bab vetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73051/potongan/s1...km + wc tegel bertekstur dinding...

23
77 BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Umum Konsep perancangan bangunan dengan pendekatan deafspace guidelines yang diterapkan dalam lima aspek bangunan meliputi penataan massa bangunan, material dan warna, sirkulasi, akustik dan pencahayaan dan tampilan fisik bangunan. Bagan 5.1 Skema Konsep Sumber: Analisis, Januari 2014 Ruang dan bangunan sebagai aspek fisik yang memiliki ‘bahasa’ dengan tanda- tanda visual yang diimplementasikan pada setiap detail bangunan. Dalam hal ini pendekatan dengan deafspace guidelines bertujuan untuk memudahkan pengguna yang memiliki keterbatasan pendengaran untuk dapat mengenali ruang dalam lingkungan binaan.Desain mendukung pemberian informasimelalui dari indera penglihatan dan kemampuan menangkap getaran. 5.2. Kebutuhan Ruang Kebutuhan ruang pada SLB tunarungu dibedakan berdasarkan pengguna dan kegiatannya.Acuan yang dipakai untuk menentukan besaran dan jumlah ruang bersumber dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 33 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SLB. Di dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa maksimal satu rombongan belajar adalah 8 siswa.Selain itu luasan ruang juga mengacu pada kondisi tapak yang akan dibangun SLB. Rincian luasan ruang dapat dilihat pada tabel berikut:

Upload: truongkhanh

Post on 19-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

77

BAB V KONSEP PERANCANGAN

5.1. Konsep Umum

Konsep perancangan bangunan dengan pendekatan deafspace guidelines yang

diterapkan dalam lima aspek bangunan meliputi penataan massa bangunan, material dan

warna, sirkulasi, akustik dan pencahayaan dan tampilan fisik bangunan.

Bagan 5.1 Skema Konsep

Sumber: Analisis, Januari 2014

Ruang dan bangunan sebagai aspek fisik yang memiliki ‘bahasa’ dengan tanda-

tanda visual yang diimplementasikan pada setiap detail bangunan. Dalam hal ini

pendekatan dengan deafspace guidelines bertujuan untuk memudahkan pengguna yang

memiliki keterbatasan pendengaran untuk dapat mengenali ruang dalam lingkungan

binaan.Desain mendukung pemberian informasimelalui dari indera penglihatan dan

kemampuan menangkap getaran.

5.2. Kebutuhan Ruang

Kebutuhan ruang pada SLB tunarungu dibedakan berdasarkan pengguna

dan kegiatannya.Acuan yang dipakai untuk menentukan besaran dan jumlah ruang

bersumber dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor

33 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SLB. Di dalam

peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa maksimal satu rombongan belajar adalah

8 siswa.Selain itu luasan ruang juga mengacu pada kondisi tapak yang akan

dibangun SLB. Rincian luasan ruang dapat dilihat pada tabel berikut:

78

Tabel 5.1 Tabel Kebutuhan Ruang Area Belajar

Sumber: Analisis, Januari 2014

Tabel 5.2 Tabel Kebutuhan Ruang Area Administrasi

Sumber: Analisis, Januari 2014

Tabel 5.3 Tabel Kebutuhan Area Asrama

Sumber: Analisis, Januari 2014

79

Tabel 5.4 Tabel Kebutuhan Ruang Area Pendukung

Sumber: Analisis, Januari 2014

Tabel 5.5 Kebutuhan Total Luas Ruang Dalam

Sumber: Analisis, Januari 2014

Tabel 5.6 Tabel Kebutuhan Area Ruang Luar

Sumber: Analisis, Januari 2014

Dari tabel-tabel di atas dapat disimpulkan bahwa total keseluruhan luasan

yang dibutuhkan untuk menunjang tercapainya ruang-ruang yang dibutuhkan adalah

5.048.3 m2.

