bab vii kondisi-kondisi yang perpengaruh terhadap...

13
83 BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP KETAHANAN HIDUP MASYARAKAT Bab ini menjelaskan tentang dampak limbah tailings dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat di kampung Waa untuk dapat bertahan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam bertahan hidup, yaitu faktor ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan. Faktor-faktor ini berdampak negatif dan positif bagi masyarakat di kampung Waa. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi, merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dikampung Waa untuk dapat bertahan hidup. Hal ini dilihat dari pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat dikampung Waa, melalui proses mendulang emas dan kemudian emas tersebut dipertukarkan melalui uang untuk menunjang berbagai kehidupan ekonomi, seperti yang dibahasa sebelumnya. Sejak semula masyarakat belum mengetahui, cara mendulang namun dengan adanya aktivitas perusahaan pertambangan Freeport, kemudian menjadi magnet penarik bagi masyarakat tiap-tiap suku yang ada di wilayah area sekitar kontrak kerja Freeport seperti; suku Dani, Damal, Moni, Nduga, Mee/Ekari untuk masuk menempati wilayah Timika dan Tembagapura. Sebagian besar dari masyarakat ini berasal dari, daerah Ilaga, Beoga, Nduga, dan Paniai. Masyarakat yang memiliki pendidikan, dapat memperoleh pekerjaan untuk menjadi buru dan karyawan Freeport. Namun sebagian besar masyarakat yang belum memiliki pendidikan yang berasal dari masyarakat golongan bawah dapat memilih untuk menjadi pendulang emas.

Upload: vuquynh

Post on 08-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

83

BAB VII

KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH

TERHADAP KETAHANAN HIDUP

MASYARAKAT

Bab ini menjelaskan tentang dampak limbah tailings dan

faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat di kampung Waa untuk

dapat bertahan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat

dalam bertahan hidup, yaitu faktor ekonomi, sosial, lingkungan dan

kesehatan. Faktor-faktor ini berdampak negatif dan positif bagi

masyarakat di kampung Waa.

Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi, merupakan salah satu faktor utama yang

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dikampung Waa untuk

dapat bertahan hidup. Hal ini dilihat dari pendapatan yang diperoleh

oleh masyarakat dikampung Waa, melalui proses mendulang emas dan

kemudian emas tersebut dipertukarkan melalui uang untuk menunjang

berbagai kehidupan ekonomi, seperti yang dibahasa sebelumnya. Sejak

semula masyarakat belum mengetahui, cara mendulang namun dengan

adanya aktivitas perusahaan pertambangan Freeport, kemudian

menjadi magnet penarik bagi masyarakat tiap-tiap suku yang ada di

wilayah area sekitar kontrak kerja Freeport seperti; suku Dani, Damal,

Moni, Nduga, Mee/Ekari untuk masuk menempati wilayah Timika dan

Tembagapura. Sebagian besar dari masyarakat ini berasal dari, daerah

Ilaga, Beoga, Nduga, dan Paniai. Masyarakat yang memiliki

pendidikan, dapat memperoleh pekerjaan untuk menjadi buru dan

karyawan Freeport. Namun sebagian besar masyarakat yang belum

memiliki pendidikan yang berasal dari masyarakat golongan bawah

dapat memilih untuk menjadi pendulang emas.

Page 2: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

84

Masyarakat pendulang emas ini masuk ke wilayah Timika dan

Tembagapura semenjak adanya aktivitas penambangan PT Freeport

Indonesia, sebagian masyarakat masuk mengikuti hubungan keluarga

dan kerabat yang sudah menjadi karyawan dan buru Freeport. Setelah

masyarakat mengetahui dengan adanya emas dari sisa pengolahan

tambang yang dibuang oleh Freeport, maka masyarakat masuk

menguasai wilayah sepanjang pemukiman sungai Wanagon untuk

menjadi pendulang emas. Kondisi ekonomi pada masyarakat ini juga

dapat dipengaruhi, karena masyarakat pendulang emas sebagian besar

berasal dari golongan masyarakat kelas bawah yang belum memiliki

pendidikan. Sehingga mereka memili untuk menjadi pendulang emas,

selain itu dari hasil dulang emas tersebut memberikan keuntungan

yang besar. Jika dibandingan dengan penghasilan buruh karyawan

Freeport. Dengan demikian limbah tailings yang dibuang oleh Freeport

tersebut, dengan adanya kegiatan produksi masyarakat menjadi lahan

pekerjaan mereka.

