bab v hidro

31
BAB V STUDI HIDROGEOLOGI DAN RANCANGAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG Sistem penambangan yang diterapkan untuk penambangan di Desa Pengkol adalah dengan sistem tambang terbuka metode side hill. Sistem tambang terbuka yang digunakan mengakibatkan selama kegiatan penambangan akan menghadapi kendala air terutama air hujan (run off). Oleh karena itu, perlu dibuat rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang berasal dari air hujan. Upaya penyaliran air dilakukan dengan membuat saluran terbuka di sekitar quarry kemudian akan dialirkan menuju ke kolam pengendapan. Penempatan paritan tidak terlalu dekat dengan daerah kerja maupun batas kemajuan penambangan agar tidak mengganggu penambangan. Salah satu ciri utama tambang terbuka adalah adanya pengaruh iklim pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim tersebut antara lain hujan, panas/temperatur, tekanan udara dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya kajian hidrogeologi. V-1

Upload: muhammadisa

Post on 29-Nov-2015

186 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB V

STUDI HIDROGEOLOGI DAN

RANCANGAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG

Sistem penambangan yang diterapkan untuk penambangan di Desa

Pengkol adalah dengan sistem tambang terbuka metode side hill. Sistem tambang

terbuka yang digunakan mengakibatkan selama kegiatan penambangan akan

menghadapi kendala air terutama air hujan (run off). Oleh karena itu, perlu dibuat

rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang berasal dari

air hujan.

Upaya penyaliran air dilakukan dengan membuat saluran terbuka di sekitar

quarry kemudian akan dialirkan menuju ke kolam pengendapan. Penempatan

paritan tidak terlalu dekat dengan daerah kerja maupun batas kemajuan

penambangan agar tidak mengganggu penambangan. Salah satu ciri utama

tambang terbuka adalah adanya pengaruh iklim pada kegiatan penambangan.

Elemen-elemen iklim tersebut antara lain hujan, panas/temperatur, tekanan udara

dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, yang selanjutnya

mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya

kajian hidrogeologi. Agar dalam melakukan kajian hidrogeologi dapat berjalan

lancar dan tepat sasaran, diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai

acuan pelaksanaan kajian di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang

harus diambil, urutan dan kaitan masing-masing aspek kajian serta hasil yang

diperoleh. Secara ringkas kerangka kajian mencakup:

1. Kajian hidrologi.

2. Kajian hidrogeologi.

3. Pengendalian air tambang.

4. Perhitungan dimensi saluran terbuka.

5. Rancangan kolam pengendapan.

V-1

KAJIAN HIDROGEOLOGI

MATERI KAJIAN

KAJIAN HIDROLOGIKondisi Morfologi daerahKondisi Hidrologi derahAnalisis data curah hujan

KAJIAN HIDROGEOLOGIKondisi GeologiKondisi air tanahKondisi kualitas air tanah

PENGENDALIAN AIR TAMBANG

Rencana kemajuan tambangSumber dan jumlah air tambang

DATA MASUKAN

DATA MASUKAN

Perhitungan dimensi sumuran pengumpul air tambang ( sump)Perhitungan dimensi saluran Perhitungan dimensi kolam pengendapan

DIMENSI SALURAN TERBUKARANCANGAN KOLAM PENGENDAPAN

Sumber : Perencanaan Tambang 2, hal 71

Gambar 5.1Kerangka Kajian Hidrogeologi Daerah Desa Pengkol, Kecamatan Nglipar,

Kabupaten Gunungkidul

V-2

5.1. Kajian Hidrologi

Siklus hidrologi secara alamiah dapat ditunjukkan seperti terlihat pada

gambar 5.2, yaitu menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama

berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke

atmosfir kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak

pernah habis, air akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dalam tanah

sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain.

Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses

siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,

kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es

dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Sumber :

Gambar 5.2Siklus Hidrologi

Pada umumnya proses yang berkaitan dengan daur air mempunyai sifat

periodik terhadap ruang dan waktu dan tergantung pada pergerakan bumi terhadap

matahari serta rotasi bumi pada porosnya. Desa Pengkol, Kecamatan Nglipar,

Kabupaten Gunungkidul memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya

pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Upaya penyaliran air menuju sumuran akan mencegah genangan air di

daerah penggalian atau front kerja. Air yang berada pada front kerja akan

mengganggu kegiatan penambangan batunapal yang direncanakan. Gangguan ini

dapat berupa kurangnya kekuatan material karena adanya air di front kerja atau

dapat menyebabkan kondisi kerja yang tidak aman.

V-3

5.1.1. Kondisi Hidrologi Daerah Nglipar

Daerah Nglipar beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau

dan musim penghujan. Suhu / temperatur daerah rata – rata 23-330 C. Hari

hujan maksimum terpadat bulan Desember tahun 2005 dan bulan Maret

tahun 2011 sebanyak 23 hari. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan

Desember tahun 2007 sebesar 596 mm / hari.

5.1.2. Analisis Hujan

a) Daerah tangkapan hujan.

Daerah tangkapan hujan merupakan batas luasan dimana aliran air akan

mengalir dan menuju pada daerah terendah, dalam hal ini bisa berbentuk

paritan (saluran) maupun sumuran (sump).

b) Penentuan hujan rencana.

Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama umur

sarana penyaliran tersebut. Analisis curah hujan dilakukan untuk

mendapatkan curah hujan pada periode ulang hujan tertentu dan intensitas

hujan jangka pendek, dalam hal ini intensitas hujan satu jam.

1. Penentuan harga rata-rata tinggi hujan maksimum.

x= Xin

Keterangan :

x = Rata-rata tinggi hujan maksimum (mm/24 jam).

Xi = Jumlah hujan maksimum n data (mm/24 jam).

n = Jumlah data.

2. Penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan “Distribusi

Gumbell”, yaitu penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan

cara partial (partial series anality). Cara ini dilakukan dengan

menentukan ambang batas curah hujan harian maksimum.

Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

Xr=x+ δxδn

(Yr – Y n' )

Keterangan :

Xr = Hujan harian rencana maksimum (mm/24 jam).

V-4

x = Curah hujan rata-rata.𝛅x = Standar deviasi.𝛅n = Expected standar deviasi.

Yr = Variasi reduksi periode ulang hujan.

Yn' = Expected mean

c) Periode ulang.

Curah hujan akan menunjukkan suatu kecendrungan pengulangan. Hal ini

terlihat data yang analisis mencakup suatu jangka panjang. Sehubungan

dengan hal tersebut dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode

kemungkinan ulang (return period), yang berarti

kemungkinan/probabilitas periode terulangnya suatu tingkatan curah hujan

tertentu. Dalam perancangan bangunan air atau dalam hal ini sarana

penyaliran tambang salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana,

yaitu curah hujan dengan periode ulang tertentu atau kemungkinan akan

terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.

Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

Rh= 1−¿ %Keterangan :

Rh = Resiko Hidrologi (%).

Tr = Periode Ulang Hujan (tahun).n = Umur Tambang (tahun).

d) Penentuan intensitas curah hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu dalam waktu

relatif singkat. Intensitas hujan diperlukan untuk menentukan besarnya

debit atau kapasitas pompa dengan asumsi bahwa dalam satu hari terdapat

satu jam hujan.

Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

I= R24

24¿ mm/jam

Keterangan :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam).

V-5

t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam).

R24 = Curah hujan maksimum (mm).

5.1.3. Air Limpasan

Air limpasan (surface run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir

dalam bentuk lapisan tipis diatas permukaan tanah akan masuk ke parit-parit dan

selokan-selokan yang kemudian bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya

menjadi aliran sungai menuju danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut

terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat

intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti kemiringan

lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi (Arsyad, 1989).