80

Tabel 4.11 Tabel Total Luasan Yang Dibutuhkan

Sumber: Analisis, Januari 2014

5.3. Konsep Tata Ruang Luar

Site berada di sebelah utara jalan, sumber kebisingan utama berasal dari jalan

(sisi selatan) sehingga dalam penataan zonasi bangunan, area publik berada di sisi paling

selatan.Sementara area semi privat dan privat di bagian utara namun perletakannya

sejajar.Terdapat satu titik tengah yang menghubungkan ketiga zona tersebut sehingga

jangkauan visual pengguna dapat mencakup ketiga zona secara bersamaan.

Gambar 5.1 Gambar Pembagian Zonasi Sumber: Analisis, Januari 2014

Zona semi privat terletak di sisi timur karena bersebelahan dengan

pemukiman, sedangkan zona privat berada di sisi barat yang berbatasan dengan area

sungai Gadjah Wong sehingga tidak ada gangguan eksternal berupa kebisingan.

5.3.1. Pencapaian Bangunan

Sirkulasi untuk mencapai bangunan termasuk sirkulasi langsung (frontal)

agar tidak melelahkan dan untuk memperjelas identitas bangunan

tersebut.Entrance utama hanya ada satu buah agar tidak membingungkan

81

penggunanya.Tetapi, disediakan jalur sendiri pada site untuk pengelola agar

semakin mudah mengakses ruang penjaga atau bagian belakang bangunan.

Pengkondisian akses dibagi menjadi akses utama drop off dan langsung

menuju area parkir serta akses yang langsung menuju bagian belakang bangunan

untuk memudahkan pengelola.

Gambar 5.2 Pencapaian Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014

5.3.2. Tata Massa Bangunan

Site berada di lahan seluas sekitar 4750 m2 dengan KDB 60% dan dipotong

dengan sempadan jalan dan sempadan sungai sehingga luas efektif yang dapat

dibangun adalah sekitar 2850 m2.Dari kebutuhan ruang keseluruhan yaitu 5048 m2

maka massa bangunan setidaknya minimal terdiri dari dua lantai.

Konfigurasi massa bangunan menyebar di setiap sisi site dan dibedakan

berdasarkan fungsinya. Paling tidak terdapat empatmassa besar yang mewadahi

tiga fungsi utama yaitu kantor, sekolah, asrama dan ruang aula siswa. Penataan

massa perlu memperhatikan kesinambungan dan koneksi antar bangunan serta

pencapaian, khususnya secara visual.

82

Gambar 5.3 Konsep Tata Massa Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014

Area tengah menjadi sentra dari keseluruhan massa bangunan. Pada setiap

massa memiliki satu detail penghubung untuk memunculkan satu kesinambungan

antara massa satu dengan lainnya. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai penanda

akses utama pada setiap massa bangunan.

Gambar 5.4Skema Situasi Bangunan Sumber: Analisis, Januari 2014

5.3.3. Elemen Luar Bangunan

1. Elemen Keras.

Elemen keras pada area parkir menggunakan grass block dan paving

block. Sedangkan pada jalur sirkulasi yang tertutup atap dapat memakai

keramik seperti lantai ruang dalam atau kayu, dan pada jalur sirkulasi yang

tidak beratap dapat menggunakan semen bertekstur.

83

Gambar 5.5 Contoh Elemen Penutup Tanah Pada Lansekap Luar

Sumber: Analisis, 2014

2. Elemen Lunak

Vegetasi merupakan elemen luar bangunan yang memiliki berbagai

fungsi. Adapun fungsi-fungsi tersebut antara lain:

1. Sebagai barrier terhadap kebisingan maupun polusi

2. Sebagai peneduh

3. Elemen estetika landscape bangunan.

4. Pembentuk batas ruang

5. Pengendali kecepatan angin

Gambar 5.6 Contoh Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan dan Polusi

Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996

84

Gambar 5.7 Contoh Vegetasi sebagai Peneduh

Sumber: DPU Dirjen Bina Marga, 1996

Gambar 5.8 Contoh Vegetasi sebagai Pengendali Kecepatan Angin

Sumber: Russ, 2002

Lokasi site yang berbatasan dengan jalan membutuhkan perlindungan dari

polusi dan kebisingan dari luar.Oleh karena itu, penataan vegetasi sangat penting

dilakukan.Dalam hal ini, vegetasi berfungsi sebagai barrier dan juga pembatas

ruang.Selain itu juga dapat mencakupi fungsi sebagai peneduh di jalur yang

dilewati kendaraan untuk akses ke dalam.

