bab vii electoral justice

49
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang 2014 Nur Hidayat Sardini Pemilu dan Partai Politik Managemen Pemilu Bagian Pemilu SPG- 509 SPG-222

Upload: muhammad-salim

Post on 15-Feb-2017

228 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab vii electoral justice

Jurusan Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Diponegoro Semarang 2014

Nur Hidayat Sardini

Pemilu dan Partai PolitikManagemen PemiluBagian Pemilu

SPG-509

SPG-222

Page 2: Bab vii electoral justice

♦ Keadilan Pemilu1.Pengantar2.Apa itu keadilan

Pemilu?3.Tujuan Keadilan

Pemilu4.Kerangka Hukum

Pemilu5.Mekanisme

Penyelesaian

Pokok Bahasan

BAB VIIElectoral Justice

Page 3: Bab vii electoral justice

1.Pengantar

Page 4: Bab vii electoral justice

■ Kerangka Democratic-Constitutionalism.

● Dalam buku “Contemporary Political Ideologies A Comparative Analysis”, ditulis Lyman Tower Sargent (1984), dimuat prinsip-prinsip demokrasi (the principles of democracy), terdiri atas:

1. Citizens involvement in political decision making;2. Some degree of equality among citizens;3. Some degree of liberty or freedom granted to or

retained by citizens;4. A system of representation; and5. An electoral system—majority rule.

Page 5: Bab vii electoral justice

Dengan mengutip pemikiran Sargent tersebut, pada perkuliahan sebelumnya telah disampaikan sejumlah kebebasan, yang merupakan prasyarat demokratisnya sebuah negara.

Specific Liberties of Freedoms, terdiri atas:

1. Right to vote;2. Freedom of speech;3. Freedom of the press;4. Freedom of religion;5. Freedom of movement;6. Fredom of assembly; and7. Freedom from arbitrary treatment by the political

and legal system.

Page 6: Bab vii electoral justice

● Dalam buku “On Democracy”, Robert A Dahl [2000] membahas mengenai kaitan antara Demokrasi dengan konsep-konsep negara demokratis. Dalam beberapa bagian terdapat persingungan-persinggungannya negara demokrasi dengan Pemilu.

Bahwa dalam sistem politik demokratis, hal yang mutlak adalah terdapatnya institusi-institusi politik dalam demokrasi perwakilan modern (The Political Institutions of Modern Representative Democracy), terdiri atas:

1. Elected officials. Control over government decisions about policy is constitutionally vested in officials elected by citizens. Thus modern large-scale democratic government are representative.

Page 7: Bab vii electoral justice

2. Free, fair, and frequent elections. Elected officials are chosen in frequent and fairly conducted elections in which coercion is comparative uncommon;

3. Freedom of expression. Citizens have a right to express themselves without danger of severe punishment on political matters broadly defined, including criticism of officials, the government, the regime, the socioeconomic order, and the prevailing ideology;

4. Acces to alternative sources of information. Citizen have a right to seek out alternative and independent sources of information from other citizens, experts, newspapers, maganizens, books, telecommunications, and the like. Moreover, alternative sources of information actually exist that are not under the control of the government or any other single political group attempting to influence public political beliefs and attidues, and theses alternative sources are effectively protected by law.

Page 8: Bab vii electoral justice

5. Associational autonomy. To achieve their various rights, including those required for the effective operation of democratic political institutions, citizens also have a right to including independent politial parties and interest groups.

6. Inclusive citizenship. No adult permanently residing in the country and subject to its laws can be denied the rights that are available to others and are necessary to the five political institutions just listed. These include the rights to vote in the election of officials in free and fair elections, to run for elective office, to free expression, to form and participate in independent political organizations, to have access to independent source of information, and rights to other liberties and opportunities that may be necessary to the effective operation of the political institutions of large-scale democracy.

Page 9: Bab vii electoral justice

Terhadap yang disampaikan para ahli tsb, kita ingin menarik simpukan:

1. Garis-garis haluan negara demokrasi hanya mungkin terwujud apabila dalam kehidupan bernegara diatur sesuai dengan norma dan prosedur yang demokratis di antara negara-negara tsb;

2. Cabang-cabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dibatasi sesuai kamar kewenangan melalui mekanisme check and balance;

3. Penguasa negara menjamin perlindungan hak-hak dasar warga negara, sementara kehidupan antar-warga negara diatur sehingga tidak terdapatnya anarki satu dengan lainnya.

