babiiii hasilipenelitian danipembahasanrepository.unika.ac.id/20308/4/15.c1.0065 daniel...
TRANSCRIPT
69
BABIIII
HASILIPENELITIAN DANIPEMBAHASAN
C. HasillPenelitian
1. Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg atas hak
terkait kasus pelanggaran hak cipta ditinjau dari UUHC 2014
a. Putusan Hakim
70
Putusan hakim merupakan putusan terakhir dari suatu
pemeriksaanapersidangan diapengadilan dalamlsuatu perkara.62 Putusan
akhirwdalam suatuwsengketa yangwdiputuskan olehwhakim yang
memeriksa dalam persidangan umumnya mengandung sanksi berupa
hukuman terhadap pihak yang dikalahkan dalam suatu persidangan di
pengadilan. Sanksi hukuman ini baik dalam hukum acara perdata
maupun hukum acara pidana pelaksanaannya dapat dipaksakan kepada
para pelanggar hak tanpa pandang bulu, hanya saja bedanya dalam
hukum acara perdata hukumnya berupa pemenuhan prestasi dan/atau
pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan atau yang
dimenangkan dalam persidangan pengadilan dalam suatu sengketa,
sedangkan dalam hukum acara pidana umumnya hukumannya penjara
dan atau denda.63
Putusan hakim yang baik harus memenuhi dua syarat, yaitu
memenuhi kebutuhan teoritis maupun praktis. Dimana yang
dimaksudkan kebutuhan teoritis disini adalah bahwa pertimbangan
hakim dalam memutus perkara harus berdasarkan fakta-fakta hukum di
persidangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan yang
dimaksud dengan kebutuhan praktis adalah bahwa dengan dibuatnya
putusan tersebut, hakim diharapkan dapat menyelesaikan
persoalan/kasus-kasus hukum yang ada, sehingga sedapat mungkin
62 Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 211.
63 Ibid
71
dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Hal ini dikarenakan,
suatu putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar
putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.
Penelitian ini difokuskan pada putusan Pengadilan Niaga
Semarang No. 2/Pdt.Sus/HKI/2015/PN.Niaga.Smg sengketa hak cipta.
Sengketa yang terjadi antara PT. INTER SPORT MARKETING
dengan PT. METRO HOTEL INTERNASIONAL SEMARANG yang
diputus oleh Hakim Pengadilan Niaga Semarang dengan putusan No.
2/Pdt.Sus/HKI/2015/PN.Niaga.Smg., tanggal 11 Juni 2015, menyatakan
bahwa PT. METRO HOTEL INTERNASIONAL SEMARANG tidak
memiliki ijin lisense dari PT. NONBAR yang telah ditunjuk oleh PT.
INTER SPORT MARKETING (PENGGUGAT) untuk menyiarkan atau
menayangkan atau mengadakan kegiatan Nonton Bareng Final Piala
Dunia Brazil 2014 secara Komersiil termasuk mendistribusikan atau
menyalurkan Siaran Piala Dunia Brazil 2014 di Kamar-kamar Hotel
milik TERGUGAT (PT. METRO HOTEL INTERNASIONAL
SEMARANG).
Ditinjau dari putusannya, hakim telah menjalankan tugasnya
dengan baik, yaitu memutus sengketa tersebut berdasarkan peraturan
perundang-undangan terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 28rTahun
72
2014atentang HaklCipta. Akanltetapi, apabila hal ini dikaitkan dengan
perbuatan melawan hukum (PMH), belum tentu hal tersebut merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipersalahkan/dinyatakan melakukan
perbuatan melawan hukum, apabila dihukum membayar ganti ruginya.
Oleh karena itu, digunakan teori perjanjian dan pencatatan lisensi
sampai terjadinya perbuatan melawan hukum sebagai parameter untuk
mengetahui dan menilai bahwa putusan yang dibuat oleh majelis hakim
Pengadilan Niaga Semarang tersebut telah mengandung perlunya
tidaknya ganti rugi.
Di dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara
atau sengketa yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari putusan. Demikian juga pada putusan hakim
Pengadilan Niaga Semarang ini, majelis hakim juga memberikan
pertimbangan-pertimbangannya sebagai bagian dari putusan, yang
dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1
Ringkasan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor
02/Pdt.Sus/HKI/2015/PN.Niaga.Smg.
Kasus Posisi Undang-Undang Putusan
73
Kasus Posisi Undang-Undang Putusan
1. Menurut Penggugat
perbuatan Tergugat
dengan menyiarkan
atau menayangkan
atau mengadakan
kegiatan Nonton
Bareng Final Piala
Dunia Brazil 2014
secara Komersiil
termasuk
mendistribusikan atau
menyalurkan Siaran
Piala Dunia Brazil
2014 di Kamar-kamar
Hotel milik
TERGUGAT ternyata
tidak memiliki ijin
lisensi dari PT.
NONBAR yang telah
ditunjuk oleh
Penggugat. Hal
tersebut termasuk
dalam perbuatan
melawan hukum dan
sangat merugikan
Penggugat. Oleh sebab
itu Penggugat selaku
pemegang lisensi hak
cipta, meminta
pembayaran ganti rugi
kepada Tergugat.
2. Karena belum adanya
penyelesaian
permasalahan tersebut,
maka tidak ada jalan
lain kecuali
menyerahkan perkara
ini kepada Pengadilan
Niaga Semarang untuk
memeriksa dan
memutuskan perkara
tersebut.
3. Atas gugatan
Penggugat tersebut,
Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta
DALAM EKSEPSI
Menolak Eksepsi
Tergugat untuk
seluruhnya.
DALAM POKOK
PERKARA
1. Mengabulkan gugatan
Penggugat untuk
sebagian.
2. Menyatakan sah,
perjanjian lisensi
antara PT. Inter
Sports Marketing
(Penggugat) dengan
The Federation
International De
Football Assosiation
(FIFA) zurich tanggal
5 Mei 2011.
3. Menyatakan Tergugat
telah melakukan
perbuatan melawan
hukum berupa
pelanggaran Hak
Cipta.
4. Menghukum Tergugat
untuk membayar
sejumlah uang kepada
penggugat sejumlah
Rp. 60.000.000.-
(enam puluh juta
rupiah).
5. membebani Tergugat
untuk membayar
biaya perkara Rp
911.000.- (sembilan
74
Kasus Posisi Undang-Undang Putusan
Tergugat dalam
jawabannya telah
mengajukan
keberatan/eksepsi.
4. Materi eksepsi yang
diajukan Tergugat
adalah mengenai
formalitas gugatan,
yaitu legal standing
Penggugat untuk
mengajukan gugatan
ini, oleh karenanya
eksepsi ini secara
formalitas memenuhi
syarat untuk diperiksa.
5. Sehubungan dengan
hal tersebut, Tergugat
mensomeer Penggugat
untuk membuktikan
keberadaan License
Agreement tersebut
dan Penggugat juga
harus membuktikan
bahwa pihak yang
mewakili FIFA dalam
license agreement
tersebut adalah orang
yang berwenang untuk
mewakili FIFA
sebagaimana
disebutkan dalam
statuta FIFA.
ratus sebelah ribu
rupiah ).
6. Menolak gugatan
Penggugat untuk
selebihnya.
Ringkasan putusan pada tabel di atas, dapat dijelaskan seperti
uraian di bawah ini:
i. Formulasi Putusan
Merupakan susunan dan sistematikaayang harusadirumuskan
dalamaputusan agaramemenuhi syarataperundang-undangan. Hal ini
75
secara garis besar diatur dalam Pasal 184 ayat 1 HIR, Pasal 195 RBG
dan UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Ditinjau dari formulasinya, maka putusan hakim Pengadilan
Niaga Semarang No. 2/Pdt.Sus/HKI/2015/PN.Niaga.Smg., memuat
pertimbangan-pertimbangan hukum yang secara harafiah atau tata
bahasanya, yaitu sebagai berikut:
a) Maksud gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut diatas,
pada pokoknya Penggugat mendalilkan bahwa perbuatan
TERGUGAT secara tanpa hak yang menyiarkan atau
menayangkan atau mengadakan kegiatan Nonton Bareng Final
Piala Dunia Brazil 2014 secara Komersiil termasuk
mendistribusikan atau menyalurkan Siaran Piala Dunia Brazil
2014 di Kamar-kamar Hotel milik TERGUGAT ternyata tidak
memiliki ijin lisensi dari PT. NONBAR yang telah ditunjuk oleh
PENGGUGAT adalah merupakan perbuatan melawan hukum
dan sangat merugikan PENGGUGAT. Oleh karenanya
Penggugat selaku pemegang lisensi hak cipta, memintakan
pembayaran ganti rugi kepada Tergugat.
Bahwa kerugian yang dialami oleh PENGGUGAT baik
secara materiil maupun imateriil akibat perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT tersebut apabila
ditotal secara keseluruhan berjumlah Rp 33.225.500.000,- (tiga
76
puluh tiga miliar dua ratus dua puluh lima juta lima ratus ribu
rupiah), dengan perincian sebagai berikut :
(1) Kerugian Materiil :
1. Biaya Tarif Hak Siar Distribusi
Siaran ke Kamar dan Nonton Bareng
FIFA World Cup Brazil 2014, untuk
Kategori Hotel (Venue & Rooms),
Hotel Bintang 3, pertanggal 23 Mei -
2014, belum termasuk PPN 10 % =
Rp. 60.000.000,-
2. Denda atas Penayangan Siaran FIFA
World Cup Brazil 2014, tanpa Ijin
dari PENGGUGAT sebesar 20 x
Lisensi Hotel Bintang 3 =
Rp.1.200.000.000,
3. Keuntungan/Pendapatan
TERGUGAT dari hasil penjualan
Tiket Nonton Bareng Pertandingan
FIFA World Cup Brazil 2014
sebanyak 64 pertandingan. Dengan
perhitungan, Jumlah Tiket = 200
kursi x 64 pertandingan x @Rp.
50.000,- :
Rp. 640.000.000
4. Pendapatan/Keuntungan yang
diperoleh oleh TERGUGAT dari
Rp. 448.000.000
77
transaksi Penjualan makan dan
minum, yang apabila diperkirakan
sebesar = 200 kursi x 64
Pertandingan X @50,000,- X 70 %
5. Pendapatan/Keuntungan yang
diperoleh TERGUGAT dari
penjualan kamar dan room service
sebesar 90 kamar x Rp. 325.000,- x
30 hari;
Rp. 877.500.000
Total Kerugian Materiil Rp. 3.225.500.000
(2) Kerugian Imaterial :
Disamping kerugian material yang dialami oleh
PENGGUGAT, PENGGUGAT juga mengalami kerugian
imaterial, yang mana PENGGUGAT selaku Penerima
Lisensi dari FIFA untuk Wilayah Republik Indonesia
merasa tercoreng nama baik, citra maupun kredibilitas
PENGGUGAT di mata dunia internasional khususnya
FIFA, yang mengakibatkan PENGGUGAT mendapatkan
teguran langsung dari FIFA, yang apabila dinilai dengan
uang berjumlah sebesar Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh
miliar rupiah);
78
Bahwa untuk menjamin Gugatan PENGGUGAT
tidak sia-sia (illusoil), mohon agar diletakan Sita Jaminan
(Conservatoir Beslag) terhadap harta kekayaan milik
TERGUGAT baik barang bergerak maupun tidak bergerak
milik TERGUGAT yakni terhadap Tanah dan Bangunan.
Milik TERGUGAT yang dikenal dan terletak di Jalan H.
Agus Salim No. 2-4, Semarang, Jawa Tengah ;
Bahwa dikarenakan gugatan ini diajukan disertai
dengan bukti-bukti yang otentik maka sesuai dengan Pasal
180 HIR segala penetapan dan putusan pengadilan dalam
perkara ini agar putusan ini dapat dijalankan (dilaksanakan)
terlebih dahulu secara serta merta (uit voobaar bij vooraad),
meskipun ada upaya hukum yang dilakukan oleh
TERGUGAT;
Bahwa sebelum diajukannya gugatan ini, PT
NONBAR yang telah ditunjuk oleh PENGGUGAT telah
pula memberikan peringatan/somasi kepada TERGUGAT
sebagaimana dalam Surat Somasi No 303/SKLB-
WP/IX/2014, tertanggal 1 September 2014 dan Surat
Somasi No. 321/SKLB-WP/IX/2014, Tertanggal 13
September 2014, tetapi sampai gugatan ini diajukan belum
ada penyelesaian terkait permasalahan ini;
79
Bahwa oleh karena belum adanya penyelesaian
permasalahan ini dengan TERGUGAT, maka tiada jalan
lain kecuali menyerahkan perkara ini kepada Pengadilan
Niaga Semarang untuk memeriksa dan memutuskan perkara
ini.
(3) Atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat dalam
jawabannya telah mengajukan keberatan/ eksepsi dengan
alasan yang pada pokoknya menyebutkan bahwa :
(a) Gugatan Penggugat adalah gugatan perbuatan melawan
hukum dan ganti kerugian. Gugatan Penggugat tersebut
bukan merupakan kompetensi Pengadilan Niaga.
(b) Penggugat dalam perkara ini mendalilkan dirinya
sebagai penerima lisensi. Bahwa sebagaimana telah
disinggung di atas bahwa penerima lisensi bukanlah
pihak yang berhak untuk mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum dan ganti kerugian terkait
pelanggaran hak cipta di Pengadilan Niaga.
(c) Penggugat mengajukan gugatan dengan alasan bahwa
Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
dan Penggugat menuntut ganti rugi atas perbuatan
melawan hukum tersebut. Gugatan Penggugat dengan
konstruksi demikian sangat prematur mengingat sampai
dengan saat ini tidak pernah ada putusan pidana yang
80
menyatakan adanya kesalahan yang telah dilakukan
oleh TERGUGAT yang ada kaitannya dengan
pelanggaran hak-hak Penggugat sebagai penerima
lisensi.
(d) Di dalam surat gugatan, yang ditarik sebagai subjek
Tergugat tertulis dalam surat gugatan adalah PT. Metro
Hotel Internasional Semarang. Kemudian di dalam
posita gugatan diuraikan bahwa tergugat tersebut
adalah sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang
jasa perhotelan dengan brand nama "New Metro Hotel"
yang beralamat di JI. H. Agus Salim No. 2-4 Semarang
(posita gugatan nomor 11).