Gambar 5.9 Penataan Vegetasi sebagai Barrier dan Pembatas Sumber: Analisis, Januari 2014

85

Vegetasi juga dapat berfungsi sebagai elemen estetika dalam suatu

lansekap.Penataan lahan kosong dapat dimanfaatkan untuk kebun kecil dengan

macam-macam tanaman.Selain memanfaatkan lahan kosong, kebun tersebut juga

dapat menjadi tambahan view dari dalam bangunan.

Gambar 5.10 Contoh Penataan Vegetasi pada Lahan Kosong Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013

5.4. Konsep Tata Ruang Dalam

5.4.1. Sirkulasi dan Organisasi Ruang

Pola sirkulasi ruang dalam memakai pola radial agar tidak menyulitkan

pengguna mencapai ruang-ruang yang akan dituju. Pola radial ini memadukan

unsur sirkulasi terpusat dan linier. Area di pusat adalah yang menjadi pusat

sirkulasi berupa hall atau lobby sehingga memudahkan pengguna untuk mencapai

ruang-ruang linier yang berkembang pada jari-jarinya.

Gambar 5.11 Pola Sirkulasi Radial Sumber: Analisis, Januari 2014

Pola radial cocok diterapkan pada ruang-ruang di sekolah dan asrama yang

memiliki banyak ruangan dengan ukuran, bentuk dan fungsi yang sejenis.Dalam

86

konsep deafspace guidelines, koridor menjadi area yang penting dan

membutuhkan banyak fitur desain yang menambah tanda visual bagi pengguna

tunarungu.Aktivitas siswa tunarungu di koridor misalnya adalah berbincang

dengan teman sambil melewati koridor.Pada saat tersebut, indera penglihatan

terfokus untuk berkomunikasi dengan lawan bicara sehingga kurang sigap

terhadap kondisi sekita.Oleh karena itu leveling antara koridor dengan ruang luar

sebaiknya tidak memiliki selisih ketinggian yang kontras dan sudutnya perlu

diperhalus agar tidak membahayakan.

Gambar 5.12Jalur Sirkulasi yang Diperlebar Sumber: AIA, 2012

Meskipun pada jalur sirkulasi radial, akan sedikit ditemukan persimpangan

jalan, namun hal tersebut tetap perlu disikapi dengan desain yang tepat.

Penghalusan sudut pada persimpangan dapat meminimalisir bahaya tabrakan

antara pengguna koridor yang berlawanan arah, juga dapat membantu pengguna

mengetahui pemakai koridor yang berada di belakangnya.

Gambar 5.13Zona Vibrasi Pada Koridor Sumber: AIA, 2012

87

Gambar 5.14Perhalusan Pada Persimpangan Jalur Sirkulasi

Sumber: AIA, 2012

5.4.2. Zonasi dan Hubungan Antar Ruang

Gambar 5.15 Zonasi Bangunan

Sumber: Analisis, 2014

Massa bangunan dipisahkan berdasarkan fungsi dan tingkat privasi ruang.

Ruang publik berupa hall terletak setelah entrance dan terletak di tengah massa

bangunan depan. Area semi publik terdiri dari ruang-ruang administrasi yaitu

kantor guru, ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha. Sedangkan area privat

terdiri dari ruang-ruang di sekolah dan asrama.

88

Bagan 5.2 Zonasi dan Hubungan Antar Ruang

Sumber: Analisis, 2014

5.5. Konsep Fisik Bangunan

5.5.1. Fasad bangunan

Fasad bangunan yang menghadap sisi timur diberikan elemen penanda

entrance dan bersifat kontras agar mudah dikenali sebagia entrance.Bentuk

entrance dapat lebih menonjol dibanding ruang lainnya. Pada setiap massa

bangunan yang berada di area dalam pun memakai material atau warna yang

berbeda sebagai penanda entrance.

