bab_ii.docx

33
HIIPERTENSI ESENSIAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Penyakiit Dalam DISUSUN OLEH: RESTY KUSMAYATI NUNI SEPTIANI RINGGIT PRAGISTA RIZKY Prodi SI Keperawatan STIKES YPIB Majalengka

Upload: pety-tunjung-sari

Post on 25-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HIIPERTENSI ESENSIALDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Penyakiit Dalam

DISUSUN OLEH:RESTY KUSMAYATINUNI SEPTIANIRINGGIT PRAGISTARIZKY

Prodi SI KeperawatanSTIKES YPIB MajalengkaJl. Gerakan Koperasi No. 003 Telp. (0233) 284040Tahun 2012/2013KATA PENGANTAR

Bismillahhirormanirrohim,Alhamdulillah, kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan pertolongan-Nya kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman yang terang benderang ini.Makalah ini mempunyai judul HIPERTENSI ESENSIAL, yang di susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Penyakit Dalam. Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan tugas ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini belum mencapai kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan kekurangan yang kami lakukan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun baik dari pihak Dosen maupun teman-teman lainnya demi kesempurnaan tugas ini, sehingga tugas ini dapat dijadikan pedoman untuk penyusunan tugas dimasa yang akan datang.

Majalengka, 23 Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Rumusan MasalahC. Tujuan dan ManfaatBAB II PEMBAHASANA. DefinisiB. EpidemiologiC. EtiologiD. PatogenesisE. Gejala KlinisF. DiagnosisG. PengobatanBAB III PENUTUPA. KESIMPULANB. SARAN

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDi negara industri hipertensi merupakan salah satu maslah kesehatan utama. Di Indonesia hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan mortilitas dan morbiditas.

B. Rumusan masalahPada pembahasan kami pada makalah ini kami akan sedikit membatasi masalah-masalah yang akan kami bahas. Di antaranya:1. Definisi hipertensi Esensial2. Etiologi atau penyebab hipertensi esensial3. Epidemiologi penyakit hipertensi esensial4. Patogenesis5. Gejala klinis6. Diagnosa7. Pengobatan

C. Tujuan dan ManfaatSelain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Penyakit Dalam makalah ini dibuat untuk memberikan uraian atau gambaran tentang penyakit hipertensi esensial atau yang biasa disebut hipertensi primer ini bagaimana jalan penyakitnya, gejala-gejala klinisnya bahkan komplikasi yang mungkin terjadi serta pengobatan yang bisa dilakukan pada penaykit hipertensi esensial ini. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

BAB IIPEMBAHSAN

A. DefinisiSampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi karena tidak ada batas yang tegas yang membedakan antara hipertensi dan normotensi. Yang telah dibuktikan adalah peningkatan tekanan darah akan menaikkan mortalitas dan morbiditas. Secara teoritis, hipertensi didefinisikan sebagai suatu tingkat tekanan darah tertentu, yaitu diatas tingkat tekanan darah tersebut dengan memberikan pengobatan dan menghasilkan banyak manfaat dibandingkan dengan tidak memberikan pengobatan.

Menurut WHO (1978), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHgdan tekanan darah sama denganatau di atas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi lain iyang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committtee On Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi tekanan darahTDS (mmHg)TDD (mmHg)

NormalPrahipertensiHipertensi derajat 1Hipertensi derajat 2

160 100

TDS = Tekanan Darah Sisitolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

B. EpidemiologiHipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi beberapa prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.

Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Banyak penyelidikan dilakukan secara terpisah dengan metodelogi yang belum baku.

Boedi darmojo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa 1,8 28,6% penduduk berusia diatas 200 tahun adalah pasien hipertensi. Pada umumnya prevalensi hipertensi berkisar antara 8,6 10%. Prevalensi terendah yang dikemukakan data tersebut berasal dari desa Kalirejo, Jawa Tengah yaitu sebesar 1,8%, sedangakan di daerah Arun, Aceh Sumatra Utara sebesar 5,3%. Data lain yang dikemukakan Gunawan S, yang menyelidiki masyarakat yang terisolasi di Lembah Baliem, Irian Jaya mendapatkan prevalensi hipertensi 0,65%.

Dari penyelidikan yang ada, terlihat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.

