bab v verifikasi kondisi eksisting industri prioritas€¦ · lokal. pasar ekspor produk mebel...
TRANSCRIPT
-
31
BAB V VERIFIKASI KONDISI EKSISTING INDUSTRI
PRIORITAS
Berdasar hasil analisis rantai nilai dan faktor kualitatif lokus
potensial ditentukan industri prioritas adalah industri furniture
dengan lokus Kabupaten Jepara, Kabupaten Sragen dan Kabupaten
Sukoharjo. Selanjutkan dilakukan verifikasi lapangan untuk
mengetahui kondisi eksisting industri prioritas di lokus potensial
tersebut.
5.1 Profil Industri Furniture Jepara
Industri furniture kayu merupakan salah satu industri unggulan di
kabupaten Jepara yang tersebar di beberapa kecamatan.
Berdasarkan data profil investasi kabupaten Jepara, jumlah IKM di
sektor industri furniture kayu pada tahun 2015 berjumlah 5.870
unit dengan nilai investasi sebesar kurang lebih Rp 263 miliar.
Penyerapan tenaga kerja dalam industri furniture sebanyak
75.603 orang; volume produksi mencapai 4,098,164 set furniture
dengan nilai produksi kurang lebih Rp 1,967 triliun.
Tabel 5.1. Perkembangan IKM Industri Furniture Kabupaten Jepara
Tahun 2013-2015
Indikator Satuan 2013 2014 2015
TK Orang 70,412 72,524 75,603
Jumlah Unit Usaha Unit 5,312 5,631 5,870
Volume Produksi (Bh /set) 3,816,801 3,931,305 4,098,164
Nilai Investasi Rp.000 244,950,139 252,298,643 263,007,110
Nilai Produksi Rp.000 1,832,084,307 1,887,046,836 1,967,139,927
Jika melihat pada pertumbuhan kinerja IKM industri furniture
kayu, Tabel 5.1 menunjukkan kecenderungan peningkatan kinerja
-
32
dari segi penyerapan tenaga kerja, jumlah unit usaha, volume
produksi, nilai investasi, dan nilai produksi dalam tiga tahun
terakhir.
IKM furniture di kabupaten Jepara melayani pasar ekspor maupun
lokal. Pasar ekspor produk mebel Jepara meliputi di antaranya
pasar Amerika, Timur Tengah, dan Asia. Rata-rata volume ekspor
IKM furniture berkisar antara 2-4 kontainer per bulan. Di samping
pasar ekspor, IKM furniture di kabupaten Jepara melayani pasar
lokal dari pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Pasar lokal memiliki
potensi yang besar dan risikonya dinilai tidak setinggi pasar
ekspor, khususnya risiko barang rusak.
Industri furniture kayu di Jepara memiliki karakteristik produk
yang berbasis ukiran. Jenis produk yang dihasilkan utamanya
adalah household furniture seperti kamar set, dinning room, living
room, dan kitchen set. Di samping household furniture, IKM
furniture kayu di kabupaten Jepara juga dapat menghasilkan office
furniture sesuai pesanan seperti almari untuk lab dari bahan
plywood meskipun bukan merupakan produk utama yang
dihasilkan. IKM furniture kayu di Jepara pada dasarnya bersedia
memenuhi pesanan office furniture mengingat switching cost yang
rendah (d.h.i. peralatan produksi yang digunakan relatif sama).
Dalam hal outdoor furniture untuk pasar ekspor, IKM furniture
perlu melakukan penyesuaian dengan musim yang berlaku.
-
33
Gambar 5.1. Gudang Penyimpanan Hasil Produksi Mebel
Mengingat hanya sekitar 10% IKM furniture yang memiliki ijin,
pemerintah Kabupaten Jepara memfasilitasi insentif pendirian
usaha yaitu dengan cara berbagai perijinan dapat dilakukan secara
bersamaan. Di samping itu, pemberian insentif diskon retribusi
sampai 50% diberikan kepada IKM furniture di Kabupaten Jepara
untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kegiatan usaha. Saat ini
kabupaten Jepara belum memiliki kawasan industri yang menjadi
pusat produksi dan perdagangan produk furniture kayu. Salah satu
isu mengenai regulasi pemerintah yang dihadapi oleh IKM
furniture kayu adalah mengenai verifikasi legalitas kayu (SVLK)
yang aturannya masih terus mengalami perubahan sehingga
memunculkan tren jual jasa SVLK.
