babi pendahuluan 1.1 latar belakang masalahrepository.utu.ac.id/943/1/bab i-v.pdf · 2017. 9....

64
BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta memengaruhi pengambilan keputusan, dan memengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga negara yang hanya terdiri dari masyarakat sederhana cenderung kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik (Sudijono, 2004: h.56) Kemajuan perkembangan politik suatu Negara dapat dilihat dari baik buruknya partisipasi masyarakatnya, seperti yang dikemukakan oleh Rauf (2001: h.12) bahwa kemajuan di bidang politik yang terjadi di negara-negara modern oleh masyarakat akan menjadi inspirasi untuk menilai perkembangan politik negara. Setiap orang dapat mengetahui perkembangan demokrasi dan politik di negaranya melalui pandangannya terhadap partisipasi masyarakat di bidang politik dan pemerintahan di negaranya. Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakatdalam suatu kegiatan.Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh negara. Hal ini tercantum di pasal 28 dalam UUD 1945 yang berbunyi; "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang".Selain itu, diatur pula di dalam UU No 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, di mana poin- 1

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BABI

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara

    demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.Secara

    umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih

    ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut

    serta memengaruhi pengambilan keputusan, dan memengaruhi kehidupan bangsa

    relatif sangat kecil. Warga negara yang hanya terdiri dari masyarakat sederhana

    cenderung kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik (Sudijono, 2004:

    h.56)

    Kemajuan perkembangan politik suatu Negara dapat dilihat dari baik

    buruknya partisipasi masyarakatnya, seperti yang dikemukakan oleh Rauf (2001:

    h.12) bahwa kemajuan di bidang politik yang terjadi di negara-negara modern

    oleh masyarakat akan menjadi inspirasi untuk menilai perkembangan politik

    negara. Setiap orang dapat mengetahui perkembangan demokrasi dan politik di

    negaranya melalui pandangannya terhadap partisipasi masyarakat di bidang

    politik dan pemerintahan di negaranya.

    Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang muncul dari

    masyarakatdalam suatu kegiatan.Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh

    negara. Hal ini tercantum di pasal 28 dalam UUD 1945 yang berbunyi;

    "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

    sebagainya ditetapkan dengan undang-undang".Selain itu, diatur pula di dalam

    UU No 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, di mana poin-

    1

  • 2

    poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak

    berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama di hadapan hukum dan

    pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dan lain-lain.

    Menurut Budiardjo (2009: h.367), partisipasi politik adalah kegiatan

    seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan

    politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara yang secara langsung

    atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Dengan

    demikian, partisipasi politik erat kaitannya dengan kesadaran politik, karena

    semakin sadar dirinya diperintah orang kemudian menuntut diberikan hak

    bersuara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Terkait hal tersebut, salah satu

    tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilu di tanah air dewasa ini

    adalah menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat.Kondisi itu setidaknya

    dapat dilihat dari beberapa hasil pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) sebelumnya,

    yaitu Pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik masyarakat mencapai 92,74

    persen, pemilu 2004 dengan 84,07 persen dan pemilu 2009 dengan tingkat

    partisipasi masyarakat sebesar 71 persen.

    Fenomena menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

    pemilu itu setidaknya juga tergambar dari pelaksanaaan pemilihan kepala daerah

    (pilkada) pada tahun 2013. Setidaknya, angka partisipasi politik masyarakat dalam

    pilkada berkisar antara 50-70 persen. Sinergitas dari seluruh pemangku

    kepentingan pemilu sangatlah diharapkan, terutama dalam rangka memberikan

    sosialisasi yang tepat kepada masyarakat tentang arti pentingnya pemilu bagi

    kehidupan berbangsa dan bernegara.

  • 3

    Hasil survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) merata-ratakan total

    partisipasi politik rakyat dalam Pilkada sekitar 60 persen atau dengan kata lain

    rata-rata jumlah Golput mencapai 40 persen. Sejatinya Golput adalah fenomena

    yang alamiah. Fenomena ini ada di setiap pemilihan umum di manapun itu, tidak

    terkecuali di Amerika Serikat.

    Salah satu hal mendasar menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah

    adanya motivasi yang beragam dari para peserta pemilu. Motivasi tersebut lebih

    cenderung pada kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini

    seprti pendidikan politik rakyat. Istilah pendidikan politik sering disamakan

    dengan istilah political socialization.Istilah political sosialization jika diartikan

    secara harfiah bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu, dengan menggunakan

    istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan

    politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki makna yang

    hampir sama.

    Sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit.Sosialisasi

    politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan

    politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan.

    Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai,

    norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam

    sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

    Para Caleg dalam kampanyenya akan lebih cenderung mengajak rakyat

    untuk memilih dirinya atau tidak memilih. Kondisi akan berbeda jika ada muatan

    untuk memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Bahwa rakyat adalah pemegang

    kedaulatan yang memiliki tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara

  • 4

    demokratis paling kurang dalam dua hal yaitu memilih pemimpin yang akan

    membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh komponen

    masyarakat, ke dua untuk memilih wakil rakyat yang akan di tugasi mengawal

    dan mengawasi jalannya pemerintah.Secara lebih tegas

    lagimengenaipendidikanpolitikdapat dilihat dalam Pasal 31 UU Nomor 2 tahun

    2008, yang menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik bagi

    masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan

    keadilan dan kesetaraan gender dan tujuannya antara lain:Meningkatkan

    kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,

    meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat, meningkatkan

    kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka

    memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.Atas dasar ini pendidikan politik

    rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek Pemilu yang lebih

    berkualitas. Melihat penyebab munculnya Golput di Indonesia karena kurangnya

    sosialisasi dan pemahaman politik yang benar, maka pendidikan politik ini juga

    berpotensi untuk meningkatkan tingkat partisipasi politik rakyat.

    Memahami pendidikan politik di masyarakat merupakan hal yang sangat

    menarik untuk diketahui. Karena pendidikan politik itu merupakan suatu proses

    dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota

    masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-

    simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah,

    pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk

    lebih mengenal sistem politik negaranya. Seperti yang di sebutkan dalam pasal 1

    ayat (4) UU No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik yang menyebutkan bahwa

  • 5

    pendidikan politik merupakan proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak,

    kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga Negara dalam kehidupan berbangsa

    dan bernegara. Menurut pasal tersebut jelas dikatakan bahwa partai politik berhak

    memberikan pendidikan politik kepada setiap warga Negara dan seiap warga

    Negara juga berhak menerima pendidikan itu. Misalnya pendidikan politik yang

    diberikan oleh partai politik kepada masyarakat, disini partai politik memberikan

    pendidikan politik secara berkala kepada masyarakat.

    Menurut Ramlan Surbakti (2000: h.117) dalam memberikan

    pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu

    mengenai sosialisasi politik bahwa sosialisasi politik dibagi dua yaitu

    pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan

    suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini

    para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma,

    dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik

    seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

    Pendidikan politik mempunyai dua tujuan utama. Pertama, pendidikan

    politik adalah untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar

    sesuai dengan tujuan politih yang dapat menjadikan setiap individu sebagai

    partisipan politik yang bertanggung jawab. Kedua, pendidikan politik dalam arti

    yang lebih luas untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan

    tuntutan politik yang ingin diterapkan. Partisipasi politik merupakan aktifitas

    masyarakat yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.

    Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga negara, bukan

  • 6

    politikus atau pegawai negeri. Partisipasi politik ini pun bersifat sukarela dan

    bukan dimobilisasi oleh Negara maupun partai yang berkuasa (Basri, 2011: h.97).

    Partisipasi politik itu merupakan suatu hal yang bersifat suka rela

    terhadap masyarakat yang aktif dalam perpolitikan di Indonesia ini. Disini dapat

    kita lihat bahwa masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan untuk ikut serta

    dalam menentukan keputusan yang menyangkut keputusan bersama (umum).

    Oleh karena itu di dalam mengambil keputusan dibutuhkannya kerja sama antara

    partai politik dan masyarakat untuk memberikan keputusan yang baik dalam

    perpolitikan bagi negaranya.

    Berdasarkan hasil observasi awal dilapangan pada gampong Simpang

    Peut KecamatanArongan Lambalek merupakan suatu lingkungan yang sebagian

    masyarakatnya ikut berperan atau ikut dalam suatu organisasi partai politik.

    Masyarakat yang tinggal di mukim tersebut pada dasarnya adalah mempunyai

    pekerjaan yang berbeda-beda, mulai dari pekerjaan sebagai petani, pegawai negeri

    sipil dan lain-lain. Akan teteapi terdapat sebagian dari masyarakat masih merasa

    tidak penting untuk mengikuti kegiatan politik khusunya pada saat pemilu

    terutama pada pemilihan caleg bulan april lalu tahun 2014. Masyarakat merasa

    ikut atau berpartisipasi dalam pemilu caleg tidak juga akan merubah kehidupan

    mereka, dimana mereka juga harus tetap banting tulang untuk memenuhi

    kebutuhan hidup mereka. Sedangkan para caleg menikmati kehidupan mereka di

    bangku DPR nantinya.

    Hal ini terjadi karena masyarakat sudah bosan dengan janji-janji para

    caleg terdahulu.Dari dulu para caleg yang naik selalu memberikan janji-janji yang

    hampir 50 persennya tidak menepati janji tersebut setelah terpilih menjadi anggota

  • 7

    DPR. Masyarakat merasa kecewa dan merasa bahwa setiap caleg yang naik selalu

    akan melakukan hal yang sama.