Disamping itu, air hujan yang telah masuk kedalam tanah kemudian keluar lagi

kepermukaan tanah dan mengalir kebagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985).

Di daerah pegunungan (bagian hulu DAS) limpasan permukaan dapat masuk ke

sungai lebih cepat yang dapat menyebabkan debit sungai meningkat. Apabila

debit sungai lebih besar dari kapasitas sungai untuk mengalirkan debit maka akan

terjadi luapan pada tebing sungai sehingga terjadi banjir.

- Berdasarkan kondisi topografi areal penambangan batu napal diperoleh grade

11 % dengan kondisi topografi digunakan untuk tempat tinggal dan tanam-

tanaman maka koefisien limpasan yang digunakan adalah 0,5 ( Tabel 5.1 ).

Tabel 5.1.

Nilai Koefisien Air Limpasan (C) Daerah Pengamatan

No. Keadaan Topografi Kondisi daerah air limpasan C

1. Datar (< 3 %)

- sawah dan rawa-rawa

- hujan tropikdan perkebunan

- tempat tinggal dan tanam-

tanaman

0,2

0,3

0,4

V-6

2.

Curam (3-15%)

- hutan dan perkebunan

- tempat tinggal dan tanam-

tanaman

- semak –semak

- tanah gundul,

daerah penimbunan

0,4

0,5

0,6

0,7

No. Keadaan Topografi Kondisi daerah air limpasan C

3. Curam sekali (>15%)

- hutan

- tempat tinggal dan tanam-

tanaman

- semak-semak agak jarang

- tanah gundul dan daerah

tambang.

0,6

0,7

0,8

0,9 - 1,0

Sumber : Open Channel Hydraulic oleh Van Te Chow

5.1.4. Debit Air Limpasan

Metode yang dianggap tepat untuk menghitung debit air limpasan puncak

(peak run off ) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973 dalam

Asdak, 1995). Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di

seluruh DAS (daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan

waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan

oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan

aliran air larian.

Suatu DAS dianggap kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap

seragam dalam ruang dan waktu, dan biasanya durasi hujan melebihi waktu

kosentrasi. Beberapa ahli memandang bahwa luas DAS kurang dari 2,5 km2 dapat

dianggap sebagai DAS kecil (Ponce,1989).

Pemakaian metode rasional sangat sederhana dan sering digunakan dalam

perencanaan drainase perkotaan dan pertambangan. Beberapa parameter hidrologi

yang diperhitungkan adalah intensitas hujan, durasi hujan, frekuensi hujan, luas

DAS, abstraksi (kehilangan air akibat evaporasi, intersepsi, infiltrasi, tampungan

V-7

permukaan) dan konsentrasi aliran air. Metode rasional didasarkan pada

persamaan berikut :

Qp = 0,278 C I A m3/detik

Dengan :

Qp : debit puncak (m3/detik).

C : koefisien air limpasan.

I : intensitas hujan, (mm/jam).

A : luas daerah tangkapan hujan (km2).

5.2. Morfologi

Berdasarkan bentuk, ketinggian dan sudut lereng morfologi daerah

perencanaan merupakan satuan perbukitan dengan ketinggian 40 - 50 m yang

terdiri dari batu napal pada peta topografi ditandai dengan garis kontur rapat yang

menunjukkan morfologi perbukitan.

5.3. Kajian Hidrogeologi

5.3.1. Kondisi Geologi.

Berdasarkan peta geologi dan hidrogeologi daerah penyelidikan

merupakan wilayah dengan kandungan air tanah yang cukup besar. Hal ini

dikarenakan daerah tersebut mempunyai lapisan batuan yang berporositas tinggi.

5.3.2. Akuifer.

Akuifer adalah lapisan batuan/tanah yang permeabel yang dapat

menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang berarti (memadahi).

