudangan di Surabaya

seperti SIER, Berbek, Margomulyo.

3.2.1 Sektor Limbah

1. Limbah Padat

TPA Benowo terletak di wilayah Surabaya Barat dengan luas lahan ± 37,4 Ha,

meliputi 2 kelurahan yaitu Kelurahan Romokalisari, Kecamatan Benowo dan

Kelurahan Sumberejo, Kecamatan Pakal, Surabaya. Lokasi TPA Benowo berjarak

± 20 km dari pusat Kota Surabaya dan 5 km dari batas Kabupaten Gresik (Sungai

Lamong).

Batas – batas TPA Benowo adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Sebagian besar berupa tambak garam dan tambak ikan milik

penduduk dan pemukiman penduduk.

Sebelah selatan :Stadion Bung Tomo, tambak garam dan tambak ikan

penduduk

Sebelah Barat : Jalan Tambak Dono

Sebelah Timur : Lahan kosong, tambak garam dan tambak ikan penduduk

Secara umum kondisi TPA Benowo Surabaya adalah sebagai berikut :

a. Kondisi tanah asal : Lahan kritis (bekas tambak garam)

b. Status tanah : milik Pemerintah Kota Surabaya

c. Mulai beroperasi : November 2001

d. Penggunaan TPA : menampung sampah dari seluruh wilayah Surabaya

e. Ketinggian zona : bervariasi , 5 m – 12 m

f. Area pengelolaan sampah meliputi 5 zona, yaitu :

Zona 1 A, luas area 36.520 m2

Zona 1 B, luas area 15.640 m2

Zona 1 C, luas area 11.351 m2

Zona 2A, luas area 33.637 m2

Zona 2B, luas area 33.637 m2

Page 47: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 3

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

TPA Benowo semula menggunakan sistem pengelolaan controlled landfill,

namun sesuai dengan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah maka TPA Benowo dikembangkan dengan menggunakan

sistem pengelolaan Sanitary Landfill dan Gasifikasi menghasilkan energi. Jumlah

timbulan sampah rata-rata per hari Kota Surabaya saat ini adalah 3.940,4 m3/hari.

Adapun data volume sampah yang masuk ke TPA sesuai dengan Tabel 3.1

dibawah ini :

Tabel 3.1 Sampah yang Masuk ke TPA Benowo

Bulan Dari SI Volume ke TPA

Volume ke TPA (ton) Konversi (m3)

Januari 46,781 155,936.67

Februari 44,751 149,170

Maret 49,949 166,496.67

April 47,169 157,230

Mei 46,208 154,026.67

Juni 43,643 145,476.67

Juli 40,647 135,490

Agustus 42,712 142,373.33

September 40,414 134,713.33

Oktober 44,147 147,156.67

Nopember 45,070 150,233.33

Desember 47,852 159,506.67

Rata-rata/bulan 44.945 ton/bulan 149.817,5 m3/bulan

Total Rata-rata/bulan 1.477,65 ton/hari 4.925,50 m3/hari

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 2015

Timbunan sampah yang ada di TPA Benowo apabila tidak tertangani dengan

baik akan menghasilkan gas metan yang merupakan salah satu jenis gas rumah

kaca. Selain data timbulan sampah untuk perhitungan emisi GRK juga diperlukan

komposisi sampah yang menujukkan jenis sampah yang ada di TPA Benowo.

Adapun komposisi sampah di TPA Benowo sebagaimana pada Tabel 3.2 berikut

ini :

Tabel 3.2 Komposisi Sampah di TPA Benowo Surabaya

No. Jenis Sampah Komposisi

1 Sampah organik 54.31%

2 Kayu / produk kayu 1.61%

3 Kulit 1.19%

4 Karet 1.14%

5 Plastik 19.44%

6 Kertas / bahankertas 14.63%

7 Kain / tekstil 1.47%

8 Kaca 1.12%

9 Keramik 0.17%

Page 48: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 4

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 3.2 Komposisi Sampah di TPA Benowo Surabaya

No. Jenis Sampah Komposisi

10 Logam 0.48%

11 B3 0.86%

12 Lain-lain 3.59%

Total 100.00%

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 2015

2. Limbah Cair

A. Sistem Setempat (On Site System)

Sebagian besar menggunakan sistem pembuangan setempat (on site

system), dan sebagian dialirkan ke saluran depan rumah, sungai atau lahan

kosong di sekitar rumah, sehingga dapat mengakibatkan pencemaran.

Sebagian besar penduduk di wilayah Kota Surabaya sudah menggunakan

jamban dengan tangki septik, dan sebagian lainnya belum menggunakan

sarana sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan dapat dilihat pada Tabel 3.3

berikut (data dari Dinas Kesehatan, 2015)

Tabel 3.3 Jenis dan Jumlah Sarana Jamban Penduduk

No. Jenis Sarana Jamban Keterangan Jumlah

1 Komunal

Jumlah Sarana 437

Jumlah Penduduk Pengguna

12.863

Memenuhi Syarat

Jumlah Sarana 454

Jumlah Penduduk Pengguna

11.903

% Penduduk Pengguna 92,54

2 Leher Angsa

Jumlah Sarana 718.083

Jumlah Penduduk Pengguna

2.834.607

Memenuhi Syarat

Jumlah Sarana 697.796

Jumlah Penduduk Pengguna

2.774.424

% Penduduk Pengguna 97,88

3 Plengsengan

Jumlah Sarana 403

Jumlah Penduduk Pengguna

2.170

Memenuhi Syarat

Jumlah Sarana 178

Page 49: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 5

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 3.3 Jenis dan Jumlah Sarana Jamban Penduduk

No. Jenis Sarana Jamban Keterangan Jumlah

Jumlah Penduduk Pengguna

1.215

% Penduduk Pengguna 55,99

4 Cemplung

Jumlah Sarana 243

Jumlah Penduduk Pengguna

1.077

Memenuhi Syarat

Jumlah Sarana 47

Jumlah Penduduk Pengguna

199

% Penduduk Pengguna 18,48

Penduduk Dengan Akses Sanitasi Layak 2.787.741

% Penduduk Dengan Akses Sanitasi Layak 97,86

B. Sistem Terpusat (Off Site System)

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya telah membangun

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL). Pemasangan 3 (tiga) unit IPAL di tepi Sungai Kalimas untuk mengurangi

pencemaran akibat limbah domestik yang berasal dari warga sekitar Stren

Kalimas.

Kapasitas desain IPLT di Keputih yang menggunakan sistem oxidation ditch

adalah 2 unit x 100 m3/hari. Angkutan limbah tinja yang berasal dari tangki

septik warga ini sepenuhnya dikelola pihak swasta. Hingga akhir tahun 2015

terdapat 31 perusahaan pengguna jasa IPLT dengan volume tinja rata-rata

sebesar 96,63 m3/bulan. Pemeriksaan kualitas influen dan efluen limbah IPLT

tidak dilaksanakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan secara rutin sehingga

tidak dapat dianalisa kinerja instalasi.

Pengolahan limbah cair domestik terpusat telah direncanakan dalam

Surabaya Sewerage and Sanitation Development Programme (Surabaya

SSDP) pada September 2000, yang merupakan bagian dari pelaksanaan SUDP

(Surabaya Urban Development Project).

Sedangkan untuk meminimasi pencemaran limbah cair industri, di Surabaya

bagian Timur telah dibangun Unit Pengolahan Limbah (UPL) terpusat di

kawasan industri SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut). Mengingat

keterbatasan kemampuan UPL dan jaringan riolnya maka beberapa industri

harus melakukan pengolahan awal (pre treatment) limbahnya sebelum

Page 50: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 6

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

diinjeksikan pada jaringan inlet instalasi. Untuk limbah non industri, sumber

yang berperan antara lain kegiatan agro industri dan industri pengolahan.