    Dari latar belakang diatas penulis merasa tertarik mengadakan penelitian

    dengan judul “Pendidikan Masyarakat Dan Partisipasi Politik Pada

    Pemilihan Legislatif 2014(PILEG) di Gampong Simpang Peut Kecamatan

    Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan

    masalah dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimanapendidikan masyarakat pada pemilihan caleg 2014di Gampong

    Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek dalam partai politik atau yang

    lain?

    2. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat terhadap politik di Gampong

    Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek berdasarkan tingkat

    pendidikan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan

    tersebut, maka penelitian ini bertujuan:

    1. Untuk mengetahui bagaimanapendidikan masyarakat pada pemilihan caleg

    2014di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek dalam partai

    politik atau yang lain.

  • 8

    2. Untuk mengetahui bagaimanabentuk partisipasi masyarakat terhadap politik

    di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek berdasarkan

    tingkat pendidikan?

    1.4 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan perumusan masalah diatas, manfaat yang akan diperoleh

    dengan diadakannya penelitian ini:

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    1. Penulis

    Menambah wawasan penulis sebagai bahan perbandingan antara teori yang

    telah dipelajari dengan praktek yang telah diterapkan berdasarkan hasil data

    Kantor Gampong atau Mukim dan hasil pengamatan dilapangan.

    2. Lingkungan Akademik

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah bahan bacaan

    bagi mahasiswa Universitas Teuku Umar khususnya bagi mahasiswa Fakultas

    FISIP.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Hasil analisis dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

    bahan masukan bagi pemerintah untuk menentukan kebijaksanaan dalam

    meningkatkan pendidikan politik bagi masyarakat.

  • 9

    1.5 Sistematika Pembahasan

    Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:

    1. BabPertama, Pendahuluan

    Terdiri dari:

    a. Latar Belakang

    b. Rumusan Masalah

    c. Tujuan Penelitian

    d. Manfaat Penelitian

    e. Sistematika Pembahasan.

    2. Bab Kedua, Tinjauan Pustaka

    Terdiri dari:

    a. Tijauan Tentangkajian terdahulu

    b. Tinjauan Tentang Pendidikan

    c. Tijauan Tentang Partisipasi

    d. Tinjauan TentangHubungan Politik dan Pendidikan

    e. Tinjauan Tentang Peran Politik dan Pendidikan

    f. Tinjauan Tentang Teori Partisipasi Politik Easton

    3. Bab Ketiga, Metode Penelitian

    Terdiri dari:

    a. Jenis Penelitian

    b. Waktu dan Lokasi Penelitian

    c. Instrumen Penelitian

    d. Subyek Penelitian

    e. Tekhnik Pengumpulan Data

  • 10

    f. Tekhnik Analisis Data

    4. Bab Keempat, Hasil dan Pembahasan

    Terdiri dari:

    a. Masalah tentang Hasil Penelitian

    b. Masalah tentang Pembahasan Hasil Penelitian

    5. Bab Kelima, Penutup

    Terdiri dari:

    a. Kesimpulan

    b. Saran

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Terdahulu

    Penelitian yang dilakukan oleh Dani Wahyu Rahma (2010)

    Universitas Negeri Semarangyang mengangkat judul “Partisipasi Politik

    Pemilih Pemula Dalam Pelaksanaan Pemilu Tahun 2009 di Desa Puguh

    Kecamatan Boja Kabupaten Kendal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilu tahun

    2009 di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal terbagi dalam bentuk

    pemberian suara,kampanye, dan berbicara masalah politik. Tingkat Partisipasi

    politik pemilih pemula dalam Pemilu legislatif tahun 2009 di Desa Puguh

    kecamatan Boja Kabupaten Kendal yaitu pemberian suara, bentuk partisipasi

    politik ini dilakukan 95% pemilih pemula yang terdaftar dalam DPT Desa

    Puguh dan sesuai daftar kehadiran.

    Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Sri Budi Eko Wardani (2004)

    dengan judul “Penelitian Pemilu yang Memberdayakan Masyarakat” kepedulian

    masyarakat terhadap pemilu sebetulnya sudah tinggi. Partisipasi pemilih berada di

    atas 70%.

    Penelitian yang dilakukan oleh Budi Utomo, (2010) dengan judul

    “pengaruh perilaku partai politik terhadap partisipasi politik pemilih” persiapan

    pilkada langsung sebagai referensi adalah keberadaan, eksistensi dan perilaku

    parpol di dalam menjalankan fungsi-fungsi politiknya. Perilaku setiap partai

    politik menentukan pola hubungan dengan pemilih yang ditentukan oleh batas-

    11

  • 12

    batas lingkungan tertentu (wilayah, ideologi dan informasi). Begitu halnya dengan

    perilaku PDI Perjuangan dalam rangka pemilihan kepala daerah di Kabupaten

    Bekasi. Masyarakat di Kabupaten Bekasi dalam batas-batas lingkungan tertentu

    memberikan apresiasi yang besar terhadap apa yang ditampilkan dan dilakukan

    oleh PDI Perjuangan, baik secara personal melalui aktivitas para kader atau

    fungsionaris partai maupun oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh PDI

    Perjuangan.

    Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah, pada

    penelitian ini peneliti hanya meniliti tentang pendidikan politik dan partisipasi

    politik masyarakat pada pemilihan legislatif 2014 di gampong Arongan

    Lambalek.Dimana yang menjadi informan adalah masyarakat yang sudah dapat

    melakukan hak pilih dan yang melihat berapa besar partisipasi masyarakat pada

    pemilihan caleg 2014.

    2.2 Pendidikan

    2.2.1 Pengertian Pendidikan

    Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun

    2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

    proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

    dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

    kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

    dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

    Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata

    „didik‟ dan mendapat imbuhan „pe‟ dan akhiran „an‟, maka kata ini mempunyai

    arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan

  • 13

    adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

    dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.

    Menurut Ki Hajar Dewantara (1977: h.32) menjelaskan tentang

    pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya

    anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan

    kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai

    anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-

    tingginya.

    Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

    kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang

    akan datang.

    Istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang

    mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang

    pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan

    paedagogos. Dalam bahasa romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang

    artinya mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa inggris,

    pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih

    intelektual. (Noeng Muhadjir, 2002: h.21).

    John Dewey memandang pendidikan sebagai sebuah rekonstruksi atau

    reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut

    dapat mengarah pengalaman yang didapat berikutnya (Jhon Dewel, 2004: h.89-

    90).

    Pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan

    kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian

    http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/http://belajarpsikologi.com/kurikulum-pendidikan-jangan-sering-berubah/

  • 14

    disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat

    (media) yang disususn sedemikian rupa, sehingga pendididkan dapat digunakan

    untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan

    yang ditetapkan. (Wiji Suwarno, 2006: h.20)

    2.1.2 Tingkat Pendidikan

    Tingkat pendidikan di Indonesia dapat diartikan sebagai perwujudan

    proses pembelajaran di sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal.

    Sedangkan pengertian sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi

    menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sisitematis, berencana dan

    terarah, yang dilakukan oleh pendidika yang profesional, dengan program yang

    diruangkan dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap

    jenjang tertentu (Daryanto, 2002: h.42)

    Sementara pengertian pendidikan formal sendiri menurut Undang-

    Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun (2003, No. 20) adalah jalur pendidikan

    yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar (SD),

    pendidikan menengah (SLTP dan SLTA), dan pendidikan tinggi (Perguruan

    Tinggi), dimana masing-masing jenjang memiliki kurikulum dan target

    capaiannya, yang meliputi :

    1. Kegiatan belajar mengajar pada tingakat sekolah dasar (SD) dimaksud untuk

    menghasilkan lulusan yang dimiliki dasar-dasar karakter, kecakapan,

    ketrampilan dan pengetahuan yang memadai untuk mengembangkan potensi

    diri secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan keberhasilan dalam

    pendidikan lanjutan, serta kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan

    perkembangan zaman.

  • 15

    2. Sedangkan sekolah menengah baik menengah pertama dan atas bertujuan

    untuk menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan

    ketrampilan yang kuat untuk mengadakan hubungan timbal balik dengan

    lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta mengembangkan

    kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan lebih lanjut.

    3. Adapun perguruan tinggi ditujukan untuk mengembangkan kemampuan

    efektif, psikomotorik, serta kemampuan analisis guna dapat meneyelesaikan

    persoalan sosial.

    2.1.3 Penyelenggaraan Pendidikan

    MenurutEngkos(2007: h.548-549) Pengertian penyelenggaraan berasal

    dari pada kata “selenggara” yang artinya menguras dan mengusahakan sesuatu

    (seperti memelihara dan merawat)melakukan atau melaksanakan (perintah,

    undang-undang, rencana dan sebagainya). Yang kemudian mendapat imbuhan

    pe,yang berubah menjadi “penyelenggara” yang maknanya, pemelihara, pemiara;

    orang yang menyelenggarakan. Kemudian mendapatkan imbuan pe- dan -an,

    berubah menjadi “penyelenggaraan” yang maknanya, pemeliharaan, pemiaraan,

    proses, perbuatan, cara menyelenggarakan dalam berbagai-bagai arti(seperti

    pelaksanaan,penunaian). Jadi penyelenggaraan memiliki makna suatu proses

    dalam pelaksanaan sesuatu kegiatan agar terlaksana.

    Pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan

    pengalaman belajaryangoptimal.Jadi dapat dikatakan bahwasanya:

    penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan

    memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta

    perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi

  • 16

    kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan

    pendidikan (UU Pendidikan tahun 2003 pasal 54 ayat 1). Masyarakat tersebut

    dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (UU

    Pendidikan tahun 2003 pasal 54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak

    menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan

    mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta

    manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (UU

    Pendidikan tahun 2003 pasal 55 ayat 1 dan 2). Dana pendidikan yang berbasis

    masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah (pusat),

    pemerintah daerah dan/atau sumber lain.

    2.3 Partisipasi

    2.3.1 PengertianPartisipasi

    Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat

    serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor

    pendukungnya yaitu:

    1. Adanya kemauan

    2. Adanya kemampuan

    3. Adanya kesempatanuntuk berpartisipasi (Slamet, 2004: h.56).

    Partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke

    dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang

    bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok,

    melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi,

    perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab (Kaelan, 2002: h.29).

  • 17

    Partisipasi dapat diartikanmenjadi beberapa pengertian, yaitu:

    1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa

    ikut serta dalam pengambilan keputusan

    2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk

    meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi

    proyek-proyek pembanguna

    3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan

    yang ditentukannya sendiri

    4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa

    orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan

    kebebasannya untuk melakukan hal itu

    5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para

    staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya

    memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak social

    6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,

    kehidupan, dan lingkungan mereka.

    2.3.2 Tipe Partisipasi

    Tipe partisipasi masyarakat yaitu:

    a. Partisipasi pasif/manipulatif

    b. Partisipasi dengan cara memberikan informasi,

    c. Partisipasi melalui konsultasi,

    d. Partisipasi untuk insentif materil

    e. Partisipasi fungsional

    f. Partisipasi interaktif, dan self mobilization

  • 18

    Ada beberapa tingkatan partisipasi masyarakat dirinci dari partisipasi

    terendah ke tinggi yaitu :

    1. Partisipasi serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis

    partisipasi ini adalah jenis yang paling umum (ironisnya dunia pendidikan

    kita). Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk

    mendidik anak-anak mereka.

    2. Partisipasi serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada

    partisipasi jenis ini masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan

    pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, atau

    tenaga.

    3. Partisipasi serta secara pasif. Masyarakat dalam tingkatan ini menyetujui dan

    menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite sekolah), misalnya

    komite sekolah memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya

    yang bersekolah dan orang tua menerima keputusan itu dengan mematuhinya.

    4. Partisipasi serta melalui adanya konsultasi. Pada tingkatan ini, orang tua

    datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang

    dialami anaknya

    5. Partisipasi serta dalam pelayanan. Orang tua/masyakarat terlibat dalam

    kegiatan sekolah, misalnya orang tua ikut membantu sekolah ketika ada studi

    tur, pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.

    6. Partisipasi serta sebagai pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta orang

    tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan,

    masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya, berpartisipasi dalam mencatat

  • 19

    anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya,

    menjadi nara sumber, guru bantu, dan sebagainya.

    7. Partisipasi serta dalam pengambilan keputusan. Orang tua/masyarakat terlibat

    dalam pembahasan masalah pendidikan baik akademis maupun non

    akademis, dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam Rencana

    Pengembangan Sekolah (RPS).

    2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

    Pengertian Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah

    keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi

    yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif

    solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan

    keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

    Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga

    dapat berasal dari unsur luar/lingkungan.Isbandi (2007: h.27)

    Menurut Isbandi (2007: h.27) ada beberapa poin yang dapat

    mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:

    a. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga

    masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam

    masyarakat dengan sistem di luarnya

    b. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga,

    pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang

    menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya

    partisipasi masyarakat

  • 20

    c. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan

    struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan

    mendorong terjadinya partisipasi sosial

    d. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga

    masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan

    mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau

    kelompok.

    Partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak

    faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam

    berpartisipasi, yaitu:

    a. Usia

    Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap

    kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia

    menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma

    masyarakat yang lebih mantap

    b. Jenis kelamin

    Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan

    bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti

    bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah

    mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan

    tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan

    perempuan yang semakin baik.

    c. Pendidikan

    Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.

  • 21

    d. Pekerjaan dan penghasilan

    Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari

    dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

    masyarakat.

    e. Lamanya tinggal

    Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya

    berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi

    seseorang.

    2.3.4 Landasan Partisipasi Politik

    Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok

    yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson (2003: h.67)

    membagi landasan partisipasi politik ini menjadi:

    1. kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan

    yang serupa.

    2. kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama,

    bahasa, atau etnis yang serupa.

    3. lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya)

    berdekatan.

    4. partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi

    formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol

    atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan.

    5. golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang

    terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan

  • 22

    patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial,

    pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.

    2.3.5 Bentuk Partisipasi Politik

    Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan”

    partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada

    wujud nyata kegiatan politik tersebut. Huntington dan Nelson (2003: h.69)

    membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:

    1. Kegiatan Pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum,

    mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon

    legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi

    hasil pemilu;

    2. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan

    politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;

    3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik

    selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan

    keputusan oleh pemerintah;

    4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan

    dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka

    5. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok guna

    mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik

    manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta,

    pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.

    Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah

    menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak

  • 23

    membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi

    politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan

    sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian

    ini.Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif

    lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik

    seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang

    berlangsung di dalam skala subyektif individu.

    Thomas M. Magstadt (2004: h.55) menyebutkan bentuk-bentuk

    partisipasi politik dapat meliputi:

    1. Opini publik

    Opini publik adalah gagasan serta pandangan yang diekspresikan oleh para

    pembayar pajak dan konstituen pemilu.Opini publik yang kuat dapat saja

    mendorong para legislator ataupun eksekutif politik mengubah pandangan

    mereka atas suatu isu.

    2. Polling

    Upaya pengukuran opini publik dan juga memengaruhinya. Melalui polling

    inilah, partisipasi politik (menurut Magstadt) warganegara menemui

    manifestasinya. Di dalam polling, terdapat aneka konsep yang menjadi bagian

    di dalam dirinya yaitu: straw polls, random sampling, stratified sampling, exit

    polling, dan tracking polls.Polling. Polling adalah upaya pengukuran opini

    publik dan juga memengaruhinya. Melalui polling inilah, partisipasi politik

    (menurut Magstadt) warganegara menemui manifestasinya. Dalam polling,

    terdapat aneka konsep yang menjadi bagian di dalam dirinya yaitu:

  • 24

    Straw polls adalah survey yang tidak ilmiah karena bersifat sederhana,

    murah, dan amat terbuka untuk penyalahgunaan dan manipulasi. Straw

    polls dianggap tidak ilmiah karena tidak memertimbangkan representasi

    populasi yang menjadi responden polling. Penentuan responden bersifat

    serampangan, dan terkadang hanya menggunakan sampel yang hanya

    merupakan bagian tertentu dari populasi.

    Random sampling adalah metode polling yang melibatkan canvassing atas

    populasi secara acak. Lawan dari random sampling adalah stratified

    sampling. Lawan dari random sampling adalah stratified sampling.

    Metode ini adalah cara menentukan responden polling, yang diadakan

    akibat munculnya keterbatasan untuk melakukan random sampling. Dalam

    stratified sampling, pihak yang menyelenggarakan polling memilih

    populasi yang cukup kecil tetapi memiliki karakteristik khusus (agama,

    usia, income, afiliasi partai politik, dan sejenisnya).

    Exit polling adalah polling yang memungkinkan jaringan televisi

    memrediksi pemenang suatu pemilihan umum segera setelah pemungutuan

    suara usai. Teknik yang dilakukan adalah menyurvei pemberi suara di

    TPS-TPS tertentu.

    Tracking polls adalah polling yang dilakukan atas responden yang sama

    dalam suatu periode kampanye. Tujuannya mengidentifikasi peralihan

    sentimen pemilih atas suatu calon, partai, ataupun isu. Tujuan dari polling

    ini adalah memerbaiki kinerja kampanye calon, kampaye parpol, bahkan

    kinerja pemerintah.

  • 25

    3. Pemilihan umum

    Pemilihan umum (Pemilu) erat hubungannya dengan polling. Pemilu

    hakikatnya adalah polling "paling lengkap" karena menggunakan seluruh

    warga negara benar-benar punya hak pilih (tidak seperti polling yang

    menggunakan sampel).

    4. Demokrasi langsung.

    Demokrasi langsung adalah suatu situasi di mana pemilih (konstituen)

    sekaligus menjadi legislator. Demokrasi langsung terdiri atas plebisit dan

    referendum. Plebisit adalah pengambilan suara oleh seluruh komunitas atas

    kebijakan publik dalam masalah tertentu. Misalnya, dalam kasus kenaikan

    harga BBM ketika parlemen mengalami deadlock dengan eksekutif,

    diambilah plebisit apakah naik atau tidak. Referendum adalah pemberian

    suara dengan mana warganegara dapat memutuskan suatu undang-undang.

    Misalnya, apakah undang-undang otonomi daerah perlu direvisi ataukah

    tidak, dan parlemen mengalami deadlock, dilakukanlah referendum.

    2.4 Hubungan Politik dan Pendidikan

    Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial

    politik di setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya

    sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak

    memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu membahu dalam proses

    pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara.

    Rasyid (2003: h.8) menyimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan

    Islam, institusi politik ikut mewarnai corak pendidikan yang dikembangkan.