Page 10: Bab vii electoral justice

● Dalam “Politics as a Value Allocation Process”, Danziger (2005) menyebutkan unsur-unsur sebuah negara, sebagai berikut:

1. Kedaulatan Teritorial (a terrirorially bound sovereign entity);

2. Otoritas yang bersumber dari hukum (the premise that each state has complete authority and is the ultimate sources of law within its own boundaries);

3. Kewenangan untuk melakukan agresi, invasi, dan intervensi (a state has the right to resist and reject any aggression, invasion, or intervention within its territorial boundaries).

4. Kedaulatan untuk menjaga integritas wilayah (more general notion of sovereignty, a state’s protection of its territorial integrity depends on the state’s capacity and political power).

Page 11: Bab vii electoral justice

Salah satu paling penting dalam negara adalah kenyataan hukum yang disusun bersama antara rakyata dengan penguasa.

Digambarkan Danziger:

Law.

“The individual believes that the laws of the state are rationally established, purposeful,

and encacted with formal correctness by appropriate public actors, and thus

compliance with those laws is proper behavior”

Page 12: Bab vii electoral justice

● Dalam buku Bunga Rampai Hukum Tata Negara, Prof Dr Sri Soemantri (1992), menyebut ciri-ciri sebuah negara hukum, apabila terdapatnya unsur-unsur, sebagai berikut:

1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;

2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);

3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; dan4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.

Bekerjanya negara hukum diatur dalam konstitusi. Konstitusi ini membagi cabang-cabang kekuasaan pemerintahan negara. Dalam pengertian secara luas, pemerintahan negara dibedakan antara suprastruktur dan infrastruktur. Dalam pengertian sempit, pemerintahan negara dalam arti yang sempit adalah cabang-cabang kekuasaan eksekutif belaka.

Page 13: Bab vii electoral justice

● Menurut Blackshield dan William (2008), konstitusionalisme (constitutionalism) dirumuskan sebagai berikut:

“If ideals of “constitutionalism” give expression to the need of a human society for limits on the power of government, the need for a society to pursue its collecting goals through effective concentration of organized governmental power is encapsulated in the ideas of “the state.”

Page 14: Bab vii electoral justice

● Dalam buku “Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Prof Dr Jimly Asshiddiqie, S.H. (2011), terdapat 3 (tiga) standar mengenai konstitusionalisme, yakni:

1. Kesepakatan tentang tujuan dan cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance or the same philosophy of government);

2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basic of government); dan

3. Kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).”

Page 15: Bab vii electoral justice

Dengan demikian, kita dapat menarik suatu simpulan, sebagai berikut:

1. Tidak cukup bagi sebuah negara untuk menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, apabila tidak menerapkan suatu negara berlandaskan konstitusi;

2. Inilah konstruksi Democratic-Constitutionalisme, suatu negara demokrasi yang berdasarkan konstitusi;

3. Konstitusi berdarkan standar-standara check and balance, terjaminnya hak-hak dasar warga negara, tidak adanya abuse of power, dan terjaminnya perikehidupan kenegaraan sesuai norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dalam konstitusi.

Page 16: Bab vii electoral justice

2.Apa Itu Keadilan

Pemilu ?

Page 17: Bab vii electoral justice
Page 18: Bab vii electoral justice

Dalam setiap kali Pemilu, selalu terjadi protes-protes, keberatan, ketidakpuasan, karena terdapatnya pelanggaran dan kecurangan, baik yang diajukan peserta Pemilu maupun warga masyarakat.

Segala permasalahan menyangkut Pemilu tsb, harus diselesaikan, karena ini akan memengaruhi terhadap integritas proses dan hasil Pemilu, juga bagi pihak yang merasa dirugikan, tidak merasa diperlakukan tidak adil, sehingga legitimasi Pemilu terciderai.

Siapa pihak yang harus menyelesaikan? Adalah Penyelenggara Pemilu, institusi penegak hukum, pengadilan, atau terhadap pihak yang disebut di dalam konstitusi, sesuai tugas, wewenang, dan kewajibannya.

Page 19: Bab vii electoral justice

Dasar pemikiran di atas itulah melahirkan “Keadilan Pemilu” (electoral justice).

Dengan demikian, keadilan Pemilu adalah:

“Kesatuan sistem penegakan hukum guna menjadmin kepastian hukum demi tewujudnya penyelenggaraan Pemilu sesuai prinsip-prinsip bebas, adil, dan jujur.”