3.2.2 Sektor IPPU

Kawasan perindustrian untuk Kota Surabaya terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu:

1. Kawasan industri, yang terdiri dari industrial estate dan komplek industri. Kawasan

ini tersebar di beberapa wilayah yaitu :

a. Surabaya Utara yaitu kawasan industri strategis berupa industri perkapalan

(PT. PAL) yang terletak di Kawasan Pelabuhan;

b. Surabaya Timur, di PT. SIER (Kecamatan Rungkut, Tenggilis Mejoyo, dan

Gununganyar);

c. Surabaya Selatan, di kompleks industri Warugunung Kecamatan Karangpilang;

d. Surabaya Barat, seperti di kompleks industri Margomulyo (Kecamatan Tandes);

2. Industri Non Kawasan, kawasan ini merupakan kegiatan industri individu dan

sentra-sentra industri, berupa industri kecil yang dapat dikembangkan di wilayah

permukiman dan sentrasentra industri pinggiran kota yang meliputi industri

pangan dan sandang, mebel kayu, rotan, barang-barang elektronika serta barang

yang mempunyai nilai seni.

Kawasan industri terhampar di sekitar 1.915,90 Ha di Kota Surabaya, dan

terkonsentrasi di wilayah Surabaya Barat, khususnya di Kecamatan Asemrowo

dan Benowo.

3.2.3 Sektor Energi

Penggunaan energi di Kota Surabaya terdiri dari penggunaan energi listrik,

bahan bakar minyak, LPG, gas alam, batu bara dan energi baru terbarukan.

Gambaran penggunaan energi di Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel – tabel

di bawah ini :

Penggunaan energi listrik di Kota Surabaya tidak menghasilkan gas rumah

kaca karena produksi energi listrik di Kota Surabaya berada di luar Kota

Surabaya. Pengguna energi listrik dapat terbagi menjadi 3 sektor yaitu rumah

tangga, transportasi, dan industri. Khusus sektor rumah tangga di Kota Surabaya

pada tahun 2015, menggunakan energi listrik sebesar 2.609.525 MWh atau

sebesar 30,93% dari total konsumsi energi listrik. Penggunaan energi listrik

berdasarkan golongan tarif terdapat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Penggunaan Listrik di Kota Surabaya Tahun 2015

No Golongan Tarif Konsumsi Listrik (MWh) Persentase (%)

1 Sosial/Social Activity 316,300 3,75

2 Rumah Tangga/Household 2,609,525 30.93

Page 51: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 7

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 3.4 Penggunaan Listrik di Kota Surabaya Tahun 2015

No Golongan Tarif Konsumsi Listrik (MWh) Persentase (%)

3 Usaha/Business 1,856,852 22.01

4 Industri/Industries 3,388,826 40.16

5 Gedung Pemerintah/Government Building

135,890 1.61

6 Jalan/Sreet 95,588 1.13

7 Layanan Khusus/Special Publik

34,501 0.41

Total 8,437,482 100

Sumber:Data PT PLN (Persero) Tahun 2015

Penggunaan bahan bakar minyak di Kota Surabaya digunakan di segala sector

misalnya sector transportasi, sektor industri, sektor rumah tangga, dan

sebagainya. Berikut data konsumsi bahan bakar minyak di Kota Surabaya pada

tahun 2015 terdapat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Data Konsumsi BBM tahun 2015 di Kota Surabaya

No. Produk Total (KL)

1 Premium 2.905.110,7

2 Minyak Tanah 9.706,9

3 Solar 1.627.821,7

4 MDF 11.088

5 MFO 92.884,82

6 Avtur 341.041,34

7 Avigas 34.832

8 Pertamax 468.630,39

9 Pertamax Plus 41.392,72

10 FAME 26.572,33

11 Solar Dex 21.689,35

Jumlah 5.580.770,2

Sumber : PT Pertamina, 2015

Penggunaan bahan bakar LPG di Kota Surabaya sebagian besar digunakan untuk

memasak . Berikut data konsumsi bahan bakar LPG di Kota Surabaya pada tahun

2015 terdapat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Data Konsumsi LPG tahun 2015 di Kota Surabaya

No. Produk Total (MT)

1 LPG 3 kg 106.768

2 LPG 12 kg 16.989

Sumber : PT Pertamina 2015

Pemerintah sekarang berupaya untuk meningkatkan penggunaan gas alam PT

PGN untuk menggantikan penggunaan LPG. Kota Surabaya terpilih sebagai kota

percontohan kota gas.Penggunaan bahan bakar gas alam di Kota Surabaya

Page 52: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 8

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

sebagian besar digunakan untuk memasak . Berikut data konsumsi bahan bakar

gas alam di Kota Surabaya pada tahun 2015 terdapat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Data Konsumsi Gas Alam di Kota Surabaya Tahun 2015

No. Jenis Pelanggan Total Pemakaian Gas (m3)

1 Rumah Tangga 1.793.317

2 Pelanggan Kecil 438.660,98

3 Pelanggan Industri Jasa Komersial 13.149.053,68

4 Pelanggan Industri Manufaktur 125.479.247

Total 140.860.278,66

Sumber : PT PGN 2015

Tabel 3.8 Konsumsi Batubara di Kota Surabaya Tahun 2015

No. Nama Perusahaan Konsumsi Energi Batu bara

(kg/bln)

1 PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim 30.000

2 PT. Matahari Sakti 326.000

3 PT. Jaya Sentosa Subur Terus 20.000

4 PT. Sarimas Permai 500.000

5 PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk 360.000

6 PT. Yosomulyo Jajag 40.000

7 PT. Central Proteina Prima 13.860

8 PT. Perusahaan Kecap Kenari 3.500

9 PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 1.820.892

10 PT. Sumatra Co Langgeng Makmur 150.000

11 PT. Rolimex Kimia Nusamas 36.000

Total 3.300.252

3.2.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land Uses)

Pertanian merupakan salah satu sektor yang dapat menyerap tenaga kerja

dalam jumlah besar, namun perkembangan wilayah cenderung mengorbankan

sektor ini dalam hal kebutuhan lahan. Khusus untuk sector pertanian di Kota

Surabaya mengalami pergeseran dengan cepat. Banyak lahan pertanian di Kota

Surabaya berubah menjadi perumahan. Berikut data luas lahan pertanian di Kota

Surabaya terdapat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Data Luas Lahan Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015

No. Kecamatan Luas Lahan (Ha)

1 Asem Rowo 0

2 Benowo 93,45

3 Bubutan

4 Krembangan

5 Pabean Cantian

6 Pakal 434,7

7 Semampir

Page 53: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 9

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 3.9 Data Luas Lahan Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015

No Kecamatan Luas Lahan (Ha)

8 Suko Manunggal

9 Tandes 6,25

10 Dukuh Pakis

11 Gayungan 3

12 Genteng

13 Jambangan 4,57

14 Karang Pilang 52,27

15 Lakar Santri 415,08

16 Sambikerep 362,98

17 Sawahan

18 Tegalsari

19 Wiyung 62,37

20 Wonocolo 2,34

21 Wonokromo

22 Bulak 120,55

23 Gubeng

24 Gunung Anyar 10

25 Kenjeran 5

26 Mulyorejo 61,95

27 Rungkut 15,12

28 Simokerto

29 Sukolilo 68

30 Tambaksari

31 Tenggilis Mejoyo

Sumber : Dinas Pertanian 2015

Tabel 3.10 Luas Lahan dan Jenis Tanaman Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015

No. Komoditas Bulan ke-

Jml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Bawang Merah - - - - - - - - - - - - -

2 Bawang Putih - - - - - - - - - - - - -

3 Bawang Daun - - - - - - - - - - - - -

4 Kentang - - - - - - - - - - - - -

5 Kubis - - - - - - - - - - - - -

6 Kembang Kol - - - - - - - - - - - - -

7 Petsay/Sawi 12 8 9 9 6 5 5 3 4 4 5 7 77

8 Wortel - - - - - - - - - - - - -

9 Lobak - - - - - - - - - - - - -

10 Kacang Merah - - - - - - - - - - - - -

11 Kacang Panjang - - - 3 - - - - - - - - 3

Page 54: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 10

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 3.10 Luas Lahan dan Jenis Tanaman Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015

No. Komoditas Bulan ke-

Jml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

12 Cabe Besar 1 - - - - 2 - - - - - 27 30

13 Cabe Rawit - 1 - - - - - 1 - - - 7 9

14 Paprika/Semanggi - - - - - - - - - - - - -

15 Jamur *) 66 - 160 - 160 236 63 24 24 - - 60 793

16 Tomat 1 - - - 1 9 3 - - 1 - 17 32

17 Terong 1 - - - - 1 - - - - - 2 4

18 Pare - - - - - - - - - - - - -

19 Ketimun - - - - - - - - - - - - -

20 Labu Siam - - - - - - - - - - - - -

21 Kangkung 12 11 11 11 6 12 12 12 12 12 12 10 133

22 Bayam 10 9 9 9 6 10 10 10 10 10 10 8 111

23 Melon - - - 2 - 3 - - 2 - - - 7

24 Semangka - - - 1 3 2 - - - - - - 6

25 Blewah - - - -

- - 13 1 - - - 14

26 Stroberi - - - - - - - - - - - - -

Sumber: Dinas Pertanian 2015

Untuk menghitung nilai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari lahan pertanian

,juga diperlukan data penggunaan pupuk yaitu data konsumsi pupuk beserta

jenisnya. Berikut data konsumsi pupuk di Kota Surabaya tahun 2015 terdapat

pada tabel 3.11.