    Keterlibatan para penguasa dalam kegiatan pendidikan pada waktu itu tidak hanya

  • 26

    sebatas dukungan moral kepada para peserta didik, melainkan juga dalam bidang

    administrasi, keuangan, dan kurikulum.Tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga

    pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang dimainkan oleh

    masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik

    para penguasa dapat dilihat dalam sejarah. Pada pihak lain, ketergantungan

    kepada uluran tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga

    tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku.

    Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa madrasah merupakan

    salah satu lembaga yang menjadi corong pesan-pesan politik, sebagai contoh

    madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Hal ini dapat dipahami, bahwa madrasah

    Nizhamiyah merupakan instrumen kebijakan politik yang salah satu fungsi

    utamanya adalah untuk menanamkan doktrin kenegaraan yang memperkuat

    kerajaan. Pada masa itu, perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak

    dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan

    institusi-intitusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan

    mereka, sebab tujuan pemerintahan Islam.

    Menurut Abdul Gaffar Aziz (2001: h.95), adalah menegakkan kebenaran

    dan keadilan, dengan syariat sebagai senjata. Syariat tidak akan berjalan bila umat

    tidak memahami ajaran Islam. Ada dua alasan utama mengapa para penguasa

    Muslim sangat peduli dengan pendidikan. Pertama, karena Islam adalah agama

    yang totaliter jam'i, mencakup semua aspek kehidupan seorang Muslim mulai dari

    makan dan minum, tata cara berumah tangga, urusan sosial kemasyarakatan,

    sampai pada ibadat semuanya diatur oleh syariat. Untuk mengetahui bagaimana

    hidup yang Islami, seorang Muslim mesti terlibat dengan kegiatan-kegiatan

  • 27

    pendidikan. Kedua, karena motivasi politik, sebab di dalam Islam antara politik

    dan agama sulit untuk dipisahkan. Para penguasa Muslim sering menjadikan

    kekuasaan sebagai alat untuk menanamkan paham-paham keagamaan,

    menanamkan ideologi negara dengan tujuan lahirnya kesamaan ide antara

    penguasa dan masyarakat umum sehingga memudahkan pengaturan masalah-

    masalah kenegaraan. Jadi pada masa kesultanan dan kerajaan Islam terdahulu,

    pendidikan disinkronisasikan dengan misi dakwah

    Setelah Indonesia merdeka, pendidikan dikelola oleh pemerintah.

    Pendidikan umum sebagai kelanjutan dari sistem pendidikan kolonial Belanda

    diserahkan kewenangannya kepada Kementrian Pendidikan, sedangkan

    pendidikan Agama berada dalam naungan Kementrian Agama. Beberapa

    karakteristik kebijakan pendidikan pemerintah kolonial Belanda, yaitu:

    kolonialistik, intelektualistik, heterogen, diskriminatif, dan self-serving, diarahkan

    semata-mata untuk kepentingan kolonialisme. Kebijakan pendidikan tersebut

    berdampak pada kehidupan masyarakat pada waktu itu, antara lain: (1)

    menimbulkan konflik keagamaan antara kelompok Muslim dan non-Muslim; (2)

    menciptakan divisi sosial dan kesenjangan budaya antara kelompok minoritas

    angkatan muda Indonesia yang berasal dari kelas menengah ke atas dan kelompok

    angkatan muda Indonesia yang berasal dari keluarga biasa; (3) menciptakan

    polarisasi sosial tanpa mempedulikan kemampuan kerja mereka; dan (4)

    menghambat perkembangan kaum pribumi. Pada masa awal kemerdekaan, kaum

    nasionalis dapat menguasai birokrasi dan sektor-sektor strategis.

    Budaya politik dibentuk dan dikembangkan oleh pelaku politik dan apa yang akan

    ditentukan oleh pelaku politik sebagai ciri-ciri utama budaya politik mereka

  • 28

    sampai batas tertentu, dipengaruhi oleh pendidikan mereka. Jadi hubungan antara

    budaya politik dan pendidikan bersifat tidak langsung. Ini berarti pendidikan tidak

    secara final membentuk pelaku politik. Akan tetapi, pendidikan memberi dasar-

    dasar kepada tiap calon pelaku politik. Jika dasar-dasar ini baik dan kokoh, besar

    kemungkinan (probabilitasnya) akan lahir pelaku-pelaku politik yang baik.

    Namun, jika dasar-dasar yang diberikan oleh pendidikan jelek dan rapuh,

    kemungkinan besarnya ialah yang akan muncul di kemudian hari adalah pelaku-

    pelaku politik yang jelek dan rapuh pula.

    Berdasarkan generalisasi ini dapat dipahami mengapa perilaku para

    pelaku politik dari masyarakat dengan sistem pendidikan yang baik berbeda

    dengan perilaku pelaku politik yang berasal dari masyarakat dengan sistem

    pendidikan yang kurang memadai. Para pelaku politik dengan latar belakang

    pendidikan pesantren yang baik, berbeda perilakunya dari pelaku politik yang

    datang dari pendidikan pesantren yang kurang terpelihara atau dari latar belakang

    pendidikan yang berbau aristokrasi dan meritokrasi feodal atau militer.

    2.5 Peranan Politik dalam Pendidikan

    Keterkaitan antara pendidikan dan politik berimplikasi pada semua

    dataran, baik pada dataran filosofis maupun dataran kebijakan. Di Indonesia,

    filsafat pendidikan nasional adalah artikulasi pedagogis dari nilai-nilai yang

    terdapat pada Pancasila dan UUD 1945. Pada dataran kebijakan, sangat sulit

    memisahkan antara kebijakan-kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah

    di suatu negara dengan persepsi dan kepercayaan politik yang ada pada

    pemerintah tersebut.

  • 29

    Menurut Abernethy dan Coombe (2003: h.287) menulis sebagai berikut:

    A goverment's education policy reflects, and sometimes betray, its view of society

    or political creed. The formulation of policy, being a function of government, is

    essentially part of the political process, as are the demands made on government

    by the public for its revision (kebijakan pendidikan suatu pemerintahan

    merefleksikan dan terkadang merusak pandangannya terhadap masyarakat atau

    keyakinan politik. Sebagai fungsi pemerintahan, formulasi kebijakan secara

    esensial merupakan bagian dari proses politik, sebagai tuntutan-tuntutan publik

    pemerintah untuk melakukan perubahan). Pada gilirannya, implementasi dari

    suatu kebijakan pendidikan berdampak pada kehidupan politik. Berbagai

    kebijakan pendidikan berdampak langsung pada akses, minat dan kepentingan

    pendidikann para stakeholder pendidikan terutama orangtua dan peserta didik, dan

    masyarakat pada umumnya. Sedang empat aspek kehidupan masyarakat yang

    dapat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu

    lapangan kerja, mobilitas sosial, ide-ide, dan sikap.

    Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-

    kebijakan strategis pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang

    diharapkan tentunya politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau

    miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu

    menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SD sekalipun. Masih banyak

    sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang

    representatif atau tak memiliki ruang belajar sama sekali. Masih banyak sekolah

    yang sangat kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang

    dibayar sangat rendah yang menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah.

  • 30

    Dinamika hubungan timbal balik antara pendidikan dan politik dalam suatu

    masyarakat terus meningkat, seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi

    dalam masyarakat tersebut. Di negara-negara berkembang, dinamika tersebut

    cenderung lebih tinggi karena perubahan-perubahan di negara-negara tersebut

    terjadi lebih intens.

    Abernethy dan Coombe (2003: h.288) mengamati hal-hal berikut ini.

    Secara umum, signifikansi politik pendidikan dalam masyarakat

    kontemporer meningkat dengan derajat perubahan yang sedang berlangsung

    dalam masyarakat. Perubahan-perubahan besar yang telah dialami oleh negara-

    negara berkembang dan perubahan-perubahan, baik yang disengaja atau tidak

    disengaja, yang sedang berproses, semuanya memperlihatkan hubungan timbal

    balik antara politik dan pendidikan

    Kutipan di atas paling tidak menggambarkan tiga hal, pertama, eratnya

    hubungan antara dunia pendidikan dan dunia politik. Kedua, besarnya pengaruh

    hubungan tersebut terhadap tatanan kehidupan sosial politik masyarakat. Ketiga,

    besarnya peran persekolahan modern dalam keruntuhan kolonialisme.

    Hubungan dan peran politik dalam pendidikan terwujud ke dalam berbagai bentuk

    yang berbeda-beda, sesuai karakteristik setting sosial politik di mana hubungan itu

    terjadi. Misalnya, dalam masyarakat yang lebih primitif, yang berdasarkan pada

    basis kesukuan (tribal-based societes), adalah lazim bagi orangtua dari satu suku

    memainkan dua peran, sebagai pemimpin politik dan sebagai pendidik. Mereka

    membuat keputusan-keputusan penting dan memastikan bahwa keputusan-

    keputusan ini diimplementasikan dan diterapkan. Mereka juga mempersiapkan

    generasi muda untuk memasuki kehidupan dewasa dengan mengajarkan mereka

  • 31

    teknik-teknik berburu dan mencari ikan, metode-metode berperang, dan

    sebagainya. Selain itu, mereka juga menanamkan pada generasi muda mereka

    kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi, dan mempersiapkan mereka untuk berperan

    secara politis.

    Masyarakat yang lebih maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi

    nilai-nilai dari lembaga Barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik

    umumnya sama dengan pola hubungan pendidikan dan politik di negara-negara

    Barat. Ada satu perbedaan bahwa di negara-negara berkembang yang lebih maju,

    pendidikan formal memainkan peran yang sangat penting dan nyata dalam

    mencapai perubahan politik, dan dalam proses rekruitmen dan pelatihan

    pemimpin dan elite politik baru.