-
34
Gambar 5.2. Contoh Hasil Produksi Pengrajin Mebel di Kabupaten
Jepara
Masalah klasik yang sering dihadapi oleh IKM furniture kayu
adalah dalam ketersediaan bahan baku khususnya kayu jati. Untuk
mengatasi tersebut maka diupayakan untuk menggunakan varian
kayu selain jati seperti kayu mahoni, kayu pinus dan kayu randu
yang sudah mengalami proses pengeringan. Dengan menggunakan
jenis-jenis kayu tersebut maka IKM furniture kayu di kabupaten
Jepara secara umum tidak mengalami kesulitan bahan baku
karena ketersediaannya mencukupi dan dapat dibeli sesuai
kebutuhan (tidak harus dalam jumlah besar). Namun demikian
masih ada masalah ketersediaan kayu lebar jika IKM ingin
berorientasi pada office furniture dimana akses kayu lebar masih
didominasi oleh pengusaha besar.
Ketersediaan tenaga kerja menjadi persoalan yang juga dihadapi
oleh IKM furniture kayu di Kabupaten Jepara. Meskipun secara
umum kualitas tenaga kerja dalam hal kemauan kerja memadai,
pasokan tenaga kerja bagi IKM furniture kayu cenderung
-
35
mengalami penurunan dengan keberadaan pabrik garmen. Oleh
karena itu, IKM furniture mengatasi permasalahan ketersediaan
tenaga kerja yang terbatas dengan efisiensi kerja melalui
pemanfaatan teknologi. Contoh: penggunaaan amplas tangan
digantikan dengan gerinda atau amplas kitir untuk mengamplas
ukiran.
Nara sumber : Bapak Edi – Prapanca Art Furniture Bapak Nova –
CV Nobilita Indonesia
*Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Juli 2016
5.2 Profil Industri Furniture Sragen
Industri furniture di kabupaten Sragen terkonsentrasi di wilayah
utara khususnya di kecamatan Kalijambe dengan konsentrasi
pengrajin furniture paling padat yang meliputi desa Karangjati,
desa Sambirembe, desa Jetis, dan desa Karangpung. Di samping itu
pengrajin furniture juga terdapat di kecamatan Gemolong yang
meliputi desa Ngembat dan desa Padas. 80% pengrajin furniture
di kabupaten Sragen berada pada dua wilayah kecamatan tersebut
(kecamatan Kalijambe dan kecamatan Gemolong). Kabupaten
Sragen telah memiliki klaster industri furniture yang telah berdiri
tujuh tahun yang lalu (2009) di empat desa: desa Banaran, desa
Sambirembe, desa Karangjati, dan desa Tegalombo. Satu unit
usaha kecil menengah furniture memiliki tenaga kerja 2 hingga 20
orang.
Secara umum pengrajin furniture di Kabupaten Sragen melakukan
kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan lokal dan sekaligus
bertindak sebagai pemasok bagi eksportir furniture. Produk
furniture dari Kabupaten Sragen banyak dipasarkan ke pedagang
furniture di pulau Jawa (70%) dan di luar pulau Jawa (30%)
termasuk 5% di antaranya untuk pasar ekspor. Sedikitnya produk
furniture dikirimkan ke pasar ekspor disebabkan karena pengrajin
furniture enggan menanggung risiko perubahan kualitas kayu.
-
36
Dalam hal kapasitas produksi dapat dihitung dengan asumsi unit
usaha furniture dapat menghasilkan 2 unit dalam satu minggu
(contoh: buffet 2m dan/atau rak buku). Untuk kecamatan
Kalijambe saja terdapat 15 RT yang masing-masing memiliki
kurang lebih 60KK. Dengan asumsi 75% KK menjalankan usaha
furniture maka dapat dihitung jumlah unit produk furniture yang
dihasilkan dalam satu tahun adalah sebagai berikut:
= 2 unit x 15 RT x 60 KK x 75% x 52 minggu = 70.200 unit.