Air tanah ditemukan pada formasi geologi permiabel yang dikenal sebagai

akuifer yang memungkinkan jumlah air berkapasitas besar bergerak melaluinya

pada kondisi lapangan yang biasa.

Jenis akuifer secara umum ada empat macam, yaitu:

1. Akuifer Bebas.

Akuifer bebas adalah lapisan permeabel yang terisi oleh air atau jenuh air

dimana tedapat lapisan impermeabel di bawahnya.

2. Akuifer Setengah Bebas.

Akuifer setengah bebas adalah lapisan semi-permeabel yang berada diatas

akuifer yang memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga lapisan horisontal

pada lapisan tersebut tidak dapat diabaikan.

V-8

3. Akuifer Tertekan.

Akuifer tertekan adalah lapisan permeabel yang sepenuhnya jenuh oleh air

dan dibatasi oleh lapisan – lapisan impermeabel baik dibagian atas akuifer

maupun berada dalam kondisi tertekan yang lebih tinggi sehingga jika terdapat

sumur yang menembus akuifer tersebut akan lebih tinggi dari atas akuifer.

4. Akuifer setengah tertekan.

Akuifer setengah tertekan adalah lapisan yang jenuh air dan pada bagian

atasnya dibatasi lapisan semipermeabel dan bawahnya lapisan impermeabel.

Beberapa parameter akuifer:

a. Koefisien penyimpanan (S).

Koefisien simpanan diberi batas sebagai volume air yang akan dilepaskan

(diambil) oleh akuifer kedalam simpanan persatuan luas permukaan akuifer dan

persatuan perubahan tinggi.

b. Permeabilitas (K).

Merupakan suatu ukuran kemudahan alir mengalir melalui suatu media

porous.

Koefisien kelulusan dihitung dengan rumus Todd:

K ¿ V

dHdL

m/jam

Keterangan:

K = Koefisien kelulusan (m/jam).

V = Kecepatan aliran (m/jam).

dH/dL = Gradient hidrolik (m/jam).

5.4. Analisis Data klimatologi

5.4.1. Jenis-Jenis Hujan.

Berdasarkan pergerakan udara lembab penyebab terjadinya hujan, terdapat tiga

jenis-jenis hujan,yaitu:

1. Hujan Konveksi.

Hujan konveksi merupakan hujan yang diakibatkan oleh naiknya udara panas

kedaerah udara dingin. Udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensasi.

Ciri hujan konveksi, adalah :

V-9

a. Berjangka waktu pendek.

b. Daerah hujannya terbatas.

c. Intensitas hujan bervariasi.

d. Ditemui didaerah katulistiwa.

2. Hujan Siklon.

yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai angin berputar.

3. Hujan Orografis.

Hujan orografis sering terjadi didaerah pegunungan. Hujan ini disebabkan oleh

naiknya masa udara lembab karena pegunungan-pegunungan.

5.4.2. Perhitungan Curah hujan rencana.

Curah hujan rencana adalah curah hujan yang dijadikan sebagai acuan

perencanaan tambang. Curah hujan rencana penting dalam perencanaan, karena

berguna dalam menentukan debit air yang akan masuk front penambangan.

1. Data dari lapangan.

Tabel 5.2.Data Curah Hujan

Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta Tahun 2004-2012

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Daerah Gunungkidul

2. Periode ulang hujan yang digunakan dalam perencanaan adalah 4 tahun

sehingga curah hujan rencana harian sebesar 86,62 mm/hari.