Tabel 3.11 Konsumsi Pupuk di Kota Surabaya tahun 2015

No. Nama Pupuk Kebutuhan Pupuk (Ton)

1 Urea 901,4

2 ZA 107,7

3 SP-36 122,4

4 NPK 100,35

5 Organik 10

Page 55: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 1

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Dalam melaporkan tingkat emisi dari suatu daerah (tingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota) untuk beberapa sumber tertentu bisa bersifat lintas batas. Artinya emisi

GRK dari satu wilayah sumbernya bisa berasal wilayah lain. Sebagai contoh emisi dari

limbah padat domestik yang dihitung dari sebuah TPA (Tempat Pembuangan Sampah)

yang ada di suatu wilayah administrasi akan tetapi sumber sampahnya berasal dari

wilayah administrasi lain. Dalam hal ini, emisi akan dihitung pada wilayah dimana TPA

berada walaupun sumber sampahnya sebagian besar bukan berasal dari masyarakat di

wilayah administrasi tersebut.

Emisi GRK dihitung berdasarkan masing-masing sektor penghasil GRK. Terdapat

empat sketor penghasil emisi GRK, yaitu sektor pengelolaan sampah, sektor IPPU, sektor

energi, dan sektor AFOLU. Metodologi yang digunakan untuk memperkirakan emisi GRK

adalah Tier 1, yaitu menggunakan persamaan yang memerlukan data aktivitas dan

parameter default yang terdapat pada IPCC 2006.

4.1 Sektor Limbah

Pada perhitungan emisi gas rumah kaca sektor limbah terbagi menjadi limbah

padat, limbah cair domestik dan industri, dan lain lain.

4.4.4 Sektor Limbah Padat

Untuk sektor limbah padat terdiri dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari

sampah padat domestik (sampah kota) atau municipal solid waste (MSW), limbah

padat industri (bahan berbahaya dan beracun/B3) maupun non-B3), Limbah padat

lainnya (other waste), yaitu clinical waste (limbah padat rumah sakit, laboratorium

uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, danconstruction and demolition

(limbah konstruksi dan bongkaranbangunan), dan lain-lain. Pada kajian

inventarisasi ini perhitungan sektor limbah dihitung berdasarkan data aktivitas di

TPA Benowo dan air limbah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Surabaya.

1. Limbah Padat di TPA

Dari data timbulan sampah yang diperoleh untuk sektor limbah padat

(pengelolaan sampah) akan dimasukkan dalam rumus IPCC 2006 berikut:

(

)

Keterangan:

= Timbulan sampah kota = berat sampah yang dihasilkan

= Persentase sampah yang masuk ke TPA

Page 56: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 2

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

= Faktor koreksi metana

= Degradasi organik karbon dalam sampah

= Fraksi DOC

= Fraksi volume CH4

= Pemulihan CH4

= Faktor oksidasi

Nilai timbulan sampah di TPA Benowo telah ada yaitu sebesar 539,4 ton/tahun,

sehingga tidak perlu menghitung timbulan sampah yang dihitung berdasarkan

jumlah penduduk. Langkah pertama dalam perhitungan emisi GRK sektor

limbah padat adalah menghitung DOC dengan menggunakan worksheet dari

IPCC 2006 dan data yang dibutuhkan berupa jumlah timbulan sampah dan

DOC (Degradable Organic Carbon). Nilai DOC menentukan besarnya gas CH4

yang dapat terbentuk pada proses degradasi komponen organik/karbon yang

ada pada limbah. Berikut perhitungan nilai DOC berdasarkan data komposisi

sampah di TPA Benowo tahun 2015 pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perhitungan DOC (Degradable Organic Carbon)

No Jenis sampah

A *B *C D= *B x *C E= A x D

Wi fraksi

kandungan bahan kering

DOCi dalam basis berat

kering

DOCi berat basah

DOC

1 Sampah basah (sisa makanan

dan kebun) 0,54 0,4 0,49 0,196 0,1058

2 Kayu 0,016 0,85 0,5 0,425 0,0068

3 Kulit 0,019 0,84 0,39 0,3276 0,0062

4 Karet 0,014 0,84 0,39 0,3276 0,0046

5 Plastik 0,19 1 -

6 Kertas 0,15 0,9 0,44 0,396 0,0594

7 Kain / tekstil 0,015 0,8 0,3 0,24 0,0036

8 Kaca 0,012 1 -

9 Keramik 0,0017 - -

10 Logam 0,0048 1 -

11 Lain-lain 0,036 0,9 -

Hasil perhitungan DOC sampah

0,1865 Sumber :IPCC Guideline 2006

Setelah mendapatkan nilai DOC (degradable organic carbon), nilai emisi gas

methane yang dihasilkan di TPA Benowo dapat dihitung dengan bantuan

worksheet IPCC 2006. Khusus untuk nilai Recovery (Pemulihan CH4) di TPA

Benowo sudah ada penangkapan gas methane pada bulan November –

Desember 2015 sehingga nilai gas methane yang dipulihkan/tidak terlepas di

udara sebesar 0,3316 Gg CH4. Perhitungan nilai recovery terdapat pada tabel

4.2. berikut ini :

Page 57: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 3

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Recovery CH4 di TPA Benowo

a b

(a/4.7) c d (bxc) e (d/10^6) f (dx24x60) g (ex24x60)

Listrik yang

dihasilkan (kWh)

Gas Metana

(m3)

Densitas gas

metana (kg/m3)

Gas Metana

(kg)

Gas Metana

(Gg)

Pengurangan Gas Metana

selama 2 bulan (kg)

Pengurangan Gas Metana

selama 2 bulan (Gg)

1650 351.06 0.656 230.29 0.00023 331628.93 0.3316 Sumber :Hasil Perhitungan 2016

Catatan : Densitas untuk gas metana adalah sebesar 0,656 kg/m3 dan berdasarkan

Panjaitan, 2012 dapat diketahui bahwa energi 1 m3 biogas setara dengan 4,7 kWh energi

listrik

Setelah menghitung nilai DOC dan nilai Recovery CH4, kemudian dilakukan

perhitungan dengan menggunakan worksheet IPCC 2006 sebagaimana terdapat pada

tabel 4.3. berikut ini:

Page 58: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 4

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.3 Worksheet Perhitungan Emisi Methane IPCC 2006

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Pada Tabel diatas diketahui bahwa sheet kolom yang digunakan untuk perhitungan emisi GRK yang di buang ke TPA Benowo adalah

tidak dikelola (>5 m), artinya TPA Benowo dalam operasionalnya belum dikelola sesuai dengan desain awalnya yaitu sanitary landfill yang

harus dilakukan penutupan layer setiap hari untuk menghindari kontak dengan air tanah kedalaman lebih dari dari 5 m. . Emisi methane yang

dihasilkan dari limbah padat adalah sebesar 28,9324 Gg CH4. Untuk mengubahnya ke CO2 maka nilai emisi CH4 harus dikalikan faktor

konversinya yaitu 25. Sehingga besarnya nilai emisi limbah padat di TPA adalah sebesar 28,9324 x 25 = 723,31 Gg CO2/tahun

Tipe Wilayah

A B C D E F G H I J K

Total sampah

yang dibuang ke TPA selama setahun

DOC (Degradasi

organik karbon dalam

sampah)

DOCf (Fraksi DOC)

MCF (Faktor koreksi metana)

DDOCmd F

(Fraksi CH4)

Konversi dan rasio

(16/12)

CH4 yang dihasilkan

R (Pemulihan

CH4)

Ox (Faktor

oksidasi)

Emisi CH4

E = A x B x C x D

H = E x F x G

K = (H-I)x (1-J)

