badan lingkungan hidup pemerintahan kota surabayabadan lingkungan hidup pemerintahan kota surabaya...
TRANSCRIPT
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim i
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Laporan Akhir
Inventarisasi
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim (1 08 16 0014)
TAHUN ANGGARAN 2016
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
BADAN LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim ii
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Surabaya dapat
terselesaikan.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
inventarisasi data sumber emisi dari sektor limbah, IPPU, energi, dan AFOLU skala Kota
Surabaya. Hasil dari inventarisasi gas rumah kaca memberikan hasil perhitungan emisi
gas rumah kaca di Kota Surabaya tahun 2015 sebesar 17.693,13 Gg CO2. Hasil emisi
gas rumah kaca ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam mengambil kebijakan
rencana aksi daerah dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dalam kegiatan Pengendalian Dampak
Perubahan Iklim ini berisikan pendahuluan, inventarisasi gas rumah kaca, gambaran
umum, analisa dan pembahasan, penyerapan emisi gas rumah kaca oleh Ruang
Terbuka Hijau,serta kesimpulan dan saran.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada berbagai pihak yang
telah membantu kelancaran pelaksanaan hingga penyusunan laporan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca terutama kepada narasumber Bapak Dr. Ir. Rachmat Boedisantoso, MT
dan pihak instansi terkait atas bantuan data data sekunder. Kritik dan saran kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini dan semoga laporan ini bermanfaat
Surabaya, Desember 2016
Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kota Surabaya
Ir. Musdiq Ali Suhudi, MT
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim iii
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi ........................................................................................................... Ii
Daftar Gambar .................................................................................................. Iv
Daftar Tabel ...................................................................................................... v
Daftar Singkatan .............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ……....................................................................... 1 - 1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Tujuan dan Sasaran ..…….........................................................
1.3 Dasar Hukum ……………………………………………..…….......
1.4 Ruang Lingkup …………...…………………………………………
1.4.1 Lingkup Kegiatan ………………………………………..
1.4.2 Lingkup Penyusunan ……………………………………
1.4.3 Referensi Data …………………………………………...
1.5 Metodologi …..……………………………………………..………..
1.6 Sistematika Pelaporan …..…..…………………….………………
1 - 1
1 - 2
1 - 2
1 - 3
1 - 3
1 - 5
1 - 6
1 - 6
1 - 7
BAB II INVENTARISASI GAS RUMAH KACA .......................................... 2 -1
2.1 Dasar Pelaksanaan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca .............................................................................
2.2 Persiapan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca ...
2.3 Metodologi Ruang Lingkup dan Pendekatan Inventarisasi
Emisi GRK .................................................................................
2.3.1 Sektor Limbah ……..........................................................
2.3.2 Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses) .......
2.3.3 Sektor Energi …………....................................................
2.3.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land
Uses) …………………………………………………………
2 - 1
2 - 1
2 - 4
2 - 5
2 - 9
2 - 12
2 - 16
BAB III GAMBARAN UMUM ...................................... 3 - 1
3.1 Gambaran Umum Kota Surabaya …..........................................
3.2 Sektor-sektor emisi gas rumah kaca ..........................................
3.2.1 Sektor Limbah ……………………………………….…...…
3.2.2 Sektor IPPU ……..…………………………………………..
3.2.3 Sektor Limbah ……………..………………………………..
3.2.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land
Uses) …………………………………………………………
3 - 1
3 - 1
3 - 2
3 - 6
3 - 6
3 - 8
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim iv
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4 - 1
4.1 Sektor Limbah …………........……………..…..............................
4.1.1 Sektor Limbah Padat ……………………………..………..
4.1.2 Sektor Air Limbah ……………..…………..…….………….
4.2 Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses = Proses
Industri dan Penggunaan Produksi) ..........................................
4.3 Sektor Energi ............................................................................
4.3.1 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Tidak
Bergerak …………………..…………………………………
4.3.2 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Bergerak …….
4.4 Sektor AFOLU …........................................................................
4.4.1 Sub Sektor Peternakan ……………………………….……
4.4.2 Sektor Pertanian ……………………………………...…….
4.5 Nilai Total Emisi Gas Rumah Kaca di Kota Surabaya …............
4 - 1
4 - 1
4 - 5
4 - 10
4 - 11
4 - 12
4 - 15
4 - 19
4 - 19
4 - 20
4 – 21
BAB V PENYERAPAN EMISI GRK OLEH RTH 5 - 1
5.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau .............................................
5.2 Ruang Terbuka Hijau di Surabaya …………………………….
5.3 Penyerapan Emisi GRK oleh Ruang Terbuka Hijau di
Surabaya ………………………………………………………..
5 - 1
5 - 1
5 - 1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN …....................................................... 6 - 1
6.1 Kesimpulan...............................................................................
6.2 Saran …….………..…………………………………………......
6 - 1
6 - 1
Daftar Pustaka ….………………………………………………………...…………
viii
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim v
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hasil Emisi CO2 Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013 ..….. 2 - 2
Gambar 2.2 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan
Limbah …………………………………………………………... 2 - 5
Gambar 2.3 Sumber Emisi Gas Rumah Kaca Dari Sektor IPPU
(Industrial Process and Product Uses) ..…………………….. 2 - 10
Gambar 2.4 Ilustrasi Cakupan Inventarisasi GRK dari Kegiatan Sektor
Energi …………………………………………………………… 2 - 12
Gambar 2.5 Ilustrasi Pengelompokan Inventarisasi GRK Sektor Energi . 2 - 13
Gambar 2.6 Pendekatan Sektoral (Bottom Up) ……………..……………. 2 - 14
Gambar 4.1 Nilai Persentase Emisi CO2 dari Bahan Bakar Minyak
Transportasi Darat ...............……………………………………… 4 - 17
Gambar 4.2 Nilai Persentase Emisi CO2 di Kota Surabaya pada Tahun
2015 …………………………………………………………….. 4 - 22
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim vi
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kebutuhan Data Terkait Inventarisasi Emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) Tahun 2016 ……………………………………... 1 - 4
Tabel 2.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca …………………………………………………………….. 2 - 3
Tabel 2.2 Faktor Emisi Default dan Rasio Cullet per Jenis Kaca ……. 2 - 11
Tabel 2.3 Kategori Sumber Emisi dari Kegiatan Energi ………………. 2 - 13
Tabel 2.4 Faktor Emisi Pembakaran Stationer di Industri Energi …..... 2 - 15
Tabel 2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia ………..………………… 2 - 16
Tabel 2.6 Faktor Emisi Metana dari Fermentasi Enterik …………..….. 2 - 18
Tabel 2.7 Struktur Populasi Sapi Pedaging, Sapi Perah dan Kerbau
(%) di Indonesia ……………………………………………….. 2 - 18
Tabel 2.8 Faktor Emisi Metana dari Pengelolaan Kotoran Ternak …… 2 - 19
Tabel 2.9 Faktor Emisi untuk menghitung emisi N2O dari
Pengelolaan Kotoran Ternak di Indonesia (IPCC 2006) ….. 2 - 21
Tabel 2.10 Faktor Skala Berdasarkan Rejim Air ………………………… 2 - 23
Tabel 2.11 Dosis Anjuran Pupuk Urea Beberapa Komoditas Pertanian 2 - 24
Tabel 3.1 Sampah yang Masuk ke TPA Benowo …..………................ 3 - 3
Tabel 3.2 Komposisi Sampah di TPA Benowo Surabaya ………..…… 3 - 3
Tabel 3.3 Jenis dan Jumlah Sarana Jamban Penduduk ……………… 3 - 4
Tabel 3.4 Penggunaan Listrik di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 6
Tabel 3.5 Data Konsumsi BBM tahun 2015 di Kota Surabaya 3 - 7
Tabel 3.6 Data Konsumsi LPG tahun 2015 di Kota Surabaya 3 - 7
Tabel 3.7 Data Konsumsi Gas Alam di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 8
Tabel 3.8 Konsumsi Batubara di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 8
Tabel 3.9 Data Luas Lahan Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015 3 - 8
Tabel 3.10 Luas Lahan dan Jenis Tanaman Pertanian di Kota
Surabaya Tahun 2015 3 - 9
Tabel 3.11 Konsumsi Pupuk di Kota Surabaya tahun 2015 3 - 10
Tabel 4.1 Perhitungan DOC (Degradable Organic Carbon) ………….. 4 - 2 Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Recovery CH4 di TPA Benowo ………….. 4 - 3
Tabel 4.3 Worksheet Perhitungan Emisi Methane IPCC 2006 .……… 4 - 4
Tabel 4.4 Perhitungan TOW (Total Organically degradable material
in Wastewater) …………………………………………………. 4 - 6
Tabel 4.5 Data Default (IPCC 2006 GL) Fraksi Penggunaan Tipe
Pengolahan Limbah Cair Perkotaan untuk Berbagai
Kategori Masyarakat ..………………………………………… 4 - 7
Tabel 4.6 Nilai default MCF untuk Limbah Cair ………………..………. 4 - 8
Tabel 4.7 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Cair …… 4 - 9
Tabel 4.8 Data Hasil Produksi Industri di Surabaya…………………. 4 - 10
Tabel 4.9 Perhitungan Emisi CO2 Untuk Sektor IPPU ………………... 4 - 10 Tabel 4.10 Faktor Emisi Penggunaan SF6 ……………………………….. 4 - 11 Tabel 4.11 Sumber Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar .……………. 4 - 11 Tabel 4.12 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia ………………………….. 4 - 13
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim vii
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.13 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Batu Bara …….. 4 - 14 Tabel 4.14 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Gas Alam …….. 4 - 14 Tabel 4.15 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar ……………....… 4 - 15 Tabel 4.16 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar LPG …………… 4 - 15 Tabel 4.17 Emisi CO2 Untuk Transportasi Darat ….................................… 4 - 17 Tabel 4.18 Emisi CO2 untuk Transportasi Laut ……………………………… 4 - 18 Tabel 4.19 Potensi Gas Metana di RPH Kota Surabaya ...…………….. 4 - 19 Tabel 4.20 Potensi Gas Metana di Kota Surabaya dari Kotoran Ternak 4 - 20 Tabel
Tabel 4.21 5.1
Hasil Perhitungan Emisi GRK pada Keempat Sektor .......... Luas RTH di Surabaya 2011-2015……………………………
4 – 21 5 - 1
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim viii
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
DAFTAR SINGKATAN
ADO = Automotive Diesel Oil
AFOLU = Agriculture, Foresty, and Other Land Use
AU = Animal Unit
BOD = Biological Oxygen Demand
DA = Data Aktifitas
DOC = Degradable Organic Carbon
EFB = Empty Fruit Bunch
FE = Faktor Emisi
GRK = Gas Rumah Kaca
HSD = High Speed Diesel
IDO = Industrial Diesel Oil
IPAL = Instalasi Pengolahan Air Limbah
IPCC = InterGovermental Panel On Climate Change
IPLT = Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
IPPU = Industrial Process And Product Uses
ISIC = International Standard Industry Clasification
MDF = Marine Diesel Fuel
MFO = Marine Fuel Oil
MSW = Municipal Solid Waste
NE = Not Estimated
NMVOC = Non-Methane Volatile Organic Compounds
PERPRES = Peraturan Presiden
RAN-GRK = Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
RPH = Rumah Potong Hewan
SD = Sumber Daya
SIER = Surabaya Industrial Estate Rungkut
SWDS = Solid Waste Disposal Site
SUDP = Surabaya Urban Development Project
TJ = Terra Joule
TDM = Transportation Demand Management
TPA = Tempat Pembuangan Akhir
UPL = Unit Pengolahan Limbah
3R = Reduce, Reuse, Recycle
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim ix
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
IPCC (2006). 2006 IPCC Guideline for National Greehouse Gas Inventories: Volume 1,
Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Egglestone
H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T., and Tanabe K. (eds). Published: IGES,
Japan.
IPCC 2008. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories - A Primer,
Prepared by the National Greehouse Gas Inventories Programme, Eggleston
H.S., Miwa K., Srivastava N. and Tanabe K. (eds). IGES, Japan.
1-1 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gas rumah kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap
radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas
manusia, khususnya sejak era pra-industri emisi gas rumah kaca ke atmosfer
mengalami peningkatan yang sangat tinggi sehingga meningkatkan konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer. Hal ini menyebabkan timbulnya masalah pemanasan global
dan perubahan iklim. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan komitmen
Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dengan upaya
sendiri pada KTT G-20 September 2009 di Pittsburgh Amerika Serikat. Komitmen
tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 61 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang memuat
rencana kegiatan dan kebijakan pendukungnya. Kemudian menyusul dikeluarkannya
Perpres No. 71 Tahun 2011 tentang Inventarisasi GRK. Inventarisasi GRK dilakukan
dengan pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi serta perhitungan
emisi dan serapan GRK. Sehingga diperoleh data mengenai tingkat, status, dan
kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan
penyerapannya termasuk simpanan karbon.
Merujuk peraturan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berpartisipasi aktif
melalui analisis emisi/serapan GRK secara rutin tiap tahunnya sejak tahun 2010.
Persentase emisi GRK di Jawa Timur pada tahun 2010 di sektor energi 85,27%, sektor
IPPU 8,84%, sektor AFOLU 4,07%, dan sektor limbah 1,83%. Persentase emisi GRK di
Jawa Timur pada tahun 2011 di sektor energi 95,21%, sektor IPPU 1,36%, sektor
AFOLU 3,17%, dan sektor limbah 0,26%. Persentase emisi GRK di Jawa Timur pada
tahun 2012 di sektor energi adalah 99,78%, sektor IPPU 0,14%, sektor AFOLU 0,06%
dan sektor limbah 0,02%. Nilai emisi terbesar berasal dari sektor energi, dari kegiatan
industri produksi energi di Jawa Timur yaitu PT. Paiton Energy Unit, PT. Jawa Power,
dan PT. PJB . Kegiatan pembangkit tersebut tidak hanya melayani Jawa Timur,
sehingga diperkirakan emisi tersebut tidak hanya berasal dari konsumsi energi di Jawa
Timur.
Partisipasi aktif ini juga mulai diikuti oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Termasuk Kota Surabaya, telah melakukan inventarisasi emisi gas rumah kaca pada
tahun 2013 yaitu di sektor energi 95,8%, sektor IPPU 0,016%, sektor AFOLU 0,31%,
dan sektor limbah 3,78%. Penghasil emisi GRK terbesar di Surabaya adalah
transportasi darat yang termasuk ke dalam sektor energi sebesar 80,8% dari total emisi
1-2 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
GRK yang dihasilkan Kota Surabaya. Emisi terkecil GRK dari sektor limbah yaitu
pengelolaan limbah padat (sampah) selain dari kegiatan di TPA juga meliputi kegiatan
3R (reduce, reuse, recycle), penerapan bank sampah dan komposting yang kini telah
banyak berkembang di beberapa wilayah Surabaya. Tahun 2010 dan 2012 tidak
dihitung emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.
Tahun 2013 perhitungan emisi gas rumah kaca yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kota Surabaya juga meliputi sektor AFOLU. Pada sektor tersebut
data dasar adalah data tutupan lahan tahun 2009 dan data akhir adalah data tutupan
lahan tahun 2011. Lahan pertanian/tutupan vegetasi menjadi sumber emisi GRK karena
adanya penggunaan pupuk dan aktivitas pertanian lainnya. Namun, dengan
berkembang pesatnya permukiman di Kota Surabaya, maka penggunaan lahan untuk
aktivitas pertanian semakin menipis, sehingga analisis serapan emisi GRK di Kota
Surabaya menggunakan data total luas lahan yang dihijaukan. Inventarisasi emisi GRK
yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya belum dilakukan secara series, terakhir
dilaksanakan tahun 2013 dan akan dilakukan kembali pada tahun 2016 ini.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Kegiatan ini mempunyai tujuan dan sasaran sebagai berikut:
1. Tujuan kegiatan ini adalah:
Melaksanakan inventarisasi data sumber emisi dari sektor limbah, IPPU,
energi, dan AFOLU skala kota.
Melakukan perhitungan/estimasi emisi dan serapan GRK.
Melaporkan tingkat dan status emisi GRK.
Memantau tingkat dan status emisi GRK.
Memberikan rekomendasi langkah-langkah pengurangan emisi gas rumah
kaca.
2. Sasaran yang hendak dicapai dalam kegiatan ini sebagaimana berikut:
Inventarisasi emisi gas rumah kaca dapat dijadikan sebagai bahan pembanding
untuk inventarisasi di tahun-tahun mendatang.
Sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan kebijakan yang terkait dengan
strategi dan rencana aksi penurunan emisi di Kota Surabaya.
1.3. Dasar Hukum
Beberapa studi terdahulu atau data dari berbagai sumber dapat digunakan
sebagai dasar hukum untuk penyusunan inventarisasi emisi gas rumah kaca ini, baik
yang berasal dari Pemerintah Pusat, Provinsi atau Kabupaten/Kota serta sumber
1-3 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
lainnya. Adapun peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan acuan dalam
penyusunan kajian ini antara lain adalah :
1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi
Perubahan Iklim, yang mewajibkan Indonesia untuk melakukan pelaporan
tingkat emisi GRK nasional dan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim pada
dokumen komunikasi nasional (national communication; pasal 12 Konvensi);
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa Pemerintah, Pemerintah Propinsi,
Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi emisi GRK (pasal 63);
3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika, Pasal 65 ayat (3) huruf a, bahwa untuk perumusan kebijakan
perubahan iklim dilakukan inventarisasi emisi GRK;
4) Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK);
5) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Lingkup Kegiatan
Inventarisasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2016 dilakukan analisis dan
evaluasi data tahun 2015 meliputi 4 (empat) sektor yaitu limbah, IPPU, energi, dan
AFOLU. Analisis emisi gas rumah kaca pada ke empat sektor, yang dilakukan pada
tahun 2016 menggunakan TIER 1. TIER 1 merupakan metode perhitungan emisi dan
serapan menggunakan persamaan dasar (basic equation) dan faktor emisi default atau
IPCC default values (yaitu faktor emisi yang disediakan dalam IPCC Guideline) dan
data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber data global. Adapun 4
(empat) sektor terkait, meliput:
1. Sektor Limbah
Pada sektor ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sampah dan air limbah, yaitu:
a. Sampah dianalisis terkait dengan pelayanan dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Surabaya yang diangkut dan masuk ke TPA Benowo
meliputi komposisi, karakteristik, dan kadar air, serta volume lumpur tinja.
b. Air limbah dianalisis berdasarkan sistem pengolahan meliputi limbah
domestik (individu dan komunal) dan limbah industri (aerobik dan
anaerobik).
2. Sektor Industrial Process And Product Uses (IPPU)
1-4 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Analisis sektor ini perlu diperhatikan nilai faktor emisi yang ada pada
Guideline IPCC 2006 untuk disesuaikan dengan industri di Kota Surabaya.
Serta diperlukan data bahan baku dan kapasitas industri. Untuk menentukan
industri apa saja di Surabaya yang masuk pada metode IPCC 2006 maka
perlu mengacu pada ISIC (International Standard Industry Clasification).
3. Sektor Energi
Sektor ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber tidak bergerak dan sumber
bergerak, yaitu:
a. Sumber tidak bergerak, dianalisis terkait jenis dan jumlah bahan bakar
yang dikonsumsi yang dapat diperoleh dari dari PT. Pertamina untuk
konsumsi solar, PT. PGN untuk konsumsi gas, atau di masing-masing
industri.
b. Sumber bergerak , dianalisis berdasarkan bahan bakar dari PT. Pertamina
serta solar yang dikonsumsi kereta api yang diisikan di Kota Surabaya
dari PT. Pertamina.
4. Sektor Agriculture, Foresty, and Other Land Use (AFOLU)
Pada sektor ini dilakukan analisis data untuk bidang peternakan yaitu dari
Rumah Potong Hewan (RPH) meliputi kg bobot hewan dan kotoran dan
bidang pertanian meliputi masing-masing jenis tanaman dan luas lahan
pertanian yang masih produktif di Kota Surabaya.
Dari penjelasan diatas terkait dengan 4 (empat) sektor yang akan dianalisis
dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca, maka kebutuhan dan sumber data yang
diperlukan secara detail sebagaimana dimuat dalam tabel 1 berikut.
1-5 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 1. Kebutuhan Data Terkait Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Tahun 2016
No. Sektor Kebutuhan Data Instansi/Sumber Data Output
1. Limbah
Volume sampah Kota Surabaya
Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan
Emisi GRK yang dihasilkan
dari pengelolaan limbah
padat
Total timbulan Kota Surabaya
Klasifikasi komponen sampah
Kota Surabaya
IPAL domestik Kota Surabaya Badan Lingkungan Hidup
Emisi GRK yang dihasilkan
dari pengelolaan air limbah
IPLC Kota Surabaya
Volume sludge / lumpur tinja
Kota Surabaya (IPLT)
Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan
Rumah dan rusunawa yang
memiliki septic tank
Dinas Kesehatan, Dinas
Pengelolaan Bangunan
Dan Tanah
2. IPPU Jenis dan bahan baku industri Dinas Perdagangan Dan
Perindustrian, Industri
yang bersangkutan
Emisi GRK yang dihasilkan
dari proses produksi dan
penggunaan produk Proses dan kapasitas produksi
3.
Energi (sumber tidak
bergerak)
Total konsumsi LPG Kota
Surabaya
PT. Pertamina Region Unit
V
Emisi GRK yang dihasilkan
dari pengadaan dan
penggunaan energi dari
sumber tidak bergerak
Total konsumsi bahan bakar
industri Kota Surabaya
PT. Pertamina Region Unit
V
Konsumsi gas alam Kota
Surabaya PT. PGN
Bahan bakar / energi yang
digunakan
PT. Pertamina Region Unit
V
Energi (sumber
bergerak)
Konsumsi bahan bakar
transportasi darat, meliputi roda
dua, roda empat, dan kereta api
PT. Pertamina Region Unit
V
Emisi GRK yang dihasilkan
dari pengadaan dan
penggunaan energi dari
sumber bergerak
1-6 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
No. Sektor Kebutuhan Data Instansi/Sumber Data Output
4.
AFOLU (pertanian)
Luas lahan pertanian /
perkebunan yang masih produktif
Kota Surabaya Dinas Pertanian
Emisi GRK yang dihasilkan
dari peternakan, pertanian,
kehutanan, dan penggunaan
lahan lainnya Total konsumsi pupuk kandang
Luas area taman / lahan hijau
Kota Surabaya Dinas Kebersihan Dan
Pertamanan
Serapan GRK yang
dihasilkan dari pertanian,
kehutanan, dan penggunaan
lahan lainnya
Jenis pupuk yang digunakan
Total konsumsi pupuk
AFOLU (peternakan)
Kg bobot hewan PD. Rumah Potong Hewan
(RPH)
Emisi GRK yang dihasilkan
dari peternakan, pertanian,
kehutanan, dan penggunaan
lahan lainnya Kotoran hewan
1-7 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
1.4.2 Lingkup Penyusunan
Lingkup penyusunan untuk pekerjaan ini adalah meliputi:
1. Identifikasi jenis GRK, sumber utama dan pengkategorian sumber emisi dan
serapan GRK, dan sistem boundary inventarisasi GRK.
2. Pemilihan metodologi kuantifikasi, pemilihan dan pengumpulan data aktivitas
yang merupakan sumber emisi dan serapan GRK, serta pemilihan atau
pengembangan faktor emisi dan serapan GRK.
3. Kuantifikasi dan perhitungan tingkat emisi dan tingkat serapan GRK, baik secara
agregat maupun dikelompokkan menurut aktivitas.
1.4.3 Referensi Data
Beberapa studi terdahulu atau data dari berbagai macam sumber dapat
digunakan sebagai referensi untuk penyusunan studi ini, baik yang berasal dari
Pemerintah Pusat, Provinsi atau Kabupaten/Kota serta sumber lainnya. Adapun
beberapa kajian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pembanding kajian
tahun ini, diantaranya Kajian Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca BAPPEKO Tahun
2014, Kajian Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jawa Timur Tahun 2013,
dan sebagainya.
1.5 Metodologi
Metodologi yang dilakukan dalam proses penyelenggaraan inventarisasi GRK
untuk penyusunan Inventarisasi GRK di Surabaya tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Dalam tahapan ini, diadakan sebuah pertemuan awal dengan tenaga
ahli/narasumber dan beberapa instansi terkait untuk persiapan kegiatan
inventarisasi GRK dan mendiskusikan metodologi dan persiapan peningkatan
kapasitas inventarisasi emisi GRK.
2. Tahap Pengumpulan Data
Menyusun formulir isian sesuai IPCC 2006 untuk diberikan ke beberapa instansi
yang memiliki sumber data terkait. Pengumpulan data melalui form isian yang
akan dikirim ke beberapa instansi terkait sesuai kebutuhan data.
3. Tahap Identifikasi Metode dan Ketersediaan Data
Dilakukan pengecekan kembali data yang sudah/belum tersedia sesuai dengan
metode yang digunakan dalam penyusunan laporan. Sehingga dapat diketahui
adanya gap analysis. Pada tahap ini dibutuhkan koordinasi antara pihak
penyedia data dan tim penyusun inventarisasi GRK.
4. Tahap Verifikasi Data
1-8 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tahap ini melakukan pengecekan ulang terhadap hasil inventarisasi GRK dan
melaksanakan proses review. Kemudian data yang sudah tersedia dan sesuai
dengan format langsung di input ke dalam basis data.
5. Tahap Perhitungan dan Penyusunan Laporan
Data yang telah dianalisis akan mulai disusun dalam format laporan akhir
Inventarisasi Emisi GRK.
1.6 Sistematika Pelaporan
Penyusunan laporan inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) dilaksanakan
sebagai laporan pertanggungjawaban kegiatan. Pada laporan tersebut memuat analisis
data terkait estimasi emisi dan serapan GRK serta tingkat dan estimasi GRK. Contoh
susunan pelaporan dapat dilihat sebagaimana berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Sasaran Inventarisasi Gas Rumah Kaca
1.2.1 Tujuan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
1.2.2 Sasaran Inventarisasi Gas Rumah Kaca
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Sistematika Pelaporan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global
2.2 Aktivitas Manusia dan Sumber Emisi Gas Rumah Kaca
2.2.1 Pengelolaan Limbah
2.2.2 Proses Industri dan Penggunaan Produk (IPPU)
2.2.3 Pengadaan dan Penggunaan Energi
2.2.4 AFOLU
BAB III GAMBARAN UMUM
3.1 Gambaran Umum Kota Surabaya
3.2 Sektor-sektor Sumber Emisi Gas Rumah Kaca
3.2.1 Sektor Limbah
3.2.2 Sektor IPPU
3.2.3 Sektor Energi
3.2.4 Sektor AFOLU
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Sektor Limbah
4.2 Sektor IPPU
4.3 Sektor Energi
4.3.1 Pembakaran Bahan Bakar Pada Sumber Tidak Bergerak
1-9 Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)” Tahun 2016
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
4.3.2 Pembakaran Bahan Bakar Pada Sumber Bergerak
4.4 Sektor AFOLU
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
5.2 Rekomendasi
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2- 1
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
BAB 2
INVENTARISASI GAS RUMAH KACA
Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya telah melakukan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca pada tahun 2013. Beberapa persiapan dilakukan dalam rangka penyusunan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca yaitu penunjukkan tim dan tenaga ahli dari institusi untuk
membantu keberlanjutan. Kegiatan inventarisasi gas rumah kaca akan direncanakan
secara kontinyu dilakukan sebagai komitmen Pemerintah Kota Surabaya dalam
berpartisipasi dalam kegiatan invetarisasi GRK di setiap tahunnya.
2.1 Dasar Pelaksanaan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Peraturan presiden yang telah dikeluarkan sebagai dasar pelaksanaan langkah
aksi penurunan emisi dan inventarisasi gas rumah kaca adalah Peraturan Presiden
Nomor 61 tahun 2011 dan Nomor 71 tahun 2011. Dalam rangka memenuhi amanat
Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2011, maka disusun Pedoman
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Pedoman ini disusun
untuk memberikan informasi mengenai proses penyelenggaraan dan metodologi
pelaksanaan inventarisasi emisi Gas Rumah Kaca, yang dilaksanakan di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk mendukung penyusunan inventarisasi
gas rumah kaca tingkat nasional, Pemerintah Kota Surabaya melalui Badan
Lingkungan Hidup menyelenggarakan inventarisasi gas rumah kaca di Kota
Surabaya. Adapun hasilnya nanti akan dilaporkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa
Timur dan dilanjutkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
2.2 Persiapan Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Persiapan penyelenggaraan Inventarisasi gas rumah kaca di Kota Surabaya
sudah dimulai sejak Januari 2016. Hasil laporan inventarisasi gas rumah kaca tahun
2013 dievaluasi sebagai tahapan awal untuk mengindentifikasi tahapan beserta
kendala yang dihadapinya, adapun hasil dari kajian Inventarisasi Gas Rumah Kaca
sebagaimana berikut :
1. Total emisi GRK dari keempat sektor di kota Surabaya adalah sebesar
17.089.187,86 ton CO2.
2. Urutan penghasil emisi GRK dari yang terbesar hingga yang terkecil dari keempat
sektor adalah : sektor energi = 16.370.727,39 ton CO2 (95,8 %), sektor
pengelolaan sampah = 662.187,37 ton CO2 (3,87%), sektor AFOLU 53.547,5 ton
CO2 (0,31 %) dan sektor IPPU 2.725,6 ton CO2 (0.016 %). Berikut grafik emisi
GRK dari masing – masing sektor pada Gambar 2.1.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2- 2
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Gambar 2.1 Hasil Emisi CO2 Inventarisasi Gas Rumah Kaca 2013
3. Penghasil emisi GRK terbesar di Surabaya adalah transportasi darat yang
termasuk pada sektor energi. Nilai emisi GRK pada transportasi darat ini sebesar
80,8 % dari total emisi GRK yang dihasilkan di Surabaya.
Selain hasil emisi gas rumah kaca di atas juga ada beberapa kendala yang
dihadapi dalam penyusunan laporan inventarisasi gas rumah kaca di Kota
Surabaya tahun 2013 adalah keterbatasan ketersediaan data pada keempat sektor
misalnya tidak ada data kadar air sampah di TPA Benowo, keterbatasan data
penggunaan energi batu bara, dan sebagainya.
Jadwal pelaksanaan pekerjaan inventarisasi gas rumah kaca sebagaimana
Tabel 2.1 :
487537.37
174650
2725.6
1898317.54
13815752.8
655565.9
1091.15
1547.5
52000
0 2500000 5000000 7500000 10000000 12500000 15000000
limbah padat
limbah cair
IPPU
BBM industri
Transportasi darat
Transportasi laut
Transportasi udara
Peternakan
Pertanian
Nilai Emisi CO2 (Ton)
Sum
be
r E
mis
i
Sektor AFOLU Sektor Energi Sektor IPPU Sektor pengelolaan limbah
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2- 3
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 2.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
No. Kegiatan Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Tahap Persiapan
2 Tahap Pembentukan Tim Penyusun
Inventarisasi GRK
3 Tahap Pengumpulan Data
4 Tahap Identifikasi Metode dan
Ketersediaan Data
5 Tahap Verifikasi Data
6 Tahap Penyusunan Laporan
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
7 Revisi Laporan Akhir
8 Percetakan Laporan Akhir
9 Evaluasi Hasil Kajian Inventarisasi
Emisi Gas Rumah Kaca
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 4
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
2.3 Metodologi, Ruang Lingkup dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK
Inventarisasi emisi gas rumah kaca pada tahun 2016 dilakukan analisis dan
evaluasi data tahun 2015 meliputi 4 (empat) sektor yaitu limbah, IPPU, energi, dan
AFOLU. Analisis emisi gas rumah kaca pada ke empat sektor, yang dilakukan pada
tahun 2016 menggunakan TIER 1. Tier 1 merupakan metode perhitungan emisi dan
serapan menggunakan persamaan dasar (basic equation) dan faktor emisi default
atau IPCC default values (yaitu faktor emisi yang disediakan dalam IPCC Guideline)
dan data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber data global.
Adapun 4 (empat) sektor terkait, meliputi :
1. Sektor Limbah, pada sektor ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sampah dan limbah
cair, yaitu :
a. Sampah dianalisis terkait dengan pelayanan dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Surabaya yang diangkut dan masuk ke TPA Benowo meliputi
komposisi, karakteristik, kadar air, dan gasifikasi.
b. Limbah cair dianalisis berdasarkan sistem pengolahan meliputi limbah domestik
(individu dan komunal) dan limbah industri (aerobik dan anaerobik).
2. Sektor Industrial Process And Product Uses (IPPU)
Analisis sektor ini perlu diperhatikan nilai faktor emisi yang ada pada
Guideline IPCC 2006 untuk disesuaikan dengan industri di Kota Surabaya. Serta
diperlukan data bahan baku dan kapasitas industri. Untuk menentukan industri
apa saja di Surabaya yang masuk pada metode IPCC 2006 maka perlu mengacu
pada ISIC (International Standard Industry Clasification).
3. Sektor energi terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber tidak bergerak dan sumber
bergerak, yaitu :
a. Sumber tidak bergerak, dianalisis terkait jenis dan jumlah bahan bakar yang
dikonsumsi yang dapat diperoleh dari dari PT. Pertamina untuk konsumsi solar,
PT. PGN untuk konsumsi gas, atau di masing-masing industri.
b. Sumber bergerak , dianalisis berdasarkan bahan bakar dari PT. Pertamina
serta solar yang dikonsumsi kereta api yang diisikan di Kota Surabaya dari PT.
Pertamina.
4. Sektor Agriculture, Foresty, and Other Land Use (AFOLU)
Pada sektor ini dilakukan analisis data untuk bidang peternakan yaitu dari Rumah
Potong Hewan (RPH) meliputi kg bobot hewan dan kotoran dan bidang pertanian
meliputi masing-masing jenis tanaman dan luas lahan pertanian yang masih
produktif di Kota Surabaya.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 5
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
2.3.1 Sektor Limbah
Pada bab ini disampaikan sumber-sumber utama emisi GRK yang tercakup di
dalam inventarisasi emisi GRK dari kegiatan pengelolaan limbah sesuai dengan
kategori yang terdapat pada IPCC Guideline 2006. Pada Gambar 2.2 berikut ini
disampaikan skema sederhana kategori sumber-sumber utama emisi GRK dari
pengelolaan limbah.
Catatan: Penomoran ”4” pada gambar sesuai dengan penomoran pada IPCC 2006 GLs
Gambar 2.2 Kategori Sumber Utama Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah
1. Limbah Padat Domestik dan Industri
a. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Limbah Padat
Pembuangan limbah padat di tempat pembuangan akhir (TPA) atau landfill
limbahpadat, yang di dalam IPCC 2006 Guideline disebut sebagai solid waste
disposal site (SWDS) mencakup TPA/landfill untuk limbah padat domestik
(sampah kota), limbah padat industri, limbah sludge/lumpur industri, dan lain-
lain. TPA dibedakan menjadi: (1) Managed SWDS (TPA yang dikelola/control
landfill/sanitary landfill); (2) Un-managed SWDS (TPA yang tidak dikelola atau
open dumping); dan (3) Uncategorized SWDS (TPA yang tidak dapat
dikategorikan sebagai managed maupun un-managed SWDS karena termasuk
pada kualifikasi diantara keduanya). Limbah padat yang umumnya dibuang di
SWDS adalah sebagai berikut
Sampah padat domestik (sampah kota) atau municipal solid waste (MSW);
Limbah padat industri (bahan berbahaya dan beracun/B3) maupun non-B3),
yaitu misalnya bottom ash pembangkit listrik, limbah lumpur/sludge instalasi
pengolahan limbah (IPAL), limbah padat industri agro (cangkang
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 6
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
sawit/Empty Fruit Bunch/EFB), dan lain-lain yang umumnya dibuang pada
control landfill (managed SWDS);
Limbah padat lainnya (other waste), yaitu clinical waste (limbah padat rumah
sakit, laboratorium uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, dan
construction and demolition (limbah konstruksi dan bongkaran bangunan),
dan lain-lain;
Agricultural waste (tidak dikelompokkan dalam sampah ini, dibahas dalam
AFOLU).
b. Pengolahan Limbah Padat secara Biologi
Pengolahan limbah padat secara biologi mencakup pengomposan dan
proses biologi lainnya. Limbah padat yang umumnya diolah dengan cara
pengomposan adalah :
Komponen organik sampah padat perkotaan atau Municipal Solid Waste
(MSW);dan
Limbah padat industri agro (cangkang sawit/EFB)
c. Insinerasi Limbah Padat dan Pembakaran Terbuka
Pengolahan limbah padat secara termal dapat dilakukan melalui proses
insinerasi dan open burning (pembakaran terbuka). Proses insinerasi adalah
pembakaran limbah dalam sebuah insinerator yang terkendali dalam hal
temperatur, proses pembakaran maupun emisi. Berbeda halnya dengan open
burning yang dilakukan secara terbuka yang menghasilkan emisi relatif tinggi
dibandingkan insinerasi. Pada kedua proses ini umumnya limbah padat
terproses dengan sisa sedikit residu.
2. Pengolahan dan Pembuangan Limbah Cair
Limbah cair yang dimaksud pada pedoman ini mencakup limbah domestik dan
limbah industri yang diolah setempat (uncollected) atau dialirkan menuju pusat
pengolahan limbah cair (collected) atau dibuang tanpa pengolahan melalui
saluran pembuangan dan menuju ke sungai. Nampak bahwa collected untreated
waste water juga merupakan sumber emisi GRK, yaitu pada sungai, danau, dan
laut. Pada collected treated waste water, sumber emisi GRK berasal dari
pengolahan anaerobik reaktor dan lagoon.
Pada pengolahan aerobik tidak dihasilkan emisi GRK namun menghasilkan
lumpur/sludge yang perlu diolah melalui an-aerobic digestion, land disposal
maupun insinerasi. Limbah cair yang tidak dikumpulkan namun diolah setempat,
seperti laterin dan septik tank untuk limbah cair domestik dan IPAL limbah cair
industri, juga merupakan sumber emisi GRK yang tercakup dalam inventarisasi.
IPAL limbah cair industri yang merupakan sumber potensial emisi GRK mencakup
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 7
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
industri pemurnian alkohol, pengolahan beer dan malt, pengolahan kopi,
pengolahan produk-produk dari susu, pengolahan ikan, pengolahan daging dan
pemotongan hewan, bahan kimia organik, kilang BBM, plastik dan resin, sabun
dan deterjen, produksi starch (tapioka), rafinasi gula, minyak nabati/minyak sayur,
jus buahbuahan dan sayuran, anggur dan vinegar, dan lain-lain.
Emisi gas rumah kaca dari kegiatan penanganan limbah mencakup gas metana
(CH4), nitro oksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2) apabila terjadi pada kondisi
anaerobik.
Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, CO2 yang diemisikan dari pengolahan
limbah secara biologi dikategorikan sebagai biogenic origin yang tidak termasuk
dalam lingkup inventarisasi GRK dari kegiatan pengolahan limbah.
CH4 terutama berasal dari proses penguraian limbah padat, limbah cair
perkotaan, dan limbah cair industri pada saat ditimbun di TPA maupun
dikomposkan. Disamping CH4, proses ini juga mengemisikan CO2 dan N2O. CH4
juga diemisikan dari collected untreated wastewater limbah cair kota yang
mencakup air limbah yang terkumpul dan tidak diolah (dibuang ke laut, sungai,
danau, stagnant sewer/saluran air kotor yang mampat), treated wastewater limbah
cair kota (anaerobic, digester, septictank), dan fasilitas pengolahan air limbah
industri. N2O berasal dari
Proses pengomposan dan pembakaran sampah padat kota dan proses biologi
limbah cair kota. CO2 terutama dari pembakaran limbah padat. Pada pembakaran
limbah padat, umumnya digunakan tambahan bahan bakar fosil sebagai sumber
energi. Pembakaran bahan bakar fosil selain menghasilkan GRK berupa CO2 dan
N2O juga menghasilkan gas-gas precursors (GRK non-CO2) seperti CO, CH4,
non-methane, volatile organic compounds (NMVOC). Senyawa-senyawa ini akan
teroksidasi menjadi CO2 dan gas-gas N2O, Nox, NH3, dan SO2. Komponen GRK
non-CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (gas-gas precursor) lebih
kecil dibandingkan emisi CO2 sehingga gas-gas precursor tidak diperhitungkan
dalam inventarisasi apabila penghitungan tingkat emisi GRK menggunakan
metoda Tier-1. Merujuk IPCC guideline, Tier-1 tidak mencakup gas - gas
precursor dalam penghitungan emisi GRK.
3. Metodologi dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK Sektor Limbah
Perhitungan tingkat emisi GRK dari pengelolaan membutuhkan data aktivitas
dan faktor emisi. Yang dimaksud data aktivitas adalah besaran kuantitatif
kegiatan manusia (anthropogenic) yang melepaskan emisi GRK. Dalam hal
pengelolaan limbah, besaran kuantitatif adalah yang terkait dengan waste
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 8
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
generation (laju pembentukan limbah), jumlah (massa limbah yang ditangani
setiap jenis pengolahan limbah), komposisi/karakteristik limbah, dan sistem
pengolahan limbah.
A. Metode Perhitungan GRK Sektor Limbah Padat
Dalam perhitungan emisi GRK di bidang limbah padat ini, digunakan
persamaan:
(
) ... (2.1)
Dimana masing – masing komponen didalam persamaan 2.2 diatas dapat dicari
dengan menggunakan persamaan – persamaan berikut:
1) = Timbulan sampah kota = berat sampah yang dihasilkan
... (2.2)
2) = Persentase sampah yang masuk ke TPA
Sebelum dilakukan perhitungan besarnya persentase sampah yang masuk
ke TPA, maka terlebih dahulu dihitung total sampah yang dibuang ke TPA
selama satu tahun dengan menggunakan persamaan berikut :
... (2.3)
Setelah diperoleh total sampah yang dibuang ke TPA selama satu tahun,
maka dapat dihitung persentase sampah yang masuk ke TPA dengan
menggunakan persamaan berikut :
.... (2.4)
3) = Faktor koreksi metana, sebesar 0,8 karena TPA di Surabaya tidak
terkelola dengan baik
4) = Degradasi organik karbon dalam sampah
DOC adalah karakteristik limbah yang menentukan besarnya gas CH4 yang
dapat terbentuk selama proses degradasi komponen organik/karbon yang
terdapat pada limbah. Pada sampah padat, besarnya DOC bergantung pada
komposisi (% berat) masing – masing komponen sampah. Untuk menghitung
nilai DOC dapat menggunakan persamaan berikut :
.... (2.5)
Dimana :
= Degradasi organik karbon dalam sampah
= Komposisi sampah
= Persentase DOC (sesuai IPCC 2006)
5) = Fraksi DOC, sebesar 0.5 berdasarkan IPCC 2006
6) = Fraction of CH4 by volume sebesar 0,5 berdasarkan IPCC
7) = Recovery CH4, bernilai 0 karena di kota Surabaya belum memiliki
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 9
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
alat pengolahan gas CH4
8) = Faktor oksidasi, bernilai 0 berdasarkan IPCC 2006
B. Metode Perhitungan GRK Sektor Limbah Cair
Sebelum menghitung emisi GRK, diperlukan nilai TOW yang dapat dicari
dengan menggunakan persamaan berikut :
.... (2.6)
Dimana :
TOW = Total Organic degradable
P = Jumlah penduduk
BOD = Biological Oxygen Demand
I = Faktor koreksi untuk BOD industri tambahan yang dibuang ke selokan
Pada limbah cair, perhitungan emisi GRK menggunakan persamaan berikut,
dimana dalam perhitungannya menggunakan worksheet yang sesuai dengan
IPCC 2006.
[ ] .... (2.7)
Dimana :
Ui = Fraksi populasi dalam group income i dalam tahun inventori
Tij = derajat pemanfaatan dari saluran atau sistem pengolahan / pembuangan j
untuk tiap fraksi group pendapatan I dalam tahun inventori
i = group pendapatan: perkotaan, pendapatan tinggi perkotaan dan pendapatan
rendah perkotaan
j = tiap saluran atau sistem pengolahan / pembuangan
EFi = Faktor emisi
TOW = total organik dalam limbah cair dalam tahun inventori
S = komponen organik diambil sebagai lumpur dalam tahun inventori
R = jumlah dari pemulihan CH4 dalam tahun inventori
2.3.2 Sektor IPPU (Industrial Process and Product Uses)
Emisi dari kegiatan Sektor Industrial Process And Product Uses (IPPU)
mencakup :
a. Emisi GRK yang terjadi selama proses/reaksi kimia di proses produksi
b. Penggunaan gas-gas kategori GRK di dalam produk
c. Penggunaan karbon bahan bakar fosil untuk kegiatan (non energi), yaitu
bukan untuk penyediaan energi namun untuk kegiatan produksi.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 10
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Gambar 2.3 Sumber Emisi Gas Rumah Kaca Dari Sektor IPPU
(Industrial Process and Product Uses)
Sumber-sumber emisi utama adalah dilepaskannya GRK dari proses-proses
industri yang secara kimiawi atau fisik melakukan transformasi suatu
bahan/material menjadi bahan lain. Proses-proses tersebut dapat menghasilkan
berbagai gas rumah kaca diantaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4),
nitrous oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC) dan perfluorokarbon (PFC). Selain
itu, gas rumah kaca juga digunakan sebagai bahan baku di dalam produk seperti
pada refrigerator, busa atau kaleng aerosol. Sebagai contoh, HFC yang
digunakan sebagai alternatif bahan pengganti bahan perusak ozon (BPO) dalam
berbagai jenis aplikasi produk.Demikian pula, sulfur heksafluorida (SF6) dan
N2Oyang digunakan dalam sejumlah produk yang digunakan dalam industri.
Misalnya,SF6 digunakan dalam beberapa peralatan listrik dan gardu-gardu induk
pembangkitan listrik, N2O digunakan sebagai propelan aerosol dalam produk
terutama di industri makanan.Aplikasi lainnya adalah penggunaan bahan-bahan
inipada akhir siklus (digunakan oleh konsumen), misalnya, SF6 digunakan di
produk sepatu lari, N2O digunakan selama anestesi, dan lain-lain.
Sumber-sumber emisi dari sektor IPPU dikelompokkan dalam delapan
kategori utama, yaitu :
a. Industri mineral
b. Industri kimia
c. Industri logam
d. Penggunaan produk bahan bakar non energi dan pelarut
e. Industri elektronik
f. Penggunaan produk pengganti zat-zat yang menipiskan lapisan ozon (ODS)
g. Pembuatan produk-produk lainnya dan penggunaannya
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 11
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Perhitungan emisi GRK pada sektor IPPU disesuaikan dengan proses
produksi masing - masing industri dan jenis bahan yang digunakan. berikut ini
salah satu contoh metode perhitungan emisi GRK pada industri kaca/gelas.
1. Deskripsi Proses
Proses produksi gelas/kaca menghasilkan CO2 dari proses pelelehan bahan
baku yang mengandung karbonat yaitu batu kapur (CaCO3), dolomite, Ca,Mg
(CO3)2 dan soda abu (Na2CO3). Disamping menggunakan bahan baku tersebut,
produksi kaca/gelas pada umumnya menambahkan kaca/gelas daur ulang
(cullet) ke dalam umpan proses. Proporsi cullet dalam umpan proses produksi
umumnya cukup tinggi yaitu hingga sekitar 40%.
2. Data dan persamaan yang digunakan
Pada metode Tier 1, data - data yang digunakan adalah :
Data total berat kaca yang diproduksi dalam unit ton
Faktor emisi dari IPCC guidelines sebesar 0,2 ton CO2/kaca
(EF = 0.167 / 0.84 = 0.2 ton CO2 / ton kaca)
Nilai rasio cullet dalam unit fraksi sebesar 0,5 untuk angka IPCC 2006 atau
menggunakan nilai Cullet Ratio (rasio bahan baku) spesifik yang berlaku di
Indonesia apabila tersedia
Adapun persamaan yang digunakan untuk perhitungan emisi CO2 dari produksi
kaca adalah sebagai beriut
... (2.8)
Dimana :
Emisi CO2 = Emisi CO2 dari produksi kaca, ton
EF = faktor emisi default produksi kaca, ton CO2 / ton kaca
Mg = Berat kaca yang diproduksi, ton
CR = Cullet Ratio, Fraksi
Tabel 2.2 Faktor Emisi Default dan Rasio Cullet per Jenis Kaca
Jenis Kaca Faktor emisi CO2
(kg CO2 / kg kaca) Rasio Cullet (%)
Float 0,21 10 - 25
Container (Flint) 0,21 30 - 60
Container (Amber/Green) 0,21 30 - 80
Fiberglass (E-glass) 0,19 0 - 15
Fiberglass (Insulation) 0,25 10 - 50
Specialty (TV-panel) 0,18 20 - 75
Specialty (TV-funnel) 0,13 20 - 70
Specialty (Tableware) 0,10 20 - 60
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 12
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 2.2 Faktor Emisi default dan rasio cullet per jenis kaca
Jenis Kaca Faktor emisi CO2
(kg CO2 / kg kaca) Rasio Cullet (%)
Specialty (Lab/Pharma) 0,03 30 - 75
Specialty (Lighting) 0,20 40 - 70
2.3.3 Sektor Energi
Energi merupakan salah satu sektor penting dalam inventarisasi emisi gas
rumah kaca (GRK). Cakupan inventarisasi sektor energi meliputi kegiatan
pengadaan/penyediaan energi dan penggunaan energi. Pengadaan/penyediaan
energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi primer (misal minyak mentah,
batubara);
b. Konversi energi primer menjadi energi sekunder yaitu energi yang siap pakai
(konversi minyak mentah menjadi BBM di kilang minyak, konversi batubara
menjadi tenaga listrik di pembangkit tenaga listrik),
c. Kegiatan penyaluran dan distribusi energi.
Adapun penggunaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (i)
Penggunaan bahan bakar di peralatan-peralatan stasioner (di industri, komersial,
dan rumah tangga), dan (ii) Peralatan-peralatan yang bergerak (transportasi).
Ilustrasi cakupan inventarisasi GRK dari kegiatan sektor energi diperlihatkan
pada Gambar 2.4. Sedangkan ilustrasi pengelompokan inventarisasi GRK sektor
energi sebagaimana disajikan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.4 Ilustrasi Cakupan Inventarisasi GRK dari Kegiatan Sektor Energi
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 13
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Gambar 2.5 Ilustrasi Pengelompokan Inventarisasi GRK Sektor Energi
1. Jenis Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Energi
Jenis GRK yang diemisikan oleh sektor energi adalah CO2, CH4 dan N2O.
Berdasarkan IPCC Guideline 2006, sumber emisi GRK dari sektor energi
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama, yaitu:
a. Emisi hasil pembakaran bahan bakar
b. Emisi fugitive pada kegiatan produksi dan penyediaan bahan bakar,
c. Emisi dari pengangkutan dan injeksi CO2 pada kegiatan penyimpanan CO2 di
formasi geologi.
Sumber emisi GRK paling utama dari sektor energi adalah pembakaran bahan
bakar. Emisi fugitive dari kegiatan produksi dan penyaluran bahan bakar secara
keseluruhan jauh lebih kecil dibandingkan emisi dari pembakaran bahan bakar.
Jenis GRK utama hasil proses pembakaran bahan bakar adalah karbon dioksida
(CO2). Jenis GRK lain yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar adalah
karbon monoksida (CO), metana (CH4), N2O dan senyawa organik volatil non
metana (Non Metane Volatil Organic Compounds). Jenis GRK utama dari emisi
fugitive adalah metana. Adapun kategori sumber emisi dari kegiatan energi dapat
ditunjukkan sebagaimana Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kategori Sumber Emisi dari Kegiatan Energi
Kode IPCC GL 2006
Kategori
1 A Kegiatan Pembakaran Bahan Bakar
1 A 1 Industri Produsen Energi
1 A 2 Industri Manufaktur dan Konstruksi
1 A 3 Transportasi
1 A 4 Konsumen Energi lainnya (komersial, rumah tangga dll)
1 A 5 Lain-lain yang tidak termasuk pada 1A1 s.d. 1A4
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 14
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 2.3 Kategori Sumber Emisi dari Kegiatan Energi
Kode IPCC GL 2006
Kategori
1 B Emisi Fugitive
1 B 1 Bahan Bakar Padat
1 B 2 Minyak Bumi dan Gas Alam
1 B 3 Emisi lainnya dari Penyediaan Energi
Catatan : Kode Kategori mengikuti Guidelines IPCC 2006
Jenis GRK yang diemisikan oleh sektor energi adalah CO2, CH4 dan N2O.
Sumber emisi GRK di Jawa Timur dari sektor energi pada perhitungan tahun
2013, berdasarkan IPCC Guideline 2006, berasal dari emisi hasil pembakaran
bahan bakar. Pembakaran bahan bakar terjadi di berbagai sektor kegiatan,
diantaranya industri, transportasi, komersial, dan rumah tangga.
2. Metodologi dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK Pengadaan dan
Penggunaan Energi
Metodologi dalam perhitungan emisi GRK Sektor Pengadaan dan
Penggunaan Energi menggunakan IPCC 2006 tier 1 (estimasi berdasarkan data
aktifitas dan faktor emisi default IPCC) dengan pendekatan sektoral.
Gambar 2.6 Pendekatan Sektoral (Bottom Up)
Pada pendekatan sektoral perhitungan emisi dikelompokkan menurut sektor
kegiatan, seperti: produksi energi (listrik, minyak dan batubara), manufacturing,
transportasi, rumah tangga dan lain-lain. Sumber emisi yang diperhitungkan
meliputi emisi dari pembakaran bahan bakar di masing-masing sektor dan emisi
fugitive (emisi fugitive dalam hal ini tidak diestimasikan/ Not Estimated-NE).
Model Dasar Penghitungan Pengadaan dan Penggunaan Energi
Estimasi emisi GRK dapat dihitung dengan menggunakan tier-1 sebagaimana
persamaan berikut :
... (2.9)
Data Aktifitas adalah data mengenai banyaknya aktifitas umat manusia yang
terkait dengan banyaknya emisi GRK. Contoh data aktivitas sektor energi:
volume BBM atau berat batubara yang dikonsumsi. Adapun Faktor Emisi (FE)
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 15
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
adalah suatu koefisien yang menunjukkan banyaknya emisi per unit aktivitas.
Unit aktivitas dapat berupa volume yang diproduksi atau volume yang
dikonsumsi. Untuk Tier-1, digunakan faktor emisi default (IPCC 2006 GL).
Faktor emisi untuk perhitungan emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada
sumber yang tidak bergerak (stationer) dapat ditunjukkan sebagaimana Tabel
2.4.
Tabel 2.4 Faktor Emisi Pembakaran Stationer di Industri Energi
No. Jenis Bahan Bakar Faktor Emisi (kg GRK/TJ)
CO2 CH4 N2O
1 Minyak mentah 73300 3 0.6
2 NGL 64200 3 0.6
3 Premium 69300 3 0.6
4 Avgas 70000 3 0.6
5 Avtur 71500 3 0.6
6 Solar/ADO/HSD/IDO 74100 3 0.6
7 MFO 77400 3 0.6
8 LPG 63100 1 0.1
9 Petroleum Coke 97500 3 0.6
10 Batubara antrasit 98300 1 1.5
11 Batubara sub-bituminous 96100 1 1.5
12 Lignite 101000 1 1.5
13 Gas bumi 56100 1 0.1
Keterangan :
NGL : Natural Gas Liquids atau kondensat
ADO : Automotive Diesel Oil (solar)
HSD : High Speed Diesel (Solar)
IDO : Industrial Diesel Oil (Minyak diesel)
MFO : Marine Fuel Oil
Persamaan umum yang digunakan untuk estimasi emisi GRK dari pembakaran
bahan bakar adalah sebagai berikut.
(
) (
) (
)... (2.10)
Faktor emisi menurut default IPCC dinyatakan dalam satuan emisi per unit
energi yang dikonsumsi (kg GRK/TJ). Di sisi lain data konsumsi energi yang
tersedia umumnya dalam satuan fisik (ton batubara, kilo liter minyak diesel dll).
Oleh karena itu sebelum digunakan pada Persamaan 2.10, data konsumsi energi
harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ (Terra Joule) dengan
persamaan 2.11.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 16
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
(
)... (2.11)
Berbagai jenis bahan bakar yang digunakan di Indonesia beserta nilai kalornya
dapat ditunjukkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia
Bahan bakar Nilai Kalor Penggunaan
Premium* 33 x 10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor
Solar (HSD, ADO) 36 x 10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor, pembangkit listrik
Minyak Diesel (IDO) 38 x 10-6 TJ/liter Boiler industri, pembangkit listrik
MFO 40 x 10-6 TJ/liter 4.04 x 10-2 TJ/ton
Pembangkit listrik
Gas bumi 1.055 x 10-6 TJ/SCF 38,5 x 10-6 TJ/Nm3
Industri, rumah tangga, restoran
LPG 47,3 x 10-6 TJ/kg Rumah tangga, restoran
Batubara 18,9 x 10-3 TJ/ton Pembangkit listrik, industri
Catatan :
*) termasuk Pertamax, Pertamax Plus
HSD : High Speed Diesel
ADO : Automotive Diesel Oil
IDO : Industrial Diesel Oil
2.3.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land Uses)
1. Jenis Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor AFOLU
Jenis dan Kategori Sumber GRK yang termasuk dalam sektor AFOLU adalah
Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan lahan lainnya
A. Peternakan
Emisi GRK dari sektor peternakan pada perhitungan tahun 2013 di Jawa
Timur dihitung dari emisi metana yang berasal dari fermentasi enterik
ternak, dan emisi metana dan dinitrooksida yang dihasilkan dari
pengelolaan kotoran ternak. Emisi CO2 dari peternakan tidak diperkirakan
karena emisi CO2 diasumsikan nol karena CO2 diserap oleh tanaman melalui
fotosintesis dikembalikan ke atmosfer sebagai CO2 melalui respirasi.
B. Pertanian
Emisi GRK dari sektor pertanian pada perhitungan tahun 2013 di
Jawa Timur dihitung dari emisi :
Metana (CH4) dari budidaya padi sawah
Karbon dioksida (CO2) karena penambahan pupuk urea,
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 17
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Dinitrogenoksida (N2O) dari tanah, termasuk emisi N
2O langsung dan
tidak langsung dari penambahan N ke tanah karena penguapan/
pengendapan dan pencucian.
C. Kehutanan
Emisi GRK dari sektor kehutanan pada perhitungan tahun 2013 di
Jawa Timur diestimasi dari perubahan biomassa atau tampungan Emisi/
karbon untuk :
Lahan yang tetap/ tersisa dalam kategori penggunaan lahan yang sama
Lahan yang berubah ke pengunaan lahan tersebut dari penggunaan lahan
lain.
2. Metodologi dan Pendekatan Inventarisasi Emisi GRK Sektor AFOLU
Emisi dan serapan GRK dari sektor Peternakan, Pertanian, Kehutanan dan
Penggunaan Lahan Lainnya. sesuai IPCC (2006), pada suatu ekosistem lahan
berasal dari perubahan stok karbon daripada pool karbon dan dari emisi non-CO2
berbagai sumber termasuk pembakaran biomassa, tanah, fermentasi enterik
ternak, dan pengelolaan kotoran ternak (manure).
Metode perhitungan yang diikuti dalam Pedoman IPCC untuk menghitung
emisi/serapan GRK adalah melalui perkalian antara informasi aktivitas
manusia dalam jangka waktu tertentu (data aktivitas, DA) dengan emisi/serapan
per unit aktivitas (faktor emisi/serapan, FE) sesuai persamaan 2.9, dimana data
aktivitas, yaitu informasi terhadap pelaksanaan suatu kegiatan yang melepaskan
atau menyerap gas rumah kaca yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia,
sedangkan faktor emisi, yaitu besaran yang menunjukkan jumlah emisi gas rumah
kaca yang akan dilepaskan atau diserap dari suatu aktivitas tertentu.
A. Peternakan
1. Fermentasi Enterik
Fermentasi enterik merupakan suatu proses dimana karbohidrat dipecah
menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme untuk diserap ke dalam
aliran darah. Metana dihasilkan oleh hewan memamah biak (herbivore)
sebagai hasil samping dari fermentasi enterik. Selain itu, emisi metana juga
dihasilkan dari sistem pengelolaan kotoran ternak disamping gas dinitro
oksida (N2O). Estimasi emisi metana dari peternakan dihitung dengan
menggunakan IPCC 2006. Metode untuk memperkirakan emisi CH4 dan N2O
dari peternakan memerlukan informasi subkategori ternak dan populasi
tahunan dan untuk tier lebih tinggi, konsumsi pakan dan karakteristik ternak.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 18
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Data aktivitas yang diperlukan untuk tier 1 adalah populasi ternak danfaktor
emisi fermentasi enteri untuk berbagai jenis ternak sebagaimana Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor Emisi Metana dari Fermentasi Enterik
No. Jenis ternak Faktor emisi metana (kg/ekor/tahun)
1 Sapi pedaging 47
2 Sapi perah 61
3 Kerbau 55
4 Domba 5
5 Kambing 5
6 Babi 1
7 Kuda 18
Sumber : IPCC, 2006
Data populasi ternak di Provinsi Jawa Timur diperoleh berdasarkan
Ternak dalam Data, Dinas Perternakan Provinsi Jawa Timur. Di Indonesia,
jenis ternak yang menghasilkan gas metana adalah sapi pedaging, sapi
perah, kerbau, domba, kambing, babi, ayam negeri (ras) dan kampung
(buras), ayam petelur dan bebek. Survey yang dilakukan oleh BPS di
tahun 2006, menghasilkan struktur populasi seperti yang dapat dilihat pada
tabel 2.5. Berdasarkan struktur populasi tersebut diperoleh nilai faktor
koreksi (k(Ternak)) untuk sapi pedaging, sapi perah dan kerbau masing-
masing 0.72, 0.75 dan 0.72.
Tabel 2.7 Struktur Populasi Sapi Pedaging, Sapi Perah dan Kerbau (%)
di Indonesia
No. Jenis Ternak Anakan Muda Dewasa
1 Sapi pedaging 18,13 28,99 52,88
2 Sapi perah 19,66 20,33 59,71
3 Kerbau 19,66 20,33 53,92
Sumber : BPS (2006)
Jumlah populasi ketiga jenis ternak tersebut dapat diasumikan sebagai
Animal Unit (AU) dengan persamaan berikut ini
... (2.12)
Dimana :
N(T) = Jumlah ternak dalam Animal Unit
N(X) = Jumlah ternak dalam ekor
k (T) = Faktor koreksi
T = Jenis/kategori ternak (sapi pedaging, sapi perah dan kerbau)
Emisi metana dari fermentasi enterik dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
.... (2.13)
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 19
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Dimana :
Emissions = Emisi metana (CH4) dari fermentasi enteric (Gg CH4 /Thn)
EF(T) = Faktor emisi populasi jenis ternak tertentu (kg CH4/Thn)
N(T) = Jumlah populasi jenis/kategori ternak tertentu, animal unit
T = Jenis/kategori ternak
2. Pengelolaan Kotoran Ternak
Kotoran ternak baik padat maupun cair memiliki potensi untuk mengemisikan
gas metana (CH4) dan nitro oksida (N2O) selama proses penyimpanan,
pengolahan dan penumpukan/pengendapan. Faktor utama yang
mempengaruhi jumlah emisi adalah jumlah kotoran yang dihasilkan dan bagian
yang didekomposisi secara anorganik.
Emisi metana (CH4)
Estimasi emisi metana dari pengelolaan kotoran ternak dapat dihitung
dengan menggunakan persamaa IPCC (2006), sebagai berikut :
∑
Dimana :
CH4 manure = Emisi metana dari pengelolaan kotoran ternak
EF(T) = Faktor emisi populasi jenis ternak tertentu (kg CH4/Thn)
N(T) = Jumlah populasi jenis/kategori ternak tertentu, animal unit
T = Jenis/kategori ternak
Faktor emisi metana dari pengelolaan kotoran ternak dapat diambil dari
default faktor emisi IPCC (2006) seperti yang disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Faktor Emisi Metana dari Pengelolaan Kotoran Ternak
No. Jenis ternak Faktor Emisi Metana (kg/ekor/thn)
1 Sapi pedaging 1,0
2 Sapi perah 31,0
3 Kerbau 2,0
4 Domba 0,20
5 Kambing 0,22
6 Babi 7,0
7 Kuda 2,19
8 Ayam buras 0,02
9 Ayam ras 0,02
10 Ayam petelur 0,02
11 Bebek 0,02
Sumber : IPCC 2006
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 20
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Emisi Nitro oksida (N2O)
Emisi gas N2O dari kotoran ternak dapat terbentuk secara langsung
(direct) dan tidak langsung (indirect) pada saat penyimpanan dan
pengolahan kotoran sebelum diaplikasikan ke lahan. Emisi langsung N2O
terjadi melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen yang terkandung di
dalam kotoran ternak, sedangkan emisi tidak langsung N2O dihasilkan dari
penguapan nitrogen yang umum terjadi dalam bentuk ammonia dan NOx,
jumlah emisi N2O ditentukan oleh jumlah kandungan nitrogen dan karbon
pada kotoran.
Perhitungan emisi langsung N2O dari pengelolaan kotoran ternak dilakukan
dengan persamaan berikut.
Dimana :
N2OD (mm) = Emisi langsung N2O dari pengelolaan kotoran ternak
(kg/N2O/thn)
N(T) = Jumlah populasi jenis/kategori ternak tertentu, jumlah
ternak
Nex(T) = Rata-rata tahunan ekskresi N per ekor jenis/kategori
ternak, kg/N ternak/thn
MS(T,S) = Fraksi dari total ekskresi nitrogen tahunan dari jenis
ternak tertentu yang dikelola pada sistem pengelolaan
kotoran ternak
EF3(s) = Faktor emisi langsung N2O dari sistem pengelolaan
kotoran tertentu S,kg N2O-N/kg N
S = Sistem pengelolaan kotoran ternak
T = Jenis/kategori ternak
44/28 = Konversi emisi (N2O)-N)(mm) ke dalam bentuk N2O(mm)
Rata - rata tahunan ekskresi N per ekor jenis/kategori ternak (Nex(T))
dilakukan dengan persamaan berikut ini
Dimana :
Nex (T) = Eksresi N tahunan untuk jenis ternak T, kg N/ekor/thn
Nrate(T) = Nilai default laju eksresi N, kg N/1000 kg berat ternak/hari
TAM = Berat ternak untuk jenis ternak T, kg/ekor
Perhitungan emisi tidak langsung N2O dari penguapan N dalam bentuk
ammonia (NH3) dan NOx(N2OG(mm)) dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
......(2.13)
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 21
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Dimana :
N2O G(mm) = Emisi tidak langsung N2O akibat dari penguapan N dari
pengelolaan kotoran ternak (kg N2O/thn)
Nvolatilization-MMS = Jumlah kotoran ternak yang hilang akibat volatilisasi NH3
dan NOx (kg N/thn)
EF = Faktor emisi N2O dari deposisi atmosfir nitrogen di tanah
dan permukaan air, kg N2O-N (kg NH3-N + NOx-N
tervolatisasi)-1; default value IPCC adalah 0.01 kg N2O-N
(kg NH3-N + NOx-N tervolatisasi)-1
Sistem pengelolaan kotoran ternak ruminansia di Indonesia terdiri dari
pengelolaan padang rumput (pasture management), penumpukan kering
(dry lot), dan sistem tebar harian (daily spread system). Sedangkan sistem
pengelolaan kotoran unggas terdiri dari sistem tadah (litter system) untuk
ayam ras dan petelur, serta tanpa penadahan (without litter system) untuk
ayam buras dan bebek. Faktor emisi untuk emisi langsung dan tidak
langsung N2O dari pengelolaan ternak sebagaimana disajikan pada Tabel
2.9.
Tabel 2.9 Faktor Emisi untuk menghitung emisi N2O dari Pengelolaan Kotoran
Ternak di Indonesia (IPCC 2006)
No. Sistem
pengelolaan kotoran ternak
Faktor emisi untuk emisi langsung N2O-N
Faktor emisi untuk emisi N2O dari penguapan N
1 Padang rumput*) - -
2 Tebar harian 0 0,01
3 Tumpuk kering 0,02 0,01
4 Unggas dengan penadahan
0,01 0,01
5 Unggas tanpa penadahan
0,01 0,01
catatan :
*) Faktor emisi dari padang rumput dihitung di bagian emisi N2O dari tanah
terkelola (N2O emission from managed soil)
B. Pertanian
Emisi GRK dari sektor pertanian diestimasi berdasarkan ketersediaan data.
Adapun emisi GRK yang dapat dihitung yaitu meliputi :
Metan (CH4) dari budidaya padi sawah
Karbon dioksida (CO2) karena penggunaan pupuk urea
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 22
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
1. Emisi metan dari pengelolaan padi sawah
Dekomposisi bahan organik secara anaerobik pada lahan sawah
mengemisikan gas metan ke atmosfer. Jumlah CH4 yang diemisikan
merupakan fungsi dari umur tanaman, rejim air sebelum dan selama periode
budidaya, dan penggunaan bahan organik dan anorganik. Selain itu, emisi CH4
juga dipengaruhi oleh jenis tanah, suhu, dan varietas padi. Emisi CH4 dihitung
dengan mengalikan faktor emisi harian dengan lama budidaya padi sawah dan
luas panen dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
CH4 Rice= Σijk (EFi,j,k x ti,j,k x Ai,jk x 10-6) .... (2.16)
dimana :
CH4Rice = Emisi metan dari budidaya padi sawah (Gg CH4/thn)
EFi,j,k = Faktor emisi untuk kondisi I, j, dan k; (kg CH4/hari)
ti,j,k = Lama budidaya padi sawah untuk kondisi I, j, dan k;
(hari)
Ai,j,k = Luas panen padi sawah untuk kondisi I, j, dan k (ha/thn)
i, j, dan k = Mewakili ekosistem berbeda: i: rezim air, j: jenis dan
jumlah pengembalian bahan organik tanah, dan k:
kondisi lain di mana emisi CH4 dari padi sawah dapat
bervariasi
.
Jenis sawah dapat dikelompokkan menjadi tiga rejim air yaitu sawah irigasi
(teknis, setengah teknis dan sederhana), sawah tadah hujan, dan sawah
dataran tinggi. Hal ini perlu dipertimbangkan karena kondisi (i, j, k, dst.)
mempengaruhi emisi CH4. Emisi untuk masing-masing sub-unit (ekosistem)
disesuaikan dengan mengalikan faktor emisi default (Tier 1) dengan berbagai
faktor skala.
Tier 1 berlaku untuk negara-negara di mana emisi CH4 dari budidaya padi
bukan kategori kunci atau faktor emisi lokal tidak tersedia. Persamaan untuk
mengoreksi faktor emisi baseline ditunjukkan pada persamaan berikut :
EFi = (EFc x SFw x SFp x SFo x SFs,r).... (2.17)
dimana :
EFi = faktor emisi harian yang terkoreksi untuk luas panen tertentu,
kg CH4 per hari
EFc = faktor emisi baseline untuk padi sawah dengan irigasi terus-
menerus dan tanpa pengembalian bahan organik.
SFw = Faktor skala yang menjelaskan perbedaan rejim air selama
periode budidaya
SFp = Faktor skala yang menjelaskan perbedaan rejim air sebelum
periode budidaya
SFo = Faktor skala yang menjelaskan jenis dan jumlah
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 23
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
pengembalian bahan organik yang diterapkan pada periode
budidaya padi sawah
SFs,r = Faktor skala untuk jenis tanah, varietas padi sawah dan lain-
lain, jika tersedia
Faktor koreksi untuk rejim air selama periode budidaya dan faktor skala
untuk jenis tanah disajikan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Faktor Skala Berdasarkan Rejim Air
Kategori Sub Kategori SF (IPCC Guidelines
1996)
SF Koreksi (berdasarkan riset terkini)
Dataran Tinggi
Tidak ada 0
Dataran Rendah
Irigasi
Penggenangan terus-menerus
1 1
Penggenangan intermiten
Single aeration
0,5 (0,2-0,7) 0,46
Multiple aeration
0,2(0,1-0,3) (0,38-0,53)
Tadah Hujan
Rawan Banjir 0,8(0,5-1,0) 0,49
Rawan Kekeringan 0,4(0-0,5) (0,19-0,75)
Air Dalam
Kedalaman air 50-100 cm 0,8(0,6-1,0)
Kedalaman air<50 cm 0,6(0,5-0,8)
2. Emisi Karbondioksida (CO2) dari penggunaan pupuk urea
Penggunaan pupuk urea pada budidaya pertanian menyebabkan lepasnya
CO2 yang diikat selama proses pembuatan pupuk. Urea (CO(NH2)2) diubah
menjadi amonium (NH4+), ion hidroksil (OH-), dan bikarbonat (HCO3-) dengan
adanya air dan enzim urease. Mirip dengan reaksi tanah pada penambahan
kapur, bikarbonat yang terbentuk selanjutnya berkembang menjadi CO2 dan air.
Kategori sumber ini perlu dimasukkan karena pengambilan (fiksasi) CO2 dari
atmosfer selama pembuatan urea diperhitungkan dalam sektor industri. Emisi
CO2 dari penggunaan pupuk Urea dihitung dengan persamaan berikut.
CO2 Emission = (MUrea x EFUrea) .... (2.18)
dimana :
CO2 Emission = Emisi C tahunan dari aplikasi Urea (ton CO2/ tahun)
MUrea = Jumlah pupuk Urea yang diaplikasikan, ton per tahun
EFUrea = faktor emisi, ton C per (Urea). Default IPCC (Tier 1) untuk
faktor emisi urea adalah 0,20 atau setara dengan kandungan
karbon pada pupuk urea berdasarkan berat atom (20% dari
CO(NH2)2).
Dalam menghitung jumlah pupuk tersebut digunakan beberapa asumsi agar
jumlah pupuk urea yang dihitung sesuai dengan penerapan di lapangan.
Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 24
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
a. Tanaman pangan
Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran.
b. Tanaman perkebunan
Perkebunan besar swasta atau BUMN memberikan pupuk sesuai anjuran,
sedangkan perkebunan rakyat memberikan pupuk bervariasi sesuai
kemampuannya. Faktor koreksi untuk perkebunan rakyat diasumsikan untuk
kelapa sawit 80%; kopi, kakao, dan karet 40%; kelapa 30%; tebu, kapas dan
tembakau 100 % dari dosis anjuran, sedangkan untuk perkebunan besar
faktor koreksi diasumsikan 100 %.
Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran x faktor koreksi.
c. Tanaman hortikultura
Perhitungan jumah pupuk untuk tanaman hortikultura (buah, sayuran dan
tanaman hias) agak spesifik karena tanaman hortikulutur pada umumnya
diusahakan secara tumpangsari dengan umur tanaman yang bervariasi.
Asumsi yang digunakan antara lain: (1) luas areal tanam = 80% luas areal
tanam, (2) dosis pupuk dihitung berdasarkan komoditas unggulan di suatu
wilayah, (3) dosis pupuk digunakan sebagai acuan adalah rata-rata dosis
anjuran komoditas hortikultura yang dikembangkan di wilayah tersebut.
Pada dasarnya para petani hortikultura memprioritaskan pemenuhan
kebutuhan pupuk terutama untuk usaha tani sayuran dan tanaman hias,
sedangkan untuk tanaman buah tahunan diperkirakan hanya 20% petani
yang melakukan pemupukan.
Jumlah pupuk = luas tanam x dosis anjuran x faktor koreksi (luas dan dosis).
Dosis anjuran penggunaan pupuk urea untuk masing-masing komoditas
disajikan pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Dosis Anjuran Pupuk Urea Beberapa Komoditas Pertanian
No. Jenis Tanaman Dosis N (kg/ha) Urea (kg/ha)
A Tanaman Pangan
1 Padi 113 250
2 Jagung 158 350
3 Kedelai 25 56
4 Kacang Tanah 25 56
5 Kacang Hijau 25 56
6 Ubi Kayu 68 150
7 Ubi Jalar 68 150
B Tanaman Hortikultura
1 Buah - buahan 72 160
2 Sayur - sayuran 100 222
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 25
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 2.11 Dosis Anjuran Pupuk Urea Beberapa Komoditas Pertanian
No. Jenis Tanaman Dosis N (kg/ha) Urea (kg/ha)
3 Hias 42 93
4 Biofarmaka 200 444
C Tanaman Perkebunan
1 Karet 135 300
2 Kelapa 90 200
3 Kelapa Sawit 113 250
4 Kopi 158 350
5 Teh 90 200
6 Kakao 200 444
7 Tebu 158 351
8 Tembakau 90 200
9 Kapas 45 100
Sumber : Pawitan et al,(2009)
C. Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya
Emisi/serapan dari setiap kategori penggunaan lahan diduga dari perubahan
biomassa atau tampungan karbon untuk : (1) lahan yang tetap/tersisa dalam
kategori penggunaan lahan yang sama, dan (2) lahan yang berubah ke
pengunaan lahan tersebut dari penggunaan lahan lain.
Perubahan simpanan karbon untuk setiap transisi dari kategori penggunaan
lahan merupakan penjumlahan dari perubahan simpanan karbon dari biomassa
hidup, biomassa mati, dan bahan organic tanah seperti ditunjukkan pada
persamaan di bawah ini :
dimana :
ΔCLUi = Perubahan simpanan karbon untuk suatu stratadari kategori
penggunaan lahan
ΔCAB = Perubahan simpanan karbon dari biomassa di atas permukaan tanah
ΔCBB = Perubahan simpanan karbon dari biomassa di bawah permukaan
tanah
ΔCDW = Perubahan simpanan karbon dari kayu mati
ΔCLI = Perubahan simpanan karbon dari serasah
ΔCSO = Perubahan simpanan karbon dari bahan organik tanah
ΔCHWP = Perubahan simpanan karbon dari produk kayu yang dipanen
Emisi dan penyerapan CO2 untuk Sektor AFOLU, berdasarkan perubahan
simpanan karbon ekosistem C, diperkirakan untuk setiap kategori penggunaan
lahan (termasuk lahan yang kategorinya tetap dengan kategori penggunaan lahan
sebelumnya dan lahan dikonversi ke penggunaan lahan lain). Perubahan
simpanan karbon dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 2 - 26
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Dimana :
ΔCAFOLU = Perubahan simpanan karbon pada lahan pertanian, kehutanan,
dan penggunaan lain
FL = Forest Land
CL = Cropland
GL = Grassland
WL = Wetlands
SL = Settlement
OL = Other Land
Untuk masing-masing kategori penggunaan lahan, perubahan simpanan
karbon diperkirakan untuk semua strata atau subdivisi lahan (contoh zona iklim,
tipe ekosistem, jenis tanah, dan rejim pengelolaan), pada kategori lahan
sebagaimana persamaan dibawah ini.
∑
Dimana :
ΔCLU = Perubahan simpanan karbon untuk suatu penggunaan lahan
i = Strata atau subdivisi dalam kategori penggunaan lahan
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 1
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
BAB 3
GAMBARAN UMUM
3.1 Gambaran Umum Kota Surabaya
Kota Surabaya terletak diantara 1120 36’ – 1120 54’ Bujur Timur dan 70 21’
Lintang Selatan. Wilayah Kota Surabaya berbatasan langsung dengan selat Madura
di sebelah utara dan di sebelah timur, sedangkan di sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sidoarjo dan berbatasan dengan Kabupaten Gresik di sebelah
Barat.
Wilayah Kota Surabaya pada umumnya merupakan dataran rendah dengan
ketinggian antara 3-6 meter diatas permukaan laut, kecuali daerah di sebelah
selatan dengan ketinggian antara 25-50 meter di atas permukaan laut. Temperatur
Kota Surabaya cukup panas, yaitu rata-rata antara 22,60 – 34,10, dengan tekanan
udara rata-rata antara 1005,2 – 1013,9 milibar dan kelembaban antara 42% - 97%.
Kecepatan angin rata-rata per jam mencapai 12 – 23 km, curah hujan rata-rata
antara 120 – 190 mm.
Jenis tanah yang terdapat di Wilayah Kota Surabaya terdiri atas jenis tanah
alluvial dan grumosol, pada jenis tanah alluvial terdiri atas 3 karakteristik yaitu
alluvial hidromorf, alluvial kelabu tua, dan alluvial kelabu.
Kota Surabaya memiliki 31 kecamatan dengan pengelompokkan 5 (lima) wilayah
pembantu walikota yaitu Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan,
Surabaya Barat, dan Surabaya Pusat. Total luas wilayah Surabaya adalah 326,36
km2 dengan Kecamatan Benowo merupakan kecamatan dengan wilayah terluas
yaitu 23,73 km2 yang terletak di Surabaya Barat. Sedangkan Kecamatan Simokerto
adalah kecamatan dengan luasan terkecil yaitu 2,59 km2 terletak di Surabaya Pusat.
3.2 Sektor-sektor Sumber Emisi Gas Rumah Kaca
Kota Surabaya merupakan Ibukota dari provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya
±33.306,30 Ha dengan luas wilayah yang tersebut Surabaya merupakan kota padat
penduduk, dengan jumlah penduduknya 2.958.391 jiwa, sehingga penyebaran
penduduknya melampaui perkiraan. Hal ini disebabkan juga karena Surabaya sendiri
sudah termasuk dalam 5 (lima) kota besar yang berkembang cukup pesat dalam hal
pembangunan yang terpadat di Indonesia.
Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di
Kawasan Indonesia Timur. Surabaya juga dikenal sebagai kota dagang internasional
dan menjadi tumpuan dagang yang dilakukan melalui jalur maritime dan bertempat di
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 2
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Pelabuhan Perak sebagai dermaga transportasinya. Dengan predikat Surabaya
sebagai kota dagang, terdapat beberapa pilar-pilar penyangganya. Lokasi-lokasi ini
yang menjadi ruang-ruang terjadinya aktivitas perdagangan.
Sebagai kota bisnis dan perdagangan sudah barang tentu, Surabaya menjadi
destinasi banyak kalangan. Wisatawan berkunjung ke Surabaya baik untuk
kepentingan bisnis maupun berwisata juga tidak bisa diremehkan. Untuk mendukung
aktivitas tersebut, fasilitas hotel berbagai kelas tersedia di Surabaya. Desain kota
perdagangan nampaknya senada dengan sambungan Pelabuhan Perak yang
langsung terhubung dengan daerah pusat industri dan pergudangan di Surabaya
seperti SIER, Berbek, Margomulyo.
3.2.1 Sektor Limbah
1. Limbah Padat
TPA Benowo terletak di wilayah Surabaya Barat dengan luas lahan ± 37,4 Ha,
meliputi 2 kelurahan yaitu Kelurahan Romokalisari, Kecamatan Benowo dan
Kelurahan Sumberejo, Kecamatan Pakal, Surabaya. Lokasi TPA Benowo berjarak
± 20 km dari pusat Kota Surabaya dan 5 km dari batas Kabupaten Gresik (Sungai
Lamong).
Batas – batas TPA Benowo adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Sebagian besar berupa tambak garam dan tambak ikan milik
penduduk dan pemukiman penduduk.
Sebelah selatan :Stadion Bung Tomo, tambak garam dan tambak ikan
penduduk
Sebelah Barat : Jalan Tambak Dono
Sebelah Timur : Lahan kosong, tambak garam dan tambak ikan penduduk
Secara umum kondisi TPA Benowo Surabaya adalah sebagai berikut :
a. Kondisi tanah asal : Lahan kritis (bekas tambak garam)
b. Status tanah : milik Pemerintah Kota Surabaya
c. Mulai beroperasi : November 2001
d. Penggunaan TPA : menampung sampah dari seluruh wilayah Surabaya
e. Ketinggian zona : bervariasi , 5 m – 12 m
f. Area pengelolaan sampah meliputi 5 zona, yaitu :
Zona 1 A, luas area 36.520 m2
Zona 1 B, luas area 15.640 m2
Zona 1 C, luas area 11.351 m2
Zona 2A, luas area 33.637 m2
Zona 2B, luas area 33.637 m2
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 3
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
TPA Benowo semula menggunakan sistem pengelolaan controlled landfill,
namun sesuai dengan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah maka TPA Benowo dikembangkan dengan menggunakan
sistem pengelolaan Sanitary Landfill dan Gasifikasi menghasilkan energi. Jumlah
timbulan sampah rata-rata per hari Kota Surabaya saat ini adalah 3.940,4 m3/hari.
Adapun data volume sampah yang masuk ke TPA sesuai dengan Tabel 3.1
dibawah ini :
Tabel 3.1 Sampah yang Masuk ke TPA Benowo
Bulan Dari SI Volume ke TPA
Volume ke TPA (ton) Konversi (m3)
Januari 46,781 155,936.67
Februari 44,751 149,170
Maret 49,949 166,496.67
April 47,169 157,230
Mei 46,208 154,026.67
Juni 43,643 145,476.67
Juli 40,647 135,490
Agustus 42,712 142,373.33
September 40,414 134,713.33
Oktober 44,147 147,156.67
Nopember 45,070 150,233.33
Desember 47,852 159,506.67
Rata-rata/bulan 44.945 ton/bulan 149.817,5 m3/bulan
Total Rata-rata/bulan 1.477,65 ton/hari 4.925,50 m3/hari
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 2015
Timbunan sampah yang ada di TPA Benowo apabila tidak tertangani dengan
baik akan menghasilkan gas metan yang merupakan salah satu jenis gas rumah
kaca. Selain data timbulan sampah untuk perhitungan emisi GRK juga diperlukan
komposisi sampah yang menujukkan jenis sampah yang ada di TPA Benowo.
Adapun komposisi sampah di TPA Benowo sebagaimana pada Tabel 3.2 berikut
ini :
Tabel 3.2 Komposisi Sampah di TPA Benowo Surabaya
No. Jenis Sampah Komposisi
1 Sampah organik 54.31%
2 Kayu / produk kayu 1.61%
3 Kulit 1.19%
4 Karet 1.14%
5 Plastik 19.44%
6 Kertas / bahankertas 14.63%
7 Kain / tekstil 1.47%
8 Kaca 1.12%
9 Keramik 0.17%
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 4
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 3.2 Komposisi Sampah di TPA Benowo Surabaya
No. Jenis Sampah Komposisi
10 Logam 0.48%
11 B3 0.86%
12 Lain-lain 3.59%
Total 100.00%
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 2015
2. Limbah Cair
A. Sistem Setempat (On Site System)
Sebagian besar menggunakan sistem pembuangan setempat (on site
system), dan sebagian dialirkan ke saluran depan rumah, sungai atau lahan
kosong di sekitar rumah, sehingga dapat mengakibatkan pencemaran.
Sebagian besar penduduk di wilayah Kota Surabaya sudah menggunakan
jamban dengan tangki septik, dan sebagian lainnya belum menggunakan
sarana sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan dapat dilihat pada Tabel 3.3
berikut (data dari Dinas Kesehatan, 2015)
Tabel 3.3 Jenis dan Jumlah Sarana Jamban Penduduk
No. Jenis Sarana Jamban Keterangan Jumlah
1 Komunal
Jumlah Sarana 437
Jumlah Penduduk Pengguna
12.863
Memenuhi Syarat
Jumlah Sarana 454
Jumlah Penduduk Pengguna
11.903
% Penduduk Pengguna 92,54
2 Leher Angsa
Jumlah Sarana 718.083
Jumlah Penduduk Pengguna
2.834.607
Memenuhi Syarat
Jumlah Sarana 697.796
Jumlah Penduduk Pengguna
2.774.424
% Penduduk Pengguna 97,88
3 Plengsengan
Jumlah Sarana 403
Jumlah Penduduk Pengguna
2.170
Memenuhi Syarat
Jumlah Sarana 178
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 5
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 3.3 Jenis dan Jumlah Sarana Jamban Penduduk
No. Jenis Sarana Jamban Keterangan Jumlah
Jumlah Penduduk Pengguna
1.215
% Penduduk Pengguna 55,99
4 Cemplung
Jumlah Sarana 243
Jumlah Penduduk Pengguna
1.077
Memenuhi Syarat
Jumlah Sarana 47
Jumlah Penduduk Pengguna
199
% Penduduk Pengguna 18,48
Penduduk Dengan Akses Sanitasi Layak 2.787.741
% Penduduk Dengan Akses Sanitasi Layak 97,86
B. Sistem Terpusat (Off Site System)
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya telah membangun
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Pemasangan 3 (tiga) unit IPAL di tepi Sungai Kalimas untuk mengurangi
pencemaran akibat limbah domestik yang berasal dari warga sekitar Stren
Kalimas.
Kapasitas desain IPLT di Keputih yang menggunakan sistem oxidation ditch
adalah 2 unit x 100 m3/hari. Angkutan limbah tinja yang berasal dari tangki
septik warga ini sepenuhnya dikelola pihak swasta. Hingga akhir tahun 2015
terdapat 31 perusahaan pengguna jasa IPLT dengan volume tinja rata-rata
sebesar 96,63 m3/bulan. Pemeriksaan kualitas influen dan efluen limbah IPLT
tidak dilaksanakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan secara rutin sehingga
tidak dapat dianalisa kinerja instalasi.
Pengolahan limbah cair domestik terpusat telah direncanakan dalam
Surabaya Sewerage and Sanitation Development Programme (Surabaya
SSDP) pada September 2000, yang merupakan bagian dari pelaksanaan SUDP
(Surabaya Urban Development Project).
Sedangkan untuk meminimasi pencemaran limbah cair industri, di Surabaya
bagian Timur telah dibangun Unit Pengolahan Limbah (UPL) terpusat di
kawasan industri SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut). Mengingat
keterbatasan kemampuan UPL dan jaringan riolnya maka beberapa industri
harus melakukan pengolahan awal (pre treatment) limbahnya sebelum
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 6
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
diinjeksikan pada jaringan inlet instalasi. Untuk limbah non industri, sumber
yang berperan antara lain kegiatan agro industri dan industri pengolahan.
3.2.2 Sektor IPPU
Kawasan perindustrian untuk Kota Surabaya terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu:
1. Kawasan industri, yang terdiri dari industrial estate dan komplek industri. Kawasan
ini tersebar di beberapa wilayah yaitu :
a. Surabaya Utara yaitu kawasan industri strategis berupa industri perkapalan
(PT. PAL) yang terletak di Kawasan Pelabuhan;
b. Surabaya Timur, di PT. SIER (Kecamatan Rungkut, Tenggilis Mejoyo, dan
Gununganyar);
c. Surabaya Selatan, di kompleks industri Warugunung Kecamatan Karangpilang;
d. Surabaya Barat, seperti di kompleks industri Margomulyo (Kecamatan Tandes);
2. Industri Non Kawasan, kawasan ini merupakan kegiatan industri individu dan
sentra-sentra industri, berupa industri kecil yang dapat dikembangkan di wilayah
permukiman dan sentrasentra industri pinggiran kota yang meliputi industri
pangan dan sandang, mebel kayu, rotan, barang-barang elektronika serta barang
yang mempunyai nilai seni.
Kawasan industri terhampar di sekitar 1.915,90 Ha di Kota Surabaya, dan
terkonsentrasi di wilayah Surabaya Barat, khususnya di Kecamatan Asemrowo
dan Benowo.
3.2.3 Sektor Energi
Penggunaan energi di Kota Surabaya terdiri dari penggunaan energi listrik,
bahan bakar minyak, LPG, gas alam, batu bara dan energi baru terbarukan.
Gambaran penggunaan energi di Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel – tabel
di bawah ini :
Penggunaan energi listrik di Kota Surabaya tidak menghasilkan gas rumah
kaca karena produksi energi listrik di Kota Surabaya berada di luar Kota
Surabaya. Pengguna energi listrik dapat terbagi menjadi 3 sektor yaitu rumah
tangga, transportasi, dan industri. Khusus sektor rumah tangga di Kota Surabaya
pada tahun 2015, menggunakan energi listrik sebesar 2.609.525 MWh atau
sebesar 30,93% dari total konsumsi energi listrik. Penggunaan energi listrik
berdasarkan golongan tarif terdapat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Penggunaan Listrik di Kota Surabaya Tahun 2015
No Golongan Tarif Konsumsi Listrik (MWh) Persentase (%)
1 Sosial/Social Activity 316,300 3,75
2 Rumah Tangga/Household 2,609,525 30.93
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 7
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 3.4 Penggunaan Listrik di Kota Surabaya Tahun 2015
No Golongan Tarif Konsumsi Listrik (MWh) Persentase (%)
3 Usaha/Business 1,856,852 22.01
4 Industri/Industries 3,388,826 40.16
5 Gedung Pemerintah/Government Building
135,890 1.61
6 Jalan/Sreet 95,588 1.13
7 Layanan Khusus/Special Publik
34,501 0.41
Total 8,437,482 100
Sumber:Data PT PLN (Persero) Tahun 2015
Penggunaan bahan bakar minyak di Kota Surabaya digunakan di segala sector
misalnya sector transportasi, sektor industri, sektor rumah tangga, dan
sebagainya. Berikut data konsumsi bahan bakar minyak di Kota Surabaya pada
tahun 2015 terdapat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Data Konsumsi BBM tahun 2015 di Kota Surabaya
No. Produk Total (KL)
1 Premium 2.905.110,7
2 Minyak Tanah 9.706,9
3 Solar 1.627.821,7
4 MDF 11.088
5 MFO 92.884,82
6 Avtur 341.041,34
7 Avigas 34.832
8 Pertamax 468.630,39
9 Pertamax Plus 41.392,72
10 FAME 26.572,33
11 Solar Dex 21.689,35
Jumlah 5.580.770,2
Sumber : PT Pertamina, 2015
Penggunaan bahan bakar LPG di Kota Surabaya sebagian besar digunakan untuk
memasak . Berikut data konsumsi bahan bakar LPG di Kota Surabaya pada tahun
2015 terdapat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Data Konsumsi LPG tahun 2015 di Kota Surabaya
No. Produk Total (MT)
1 LPG 3 kg 106.768
2 LPG 12 kg 16.989
Sumber : PT Pertamina 2015
Pemerintah sekarang berupaya untuk meningkatkan penggunaan gas alam PT
PGN untuk menggantikan penggunaan LPG. Kota Surabaya terpilih sebagai kota
percontohan kota gas.Penggunaan bahan bakar gas alam di Kota Surabaya
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 8
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
sebagian besar digunakan untuk memasak . Berikut data konsumsi bahan bakar
gas alam di Kota Surabaya pada tahun 2015 terdapat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Data Konsumsi Gas Alam di Kota Surabaya Tahun 2015
No. Jenis Pelanggan Total Pemakaian Gas (m3)
1 Rumah Tangga 1.793.317
2 Pelanggan Kecil 438.660,98
3 Pelanggan Industri Jasa Komersial 13.149.053,68
4 Pelanggan Industri Manufaktur 125.479.247
Total 140.860.278,66
Sumber : PT PGN 2015
Tabel 3.8 Konsumsi Batubara di Kota Surabaya Tahun 2015
No. Nama Perusahaan Konsumsi Energi Batu bara
(kg/bln)
1 PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim 30.000
2 PT. Matahari Sakti 326.000
3 PT. Jaya Sentosa Subur Terus 20.000
4 PT. Sarimas Permai 500.000
5 PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk 360.000
6 PT. Yosomulyo Jajag 40.000
7 PT. Central Proteina Prima 13.860
8 PT. Perusahaan Kecap Kenari 3.500
9 PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 1.820.892
10 PT. Sumatra Co Langgeng Makmur 150.000
11 PT. Rolimex Kimia Nusamas 36.000
Total 3.300.252
3.2.4 Sektor AFOLU (Agriculture, Forestry, and Other Land Uses)
Pertanian merupakan salah satu sektor yang dapat menyerap tenaga kerja
dalam jumlah besar, namun perkembangan wilayah cenderung mengorbankan
sektor ini dalam hal kebutuhan lahan. Khusus untuk sector pertanian di Kota
Surabaya mengalami pergeseran dengan cepat. Banyak lahan pertanian di Kota
Surabaya berubah menjadi perumahan. Berikut data luas lahan pertanian di Kota
Surabaya terdapat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Data Luas Lahan Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015
No. Kecamatan Luas Lahan (Ha)
1 Asem Rowo 0
2 Benowo 93,45
3 Bubutan
4 Krembangan
5 Pabean Cantian
6 Pakal 434,7
7 Semampir
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 9
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 3.9 Data Luas Lahan Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015
No Kecamatan Luas Lahan (Ha)
8 Suko Manunggal
9 Tandes 6,25
10 Dukuh Pakis
11 Gayungan 3
12 Genteng
13 Jambangan 4,57
14 Karang Pilang 52,27
15 Lakar Santri 415,08
16 Sambikerep 362,98
17 Sawahan
18 Tegalsari
19 Wiyung 62,37
20 Wonocolo 2,34
21 Wonokromo
22 Bulak 120,55
23 Gubeng
24 Gunung Anyar 10
25 Kenjeran 5
26 Mulyorejo 61,95
27 Rungkut 15,12
28 Simokerto
29 Sukolilo 68
30 Tambaksari
31 Tenggilis Mejoyo
Sumber : Dinas Pertanian 2015
Tabel 3.10 Luas Lahan dan Jenis Tanaman Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015
No. Komoditas Bulan ke-
Jml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Bawang Merah - - - - - - - - - - - - -
2 Bawang Putih - - - - - - - - - - - - -
3 Bawang Daun - - - - - - - - - - - - -
4 Kentang - - - - - - - - - - - - -
5 Kubis - - - - - - - - - - - - -
6 Kembang Kol - - - - - - - - - - - - -
7 Petsay/Sawi 12 8 9 9 6 5 5 3 4 4 5 7 77
8 Wortel - - - - - - - - - - - - -
9 Lobak - - - - - - - - - - - - -
10 Kacang Merah - - - - - - - - - - - - -
11 Kacang Panjang - - - 3 - - - - - - - - 3
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 3- 10
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 3.10 Luas Lahan dan Jenis Tanaman Pertanian di Kota Surabaya Tahun 2015
No. Komoditas Bulan ke-
Jml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
12 Cabe Besar 1 - - - - 2 - - - - - 27 30
13 Cabe Rawit - 1 - - - - - 1 - - - 7 9
14 Paprika/Semanggi - - - - - - - - - - - - -
15 Jamur *) 66 - 160 - 160 236 63 24 24 - - 60 793
16 Tomat 1 - - - 1 9 3 - - 1 - 17 32
17 Terong 1 - - - - 1 - - - - - 2 4
18 Pare - - - - - - - - - - - - -
19 Ketimun - - - - - - - - - - - - -
20 Labu Siam - - - - - - - - - - - - -
21 Kangkung 12 11 11 11 6 12 12 12 12 12 12 10 133
22 Bayam 10 9 9 9 6 10 10 10 10 10 10 8 111
23 Melon - - - 2 - 3 - - 2 - - - 7
24 Semangka - - - 1 3 2 - - - - - - 6
25 Blewah - - - -
- - 13 1 - - - 14
26 Stroberi - - - - - - - - - - - - -
Sumber: Dinas Pertanian 2015
Untuk menghitung nilai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari lahan pertanian
,juga diperlukan data penggunaan pupuk yaitu data konsumsi pupuk beserta
jenisnya. Berikut data konsumsi pupuk di Kota Surabaya tahun 2015 terdapat
pada tabel 3.11.
Tabel 3.11 Konsumsi Pupuk di Kota Surabaya tahun 2015
No. Nama Pupuk Kebutuhan Pupuk (Ton)
1 Urea 901,4
2 ZA 107,7
3 SP-36 122,4
4 NPK 100,35
5 Organik 10
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 1
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Dalam melaporkan tingkat emisi dari suatu daerah (tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota) untuk beberapa sumber tertentu bisa bersifat lintas batas. Artinya emisi
GRK dari satu wilayah sumbernya bisa berasal wilayah lain. Sebagai contoh emisi dari
limbah padat domestik yang dihitung dari sebuah TPA (Tempat Pembuangan Sampah)
yang ada di suatu wilayah administrasi akan tetapi sumber sampahnya berasal dari
wilayah administrasi lain. Dalam hal ini, emisi akan dihitung pada wilayah dimana TPA
berada walaupun sumber sampahnya sebagian besar bukan berasal dari masyarakat di
wilayah administrasi tersebut.
Emisi GRK dihitung berdasarkan masing-masing sektor penghasil GRK. Terdapat
empat sketor penghasil emisi GRK, yaitu sektor pengelolaan sampah, sektor IPPU, sektor
energi, dan sektor AFOLU. Metodologi yang digunakan untuk memperkirakan emisi GRK
adalah Tier 1, yaitu menggunakan persamaan yang memerlukan data aktivitas dan
parameter default yang terdapat pada IPCC 2006.
4.1 Sektor Limbah
Pada perhitungan emisi gas rumah kaca sektor limbah terbagi menjadi limbah
padat, limbah cair domestik dan industri, dan lain lain.
4.4.4 Sektor Limbah Padat
Untuk sektor limbah padat terdiri dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari
sampah padat domestik (sampah kota) atau municipal solid waste (MSW), limbah
padat industri (bahan berbahaya dan beracun/B3) maupun non-B3), Limbah padat
lainnya (other waste), yaitu clinical waste (limbah padat rumah sakit, laboratorium
uji kesehatan, dan lain-lain), hazardous waste, danconstruction and demolition
(limbah konstruksi dan bongkaranbangunan), dan lain-lain. Pada kajian
inventarisasi ini perhitungan sektor limbah dihitung berdasarkan data aktivitas di
TPA Benowo dan air limbah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Surabaya.
1. Limbah Padat di TPA
Dari data timbulan sampah yang diperoleh untuk sektor limbah padat
(pengelolaan sampah) akan dimasukkan dalam rumus IPCC 2006 berikut:
(
)
Keterangan:
= Timbulan sampah kota = berat sampah yang dihasilkan
= Persentase sampah yang masuk ke TPA
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 2
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
= Faktor koreksi metana
= Degradasi organik karbon dalam sampah
= Fraksi DOC
= Fraksi volume CH4
= Pemulihan CH4
= Faktor oksidasi
Nilai timbulan sampah di TPA Benowo telah ada yaitu sebesar 539,4 ton/tahun,
sehingga tidak perlu menghitung timbulan sampah yang dihitung berdasarkan
jumlah penduduk. Langkah pertama dalam perhitungan emisi GRK sektor
limbah padat adalah menghitung DOC dengan menggunakan worksheet dari
IPCC 2006 dan data yang dibutuhkan berupa jumlah timbulan sampah dan
DOC (Degradable Organic Carbon). Nilai DOC menentukan besarnya gas CH4
yang dapat terbentuk pada proses degradasi komponen organik/karbon yang
ada pada limbah. Berikut perhitungan nilai DOC berdasarkan data komposisi
sampah di TPA Benowo tahun 2015 pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perhitungan DOC (Degradable Organic Carbon)
No Jenis sampah
A *B *C D= *B x *C E= A x D
Wi fraksi
kandungan bahan kering
DOCi dalam basis berat
kering
DOCi berat basah
DOC
1 Sampah basah (sisa makanan
dan kebun) 0,54 0,4 0,49 0,196 0,1058
2 Kayu 0,016 0,85 0,5 0,425 0,0068
3 Kulit 0,019 0,84 0,39 0,3276 0,0062
4 Karet 0,014 0,84 0,39 0,3276 0,0046
5 Plastik 0,19 1 -
6 Kertas 0,15 0,9 0,44 0,396 0,0594
7 Kain / tekstil 0,015 0,8 0,3 0,24 0,0036
8 Kaca 0,012 1 -
9 Keramik 0,0017 - -
10 Logam 0,0048 1 -
11 Lain-lain 0,036 0,9 -
Hasil perhitungan DOC sampah
0,1865 Sumber :IPCC Guideline 2006
Setelah mendapatkan nilai DOC (degradable organic carbon), nilai emisi gas
methane yang dihasilkan di TPA Benowo dapat dihitung dengan bantuan
worksheet IPCC 2006. Khusus untuk nilai Recovery (Pemulihan CH4) di TPA
Benowo sudah ada penangkapan gas methane pada bulan November –
Desember 2015 sehingga nilai gas methane yang dipulihkan/tidak terlepas di
udara sebesar 0,3316 Gg CH4. Perhitungan nilai recovery terdapat pada tabel
4.2. berikut ini :
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 3
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Recovery CH4 di TPA Benowo
a b
(a/4.7) c d (bxc) e (d/10^6) f (dx24x60) g (ex24x60)
Listrik yang
dihasilkan (kWh)
Gas Metana
(m3)
Densitas gas
metana (kg/m3)
Gas Metana
(kg)
Gas Metana
(Gg)
Pengurangan Gas Metana
selama 2 bulan (kg)
Pengurangan Gas Metana
selama 2 bulan (Gg)
1650 351.06 0.656 230.29 0.00023 331628.93 0.3316 Sumber :Hasil Perhitungan 2016
Catatan : Densitas untuk gas metana adalah sebesar 0,656 kg/m3 dan berdasarkan
Panjaitan, 2012 dapat diketahui bahwa energi 1 m3 biogas setara dengan 4,7 kWh energi
listrik
Setelah menghitung nilai DOC dan nilai Recovery CH4, kemudian dilakukan
perhitungan dengan menggunakan worksheet IPCC 2006 sebagaimana terdapat pada
tabel 4.3. berikut ini:
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 4
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.3 Worksheet Perhitungan Emisi Methane IPCC 2006
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Pada Tabel diatas diketahui bahwa sheet kolom yang digunakan untuk perhitungan emisi GRK yang di buang ke TPA Benowo adalah
tidak dikelola (>5 m), artinya TPA Benowo dalam operasionalnya belum dikelola sesuai dengan desain awalnya yaitu sanitary landfill yang
harus dilakukan penutupan layer setiap hari untuk menghindari kontak dengan air tanah kedalaman lebih dari dari 5 m. . Emisi methane yang
dihasilkan dari limbah padat adalah sebesar 28,9324 Gg CH4. Untuk mengubahnya ke CO2 maka nilai emisi CH4 harus dikalikan faktor
konversinya yaitu 25. Sehingga besarnya nilai emisi limbah padat di TPA adalah sebesar 28,9324 x 25 = 723,31 Gg CO2/tahun
Tipe Wilayah
A B C D E F G H I J K
Total sampah
yang dibuang ke TPA selama setahun
DOC (Degradasi
organik karbon dalam
sampah)
DOCf (Fraksi DOC)
MCF (Faktor koreksi metana)
DDOCmd F
(Fraksi CH4)
Konversi dan rasio
(16/12)
CH4 yang dihasilkan
R (Pemulihan
CH4)
Ox (Faktor
oksidasi)
Emisi CH4
E = A x B x C x D
H = E x F x G
K = (H-I)x (1-J)
Gg
Gg
Gg
Gg
Dikelola - Anaerob
Dikelola - semi -
Anaerob
Tidak dikelola-
kedalaman limbah >5
m dan atau lebih tinggi
Kota Surabaya
593,34 0,1865 0,5 0,8 43,91 0,5 1,33 29,264 0,3316 0 28,9324
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 5
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
4.4.5 Sektor Air Limbah
Pada perhitungan emisi gas rumah kaca pada subsektor air limbah
menggunakan tier 1 karena keterbatasan data mengenai kualitas IPAL di Kota
Surabaya. Untuk data sektor limbah cair dimasukkan dalam rumus IPCC 2006
berikut:
[ ]
Dimana:
Ui = Fraksi populasi
Tij = Derajat pemanfaatan dari saluran atau sistem pengolahan/pembuangan
I = Group pendapatan: perkotaan, pendapatan tinggi perkotaan dan
pendapatanrendah perkotaan
Fi = Faktor emisi
TOW = Total organik dalam limbah cair
S = Lumpur yang dipisahkan
R = Jumlah CH4 yang dikumpulkan
Sesuai dengan keterangan diatas, TOW (total organically degradable material
in wastewater) adalah total material organik dalam limbah yang terurai didapatkan
dari populasi penduduk Kota Surabaya yang terlayani oleh akses sanitasi yang
layak sesuai data dari Dinas Kesehatan dan sistem IPAL yang beroperasi di
rusunawa Kota Surabaya. Selain domestik, dihitung pula emisi dari industri yang
memiliki IPAL dan beroperasi. Adapun nilai Ui, Tij, EFi, S, dan R yang terdapat
pada GuidelineIPCC sesuai dengan sistem IPAL/jenis sanitasi yang diakses oleh
masyarakat sebagaimana perhitungan berikut:
Dimana :
TOW = Jumlah organik yang dapat diurai
P = Jumlah penduduk
BOD = (Biological Oxygen Demand) kebutuhan oksigen biologis
untukmemecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme
I = Faktor koreksi untuk BOD industri tambahan yang dibuang ke
selokan
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 6
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.4 Perhitungan TOW (Total Organically degradable material inWastewater)
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Untuk menghitung jumlah limbah yang diolah di masing-masing jenis pengolahan
digunakan data default (IPCC 2006 GL) fraksi penggunaan masing-masing jenis
pengolahan untuk berbagai kategori masyarakat (perkotaan, pedesaan, pendapatan
rendah dan tinggi) sebagaimana disampaikan pada Tabel 4.5 sedangkan data MCF
masing-masing jenis pengolahan limbah disampaikan pada Tabel 4.6.
A B C D
Negara atau Kota
Populasi Komponen
Organik yang dapat diurai
Faktor Koreksi untuk BOD yang
dibuang di selokan
Jumlah Bahan Organik
Terdegradasi dalam Air Limbah
(P) (BOD) (I) 2 (TOW)
cap (kg BOD/cap.yr)1
(kg BOD/yr)
D = A x B x C
Kota Surabaya 2.958.391 14,6 1 43.192.508,6
Total 43.192.508,6
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 7
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.5 Data Default (IPCC 2006 GL) Fraksi Penggunaan Tipe Pengolahan Limbah Cair Perkotaan untuk
Berbagai Kategori Masyarakat
Negara
Urbanisasi (U)1 Alur pengolahan dan pembuangan limbah berdasarkan grup pendapatan (T11)3
Fraksi populasi Rural Urban high income Urban low income
Rural Urban-High2
Urban-Low2
Septic Tank
Latrine Other Sewer4 None Septic Tank
Latrine Other Sewer4 None Septic Tank
Latrine Other Sewer4 None
Asia
China 0,59 0,12 0,29 0,00 0,47 0,50 0,00 0,3 0,18 0,08 0,07 0,67 0,00 0,14 0,10 0,03 0,68 0,05
India 0,71 0,06 0,23 0,00 0,47 0,10 0,10 0,33 0,18 0,08 0,07 0,67 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20
Indonesia 0,54 0,12 0,34 0,00 0,47 0,00 0,10 0,43 0,18 0,08 0,00 0,74 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20
Pakistan 0,65 0,07 0,28 0,00 0,47 0,00 0,10 0,43 0,18 0,08 0,00 0,74 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20
Bangledesh 0,72 0,06 0,22 0,00 0,47 0,00 0,10 0,43 0,18 0,08 0,00 0,74 0,00 0,14 0,10 0,03 0,53 0,20
Japan 0,20 0,80 0,00 0,20 0,00 0,50 0,30 0,00 0,00 0,00 0,10 0,90 0,00 0,00 0 0 0,90 0
Notes : 1. Urbanization projections for 2005 (United Nations, 2005) 2. Suggested urban-high income and urban-low income divison, Countries are encouraged to use their own date or best judgement 3. T11values based on expert judgement (Doorn and Liles, 1999) 4. Sewers may be open or closed,which will govern the coice of MCF 5. Destati, 2001 Catatan: angka-angka ini dari literature atau berdasarkan expert judgement, jika dimungkinkan sebaiknya digunakan angka national
Sumber: IPCC 2006
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 8
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.6 Nilai default MCF untuk Limbah Cair
Tipe Pengolahan dan Sistem Aliran
Penjelasan MCF1 Interval
Tan
pa
Pe
rla
kua
n
Laut, Sungai, Danau
Sungai dengan kandungan bahan organik berkonsentrasi tinggi dapat bersifat anaerobik
0,1 0 - 0,2
Tempat Pembuangan
Pembuangan Terbuka dan Tertutup 0,5 0,4-0,8
Saluran Pembuangan (Terbuka atau Tetutup)
Alirannya cepat, bersih (terdapat CH4 dalam jumlah yang sedikit)
0 0
Pe
rlaku
an
Pabrik Pengolahan Secara Aerobik dan Terpusat
Sistem harus baik. Sejumlah CH4 dihasilkan dari kolam penampungan
0 0 - 0,1
Sistem yang tidak baik. Penampungan yang berlebihan 0,3 0,2-0,4
Pengolahan Lumpur Secara Anaerobik
Rekoveri CH4tidak dipertimbangkan 0,8 0,8-1,0
Reaktor Anaerobik Rekoveri CH4tidak dipertimbangkan 0,8 0,8-1,0
Danau di Pinggir Laut (lagoon) yang Dangkal
Kedalaman kurang dari 2 meter, menggunakan pertimbangan para ahli
0,2 0-0,3
Danau di Pinggir Laut (lagoon) yang Dalam
Kedalaman lebih dari 2 meter 0,8 0,8-1,0
Sistem Pembusukan
Terdapat setengah BOD dalam tangki penampungan
0,5 0,5
Kakus
Musim kering, air tanah lebih rendah dari kakus, keluarga kecil (3-5 orang)
0,1 0,05-0,15
Musim Kering, air tanah lebih rendah dari kakus, komunitas (beberapa orang)
0,5 0,4-0,6
Musim basah, air tanah lebih tinggi dari kakus
0,7 0,7-1,0
Pengendapan secara teratur dapat digunakan untuk pupuk
0,1 0,1
1Berdasarkan pertimbangan dari para ahli
Sumber: IPCC 2006
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 9
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.7 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Cair
A B C D E F
Kelompok pendapatan
Jenis perlakuan atau jalur pelepasan
Tingkat pemanfaatan
Faktor emisi Material organik yang dapat diurai dalam limbah cair
Emisi methana Emisi methana Fraksi populasi dalam group income i dalam
tahun inventori
(U i) (T i j) (EF j) (TOW) (CH4) (CH4)
(fraction) (fraction) (kg CH4/kg BOD)
(kg BOD/yr) (kg CH4/yr) (Gg CH4/yr)
E = Ax B x C x D
Perkotaan dengan penghasilan
tinggi
Septic tank 0,12 0,88 0,30 43.192.508,6 1.368.338,6 1,37
Jamban 0,12 0,03 0,06 43.192.508,6 9.329,6 0,0093
Lainnya 0,12 0,05 0,06 43.192.508,6 15.549,3 0,0155
Selokan 0,12 0,04 0,06 43.192.508,6 12.439,4 0,0124
Laut, sungai, danau
0,12 0,00 0,00 43.192.508,6 0,00 0,00
Total 1.405.656,9 1,4072
Dari worksheet perhitungan emisi diatas, maka diperoleh emisi CH4 untuk limbah cair kota Surabaya sebesar 1,4072 Gg CH4.Untuk
mengubahnya CO2 maka nilai emisi CH4 harus dikalikan faktor konversinya yaitu 25. Sehingga besarnya nilai emisi limbah cair adalah
sebesar 1,4072 x 25 = 35,18 Gg CO2. Dari hasil perhitungan emisi GRK di TPA dan limbah cair total emisi GRK dari sektor limbah sebesar
725,0072 Gg ton CO2/thn.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 10
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
4.2 Sektor IPPU (Industrial processes and production use = Proses Industri dan
Penggunaan Produksi)
Industri di Surabaya terdiri dari beberapa jenis, berdasarkan data yang ada dan
telah disesuaikan dengan kriteria IPCC, didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 4.8 Data Hasil Produksi Industri di Surabaya
Nama perusahaan Nama produk Kapasitas
PT.Kedawung Glassware 3.000 ton
PT.Sinar Angkasa Rungkut Glass Bulb (Bola lampu) 917 ton
Glass Tube (tabung lampu) 625 ton
Total 1.542 ton
PT. Platinum Ceramics Industry
Keramik 13.817.000 m3 =55.300.000 ton
Sumber: Data Kuesioner
Untuk sektor IPPU ini, menggunakan Tier 1 dalam perhitungan emisi CO2
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
A = Total produksi
B = Faktor emisi untuk produksi kaca
C = Rata-rata rasio cullet tahunan
Dengan data pada tabel 4.5 maka perhitungan emisi CO2 untuk PT. Kedawung pada
sektor IPPU ini adalah sebagai berikut:
= 0,3 Gg CO2/tahun
Berikut adalah tabel hasil perhitungan emisi CO2 untuk sektor IPPU:
Tabel 4.9 Perhitungan Emisi CO2 Untuk Sektor IPPU
A B C D E
Total produksi kaca/keramik
Faktor emisi dari produksi kaca
Rata – rata rasio cullet tahunan
Emisi CO2 Emisi CO2
(ton) (ton CO2/ ton glass) (fraksi) (ton CO2) (Gg CO2)
D = A * B * (1 - C) E = D/103
25.714 0,2 0,5 300 0,3
1.542 0,2 0,5 154.20 0,15
55.300.000 0,2 0,5 5.530.000 5.530
Total 2.725,6 5.530,18
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Selain dari bahan baku industri di atas, emisi gas rumah kaca khususnya
SF6dihasilkan oleh kegiatan distribusi listrik, dimana gas SF6 digunakan untuk
meredam loncatan bunga api listrik sekaligus mengisolasikan antara bagian-bagian
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 11
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
yang bertegangan. Terkait dengan factor emisi Penggunaan SF6, ada dua acuan
wilayah yaitu Eropa dan Jepang. Untuk perhitungan emisi GRK di Kota Surabaya
menggunakan wilayah Jepang. Berikut tabel 4.10 faktor emisi Penggunaan SF6:
Tabel 4.10 Faktor Emisi Penggunaan SF6
Region/Phase Fraction for Sealed
Pressure Fraction for
Closed Pressure
Fraction for Gas Insulated
Transformers
Europe 0,07 0,085 N/A
Japan 0,29 0,29 0,29
Sumber: IPCC 2006
= 1,080 ton/tahun x 0,29
= 0,3132 ton SF6/tahun
= 7140,96 ton CO2/tahun
= 7,14 Gg CO2/tahun
Berdasarkan data yang diperoleh dan parameter yang sesuai dengan IPCC 2006
serta telah dilakukan perhitungan, maka emisi GRK untuk sektor IPPU mempunyai
total sebesar 5.537,32 Gg CO2/tahun.
4.3 Sektor Energi
Pada sektor energi ini perhitungan emisinya dibagi menjadi dua sub sektor, yaitu
emisi dari pembakaran bahan bakar sumber tidak bergerak dan emisi dari
pembakaran bahan bakar sumber yang bergerak. Perhitungan emisi akan dihitung
berdasarkan banyaknya bahan bakar minyak yang digunakan pada masing – masing
sub sektor. Berikut tabel pembagian sekor energi pada sumber bergerak dan sumber
tidak bergerak :
Tabel 4.11 Sumber Emisi dari Pembakaran Bahan Bakar
Kode Kategori Kegiatan Keterangan
1 A 1 Industri Produsen Energi
Pembangkit listrik (*) Tidak Bergerak
Kilang Minyak Tidak Bergerak
Produksi Bahan Bakar Padat dan Industri Energi Lainnya
Tidak Bergerak
1 A 2 Industri Manufaktur
Besi dan baja Tidak Bergerak
Logam bukan besi Tidak Bergerak
Bahan - bahan kimia Tidak Bergerak
Pulp, kertas dan bahan barang cetakan
Tidak Bergerak
Pengolahan Makanan, Minuman dan Tembakau
Tidak Bergerak
Mineral Non Logam Tidak Bergerak
Peralatan Transportasi Tidak Bergerak
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 12
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Lanjutan Tabel 4.11 Sumber Emisi Dari Pembakaran Bahan Bakar
Kode Kategori Kegiatan Keterangan
Permesinan Tidak Bergerak
Pertambangan non-bahan bakar dan bahan galian
Tidak Bergerak
Kayu dan Produksi Kayu Tidak Bergerak
Konstruksi Tidak Bergerak
Industri Tekstil dan Kulit Tidak Bergerak
Industri lainnya Tidak Bergerak
1 A 3 Transportasi Penerbangan Sipil Bergerak
Transportasi Darat Bergerak
Kereta Api (Railways) Bergerak
Angkutan Air Bergerak
Transportasi lainnya Bergerak
1 A 4 Sektor lainnya Komersial dan perkantoran Tidak Bergerak
Perumahan Tidak Bergerak
Pertanian/Kehutanan/Nelayan/ Perikanan
Tidak Bergerak
1 A 5 Lain - lain Emisi dari Peralatan Stationer, Peralatan Bergerak (Mobile)
Bergerak /Tidak Bergerak
Sumber: IPCC 2006
4.4.4 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Tidak Bergerak
Untuk sub sektor pembakaran bahan bakar pada sumber tidak bergerak,
diperoleh dari data konsumsi bahan bakar industri dari penggunaan batu bara,
gas alam, solar, dan sebagainaya. Selain dari kegiatan industri juga berasal dari
kegiatan non industri pada penggunaan bahan bakar gas alam, minyak tanah,
LPG, dan sebagainya. Untuk memudahkan perhitungan maka pada subsekor
sumber tidak bergerak maka perhitungan dibedakan berdasarkan jenis bahan
bakar batu bara, gas alam, bahan bakar minyak, dan LPG.
Pada sektor energi ini, digunakan pendekatan Tier 1 yang merupakan
metodologi perhitungan emisi GRK yang paling sederhana. Metodologi
perhitungan emisi GRK ini berdasarkan data aktifitas dan faktor emisi. Estimasi
emisi GRK Tier 1 menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut:
Dimana:
Data Aktifitas: data mengenai banyaknya aktifitas manusia yang terkait dengan
banyaknya emisi GRK.Aktifitas energi dapat berupa volume BBM atau berat
batubara yang dikonsumsi, banyaknya minyak yang diproduksi di lapangan
migas (terkait dengan fugitive emission)
Faktor Emisi: suatu koefisien yang menunjukkan banyaknya emisi per unit
aktifitas. Unit aktifitas dapat berupa volume yang diproduksi atau volume yang
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 13
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
di konsumsi. Untuk pendekatan Tier 1 ini digunakan faktor emisi default (IPCC
2006 GL).
Besarnya nilai emisi GRK hasil pembakaran bahan bakar tergantung dari banyak
dan jenis bahan bakar yang dibakar. Jika di kaitkan dengan persamaan umum
dalam perhitungan emisi hasil pembakaran bahan bakar, maka banyaknya bahan
bakar yang digunakan dipresentasikan sebagai data aktifitas, sedangkan jenis
bahan bakarnya dipresentasikan sebagai faktor emisi.
Di bawah ini merupakan persamaan umum yang digunakan dalam perhitungan
estimasi emisi GRK dari pembakaran bahan bakar, yaitu persamaan 2.11 :
(
⁄ ) (
⁄ )
⁄
Dikarenakan faktor emisi menurut default IPCC dinyatakan dalam satuan emisi
per unit energi yang dikonsumsi (kg GRK/TJ), sedangkan konsumsi energi yang
tersedia pada umumnya dalam satuan fisik seperti ton batu bara, kilo liter minyak
diesel, dll. Maka sebelum digunakan pada persamaan 4.8, data konsumsi energi
harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ (Terra Joule) dengan
menggunakan persamaan dibawah ini:
⁄
tentang berbagai jenis bahan bakar yang digunakan di Indonesia berikut nilai kalor
dari masing – masing bahan bakar.
Tabel 4.12 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia
Bahan bakar Nilai kalor Penggunaan
Premium * 33x10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor
Solar (HSD, ADO) 36x10-6 TJ/liter Kendaraan bermotor, pembangkit listrik
Minyak Diesel (IDO) 38x10-6 TJ/liter Boiler industri, pembangkit listrik
MFO 40x10-6 TJ/liter
4,04x10-2 TJ/ton Pembangkit listrik
Gas Bumi 1,055x10-6 TJ/SCF 38,5x10-6 TJ/Nm3
Industri, rumah tangga, restoran
LPG 47,3x10-6 TJ/kg Rumah tangga, restoran
Batubara 18,9x10-3 TJ/ton Pembangkit listrik, industri
Catatan:
*) termasuk pertamax, pertamax plus
HSD : High Speed Diesel
ADO : Automotive Diesel Oil
IDO : Industrial Diesel Oil
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 14
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Berikut adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada sektor energi sub
sektor pembakaran bahan bakar pada sumber tidak bergerak:
Batu Bara
Diketahui :
Total konsumsi energi : 61.331,57 ton
Nilai kalor : 18,9 x 10-3 TJ/ton
Faktor emisi CO2: 96,1 x 10-3Gg/TJ
Sebelum dihitung nilai emisi GRK, harus disamakan dulu satuan dari konsumsi
energinya, yaitu dari ton menjadi TJ (Terra Joule) dengan menggunakan
persamaan Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:
⁄
⁄
Setelah diperoleh konsumsi energi dalam satuan TJ, maka perhitungan emisi
GRK dengan menggunakan persamaan adalah sebagai berikut:
(
⁄ ) (
⁄ )
⁄
(
⁄ ) (
⁄ )
⁄
(
⁄ )
⁄
1. Bahan bakar batu bara
Tabel 4.13 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Batu Bara
No Jenis Jumlah
Konsumsi (ton)
Nilai Kalor
Emisi CO2
Emisi CH4
Emisi N2O
Batu bara 61.331,57 1.159,17 111,40 0,01 0,002
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 111,40 0,29 0,52
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 112,20 Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 15
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
2. Bahan bakar gas alam
Tabel 4.14 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar Gas Alam
No Jenis Jumlah
Konsumsi (m3)
Nilai Kalor
Emisi CO2
Emisi CH4
Emisi N2O
1 Rumah Tangga 1.793.317 69,04 3,87 0,0003 0,00001
2 Pelanggan Kecil 438.660,98 16,89 0,95 0,0001 0,000002
3 Industri Jasa
Komersial 13.413.921,96 516,44 28,97 0,0026 0,00005
4 Industri Manufaktur 125.479.247 4.830,95 271,02 0,0242 0,00048
Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 304,81 0,0272 0,0005
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 304,81 0,6792 0,1619
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 305.65 Sumber : Analisa Perhitungan 2016
3. Bahan bakar minyak tanah
Tabel 4.15 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar
No Bahan Bakar Konsumsi
Energi Nilai kalor
Konsumsi energi
Emisi CO2
Emisi CH4 Emisi N2O
1 Premium 7.413,5 0,033 244,65 16,95 0,00073 0,00015
2 Solar 3.646,15 0,036 131,26 9,73 0,00039 0,00008
3 Biosolar 1.717 0,036 61,81 4,58 0,00019 0,00004
4 Pertamax,Bulk 301.254,6 0,033 9.941,40 688,94 0,02982 0,00596
5 Pertamax plus 31.138,4 0,033 1.027,57 71,21 0,00308 0,00062
6 Pertamina dex 14.937,9 0,033 492,95 34,16 0,00148 0,00030
7 Minyak Tanah 9.706,9 0,0000462 0,448 0,03 0,0000045 0,0000003
Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 825,60 0,03570 0,00714
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 825,60 0,89259 2,12774
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 828,62
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
4. Bahan bakar LPG
Tabel 4.16 Emisi Gas Rumah Kaca dari Bahan Bakar LPG
No. Produk Konsumsi
(MT) Nilai Kalor
Emisi CO2
Emisi CH4
Emisi N2O
1 LPG 123.757 5.853,71 328,39 0,0292 0,000585
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 328,39 0,73 0,17433
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 329,29
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Emisi Gas rumah kaca dari sektor energi, subsektor pembakaran bahan bakar pada
sumber tidak bergerak di Kota Surabaya sebesar 1575,76 Gg CO2/tahun. Emisi
terbesar pada penggunaan bahan bakar minyak di industri sebesar 828,62 Gg
CO2/tahun.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 16
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
4.3.2 Pembakaran Bahan Bakar pada Sumber Bergerak
Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak adalah emisi
GRK pada kegiatan transportasi. Kegiatan transportasi tersebut meliputi
transportasi melalui darat (jalan raya, kereta api), transportasi melalui air (sungai
dan laut) dan transportasi melalui udara (pesawat terbang). Hasil emisi GRK dari
pembakaran bahan bakar pada sektor transportasi ini berupa CO2, CH4 dan N2O.
Pada sub sektor ini, perhitungan emisi GRK juga menggunakan pendekatan
Tier 1 dimana metode perhitungannya berdasarkan data aktivias dan faktor emisi.
Besarnya nilai emisi GRK ini tergantung pada jumlah konsumsi bahan bakar
minyak yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dalam setiap jenis
transportasi, dalam hal ini terdapat tiga jenis yaitu transportasi darat, transportasi
laut dan transportasi udara. Disamping itu, jenis dari bahan bakar minyak juga
berpengaruh terhadap besarnya nilai emisi dikarenakan nilai dari faktor emisi yang
berbeda untuk setiap jenis bahan bakar minyak.
Berikut adalah perhitungan emisi GRK pada sektor energi sub sektor
pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak untuk:
A. Transportasi darat
Untuk transportasi darat meliputi bahan bakar kendaraaan darat yaitu bus,
mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Bahan bakar tersebut sebagian besar
disuplai oleh PT. Pertamina melalui SPBU yang tersebar di wilayah Kota
Surabaya. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada bahan
bakar transportasi darat:
Premium
Diketahui :
Total konsumsi energi : 2.905.110,67KL
Nilai kalor : 33 x 10-3 TJ/KL
Faktor emisi : 0,0693 Gg/TJ
Sebelum dihitung nilai emisi GRK, harus disamakan dulu satuan dari konsumsi
energinya, yaitu dari ton menjadi TJ (Terra Joule). Adapun perhitungannya yang
menggunakan persamaan 2.10 adalah sebagai berikut:
(
⁄ )
(
⁄ )
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 17
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Setelah diperoleh konsumsi energi dalam satuan TJ, maka perhitungan emisi
GRK menggunakan persamaan sebagai berikut:
(
⁄ ) (
⁄ ) (
⁄ )
(
⁄ ) (
⁄ ) (
⁄ )
(
⁄ ) ⁄
Dengan menggunakan perhitungan diatas, maka diperoleh nilai emisi GRK
untuk masing- masing jenis bahan bakar, hasil perhitungan emisi tersebut
ditabelkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.17 Emisi CO2 Untuk Transportasi Darat
No. Produk Konsumsi
Energi Nilai kalor
Konsumsi energi
Emisi CO2
Emisi CH4
Emisi N2O
1 Premium 2.158.336 0,033 71.225,09 4.935,90 2,35 0,23
2 Pertalite 12.1793,95 0,033 4.019,20 278,53 0,13 0,01
3 Solar 910.137,95 0,036 32.764,97 2,427,88 0,13 0,13
4 Biosolar 254.148 0,036 9.149,33 677,97 0,04 0,04
5 Pertamax 301.254,6 0,033 9.941,40 688,94 0,25 0,08
6 Pertamax
plus 31.138,4 0,033 1.027,57 71,21 0,03 0,01
7 Pertamina
dex 14.937,9 0,033 492,95 34,16 0,01 0,004
Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 9.114,59 2,93 0,496
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 9.114,59 73,33 147,791
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 9.335,71
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Pada tabel 4.16 dapat disimpulkan penggunaan terbesar bahan bakar minyak
untuk transportasi darat adalah premium, hal ini dapat disebabkan karena harga
premium lebih murah karena disubsidi oleh pemerintah dan jenis kendaraan
sebagian besar menggunakan bensin. Adapun nilai persentase emisi CO2 yang
dihasilkan dari bahan bakar minyak untuk transportasi darat terdapat pada
gambar berikut:
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 18
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Gambar 4.1 Nilai Persentase Emisi CO2 dari bahan bakar minyak Transportasi Darat
B. Transportasi laut
Untuk transportasi darat meliputi bahan bakar kendaraaan darat yaitu bus,
mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Bahan bakar tersebut sebagian besar
disuplai oleh PT. Pertamina melalui SPBU yang tersebar di wilayah Kota
Surabaya. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada bahan
bakar transportasi darat:
Dibawah ini adalah salah satu contoh perhitungan emisi GRK pada bahan bakar
transportasi laut:
Contoh perhitungan jenis Marine Diesel Fuel (MDF)
Diketahui :
Total konsumsi energi : 10.478KL
Nilai kalor : 40 x 10-3 TJ/KL
Faktor emisi : 0,0741 Gg/TJ
Sebelum dihitung nilai emisi GRK, harus disamakan dulu satuan dari konsumsi
energinya, yaitu dari ton menjadi TJ (Terra Joule). Adapun perhitungannya
menggunakan persamaan 2.10 adalah sebagai berikut:
(
⁄ )
(
⁄ )
Setelah diperoleh konsumsi energi dalam satuan TJ, maka perhitungan emisi
GRK menggunakan persamaan adalah sebagai berikut:
54%
3%
27%
7% 8%
1%
0%
Premium
Pertalite
Solar
Biosolar
Pertamax
Pertamax plus
Pertamina dex
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 19
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
(
⁄ ) ( ⁄ ) (
⁄ )
(
⁄ ) ( ⁄ ) (
⁄ )
(
⁄ )
⁄
Untuk bahan bakar lain untuk transportasi laut juga dihitung emisi GRK nya
seperti perhitungan diatas, dan hasil kedua perhitungan tersebut terdapat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.18.Emisi CO2 untuk Transportasi Laut
No. Bahan Bakar
Konsumsi Energi
Nilai kalor
Konsumsi energi
Emisi CO2
Emisi CH4
Emisi N2O
1 MDF 10.478 0,04 419,12 31,18 0,0015 0,0008
2 MFO 95.138 0,04 3.805,52 283,13 0,0133 0,0076
3 Biosolar 5.410 0,036 194,76 14,43 0,0007 0,0004
4 Solar 55.136,45 0,036 1.984,91 147,08 0,0069 0,0040
Jumlah (CO2,CH4, N2O) Gg/tahun (konversi) 475,83 0,0224 0,0128
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 475,83 0,5604 3,8170
Jumlah CO2 Gg/tahun (konversi) 480,20
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Berdasarkan tabel perhitungan di atas, nilai emisi gas rumah kaca pada sub sektor
pembakaran bahan bakar pada sumber bergerak di Kota Surabaya sebesar 9815,91
Gg CO2/tahun. Total emisi gas rumah kaca dari penggunaan energi di Kota Surabaya
sebesar 11391,67 Gg CO2/tahun dan nilai ini merupakan nilai terbesar dibanding 3
sektor lainnya. Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan masyarakat Kota Surabaya
terhadap bahan bakar minyak masih tinggi dibanding jenis energi lain.
4.4 Sektor AFOLU
4.4.1 Sub Sektor Peternakan
1. Fermentasi Enterik
Fermentasi enterik adalah gas metana yang dihasilkan oleh hewan
memamah biak (herbivora) sebagai hasil samping dari suatu proses dimana
karbohidrat dari hasil pencernaan dipecah menjadi molekul sederhana oleh
mikroorganisme untuk diserap ke dalam aliran darah dan berikut rumus dari
fermentasi enterik dalam menghasilkan gas metana adalah sebagai berikut :
Emissions = EF(T) * N(T) *10-6
Dimana :
Emissions : Emisi metana dari fermentasi enterik, Gg CH4/year
EF(T) : Faktor emisi populasi jenis ternak tertentu, kgCH4/head/year
N(T) : Jumlah populasi jenis/ kategori ternak tertentu, Animal Unit
T : Jenis/ kategori ternak
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 20
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Tabel 4.19 Potensi Gas Metana di RPH Kota Surabaya
a b c d e (c/d) f g (e x f x 10-6)
No. Hewan Ternak
Total Kotoran Hewan Potong
(kg/tahun)
Kotoran Basah Hewan
(kg/tahun/ ekor)
Jumlah Hewan yang
dipotong (ekor)
Faktor Emisi
(kg/ekor/tahun)
Potensi Gas Metana
(Gg/CH4/yr-1)
1. Sapi 570.880 10.440 55 47 0,0026
2. Kambing 15.920 720 22 5 0,0001
3. Babi 607.393 2.520 241 1 0,0002
Total 0,0029 Catatan : Menurut Wahyuni (2011) bahwa berat rata-rata kotoran basah sapi pedaging 29 kg/hari ekor,
kambing 2 kg/hari/ekor dan babi 7 kg/hari/ekor
2. Pengelolaan Ternak
Sebaliknya dengan data populasi ternak yang dari Dinas Pertanian Kota
Surabaya yang menggunakan rumus pengelolaan kotoran ternak. Hal ini
disebabkan karena di wilayah-wilayah tertentu di Kota Surabaya masih
ditemukan beberapa pemeliharaan hewan ternak sehingga potensi gas metana
ini dapat dihitung dari pengelolaan kotoran hewan ternak yang dihasilkan.
Berikut adalah hasil perhitungan potensi gas metana sesuai data dari Dinas
Pertanian Kota Surabaya pada tabel 4.20 :
Tabel 4.20. Potensi Gas Metana di Kota Surabaya dari Kotoran Ternak
a b c d e (c x d x 10-6)
No. Hewan Ternak Jumlah Hewan Ternak (ekor)
Faktor Emisi (kg/ekor/tahun)
Potensi Gas Metana (Gg/CH4/yr-1)
1. Sapi Potong 539 1 0,00054
2. Sapi Perah 542 31 0,168
3. Kerbau 27 2 0,00005
4. Kambing 1765 0,22 0,00039
5. Domba 204 0,20 0,00004
Total 0,16902
Sumber : Analisa Perhitungan 2016
Berdasarkan perhitungan emisi gas rumah kaca point 1 dan point 2 dari subsektor
perternakan sebesar 0,17192 GgCO2/tahun. Nilai ini paling kecil dibandingkan sector lain
karena jumlah ternak di Kota Surabaya terbatas.
4.4.2 Sektor Pertanian
1. Emisi Karbondioksida (CO2) dari Budidaya Tanaman Padi
Perhitungan emisi CH4 dari lahan sawah dan cara pengisian data pada
worksheet IPCC (2006) sebagaimana diuraikan berikut ini,
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 21
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
a. Data Aktivitas:
Luas panen padi sawah dalam setahun (A) : 1.760 ha
Lama budidaya padi dalam 1 tahun (t) : 200 hari
EF padi sawah dengan irigasi terus-menerus dan tanpa
pengembalianbahanorganik (EFc) = 1,,61 kg/ha/hari
Faktor skala lahan sawah irigasi intermitten = 0,46 (SFw)
Faktor skala rejim air sebelum periode budidaya (SFp ) tidak
digunakankarena tergenang sebelum penanaman < 30 hari
Jumlah pupuk kandang yang digunakan (ROA)= 2 ton/ha
Faktor skala untuk jenis tanah oksisols (SFs) = 0,29
Faktor skala varietas padi Ciherang (SFr)= 0,57
b. Tahapan Perhitungan :
Menghitung faktor skala untuk pupuk kandang = (1+ 2 ton/ha.0,14)0,59
= 1,16
Menghitung faktor emisi harian
EFi = (EFc x SFw x SFo x SFs x SFr)
= 1,61 kg CH4/ha/hari x 0,46 x 1,16 x 0,29 x 0,57
= 0,14 kg CH4/ha/hari
Menghitung emisi metan dari lahan sawah
CH4 Rice = (EF x t x Ax 10-6)
= 0,14 kg CH4/ha/hari x 200 hari x 1.760 ha x 10-6
= 0,05 Gg CH4/tahun
= 1,25 Gg CO2/tahun
2. Emisi Karbondioksida (CO2) dari Penggunaan Pupuk Urea
Penggunaan pupuk urea pada budidaya pertanian menyebabkan lepasnya
CO2yang diikat selama proses pembuatan pupuk. Urea (CO(NH2)2) diubah
menjadiamonium (NH4+), ion hidroksil (OH-), dan bikarbonat (HCO3
-) dengan
adanya airdan enzim urease. Mirip dengan reaksi tanah pada penambahan
kapur, bikarbonatyang terbentuk selanjutnya berkembang menjadi CO2 dan air.
Kategori sumber ini perlu dimasukkan karena pengambilan (fiksasi) CO2 dari
atmosfer selama pembuatan urea diperhitungkan dalam sektor industri. Emisi
CO2dari penggunaan pupuk Urea dihitung dengan persamaan berikut.
CO2-Emission = (MUrea x EFUrea)
= 901,4 ton/tahun x 0,2 = 180,28 ton CO2/tahun
= 0,18028 Gg CO2/tahun
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 22
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Berdasarkan perhitungan emisi gas rumah kaca point 1 dan point 2 dari subsektor
pertanian sebesar 1,43028 Gg CO2/tahun. Total emisi GRK dari sektor AFOLU sebesar
5,65578 Gg CO2/tahun dan merupakan sekor dengan nilai emisi GRK terkecil
dibandingkan dengan ketiga sektor yang lain.
4.5. Nilai Total Emisi Gas Rumah Kaca di Kota Surabaya
Setelah dilakukan perhitungan emisi GRK terhadap keempat sumber penghasil
emisi, maka hasil perhitungannya dapat dilihat pada table 4.21, dimana penghasil emisi
GRK terbesar di kota Surabaya adalah sektor energi yaitu pada transportasi darat. Hal ini
disebabkan karena pengguna kendaraan pada transportasi darat jumlahnya sangat besar
sehingga membutuhkan bahan bakar minyak yang jumlahnya besar pula.
Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Emisi GRK pada Keempat Sektor
No Sektor Emisi CO2
(Gg)
1
Pengelolaan sampah
a. Limbah padat 723,6
b. Limbah cair 1,4072
Total 725,0072
2 IPPU 5.537,32
Total 5.537,32
3 Energi
a. Pembakaran bahan bakar sumber
tidak bergerak
1.575,76
b. Pembakaran bahan bakar sumber
bergerak 9.815,91
Total 11.391,67
4 AFOLU
a. Peternakan 0,17192
b. Pertanian 1,43028
Total 5,65578
Total keseluruhan 17.659,65298
Apabila ke empat sektor tersebut dibuat urutan dari terbesar dan terendah maka sector
energi menempati urutan pertama dengan nilai 64,38%, diikuti oleh sektor IPPU dan
limbah . Nilai terkecil pada sektor AFOLU mengingat lahan pertanian dan jumlah ternak di
Kota Surabaya banyak yang beralih fungsi ke sector perdagangan dan jasa komersial
.Adapun nilai persentase emisi gas rumah kaca tiap sektor sebagaimana terdapat pada
gambar 4.2 berikut ini:
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 4 - 23
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Gambar 4.2 Nilai Persentase Emisi CO2 di Kota Surabaya pada Tahun 2015
4.11%
31.36%
64.51%
0.03%
Pengelolaan Limbah
IPPU
Energi
AFOLU
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 1
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan inventarisasi Gas Rumah Kaca, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan emisi GRK di kota Surabaya meliputi empat sektor, yaitu: sektor
pengelolaan sampah, sektor IPPU (industri), sektor energi dan sektor AFOLU.
2. Total emisi GRK dari keempat sektor di kota Surabaya adalah sebesar
17.699,71378 Gg CO2.
3. Urutan penghasil emisi GRK dari yang terbesar hingga yang terkecil dari keempat
sektor adalah: sektor energi = 17.699,71378 Gg CO2 (64,38 %), sektor IPPU
5.535,32 ton CO2 (31,3 %) pengelolaan sampah 758,49 Gg CO2 (4,29%), sektor
AFOLU 5,65578 ton CO2 (0,03 %)
4. Penghasil emisi GRK terbesar di Surabaya adalah transportasi darat yang
termasuk pada sektor energi. Nilai emisi GRK pada transportasi darat ini sebesar
52,76 % dari total emisi GRK yang dihasilkan di Surabaya.
6.2 Saran
Berikut adalah beberapa saran yang dapat diberikan setelah dilaksanakan kegiatan
inventarisasi GRK sebagai berikut:
1. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka penurunan nilai emisi GRK antara lain:
a. Sektor pengelolaan sampah:
Diversifikasi fungsi TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Selain sebagai
tempat pembuangan sampah Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan
penangkapan gas methan dengan kapasitas 1,65 MW perjam sejak bulan
November 2016. Penangkapan gas metahan ini memanfaatkan gas methan
dari sampah lama dan sampah baru diutamakan sampah organic. Untuk
sampak anorganik pada akhir 2018 direncanakan ada proses gasifikasi di
TPA Benowo dengan kapasitas 8 MW perjam .
Pengelolaan sampah terpadu 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Upaya
pengelolaan sampah 3R ini melibatkan pemerintah, masyarakat, dan
swasta. Pemerintah Kota Surabaya dapat menambah pembangunan
superdepo yang sama dengan superdepo Sutorejo. Masyarakat dan pihak
swasta di Kota Surabaya lebih meningkatkan kegiatan 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) dengan memperbanyak jumlah bank sampah.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 2
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Pengembangan sarana/instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan
lebih mengutamakan sistem anaerobic dan memanfaatkan gas methan yang
dihasilkan untuk energi.
b. Sektor (Industrial Process And Product Uses) IPPU
Penggunaan bahan baku yang rendah emisi CO2 dan modifikasi proses
industri yang rendah emisi CO2.
Mendorong penerapan produksi bersih.
Meningkatkan pengawasan terhadap industri atau kegiatan usaha penghasil
emisi.
c. Sektor energi
Mendorong penggunaan energi alternative yaitu energi baru, dan terbarukan
misalnya biofuel dari minyak jelantah, energi surya, energi angin,
pemanfaatan gas methan (biogas, landfill gas, dsb)
Mendorong penggunaan mesin dengan standar efisiensi BBM lebih tinggi
Memperbaiki kualitas penerapan tranportasi umum dan jalan
Mendorong efisiensi energy/konservasi energi peralatan listrik
Peralihan penggunaan kendaraan pribadi menjadi penggunaan transportasi
umum.
Khusus untuk transportasi sebagai penghasil emisi GRK yang terbesar ada
beberapa saran yaitu:
Mendorong penggunaan transportasi non motor
Menekan tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong
penggunaan angkutan umum melalui Transportation Demand
Management (TDM).
Mewujudkan system angkutan umum monorel
Peningkatan efisiensi operasional penggunaan angkutan barang.
Menerapkan Intelegent Transport System (ITB)
Mengoptimalkan kebijakan pengendalian dampak lalu
lintas/ANDALALIN.
Pemerintah Kota Surabaya mewajibkan pengujian uji emisi berkala pada
kendaraan.
d. Sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU)
Introduksi varietas padi rendah emisi
Efisiensi penggunaan air untuk irigasi
Penggunaan pupuk organik.
Penelitian dan pengembangan teknologi pertanian.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 3
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya
Penggunaan teknologi untuk melindungi tanaman pangan dari gangguan
organisme pengganggu tanaman dan dampak perubahan iklim terhadap
lahan sawah.
Pengembangan dan pembinaan biogas dari limbah ternak bersama
masyarakat.
2. Melakukan upaya penyerapan emisi gas rumah kaca khususnya CO2 dengan
memperbanyak jumlah pohon di Kota Surabaya .
3. Badan Lingkungan Hidup meningkatkan kegiatan aksi perubahan iklim kepada
masyarakat, sekolah, dan swasta khususnya mengenai gas rumah kaca.
Kegiatan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim 6 - 4
Laporan Akhir “Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)”
Badan Lingkungan Hidup Pemerintahan Kota Surabaya