5.4.3. Perhitungan Intensitas Hujan Rencana.

Intensitas hujan merupakan curah hujan jangka pendek yang menunjukkan

tingkat kederasan hujan. Sedangkan Intensitas curah hujan rencana didefinisikan

sebagai jumlah hujan per satuan waktu dalam waktu relatif singkat. Intensitas

V-10

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

2004 183,6 201,1 218,8 21 17,4 0 54,2 0 6 23 74 199,1

2005 234,1 142 204 207 5 56 73 0 10 113 57,8 357,2

2006 295 262 307 209 85 0 0 0 0 0 105,8 399,2

2007 189 571 323 123 30 11 10 0 0 14 216 596

2008 157 154 145 52 15 0 0 0 0 170 180 93,5

2009 280,2 202 223 177 188 9 2 0 0 0 145 189

2010 166 164 163 90 148 15 44 104 355 125 195 270

2011 427 351 262 263 155 0 0 0 0 77,5 229 286

2012 271 369 283 24 3 0 0 0 0 103 266 457

Total 2288.9 2514.1 2200.8 1241 764.4 119 183.2 104 397 667.5 1691.6 2891

15,062.5

TAHUN

CURAH HUJAN (mm/hari)

Total Curah Hujan 2004 – 2012

hujan rencana digunakan dalam menentukan debit air lintasan guna penentuan

dimensi suatu penampang saluran terbuka.

Penentuan intensitas hujan rencana dilakukan menggunakan rumus

Mononobe.

I = R24

24 ( 24t )

2 /3

mm/jam

Keterangan:

I = Intensitas hujan untuk waktu t (mm/jam).

R24 = Curah hujan 24 jam/harian (mm).

Tabel 5.3.Keadaan dan Intensitas Curah Hujan

Klasifikasi Curah Hujan

Curah Hujan ( mm )1 jam 24 jam

Hujan Sangat Ringan

Hujan Ringan

Hujan Normal

Hujan Lebat

Hujan Sangat Lebat

< 1

1 – 5

5 – 10

10 – 20

>20

< 5

5 – 20

20 – 50

50 – 100

> 100

Sumber : Diktat kuliah sistem penyaliran tambang ITB 1999

1. Data dari Lapangan

Dari perhitungan data yang didapat di lapangan maka curah hujan rencana

harian rata-rata sebesar 86,62 mm/hari.

2. Perhitungan Intensitas Hujan Rencana

Curah hujan rencana harian rata-rata ( R24 ) = 86,62 mm/hari

Intensitas hujan rencana ( I ) = R24

24 ( 24t )

2 /3

= 86,62/24 ( 24/1 )2/3

= 29,98 mm/jam

5.4.4. Resiko Hidrologi

Resiko hidrologi adalah kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal

satu kali pada periode ulang tertentu.

V-11

P=1−(1− 1Tr )

Tl

Keterangan :

Pr = Resiko Hidrologi,

Tr = Periode Ulang ,

Tl = Umur tambang.

1. Data Lapangan

Dari data yang didapat dari hasil perencanaan penambangan diketahui bahwa

umur tambang adalah 8 tahun dan periode ulang hujan digunakan 4 tahun.

2. Hasil Perhitungan

Umur tambang (Tl ) = 8 tahun

Periode Ulang Hujan ( Tr ) = 4 tahun

Resiko Hidrologi ( Pr ) = 1−(1− 1Tr )

Tl

= 1−(1−14 )

8

= 89,98%

5.4.5. Periode Ulang Hujan

Merupakan periode atau waktu dimana hujan dengan intensitas yang sama

akan berulang dalam jangka waktu tertentu. Penerapan periode ulang hujan

sebenarnya lebih ditekankan pada masalah kebijaksanaan dalam perencanaan

tambang. Penentuan periode ulang hujan ini berhubungfan dengan faktor resiko

dalam perencanaan tambang. Setelah periode ulang hujan ditetapkan maka dapat

dibaca nilai extrem dari hujan harian berdasarkan dari garis regresi yang telah

dibuat. Penetapan periode ulang hujan ini dapat digunakan untuk rancangan

intensitas curah hujan. Jika angka tersebut dikorelasikan dengan durasi akan dapat

dihitung intensitas hujan. Cara menghitung nilai hjan maksimum menggunakan

persamaan Gumbles.