Cara produksi emas pada masyarakat dikampung Waa dilihat

sebagai sistem ekonomi 129 yang dimiliki oleh masyarakat. Sistem

ekonomi sebagai satu sistem yang diperlukan manusia dalam usaha

memenuhi kebutuhannya melalui meteri yang diperoleh untuk

kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi masyarakat dikampung Waa,

dilihat dari sistem ekonomi tradisional yang terdiri dari, pola produksi,

pola distribusi, saranan produksi, proses produksi maupun konsumsi

yang dilakukannya. Menurut Koentjaraningrat, sistem ekonomi,

teknologi dan cara memproduksi yang dilakukan adalah unsur-unur

kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat dalam bertahan hidup.

Faktor Sosiologi

Faktor sosiologi masyarakat dikampung Waa, dilihat dari cara

memproduksi masyarakat dari hasil ekononi yang diperolah dapat

berperan untuk menunjang kehidupan sosial bagi masyarakat. Objek

129. Mahmud, S.,1992. Sistem Ekonomi Tradisional Sebagai Perwujudan Tanggapan Masyarakat Terhadap Lingkungannya Provinsi Daerah Istimewa Areh.

Page 3: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

85

yang diamati dalam sosiologi, yaitu tata kelakuan, kebiasaan,

kebudayaan, norma, nilai sebagai tata cara hidup pada masyarakat.

Sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji tentang masyarakat dengan

masalah yang dihadapinya. Masyarakat sebagai objek sosiologi yang

dipelajari melalui proses persoalan yang timbul antara hubungan pada

masyarakat. Proses persoalan yang dipelajari dalam hubungan yang

timbul antar masyarakat, yaitu kebudayaan, tata kelakuan, kebiasaan

dan norma yang dapat diamati melalui pola hubungan khusus pada

masyarakat dari sistem kebudayaan yang sudah terpolahnya (Abdulla,

M.W., 2006)130.

Sistem budaya yang sudah terpola pada masyarakat tersebut,

merupakan sinergi antara berbagai sub ilmu dalam kehidupan

masyarakat yang saling bergantung dan saling berkaitan. Dengan

demikian realitas masalah yang terdapat pada masyarakat dapat

gambarkan dan dibayangkan dengan kontruksi berfikir. Mempelajari

kehidupan masyarakat, berarti kehidupannya tidak berdiri secara

sendiri-sendiri tetapi membutuhkan orang dan tergantung dengan

orang lain 131 . Faktor sosial ini juga berpengaruh pada masyarakat

dikampung Waa dari pola kebiasaan, tradisi, norma dan nilai yang

terdapat pada masyarakat. Kebiasaan, sebagai suatu keadaan perilaku

hidup yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa

berfikir menimbang atau mengulangi sesuatu dalam rentang waktu

lama dan berdekatan 132 . Kebiasaan masyarakat mendulang emas di

sungai Wanagon menjadi daya pengikat yang lebih kuat dari hasil

keuntungan ekonomi yang diperolehnya. Kebiasaan mendulang

masyarakat ini juga sudah menjadi lingkungan yang terpola pada

masyarakat dari aktivitas mendulang di lingkungan yang memilik

resiko berbahaya yang tidak dapat dipertimbangkan oleh masyarakat

untuk terhindar dari dampak limbah tersebut.

Norma dan nilai, sebagai patokan hidup dalam hubungan

kebersamaan dan solidaritas yang dimiliki pada masyarakat di

130 . Sosiologi Untuk SMP dan MTs. PT Grasindo, Jakarta. 131. Yusuf, A. Y dan S. A. Beni, 2013. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Cv. Pustaka Setia, Bandung. 132 . http://www.pengertianpengertian.com/2012/10/pengertian-kebiasaan.html

Page 4: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

86

kampung Waa. Kehidupan masyarakat dikampung Waa dapat

menyesuikan diri sesuai dengan nilai dan norma yang dimiliki oleh

masyarakat tersebut. Hal ini biasa terlihat melalui hubungan toleransi

yang melekat kuat pada masyarakat, melalui hubungan keluarga,

kerabat, suku dan sesama masyarat dalam hal saling menolong dan

membantu yang dilakukannya. Hubungan saling membantu dan

menolong ini sudah murupakan budaya yang melekat kuat pada

masyarakat dikampung Waa, sehingga apabila keluarga, saudara atau

kerabat mereka susah maka, mereka akan saling mengharapkan

bantuan dan saling membantu. Terkait dengan hal ini, menurut

Wiliam H. Havilan mengatakan bahwa kebudayaan adalah seperangkat

peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota

masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para aggotanya, akan

melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh

semua orang.