[The legal framework should provide effective mechanisms and remedies for compliance with the

law and the enforcement of electoral rights, defining penalties

for specific electoral offences].

Page 20: Bab vii electoral justice

● Tujuan Keadilan Pemilu

1. Secara umum untuk menjamin pelaksaan Pemilu sesuai asas Luber dan Jurdil (free and fair elections);

2. Untuk menjamin bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan terkait dengan proses Pemilu sesuai dengan kerangka hukum Pemilu;

3. melindungi atau memulihkan hak pilih;4. memungkinkan warga yang meyakini bahwa

hak pilih mereka telah dilanggar untuk mengajukan pengaduan, mengikuti persidangan, dan mendapatkan putusan;

Page 21: Bab vii electoral justice

5. Untuk melindungi para penyelenggara, peserta, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada umumnya dari ketakutan, intimidasi, kekerasan;

6. Mencegah terjadinya penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil Pemilu; dan

7. Menjamin integritas proses dan hasil Pemilu, dengan mengedepankan integritas penyelenggara Pemilu.

Page 22: Bab vii electoral justice

1. Keadilan Pemilu mengikuti ketentuan norma dan hukum yang berlaku di suatu negara, karena merupakan bagian dari sistem politik dan sistem hukum yang berlaku di negara tersebut;

2. Sistem keadilan Pemilu harus menjamin kredibilitas proses dan hasil-hasil Pemilu sehingga diperoleh legitimasi tinggi;

3. Sistem keadilan Pemilu bersumber dari budaya dan kerangka hukum di masing-masing negara ataupun diadopsi dari instrumen hukum internasional;

4. Sistem keadilan pemilu harus dipandang berjalan secara efektif, serta menunjukkan independensi dan imparsialitas untuk mewujudkan keadilan, transparansi, aksesibilitas, serta kesetaraan dan inklusivitas;

● Ketentuan Keadilan Pemilu

Page 23: Bab vii electoral justice

5. Sistem keadilan yang dipertanyakan, mendorong rusaknya kredibilitas pelaksanaan dan hasil-hasil Pemilu;

6. Kecerobohan penerapan sistem keadilan Pemilu mendorong pemilih mempertanyakan partisipasinya dalam Pemilu;

7. Rusaknya keadilan Pemilu mengundak penolakan dari para kandidat atau partai politik;

8. Keadilan Pemilu menjadi elemen menentukan dalam Pemilu yang dilaksanakan.

Page 24: Bab vii electoral justice

Upholding Electoral Rights▪ Electoral rights are political rights, which are in turn a category of human

rights.

Electoral rights are enshrined in the basic or fundamental provisions of a particular legal order (generally in the constitution and the relevant statutes of a country) and in various international human rights instruments,although on occasion they also stem from case law.

▪ Among the most important international human rights instruments that provide for electoral rights are several universal and regional declarations and conventions which are binding in the countries that have ratified them.

▪Even where a particular country is not a party to these international human rights instruments, the international commitments on electoral rights that they contain, such as the commitment to holding free, fair and genuine elections by universal, free, secret and direct suffrage, have an important persuasive value. The democratic legitimacy of the government of such a country and the credibility of that country’s electoral processes depend onwhether it observes such commitments.

Page 25: Bab vii electoral justice

● International Human Rights Instruments that establish electoral rights.

Page 26: Bab vii electoral justice

Among the main electoral rights are the right to vote and to run for elective office in free, fair, genuine and periodic elections conducted by universal, free, secret and direct vote;

the right to gain access, in equal conditions, to elective public office;

the right to political association for electoral purposes (e.g. the right to establish or join or not join a political party or any other grouping with electoral aims);

and other rights intimately related to these, such as the right to freedom of expression, freedom of assembly and petition, and access to information on political-electoral matters.

In general, electoral rights realize the political right to participate in the conduct of public affairs, directly or by means of freely elected representatives.

Page 27: Bab vii electoral justice

Electoral rights can be distinguished from other political rights that do not refer to electoral matters.

These include, for example:

• the rights to freedom of expression, freedom of assembly and freedomsof association, petition and access to information in respect of politicalmatters other than elections; and

• the right to participation in political affairs through a process which does not involve electoral issues (for example appointments to public positions by simple designation, without elections being required);

• other political rights the exercise of which is reserved in some countriesto citizens, but which do not involve making use of a ballot, such asdefence of the homeland and its institutions.