Gg

Gg

Gg

Gg

Dikelola - Anaerob

Dikelola - semi -

Anaerob

Tidak dikelola-

kedalaman limbah >5

m dan atau lebih tinggi

Kota Surabaya

593,34 0,1865 0,5 0,8 43,91 0,5 1,33 29,264 0,3316 0 28,9324

Page 59: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 5

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

4.4.5 Sektor Air Limbah

Pada perhitungan emisi gas rumah kaca pada subsektor air limbah

menggunakan tier 1 karena keterbatasan data mengenai kualitas IPAL di Kota

Surabaya. Untuk data sektor limbah cair dimasukkan dalam rumus IPCC 2006

berikut:

[ ]

Dimana:

Ui = Fraksi populasi

Tij = Derajat pemanfaatan dari saluran atau sistem pengolahan/pembuangan

I = Group pendapatan: perkotaan, pendapatan tinggi perkotaan dan

pendapatanrendah perkotaan

Fi = Faktor emisi

TOW = Total organik dalam limbah cair

S = Lumpur yang dipisahkan

R = Jumlah CH4 yang dikumpulkan

Sesuai dengan keterangan diatas, TOW (total organically degradable material

in wastewater) adalah total material organik dalam limbah yang terurai didapatkan

dari populasi penduduk Kota Surabaya yang terlayani oleh akses sanitasi yang

layak sesuai data dari Dinas Kesehatan dan sistem IPAL yang beroperasi di

rusunawa Kota Surabaya. Selain domestik, dihitung pula emisi dari industri yang

memiliki IPAL dan beroperasi. Adapun nilai Ui, Tij, EFi, S, dan R yang terdapat

pada GuidelineIPCC sesuai dengan sistem IPAL/jenis sanitasi yang diakses oleh

masyarakat sebagaimana perhitungan berikut:

Dimana :

TOW = Jumlah organik yang dapat diurai

P = Jumlah penduduk

BOD = (Biological Oxygen Demand) kebutuhan oksigen biologis

untukmemecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme

I = Faktor koreksi untuk BOD industri tambahan yang dibuang ke

selokan

Page 60: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 6

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.4 Perhitungan TOW (Total Organically degradable material inWastewater)

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Untuk menghitung jumlah limbah yang diolah di masing-masing jenis pengolahan

digunakan data default (IPCC 2006 GL) fraksi penggunaan masing-masing jenis

pengolahan untuk berbagai kategori masyarakat (perkotaan, pedesaan, pendapatan

rendah dan tinggi) sebagaimana disampaikan pada Tabel 4.5 sedangkan data MCF

masing-masing jenis pengolahan limbah disampaikan pada Tabel 4.6.

A B C D

Negara atau Kota

Populasi Komponen

Organik yang dapat diurai

Faktor Koreksi untuk BOD yang

dibuang di selokan

Jumlah Bahan Organik

Terdegradasi dalam Air Limbah

(P) (BOD) (I) 2 (TOW)

cap (kg BOD/cap.yr)1

(kg BOD/yr)

D = A x B x C

Kota Surabaya 2.958.391 14,6 1 43.192.508,6

Total 43.192.508,6

Page 61: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 7

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.5 Data Default (IPCC 2006 GL) Fraksi Penggunaan Tipe Pengolahan Limbah Cair Perkotaan untuk

Berbagai Kategori Masyarakat

Negara

Urbanisasi (U)1 Alur pengolahan dan pembuangan limbah berdasarkan grup pendapatan (T11)3

Fraksi populasi Rural Urban high income Urban low income

Rural Urban-High2

Urban-Low2

Septic Tank

Latrine Other Sewer4 None Septic Tank

Latrine Other Sewer4 None Septic Tank

Latrine Other Sewer4 None

Asia

China 0,59 0,12 0,29 0,00 0,47 0,50 0,00 0,3 0,18 0,08 0,07 0,67 0,00 0,14 0,10 0,03 0,68 0,05

India 0,71 0,06 0,23 0,00 0,47 0,10 0,10 0,33 0,18 0,08 0,07 0,67 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20

Indonesia 0,54 0,12 0,34 0,00 0,47 0,00 0,10 0,43 0,18 0,08 0,00 0,74 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20

Pakistan 0,65 0,07 0,28 0,00 0,47 0,00 0,10 0,43 0,18 0,08 0,00 0,74 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20

Bangledesh 0,72 0,06 0,22 0,00 0,47 0,00 0,10 0,43 0,18 0,08 0,00 0,74 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20

Japan 0,20 0,80 0,00 0,20 0,00 0,50 0,30 0,00 0,00 0,00 0,10 0,90 0,00 0,00 0 0 0,90 0

Notes : 1. Urbanization projections for 2005 (United Nations, 2005) 2. Suggested urban-high income and urban-low income divison, Countries are encouraged to use their own date or best judgement 3. T11values based on expert judgement (Doorn and Liles, 1999) 4. Sewers may be open or closed,which will govern the coice of MCF 5. Destati, 2001 Catatan: angka-angka ini dari literature atau berdasarkan expert judgement, jika dimungkinkan sebaiknya digunakan angka national

Sumber: IPCC 2006

Page 62: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 8

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.6 Nilai default MCF untuk Limbah Cair

Tipe Pengolahan dan Sistem Aliran

Penjelasan MCF1 Interval

Tan

pa

Pe

rla

kua

n

Laut, Sungai, Danau

Sungai dengan kandungan bahan organik berkonsentrasi tinggi dapat bersifat anaerobik

0,1 0 - 0,2

Tempat Pembuangan

Pembuangan Terbuka dan Tertutup 0,5 0,4-0,8

Saluran Pembuangan (Terbuka atau Tetutup)

Alirannya cepat, bersih (terdapat CH4 dalam jumlah yang sedikit)

0 0

Pe

rlaku

an

Pabrik Pengolahan Secara Aerobik dan Terpusat

Sistem harus baik. Sejumlah CH4 dihasilkan dari kolam penampungan

0 0 - 0,1

Sistem yang tidak baik. Penampungan yang berlebihan 0,3 0,2-0,4

Pengolahan Lumpur Secara Anaerobik

Rekoveri CH4tidak dipertimbangkan 0,8 0,8-1,0

Reaktor Anaerobik Rekoveri CH4tidak dipertimbangkan 0,8 0,8-1,0

Danau di Pinggir Laut (lagoon) yang Dangkal

Kedalaman kurang dari 2 meter, menggunakan pertimbangan para ahli

0,2 0-0,3

Danau di Pinggir Laut (lagoon) yang Dalam

Kedalaman lebih dari 2 meter 0,8 0,8-1,0

Sistem Pembusukan

Terdapat setengah BOD dalam tangki penampungan

0,5 0,5

Kakus

Musim kering, air tanah lebih rendah dari kakus, keluarga kecil (3-5 orang)

0,1 0,05-0,15

Musim Kering, air tanah lebih rendah dari kakus, komunitas (beberapa orang)

0,5 0,4-0,6

Musim basah, air tanah lebih tinggi dari kakus

0,7 0,7-1,0

Pengendapan secara teratur dapat digunakan untuk pupuk

0,1 0,1

1Berdasarkan pertimbangan dari para ahli

Sumber: IPCC 2006

Page 63: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 9

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.7 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Cair

A B C D E F

Kelompok pendapatan

Jenis perlakuan atau jalur pelepasan

Tingkat pemanfaatan

Faktor emisi Material organik yang dapat diurai dalam limbah cair

Emisi methana Emisi methana Fraksi populasi dalam group income i dalam

tahun inventori

(U i) (T i j) (EF j) (TOW) (CH4) (CH4)

(fraction) (fraction) (kg CH4/kg BOD)

(kg BOD/yr) (kg CH4/yr) (Gg CH4/yr)

E = Ax B x C x D

Perkotaan dengan penghasilan

tinggi

Septic tank 0,12 0,88 0,30 43.192.508,6 1.368.338,6 1,37

Jamban 0,12 0,03 0,06 43.192.508,6 9.329,6 0,0093

Lainnya 0,12 0,05 0,06 43.192.508,6 15.549,3 0,0155

Selokan 0,12 0,04 0,06 43.192.508,6 12.439,4 0,0124

Laut, sungai, danau

0,12 0,00 0,00 43.192.508,6 0,00 0,00

Total 1.405.656,9 1,4072

Dari worksheet perhitungan emisi diatas, maka diperoleh emisi CH4 untuk limbah cair kota Surabaya sebesar 1,4072 Gg CH4.Untuk

mengubahnya CO2 maka nilai emisi CH4 harus dikalikan faktor konversinya yaitu 25. Sehingga besarnya nilai emisi limbah cair adalah

sebesar 1,4072 x 25 = 35,18 Gg CO2. Dari hasil perhitungan emisi GRK di TPA dan limbah cair total emisi GRK dari sektor limbah sebesar

725,0072 Gg ton CO2/thn.