Sedangkan yang menjadi tradisi dan adat isti adat masyarkat

dikampung Waa, yaitu biasa terlihat dalam pembayaran maskawin,

penyelesaian perang suku. Tradisi dan adat juga sudah termasuk nilai,

norma dan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat sebagai tatanan

yang sudah terpola pada masyarakat. Tradisi dan adat isti adat pada

masyarakat di kampung Waa dalam pembayaran maskawin dan

penyelesaian perang suku, sebagai aturan yang memiliki sanksi keras

terhadap pelanggarnya, berupa penolakan atau pengadilan. Dengan

sangsi inilah kemudian menjadi hukum positif atau hukum adat pada

masyarakat dikampung Waa dalam penyelesainnya, sehingga perhatian

utama masyarakat dari pola kebersaamaan yang sudah tertanam akan

terlihat melalu kebersamaan masyarakat dalam penyelesaiaan masalah

yang dilakukan secara hukum adat. Terkait dengan hal ini menurut

Edward B.Taylor mengatakan bahwa kebudayaan merupakan

keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung

pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat isti adat dan

kemampuan lain yang didapat oleh sebagian anggota masyarakat.

Kondisi sistem sosial budaya ini, berpengaruh terhadap

kebertahanan masyarakat dikampung Waa, karena peran sistem sosial

Page 5: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

87

masyarakat tersebut akan berjalan dengan modal ekonomi yang

dimiliki oleh mereka. Modal ekonomi masyarakat, diperoleh dari hasil

mendulang emas yang terkandung pada limbah tailings. Lingkungan

penghidupan masyarakat dengan limbah tailings tersebut, masyarakat

dapat meresponinya sebagai keuntungan dan peluang ekonomi bagi

masyarakat, dengan keuntungan tersebut masyarakat dapat bertindak

sesuai tatacara yang sudah terpola pada masyarakat. Seperti yang

dipersepsikan oleh masyarakat dikampung Waa, bahwa dengan

mendulang emas di sungai Wanagon, masyarakat bisa melakukan apa

saja sesuai dengan tata cara sosial yang berlaku pada masyarakat, selain

mereka mememuhi kebutuhan hidup ekonominya. Dari hasil

keuntungan ekonomi ini, berpengaruh positif terhadap sistem sosial

budayaan masyarakat dikampung Waa. Dengan demikian, kondisi

sosial masyarakat dapat berpengaruh terhadap kebertahanan hidup

masyarakat.

Kondisi kebertahanan masyarakat ini juga dapat dipengaruhi

juga, dengan adanya tekanan-tekanan konflik baik perang suku dan

kelompok yang biasanya terjadi di kabupaten Mimika dan distrik

Tembagapura. Hal ini diketahui dari awal mula masyarakat kampung

Waa masuk menguasai sungai Wanagon, diikuti dengan adanya

tekanan-tekanan dari masyarakat luar yang masuk dikampung Waa

seperti suku Dani dan Damal dengan penduduk asli dari suku

Amungme. Dengan masuknya masyarakat dari luar, menyebabakan

terjadi perubahan lingkungan sungai Wanagon menjadi tempat tinggal

masyarakat luar untuk masuk mendulang emas. Dengan adanya reaksi

ketidak sukaan masyarakat dari suku Amungme, menyebabkan

terjadinya konflik dari suku Amungme dengan suku Dani. Konflik

perang suku ini juga diikuti dengan beberapa kali konflik yang sering

terjadi di kabupaten Timika. Dengan adanya konflik ini juga

mempengaruhi masyarakat untuk tetap bertahan, karena anggapan

masyarakat dengan mendulang emas mereka bisa dapat menyelesaikan

permasalahan apa saja yang dapat menghampiri mereka.

Sedangkan perang suku sudah menjadi budaya mula-mula,

perang antar suku yang sudah lama menyatu ini biasanya terlihata pada

Page 6: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

88

Suku Dani, Suku Damal, Saku Moni, Suku Duga, dan Suku Amungme.