Gambar 5.3. Furniture Siap Kirim ke Buyer
Kabupaten Sragen memiliki zona industri di kecamatan Kalijambe,
desa Sambirembe, dimana eskportir furniture beroperasi.
Kabupaten Sragen membuat kesepakatan tidak tertulis dengan
oleh ASMINDO Solo Raya untuk membentuk zona industri yang
dikelola oleh ASMINDO Solo Raya. Kabupaten Sragen telah
mengalokasikan wilayah seluas 25 ha dan 60% wilayah tersebut
telah dimanfaatkan di antaranya oleh 7 perusahaan eksportir
furniture untuk melaksanakan kegiatan operasional.
Pengrajin furniture Kabupaten Sragen memiliki fleksibilitas dalam
melakukan kegiatan produksi. Semua jenis produk furniture dapat
dihasilkan mulai dari furniture rumah tangga hingga furniture
perlengkapan kantor. Pengrajin furniture dapat menyesuaikan
-
37
produksinya sepanjang ada permintaan pasar untuk berbagai jenis
furniture tersebut. Pengrajin furniture di Kabupaten Sragen juga
mengadopsi skill produksi dengan mendatangkan pengrajin
furniture dari Kabupaten Jepara. Hal ini menyebabkan alih
pengetahuan dan skill pengrajin furniture di Kabupaten Sragen
sebagian mencontoh pengrajin furniture di Kabupaten Jepara.
Gambar 5.4. Bengkel Pembuatan Furniture
Dukungan pemerintah bagi pengembangan industri furniture di
Kabupaten Sragen diwujudkan dalam bentuk fasilitasi pendidikan
dan pelatihan seperti pelatihan pembuatan produk mebel (2014-
2016); pelatihan manajemen (2014); dan pelatihan finishing
produk (2015-2016). Dalam hal infrastruktur pendampingan IKM,
kabupaten Sragen telah memiliki Sragen Trading and Investment.
Namun saat ini fasilitas tersebut belum dimanfaatkan secara
maksimal.
-
38
Gambar 5.5. Pasar Mebel Kalijambe
Beberapa isu mengenai SDM furniture di Kabupaten Sragen yaitu
kemampuan desain, regenerasi SDM, dan orientasi
pengembangan. Pengrajin furniture memiliki kemampuan yang
baik dalam membuat furniture pesanan dimana desain telah
ditetapkan oleh pembeli (buyer). Namun pengrajin furniture di
Kabupaten Sragen belum banyak yang memiliki kemampuan
mengembangkan desain sendiri. Keterampilan teknis dalam
menggunakan perangkat lunak (software) komputer untuk
mengembangkan desain masih terbatas. Dari segi jumlah SDM,
Kabupaten Sragen mengalami kesulitan dalam regenerasi SDM
pengrajin furniture. Mindset generasi muda di Kabupaten Sragen
sebagian masih menganggap bekerja di industri furniture kurang
memiliki prestise (d.h.i. pekerja kasar) sehingga minim minat
generasi muda untuk terjun ke industri furniture. Di samping itu,
orientasi untuk mengembangkan usaha masih di kalangan
pengrajin furniture masih minim. Sikap puas dan cukup dengan
hasil yang ada menyulitkan pengrajin untuk dapat
mengembangkan usahanya
-
39
Permasalahan lain yang terjadi adalah dalam hal penentuan
standar harga. Pengrajin furniture masih bergantung dengan
pengepul dalam hal akses modal.
Hal ini menyebabkan pengepul yang memiliki kendali harga
produk yang dihasilkan pengrajin furniture. Hal ini menyulitkan
pengrajin furniture untuk memperoleh manfaat ekonomis dari
kegiatan produksinya. Untuk mengurangi dampak tersebut kluster
furniture Sragen telah membentuk pra koperasi yang masih belum
berbadan hukum untuk mengelola kegiatan simpan pinjam antar
anggota pengrajin furniture dengan nilai aset kurang lebih Rp 60
juta (per 18 Juli 2016).