Atas eksepsi tersebut, majelis hakim mengabulkan
eksepsi tergugat. Pertimbangan majelis hakim ini sesuai atau
berdasarkan bukti tersebut di atas Majelis Hakim menilai
perjanjian lisensi dimaksud adalah tidak memilliki akibat hukum
bagi pihak ketiga sehingga penerima lisensi tidak berhak untuk
mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga termasuk kepada
TERGUGAT, memenuhi ketentuan (Pasal 47 ayat (2) Undang-
Undang No. 19 Tahun 2002).
b) Materi eksepsi yang diajukan Tergugat adalah mengenai
formalitas gugatan, yaitu legal standing Penggugat untuk
mengajukan gugatan ini, oleh karenanya eksepsi ini secara
81
formalitas memenuhi syarat untuk diperiksa. Formalitas gugatan
merupakan hal-hal yang harus ada di dalam suatu gugatan.
Dalam hal ini tergugat berhak mengajukan eksepsi karena
Sehubungan dengan hal tersebut, TERGUGAT
mensomeer Penggugat untuk membuktikan keberadaan License
Agreement tersebut dan Penggugat juga harus membuktikan
bahwa pihak yang mewakili FIFA dalam license agreement
tersebut adalah orang yang berwenang untuk mewakili FIFA
sebagaimana disebutkan dalam satuta FIFA. Hal ini mutlak
harus dipenuhi oleh Penggugat untuk membuktikan kebenaran
dan validitas license agreement tersebut. Oleh karena itu apabila
statuta tersebut tidak dibuktikan maka dalil-dalil gugatan
Penggugat haruslah ditolak seluruhnya.
c) Berdasarkan dalil-dalil Penggugat dan Tergugat tersebut,
selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah Penggugat
memiliki persona standi in judicio untuk mengajukan gugatan
ini. Telah diuraikan sebelumnya, bahwa yang menjadi pokok
persoalan adalah mengenai siaran, maka pemegang hak terkait
yang berhak mengajukan gugatan seharusnya lembaga
penyiaran, bukan Penggugat tersebut yang kapasitasnya hanya
sebagai penerima lisensi.
82
Dalam hal ini, majelis hakim dalam putusannya akan
mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk mengenai
kewenangan mengajukan gugatan ini.
a) Sengketa dalam perkara ini adalah Apakah Tergugat telah
melakukan pelanggaran Hak cipta yang dikualifikasi sebagai
PMH? dan oleh karenanya Penggugat selaku pemegang lisensi
hak cipta, memintakan pembayaran ganti rugi kepada Tergugat
Menimbang, bahwa terhadap persoalan tersebut secara
sistematis Majelis mempertimbangkan sebagai berikut:
b) Perjanjian lisensi ( Licence Agreement )
Menimbang, bahwa berdasarkan (bukti P4 dan P-19 )
telah terbukti adanya perjanjian licensi (Licence Agreement)
antara PT Inter Sports Marketing (Penggugat) dengan
Federation Internasional De Football Association (FIFA)
tertanggal 5 Mei 2011, dimana inti kesepakatannya adalah :
FIFA telah memberikan hak-hak media kepada PT. Inter Sports
Marketing (Penggugat) oleh karenanya Penggugat sebagai
pemegang lisensi, berkapasitas selaku “Master Right Holder
atas Media Rights of FIFA Word cup Brazil 2014.
Menimbang, bahwa Tergugat meragukan keabsahan
(validitas) perjanjian dimaksud, karena Penggugat tidak
menyertakan anggaran dasar (Article Association of FIFA) untuk
83
membuktikan apakah perjanjian lisensi tersebut benar dibuat
oleh FIFA.
(1) Bahwa berdasarkan (bukti P-1, P-2, P-3 ) membuktikan
Penggugat adalah Perseroan Terbatas (Badan Hukum ) yang
bergerak dibidang jasa olah raga dengan Badan Hukum
lainnya di luar Negeri, oleh karenanya dapat bertindak
sebagai subyek hukum ( In casu membuat perjanjian).
(2) Bahwa sudah menjadi pengetahuan umum (notoirt baar)
Federation Internasional De Football Association (FIFA)
adalah merupakan organisasi sepak bola Internasional yang
berkedudukan di Zurich, Swiss yang dalam perkara ini
adalah sebagai pemegang hak cipta (Konten ) atas karya
Sinematografi siaran Piala Dunia Brazil 2014.
(3) Bahwa berdasar bukti (P-4 dan P-19) dapat dibuktikan
perjanjian tersebut ditanda tangani oleh “ Markus Kettner “
Sekretaris Jenderal FIFA untuk dan atas nama FIFA dan
Imansyah Komisaris PT Inter Sport marketing (Penggugat).
(4) Bahwa Tergugat meragukan keabsahan perjanjian lisensi,
namun tidak mengajukan bukti-bukti berkaitan dengan.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti tersebut diatas
Majelis Hakim menilai perjanjian lisensi dimaksud adalah sah,
memenuhi ketentuan (Pasal 1320 KUH Perdata).
84
Menimbang, bahwa persoalan berikut adalah apakah
Penggugat mempunyai legal standing ?
Menimbang, bahwa pada kaitannya penerima lisensi
(Penggugat) selain diberi ijin/lisensi atas Hak Media/Master Right
Holder, sekaligus diberi kewenangan pula untuk mempertahankan
dari setiap bentuk gangguan/pelanggaran yang mengganggu haknya,
akan tetapi kebenarannya, sepenuhnya dapat dirujuk dalam isi
kesepakatan (keterangan-keterangan ahli : Budi Agus Riswandi.
SH.Mhum dan Ahli : Agung Damar Sasongko .SH,MH);
a) Bahwa berdasarkan perjanjian lisensi (P-4 dan P-19) dalam
point 21.8 disebutkan : “penerima lisensi mengakui dan sepakat
bahwa hak yang dilimpahkan dalam hal ini adalah subyek
kepada semua hukum dan regulasi yang berlaku, sebagaimana
tanggal yang dicantumkan disini dan yang mungkin kemudian
diamandemenkan atau diberlakukan kembali hingga kepada
cakupan yang berlaku.
b) Bahwa Tergugat tidak mengakui Penggugat memiliki hak gugat
karena dalam perjanjian lisensi yang mereka buat (bukti P-4 dan
terjemahannya (P-19) Penggugat selaku penerima lisensi hanya
diberikan “hak-hak “Media, tanpa pemberian Hak gugat.
c) Bahwa bahkan dalam halaman 2 poin 13 perjanjian lisensi (bukti
P-19) secara tegas disebutkan “setiap dan semua hak-hak dan
lisensi yang tidak secara tegas diberikan kepada penerima lisensi
85
dalam perjanjian ini (termasuk hak-hak yang dikecualikan)
dengan ini dicadangkan untuk FIFA untuk digunakan sendiri
secara luas dan tanpa batasan.
d) Bahwa menurut penilaian Majelis Hakim : Tergugat tidak tepat
memaknai ketentuan point 13 perjanjian lisensi tersebut
semestinya kata-kata (……..termasuk hak-hak yang
dikecualikan) dengan ini dicadangkan untuk FIFA untuk
digunakan FIFA sendiri artinya tidak semua konten yang berisi
beberapa program dari kegiatan diberikan sepenuhnya diberikan
kepada pemegang lisensi akan tetapi ada beberapa yang
dikecualikan untuk dicadangkan bagi kepentingan FIFA sendiri.
Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan tersebut diatas
Majelis Hakim berpendapat “Penggugat (selaku pemegang lisensi)
mempunyai kewenangan untuk mengajukan hak gugat. (Legal
standing In Judicio) dengan demikian Eksepsi Tergugat menyangkut
hal tersebut haruslah ditolak.
a) Pencatatan Perjanjian Lisensi.
(1) Bahwa, berdasarkan (bukti P-5), Penggugat telah
mencatatkan perjanjian lisensinya kepada Dirjen HKI (Hak
Kekayaan Intelektual) Menteri Hukum dan HAM tertanggal
23 Mei 2014, memenuhi ketentuan Pasal : 47 (2) UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
86
(2) Bahwa akan tetapi hal tersebut disangkal Tergugat “karena
secara nyata permohonan pencatatan perjanjian lisensi
tersebut belum dapat dilaksanakan maka perjanjian tersebut
tidak membawa akibat hukum kepada pihak ketiga (bukti T-
6).
(3) Bahwa menurut pendapat Ahli dari Tergugat LAKON
TUKAN LEONARD .SH.MA. dan Dr. LITA TYESTA
A.L.W. SH.Mhum intinya menerangkan : ”pencatatan
sebagaimana yang dilakukan Penggugat (bukti P-5) tidak
memenuhi standar pendaftaran yang baik, meskinya harus
ada otorisasi yang menilai permohonan tersebut dikabulkan
tidaknya, tidak cukup diparaf dan distempel Dirjen HKI.
(4) Bahwa akan tetapi sebaliknya pendapat Ahli dari Penggugat
(Agung Damar Sasongko .SH.MH dan Budi Agus Riswandi
.SH.MH ) intinya menjelaskan : Permohonan pencatatan
yang dilakukan penggugat adalah sah dengan alasan :
(a) Karena belum ada peraturan pelaksanaan dari ketentuan
Pasal 47 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
cipta, yang mewajibkan mendaftar perjanjian lisensi,
maka dalam praktek kebijakan Pimpinan (Dirjen HKI)
saat itu : ”pencatatan lisensi hanya sebatas di paraf,
tanggal dan diberi stempel Dirjen HKI“, kalau
87
permohonan ditolak, langsung dikembalikan (tidak
diparaf maupun stempel).
(b) Penggugat telah beriktikat baik memenuhi kewajiban
hukum (Pasal 47 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2002)
dengan memcatatkan perjanjian lisensi ke Dirjen HKI,
terlepas apakah negara (Dirjen HKI) menyelenggarakan
pencatatan dengan baik atau buruk, bukan lagi urusan
Pemohon.
(c) Untuk melakukan pencatatan Pemohon (Penggugat)
harus membayar biaya yang dimasukkan sebagai
penerimaan Negara bukan pajak.
Menimbang, bahwa terhadap persoalan tersebut Majelis
berpendapat sebagai berikut :
(1) Berdasarkan Bukti (T-6) disebutkan : ”Pencatatan
perjanjian antara FIFA dengan Penggugat belum dapat
dilaksanakan.
(2) Bahwa “kata (belum) dapat dilaksanakan“ harus dimaknai
bahwa proses pencatatan tersebut memang belum dapat
dilaksanakan karena belum ada peraturan pelaksanaannya
yang mewajibkan pencatatan perjanjian lisensi (Pasal 47
ayat (2) UU No.19 Tahun 2002 ) maupun undang-undang
yang baru;
88
(3) Maka dalam implementasinya lain pimpinan lain kebijakan,
pimpinan (Dirjen HKI) yang lama menganggap pencatatan
dilakukan cukup dengan paraf, tanggal dan stempel ( bukti
P-5 ).
(4) Bahwa kata “belum“ harus dibedakan dengan kata “tidak
dapat“, kata “belum“ menunjukkan permohonan belum
dapat diproses, karena kendala tertentu diluar kemampuan
Pemohon (in casu belum ada peraturan pelaksanaan), kata “
tidak dapat“ mestinya dimaknai pemohon tidak memenuhi
persyaratan yang ditentukan sehingga permohonan
pencatatan tidak dapat diproses.
(5) Bahwa, terlepas dari ada tidaknya peraturan pelaksanakan
atau baik buruknya penyelengaraan negara (pencatatan
Dirjen HKI), terhadap Pemohon yang beretiket baik harus
diberi perlindungan hukum.
(6) Bahwa”pencatatan berbeda dengan pendaftaran, terlebih
dalam konteks Hak cipta“ pencatatan hanya bersifat
administratif, karena sejatinya hak itu muncul setelah ide
(gagasan) terwujud dalam bentuk sebuah karya (cipta)
karena bersifat administratif semata Dirjen HKI tidak perlu
mengeluarkan sertifikat, cukup hanya dengan paraf, stempel
(bukti P-5), hal ini berbeda karakteristiknya dengan Hak
Intelektual lainnya (misal hak paten, merek) lebih tepat
89
diwajibkan “pendaftaran bukan pencatatan, karena dalam
hal ini lahirnya hak baru timbul setelah pendaftaran
dikabulkan maka sebagai tanda bukti dikabulkannya
permohonan Dirjen HKI harus mengeluarkan produk
berupa sertifikat.
Menimbang, bahwa berdasar pertimbangan tersebut
Majelis Hakim menilai “pencatatan perjanjian lisensi yang
dilakukan Penggugat adalah sah dan mengikat";
b) Perjanjian sublisensi
(1) Bahwa berdasar perjanjian lisensi (bukti P-4) dan
terjemahannya (bukti P-19) ditentukan: “penerima lisensi
(Penggugat) berhak membuat perjanjian sublisensi dengan
sepengetahuan dan persetujuan FIFA" (point 11 sub lisensi).
(2) Bahwa berdasarkan 1. (bukti P-20,P-21 )Penggugat telah
membuat perjanjian sub lisensi dengan PT. Digital Media
Indonesia (AN.TV). 2. (bukti P-22 , P-23) Penggugat telah
membuat perjanjian sub lisensi dengan PT. Cakrawala
Andalas Televisi (AN TV) dan PT. Lativi Media Karya
(TV.One) .
(3) Bahwa isi perjanjian sub lisensi tersebut intinya: PT. Inter
Sports Marketing (Penggugat) telah memberikan hak-hak
Media kepada perusahaan penerima sub lisensi.
90
c) Sosialisasi perjanjian lisensi
(1) Bahwa selain telah melakukan pencatatan perjanjian lisensi
ke Dirjen HKI (bukti P-5) Penggugat telah pula melakukan
sosialisasi / pengumuman ke beberapa Media nasional
antara lain :
(a) Harian Kompas, tanggal 21 Januari 2014 hal 14 (bukti
P-13).
(b) Harian Superball ,tanggal 14 Januari 2014 (bukti P-14).
(c) Harian Bola News, tanggal 17 Januari 2014 (bukti P-
15).
(d) Bahwa sosialisasi dimaksud untuk memenuhi “Azas
Publisitas“ agar masyarakat mengetahui, bahwa
Penggugat adalah selaku pemegang hak-hak Media
penyelenggaraan word cup Brazil 2014, berikut
“peringatan bagi masyarakat yang akan menggunakan
hak siar diarea komersial harus terlebih dahulu
memperoleh ijin dari penggugat.
d) Penunjukkan koordinator Pengawasan dan penindakan.