Untuk bangunan dan rancangan sarana prasarana tambang direncanakan

menggunakan periode ulang hujan antara 3-5 tahun dan dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 5.4.Periode Ulang Hujan untuk Sarana Penyaliran

Pada Daerah Tambang

V-12

Keterangan Periode Ulang Hujan ( tahun )

Daerah Terbuka

Sarana Tambang

Lereng Tambang & Penimbunan

Sumuran Utama

Penyaliran Keliling Tambang

Pemindahan Aliran Sungai

0,5

2-5

5-10

10-15

25

100

Sumber : Diktat kuliah sistem penyaliran tambang ITB 1999

5.4.6. Reduced Mean

Nilai reduced mean dapat diterapkan menggunakan rumus sebagai berikut :

Yn=−ln [−ln {( n+1−m )n+1 }]

Keterangan :

n = jumlah sampel,

m = urutan sampel ( m = 1,2,3..... ).

Perhitungan reduced meanadalah :

Yn=−ln [−ln {( 9+1−1 )9+1 }] = 1.340

Yn=−ln [−ln {( 9+1−2 )9+1 }] = 1.014

Yn=−ln [−ln {( 9+1−3 )9+1 }] = 0.810

Yn=−ln [−ln {( 9+1−4 )9+1 }] = 0.654

Yn=−ln [−ln {( 9+1−5 )9+1 }] = 0.521

Yn=−ln [−ln {( 9+1−6 )9+1 }] = 0.400

Yn=−ln [−ln {( 9+1−7 )9+1 }] = 0.282

V-13

Yn=−ln [−ln {( 8+1−8 )8+1 }] = 0.156

Yn=−ln [−ln {( 9+1−9 )9+1 }] = 0

Reduced mean rata-rata ( Yn rata-rata)

1.340+1.014+0.810+0.654+0.521+0.400+0.282+0.156+09

= 0.575

5.5. Sistem Penyaliran Tambang

Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan

untuk meminimalkan masuknya air atau mengarahkan keluar air yang telah masuk

ke front penambangan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya

aktivitas penambangan akibat adanya air dengan jumlah berlebihan pada saat

musim hujan.

Air yang menggenangi suatu daerah penambangan harus segera dialihkan

keluar dari daerah tersebut melalui saluran penyaliran menuju keluar daerah

penambangan. Ada beberapa bentuk saluran penyaliran yaitu : bentuk trapezium,

bentuk persegi panjang, bentuk segitiga dan bentuk setengah lingkaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk penyaliran antara lain :

a. Jumlah debit air yang masuk

b. Gradien dari saluran

c. Koefisien kekerasan

d. Kemiringan dari sisi saluran

Koefisien kekerasan dapat dilihat dengan menggunakan manning dan

selanjutnya dapat direncanakan dimensi saluran penyaliran. Hal penting dalam

penentuan dimensi dan bentuk saluran penyaliran adalaah debit harus sesuai

rencana dan tidak terjadi pengendapan. Untuk menentukan jumlah debit air yang

mengalir pada saluran digunakan rumus manning, yaitu :

Q=A ( 1n )R

23 S

12

Keterangan : A = Luas penampang basah saluran terbuka(m2 ),

Q = Debit aliran (m3/ dt),

V-14

n = koefisien kekasaran dinding saluran,

R = jari – jari hidrolik ( A/P ).

Untuk mencari ukuran dari penampang saluran supaya dapat mengalirkan

dengan debit besar digunakan rumus Manning :

A R23=n .Q

√sKeterangan :

A R23 = Faktor penampang,

Q = Debit aliran yang dialirkan (m3/menit),

S = Kemiringan saluran (%),

n = Nilai kekasaran saluran Manning tergantung pada keadaan saluran.

5.5.1. Saluran Terbuka ( Open Channel )

Saluran terbuka merupakan salah satu komponen utama dari sistem

penyaliran tambang. Komponen ini fungsi utamanya adalah menampung dan

mengalirkan air tambang dari bukaan tambang menuju lokasi yang ditentukan.

Cara ini cukup banyak digunakan karena mudah dan relatif murah, serta cukup

efisien untuk mencegah masuknya air yang berasal dari sekitar daerah bukaan

tambang.

Salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi efisiensi tidaknya

peran saluran terbuka dalam mendukung kegiatan penambangan adalah bentuk

penampangnya. Berikut ini, beberapa bentuk penampang saluran terbuka yang

bisa digunakan pada kegiatan penambangan .

Pemilihan bentuk penampang saluran didasarkan pada debit air, jenis

tanah/ batuan, dimana saluran terbuka akan dibuat dan cara pembuatannya.

Bentuk penampang segitiga maupun persegi umunya untuk debit air kecil.

1. Debit Air Tambang

Salah satu tahapan penting dalam merancang saluran terbuka adalah

perhitungan dimensi saluiran terbuka, karena ketepatan penentuan dimensi

saluiran terbuka akan sangat berpengaruh terhadap peran saluran terbuka dalam

sistem penyaliran tambang, terutama menyangkut debit air yang mampu dialirkan

persatuan waktunya. Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dilalui dalam

menentukan dimensi saluran terbuka. Debit air tambang yang akan dialirkan pada

V-15

saluran terbuka tersebut, secara teoritis air tambang pada tambang terdiri : air

hujan (curah hujan), air limpasan dan air tanah.

a. Debit Curah hujan dihitung dengan rumus

Q=IxA

Keterangan :

Q = Debit curah hujan (m3/dt)

I = Intensitas hujan ( m/detik)

A = Luas Pit tambang.

b. Debit air limpasan maksimum dihitung dengan rumus rasional, yaitu :

Q=0,278.C . I . A

Keterangan :

Q = debit air limpasan maksimum ( m3/dtk ),

C = koefisien limpasan,

I = Intensitas hujan rencana ( mm/jam ), dihitung menggunakan mononobe,

A = Luas daerah tangkapan hujan ( km2 ).

Dengan menggunakan curah hujan rencana hasil analisis statistik dan

curah hujan harian maksimum maka didapatkan debit air limpasan seperti pad a

tabel di bawah ini :

Tabel 5.6Perhitungan Debit Air Limpasan

 DTHArea limpasan

( Km2)Intensitas hujan

( mm/jam) Koef limpasan

Debit air limpasan (m3/detik)

I0.090 29.98 0.5 0.375

Luas daerah tangkapan hujan ditentukan pada peta topografidengan

mempertimbangkan puncak-puncak gunung atau bukit serta keberadaan alur

sungai disekitar bukaan tambang (pit).

c. Debit air tanah dapat dihitung dengan rumus

Q = V . A

dimana V = K . i

Q = K . i . A sedangkan A = W . b

V-16

Keterangan :

K = Harga permeabilitas (m/dt)

W = Lebar akuifer (m)

V = Kecepatan aliran (m/dt)

i = Landaian hidrolika

A = Luas akuifer (m2)

b = Tebal/panjang akuifer (m)

1. Nilai Koefisien Limpasan (C)

Koefisien air limpasan (C) adalah angka yang menunjukan perbandingan

antara jumlah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah (air limpasan)

dengan curah hujan. Dalam penentuan koefisien limpasan mempertimbangkan

kemiringan lahan dan kondisi daerah pengaliran.Penentuan koefisien limpasan

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.7Beberapa Harga Koefisien Limpasan

KEMIRINGANKONDISI DAERAH

PENAGALIRANKOEF. LIMPASAN

< 3 %

Sawah, Rawa 0,2

Hutan, Perkebunan 0,3

Perumahan dengan kebun 0,4

3 % - 15 %

Hutan, Perkebunan 0,4

Perumahan 0,5

Tumbuhan yang jarang 0,6

Daerah Penimbunan,

Tanpa tumbuhan0,7

Hutan 0,6

>15 %

Perumahan, Kebun 0,7

Tumbuhan yang jarang 0,8

Daerah Tambang, tanpa tumbuhan

0,9

V-17

Sumber : Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang ITB 1999

2. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka

Setelah debit air tambang diketahui, langkah berikutnya adalah penentuan

dimensi saluran terbuka menggunakan rumus manning, yaitu :

Q=A ( 1n )R

23 S

12

Keterangan :

A = Luas penampang basah saluran terbuka (m2),

Q = Debit aliran (m3/ dt),

n = koefisien kekasaran dinding saluran,

R = jari – jari hidrolik (A/P).

Di samping debit air tambang, parameter lain yang harus ditentukan terlebih

dahulu adalah nilai koefisien kekerasan dinding saluran dan kemiringan rata-rata

dasar saluran (n), serta luas penampang basah ( A ).

Gambar 5.3.Penampang Saluran Terbuka

A = b . h + m . h2

R = 0,5 h

B = b + (2m . h)

b/h = 2 {(1 + m2)0,5 – m}

a = h/sin α

V-18

Untuk dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas

penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan dinding saluran sebesar

600, maka :

m = Cotg α

= Cotg 600

= 0,58

Sehingga harga b/d adalah :

b = 2 {(1 + m2)0,5 – m}h

= 1,15 h

A = b . h + m . h

= 1,15 . h2 + 0,58 . h2

= 1,73 h2

V-19

3. Sumuran atau Sump

Sumuran berfungsi sebagai penampang air sebelum dipompa keluar

tambang dengan demikian dimensi saluran ini sangat tergantung dengan jumlah

air yang masuk serta keluar dari sumuran.

Jumlah air yang masuk kedalam sumuran merupakan jumlah air yang

dalirkan oleh saluran-saluran, jumlah limpasan permukaan yang langsung

mengalir ke sumuran dari curah hujan yang jatuh disumuran.

Sedangkan jumlah air yang keluar dianggap sebagai kapasitas pompa,

karena penguapan dianggap tidak terlalu berarti. Dengan adanya optimasi antara

masukan dan keluaran maka dapat ditentukan dimensi sumuran.

4. Rancangan kolam Pengendapan

Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang

harus dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan

aliaran, persen padatan, dsb. Hal ini perlu dilakukan agar kolam pengendapan

hasil rancangan dapat digunakan secara optimal.

A. Ukuran Partikel

Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan

parameter dan asumsi sebagai berikut:

a. Hukum Stope berlaku bila persen padatan kurang dari 40% dan untuk persen

padatan lebih dari 40% berlaku hukum newton

b. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6m, karena jika lebih besar

akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.

c. Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn,L.C.Fan,Tahun 1985)

d. Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis

e. Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan

diketahui.

f. Kecepatan pengendapan partikel.

g. Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.

B. Bentuk Kolam Pengendapan

Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara

sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegipanjang. Sebenarnya bentuk

kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan

V-20

keperluannya. Meskipun bentuknya bermacam – macam, setiap kolam

pengendapan akan selalu mempunyai empat zona penting yang terbentuk karena

proses pengendapan material padatan. Empat zona tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk kedalam kolam

pengendapan dengan asumsi campuran alir dan padatan terdistribusi secara

seragam. Zona ini panjangnya setengah sampai satu kali panjang

pengendapan kolam. (Huisman L.,1977)

2. Zona pengendapan, tempat dimana zona partikel padatan akan mengendap.

Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendap dikurangi

panjang zona masuk dan keluar.

3. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan

mengalami pengendapan dan terkumpul didasar kolam pengendapan.

(Huisman L.,1977)

4. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih panjang zona ini

kira – kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan yang diukur dari

ujung lubang pengendapan. (Huisman L.,1977)

Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus

memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti:

Gambar 5.5.Sketsa Kolam Pengendapan

V-21

a. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok – kelok (zigzag), lihat

Gambar 5.5. agar kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga partikel

padatan cepat mengendap.

b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back hoe

yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan,

seperti mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.

V-22