Gambar 5.6. Bahan Baku Kayu Furniture
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sumarsono (ketua
Klaster Furniture Sragen), pra koperasi dapat beroperasi dengan
cukup leluasa jika memiliki modal minimal Rp 500 juta. Hal ini
dibutuhkan untuk menyangga harga furniture dan juga untuk
modal akses bahan baku ke tempat yang lebih murah (d.h.i. tidak
tergantung pada pengepul).
-
40
Berdasarkan pengalaman, KUB Furniture di Kabupaten Sragen
dapat mengakses bahan baku yang lebih murah di Tempat
Pelelangan Kayu di Purwodadi. Bahan baku yang dibutuhkan
kebanyakan berupa kayu jati dan kayu akasia.
Nara sumber:
1. Ibu Heni Setyowati – Disperindag Kabupaten Sragen
2. Bpk. Agus - Disperindag Kabupaten Sragen
3. Bpk. Riyanto - Disperindag Kabupaten Sragen
4. Bpk. Mustakim – Ketua Klaster Mebel Kab. Sragen
5. Bpk. Sarjoko - Ketua KUB Jaya Abadi
6. Bpk. Sumarsono – Ketua KUB Karya Sejahtera
*Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Juli 2016
5.3 Profil Industri Furniture Kabupaten Sukoharjo
Industri mebel kayu merupakan salah satu industri unggulan
Kabupaten Sukoharjo di samping batik dan mebel rotan. Data
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP)
Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa terdapat 15
perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) yang bergerak dalam bidang usaha
mebel kayu dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 2.388 orang
yang sebagian besar (67%) bekerja di perusahaan PMDN
sebagaimana nampak dalam grafik berikut:
-
41
Gambar 5.7. Grafik Komposisi tenaga kerja PMA dan PMDN di
Kabupaten Sukoharjo
Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)
Dibandingkan dengan usaha menengah dan kecil, jumlah
perusahaan besar relatif sedikit. Berdasarkan data Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sukoharjo, terdapat 15
usaha besar dari total 111 usaha mebel kayu di kabupaten
Sukoharjo. Gambar 5.8. Grafik Jumlah Usaha Mebel berdasarkan Skala Usaha
Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)
Pada umumnya IKM memproduksi mebel indoor rumah tangga
berdasarkan pesanan dengan memasok barang setengah jadi (sub
ekspor) kepada eksportir yang biasanya berupa PMA berskala
-
42
besar. Pasar yang dilayani eksportir tersebut meliputi Australia,
Amerika Serikat, dan Eropa. Grafik 5.9 menunjukkan bahwa sub
ekspor menjadi tujuan pemasaran utama para IKM (52%) disusul
dengan pasar dalam negeri. Hanya 17% IKM yang langsung
mengekspor produknya.
Gambar 5.9. Grafik Distribusi IKM Berdasar Tujuan Pemasaran
Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)
Selama ini belum diterima pesanan pengadaan mebel kantor baik
dari pemerintah maupun swasta walaupun dari sisi kapasitas
UMKM tersebut mampu melayani pesanan mebel kantor. Hal ini
disebabkan kemiripan dalam proses produksi dan kesederhanaan
disain mebel kantor relative dibandingkan mebel rumah tangga.
Seperti halnya pengrajin industri mebel di Kabupaten Sragen,
pengrajin mebel di Sukoharjo dapat menyesuaikan produksinya
sepanjang ada permintaan pasar untuk berbagai jenis furniture
tersebut. Akan tetapi salah satu kendala yang dihadapi untuk
menggarap pasar pemerintah adalah birokrasi pengadaan barang
yang cukup rumit.
-
43
Gambar 5.10. Ruang Produksi Mebel Kayu di Bulakan
Ketergantungan pengusaha mebel terhadap kayu sebagai bahan
baku sangatlah tinggi. Total volume bahan baku kayu yang
dibutuhkan oleh IKM mencapai 45.531 m3, dengan kebutuhan
tertinggi pada IKM dengan tujuan pemasaran sub ekspor.