(1) Bahwa berdasar (bukti P-6, P-7) membuktikan Penggugat
telah menunjuk PT Nonbar sebagai koordinator tunggal
untuk melakukan kegiatan pemasaran, sosialisasi,
pengawasan, penertiban dan perijinan penggunaan siaran
Piala Dunia Brazil 2014 di seluruh wilayah Republik
91
Indonesia, diarea komersial yang diselenggarakan oleh
pemilik/pengelola hotel, restoran, kafe, mall, modern
market dan tempat hiburan lainnya.
(2) Bahwa sebagai koordinator pengawasan, penindakan dan
pemberian ijin PT. Nonbar telah menunjuk dan menugaskan
saksi Andrey Fellany dan Suwardi, untuk melakukan
pengawasan dan penindakan, kegiatan penyiaran Piala
Dunia Brazil 2014 khususnya di hotel-hotel dan café di
seluruh wilayah Jawa Tengah (bukti P-47, bukti P-48 dan P-
49 ).
(3) Bahwa selain itu PT. Non Bar telah mempersiapkan tempat
berupa sertifikat lisensi / ijin penayangan , bagi pihak yang
akan menayangkan acara piala dunia Brazil 2014 diareal
komersial (bukti P-17).
e) Perbuatan melawan Hukum berupa pelanggaran Hak Cipta .
(1) Bahwa Penggugat adalah selaku penerima lisensi dari
International De Football Association (FIFA) atas siaran
Piala Dunia Brazil 2014 (sebagaimana telah
dipertimbangkan angka 1) tersebut diatas.
(2) Bahwa di dalam perjanjian lisensi dimaksud, Penggugat
selaku master Right Holder di seluruh wilayah RI telah
diberikan hak media, antara lain : hak ekshibisi publik (hak-
hak areal komersial).
92
(3) Bahwa yang dimaksud hak ekshibisi publik (areal
komersial) adalah semua hak untuk :
(a) Mentransmisikan dengan bantuan sesuatu media
apapun sesuatu material audio saja, visual diam atau
bergerak saja, material audiovisual, data dan atau
material teks atau bertalian dengan kompetisi atau suatu
upacara atau even FIFA lainnya untuk ekshibisi kepada
dan ditonton atau didengar oleh pemirsa yang berlokasi
entah dimana dalam bioskop, bar, restoran, stadion,
kantor, lokasi konstruksi, oil rig, kendaraan di atas air,
bus, kereta api, bangunan angkatan bersenjata,
bangunan pendidikan, rumah sakit dan suatu tempat
lainnya selain dari sebuah hunian pribadi.
(b) Mengorganisasikan dan mempertontonkan sesuatu even
berkaitan dengan hal itu dimana para hadirin dapat
menonton dan / atau mendengar kepada transmisi
tersebut (entah ya atau tidak suatu tontonan seperti itu
terbuka bagi masyarakat luas atau sebaliknya) dan
(c) Mengeksploitasi sesuatu dan semua peluang komersial
(termasuk misalnya pungutan masuk, ke sponsor siaran
dan peluang pemasok) yang ditimbulkan dari dan/atau
dalam kaitan dengan even-even tersebut transmisi dan /
93
atau ekshibisi, hak-hak ekshibisi publik mengecualikan
hak dalam pemotongan (in Flight Right);
(4) Bahwa berdasar (bukti P-6, P-7) membuktikan Penggugat
telah menunjuk PT Nonbar sebagai koordinator tunggal
untuk melakukan kegiatan pemasaran, sosialisasi,
pengawasan, penertiban dan perijinan penggunaan siaran
Piala Dunia Brazil 2014 di seluruh wilayah Republik
Indonesia, diarea komersial yang diselenggarakan oleh
pemilik/pengelola hotel, restoran, café, mall, modern
market dan tempat hiburan lainnya.
(5) Bahwa berdasar (bukti P-31, P-32, P-34 ) berupa foto-foto
kegiatan acara nonton bareng Final piala dunia Brazil 2014
antara Jerman Vs Argentina di New Metro Hotel (Silver
Spoon Coffe Shop). tanggal 14 Juli 2014, penayangan secara
live di ANTV dengan menggunakan 2 (dua) big
screen/layar lebar
(6) Bahwa berdasar (bukti P-33) berupa foto daftar menu
makanan dan minuman yang dijual saat nonton bareng
berlangsung.
(7) Bahwa berdasar (bukti P-35 dan P-36) berupa foto-foto
diterangkan bahwa didalam kamar Hotel Metro juga
difasilitasi TV yang dapat menyiarkan FIFA World Cup
Brazil 2014, melalui channel ANTV.
94
Menimbang, bahwa bukti-bukti tersebut diperoleh fakta
bahwa PT. New Metro Hotel telah menyelenggarakan kegiatan
nonton bareng Final Piala Dunia Brazil antara Jerman Vs
Argentina, penayangan dilakukan dengan 2 (dua) big screen /
layar lebar secara live di An TV.
Menimbang, bahwa bukti-bukti foto tersebut diperkuat
dengan keterangan para saksi Penggugat saksi Andrey Felani
dan Suwardi yang intinya menerangkan : saksi adalah pelaku
yang mengambil/ mengabadikan foto-foto rekaman tersebut.
(1) bahwa untuk dapat mengabadikan kegiatan tersebut, saksi
menginap di kamar hotel New Metro (bukti P-37), dan juga
sekaligus melihat langsung ketika ada nonton bareng Final
antara Jerman Vs Argentina di Coffee Hotel New Metro,
saat itu yang hadir cukup banyak berkisar antara 20 sampai
dengan 50 orang.
(2) bahwa bukti-bukti foto tersebut lalu saksi serahkan kepada
Pimpinan perusahaan yang menugaskan (PT. Nonbar),
kemudian foto dan rekaman tersebut dialihkan ke dalam CD
(bukti P-43).
Menimbang, bahwa bukti foto dan rekaman (P-30
sampai dengan P-36) dalam compact disk (P-34) Tergugat
keberatan dengan alasan bukti–bukti tersebut sangat diragukan
kebenarannya, karena Penggugat tidak dapat membuktikan
95
keaslianya dan tidak ada validitas dari ahli yang berkompeten,
terlebih lagi ahli bukanlah alat bukti sebagaimana diatur dalam
HIR .
Menimbang, bahwa terhadap persoalan tersebut Majelis
Hakim berpendapat, bahwa dalil keberatan Tergugat tidaklah
beralasan karena bukti-bukti yang diajukan juga didukung bukti
surat yang lain seperti brosur (P-29), kwitansi pembayaran
penginapan (P-37) maupun kwitansi pembelian (P-38 , P-39)
serta didukung dengan keterangan saksi/ pelaku yang
mengabadikan kegiatan nonton bareng tersebut yang satu sama
lain saling berkaitan bersesuaian, dengan demikian telah
memenuhi batas minimal pembuktian.
Selain itu dalam praktek alat-alat bukti berupa foto
maupun alat rekaman elektronik, dapat dipergunakan sebagai
alat bukti.
Menimbang, bahwa sejalan dengan hal itu para ahli
Penggugat (Agung Damar Sasongko. SH.MH dan Budi Agus
Riswanto. SH.Mhum.) memberikan pendapat yang pada intinya:
(1) Bahwa area komersial atau area publik adalah pemanfaatan
untuk kepentingan ekonomi, dengan karakteristik dimana
orang mengambil keuntungan atas pemanfaatan karya cipta
atau produk yang terkait tadi artinya disitu ada pihak lain
yang mengambil keuntungan (Pasal 2, Pasal 15, Pasal 16
96
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta) akan tetapi
sebenarnya sepanjang dipergunakan untuk kepentingan
pribadi tidak ada masalah/diperbolehkan (doktrin Values ).
(2) Bahwa Hotel merupakan area komersial ,dan hotel bukanlah
end user melainkan pelaku usaha/perantara yang
menawarkan jasa pelayanan.
(3) Bahwa meskipun penayangan/siaran TV berada di kamar
Hotel yang berkesan privacy, tetapi penyiarannya tetap
diarea komersial. Dalam hal ini yang dipersoalkan bukan
masalah pengadaan TV nya (hard ware) sebagai bagian
standar pelayanan akan tetapi dalam konteks ini adalah
dalam penyiaran ada “konten“ yang merupakan ranah Hak
Cipta, artinya dalam penayangan/siaran TV di situ ada Hak
Eksklusif siaran, oleh karena itu Hotel harus membayar
royalty yang besarnya tergantung dari pemegang lisensi
atau kesepakatan di antara mereka .
Menimbang, bahwa di pihak lain Tergugat membantah
adanya pelanggaran hak Cipta dengan alasan pada pokoknya ;
a) Seluruh channel / stasiun TV di Hotel New Metro milik
Tergugat merupakan siaran jaringan TV berbayar.
i. Bahwa jaringan TV di hotel milik Tergugat TV
berbayar/berlangganan, sejak lama Tergugat telah
berlangganan dengan Telkom Vision, artinya semua acara
97
TV dapat diakses oleh TV yang ada di Hotel Tergugat
adalah siaran TV yang disiarkan oleh Telkom Vision
melalui TV berlangganan dapat diakses saluran/channel TV
tidak berbayar (free on air) dan saluran/channel TV yang
berbayar (bukti T-7, T-8, T-9, T-10 ).
b) Siaran piala dunia Brazil 2014 disiarkan oleh TV One dan AN
TV sehingga dapat ditonton siapa saja.
a. Bahwa siaran Piala dunia Brazil 2014 disiarkan oleh TV
One dan AN TV yang merupakan stasiun / saluran TV tidak
berbayar (Free to air), maka sudah barang tentu siapa saja
dapat menyaksikan / menikmati programnya, Tegugat tidak
mempunyai kemampuan tehnis (kapasitas) untuk
melakukan penutupan channel / saluran TV tersebut, maka
dengan sendirinya siaran piala dunia Brazil 2014 dapat
disaksikan siapa saja melalui TV One dan AN TV termasuk
tamu Hotel yang menginap, dapat menghidupkan dan
memilih channel / saluran TV termasuk TV One dan AN
TV.
b. Dengan demikian Tergugat tidak dapat dipersalahkan /
dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, apabila
dihukum membayar ganti ruginya.
Menimbang, bahwa terhadap persoalan tersebut Majelis
mempertimbangkan:
98
(1) Bahwa berdasar (bukti T-7, T-8, T-9, T-10) diterangkan
Tergugat adalah pelanggaran TV berbayar/TV cable dari
Telkom vision.
(2) Bahwa Tergugat dapat mengakses seluruh siaran saluran
Telkom vision.
(3) Bahwa akan tetapi bukti-bukti dimaksud ditolak oleh
Penggugat dengan alasan : “telkom Vision bukan media
yang ditunjuk atau memperoleh ijin / lisensi dari Penggugat
untuk secara eksklusif menyiarkan piala dunia Brazil 2014
dengan sistem TV berbayar (Pay TV Broadcaster), karena
yang ditunjuk / diberi ijin adalah hanya K. Vision dan FIFA
(bukti P-13, P-14, P-15 , P-25 dan P-26).
(4) Bahwa ciri-ciri pembeda ada tidaknya lisensi adalah
manakala tidak ada ijin lisensi, maka dalam layar TV tidak
akan muncul nama perusahaan (Telkom Vision) berbeda
dengan yang memperoleh ijin maka ia berhak memunculkan
nama/logo perusahaan menyandingkan dengan logo FIFA
dan muncul dalam layar TV, sebagaimana (bukti P-34) yang
muncul dilayar adalah penerima ijin lisensi yaitu AN TV.
(5) Bahwa dengan demikian secara tehnis Telkom Vision tidak
bisa memunculkan siaran/penayangan “piala dunia FIFA
2014. karena dengan sendirinya akan terblokir, akan tetapi
dalam perkara aqua ternyata New Metro Hotel, dapat
99
mengakses siaran AN TV, hal tersebut mengindikasikan
adanya rekayasa tehnik, atau memanfaatkan siaran di area
komersial untuk memperoleh keuntungan.
Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan
pertimbangan tersebut diatas dapat disimpulkan “Tergugat telah
terbukti melakukan perbuatan melakukan hukum berupa
pelanggaran Hak Cipta”.
Menimbang, bahwa pertimbangan tersebut diatas
sekaligus dapat mematahkan Eksepsi Tergugat mengenai
gugatan prematur: ”bahwa tuntutan ganti rugi pelanggaran hak
cipta tidak harus dibuktikan terlebih dulu perbuatan pidananya.
c) Penggugat tidak mendapat keuntungan apapun dari
penyelenggaraan siaran piala dunia Brazil 2014.
a. Bahwa pembayaran tiket Rp. 50.000. adalah biaya
penggantian harga makanan dan minuman setiap
pengunjung yang meyaksikan pertandingan final piala dunia
Brazil 2014 dan apabila dihitung makanan/minuman
tersebut melainkan lebih dari Rp. 50.000.- (lima puluh ribu
rupiah), artinya Tergugat tidak mendapat keuntungan apa-
apa, bahkan jika biaya-biaya lain seperti listrik; untuk
pembangunan dan penyejuk ruangan serta sewa tempat
maka dapat dipastikan secara ekonomi Tergugat justru
dirugikan karena nyatanya pertandingan Piala dunia Brazil
100
2014 tidak meningkatkan tingkat hunian hotel, namun
konten bareng semata-mata hanya untuk memfasilitasi
pihak-pihak yang ingin menyaksikan pertandingan final .
Menimbang, bahwa terhadap ketentuan tersebut
Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut :
b. Bahwa dalam hal ini keterkaitan dengan pemanfatan diarea
komersial artinya penggunaan konten, menjadi
dilarang/tidak diperbolehkan sepanjang untuk kepentingan
komersial/mengambil keuntungan.
c. Bahwa keuntungan tidak harus dimaknai secara sempit
secara finansial semata, akan tetapi karena “New Metro
Hotel" merupakan pelaku usaha yang bergerak dibidang
pelayanan jasa, maka perlu dibangun image dengan
melengkapi fasilitas pendukung dan mutu pelayanan
(service).
d. Bahwa kegiatan “nonton bareng” maupun pengadaan TV
dalam kamar hotel berikut kelengkapan channel/saluran
merupakan bagian dari pelayanan (service) dimaksud ;
Menimbang, bahwa dengan demikian keberatan
Tergugat tidak beralasan, karenanya harus ditolak.
d) Tuntutan ganti rugi.
Menimbang, bahwa karena Tergugat telah terbukti
melakukan perbuatan melawan hukum, berupa pelanggaran Hak
101
Cipta, maka menurut Majelis Hakim hanya sebatas penerapan
sanksinya adalah berupa / kewajiban untu membayar ijin lisensi.