Page 64: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 10

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

4.2 Sektor IPPU (Industrial processes and production use = Proses Industri dan

Penggunaan Produksi)

Industri di Surabaya terdiri dari beberapa jenis, berdasarkan data yang ada dan

telah disesuaikan dengan kriteria IPCC, didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.8 Data Hasil Produksi Industri di Surabaya

Nama perusahaan Nama produk Kapasitas

PT.Kedawung Glassware 3.000 ton

PT.Sinar Angkasa Rungkut Glass Bulb (Bola lampu) 917 ton

Glass Tube (tabung lampu) 625 ton

Total 1.542 ton

PT. Platinum Ceramics Industry

Keramik 13.817.000 m3 =55.300.000 ton

Sumber: Data Kuesioner

Untuk sektor IPPU ini, menggunakan Tier 1 dalam perhitungan emisi CO2

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dimana:

A = Total produksi

B = Faktor emisi untuk produksi kaca

C = Rata-rata rasio cullet tahunan

Dengan data pada tabel 4.5 maka perhitungan emisi CO2 untuk PT. Kedawung pada

sektor IPPU ini adalah sebagai berikut:

= 0,3 Gg CO2/tahun

Berikut adalah tabel hasil perhitungan emisi CO2 untuk sektor IPPU:

Tabel 4.9 Perhitungan Emisi CO2 Untuk Sektor IPPU

A B C D E

Total produksi kaca/keramik

Faktor emisi dari produksi kaca

Rata – rata rasio cullet tahunan

Emisi CO2 Emisi CO2

(ton) (ton CO2/ ton glass) (fraksi) (ton CO2) (Gg CO2)

D = A * B * (1 - C) E = D/103

25.714 0,2 0,5 300 0,3

1.542 0,2 0,5 154.20 0,15

55.300.000 0,2 0,5 5.530.000 5.530

Total 2.725,6 5.530,18

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Selain dari bahan baku industri di atas, emisi gas rumah kaca khususnya

SF6dihasilkan oleh kegiatan distribusi listrik, dimana gas SF6 digunakan untuk

meredam loncatan bunga api listrik sekaligus mengisolasikan antara bagian-bagian

Page 65: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 11

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

yang bertegangan. Terkait dengan factor emisi Penggunaan SF6, ada dua acuan

wilayah yaitu Eropa dan Jepang. Untuk perhitungan emisi GRK di Kota Surabaya

menggunakan wilayah Jepang. Berikut tabel 4.10 faktor emisi Penggunaan SF6:

Tabel 4.10 Faktor Emisi Penggunaan SF6

Region/Phase Fraction for Sealed

Pressure Fraction for

Closed Pressure

Fraction for Gas Insulated

Transformers

Europe 0,07 0,085 N/A

Japan 0,29 0,29 0,29

Sumber: IPCC 2006

= 1,080 ton/tahun x 0,29

= 0,3132 ton SF6/tahun

= 7140,96 ton CO2/tahun

= 7,14 Gg CO2/tahun

Berdasarkan data yang diperoleh dan parameter yang sesuai dengan IPCC 2006

serta telah dilakukan perhitungan, maka emisi GRK untuk sektor IPPU mempunyai

total sebesar 5.537,32 Gg CO2/tahun.

4.3 Sektor Energi

Pada sektor energi ini perhitungan emisinya dibagi menjadi dua sub sektor, yaitu

emisi dari pembakaran bahan bakar sumber tidak bergerak dan emisi dari

pembakaran bahan bakar sumber yang bergerak. Perhitungan emisi akan dihitung

berdasarkan banyaknya bahan bakar minyak yang digunakan pada masing – masing

sub sektor. Berikut tabel pembagian sekor energi pada sumber bergerak dan sumber

tidak bergerak :

Tabel 4.11 Sumber Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar

Kode Kategori Kegiatan Keterangan

1 A 1 Industri Produsen Energi

Pembangkit listrik (*) Tidak Bergerak

Kilang Minyak Tidak Bergerak

Produksi Bahan Bakar Padat dan Industri Energi Lainnya

Tidak Bergerak

1 A 2 Industri Manufaktur

Besi dan baja Tidak Bergerak

Logam bukan besi Tidak Bergerak

Bahan - bahan kimia Tidak Bergerak

Pulp, kertas dan bahan barang cetakan

Tidak Bergerak

Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau

Tidak Bergerak

Mineral Non Logam Tidak Bergerak

Peralatan Transportasi Tidak Bergerak

Page 66: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 12

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Lanjutan Tabel 4.11 Sumber Emisi Dari Pembakaran Bahan Bakar

Kode Kategori Kegiatan Keterangan

Permesinan Tidak Bergerak

Pertambangan non-bahan bakar dan bahan galian

Tidak Bergerak

Kayu dan Produksi Kayu Tidak Bergerak

Konstruksi Tidak Bergerak

Industri Tekstil dan Kulit Tidak Bergerak

Industri lainnya Tidak Bergerak

1 A 3 Transportasi Penerbangan Sipil Bergerak

Transportasi Darat Bergerak

Kereta Api (Railways) Bergerak

Angkutan Air Bergerak

Transportasi lainnya Bergerak

1 A 4 Sektor lainnya Komersial dan perkantoran Tidak Bergerak

Perumahan Tidak Bergerak

Pertanian/Kehutanan/Nelayan/ Perikanan

Tidak Bergerak

1 A 5 Lain - lain Emisi dari Peralatan Stationer, Peralatan Bergerak (Mobile)

Bergerak /Tidak Bergerak

Sumber: IPCC 2006

4.4.4 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Tidak Bergerak

Untuk sub sektor pembakaran bahan bakar pada sumber tidak bergerak,

diperoleh dari data konsumsi bahan bakar industri dari penggunaan batu bara,

gas alam, solar, dan sebagainaya. Selain dari kegiatan industri juga berasal dari

kegiatan non industri pada penggunaan bahan bakar gas alam, minyak tanah,

LPG, dan sebagainya. Untuk memudahkan perhitungan maka pada subsekor

sumber tidak bergerak maka perhitungan dibedakan berdasarkan jenis bahan

bakar batu bara, gas alam, bahan bakar minyak, dan LPG.

Pada sektor energi ini, digunakan pendekatan Tier 1 yang merupakan

metodologi perhitungan emisi GRK yang paling sederhana. Metodologi

perhitungan emisi GRK ini berdasarkan data aktifitas dan faktor emisi. Estimasi

emisi GRK Tier 1 menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut:

Dimana:

Data Aktifitas: data mengenai banyaknya aktifitas manusia yang terkait dengan

banyaknya emisi GRK.Aktifitas energi dapat berupa volume BBM atau berat

batubara yang dikonsumsi, banyaknya minyak yang diproduksi di lapangan

migas (terkait dengan fugitive emission)

Faktor Emisi: suatu koefisien yang menunjukkan banyaknya emisi per unit

aktifitas. Unit aktifitas dapat berupa volume yang diproduksi atau volume yang

Page 67: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 13

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

di konsumsi. Untuk pendekatan Tier 1 ini digunakan faktor emisi default (IPCC

2006 GL).

Besarnya nilai emisi GRK hasil pembakaran bahan bakar tergantung dari banyak

dan jenis bahan bakar yang dibakar. Jika di kaitkan dengan persamaan umum

dalam perhitungan emisi hasil pembakaran bahan bakar, maka banyaknya bahan

bakar yang digunakan dipresentasikan sebagai data aktifitas, sedangkan jenis

bahan bakarnya dipresentasikan sebagai faktor emisi.