In several countries, the means for the protection and defence of electoral

rights are different from those for other political rights.

Page 28: Bab vii electoral justice

● The Principal Electoral Rights

Page 29: Bab vii electoral justice

● Elemen Keadilan PemiluSecara garis besar, terdapat 3 (tiga) jenis mekanisme dalam rangka penyelesaian perselisihan dalam Pemilu, yakni:

○ Formal:

1. Mekanisme Formal, atau korektif, yakni pengajuan gugatan dan proses gugatannya menghasilkan (1) jika dilaksanakan maka mekanisme ini dapat memutuskan untuk membatalkan, mengubah, atau mengakui adanyya kecurangan yang terjadi dalam Pemilu; dan

2. Mekanisme Punitas, atau sanksi, yakni apabila berhasil ditempuh maka hasilnya dapat menjatuhkan pengenaan sanksi bagi pelanggarnya, baik terhadap lembaga atau individu yang bertanggung ajwab terhadap perbuatan kecurangan dengan konsekuensi pidana (liability) atau adminsitrasi dalam penyelenggaraan

○ Informal:3. Mekanisme Alternatif, yakni suatu mekanisme penyelesaian yang

ditentukan sendiri dengan persetujuan para pihak yang berselisihan.

Page 30: Bab vii electoral justice
Page 31: Bab vii electoral justice

Sebagaimana tampak dalam bagan di atas, keadilan Pemilu pada garis besarnya terdiri atas 3 (tiga) kerangka, sebagai berikut:

1.Prevention Electoral Disputes, yakni pencegahan bagi kemungkinan terjadinya peselisihan dalam proses Pemilu;

2.Resolution of Electoral Disputes, atau Electoral Dispute Resolution (EDR-Mechanisms), yakni penyelesaian perselisihan melalui mekanisme EDR;

3.Alternative Electoral Dispute Resolution (AEDR)- Mechanisms, yakni jalur penyelesaian alternatif di luar mekanisme resmi atau bersifat informal namun diakui hasil-hasilnya secara resmi berdasarkan kesepakatan para pihak.

Page 32: Bab vii electoral justice

Dalam elemen kedua, yakni Resolution of Electoral Dispute (EDR), terdiri atas:

4. Corrective, yakni mekanisme penanganan sengketa Pemilu yang menghasilkan suatu koreksi terhadap proses maupun hasil-hasil yang sudah diputuskan; dan

5. Punitive, yakni mekanisme yang keputusannya bersifat menghukum, karena mengandung unsur-unsur administrasi dan kriminal.

Page 33: Bab vii electoral justice

■ Electoral Justice Systems and the Electoral CyclePenting artinya untuk diperhatikan bahwa, dalam setiap tahapan Pemilu, selalu terdapat potensi-potensi kerawanan kecurangan/sengketa Pemilu.

Setiap tahapan utama, yakni:

1. PRE-ELECTORAL PERIOD, menyangkut perencanaan dan persiapan-persiapan lain dapatlah merupakan ketidakcermatan, ketidakmampuan memandang efek jauh ke depan namun karena tidak mampu akhirnya terjadi sesuatu yang tidak dipikirkan sebelumnya;

2. ELECTORAL PERIOD, pelaksanaan melibatkan banyak orang, mengorganisasi banyak petugas dan menggerakkan sumber daya, sangatlah terbuka peluang bagi terjadinya persoalan-persoalan; dan

3. POST-ELECTORAL PERIOD, pelaporan kegiatan maupun pelaporan keuangan, seringkali merupakan bentuk paling hilir dari diketahuinya persoalan.

Page 34: Bab vii electoral justice
Page 35: Bab vii electoral justice

■ Mencegah Terjadinya Sengketa Pemilu

1. Kerangka hukum yang sederhana, jelas, dan konsisten;

2. Budaya politik dan kewargaan yang mendorong perilaku yang demokratis dan taat hukum;

3. Badan dan anggota badan penyelenggara Pemilu dan penyelesaian sengketa pemilu yang menjalankan fungsinya secara independen, profesional, dan tidak memihak; dan

4. Pedoman tata laku Pemilu yang telah disepakati bersama sebelumnya.

Setiap sistem keadilan Pemilu perlu menetapkan cara-cara atau tindakan-tindakan untuk mencegah atau

menghindari terjadinya sengketa Pemilu.