    Masyarakat modern pada umumnya, pendidikan adalah komoditi politik

    yang sangat penting. Proses dan lembaga-lembaga pendidikan memiliki aspek dan

    wajah politik yang banyak, serta memiliki beberapa fungsi penting yang

    berdampak pada sistem politik, stabilitas dan praktik sehari-harinya.serta telah

    menjadi sektor wilayah tanggung jawab pemerintah yang besar. Sebagai wilayah

    pemerintah, pendidikan sering 'dipaksa' menyesuaikan diri dengan pola-pola

    administratif umum dan norma-norma yang berlaku.Karena kuatnya kaitan antara

    masalah pendidikan dan politik, setiap kebijakan pemerintah di bidang pendidikan

    pada umumnya merefleksikan pandangannya tentang masyarakat dan keyakinan

    politiknya. Masing-masing pemerintah menempatkan prioritas pendidikan yang

    berbeda-beda, dan menyukai kebijakan-kebijakan yang merefleksikan pandangan

    dasar dan kepentingan-kepentingan mereka. Dari waktu ke waktu pemerintah

    membuat kebijakan-kebijakan pendidikan atas dasar pertimbangan-pertimbangan

  • 32

    politik. Keputusan-keputusan tentang pendidikan sring dipengaruhi oleh faktor-

    faktor keuangan pemerintah.Jika politik dipahami sebagai 'praktik kekuatan,

    kekuasaan, dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan keputusan otoritatif

    tentang alokasi sumber daya dan nilai-nilai sosial' (Harman, 2002: h.9).

    Menurut para pakar pendidikan banyak yang mengatakan bahwa masalah

    pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah sosio-politik, karena

    bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan

    pengembangan pendidikan.

    2.6 Teori Easton dan Gabriel Tentang Partisipasi Politik

    Pengertian sistem politik menurut David Easton masih memegang posisi

    kunci dalam studi politik negara. Pengertian struktural fungsional dari Gabriel

    Almond mempertajam konsep David Easton tersebut. Sistem adalah kesatuan

    seperangkat struktur yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untuk

    mencapai tujuan tertentu. Sistem politik adalah kesatuan (kolektivitas)

    seperangkat struktur politik yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja

    untuk mencapai tujuan suatu negara. Pendekatan sistem politik ditujukan untuk

    memberi penjelasan yang bersifat ilmiah terhadap fenomena politik. Pendekatan

    sistem politik dimaksudkan juga untuk menggantikan pendekatan klasik ilmu

    politik yang hanya mengandalkan analisis pada negara dan kekuasaan. Pendekatan

    sistem politik diinspirasikan oleh sistem yang berjalan pada makhluk hidup (dari

    disiplin biologi).

    Dalam pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep induk oleh

    sebab sistem politik hanya merupakan salah satu dari struktur yang membangun

    masyarakat seperti sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya, sistem kepercayaan

  • 33

    dan lain sebagainya. Sistem politik sendiri merupakan abstraksi (realitas yang

    diangkat ke alam konsep) seputar pendistribusian nilai di tengah masyarakat.

    Masyarakat tidak hanya terdiri atas satu struktur (misalnya sistem politik

    saja), melainkan terdiri atas multi struktur. Sistem yang biasanya dipelajari

    kinerjanya adalah sistem politik, sistem ekonomi, sistem agama, sistem sosial,

    atau sistem budaya-psikologi. Dari aneka jenis sistem yang berbeda tersebut, ada

    persamaan maupun perbedaan. Perbedaan berlingkup pada dimensi ontologis (hal

    yang dikaji) sementara persamaan berlingkup pada variabel-variabel (konsep yang

    diukur) yang biasanya sama antara satu sistem dengan lainnya.Variabel-variabel

    kunci dalam memahami sebuah sistem adalah adalah struktur, fungsi, aktor, nilai,

    norma, tujuan, input, output,respon, dan umpan balik.

    Struktur adalah lembaga politik yang memiliki keabsahan dalam

    menjalankan suatu fungsi sistem politik. Dalam konteks negara (sistem politik)

    misal dari struktur ini struktur input, proses, dan output. Struktur input bertindak

    selaku pemasok komoditas ke dalam sistem politik, struktur proses bertugas

    mengolah masukan dari struktur input, sementara struktur output bertindak selaku

    mekanisme pengeluarannya. Hal ini mirip dengan organisme yang membutuhkan

    makanan, pencernaan, dan metabolisme untuk tetap bertahan hidup.

    Struktur input, proses dan output umumnya dijalankan oleh aktor-aktor

    yang dapat dikategorikan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga aktor

    ini menjalankan tugas kolektif yang disebut sebagai pemerintah (government).

    Namun, setiap aktor yang mewakili struktur harus memiliki fungsi yang berbeda-

    beda: Tidak boleh suatu fungsi dijalankan oleh struktur yang berbeda karena akan

    menimbulkan konflik kepentingan. Ini pun merupakan dasar dari disusunnya

  • 34

    konsep Trias Politika (pemisahan kekuasaan) seperti digagas para pionirnya di

    masalah abad pencerahan seperti John Locke dan Montesquieu.

    Nilai adalah komoditas utama yang berusaha didistribusikan oleh

    struktur-struktur di setiap sistem politik yang wujudnya adalah:

    (1) Kekuasaan,

    (2) Pendidikan atau penerangan;

    (3) Kekayaan;

    (4) Kesehatan;

    (5) Keterampilan;

    (6) Kasih sayang;

    (7) Kejujuran dan keadilan;

    (8) Keseganan, dan respek.

    Nilai-nilai tersebut diasumsikan dalam kondisi yang tidak merata

    persebarannya di masyarakat sehingga perlu campur tangan struktur-struktur yang

    punya kewenangan (otoritas) untuk mendistribusikannya pada elemen-elemen

    masyarakat yang seharusnya menikmati. Struktur yang menyelenggarakan

    pengalokasian nilai ini, bagi Easton, tidak dapat diserahkan kepada lembaga yang

    tidak memiliki otoritas: Haruslah negara dan pemerintah sebagai aktornya.

    Norma adalah peraturan, tertulis maupun tidak, yang mengatur tata

    hubungan antar aktor di dalam sistem politik.Norma ini terutama dikodifikasi di

    dalam konstitusi (undang-undang dasar) suatu negara. Setiap konstitusi memiliki

    rincian kekuasaan yang dimiliki struktur input, proses, dan output. Konstitusi juga

    memuat mekanisme pengelolaan konflik antar aktor-aktor politik di saat

    menjalankan fungsinya, dan menunjuk aktor (sekaligus) lembaga yang memiliki

  • 35

    otoritas dalan penyelesaikan konflik. Setiap negara memiliki norma yang

    berlainan sehingga konsep norma ini dapat pula digunakan sebagai parameter

    dalam melakukan perbandingan kerja sistem politik suatu negara dengan negara

    lain.

    Tujuan sistem politik, seperti halnya norma, juga terdapat di dalam

    konstitusi. Umumnya, tujuan suatu sistem politik terdapat di dalam mukadimah

    atau pembukaan konstitusi suatu negara.Tujuan sistem politik Indonesia

    termaktub di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik

    Indonesia tahun 1945, sementara tujuan sistem politik Amerika Serikat termaktub

    di dalam Declaration of Independence.

    Input dan output adalah dua fungsi dalam sistem politik yang

    berhubungan erat. Apapun output suatu sistem politik, akan dikembalikan kepada

    struktur input. Struktur input akan bereaksi terhadap apapun output yang

    dikeluarkan, yang jika positif akan memunculkan dukungan atas sistem,

    sementara jika negatif akan mendampak muncultuntutanatas sistem. Umpan balik

    (feedback) adalah situasi di mana sistem politik berhasil memproduksi suatu

    keputusan ataupun tindakan yang direspon oleh struktur output.

    2.6.1 Pendekatan Sistem Politik Easton

    Ronald H. Chilcote menyatakan bahwa pemikiran Easton dapat di rujuk

    pada tiga tulisannya yaitu The Political System, A Framework for Political

    Analysis, dan A System Analysis of Political Life.Di dalam buku pertama yang

    terbit tahun 1953 (The Political System) Easton mengajukan argumentasi seputar

    perlunya membangun satu teori umum yang mampu menjelaskan sistem politik

    secara lengkap. Teori tersebut harus mampu mensistematisasikan fakta-fakta

  • 36

    kegiatan politik yang tercerai-berai ke dalam suatu penjelasan yang runtut dan

    tertata rapi.

    Easton mendefinisikan politik sebagai proses alokasi nilai dalam

    masyarakat secara otoritatif. Kata secara otoritatif membuat konsep sistem politik

    Easton langsung terhubungan dengan negara. Atas definisi Easton ini Michael

    Saward menyatakan adanya konsekuensi-konsekuensi logis berikut:

    1. Bagi Easton hanya ada satu otoritas yaitu otoritas negara;

    2. Peran dalam mekanisme output (keputusan dan tindakan) bersifat eksklusif

    yaitu hanya di tangan lembaga yang memiliki otoritas;

    3. Easton menekankan pada keputusan yang mengikat dari pemerintah, dan

    sebab itu: (a) keputusan selalu dibuat oleh pemerintah yang legitimasinya

    bersumber dari konstitusi dan (b) Legitimasi keputusan oleh konstitusi

    dimaksudkan untuk menghindari chaos politik; dan

    4. Bagi Easton sangat penting bagi negara untuk selalu beroperasi secara

    legitimate.