C. EtiologiHipertensi primer tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Tetapi timbul karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:1. Faktor resiko seperti : diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis.2. Sistem saraf simpatis: Tonus simpatis Variasi diurnal3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi: Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.4. Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada sistem renin, aldosteron, angiotensin.

D. PatogenesisSampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang karena belum didapat jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Beberapa faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah.

Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tekanan atrium kanan. Oleh karena tekanan atrium kanan mendekati nol, nilai tersebut tidak mempunyai banyak pengaruh.

Didalam tubuh terdapat sisem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang. Refleks kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta yang berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang beraksi segera adalah kemoreseptor, respon iskemis susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.

Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang di kontrol oleh angiotensin dan vasopresin termasuk sistem kontrol yang bereaksi kurang cepat. Kestabilan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.

Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem yang beraksi kurang cepat dan dilalnjutkan oleh sistem yang potensinya berlangsung dalam jangka panjang.

Berbagai faktor seperti faktor genetik nyang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal, serta faktor obesitas dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer.

Peran faktor genetik pada hipertensi primer dibuktikan dengan berbagai fakta yang dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya menderita hipertensi menyokong pendapat bahwa faktor genetik memmpunyai pengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Percobaan binatang memberikan banyak bukti tambahan tentang peran faktor genetik ini. Tikus golongan Japanese spontaneously hypertensive rat (SHR), Dahl salt sensitive (S), New Zealand genetically hypertensive rat (GH), salt resistant (R), dan Milan hypertensive rat strain (MHS) menunjukan bukti tersebut. Dua turunan tikus yang disebutkan pertama mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting pada hipertensi, sedangkan dua turunan yang lain menunjukan faktor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik sebagai faktor utama pada timbulnya hipertensi.

Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan pada pada tahanan perifer meningkat karena disebabkan oleh refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung meningkat terjadi konstriksi sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.

Menurut Lund-Johansen (1989), pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah menetap. Guyton (1988) berpendapat bahwa pada hipertensi terjadi perubahan autoregulasi dan sebagai penyebab awal perubahan ini adalah retensi garam oleh ginjal. Mengenai perubahan di ginjal ini, Brenner dan kawan-kawan (1988) menyatakan bahwa penurunan permukaan filtrasi pada ginjal dapat terjadi secara kongenital atau didapat.

Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi yang terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan struktural pada pembuluh darah dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertropi dinding sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.

Folkow (1987) menunjukan bahwa stres dengan peninggian aktivitas saraf menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Berkaitan dengan hal ini Swales (1990) mengemukakan bahwa perubahan fungsi membran sel juga dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertropi struktural. Sedangkan Lever (1986) menyatakan bahwa mekanisme trolik dapat menyebabkan hipertropi vaskular secara langsung. Faktor lain yang diduga ikut berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor. Berbagai promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang mengakibatkan hipertropi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah.

Mengenai kelainan fungsi membran sel, pada binatang percobaan dan pasien hipertensi, Garay (1990) telah membuktikan adanya defek transfor Na+ atau Ca++ lewat membran sel. Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau oleh peninggian hormon natriuretik akibat peninggian volume intravaskular. De Wardener dan Clarkson (1985) menyatakan bahwa hormon natriuret5ik ini adalah penghambat pompa natrium yang bersifat vasokonstriktor.

Mengenai perubahan yang terjadi intraseluler, Blaustein (1988) berpendapat bahwa kenaikan kadar natrium intraseluler yang disebabkan oleh penghambatan pompa natrium akan meninggikan kadar kalsium intrasel. Brebagaai faktor tersebut diatas baik akibat perubahan dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional akibat peninggian kadar kalsium intrasel, akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah yang menetap.Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam yang kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi hiipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam ini akan diikuti opeh peninggian ekskresi garam sehingga tecapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien hipertensi primer, mekanisme (peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu, selain adanya faktor lain yang ikut berperan.

Sistem renin, angiotensin dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatip. Renin berperan pada proses konversi angiotensin menjadi II yang menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air. Keadaan tersebut berperan pada timbulnya hipertensi. Peran sistem renin, angiotensin, dan aldosteron pada timbulnya hipertensi primer masih merupakan bahan perdebatan. Hal ini disebakan oleh fakta yang menunjukkan bahwa 20-30% pasien hipertensi primer mempunyai kadar renin rendah, 50-60% kadar renin normal, sedangkan kadar renin tinggi hanya pada 15%.