Gambar 5.11. Grafik Kebutuhan Bahan Baku Kayu IKM Mebel Kayu
di Sukoharjo Berdasar Tujuan Pemasaran (m3)
Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)
-
44
Selama ini pasokan kayu berasal dari hutan rakyat di Wonogiri dan
Sukoharjo. Kelangkaan bahan baku kayu terjadi saat musim
penghujan sehingga menyulitkan pengusaha mebel kayu yang
tidak mampu bersaing dalam hal permodalan dengan perusahaan
besar yang mampu membeli kayu dalam jumlah besar sebagai
persediaan menghadapi kelangkaan kayu di musim hujan. Oleh
karena itu, IKM mebel kayu di kabupaten Sukoharjo
memanfaatkan sisa kayu dari perusahaan besar. Kesulitan untuk
melakukan stok bahan baku juga diakibatkan sifat kayu yang tidak
tahan lama sehingga harus segera diolah seperti kayu mahoni.
Gambar 5.12. Bahan Baku Kayu di Kabupaten Sukoharjo
-
45
Hal serupa juga terjadi dalam hal tenaga kerja, di mana pengrajin
kayu lebih memilih bekerja pada perusahaan besar karena fasilitas
kerja yang lebih modern dibandingkan fasilitas produksi
tradisional yang dimiliki pengusaha kecil walaupun dari sisi
pengupahan tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Distribusi
tenaga kerja berdasarkan tujuan pemasaran menunjukkan bahwa
sebagian besar tenaga kerja pada IKM terserap untuk melayani
pasar ekspor
Gambar 5.13. Grafik Distribusi Tenaga Kerja IKM Mebel Kayu
Sukoharjo Berdasarkan Tujuan Pemasaran (orang)
Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)
Tingginya serapan tenaga kerja pada IKM yang melayani pasar
ekspor sebanding dengan total investasi yang dikeluarkan oleh
IKM yang melayani pasar ekspor sebagaimana nampak pada grafik
5.13. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi jumlah
sebagian besar IKM melayani pasar sub ekspor namun
investasinya lebih rendah dibandingkan dengan IKM yang
melayani pasar ekspor.
-
46
Gambar 5.14. Grafik Nilai investasi IKM Mebel Kayu Sukoharjo
Berdasar Tujuan Pemasaran (Juta Rp)
Sumber: Disperindag Kabupaten Sukoharjo, 2016 (diolah)
Dukungan pemerintah bagi pengembangan industri furniture di
kabupaten Sukoharjo diwujudkan dalam bentuk fasilitas
pendidikan dan pelatihan seperti pelatihan disain produk mebel
dan pelatihan manajemen. Dalam hal disain produk mebel selama
ini lebih banyak tergantung pada permintaan pembeli meskipun
beberapa disain produk mebel sudah dapat dibuat sendiri. Selain
itu secara rutin mengikutkan IKM mebel kayu pada pameran di
beberapa kota besar seperti Jakarta dan Semarang dan memberi
bantuan peralatan produksi sederhana. Dalam hal infrastruktur di
kabupaten Sukoharjo telah dibangun Gedung Pusat Promosi
Produk Unggulan Daerah namun saat ini fasilitas tersebut belum
dioperasikan. IKM mebel kayu di kabupaten Sukoharjo juga
memiliki fasilitas bersama seperti gergaji benzo sementara untuk
oven masih memanfaatkan layanan oven di perusahaan lain.
-
47
Gambar 5.15. Pengering Kayu
Keterbatasan pasar yang dilayani IKM mebel kayu menimbulkan
ketergantungan yang tinggi terhadap eksportir karena pada
umumnya IKM menjual produknya kepada eksportir dalam bentuk
produk setengah jadi. Selanjutnya finishing akan dilakukan oleh
eksportir yang merupakan perusahaan besar. Meskipun IKM
mendapatkan down payment sebesar 30% untuk menjalankan
pesanan dari eksportir namun pelunasan memakan waktu yang
lama bergantung pada kecepatan eksportir menerima pelunasan
dari pembeli di luar negeri. Hal ini menimbulkan masalah modal
kerja karena IKM harus membayar bahan baku dan tenaga
kerjanya secara tunai.
Untuk mengurangi ketergantungan tersebut IKM perlu menjajaki
pasar baru dengan sistem pembayaran yang lebih menguntungkan
agar tidak lagi menghadapi masalah modal kerja. Menggarap pasar
lokal melalui pengadaan mebel kantor bagi pemerintah dan swasta
nampaknya menjadi alternative solusi yang cukup menjanjikan.
-
48
Perluasan pasar tentu berimplikasi pada peningkatan kebutuhan
bahan baku dan tenaga kerja untuk melayani pasar baru tersebut.
Upaya untuk merubah mindset para tenaga kerja perlu dilakukan
agar keputusan mereka dalam memilih tempat kerja didasarkan
pada aspek yang rasional seperti besarnya upah.
Persoalan lain yang dialami oleh IKM mebel furniture di kabupaten
Sukoharjo adalah dalam hal standarisasi harga produk dimana
masih sangat bervariasi. Meskipun sebagian pengrajin mebel di
kabupaten Sukoharjo seperti di wilayah Bulakan tergabung dalam
klaster mebel, belum semuanya mengikuti standar harga produk
yang disarankan. Dalam hal ini pengurus klaster hanya dapat
menyarankan anggota klaster mebel untuk dapat mengikuti harga
produk yang direkomendasikan dan tidak memiliki otoritas
mewajibkan IKM mebel untuk menggunakan rekomendasi harga
tersebut.
Narasumber:
1. Bapak Dwi- Disperindag Sukoharjo
2. Ibu Sri Hartati-BPMPP Sukoharjo
3. Bapak Wagiyanto-Ketua Klaster Bulakan
4. Bapak Sidhiq-Anggota Klaster Bulakan
*Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Juli 2016
Secara rinci peran masing-masing pemangku kepentingan dan
kerangka keterkaitan industri dapat dilihat sebagai berikut:
-
49
Tabel 5.2 Kerangka Pengembangan Industri Furniture Kayu
Industri Inti
Industri Furniture Kayu Industri/Jasa Pendukung
• Bahan Baku Kayu • Bahan Penolong: kuningan, lem, teak oil,
kain jok, kaca, tembaga, busa, kertas packing , dll
• Jasa pendukung: transportasi, lembaga keuangan, asuransi, asosiasi, libang, pemerintah
Industri Terkait • Kayu gergajian (saw-mill), plywood,
papan partikel, blockboard, dan MDF • Industri furniture logam • Industri rotan
Sasaran jangka pendek • Terdukungnya pencapaian target ekspor nasional dengan
tingkat pertumbuhan berkisar 6%-8% per tahun • Terwujudnya pengamanan pasar dalam negeri • Berkurangnya kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan
bahan baku • Terjadi peningkatan kemampuan disain dan finishing produk
Sasaran Jangka Panjang • Daya saing industri furniture yang kuat di pasar domestic dan
global makin kuat • Adanya keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan bahan
baku • Adanya kemadirian di bidang disain dan meningkatnya
kemampuan finishing produk • Terdukungnya aktivitas litbang industri furniture kayu • Pengelolaan hutan dan industri yang ramah lingkungan • Terjadinya penguatan basis industri furniture sehingga menjadi
World Class Industry Strategi
• Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai dari industri furniture kayu • Mengutamakan keseimbangan dari pasokan bahan baku kayu • Memperluas pasar dan promosi produk • Meningkatkan daya saing dengan konsep industri yang sehat, berkelanjutan, ramah lingkungan dan menguasai pasar global • Meningkatkan citra produk yang berwawasan lingkungan
-
50
Visi, Misi, Arah Pengembangan dan Strategi serta Indikator Pencapaian
o Visi: Terwujudnya industri furniture kayu di Provinsi Jawa Tengah yang berdaya saing tinggi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan o Misi:
o Meningkatkan kontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah yang ditandai dengan peningkatan kontribusi terhadap PDRB, perolehan devisa, peningkatan dan penyerapan tenaga kerja
o Meningktakan kemampuan SDM melalui penyediaan sarana dan prsarana pendidikan dan pelatihan, erta penyelenggaraan diklat secara berkesinambungan
o Meningkatkan pemanfaatan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu produk dan efisiensi, termasuk kemampuan rancang bangun dan perekayasaan permesinan
o Meningkatkan pasokan bahan baku dengan menjaga kelestarian lingkungan o Arah Pengembangan: Pengembangan focus dengan mempertimbangkan potensi pasar, ketersediaan bahan baku kayu, wsitching cost dan
dukungan pemerintah diarahkan pada furniture perlengkapan kantor yang dipandang memiliki potensi untuk pengembangan selanjutnya. Hasil analisis lokus menghasilkan usulan lokus prioritas pengembangan industri furniture yaitu: Kabupaten Jepara, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo.
o Strategi: o Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai dari industri furniture kayu o Mengutamakan keseimbangan kebutuhan dan pasokan bahan baku kayu o Memperluas pasar dan promosi produk o Meningkatkan daya saing dengan konsep industri yang sehat, berkelanjutan, ramah lingkungan dan menguasai pasar global o Meningkatkan citra produk yang berwawasan lingkungan
o Indikator Pencapian: : Industri furniture kayu di Jawa Tengah mampu bersaing di pasa dalam negeri dan ekspor, dengan tingkat pertumbuhan 6%-8% per tahun
-
51
Rencana Aksi Jangka Menengah (2016-2019)
Bahan Baku:
• Meningkatkan pasokan bahan baku kayu melalui kerjasama dengan wilayah penghasil kayu di sekitar sentra industri
• Memfasilitasi pengembangan system logistic bahan baku furniture kayu
• Meningkatkan penggunaan bahan baku alternative (contoh: kayu dari sawit dan kayu karet) untuk produksi furniture
• Melakukan pendampingan dan mentoring terhadap industri kecil dan menengah dalam rangka memperoleh SVLK untuk kepentingan pemenuhan standar bahan baku
• Mengoptimalkan peran klaster untuk memperoleh pasokan bahan baku dengan harga yang
Pasar:
• Memfasilitasi pelatihan penggunaan teknologi informasi dalam pemasaran produk furniture kayu (melalui e-commerce)
• Memberikan penyuluhan tentang pentingnya pemenuhan syarat SVLK untuk memasuki pasar ekspor
• Mengupayakan diterbitkannya regulasi terkait penggunaan furniture kayu produksi IKM untuk kantor pemerintah, sekolah negeri
Produksi:
• Mengadakan kegiatan sosialisasi standardisasi produk industri furniture kayu
• Mengintensifkan pelatihan teknik produksi dan disain dengan menggunakan CAM (computer aided manufacturing) dan CAD (computer-aided design) untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk furniture kayu
• Menyelenggarakan diklat tentang penjaminan mutu produk furniture kayu
• Memfasilitasi diklat tentang teknologi finishing bagi pengrajin IKM
Permodalan:
• Memfasilitasi akses terhadap sumber pembiayaan yang kompetitif (contoh: LPEI)
• Memfasilitasi pembentukan koperasi berbadan hukum
SDM:
• Menyelenggarakan diklat terapan untuk meningkatkan kompetensi SDM
-
52
Tabel 5.3 Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Furniture (2016-2019)
Rencana Aksi 2016 – 2019
Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait
20
16
20
17
20
18
20
19
Pu
sat (D
irjen
IKM
& A
gro
)&/
Pe
md
a
Din
pe
rind
ag
Pe
rhu
tan
i
Din
as K
eh
uta
na
n
Din
ko
p &
UM
KM
Aso
siasi (A
PM
IND
O)
Pe
rusa
ha
an
&
Ind
ustri
PT
dan
LItb
an
g
BAHAN BAKU
• Meningkatkan pasokan bahan baku kayu melalui
kerjasama dengan wilayah penghasil kayu di
sekitar sentra industri O O O O O
• Memfasilitasi pengembangan system logistic
bahan baku furniture kayu
O O O O O
• Meningkatkan penggunaan bahan baku
alternative (contoh: kayu dari sawit dan kayu
karet) untuk produksi furniture
O O O O O
• Memfasilitasi kerjasama antara daerah penghasil
bahan baku dengan daerah produsen furniture
kayu O O O O O
-
53
Rencana Aksi 2016 – 2019
Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait
20
16
20
17
20
18
20
19
Pu
sat (D
irjen
IKM
& A
gro
)&/
Pe
md
a
Din
pe
rind
ag
Pe
rhu
tan
i
Din
as K
eh
uta
na
n
Din
ko
p &
UM
KM
Aso
siasi (A
PM
IND
O)
Pe
rusa
ha
an
&
Ind
ustri
PT
dan
LItb
an
g
PASAR
• Mengembangkan dan memperkuat market
intelligence O O O O O
• Mengembangkan alternative pemasaran produk-
produk furniture di samping pameran dan misi-
misi dagang (contoh: e-commerce) O O O O
• Memfasilitasi pelatihan penggunaan teknologi
informasi dalam pemasaran produk furniture
kayu
O O O O O O
• Melakukan pendampingan dan mentoring
terhadap industri kecil dan menengah dalam
rangka memperoleh SVLK O O O
-
54
Rencana Aksi 2016 – 2019
Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait
20
16
20
17
20
18
20
19
Pu
sat (D
irjen
IKM
& A
gro
)&/
Pe
md
a
Din
pe
rind
ag
Pe
rhu
tan
i
Din
as K
eh
uta
na
n
Din
ko
p &
UM
KM
Aso
siasi (A
PM
IND
O)
Pe
rusa
ha
an
&
Ind
ustri
PT
dan
LItb
an
g
PRODUKSI/TEKNOLOGI
• Mengadakan kegiatan sosialisasi standardisasi
produk industri furniture kayu O O O O
• Mengintensifkan pelatihan teknik produksi dan
disain untuk meningkatkan daya saing dan
kualitas produk furniture kayu
•
O O O O O
• Menyelenggarakan diklat tentang penjaminan
mutu produk furniture kayu
O O O O O O
• Memfasilitasi diklat tentang teknologi finishing
bagi pegrajin IKM
O O O O O O
• Mengintensifkan proses produksi yang pro
lingkungan
O O O O
-
55
Rencana Aksi 2016 – 2019
Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait
20
16
20
17
20
18
20
19
Pu
sat (D
irjen
IKM
& A
gro
)&/
Pe
md
a
Din
pe
rind
ag
Pe
rhu
tan
i
Din
as K
eh
uta
na
n
Din
ko
p &
UM
KM
Aso
siasi (A
PM
IND
O)
Pe
rusa
ha
an
&
Ind
ustri
PT
dan
LItb
an
g
MODAL DAN PEMBIAYAAN
• Memfasilitasi akses terhadap sumber
pembiayaan yang kompetitif (contoh:LPEI)
O O O
• Memfasilitasi pembentukan koperasi berbadan
hukum
O O O O O
SDM
• Menyelenggarakan diklat terapan dalam rangka
meningkatkan kompetensi SDM industri
furniture kayu
O O O O O O
• Memberikan pendampingan kewirausahaan dan
manajerial bagi pengusaha industri furnture
O O O O O
• Memberikan pelatihan adminstrasi ekspor-
impor
O O O O O O
-
56
Rencana Aksi 2016 – 2019
Agihan Waktu Instansi/Lembaga Terkait
20
16
20
17
20
18
20
19
Pu
sat (D
irjen
IKM
& A
gro
)&/
Pe
md
a
Din
pe
rind
ag
Pe
rhu
tan
i
Din
as K
eh
uta
na
n
Din
ko
p &
UM
KM
Aso
siasi (A
PM
IND
O)
Pe
rusa
ha
an
&
Ind
ustri
PT
dan
LItb
an
g
REGULASI PEMERINTAH
• Menyederhanakan proses perijinan dengan
konsep satu atap
O O O O O
• Mengidentifikasi ulang jenis retribusi dan pajak
serta berupaya mengurangi beban biaya
O O O O O
• Mengupayakan diterbitkannya regulasi terkait
penggunaan furniture kayu produksi IKM untuk
pasar organisasi (contoh: lembaga pemerintah)
O