    Menurut Chilcote, dalam tulisannya di The Political System, Easton

    mengembangkan empat asumsi (anggapan dasar) mengenai perlunya suatu teori

    umum (grand theory) sebagai cara menjelaskan kinerja sistem politik, dan

    Chilcote menyebutkan terdiri atas:

    1. Ilmu pengetahuan memerlukan suatu konstruksi untuk

    mensistematisasikan fakta-fakta yang ditemukan.

    2. Para pengkaji kehidupan politik harus memandang sistem politik sebagai

    keseluruhan, bukan parsial.

  • 37

    3. Riset sistem politik terdiri atas dua jenis data: data psikologis dan data

    situasional. Data psikologisterdiri atas karakteristik personal serta motivasi

    para partisipan politik. Data situasional terdiri atas semua aktivitas yang

    muncul akibat pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan ini muncul dari

    lingkungan fisik (topografi, geografis), lingkungan organis nonmanusia

    (flora, fauna), dan lingkungan sosial (rakyat, aksi dan reaksinya).

    4. Sistem politik harus dianggap berada dalam suatu disequilibrium

    (ketidakseimbangan).

    Fakta cenderung tumpang-tindih dan semrawut tanpa adanya identifikasi.

    Dari kondisi chaos ini, ilmu pengetahuan muncul sebagai obor yang menerangi

    kegelapan lalu peneliti dapat melakukan klasifikasi secara lebih jelas.Ilmu

    pengetahuan melakukan pemetaan dengan cara menjelaskan hubungan antar fakta

    secara sistematis. Politik adalah suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu

    pengetahuan politik memiliki dimensi ontologis, epistemologis, dan

    aksiologis.Easton memaksudkan teori yang dibangunnya mampu mewakili ketiga

    unsur ilmiah tersebut.

    Dalam konteks bangunan keilmuan, Easton menghendaki adanya suatu

    teori umum yang mampu mengakomodasi bervariasinya lembaga, fungsi, dan

    karakteristik sistem politik untuk kemudian merangkum keseluruhannya dalam

    satu penjelasan umum.Proses kerja sistem politik dari awal, proses, akhir, dan

    kembali lagi ke awal harus mampu dijelaskan oleh satu kamerayang mampu

    merekam seluruh proses tersebut. Layaknya pandangan fungsionalis atas sistem,

    Easton menghendaki analisis yang dilakukan atas suatu struktur tidak dilepaskan

    dari fungsi yang dijalankan struktur lain. Easton menghendaki kajian sistem

  • 38

    politik bersifat menyeluruh, bukan parsial. Misalnya, pengamatan atas

    meningkatnya tuntutan di struktur input tidak dilakukan secara per senmelainkan

    harus pula melihat keputusan dan tindakanyang dilakukan dalam struktur output.

    Easton juga memandang sistem politik tidak dapat lepas dari

    konteksnya.Sebab itu pengamatan atas suatu sistem politik harus

    mempertimbangkan pengaruh lingkungan.Pengaruh lingkungan ini disistematisasi

    ke dalam dua jenis data, psikologis dan situasional.Kendati masih abstrak, Easton

    sudah mengantisipasi pentingnya data di level individu.Namun, level ini lebih

    dimaksudkan pada tingkatan unit-unit sosial dalam masyarakat ketimbang

    perilaku warganegara (seperti umum dalam pendekatan behavioralisme).Easton

    menekankan pada motif politik saat suatu entitas masyarakat melakukan kegiatan

    di dalam sistem politik. Menarik pula dari Easton ini yaitu antisipasinya atas

    pengaruh lingkungan anorganik seperti lokasi geografis ataupun topografi

    wilayah yang ia anggap punya pengaruh tersendiri atas sistem politik, selain

    tentunya lingkungan sistem sosial (masyarakat) yang terdapat di dalam ataupun di

    luar sistem politik. Easton juga menghendaki dilihatnya penempatan nilai dalam

    kondisi disequilibriun (tidak seimbang).Ketidakseimbangan inilah yang

    merupakan bahan bakarsehingga sistem politik dapat selalu bekerja.

    Dengan keempat asumsi di atas, Easton paling tidak ingin membangun

    suatu penjelasan atas sistem politik yang jelas tahapan-tahapannya. Konsep-

    konsep apa saja yang harus dikaji dalam upaya menjelaskan fenomena sistem

    politik, lembaga-lembaga apa saja yang memang memiliki kewenangan untuk

    pengalokasian nilai di tengah masyarakat, merupakan pertanyaan-pertanyaan

    dasar dari kerangka pikir ini.

  • 39

    Lebih lanjut, Chilcote menjelaskan bahwa setelah mengajukan empat

    asumsi seputar perlunya membangun suatu teori politik yang menyeluruh (dalam

    hal ini teori sistem politik), Easton mengidentifikasi empat atribut yang perlu

    diperhatikan dalam setiap kajian sistem politik, yang terdiri atas:

    1. Unit-unit dan batasan-batasan suatu sistem politik

    Serupa dengan paradigma fungsionalisme, dalam kerangka kerja sistem politik

    pun terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja

    sama untuk mengerakkan roda kerja sistem politik. Unit-unit ini adalah

    lembaga-lembaga yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik

    seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil,

    dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya

    dalam cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sejenisnya.

    2. Input-output

    Inputmerupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input yang

    masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik dapat berupa tuntutan dan

    dukungan. Tuntutansecara sederhana dapat disebut seperangkat kepentingan

    yang alokasinya belum merata atas sejumlah unit masyarakat dalam sistem

    politik.Dukungan secara sederhana adalah upaya masyarakat untuk mendukung

    keberadaan sistem politik agar terus berjalan.Output adalah hasil kerja sistem

    politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat.Output

    terbagi dua yaitu keputusan dan tindakan yang biasanya dilakukan oleh

    pemerintah.Keputusan adalah pemilihan satu atau beberapa pilihan tindakan

    sesuai tuntutan atau dukungan yang masuk.Sementara itu, tindakan adalah

    implementasi konkrit pemerintah atas keputusan yang dibuat.

  • 40

    3. Diferensiasi dalam sistem

    Sistem yang baik harus memiliki diferensiasi (pembedaan dan pemisahan)

    kerja.Di masyarakat modern yang rumit tidak mungkin satu lembaga dapat

    menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam proses penyusunan

    Undang-undang Pemilu, tidak bisa hanya mengandalkan DPR sebagai

    penyusun utama, melainkan pula harus melibatkan Komisi Pemilihan Umum,

    lembaga-lembaga pemantau kegiatan pemilu, kepresidenan, ataupun

    kepentingan-kepentingan partai politik, serta lembaga-lembaga swadaya

    masyarakat. Sehingga dalam konteks undang-undang pemilu ini, terdapat

    sejumlah struktur (aktor) yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri.

    4. Integrasi dalam sistem

    Integrasi adalah keterpaduan kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai

    tujuan bersama. Undang-undang Pemilihan Umum tidak akan diputuskan serta

    ditindaklanjuti jika tidak ada kerja yang terintegrasi antara DPR, Kepresidenan,

    KPU, Bawaslu, Partai Politik, dan media massa.

    Unit-unit dalam sistem politik menurut Easton adalah tindakan politik

    (political actions) yaitu kondisi seperti pembuatan UU, pengawasan DPR

    terhadap Presiden, tuntutan elemen masyarakat terhadap pemerintah, dan

    sejenisnya. Dalam awal kerjanya, sistem politik memperoleh masukan dari unit

    input.

    Input adalah pemberi makan sistem politik. Input terdiri atas dua jenis:

    tuntutan dan dukungan. Tuntutan dapat muncul baik dalam sistem politik maupun

    dari lingkungan intrasocietal maupun extrasocietal.Tuntutan ini dapat berkenaan

    dengan barang dan pelayanan (misalnya upah, hukum ketenagakerjaan, jalan,

  • 41

    sembako), berkenaan dengan regulasi (misalnya keamanan umum, hubungan

    industrial), ataupun berkenaan dengan partisipasi dalam sistem politik (misalnya

    mendirikan partai politik, kebebasan berorganisasi).

    Di dalam karyanya yang lain - A Framework for Political Analysis

    (1965) dan A System Analysis of Political Life (1965) Chilcote menyebutkan

    bahwa Easton mulai mengembangkan serta merinci konsep-konsep yang

    mendukung karya sebelumnya – penjelasan-penjelasannya yang abstrak – dengan

    coba mengaplikasikannya pada kegiatan politik konkrit dengan menegaskan hal-

    hal sebagai berikut:

    Masyarakat terdiri atas seluruh sistem yang terdapat di dalamnya serta

    bersifat terbuka;

    Sistem politik adalah seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari

    totalitas perilaku sosial, dengan mana nilai-nilai dialokasikan ke dalam

    masyarakat secara otoritatif. Kalimat ini sekaligus merupakan definisi

    politik dari Easton; dan

    Lingkungan terdiri atas intrasocietal dan extrasocietal.

    Lingkungan intrasocietal terdiri atas lingkungan fisik serta sosial yang

    terletak di luar batasan sistem politik tetapi masih di dalam masyarakat yang

    sama. Lingkungan intrasocietal terdiri atas:

    Lingkungan ekologis (fisik, nonmanusia). Misalnya dari lingkungan ini

    adalah kondisi geografis wilayah yagng didominasi misalnya oleh

    pegunungan, maritim, padang pasir, iklim tropis ataupun dingin;

  • 42

    Lingkungan biologis (berhubungan dengan keturunan ras). Misal dari

    lingkungan ini adalah semitic, teutonic, arianic, mongoloid, skandinavia,

    anglo-saxon, melayu, austronesia, caucassoid dan sejenisnya;

    Lingkungan psikologis. Misal dari lingkungan ini adalah postcolonial,

    bekas penjajah, maju, berkembang, terbelakang, ataupun superpower; dan

    Lingkungan sosial. Misal dari lingkungan ini adalah budaya, struktur

    sosial, kondisi ekonomi, dan demografis.