89

Gambar 5.16 Contoh Entrance yang Menonjol dan Menggunakan Material Berbeda Sumber: www.indesignindonesia.com, diakses pada Januari 2014

5.5.2. Warna, Tekstur dan Material

Setiap ruang memiliki karakteristik yang disesuaikan dengan fungsi

ruang dan penggunanya.Adapun kesan karakteristik ruang yang diinginkan

didapat dengan pemilihan warna, tekstur dan material bangunan.

Tabel 5.7 Karakteristik Ruang

Nama Ruang Karakter

Area Ruang

Pembelajaran Warna interior yang digunakan berkisar pada warna krem cerah

Layout ruang menggunakan tempat duduk yang disusun letter U

Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup

Penghawaan alami dengan adanya ventilasi

Ruang Terapi

(Bina Wicara

dan BPBI)

Penggunaan material yang mendukung ruang kedap suara

seperti gypsum

Area ruang

administrasi

Layout dan sirkulasi ruang teratur dan sederhana

Penggunaan signage berupa gambar-gambar jelas dengan warna

kontras

Warna interior yang digunakan berkisar pada warna oranye

pastel

Pencahayaan dan penghawaan buatan

Ruang

perpustakaan

Warna interior berkisar pada warna biru lembut

Penggunaan signage yang jelas

Pencahayaan dan penghawaan buatan

Untuk meredam kebisingan, digunakan gypsum pada dinding

dan plafond

Area Asrama Warna interior berkisar pada warna hijau pastel

Pencahayaan alami didukung dengan bukaan yang cukup dan

pencahayaan buatan pada malam hari

Penghawaan alami dengan adanya ventilasi

90

Nama Ruang Karakter

Ruang sirkulasi Penggunaan signage yang jelas

Koridor lebar

Detail repetisi yang mengarahkan jalur sirkulasi menuju ruang-

ruan yang terhubung

Ruang

penunjang

(dapur, ruang

ibadah, ruang

tunggu, dsb)

Penggunaan signage yang jelas misalnya pada ruang ibadah

diberikan lampu yang menyala saat tiba waktunya beribadah

Permukaan tidak licin

Pada ruang ibadah dinding berwarna biru pastel untuk suasana

tenang

Toilet dan

kamar mandi

Permukaan tidak licin

Lebar pintu minimal 90 cm dan terdapat pelat tending di bagian

bawah

Mudah ditemukan

Penggunaan signage yang jelas

Ruang

publik/outdoor Penggunaan signage yang jelas

Permukaan relatif rata

Menghindari tangga undakan yang tinggi dan melengkapi

dengan ramp dengan kemiringan yang nyaman Sumber: Analisis, Januari 2014

Secara menyeluruh warna yangdigunakan cenderung ke warna lembut,

tenang dan alami.Warna-warna krem lembut dan gradasinya tidak gelap, dan tidak

terlalu terang, dirasa tepat untuk menimbulkan suasana terang yang cukup.Dalam

deafspace guidelines dijelaskan pemilihan warna interior tidak memakai warna

yang mencolok agar tidak cepat membuat mata lelah.

Gambar 5.17 Contoh Pembedaan Warna Pada Elemen Pembatas Ruang Sumber: AIA, 2012

91

Elemen pembentuk ruang antara dinding, lantai dan langit-langit

diberikan warna yang berbeda, namun tetap tidak kontras. Selain itu pembedaan

tekstur dan warna pada tiap fungsi ruangan dan zona yang berbeda akan

memudahkan pemahaman ruang bagi kalangan dengan keterbatasan. Dalam hal

ini, hal yang paling banyak dipertimbangkan dalam desain adalah untuk elemen

lantai dan dindingnya.Lantai ruang pada umumnya menggunakan perkerasan

keramik yang mudah dibersihkan, karena sehari-harinya tempat ini banyak

dijamah oleh publik.Setiap zona yang berbeda diberi pola lantai yang senada agar

memberi informasi visual yang jelas.Persyaratannya secara keseluruhan adalah

harus lembut namun bertekstur dan tidak licin untuk mendukung keamanan.