Pada tahun 1966, Welborn dan kawan-kawan menunjukan peninggian kadar glukosa darah dan insulin pada pasien hipertensi yang menjalani tes pembebanan. Studi pasien Framingham juga melaporkan adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dan hipertensi. Sementara itu hubungan antara diabetes melitus tak tergantung insulin dan obesitas sudah lama diketahui. Masalah klinis lain yang sering menyertai adalah hiperlipidemia. Kaplan menyebut empat masalah klinis tersebut yaitu hipertensi, intoleransi glukosa, obesitas, dan hiperlipidemia sebagai kuartet maut yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjaddinya panyakit jantung koroner.

Intoleransi glukosa terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar insulin dalam plasma yang disebut sebagai hiperinsulinisme. Keadaan ini menunjukan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan. Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas sehingga terjadi keadaan hiperinsulinisme tersebut. Penurunan kemampuan jaringan mengambil glukosa dengan kadar insulin yang cukup bahkan tinggi ini disebut sebagai resistensi insulin, banyak ipenelitian yang melaporkan peninggian kadar insulin pada pasien hiipertensi, obesitas, dan diabetes melitus tak tergantung insulin. Reaven menyebut gabungan masalah klinis ini dengan nama Sindrom XPenelitian di Divisi Netrologi dan Hipertensi, Bagian Penyakit Dalam RS Dr. Pirngadi Medan mendapatkan bahwa pada pasien hipertensi tanpa pengobatan, kadar insulin darah meningkat setelah pembebanan glukosa pada tes toleransi glukosa oral, yang sejalan dengan kadar glukosa darah. Kadar glukosa dan insulin darah lebih tinggi dengan sekelompok kontrol pada menit 60, 90 dan 120 (p < 0,05). Pengobatan dengan penghambat enzim konversi angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) menyebabkan penurunan kadar glukosa dan insulin secara bermakna, meskipun tidak mencapai kadar yang normal seperti pada kelompok kontrol.

Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme yang bekerja dalam pengaturan tekanan darah pada keadaan hiperinsulinisme ini. Di antaranya adalah pengaktifan saraf simpatis, peningkatan reabsorpsi Natrium oleh tubulus proksimal ginjal, dan gangguan transport membran sel yaitu terjadi penurunan pengeluaran narium dari dalam sel yang disebabkan oleh kelainan pada sistem Na+K+ATPSE dan Na+H+exchanger. Pengeluaran ion Ca++ dari dalam sel menyebabkan peninggian kadar ion tersebut didalam sel yang akan mengakibatkan peninggian sensitifitas sel otot polos pembukuh darah terhadap zat vasokonstriktor seperti norepineprin dan angiotensin sehingga terjadi kontraktilitas. Sementara itu kadar ion H+ intrasel juga kan merendah dan keadaan alkalosis intraseluler ini akan meningkatakan sintesis protein, proliferassi sel, proliferasi sel, dan hipertropi pembuluh darah.

Selain faktor yang telah disebutkan diu atas, faktor lingkungan seperti stres psikososial, obesitas, dan kurang olahraga juga berpengaruh terhadap itimbulnya hipertensi primer. Penyelidikan epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Juga dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Belum diketahui mekanisme yang pasti yang dapat menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi primer. Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal sedangkan aktifitas saraf simpatis meinggi dengan aktifitas renin plasma yang rendah.

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Hal ini ipada manusia belum dapat dibuktikan. Akan tetapi pada binatang percobaan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi. Survei hipertensi pada masyarakat kota menunjukan angka prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan (Susalit E, Harmaji, Sugiri). Hal tersebut mungkin dikaitkan dengan stres psikososial yang lebih besar dialami oleh kelompok masyarakat yang ditinggal dikota dibangdingkan dengna masyarakt pedesaan.

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengna pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan perann obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi meskipun mekanisme yang pasti pada manusia belum diketahui. Hubangan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskular telah banyak dibuktikan.

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat akan cenderung hiertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui.

Dari seluruh faktor tersebut diatas, faktor mana yang lebih berperan pada timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Sampai sekarang masih tetap dianut pendapat bahwa hipertensi disebabkan oleh banyak faktor yang lebih dikenal dengan istilah faktor-aktor mozaik.