Semenjak berdirinya kabupaten Mimika secara administratif pada

tahun 1996 dan 2000 telah terjadi perkembangan yang besar-besar di

Mimika, perkembangan wilaya ini dipengaruhi juga dengan kehadiran

PT Freeport yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan wilayah yang berpengaruh terhadap

masuk suku-suku lokal sekitarnya, untuk menguasai wilayah Timika

dan Tembagapuar. Wilayah kampung Waa distrik Tembagapura dan

Timika dahulu ditempati oleh suku Amungme dan Kamoro. Dengan

adanya aktivitas perusahaan, perkembangan ini menyebabkan pola

imigrasi yang besar-besar dengan masuknya masyarakat lokal dari

wilayah sekitarnya seperti; Paniai, Nduga, Puncak, Wamena dan Intan

Jaya dan beberapa wilayah pegunungan lainnya untuk masuk

menguasai wilayah Timika dan distrik Tembagapura. Hal ini

menyebabakan dari dahulu wilayah hutan rimbah di Timika seperti

Wilayah Distrik Mimika Baru, Mimika Barat dan beberapa wilayah di

Timika, menjadi tempat tinggal suku-suku sekitarnya yang masuk dari

luar. Dengan bertemunya beragam suku-suku lokal ini kemudian

terjadi pengelompokan suku-suku yang dilakukan oleh PT Freeport

Indonesia dengan membentuk lembaga kemasyarakat yang berasal dari

setiap suku dalam pengucuran bantuan dana 1 %.

Namun pengucuran dana 1% ini menjadi penyebab pertama

kali munculnya perang antar suku, karena pembagian dana yang tidak

merata, kemudian suku-suku asli setempat menolak suku-suku lokal

sekitarnya masuk dengan adanya aktivitas pertambangan, selain itu

juga dapat disebabkan karena ada sebagain suku yang menolak dan 1 %

dan ada suku lainnya yang menerima hubah tersebut. Pengelompokan

suku ini juga diketahui, dapat terjadi fanatisme dan sentimentalisme

antar suku yang berujung pada konflik perang suku. Dengan adanya

korban dalam perang ini, kemudian korban membalasnya lagi kepada

pihak yang membunuhnya pada waktu kemudian setelah berakhir

perang. Dengan demikian perang menjadi berkembang dan

menyebabkan situasi masyarak yang dahulu sangat homogen kini

Page 7: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

89

menjadi tercidrai berai dengan tingkat konflik yang tinggi oleh adanya

aktivitas perusahaan Freeport133.

Dengan adanya konflik ini, kemudian akan mengharapkan

kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perang untuk

menyelesaikannya secara hukum adat. Penyelesaikan perang ini akan

membutuhkan biaya yang tinggi, oleh karena itu, masyarakat

pendulang emas di sungai Wanagon perpandang bahwa permasalahan

apapun yang terjadi bagi mereka tidak susah dan berani menghadapi

tantangan tersebut, karena dengan mereka mengandalkan emas mereka

biasa dapat menyelesaikan perang atau permasalan apa saja yang

mereka hadapi tersebut. Sehingga dengan adanya tekanan-tekanan

konflik ini juga dapat membuat masyarakat untuk tetap survive di

lingkungan tersebut. Hal ini digambarkan dari perfektif ekologi

manusia, melihat hubungan manusia dan lingkungan secara antologis

mengkaji konsep adaptasi dan meladaptasi ekologi untuk mengkaji

sekelompok masyarakat dalam bertahan hidup di suatau kawasan,

menjadi suatu gagasan dasar untuk menjelaskan perkembangan sistem

sosial masyarakat terhadap interaksinya dengan alam. Interaksi

tersebut berlangsung sebagai bentuk dinamika sosial-ekologis yang

berlangsung, sebagai proses kompetisi, suksesi, dan konflik atas sumber

daya alam yang menyertai menuver-manuver sekelompok orang dalam

mempertahankan proses survival disuatu kawasan (Arya Hadi

Dharmawan, 2007).