Gambar 5.18 Contoh Penggunaan Material Keramik dengan Warna yang Berbeda untuk Membentuk Pola Lantai

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013

Material bangunan menggunakan pasangan bata yang diplester dan

dicat. Batu bata mudah diolah dan disesuaikan dengan bentuk yang diinginkan,

dan setelah diplester mudah dicat dengan warna apa saja. Pada beberapa tempat

dikombinasikan dengan batuan alam sebagai aksen dan penanda ruangan.

Tabel 5.8 Tabel Karakteristik Ruang Berdasarkan Material Lantai dan Dinding

Ruang Lantai Dinding Lobi Terbuat dari tegel/terakota Terbuat dari paduan batu

alam dan kayu. Untuk sisi berdinding menggunakan warna krem-jingga agar terkesan friendly

Ruang Pembelajaran

Terbuat dari keramik putih bertekstur

Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang

Ruang tamu Terbuat dari lantai parket yang tidak terlalu gelap

Paduan kayu dan dinding bercat krem

92

Ruang Lantai Dinding KM + WC Tegel bertekstur Dinding keramik yang

cerah. Pada bagian luarnya, kamar mandi laki-laki dan perempuan dibedakan dengan warna pink dan biru. Warna ini sangat lazim untuk dipahami dengan mudah, bahwa biru merupakan warna laki-laki sedangkan pink untuk perempuan

Ruang rapat Terbuat dari keramik putih bertekstur

Gypsum acoustic

Ruang Terapi (Bina Wicara dan BPBI)

Terbuat dari lantai kayu Gypsum acoustic

Ruang Administrasi Terbuat dari keramik putih bertekstur

Berwarna cenderung krem cerah agar ruang tampak terang

Ruang Ibadah Terbuat dari lantai parket Dinding berwarna jingga cerah yang sesuai dengan warna lantai

Jalur sirkulasi & ruang antara

Pada bagian yang ternaungi atap, sirkulasi terbuat dari keramik. Pada bagian yang terkena panas matahari, jalur sirkulasi terbuat sari semen bertekstur

Dinding bertekstur dan cenderung dingin, misalnya menggunakan batu alam atau batu bata.

Perpustakaan Terbuat dari keramik agak gelap karena ruang sudah cukup terang

Menggunakan dinding dengan warna biru cerah. Karena untuk keperluan membaca, tingkat pencahayaan harus cukup terang. Selain itu diaplikasikan juga gypsum

Asrama Terbuat dari keramik putih bertekstur

Menggunakan dinding berwarna hijau pastel agar menimbulkan kesan rileks dan mendukung kegiatan istirahat penghuni asrama

Sumber: Analisis, Januari 2014

93

Pemilihan warna-warna cerah dan lembut selain mengurangi panas

yang terperangkap dalam bangunan, juga sesuai dengan konteks lansekap di

sekelilingnya.Pemilihan warna ini juga terkesan lembut dan nyaman, tapi tidak

membuat bosan.

Gambar 5.19 Ilustrasi Warna yang Digunakan Sumber: Analisis, 2013

Gambar 5.20Skema Warna Pada Ruangan Sumber: Analisis, 2014

Pada ruang dalam, terdapat zona vibrasi untuk memberi tanda apabila

ada orang lain yang masu ke dalam ruangan. Zona vibrasi tersebut dibuat

dengan material lantai dari kayu.

Gambar 5.21 Zona Vibrasi Pada Ruang Dalam Sumber: AIA, 2012

94

5.6. Konsep Sistem Bangunan

5.6.1. Sistem Pencahayaan

Pencahayaan pada ruang-ruang di SLB Tunarungu diusahakan

menggunakan pencahayaan alami, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008.Namun untuk beberapa ruang

dengan pengkondisian khusus dapat digunakan pencahayaan buatan dengan lampu

listrik.