Pada berbagai penyelidikan terbukti bahwa makin tinggi tekanan darah dan makin lama seseorang mengidap hipertensi makin tinggi angka morbiditas yang disebabkan oleh hipertensi.

E. Gejala klinisPeninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi primer. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadanf-kadanfg hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

Gejala seoerti sakit kepala, epitaksis, pusing dan migren dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang ditemukan yang tanpa gejala. Pada penyelidikan hipertensi di Paris, dari 1771 poasien hipertensi yang tidak diobati, gejala sakiit kepala menduduki urutan pertama (40,5%), yang diikuti oleh palpitasi (28,5%), nokturia (20,4%), pusing (20,8%), dan tinitus pada (13,8%). Pada penyelidikan tersebut tidak didapatkan korelasi antara tingginya tekanan darah dan gejala yang timbul.

Pada survei hipertensi di Indonesia, tercatat bebagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi. Pada penelitian A. Gani dan kawan-kawan di Sumatera Selatan, pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur dan sesak napas. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan laporan Harmaji dan kawan-kawan, yang juga mendapatkan keluhan pusing , rasa berat ditengkuk, dan sukar dan sukar tidur sebagai gejala yang paling sering dijumpai pada pasien hipertensi. Rasa mudah lelah dan cepat marah juga banyak dijumpai sedangkan mimisan jarang ditemukan. Sugiri dan kawan-kawan melaporkan bahwa rasa berat ditengkuk, sakit kepala, mata berkunang-kunang, dan sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai.Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat atau hipertensi maligna yang umumnya juga disertai gangguan fungsi ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral yang disebabkan oleh hipertensi dapat berupa kejang atau gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Timbulnya gejala tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan.

F. DiagnosisEvaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan: 1) Mengidentifikasi penyebab hipertensi2) Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan3) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskular yang lain atau penyakiit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.Data yang di perlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.Pada 70-80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga meskipun hal ini belum dapat memastikan diagnosis. Jiak didapatkan riwayat hipertensi pada ke dua orang tua dugaan terhadap hipertensi primer makin kuat. Sebagian besar hipertensi primer terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya 20% terjadi di bawah usia 20 tahun dan diatas 50 tahun.Jika sudah diketahui mengidap hipertensi sebelumnya diperlukan informasi mengenai pengobatan yang telah diperoleh yaitu tentang efektivitas dan efek smaping obat. Hal ini diperlukan untuk menentukan jenis dan dosis obat yang digunakan. Keterangan mengenai obat yang sedang diminum pasien yang mungkin bisa menimbulkan hipertensi seperti golongan kortikosteroid, golongan penghambat monoamin oksidase (monoamine oxidase inhibitors), dan golongan simpatomimetik sangat diperlukan. Kebiasaan makan makanan yang banyak mengandung garam perlu ditanyakan untuk mendapatkan gambarantrntang jumlah asupan garam pada pasien. Pada wanita diperlukan keterangan mengenai riwayat hipertensi kehamilan, riwayat eklamsia, riwayat persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi.Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita seperti diabetes militus, penyakit ginjal, serta faktor resiko untuk terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, faktor stres, dean data berat badan. Riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal polikistik, kanker tiroid, feokromositoma, batu ginjal, dan hiperparatiroidisme perlu ditanyakan untuk melengkapi anamnesis.Pemeriksaan penunjang pada pasien hipertensi terdiri dari: Test darah rutin Glukosa darah Kolesterol total serum Kolesterol LDL dan HDL serum Trigliserida serum Asam urat serum Kreatinin serum Kalium serum Hemoglobin dan hematokrit Urinalisis ElektrokardiogramBeberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan test lain seperti: Ekokardiogram USG karotis C-reactive protein Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin Proteinuria kuantitatif FunduskopiPada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedangkan pemerikasaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi: 1) Jantung Pemeriksaan fisik Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intrathoraks dan sirkulasi pulmoner) Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri) Ekokardiografi2) Pembuluh Darah Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure Ultrasonografi (USG) karotis Fungsi endotel3) Otak Pemeriksaan neurologis Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif.

4) MataFunduskopi5) Fungsi ginjal Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria,mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin Perkiraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi stabil daapt diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari cockroft-Gault sesuai dengna anjuran National Kidney Foundation (NKF)G. PengobatanTujuan pengobatan pasien hipertensi ialah: Target tekanan darah