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan, memiliki hubungan timbal balik terhadap

kehidupan masyarakat di kampung Waa, dalam memanfaatkan

lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Hal ini dilihat dari

interaksi masyarakat di kampung Waa dengan lingkungan hidup

sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif dan

negatif bagi kelangsungan kehidupan mereka. Dampak positif, dilihat

133 . Wawancara Dengan Bapak Kepala Suku Dani dan Damal Bapak Kamaniel Waker Pada Tanggal 12 April Tahun 2015

Page 8: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

90

dari cara pemanfaatan lingkungan alam sekitarnya, seperti membuat

rumah honai dan kem, kemudian memperoleh kayu sebagai

sumberdaya ekonomi untuk membuat tempat dulang, dan sebagai kayu

bakar. Selain itu, masyarakat juga dapat bercocok tanam dengan

menanam seperti; sayur-mayur, ubi, talas dan tebu. Masyarakat juga

dapat memperoleh sumber pangan dari hutan secara langsung seperti

sayur-mayur untuk kebutuhan mengonsumsinya. Kondisi lingkungan

yang tersedia semuanya ini berpengaruh terhadap keberlangsungan

hidup masyarakat

Hal ini dapat digambarkan, Menurut Julian H. Steward

(1955:41-42), mempunyai tiga unsur dasar dalam mengkaji hubungan

manusia dengan lingkungan, yaitu; (1) Hubungan antara eksploitasi

atau teknologi produksi dengan lingkungannya. (2) Pengamatan pada

pola-pola perilalu dalam mengeksploitasi suatu wilayah tertentu

dengan mempergunakan teknologi yang khusus. (3) Pengamatan pada

pola perilaku yang diperlukan dalam eksploitasi yang mempengaruhi

aspek-aspek kebudayaan yang lain. Hal ini sebagai tatanan eko sosial

yang dapat dilihat secara holistik melalu pola demografi, pola

pemukiman, struktur kekerabatan, kepemilikan tanah, tata guna

lahan, dan lapisan dari aspek kebudayaannya134.

Cara pengamatan ini dipandang oleh (Heider. 1972:208),

sebagai sebuah kontruksi berfikir dalam mengamati hubungan timbal

balik manusia dan lingkungan135. Pendekatan secara holistik mengenai

hubungan manusia dengan lingkungannya ini diartikan sebagai suatu

cara memandang unsur-unsur dalam lingkungan hidup (biotis dan

abiotis) secara terintegrasi sebagai komponen yang berkaitan dalam

suatu sistem (Soemarwoto 1983:17)136. Pendekatan holistik dalam suatu

analisis diartikan sebagai usaha untuk mengikut sertakan sebanyak

mungkin aspek kehidupan masyarakat, kebudayaan, dan lingkungan

134. Arianto, N. T., 2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP Unair. 135. Karl, H. G.,1972. Environment, Subsistence, and Society. Annual Review of Anthropology. 1: 207-266. 136. Otto, S., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta, Djambatan.

Page 9: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

91

dalam suatu analisis (137Steward 1955:37). Meski demikian lingkungan

hudup tersebut belum tentu sehat, karena berada dekat dengan pabrik

pengolahan tembanga PT Freeport Indonesia. Hal dapat menyebabkan

pencemaran logam berat ke sekitar lingkugan tersebut melalui air

hujan yang menyebabkan terakumulasinnya logam berat pada

lingkungan alam yang menjadi sumber vital masyarakat dan

pencemaran sumber mata air yang dikonsumsi oleh masyarkat

sekitarnnya. Hal ini berimplikasi langsung terhadap kasus kesehatan

masyarakat di distrik Tembagapura kampung Waa dan juga dampak

secara luas untuk semua wilayah di Tembagapura dan Timika138.