1. Pencahayaan Alami

Ruang kelas dan ruang pembelajaran lainnya menggunakan pencahayaan

alami dan bertujuan agar lebih hemat energi dan lebih sehat.Pencahayaan

alami didukung dengan adanya bukaan yang lebar. Namun untuk mengurangi

panas matahari yang ikut masuk dengan cahaya, digunakan shading dan filter

berupa kisi-kisi pada jendela

2. Pencahayaan Buatan

Ruang-ruang yang memakai pencahayaan buatan adalah ruang kelas,

perpustakaan, ruang administrasi dan area asrama.Pencahayaan buatan

menggunakan lampu yang disusun dengan teknik pencahayaan baur (indirect

lighting) sehingga cahaya yang dihasilkan di ruangan bersifat merata dan tidak

membuat silau.

Untuk menghindari silau yang berlebihan, dapat digunakan shading pada

bangunan.Shading dapat dibagi menjadi:

- Shading buatan, yaitu didapat dari adanya bukaan pada ruang, tritisan

yang cukup, orientasi ruang dan bukaan yang tepat, aplikasi kaca blur,

korden, tirai, kerai, dan sebagainya.

- Shading alami yang didapat dari pemilihan vegetasi yang tepat.

Pada fungsi sirkulasi, metode dan jenis pencahayaan adalah linier, yaitu

bersifat mengarahkan.Lampu dipasang pada bagian atas dinding dan plafon.

5.6.2. Sistem Penghawaan

Sama halnya dengan sistem pencahayaan, penghawaan ruang pun

diusahakan menggunakan penghawaan alami pada ruang-ruang di SLB.Kecuali

pada ruang-ruang tertentu yang membutuhkan kondisi udara yang nyaman untuk

menungjang kinerja dalam ruangan.

95

1. Penghawaan Alami

Penghawaan alami didukung dengan adanya sistem ventilasi silang (cross

ventilation) yang memungkinkan udara melewati ruangan dengan lancar

sehingga penghawaan ruangan dapat terjaga kesejukannya.

2. Penghawaan Buatan

Untuk lebih memaksimalkan penciptaan kondisi udara dalam ruangan

yang baik, diperlukan sistem penghawaan buatan dengan dibantu dengan kipas

angin dan AC split. Pada perpustakaan misalnya, untuk mendukung

ketenangan dan kenyamanan perpustakaan, maka dibutuhkan AC split untuk

mengkondisikan udara dalam ruangan. Selain itu pada ruang guru, ruang

administrasi dan ruang kepala sekolah juga membutuhkan AC split. Untuk

ruang asrama yang meliputi tempat tinggal dan area belajar bersama bagi

siswa dapat dibantu dengan kipas angin.

5.6.3. Sistem Akustik

Sistem akustik pada ruang yang dipakai siswa tunarungu sangat penting

untuk diperhatikan.Hal ini karena keterbatasan siswa tunarungu mengalami

pendengaran.Ruang yang dibutuhkan adalah ruang yang memiliki sistem akustik

yang baik, tidak terganggu dengan kebisingan dari luar dan dapat menghantarkan

getaran dengan baik.Kondisi ruang yang demikian membutuhkan dukungan

material akustik yang mampu meredam suara dari luar. Khususnya di ruang Bina

Wicara dan Bina Persepsi Bunyi dan Irama, kondisi ruangan harus benar-benar

kedap suara untuk mendukung proses terapi tunarungu.

Pada ruang bina wicara dan ruang bina persepsi bunyi dan irama, kondisi

ruang harus dalam keadaan kedap suara agar siswa mampu menjalani terapi

komunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan kebisingan dari luar

ruangan.Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan material peredam suara pada

elemen lantai, dinding dan atap bangunan.

96

Gambar 5.22 Skema Penggunaan Material pada Ruang Kedap Suara Sumber: Analisis, 2014

5.6.4. Sistem Utilitas

1. Jaringan Air Bersih

Air bersih berasal dari air PDAM dan sumur (deep well).Perencanaan

sistem distribusinya adalah air ditampung terlebih dahulu pada reservoir

bawah, kemudian dipompakan ke tangki penampungan pada atap (upper tank)

dan didistribusikan ke tiap outlet yang membutuhkan baik di dalam maupun

luar bangunan.