    Lingkungan extrasocietal adalah bagian dari lingkungan fisik serta sosial

    yang terletak di luar batasan sistem politik dan masyarakat tempat sistem politik

    berada. Lingkungan extrasocietal terdiri atas:

    Sistem Sosial Internasional. Misal dari sistem sosial internasional adalah

    kondisi pergaulan masyarakat dunia, sistem ekonomi dunia, gerakan

    feminisme, gerakan revivalisme Islam, dan sejenisnya, atau mudahnya apa

    yang kini dikenal dalam terminologi International Regime (rezim

    internasional) yang sangat banyak variannya.

    Sistem ekologi internasional. Misal dari sistem ekologi internasional

    adalah keterpisahan negara berdasar benua (amerika, eropa, asia, australia,

    afrika), kelangkaan sumber daya alam, geografi wilayah berdasar lautan

    (asia pasifik, atlantik), isu lingkungan seperti global warming atau

    berkurangnya hutan atau paru-paru dunia.

    Sistem politik internasional. Misal dari sistem politik internasional adalah

    PBB, NATO, ASEAN, ANZUS, Europa Union, kelompok negara-negara

    Asia Afrika, blok-blok perdaganan dan poros-poros politik khas dan

    menjadi fenomena di aneka belahan dunia. Termasuk ke dalam sistem

  • 43

    politik internasional adalah pola-pola hubungan politik antar negara seperti

    hegemoni, polarisasi kekuatan, dan tata hubungan dalam lembaga-lembaga

    internasional.

  • 44

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Metode Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

    deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan fakta yang

    sudah ada dan mendeskriptifkan sesuai fenomena. Menurut Sanapiah (2007: h.30)

    jenis penelitian deskriptif ialah pengungkapan dan pengklarifikasi mengenai suatu

    fenomena atau kenyataan sosial. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-

    masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat,

    situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

    pandangan-pandangan serta proses-prosesyang sedang berlangsung dan pengaruh-

    pengaruh dari suatu fenomena. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode

    kualitatif. Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci

    terhadap apa yang sudah diteliti.

    Melalui metode ini penulis akan menggambarkan masalah yang dibahas

    berdasarkan data-data yang relevan diperoleh serta menafsirkan data-data yang

    dimaksud sebagai suatu proses analisa untuk mencari relevansi antar variabel.

    Penelitian akan mendeskripsikan fakta dan data tentang Pendidikan Masyarakat

    Dan Partisipasi Politik Pada Pemilihan Legislatif 2014(PILEG) di Gampong

    Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

    45

  • 45

    3.2 Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan

    data tentang variabel-variabel yang diteliti. Secara garis besar, instrumen terbagi 2

    yaitu instrumen tes dan instrumen nontes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif

    dan tes uraian, sedangkan instrumen yang tergolong nontes diantaranya dapat

    berupan angket, wawancara, observasi atau studi dokumentasi (Subana dan

    Sudrajat, 2009: h.127).

    Dalam penelitian tentang Pendidikan Masyarakat dan Partisipasi Politik

    Pada Pemilihan Legislatif 2014(PILEG) di Gampong Simpang Peut Kecamatan

    Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Baratyang menjadi instrumen penelitian

    adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

    3.3 Informan Penelitian

    Dalam penelitian kualitatif, pemilihan subjek penelitian dapat

    menggunakan criterion-based selection (Muhajir, 2002: h.58), yang didasarkan

    pada asumsi bahwa subjek tersebut sebagai aktor dalam tema penelitian yang

    diajukan. Selain itu dalam penentuan informan, dapat digunakan model snow ball

    sampling. Metode ini digunakan untuk memperluas subjek penelitian. Hal lain

    yang harus diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif, kuantitas subjek bukanlah

    hal utama sehingga pemilihan informan lebih didasari pada kualitas informasi

    yang terkait dengan tema penelitian yang diajukan. Sedangkan dalam penelitian

    ini menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu tekhnik penarikan dengan cara

    sengaja atau menunjuk langsung kepada orang yang dianggap dapat mewakili

    populasi, oleh karena itu tekhnik ini didasarkan olek kriteria atau pertimbangan-

    pertimbangan tertentu adapun pertimbangan yang digunakan penulis adalah

  • 46

    dikarenakan informan yang ditetapkan ini dianggap lebih mengetahui dan

    memahami masalah penelitian.

    Informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Kepala Desa 1 Orang

    b. Masyarakat 8 Orang

    c. Ketua KIP 1 Orang

    d. Petugas KIP 2 Orang

    12 Orang

    3.4 Tekhnik Pengumpulan Data

    3.4.1 Data Primer

    Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti

    untuk menjawab masalah penelitian secara khusus. Metode pengumpulan data

    primer dilakukan dengan cara:

    a. Pengamatan (Observasi)

    Metode ini dilakukan untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan

    dilapangan agar memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang

    diteliti.Peneliti melakukan pengamatan langsung dilapangan untuk mengamati

    sambil terus melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap segala bentuk

    informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Masyarakat dan Partisipasi Politik

    Pada Pemilihan Legislatif 2014 (PILEG) diGampong Simpang Peut Kecamatan

    Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

    b. Wawancara (Interview)

    Wawancara dilakukan dengan pihak yang berkompeten atau berwenang serta

    yang dianggap lebih mengetahui dan memahami masalah penelitian untuk

  • 47

    memberikan informasi dan keterangan yang sesuai dengan apa yang dibutuh

    oleh peneliti.

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah suatu cara atau metode dalam mengumpulkan data dari

    dokumen barang-barang tertulis. Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan

    berbagai informasi yang berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh

    dari instansi terkait.

    3.4.2 Data Sekunder

    Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, bukan

    oleh peneliti sendiri. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara

    dokumentasi yaitu pengumpulan data dari dokumen barang-barang tertulis dan

    dokumen lainnya.

    3.5 Tehnik Analisa Data

    Analisa data yang dilakukan meliputi 3 kegiatan yaitu:

    1. Reduksi Data

    Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang dilakukan dengan cara

    menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan sesuai dengan tujuan

    penelitian yang akan dicapai, selain itu melakukan pembuangan terhadap

    data yang dianggap tidak perlu sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan-

    kesimpula final yang diverifikasikan.

    2. Penyajian Data

    Penyajian data yaitu melakukan penyajian data dari keadaan atau

    fenomena sesuai dengan data yang telah direduksi menjadi informasi yang

  • 48

    tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

    pengambilan tindakan.

    3. Verifikasi atau menarik kesimpulan

    Dalam tahap ini peneliti membuat rumusan dengan prinsip logika,

    mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan

    mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokkan

    data yang telah terbentuk dan telah dirumuskan.Langkah selanjutnya yaitu

    melaporkan hasil penelitian lengkap dengan temuan baru yang berbeda

    dari temuan yang sudah ada.

    3.6 Waktu dan Lokasi Penelitian

    Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di Gampong Simpang

    Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.Penentuan lokasi

    tersebut dilakukan dengan cara sengaja (Purporsive), dikarenakan desa

    tersebutmerupakan Gampong yang terdekat dengan tempat tinggal peneliti dan

    desa ini paling dominan jumlah pemilih tetap untuk PEMILU tahun 2014.

    Adapun tabel jadwal penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember

    2013 dan berakhir pada bulan Maret 2014.

    Tabel 3.1

    Jadwal Penelitian

    No Jenis Kegiatan DES

    `14

    JAN

    `14

    MEI

    `14

    JULI

    `14

    AGUST

    `14

    OKT

    `14

    1 Persian Penelitian

    2 Pengumpulan Data Skunder

    3 Penelitian awal dan Seminar

    proposal

    4 Penelitian Lapangan

    5 Pengolahan Data dan Penulisan Hasil penelitian

    6 Seminar Hasil dan Sidang

    Akhir

  • 49

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian

    Kecamatan Arongan Lambalek adalah salah atu kecamatan yang ada di

    Kabupaten Aceh Barat. Pada Kecamatan Arongan Lambalek terdiri dari 2 Mukim

    yaitu mukin Arongan dan mukim Lambalek. Desa Simpang Peut berada pada

    mukim Lambalek Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.Adapun

    batas-batas wilayah yaitu :

    Sebelah Utara : Gampong Simpang

    Sebelah Selatan : Gampong Panton Makmu

    Sebelah Barat : Gampong Rimba Langgeh

    Sebelah Timur : Gampong Suak Ie Beusoh Lama

    Jarak Gampong Simpang Peut dengan Ibu kota Provinsi adalah 250 Km,

    sedangkan jarak Gampong Simpang Peut dengan Ibu kota Kabupaten adalah 44

    Km dan jarak Gampong Simpang Peut dengan Ibu Kota Kecamatan adalah 3 Km.

    Gampong Simpang Peut terdiri dari 3 dusun yaitu dusun Keude Simpang Peut

    dengan jumlah penduduk sebanyak 253 jiwa, dusun Teungoh dengan jumlah

    penduduk 188 jiwa dan dusun Jaya Baru dengan jumlah penduduk sebanyak 440

    jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Gampong Simpang Peut adalah

    sebanyak 881 jiwa. Jumlah penduduk yang berumur 18 tahun keatas dan sudah

    dapat mengikuti PEMILU di Gampong Simpang Peut adalah sebanyak 539 jiwa.

