bab v pembahasan -...

17
46 BAB V PEMBAHASAN Proses interaksi yang terjadi pada para aktor, akan menghantarkan para aktor kepada proses adaptasi. Seberapa sering para aktor berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya tentu akan mempengaruhi bagaimana perilaku para aktor. Suranto (2010) mengatakan, melalui suatu proses belajar secara berkesinambungan setiap manusia akan menganut suatu nilai yang diperoleh dari lingkungannya. Nilai-nilai itu kemudian diadopsi dan diimplementasikan dalam bentuk kebiasaan yaitu pola perilaku sehari-hari. Namun dalam proses adaptasi tersebut tidak serta-merta akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para aktor. Dalam arti bahwa, dalam prosesnya harapan kita bisa saja dialnggar dan menjadi sebuah pelanggaran harapan. Namun, pelanggaran harapan tersebut bukan tentang sesuatu yang salah atau fatal atau sesuatu yang bernilai negatif. Pelanggaran harapan juga dapat bernilai positif, tergantung bagaimana para aktor yang adalah komunikator memberikan penilaian terhadap pelanggaran tersebut, berikut akan dijelaskan bagaimana proses adaptasi yang terjadi pada para aktor, pelanggaran harapan yang terjadi, hingga akan menghasilkan suatu pola adaptasi. 5.1 Adaptasi Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri yang akan dilakukan oleh setiap individu yang berada pada lingkungan barunya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan diri demi kelangsungan hidup. Dalam proses penyesuaian dapat berarti mengubah diri seseorang sesuai dengan lingkungan barunya atau mengubah lingkungan sesuai dengan kemauan seseorang. Namun dalam beberapa kasus adaptasi untuk mengubah lingkungan sesuai dengan apa yang diinginkan seseorang sangat jarang ditemukan. Kebanyakan kasus adaptasi adalah bagaimana seseorang berubah mengikuti lingkungan barunya. Begitu juga dengan aktor-aktor dalam penelitian ini. Sebelum masuk dalam tahap adaptasi yang sesungguhnya para aktor sudah dibekali pengetahuan secara tidak langsung tentang daerah atau lingkungan

Upload: ngodang

Post on 08-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

46

BAB V

PEMBAHASAN

Proses interaksi yang terjadi pada para aktor, akan menghantarkan para

aktor kepada proses adaptasi. Seberapa sering para aktor berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya tentu akan mempengaruhi bagaimana perilaku para aktor.

Suranto (2010) mengatakan, melalui suatu proses belajar secara

berkesinambungan setiap manusia akan menganut suatu nilai yang diperoleh dari

lingkungannya. Nilai-nilai itu kemudian diadopsi dan diimplementasikan dalam

bentuk kebiasaan yaitu pola perilaku sehari-hari. Namun dalam proses adaptasi

tersebut tidak serta-merta akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh

para aktor. Dalam arti bahwa, dalam prosesnya harapan kita bisa saja dialnggar

dan menjadi sebuah pelanggaran harapan. Namun, pelanggaran harapan tersebut

bukan tentang sesuatu yang salah atau fatal atau sesuatu yang bernilai negatif.

Pelanggaran harapan juga dapat bernilai positif, tergantung bagaimana para aktor

yang adalah komunikator memberikan penilaian terhadap pelanggaran tersebut,

berikut akan dijelaskan bagaimana proses adaptasi yang terjadi pada para aktor,

pelanggaran harapan yang terjadi, hingga akan menghasilkan suatu pola adaptasi.

5.1 Adaptasi

Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri yang akan dilakukan

oleh setiap individu yang berada pada lingkungan barunya. Hal ini dilakukan

untuk mempertahankan diri demi kelangsungan hidup. Dalam proses penyesuaian

dapat berarti mengubah diri seseorang sesuai dengan lingkungan barunya atau

mengubah lingkungan sesuai dengan kemauan seseorang. Namun dalam beberapa

kasus adaptasi untuk mengubah lingkungan sesuai dengan apa yang diinginkan

seseorang sangat jarang ditemukan. Kebanyakan kasus adaptasi adalah bagaimana

seseorang berubah mengikuti lingkungan barunya. Begitu juga dengan aktor-aktor

dalam penelitian ini.

Sebelum masuk dalam tahap adaptasi yang sesungguhnya para aktor sudah

dibekali pengetahuan secara tidak langsung tentang daerah atau lingkungan

Page 2: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

47

tempat mereka akan memulai sesuatu yang baru. Dalam hal ini para aktor yang

adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, sudah diberi tahu

secara umum bagaimana kehidupan di Pulau Jawa, bagaimana penduduknya dan

seperti apa mereka misalnya, masyarakat di Jawa khususnya Salatiga adalah orang

yang ramah-ramah, sopan, lemah lembut, daerahnya dingin, dan lain sebagainya.

Hal-hal tersebut mereka dapatkan dari kerabat-kerabat mereka yang memang

sudah pernah merantau di daerah Jawa, ada juga yang belajar dari kehidupan

orang-orang rantau yang ada di daerah asal mereka.

5.1.1 Adaptasi Aktor dengan Lingkungan Tempat Tinggal

Dalam kehidupan baru para aktor sebagai anak rantau yang harus

menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Tentunya hal pertama yang harus

mereka kenali dan pelajari terlebih dahulu adalah tempat mereka tinggal sekarang

yaitu kos mereka. Jika dilihat dari daerah kos para aktor, A1 berada pada

lingkungan kos dimana pada daerah tersebut memang rata-rata adalah anak Papua

juga, yaitu daerah cemara. Namun untuk pemilihan kosnya, A1 tidak

mengharuskan untuk satu kos dengan anak-anak yang satu daerah juga. Pada kos

A1, hanya dirinya sendiri yang berasal dari daerah Papua, selebihnya dari daerah

Jawa dan ada juga yang berasal dari Medan.

A2 dan A3 tinggal di kosan yang berada di daerah Seruni. Di daerah

tersebut tergolong daerah campuran dari berbagai daerah. Kebetulan A2 dan A3

tinggal pada kos yang sama. Pada kos A2 dan A3 hanya terdapat mereka berdua

yang berasal dari daerah Papua, selebihnya ada anak Ambon, Toraja, dan Jawa.

A4 yang berasal dari suku Dayak, berada pada daerah kos yang

lingkungannya adalah penduduk setempat, yaitu di daerah Sumopuro Lor. Pada

kos Aktor IV rata-rata penghuninya adalah anak-anak dari daerah Jawa yang dekat

dengan Salatiga. Kos dari A4 pun merupakan kos 24 jam, sehingga memang

banyak anak-anak rantau sekitar Salatiga yang tinggal disitu dikarenakan mereka

yang sering pulang. A4 memilih kos di daerah tersebut dikarenakan waktu kosnya

yang 24 jam dan lingkungannya.

Page 3: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

48

A5 dan A6 tinggal di daerah kos Margosari, dimana umumnya anak-anak

penghuni kos di daerah Margosari berasal dari daerah Timur. Memang ada juga

anak-anak yang berasal dari daerah Jawa, namun tidak sebanyak anak-anak dari

daerah Timur. Pada kos A5 dan A6 terdapat anak-anak yang berasal dari Kupang,

Kalimantan, dan Jawa. Di daerah Margosari juga merupakan daerah

perkampungan dimana keadaan sosial didalamnya bukan hanya antara anak kos

dan anak kos, tetapi juga antara anak kos dan penduduk sekitar.

Dilingkungan tempat tinggal para aktor yang rata-rata langsung

berinteraksi dengan penduduk lokal terlihat cukup baik. Beberapa pengalaman

para aktor yaitu ketika bertemu dengan penduduk lokal, para aktor akan

menunduk dan memberi salam. Padahal jika dilihat dari kebiasaan para aktor

khusunya yang bersal dari Dayak, ketika mereka bertemu dengan orang yang

lebih tua dari mereka, mereka hanya akan tersenyum atau menyapa selamat pagi,

selamat siang dna selamat sore. Dalam hal ini tinggal di daerah kosan yang

langsung berhadapan dengan penduduk lokal cukup mempengaruhi perilaku para

aktor dalam hal tata krama da sopan santun.

5.1.2 Adaptasi Para Aktor dengan Lingkungan Kampus

Beranjak dari adaptasi dengan lingkungan kos atau tempat tinggal para

aktor yang baru, lingkungan selanjutnya yang menjadi bagian terpenting bagi para

aktor adalah lingkungan pendidikan yang baru. Sebagai mahasiswa Universitas

Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang di juluki Indonesia Mini, para aktor

tidak hanya bertemu dengan teman-teman yang berasal dari satu daerah yang

sama, namun beragam daerah dengan bahasa dan budaya yang berbeda. Hal

tersebut tentunya membuat para aktor harus bisa menyesuaikan diri mereka

dengan cara dan kekhasan mereka masing-masing. Kesan pertama yang tidak

pernah dilupakan oleh para aktor adalah saat-saat Orientasi Mahasiswa Baru

(OMB). Pada masa-masa OMBlah para aktor mulai berbaur dan mencari teman.

A1 dalam masa OMB bertemu dan berkenalan dengan teman-temannya

yang hingga kini tetap menjadi teman-teman dekatnya. Teman-teman dari A1

Page 4: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

49

bukan berasal dari satu daerah yang sama, ada yang berasal dari Toraja, Ambon,

Solo, Bandung, Pati dan Salatiga. Hal ini diawali dengan berkenalan, berteman

dan sering pulang bersama. Pada A2 dan A3 pada masa OMB diakui tetap

membuka diri untuk teman-teman dari budaya lain, namun mereka lebih sering

dengan teman-teman yang satu daerah. A4 mengatakan bahwa ia tipe orang yang

cenderung pemalu untuk mengawali percakapan dengan orang lain, sehingga pada

awal-awal OMB, A4 cenderung individual. A5 berbeda lagi, pada awal mulai

OMB dia merasa kaget dan lucu ketika bertemu dengan orang-orang yang berbeda

budaya. Ia merasa terheran-heran dengan orang-orang yang dia lihat. Dalam hal

berteman, pada awalnya A5 tetap memulai percakapan dengan teman-teman yang

lainnya namun untuk dekat dengan orang-orang tertentu bagi pribadi A5 sendiri

masih belum bisa untuk terlalu cepat dekat dengan orang lain. sedangkan A6 juga

merupakan tipe orang yang bisa memulai percakapan atau interaksi dengan orang

lain namun untuk dekat dengan orang-orang tertentu, A6 merasa masih butuh

waktu untuk mengenal dan mencari teman yang cocok dengan dirinya. Seiring

berjalannya waktu, mau atau tidak mau para aktor tetap akan melakukan interaksi

dengan lingkungan dan teman-teman yang berbeda budaya.

5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor

Apa yang dialami oleh para aktor diatas merupakan awal mula para aktor

mengenal dan memulai interaksi dengan teman-teman yang berbeda daerah asal

dengan mereka. Dalam teori adaptasi interaksi, Joodie Burgoon, apa yang dialami

oleh para aktor merupakan hal yang alamiah. Seperti yang dijelaskan pada prinsip

kedua dalam teori ini adalah secara biologi terjadi tekanan-tekanan untuk

melakukan interaksi antar sesama dan sewaktu-waktu dapat memiliki kecocokan

satu dengan yang lain. Dalam hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa interaksi

merupakan hal yang tidak dapat dihindari karena interaksi terjadi akibat dorongan

biologis.

Dalam interaksi para aktor terkandung suatu kebutuhan, harapan, dan

keinginan didalamnya. Ketiga faktor tersebutlah yang akan mendukung proses

adaptasi para aktor. Kebutuhan, berhubungan dengan pembawaan secara biologis

Page 5: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

50

akan kebutuhan untuk mendapatkan rasa nyaman, dan perlindungan. Harapan

berkaitan dengan sosiologis yang berasal dari norma sosial, norma budaya, tujuan

komunikasi, pengetahuan umum tentang perilaku lawan bicara. Keinginan,

berhubungan dengan pilihan dan tujuan dalam satu interaksi. Begitulah yang

dijelaskan pada teori adaptasi interaksi.

Tanpa adanya interaksi tentunya adaptasi juga tidak akan berjalan dengan

baik. Adaptasi didapatkan dari proses belajar dengan lingkungan sekitar

seseorang. Dalam proses belajar inilah, seluruh panca indera manusia difungsikan.

Ellingwort, mengemukakan bahwa setiap individu dianugrahi kemampuan untuk

beradaptasi antarpribadi. Oleh karena itu, maka setiap individu memiliki

kemampuan untuk menyaring manakah perilaku yang harus atau tidak harus

dilakukan (Liliwery, 2010 : 63). Perilaku tersebut dapat dilihat melalui verbal dan

nonverbal seseorang. Begitu juga para aktor dalam penelitian ini. Interaksi para

aktor dalam proses adaptasinya dapat dibagi menjadi adaptasi interaksi verbal dan

nonverbal.

5.2.1 Adaptasi Interaksi Verbal

Ketika berbicara tentang adaptasi interaksi secara verbal (lisan), berarti

berkaitan dengan apa yang dikatakan atau apa yang terungkap secara kata-kata

oleh seseorang dalam proses adaptasinya. Apa saja yang ia katakan atau ucapkan

dapat menunjukan seberapa jauh adaptasi yang dilakukan oleh seseorang.

Adaptasi yang terjadi dari proses interaksi para aktor dapat dilihat dari

perbendaharaan kata yang digunakan oleh para aktor, juga tentang vokal atau

intonasi pengucapan. Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa dalam interaksi para

aktor, banyak mengadopsi kata-kata yang berasal dari hasil interaksi dengan

teman-teman yang berasal dari daerah Jawa dan daerah timur Indonesia. Sadar

atau tidak sadar dengan siapa mereka berinteraksi mempengaruhi gaya bahasa

mereka. Dalam interaksi yang terjalin pun para aktor biasanya akan berusaha

untuk menyesuaikan kata-kata apa yang akan digunakan tergantung dengan siapa

mereka berkomunikasi. Dalam tulisannya Cai dan Rodriguez, tentang Adjusting to

Page 6: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

51

Cultural Difference: The Intercultural Adaptation Model, dijelaskan bahwa

variasi komunikan akan mempengaruhi komunikator. Dalam arti bahwa ketika

ada komunikasi antara dua orang atau lebih yang memiliki latar belakang budaya

yang berbeda, para pelaku komunikasi ini akan berusaha untuk menyesuaikan

perilaku dan gaya bahasa mereka. Begitu juga yang dikatakan pada prinsip

pertama teori adaptasi interaksi, bahwa pada dasarnya orang-orang cenderung

untuk beradaptasi dan menyesuaikan pola interaksi mereka satu sama lain

Umumnya pada saat berkomunikasi, para aktor menggunakan bahasa

Indonesia. Apalagi bagi para aktor yang berasal dari daerah Papua. Mereka

memang pada dasarnya lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa

Indonesia digunakan sebagai jembatan agar tercapainya satu pengertian dalam

komunikasi. Namun bukan berarti bahwa para aktor tidak pernah dengan spontan

menggunakan dialek asal mereka. ketika hal itu terjadi secara tiba-tiba, para aktor

dengan sadar akan meralat apa yang diakatakan sebelumnya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa variasi komunikan akan

mempengaruhi gaya bahasa komunikator, pada tabel 4.2 tentang kata-kata serapan

para aktor, menunjukan bahwa komunikan dari para aktor yang berasal dari Jawa,

Ambon, dan Kupang sangat mempengaruhi gaya bahasa mereka. Terkadang

dalam satu percakapan, para aktor tanpa sengaja menggabungkan kata-kata

tersebut. Seperti A1 ketika diwawancarai dan ditanya tentang bahasa sehari-hari

yang digunakan disini, A1 menjawab ‘papua tok’. Ada lagi A4 yang ketika

diwawancarai, ia beberapa kali menjawab dengan ‘nggak toh’.

Sedangkan pada intonasi atau pengucapan kata, para aktor belum

sepenuhnya mengikuti gaya ucap yang sebenarnya. Dalam hal ini, para aktor

menggunakan intonasi yang merupakan pembawaan dari daerah mereka atau

intonasi yang merupakan gabungan dari daerah lain. Seperti A1 dan A4 pada

contoh diatas, ketika mengucapkan ‘Papua tok’, A1 mengucapkannya dengan

datar dan tidak ada penekanannya. Sedangkan A4 ketika mengucapkan ‘nggak

toh’ intonasi yang keluar adalah intonasi daerah timur indonesia yang terkesan

naik dan melengking.

Page 7: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

52

Dalam hal adaptasi interaksi verbal yang terjadi pada para aktor, dapat

disimpulkan bahwa secara verbal (lisan) dengan siapa para aktor berinteraksi

sangat mempengaruhi gaya bahasa yang digunakan oleh para aktor. Para aktor

juga akan menyesuikan gaya bahasa mereka ketika mereka berbicara dengan

teman-teman yang berbeda daerah asal dengan mereka.

5.2.2 Adaptasi Interaksi Nonverbal

Umumnya ketika seseorang mulai menginjakan kakinya didaerah yang

baru, ia akan cenderung untuk mencari dan mendekatkan diri dengan teman-teman

yang berasal dari daerah yang sama. Namun dalam tabel 4.1 terlihat bahwa

ternyata tidak semua aktor mengalami hal tersebut. Dalam interaksinya dengan

teman-teman yang berasal dari daerah yang sama, A1 dan A4 tidak tergolong

dalam kategori diatas. Kedua aktor ini cenderung untuk lebih dekat dengan teman-

teman yang berbeda daerah dengannya. Untuk itu pada tabel perilaku nonverbal

aktor dengan teman-teman yang satu daerah pada bagian jarak, kedua aktor ini ada

pada jarak 55-70cm dengan teman-teman satu daerahnya. Dan pada perilaku

nonverbal lainnya hanya sebatas perilaku-perilaku pada umumnya.

Pada tabel 4.3 dan 4.4, para aktor yang sering bersama dengan teman-

teman yang berasal dari satu daerah, lebih banyak memiliki variasi perilaku

nonverbal dibandingkan dengan para aktor yang lebih sering bersama dengan

teman-teman yang berbeda budaya. Hal yang paling jelas ada pada aspek

sentuhan. Dalam perilaku ini, para aktor lebih bisa melakukan sentuhan kapanpun

sesuai keinginan aktor. Dalam perilaku-perilaku kecil misalnya pada bagian

bercanda dan mengendalikan, hanya dengan satu pukulan pelan, komunikan dari

para aktor sudah dapat menangkap apa maksud dari perilaku aktor tersebut.

Seperti yang dijelaskan pada awal memasuki pembahasan bab ini, terdapat

sebuah contoh saat para aktor yang biasanya ketika bertemu dengan orang yang

lebih tua di daerah mereka, mereka hanya menyapa sambil mengucapkan selamat

pagi, selamat siang, dan selamat malam. Namun, ketika mereka ada di Salatiga

dengan lingkungan kos yang interaksinya langsung dnegan penduduk lokal,

Page 8: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

53

perilaku tersebut berubah mengikuti tata krama orang setempat, yaitu menunduk

sambil memberikan salam.

Dalam proses adaptasi yang terjadi, perilaku para aktor merupakan

perilaku noverbal yang terjadi secara umum, atau perilaku yang biasanya

dilakukan setiap orang pada umumnya. Seperti menaikan alis, menggunakan

‘emm’, ‘hmm’ saat merespon, dan lain sebagainya. Lihat tabel 4.3 dan 4.4.

Dengan kata lain, perilaku yang ditunjukan oleh para aktor belum merupakan

perilaku adaptif, namun masih seputar kebiasaan.

5.3 Harapan dan Pelanggaran Harapan

5.3.1 Harapan

Harapan merupakan komponen yang penting ketika kita berbicara tentang

pelanggaran harapan. Harapan yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh

terhadap evaluasi pelanggaran harapan yang terjadi. Begitu juga yang dialami oleh

para aktor. Dalam hal ini pula latar belakang budaya seseorang juga berpegaruh

terhadap harapan yang dimiliki. Pada gambar 2.1 tentang faktor-faktor harapan,

dijelaskan bahwa terdapat tiga faktor dalam harapan. Faktor pertama yaitu

komunikator, dimana dalam faktor ini lebih melihat karakterisik dari seorang

komunikator dari segi gender, umur, kepribadian, penampilan, daerah atau negara

asal. Faktor kedua yaitu hubungan, faktor ini merujuk pada hubungan atau relasi

atau konektivitas individu antara satu dengan yang lain dalam hal pengalaman

sebelumnya dengan lawan bicara, status, hubngan kekeluargaan, ketertarikan dan

rasa suka. Dan faktor yang terakhir yaitu faktor konteks, yang melihat mengenai

pengaturan dan tipe interaksi yang akan terjadi. Ketiga faktor tersebut turut

terlibat dalam interaksi yang terjadi antara para aktor dengan lingkungan

interaksinya.

Dalam interaksi para aktor dengan lingkungan sekitarnya, hal pertama

yang dilihat dan diperhatikan adalah dengan siapa mereka berbicara. Hal utama

yang sangat diperhatikan adalah faktor pertama, komunikator. Dari faktor inilah

para aktor akan mulai untuk mengembangkan hubungan dan konteks ketika

Page 9: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

54

berinteraksi. A1, A2, A3, A5, dan A6 dalam harapannya dinilai cukupterbuka dan

tidak memilih-milih lawan interaksinya. Kelima aktor ini cukup terbuka ketika

berinteraksi dengan siapa saja. Oleh sebab iu untuk faktor hubungan dan konteks

dari kelima aktor ini akan cenderung lebih bervariasi. Berbeda lagi dengan A4,

dari pengalaman yang terjadi dibanding dengan aktor-aktor lain, A4 sangat

memperhatikan komunikannya dari segi gender. Secara pribadi A4 memiliki

pengalaman yang tidak mengenakan ketka berinteraksi dengan teman-temannya

yang perempuan, sehingga berpengaruh terhadap harapan yang dimilikinya. A4

merasa lebih nyaman ketika harus berinteraksi dengan lawan jenis. Ketika terjadi

interaksi antara A4 dengan teman yang sama-sama perempuan, A4 cukup

mengontrol pembicaraan yang terjadi dan tidak akan dengan mudah terbuka

dengan orang tersebut. Faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap dua faktor

lainnya. Ketika A4 merasa aman dan nyaman, dalam hal faktor hubungan dan

konteks pula akan semakin berkembang, begitu pula sebaliknya.

Disisi lain berbicara tentang harapan, seperti yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya para aktor pada awal kedatangannya memang sudah dibekali

tentang pengetahuan dari pengalaman orang-orang terdekat tentang daerah Jawa

dan penduduknya. Hal ini pula berpengaruh terhadap pandangan dan harapan para

aktor. Para aktor secara umum memiliki harapan yang sama akan diterima pada

lingkungan barunya. Masyarakat Jawa yang ramah, sopan, halus, merupakan

penilaian awal mereka ketika mendengar cerita dan pengalaman dari kerabatnya.

dari sinilah harapan para aktor mulai berkembang seturut dengan pengalaman para

aktor. Namun pada kenyataannya tidak semua harapan yang dimiliki para aktor

berjalan sesuai, adakalanya apa yang terjadi tidak seperti apa yang diharapkan.

Ketidaksesuaian inilah yang disebut dengan pelanggaran harapan.

5.3.2 Pelanggaran Harapan

Prinsip keenam dalam teori adaptasi interaksi menyatakan, bahwa

meskipun orang atau individu memiliki tekanan biologis dan sosiologis untuk

beradaptasi satu sama lain, tingkat adaptasi yang strategis akan bervariasi

tergantung pada beberapa faktor seperti konsistensi kesadaran individu dari

Page 10: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

55

dirinya sendiri atau dari orang lain. Dengan kata lain, konsistensi individu berasal

dari diri sendiri atau pun orang lain yang menunjukan ketertarikan dan ketetapan

dalam beradaptasi. Dalam alam sadar para aktor mereka akan menunjukan

perilaku adaptasi menurut cara mereka tergantung dari seberapa besar konsistensi

dalam diri mereka dan didukung oleh orang-orang disekitarnya.

Seperti apa yang telah dijelaskan diatas mengenai faktor konsistensi

individu dan orang lain yang memiliki pengaruh dalam adaptasi para aktor,

terlihat bagaimana faktor tersebut dapat memicu terjadinya pelanggaran harapan.

Pelanggaran harapan terjadi karena perilaku yang tidak biasa yang didapati oleh

pelaku komunikasi. Pada awal kedatangan para aktor di Salatiga, mereka memiliki

harapan yang sama yaitu dapat diterima dilingkungan barunya. Namun, jika

dilihat dari konsistensi individu dan orang lain yang mendukung dan tidak

mendukung, harapan tersebut bisa berubah menjadi suatu pelanggaran.

Dalam teori pelanggaran harapan Joodie Burgon, menjelaskan bahwa

pelanggaran harapan dapat bervalensi positif atau negatif tergantung dari penilain

komunikan terhadap komunikator, dan dari seberapa besar komunikator

memberikan penghargaan terhadap komunikannya. Dalam arti, walaupun

dikatakan pelanggaran yang secara denotasi berarti suatu hal yang negatif, hal

tersebut dapat menjadi sesuatu yang positif tergantung bagaimana para pelaku

komunikasi saling bekerjasama.

Dari penjelasan tentang konsistensi individu dan orang lain pada proses

adaptasi interaksi, dapat ditemukan bahwa pelanggaran harapan dapat terjadi

karena adanya faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan

lingkungan yang ada disekitar para aktor. Sedangkan faktor internal adalah pribadi

aktor itu sendiri. Dengan kata lain, pelanggaran harapan dapat terjadi jika kedua

faktor tersebut tidak bukan merupakan faktor pendukung satu dengan yang lain.

A1, dari sisi faktor eksternal yaitu lingkungan sekitar aktor baik di kampus

dengan teman-teman kampusnya, di kos, dan faktor internal yaitu pribadi aktor I

sendiri membuka diri dengan lingkungan barunya. Oleh sebab itu merupakan

Page 11: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

56

faktor eksternal dan internal A1 merupakan faktor-faktor yang saling mendukung.

Dalam adaptasi A1, lingkungan dan teman-teman sekitarnya turut mempengaruhi

penyesuaian diri aktor. Dari segi interaksi A1 dengan lingkungan dan teman-

temannya yang berbeda daerah asal tidak membuat A1 merasa terasingkan. Denga

kata lain, lingkungan dan teman-temannya sama-sama menghargai dan

mendukung satu dengan yang lain. Bahasa yang mereka gunakan dalam interaksi

pun adalah bahasa Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa aktor I

dan teman-temannya tidak menggunakan bahasa daerahnya. Tapi hal tersebut

bukan menjadi suatu masalah bagi mereka. Toleransi yang tinggi menjadi bekal

dalam adaptasi A1. Sehingga ketika terjadi pelanggaran harapan pada A1 dalam

adaptasinya, pelanggaran harapan tersebut dapat bermuatan positif karena adanya

saling pengertian diantara A1 dengan lingkungan sekitarnya.

A2, dari faktor eksternal tergolong cukup mendukung A2 dalam

beradaptasi. Namun dari faktor internal, pribadi A2 sendiri mendapat kesulitan

dalam menyesuaikan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Faktor

eksternal dan internal yang ada pada A2 merupakan faktor yang tidak saling

mendukung. Sehingga pada keseharian A2, ia lebih sering terlihat dengan teman-

teman yang berasal dari satu daerah asal karena tidak sulit dalam berkomunikasi

dan lebih mudah. Sehingga dalam adaptasi A2, faktor eksternal dan internal dari

A2 merupakan faktor-faktor yang tidak saling mendukung. Namun, dalam

pelanggaran harapan yang terjadi antara A2 dengan lingkungannya, ditemukan

pelanggaran harapan yang bermuatan positif. Hal ini dikarenakan A3

menempatkan dirinya pada suatu pengertian dan memaklumi apa yang terjadi.

A3 juga memiliki dari faktor eksternal dan internal tidak berbeda jauh

dengan A2. A3 memiliki keinginan dari dalam diri untuk bisa membangun relasi

dengan teman-teman yang berbeda daerah dengannya. Namun dalam hal ini, A3

mendapat kesulitan dari untuk bisa menyesuikan bahasa yang digunakan ketika

berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda daerah dengannya. Oleh sebab itu

faktor eksternal dan internal yang dimiliki A3 merupakan faktor-faktor yang tidak

saling mendukung. Dalam pelanggaran harapan yang terjadi, terdapat toleransi

Page 12: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

57

dan pengertian dari A3 ketika mengahadapidan atau menanggapi teman-teman

sekitarnya, khususnya bagi teman-teman yang berbeda daerah. Oleh sebab itu,

pelanggaran harapan yang terjadi pada A3 bermuatan postif.

A4 dari faktor eksternal juga tergolong mendukung adaptasi A4. Namun

dari faktor internal, A4 memang membatasi dirinya dalam berinteraksi atau

berhubungan dengan orang lain. Dan jika itu berhubungan dengan daerah lain

yang memiliki budaya berbeda, A4 akan melihat terlebih dulu dan mulai memilah

dari segi ketertarikan A4 terharap budaya tersebut. Jika tertarik, A4 akan dengan

mudah bisa menerima dan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Namun jika

tidak, ia lebih memilih untuk menjadi dirinya sendiri. Memang dalam faktor

internal, A4 cukup tertutup dan hati-hati. Bahasa Indonesia dipilihnya sebagai

pertahanan dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena faktor eksternal

dan internal A4 tidak saling mendukung, ada kemungkinan jika pelanggaran

harapan terjadi merupakan pelanggaran harapan yang bermuatan negatif. Namun

hasil penelitian yang didapat, pelanggaran harapan pada A4 bermuatan positif. A4

juga membenarkan ketika apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang

diharapkannya, ia akan memilih untuk memaklumi dan mencoba untuk mengerti

serta memperbaiki kesalahannya.

A5 dari faktor eksternalnya tergolong kurang mendukung A5 dalam

beradaptasi. Dilihat dari pengalaman A5 ketika megerjakan tugas kelompok

dengan teman-temannya yang berasal dari Jawa, dimana dalam percakapan

kelompok mereka menggunakan bahasa Jawa. Dan ketika diminta untuk

menggunakan bahasa indonesia, teman-teman dari A5 menolak melakukannya.

Dari faktor internal, A5 tergolong membuka diri dengan lingkungan sekitarmya.

Didapati bahwa faktor internal dan eksternal dari A5 merupakan faktor-faktor

yang tidak saling mendukung. Namun pada kenyataannya dan pada pelanggaran

harapan yang terjadi, A5 memerima perlakukan teman-temannya tersebut dan

memaklumi apa yang dilakukan teman-temannya. Oleh sebab itu, pelanggaran

harapan yang terjadi pada A5 bermuatan positif.

Page 13: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

58

A6 dari faktor eksternal juga tergolong mendukung A6 dalam beradaptasi.

Pada faktor internal, A6 cukup membuka diri dan menerima lingkungan barunya.

Berbeda dari A1 yang memang dari segi eksternal mendapat dukungan kuat

karena dukungan dari teman-teman baiknya, A6 mendapat dukungan dari orang-

orang yang tidak menentu dimana sewaktu-waktu hal tersebut dapat

mempengaruhi cara pandang A6 dalam beradaptasi. A6 memiliki faktor internal

dan internal yang saling mendukung. Oleh karena itu jika terjadi pelanggaran

harapan, pelanggaran harapan tersebut akan bermuatan positif. Karena secara

tidak langsng dari A6 sendiri ataupun lingkungan interaksinya sama-sama

memiliki kesadaran penuh tentang perbedaan budaya diantaranya.

Pelanggaran harapan dapat terjadi dari segi verbal dan nonverbal. Jika

dilihat dari kasus pada aktor dalam penelitian ini, pelanggaran harapan secara

verbal berada pada seputaran penggunaan bahasa saat interaksi yang diakibatkan

karena perbedaan budaya sehingga pemaknaannya juga akan berbeda. Dalam

adaptasi para aktor, pelanggaran harapan yang terjadi akan ditentukan pula dari

bagaimana respon secara nonverbal yang diberikan oleh lawan interaksi. jika

respon nonverbal yang diterima komunikator adalah respon postitif maka

pelanggaran harapan tersebut akan bernilai positif, begitu juga sebaliknya.

Dalam satu pengalaman ketika A1 sedang berbelanja di warung makan,

ia pernah mengalami kesulitan dalam menanggapi dan berperilaku ketika ternyata

uang kembalian yang diterimanya kurang. Tentunya A1 tidak pernah

mengaharapkan bahwa akan terjadi peristiwa seperti ini. Dalam obrolannya

dengan ibu penjual, ketika diberitahu bahwa kembaliannya kurang ibu tersebut

hanya menjawab ‘sek-sek’, kemudian A1 bertanya kembali tentang arti atau

maksud ucapan ibu tersebut namun ibunya hanya menjawab ‘mudeng ra’, jelas hal

itu membuat A1 semakin kebingungan, dengan merasa geli pada akhirnya A1

menerima uang kembalian yang sebenarnya, ibu warung makan pun

memberikannya dengan tertawa. Dalam harapannya aktor I ketika ia menginjakan

kaki di Salatiga, yang ia tahu bahwa orang-orang yang ada didalamnya akan

menggunakan bahasa Indonesia. Namun apa yang dialami oleh A1 dengan ibu

Page 14: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

59

warung makan tersebut jelas menunjukan terjadinya pelanggaran harapan pada

A1. Akan tetapi, respon ‘tawa’ yang diberikan oleh ibu penjaga warung dan

perasaan geli pada A1 menunjukan pelanggaran harapan yang terjadi secara

positif. Komunikasi dua arah yang terjadi diantara keduanya sama-sama dianggap

sebagai sesuatu yang lucu.

Adalagi pengalaman dari A2 yang pada suatu ketika membeli usaha dana

(usda) berupa makanan dari temannya. Saat usdanya datang, temannya

mengatakan usdanya ‘nanti’ diantar. Berdasarkan pengalaman dari A2 dengan

kata ‘nanti’ berarti dalam jangka waktu yang lama, sedangkan tanpa ia ketahui

bahwa pada daerah bagian barat Indonesia kata ‘nanti’ berarti dalam waktu yang

cepat. A2 pun akhirnya tidur. Tanpa disadari temannya sudah menunggu dia di

luar cukup lama untuk mengantarkan usdanya. Ketika A2 tersadar dan melihat

hpnya ternyata sudah ada beberapa kali pesan dari temannya yang mengatakan

bahwa ia sudah diluar. Hal ini juga merupakan bentuk dari pelanggaran harapan,

akibat dari perbedaan budaya. Namun dalam kasus ini, komunikan dari A2

memaklumi dan memberikan respon postif terhadap A2, hingga pelanggaran

harapan yang terjadi pada A2 dapat dinilai sebagai pelanggaran harapan positif.

sedangkan A3 yang dalam interaksinya tanpa sengaja menggunakan salah

satu dialek daerah asal yaitu kata ‘tra’ ketika ia berbicara dengan temannya yang

berbeda daerah asal. Aktor V dalam interaksinya mendapatkan respon seperti

orang yang bingung. Hal tersebut juga termasuk dalam pelanggaran harapan yang

terjadi secara verbal. Namun, A3 memaklumi hal tersebut dan menjelaskan

dengan menggunakan bahasa Indonesia kepada temannya.

Pengalaman A5 tentang teman-teman kelompoknya yang berdiskusi

menggunakan bahasa Jawa juga merupakan suatu contoh pelanggaran harapan

yang terjadi pada sisi verbal. Namun pelanggaran harapan verbal tersebut

bermuatan positif, karena A5 merespon dengan mengindar dan memaklumi apa

yang terjadi pada dirinya dan menerima perlakukan teman-temannya sebagai

sesuatu yang wajar.

Page 15: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

60

Pelanggaran harapan yang terjadi pada para aktor rata-rata bernilai

pelanggaran positif, karena adanya pemakluman dari komunikator terhadap

komunikan dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, untuk menghindari

terjadinya pelanggaran harapan yang memicu muatan negatif para aktor

menggunakan bahasa Indonesia dalam interaksinya. Memang ada beberapa aktor

yang tanpa disengaja menggunakan bahasa daerah mereka, namun hal tersebut

bukanlah menjadi sebuah masalah karena kesadaran dari para aktor sendiri akan

lingkungannya dan respon para aktor yang langsung meralat ucapannya.

Pelanggaran harapan yang terjadi dari segi nonverbal juga dialami oleh

para aktor. Pada perilaku nonverbal yaitu jarak, memainkan peranan penting

dalam komunikasi manusia. Dimana intensitas taktil (sentuhan) terjadi karena kita

mempunyai harapan didalam ruang pribadi kita (Ruben dan Stewart.2013:192).

Atau dengan kata lain, kita akan merespon baik sentuhan atau gerakan saat

seseorang melanggar ruang pribadi kita. Pada tabel perilaku nonverbal 4.2 tertulis

bahwa dalam percakapan, jarak yang terjadi antara aktor dan teman-temannya

berada pada level jarak pribadi frase dekat atau sekitar 45-75cm. Itu berarti, jika

komunikan dari para aktor berada pada intensitas <45cm atau >75cm menandakan

telah terjadi pelanggaran harapan dalam interaksi.

Pelanggaran harapan nonverbal dari segi jarak, dialami oleh A4 dan A6.

A4 merupakan orang yang memang menjaga jarak antara dirinya dengan teman-

teman sekitarnya. Ketika bersama-sama dengan teman-teman kampusnya, ia akan

menggunakan jarak 45-75cm, namun ketika temannya mulai dirasa berada pada

jarak <45cm, A4 akan menghindar atau menggeser menjauhi temannya. Begitu

juga dengan A6 ketika ada teman perempuannya yang tiba-tiba datang

menghampirinya dan duduk di pangkuannya, A6 secara otomatis bereaksi

mendorong temannya tersebut dan mengusir temannya. Namun dengan ekspresi

yang tertawa namun menandakan perasaan risih karena perlakukan temannya.

Pada kasus ini, bukan hanya pelanggaran harapan jarak yang terjadi namun

pelanggaran harapan sentuhan juga termasuk didalamnya.

Page 16: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

61

Dari proses adaptasi diatas dan pelanggaran harapan yang ikut terlibat

dalam proses adaptasi tersebut, dapat digambarkan suatu skema adaptasi

komunikasi dari para aktor secara umum. Skema adaptasi didapat dari proses-

proses interaksi yang terjadi pada para aktor. Berikut skema adaptasi para aktor :

Aktor

Lingkungandan

Teman-teman

Verbaldan

Nonverbal

Pelanggaran Harapan

(Positif-Negatif)

Adaptasi

Gambar 5.1 Skema Adaptasi Aktor

InteraksiInteraksi

Interaksi

Page 17: BAB V PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14789/5/T1_362013015_BAB V.pdf · 5.2 Adaptasi Interaksi Verbal dan Nonverbal Aktor Apa yang dialami

62

Berdasarkan bagan diatas, dalam proses adaptasi para aktor dapat dibagi menjadi

empat tahap.

1. Tahap pertama adalah interaksi aktor dengan lingkungan dan teman-

temannya. Pada tahap ini, para aktor pertama kali mulai untuk

mempelajari keadaan sekitarnya.

2. Selanjutnya pada tahap kedua, dalam interaksinya terjadi pertukaran pesan

secara verbal dan nonverbal antara aktor dengan lingkungan sekitarnya.

Pada tahap ini, para aktor mulai untuk mencerna perilaku-perilaku yang

ada disekitarnya dan mulai memilah manakah perilaku yang harus

dilakukan dan yang tidak harus dilakukan.

3. Tahap selanjutnya adalah pelanggaran harapan. Pada tahap ini perilaku

yang telah disaring oleh para aktor akan menjadi acuan bagaimana para

aktor akan menghadapi lingkungannya. Dalam proses penyesuaian inilah,

pelanggaran harapan dapat terjadi jika apa yang menjadi harapan para

aktor telah dilanggar. Namun dalam kasus ini, pelanggaran harapan yang

terjadi pada para aktor merupakan pelanggaran harapan yang bermuatan

postif. Hal ini terjadi karena adanya pemakluman dan pengertian dari para

aktor terhadap lingkungan sekitarnya.

4. Tahap terakhir adalah tahap adaptasi. Pada tahap ini, pelanggaran harapan

yang bermuatan postif akan menghantarkan para aktor pada satu adaptasi

yang didasarkan pada pembelajaran para aktor dengan lingkungan

sekitarnya. Karena pelanggaran harapa yang positif, adaptasi yang

dihasilkan oleh para aktor akan menjadi adaptasi yang positif dan aktif.