Di bawah ini merupakan persamaan umum yang digunakan dalam perhitungan

estimasi emisi GRK dari pembakaran bahan bakar, yaitu persamaan 2.11 :

(

⁄ ) (

⁄ )

Dikarenakan faktor emisi menurut default IPCC dinyatakan dalam satuan emisi

per unit energi yang dikonsumsi (kg GRK/TJ), sedangkan konsumsi energi yang

tersedia pada umumnya dalam satuan fisik seperti ton batu bara, kilo liter minyak

diesel, dll. Maka sebelum digunakan pada persamaan 4.8, data konsumsi energi

harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ (Terra Joule) dengan

menggunakan persamaan dibawah ini:

tentang berbagai jenis bahan bakar yang digunakan di Indonesia berikut nilai kalor

dari masing – masing bahan bakar.

Tabel 4.12 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia

Bahan bakar Nilai kalor Penggunaan

Premium * 33x10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor

Solar (HSD, ADO) 36x10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor, pembangkit listrik

Minyak Diesel (IDO) 38x10-6 TJ/liter Boiler industri, pembangkit listrik

MFO 40x10-6 TJ/liter

4,04x10-2 TJ/ton Pembangkit listrik

Gas Bumi 1,055x10-6 TJ/SCF 38,5x10-6 TJ/Nm3

Industri, rumah tangga, restoran

LPG 47,3x10-6 TJ/kg Rumah tangga, restoran

Batubara 18,9x10-3 TJ/ton Pembangkit listrik, industri

Catatan:

*) termasuk pertamax, pertamax plus

HSD : High Speed Diesel

ADO : Automotive Diesel Oil

IDO : Industrial Diesel Oil

Page 68: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 14

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Berikut adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada sektor energi sub

sektor pembakaran bahan bakar pada sumber tidak bergerak:

Batu Bara

Diketahui :

Total konsumsi energi : 61.331,57 ton

Nilai kalor : 18,9 x 10-3 TJ/ton

Faktor emisi CO2: 96,1 x 10-3Gg/TJ

Sebelum dihitung nilai emisi GRK, harus disamakan dulu satuan dari konsumsi

energinya, yaitu dari ton menjadi TJ (Terra Joule) dengan menggunakan

persamaan Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:

Setelah diperoleh konsumsi energi dalam satuan TJ, maka perhitungan emisi

GRK dengan menggunakan persamaan adalah sebagai berikut:

(

⁄ ) (

⁄ )

(

⁄ ) (

⁄ )

(

⁄ )

1. Bahan bakar batu bara

Tabel 4.13 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Batu Bara

No Jenis Jumlah

Konsumsi (ton)

Nilai Kalor

Emisi CO2

Emisi CH4

Emisi N2O

Batu bara 61.331,57 1.159,17 111,40 0,01 0,002

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 111,40 0,29 0,52

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 112,20 Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Page 69: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 15

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

2. Bahan bakar gas alam

Tabel 4.14 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Gas Alam

No Jenis Jumlah

Konsumsi (m3)

Nilai Kalor

Emisi CO2

Emisi CH4

Emisi N2O

1 Rumah Tangga 1.793.317 69,04 3,87 0,0003 0,00001

2 Pelanggan Kecil 438.660,98 16,89 0,95 0,0001 0,000002

3 Industri Jasa

Komersial 13.413.921,96 516,44 28,97 0,0026 0,00005

4 Industri Manufaktur 125.479.247 4.830,95 271,02 0,0242 0,00048

Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 304,81 0,0272 0,0005

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 304,81 0,6792 0,1619

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 305.65 Sumber : Analisa Perhitungan 2016

3. Bahan bakar minyak tanah

Tabel 4.15 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar

No Bahan Bakar Konsumsi

Energi Nilai kalor

Konsumsi energi

Emisi CO2

Emisi CH4 Emisi N2O

1 Premium 7.413,5 0,033 244,65 16,95 0,00073 0,00015

2 Solar 3.646,15 0,036 131,26 9,73 0,00039 0,00008

3 Biosolar 1.717 0,036 61,81 4,58 0,00019 0,00004

4 Pertamax,Bulk 301.254,6 0,033 9.941,40 688,94 0,02982 0,00596

5 Pertamax plus 31.138,4 0,033 1.027,57 71,21 0,00308 0,00062

6 Pertamina dex 14.937,9 0,033 492,95 34,16 0,00148 0,00030

7 Minyak Tanah 9.706,9 0,0000462 0,448 0,03 0,0000045 0,0000003

Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 825,60 0,03570 0,00714

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 825,60 0,89259 2,12774

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 828,62

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

4. Bahan bakar LPG

Tabel 4.16 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar LPG

No. Produk Konsumsi

(MT) Nilai Kalor

Emisi CO2

Emisi CH4

Emisi N2O

1 LPG 123.757 5.853,71 328,39 0,0292 0,000585

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 328,39 0,73 0,17433

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 329,29

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Emisi Gas rumah kaca dari sektor energi, subsektor pembakaran bahan bakar pada

sumber tidak bergerak di Kota Surabaya sebesar 1575,76 Gg CO2/tahun. Emisi

terbesar pada penggunaan bahan bakar minyak di industri sebesar 828,62 Gg

CO2/tahun.

Page 70: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 16

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

4.3.2 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Bergerak

Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak adalah emisi

GRK pada kegiatan transportasi. Kegiatan transportasi tersebut meliputi

transportasi melalui darat (jalan raya, kereta api), transportasi melalui air (sungai

dan laut) dan transportasi melalui udara (pesawat terbang). Hasil emisi GRK dari

pembakaran bahan bakar pada sektor transportasi ini berupa CO2, CH4 dan N2O.

Pada sub sektor ini, perhitungan emisi GRK juga menggunakan pendekatan

Tier 1 dimana metode perhitungannya berdasarkan data aktivias dan faktor emisi.

Besarnya nilai emisi GRK ini tergantung pada jumlah konsumsi bahan bakar

minyak yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dalam setiap jenis

transportasi, dalam hal ini terdapat tiga jenis yaitu transportasi darat, transportasi

laut dan transportasi udara. Disamping itu, jenis dari bahan bakar minyak juga

berpengaruh terhadap besarnya nilai emisi dikarenakan nilai dari faktor emisi yang

berbeda untuk setiap jenis bahan bakar minyak.

Berikut adalah perhitungan emisi GRK pada sektor energi sub sektor

pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak untuk:

A. Transportasi darat

Untuk transportasi darat meliputi bahan bakar kendaraaan darat yaitu bus,

mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Bahan bakar tersebut sebagian besar

disuplai oleh PT. Pertamina melalui SPBU yang tersebar di wilayah Kota

Surabaya. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada bahan

bakar transportasi darat:

Premium

Diketahui :

Total konsumsi energi : 2.905.110,67KL

Nilai kalor : 33 x 10-3 TJ/KL

Faktor emisi : 0,0693 Gg/TJ

Sebelum dihitung nilai emisi GRK, harus disamakan dulu satuan dari konsumsi

energinya, yaitu dari ton menjadi TJ (Terra Joule). Adapun perhitungannya yang

menggunakan persamaan 2.10 adalah sebagai berikut:

(

⁄ )

(

⁄ )

Page 71: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 17

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Setelah diperoleh konsumsi energi dalam satuan TJ, maka perhitungan emisi

GRK menggunakan persamaan sebagai berikut:

(

⁄ ) (

⁄ ) (

⁄ )

(

⁄ ) (

⁄ ) (

⁄ )

(

⁄ ) ⁄

Dengan menggunakan perhitungan diatas, maka diperoleh nilai emisi GRK

untuk masing- masing jenis bahan bakar, hasil perhitungan emisi tersebut

ditabelkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.17 Emisi CO2 Untuk Transportasi Darat

No. Produk Konsumsi

Energi Nilai kalor

Konsumsi energi

Emisi CO2

Emisi CH4

Emisi N2O

1 Premium 2.158.336 0,033 71.225,09 4.935,90 2,35 0,23

2 Pertalite 12.1793,95 0,033 4.019,20 278,53 0,13 0,01

3 Solar 910.137,95 0,036 32.764,97 2,427,88 0,13 0,13

4 Biosolar 254.148 0,036 9.149,33 677,97 0,04 0,04

5 Pertamax 301.254,6 0,033 9.941,40 688,94 0,25 0,08

6 Pertamax

plus 31.138,4 0,033 1.027,57 71,21 0,03 0,01

7 Pertamina

dex 14.937,9 0,033 492,95 34,16 0,01 0,004

Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 9.114,59 2,93 0,496

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 9.114,59 73,33 147,791

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 9.335,71

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Pada tabel 4.16 dapat disimpulkan penggunaan terbesar bahan bakar minyak

untuk transportasi darat adalah premium, hal ini dapat disebabkan karena harga

premium lebih murah karena disubsidi oleh pemerintah dan jenis kendaraan

sebagian besar menggunakan bensin. Adapun nilai persentase emisi CO2 yang

dihasilkan dari bahan bakar minyak untuk transportasi darat terdapat pada

gambar berikut:

Page 72: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 18

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Gambar 4.1 Nilai Persentase Emisi CO2 dari bahan bakar minyak Transportasi Darat

B. Transportasi laut

Untuk transportasi darat meliputi bahan bakar kendaraaan darat yaitu bus,

mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Bahan bakar tersebut sebagian besar

disuplai oleh PT. Pertamina melalui SPBU yang tersebar di wilayah Kota

Surabaya. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada bahan

bakar transportasi darat:

Dibawah ini adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada bahan bakar

transportasi laut:

Contoh perhitungan jenis Marine Diesel Fuel (MDF)

Diketahui :

Total konsumsi energi : 10.478KL

Nilai kalor : 40 x 10-3 TJ/KL

Faktor emisi : 0,0741 Gg/TJ

Sebelum dihitung nilai emisi GRK, harus disamakan dulu satuan dari konsumsi

energinya, yaitu dari ton menjadi TJ (Terra Joule). Adapun perhitungannya

menggunakan persamaan 2.10 adalah sebagai berikut:

(

⁄ )

(

⁄ )

Setelah diperoleh konsumsi energi dalam satuan TJ, maka perhitungan emisi

GRK menggunakan persamaan adalah sebagai berikut:

54%

3%

27%

7% 8%

1%

0%

Premium

Pertalite

Solar

Biosolar

Pertamax

Pertamax plus

Pertamina dex

Page 73: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 19

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

(

⁄ ) ( ⁄ ) (

⁄ )

(

⁄ ) ( ⁄ ) (

⁄ )

(

⁄ )

Untuk bahan bakar lain untuk transportasi laut juga dihitung emisi GRK nya

seperti perhitungan diatas, dan hasil kedua perhitungan tersebut terdapat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 4.18.Emisi CO2 untuk Transportasi Laut

No. Bahan Bakar

Konsumsi Energi

Nilai kalor

Konsumsi energi

Emisi CO2

Emisi CH4

Emisi N2O

1 MDF 10.478 0,04 419,12 31,18 0,0015 0,0008

2 MFO 95.138 0,04 3.805,52 283,13 0,0133 0,0076

3 Biosolar 5.410 0,036 194,76 14,43 0,0007 0,0004

4 Solar 55.136,45 0,036 1.984,91 147,08 0,0069 0,0040

Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 475,83 0,0224 0,0128

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 475,83 0,5604 3,8170

Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 480,20

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Berdasarkan tabel perhitungan di atas, nilai emisi gas rumah kaca pada sub sektor

pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak di Kota Surabaya sebesar 9815,91

Gg CO2/tahun. Total emisi gas rumah kaca dari penggunaan energi di Kota Surabaya

sebesar 11391,67 Gg CO2/tahun dan nilai ini merupakan nilai terbesar dibanding 3

sektor lainnya. Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan masyarakat Kota Surabaya

terhadap bahan bakar minyak masih tinggi dibanding jenis energi lain.

4.4 Sektor AFOLU

4.4.1 Sub Sektor Peternakan

1. Fermentasi Enterik

Fermentasi enterik adalah gas metana yang dihasilkan oleh hewan

memamah biak (herbivora) sebagai hasil samping dari suatu proses dimana

karbohidrat dari hasil pencernaan dipecah menjadi molekul sederhana oleh

mikroorganisme untuk diserap ke dalam aliran darah dan berikut rumus dari

fermentasi enterik dalam menghasilkan gas metana adalah sebagai berikut :

Emissions = EF(T) * N(T) *10-6

Dimana :

Emissions : Emisi metana dari fermentasi enterik, Gg CH4/year

EF(T) : Faktor emisi populasi jenis ternak tertentu, kgCH4/head/year

N(T) : Jumlah populasi jenis/ kategori ternak tertentu, Animal Unit

T : Jenis/ kategori ternak

Page 74: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 20

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Tabel 4.19 Potensi Gas Metana di RPH Kota Surabaya

a b c d e (c/d) f g (e x f x 10-6)

No. Hewan Ternak

Total Kotoran Hewan Potong

(kg/tahun)

Kotoran Basah Hewan

(kg/tahun/ ekor)

Jumlah Hewan yang

dipotong (ekor)

Faktor Emisi

(kg/ekor/tahun)

Potensi Gas Metana

(Gg/CH4/yr-1)

1. Sapi 570.880 10.440 55 47 0,0026

2. Kambing 15.920 720 22 5 0,0001

3. Babi 607.393 2.520 241 1 0,0002

Total 0,0029 Catatan : Menurut Wahyuni (2011) bahwa berat rata-rata kotoran basah sapi pedaging 29 kg/hari ekor,

kambing 2 kg/hari/ekor dan babi 7 kg/hari/ekor

2. Pengelolaan Ternak

Sebaliknya dengan data populasi ternak yang dari Dinas Pertanian Kota

Surabaya yang menggunakan rumus pengelolaan kotoran ternak. Hal ini

disebabkan karena di wilayah-wilayah tertentu di Kota Surabaya masih

ditemukan beberapa pemeliharaan hewan ternak sehingga potensi gas metana

ini dapat dihitung dari pengelolaan kotoran hewan ternak yang dihasilkan.

Berikut adalah hasil perhitungan potensi gas metana sesuai data dari Dinas

Pertanian Kota Surabaya pada tabel 4.20 :

Tabel 4.20. Potensi Gas Metana di Kota Surabaya dari Kotoran Ternak

a b c d e (c x d x 10-6)

No. Hewan Ternak Jumlah Hewan Ternak (ekor)

Faktor Emisi (kg/ekor/tahun)

Potensi Gas Metana (Gg/CH4/yr-1)

1. Sapi Potong 539 1 0,00054

2. Sapi Perah 542 31 0,168

3. Kerbau 27 2 0,00005

4. Kambing 1765 0,22 0,00039

5. Domba 204 0,20 0,00004

Total 0,16902

Sumber : Analisa Perhitungan 2016

Berdasarkan perhitungan emisi gas rumah kaca point 1 dan point 2 dari subsektor

perternakan sebesar 0,17192 GgCO2/tahun. Nilai ini paling kecil dibandingkan sector lain

karena jumlah ternak di Kota Surabaya terbatas.

4.4.2 Sektor Pertanian

1. Emisi Karbondioksida (CO2) dari Budidaya Tanaman Padi

Perhitungan emisi CH4 dari lahan sawah dan cara pengisian data pada

worksheet IPCC (2006) sebagaimana diuraikan berikut ini,

Page 75: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 21

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

a. Data Aktivitas:

Luas panen padi sawah dalam setahun (A) : 1.760 ha

Lama budidaya padi dalam 1 tahun (t) : 200 hari

EF padi sawah dengan irigasi terus-menerus dan tanpa

pengembalianbahanorganik (EFc) = 1,,61 kg/ha/hari

Faktor skala lahan sawah irigasi intermitten = 0,46 (SFw)

Faktor skala rejim air sebelum periode budidaya (SFp ) tidak

digunakankarena tergenang sebelum penanaman < 30 hari

Jumlah pupuk kandang yang digunakan (ROA)= 2 ton/ha

Faktor skala untuk jenis tanah oksisols (SFs) = 0,29

Faktor skala varietas padi Ciherang (SFr)= 0,57

b. Tahapan Perhitungan :

Menghitung faktor skala untuk pupuk kandang = (1+ 2 ton/ha.0,14)0,59

= 1,16

Menghitung faktor emisi harian

EFi = (EFc x SFw x SFo x SFs x SFr)

= 1,61 kg CH4/ha/hari x 0,46 x 1,16 x 0,29 x 0,57

= 0,14 kg CH4/ha/hari

Menghitung emisi metan dari lahan sawah

CH4 Rice = (EF x t x Ax 10-6)

= 0,14 kg CH4/ha/hari x 200 hari x 1.760 ha x 10-6

= 0,05 Gg CH4/tahun

= 1,25 Gg CO2/tahun

2. Emisi Karbondioksida (CO2) dari Penggunaan Pupuk Urea

Penggunaan pupuk urea pada budidaya pertanian menyebabkan lepasnya

CO2yang diikat selama proses pembuatan pupuk. Urea (CO(NH2)2) diubah

menjadiamonium (NH4+), ion hidroksil (OH-), dan bikarbonat (HCO3

-) dengan

adanya airdan enzim urease. Mirip dengan reaksi tanah pada penambahan

kapur, bikarbonatyang terbentuk selanjutnya berkembang menjadi CO2 dan air.