Page 36: Bab vii electoral justice

■ Perbandingan di Sejumlah Negara

Page 37: Bab vii electoral justice
Page 38: Bab vii electoral justice

3.Kerangka Hukum

Pemilu Kasus Indonesia

Page 39: Bab vii electoral justice

Kerangka Hukum Pemilu di Indonesia, terdiri atas:

1. Pelanggaran Administrasi Pemilu

2. Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu

3. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu

4. Sengketa Administrasi Pemilu

5. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu.

Page 40: Bab vii electoral justice

Narasi Prosedur Penyelesaian Perakara

1. Pelanggaran Administrasi Pemilu. Laporan disampaikan ke Pengawas Pemilu, setelah dikaji direkomendasikan kepada KPU untuk diselesaikan;

2. Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu. Laporan disampaikan kepada Pengawas Pemilu, setelah dikaji akan ditentukan apakah akan diteruskan ke instansi penegak hukum (polri, jaksa) dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), setelah cukup bukti diteruskan ke Pengadilan;

3. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Laporan pengaduan diterima oleh Pengawas Pemilu dan Bawaslu dan Bawaslu provinsi, atau langsung ke DKPP, untuk diselesaikan melalui persidangan yang terbuka.

4. Sengketa Administrasi Pemilu. Diselesaikan Bawaslu/Bawaslu provinsi, bila keputusannya disbanding maka ke PTUN untuk disidangkan.

5. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Mutlak oleh MK, terhadap perselisihan hasil Pemilu.

Page 41: Bab vii electoral justice

PELANG-GARAN

ADMINIS-TRASI

PEMILU

PELANG-GARAN KODE ETIK PENYE-LENGGARA

PEMILU

TINDAK PIDANA PEMILU

SENGKETA TUN

PEMILU

SENGKETA PEMILU

PERSELISIHAN HASIL

PEMILU

PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU Pelanggaran yg meliputi tatacara, prosedur, dan mekanisme yg berkaitan dg administrasi pelaksanaan Pemilu

PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILUPelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu, sumpah dan/atau janji, dan asas-asas penyelenggara Pemilu, dirumuskan dalam kode etik Penyelenggara Pemilu

TINDAK PIDANA PEMILUTindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan TP Pemilu

SENGKETA PEMILUSengketa yg terjadi antar peserta Pemilu dan Sengketa Peserta Pemilu dg penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, KPU Prov, KPU Kab/Kota

SENGKETA TUN PEMILUSengketa yg timbul dlm bidang TUN Pemilu antara Peserta Pemilu dg KPU, KPU Prov, KPU Kab/Kota

PERSELISIHAN HASIL PEMILUPerselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara Nasional.

■ Kerangka Hukum Pemilu Indonesia

Page 42: Bab vii electoral justice

IIIPersengketaan (Administrasi)

Pemilu

Kerangka Hukum Penyelenggaraan Pemilu

IPelanggaran Administrasi Pemilu

VPerselisihan

Hasil Pemilihan

Umum (PHPU)

IIPelanggaran

Tindak PidanaPemilu IV

PELANGGARAN KODE ETIK

PENYELENGGARA PEMILU

Page 43: Bab vii electoral justice

LAPORAN

TEMUAN

KAJIAN AWAL

HASIL

ADMINISTRASI

KODE ETIK

SENGKETA

TINDAK PIDANA

SENTRA GAKKUMDU

PEMBAHASAN

SYARAT FORMIL & MATERIIL

PENERAPAN PSL

PEMENUHAN UNSUR

BUKAN TP. PEMILU

TP. PEMILU NAMUN PERLU LENGKAPI FORMIL &/ MATERIIL

TP. PEMILU

WAJIB DIPERTIMBANGKAN PENGAWAS

REKOMENDASI

KESIMPULAN

1 X 24 JAM

1 X 24 JAM

■ Tindak Pidana Pemilu

Page 44: Bab vii electoral justice

PANWAS/BAWAS

KEJADIAN

SALINAN TANDA BUKTI LAP

LANGSUNG TIDAK LANGSUNG

LISAN

TERTULIS

PELAPORLISAN (TELP)

TERTULIS (SMS/FAKS/EMAIL/LAP DI WEBSITE)

CATAT DLM BUKU REGPENELITIANPERSYARATAN FORMAL

(PELAPOR, WAKTU, KEABSAHAN LAP)

PERSYARATAN MATERIAL IDENTITAS PLP, NAMA & ALMT, TLP, PERISTIWA & URAIAN KEJD, WAKTU,

TKP, SAKSI2, BB, CARA PUL BB

PENGKAJIAN

TAHAPAN PEMILU

TDK DITERUSKAN DITERUSKAN POLRI SIDIK

44

Page 45: Bab vii electoral justice

Kode Etik Penyelenggara Pemilu

PUTUSAN

TIDAK DAPAT DITERIMA

DIKABULKAN

DITOLAK: DIREHABILITASI

SIDANG

VERIFIKASI

DIKABULKAN SEBAGIAN

DITOLAK REHABILITASI

DIKABULKAN SELURUHNYA

Teguran Tertulis

Pemberhentian Sementara

Pemberhentian Tetap

PENGADUAN1. BAWASPRO

V2. LANGSUNG

KE DKPP

Page 46: Bab vii electoral justice

Voting Day

9 April 2014

▪Bila cakupan dan akurasi setiap WN coblos di TPS

▪ Bila hitung suara sesuai DPT dan/atau mobile voters▪ Bebas manipulasi

▪ Bila hasil suara sesuai hasil rekap sebelumnya▪ Bebas manipulasi

▪ Bila konversi surat suara ke kursi penyelenggara negara DPRD kab/kota sesuai dg hasil hitung suara di TPS

▪ Bila konversi surat suara ke kursi penyelenggara negara DPRD Provinsisesuai dg hasil hitung suara di TPS

▪ Bila konversi surat suara ke kursi penyelenggara negara DPR dan DPDsesuai dg hasil hitung suara di TPS

Gar Adm

▪ Bila penetapan hasil sesuai hitung suara di TPS

Gar

KEPPPHPU

PeneTapan Hasil

Bawaslu

Penegak Hukum

DKPP

Rekapitulasi di Pusat Tabulasi

Nasional di KPU

Rekap di KPU Provin

si

●●

Rekap di KPU

Kab/Kota

Rekap di PPS ●

Rekap di

PPK

●Hitung Suara di

TPS

PANTARLIH

MKGar

Pidana

Page 47: Bab vii electoral justice

● Keberpihakan● Netralitas

● Imparsialitas● Penyuapan ● Abuse of

power● Un-Equal treatment

● Konflik Internal Lembaga

● Profesionalitas

● Ketidakcermatan

● Pengabaian Putusan Pengadilan

■ Modus Pelanggaran KEPP

Carrot and stick

● Vote manipulation

Vote buying

● money politicsIntimidation & Violence

Page 48: Bab vii electoral justice

48

Page 49: Bab vii electoral justice

BIO DATA ● Nur Hidayat Sardini, Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang; ● Tempat dan Lahir, Pekalongan 10 Oktober 1969; ● Pengampu Mata Kuliah, Pemilu dan Partai Politik, Pengantar Negosiasi, Analisi Kebijakan Infrastruktur, Pemikiran Politik Islam, Pengantar Informasi dan Teknologi, pernah pula mengajar Sejarah Indonesia, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemikiran Politik Klasik, Pemikiran Politik Kontemporer, Sistem Politik Indonesia; ● Pengalaman, Ketua Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu, 2008-2011], anggota dan juru bicara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP, 2012-2017], Ketua Panwaslu Jawa Tengah dalam Pemilu 2004; ● Pendidikan, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah (MIS) Kertoharjo Buaran Pekalongan, SMP Islam Simbang Wetan Buaran Pekalongan, SMA Negeri 2 Pekalongan, Jur Ilmu Pemerintahan Fisip Undip, Jurusan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta, dan Mahasiswa Disertasi Ilmu Politik Universitas Padjajaran; Buku, Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia [2012], Menuju Pengawasan Pemilu Efektif, dan Kepemimpinan Pengawasan Pemilu, dan tulisan di media massa dan jurnal; ● Alamat Kampus Fisip Undip, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Jalan Prof Sudharto, Tembalang, Semarang; Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP], Gedung BAWASLU lantai 5 Jalan MH Thamrin 14 Jakarta Pusat; ● Kontak, 0813.1969.1969, akun twitter @nurhidayatsardi, email [email protected], [email protected], facebook Nur Hidayat Sardini, web www.nurhidayatsardini.com ■