1. Bahwa mengenai besaran pembayaran lisensi ditentukan
dalam kesepakatan diantara para pihak (pemegang hak/
pemberi ijin dengan menerima lisensi) akan tetapi dalam
perkara a quo sebelumnya tidak ada kesepakatan/ perjanjian
antara Penggugat dengan Tergugat, maka penentuannya
dapat dilihat pada ketentuan/regulasi internal pemegang
lisensi (penggugat).
2. Bahwa dalam petitum angka 5 Penggugat memintakan
pembayaran kerugian materiil (angka 1) berupa biaya tarif
hak siar distribusi siaran ke kamar dan nonton bareng FIFA
WORLD CUP BRAZIL 2014 , untuk kategori hotel (venue
& Rooms) hotel bintang 3 pertanggal 23 Mei 2014 belum
termasuk PPN 10 % sebesar Rp. 60.000.000.- (enam puluh
juta rupiah).
3. Bahwa sebagaimana dipertimbangkan diatas karena wujud
kesalahan Tergugat adalah pelanggaran Hak Cipta, maka
kewajibannya adalah membayar ijin / lisensi hak siar.
Sedangkan tuntutan kerugian materiil selebihnya berupa:
a. Denda atas penayangan, siaran FIFA.
b. Keuntungan hasil penjualan tiket nonton bareng.
102
c. Keuntungan hasil penjualan makanan/minuman
tidaklah dapat dikabulkan.
d. Keuntungan dari penjualan kamar.
e) Sita jaminan dan putusan serta merta.
1. Bahwa terhadap permohonan pernyataan sah dan berharga
sita jaminan (petitum angka 2) tidak dapat dikabulkan,
karena selama proses persidangan Majelis Hakim, tidak
pernah melakukan penyitaan terhadap harta Tergugat.
2. Bahwa demikian halnya terhadap putusan serta merta
(petitum angka 6) tidak dikabulkan, karena tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 HIR .
f) Biaya perkara.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
diatas dapat disimpulkan, Penggugat adalah pihak yang menang,
untuk itu biaya perkara dibebankan kepada Tergugat, yang
besarnya akan disebutkan dalam dicatum putusan;
ii. Substansi Putusan
1. para pihak yang berperkara
Putusan hakim dalam persidangan harus memuat
identitas subjek hukumnya atau para pihak yang bersengketa,
baik penggugat maupun tergugat secara detail mulai dari nama,
alamat, dan nama kuasa hukumnya jika dikuasakan.
103
Dalam sengketa ini, telah jelas para pihak yang
berperkara, yaitu:
PT. INTER SPORT MARKETING, Perseroan Terbatas, yang
didirikan berdasarkan dan tunduk pada hukum Negara Republik
Indonesia, berkedudukan di Jakarta Pusat, berkantor di Boutique
office park Nomor B/2 , Jalan H. Benyamin Suaeb, blok A6,
Kemayoran , Jakarta 10630 dalam hal ini diwakili oleh Drs.
IMANSYAH BUDIANTO selaku Direktur oleh karenanya sah
bertindak untuk dan atas nama PT INTER SPORT MARKETING
memberi kuasa kepada :
1. WAHYU PRIYANKA NATA PERMANA. SH.MH ; 2.
MUSYAFAH ACHMAD. SH ; 3 ADI SUSANTO. SH ; 4.
WHINDY SANJAYA. SH; 5. NICOLAS B. B
BANGNGOE. SH, Advokat-Konsultan Hukum, berkantor
di WAHYU PRIYANKA NP & PARTNERS , Jl. Wates
Km. 3 5, No. 179, Kasihan, Bantul, D.I.Yogyakarta. 55182 ,
berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 11 November
2014 ; selanjutnya disebut sebagai : PENGGUGAT;
M E L A W A N
PT. METRO HOTEL INTERNASIONAL SEMARANG ,
berkedudukan di jalan H. Agus Salim No. 2-4 Semarang
selanjutnya disebut sebagai : TERGUGAT;
104
Dengan demikian putusan hakim Pengadilan Niaga
Semarang No. 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg. telah
jelas memuat subjek hukumnya. Hal ini penting, dikarenakan
suatu putusan yang tidak memuat subjek hukumnya, maka
secara yuridis putusan tersebut cacat hukum dan dapat batal
demi hukum.
2. Duduk Perkaranya atau Peristiwa Hukumnya
Pengertian dari duduk perkara atau peristiwa hukumnya
adalah bahwa suatu putusan hakim harus memuat tentang
terjadinya peristiwa hukum yang sebenarnya dialami oleh para
pihak yang sedang bersengketa secara detail yang disertai
dengan alat bukti yang sah. Hal ini sangatlah penting karena
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam
mengambil keputusan.
Dalam penelitian ini duduk perkaranya, yaitu PT. INTER
SPORT MARKETING yang bertindak sebagai penggugat
mengajukan gugatan kepada PT. METRO HOTEL
INTERNASIONAL SEMARANG.
(1) PT. INTER SPORT MARKETING adalah suatu badan
hukum yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian
Perseroan Terbatas dengan Nomor akta 02 tertanggal 05
Oktober 2010, yang dibuat dihadapan Notaris
105
ZACHARIAS OMAWELE, SH Notaris di Jakarta, yang
telah mendapatkan pengesahan sesuai dengan Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Republik Indonesia, nomor : AHU-
09377.AH.01.01.Tahun 2011 Tentang Pengesahan Badan
Hukum Perseroan Terbatas, tertanggal 23 Februari 2011
dan selanjutnya telah dilakukan perubahan berdasarkan
Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa (RUPS) PT INTER SPORT MARKETING No.
05, tertanggal 05 Mei 2014, yang dibuat dihadapan Notaris
IRMA BONITA, SH, Notaris di Jakarta, yang mana
terhadap perubahan tersebut telah dicatatkan perubahan
Data Perseroan PT INTER SPORT MARKETING pada
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : AHU.08835.40.22.2014, tertanggal 19
Mei 2014;
(2) Bahwa PENGGUGAT dalam menjalankan kegiatan
usahanya sejak tahun 2010 hingga sekarang, PENGGUGAT
telah menggunakan nama badan hukum tersebut yang
bergerak pada kegiatan-kegiatan dibidang keolahragaan,
baik yang dilakukan atau ada di wilayah Republik Indonesia
maupun bekerjasama dengan badan-badan, organisasi-
106
organisasi atau perusahaan-perusahaan lain yang ada di luar
negeri;
(3) Bahwa dalam rangka kegiatan keolahragaan berskala
internasional yakni FIFA WORLD CUP BRAZIL 2014
(Piala Dunia Brazil 2014), PENGGUGAT adalah
PENERIMA LISENSI ("LICENSEE") dari FEDERATION
INTERNATIONAL DE FOOTBALL ASSOCIATION
("FIFA") yang merupakan sebuah organisasi sepak bola
Internasional yang berkedudukan di FIFA-Strasse 20
PO.Box. 8044, Zurich, Swiss untuk Tayangan (siaran) Piala
Dunia di Seluruh Wilayah Republik Indonesia;
(4) Bahwa selanjutnya antara PENGGUGAT dengan "FIFA"
telah pula dibuat dan ditandatangani License Agreement
dengan THE FEDERATION INTERNATIONALE DE
FOOTBALL ASSOCIATION (FIFA) ZURICH. Dimana
PENGUGAT adalah selaku "Master Right Holder" atas
MEDIA RIGHTS OF 2014 FIFA WORLD CUP BRAZIL
untuk seluruh wilayah Republik Indonesia berdasarkan
License Agreement yang telah ditandatangani antara PT.
Inter Sport Marketing dengan THE FEDERATION
INTERNATIONALE DE FOOTBALL ASSOCIATION
(FIFA) ZURICH tertanggal 5 Mei 2011, berkaitan dan/atau
berkenaan dengan pelimpahan, dari hak-hak media tertentu
107
yang ditimbulkan dalam kaitan dengan edisi XX dari
Turnamen Sepak bola dan even-even FIFA lainnya;
(5) Bahwa sebagai Penerima Lisensi (License) PENGGUGAT
dengan penuh itikad baik telah menjalankan kewajiban
hukumnya sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UU No. 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi "perjanjian
Asensi tersebut wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual, Direktorat Hak Cipta,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia". PENGGUGAT melalui Kuasa dan Konsultan
HKI Turman M. Panggabean, SH., MH pada Kantor
ABSOLUT Patent & Trade Mark, telah mengajukan
Permohonan Pencatatan Lisensi kepada Direktur Hak Cipta
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia R.1, J1. H.R. Rasuna Said
Kay. 8-9, Jakarta Selatan, pada tanggal 23 Mei 2014, serta
telah diterima dan dicatatkan pada tanggal tersebut 23 Mei
2014;
(6) Bahwa di dalam License Agreement tertanggal 05 Mei 2014
antara PENGGUGAT dengan "FIFA", PENGGUGAT
selaku Penerima Lisensi sebagai Master Right Holder di
seluruh Wilayah Republik Indonesia telah diberikan hak-
hak media, antara lain :
108
(a) Hak-hak Televisi, termasuk didalamnya :
1) Basic Feed, Multi Feeds, Additional Feeds dan
Liputan Unilateral atas dasar live, delayed atau
repeat.
2) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat;
3) Highlights atas dasar delayed atau repeat
(b) Hak-Hak Mobil termasuk didalamnya :
1) Basic Feed, Multi Feeds, Additional Feeds dan
Liputan Unilateral atas dasar live, delayed atau
repeat.
2) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat;
3) Highlights atas dasar delayed atau repeat
(c) Hak-Hak Radio
1) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat;
2) Highlights atas dasar delayed atau repeat
(d) Internet
1) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat;
2) Highlights atas dasar delayed atau repeat
(e) Periklanan dan Promosi
(f) Branding FIFA dan Perlindungan Merek Dagang
(g) Properti Intelektual
109
(h) Sub Lisensi
(i) Hak-hak Ekshibisi Publik ( Hak-hak Areal Komersial )
(7) Bahwa Hak Media untuk Penayangan Siaran Piala Dunia
Brazil 2014 di Wilayah Republik Indonesia dalam
pelaksanaannya PENGGUGAT telah memberikan Sub
Lisensi kepada TV.ONE dan ANTV secara eksklusif untuk
menyiarkan acara/program 2014 FIFA WORLD CUP
BRAZIL dengan system Free to Air Broadcaster. Kemudian
diantaranya kepada K-VISION dan VIVA+ secara eksklusif
untuk menyiarkan / program 2014 FIFA WORLD CUP
BRAZIL dengan system Pay TV Broadcaster serta untuk
internet mobile rights kepada Domikado;
(8) Bahwa terhadap hak-hak Ekshibisi Publik atau hak-hak
Areal Komersial atau untuk Kepentingan Komersial
selanjutnya PENGGUGAT telah menunjuk PT NONBAR
secara eksklusif di Wilayah Republik Indonesia sebagai
koordinator tunggal untuk aktifitas nonton bareng
sebagaimana Surat Penunjukan PT. ISM kepada PT.
NONBAR No : 008/ISM/Srt.P/XI/2013, tertanggal 12
November 2013 dan Pembaharuan Surat Penunjukan PT
INTER SPORT MARKETING Kepada PT. NONBAR
Nomor : 010/ISM/Srt.P/V/2014, tertanggal 10 Mei 2014.
Bahwa berdasarkan ekslusifitas ini, tidak ada pihak lain,
110
termasuk tetapi tidak terbatas pada para broadcaster, yang
berhak untuk (namun tidak pada terbatas pada) melakukan
sosialisasi, pemasaran dan pengawasan ijin penggunaan
siaran FIFA WORLD CUP BRAZIL 2014 secara komersial
di tempat-tempat komersial (hotel, mall, gedung pertemuan,
Restaurant, Cafe, Lounge dan atau tempat-tempat
berkumpulnya masyarakat lainnya) yang mana
penyelenggara dan atau dikomersialkan dan atau pemilik
tempatnya akan dan atau mendapatkan keuntungan secara
komersial dengan adanya siaran 2014 FIFA WORLD CUP
BRAZIL;
(9) Bahwa kegiatan nonton bareng dan atau penggunaan atau
penayangan Siaran Piala Dunia Brazil 2014 ditempat-
tempat komersial dan atau untuk kepentingan komersial
merupakan kegiatan komersial yang menggunakan siaran
FIFA WORLD CUP BRAZIL 2014, sebagai bagian dari Hak
PENGGUGAT untuk mempromosikan dan melindungi,
Hak Siar 2014 FIFA WORLD CUP BRAZIL di wilayah
hukum Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan FIFA
WORLD CUP BRAZIL 2014;
(10) Bahwa PENGGUGAT juga telah melakukan sosialiasi,
pengumuman maupun teguran terkait Hak atas Siaran FIFA
111
World Cup Brazil 2014 secara nasional melalui Media
Cetak Nasional, antara lain :
(1) Surat Kabar Nasional Harian Kompas, hari Selasa,
tertanggal 21 Januari 2014, halaman 14;
(2) Surat Kabar Nasional Superball, hari Sabtu, tertanggal
14 Juni 2014, halaman 4;
(3) Surat Kabar Nasional Harian Bola hari Selasa,
tertanggal 17 Juni 2014, halaman 9:
Selanjutnya TERGUGAT adalah perusahaan yang
bergerak dalam biding jasa perhotelan yang meliputi jasa
penginapan dan pengadaan makanan serta minuman secara
komersial dengan brand nama "'New Metro Hotel", yang
beralamat di Jalan H. Agus Salim No. 2-4, Semarang, Jawa
Tengah.
Kemudian di dalam gugatan didalikan pihak tergugat,
kemudian mengajukan eksepsi bahwa Penggugat sebagai
Penerima License dari Federation Internationale de Football
Association (FIFA) untuk Siaran Piala dunia 2014 di seluruh
wilayah Republik Indonesia berdasarkan License Agreement
yang ditandatangani oleh FIFA dengan Penggugat.
Sehubungan dengan hal tersebut, TERGUGAT
mensomeer Penggugat untuk membuktikan keberadaan License
Agreement tersebut dan Penggugat juga harus membuktikan
112
bahwa pihak yang mewakili FIFA dalam license agreement
tersebut adalah orang yang berwenang untuk mewakili FIFA
sebagaimana disebutkan dalam statuta FIFA. Hal ini mutlak
harus dipenuhi oleh Penggugat untuk membuktikan kebenaran
dan validitas license agreement tersebut. Oleh karena itu apabila
statuta tersebut tidak dibuktikan maka dalil-dalil gugatan
Penggugat haruslah ditolak seluruhnya.
Bahwa di dalam posita gugatan nomor 5 Penggugat
mendalilkan telah memenuhi kewajibannya melakukan
pencatatan perjanjian leisensi di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Direktorat Hak Cipta, Kementerian
Hukum dan HAM RI.
Bahwa dalil Penggugat tersebut tidak benar dan harus
ditolak, karena berdasarkan penelusuran TERGUGAT,
perjanjian lisensi antara Penggugat dengan FIFA tidak pernah
dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Direktorat Hak Cipta, Kementerian Hukum dan HAM RI. Oleh
karena perjanjian lisensi belum tercatat, maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
perjanjian lisensi tersebut tidak memilliki akibat hukum bagi
pihak ketiga sehingga penerima lisensi tidak berhak untuk
mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga termasuk kepada
113
TERGUGAT. Berdasarkan hal tersebut maka, gugatan
Penggugat tersebut harus ditolak untuk seluruhnya.
Bahwa di dalam surat gugatannva Penggugat
mendalilkan menerima lisensi dari FIFA. Kemudian dalam
posita gugatan nomor 3 disebutkan bahwa yang menjadi objek
perjanjian lisensi tersebut adalah tayangan (siaran) piala dunia
2014 untuk seluruh wilayah RI.
Berdasarkan posita tersebut diketahui bahwa objek
perjanjian lisensi adalah siaran Piala Dunia Brazil 2014. Siaran
piala dunia tidak termasuk dalam kategori ciptaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang Undang No. 19 Tahun
2002 (undang-undang yang berlaku saat itu). Siaran adalah hak
terkait, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 9 yang
berbunyi sebagai berikut : "hak terkait adalah hak yang
berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku
untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya : bagi
produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan
rekaman suara atau rekaman bunyinya : dan bagi lembaga
penyiaran untuk membuat memperbanyak, atau menyiarkan
siarannya".
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 tersebut jelas dan
tidak dapat disangkal bahwa siaran, termasuk siaran piala dunia,
114
adalah hak terkait, bukan hak cipta. Oleh karena siaran adalah
hak terkait, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (3)
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, maka yang memiliki hak
untuk melarang pihak lain menyiarkan siaran a quo adalah
Lembaga Penyiaran, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 49
ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang berbuyi
sebagai berikut : “Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif
untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan
ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa
kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain”.
In casu, Penggugat maupun FIFA bukanlah Lembaga
Penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 12
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, sehingga
karenanya baik Penggugat maupun FIFA tidak berhak untuk
melarang pihak manapun, termasuk TERGUGAT, untuk
menyiarkan siaran piala dunia. Oleh karena itu tindakan
Penggugat mengajukan gugatan kepada TERGUGAT terkait
dengan penyiaran piala dunia merupakan tindakan yang tidak
berdasar hukum, sehingga sudah selayaknya apabila gugatan
Penggugat ditolak untuk seluruhnva.
Bahwa selain berdasarkan alasan bahwa Penggugat
bukan lembaga penyiaran, dasar gugatan Penggugat semakin
115
tidak jelas dan sangat rancu mengingat Penggugat telah
melimpahkan haknya dan telah menunjuk PT. NONBAR
sebagai pengawas izin dan pemasaran FIFA world cup Brazil
2014 (posita nomor 8). Oleh karena adanya pelimpahan dan
penunjukan tersebut maka Penggugat (PT. Inter Sport
Marketing) tidak berhak melakukan tuntutan hukum apapun
terhadap TERGUGAT. Terkait dengan penunjukan dan
pelimpahan tersebut PT. NONBAR telah pernah menyampaikan
somasi kepada TERGUGAT. Di dalam somasi tersebut PT.
NONBAR menyatakan dirinya sebagai satu-satunya pihak yang
berhak dalam pengelolaan, pengawasan, pemasaran dan
pengawasan ini siaran FIFA World Cup Brazil 2014 untuk
wilayah RI. Berdasarkan hal tersebut maka menjadi tidak jelas
dan sangat membingungkan dalil-dalil gugatan yang
menyatakan Penggugat sebagai pihak yang paling berhak atas
penyelenggaaran siaran Piala Dunia 2014. Dengan demikian
gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh
Penggugat (PT. Inter Sport Marketing) sama sekali tidak
berdasar hukum sehingga harus ditolak seluruhnya.
Bahwa siaran piala dunia 2014 yang dapat diakses oleh
tamu hotel TERGUGAT adalah, Siaran piala dunia yang
disiarkkan 0leh, televisi nasional tidak berbayar, yaitu ANTV
dan TV ONE. Berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (3) Undang-
116
Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, yang berhak
memberikan larangan adalah ANTV dan TV ONE sebagai
lembaga penyiaran dan bukan FIFA atau Penggugat. Dan
sebagaimana didalilkan Penggugat dalam posita gugatannya
bahwa Penggugat telah memberikan sub lisensi kepada TV ONE
dan ANTV. artinya bahwa Penggugat seharusnya menyadari
bahwa siaran piala dunia 2014 dapat diakses oleh siapapun di
wilayah Republik Indonesia sepanjang dapat dijangkau oleh
jaringan TV ONE dan/atau ANTV sebagai televisi tidak
berbayar. Oleh karena itu tuntutan Penggugat terhadap siapun
juga termasuk TERGUGAT, atas dasar telah menyiarkan piala
dunia 2014, sama sekali tidak berdasar.
Bahwa perlu TERGUGAT sampaikan bahwa hotel
berbintang wajib menyediakan televisi sebagai salah satu
fasilitas yang ada di dalam setiap kamar dan seluruh televisi
tersebut dapat menerima siaran televisi nasional yang tidak
berbayar, termasuk siaran ANTV dan TV ONE. Hal ini telah
berlangsung lama bahkan sebelum adanya event Piala Dunia
2014. Oleh karena itu apabila siaran piala dunia disiarkan
melalui TV ONE atau ANTV maka sudah barang tentu tamu
hotel dapat mengakses siaran piala dunia tersebut. Jadi tidak
benar TERGUGAT mendistribusikan siaran piala dunia, karena
yang menyiarkan adalah TV ONE dan ANTV bukan
117
TERGUGAT. Jadi dalil-dalil gugatan yang menyatakan
TERGUGAT telah melakukan perbuatan melawan hukum
karena menyiarkan piala dunia 2014 dan mendistribusikannya
sebagaimana posita gugatan nomor 12 s/d 14 adalah tidak benar
dan tidak berdasar hukum.
Jika Penggugat benar sebagai pemegang hak atas siaran
piala dunia 2014, dan jika Penggugat memiliki iktikad baik,
maka Penggugat membuat sebuah sistem dimana siaran piala
dunia tersebut hanya dapat diakses melalui televisi berbayar atau
berlangganan. Sehingga Penggugat menentukan dan mengatur
siapa-siapa saja yang dapat menikmati atau menyaksikan siaran
piala dunia tersebut. Apabila Penggugat menyiarkan piala dunia
melalui TV ONE dan ANTV" yang dapat diakses dan disaksikan
semua orang, namun kemudian Penggugat menagih pembayaran
atas siaran tersebut kepada TERGUGAT, terlebih dengan
jumlah yang sangat fantastik, maka hal tersebut dapat
dikategorikan sebagai tindakan penjebakan yang tidak dapat
dibenarkan menurut hukum. Terlebih lagi Penggugat maupun
FIFA bukanlah lembaga penyiaran. Artinya bahwa FIFA
maupun Penggugat hanya dapat dan berhak menagih kepada
lembaga penyiaran selaku pembeli hak siar.
Bahwa tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Penggugat
haruslah ditolak, selain karena gugatan tidak berdasar, tuntutan
118
ganti rugi tersebut tidak jelas dasar perhitungannya dan terkesan
sangat mengada-ada.
Tentang kerugian Materiil berupa:
(1) Biaya tarif hak siar distribusi siaran kamar dan nonton
bareng sebesar Rp. 60.000.000,- dan denda sebesar Rp.
1.200.000.000,- haruslah ditolak. seluruhnya, karena
sebagaimana telah dijelaskan di atas Penggugat bukanlah
lembaga penyiaran yang berhak melarang pihak lain
menyiarkan siaran piala dunia. Selain itu TERGUGAT
tidak menyiarkan maupun mendistribusikan siaran piala
dunia. Siara piala dunia dengan sendirinya dapat diakses
oleh siapa saja, termasuk tamu hotel yang menginap
mengingat siaran TV ONE dan ANTV adalah televisi
nasional tidak berbayar yang dapat diakses oleh siapa saja
2. Keuntungan TERGUGAT dari hasil penjualan tiket nonton
bareng pertandingan FIFA World Cup sebanyak 64
pertandingan sebesar Rp 640.000.000,- harus ditolak oleh
Pengadilan. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa
Penggugat tidak memiliki hak untuk melarang TERGUGAT
untuk menyaksikan siaran TV ONE dan ANTV yang
rnenyiarkan piala dunia. Selain itu TERGUGAT tidak
pernah menyelenggarakan acara nonton bareng 64
119
pertandingan FIFA World Cup Brazil 2014. Untuk itu
TERGUGAT mensomeer Penggugat untuk membuktikan
hal tersebut ;
3. Pendapatan dari penjualan makan dan minum sebesar Rp.
448.000.000, harus ditolak oleh Pengadilan, karena
TERGUGAT tidak menyelenggarakan acara nonton bareng
64 pertandingan FIFA World Cup Brazil 2014.
TERGUGAT mensomeer Penggugat untuk membuktikan
adanya penjualan makanan dan minuman di tempat
TERGUGAT yang ada kaitannya dengan penyelenggaraan
piala dunia. Adapun penjualan dan makanan di New Hotel
Metro sama sekali tidak terkait siaran piala dunia 2014;
4. Pendapat / keuntungan penjualan kamar sebesar Rp.
877.000.000, harus pula ditolak oleh Pengadilan, karena
penyelenggaraaan piala dunia tidak memiliki korelasi
apapun dengan tingkat hunian (okupansi) di New Hotel
Metro, kecuali jika piala dunia diselenggarakan di
Semarang mungkin akan berpengaruh kepada tingkat
hunian hotel TERGUGAT. TERGUGAT juga mensomeer
Penggugat untuk membuktikan hubungan antara tingkat
hunian New Metro Hotel dengan penyelenggaraan piala
dunia Brazil 2014.
120
Kerugian Imateriil sebesar Rp. 30.000.000.000,- juga tidak
layak untuk dikabulkan karena sebagaimana dijelaskan di atas
bahwa TERGUGAT tidak terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum sehingga tidak beralasan untuk menghukum
TERGUGAT membayar ganti rugi imateriil. Terkait dengan
teguran FIFA kepada Penggugat hal tersebut bukan merupakan
alasan untuk mengabulkan tuntutan ganti rugi materiil yang
dapat dibenarkan menurut hukum.
Bahwa oleh karena tidak terbukti TERGUGAT
melakukan perbuatan melawan hukum, maka segala tuntutan
Penggugat, termasuk permohonan sita jaminan dan permohonan
putusan serta merta haruslah ditolak oleh Pengadilan.
Hal tersebut di atas, telah sesuai dengan Pasal 1 ayat (4),
Pasal 2 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) , Pasal 47 UU No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, serta peraturan perundang-undangan
lain yang bersangkutan
3. Pertimbangan Hukumnya atau Considerans
Membuat suatu putusan adalah tugas seorang hakim
sebagai penegak hukum, dimana dalam putusannya tersebut
dituntut suatu nilai keadilan didalam masyarakat. Dalam suatu
putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan
hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan
yang dijatuhkan cukup mempunyai alasan obyektif atau tidak.
121
Pertimbangan hukum atau konsiderans merupakan dasar
dari suatu putusan hakim. Pertimbangan dalam putusan dibagi
menjadi pertimbangan mengenai duduk perkara atau
peristiwanya dan pertimbangan mengenai hukumnya. Dalam hal
pertimbangan mengenai peristiwanya harus dikemukakan oleh
para pihak, sedangkan pertimbangan hukumnya adalah
sepenuhnya urusan hakim.
Hakim dalam mempertimbangkan suatu putusan
terhadap suatu perkara yang ditanganinya harus memuat alasan-
alasan hukum kanun, yaitu Pasal-Pasal dari peraturan
perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar tuntutan
penggugat untuk mengabulkan dan atau tidak mengabulkan
suatu tuntutan yang diajukan oleh penggugat, baik Pasal-Pasal
yang dikemukakan oleh penggugat maupun yang tidak
dikemukakan oleh penggugat di dalam petitumnya.
4. Amar Putusan atau Diktum
Amar putusan pengadilan berisi tentang dikabulkan atau
tidak dikabulkan atau tidak diterimanya suatu gugatan yang
diajukan oleh penggugat, baik seluruhnya maupun sebagian
sesuai dengan petitum berdasarkan pertimbangan hukum yang
berlaku.
122
Dalam mengadili suatu perkara, hakim wajib mengadili
semua bagian daripada tuntutan dan dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih
daripada yang dituntut.
Seperti halnya dalam putusan majelis hakim Pengadilan
Niaga Semarang yang amarnya, antara lain :
II. DALAM EKSEPSI
5. Menolak Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya.
III. DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan sah, perjanjian lisensi antara PT. Inter
Sports Marketing (Penggugat) dengan The Federation
International De Football Assosiation (FIFA) zurich
tanggal 5 Mei 2011.
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum berupa pelanggaran Hak Cipta.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar sejumlah uang
kepada penggugat sejumlah Rp. 60.000.000.- (enam
puluh juta rupiah).
5. membebani Tergugat untuk membayar biaya perkara
Rp 911.000.- (sembilan ratus sebelah ribu rupiah ).
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.
123
Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis
Hakim Pengadilan Niaga Semarang pada hari ini KAMIS ,
tanggal 4 JUNI 2015, oleh kami PUDJO HUNGGUL HW.
SH.MH., selaku Hakim Ketua Majelis, ERINTUAH
DAMANIK. SH.MH dan SITI JAMZANAH. SH. MH, masing-
masing sebagai Hakim-Hakim Anggota. Putusan ini diucapkan
pada hari KAMIS tanggal 11 JUNI 2015 ,dalam persidangan
yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dengan di hadiri
Hakim-Hakim anggota tersebut dengan dibantu oleh NOERMA
SOEJATININGSIH .SH.MH Panitera Pengganti pada
Pengadilan Niaga tersebut, dengan dihadiri oleh Kuasa
Penggugat dan Kuasa Tergugat.
5. Biaya Perkara
Biaya perkara dibebankan oleh pihak yang sedang
bersengketa dan dicantumkan dalam amar putusan. Biaya
tersebut meliputi biaya-biaya yang berhubungan dengan proses
persidangan, dimana dalam sengketa ini, biaya-biaya
dibebankan kepada Tergugat.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
diatas dapat disimpulkan, Penggugat adalah pihak yang menang,
untuk itu biaya perkara dibebankan kepada Tergugat , yang
besarnya akan disebutkan dalam diktum putusan;
124
iii. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Niaga Semarang dalam
Sengketa
Perjanjian lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
yang mana satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak
yang memberikan lisensi, sedangkan pihak yang lain bertindak
sebagai pihak yang menerima lisensi. Pengertian lisensi itu sendiri
adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu obyek yang
dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai imbalan atas
pemberian lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar royalti
dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat
hak ekonomis yang terkandung dalam setiap hak eksklusif adalah
banyak macamnya, maka perjanjian lisensi pun dapat memiliki
banyak variasi. Dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian
Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 ada perjanjian lisensi yang
memberikan izin kepada penerima lisensi untuk menikmati seluruh
hak eksklusif yang ada, tetapi ada pula perjanjian lisensi yang hanya
memberikan izin untuk sebagian hak eksklusif saja, misalnya lisensi
untuk produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja.
125
Perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis dan harus
ditandatangani oleh kedua pihak. Perjanjian lisensi sekurang-
kurangnya memuat informasi tentang:64
A. Tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi;
B. Nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak yang
mengadakan perjanjian lisensi;
C. Obyek perjanjian lisensi;
D. Jangka waktu perjanjian lisensi;
E. Dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi
diperpanjang;
F. Pelaksanaan lisensi untuk seluruh atau sebagian dari hak
ekslusif;
G. Jumlah royalti dan pembayarannya;
H. Dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih
lanjut kepada pihak ketiga;
I. Batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila
diperjanjikan; dan
J. Dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri karya
yang telah dilisensikan.
Sesuai dengan ketentuan dalam paket Undang-Undang
tentang HKI, maka suatu perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang kemudian
64 A. Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual dan Perjanjian Lisensi, Makalah Dirjen HaKI-
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I., Jakarta, November 2001, hal. 3.
126
dimuat dalam Daftar Umum dengan membayar biaya yang besarnya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi
tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat
hukum terhadap pihak ketiga, yang dengan sendirinya tidak
termasuk kategori pengecualian sebagaimana dimaksud dalam
pedoman ini. Perjanjian lisensi dapat dibuat secara khusus, misalnya
tidak bersifat eksklusif. Apabila dimaksudkan demikian, maka hal
tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian lisensi. Jika
tidak, maka perjanjian lisensi dianggap tidak memakai syarat non
eksklusif. Oleh karenanya pemegang hak atau pemberi lisensi pada
dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri apa yang
dilisensikannya atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga
yang lain. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang
langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan
mengembangkan teknologi pada umumnya. Pendaftaran dan
permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan
atau memuat hal yang demikian harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Berdasarkan pada paparan tersebut di atas, dapat diasumsikan
bahwa perjanjian lisensi yang dimaksud dalam Pasal 47 UU Nomor
19 Tahun 2002 tenang Hak Cipta adalah perjanjian lisensi yang telah
127
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan hukum
HKI. Perjanjian lisensi yang belum memenuhi persyaratan tidak
masuk dalam pengertian perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan
hukum persaingan usaha.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan di Pengadilan
Niaga Semarang pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
kasus pelanggaran hak cipta adalah berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap di persidangan. Setelah adanya pengadilan yang
memutuskan akibat hukum terhadap putusan pidananya dilakukan
pengawasan sedangkan untuk putusan perdata dapat dilakukan
secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan dan jika tidak dilakukan
dapat dimintakan eksekusinya kepada pengadilan. Jika tergugat tidak
menjalankan hasil putusan maka dilakukan eksekusi berdasarkan
pengajuan permohonan eksekusi kepada pengadilan65
Berdasarkan pertimbangan dan isi putusan hakim Pengadilan
Niaga Semarang, maka ada beberapa hal menarik untuk dianalisis
dan diurai dalam bentuk deskripsi atau narasi oleh penulis yaitu:
1) Putusan hakim yang menyatakan bahwa perjanjian lisensi antara
PT Inter Sports Marketing (penggugat) dengan Federation
International De Football Association (FIFA) tertanggal 5 Mei
2011 adalah sah. Menurut pendapat penulis putusan hakim ini
sangat tepat. Hanya saja majelis hakim tidak menguraikan
65 Wawancara dengan Bapak Erintuah Damanik, S.H., M.H., selaku Hakim di Pengadilan Niaga
Semarang.
128
alasan-alasan yang logis terkait dengan sah atau tidaknya lisensi
itu. Mestinya majelis hakim menggunakan dasar hukum yang
berkaitan dengan lisensi ini. Dasar hukum yang harusnya
digunakan yaitu Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, yang menentukan bahwa pencipta atau
pemegang hak cipta atas karya sinematografi memiliki hak
untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan
yang bersifat komersial. Hal ini juga telah ditegaskan dalam
Pasal 80 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang
menentukan bahwa kecuali diperjanjikan lain, pemegang hak
cipta atau pemilik hak terkait berhak memberikan lisensi kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Pasal
23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2). Selain itu
ditegaskan juga dalam Pasal 81 UU Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta yaitu kecuali diperjanjikan lain, pemegang
hak cipta atau pemilik hak terkait dapat melaksanakan sendiri
atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat
(2).
129
2) Putusan hakim yang menyatakan bahwa PT Inter Sports
Marketing (Penggugat) adalah satu-satunya penerima lisensi
dari Federation International De Football Association (FIFA)
untuk media rights menyiarkan tayangan 2014 FIFA World Cup
Brazil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Menurut penulis
putusan pada poin ini sangat tepat karena lisensi antara PT Inter
Sports Marketing (Penggugat) dengan Federation International
De Football Association (FIFA) telah memenuhi Pasal 1340
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3) Putusan hakim yang menyatakan bahwa tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum dengan menayangkan
2014 FIFA World Cup Brazil diareal komersial yaitu di Metro
Hotel Semarang, tanpa izin dari penggugat. Menurut penulis
putusan ini tidak tepat karena ada beberapa alasan, yaitu:
a) Majelis hakim tidak menguraikan secara terperinci
mengenai perbuatan apa yang dilanggar oleh PT Metro
Hotel (Tergugat).
Objek pelanggaran memang sudah dicantumkan
dalam putusan yaitu penayangan 2014 FIFA World Cup
Brazil diareal komersial. Akan tetapi tidak dicantumkan
dasar hukum penayangan itu berdasarkan UU tentang Hak
Cipta baik pada tahun 2002 maupun pada tahun 2014.
Penayangan audiovisual melalui televisi tidak secara tegas
130
dimuat dalam UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
dan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Meskipun demikian ada ketentuan yang dimuat secara
tersebar dalam kedua UU tentang hak cipta tersebut yang
bisa ditafsirkan sebagai bentuk hak cipta penayangan yaitu:
(1) Pasal 12 ayat (1) huruf k UU Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta
Karya sinematografi merupakan salah satu ciptaan yang
dilindungi. Karya sinematografi yang merupakan media
komunikasi massa gambar gerak (moving images)
antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan,
reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario,
dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat
dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram
optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk
dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar atau
ditayangkan di televisi atau dimedia lainnya. Karya
serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun
televisi atau perorangan.
(2) Pasal 40 ayat (1) huruf m UU Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
Karya sinematografi merupakan salah satu ciptaan yang
dilindungi. Karya sinematografi adalah ciptaan yang
berupa gambar bergerak (moving images) antara lain
meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau
film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film
kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita
seluloid, pita video, piringan video, cakram optik
dan/atau media lain yang memungkinkan untuk
dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau
media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu
contoh bentuk audiovisual.
131
(3) Pasal 30 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta
Hak cipta sinematografi yang dimiliki atau dipegang
oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
(4) Pasal 59 ayat (1) huruf c UU Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
Pelindungan hak cipta atas ciptaan karya sinematografi
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama
kali diumumkan.
b) Perbuatan yang diduga dilanggar oleh PT Metro Hotel
(tergugat) terjadi karena menayangkan 2014 FIFA World
Cup Brazil diareal komersial tanpa izin. Bisa dikatakan
bahwa lisensi merupakan titik awal atau bukti kuat yang
dimiliki oleh penggugat dalam mengajukan gugatan, dan
lisensi ini juga merupakan dasar majelis hakim dalam
membuat suatu putusan. Hanya saja, majelis hakim tidak
memberi pertimbangan matang terkait dengan dasar hukum
lisensi ini. Mestinya karena gugatan ini termasuk dalam
ruang lingkup hak cipta, maka hakim mendasarkan lisensi
ini juga sesuai dengan UU tentang hak cipta. Ada beberapa
hal menurut penulis yang harusnya dimuat dalam putusan
sebagai dasar hukum lisensi yaitu:
132
(1) Pasal 1 angka 14 UU Nomor 19 Tahun 2002 tenang
Hak Cipta
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada
pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya
dengan persyaratan tertentu.
(2) Pasal 1 angka 20 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh
pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada
pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas
ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat
tertentu.
(3) Pasal 47 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan
yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
133
undangan yang berlaku. Agar dapat mempunyai akibat
hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib
dicatatkan di Direktorat Jenderal Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
(4) Pasal 83 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Perjanjian Lisensi harus dicatatkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam daftar umum
perjanjian lisensi Hak Cipta dengan dikenai biaya.
Perjanjian lisensi yang telah dicatat oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam daftar umum,
perjanjian lisensi tersebut mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga.
c) Perbuatan yang diduga dilanggar oleh PT. Metro Hotel
(tergugat) terjadi karena menayangkan 2014 FIFA World
Cup Brazil di areal komersial tanpa izin. Dasar mengatakan
tanpa izin didasarkan pada perjanjian lisensi. Mestinya izin
diminta oleh PT. Metro Hotel (tergugat) kepada PT. Inter
Sports Marketing (Penggugat). Tapi izin tidak diminta oleh
PT. Metro Hotel (tergugat). Oleh karena itu, Judex Facti
mengatakan bahwa PT. Metro Hotel (tergugat)
menayangkan 2014 FIFA World Cup Brazil diareal
komersial tanpa izin sehingga perbuatan PT. Metro Hotel
(tergugat) merupakan perbuatan melawan hukum.
134
Kualifikasi perbuatan melawan hukum ini menurut penulis
tidak tepat karena yang dilanggar adalah perjanjian lisensi,
dan perjanjian lisensi hanya mengikat para pihak. Oleh
karena itu sengketa yang timbul adalah sengketa perjanjian
lisensi.
Pada kenyataannya majelis hakim setuju isi gugatan
dari PT. Inter Sports Marketing (Penggugat) bahwa
perbuatan PT. Metro Hotel (tergugat) termasuk perbuatan
melawan hukum. Pada saat perjanjian lisensi dimohon
untuk dicatat dan pada saat dilakukan perbuatan
penayangan berlaku Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, sedangkan pada saat gugatan
didaftarkan berlaku Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Kalau bentuk sengketa dalam hak cipta
menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002, maka tidak diatur dan tidak dikenal bentuk sengketa
perbuatan melawan hukum. Akan tetapi, jika bentuk
sengketa dalam hak cipta ini menggunakan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
maka bentuk sengketa perbuatan melawan hukum dalam
hak cipta telah diatur dan dikenal dalam UU tersebut.
Bentuk sengketa terkait dengan hak cipta dalam penjelasan
Pasal 95 ayat (1) yaitu sengketa berupa perbuatan melawan
135
hukum, perjanjian Lisensi, sengketa mengenai tarif dalam
penarikan imbalan atau royalti.
Khusus pembahasan mengenai perbuatan melawan
hukum dalam hak cipta, ada beberapa catatan menurut penulis
yaitu:
a) Menurut ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa pencipta
atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi memiliki
hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang
tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial. Kalau ketentuan ini
yang digunakan bahwa unsurnya tidak terpenuhi karena PT.
Metro Hotel (tergugat).
b) Pasal 80 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait berhak
memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan
perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Pasal 23 ayat
(2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2). Selain itu
ditegaskan juga dalam Pasal 81 UU Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta yaitu kecuali diperjanjikan lain,
pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait dapat
melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada
136
pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat(1) Pasal 23 ayat (2), Pasal 24
ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
c) Unsur penggunaan secara komersial tidak terurai secara
lengkap dalam putusan majelis hakim tersebut. Komersial
artinya berhubungan dengan niaga atau perdagangan. Siaran
tayangan sepakbola Piala Dunia Brazil 2014 dapat ditonton
melalui Lembaga Penyiaran Swasta ANTV dan TVOne bisa
ditonton secara gratis (tidak berbayar). Siaran tayangan
sepakbola tersebut tidak dikenakan pungutan dan kewajiban
apapun kepada pihak yang menonton melalui televisinya.
Penonton atau pemilik televisi bisa menonton apa saja yang
penting siarannya ada. Siaran bola piala dunia Brazil tahun
2014 yang disiarkan oleh ANTV dan TVONE bisa ditonton
oleh seluruh pengguna televisi baik perseorangan maupun
badan hukum. Berdasarkan fakta di persidangan
menunjukkan bahwa memang benar PT. Metro Hotel
(tergugat) telah menghidupkan televisi dan menonton
ANTV dan TVONE yang sedang menyiarkan sepak bola
piala dunia. Hal yang sama juga dilakukan oleh pihak lain.
Lalu acara menonton di PT. Metro Hotel (tergugat) tidak
dilakukan dalam rangka komersial. Acara itu tidak
diperdagangkan oleh PT. Metro Hotel (tergugat). PT. Inter
137
Sports Marketing tidak bisa secara jelas dan lengkap
membuktikan bahwa acara menonton sepak bola piala dunia
Brazil oleh PT. Metro Hotel (tergugat) tidak dilakukan
secara komersial. PT. Metro Hotel (tergugat) tidak
memperjualbelikan atau tidak memperdagangkan tayangan
televisi sepakbola piala dunia Brazil 2014 tersebut kepada
pihak lain. Oleh sebab itu, unsur daripada komersial tidak
terpenuhi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
Banyak faktor yang mungkin menyebabkan banyaknya terjadi kasus
gugatan Kasus gugatan pada 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
dengan alasan mempunyai persamaan pada pokoknya baik dengan izin
lisensi yang belum tercatat sebelumnya. Kasus ini terjadi disebabkan oleh
adanya suatu perjanjian yang didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Ditjen HKI) yang diklaim mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
perjanjian lisensi yang belum terdaftar sebelumnya. Gejala tersebut di satu
sisi dapat menunjukkan bahwa fungsi dan peranan perjanjian lisensi dalam
perdagangan barang maupun jasa semakin penting, sehingga mendorong
para pelaku usaha untuk mendaftarkan ijin lisensi.
138
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Hakim Pengadilan
Niaga Semarang dalam kasusnya hak cipta harus dilakukan penegakan
hukum terhadap pelanggarnya. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus pelanggaran hak cipta adalah bisa karena aspek ekonomi
atau rendahnya pemahaman terhadap Undang-Undang Hak Cipta atau bisa
juga karena penerapan sanksi yang belum maksimal. Sanksi yang
diberikan pidana penjara dan denda66
Selain itu, faktor-faktor penyebabnya tersebut dalam penelitian akan
dilakukan dengan pendekatan teori sistem hukum dari Lawrence
M.Friedman, yakni: faktor substansi hukum (legal substance), faktor
aparatur hukum (legal structure), dan faktor budaya hukum (legal culture).
a. Faktor Substansi Hukum (legal substance)
Dari aspek substansi hukum, sekurang-kurangnya terdapat tiga
kelemahan yang terdapat dalam UUHC 2014.
1) Melanggar Hak Cipta Siarkan Piala Dunia Brazil
PT. Inter Sport Marketing (PT. ISM) sebagai penerima
lisensi Media Right 2014 Fifa World Cup Brazil (Piala Dunia
Brazil 2014) dari Federation International De Football
Association (FIFA) mengajukan gugatan perdata terhadap
sejumlah hotel berbintang di Jawa dan Bali, terkait penggunaan
content tayangan Piala Dunia 2014 di area komersiilnya tanpa
seijin PT. ISM selaku pemegang hak cipta, sebagaimana dalam
66 Wawancara dengan Bapak Erintuah Damanik, S.H., M.H., selaku Hakim di Pengadilan Niaga
Semarang.
139
putusan Nomor: 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
dimana PT. Metro Hotel selaku tergugat yang terbukti telah
menayangkan siaran Piala Dunia Brazil 2014.
Terkait proses hukum tersebut, majelis hakim Pengadilan
Niaga Semarang akhirnya mengabulkan gugatan PT. ISM selaku
pemegang hak siar penggunaan content tayangan sepak bola Piala
Dunia 2014. Dalam persidangan, majelis hakim mengeluarkan
putusan yang mengabulkan gugatan PT. ISM atau PT. Nonbar
dan menyatakan secara sah dan meyakinkan bahwa PT. Metro
Hotel melakukan perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran
atas hak cipta dan telah mendapat sanksi hukum untuk membayar
kerugian kepada penggugat serta membayar biaya perkara.
2) Perbuatan tidak menguraikan secara terperinci apa yang dilanggar
Objek pelanggaran memang sudah dicantumkan dalam
putusan yaitu penayangan 2014 FIFA World Cup Brazil diareal
komersial. Akan tetapi tidak dicantumkan dasar hukum
penayangan itu berdasarkan UU tentang Hak Cipta baik pada
tahun 2002 maupun pada tahun 2014. Penayangan audiovisual
melalui televisi tidak secara tegas dimuat dalam UU Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan UU Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.
3) Perbuatan yang diduga dilanggar oleh PT. Metro Hotel (tergugat)
terjadi karena menayangkan 2014 FIFA World Cup Brazil di areal
140
komersial tanpa izin. Bisa dikatakan bahwa lisensi merupakan
titik awal atau bukti kuat yang dimiliki oleh penggugat dalam
mengajukan gugatan, dan lisensi ini juga merupakan dasar majelis
hakim dalam membuat suatu putusan. Hanya saja, majelis hakim
tidak memberi pertimbangan matang terkait dengan dasar hukum
lisensi ini. Mestinya karena gugatan ini termasuk dalam ruang
lingkup hak cipta, maka hakim mendasarkan lisensi ini juga
sesuai dengan UU tentang hak cipta.
b. Faktor Aparatur Hukum (Legal Structure)
Salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya yang
menyebabkan terjadinya sengketa hak cipta di Pengadilan dengan
alasan mempunyai persamaan pada pokoknya dengan ijin yang belum
tercatat adalah faktor aparatur hukum (legal structure).
Fungsi dan tugas dari Pemeriksa Hak Cipta pada Ditjen HKI
sangat menentukan untuk menyatakan apakah suatu permohonan
pendaftaran Hak Cipta itu diterima atau ditolak. Oleh karena itu, untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat khususnya para
pemohon merek diperlukan Aparatur Pemeriksa yang jujur, adil,
profesional, dan mempunyai pengetahuan yang luas.
c. Budaya Hukum Masyarakat (Legal Culture)
Di samping faktor substansi hukum dan Aparatur Pemeriksa
yang bekerja kurang profesional, faktor budaya hukum masyarakat
khususnya para pelaku usaha juga turut mendorong banyaknya terjadi
141
kasus pencatatan ijin lisensi yang mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan ijin lainnya tersebut. Hal ini tergambar dari kasus-
kasus yang telah dikemukakan di atas. Dimana hak cipta yang
dibatalkan karena mempunyai persamaan pada pokoknya dengan ijin
terdaftar tersebut pada umumnya berada pada kelas dan jenis barang
yang sama dengan ijin yang sudah terdaftar sebelumnya. Serta dalam
putusan pengadilan tersebut ditegaskan bahwa pendaftaran ijin yang
dibatalkan tersebut dilakukan atas dasar iktikad tidak baik.
Eksepsi selain eksepsi kompetensi harus diperiksa dan diputus
bersama-sama pokok perkara, hal ini diatur dalam Pasal 136 HIR yang
merumuskan: “Perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh
tergugat (exceptie), kecuali tentang hal hakim tidak berkuasa, tidak akan
dikemukakan dan ditimbang masing-masing, tetapi harus dibicarakan dan
diputus bersama-sama dengan pokok perkara”. Apabila eksepsi selain
eksepsi kompetensi dikabulkan maka putusan akan bersifat negatif
(menyatakan gugatan tidak dapat diterima) karena semata-mata
mengandung cacat formil sesuai eksepsi yang diajukan Tergugat,
contohnya terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3534
K/Sip/1984, dimana dalam putusan tersebut gugatan dianggap obscuur
libel, karena dalil gugatan kacau dan kabur, bahkan kontradiktif sehingga
gugatan tidak dapat diterima. Berdasarkan putusan tersebut, Pengadilan
tidak menyelesaikan materi pokok perkara karena gugatan tersebut
mengandung cacat formil dalam bentuk obscuur libel. Apabila Penggugat
142
menghendaki penyelesaian sengketa tentang kasus itu, Penggugat dapat
mengajukan gugatan baru dengan jalan memperbaiki gugatan
memperbaiki gugatan dengan dalil gugatan yang jelas,67 akan tetapi khusus
untuk Putusan Nomor 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg terbuka
pula upaya hukum banding untuk gugatan rekonvensi karena putusannya
diputus bersama-sama dengan putusan akhir, hal ini sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947
tentang Pengadilan Peradilan Ulangan yang menyatakan eind vonnis atau
final judgement dapat dibanding.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka terhadap Putusan Nomor
02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg terbuka kesempatan untuk
melakukan upaya hukum bagi para pihak yang tidak puas dengan isi
putusan tersebut dan hal ini didasarkan Pasal 26 Undang-undang Nomor
48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Penggugat Konvensi dapat
mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi terhadap Putusan yang
menyatakan menolak gugatannya untuk seluruhnya, sementara untuk
gugatan rekonvensi yang dinyatakan tidak dapat diterima terbuka dua
upaya hukum, yaitu banding atau mengajukan gugatan baru setelah
gugatan sebelumnya diperbaiki cacat formilnya karena Putusan tersebut
merupakan Putusan yang mengabulkan eksepsi selain eksepsi kompetensi
namun diputus bersama-sama dengan pokok perkara dalam putusan akhir
(eind vonnis, final judgement), sehingga berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
67 M. Yahya Harahap, 2007, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan Penyitaan,
Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 429.
143
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan
Ulangan menyatakan bahwa terhadap eind vonnis atau final judgement
dapat dibanding, sementara berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3534 K/Sip/1984, apabila Penggugat Rekonvensi tidak puas, maka
cara yang dapat ditempuh adalah mengajukan gugatan baru setelah
gugatan sebelumnya diperbaiki. Pengajuan gugatan kembali yang
demikian tidak merupakan ne bis in idem karena Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1566 K/Pdt/1983 menyatakan bahwa pada putusan negatif
yang terjadi karena adanya cacat formil berupa error in persona tidak
melekat ne bis in idem, oleh karena itu gugatan bisa diajukan kembali
setelah diperbaiki.
Meskipun upaya hukum terbuka bagi para pihak yang tidak puas
terhadap isi suatu putusan, namun pada dasarnya setiap putusan
Pengadilan mempunyai tiga macam kekuatan. Kekuatan pada putusan
tersebut diatur dalam doktrin karena undang-undang tidak menjelaskan
kekuatan yang dimaksud. Tiga kekuatan yang dimaksud adalah:
a. Kekuatan mengikat berarti suatu putusan dimaksudkan untuk
menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak
atau hukumnya. Para pihak yang telah menyerahkan dan
mempercayakan sengketanya ke pengadilan berarti bahwa pihak-pihak
yang bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan yang
dijatuhkan, sehingga tidak boleh bertindak bertentangan dengan
144
putusan tersebut karena putusan tersebut mempunyai kekuatan
mengikat bagi para pihak.
b. Kekuatan pembuktian dalam suatu putusan mengandung arti bahwa
putusan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang tidak lain
bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak,
yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi atau
pelaksanaannya.
c. Kekuatan eksekutorial berarti bahwa suatu putusan tidak semata-mata
hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan realisasi atau
pelaksanaannya, sehingga kekuatan mengikat saja belum cukup, oleh
karena itu putusan hakim mengandung kekuatan eksekutorial, yaitu
kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan
itu secara paksa oleh alat-alat Negara.
Putusan Nomor 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg, apabila
dihubungkan dengan tiga teori kekuatan putusan hakim tersebut di atas,
maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kekuatan mengikat bagi para pihak yang bersengketa, karena pada
dasarnya para pihak telah menyerahkan penyelesaian sengketa kepada
Pengadilan Niaga, oleh karena itu apapun isi putusannya, para pihak
harus menghormatinya serta tidak boleh bertindak bertentangan
dengan putusan tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
Penggugat Konvensi beserta para Tergugat Konvensi, maupun
Penggugat Rekonvensi beserta Tergugat Konvensi dan Turut Tergugat
145
Rekonvensi dalam perkara yang diputus Putusan Nomor
02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg mempunyai kewajiban
mematuhi isi putusan tersebut, namun para pihak tersebut mempunyai
hak untuk mengajukan upaya hukum apabila tidak puas dengan isi
putusan yang sudah dijatuhkan.
2. Putusan tersebut juga mengandung kekuatan pembuktian karena
pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut
bisa dijadikan dasar mengajukan banding dan kasasi, namun hakim
mempunyai kebebasan untuk menggunakan kekuatan putusan
terdahulu atau tidak. Putusan Nomor 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg dapat dijadikan bukti, terutama oleh
Tergugat II Konvensi perihal ketiadaan hubungan hukum antara
Penggugat Konvensi dan Tergugat II Konvensi, sehingga tidak
terbukti pula tuduhan cidera janji sebagaimana yang dituduhkan
Penggugat Konvensi pada Tergugat II Konvensi. Berdasarkan putusan
hakim tersebut, yang terbukti hanyalah adanya hubungan hukum
antara Penggugat Konvensi dan Tergugat I Konvensi, selain itu
putusan tersebut dapat dijadikan dasar bagi para pihak yang tidak puas
untuk mengajukan upaya hukum.
3. Putusan Nomor 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg tersebut
juga mempunyai kekuatan eksekutorial yang ditandai dengan adanya
kata-kata “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
sehingga dapat dijalankan dan dipaksakan pelaksanaannya, akan tetapi
146
berdasarkan amar putusannya, maka yang dapat dijalankan dan
dipaksakan pelaksanaannya hanyalah kewajiban Penggugat Konvensi
membayar seluruh biaya yang timbul karena perkara ini, karena
Penggugat Konvensi merupakan pihak yang kalah dalam perkara
tersebut. Tidak ada kewajiban yang lain bagi para pihak dalam perkara
tersebut, hal ini dikarenakan Majelis Hakim memutuskan menolak
untuk seluruhnya gugatan Penggugat Konvensi, dan menyatakan
gugatan rekonvensi yang diajukan Tergugat II Konvensi tidak dapat
diterima, sehingga tidak timbul kewajiban bagi para pihak tersebut
selain menghormati dan mematuhi isi putusan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka akibat
hukum yang timbul akibat Putusan Nomor 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg adalah terbukanya kesempatan bagi para pihak
untuk melakukan upaya hukum apabila tidak puas dengan isi putusan
tersebut. Upaya hukum yang dimaksud adalah banding bagi Penggugat
Konvensi karena gugatannya dinyatakan ditolak untuk seluruhnya,
sedangkan untuk Penggugat Rekonvensi terbuka kesempatan mengajukan
banding atau gugatan perdata biasa setelah cacat formil dalam gugatan
sebelumnya diperbaiki, hal ini dikarenakan putusan Majelis Hakim
merupakan putusan yang mengabulkan eksepsi selain eksepsi kompetensi
namun diputus bersama-sama dengan pokok perkara dalam putusan akhir
(eind vonnis, final judgement), sehingga berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan
147
Ulangan menyatakan bahwa terhadap eind vonnis atau final judgement
dapat dibanding, sementara berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3534 K/Sip/1984, apabila Penggugat Rekonvensi tidak puas, maka
cara yang dapat ditempuh adalah mengajukan gugatan baru setelah
gugatan sebelumnya diperbaiki.
Putusan Nomor 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
mengandung tiga kekuatan yang didasarkan kepada teori kekuatan
putusan, yaitu kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan
eksekutorial. Kekuatan mengikat tercermin dengan harus dipatuhinya isi
putusan tersebut oleh para pihak karena mereka telah sepakat untuk
menyelesaikan perkaranya di Pengadilan.
Kekuatan pembuktian dalam putusan tersebut telah membuktikan
bahwa tidak ada hubungan hukum antara Penggugat Konvensi dan
Tergugat II Konvensi, sehingga lebih jauh tidak mungkin ada perbuatan
cidera janji, sementara itu bagi para pihak yang tidak puas dengan isi
putusan, maka segala yang termuat dalam putusan tersebut dapat dijadikan
dasar pengajuan upaya hukum. Kekuatan yang terakhir adalah eksekutorial
yang ditandai dengan adanya kata-kata “Demi keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga dengan begitu putusan dapat
dijalankan dan dipaksakan pelaksanaannya, akan tetapi apabila dikaitkan
dengan amar Putusan Nomor 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg,
maka amar yang dapat dieksekusi hanyalah perihal kewajiban Penggugat
Konvensi membayar sejumlah biaya perkara, hal ini dikarenakan amar
148
selebihnya tidak menimbulkan kewajiban bagi para pihak selain
menghormati dan mematuhi isi putusan tersebut.
D. Pembahasan
1. Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg atas hak
terkait kasus pelanggaran hak cipta ditinjau dari UUHC 2014
Pembahasan putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg atas hak terkait kasus pelanggaran hak cipta
ditinjau dari UUHC 2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Temuan Hasil penelitian Pembahasan
Dalam putusan Nomor:
02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
ditemukan bahwa adanya perjanjian
lisensi antara pihak FIFA dan PT.
Intern Sport Marketing namun
perjanjian tersebut perjanjian
Lisensi belum dicatatkan di Dirjen
HKI.
Temuan hasil penelitian jelas
bertentangan dengan UUHC 2002
karena perjanjian lisensi belum tercatat
di Dirjen HKI. Dalam Pasal 47
dinyatakan suatu perjanjian lisensi wajib
dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) agar
mempunyai akibat hukum kepada pihak
ketiga. Maka, jika perjanjian lisensi
tersebut hanya mengikat bagi pemberi
lisensi dan penerima lisensi dan tidak
dapat membawa atau menimbulkan
akibat hukum bagi pihak ketiga. Dengan
demikian Termohon Kasasi sebagai
penerima lisensi tidak berhak
mengajukan gugatan kepada pihak
ketiga karena perjanjian lisensinya
belum tercatat sehingga tidak
mempunyai akibat hukum bagi pihak
ketiga. Selain itu Pasal 1 ayat (5)
menjelaskan bahwa hak Terkait adalah
hak yang berkaitan dengan Hak Cipta
yang merupakan hak eksklusif bagi
pelaku pertunjukan, produser fonogram,
atau lembaga Penyiaran karena yang
menjadi pokok permasalahan dalam
149
Temuan Hasil penelitian Pembahasan
perkara ini adalah mengenai siaran,
maka pemegang hak terkait yang berhak
mengajukan gugatan seharusnya adalah
lembaga penyiaran, bukan Penggugat
yang kapasitasnya hanya sebagai
penerima lisensi.
Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg atas
hak terkait kasus pelanggaran hak
cipta ditinjau dari UUHC 2014 tidak
sesuai
Dalam Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg tidak ada
pelaku utama sebagai pelanggar dan
tidak ada pelaku pembantu sebagai
pihak-pihak yang menyiarkan sesuai
dengan ketentuan Pasal 113 UUHC, ada
dua golongan pelaku pelanggaran hak
cipta yang dapat diancam dengan sanksi
pidana. Pertama, pelaku utama adalah
perseorangan maupun badan hukum
yang dengan sengaja melanggar hak
cipta atau melanggar larangan undang-
undang. Termasuk pelaku utama ini
adalah penerbit, pembajak, penjiplak,
dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu
adalah pihak-pihak yang menyiarkan,
memamerkan atau menjual kepada
umum setiap ciptaan yang diketahuinya
melanggar hak cipta atau melanggar
larangan UUHC. Termasuk pelaku
pembantu ini adalah penyiar,
penyelenggara pameran, penjual, dan
pengedar yang menyewakan setiap
ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran hak
cipta atau larangan yang diatur oleh
undang-undang.
Berdasarkan pembahasan dari tabel tersebut maka Majelis Hakim
tidak menguraikan secara terperinci mengenai perbuatan apa yang
dilanggar oleh tergugat (PT. Metro Hotel). Penayangan audiovisual
melalui televisipun tidak secara tegas dimuat dalam UU Nomor 19 Tahun
150
2002 tentang Hak Cipta dan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta. Perbuatan yang diduga dilanggar oleh tergugat adalah perjanjian
lisensi, dan perjanjian lisensi hanya mengikat para pihak. Oleh karena itu
sengketa yang timbul adalah sengketa perjanjian lisensi. Namun pada
kenyataanya, selain Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang, telah
merujuk pada peraturan perundang-undangan yang tepat, yaitu UU No. 19
Tahun 2002 jo UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga
Pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim untuk
membuat putusan tersebut, berasumsi bahwa perjanjian lisensi yang
dimaksud dalam Pasal 47 UU Nomor 19 Tahun 2002 jo UU Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah perjanjian lisensi yang telah sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan hukum HKI. Namun,
kenyataannya Dirjen HKI telah memberikan pernyataan resmi bahwa
pencatatan lisensi belum dilaksanakan. Oleh karena Dirjen HKI secara
kelembagaan telah memberikan pendapat bahwa permohonan pencatatan
lisensi belum dilaksanakan maka jelas bahwa perjanjian lisensi belum
tercatat sehingga perjanjian lisensi hanya berlaku sebagai perjanjian
perdata yang hanya mengikat bagi Termohon Kasasi dengan FIFA dan
tidak dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Selain itu Pasal 1 ayat (5) menjelaskan bahwa
“hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang
merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser
fonogram, atau lembaga Penyiaran”
151
Berdasarkan pernyataan tersebut karena yang menjadi pokok
permasalahan dalam perkara ini adalah mengenai siaran, maka pemegang
hak terkait yang berhak mengajukan gugatan seharusnya adalah lembaga
penyiaran, bukan Penggugat yang kapasitasnya hanya sebagai penerima
lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan
tertentu.
Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg atas
hak terkait kasus pelanggaran hak cipta ditinjau dari UUHC 2014 tidak
sesuai. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 113 tersebut, ada dua
golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi
pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan maupun badan hukum
yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan
undang-undang. Termasuk pelaku utama ini adalah penerbit, pembajak,
penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang
menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum setiap ciptaan yang
diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan UUHC.
Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran,
penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil
kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-
undang.
152
Cara pengalihan hak cipta yang paling sering digunakan adalah
melalui perjanjian tertulis. Ada dua cara pengalihan hak cipta khususnya
hak ekonomi melalui perjanjian tertulis yang dikenal dalam praktik, yang
pertama adalah pengalihan hak cipta dari pencipta kepada pemegang hak
cipta dalam bentuk assignment (overdracht) atau dapat diterjemahkan
dengan istilah penyerahan yang menyebabkan kepemilikan hak cipta
berpindah seluruhnya dan selama-lamanya kepada pihak yang mendapat
penyerahan. Sedangkan cara kedua adalah dengan memberikan izin atau
lisensi (license/licentie) berdasarkan suatu perjanjian yang mencantumkan
hak-hak pemegang hak cipta dalam jangka waktu tertentu untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dalam kerangka eksploitasi
ciptaan yang hak ciptanya tetap dimiliki oleh pencipta.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
Pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi putusan Nomor:
02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Temuan Hasil penelitian Pembahasan
Dalam putusan Nomor:
02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
Kasus yang diteliti dalam penelitian
terjadi disebabkan karena adanya suatu
perjanjian yang didaftarkan di
153
Temuan Hasil penelitian Pembahasan
aspek substansi putusan
hakim
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia (Ditjen HKI) yang
belum diklaim sebelumnya, padahal
dalam Pasal 1 angka 14 UUHC 2002
lisensi adalah izin yang diberikan oleh
pemegang hak cipta atau pemegang
hak terkait kepada pihak lain untuk
mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk
hak terkaitnya dengan persyaratan
tertentu. Jelas bahwa ijin lisensi
memiliki peranan penting untuk pelaku
usaha.
Pertimbangan hakim dalam
memutus kasus pelanggaran
hak cipta
Dalam kasus sudah jelas bahwa
pertimbangan hakim merujuk pada
dasar hukum hak cipta yaitu UU No.
19 Tahun 2002 jo UU Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Kasus dalam
putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg
merupakan Karya sinematografi yang
mana merupakan jenis ciptaan yang
dilindungi. Karya sinematografi adalah
karya cipta yang merupakan media,
komunikasi massa, gambar gerak
(moving image) antara lain meliputi:
film dokumenter, film iklan, reportase
atau film cerita yang dibuat dengan
skenario dan film kartun. Karya
sinematografi dapat dibuat dengan pita
soluloid, pita video, piringan video,
cakram optik dan/atau media lain yang
memungkinkan untuk dipertunjukkan
di bioskop, di layar lebar atau
ditayangkan di televisi atau dimedia
lainnya. Karya serupa itu dibuat oeh
peusahaan pembuat film, stasiun
televisi atau perorangan. Selain itu,
Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, yang
menentukan bahwa pencipta atau
pemegang hak cipta atas karya
sinematografi memiliki hak untuk
154
Temuan Hasil penelitian Pembahasan
memberikan izin atau melarang orang
lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
Dalam perkara ini adalah berhubungan
dengan hak terkait maka hakim
mempertimbangkan bahwa dalam Pasal
1 ayat 5 dijelaskan bahwa Hak Terkait
adalah hak yang berkaitan dengan Hak
Cipta yang merupakan hak eksklusif
bagi pelaku pertunjukan, produser
fonogram, atau lembaga Penyiaran,
karena perkara ini juga berhubungan
dengan siaran maka hakim
mempertimbangkan pemegang Hak
Terkait yang berhak mengajukan
gugatan seharusnya adalah lembaga
penyiaran, bukan Penggugat yang
kapasitasnya hanya sebagai penerima
lisensi
Berdasarkan pembahasan dari tabel tersebut maka izin lisensi yang
belum tercatat atau terdaftar sebelumnya menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-HKI/2015/PN.NIAGA.Smg,
antara lain adalah:
1. Substansi putusan hakim
Kasus ini terjadi disebabkan oleh adanya suatu perjanjian yang
didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen HKI) yang
diklaim mempunyai persamaan pada pokoknya dengan perjanjian
lisensi yang belum terdaftar sebelumnya. Gejala tersebut di satu sisi
155
dapat menunjukkan bahwa fungsi dan peranan perjanjian lisensi dalam
perdagangan barang maupun jasa semakin penting, sehingga
mendorong para pelaku usaha untuk mendaftarkan ijin lisensi.
Namun, dalam Pasal 1 angka 14 UUHC 2002 lisensi adalah
izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak
terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan
persyaratan tertentu. Pemegang hak cipta (licensor) berhak
memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian
lisensi untuk melaksanakan hak eksklusifnya dalam lingkup perbuatan
mengumumkan dan memperbanyak suatu ciptaan selama jangka
waktu tertentu dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.
Dalam hal ini, bisa saja pihak licensee diberikan izin untuk
memperbanyak, tetapi tidak diberikan izin untuk mengumumkan,
mengedarkan, menjual, atau menerjemahkan. Lisensi dapat dianggap
melakukan pelanggaran hukum, setidaknya melanggar perjanjian
lisensi, jika melakukan hal-hal yang dilarang atau melampaui apa
yang telah ditentukan dalam lisensi.
Pada Pasal 45 Ayat (3) UUHC 2002 pelaksanaan perjanjian
lisensi wajib disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada
pemegang hak cipta oleh penerima lisensi kecuali diperjanjikan lain.
156
Frase “kecuali diperjanjikan lain” artinya perjanjian lisensi dapat
dilaksanakan tanpa pembayaran royalti apabila para pihak
berkehendak. Seandainya royalti telah diperjanjikan, maka jumlah
royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak cipta/licensor
oleh licensee adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
Lisensi menurut Pasal 46 UUHC 2002 pada prinsipnya selalu
bersifat noneksklusif yang mengandung arti bahwa
pencipta/pemegang hak cipta masih dapat mengalihkan hak ciptanya
dengan memberikan lisensi yang sama kepada pihak ketiga. Apabila
diperjanjikan lain suatu lisensi dapat bersifat eksklusif dan
pencipta/pemegang hak cipta tidak boleh memberikan lisensi kepada
pihak ketiga lainnya. Perjanjian lisensi yang bersifat ekslusif seperti
itu biasanya berpotensi disalahgunakan untuk memonopoli pasar
sehingga merugikan perekonomian Indonesia dan mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat menunjukkan bahwa fungsi
dan peranan perjanjian lisensi dalam perdagangan barang maupun jasa
semakin penting, sehingga mendorong para pelaku usaha untuk
mendaftarkan ijin lisensi.
2. Pertimbangan hakim
157
Faktor lain yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus
kasus pelanggaran hak cipta mengenai sengketa hak penyiaran untuk
menayangkan acara pertandingan Piala Dunia FIFA 2014 tersebut
juga telah tepat dan jelas, dimana hakim Pengadilan Niaga Semarang
perlu dan melakukan suatu pertimbangan dengan peraturan
perundang-undangnya sudah jelas, yakni Majelis hakim hanya
merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 bukan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 karena acara Piala dunia 2014 di
Brazil disiarkan di Indonesia pada tanggal 12 Juni – 13 Juli 2014 dan
secara final piala dunia 2014 diselenggarakan pada tanggal 13 Juli
2014, sedangkan tangggal perundang-undangan Nomor 28 Tahun
2014 pada tanggal 16 Oktober 2014.
Namun, pada putusan Pengadilan Niaga Semarang dimaksukan
dan didaftar sebagai no.reg perkara dengan tanggal 10 Maret 2015 jadi
putusan ini mengandung asas larangan berlaku surut. Asas larangan
berlaku surut adalah suatu hukum yang mengubah konsekuensi hukum
terhadap tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-fakta dan
hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan atau
diundangkan. Pemberlakukan asas tersebut karena materi sengketa
muncul pada tanggal 13 Juli 2014 sedangkan pada tanggal tersebut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 belum diundang-undangkan.
Dalam Putusan Nomor: 02/PDT.SUS-
HKI/2015/PN.NIAGA.Smg sebenarnya pertimbangan hakim
158
didasarkan pada karya sinematografi yang mana merupakan jenis
ciptaan yang dilindungi. Karya sinematografi adalah karya cipta yang
merupakan media, komunikasi massa, gambar gerak (moving image)
antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film
cerita yang dibuat dengan skenario dan film kartun. Karya
sinematografi dapat dibuat untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar
lebar atau ditayangkan di televisi atau dimedia lainnya. Karya serupa
itu dibuat oeh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau
perorangan.
Dasar pada Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, yang menentukan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta
atas karya sinematografi memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan
tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.