Kategori sumber ini perlu dimasukkan karena pengambilan (fiksasi) CO2 dari

atmosfer selama pembuatan urea diperhitungkan dalam sektor industri. Emisi

CO2dari penggunaan pupuk Urea dihitung dengan persamaan berikut.

CO2-Emission = (MUrea x EFUrea)

= 901,4 ton/tahun x 0,2 = 180,28 ton CO2/tahun

= 0,18028 Gg CO2/tahun

Page 76: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 22

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Berdasarkan perhitungan emisi gas rumah kaca point 1 dan point 2 dari subsektor

pertanian sebesar 1,43028 Gg CO2/tahun. Total emisi GRK dari sektor AFOLU sebesar

5,65578 Gg CO2/tahun dan merupakan sekor dengan nilai emisi GRK terkecil

dibandingkan dengan ketiga sektor yang lain.

4.5. Nilai Total Emisi Gas Rumah Kaca di Kota Surabaya

Setelah dilakukan perhitungan emisi GRK terhadap keempat sumber penghasil

emisi, maka hasil perhitungannya dapat dilihat pada table 4.21, dimana penghasil emisi

GRK terbesar di kota Surabaya adalah sektor energi yaitu pada transportasi darat. Hal ini

disebabkan karena pengguna kendaraan pada transportasi darat jumlahnya sangat besar

sehingga membutuhkan bahan bakar minyak yang jumlahnya besar pula.

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Emisi GRK pada Keempat Sektor

No Sektor Emisi CO2

(Gg)

1

Pengelolaan sampah

a. Limbah padat 723,6

b. Limbah cair 1,4072

Total 725,0072

2 IPPU 5.537,32

Total 5.537,32

3 Energi

a. Pembakaran bahan bakar sumber

tidak bergerak

1.575,76

b. Pembakaran bahan bakar sumber

bergerak 9.815,91

Total 11.391,67

4 AFOLU

a. Peternakan 0,17192

b. Pertanian 1,43028

Total 5,65578

Total keseluruhan 17.659,65298

Apabila ke empat sektor tersebut dibuat urutan dari terbesar dan terendah maka sector

energi menempati urutan pertama dengan nilai 64,38%, diikuti oleh sektor IPPU dan

limbah . Nilai terkecil pada sektor AFOLU mengingat lahan pertanian dan jumlah ternak di

Kota Surabaya banyak yang beralih fungsi ke sector perdagangan dan jasa komersial

.Adapun nilai persentase emisi gas rumah kaca tiap sektor sebagaimana terdapat pada

gambar 4.2 berikut ini:

Page 77: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 23

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Gambar 4.2 Nilai Persentase Emisi CO2 di Kota Surabaya pada Tahun 2015

4.11%

31.36%

64.51%

0.03%

Pengelolaan Limbah

IPPU

Energi

AFOLU

Page 78: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 1

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah melakukan kegiatan inventarisasi Gas Rumah Kaca, maka dapat

diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan emisi GRK di kota Surabaya meliputi empat sektor, yaitu: sektor

pengelolaan sampah, sektor IPPU (industri), sektor energi dan sektor AFOLU.

2. Total emisi GRK dari keempat sektor di kota Surabaya adalah sebesar

17.699,71378 Gg CO2.

3. Urutan penghasil emisi GRK dari yang terbesar hingga yang terkecil dari keempat

sektor adalah: sektor energi = 17.699,71378 Gg CO2 (64,38 %), sektor IPPU

5.535,32 ton CO2 (31,3 %) pengelolaan sampah 758,49 Gg CO2 (4,29%), sektor

AFOLU 5,65578 ton CO2 (0,03 %)

4. Penghasil emisi GRK terbesar di Surabaya adalah transportasi darat yang

termasuk pada sektor energi. Nilai emisi GRK pada transportasi darat ini sebesar

52,76 % dari total emisi GRK yang dihasilkan di Surabaya.

6.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat diberikan setelah dilaksanakan kegiatan

inventarisasi GRK sebagai berikut:

1. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka penurunan nilai emisi GRK antara lain:

a. Sektor pengelolaan sampah:

Diversifikasi fungsi TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Selain sebagai

tempat pembuangan sampah Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan

penangkapan gas methan dengan kapasitas 1,65 MW perjam sejak bulan

November 2016. Penangkapan gas metahan ini memanfaatkan gas methan

dari sampah lama dan sampah baru diutamakan sampah organic. Untuk

sampak anorganik pada akhir 2018 direncanakan ada proses gasifikasi di

TPA Benowo dengan kapasitas 8 MW perjam .

Pengelolaan sampah terpadu 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Upaya

pengelolaan sampah 3R ini melibatkan pemerintah, masyarakat, dan

swasta. Pemerintah Kota Surabaya dapat menambah pembangunan

superdepo yang sama dengan superdepo Sutorejo. Masyarakat dan pihak

swasta di Kota Surabaya lebih meningkatkan kegiatan 3R (Reduce, Reuse,

Recycle) dengan memperbanyak jumlah bank sampah.

Page 79: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 2

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Pengembangan sarana/instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan

lebih mengutamakan sistem anaerobic dan memanfaatkan gas methan yang

dihasilkan untuk energi.

b. Sektor (Industrial Process And Product Uses) IPPU

Penggunaan bahan baku yang rendah emisi CO2 dan modifikasi proses

industri yang rendah emisi CO2.

Mendorong penerapan produksi bersih.

Meningkatkan pengawasan terhadap industri atau kegiatan usaha penghasil

emisi.

c. Sektor energi

Mendorong penggunaan energi alternative yaitu energi baru, dan terbarukan

misalnya biofuel dari minyak jelantah, energi surya, energi angin,

pemanfaatan gas methan (biogas, landfill gas, dsb)

Mendorong penggunaan mesin dengan standar efisiensi BBM lebih tinggi

Memperbaiki kualitas penerapan tranportasi umum dan jalan

Mendorong efisiensi energy/konservasi energi peralatan listrik

Peralihan penggunaan kendaraan pribadi menjadi penggunaan transportasi

umum.

Khusus untuk transportasi sebagai penghasil emisi GRK yang terbesar ada

beberapa saran yaitu:

Mendorong penggunaan transportasi non motor

Menekan tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong

penggunaan angkutan umum melalui Transportation Demand

Management (TDM).

Mewujudkan system angkutan umum monorel

Peningkatan efisiensi operasional penggunaan angkutan barang.

Menerapkan Intelegent Transport System (ITB)

Mengoptimalkan kebijakan pengendalian dampak lalu

lintas/ANDALALIN.

Pemerintah Kota Surabaya mewajibkan pengujian uji emisi berkala pada

kendaraan.

d. Sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU)

Introduksi varietas padi rendah emisi

Efisiensi penggunaan air untuk irigasi

Penggunaan pupuk organik.

Penelitian dan pengembangan teknologi pertanian.

Page 80: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 3

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya

Penggunaan teknologi untuk melindungi tanaman pangan dari gangguan

organisme pengganggu tanaman dan dampak perubahan iklim terhadap

lahan sawah.

Pengembangan dan pembinaan biogas dari limbah ternak bersama

masyarakat.

2. Melakukan upaya penyerapan emisi gas rumah kaca khususnya CO2 dengan

memperbanyak jumlah pohon di Kota Surabaya .

3. Badan Lingkungan Hidup meningkatkan kegiatan aksi perubahan iklim kepada

masyarakat, sekolah, dan swasta khususnya mengenai gas rumah kaca.

Page 81: Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota SurabayaBadan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya Laporan Akhir I nventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kegiatan Pengendalian Dampak

Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 4

Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”

Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya