bab v upacara mappanretasi sebagai realitas …digilib.uinsby.ac.id/707/8/bab 5.pdf · penata adat...

48
183 BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS KEBERAGAMAAN WARGA NELAYAN BUGIS PAGATAN A. Upacara Mappanretasi Warga Nelayan Bugis Pagatan dari Waktu Ke Waktu 1. Pengertian dan Asal-usul Upacara Mappanretasi berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata; Mappanre dalam bahasa Indonesia berarti memberi makan, dan tasi artinya laut. Oleh karena itu, upacara Mappanretasi diartikan sebagai memberi makan laut. 1 Pada Tahun 1980an, nama Mappanretasi mengalami perubahan menjadi To Mappanre ri Tasie yang berarti bersama-sama makan di laut, yang dimaksudkan agar tidak menjadi perselisihan pendapat terhadap pengertiannya, tetapi karena kesulitan terhadap pengucapan kalimat tersebut, pada tahun-tahun selanjutnya masyarakat lebih senang dan mudah dengan ucapan Mappanretasi. 2 Upacara Mappanretasi yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis Pagatan Kecamatan Kusan Hilir ini merupakan tradisi, selain ditujukan untuk memohon perlindungan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan para Nelayan Bugis selama mencari nafkah melaut (berusaha di laut), juga untuk menyatakan rasa syukur kepada-Nya atas segala hasil yang berasal dari laut. 3 Upacara 1 Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut Mappanretasi Pagatan, (Tahun 1994/1995), 2. 2 Syakerani, “Upacara To Mappanre Ri Tasie Suku Bugis di Kusan Hilir Pagatan Kabupaten Kotabaru” (Skripsi, IAIN Antasari Banjarmasin, 1986), 93. 3 Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., Ibid. 2-3.

Upload: nguyentu

Post on 06-Mar-2019

274 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

183

BAB V

UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS

KEBERAGAMAAN WARGA NELAYAN BUGIS PAGATAN

A. Upacara Mappanretasi Warga Nelayan Bugis Pagatan dari Waktu

Ke Waktu

1. Pengertian dan Asal-usul Upacara

Mappanretasi berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata;

Mappanre dalam bahasa Indonesia berarti memberi makan, dan tasi artinya laut.

Oleh karena itu, upacara Mappanretasi diartikan sebagai memberi makan laut.1

Pada Tahun 1980an, nama Mappanretasi mengalami perubahan menjadi To

Mappanre ri Tasie yang berarti bersama-sama makan di laut, yang dimaksudkan

agar tidak menjadi perselisihan pendapat terhadap pengertiannya, tetapi karena

kesulitan terhadap pengucapan kalimat tersebut, pada tahun-tahun selanjutnya

masyarakat lebih senang dan mudah dengan ucapan Mappanretasi.2 Upacara

Mappanretasi yang dilaksanakan oleh masyarakat Bugis Pagatan Kecamatan

Kusan Hilir ini merupakan tradisi, selain ditujukan untuk memohon perlindungan

keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan para Nelayan

Bugis selama mencari nafkah melaut (berusaha di laut), juga untuk menyatakan

rasa syukur kepada-Nya atas segala hasil yang berasal dari laut.3 Upacara

1Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut Mappanretasi Pagatan, (Tahun 1994/1995), 2. 2Syakerani, “Upacara To Mappanre Ri Tasie Suku Bugis di Kusan Hilir Pagatan Kabupaten Kotabaru” (Skripsi, IAIN Antasari Banjarmasin, 1986), 93. 3Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., Ibid. 2-3.

Page 2: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

184

Mappanretasi merupakan suatu kegiatan ritual keagamaan untuk mewujudkan

rasa syukur kepada Tuhan yang dilaksanakan sekali setahun oleh warga Nelayan

Bugis Pagatan, masyarakat serta pemerintah setempat dengan memberikan

berbagai macam makanan atau sesajen di laut pada waktu dan tempat yang

ditentukan yaitu setiap bulan April.4

Salah seorang Sandro yang bernama La Dekka, menyatakan mengenai

pengertian upacara ini,5 yaitu:

Mappanretasi batuanna massorongritasi’e ‘olo yarengnge pakkonroanna tasi’e yeenatu nabi Khaidir nabianna wade pakkampi bale, suruonna Puangngallah Ta’ala. Harapanna patasi’e supaya idiyamaneng narekki asalamareng sibawa dalle’ maraja. (Mappanretasi artinya menyuguhkan makanan ke laut yang diperuntukkan kepada Nabi Khaidir yang ditugaskan oleh Allah SWT sebagai penjaga laut serta pengembala ikan. Semoga Allah SWT dapat memberikan keselamatan dan rezeki yang banyak bagi warga Nelayan).

Subjek penelitian yang lain, seorang Sandro yang menjadi pelaku utama

upacara warga Nelayan Bugis Pagatan ini sejak tahun 2008 sampai sekarang

sebagai penerus dan menggantikan Sandro sebelumnya (Pua La Dekka) bernama

Sandro Pua Jafri (Jafriansyah), ia mengungkapkan sebagai berikut:6

Mappanretasi batuanna massorongritasie yarengnge pakkonruonna tasie yeenatu nene’ta saweregading, supaya idiyamana pattasie yarekki assalamaren nannia dalle’ maraja. (Mappanretasi sama artinya dengan Massorongritasi, mempersembahkan ‘Olo (sesajen) kepada Saweregading sebagai leluhur suku Bugis yang dipercaya sebagai Penguasa Laut dengan harapan mendapatkan keselamatan dan rezeki yang melimpah bagi Nelayan ketika melaut).

4Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kal-Sel, Upacara Adat Mappanretasi, Tahun 2008. 9. 5La Dekka (84), Wawancara, Desa Pejala, 3 Juni 2010. La Dekka salah seorang Sandro (pemimpin) dalam aktivitas ritual keagamaan warga Nelayan Bugis Pagatan sejak tahun 1980an. 6Jafriansyah (58), Wawancara, Desa Pejala, 12 Juni 2010. Jafri mengatakan bahwa menurut cerita keturunannya yang selalu menyatakan tentang adanya Saweregading. Tetapi ia juga tidak menyangkal terhadap Nabi Khaidir yang diberi kuasa menjaga laut dan menjadi nabi nawewe (Nabinya air).

Page 3: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

185

Dalam pandangan seorang tokoh masyarakat Pagatan (Abd. Ganie Habe),

Mappanretasi adalah sekumpulan orang makan di laut bukan berarti memberi

makan laut. Dia mencontohkan kata makan siang bukan berarti kita makan di

siang hari tetapi tetap makan nasi.7 Menurut Pua Pusiah (Fauziah), Mappanretasi

diartikan sebagai wujud atau ungkapan rasa syukur warga Nelayan Bugis Pagatan

yang dilakukan di tengah laut kepada Tuhan atas nikmat yang diberikan melalui

kekayaan hasil laut berupa ikan yang dapat meningkatkan kesejahteraan

ekonomi.8

Pua Saide (Musaid AN) sebagai salah seorang tokoh Nelayan dan juga

Penata Adat Ogi (Bugis) Pagatan bertempat tinggal di Desa Wiritasi

berpandangan bahwa Mappanretasi pada awalnya dengan sebutan

Massorongritasi yang berarti menyuguhkan makanan ke laut dengan meyakini

adanya Penunggu laut, yang dilakukan oleh kelompok Nelayan tertentu secara

sederhana dan sembunyi-sembunyi, karena adanya kebutuhan bersama para

Nelayan waktu itu, yaitu keinginan mendapatkan penghasilan dan hidup dari laut,

dan setelah enam bulan bekerja mencari nafkah di laut, maka untuk mewujudkan

rasa syukur secara bersama-sama, mereka melaksanakan upacara di laut.9

7TIM Peneliti Fak. Dakwah IAIN Antasari, Pandangan Ulama terhadap Pesta Laut (Mappanresati) di Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Kotabaru, (Banjarmasin, 1996), 8. Abd. Gani Habe merupakan salah seorang ulama kharismatik di Pagatan, perannya cukup signifikan dalam memberikan perubahan pada upacara Mappanretasi ini, di antaranya ialah perubahan dari unsur-unsur mistik berupa mantra-mantra berbahasa Bugis dalam upacara tersebut ke arah pembacaan do’a secara Islami. Faisal Batennie, Wawancara, Kotabaru, 12 Maret 2010. 8Pua Pusiah (Fauziah; 68 Th), Wawancara, Sesepuh Adat di Desa Pakkatelu (Rantau Panjang Hilir), 12 November 2010. 9Musaid AN (65 Th), Wawancara, Ds. Wiritasi, 20 November 2010. Menurut Pua Saide, Massorong selain dilaksanakan di laut, juga dilakukan di darat, namun sekarang sudah mengalami perubahan, di mana Massorong hanya dilakukan di laut. Massorong di darat pada kebiasaan warga Nelayan Bugis di Pagatan ini dilakukan di rumah, di sawah dan di tempat lainnya, pada waktu ketika ada nadzar, ataupun terjadi suatu peristiwa yang mengaharuskan melakukan Massorong.

Page 4: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

186

Pua Konding (Zainuddin S) mengatakan bahwa upacara Mappanretasi

merupakan sebutan pada masa sekarang, sedangkan waktu dulu disebut dengan

Maccera’tasi yang berarti mengalirkan atau meneteskan darah binatang (ayam

atau kerbau) yang dipotong di laut. Upacara ini dilaksanakan oleh warga Nelayan

Pagatan dengan biaya atau dana dari Nelayan sendiri yang dilakukan pada waktu

tertentu yaitu pada masa-masa peceklik ikan setelah musim Barat (waktu itu ikan

tidak sepi, tetapi sulit untuk naik atau ditangkap), dan tanda-tanda bahwa apa yang

dilakukan oleh warga Nelayan tersebut diterima adalah setelah beberapa hari

kemudian Nelayan dapat kembali dengan mudah menghasilkan tangkapan ikan

dalam jumlah yang besar.10

Wa’ Mannu (Aminuddin)11 yang merupakan tokoh agama di Pagatan juga

mengutarakan bahwa upacara Mappanretasi ini sebagai upacara adat yang

ditradisikan secara turun temurun dari warga Nelayan Bugis Pagatan, upacara ini

diperuntukkan kepada penghuni, penunggu sekaligus penjaga laut yang disebut

warga Nelayan Bugis Pagatan dengan Pemmanatasi’e yaitu Nabi Khaidir (Nabi

Khaidir sebagai penjaga air, dan anaknya yang bernama Balyaton sebagai penjaga

ikan dengan sebutan kam yam nafis). Tokoh agama lainnya di Pagatan, Idham

Mansur mengatakan bahwa Mappanretasi merupakan selamatan kesyukuran

warga Nelayan atas hasil yang melimpah dari laut. Pada saat itu atau di masa-

masa penyelenggaraan Mappanretasi ini seakan-akan seperti hari raya bagi umat

Islam, di mana rumah-rumah Nelayan di sepanjang pantai Pagatan ini terbuka

10Zainuddin S (91Th), seorang Sandro yang dipercayakan warga Nelyan Bugis Pagatan untuk memimpin upacara Massorongritasi sekitar tahun 1960-1970an, Wawancara, Desa Juku Eja, 14 Desember 2010. 11Aminuddin (71Th), Wawancara, Desa Pejala, 27 April 2010.

Page 5: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

187

untuk siapa pun yang datang, dan mereka disiapkan serta disuguhi dengan

berbagai hidangan makanan Bugis Pagatan.12

Menurut Pua Pesal (Faisal Batennie), Mappanretasi adalah suatu

penyelenggaraan berbagai kegiatan atraksi budaya dan ritual agama warga

Nelayan Bugis Pagatan yang puncaknya adalah acara ritual Massorongritasie

yaitu Sandro menyuguhkan atau melarutkan makanan (‘Olo) ke laut yang

dipersembahkan kepada Penjaga laut yaitu Nabi Khaidir. Oleh karena itu,

penyelenggaraan Mappanretasi diisi dengan berbagai seremoni atraksi budaya

dan ditutup dengan acara ritual Massorongritasie. Ritual Mappanretasi ini

dilaksanakan di tengah laut dipimpin oleh Sandro, digiring dan diikuti oleh kapal-

kapal para Nelayan, setelah selesai rombongan Sandro kemudian kembali ke darat

untuk saling silaturrahim dengan para pengunjung dan keluarga, sekaligus

menerima ucapan selamat atas terlaksananya upacara Mappanretasi.13

Abdul Aziz Hasbol yang juga berperan sebagai Penata Adat mengatakan

bahwa Mappanretasi bukanlah diartikan secara leterlek sebagai memberi makan

laut, tetapi diartikan bahwa makan bersama di laut, sebagaimana kita makan

malam, apakah kita memberi makan kepada malam, hanya kita makan di waktu

12Idham Mansur (74 Th), Wawancara, Ds. Pasar baru, 26 Mei 2010. Idham juga menceritakan pada sekitar tahun 1950an, Pagatan terkenal dengan alat penangkapan ikan Bellat, dan menjadi salah satu daerah pengekspor terbesar ikan laut ke luar daerah di Kalimantan Selatan bahkan sampai ke pulau Jawa. Pernah, katanya, suatu ketika pada tahun 1953an, ikan Peda di Pagatan menjadi gunungan di pinggir pantai lautnya karena begitu banyaknya panen ikan Nelayan waktu itu, dan ikan sempat beburukan (tidak termakan lagi), bahkan ia juga pernah mengalamn tertidur pada gunungan ikan tersebut. Oleh karena itu, Nelayan Pagatan patut bersyukur kepada Allah atas rezeki yang begitu melimpah. 13Faisal Batennie, “Sejarah Mappanretasi Warga Nelayan Bugis Pagatan,” Makalah (Juku Eja, 2005), 2. Pua Peisal mengungkapkan bahwa Sandro sebagai pimpinan upacara tersebut merupakan sosok yang berakhlak mulia, adabnya baik, pemahaman ritual dan amaliyah agamanya juga baik, mereka puasa sunnah, dll. Dalam tradisi Ogi (Bugis) Pagatan, sebutan untuk laki-laki ialah Sandro Burani, dan untuk perempuan ialah Sandro Makunrai. Faisal Batennie, Wawancara, Kotabaru, 13 Maret 2010.

Page 6: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

188

malam. Oleh karena itu, upacara Mappanretasi diberikan pengertian sebagai

upacara adat sebagai bentuk saling menghargai antar sesama makhluk yang

diciptakan, menjadi media untuk mewujudkan terima kasih Nelayan kepada Nabi

Khaidir yang dilakukan di laut, karena Khaidir diberikan tugas dan dikuasakan

oleh Allah menjaga laut dan Nelayan mencari sesuatu di laut, maka untuk

menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya dan cara

upacara yang sesuai dengan keadaannya, upacara ini dipimpin oleh Sandrotasi

yang memang mempunyai garis keturunan dan memiliki kemampuan untuk

meminpin upacara warga Nelayan di tengah laut.14

Padly Zour sebagai tokoh budaya yang sangat masyhur tidak hanya di

Pagatan tetapi juga di Kalimantan Selatan, memberikan pandangannya tentang

upacara ini, yaitu bahwa Mappanretasi merupakan ruang budaya yang tertanam

sejak dulu di kultur masyarakat Pagatan dan khususnya di hati para Nelayan

Pagatan sebagai bentuk terima kasih secara bersama-sama, di mana waktu-waktu

pelaksanaannya digunakan dan diisi dengan berbagai atraksi budaya maupun

perlombaan seni Bugis Pagatan.15

Mengenai asal usul dari pelaksanaan upacara yang dilakukan warga

Nelayan Bugis Pagatan ini, sebagaimana yang terdapat dalam naskah Disbudpar

Kalimantan Selatan bahwa terdapat dua versi mengenai asal usul upacara 14Abdul Aziz Hasbol (50 Th), Wawancara, Kota Pagatan, 17 Mei 2011. Bagi Abdul Aziz, Sandro yang dapat memimpin upacara warga Nelayan ini bukanlah yang sering dikatakan kebanyakan orang dengan ‘dukun’, dukun memang Sandro dalam bahasa sederhananya, tetapi Sandrotasi belum tentu dukun, dan Sandrotasi merupakan tokoh yang menguasai kebiasaan upacara itu. 15Padly Zour (72 Th), Wawancara, Kota Pagatan, 13 Mei 2011. Padly yang sejak tahun 1972an tinggal di Pagatan, telah banyak mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak yang menghargai talentanya sebagai seorang budayawan maupun seniman, di mana ia telah banyak menciptakan lagu-lagu daerah di Kalimantan Selatan. Dalam upacara Mappanretasi sumbangan pemikirannya yang sangat populer ialah ciptaannya tentang tarian Mappanretasi dan beberapa teater yang digelar pada saat upacara tersebut.

Page 7: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

189

Mappanretasi menurut cerita yang diriwayatkan secara oral tradition (cerita

mulut ke mulut) di masyarakat Nelayan Bugis Pagatan.16 Pertama, diungkapkan

oleh Masnah,17 dengan versi Saweregading yang berasal dari sebuah legenda

tentang adanya Penguasa Laut atau Dewa Laut yang keluar atau lahir dari dalam

bambu (aur kuning) yang tumbuh di bawah gunung Wona Karaeng di Sulawesi.

Kedua, versi Muhammad Saleh yang diceritakan oleh Konding (Wa’ Konding).18

Saweregading, dalam versi yang diceritakan oleh Nurmasnah, hidup

sezaman dengan Nabi Nuh As, yang mengaku sebagai Tuhan dan disembah oleh

pengikutnya, demikianlah kepercayaan masyarakat sampai suatu ketika

Saweregading bertemu dengan Nabi Nuh. Nabi Nuh menyeru kepada

Saweregading dan pengikutnya agar beriman atau mempercayai bahwa Tuhan itu

adalah Allah SWT. Seruan tersebut tidak diindahkan oleh Saweregading dan

pengikutnya, bahkan Nabi Nuh diejeknya dan menjadi musuhnya. Saweregading

bersama pengikutnya, menjadikan kapal Nabi Nuh sebagai tempat pembuangan

hajat hingga pada akhirnya penuh dengan kotoran manusia. Semua manusia

membuang hajat di kapal tersebut, tetapi Nabi Nuh tidak juga berhenti dengan

seruannya, Saweregading pun makin marah. Salah seorang yang sudah tua renta

tidak kuat lagi untuk berjalan dipaksanya naik gunung menuju kapal Nabi Nuh

untuk membuang hajat. Dengan tertatih-tatih, orang tua tersebut melaksanakan

perintah Saweregading. Orang tua itu bukannya berhasil membuang hajat, tetapi

16Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., 18-26. 17Nurmasnah sebagai Penilik Kebudayaan Pagatan Kec. Kusan Hilir waktu diterbitkannya naskah Disbudpar Kalsel ini yaitu pada tahun 1994-1995. Ketika Penelitian ini dilakukan, Nur Masnah tidak berada di Pagatan. 18Wa’ Konding (Zainuddin S) seorang tokoh Nelayan Bugis Pagatan, yang juga pernah menjadi Sandrotasi pada tahun 1980an bertempat di Desa Juku Eja.

Page 8: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

190

ia terjatuh ke dalam kapal yang penuh kotoran manusia tersebut. Namun yang

terjadi, orang tua tersebut bukannya berlumuran dengan kotoran tetapi berubah

menjadi pemuda gagah, sehat dan kuat, maka para pengikut Saweregading pun

berlomba-lomba mendapatkan kotoran mereka sendiri, sebab kotoran tersebut

ternyata mujarab untuk mengobati segala macam penyakit. Dalam waktu yang

singkat, kapal Nabi Nuh As bersih kembali. Peristiwa tersebut berlanjut dengan

pudarnya kepercayaan masyarakat dengan Saweregading dan beralih kepercayaan

mengikuti seruan Nabi Nuh As. Saweregading bukannya sadar akan kebesaran

dan kekuasaan akan Allah SWT, ia bahkan menentang Nabi Nuh dengan

menyabung ayam, dan tantangan itupun diterima oleh Nabi Nuh As. Pada hari

yang telah ditetapkan Saweregading membawa ayam besar tegap dan berwarna

merah, Nabi Nuh membawa ayam berwarna putih. Saweregading yakin akan

menang, mengingat ayamnya adalah ayam petanding pilihan yang tidak ada

duanya. Tapi, kenyataannya tidak sebagaimana yang diharapkan oleh

Saweregading, sebab begitu pertandingan akan dimulai, Malaikat Jibril datang

membawa petunjuk untuk Nabi Nuh As, agar ia menghentakkan kakinya ke bumi.

Begitu perintah dilaksanakan, bumipun terbelah dua. Nabi Nuh beserta

pengikutnya naik ke kapal beserta ayamnya, dan Saweregading beserta

pengikutnya yang tersisa dan ayamnya tenggelam di laut.

Cerita tersebut akhirnya menimbulkan kepercayaan bahwa Saweregading

adalah penguasa laut. Saweregading bukan mati karena tenggelam ditelan laut,

tetapi ia tetap hidup dan menjadi “Dewa Laut”. Di laut Saweregading menguasai

segala penghuninya, terutama ikan-ikan. Kepercayaan tersebut terus berkembang

Page 9: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

191

yang akhirnya membawa konsekuensi, apabila ingin mendapatkan tangkapan ikan

di laut, maka haruslah menghormati penguasa laut dengan jalan memberi sesajen

ke laut. Dengan kata lain memberi makan laut atau dalam bahasa Bugisnya

disebut Mappanretasi, yaitu sebagai sikap tunduk para Nelayan kepada penguasa

laut dengan tujuan agar sumber rezeki mereka dapat digali terus menerus.

Akhirnya kepercayaan tersebut dimanifestasikan setiap tahun hingga sekarang,

meskipun mayoritasnya masyarakat Pagatan Suku Bugis itu beragama Islam.

Dalam pandangan mereka, Mappanretasi telah merupakan adat turun menurun

yang harus dilaksanakan, dan jika tidak maka sumber kehidupan para Nelayan

akan menjadi kering dan peceklik ikan.19

Mengenai asal muasal upacara yang terkait dengan cerita di atas, dalam

pandangan Sandro Jafri yang memang melakukan upacara sebagai Massorongri

Saweregading ini karena para zuriat keturunannya yang terdahulu melakukannya,

dan senantiasa ditradisikan, diperlihatkan dan bahkan diajarkan kepada generasi

selanjutnya. Karena selain dari pengalaman dalam kehidupannya sebagai nelayan,

Jafri juga merupakan salah satu generasi penerus keturunan anak cucu Sandro dari

pelaku utama tahun 1920an (Wa Iccu). Bagi Jafri, sebagaimana yang disampaikan

dan diajarkan kepadanya bahwa Saweregading ialah seorang Dato Nelayan yang

menjadi Penunggu Laut dan menjadi perantara bagi para Nelayan yang dapat

menyampaikan permohonannya kepada Allah, sehingga apabila sampai waktunya

(satu tahun) Nelayan pun harus melakukan Massorongritasi’e sebagai wujud

terima kasih. Namun, Jafri tidak menyampaikan lebih lanjut, menurut

19Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., 18-21.

Page 10: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

192

pengetahuannya mengenai sosok Saweregading ini. Ia hanya yakin bahwa

Saweregading merupakan Dato (leluhur) Nelayan yang juga dapat menjaga dan

membantu para Nelayan dari peristiwa spontan dan tidak terduga yang dapat

membahayakan dan mencelakakan Nelayan di mana medan laut, kondisi laut tidak

dapat ditebak bahkan dapat terjadi suatu kejadian yang tidak diperkirakan sebelum

Nelayan turun melaut.20

Menurut Pua Gani (Abd. Ganie Habbe), Saweregading yang dipercayai di

kalangan masyarakat Bugis Pagatan itu adalàh dari legenda seorang raja yang

berkuasa di sebelah Timur Pagatan. Ia berkuasa pada abad ke-5 Masehi atau

sebelum Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia. Saweregading adalah raja

keturunan angin, sehingga kalau ia ingin bepergian ke mana saja cukup dengan

menggunakan angin yang berhembus, ia bisa sampai ke tempat tersebut.21

20Jafriansyah (58), Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. Sandro Jafri merupakan keturunan ke 4 (empat) dari Wa Cendra. Wa’ Cendra ialah Sandro generasi kedua setelah Sandro Wa’ Iccu, dan garis keturunan yang ketiga ialah Wa’ Rahing (H. Abdurrahim). Bagi Jafri, keyakinan terhadap Saweregading sebagai Penunggu laut di samping tidak lepas dari pengaruh para nenek moyangnya terdahulu, juga dari pengalaman yang didapatkannya dalam kehidupannya. Ia menceritakan suatu saat pada tahun 2005, tepatnya malam jum’at pukul 01.00 an Wita, seorang perempuan bernama (Suaibah) dirasuki/kesurupan (dimasuki) Penunggu Laut. Pada pagi harinya pukul 8.00 Jafri diminta bertemu dengan perempuan tersebut, ia kemudian melakukan dialog dengan Penunggu Laut tersebut yang sedang marasuki di dalam diri perempuan tersebut: “dewelo’ tarima’i pa’berena salaing iko Jafri” (bahwa Penunggu laut tersebut tidak dapat menerima Massorong yang dilakukan orang lain selain Pua Jafri, karena ia termasuk dari zuriat/asbahnya), dan Penunggu laut tersebut meminta kepada Pua Jafri untuk bisa menjadi Sandrotasi, sebab kalau Jafri tidak berkenan maka ia tidak akan kembali ke tempat asalnya, dan Jafri pun memenuhi permintaan tersebut. Setelah itu, Jafri bertemu dengan Sesepuh Adat untuk minta kesepakatan untuk dijadikan Sandrotasi pada Mappanretasi berikutnya (2006). Dan hari jum’at tahun 2005 juga pada pukul 9.30, Jafri melakukan Massorongritasi yang pertama dengan beberapa warga Nelayan untuk memenuhi permitaan Penunggu laut tersebut. ‘Olo waktu itu hanya 2 ekor ayam laki dan betina. Namun, pada tahun 2006 sampai pada tahun 2007, Penata Adat belum memberikan kesempatan kepada Jafri untuk menjadi Sandrotasi, dan perempuan (Saibah) tersebut kembali dirasuki (masuk ke dalam dirinya) Penunggu laut dengan permintaan seperti peristiwa pertama. 21Tim Peneliti Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin, Pandangan Ulama terhadap Pesta Laut (Mappanretasi) di Kecamatan Kusan Hilir (1995), 9. Dalam penelitian ini, menurut cerita bahwa Saweregading datang sendiri dan tidak dilahirkan, ia keluar dari bambu aur kuning yang tumbuh di bawah gunung Wonokaraung di Sulawesi. Upacara Mappanretasi diperuntukkan kepada Saweregading tersebut.

Page 11: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

193

Adapun versi Muhammad Saleh (Bugis Pagatan: Selaha) yang diceritakan

langsung oleh seorang tokoh Nelayan Pagatan Kalimantan Selatan bernama

Wa’Konding (Zainuddin S),22 sebagai berikut:

Pada awalnya Mappanretasi dilakukan oleh pihak keluarga Muhammad

Saleh sekitar tahun 1950an. Muhammad Saleh bermata pencaharian pokok

sebagai Nelayan. Pada suatu hari dia (Muhammad Saleh) menjala di laut. Bukan

ikan yang terjala, tetapi seorang bersurban putih dengan mengenakan baju dan

celana berwarna kuning. Muhammad Saleh terkejut dan mengangkat orang

tersebut ke perahu. Setelah itu keduanya berdialog. Inti dialog tersebut adalah

disepakatinya tiga hal, yaitu Pertama, orang tersebut akan menjaga Muhammad

Saleh dalam menangkap ikan. Kedua, selalu mengenang Muhammad Saleh.

Ketiga, akan selalu membantu Muhammad Saleh dalam mencari ikan. Sedangkan

sebaliknya Muhammad Saleh juga berkewajiban; Pertama, memberi makan

sebagai tanda persaudaraan. Kedua, selalu siap menerima kedatangannya kapan

saja. Ketiga, selalu mengingat orang itu baik di waktu senang maupun di waktu

susah.

Setelah disepakati, maka Muhammad Saleh pun berdiam sejenak, dan

setelah itu meneruskan perjalanannya menangkap ikan dengan jala dibentangkan

dan setelah diangkat ternyata penuh dengan ikan. Muhammad Saleh berdiam diri

dan bertanya-tanya dalam hati, siapa orang tersebut. Akhirnya Muhammad Saleh

pulang dengan perahu penuh dengan ikan. Ketika tiba di rumah ia menceritakan

kejadian itu kepada istrinya dan juga kepada anak-anaknya. Sejak itu Muhammad

22 Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., 22-26.

Page 12: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

194

Saleh selalu berdiam diri, memikirkan tentang kejadian yang baru saja

dialaminya. Ketika keesokan harinya Muhammad Saleh turun ke laut untuk

menangkap ikan lagi, maka iapun memperoleh hasil yang banyak pula.

Demikianlah seterusnya setiap kali Muhammad Saleh turun ke laut. Maka ia

selalu kembali dengan perahu yang penuh dengan ikan.

Beberapa hari kemudian, tepatnya malam Jum’at orang tersebut datang ke

rumah Muhammad Saleh. Pada waktu ia datang tercium bau semerbak wangi.

Muhammad Saleh menyambut kedatangan saudaranya itu dengan gembira.

Namun anak dan istrinya tidak dapat melihat wujud tamunya tersebut. Setelah itu

mereka bertemu dalam mimpi pada malam hari. Dalam mimpi Muhammad Saleh

meminta berbagai permintaan. Demikian pula pada mimpi-mimpi malam

berikutnya. Setelah kejadian itupun Muhammad Saleh menemui Sandro, guna

meminta penjelasan tentang peristiwa yang dialaminya. Setelah mendengar

penjelasannya dan keterangan Muhammad Saleh, maka Sandropun menyuruh

Muhammad Saleh memberikan apa-apa yang diminta oleh saudaranya itu.

Pada malam Jum’at berikutnya, kembali Muhammad Saleh mendapat

mimpi, agar permintaan saudaranya itu diserahkan ke tempat saudaranya itu di

laut. Sejak saat itu maka pada setiap malam Jum’at Muhammad Saleh

menghidupkan dupa prapen di rumahnya, karena pada setiap malam Jum’at

saudaranya itu selalu datang menemuinya dengan tidak menampakkan wujudnya.

Muhammad Salehpun mengabulkan permintaan-permintaan tersebut dengan

bantuan Sandro. Waktu itu, yang menjadi Sandro adalah Wa’ Icu atau Pua’

Deceng adik dari istri Muhammad Saleh sendiri. Akhirnya Muhammad Saleh

Page 13: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

195

menjadi kaya dan banyak memiliki anak buah serta beberapa buah perahu dan

kapal. Karena itulah ia pun diangkat menjadi Pimpinan atau Kepala Toa (Kepala

Desa). Setelah menjadi Kepala Toa Muhammad Saleh mengajak masyarakatnya

memberi sesajen ke laut secara bersama-sama yang dipimpin oleh Sandro. Sejak

itu pemberian makan atau sesajen tidak lagi hanya dilakukan oleh keluarga

Muhammad Saleh, tetapi sudah melibatkan para Nelayan Bugis Pagatan.

Pemberian sesajen dilakukan setelah setahun sekali, yaitu pada hari Senin

bulan Sya’ban. Pelaksanaannya dilakukan pada jam 06.00 Wita meninggalkan

rumah menuju ke laut, dan tepat jam 08.00 Wita, maka penyerahan sesajen pun

dilakukan oleh Saudara Muhammad Saleh bernama Wa’ Selli. Maka, penyerahan

sesajen setahun sekali telah menjadi tradisi masyarakat Pagatan, dalam hal ini

masyarakat Nelayan secara turun temurun hingga sekarang. Menurut kepercayaan

mereka, saudara Muhammad Saleh yang diberi sesajen itu adalah penjelmaan dari

Nabi Khaidir, yang menguasai laut dan seisinya. Upacara adat Mappanretasi ini

bertujuan memberi makan atau sesajen sebagai penghormatan kepadanya dan ia

juga makhluk Allah SWT.

Sandro La Dekka mengatakan bahwa asal muasalnya upacara

Massorongritasi’e ini memang telah dilakukan oleh garis keturunannya yaitu

Dato Terong, kemudian Dato Iri, kemudian Dato Cendra, kemudian

Abdurrahman, dan Wa’ Rahim (H. Abdurrahim) dan kemudian Dekka yang lebih

meyakini sesuai dengan pengetahuan yang langsung didapatkannya dari Pua

Rahing (H. Abdurrahim) bahwa Massorongritasi’e diperuntukkan kepada Heder

(Nabi Khaidir) sebagai Penjaga Laut yang diberi kuasa oleh Allah. Karena setiap

Page 14: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

196

wilayah, Allah Ta’ala telah menentukan penjaganya, dan untuk penjaga air (laut)

ialah Nabi Khaidir. Ia diajarkan bahwa Khaidir merupakan salah satu nabi yang

diberikan kemampuan di luar batas-batas tradisi atau adat, di antara kemampuan

Khaidir ialah dapat membaca apa yang akan terjadi di masa akan datang, dan ini

sesuai dengan cerita yang disampaikan kepadanya tentang pertemuan Musa

dengan Khaidir. Dekka juga mengatakan bahwa ia diajarkan tentang Khaidir yang

tidak pernah ada riwayat kematiannya, jadi Nelayan (khususnya Dekka) meyakini

bahwa Khaidir masih hidup sampai sekarang dan menjadi Penjaga Laut. Sehingga

ketika akan melaut, Nelayan harus meminta izin, meminta maaf dan berdo’a untuk

Khaidir, dan jangan sampai lupa mensyukuri hasilnya nanti. Pada awalnya

memang hanya sebagian kecil Nelayan yang mengikuti kegiatan upacara di laut

ini, namun tahun ke tahun, semakin merasakan kebersamaan dan dapat menikmati

hasil dari laut, dan sekarang kebanyakan warga Nelayan Bugis Pagatan mengikuti

ritual upacara massorongritasi ini.23

Adapun Pua Kiramang, mengatakan dari cerita yang disampaikan

kepadanya daripada para nene’na (keturunan pendahulunya) bahwa Saweregading

merupakan anak cucu Adam juga, Sawe artinya bertambah banyak dan gading

artinya berasal dari dalam buluh (paring), dan para pendahulunya melakukan

sesuatu/ritual atas keyakinan tradisi yang berlaku waktu itu. Sedangkan Pua

Kiramang menyatakan bahwa ia lebih meyakini asal muasal dilakukannya ritual

Massorongritasi ini juga bersumber dari kisah pertemuan Nabi Musa dengan Nabi

Khaidir. Menurutnya, ketika Nabi Musa merasa sombong kerena dapat berbicara

23La Dekka (84), Wawancara, Desa Pejala, 5 Juni 2010.

Page 15: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

197

langsung dengan Allah, Allah menegurnya dan memberitahukan kepada Musa

bahwa ada hamba Allah yang juga tinggi derajatnya di sisi Allah, kemudian Allah

menyuruh Musa mencarinya dengan membawa seekor ikan mati yang kering

dengan berperahu, ketika ikan mati tersebut meloncat hidup ke laut maka disitulah

terdapat hamba Allah yang bernama Khaidir. Dari cerita ini, Pua Kiramang

menyatakan bahwa Massorong diperuntukkan kepada Nabi Khaidir sebagai

Penjaga laut Allah. Ritual yang dilakukan lebih banyak dengan bertawassul dan

berdo’a (terutama do’anya Nabi Khaidir).24

2. Upacara Mappanretasi dari Tahun ke Tahun,

Upacara Mappanretasi bagi warga Nelayan Bugis Pagatan yang

berlangsung sejak puluhan tahun silam ini, selalu mereka selenggarakan setiap

tahun. Faisal Batennie menyatakan bahwa tidak ada catatan yang dapat dijadikan

rujukan dan bukti sejarah kapan pertama kalinya upacara Nelayan ini

dilaksanakan, tetapi yang pasti bahwa upacara ini senantiasa dilaksanakan setahun

sekali oleh warga Nelayan Bugis pagatan, yang waktu pelaksanaannya setiap

bulan April.25 Dalam naskah Depparpostel Kanwil Kalsel, upacara Mappanretasi

ini dilaksanakan oleh masyarakat Nelayan Bugis di Desa Pejala Pagatan sejak

tahun 1901, yang dipelopori oleh La Muhamma yang menjadi Kepala Toa

24Pua Kiramang (Siti Rahmah), Wawancara, Desa Paguruyng, 16 Mei 2011. Pua Kiramang, sesuai dengan ceritanya, merupakan keturunan dari nene’ Janggo anak dari Puange Petaaong dari Sulawesi. Nene’ Janggo, katanya, adalah orang yang pertama melakukan upacara Massorong ini, kemudian wa Iccu, kemudian Wa’ Cendra, Wa’ Rahim, Dekka dan terakhir Jafri. 25Pada bulan April, kegiatan melaut Nelayan Bugis Pagatan sudah mulai berkurang, atau dengan kata lain musin ikan, yaitu pada musim Barat (Oktober-April) sudah mulai berakhir dan menunggu musim ikan berikutnya. Oleh karena itu, April menjadi waktu yang tepat untuk melakukan syukuran atas segala hasil yang didapatkan dari pekerjaan melaut. Faisal Batennie, “Sejarah Mappanretasi Warga Nelayan Bugis Pagatan,” Makalah (Juku Eja, 2005), 2.

Page 16: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

198

(Kepala Kampung yang pertama di Pejala)26. Dan menurut versi Pua Konding

(Zainuddin S), upacara Mappanretasi ini pada awalnya dilakukan oleh pihak

keluarga Muhammad Saleh sekitar tahun 1950-an.

Pua Saide (Musaid AN) mengatakan bahwa asal mula Mappanretasi

disebut dengan Massorongritasi (menyerahkan persembahan sesajen ke laut) yang

dilaksanakan sekelompok Nelayan Bugis Pagatan yaitu pada tahun 1918, waktu

itu La Sukke sebagai Kepala kampung Pejala, yang menjadi pelopor pelaksanaan

acara Massorongritasi ini. Pada waktu itu, upacara ini dilaksanakan secara

sembunyi-sembunyi karena sangat berbau kemusyrikan dan mubajir dan dianggap

bertentangan dengan ajaran agama (baca: Islam). Para Nelayan menyatakan rasa

syukurnya mereka dengan memotong kerbau di laut yang diperuntukkan kepada

Penunggu Laut/Penguasa Laut dan sesajen tersebut benar-benar dibuang ke laut.27

Senada dengan ini, Pua Peisal dalam tulisannya juga menyatakan bahwa pada

masa pemerintahan La Sukke sebagai Kepala Kampung Pejala berikutnya (1920- 26Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kal-Sel, Upacara Adat ., 9. Riwayat tentang La Muhamma sebagai kepala kampung Pejala di Pagatan dan menjadi pelopor upacara ini dinyatakan juga oleh Padly Zour, bahwa La Muhamma lah yang berperan sebagai tokoh Nelayan waktu itu mengajak dan menghimpun Nelayan untuk melakukan upacara yang menjadi tradisi turun temurun di warga Nelayan Bugis Pagatan. Padly Zour (72 Th), Wawancara, Kota Pagatan, 13 Mei 2011. 27Musaid, Wawancara, Ds. Wiritasi, 20 November 2010. Pua Saide menceritakan bahwa pada tahun 1992an, ketika akan dilaksanakan Mappanretasi, satu hari sebelum hari puncak upacara tersebut, seorang warga datang kepadanya meminta tolong dengan Sandro untuk mengobati anaknya seorang perempuan yang sedang sakit. Anak tersebut mandi di pantai Pagatan bersama-sama dengan teman-temannya, dan ternyata ada yang merasuk ke tubuhnya. Setelah terjadi dialog antara mereka, Pua Saide dan Sandro tidak mengerti bahasa orang yang ada di dalam tubuh anak tersebut, dipanggil orang yang mengerti bahasa Jawa asli (Kraton). Setelah dapat dimengerti, dimafhumi bahwa yang ada dalam tubuh anak perempuan itu mengakui sebagai Nyi Roro Kidul, yang ingin hadir dan mengikuti upacara Mappanretasi warga Nelayan Bugis Pagatan tersebut, kalau tidak maka anak perempuan itu akan dibawanya pulang. Nyi Roro Kidul juga meminta untuk disiapkan juga 7 (tujuh) dayang-dayang yang berpakaian adat Kraton, kemudian kembang 40 macam dan ketan hitam serta panggang ayam. Setelah orang tuanya, Sandro serta Pua Saide menyetujui permintaan tersebut, maka si anak perempuan itu langsung bangun, dan ia langsung minta makan dan minum seperti sebelumnya. Waktu itu juga hadir H. Kurdi (paman anak perempuan) kepala Desa dan tokoh Muhammadiyah di Pagatan, setelah menyaksikan peristiwa tersebut, ia menyatakan setuju mempersiapkan segala yang diminta dari peristiwa tersebut dan pelaksanaan diserahkan sepenuhnya kepada Sandro dan Pua Saide.

Page 17: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

199

1955), penyelenggaraan Mappanretasi selalu dengan memotong kerbau yang

kemudian dimasak dan dihidangkan kepada siapapun yang hadir pada waktu

upacara tersebut. Rumah para Kepala Kampung dan Punggawa terbuka untuk

siapapun, demikian juga kapal-kapal Nelayan dipenuhi makanan yang akan

disuguhkan bagi para pengunjung yang ikut ke laut untuk menyaksikan upacara

tersebut.28

Pada tahun 1960-1985 merupakan masa kejayaan para Nelayan Bugis

Pagatan, sehingga pada pelaksanaan upacara Mappanretasi juga diselenggarakan

beberapa pertunjukan dan hiburan yang bersifat perlombaan seperti lomba perahu

hias, dll. Pada tahun-tahun berikutnya, upacara Mappanretasi ini mendapat

perhatian dan support dari Pemerintah Daerah,29 sehingga di kemudian hari

pelaksanaan upacara ini selalu ditetapkan jatuh pada bulan April, menyesuaikan

dengan ketetapan Pemerintah yang menjatuhkan tanggal 6 April sebagai Hari

Nasional Nelayan.30

Upacara yang dikenal masyarakat umum di Kalimantan Selatan dengan

sebutan Pesta Laut, Pesta Pantai dan Pesta Adat31 ini merupakan salah satu

28Faisal Batennie,“Sejarah Mappanretasi., 2-3. Setiap penumpang yang mengikuti rombongan Sandro ke tengah laut disuguhi hidangan masakan Ogi (Bugis) Pagatan berupa Tombu (Lempar Besar), Burasa (Buras), berbagai ikan dan daging, untuk dimakan bersama-sama. 29Sejak tahun tersebut, upacara Mappanretasi tidak luput dari perhatian Pemerintah Daerah. Hal tersebut terlihat keterlibatan petugas Dinas Perikanan Bp. Sukmaraga dan Bp. Masguel dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan upacara tersebut menjadi lebih terorganisir dari tahun ke tahun. Faisal Batennie,“Sejarah Mappanretasi., 3. 30Dalam tulisannya, Faisal Batennie mengatakan bahwa gagasan untuk menyesuaikan hari pelaksanaan upacara Mappanretasi ini dengan Hari Nasional Nelayan berasal dari Bp. Masguel, yang juga memberikan sumbangan pemikiran dengan berbagai kegiatan kesenian Daerah khususnya kesenian Bugis Pagatan, sehingga disebut dengan perayaan Pesta Laut Mappanretasi. Faisal Batennie,“Sejarah Mappanretasi., 5. 31Penamaan upacara Mappanretasi dengan Pesta Laut, Pesta Pantai dan Pesta Adat dari masyarakat umum (selain Nelayan Bugis Pagatan) sekitar tahun 1980an, untuk memudahkan menyebut upacara tersebut dan juga menjadi lebih akrab (dekat) di hati para wisatawan lokal.

Page 18: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

200

upacara tradisional Nelayan Bugis Pagatan yang mendapat dukungan Pemerintah

Daerah, baik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan maupun Kabupaten

Kotabaru (sebelum terjadi pemekaran wilayah sebelum tahun 2003) dan juga

Kabupaten Tanah Bumbu (setelah pemekaran pada tahun 2003 sampai sekarang),

untuk menjadi salah satu aset berharga bagi budaya dan wisata daerah. Dengan

berbagai atraksi budaya daerah khususnya budaya Bugis Pagatan yang digelar dan

dilombakan pada setiap akan dilaksanakan upacara Mappanretasi ini, sehingga

upacara ini pada tahun 1991 ditetapkan sebagai Event Wisata Visit Indonesian

Year 1991, dan berikutnya pada tahun 1992 ditetapkan sebagai Visit Asean.32 Pada

tahun 2006 warga Nelayan Bugis Pagatan mendapat kunjungan tamu kehormatan

dari kehadiran Wakil Presiden RI H.M. Jusuf Kalla untuk menyaksikan prosesi

upacara Mappanretasi ini.

Upacara Mappanretasi ini dari pengamatan langsung peneliti dalam

pelaksanaannya selama 3 (tiga) tahun terakhir, sejak tahun 2009 sampai pada

tahun 2011 ini, masih tetap dalam kondisi yang terkonstruksi secara baik di

kalangan penerus Sandro maupun para Penata Adat Ogi Pagatan, dan masih tetap

mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu.

3. Pelaksana Upacara Mappanretasi

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa La Suke (1920-1955 sebagai

Pembakal Kampung Pejala) yang merupakan salah seorang tokoh yang sangat

32Dalam catatan Faisal Batennie, salah seorang yang sangat berperan dalam usaha mempromosikan upacara warga Nelayan Bugis Pagatan sampai ke Mancanegara adalah A. Khalik (1991) seorang mantan Kepala Kanwil Depparpostel Kalsel sejak tahun 1991. Faisal Batennie,“Sejarah Mappanretasi., 6.

Page 19: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

201

dihormati di kalangan warga Nelayan Bugis Pagatan, dan dapat dikatakan sebagai

pelopor upacara Mappanretasi warga Nelayan Bugis Pagatan pada masanya. Di

mana ketika upacara ini dilaksanakan setiap tahun dengan memotong hewan

kerbau untuk disuguhkan kepada pengunjung, rumahnya menjadi tempat untuk

berkumpulnya para pengunjung untuk menikmati makanan yang disediakan

setelah upacara Massorongritasi di laut selesai.33

Setelah La Suke wafat, generasi selanjutnya pada tahun 1955-1970an

adalah La Saing (Abdul Saing). Pada masa La Saing ini teknologi alat tangkap

mulai berkembang seiring dengan meningkatnya kesejahteraan Nelayan Pagatan,

di samping itu pula adanya perhatian petugas Perikanan dari Pemerintah Daerah

yaitu Menteri Sukmaraga. Dengan demikian, maka pelaksanaan upacara

Mappanretasi lebih terorganisir dalam bentuk kepanitiaan, dengan

menyelenggarakan berbagai seni budaya dan olah raga dengan ciri khas daerah

terutama kesenian Bugis Pagatan sehingga mendapat sebutan Pesta Laut

Mappanretasi, selain itu adanya pekan pasar malam yang berlangsung di

kompleks Juku Eja. Sejak tahun 1970an ini juga pelaksanaan upacara warga

Nelayan Bugis Pagatan ini menyesuaikan dengan bulan April yang dijadikan

sebagai Hari Nasional Nelayan yaitu tepatnya pada setiap tanggal 6 April.34

33Faisal Batennie, “Sejarah Mappanretasi., 4. 34Para tokoh Nelayan yang ikut dalam kepanitiaan pada masa La Saing ini sampai pada tahun 1980 an, ialah Pambakal M. Saing (Desa Gusungnge), Alm H. Manukip (Desa Wirittasi), Alm La Batennie (Desa Juku Eja), Alm H. Baco Ganie (Desa Wirittasi), Alm. H. Side (Kota Pagatan), Alm Arpah Daude (Desa Pejala), Alm. Wa Kidang, (Desa Juku Eja), Alm. Santari (Desa Juku Eja), Alm. Wa Genda, (Desa Juku Eja), Alm. Wa Sennge (Desa Juku Eja), Alm H. Badewi (Banjarmasin), Zainuddin S (Desa Juku Eja), Alm. Nurdin, BT. (Desa Juku Eja), Alm. Abdul Syukur (Desa Gusungnge), Alm. H. Mahdin (Desa Wirittasi), Alm. H. Sani (Desa pejala), Alm. H. Burhani (Desa Kacapori), Alm. Pa Kandung (Desa Abatareng), Alm.Ismail BT, (Desa Juku Eja), H. Ambo Cinna (Desa Saring Sungai Binjai), Alm. H. Abdul Kadir (Desa Abatareng), Musaid AN (Ds. Wiritasi). Ibid., 5.

Page 20: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

202

Padly Zour mengatakan bahwa Hari Nelayan yang dijadikan agenda

nasional oleh Pemerintah Indonesia di masa Orde Lama sejak tahun 1954 silam,

menjadi rujukan untuk waktu pelaksanaan upacara Mappanretasi warga Nelayan

Bugis Pagatan sejak saat itu. Meskipun setelah masuk pada masa Orde Baru,

agenda Hari Nasional Nelayan tersebut ditiadakan karena dianggap agendanya

Nasakom waktu itu, bulan April menjadi kebiasaan bagi warga Nelayan Bugis

Pagatan untuk melakukan upacara tersebut.35

Pua Saide (Musaid AN) mengatakan pada tahun 1955an, Nene’ Uke (La

Sukke) sebagai Kepala Kampung Pejala waktu itu merupakan tokoh utama

upacara Nelayan ini, kemudian dilanjutkan Pua Konding 1960an, setelah itu

sampai pada tahun 1970an dilanjutkan oleh H. Abdurrahman. Pada tahun 1970an,

upacara Nelayan Bugis Pagatan dengan nama Massorongritasi tersebut berubah

dengan sebutan upacara Mappanretasi dengan memakai Pejala (kapal Nelayan)

yang dilaksanakan menyesuaikan dengan tanggal 6 April bertepatan sebagai Hari

Nasional Nelayan.

Upacara Nelayan Bugis Pagatan ini kemudian menjadi event wisata pada

tahun 1980an yang dipelopori oleh Abdurrahim, sehingga upacara tersebut

dinamakan dengan Pesta Laut. Selanjutnya La Dekka pada tahun 1990an sampai

pada tahun 2007, di mana pada tahun 1997-1998 upacara warga Nelayan Bugis

pagatan ini menjadi Event Visit Asean yang menjadikannya terkenal dan masyhur

tidak hanya di Indonesia bahkan di mancanegara (Asia) khususnya. Pada tahun

2007, upacara Mappanretasi yang dipimpin Sandro La Dekka ini dihadiri oleh

35Padly Zour (72 Th), Wawancara, Kota Pagatan, 14 Mei 2011.

Page 21: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

203

Jusuf Kalla Wakil Presiden RI. Selanjutnya Sandro sampai dengan sekarang ialah

Jafriansyah.36

Sandro Jafri mengungkapkan bahwa yang menjadi pelaku utama atau

pimpinan (Sandrotasi) sejak dulu pada Massorongritasi’e adalah nene’na (garis

keturunan dari pendahulunya), yaitu Datu Iccu, Wa’ Cendra, H. Abdurrahman, H.

Abdurrahim, La Dekka kemudian Jafri sendiri. Dari garis keturunan ini juga

kemudian ia memperoleh pengetahuan dengan diceritakan secara langsung oleh

para nene’na (datu-datunya) dan pengalaman dengan selalu menyaksikan

pelaksanaan ritual Massorongritasi’e tersebut.37 Adapun La Dekka mengatakan

bahwa nene’na (keturunan pendahulunya) yang menjadi Sandro ialah Dato

Terong, Dato Iri, Wa’ Cendra, H. Abdurrahim, dan Dekka kemudian sekarang

dilanjutkan oleh Jafriansyah. Dekka juga mengatakan bahwa pengetahuan

mengenai pelaksanaan Massorongritasi’e ini diperolehnya dari Wa’ Rahing (H.

Abdurrahim) yang merupakan paman dari pihak ibunya.38

Pua Pesal dalam tulisannya menyatakan bahwa sejak tahun 1980 sampai

pada tahun 2007, upacara Nelayan Bugis Pagatan ini dikemas untuk lebih menarik

perhatian wisatawan lokal dan mancanegara dengan menjadi Pekan Mappanretasi

yang pergelarannya lebih banyak kegiatan dari sebelumnya dan tentunya lebih

meriah, bahkan bisa sampai dua dan tiga minggu di bulan April. Para tokoh

Nelayan yang menjadikan upacara ini masyhur dan dikenal di seluruh Kalimantan

36Pua Saide (Musaid AN), Wawancara, Ds. Wiritasi, 20 November 2010. Rujukan kepada tanggal 6 April sebagai Hari Nasional Nelayan untuk penyelenggaraan Mappanretasi sebasgai nama untuk upacara Massorongritasi pada waktu sudah ditugaskannya Sukmaraga sebagai Menteri Perikanan di Kecamatan Kusan Hilir Pagatan yaitu sekitar tahun 1976. 37 Jafriansyah (58), Wawancara, Desa Pejala, 16 Maret 2011. 38 La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 5 Juni 2010.

Page 22: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

204

Selatan ialah Masry Abd. Ganie, Mohammad Jabir, Fadly Zour, Ismail BT, M.

Ikrunsyah, Musaid AN, Andi Amrullah, Hamsury, Abdul Aziz Hasboel,

Burhansyah, Machmud Mashur, Faisal Batennie, dan yang menjadi Sandro pada

waktu itu ialah La Dekka.39 Selanjutnya pada masa 2007 sampai dengan sekarang,

Jafriansyah menjadi Sandrotasi yang menjadi penerus Dekka, di mana sekarang

gaungnya (kabar) tentang pesta laut Mappanretasi sudah besar, masyarakat

sekitar Pagatan khususnya para Nelayan dan di Kalimantan pada umumnya ketika

bulan April sudah bersiap untuk menyambut penyelenggaraan upacara tersebut.40

Dalam ritual upacara Mappanretasi warga Nelayan Bugis Pagatan ini

beberapa tindakan dan kondisi dari para pelaku dapat digambarkan sebagai

berikut:

Upacara Mappanretasi ini dilakukan oleh tiga orang Sandro pria dan tiga

orang Sandro wanita, empat orang Sesepuh Adat, seorang Ponggawa, Juru Mudi,

dan Juru Batu, sepasang Pengantin berpakaian Adat Bugis, serta puluhan orang

sebagai Penggiring yang terdiri dari putra-putri Nelayan sebagai dayang, yang

berpakaian adat Bodo beraneka warna ditambah dengan sepasang muda-mudi

yang menjadi penganten Bugis yang juga memakai pakaian adat Bugis berwarna

Merah.41

Adapun pengamatan langsung di lapangan mengenai suasana dan kondisi

para pelaku upacara warga Nelayan Bugis Pagatan ini, digambarkan sebagai

berikut: 42

39Pua Pesal (Faisal Batennie), Wawancara, Kotabaru, 15 Maret 2011. 40Ibid.. 41Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., 4. 42Observasi lapangan, Pagatan, 26 April 2010 & 24 April 2011.

Page 23: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

205

Sandro dan Passeppi (pendamping Sandro) beserta rombongan penggiring

(dayang-dayang dan pengawal) yang mengikuti dan membawa ‘Olo (sesajen)

sebanyak 17 (tujuh belas) orang, terdiri dari 1 (satu) orang Sandro, 2 (dua) orang

Passeppi (yang terdiri dari sesepuh Nelayan dari keturunan keluarga Sandrotasi

dan tokoh agama/ tokoh masyarakat), 12 (sebelas) orang Dayang yang terdiri dari

6 (enam) orang dayang laki-laki dan 6 (enam) orang dayang perempuan, serta 4

(empat) orang dari Penata Adat. Sebagaimana telah banyak disebutkan bahwa

Sandro sangat berperan dalam pelaksanaan ritual Massorongritasi’e ini, ia

merupakan tokoh sentral atau pelaku utama dalam ritual warga Nelayan Bugis

Pagatan ini. Passeppi adalah orang yang menjadi pendamping Sandro untuk

membantunya dalam melakukan Ma’gerre manu (pemotongan ayam). Dan Penata

Adat mempunyai peran dari merencanakan penyelenggaraan, mempersiapkan,

menjadi pengawal rombongan Sandro sampai mengikuti ritual Massorongritasi’e

di tengah laut.

Rombongan Sandro sebagaimana disebutkan di atas, dengan ciri khasnya

berpakaian lengkap dengan adat Ogi (Bugis) Pagatan. Pakaian Sandro dengan

warna kekuning-kuningan, waju kurung unyi (baju kurung lengan panjang

berwarna kuning), sulara lampe (celana panjang tipe Pagatan berwarna kuning)

yang dilapisi dengan lipa unyi sibawa pute (sarung Pagatan bercorak warna

kuning dan putih), serta memakai songko bone/Ogi (peci Bugis) yang juga

berwarna kuning, Sandro juga membawa sebilah bangkung lu unyi (pedang)

lengkap dengan kumpang (sarung pedang) juga berwarna kuning. Sedangkan

pakaian Passeppi dengan baju lengan panjang dan celana panjang berwarna krim

Page 24: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

206

dengan songko bone (peci Bugis) warna hitam berleres kuning dengan lapisan lipa

(sarung Bugis), salah seorang dari Passeppi ini juga membawa sebilah bangkung

lu (pisau) yang ukurannya lebih kecil dari yang dibawa Sandro yang digunakan

untuk Ma’gere manu (menyembelih ayam di tengah laut). Adapun para Dayang

laki-laki, pakaian mereka sama dengan pakaian Passeppi yaitu mayoritas warna

pakaian yang berwarna kuning bercorak Bugis Pagatan, dan pakaian para Dayang

perempuan berwarna ungu dengan baju dan sarung adat Ogi (Bugis) Pagatan.

Sedangkan 4 (empat) orang penata adat yang juga mendampingi rombongan

Sandro ini, dan bertugas sebagai pengawal rombongan Sandrotasi dari rumah ke

Panggung Adat sampai pada selesainya melaksanakan Massorongritasi’e di

tengah laut, mereka berpakaian (celana dan baju) berwarna hitam, peci Bugis

dengan warna hitam juga yang berleres kuning dan juga memakai lapis sarung

adat Ogi (Bugis) Pagatan.43

Adapun dayang laki-laki dan dayang perempuan memiliki peran dan tugas

masing-masing dalam upacara tersebut. Beberapa orang dari dayang laki-laki

berperan membawa ‘Olo (sesajen) yang sudah disiapkan, ada juga yang membawa

todung unyi (payung kuning) untuk melindungi Sandro khususnya dari panasnya

matahari, selain itu perlengkapan todung unyi (payung) ini juga mempunyai

makna, bahwa payung sebagai bentuk penghormatan terhadap orang terhormat

dan dimuliakan. 44

Rombongan Sandro juga terlihat mempunyai barisan yang telah dibentuk.

Skema formasi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

43Ibid. 44Ibid.

Page 25: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

207

Skema 5.1 Formasi Rombongan Sandro

Passeppi Sandro Passeppi

Penata Adat Penata Adat Dayang (lk) Dayang (lk) Dayang (lk) Dayang (lk) Dayang (lk) Dayang (lk) Dayang (pr) Dayang (pr) Dayang (pr) Dayang (pr) Dayang (pr) Dayang (pr)

4. Waktu dan Tempat Upacara

Setiap kegiatan atau aktivitas yang melibatkan orang banyak senantiasa

dengan perencanaan yang matang. Demikian juga dengan upacara warga Nelayan

Bugis Pagatan ini. Biasanya pada bulan Maret dan April, Sandro, para Ponggawa

dan Penata Adat serta sesepuh Nelayan Bugis Pagatan terlebih dulu mengadakan

pertemuan untuk bermusyawarah mempersiapkan dan menetapkan hari serta

waktu pelaksanaan upacara Mappanretasi tersebut. Pertemuan ini biasanya

dilakukan pada masa akhir musim Barat (Oktober-April), dan memasuki musim

Tenggara (peceklik) yang merupakan masa pancaroba, bertempat di kediaman

Pembakal (Kepala Desa) Wirittasi atau di Sekretariat Penata Adat Mappanretasi.

Adapun musyawarah para tokoh Nelayan ini dapat dideskripsikan sebagai

berikut:

a. Mappamula Gau (Menyusun Perencanaan).

Mappamula Gau adalah suatu kegiatan awal, yaitu membuat perencanaan

kegiatan yang akan dilaksanakan sebelum upacara Mappanretasi, begitu pula

persiapan yang harus dilakukan ketika acara puncak. Dalam hal ini, Kepala

Page 26: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

208

Kampoeng (Kepala Desa) dan Pengurus Lembaga Ade Ogi (Penata Adat Bugis)

Pagatan akan melaksanakan kegiatan musyawarah dengan mengundang Sesepuh

dan Tokoh Nelayan, Ponggawa, dan Sandro selaku pemangku tradisi Ogi Pagatan.

Mengenai pertemuan para tokoh Nelayan ini, Pua Saide selaku Penata

Adat45 mengatakan:

Apabila melone labe bare sibawa melonne tama tunggara, biasanna pambakala akki wirittasi sibawa tomatua kamponge sirunttu sippa bicara, menentukang wattu esso makanja’e ilaksanakan massorong ritasi’e. Apabila enkana esso makanja isetujui, maka mulailah ibentu’ panitia pelaksana gau mappanretasi,e. Apabila ekanna esso makanja isepakati maka ihubungini Sandro’e, rilau resesena pimping acara masorong ritasi’e. (Apabila musim Barat berlalu dan memasuki musim Tenggera, para pembakal (Wirittasi) dan tokoh masyarakat (Sesepuh Adat) Nelayan berkumpul untuk bermusyawarah menentukan hari yang baik melaksanakan acara Mappanretasi. Apabila sudah disepakati waktu pelaksanaannya, maka Sandro diminta kesediaannya untuk memimpin acara ritual Mappanretasi).

b. Mappatentu Esso (Menetapkan hari H).

Waktu pelaksanaan pesta Mappanretasi warga Nelayan Bugis Pagatan ini,

sebagaimana disebutkan di atas, beberapa sumber mengatakan bahwa sejak

ditetapkannya bulan April pada masa Orde Lama Pemerintahan RI tepatnya pada

setiap tanggal 6 April sebagai Hari Nasional Nelayan, maka sejak saat itu pula

tokoh dan warga Nelayan Bugis Pagatan menyelenggarakan upacara adat

Mappanretasi pada bulan April dan puncak acara yaitu ritual Massorongritasi

dilaksanakan pada hari Minggu ketiga/keempat di bulan April tersebut.

Adapun menetapkan waktu di hari puncak acara/hari H pelaksanaan

Massorongritasi ini sepenuhnya menjadi hak prerogatif Sandrotasi (selaku

45Pua Saide (Musaid AN), Wawancara, Wiritasi, 21 November 2010.

Page 27: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

209

pimpinan upacara Mappanretasi). Setelah Sandro menetapkan puncak acara/hari

H dan waktu upacara Massorongritasi, maka kemudian panitia pelaksana

Mappanretasi menyusun rencana dengan berbagai kegiatan, baik atraksi budaya

maupun seni serta olah raga yang bercirikan khas ke-Bugis-an. Adapun tujuan

atraksi pagelaran budaya, kesenian, dan olah raga tidak lain sebagai seremonial

memeriahkan pelaksanaan Mappanretasi.

Menurut salah seorang tokoh Adat Ogi (Bugis) Pagatan yang bernama

Abdul Aziz Hasbol46 mengatakan bahwa waktu pelaksanaan upacara tersebut

biasanya satu minggu dan bisa sampai satu bulan, dengan mempertimbangkan

kondisi dan keadaan pengunjung serta kemampuan pelaksana, penyelenggaraan

berupa beberapa budaya Ogi (Bugis) Pagatan seperti lomba Pejala (perahu)

Nelayan dengan hiasan, dll. Sekarang, lebih meriah lagi dengan adanya pasar

rakyat di Pagatan yang menyertai penyelenggaraan Pesta Laut Mappanretasi.

Menurut Faisal Batennie, sejak upacara Mappanretasi ditetapkan sebagai

Event Wisata Nasional pada tahun 1991, pelaksanaannya selalu di bulan April dan

tanggal hari H disesuaikan dengan pasang surut air laut di bibir pantai Pagatan.47

Ketika hari H telah ditetapkan, maka pelaksanaan acara puncak akan berlangsung

dari pagi hari pukul 08.30 Wita.48

Pua Saide (Musaid AN) mengatakan bahwa waktu pelaksanaan upacara ini

biasanya setelah musim Barat. Menurut hitungan Nelayan Pagatan selama 6 bulan

dimulai dari bulan Oktober sampai akhir April merupakan musim Barat, pada

46Abdul Aziz Hasbol, Wawancara, Pagatan, 13 April 2011. 47Faisal Batennie, “Sejarah Mappanretasi., 6. 48 Kanwil XII Depparpostel Kalsel, Pesta Laut., 4.

Page 28: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

210

bulan-bulan tersebut menjadi musim iwak (ikan; khusus ikan Peda), maka upacara

diselenggarakan pada bulan April sebagai wujud ungkapan syukurnya Nelayan.49

Sedangkan mengenai tempat menyorongkan ‘Olo, menurut Sandro Jafri

adalah sebagai berikut:50

Silempu ni kandong ngoro sibawa lopie, gillenni mitai bulu’ dato, nakko si teppani bulu’ saniara sibawa bulu’ dato, makawe’ni onronna’ ma’berre (massorong ‘olo). (Arah Bulu Dato (Gunung Jambangan) di sebelah Timur sejajar dengan Tanjung Kandang Ngoro’/Haur (Desa Sungai Dua) di sebelah Barat dan dipotong secara simetris dengan Tanjung Petang dari Utara ke Selatan).

Sandro La Dekka mengatakan bahwa tempat Massorongritasi adalah

Tanjung Petang si toppo si bulu siniara (Tanjung Petang sejajar dengan Bulu

Dato/ anak gunung Jambangan).51 Berikut skema tempat Massorongritasi:

Skema 5.2 Tempat Ritual Massorongritasi

49Setelahnya akan masuk musim Tenggara yang menjadi musim berangin di laut dan sulit bagi Nelayan untuk melaut, pada musim ini laut senantiasa dengan gelombang tinggi dan hasil tangkapan ikan akan berkurang. Musaid, Wawancara, Ds. Wiritasi, 20 November 2010. 50 Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 17 Maret 2011. 51 La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 4 Juni 2010.

Page 29: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

211

5. Kegiatan Seni dan Olahraga pada Pekan Mappanretasi.

Acara hiburan atraksi budaya selama pelaksanaan Mappanretasi berupa

kesenian Bugis Pagatan sampai olahraga tradisonal Nelayan Pagatan, seperti

Kacapi Tanneng (Kecapi Bugis), peragaan botting selelung, kesenian gorong-

gorong, kecapi, tarian baju bodo dan rebana masukkiri, serta tarian Mappanretasi.

Kegiatan lomba seperti Mappakalaring lopi (lomba perahu Pejala/perahu hias,

perahu lepa-lepa, perahu katir, kapal hias) dan lomba memancing di laut. Olah

raga seperti pencak silat, tarik tambang, membuat arca dari pasir, malogo,

butalele, tarik tambang, dan sepak bola pantai.

Menurut Padly Zour seorang Budayawan Pagatan, Masukkiri dan tarian

Mappanretasi yang selalu menyertai penyelenggaraan upacara Mappanretasi

memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat Pagatan, khususnya warga

Nelayan Bugis Pagatan. Masukkiri yang asal katanya Madzikiri dimaknakan

sebagai pujian kepada Allah lewat zikir dan sholawat kepada Nabi Muhammad.

Sedangkan tarian Mappanretasi merupakan wujud tarian mensyukuri segala

nikmat yang Allah berikan lewat hasil usaha dari laut.52

B. Ritual dalam Upacara Mappanretasi Nelayan Bugis Pagatan

Bagian ini akan mendeskripsikan mengenai ritual yang terdapat dalam

pelaksanaan upacara Mappanretasi Nelayan Bugis Pagatan. Beberapa studi

tentang upacara ritual keagamaan menggunakan teori liminalitas Turner

52Padly Zour (72 Th), Wawancara, Kota Pagatan, 14 Mei 2011. Tarian Mappanretasi ia ciptakan sendiri beserta logo penyelenggaraan upacara Mappanretai pada tahun 1996an, untuk menjadi Event Wisata Daerah di Kalimantan Selatan. Sedangkan Masukkiri diciptakan oleh seorang seniman Pagatan yang bernama Pua Kudus seorang guru agama di Pagatan).

Page 30: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

212

yang terdiri dari pra pelaksanaan (pre-liminal), pelaksanaan (liminal) dan

pasca pelaksanaan (post-liminal).53 Studi terhadap upacara ritual

Mappanretasi warga Nelayan Bugis Pagatan ini juga dapat dilihat dalam

tiga tahap analisis tersebut.

Upacara warga Nelayan Bugis Pagatan ini diawali dengan

mempersiapkan atau membuat ‘Olo (sesajen)54 Sandro, penyerahan ‘Olo

(sesajen) dari Sandro perempuan kepada Sandro laki-laki di Panggung

Adat, yang kemudian dibawa ke laut untuk pelaksanaan Massorongritasi

yang menjadi acara puncak upacara Mappanretasi.

Dari data yang diperoleh di lapangan, dapat digambarkan dari

persiapan dan membuat ‘Olo (sesajen) Sandro ini sebagai berikut:

1. Maremme Berre (Merendam Beras)

Maremme Berre adalah kegiatan ritual menyiapkan dan membuat Sokko

yang menjadi bahan utama ‘Olo (sesajen) Sandro yang langsung dipimpin oleh

Sandro perempuan yang dikenal dengan sebutan ibu Nelayan. Dalam ungkapan

53Pada masa pra pelaksanaan (pre-liminal) seseorang merasakan keberadaannya yang semakin dekat dengan kehidupan beragama. Struktur sosial ini tidak dihilangkan, tetapi secara radikal disederhanakan dan lebih ditekankan hubungan-hubungan yang bersifat umum. Pada tahap pelaksanaan (liminal), seseorang telah tampil dalam wujudnya yang berubah. Periode ini dicirikan oleh Turner sebagai anti-struktur sosial atau suatu keterikatan yang muncul secara spontan dan dibangun secara normatif di antara makhluk manusia yang sejajar dan seimbang. Pelaku ritual secara jelas memperlihatkan kekuatan emosional dan tenggelam dalam suatu kesatuan. Maka dalam melakukan ritual tidak dipandang sebagai suatu yang memberatkan, karena terdapat emosi yang kuat secara emosional. Sedangkan pasca pelaksanaan (post liminal), seseorang dipaksa untuk menyusun kembali beberapa pola pikir yang lama untuk membuang pandangan yang kuno, dengan maksud memberikan pemaknaan terhadap apa yang telah dilakukan. Victor Turner, The Forest of Simbols; Studies in Ndebu Ritual (Ithaca, New York: Cornel University Press, 1967), 50-51. 54‘Olo merupakan sesajen yang disiapkan untuk upacara adat Nelayan Bugis Pagatan yang terbuat dari Ketan (putih, kuning, merah dan hitam) dan dibentuk seperti gunungan (tumpeng), pisang raja, ayam bakar, telur masak, inti yang terbuat dari kelapa yang diberi gula merah, dan lilin terbuat dari tawon, kelapa taruk, (Manutolasi, Kading, Cella), beras (putih dan merah), dan Benno-benno. Perlengkapan lain yaitu; piring melawin dan kappara sebagai tempat Olo’. Faisal Batenniee, Budaya Bugis., 28.

Page 31: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

213

bahasa Ogi (Bugis) Pagatan dari salah seorang subjek penelitian Sandro La Dekka

mengatakan mengenai ritual Maremme berre ini sebagai berikut:55

Maremme berre abiasanna sokko napakei Sandro Massorongritasie yenatu sokko pute, sokko lotong, sokko cela’ sibawa sokko onnyi. Asipulu iremme yentu yasengnge maremme berre, purani iremme nappani inasue. Maremme berre biasanna ipammulai issa naratte subuh nappani inasue. Maremme berre makkibu sokko napigawi makkunrayye. (Merendam beras biasanya adalah beras ketan (sokko) yang dipakai Sandro untuk upacara Massorongritasi, yaitu ketan putih, ketan hitam, ketan merah dan ketan kuning, yang dibuat atau dicampur dengan santan kelapa yang dimasak. Proses pembuatannya adalah ketan terlebih dulu dibersihkan dan direndam sejak waktu Isya sampai menjelang waktu Subuh, kemudian dimasak. Membuat sokko ini dilakukan oleh perempuan ibu-ibu Nelayan) Sandro perempuan yang bernama Pua Kiramang (Siti Rahimah),

mengungkapkan tentang ritual Maremmeberre ini sebagai berikut:56

Makkibu sokko ipammulai maremme berre. berre irreme asepulu. Nappani inasu menjadi sokko yenatu sokko eppa warnana; sokko lotong, sokko pute, sokko cela, sibawa sokko maunnyi. Sokko inasu epasekore sibawa santan kaluk. Narekko manaasuni nappani esakko itaro akki penne torioloe. (Membuat Sokko untuk ‘Olo Sandro (sesajen) terdiri dari ketan yang terlebih dahulu dibersihkan dan direndam, terdiri dari empat macam warna ketan yaitu ketan hitam, ketan putih, ketan merah, dan ketan kuning. Kemudian ketan tersebut dimasak, setelah dimasak dicampur dengan santan kelapa, kemudian ditata di atas piring melawin berbentuk gunungan (tumpeng) terdiri/terbagi empat warna sama besar/ banyak. Pelaksanaan Maremme Berre dilakukan pada malam hari acara puncak

Massorongritasi’e, yaitu sejak dari petang sampai menjelang Subuh, bertempat di

rumah Sandro laki-laki. Pelaksanaan Maremme Berre ini diawali mempersiapkan

beberapa bahan yang diperlukan dan dilakukan oleh Sandro perempuan. Menurut

Sandro Jafri, segala urusan untuk Maremme Berre ini dari persiapan bahan,

55La Dekka, Wawancara, Ds. Pejala, 16 Maret 2011. 56Pua Kiramang (Siti Rahmah), Wawancara, Ds. Pasar Baru, 17 Maret 2011.

Page 32: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

214

melakukan perendaman beras ketan, memasak dan membentuknya menjadi

gunungan Sokko (beras ketan) sampai menjadi ‘Olo Sandro diserahkan kepada

Sandro Perempuan.57

Sebagai pelaku Maremme Berre beberapa tahun terkahir, Sandro Pua

Kiramang (Siti Rahimah) mengatakan mengenai yang dilakukannya ketika

memulai kegiatan ritual Maremme Berre tersebut sebagai berikut:58

Me’demme berre ipammula iniakeng laleng ati; nurunnia muhammad artina ma’demme berre, rasulullah barakaki’ ademingeng berre’e, allah ta’alla artina passukui, nappa ipakanjaki ibacana istigfa>r, dhikr birawa s}alawat nabi. (Merendam beras diawali dengan pembacaan istigfa>r, dhikr dan s}alawat tiga kali, dan dihakikatkan dalam hati dengan “niat nur Muhammad yang datang merendam beras, yang menyampaikan dan memberkati, dan yang menyempurnakan adalah Allah Ta’alla”). Sandro La Dekka mengatakan bahwa ketika Maremme Berre diawali

dengan membacakan tawassul kepada baginda Nabi Muhammad, yang berbunyi :

.یھ وسلم الفاتحةالى حضرة النبي المصطفى محمد صلى هللا عل

Kemudian Sandro membacakan surat fa>tih}ah ampat (su>rat al-Ikhla>s}, su>rat

al-Falaq, su>rat an-Na>s dan su>rat al-Fa>tih}ah) pada masing-masing warna ketan dan

tempatnya, maka yang dibaca pada ketan hitam ialah su>rat al-Ikhla>s, pada ketan

kuning su>rat al-Falaq, dan pada ketan merah su>rat an-Na>s, dan pada ketan putih

su>rat al-Fa>tih}ah.59

Selanjutnya Pua Kiramang juga mengatakan bahwa ritual akan lebih

banyak lagi dilakukan ketika mempersiapkan Sokko (beras ketan) yang sudah

57Jafriansyah (58), Wawancara, Desa Pejala, 27 April 2011. 58Pua Kiramang (Siti Rahmah), Wawancara, Ds. Pasar Baru, 17 Maret 2011. 59Masing-masing ketan tersebut mempunyai maknanya sendiri. Hitam menyimbolkan tanah, kuning menyimbolkan angin, merah menyimbolkan api, dan putih menyimbolkan air. La Dekka, Wawancara, Ds. Pejala, 16 Maret 2011.

Page 33: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

215

dimasak menjadi ‘Olo Sandrotasi, yang kegiatan ini dinamakan dengan Mattampa

Sokko.60 Bahan-bahan Maremme Berre yang diperlukan, yaitu terdiri dari; Beras

ketan putih dan ketan hitam. Ketan putih sebanyak 3 gantang (12 ltr) dan satu

gantang ketan hitam. 2 gantang dari Ketan putih diberi warna merah dan kuning,

sehingga menjadi empat macam warna beras ketan, yaitu putih, hitam, merah dan

kuning. Kemudian masing-masing ketan dimasukkan ke dalam baskom (bak air),

dan direndam dengan air kurang lebih lebih tujuh jam sebelum dimasak pada

waktu menjelang Subuh. Air santan kelapa juga digunakan sebagai campuran

pada waktu memasak keempat ketan di atas, dan disebut Massako (mencampur

dengan santan sampai merata dan berlemak), dan garam secukupnya, serta telur

ayam kampung yang sudah masak (direbus) paling banyak 4 biji, yang nantinya

akan diletakkan di atas puncak gunungan Sokko.61

Hasil pengamatan langsung di lapangan, ketika Maremme Berre

(perendaman beras ketan) dilakukan maupun setelah dimasak dan dibentuk

menjadi gunungan empat warna, bahan-bahan Maremme Berre dan ‘Olo Sandro

lainnya diletakkan di tempat khusus, dan di atasnya diberi tenda kain kuning

disebut dengan cindai unyi, serta todung unyi (payung kuning).62

2. Mannasu dan Mattampa Sokko (memasak dan membentuk ketan)

Pada malam hari menjelang subuh, dilakukan Mannasu Sokko (memasak

beras ketan) dan juga bahan-bahan ‘Olo lainnya.63 Waktu akan memasak ketan

60Pua Kiramang (Siti Rahmah), Wawancara, Ds. Pasar Baru, 17 Maret 2011. 61Ibid. 62Observasi Langsung, Ds. Pejala, 26 April 2011. 63La Dekka (84), Wawancara, Desa Pejala, 4 Juni 2010. Mannasu’ sokko ini biasanya dimulai dari pukul 01.00 Wita sampai selesai di waktu sholat subuh. Dan setelah sholat subuh dilakukan Mattampa sokko (membentuk sokko) menjadi gunungan.

Page 34: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

216

ini, Pua Kiramang juga mengatakan bahwa ia membacakan tawassul kepada nabi

Muhammad dan kepada nabi Khaidir dan diakhiri dengan do’a selamat.

Adapun bacaan tawassul untuk kedua nabi tersebut ialah:64

والى حضرة سید نا خیضر بن ملكان .الى حضرة النبي المصطفى محمد صلى هللا علیھ وسلم الفاتحة

. الفاتحة

Nappa mbaca do’a salama (kemudian membaca do’a selamat).

Pua Kiramang menyatakan bahwa orang yang akan memasak ketan dan

‘Olo Sandro tidak boleh dalam keadaan datang bulan (haid), diharuskan memakai

tetudung (tutup) kain putih di atas kepalanya, karena apa yang dimasak itu hanya

diperuntukkan bukan kepada orang biasa-biasa saja, tetapi untuk orang-orang

yang terhormat.65

Setelah sokko (ketan) 4 (empat) warna tersebut masak, yaitu setelah selesai

sholat subuh, kemudian dilakukan Mattampa Sokko (membentuk ketan) menjadi

sebuah gunungan dengan masing-masing warna dari ke-4 (empat) sokko (ketan)

tersebut, gunungan sokko tersebut kemudian dikelilingi dengan bahan-bahan ’Olo

lainnya. Ada ritual khusus yang dilakukan oleh Sandro pada waktu Mattampa

Sokko (membentuk ketan) empat warna tersebut menjadi gunungan. Wa’ Jade

sebagai Sandro perempuan mengungkapkan bahwa pada waktu akan memasak

Sokko, dan membentuk Sokko yang sudah dimasak menjadi gunungan serta

menjadikannya ‘Olo Massorongritasi, yaitu membaca dua kalimah shaha>dah,

istighfa>r dan s}alawat: 66

64Pua Kiramang, (Siti Rahmah), Wawancara, Ds. Pasar Baru, 17 Maret 2011. 65Ibid. tutup kain putih tersebut juga tidak bisa diletakkan dan dibawa di sembarang tempat (wc dan lainnya) yang menjadikannya tidak suci. 66Wa’ Jade, Wawancara, Ds. Juku Eja, 23 April 2010.

Page 35: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

217

اللھم صل على سید نا محمد و على . استغفر هللا العظیم. اشھد ان ال الھ اال هللا واشھد ان محمدا رسول هللا

.الھ وصحبھ اجمعین

Ketiga hal tersebut juga dilakukan pada waktu akan membuat bahan ‘Olo

Sandrotasi lainnya.

Pua Kiramang mengungkapkan bahwa ritual yang dilakukan ketika

membentuk dan menjadikan sokko tersebut sebagai ‘Olo Massorongritasi’e

adalah membacakan beberapa tawassul kepada para nabi dan wali Allah Ta’ala,

membaca doa nabi Sulaiman dan nabi Khaidir, dan membaca doa salama

(selamat).67 Pada Matampasokko ini ketan labih khusus diniatkan dan

diperuntukkan kepada beberapa nabi, ketan hitam untuk nabi Adam, ketan putih

untuk nabi Muhammad, ketan kuning untuk nabi Khaidir, dan ketan merah untuk

Ma’deppa Relappa Tellang (wali tujuh; yang tidak bisa disebutkan oleh Pua

Kiramang).68

3. Pembuatan Gella (simbol/lambang)

Sebelum sokko diletakkan dan dibentuk menjadi gunungan, terlebih

dahulu Sandro perempuan menyiapkan dan membuat Gella69 (simbol/lambang) di

atas piring melawin (pennetoriolo) sebagai alas untuk gunungan Sokko. Dan

bahan yang diperlukan untuk membuat Gella (simbol/lambang) ini, yaitu: Beras

empat warna; putih, hitam, merah dan kuning, daun sirih yang dibentuk dan

67Pua Kiramang (Siti Rahmah), Wawancara, Ds. Pasar Baru, 17 Maret 2011. Mengenai tawassul dan doa nabi Khaidir yang dibacakan waktu Mattampa sokko ini, Pua Kiramang berkenan memberikan catatannya kepada Penulis untuk difotocopy dan dilampirkan pada penelitian ini. 68Ibid. 69Gella (lambang) yang dibuat menjadi alas gunungan Sokko empat warna ini tidak diperlihatkan dipermukaan ‘Olo Sandro, karena Gella dalam anggapan Sandro masih merupakan lambang suci yang sarat makna dan tidak semuanya dapat membuat atau melakukannya dan juga tidak semuanya dapat memahaminya, serta tidak boleh atau famali untuk diperlihatkan kepada orang banyak (menjadi tontonan).

Page 36: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

218

dilipat menjadi rekoota massulekka (sirih bentuk duduk bersila), beno (beras ketan

yang digoreng kering tanpa minyak/ulatih ketan), emas (yang merupakan syarat

dari ‘Olo; asalkan ada saja), dan daun pisang sebagai penutup Gella.

Menurut La Dekka, Gella merupakan bahasa Bugis bahari (dulu;kuno),

sekarang disebut juga Pappinang. Pappinang merupakan syarat yang harus ada

dalam pemberian kita yang diletakkan di bawah ‘Olo Sandro. Adapun bentuk dari

Pappinang ini ialah empat macam warna ketan yang dibuat berbaris 4 (empat)

sejajar, disela-selanya diletakkan daun sirih, daun wasu’ dan telur ayam kampung

serta emas perak sa’ semme’ (2,5 gr). Adapun yang mengerjakan Pappinang ini

diserahkan kepada Sandro perempuan yang disebut dengan ibu Nelayan.70

Menurut Pua Kiramang, terdapat beberapa macam Gella (lambang) yang

digunakan dan dibuat sebagai alas dari gunungan Sokko dan selalu dilakukan

warga Bugis Pagatan, yaitu: Pertama, Gella Wa’rani (lambang paling tinggi/sifat

pemberani) berbentuk segi empat kaliwara, di mana penggunaan lambang ini

hanya untuk garis keturunan tertentu, yaitu keturunan dari para Raja Bugis.

Kedua, Gella Penyu (lambang sifat penolong) dengan bentuk binatang penyu.

Ketiga, Gella masapi (lambang bella) yang berbentuk ikan.71

Pua Pusiah (Fauziah) mengatakan bahwa Gella/lambang yang dibentuk

biasanya seperti penyu dan buaya (kalau di laut itu simbol penyu dan di pesisir itu

dengan simbol buaya). Hal ini menurut cerita dari mulut ke mulut yang masih

dipegang kuat oleh keturunan Ogi Bugis Pagatan bahwa pernah suatu ketika

70La Dekka (84), Wawancara, Desa Pejala, 3 Juni 2010. Menurut La Dekka, empat baris ketan tersebut menyimbolkan tulisan Allah, dengan makna bahwa bahwa segalanya dari Allah dan kembali kepada Allah. 71Pua Kiramang (Siti Rahmah), Wawancara, Ds. Pasar Baru, 17 Maret 2011.

Page 37: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

219

nene’na (nenek moyang) mereka ketika melakukan pekerjaan melaut, dan terjadi

peristiwa badai yang memecahkan kapal mereka dan ditolong oleh penyu,

kemudian ia berjanji dan bersumpah bahwa ia dan seluruh anak keturunannya

tidak boleh memakan telur penyu. Apabila talanggar (termakan) telur penyu

tersebut, maka biasanya juga terjadi peristiwa yang tidak seperti kebiasaan di

masyarakat dan tidak dapat dianalisa secara medis kesehatan, Sandro akan

menyarankan untuk melakukan Don Rasulu, artinya bahwa yang bersangkutan

diminta untuk membuat Sokko untuk disorong di laut, dan Gella di dalamnya.72

Setelah Gella selesai dibuat dan ditutup dengan daung otti (daun pisang),

kemudian diletakkan Sokko empat warna di atasnya dibentuk menjadi gunungan.

4. ‘Olo Massorongritasi (Bahan Sesajen)

Sebagaimana deskripsi di atas bahwa bahan pokok yang menjadi ‘Olo

Sandro untuk Massorongritasi ialah sokko patan rupa/ketan 4 (empat) warna;

sokko lotong (ketan hitam), sokko pute (ketan putih), sokko cela (ketan merah),

dan sokko unyi (ketan kuning). Pua Saide mengatakan bahwa dalam setiap tradisi

dan kegiatan keagamaan orang Bugis Pagatan, ketan 4 (empat) macam warna

tersebut; putih, hitam, merah dan kuning yang dibentuk menjadi gunungan tidak

boleh ketinggalan beserta ayam yang dipanggang/dibakar.73

La Dekka mengatakan selain sokko lotong, sokko pute, sokko cella dan

sokko unnyi (ketan hitam, putih, merah dan kuning) yang ada Gella di bawahnya,

72Pua Pusiah (Fauziah), Wawancara, Desa Pakkatelu (Rantau Panjang Hilir), 12 November 2010. Pua Pusiah sendiri mengaku tidak boleh dan bahkan sampai sekarang tidak berani mencoba untuk memakan telur Penyu, sebab ia percaya akan lenyek (lemah) kepalanya kalau berani melanggar sumpah nenek moyangnya tersebut. Ia juga menceritakan pernah terjadi, suatu ketika seorang wanita hamil dan ia terinjak telur penyu, maka anaknya yang lahir kemudian kepalanya lemah seperti kulit telur penyu tersebut. 73 Pua Saide (Musaid), Wawancara, Ds. Wiritasi, 20 November 2010.

Page 38: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

220

bahan ‘olo lainnya yang harus disiapkan juga adalah otti barangeng (satu sisir

pisang; sejenis pisang Raja), ayam kampung 2 ekor; mano kaliyabo (ayam jantan

berwarna hitam) dan mano kading (ayam betina berwarna kuning), pallise (inti

dari kelapa/parutan kelapa), benno (ulatih ketan), dan taibani (lilin bakar terbuat

dari tahi tawon).74

Wa’ Jade juga mengungkapkan bahwa selain sokko yang menjadi bahan

pokok ‘Olo Sandro, juga disiapkan bunga lobang, pisang raja, telor ayam, 4

(empat) ekor ayam bakar, perapen, dan lilin.75 Setelah Sokko selesai dimasak,

kemudian diletakkan di atas Kappaara (baqi makanan kuno, yang terbuat dari

perunggu) bersama dengan bahan-bahan ‘olo lainnya,

Sebelum ‘Olo Sandro diletakkan, Kappaara terlebih dulu diberi kain

kuning 1 meter yang dilipat-lipat sebagai alas/pelapis Kappara, dan setelah ‘Olo

Sandro sudah siap, pada pagi hari H (yang telah ditentukan sebelumnya) sekitar

pukul 08.00 Wita, ‘Olo dibawa dari rumah Sandro ke Panggung Adat oleh

rombongan Sandro, untuk dilakukan Manggade (penyerahan) ‘Olo Sandro. 76

5. Mangngade ‘Olo (Penyerahan Sesajen Sandro)

Panggung Adat Ogi (Bugis) Pagatan menjadi tempat khusus untuk

dilakukan Manggade (penyerahan) ‘Olo Sandro yang sudah disiapkan. Kondisi

dan suasana di atas Panggung Adat, sebagaimana pengamatan penulis di

lapangan, lebih dulu dihias dengan berbagai kain air guci (yang biasa digunakan

untuk hiasan pesta perkawinan di Pagatan), terdapat juga group Rebana Masukkiri

74La Dekka (84), Wawancara, Desa Pejala, 3 Juni 2010. 75Wa’ Jade, Wawancara, Ds. Juku Eja, 23 April 2010. 76Panggung Adat merupakan tempat yang dibuat oleh Lembaga Penata Adat Ogi Pagatan, yang digunakan sebagai pusat kegiatan adat masyarakat Bugis Pagatan. Dalam hal ini, termasuk upacara Mappanretasi. Faisal Batenni, Wawancara, Kotabaru, 23 Maret 2010.

Page 39: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

221

yang akan membacakan syair maulid Barjanjy pada waktu menunggu kedatangan

rombongan Sandro, group Japin sebagai penggiring tarian massal Mappanretasi,

juga Wala Suji (pohon telur itik) yang dihias dengan bendera warna warni yang

terbuat dari kertas, dan juga alat pengeras suara (sound system). Sedangkan di

bawah Panggung Adat, telah siap grup Penari yang akan menarikan tarian

Mappanretasi dan grup musik tradisional Korong-korong (dari bahan bambu)

untuk menyambut kedatangan rombongan Sandro di lapangan Panggung Adat,

rebana Masukkiri juga dilakukan untuk menghantarkan keberangkatan Sandro dan

rombongan ke laut, dan beberapa persiapan lainnya seperti yang telah

direncanakan sebelumnya oleh para Penata Adat Ogi (Bugis) Pagatan.77

‘Olo yang dibawa rombongan Sandro ke Panggung Adat pada pagi hari H

telah ditentukan pada pukul 8.00 Wita. Kedatangan rombongan Sandro ini dengan

berjalan kaki disambut juga dengan ucapan s}alawat dari salah seorang Penata

Adat yang berbunyi:78

وشفیعنا وحبیبنا اللھم صل على سید نا وحبیبنا محمد اللھم صل على سید نا سید نا محمداللھم صل على

.محمد

Para hadirin yang ada di sekitar panggung Adat menjawab secara bersama-

sama setiap kali s}alawat tersebut diucapkan dengan jawaban: ھعلیاللھم صل .

Selanjutnya seorang tokoh Penata Adat mengucapkan “selamat datang”

kepada Sandro dan rombongan di Panggung Adat untuk menerima seserahan ‘Olo

(sesajen) secara resmi dari seorang Sandro perempuan (ibu Nelayan). Ada

77Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 23-24 April 2011. 78Ibid.

Page 40: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

222

beberapa tindakan dan ucapan yang dapat digambarkan dalam penyerahan ‘Olo

Massorongritasi ini, yaitu:79

Tempat duduk rombongan Sandro diatur dan disusun secara bershaf ke

belakang dengan menghadap kepada para hadirin. ‘Olo (sesajen) diletakkan di

depan Sandro dan rombongan, kemudian salah seorang Sandro perempuan

menghadap kepada Sandro untuk menyerahkan sesajen yang telah disiapkan.

Adapun dialog yang terjadi pada waktu Manggade ‘Olo (penyerahan sesajen) ini

ialah sebagai berikut:80

Sandro perempuan menyerahkan ‘Olo (sesajen) kepada Sandro laki-laki dan berkata: “Tatarima ini iyena ‘Olo Sandro, bara yoddinni kapang takai massorong ritasie” (Inilah sesajen yang telah dibuat dan siapkan, silahkan digunakan untuk upacara Massorongritasi). Sandro laki-laki kemudian menerima dan menjawab: Iye lotarimana ninawa madeceta, iyenamatu lotiwi lopakai masorong ritasie. (Saya terima sesajen ini, dan akan saya bawa ke laut untuk digunakan Massorongritasi, terima kasih).

Selesai acara serah terima ‘Olo (sesajen) ini kemudian dilanjutkan dengan

pembacaan do’a salama (selamat), dipimpin oleh Sandro sendiri atau Pua Imang

(guru agama) yang hadir yang akan membacakan do’a selamat tersebut. Setelah

pembacaan do’a, kemudian Penata Adat menghadap kepada Sandro untuk

menyampaikan bahwa sarana Massorongritasi berupa kapal dan segala sesuatu

yang diperlukan telah siap, dan selanjutnya mempersilahkan Sandro beserta

rombongan untuk berangkat menuju laut tempat Massorongritasi.

Setelah acara Manggade ‘Olo ini selesai, kemudian para hadirin disuguhi

dengan tarian Masukkiri yang diiringi oleh grup musik tradisional Japin

Masukkiri untuk menghantarkan keberangkatan rombongan Sandro dari 79Ibid. 80Jafriansyah (58), Wawancara, Desa Pejala, 25 April 2011.

Page 41: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

223

Panggung Adat menuju ke laut.81 Selanjutnya rombongan Sandro berangkat dari

Panggung Adat menuju ke laut untuk upacara Massorongritasi.

6. Massorongritasi (Ritual di Tengah Laut)

Setelah tiba di pinggiran pantai, Pejala (kapal) telah disiapkan oleh Penata

Adat secara khusus untuk Sandro dan rombongan, juga kapal-kapal yang

disiapkan untuk para undangan dan masyarakat pengunjung yang ingin

menyaksikan langsung prosesi ritual Massorongritasi di tengah laut. Kapal-kapal

yang telah disiapkan oleh Penata Adat ini beserta Juru Mudinya adalah kapal-

kapal para Ponggawa Nelayan Bugis Pagatan, yang juga telah dihias dengan

begitu meriahnya, agar para pengunjung yang naik di atasnya merasa nyaman.

Dari hasil observasi langsung penulis, mengenai ritual di tengah laut ini

dapat di gambarkan sebagai berikut:82

Di atas kapal, para Passeppi dan Dayang laki-laki mempersiapkan sesajen

yang akan disorong, setelah berlayar kapal sampai ke tempat yang telah

ditentukan oleh Sandro di tengah laut, maka pertama kali Sandro meminta kepada

Juru Mudi memposisikan kapal untuk dihadapkan ke Selatan, agar Sandro dapat

menghadap ke arah Kiblat (Barat). Setelah posisi kapal sesuai dengan yang

dikehendaki oleh Sandro, kemudian ia mengawali ritualnya dengan menundukkan

kepalanya.

Mengenai ritual yang pertama kali dilakukan oleh Sandro, Pua Jafri

mengatakan:

81Tarian Masukkiri ini, menurut Padly Zour, dimaksudkan untuk mengajak para hadirin agar bersama-sama melakukan pujian kepada Allah dengan melakukan zikr dan sholawat kepada nabi. Tarian ini diciptakan oleh salah seorang guru agama yang memang asli orang Pagatan yang bernama pa Kudus. Padly Zour (72 Th), Wawancara, Kota Pagatan, 13 Mei 2011. 82Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 24 April 2011.

Page 42: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

224

Pertama kali Sandro akan melakukan tafakkur (memfokuskan pikirannya),

dan kemudian pada saat menundukkan kepala tersebut ia membaca shaha>datain :

.اشھد ان ال الھ اال هللا واشھد ان محمدا رسول هللا

Sandro Jafri juga mengungkapkan bahwa di dalam hatinya ia

mengutarakan: engkani ana apota’e, monroi jancinna melo’ ma’bere lalenna

sitaungnge (bahwa kami sudah ada di sini anak cucu pian untuk memenuhi janji

pemberian rezeki dalam setahun).83

Selanjutnya untuk memastikan bahwa tempat di tengah laut tersebut

menjadi tempat untuk Massorong, Sandro merendamkan tangan kanannya

beberapa saat sambil merasakan sesuatu. Sandro Jafri mengungkapkan bahwa

untuk mengetahui tanda menjadi tempat Massorong di tengah laut tersebut, ialah:

Nakko ipanoni’ limanna ma’bere selleng, irasa-rasani wayye, nakko mapalla

pallani ise’ding, inkaniakoe yawa onronna (apabila merasakan air laut sedikit

panas/hangat-hangat kuku mengitari tangan, maka itulah tempat yang tepat untuk

dilakukan ritual Massorong), dan lebih penting ada ‘kontak dengan batin (di hati)’

Sandro. Ketika sudah ada kontak batin itu, Sadnro meyakini dalam hatinya bahwa

Penunggu laut (Saweregading) sudah ada di bawah, kemudian ia mengucapkan

salam kepadanya melalui tafakkurnya sebagaimana disebutkan di atas.84

La Dekka juga mengatakan bahwa sewaktu menjadi Sandrotasi ia juga

melakukan hal yang demikian, ia menerangkan dengan bahasa yang

disampaikannya kepada penulis yaitu: Iloro’i limae angka kalepa, engkaa 83Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. Ketika wawancara ini dilakukan bersama Sandro Jafri, hadir juga 2 anaknya yang bernama Asri (putra pertama) dan Islamuddin (Putra ketiga). Keduanya juga mendengarkan sambil sesekali memberikan keterangan kepada penulis maksud dari apa yang disampaikan oleh orang tuanya tersebut. 84 Ibid.

Page 43: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

225

rassanna getteng-gettengngi limai (untuk menentukan tempat Massorong ia

menurunkan tangan kanannya ke dalam air laut sampai batas ketiak), setelah ada

rasa seperti tangan ditarik-tarik masuk ke dalam air, maka itulah tempat untuk

Massorong, dan kemudian ia membaca tawassul : 85

.علیھ سلم الفاتحة الى حضرة النبي المصطفى رسول هللا والى خیضر

Selanjutnya Sandro Jafri mengayun-ayunkan bangkung lu’ (parang)nya,

dengan berbentuk tulisan Lam Jalalah, dan bentuknya yang dituliskan oleh Jafri

yaitu ( ). Makna tulisan adalah segala yang dilakukan oleh warga Nelayan ini

karena kehendak Allah, tidak ada daya upaya hanya dari Allah, dan dengan

pertolonganNya Nelayan dapat melakukan segala sesuatunya.86 Adapun La

Dekka, sebagaimana yang diutarakannya kepada penulis, bahwa yang ditulisnya

dengan bangkung lu’ (parang)nya adalah bentuk ( ).87

Kemudian Sandro Jafri kembali duduk di pinggiran kapal sambil

mengepalkan kedua tangannya menghadap ke laut untuk melakukan makkaremo

beno mampori (menaburkan ulatih yang dicampurkan dengan bunga Lobang).88

Jafri mengatakan bahwa waktu itu ia membaca: Bismilla>h ar-rahma>n ar-rahi>m).

Tujuan makkaremo beno tersebut sebagai ungkapan selamat datang dan

penghormatan terhadap dato ta’/Penjaga laut.89

85 La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 29 April 2011. 86Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. Menurut Jafri, Bangkung lu’ (parang) yang digunakannya tersebut merupakan warisan dari nene’na (keturunannya terdahulu) yang diolah dari bahan besi pilihan dan dibuat serta ditempat dengan tangan langsung tanpa dipukul dengan baja waktu sudah dipanaskan. 87La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 29 April 2011. Bagi La Dekka makna tulisan tersebut adalah bahwa kita melakukan hal ini karena kekauatan yang diberikan oleh Allah, tidak ada daya manusia selain pertolongan Allah. 88Observasi langsung, Ds. Juku Eja, 24 April 2011. 89Jafriansyah (58), Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011.

Page 44: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

226

Demikian juga La Dekka mengungkapkan bahwa yang dilakukannya

kemudian yaitu iboloi minja’ bau nappani sinto ana’ beccingi, nappa yampori

benno (menaburkan minyak likat, dan menggunakan alat-alat sinto sandro untuk

kemudian menaburkan Ulatih dari beras ketan).90

Ritual kemudian dilanjutkan dengan ma’gere manu (penyembelihan ayam

kampung berwarna hitam dan kuning) yang juga disiapkan untuk ‘Olo

Massorongritasi’e (sesajen). Penyembelihan ayam ini dilakukan oleh 2 orang

Passeppi (pendamping/pembantu) Sandro secara bergantian, dan Sandro yang

memegang ayam tersebut untuk nantinya membiarkan darahnya menetes ke laut

setelah dilakukan penyembelihan tersebut. Sandro Jafri mengungkapkan bahwa ia

kembali mengutarakan dalam hatinya: engkani’e pa’berena ana appota’

(terimalah pemberian anak cucu engkau sebagai tanda rasa syukur Nelayan).91

Ritual Ma’gerre manu tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh Asri, salah

seorang Passeppi Sandro pada ritual Massorongritasi tahun 2011 ini dilakukan

dengan membaca: Bismilla>h alla>hu akbar, sebanyak 3 (tiga kali).92

Menurut pengamatan peneliti di lapangan, kedua ekor ayam yang sudah

disembelih secara bergantian tersebut kemudian disorong/dilepaskan di

permukaan air laut, namun selanjutnya keduanya boleh diambil oleh siapapun dari

para hadirin yang menginginkannya sebelum keduanya mati di laut.93 Sandro Jafri

juga mengatakan demikian, bahwa kedua ekor ayam tersebut diperbolehkan bagi

90La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 29 April 2011. 91Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. 92Asri, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. Asri merupakan salah seorang keturunan dari Sandro Jafri, yang nantinya akan menjadi penerus Sandro. 93 Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 26 April 2010 & 24 April 2011.

Page 45: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

227

siapa saja yang ingin mengangkat dan mengambilnya, apabila ayam tersebut

sudah jauh dari posisi penyembelihan dan Sandro.94

Sandro La Dekka mengatakan bahwa ketika Ma’gere manu (memotong

Ayam) di tempat ritual tersebut, ia mengutarakan sebagai berikut: 95

Apoleammu pole ritanae, maleka’e katenniko, nabimu gere’ko’, puangge taroeko nyawa. A’jamu kedo, eloko i’tujuang akki umma’na nabi Muhamma’ (Kamu dijadikan dari tanah, Malaikat yang memegangmu, Nabi yang memotongmu, Tuhan yang memberikan nyawamu, jangan bergerak sebab kamu akan dipotong/sembelih tujuannya untuk umat nabi Muhammad). Selanjutnya Sandro dibantu Passepinya mempersiapkan ‘Olo (sesajen)

yang akan disorong ke laut, dengan terlebih dulu menyalakan api taibani (lilin

yang terbuat dari cani/tahi lebah) yang ada pada piring pennetoriolo (melawin)

bersama dengan Sokko patan rupa (ketan empat warna). ‘Olo ini selanjutnya

dipaccuru (dimasukkan) oleh Sandro ke laut secara bersamaan.96

Jafri juga mengungkapkan ketika ia melakukan Massorong sokko patan

rupa ini, bahwa ia kembali mengutarakan dalam hatinya: engkani’e pa’berena

ana appota’ (ini ada sudah pemberian anak cucu engkau sebagai tanda

kesyukuran anak cucu Nelayan). Sebagaimana ungkapannya, maka ketika itu

katanya: wetunne sorrong rasanna engka gettekki (seperti ada yang menarik

tangannya dari dalam laut).97 Dan kemudian Sandro juga menyorong otti

Barangeng (memasukkan sesajen yang berikutnya berupa pisang Raja ke laut,

dibantu para Passeppinya.98

94 Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. 95 La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 29 April 2011. 96 Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 26 April 2010 & 24 April 2011. 97 Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. 98Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 26 April 2010 & 24 April 2011.

Page 46: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

228

Menurut La Dekka bahwa Massorongritasi dilakukan untuk penghormatan

kepada nabi Khaidir yang dipercaya untuk menjaga laut. Ia mengatakan:

Issorrongi’e nabi Khaidir ma’su’na supaya idi pattasi’e yarekki asalamareng nannia dalle masewwa-sewwae. (dilakukannya Massorong itu diperuntukkan kepada nabi Khaidir sebagai Penguasa laut, supaya Nelayan diberikan keselamatan dan rezeki yang banyak melimpah) Dan ketika melakukan Massorong tersebut, yang dikatakan Dekka

adalah99: Engkani pa’berena ana apota, apabila kurangi maka tapa’gennei’,

apabila salah maka tapa’tujui (Terimalah pemberian anak cucu Nelayan,

manakala kurang maka genapkanlah, dan apabila salah maka benarkanlah).

Terdapat perbedaan mengenai aktivitas atau prosesi ritual

Massorongritasi antara Sandro La Dekka dengan Sandro Jafri, yaitu bahwa

Ma’gere manu dilakukan setelah dilakukannya ritual Massorong ‘Olo dan Otti,

sebagaimana pernyataan La Dekka berikut: 100

Isorongi ‘olona, birawa isorongi ottinna barangeng, nappani ma’geremanu; manu burani manu kaliyabo, sibawa manu ma’kunrai manu ka’ding, nappa ribacang doanna Nabi Heder: Alla>humma ma> kalla> ba’duh, ri>hina> Khaidir ismuhu Mulka>n Balya>ku>ny Abu> al-Abba>sy t}ayyif al-busta>ny ya Bu>lya> bin Mulkan, paccapurenna mabbaca do’a salama ilaleng lopi. Ritual Massorong dilakukan pertama kali dengan memasukkan sesajen yang telah disiapkan, kemudian memasukkan bahan lainnya seperti pisang Barangeng, kemudian selanjutnya menyembelih ayam; ayam jantan (kaliyabo) dan ayam betina (kading), kemudian membaca do’anya Nabi Khaidir. Ritual Massorong ditutup dengan membaca do’a selamat di atas kapal.

99 La Dekka, Wawancara, Desa Pejala, 28 April 2011. 100Ibid. Ketika Dekka ditanya mengenai doa’a selamat seperti apa yang dibacanya ketika menutup upacara Massorongritasi ini, dengan secara baik dan benar (dalam persepsi penulis) ia membacakan do’a selamat sebagai berikut: Alla>humma inna> nas’aluka sala>matan fi> ad-di>n, wa ‘a>fiyatan fi> al-jasad, wa s}ih}h}atan fi> al-jism, wa barakatan fi> ar-rizq, wa taubatan qabl al-maut, wa ra>h}atan ‘ind al- maut, wa ‘a>fiyyatan ba’ad al-maut, wa ra>h}atan ‘ind al-hisa>b…dan seterusnya.

Page 47: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

229

Senada dengan pernyataan La Dekka di atas, Wa’ Mannu (Aminuddin)

juga menuturkan mengenai ucapan yang disampaikan ketika melakukan

Massorong ke laut ini, diawali dengan membaca istighfa>r dan shaha>datain:

.اشھد ان ال الھ اال هللا واشھد ان محمدا رسول هللا. استغفر هللا العظیم

kemudian ia mengucapkan dalam hatinya kalimat berikut : 101

السالم علیك یا خیضر علیھ السالمtatarimae paberena ana appota, nakko salai tapattujui, nakko kurangngi tapa’genne’i, wa na’udzubillahi min dzalik. (semoga keselamatan atasmu ya Khaidir as, terimalah pemberian kami ini anak cucu Nelayan, apabila salah benarkan, apabila kurang cukupkan, dan kami berlindung kepada Allah dari yang demikian tersebut).

Kemudian Sandro kembali duduk di pinggiran kapal dengan

menundukkan kepala.102 Pada kondisi ini, Sandro Jafri mengatakan bahwa hal

tersebut dilakukannya untuk ma’janci, insha>alla>h taong pemeng engka kasi

akkuehe marekki assorongenna ana’appota’ (bertafakkur dan berjanji bahwa

tahun akan datang insha>alla>h kembali melakukan Massorongritasi), dan kemudian

ia berdoa, di mana do’a ini sebagai penutup seluruh ritual Massorongritasi yang ia

pimpin.103

Setelah ritual Massorongritasi selesai, Sandro kembali duduk di tengah-

tengah tempat yang telah disediakan untuknya di atas kapal, kemudian salah

seorang Passepi kembali memimpin do’a bersama, do’a yang dibaca ialah do’a

salama (selamat).104 Do’a selamat ini sebagai penutup seluruh kegiatan upacara

101Aminuddin (71Th), Wawancara, Desa Pejala, 30 April 2011. 102 Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 26 April 2010 & 24 April 2011. 103Jafriansyah, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011. Jafri mengatakan bahwa doa yang dibacanya ketika selesai Massorongritasi’e ini adalah do’a khusus, dan belum bisa ia sampaikan kepada penulis dan secara umum, karena itu wasiat dari nene’na (pendahulunya). 104Asri, Wawancara, Desa Pejala, 26 April 2011.

Page 48: BAB V UPACARA MAPPANRETASI SEBAGAI REALITAS …digilib.uinsby.ac.id/707/8/Bab 5.pdf · Penata Adat Ogi (Bugis) ... menghargai Nabi Khaidir Nelayan harus berterima kasih dengan gaya

230

Mappanretasi warga Nelayan Bugis Pagatan. Dilanjutkan dengan makan secara

bersama-sama di atas kapal dengan berbagai suguhan makanan dan minuman

yang telah disiapkan.105

Idham Mansur menyatakan bahwa yang terpenting dari prosesi upacara

yang dilakukan oleh warga Nelayan Bugis Pagatan ini ialah mereka menyatakan

rasa terima kasih (syukur) kepada Tuhan atas ni’matnya berupa rezeki melaut dan

juga menjadikannya momen untuk sekaligus memohon keselamatan dengan

berbagai do’a selamat yang mereka dapatkan dan diajarkan secara turun temurun,

sehingga do’a selamat bagi warga Nelayan Bugis Pagatan menjadi kebiasaan

untuk memulai dan mengakhiri sesuatu pekerjaan, walaupun tidak sebaik dan

sefasih bacaan do’a selamat generasi selanjutnya yang datang dari bangku sekolah

dan pesantren, tetapi itulah kemampuan yang mereka realisasikan dalam bentuk

ajaran agama yang mereka yakini kebenarannya, yaitu memohon keselamatan

menjadi yang terpenting selain hasil jerih payah pekerjaan.106

105 Observasi Langsung, Ds. Juku Eja, 26 April 2010 & 24 April 2011. 106 Idham Mansur, Wawancara, Ds. Pasar baru, 26 Mei 2010.