Perletakan sumber air bersih berupa kran ditempatkan di setiap area

yang berfungsi sebagai taman untuk memudahkan proses penyiraman

vegetasi. Selain itu pengadaan air bersih juga dimanfaatkan dari pembaharuan

air hujan yang dapat digunakan pada penggunaan-penggunaan tertentu yang

tidak menuntut kehigienisan air misalnya untuk perawatan vegetasi dan

bangunan.

2. Jaringan Air Kotor

Air kotor terdiri dari tiga macam, yaitu grey water berupa air buangan

dari wastafel dan floor drain; black water berupa buangan dari kloset dan

urinoir; dan storm water yaitu buangan dari roof drain. Limbah air kotor yang

berasal dari dapur dan wastafel akan dibuang menuju sumur resapan, melalui

bak lemak yang berjarak setiap 10 m. Black water akan dialirkan langsung

menuju septictank.

97

Air hujan tidak langsung dibuang ke got, tetapi diresapkan terlebih

dahulu dan ditampung untuk keperluan yang tidak membutuhkan kehigienisan

yang tinggi, seperti flushing toilet dan menyiram tanaman.

3. Jaringan Listrik

Keperluan listrik dalam operasional bangunan bersumber dari PLN.

Jaringan listrik untuk keperluan sehari-hari bersumber dari PLN. Penggunaan

listrik relatif besar dan pencahayaan buatan merupakan bagian yang sangat

penting dalam menunjang aktivitas siswa tunarungu, oleh karena itu

diperlukan genset sebagai sumber listrik alternatif apabila terjadi pemadaman

Keperluan penunjang jaringan listrik seperti stop kontak, sakelar

lampu, dan alat elektronik lainnya berada di posisi yang mudah di jangkau di

setiap ruangnya. Selain itu diperlukan pengamanan agar tidak disalah gunakan

oleh anak-anak, misalnya di letakkan di ketinggian yang sulit dijangkau anak-

anak dan diberikan pengaman untuk stop kontak.

4. Sistem Evakuasi

Sistem evakuasi untuk tanda bahaya bencana dan kebakaran memakai

alarm bunyi dan lampu indikator bahaya pada setiap ruangan. Lampu tersebut

menyala berkedip-kedip dan dapat terletak pada dinding depan atau di plafon

seperti lampu yang berfungsi untuk pencahayaan ruang. Jalur evakuasi

bencana baik kebakaran maupun bencana lain harus diletakkan di setiap

ruangan, tentu saja dengan keterangan posisi ruang. Peta tersebut berwarna

terang dan kontras, serta memberikan informasi yang jelas.Jalur evakuasi

harus berakhir di tempat yang aman, dapat berupa lapangan terbuka atau

halaman.

98

Gambar 5.23 Skema Jalur Evakuasi

Sumber: Analisis, 2014

Untuk penanggulangan bencana kebakaran, dilakukan usaha preventif

dan represif seperti berikut:

1. Preventif

Usaha pencegahan terjadinya kebakaran dilakukan dengan pemilihan

material yang memiliki sifat resistensi cukup tinggi terhadap api, terutama

pada bagian ruang-ruang yang memiliki fungsi khusus sebagai jalur

evakuasi seperti tangga darurat dan jalur evakuasi. Selain itu penggunaan

alarm kebakaran pada setiap ruang juga diperlukan. Alarm kebakaran perlu

dilengkapi dengan adanya suara dan pertanda lampu agar dapat diketahui

oleh siswa tunarungu.

2. Represif

Pencegahan penjalaran api dari sumbernya ke ruang-ruang lain dengan

memilih material yang tidak menghantarkan api dengan cepat serta dengan

sistem pemadam kebakaran melalui sprinkler, hydrant dan fire

extinguisher.

99

Standar keselamatan dalam sistem evakuasi harus benar-benar

diperhatikan. Pada setiap massa bangunan dua lantai atau lebih, tangga darurat

terdapat di ujung bangunan dan jarak antar tangga darurat maksimal 40 meter.

Gambar 5.24 Jarak Maksimal Tangga Darurat Sumber: Analisis, 2014