Sedangkan dampak utama dari faktor lingkungan, yaitu

pembuangan limbah tailings ke sistem sungai Wanagon terhadap

kehidupan masyarakat dikampung Waa. Implikasi dari limbah tailings

ini, disisi lain menjadi sumber daya ekonomi bagi masyarakat

pendulang emas di kampung Waa. Namun limbah tersebut berdampak

langsung terhadap kehidupan fisik dan fsikis masyarakat. Hal ini

dilihat dari dampak limbah tailings tersebut selain akumulasi logam

berat beracun dalam tubuh manusia yang menyebabkan kerusakan sel

dan organ tubuh, dampak utama dari logam berat ini akan merusak sel

saraf dan merusak hati. Kerusakan fisik ini juga akan berpengaruh

terhadap perubahan perilaku dan mental manusia. Dampak ini akan

menyebabkan sifat tidak terkontrol dan tidak menimbang oleh

masyarakat untuk berfikir jernih dan perfikir panjang dari masalah

yang dihadapi dengan lingkungannya. Dengan lingkungan demikian,

membentuk sifat dan karakter masyarakat menjadi kebiasaan dan

perilaku masyarakat sendiri. Terkait dengan permasalahan ini

Koentjaraningrat (1980), membagi ilmu antropologi menjadi dua, yaitu

antropologi budaya dan antropologi fisik. Antropologi budaya lebih

memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia ataupun cara

hidupnya dalam masyarakat. Sedangkan antropologi fisik mempelajari

manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan

137. Julian, H. S., 1955. Theory of Culture Change: The Methodology of Multilinear Evolution. Urbana: University of Illinois Press. 1972. Ecology: Cultural Ecology. International Encyclopedia of the Social Science. 4 : 337-344. 138. Observasi dan Dokumentasi Pada Tangal 12 Maret Tahun 2015

Page 10: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

92

manusia menurut evolusinya139 . Hal ini bisa dipahami karena dua-

duanya berusaha menggambarkan tentang perilaku manusia dalam

konteks sosialnya.

Faktor lingkungan yang membuat masyarakat dapat bertahan

hidup di kampung Waa, adalah dengan adanya limbah tailings. Limbah

tailings ini, karena mengandung dengan emas sebagai sumberdaya

ekonomi, maka masyarakat dapat bertahan dengan menghadapi limbah

tailings tersebut, tanpa mempertimbangkan pengaruh dari dampak

limbah terhadap kondisi kehidupan mereka. Hubungan manusia

dengan limbah tailings, dalam hal ini diketahui sebagai bukan manusia

yang mempengaruhi limbah tailings, tetapi limbah tailings yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat dikampung Waa dari dampak

positif dan negatif yang diperolehnya. Sehingga hal ini dapat diketahui

dari perilaku masyarakat dalam memanfaatkan limbah tailings tersebut

untuk dapat bertahan hidup. Terkait dengan hal ini Notoatmodjo, 1997

mengatakan, bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang

diperlukan untuk menimbulkan reaksi, melalui rangsangan yang dapat

menghasilkan perilaku tertentu (Notoatmodjo, 1997) 140 . Sedangkan

menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan

organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada

dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya

sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990).

Faktor Kesehatan

Faktor kesehatan, sebagai permasalahan besar yang dihadapi

oleh masyarakat di kampung Waa dan Timika dari akibat pembuangan

limbah tailing dari PT Freeport secara langsung ke lingkungan dan

sistem sungai. Sasaran dari pembuangan limbah ini dapat mengarah

terhadap persoalan kemanusiaan yang selama ini ditutup-tutupi

permasalahan limbah tailings agar tidak dapat diketahui secara luas

139 . Koentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta 140. Soekidjo, N., 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta.

Page 11: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

93

oleh masyarakat umum. Hal ini diketahui dari data rumah sakit

kabupaten Mimika dan distrik Tembagapura maupun Departemen

Lingkungan Hidup di Timika, dapat menutupi kasus data limbah

tailings terhadap permasalahan lingkungan dan kesehatan masyarakat,

karena departemen dan rumah sakit tersebut dapat dibiayai oleh

Freeport. Hal ini dilihat dari hasil kajian yang dilakukan, tidak

ditemukan adanya kasus-kasus kerusakan lingkungan yang parah dan

kasus logam berat terhadap kesehatan masyarakat. Namun data angka

penyakit lain paling tertinggi di Timika, seperti penyakit Ispa (Infeksi

Saluran Pernafasan), Dbd (Demam Berdarah), Diare, Malaria, Angka

kematian Ibu dan Anakpun berada paling tertinggi, yaitu 2000/100

kelahiran hidup141. Meskipun jenis penyakit yang disebut ini dengan

jenis penyakit lainnya sudah dikaji dari beberpa peneliti lain seperti;

Walhi, 2006 dan Ratih, 2014. Namun peneliti-peneliti ini juga tidak

menemukan angka kematian dan keracunan yang disebabkan oleh

limbah tailings. Sedangkan dampak kerusakan lingkungan dari Walhi,

2006, menunjukan status waspada bagi masyarakat pendulang emas di

sungai Wanagon kampung Waa.

Dengan demikian dari hasil wawancara dilapangan ditemukan

seperti yang disinggung sebelumnya pada Bab I dan Bab IV, bahwa

masyarakat dikampung Waa telah menempati semenjak tahun 1997,

setelah berdirinya kabupaten Mimika secara administrative pada tahun

1996 yang resmi menjadi kabupaten devinitif pada tahun 2000 142 .