    49

  • 50

    4.2 Hasil Penelitian

    Partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan PEMILU khusunya pemilihan

    legislatif pada bulan April tahun 2014 lalu sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan

    hak pilih masyarakat dalam hal ini adalah suara masyarakat dalam memilih

    merupakan penentu bagi kemajuan suatu daerah khusunya bagi Kabupaten Aceh

    Barat. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Gampong

    Simpang Peut dalam pemilihan legislatif bulan April Tahun 2014 dan apakah

    partsipasi masyarakat tersebut tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat.

    Hal ini dapat kita lihat dari beberapa pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak

    Sudirman sebagai Keuchik Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan

    Lambalek Kabupaten Aceh Barat, berdasarkan hasil wawancara, sebagai berikut :

    “Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara dalam

    menggunakan hak pilihnya, dalam hal ini kesadaran masyarakat untuk

    menggunakan suaranya dalam memilih pemimpin daerah dan negara.”

    (Wawancara, 22 Agustus 2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Dahlan selaku masyarakat

    Gampong Simpang Peut dan mahasiswa yaitu:

    “Partisipasi politik adalah suatu tindakan seseorang/kelompok dalam

    kehidupan politik yang dapat mempengaruhi kebijakan umum baik itu

    secara langsung ataupun tidak langsung.. (Wawancara, 23

    Agustus2014).

    Pernyataan lain juga di disampaikan oleh Desi Safriani selaku

    masyarakat Gampong Simpang Peut dan mahasiswa, berdasarkan hasil

    wawancara sebagai berikut :

    “Partisipasi politik adalah sukarela dalam bentuk suatu kesepakatan

    bersama dalam bermasyarakat. (Wawancara, 23 Agustus 2014).

  • 51

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyantoselaku masyarakat

    Gampong Simpang Peut dan mahasiswa, berdasarkan hasil wawancara sebagai

    berikut :

    “Partisipasi politik adalah suatu kegiatan masyarakat yang bertujuan

    untuk mempengaruhi dalam pengambilan keputisan politik

    (Wawancara, 24 Agustus 2014).

    Pernyataan lain juga di lontarkan oleh Asri Asyra, selaku masyarakat

    Gampong Simpang Peut dan mahasiswa, berdasarkan hasil wawancara sebagai

    berikut :

    “Partisipasi politik adalah keikut sertaan masyarakat dalam

    memberikan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik dan ikut

    serta dalam menentukan pemimpin-pemimpin bangsa. (Wawancara,

    24 Agustus 2014).

    a. Pendidikan dalam Partisipasi Masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek pada Pemilihan Legislatif 2014

    Peran pendidikan dalam hal politik sangat sering di perbincangkan, dimana

    dalam partai politik sangat menentukan tingkat pendidikan seseorang baik yang

    menjadi calon legislatif maupun anggota partai politiknya. Pada masyarakat hal

    tersebut juga menjadi tolak ukur yang sangat nyata, dimana kebanyakan

    masyarakat yang ikut serta menggunakan hak pilihnya adalah masyarakat yang

    memiliki pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Sudirman selaku

    Keuchik GampongSimpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh

    Barat, dalam hal ini menyatakan bahwa:

    “tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi partisipasi

    politik masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Selain itu peran

    politik sangat berbahaya jika tidak diseimbangkan dengan ilmu

    pengetahuan. Hal ini didasari karena politik harus memakai rasional

    atau pemikiran yang nyata yang memiliki pertimbangan sendiri, jadi

    dengan adanya pendidikan masyarakat akan dapat menentukan pilihan

    sesuai dengan apa yang diinginkan (Wawancara, 22 Agustus 2014).

  • 52

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Dahlan selaku mahasiswa dan

    masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten

    Aceh Barat, menyatakan bahwa:

    “pendidikan masyarakat tidak terlalu berpengaruh kepada partisipasi

    politik. Hal ini dikarenakan kenyataan dilapangan dimana saat ini

    masyarakat yang saat ini ikut serta dalam pasrtisipasi politik khusunya

    dalam organisasi politik adalah mereka yang memiliki banyak uang ,

    mampu nmengambil keputusan yang tepat, tegas, berani dan mampu

    memberikan solusi bagi kemajuan bangsa dan organisasi politiknya..

    (Wawancara, 23 Agustus 2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Desi Safrianiselaku mahasiswa

    dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek

    Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

    “tidak ada hubungan yang erat antara pendidikan masyarakat dengan

    partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya pada

    pemilihan legislatif April lalu. Hal ini dikarenakan partisipasi

    masyarakat pada legislatif April lalu ditentukan oleh masing-masing

    pribadi masyarakat itu sendiri, dimana masyarakat yang merasakan

    ingin memilih maka akan menggunakan haknya sebagai pemilih,

    sedangkan masyarakat yang tidak merasa ingin memilih maka tidak

    menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih(Wawancara, 23 Agustus

    2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyanto, selaku Mahasiswa

    dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek

    Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

    “tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi partisipasi

    masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih, hal ini

    dikarenakan kita dapat melihat apa yang terjadi pada kondisi

    masyarakat saat ini dimana masyarakat yang memiliki pendidikan

    baik tidak akan mudah terpengaruh oleh ajakan politik yang

    merugikan demikian sebaliknya masyarakat yang memiliki pendidikan

    yang kurang baik akan mudah terpengaruh dengan ajakan politik yang

    kurang baik dan akan merugikan dirisendiri serta orang lain..

    (Wawancara, 24 Agustus 2014).

  • 53

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Asri Asyra , selaku salah satu

    masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten

    Aceh Baratmenyatakan bahwa:

    “pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, hal

    ini dikarenakan politik tidak akan berjalan dengan baik dan benar

    sesuai dengan harapan masyarakat jika masyarakat yang

    menggunakan hak pilihnya hanya memilih asal-asalan, maksudnya

    dengan adanya pendidikan maka masyarakat akan mengunakan hak

    ;pilihnya sesuai dengan pertimbangan dan harapan yang ingin

    dicapainya. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

    b. Partisipasi Masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek pada Pemilihan Legislatif 2014

    Partisipasi masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan

    Lambalek Kabupaten Aceh Barat sangat berperan penting dalam menentukan hak

    pilih atau menentukan suara hak pilih mereka untuk memilih wakil rakyat yang

    dapat membawa perubahan bagi daerah dan negara ini. Akan tetapi partisipasi

    masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya telah banyak dipengaruh oleh hal-

    hal yang menurut mereka menjanjikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak

    Sudirman selaku Keuchik GampongSimpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek

    Kabupaten Aceh Barat, dalam hal ini menyatakan bahwa:

    “kebanyakan masyarakat khusunya diri saya sendiri memiliki

    pertimbangan sendiri dalam menggunakan hak pilih pada

    pemilihan legislatif April lalu, dimana saya memilih calon

    legislatif yang dapat memberikan perubahan baik bagi Gampong

    kami, seperti para legislatif yang berjanji akan membangun

    Gampong dan memperhatikan Gampong-gampong terpencil

    yang membutuhkan (Wawancara, 22 Agustus 2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Desi Safriani selaku mahasiswa

    dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek

    Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

  • 54

    “dalam berpartisipasi politik khusunya pada pemilihan legislatif

    April lalu banyak yang mempengaruhi masyarakat khusunya

    saya, dimana ada calon kandidiat legislatif dari partai-partai

    tertentu yang yang meminta masyarakat untuk memilih dirinya

    dengan imbalan atau janji-janji yang menggiurkan masyarakat.

    Hal ini membuat masyarakat tertarik, untuk memilih

    (Wawancara, 23 Agustus 2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyanto, selaku Mahasiswa

    dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek

    Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

    “dalam melakukan pemilihan banyak yang mempengaruhi saya

    dan masyarakat sekitar, hal ini tyerjadi karena kekuasaan, dengan

    kekuasaan seseorang dapat mempengaruhi pihak lain untuk

    berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak orang yang

    mempengaruhi. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Asri Asyra , selaku salah satu

    masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten

    Aceh Barat menyatakan bahwa:

    “banyak dari para calon legislatif yang mempengaruhi

    masyarakat, dalam hal ini adalah saya selaku masyarakat.

    Dimana para calon legislatif melakukan pertemuan-pertemuan

    dan pendekatan-pendekatan dengan masyarakat dengan berbagai

    cara sehingga masyarakat akan memilih dirinya.(Wawancara, 24

    Agustus 2014).

    Tidak semua masyarakatGampong Simpang Peut Kecamatan Arongan

    Lambalek Kabupaten Aceh Barat melakukan pemilihan umum pada bulan April

    lalu, hal ini dikarenakan berbagai alasan. Hal ini dapat kita lihat dari hasil

    wawancara dengan masyarakat dan keuchik Gampong Simpang Peut Kecamatan

    Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, sebagaimana hasil wawancara dengan

    keuchik Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh

    Barat (Bapak Sudirman), sebagai berikut:

  • 55

    “saya mengikuti pemilihan umum legislatif bulan April lalu, hal

    ini saya lakukan karena itu meryupakan hak saya sebagai warga

    negara selain itu dalam pemilihan legislatif sangat menentukan

    pemimpin wakil rakyat yang memperhatikan rakyat nantinya.

    (Wawancara, 22 Agustus 2014).

    Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Desi Safriani selaku mahasiswa

    dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Aro