Setelah masyarakat kampung Waa menempati di sungai Wanagon, dari

hasil wawancara diketahui bahwa sekitar 1000 jiwa telah meninggal

dunia akibat dari karacunan limbah tailings dari PT Freeport

Indonesia. Hal ini dipengaruhi karena terjadi akumulasi logam berat

dalam tubuh yang menyebabkan keracunan, seperti kurusakan saraf,

kerusakan hati, kerusakan organ tubuh lain yang menyebabkan

kelumpuhan dan kematian143. Terkait dengan wawancara ini, menurut

Fabrega (1972;176) kesehatan adalah studi yang menjelaskan berbagai

141 . Data BPS kabupaten Mimika Tahun 2010 142 . Data Bps Kabupaten Mimika Tahun 2009 143 . Wawancara dengan Bapak Kepala suku Dani dan Damal pada 6 Februai Tahun 2015

Page 12: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

94

faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan atau

mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan kelompok

terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit.

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa kasus-kasus

angka kematian dan karacunan limbah tailings yang dapat ditimbulkan

oleh perusahaan ini, tidak dapat dijelaskan dan dipublikasikan terhadap

publik. Namun dari pengamatan dilapangan diketahui, bahwa terdapat

kasus-kasus yang memprihatinkan bagi kesehatan masyarakat secara

khusus di kampung Waa, resiko kesehatan ini telah disinggung

penelitian sebelumnya dari walhi 2006, bahwa terdapat ketidak pastian

yang tinggi terhadap perkiraan resiko berbahaya dari dampak limbah

tailings terhadap kehidupan masyarakat yang mendulang disepanjang

sungai Wanagon. Ketidak pastian resiko ini telah didukung dengan

fakta penemuan lapangan, bahwa terdapat resiko yang membahayakan

dan mematikan bagi kehidupan masyarakat yang bertahan mendulang

di sungai Wanagon. Namun dari hasil kajian di lapangan diketahui

bahwa masyarakat tidak mau menghindar dari dampak limbah tailings

tersebut, karena adanya faktor ekonomi dan sosial yang mendukung

kehidupan masyarakat. Terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesehatan, menurut Notoatmodjo, S 2003, menjelaskan

beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu; lingkungan

fisik, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, ekonomi, faktor

genetika, pengetahuan dan sebagainya.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa faktor kebertahanan

masyarakat dikampung Waa yang beresiko berbahaya dari limbah

tailing, dapat dipengaruhi dengan adanya faktor ekonomi dan sosial

yang melekat kuat pada masyarakat untuk dapat bertahan. Selain itu

persoalan kebertahanan masyarakat ini juga dilihat dari perilaku

masyarakat yang sudah terpola pada lingkungan yang sedemikian rupa.

Hal ini akan terlihat melalui kehidupan masyarakat mendulang di

sungai Wanagon yang sudah lama terbiasa dengan lingkungan tempat

mendulang, mereka akan terbiasa dalam mendulang emas walaupun

ada bau dan dampak dari limbah tersebut yang sulit terhirupkan dan

bertahan. Hal ini dilihat dari masyarakat yang baru masuk mendulang

Page 13: BAB VII KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH TERHADAP ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12759/7/T2_092013023_BAB... · sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif

95

atau orang yang baru pertama kali masuk di sungai Wanagon akan

terasa sulit untuk bernafat bahkan cara bernafaspun akan lebih cepat

dari bau limbah yang membahayakan tersebut144.

Terkait dengan masalah perilku ini, Menurut Maulana, (2014),

mengatakan bahwa perilaku sehat adalah segala bentuk pengalaman

dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang

menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan, serta tindakan

yang berhubungan dengan kesehatan. Jika tindakan tersebut dilakukan

secara berulang-ulang dengan waktu yang lama akan menghasilkan

pola hidup (way of life) kebiasaan menjadi budaya pada masyarakat.

Individu-individu dalam masyarakat memiliki kepribadian dari segala

corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang

digunakan untuk bereaksi menyesuaikan diri terhadap segala respon

yang datang dari dirinya maupun dari lingkungan, sehingga corak

kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk

manusia.

144 . Obervasi Pada Tanggal 12 Februari tahun 2015